meningocel 2
DESCRIPTION
essayTRANSCRIPT
Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang - Diploma III Keperawatan Malang
LAPORAN PENDAHULUAN
MENINGOCELE
Oleh :
FATMALA NUR HIDAYAH1301100007
2A
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANGJURUSAN KEPERAWATAN
D III KEPERAWATAN MALANGTahun 2015
Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang - Diploma III Keperawatan Malang
A. DEFINISI
Meningokel adalah penonjolan dari pembungkus medulla spinalis melaluispina
bifida dan terlihat sebagai benjolan pada permukaan. Pembengkakan kistis ini ditutupi
oleh kulit yang sangat tipis. Pada kasus tertentu kelainan ini dapat dikoreksi dengan
pembedahan. Pembedahan terdiri dari insisi meningokel dan penutupan dura meter.
Kemudian kulit diatas cacat ditutup. (Prinsip Keperawatan Pediatric, Rosa M. sachrin.
Hal-283)
Meningokel merupakan kelainan kongenital SSP yang paling sering terjadi.
Biasanya terletak di garis tengah. Meningokel biasanya terdapat di daerah servikal
atau daerah torakal sebelah atas. Kantong hanya berisi selaput otak, sedangkan korda
tetap dalam korda spinalis (dalam durameter tidak terdapat saraf). Tidak terdapat
gangguan sensorik dan motorik. Bayi akan menjadi normal sesudah operasi. (IKA-FK
UI. Hal-1136)
B. PATOFISIOLOGI
1. ETIOLOGI
Penyebab spesifik dari meningokel atau spina bifida belum diketahui.Banyak
factor seperti keturunan dan lingkungan diduga terlibat dalam terjadinyadefek ini.
Tuba neural umumnya lengkap empat minggu setelah konsepsi. Hal-hal berikut ini
telah ditetapkan sebagai faktor penyebab; kadar vitamin maternalrendah, termasuk
asam folat: mengonsumsi klomifen dan asam valfroat: danhipertermia selama
kehamilan. Diperkirakan hampir 50% defek tuba neural dapatdicegah jika wanita
bersangkutan meminum vitamin-vitamin prakonsepsi,termasuk asam folat. (buku
saku keperawatan pediatric e/3 [Cecila L. Betz &Linda A. Sowden.2002] hal-468)
Kelainan konginetal SSP yang paling sering dan penting ialah defek
tabungneural yang terjadi pada 3-4 per 100.000 lahir hidup. Bermacam-macam
penyebab yang berat menentukan morbiditas dan mortalitas, tetapi banyak
dariabnormalitas ini mempunyai makna klinis yang kecil dan hanya dapat
dideteksi pada kehidupan lanjut yang ditemukan secara kebetulan. (Patologi
Umum DanSistematik Vol 2, J.C.E. Underwood. 1999. hal-885)
Factor resiko yang dapat mempengaruhi terjadinya menngocele adalah sebagai
berikut :
Faktor Mekanik
Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan intrauterin dapat menyebabkan
kelainan hentuk organ tubuh hingga menimbulkan deformitas organ cersebut.
Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang - Diploma III Keperawatan Malang
Faktor predisposisi dalam pertumbuhan organ itu sendiri akan mempermudah
terjadinya deformitas suatu organ.
Faktor infeksi
Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah infeksi yang terjadi
pada periode organogenesis yakni dalam trimester pertama kehamilan. Adanya
infeksi tertentu dalam periode organogenesis ini dapat menimbulkan gangguan
dalam pertumbuhan suatu organ rubuh. Infeksi pada trimesrer pertama di
samping dapat menimbulkan kelainan kongenital dapat pula meningkatkan
kemungkinan terjadinya abortus. Sebagai contoh infeksi virus pada trimester
pertama ialah infeksi oleb virus Rubella. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang
menderita infeksi Rubella pada trimester pertama dapat menderita kelainan
kongenital pada mata sebagai katarak, kelainan pada sistem pendengaran
sebagai tuli dan ditemukannya kelainan jantung bawaan. Beberapa infeksi lain
pada trimester pertama yang dapat menimbulkan kelainan kongenital antara
lain ialah infeksi virus sitomegalovirus, infeksi toksoplasmosis, kelainan-
kelainan kongenital yang mungkin dijumpai ialah adanya gangguan
pertumbuhan pada system saraf pusat seperti hidrosefalus, mikrosefalus, atau
mikroftalmia.
Faktor obat
Beberapa jenis obat tertentu yang diminum wanita hamil pada trimester
pertama kehamilan diduga sangat erat hubungannya dengan terjadinya
kelainan kongenital pada bayinya. Salah satu jenis obat yang telah diketahui
dagat menimbulkan kelainan kongenital ialah thalidomide yang dapat
mengakibatkan terjadinya fokomelia atau mikromelia. Beberapa jenis jamu-
jamuan yang diminum wanita hamil muda dengan tujuan yang kurang baik
diduga erat pula hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital,
walaupun hal ini secara laboratorik belum banyak diketahui secara pasti.
Sebaiknya selama kehamilan, khususnya trimester pertama, dihindari
pemakaian obat-obatan yang tidak perlu sama sekali; walaupun hal ini kadang-
kadang sukar dihindari karena calon ibu memang terpaksa harus minum obat.
Hal ini misalnya pada pemakaian trankuilaiser untuk penyakit tertentu,
pemakaian sitostatik atau prepaat hormon yang tidak dapat dihindarkan;
keadaan ini perlu dipertimbangkan sebaik-baiknya sebelum kehamilan dan
akibatnya terhadap bayi.
Faktor umur ibu
Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang - Diploma III Keperawatan Malang
Telah diketahui bahwa mongolisme lebih sering ditemukan pada bayi-bayi
yang dilahirkan oleh ibu yang mendekati masa menopause. Di bangsal bayi
baru lahir Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo pada tahun 1975-1979,
secara klinis ditemukan angka kejadian mongolisme 1,08/100 kelahiran hidup
dan ditemukan resiko relatif sebesar 26,93 untuk kelompok ibu berumur 35
tahun atau lebih; angka keadaan yang ditemukan ialah 1:5500 untuk kelompok
ibu berumur <35 tahun, 1:600 untuk kelompok ibu berumur 35-39 tahun, 1:75
untuk kelompok ibu berumur 40 - 44 tahun dan 1:15 untuk kelompok ibu
berumur 45 tahun atau lebih.
Faktor hormonal
Faktor hormonal diduga mempunyai hubungan pula dengan kejadian kelainan
kongenital. Bayi yang dilahirkan oleh ibu hipotiroidisme atau ibu penderita
diabetes mellitus kemungkinan untuk mengalami gangguan pertumbuhan lebih
besar bila dibandingkan dengan bayi yang normal.
Faktor gizi
Pada binatang percobaan, kekurangan gizi berat dalam masa kehamilan dapat
menimbulkan kelainan kongenital. Pada manusia, pada penyelidikan-
penyelidikan menunjukkan bahwa frekuensi kelainan kongenital pada bayi-
bayi yang dilahirkan oleh ibu yang kekurangan makanan lebih tinggi bila
dibandingkan dengan bayi-bayi yang lahir dari ibu yang baik gizinya. Pada
binatang percobaan, adanya defisiensi protein, vitamin A ribofIavin, folic acid,
thiamin dan lain-Iain dapat menaikkan kejadian & kelainan kongenital.
2. GEJALA/TANDA
Gejalanya bervariasi, tergantung kepada beratnya kerusakan pada korda
spinalis dan akar saraf yang terkena. Beberapa anak memiliki gejala ringan atau
tanpa gejala; sedangkan yang lainnya mengalami kelumpuhan pada daerah yang
dipersarafi oleh korda spinalis maupun akar saraf yang terkena. Gejalanya berupa:
Penonjolan seperti kantung di punggung tengah sampai bawah pada bayi baru
lahir jika disinari, kantung tersebut tidak tembus cahaya.
Kelumpuhan/kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki.
Penurunan sensasi.
Inkontinensia urin (beser) maupun inkontinensia tinja.
Korda spinalis yang terkena rentan terhadap infeksi (meningitis).
Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang - Diploma III Keperawatan Malang
Masalah bladder dan bowel berupa ketidakmampuan untuk merelakskan secara
volunter otot (sphincter) sehingga menahan urine pada bladder dan feses pada
rectum.
Obesitas oleh karena inaktivitas.
Defisiensi growth hormon menyebabkan short statue.
Masalah psikologis, sosial dan seksual.
3. KLASIFIKASI
Spina bifida dimanifestasikan pada hampir semua kasus disrafisme spinal yang
merupakan terminologi untuk kelompok kelainan spinal yang
umumnyamenunjukkan ketidaksempurnaan menutupnya jaringan mesenkim,
tulang dansaraf di garis tengah. . (Buku Ajar Neurologi Anak. Hal-144)
Pembagiandisrafisme spinal antara lain:
1. Spina bifida okulta
Defek terdapat pada arkus vertebrata tanpa herniasi jaringan.
2. Meningokel spinalis
Defek pada durameter dan arkus spinalis. Herniasi jaringan saraf spinalisatau
sebagian medulla spinalis.
3. Meningomielokel
Kantung herniasi terdiri dari leptomeningen, cairan, jaringan saraf
berupaserabut spinalis atau sebagian medulla spinalis.
4. Mielomeningosistokel
Kantung terdiri dari leptomeningen, cairan cerebrospinal, serabut saraf
yangmembenntuk kista berisi cairan yang berhubungan dengan kanalis
sentralis.
5. Rakiskisis spinal lengkap
Tulang belakang terbuka seluruhnya
Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang - Diploma III Keperawatan Malang
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan yang dapat dilakukannadalah sebagai berikut :
1. Rontgen tulang belakang untuk menentukan luas dan lokasi kelainan.
2. USG tulang belakang bisa menunjukkan adanya kelainan pda kordaspinalis maupun
vertebra
3. CT scan atau MRI tulang belakang kadang dilakukan untuk menentukan lokasi dan
luasnya kelainan
D. PENTALAKSANAAN
Pembedahan mielomeningokel dilakukan pada periode neonatal untuk
mencegah rupture. Perbaikan dengan pembedahan pada lesi spinal dan pirau CSS pada
bayi hidrosefalus dilakukan pada saat kelahiran. Pencangkokan kulitdiperlakukan bila
lesinya besar. Antibiotic profilaktik diberikan untuk mencegahmeningitis. Intervensi
keperawatan yang dilakukan tergantung ada tidaknyadisfungsi dan berat ringannya
disfungsi tersebut pada berbagai system tubuh.
Untuk spina bifida okulta atau maningokel tidak diperlukan pengobatan
Perbaikan mielomeningokel, dan kadang-kadang meningokel, secara bedah diperlukan
Apabila dilakukan perbedahan secara bedah, maka perlu dipasang suatu pirau (shunt)
untuk memungkinkan drainase CSS dan mencegah timbulnya hidrosefalus dan
peningkatan tekanan intrakranium
Seksio sesarae terencana, sebelum melahirkan, dapat mengurangikerusakan neurologis
yang terjadi pada bayi dengan defek korda spinalis
Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang - Diploma III Keperawatan Malang
E. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1.1.1 Anamnesa :
a. Identitas bayi
b. Identitas ibu
c. Riwayat kehamilan
Ibu kadar alfa-fetoprotein dalam serum ibu dan cairan amnion ditemukan
meningkat pada usia 16-18 minggu
d. Riwayat kelahiran
Seksio sesarae terencana atau normale.
e. Riwayat Keluarga.
Anak sebelumnya menderita spina bifida
f. Riwayat atau adanya faktor resiko
Jenis kelamin laki-laki
1.1.2 Pemeriksaan Fisik.
Observasi adanya manifestasi mielomeningokel
a. Kantong yang dapat dilihat
b. Gangguan sensori biasanya disfungsi motorik
1.1.3 Pengelompokkan data
a. Data subjektif
Orang tua klien mengatakan cemas dengan adanya benjolan yang
ada pada tubuh anaknya
Orang tua klien mengatakan anaknya terus berkemih dalam jumlah
besar
b. Data objektif
Adanya tanda-tanda Tekanan intracranial
Enuresis
Nokturnal
Terlihat adanya benjolan
2. Diagnose
Diagnose yang sering muncul adalah sebagai berikut :
Ganguan perfusi jaringan serebral b.d peningkatan tekanan intracranial
Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang - Diploma III Keperawatan Malang
Inkontinensia urin berhubungan dengan ketidakmampuan
mengontrolkeinginan berkemih
Kurang pengetahuan orang tua tentang proses penyakit dan penanganan
penyakit anaknya berhubungan dengan kurang terpajan informasi
3. Intervensi/implementasi
Ganguan perfusi jaringan serebral b.d peningkatan tekananintracranial
Tujuan :
-Pasien kembali pada, keadaan status neurologis sebelum sakit
-Meningkatnya kesadaran pasien dan fungsi sensoris
Kriteria Hasil :
-Tanda - tanda vitaldalam batas normal
-Kesadaran meningkat
-Adanya peningkatan kognitif dan
-tidak ada atau hilangnya tanda-tanda tekanan intrakranial yang meningkat
Intervensi Rasional
1. Pasien bedrest total dengan posisitidur
terlentang tanpa bantal
2.Monitor tanda-tanda statusneurologis
dengan GCS
3.Monitor tanda-tanda vital dan hati-hati
pada hipertensi sistolik
4.Monitor intake dan output
5.Bantu pasien untuk membatasi gerak
atau berbalik ditempat tidur.
6.Berikan cairan perinfus dengan
perhatian ketat.
7.Monitor AGD bila diperlukan pem
1.Perubahan pada tekanan
intrakranialakan dapat meyebabkan resiko
untuk terjadinya herniasi otak
2.Dapat mengurangi kerusakan otak lebih
lanjut
3.Pada keadaan normal
autoregulasimempertahankan keadaan
tekanan
4.Hipertermi dapat menyebabkan
peningkatan IWL dan meningkatkan
resiko dehidrasi terutama pada pasien
yang tidak sadar, nausea yangmenurunkan
intake per oral
5.Aktifitas ini dapat meningkatkantekanan
intrakranial dan intraabdomen.
6.Meminimalkan fluktuasi pada
bebanvaskuler dan tekanan intrakranial,
vetriksi cairan dancairan dapat menurun-
Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang - Diploma III Keperawatan Malang
berian oksigen
8.Berikan terapi sesuai dari dokter seperti
: Steroid Aminofiel,Antibiotik.darah
sistemik berubah secarafluktuasi.
Kegagalan autoreguler akan
menyebabkan kerusakan vaskuler
cerebral yang dapat dimanifestasikan
dengan peningkatan sistolik dan diiukuti
oleh penurunan tekanan diastolik.
Sedangkan peningkatan suhu dapat
menggambarkan perjalanan infeksi
kan edema cerebral
7.Adanya kemungkinan asidosisdisertai
dengan pelepasan oksigen padatingkat sel
dapat menyebabkanterjadinya iskhemik
serebral
8.Terapi yang diberikan dapatmenurunkan
permeabilitas kapiler.-Menurunkan edema
serebri-Menurunka metabolik sel
/konsumsi dan kejang
Inkontinensia urin berhubungan dengan ketidakmampuan
mengontrolkeinginan berkemih.
Tujuan :
Inkontinensia urin dapat berkurang/teratasi
Kriteria hasil :
-Enuresis, diurnal dan nokturnal berkurang/tidak ada-Klien berkemih dalam
jumlah dan frekuensi yang normal
Intervensi Rasional
1.Kaji pola berkemih dan
tingkatinkontinensia klien
2.Berikan perawatan pada kulit
klienyang basah karena urin
(dilapdengan air hangat kemudian
dilapkering dan diberi bedak)
3.Anjurkan ibu klien untuk
seringmemeriksa popok klien, jika
basahsegera diganti
4.Kolaborasi dengan tim medis
dalam pemberian obat
1.Sebagai data dasar untuk
intervensiselanjutnya
2.Perawatan yang baik dapatmencegah
iritasi pada kulit klien
3.Popok yang selalu basah
dapatmenimbulkan iritasi dan lecet
padakulit
4.Obat antikolinergik diperlukanuntuk
menghilangkan kontraksikandung kemih tak
Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang - Diploma III Keperawatan Malang
(misalnya:Antikolinergik) terhambat
Kurang pengetahuan orang tua tentang proses penyakit dan penanganan
penyakit anaknya berhubungan dengan kurang terpajaninformasi.
Tujuan :
-Orang tua klien dapat memahami proses penyakit dan prosedur penanganan penyakit
anaknya
Kriteria hasil :
-Orang tua klien tampak tenang
-Orang tua klien dapat menjelaskan proses penyakit dan prosedur penanganan
penyakit anaknya
Intervensi Rasional
1.Kaji tingkat pengetahuan orang tuaklien
tentang proses penyakit dan penanganan
penyakit anaknya
2.Berikan kesempatan kepada orangtua
klien untuk bertanya
3.Jelaskan dengan baik kepada orangtua
tentang proses penyakit dan prosedur
penanganannya
4.Berikan dukungan positif kepadaorang
tua klien
1.Sebagai data dasar dalammemnentukan
intervensi selanjutnya
2.Memberikan jalan untuk
mengekspresikan perasaannya
danmengetahui pemahaman orang
tuaklien tentang penyakit anaknya
3.Meningkatkan pemahaman orang
tuaklien tentang penyakitnya anaknya
4.Dukungan yang positif
dapatmemberikan semangat kepada
orangtua untuk menerima
penyakitanaknya dan membantu proses
perawatan
DAFTAR PUSTAKA
Cecila L. Betz & Linda A. Sowden.2002.Keperawatan Pediatri Edisi 3 .EGC: Jakarta.
Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang - Diploma III Keperawatan Malang
Linda Juall Carpenito-moyet. 2006. Buku saku diagnosis keperawatan Edisi 10. EGC: Jakarta
Rosa m. Saccharin. 1996. Prinsip keperawatan pediatric edisi 2. EGC;Jakarta
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. 1985. Ilmu kesehatan anak volume 3.FKUI : Jakarta.