meningkatkan hasil belajar matematika melalui metode penemuan terbimbing berbasis teori bruner dalam...

23
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI METODE PENEMUAN TERBIMBING BERBASIS TEORI BRUNER DALAM MATERI BANGUN RUANG SISI LENGKUNG SISWA KELAS IXB SMP NEGERI 2 MINASATENE KABUPATEN PANGKEP Harwana Abstrak : Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (Clasroom Action Research), yang dilaksanakan dua siklus dengan materi bangun ruang sisi lengkung. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IXB SMP Negeri 2 Minasatene Kabupaten Pangkep tahun pelajaran 2012/2013 sebanyak 31 orang. Tujuan penelitian ini adalah meningkatan hasil belajar matematika melalui metode penemuan terbimbing berbasis teori Bruner. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan pendekatan kuantitatif dengan teknik pengumpulan data melalui lembar observasi dan tes hasil belajar. Hasil penelitian dengan metode penemuan terbimbing berbasis teori Bruner menunjukkan bahwa dapat meningkatkan hasil belajar matematika yang ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata siswa pada siklus I ke siklus II yaitu 76 menjadi 82 dan meningkatnya nilai jumlah siswa yang tuntas belajar dari 64,5% menjadi 87,1%. Kata Kunci : Hasil belajar, penemuan terbimbing, teori Bruner. Pendahuluan Pendidikan adalah usaha sadar untuk menumbuhkembangkan potensi sumber daya manusia melalui kegiatan pembelajaran. Berdasarkan informasi dan diskusi dengan teman-teman guru matematika di sekolah masih kurang aktif dalam siswa pembelajaran matematika, siswa belum terbiasa untuk mengungkapkan pendapatnya sendiri, bahkan menemukan sendiri jawaban dari masalah yang dihadapi juga belum terbiasa. Selain itu masih ada siswa yang kurang tertarik terhadap pelajaran matematika, dan juga tidak suka terhadap pelajaran matematika. Namun dibalik semua itu, yang terjadi selama ini adalah masih banyak siswa yang menganggap bahwa matematika tidaklah lebih sekedar berhitung dan bermain dengan rumus-rumus dan angka-angka. Saat ini banyak siswa yang hanya menerima begitu saja pengajaran matematika di sekolah, tanpa mempertanyakan mengapa dan untuk apa matematika harus diajarkan. Tidak jarang muncul keluhan bahwa matematika hanya membuat pusing siswa dan dianggap sebagai momok yang menakutkan bagi siswa. 1

Upload: dhepp-emstypiercetheveil

Post on 22-Nov-2015

79 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

ddddd

TRANSCRIPT

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI METODE PENEMUAN TERBIMBING BERBASIS TEORI BRUNER DALAM MATERI BANGUN RUANG SISI LENGKUNG SISWA KELAS IXB SMP NEGERI 2 MINASATENE KABUPATEN PANGKEP

Harwana

Abstrak : Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (Clasroom Action Research), yang dilaksanakan dua siklus dengan materi bangun ruang sisi lengkung. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IXB SMP Negeri 2 Minasatene Kabupaten Pangkep tahun pelajaran 2012/2013 sebanyak 31 orang. Tujuan penelitian ini adalah meningkatan hasil belajar matematika melalui metode penemuan terbimbing berbasis teori Bruner. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan pendekatan kuantitatif dengan teknik pengumpulan data melalui lembar observasi dan tes hasil belajar. Hasil penelitian dengan metode penemuan terbimbing berbasis teori Bruner menunjukkan bahwa dapat meningkatkan hasil belajar matematika yang ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata siswa pada siklus I ke siklus II yaitu 76 menjadi 82 dan meningkatnya nilai jumlah siswa yang tuntas belajar dari 64,5% menjadi 87,1%.

Kata Kunci : Hasil belajar, penemuan terbimbing, teori Bruner.

PendahuluanPendidikan adalah usaha sadar untuk menumbuhkembangkan potensi sumber daya manusia melalui kegiatan pembelajaran. Berdasarkan informasi dan diskusi dengan teman-teman guru matematika di sekolah masih kurang aktif dalam siswa pembelajaran matematika, siswa belum terbiasa untuk mengungkapkan pendapatnya sendiri, bahkan menemukan sendiri jawaban dari masalah yang dihadapi juga belum terbiasa. Selain itu masih ada siswa yang kurang tertarik terhadap pelajaran matematika, dan juga tidak suka terhadap pelajaran matematika.Namun dibalik semua itu, yang terjadi selama ini adalah masih banyak siswa yang menganggap bahwa matematika tidaklah lebih sekedar berhitung dan bermain dengan rumus-rumus dan angka-angka. Saat ini banyak siswa yang hanya menerima begitu saja pengajaran matematika di sekolah, tanpa mempertanyakan mengapa dan untuk apa matematika harus diajarkan. Tidak jarang muncul keluhan bahwa matematika hanya membuat pusing siswa dan dianggap sebagai momok yang menakutkan bagi siswa.Adapun salah satu penyebab kesulitan pembelajran matematika di SMP, terdapat beberapa materi pembelajaran yang hanya berhitung dan bermain dengan rumus-rumus dan angka-angka, akan tetapi dibutuhkan kemampuan dalam mengkomunikasikan pengetahuan awal yang diperoleh dari kehidupan nyata siswa atau dari topik-topik teori yang dipelajari sebelumnya dengan pengetahuan baru dalam pembelajaran. Salah satu materi pembelajaran yang dimaksud adalah bangun ruang sisi lengkung. Salah satu alternative yang dapat meningkatkan hasil belajar dan motivasi siswa untuk belajar matematika yaitu melalui belajar penemuan. Teori belajar penemuan merupakan suatu metode dalam pembelajaran. Ide dasar dari teori penemuan ini adalah siswa akan mudah mengingat suatu konsep tersebut mereka dapatkan sendiri melalui metode belajar penemuan. (Dahar, 1988:121).Lebih lanjut, Bruner juga memperkenalkan konsep perkembangan kognisi anak-anak yang mewakili tiga bentuk representasi enaftif, ikonik, dan simbolik. Pada tahap enaktif misalnya, pengetahuan anak diperoleh dari aktivitas gerak yang dilakukannya seperti pengalaman langsung atau kegiatan konkrit. Tahap representasi ikonik adalah masa ketika pengetahuan anak diperoleh melalui sajian gambar, atau grafis lainnya seperti film dan gambar statis. Sedangkan tahap repsentasi simbolik adalah suatu tahap dimana anak mampu memehami atau membangun pengetahuan melalui proses bernalar dengan menggunakan symbol bahasa seperti kata-kata atau simbolisasi abstrak lainnya (Ratumanan, 2004:51)Dengan demikian teori belajar penemuan Bruner sangat menyarangkan keaktifan siswa dalam proses belajar secara penuh untuk bias menemukan kembali berdasarkan interaksi yang dilakukannya dengan lingkungannya melalui serentetan pengalaman-pengalaman yang lampau. Menurut (Rochaminah, 2010:126) pembelajaran penemuan berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis matematis, ditinjau berdasarkan klasifikasi LPTK dan kemampuan akademik mahasiswa calon guru. Kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa calon guru dari LPTK dengan baik dalam kategori cukup sedangkan mahasiswa calon guru dari LPTK dengan klasifikasi cukup dalam kategori rendah.Lebih lanjut menurut Ruseffendi (1988:329) belajar penemuan itu penting, sebab matematika adalah bahasa yang abstrak dan akan lebih melekat bila melalui metode penemuan.Belajar melalui metode penemuan berpusatkan pada siswa menyebabkan siswa berkembang potensi intelektualnya. Dengan menemukan hubungan dan keteraturan dari materi yang sedang dipelajari, siswa menjadi lebih mudah mengerti struktur materi yang dipelajari. Siswa lebih mudah mengingat konsep, struktur atau rumus yang telah ditemukan (Rochaminah, 2010:9).Kurang mampunya siswa mengindentifikasi dan menemukan rumus luas bangun ruang sisi lengkung, serta menyelesaikan soal cerita yang terkait dengan luas bangun ruang sisi lengkung, kemungkinan akan berakibat kurangnaya siswa memahami permasalahan-permasalahan dalam kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan matematika. Adanya permasalahan itu diduga bahwa pembelajaran kurang bermakna bagi siswa.Berdasarkan hal tersebut, maka penerapan teori belajar Bruner bisa menjadi alternatif untuk memberikan pemahaman tentang konsep bangun ruang sisi lengkung secara lebih tepat, karena dalam pembelajarannya membutuhkan keaktifan siswa. Keterlibatan dan keaktifan siswa dalam pembelajaran sangat baik bagi pengalaman belajarnya karena menuntut siswa untuk mencari dan menemukan sendiri konsep bangun ruang yang dipelajari. Untuk mengatasi permasalahan yang diuraikan tersebut, maka masalah penelitian dirumuskan bahwa apakah terdapat peningkatan hasil hasil belajar matematika melalui metode penemuan terbimbing berbasis teori Bruner dalam materi bangun ruang sisi lengkung siswa kelas IXB SMP Negeri 2 Minasatene Kabupaten Pangkep.

Kajian TeoriBeberapa konsep yang berkaitan dalam pembahasan ini adalah belajar matematika, hasil belajar matematika, pembelajaran matematika melalui penemuan terbimbing, teori belajar penemuan menurut Jerome S. Bruner, BRSL

Belajar matematikaBelajar menurut Slameto (2010:2) adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Tetapi tidak semua perubahan yang terjadi pada seseorang merupakan perubahan dalam arti belajar. Perubahan dalam belajar mempunyai ciri-ciri antara lain, terjadi secara sadar, bersifat kontinu dan fungsional, bersifat positif dan aktif, bertujuan atau berarah, dan mencakup seluruh aspek tingkah laku. Secara umum belajar dapat diartikan sebagai terjadinya perubahan pada diri seseorang yang belajar karena pengalaman. Gagne (dalam Dimyati dan Mudjiono, 2009:12) membagi belajar terdiri atas tiga tahapan diantaranya adalah tahap persiapan belajar, pemerolehan dan unjuk perbuatan serta alih belajar. Pada tahap persiapan dilakukan tindakan mengarahkan perhatian, pengharapan dan mendapatkan kembali informasi. Pada tahap pemerolehan digunakan untuk persepsi selektif, sandi semantik, pembangkitan kembali dan respons, serta penguatan. Tahap alih belajar meliputi perisyaratan untuk membangkitkan, pemberlakuan secara umum. Dari tahap-tahap tersebut mempermudah guru melakukan pembelajaran.Menurut Piaget (dalam Trianto, 2009:29), perkembangan kognitif sebagian besar ditentukan oleh manipulasi dan interaksi aktif anak dengan lingkungan. Berdasarkan pengalaman-pengalamannya dan manipulasi lingkungan penting bagi terjadinya perubahan dan perkembangan. Sedangkan Nur (dalam Trianto, 2007:14) mengemukakan bahwa interaksi sosial dengan teman sebayanya, khususnya dalam berargumentasi dan berdiskusi akan membantu memperjelas pemikiran yang pada akhirnya membuat pemikiran-pemikiran itu menjadi logis. Kedua pendapat ini memandang pentingnya interaksi sosial yang bersifat aktif dari siswa dengan lingkungannya khususnya temannya sebayanya dalam berdiskusi.Menurut Suharsimin (dalam Masruhan, 2006:19) mengartikan bahwa belajar merupakan suatu proses karena adanya usaha untuk mengadakan perubahan terhadap diri manusia yang melakukan, dengan maksud memperoleh perubahan dalam dirinya, baik berupa pengetahuan, ketrampilan maupun sikap. Proses belajar oleh Bruner (dalam Nasution, 2006:9) membedakannya pada tiga fase, yakni (1) informasi, (2) transformasi, dan (3) evaluasi. Ketiga fase ini selalu ada dalam proses belajar.Matematika mempunyai beberapa karakteristik, salah satunya adalah objek kajianya bersifat abstrak. Menurut Hudojo (1988:3), belajar matematika merupakan kegiatan mental yang tinggi, karena matematika berkaitan dengan ide-ide abstrak yang diberi simbol-simbol yang tersusun secara hirarkis dan penalarannya deduktif. Untuk mempelajari matematika haruslah bertahap, berurutan serta berdasarkan pada pengalaman belajar yang lalu (sebelumnya).Sejalan dengan itu Sudjadi (dalam Dalyana. 2004:17) menyatakan bahwa untuk dapat menguasai matematika diperlukan cara belajar berurutan, setapak demi setapak, dan berkesinambungan.Tiro (2005:134-135) menguraikan secara padat tentang matematika sebagai suatu sistem aksiomatis yang memiliki karakteristik yaitu (1) terdapat unsur prima (undefined terms) sebagai komponen utama, (2) seperangkat postulat (unproven statements) juga sebagai suatu komponen, (3) semua definisi atau teorema dibuat dengan menggunakan unsur prima, postulat, definisi atau teorema yang sudah ada sebelumnya, dan (4) nilai benar dan salah ditentukan atau diukur oleh hukum-hukum yang sudah ada. Oleh karena itu, dalam mempelajarinya selain mengacu pada beberapa cara belajar di atas, diperlukan cara khusus yang tidak sama dengan mempelajari mata pelajaran lain jika diinginkan hasil yang lebih memuaskan.Berbagai pendapat di atas menunjukkan bahwa belajar matematika merupakan kegiatan mental yang tinggi, dilakukan secara berurutan, setapak demi setapak, kontinu, mempunyai keterkaitan antara satu dengan yang lainnya dan menggunakan pengalaman belajar sebelumnya.

Hasil belajar matematikaBelajar adalah suatu proses yang menghasilkan suatu perubahan. Perubahan perilaku pebelajar dapat diindikasikan dari hasil belajar yang mereka peroleh. Sudjana (2008:22) berpendapat bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Berdasarkan pengertian hasil belajar yang telah diuraikan, maka hasil belajar adalah ukuran yang menyatakan seberapa besar tujuan pembelajaran yang telah dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar dalam suatu interval atau penggalan waktu tertentu melalui pemberian tes sebagai evaluasi belajar baik secara lisan ataupun tulisan. Dalam proses belajar mengajar selalu diarahkan agar mencapai hasil belajar yang optimal dalam mata pelajaran tertentu. Untuk mengetahui ketercapaian hasil belajar siswa dapat dilakukan dengan evaluasi atau tes.Sudjana (1989:35) mengemukakan bahwa tes pada umumnya digunakan untuk menilai dan mengukur hasil belajar siswa terutama hasil belajar kognitif berkenaan dengan penguasaan bahwa pengajaran sesuai dengan pendidikan pengajaran. Berdasakan uraian di atas, maka yang dimaksud dengan hasil belajar matematika adalah kemampuan yang dicapai siswa setelah mengikuti proses pembelajaran yang diperoleh melalui pemberian tes hasil belajar. Secara khusus, hasil belajar matematika adalah kemampuan siswa dalam memecahkan masalah yang diberikan oleh guru dalam proses pembelajaran atau melalui pemberian tes pada akhir proses pembelajaran.Hasil dari proses pembelajaran, selain kemampuan kognitif siswa yang ditunjukkan dengan kemampuan pemecahan masalah adalah kemampuan afektif yang ditunjukkan dengan rasa senang untuk belajar dan menggunakan hasil belajarnya dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan afektif tersebut secara khusus dalam penelitian ini dinamakan disposisi. Untuk mengukur disposisi matematik siswa misalnya digunakan instrumen berupa angket dan lembar observasi. Penilaian sikap siswa terhadap proses pembelajaran sangat penting, sehingga Setiap mata pelajaran yang dipelajari pada sekolah tingkatan dasar sampai tingkatan menengah ada penilaian afektifnya.

Pembelajaran matematika melalui penemuan terbimbingBelajar matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan. Banyak permasalahan dan kegiatan dalam hidup kita yang harus diselesaikan dengan menggunakan ilmu matematika seperti menghitung, mengukur, dan lain-lain. Oleh karena itu diperlukan pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana cara membelajarkan matematika itu pada siswa.Menurut Hamzah (2003:125), matematika bersifat hierarkis, yaitu suatu materi merupakan prasyarat untuk mempelajari materi berikutnya. Maksudnya, untuk mempelajari matematika hendaknya berprinsip pada materi matematika yang disusun menurut urutan tertentu atau tiap topik matematika berdasarkan subtopik tertentu. Seorang siswa dapat memahami suatu topik matematika jika ia telah memahami subtopik pendukung atau prasyaratnya, penguasaan topik baru oleh seorang siswa tergantung pada penguasaan topik sebelumnya.Matematika adalah ilmu universal yang mendasari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern, memajukan daya pikir serta analisa manusia. Peran matematika dewasa ini semakin penting, karena banyaknya informasi yang disampaikan orang dalam bahasa matematika seperti, tabel, grafik, diagram, persamaan dan lainlain. Untuk memahami dan menguasai informasi dan teknologi yang berkembang pesat, maka diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini.Dalam sebuah artikel yang dibuat oleh Syarif (2009) didefinisikan bahwa matematika adalah (1) studi pola dan hubungan (study of patterns and relationships) dengan demikian masing-masing topik itu akan saling terjalin satu dengan yang lain yang membentuknya, (2). Cara berpikir (way of thinking) yaitu memberikan strategi untuk mengatur, menganalisis dan mensintesa data atau semua yang ditemui dalam masalah sehari-hari, (3). Suatu seni (an art) yaitu ditandai dengan adanya urutan dan konsistensi internal, dan (4) sebagai bahasa (a language) dipergunakan secara hati-hati dan didefinisikan dalam teorema dan simbol yang akan meningkatkan kemampuan untuk berkomunikasi akan sains, keadaan kehidupan ril, dan matematika itu sendiri, serta (5) sebagai alat (a tool) yang dipergunakan oleh setiap orang dalam menghadapi kehidupan sehari-hari.Belajar matematika selama ini masih kurang diminati oleh para siswa, bahkan belajar matematika seakan menakutkan bagi siswa. Hal ini terjadi karena pembelajaran matematika selama ini cenderung hanya berupa kegiatan menghitung angka-angka, yang seolah-olah tidak ada makna dan kaitannya dengan peningkatan kemampuan berpikir untuk memecahkan berbagai masalah.Keberhasilan proses mengajar matematika tidak terlepas dari persiapan siswa dan persiapan guru. Siswa yang siap untuk belajar matematika akan merasa senang dan dengan penuh perhatian mengikuti pelajaran tersebut. Oleh karena itu, guru harus berupaya memelihara dan mengembangkan minat atau kesiapan belajar siswanya melalui metode penemuan terbimbing.Mengajar pada umumnya adalah usaha guru untuk menciptakan kondisi atau menata lingkungan sedemikian rupa, sehingga terjadi interaksi antara siswa dengan lingkungan, termasuk guru, alat pelajaran dan sebagainya yang disebut proses belajar, sehingga tercapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Mengajar matematika, Sudrajat (dalam Abdi, 2009:20) bahwa pengajar harus mampu memberikan intervensi yang cocok, bila pengajar itu menguasai dengan baik matematika yang diajarkan.Jadi, guru harus mampu menguasai materi pelajaran yang diajarkan sebab mengajar pada hakikatnya suatu proses, yakni proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar siswa sehingga dapat menumbuhkan, mendorong dan memberikan bimbingan atau bantuan kepada siswa dalam melakukan proses belajarnya, mengingat matematika itu adalah pelajaran yang memerlukan pemusatan pikiran untuk mengingat dan mengenal kembali semua aturan yang ada dan harus dipenuhi untuk menguasai materi yang dipelajari.Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran matematika merupakan suatu kegiatan yang melibatkan guru dan siswa, dimana perubahan tingkah laku siswa diarahkan pada peningkatan hasil belajar matematika sesuai tujuan yang diharapkan, sedangkan guru dalam mengajar harus pandai mencari metode pembelajaran yang akan membantu siswa dalam kegiatan belajarnya misalnya dengan metode penemuan terbimbing.

Teori belajar penemuan menurut Jerome S. BrunerTeori belajar Bruner yang terkenal adalah teori belajar penemuan (discovery learning). Bruner (dalam Trianto, 2007:26) menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan sendirinya memberi hasil yang paling baik. Dikatakan oleh Dahar (1988:125), bahwa berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna.Teori Bruner menurutnya, (Dahar, 1988:118) bahwa dalam mempelajari manusia, ia menganggap manusia sebagai pemroses, pemikir, dan pencipta informasi. Yang penting baginya adalah cara-cara bagaimana orang memilih, mempertahankan, dan mentransformasikan informasi secara aktif, dan inilah menurut Bruner inti dari belajar.Seiring dengan teori belajar bermakna dari Ausubel, teori perkembangan kognitif Piaget, teori Bruner (Dahar, 1988:119) berdasarkan pada asumsi, yang pertama adalah bahwa pemerolehan pengetahuan merupakan suatu proses aktif. Keyakinannya bahwa orang yang belajar berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, perubahan tidak hanya terjadi di lingkungan, tetapi juga dalam orang itu sendiri. Asumsi kedua ialah bahwa orang mengonstruksi pengetahuannya dengan menghubungkan informasi yang masuk dengan informasi yang disimpan yang diperoleh sebelumnya.Teori Bruner sebagaimana pernyataan-pernyataannya di atas menjelaskan kepada kita bahwa sesungguhnya belajar itu terjadi pada seseorang apabila dalam diri mereka terjadi proses transformasi informasi secara aktif, yakni bukan hanya sebagai penerima informasi tetapi lebih dari itu sebagai pencipta informasi, melalui suatu interaksi aktif dengan lingkungan sehingga terjadi perubahan dalam dirinya. Belajar akan berhasil apabila memungkinkan terjadinya asosiasi antara pengetahuan yang baru yang akan dipelajari dengan pengetahuan lama yang telah disimpannya dalam struktur kognitif seseorang, dan tentunya hal ini terjadi dalam suatu proses belajar yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan penemuan, penyelidikan, dan eksplorasi sehingga menghasilkan suatu makna.

Bangun Ruang Sisi Lengkung (BRSL)Konsep adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk mengklasifikasikan suatu obyek termasuk dalam contoh atau bukan contoh (Soedjadi, 2000:14). Konsep bangun ruang sisi lengkung yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah bangun ruang yang memiliki sisi atau permukaan berbentuk lengkungan yang merupakan bahan kajian matematika SMP kelas IX, yang terdiri dari tabung, kerucut, dan bola sebagaimana dalam standar isi kurikulum pembelajaran matapelajaran matematika tingkat SMP. Terhadap masing-masing materi pokok itu, diuraikan konsep-konsep yang mengarahkan kepada pencapaian kompetensi dasar dan standar kompetensi, yang secara operasional dijabarkan sebagai indikator yang harus dicapai oleh siswa yang belajar materi tersebut.Setiap konsep yang membangun substansi pengetahuan tentang bangun ruang sisi lengkung seperti diuraikan di atas, adalah konsep-konsep yang secara elementer akan dikonstruk oleh siswa hingga didapatkan sebuah batasan formal yang disebut definisi-definisi dan formula-formulanya. Dijelaskan oleh Soedjadi (2000:14) bahwa Definisi adalah ungkapan-ungkapan yang membatasi suatu konsep. Tinjauan tentang definisi ini, maka yang akan dikonstruk oleh siswa adalah definisi yang yang digolongkan dalam definisi analitis, yakni yang menyebutkan genus proksimum dan diffrensia spesifika atau definisi genetik yang menyebutkan bagaimana konsep itu dibentuk atau terjadi (Soedjadi, 2000:15). Secara rinci uraian tersebut adalah sebagai berikut.Diantara berbagai bentuk bangun ruang, dalam matematika khususnya matematika sekolah jenjang SMP, bangun ruang yang menjadi bahan kajian dalam pembelajaran mencakup bangun ruang bersisi lurus, yaitu sisinya berupa bidang datar, seperti kubus, balok, prisma, limas, dan bangun ruang bersisi lengkung. Sebagaimana pengertian bangun ruang tersebut, maka bangun ruang sisi lengkung adalah bangun ruang yang memiliki sisi atau permukaan berbentuk lengkungan atau bidang lengkung, baik sebagian atau keseluruhan. Termasuk dalam bangun ruang ini adalah Tabung (Silinder), Kerucut (Cones), dan Bola (Sphere) (Ilman, dkk., 1970:10; Jurgensen dkk., 1983:367-380).Sebagai materi pembelajaran matematika di sekolah, bangun ruang sisi lengkung memiliki objek kajian sebagaimana objek kajian matematika yang mencakup fakta, konsep, prinsip atau teorema, prosedur yang tidak terlepas dari konsep pada materi matematika yang mendahuluinya. Konsep bangun ruang sisi lengkung adalah konsep geometri yang tersusun dari konsep geometri pendukungnya seperti geometri datar dan geometri ruang yang bersisi datar. Dukungan konsep-konsep tersebut sebagaimana uraian berikut.

a. TabungKonsep tabung bisa disusun batasan-batasan konsep berdasarkan ciri-ciri khusus padanya, yang bisa diidentifikasi secara fisik dari bentuk permukaannya, cara-cara pembentukannya. Berdasarkan cara-cara pembentukan tabung, tabung adalah bangun ruang yang dibentuk oleh perputaran model bangun datar persegi panjang dengan poros putaran salah satu sisinya (Ilman dkk., 1970:13). Gambar 5.a berikut mengilustrasikan konsep tersebut.Persegi panjang ABCD dengan sisi panjang BC dan AD, sisi lebar AB dan CD diputar dengan sumbu putaran garis k yang berimpit dengan sisi BC sejauh 360o atau lebih, maka terbentuk benda putaran dengan dengan jari-jari AB = CD dan tingginya BC, serta bidang lengkung dan sisi dasar atau sisi atas yang menyelimuti ruang, yang menjadi permukaan tabung seperti gambar berikut.

ABCD(a) (b) (c)Gambar 1. Pembentukan tabung : (a) pemutaran persegi panjang,(b) tabung lingkaran tegak, (c) tabung lingkaran tegakJika garis bergerak dalam arah vertikal dan garis lengkung berbentuk lingkaran maka terbentuklah bangun ruang dengan sisi lengkung yang tegak terhadap bidang alas. Dengan demikian bidang alasnya berbentuk lingkaran yang sejajar dengan bidang atasnya seperti Gambar 1(c).Berdasarkan cici-ciri tabung, maka dapat diberikan batasan tabung, bahwa tabung adalah benda berbentuk ruangan (berongga) atau bangun ruang yang memiliki sisi berbentuk bidang lengkung sepanjang lingkaran pada dasar dan atasnya. Tabung merupakan bangun ruang yang terbentuk dari benda putaran, yaitu persegi panjang yang diputar dengan salah satu sisinya sebagai sumbu putar. Tabung adalah prisma tegak yang alasnya berbentuk segi tak hingga atau alasnya berbentuk lingkaran.Konsep tabung dengan beberapa batasan, ciri, dan unsur-unsurnya melahirkan beberapa prinsip di dalamnya, yaitu: (1) luas permukaan tabung, dan (2) volume tabung.Luas permukaan tabung. Sebagai bangun ruang yang memiliki sisi-sisi berbentuk bidang lengkung sepanjang lingkaran dasar dan atas, maka luas permukaan tabung ditentukan oleh luasan bidang lengkung yang disebut selimut tabung dan luasan bidang dasar dan atas yang berbentuk lingkaran yang kongruen. Jika suatu tabung dibuka sepanjang rusuk-rusuknya dan selimut dipotong sepanjang garis pembentuknya dari dasar hingga atas, maka didapatkan bentangan permukaan tabung yang disebut jaring-jaring tabung (Ilman dkk., 1970:21; Tim, 2003:104). Luas permukaan tabung dengan tinggi t dan berjari-jari r ditentukan sebagai berikut:Luas sisi dasar (alas) = r2Luas sisi atas = r2Luas selimut tabung= 2r . tJadi luas permukaan tabung adalah:L = Luas sisi alas + luas sisi atas + luas selimutL = r2 + r2 + 2rtL= 2r2 + 2rtL= 2r(r + t)L = 2r(r + t)

b. KerucutBangun kerucut dapat dibentuk dari beberapa cara pembentukan. Sebagaimana pada tabung, kerucut dapat terbentuk dari sejumlah garis yang berpotongan pada satu titik dan sepanjang garis lengkung (tidak sebidang) di luar titik potong tadi (Ilman dkk. 1970 : 28).

Gambar 2. Pembentukan kerucutApabila garis lengkung yang dimaksud adalah lingkaran dan garis yang menghubungkan pusat lingkaran dan titik potong semua garis itu tegak lurus, maka bangun yang terbentuk adalah kerucut lingkaran tegak, seperti gambar berikut.

Gambar 3. Kerucut lingkaran tegak

Perpotongan semua garis pembentuk dalam satu titik potong tersebut menjadi titik puncak kerucut, sedangkan perpotongan garis-garis pembentuk sepanjang garis lengkung membentuk rusuk pada sisi dasar (alas). Garis-garis pembentuk yang banyak jumlahnya akan membentuk permukaan lengkungan sepanjang garis lengkung pada sisi dasar dan semakin ke atas semakin runcing menuju satu titik puncaknya. Garis-garis pembentuk itu yang disebut sebagai garis pelukis kerucut. Kerucut bisa juga terbentuk dari suatu proses perputaran bangun datar segitiga siku-siku sejauh satu putaran penuh atau lebih dengan poros putaran adalah salah satu sisi siku-sikunya (Negoro, 1998:161; Ilman dkk,. 1970:28).Sisi miring segitiga siku-siku yang diputar dengan sumbu putaran salah satu sisi siku-sikunya, membentuk permukaan lengkungan yang semakin ke atas meruncing hingga titik puncaknya. Sedangkan sisi siku-siku lainnya membentuk dasar yang berupa lingkaran putar dari titik sudut lancip segitiga siku-siku itu. Dengan demikian kerucut yang terbentuk merupakan bangun ruang yang memiliki permukaan bidang lengkung yang utuh dan meruncing, yang disebut sebagai selimut kerucut dan permukaan dasar yang berbentuk bidang lingkaran, yang disebut sebagai alas kerucut.Diantara macam-macam bangun ruang selain kerucut, yang me miliki titik puncak adalah Limas. Nama limas tergantung dari bentuk dasarnya. Misalnya limas segi tiga, limas segi empat, limas segi lima, limas segi enam, dan seterusnya. Namanama limas yang berdasar pada bentuk alasnya tersebut adalah dalam kelompok limas segi beraturan, walaupun sebenarnya banyak limas dengan alas bukan segi beraturan.Jika kita pandang limas segi beraturan dengan banyak seginya adalah tak hingga, maka segi beraturan tak hingga adalah membentuk lingkaran. Artinya limas yang terbentuk adalah limas dengan dasar berbentuk bidang lingkaran. Ini adalah bangun kerucut. Dengan demikian, sebuah pemikiran yang mengarahkan pada konsep kerucut adalah konsep limas. Jadi Kerucut dapat dipandang sebagai limas yang alasnya berbentuk bidang lingkaran. Pemikiran ini relevan dengan pandangan Jurgensen dkk (1983:367), Salamah (2007:45), dan Tim (2003:111), bahwa rumus-rumus untuk limas juga diterapkan pada kerucut.Beberapa konsep dalam kerucut tersebut menjadi dasar bagi pemerolehan prinsip-prinsip yang dalam standar isi kurikulum pendidikan matematika jenjang SMP/MTs. Luas permukaan kerucut adalah banyaknya satu satuan luas yang memenuhi seluruh permukaan kerucut. Permukaan kerucut terdiri dari selimut kerucut dan bidang alas kerucut. Untuk menentukan luas permukaan kerucut, yang perlu dilakukan adalah menganalisa masing-masing bagian permukaan kerucut. Sebagaimana digambarkan Ilman (1970:43), maka analisa permukaan kerucut bisa dilakukan dengan membuat jaring-jaring kerucut, yakni memotong bidang-bidang permukaan kerucut sepanjang rusuk alasnya dan salah satu garis pelukisnya.

Gambar 4. Jaring-jaring kerucutJika tinggi kerucut t, jari-jari alasnya R dan panjang garis pelukisnya s, jaring-jaring kerucut dapat direpresentasikan sebagai berikut:

Gambar 5. Jaring-jaring kerucut lingkaran tegakUntuk menghitung luas permukaan kerucut, maka jaring-jaring kerucut itu dapat diuraikan menurut selimut kerucut dan bidang alasnya. Bentangan selimut kerucut adalah bidang berbentuk juring lingkaran dengan jari-jari s dan pusat lingkaran T, panjang garis busurnya adalah sama dengan keliling bidang lingkaran alas (yang berjari-jari R), yaitu 2R. Dengan memotong-motong juring tersebut menurut juring-juring kecil, dan kemudian menyusunnya kembali sehingga didapatkan bangun baru sebagai pendekatan, yaitu persegi panjang dengan panjangnya adalah panjang busur ACB dan lebarnya sama dengan s (garis pelukis kerucut).Berdasarkan gambar 6, maka luas permukaan kerucut terdiri dari luasan selimut kerucut dan luasan bidang alas kerucut. Jadi, Luas permukaan kerucut yang alasnya berjari-jari R, panjang garis pelukisnya s adalah :L = Luas Selimut Kerucut + Luas Bidang Alas KerucutL = Luas persegi panjang ABCD + Luas Lingkaran OL = (Panjang x Lebar) + R2L = ( 2R x s) + R2L = Rs + R2L = R (s + R)

c. BolaKonsep bola dalam pengkajian geometri dapat didekati melalui beberapa pendekatan. Sebagai bangun ruang, bola merupakan benda berongga yang dibatasi oleh permukaanya yang berupa lengkungan sempurna yang dinamakan bentuk bundar. Dengan permukaannya itu dapat dengan jelas kedudukan suatu titik di luar bola, dalam bola atau pada permukaan bola.

Gambar 6. Pembentukan bola

Jika sebuah model busur setengah lingkaran dengan garis tengahnya diputar sepanjang garis tengah tersebut, maka terbentuk benda putaran yang disebut bola (Negoro, 1998:46; Ilman dkk., 1970:63). Karena pada garis tengahnya terdapat titik pusat lingkaran dimaksud, maka dalam bola terdapat sebuah titik tengah yang menjadi pusat bola. Jika dipandang permukaannya sebagai himpunan titik-titik pada bidang lengkung tersebut, maka bola adalah himpunan titik-titik dalam ruang yang berjarak sama terhadap satu titik tetap, yaitu pusatnya (Ilman dkk., 1970:62). Gambar 11 di atas ilustrasi pembentukan bidang bola atau permukaan bola.Sesuai proses pembentukan bidang bola tersebut, maka sebuah bidang bola adalah tempat kedudukan titik-titik yang berjarak sama (= OB = r) dari sebuah titik tertentu (O = titik pusat). Dan sebuah bola adalah benda ruang yang dibatasi oleh bidang bola. Sesuai batasan bola ini, maka dapat diuraikan beberapa unsur-unsur bola, yaitu: (1) Pusat bola adalah titik O, (2) Jari-jari bola (R) atau OB, (3) Diameter bola yaitu AC,(4) Permukaan bola, bidang , yaitu bidang bola sendiri atau yang disebut kulit bola. Lebih lanjut, prinsip-prinsip yang dapat dilahirkan dari konsep bola adalah luas permukaan bola.Luas permukaan bola merupakan luasan dari bidang bola, yaitu sebuah bidang yang membatasi letak suatu titik di luar bola dengan di dalam bola. Luas permukaan bola disebut sebagai luas bola. Mengacu pada pengertian luasan suatu bidang, maka luas bola adalah banyaknya satu satuan luas yang memenuhi bidang bola tersebut. Untuk mendapatkan luas bola ini bisa dilakukan melalui beberapa pendekatan baik secara deduktif maupun secara induktif.Secara deduktif, luas bola diturunkan dari proses berikut (Jurgensen dkk., 1983:373). Kita bayangkan sebuah bola karet yang memiliki ketebalan t dan jari-jari bagian dalamnya adalah r .

Gambar 7. Lilitan tali pada bola dan tabung

Dengan menggunakan prinsip kekekalan luasan, luasan permukaan bola yang direpresentasikan oleh tali dipindahkan ke permukaan tabung dengan jari-jari sama dengan jari-jari bola dan tingginya adalah 2r. Dengan demikian, luas permukaan bola ditentukan sebagai berikut :Luas permukaan bola = luas selimut tabung= 2r x t= 2r x 2r (t = 2r)= 4r2Percobaan lain bisa juga dilakukan dengan menggunakan obyek konkret yang berupa bola plastik atau benda lain yang menyerupai bola, misalnya buah jeruk. Mengapa buah jeruk? Buah jeruk memiliki kulit yang bisa dikupas dan dapat ditempelkan kembali sesuai dengan tujuan percobaan (Soedjadi, 2007:73). Begitu pula model bola plastik, misalnya.Percobaan dengan model bola yang memakai buah jeruk sebagai idealisasi bola, dapat dilakukan dengan membelah jeruk tersebut menjadi dua bagian sama (menurut bidang tengahnya), dan penampang jeruk yang berupa bidang lingkaran adalah model yang menjadi dasar tempat penempelan ulang kulit jeruk yang dipotong-potong kecil. Dengan penempelan ini, kulit setengah jeruk dapat memenuhi sebanyak dua lingkar an tersebut. Artinya luas permukaan setengah jeruk (setengah bola) sama dengan dua kali luas lingkaran yang jari-jarinya sama dengan jari-jari jeruk (bola). Gambar berikut adalah ilustrasi percobaan menempel kulit jeruk pada lingkaran yang jari-jarinya sama dengan jari-jari bola jeruk.

Gambar 8. Tempelan kulit jeruk

Sesuai ilustrasi di atas, dapat diturunkan hubungan bahwa luas permukaan setengah bola sama dengan dua kali luas daerah lingkaran. Jika jari-jari bola adalah r, dan juga jari-jari lingkaran, maka secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut :Luas Permukaan Bola = 2 x Luas Lingkaran= 2 x r2= 2r2Luas 1 Permukaan Bola= 2 x 2r2= 4r2

Pelaksanaan PenelitianPenelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 2 Minasatene pada kelas IXB tahun pelajaran 2012/2013. Jumlah siswa pada kelas IXB pada waktu diobservasi adalah 31 orang. Secara rinci pelaksanaan penelitian untuk dua siklus ini sebagai berikut. Siklus I (minimal 3 kali pertemuan) dan Siklus II (minimal 3 kali pertemuan): Tahapan-tahapan penelitian pada siklus I dan II adalah (1) Tahap Perencanaan, (2) Tahap Tindakan, (3) Obsevasi,dan (4) Tahap refleksi

Teknik pengumpulan dataTeknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah data mengenai kemampuan guru dalam mengelolah/melaksanakan kegiatan pembelajaran, diperoleh dari lembar pengamatan pengelolaan pembelajaran dan data dari hasil belajar matematika siswa diperoleh dari hasil tes yang diberikan pada setiap akhir siklus.

Teknik analisis dataAnalisis data dilaksanakan berdasarkan data yang terkumpul yaitu dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Hasil analisis digunakan untuk menjawab rumusan masalah.

Analisis data hasil belajar matematikaAnalisis dilakuakan terhadap nilai/skor yang diperoleh siswa dari tes hasil belajar yang diberikan setelah dilakukan kegiatan pada setiap siklus. Analisis hasil belajar siswa diarahkan pada pencapaian secara indivual dan secara klasikal, dengan ketentuan bahwa, seorang siswa dikatakan mencapai ketuntasan minimal secara individual jika ia memperoleh nilai tes hasil belajar minimal 67. Selanjutnya pembelajaran dikatakan tuntas secara klasikal, jika minimal 85% siswa mencapai ketuntasan minimal.

Indikator keberhasilana. Bila terjadi peningkatan skor rata-rata, dan terjadi peningkatan jumlah siswa yang mencapai ketuntasan hasil belajar. Berdasarkan ketentuan minimal yaitu 67, secara klasikal jika 85% dari jumlah siswa yang tuntas belajar.b. Bila terjadi perubahan positif siswa dari siklus I ke siklus II setelah dilaksanakannya proses belajar mengajar dengan menggunakan metode penemuan terbimbing.

Hasil Penelitian Siklus Ia. Perencanaan Pada tahap perencanaan siklus I peneliti menelaah silabus pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendiddikan (KTSP) materi pemebelajaran matematika kelas IX SMP dengan materi bangun ruang sisi lengkung. Hasil telaah ini ditetapakan 3 sub materi yang dijadikan sebagai bahan pembelajaran selama 3 kali pertemuan pada siklus I ditambah 1 kali pertemuan untuk evaluasi. Pada pertemuan pertama bahan pembelajarannya adalah identifikasi tabung. Pada pertemuan kedua identifikasi kerucut dan pertemuan ketiga identifikasi bola.Setelah itu peneliti membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang sesuai dengan metode penemuan terbimbing untuk dijadikan sebagai pedoman dalam melaksanakan pembelajaran di kelas. Selanjutnya peneliti membuat lembar kerja Siswa (LKS) yang memuat kompetensi dasar, indikator, materi pokok, dan beberapa soal. Selain itu peneliti merangcang soal-soal yang diberikan kepada siswa dalam bentuk uraian singkat. Pemberian soal ini merupakan alat evaluasi yang bertujuan untuk mengukur hasil belajar siswa pada setiap pertemuan. b. Pelaksanaan TindakanPelaksanaan pembelajaran dilaksanakan selama tiga kali pertemuan, yaitu tanggal 18, 21, dan 25 September 2012. Terlibat dalam pelaksanaan tindakan adalah dua orang guru yang berperan sebagai observer yang membantu guru peneliti melakukan pengamatan dan pengumpulan data menggunakan instrumen yang sudah dirancang.c. Observasi dan Evaluasi1) Analisis data secara kualitatifKegiatan observasi dan evaluasi dilakukan untuk mengumpulkan data proses pelaksanaan tindakan dan dampak-dampaknya selama proses pembelajaran berlangsung dan hasil belajar, serta faktor lain yaitu respon siswa terhadap pembelajaran yang sudah dijalaninya.Pada awal pelaksanaan pembelajaran siklus pertama, diperoleh data hasil observer, mengenai kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan metode penemuan terbimbing. Berdasarkan pengamatan bahwa, secara umum kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran sudah berjalan dengan baik, namun masih terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan perbaikan. Kedua pengamat bersama-sama menilai bahwa, guru meskipun sudah menyampaikan tujuan pembelajaran tetapi belum jelas bagi siswa. Selain itu juga menilai bahwa, pemberian motivasi dan apersepsi oleh guru belum tepat sasaran. Itulah beberapa hal yang penting untuk diperbaiki dalam pembelajaran oleh guru yang menggunakan metode penemuan terbimbing berbasis teori Brunner.Selama pembelajaran berlangsung pengamat juga memperhatikan kegiatan siswa. Berdasarkan lembar observasi kegiatan siswa pada awal siklus pertama diperoleh data bahwa, secara umum siswa memberikan perhatian seadanya terhadap penyampaian tujuan pembelajaran, penyampaian motivasi dan apersepsi, pengorganisasian materi, serta pembuatan rangkuman hasil pemebelajaran. Pada pertemuan pertama belum ditemukan berjalan optimal, namun pada pertemuan kedua sudah mulai berkembang. Beberapa indikator siswa mulai percaya diri ditunjukkan oleh adanya keinginan siswa dalam menjelaskan kepada temannya yang lain tanpa rasa takut salah. Dari pertemuan pertama dan seterusnya sampai pertemuan ketiga pada siklus pertama, terjadi perubahan-perubahan pada guru dalam mengelolah pembelajaran, pada siswa dalam kegiatan pemebelajaran2) Analisis data secara kuantitatifSetelah diterapakan tindakan pembelajaran pada siklus I berupa pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing selama 3 kali pertemuan. Pada pertemuan keempat 28 September 2012 dilaksanakan tes hasil belajar siswa siklus I. Adapun hasil analisis deskriptif terhadap nilai perolehan siswa setelah diterapakan metode penemuan terbimbing pada siklus I siswa kelas IXB, disajikan pada tabel berikut.Tabel 4.1 Statistik nilai tes hasil belajar pada siklus I.StatistikNilai Statistik

Subjek31

Nilai ideal100

Nilai tertinggi100

Nilai terendah54

Nilai rata-rata76

Jika niali hasil belajar siklus I dari siswa yang menjadi objek penelitian dikategorikan ke dalam lima kelas interval berdasarkan pengkategorian yang dikemukan pada Bab III, maka diperoleh tabel distribusi dan persentase nilai tes sebagai berikut:

Tabel 4.2. Distribusi frekuensi dan persentase hasil belajar pada siklus INoRentang NilaiKategoriFrekuensiPersentase (%)

184-100Sangat Tinggi1342%

268-83Tinggi722,5%

351-67Sedang1135,5%

434-50Rendah00

50-33Sangat rendah00

Jumlah31100

Berdasarkan tabei 4.1 dan 4.2, diperoleh informasi tentang hasil belajar siswa pada siklus I yaitu 42% atau 13 orang yang hasil belajarnya berada pada kategori sangat tinggi, 22,5% atau 7 orang siswa hasil belajarnya berada pada kategori tinggi, 35,5% atau 11 orang siswa hasil belajarnya berada pada kategori sedang, tidak ada pada kategori rendah, dan sangat rendah.Dari sudut pandang ketuntasan belajar secara kuantitatif. Pada siklus I ketuntasan belajar matematika siswa kelas IXB SMP Negeri 2 Minasatene dapat dilihat pada table berikut:

Tabel 4.3 Deskripsi ketuntasan belajar matematika pada siklus IKKMKategoriFrekuensiPersentase

67Tidak tuntas1135,5%

67Tuntas2064,5%

Berdasarkan pada Tabel 4.3 di atas tampak bahwa dari 31 siswa kelas IXB SMP Negeri 2 Minasatene yang dites pada siklus I, terdapat 11 orang siswa atau 35,5% siswa belum mencapai nilai KKM (tidak tuntas) dan 20 orang siswa atau 64,5% orang siswa yang telah mencapai nilai KKM (tuntas). Hal ini menunjukkan bahwa ketuntasan belajar secara klasikal belum tercapai, karena jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar masih kurang dari 85%.Hasil Penelitian Siklus IIa. Perencanaan Pada tahap perencanaan siklus II peneliti telah menetapkan 3 materi bangun ruang sisi lengkung yang ditelaah pada perencanaan siklus I. tiga materi tersebut diselesaikan 3 kali pertemuan ditambah satu kali pertemuan untuk evaluasi pada siklus II. Pertemuan pertama bahan pembelajarannya adalah menemukan luas sisi tabung. Pada pertemuan kedua bahan pembelajarannya adalah menemukan luas sisi kerucut. Pada pertemuan ketiga bahan pembelajarannya adalah menemukan luas sisi bola.Setelah itu peneliti menggunakan pada siklus kedua ini semua perangkat pembelajaran lanjutan dari siklus I berupa RPP dan LKS dan semua perangkat penelitian berupa lembar observasi pelaksanaan pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing berbasis teori Bruner.

b. Pelaksanaan tindakanTahap tindakan pada siklus II terdiri dari 3 kali pertemuan pembelajaran ditambah 1 kali pertemuan untuk evaluasi hasil belajar matematika dengan metode penemuan. Tiap pertemuan pembelajaran mempunyai tujuan yang diharapkan dari siswa. Secara berurutan, tujuan-tujuan yang ingin dicapai setelah pertemuan adalah siswa dapat menemukan luas bangun ruang sisi lengkung.Peneliti yang berlaku sebagai guru pemberi tindakan mengikuti tahapan-tahapan pembelajaran pada RPP. Tetapi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan selama siklus II yaitu sebagaimana yang direkomondasikan pada bagian akhir siklus I.

c. Pelaksanaan observasi dan evaluasi1) Analisis data secara kualitatifMasih seperti pada siklus I, peneliti masih diobservasi oleh dua orang guru. Kedua guru tersebut mengobservasi tentang pelaksanaan pembelajaran. Pada siklus II, diperoleh data hasil observasi atau pengamatan observer, mengenai kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan metode penemuan terbimbing berbasis teori Bruner. Berdasarkan hasil pengamatan bahwa kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran sudah berjalan dengan baik. Salah satu indikatornya adalah bertambah meningkatnyan aktivitas siswa. Beberapa hal yang perlu dilakukan perbaikan dari siklus I sudah berjalan dengan lancar. Kedua pengamat bersama-sama menilai bahwa, guru sudah menyampaiakan tujuan pemebelajaran dan menjelaskan dengan jelas kepada siswa. Pengamat juga menilai bahwa, pemberian motivasi dan apersepsi oleh guru sudah tepat sasaran dan menarik bagi siswa.Berdasarkan lembar observasi kegiatan siswa pada siklus II diperoleh data bahwa, siswa sudah memberikan perhatian yang serius terhadap penyampaian tujuan pembelajaran, penyampaian motivasi dan apersepsi dan, pengorganisasian materi. Pada tahapan terakhir proses pembelajaran siswa mampu membuat rangkuman meskipun dengan arahan dari peneliti.

2) Analisis data secara kuantitatifSetelah diterapkan tindakan pembelajaran hasil perbaikan pada siklus I selama tiga kali pertemuan. Pada pertemuan keempat hari jumat 12 Oktober 2012 dilaksanakan tes hasil belajar matematika. Adapun hasil analisis deskriptif terhadap nilai perolehan siswa pada siklus II, di sajiakan pada table berikut.

Table 4.4 Statistik nilai hasil belajar matematika pada siklus II.StatistikNilai Statistik

SubjekNilai idealNilai terendahNilai tertinggiNilai rata-rata3110062,510082

Jika nilai hasil siklus II dari siswa yang menjadi subjek penelitian dikategorikan ke dalam lima kelas interval berdasarkan pengkategorian yang dikemukakan pada Bab III, maka diperoleh table distribusi dan persentase nilai tes sebagai berikut.

Table 4.5. Distribusi frekuensi dan persentase hasil belajar pada siklus IINoRentang NilaiKategoriFrekuensiPersentase (%)

184-100Sangat Tinggi1445,2%

268-83Tinggi1238,7%

351-67Sedang516,1%

434-50Rendah00

50-33Sangat rendah00

Jumlah31100

Berdasarkan tabei 4.4 dan 4.5, diperoleh informasi tentang hasil belajar siswa pada siklus II yaitu 45,2% atau 14 orang yang hasil belajarnya berada pada kategori sangat tinggi, 38,7% atau 12 orang siswa hasil belajarnya berada pada kategori tinggi, 16,1 % atau 5 orang siswa hasil belajarnya berada pada kategori sedang, dan tidak ada pada kategori rendah dan sangat rendah.Apabila niali tes hasil belajar siklus I dibandingkan dengan siklus II maka terjadi peningkatan-peningkatan di antaranya pada nilai rata-rata dari 76 menjadi 82, jumlah siswa yang memperoleh nilai pada kategori sangat tinggi yaitu dari 13 orang menjadi 14 orang, dan niali terendah dari 54 menjadi 62,5Dari sudut pandang ketuntasan belajar secara kuantitatif. Pada siklus II ketuntasan belajar matematika siswa kelas IXB SMP Negeri 2 Minasatene dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.6. Deskripsi ketuntasan belajar matematika pada siklus II KKMKategoriFrekuensiPersentase

67Tidak tuntas2787,1%

67Tuntas412,9%

Berdasarkan table 4.6 di atas tampak bahwa dari 31 siswa kelas IXB SMP Negaeri 2 Minasatene yang dites pada siklus II, terdapat 4 orang atau 12,9% siswa yang belum mencapai nilai KKM (tidak tuntas) dan 27 orang siswa atau 87,1% siswa yang telah mencapai nilai KKM (tuntas). Hal ini menunjukkan bahwa ketuntasan belajar secara klasikal sudah tercapai, karena jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar lebih dari 85%.

d. RefleksiBerdasarkan rangkaian kegiatan pada silklu II, mulai dari perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan evaluasi semua mengalami kemajuan kearah positif yang signifikan. Kegiatan pembelajaran oleh guru maupun siswa sudah berjalan sesuai dengan rencana pembelajaran penemuan terbimbing berbasis teori Bruner. Nilai rata-rata siswa yang merupakan gambaran hasil belajar matematika sudah berada pada kategori tinggi yaitu 82. Ketuntasan belajar pada siklus II sudah mencapai 87,1% atau 27 orang siswa dinyatakan telah tuntas belajar dan 12,9 atau 4 orang siswa dinyatakan belum tuntas.Dari data nilai hasil belajar matematika siswa siklus I ke siklus II ada beberapa yang perlu diuraiakan. Hampir semua siswa mengalami peningkatan pada nilai yang diperoleh. Ada empat siswa yang mengalami penurunan yaitu (1) Kamaruddin yang memperoleh nilai dari 79 menjadi 76.5, (2) Muh. Rusli yang memperoleh nilai dari 88 menjaidi 83.5, (3) Sukran yang memperoleh nilai dari 88 menjaidi 84, dan (4) Suriati yang memperoleh nilai dari 83 menjaidi 82. Berdasarkan hasil wawancara singkat peneliti dengan keempat siswa tersebut mengatakan bahwa pada saat pembelajaran merasa kurang sehat setelah mengikuti kegiatan ekstrakurikuler di sekolah.Apabila dicermati proses pembelajaran yang menggunakan metode penemuan dan hasil belajar yang dicapai, yaitu dari siklus I ke siklus II, yang ditunjukkan oleh analisis hasil observasi dan hasil tes hasil belajar, telah mengalami peningkatan. Oleh karena itu peneliti tidak perlu lagi melanjutkan proses pemeblajaran pada siklus berikutnya.Pembahasan Hasil PenelitianPada bagian ini peneliti membahas hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan selama 2 siklus di kelas IXB SMPN 2 Minasatene Kabupaten Pangkep tahun pelajaran 2012/2013. Ada dua komponen yang menjadi hasil dari penelitian ini yaitu (1) keterlaksanaan proses pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing berbasis teori Bruner, dan (2) hasil belajar matematika. Keduan komponen tersebut akan dibahas berikut ini:

1. Keterlaksanaan proses pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing berbasis teori BrunerKeterlaksanaan proses pembelajaran dapat dilihat dari kegiatan yang telah dilakukan oleh guru dan kegiatan apa pula yang telah dilakukan siswa. Keduanya berjalan beriringan, yang berarti bahwa kalau guru memberikan tindakan maka siswa memperhatikan dengan serius penjelasan tersebut.Berdasarkan lembar observasi pengamat secara umum menilai bahwa proses pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing sudah dilaksanakan dengan baik. Hal ini diperkuat oleh semakin tingginya tingkat rata-rata ketuntasan yang diselesaikan oleh siswa dari pertemuan awal sampai ke pertemuan-pertemuan berikutnya.

2. Hasil belajar matematika dengan metode penemuan terbimbing berbasis teori BrunerHasil belajar matematika dalam penelitian ini mengacu pada hasil analisis data tes pada materi BRSL. Data tes hasil belajar matematika diperoleh dari tes pada siklus I dan siklus II.Pada tes hasil belajar siklus II jumlah siswa 31 orang, nilai rata-rata hasil belajar adalah 82 dari nilai ideal 100 dengan nilai tertinggi 100 diperoleh 5 orang siswa dan nilai terendah 62.5 diperoleh 5 orang siswa. Setelah nilai siswa dikelompokkan ke dalam lima kategori maka 14 orang siswa berada pada kategori sangat tinggi, 12 orang berada kategori tinggi, dan 5 orang siswa berada pada kategori sedang. Untuk kategori rendah dan sangat rendah tidak ada. Berdasarkan kriteria ketuntasan belajar bahwa siswa dinyatakan tuntas mempelajari luas apabila memperoleh nilai 67 (nilai KKM). Dari data hasil tes belajar siklus II diperoleh 4 orang siswa atau 12,9% belum tuntas dan 27 orang siswa atau 87,1% sudah tuntas. Hal ini berarti pada siklus II, secara klasikal ketuntasan belajar sudah dicapai karena >85% siswa sudah tuntas.Berdasarkan hasil belajar analisis data tersebut di atas, terlihat terjadi peningkatan hasil belajar matematika. Hal ini ditunjukkan oleh meningkatnya nilai rata-rata hasil belajar siswa dan semakin banyaknya siswa yang mencapai nilai ketuntatasan belajar dari siklus I ke siklus II.

KesimpulanKesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah (1) meningkatkan kemampuan siswa dalam pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing berbasis teori Bruner pada materi bangun ruang sisi lengkung dengan memberikan penjelasan tentang tujuan pembelajaran, penyampaian motivasi dan apersepsi yang tepat dan menarik. (2) Melalui metode penemuan terbimbing berbasis teori Bruner dapat meningkatkan hasil belajar matematika.

SaranBerdasarkan kesimpulan yang dikemukakan di atas, maka terdapat saran yang perlu disampaiakan adalah : (1) Pembelajaran matematika melalui metode penemuan terbimbing berbasis teori Bruner dalam pembelajaran disarankan (a) sehubungan dengan tujuan pembelajaran untuk tidak sekedar menyampaikan tetapi hendaklah untuk menjelaskannya, (b) memberikan motivasi dan apersepsi yang tepat dengan materi yang diberikan kepada siswa, (c) bimbinglah siswa dalam menyelesaikan kesulitan dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang mengarah pada penyelesaian, bukan memberikan jawaban atas kesulitan, (2) Agar hasil belajar matematika siswa mencapai hasil maksimal, diharapakan penelitian ini seyogyanya juga dilakukan pada materi yang lain, (3)Untuk penelitian selanjutnya, bagi peneliti yang berminat mengembangkan penelitian yang sama, hendaklah mencermati keterbatasan penelitian ini, sehingga hasil penelitian dapat lebih berkualitas dan lebih sempurna.Daftar RujukanAbdi, I Nyoman. 2009. Efektifitas Pembelajaran Matematika Disertai Penyajian Metafora pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 3 Ladongi Kolaka.Alwi, Hasan. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.Dahar, R.W. (1988). Teori-teori Belajar. Jakarta: Departemen P dan K Direktorat Jenderal Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan tenaga KependidikanDimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta.Hudojo, H. 1988. Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Depdikbud.Ilman, Oetjoep M, dkk. 1970. Ilmu Ukur Ruang Djilid 3 Untuk Kelas III. Djakarta: Widjaja Djakarta.Jurgensen, Ray C., dkk. 1983. Geometry. Teachers Edition. Boston: Houghton Mifflin Company.Nasution, S. 2006. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.Nurdin. 2007. Model Pembelajaran Matematika yang Menumbuhkan Kemampuan Metakognitif untuk Menguasai Bahan Ajar. Disertasi tidak diterbitkan. Surabaya: PPs UNESA.Ratumanan, T.G. 2004. Belajar dan Pembelajaran. Surabaya: Unesa University PressRochaminah, Sutji. 2010. Penggunaan Metode Penemuan untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Mahasiswa Keguruan. Makalah. Online. (http://www.puslitjaknov. Depniknas.go.id/data/file/ 2010/makalah_peserta/.pdf) Diaskes tanggal 18 september 2010.Ruseffendi, E.T. (1988). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pendidikan Matematika unruk meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.Slameto. 2010. Belajar & Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.Soedjadi, R.. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta: Ditjen Dikti Depdiknas.Sudjana, Nana. 1989. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.Sudjana, Nana. 2008. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosda Karya.Tiro, M. A. 2005. Mencari Kebenaran: Suatu Tinjauan Filosofi. Edisi kedua. Makassar: Andira Publisher.Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.Upu. Hamzah. 2003. Problem Posing dan Problem Solving dalam Pembelajaran Matematika. Bandung: Pustaka Ramadhan. 1