mengenal...mengenal pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus serta implementasinya @ drs....
TRANSCRIPT
ISTAKA^MK A LIJA SA U IN S u n a n Ka lijaga
Y o gya ka rta
PANDUAN GURU PENDIDIKAN KHUSUS, SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF
0l u j i m a
MENGENALPENDIDIKAN KHUSUS &PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS
SERTA IMPLEMENTASINYA
1 4 S R 1 0 9 4 6 4 7 .0 2
Drs. Dedy Kustawan, M.Pd.
Hj. Yani Meimulyani, S.Pd., M.M.Pd.
, PANDUAN GURU PENDIDIKAN KHUSUS, v SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF * M m J 1 * 1 «
f . - M"T0[dy i y 7 ̂o i - oy
MENGENAL’ENDIDIKAN KHUSUS &’ENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS
SERTA IMPLEMENTASINYA
, M.Pd.
Hj. Yani Meimulyani, S.Pd., M.M.Pd.
Mengenal Pendidikan Khusus danPendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya@ Drs. Dedy Kustawan, M.Pd. dan Dra. Hj. Yani Meimulyani, M.Pd.
PT. LUXIMA METRO MEDIA
Jl. Kalisari III No. 28A, Pasar Rebo, Jakarta Timur 13790
Telp. 021-29378394,91214048
Faks. 021-29378394
email: [email protected]
www.luxima.co.id
Sanksi Pelanggaran Pasal 72 :
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta:
(1) Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara m asing-m asing paling singkat
1 (satu) bulan dan / atau denda paling sediki Rp 1,000.000m- (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tu)uh) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah).
(2) Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada um um suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dim aksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/ atau dengan paling banyak Rp .500.000.000,- (Lima ratus juta Rupiah)
ISBN : 978-602-268-020-8
Hak Cipta Dilindungi oleh Undang-Undang
Penyunting : Team Redaksi Luxima
Cover : Muchlis Umar
Perwajahan : Sudiyanto
Tata Letak : Sudiyanto
Cetakan I : Mei 2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke-Khadirat Allah Swt.,
karena atas rahmat dan karunia-Nya, buku “Mengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus
Serta Implementasinya” dapat diselesaikan.
Pendidikan merupakan salah satu hal penting dalam kehidupan manusia, pendidikan berkembang begitu
pesat sehingga menuntut setiap orang menyesuaikan diri
dengan perkembangan zaman, termasuk didalamnya anak
yang membutuhkan pendidikan khusus dan anak yang
membutuhkan pendidikan layanan khusus. Pendidikan khusus
merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki
tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran
karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau
memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Pendidikan
layanan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik di
daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang
terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana
sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi.
Pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus
diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistematis
dan terbuka, sebagai suatu proses pembudayaan dan
pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang
hayat. Diselenggarakan dengan memberi keteladanan,
membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta
didik dalam proses pembelajaran. Diselenggarakan dengan
mengembangkan budaya membaca, menulis dan berhitung dengan
mengaplikasikan pada kehidupan keseharian. Diselenggarakan
dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui
penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.
Pada buku ini menjelaskan pengertian pendidikan khusus
dan pendidikan layanan khusus serta upaya penyelenggaraannya
untuk menjadi acuan pihak-pihak yang terkait dalam pengelolaan
dan penyelenggaraan pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus.
Bandung, 06 April 2013
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................ iii
DAFTAR ISI............................................................. v
BAB I PENDAHULUAN.......................................... 1A. Latar Belakang....................................... 2
B. Tujuan Penulisan ................................... 4
C. Dasar Hukum ........................................ 4D. Ruang Lingkup Penulisan ......................... 8
BAB II KONSEP PENDIDIKAN KHUSUS DANPENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS................. 9A. Pendidikan Khusus ................................. 15
B. Pendidikan Layanan Khusus ..................... 23
BAB III MENGENAL ANAK BERKEBUTUHANKHUSUS............................................................. 27A. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus 28
B. Anak Berkebutuhan Khusus Permanen........... 29
C. Anak Berkebutuhan Khusus Temporer........... 41
BAB IV PENYELENGGARAAN PENDIDIKANKHUSUS DAN PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS.................................................
A. Penyelenggaraan Pendidikan Khusus ......
Mengenal Pendidikan Khusus d an Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya
B. Penyelenggaraan Pendidikan Layanan Khusus. 99C. Permasalahan dalam Penyelenggaraan
Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan
Khusus ................................................. 106D. Sekilas tentang Peserta Didik yang Menjadi
Korban Penyalahgunaan Narkotika, Obat
Terlarang dan Zat Adiktif Lainnya .............. 111
BAB V PENUTUP...................................................... 124
DAFTAR PUSTAKA ................................................... 129
LAMPIRAN 132
PENDAHULUAN
Mengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya
PENDAHULUAN
Q Latar Belakang
Manusia terlahir diibaratkan kertas yang belum
tertuliskan. Merujuk pada pandangan epistemologi bahwa seorang manusia lahir tanpa isi mental bawaan, dengan kata
lain “kosong”, dan seluruh sumber pengetahuan diperoleh
sedikit demi sedikit melalui pengalaman dan persepsi alat
indranya terhadap dunia di luar dirinya. (Teori Tabularasa.
John Locke dan Francis Bacon di abad 17). Namun yang
menjadi permasalahan beragamnya kemampuan dan
karakteristik manusia, ada yang beruntung dengan terlahir
tanpa kekurangan baik fisik maupun mental, ada juga
yang terlahir memiliki hambatan baik secara fisik maupun
mental. Kondisi seperti ini akan memberi pengalaman
dan warna yang berbeda dalam menuju kedewasaannya
dibandingkan dengan anak-anak pada umumnya dalam
kehidupan. Dengan kondisi yang demikian, pemerintah
mengupayakan untuk memberi kesempatan agar semua warga negara yang mempunyai tingkat perkembangan
baik fisik maupun mental atau perkembangan jasmani dan
rohani yang berbeda dan beragam mempunyai hak dan
kewajiban untuk mendapatkan pengajaran yang sama dan
bermutu untuk mencapai kedewasaannya.
Sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidian Nasional,
Pendahuluan
bahwa pendidikan di Indonesia diselenggarakan secara
demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan
menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa. Keberagaman
jenis kebutuhan pendidikan bagi peserta didik telah diatur
dalam Landasan yuridis pelaksanaan pendidikan, khususnya
bagi anak yang membutuhkan Pendidikan Khusus (PK) dan
Pendidikan Layanan Khusus (PLK).
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 seiring sejalan
dengan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak. Pada Pasal 48 menyebutkan bahwa
:“Pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dasar
minimal 9 (sembilan) tahun untuk semua anak”. Dan Pasal
49 menyebutkan bahwa : “Negara, pemerintah, keluarga,
dan orang tua wajib memberikan kesempatan yang seluas-
luasnya kepada anak untuk memperoleh pendidikan”, dan
Pasal 53Ayat (1) “Pemerintah bertanggung jawab untuk
memberikan biaya pendidikan dan/atau bantuan cuma-
cuma atau pelayanan khusus bagi anak dari keluarga kurang
mampu, anak terlantar, dan anak yang bertempat tinggal
di daerah terpencil”.
Dengan demikian, sudah seharusnya sebagai bangsa
yang bermartabat untuk bersama-sama memberi peluang dengan langkah awal mengenal jenis layanan pendidikan
bagi warga negara yang memiiki beragam hambatan melalui
Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus yang
pada kesempatan ini akan dijelaskan dalam buku bagaimana Mengenal Pendidikan Khusus, Pendidikan Layanan Khusus
dan Implementasinya.
Mengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya
Q Tujuan Penulisan
Penyusunan buku “Pendidikan Khusus, Pendidikan
Layanan Khusus dan Implementasinya” ini bertujuan
untuk menambah wawasan dan memberikan kemudahan
bagi praktisi di bidang pendidikan, khususnya PK dan PLK
maupun masyarakat pemerhati yang peduli terhadap PK
dan PLK dalam memberikan layanan pendidikan sehingga dapat menempatkan dimana anak berkebutuhan khusus
(ABK) dapat mendapat layanan pendidikan sesuai dengan
jenis kebutuhan yang memungkinkan dapat kemudahan (aksesibel) untuk memperoleh pendidikan khusus ataupun
pendidikan layanan khusus. Selain itu buku ini dapat
dijadikan acuan untuk mengembangkan bakat dan minat PK dan PLKyang lebih disesuaikan dengan kebutuhan, lebih
inovatif dan lebih efektif untuk diimplementasikan dalam kegiatan pembelajaran.
@ Dasar Hukum
Dasar hukum pendidikan khusus, pendidikan layanan khusus dan implementasinya adalah:
1. Undang-Undang Dasar 1945 (Amandemen)
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109)
3. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 2003
Nomor 78 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4301);
Pendahuluan
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004
Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomoe 4437); jo.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor
3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Tahun 2005
Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4493);
5. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 157)
6. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang
Pengesahan Convention on The Rights of Persons With
Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-Hak Penandang
Disabilitas) (Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 107
Tambahan Lembaran Negara Nomor 5251,)
7. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Tahun
2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4496);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah (lembaran Negara Tahun
2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4578);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang
Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan
Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 2001
Nomor 165 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4593);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 194;
11. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang
Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan (Lembaran
Negara Tahun 2010 Nomor 23. Tambahan Lembaran Negara Nomor 5105;
12. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 tentang
Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 17
Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan
Pendidikan (Lembaran Negara Tahun 2010 Nomor 112,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 5157);<1
13. Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi
untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah;
14? Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar
Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah;
15. Permendiknas Nomor 12 tahun 2007 tentang Standar
Kompetensi Pengawas Sekolah/Madrasah;
16. Permendiknas Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar
Kompetensi Kepala Sekolah/Madrasah;
17. Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar
Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru;
18. Permendinas Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar
Pengelolaan Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah;
19"! Permendiknas Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan;
Mengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya
Pendahuluan
20. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 1 Tahun2008 Standar Proses Pendidikan Khusus Tunanetra,
Tunarungu, Tunagrahita, Tunadaksa dan Tunalaras
21. Permendiknas Nomor 24 Tahun 2008 tentang Standar
Tenaga Administrasi Sekolah/Madrasah;
22. Permendiknas Nomor 25 Tahun 2008 tentang Standar
Tenaga Perpustakaan Sekolah;
23. Permendiknas Nomor 26 Tahun 2008 tentang Standar Tenaga Laboratorium Sekolah/Madrasah;
24. Permendiknas Nomor 27 Tahun 2008 tentang Standar
Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor;
25. Permendiknas Nomor 32 Tahun 2008 tentang Standar
Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru Pendidikan
Khusus
26. Permendiknas Nomor 33 Tahun 208 tentang Standar
Sarana dan Prasarana untuk SDLB, SMPLB, dan SMALB;
27. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun
2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang
Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/
atau Bakat Istimewa;
28. Permendiknas Nomor 69 Tahun 2009 tentang Standar
Biaya Operasi Nonpersonalia Tahun 2009 untuk SD/MI,
SMP/MTs, SMA/MA, SMK, SDLB, SMPLB, dan SMALB;
29. Permenegpan dan RB No 16 Tahun 2009 tentang Jabatan
Fungsional Guru dan Angka Kreditnya
30. Permendiknas No 35 tahun 2010 tentang Juknis Jabatan
Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.
Mengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya
31. Peraturan Menteri Prendidikan Nasional Republik
Indonesia No 27 tahun 2010 tentang Program Induksi Guru Pemula
32. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi no 21 tahun 2010 tentang Jabatan
Fungsional Pengaws Sekolah dan Angka Kreditnya.
33. Peraturan Bersama Menteri Pendidikan Nasional dan
Kepala Badan Kegawaian Negara Nomor 01/lll/PB/2011, Nomor 6 Tahun 2011 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka kreditnya.
O Ruang Lingkup Penulisan
Lingkup penulisan buku ini disusun secara khusus
pada pembahasan tentang “Pendidikan Khusus, Pendidikan
Layanan Khusus dan Implementasinya”. Pembahasan
akan mencakup pengertian anak berkebutuhan khusus,
anak berkebutuhan khusus permanen, anak berkebutuhan
khusus temporer, pengertian pendidikan khusus, pengertian
pendidikan layanan khusus, bentuk penyelenggaraan
pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus,
permasalahan pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus serta sekilas tentang peserta didik yang menjadi
korban penyalahgunaan narkoba, obat terlarang dan zat adiktif lainnya, dan Badan Narkotika Nasional (BNN).
KONSEP PENDIDIKAN KHUSUS DAN PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS
Mengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya
KONSEP PENDIDIKAN KHUSUS DAN PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS
Sebagaimana kita ketahui bahwa pendidikan nasional
yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk
mengemban fungsi tersebut pemerintah menyelenggarakan
suatu sistem pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
Pendidikan nasional tersebut harus mampu menjamin
pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu dan
relevansi serta efisiensi manajemen pendidikan. Pemerataan
kesempatan pendidikan diwujudkan dalam program wajib
belajar 9 (sembilan) tahun. Peningkatan mutu pendidikan
diarahkan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia
seutuhnya melalui olahhati, olahpikir, olahrasa dan olahraga
agar memiliki daya saing dalam menghadapi tantangan
global. Peningkatan relevansi pendidikan dimaksudkan untuk menghasilkan lulusan yang sesuai dengan tuntutan
Konsep Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus
kebutuhan berbasis potensi sumber daya alam Indonesia. Peningkatan efisiensi manajemen pendidikan dilakukan
melalui penerapan manajemen berbasis sekolah dan
pembaharuan pengelolaan pendidikan secara terencana,
terarah, dan berkesinambungan. (PP 19/2005).
Implementasi Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional dijabarkan ke dalam
sejumlah peraturan pemerintah antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan, dan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun
2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan
dan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010
tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 memberikan
arahan tentang perlunya disusun dan dilaksanakan delapan
standar nasional pendidikan, yaitu: (1) Standar isi, (2)
standar proses, (3) standar kompetensi lulusan, (4)
standar pendidik dan tenaga kependidikan, (5) standar
sarana dan prasarana, (6) standar pengelolaan, (7) standar
pembiayaan, dan (8) standar penilaian pendidikan. Standar
nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem
pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang berfungsi sebagai dasar dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan
dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang
bermutu dan bertujuan untuk menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
A ------------------------------------------- --------------a M gJw Mengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya
bermartabat.Standar nasional pendidikan memuat kriteria
minimal tentang komponen pendidikan yang memungkinkan
setiap jenjang dan jalur pendidikan untuk mengembangkan
pendidikan secara optimal sesuai dengan karakteristik dan
kekhasan programnya.
Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang
Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan dan Peraturan
Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 tentang Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang
Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, memberikan
arahan mengenai pengelolaan yaitu pengaturan kewenangan
dalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional oleh
pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/
kota, penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat,
dan satuan pendidikan agar proses pendidikan dapat
berlangsung sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, dan
penyelenggaraan pendidikan yaitu kegiatan pelaksanaan
komponen sistem pendidikan pada satuan atau program
pendidikan pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan agar
proses pendidikan dapat berlangsung sesuai dengan tujuan pendidikan.
Sehubungan hal tersebut untuk menyamakan persepsi
mengenai jalur, jenjang, jenis dan satuan pendidikan
serta tingkatan kelas terlebih dahulu diuraikan beberapa
pengertian tersebut yang erat kaitannya dengan pembahasan pada bab ini.
Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta
didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses
Konsep Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus
pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan. Jalur
pendidikan tersebut yaitu : (1) jalur pendidikan formal,(2) jalur pendidikaan non formal dan (3) jalur pendidikan
in formal.
Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang
ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta
didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan. Jenjang pendidikan yaitu : (1) jenjang pendidikan dasar, (2) jenjang pendidikan menengah dan
(3) jenjang pendidikan tinggi.
Jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan. Jenis pendidikan terdiri dari : (1) jenis pendidikan umum, (2)
jenis pendidikan kejuruan, (3) jenis pendidikan profesi, (4)
jenis pendidikan vokasi, (5) jenis pendidikan keagaamaan,
dan (6) jenis pendidikan khusus.
Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal,
nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis
pendidikan. Satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal yaitu Taman Kanak-Kanak (TK), Roudhotul Aftal (RA),
Taman Kanak-Kanak Luar Biasa (TKLB), Sekolah Dasar (SD),
Madrasah Ibtidaiyah (Mi), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Madrasah Tsanawiyah (MTs), Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB),
Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Madrasah Aliyah (MA), Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), dan Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB)/
Sekolah Menengah Kejuruan Luar Biasa (SMKLB).
Mengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya
Satuan pendidikan TK, RA, dan TKLB termasuk
pendidikan anak usia dini. Satuan pendidikan SD, Ml,
SDLB, SMP, MTs, dan SMPLB termasuk jenjang pendidikan
dasar. SMA, SMK, MA, dan SMALB/SMKLB termasuk jenjang
pendidikan menengah.
Satuan pendidikanTKLB, SDLB, SMPLB, dan SAAALB/
SMKLB adalah satuan pendidikan pada jalur formal yang
terdiri dari pendidikan anak usia dini, jenjang pendidikan
dasar, dan jenjang pendidikan menengah, dan semuanya
termasuk jenis pendidikan khusus.
Tingkatan kelas adalah untuk menyebut tahapan atau
tingkatan kelas yang diduduki oleh peserta didik pada
setiap jalur, jenjang, jenis dan satuan pendidikan. Pada
jenjang pendidikan dasar dan menengah jalur pendidikan
formal, tingkatan kelas terdiri dari kelas I, II, III, IV, V, VI,
VII, VIII, IX, X, XI dan XII.
Perlu juga diketahui mengenai pendidikan anak usia
dini yang disingkat PAUD. Pendidikan anak usia dini adalah
suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak
lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan
melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar
anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih
lanjut. Penyelenggaraan pendidikan usia dini melalui jalur
formal, non formal dan in formal. Satuan pendidikan
TK, RA, dan TKLB adalah pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal.
Konsep Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus
Q Pendidikan Khusus
Pendidikan merupakan salah satu hal penting dalam
kehidupan manusia, pendidikan berkembang begitu
pesat sehingga menuntut setiap orang menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman, termasuk didalamnya anak
v yang membutuhkan pendidikan khusus dan anak yang
membutuhkan pendidikan layanan khusus. Namun demikian,
sebagian orang tidaklah mudah untuk membedakaan apa yang dimaksud dengan pendidikan khusus dan pendidikan
layanan khusus.
Berbicara pendidikan khusus dan pendidikan layanan
khusus seyogyanya berbicara semua anak. Mereka adalah
bagian dari anak yang dilindungi oleh undang-undang dan peraturan pemerintah, mereka memiliki hak yang sama
sebagai warga negara Republik Indonesia. Subyek didik
pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus sama-
sama memiliki hambatan belajar. Namun hambatannya
disebabkan oleh hal yang berbeda. Dalam seting pendidikan
inklusif anak berkebutuhan khusus yang memerlukan
pendidikan khusus dan anak berkebutuhan khusus yang
memerlukan pendidikan layanan khusus dan anak pada
umumnya menjadi satu kesatuan dan harus dilayani secara
inklusif. Penyelenggaraan pendidikan inklusif tersebut akan
berpengaruh terhadap sikap dan penerimaan sekolah,
yaitu sekolah harus ramah, terbuka (welcome ) dan tidak
diskriminatif.
Anak berkebutuhan khusus permanen berdasarkan
regulasi dalam bidang pendidikan disebut anak yang memiliki
Mengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya
kelainan (anak berkelainan) dan anak yang memiliki potensi
kecerdasan dan/atau bakat istimewa, mereka memerlukan
pendidikan khusus. Anak berkebutuhan khusus temporer
adalah anak pada umumnya, namun karena situasi dan
kondisi lingkungan, budaya, sosial, ekonomi, polotik dan
sebagainya mengakibatkan mereka memerlukan pendidikan layanan khusus yaitu layanan pendidikan yang memberi
akses bagi mereka.
Anak-anak berkebutuhan khusus temporer seperti
anak dari daerah terpencil atau terbelakang, anak dari
masyarakat adat yang terpencil, anak yang mengalami bencana alam, mengalami bencana sosial, dan anak yang
tidak mampu dari segi ekonomi seperti anak jalanan,
pekerja anak, dsb.) mereka membutuhkan akses atau
kemudahan dalam memperoleh pendidikan. Pendidikan
layanan khusus pada jalur pendidikan formal diselenggarakan
dengan cara menyesuaiakan waktu, tempat, sarana dan
parasarana pembelajaran, pendidik, tenaga kependidikan,
dan/atau sumber daya pembelajaran lainnya dengan
kondisi kesulitan peserta didik. Mereka seharusnya
bersekolah di sekolah umum atau sekolah kejuruan dengan
menyelenggarakan layanan khusus yang disesuaikan oleh situasi dan kondisi mereka. Memang tidak mudah, butuh
waktu untuk meingimplementasikannya, namun regulasi
telah mendukung ke arah itu maka sewajarnya semua pihak
harus berupaya untuk memahami, pro aktif dan punya hati
untuk merealisasikan undang-undang dan peraturan yang
memberi akses bahwa semua anak harus memperoleh
pendidikan yang bermutu.
Konsep Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus
1. Pengertian Pendidikan Khusus
Istilah “pendidikan khusus” secara tradisional dikaitkan dengan anak-anak yang berkelainan khusus atau memiliki
kesulitan. Namun demikian ruang lingkup pendidikan
berkebutuhan khusus telah meluas hingga melibatkan anak-
anak yang berbakat atau bertalenta atau bahkan anak-anak dari budaya yang berbeda dan berbicara dengan bahasa
yang berbeda. Pendidikan khusus adalah jenis pendidikan.
Jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada
kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan.
Pemerintah mendefinisikan pendidikan khusus seperti
tertuang pada Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, sebagai
berikut : “Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi
peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam
mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik,
emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi
kecerdasan dan bakat istimewa. ’’Pengertian pendidikan
khusus yang sama dari Pemerintah sesuai dengan Pasal
127 Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tengang
Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, sebagai
berikut : “Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi
peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam
mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik,
emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi
kecerdasan dan bakat istimewa.”
Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 merupakan
penjabaran dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003. ' Dilihat dari kedua pengertian yang sama berkenaan
dengan pengertian pendidikan khusus sebagai ciri bahwa pemerintah telah konsisten dalam konsep atau sebutan/
peristilahan yang dapat dijadikan acuan oleh semua pihak
yang menangani pendidikan seperti pemerintah daerah,
dinas pendidikan, perguruan tinggi, sekolah atau setiap satuan pendidikan dan masyarakat.
Wikiedia, enslikopedia . “Pendidikan khusus
merupakan penyelenggaraan pendidikan untuk peserta
didik yang berkebutuhan khusus atau peserta didik yang
memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara
inklusif (bergabung dengan sekolah biasa) atau berupa
satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar
dan menengah (dalam bentuk sekolah luar biasa/SLB).”
Smith et al., 1975 dalamDidi Tarsidi, 2011, menjelaskan
bahwa “ Istilah “pendidikan khusus” atau “pendidikan luar biasa” adalah terjemahan dari “special education”.
Hingga awal tahun 1970-an Special education didefinisikan
sebagai profesi yang dimaksudkan untuk mengelola
variabel-variabel pendidikan guna mencegah, mengurangi,
atau menghilangkan kondisi-kondisi yang mengakibatkan
gangguan-gangguan yang signifikan terhadap keberfungsian
anak dalam bidang akademik, komunikasi, lokomotor, atau
penyesuaian, dan anak yang menjadi targetnya disebut
“exceptional children” (“anak berkelainan” atau “anak luar biasa”)
Zaenal Alimin, (2004),mengemukakan bahwa
“Pendidikan yang disesuaikan bagi semua anak yang
mengalami hambatan belajar dan hambatan perkembangan
akibat dari kebutuhan khusus tertentu baik yang bersifat
Mengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya
Konsep Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus
temporer maupun yang bersifat permanen. Sementara itu istilah kebutuhan khusus akan pendidikan (special
educational needs) adalah kebutuhan hambatan belajar
dan hambatan perkembangan yang dialami oleh seorang
anak secara individual”
Sunan & Rizzo (1979), “Anak berkebutuhan khusus
merupakan anak yang memiliki perbedaan dalam beberapa dimensi penting dari fungsi kemanusiaannya. Mereka adalah
yang secara fisik, psikologis, kognitif atau sosial terhambat
dalam mencapai tujuan / kebutuhan dan potensinya secara
maksimal sehingga memerlukan penanganan yang terlatih
dari tenaga kerja professional.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta
didik yang memiliki hambatan belajar dan hambatan
perkembangan atau memiliki kesulitan dalam mengikuti
proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional,
mental, sosial, dan/atau yang memiliki potensi kecerdasan
dan bakat istimewa.
PESERTA DIDIK YANG
M EM ILIKI KELAINAN
PENDIDIKAN KHU SUS -----.—— . - .. A
---
PESERTA DIDIK YANG j MEMILIKI POTEN SI
KECERDASAN DAN/ATAU
BAKAT ISTIM EW A
(Bagan 1: Sasaran (pendidikan Khusus
2. Fungsi Pendidikan Khusus
Fungsi pendidikan khusus dilihat dari jenis kebutuhan
peserta didik, yaitu fungsi pendidikan khusus bagi peserta
didik berkelainan dan fungsi pendidikan khusus bagi
peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan /dan atau
bakat istimewa seperti diuraikan pada PP Nomor 17 Tahun
2010, sebagai berikut:
a. Pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan
berfungsi memberikan pelayanan pendidikan
bagi peserta didik yang memiliki kesulitan dalam
mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik,
emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial.
b. Pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki
potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa
berfungsi mengembangkan potensi keunggulan
peserta didik menjadi prestasi nyata sesuai dengan
karakteristik keistimewaannya.
Untuk menambah wawasan mengenai fungsi pendidikan
khusus, Zenal Alimin menuliskan bahwa pendidikan
kebutuhan khusus sebagai disiplin ilmu mempunyai tiga
fungsi yaitu: a. Fungsi preventif, b. Fungsi kompensasai,
dan c. Fungsi intervensi.
a. Fungsi Preventif
Fungsi preventif adalah upaya pencegahan agar tidak
muncul hambatan belajar dan hambatan perkembangan
akibat dari kebutuhan khusus tertentu. Hambatan belajar
pada anak dapat disebabkan oleh tiga faktor yaitu:
Mengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya
Konsep Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus
(a) akibat faktor lingkungan.
(b) akibat faktor dari dalam diri anak itu sendiri.
(c) interaksi antara faktor lingkungan dan faktor dari
dalam diri anak.
b. Fungsi Intervensi
Fungsi intervensi pendidikan kebutuhan khusus adalah
upaya menangani anak agar dapat mencapai perkembangan optimum sejalan dengan potensi yang dimilikinya.
c. Fungsi Kompensasi
Pengertian kompensasi dalam kontek pendididikan
kebutuhan khusus diartikan sebagai upaya pendidikan untuk
menggantikan fungsi yang hilang atau mengalami hambatan
dengan fungsi yang lain.
Berdasarkan tulisan Zenal Alimin bahwa “pendidikan khusus” berubah sebutan menjadi “pendidikan kebutuhan
khusus” yang sebenarnya telah menjelaskan secara
menyeluruh mengenai fungsi pendidikan bagi anak
berkebutuhan khusus permanen dan anak berkebutuhan
khusus temporer yang secara regulasi atau peraturan
perundang-undangan dibedakan pembahasannya atau
sebutannya menjadi “pendidikan khusus” dan “pendidikan
layanan khusus”.
Pendidikan inklusif membawa perubahan mendasar yaitu adanya pergeseran pemikiran dari pendidikan khusus
(special education) bergeser ke pendidikan kebutuhan
khusus (special needs education) gagasan perubahan yang ■> dibawanya jauh lebih luas dari hanya pendidikan luar biasa/
Mengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya
pendidikan khusus tetapi berusaha menjangkau semua anak tanpa kecuali.
3. Tujuan pendidikan khusus
Tujuan pendidikan merupakan faktor utama yang
harus diperhatikan, disadari dan dijadikan sasaran oleh
setiap pendidik yang melaksanakan kegiatan pendidikan. Oleh karena itu setiap kegiatan atau tindakan pendidikan
yang dilakukakn pendidik harus sengaja diarahkan untuk
mencapai tujuan pendidikan, dan tujuan-tujuan pendidikan
yang dicapai tersebut jangkauan jauhnya dimaksudkan
untuk mencapai tujuan akhir pendidikan, begitu pula dengan tujuan pendidikan khusus.
Tujuan Pendidikan Khusus terbagi dua kategori tujuan,
yaitu tujuan pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan
dan tujuan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi
kecerdasan /dan atau bakat istimewa seperti dipaparkan di bawah ini.
Tujuan pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan
Pendidikan Khusus bagi peserta didik berkelainan
bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik
secara optimal sesuai kemampuannya, mengembangkan
kehidupan sebagai pribadi, mengembangkan kehidupan
sebagai anggota masyarakat, serta mempersiapkan peserta
didik untuk dapat memiliki keterampilan sebagai bekal memasuki dunia kerja.
Tujuan pendidikan khusus bagi peserta didik yang
memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa.
Konsep Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus
Pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki
potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa bertujuan
mengaktualisasikan seluruh potensi keistimewaannya tanpa
mengabaikan keseimbangan perkembangan kecerdasan
spiritual, intelektual, emosional, sosial, estetik, kinestetik,
dan kecerdasan lain.
Q Pendidikan Layanan Khusus
Pendidikan layanan khusus saat ini menjadi perluasan
garapan dari : Direktorat Pembinaan Pendidikan Khusus
dan Layanan Khusus Pendidikan Dasar dan Direktorat
Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan
Dasar Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Direktorat
Pembinaan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus
Pendidikan Menengah dan Direktorat Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Menengah Direktorat
Jenderal Pendidikan Menengah.
Perluasan garapan ini membawa misi yang lebih
luas sebab direktorat yang mempunyai tugas dan fungsi
atau memiliki garapan pendidikan khusus dan pendidikan
layanan tersebut di atas dalam melaksanakan tugasnya
harus mengkoordinasikan dengan berbagai pihak terkait
dan instansi terkait dan berbagai satuan pendidikan (satuan
pendidikan umum, kejuruan, khusus, dsb.), pemerintah
provinsi, pemerintah kabupaten/kota dan masyarakat penyelenggara pendidikan khusus dan pendidikan layanan
khusus dan masyarakat pada umumnya.
Mengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya
1. Pengertian Pendidikan Layanan Khusus
Telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 32
ayat (2) bahwa “Pendidikan layanan khusus merupakan
pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau
terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau
mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi.”
Jika dirinci garapan pendidikan layanan khusus tersebut
di atas seperti anak-anak yang memerlukan pendidikan
yang aksesnya tidak terjangkau seperti anak-anak di daerah
terbelakang/terpencil/pedalaman/perbatasan/pesisir/
pulau-pulau, anak suku minoritas terpencil, pekerja anak,
lapas anak, anak jalanan, anak pemulung, anak pengungsi
(gempa konflik) atau bekas bencana alam (tsunami, tanah
longsor, banjir bandang, gunung meletus, kekeringan,
gempa), anak dari keluarga tidak mampu (miskin), anak
dari daerah yang sedang dilanda bencana sosial atau daerah
konflik misalnya konflik antar suku, dan sebagainya.
Pengertian yang sama mengenai pendidikan layanan
khusus yaitu pada Peraturan Pemerintah Nomor 17
Tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan
Pendidikan Bab VII Penyelenggaraan Pendidikan Khusus
dan Pendidikan Layanan Khusus pasal Pasal 139 dikatakan
bahwa: ’’Pendidikan Layanan Khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang,
masyarakat adat yang terpencil, yang mengalami bencana
alam, yang mengalami bencana sosial, dan/atau yang tidak mampu dari segi ekonomi.”
Konsep Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus
PENDIDIKAN
LAYANAN KHUSUS
PESERTA DIDIK DI DAERAH
TER PEN C IL ATAU TERBELAKANG
PESERTA DIDIK PADA MASYARAKAT
ADAT YANG TERPENCIL
PESERTA DIDIK YANG MENGALAMI
BENCANA ALAM
PESERTA DIDIK YANG MENGALAMI
BENCANA SO SIA L
PESERTA DIDIK YANG TIDAK M A M P l
DARI SE G I EKONOMI
(Bagan 2: Sasaran 'Pendidikan Layanan ‘Kfiusus
2. Fungsi Pendidikan Layanan Khusus
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17
Tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan
Pendidikan Bab VII. Penyelenggaraan Pendidikan Khusus dan
Pendidikan Layanan Khusus Pasal 139 ayat (1) Pendidikan
layanan khusus berfungsi memberikan pelayanan pendidikan
bagi peserta didik di daerah:
a. terpencil atau terbelakang;
b. masyarakat adat yang terpencil;
c. yang mengalami bencana alam;
d. yang mengalami bencana sosial; dan/atau
e- yang tidak mampu dari segi ekonomi.
] MIUK PERPUSTAKAAN j
1 UIN SUNAN KAUJAGA I
Mengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya
3. Tujuan Pendidikan Layanan Khusus
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan Bab VII. Penyelenggaraan Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Pasal 139 ayat (2) menyebutkan bahwa “Pendidikan layanan khusus bertujuan menyediakan akses pendidikan bagi peserta didik agar haknya untuk memperoleh pendidikan terpenuhi.
Dapat dikemukakan lebih luas bahwa pendidikan layanan khusus bertujuan untuk:
Meningkatkan keterampilan dan kecerdasan peserta didik dari kelompok masyarakat miskin, bencana alam dan sosial, sehingga menjadi manusia yang mandiri dalam berkarya, cerdas mensikapi kehidupan, meningkat taraf hidupnya, integratif dengan lingkungan dan kompetitif guna mengembangkan potensi pribadi serta merajut keunggulan daerah.
Meningkatkan pemerataan kesempatan belajar bagi semua masyarakat secara adil, tidak diskriminatif, dan demokratis tanpa membedakan tempat tinggal, status sosial-ekonomi, jenis kelamin, agama, kelompok etnis, dan kelainan fisik, emosi, mental serta intelektual;
Mengoptimalkan sarana dan prasarana di sekitar guna mengembangkan potensi ketrampilan untuk pemberdayaan masyarakat marginal
Mengembangkan peserta didik agar menjadi tenaga terampil atau membuka usaha mandiri, sehingga mampu meningkatkan kualitas hidupnya.
Membangun sinergi antar lembaga terkait dan kemitraan dalam rangka mengembangkan pendidikan layanan khusus dan atau perintisan usaha.
MENGENAL ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
Mengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya
MENGENAL ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUSQ Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus
Diamanatkan UUD 1945 pasal 31. Dalam Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Pendidikan adalah hak seluruh warga negara
tanpa membedakan asal-usul, status sosial ekonomi,
maupun keadaan fisik seseorang, termasuk anak-anak
yang mempunyai kelainan sebagaimana hak anak untuk
memperoleh pendidikan dijamin penuh tanpa adanya
diskriminasi termasuk anak-anak yang mempunyai kelainan
atau anak yang berkebutuhan khusus.
Anak berkebutuhan khusus (Heward) adalah anak
dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak
pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidak
mampuan mental, emosi atau fisik.
Zaenal Alimin, [email protected]: “Anak berkebutuhan
khusus dapat diartikan sebagai seorang anak yang memerlukan
pendidikan yang disesuaikan dengan hambatan belajar dan
kebutuhan masing-masing anak secara individual.”
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang secara
pendidikan memerlukan layanan yang spesifik yang berbeda
dengan anak-anak pada umumnya. Anak berkebutuhan
khusus ini memiliki apa yang disebut dengan hambatan
belajar dan hambatan perkembangan (barier to learning
and development). Oleh sebab itu mereka memerlukan
Mengenal Anak Berkebutuhan Khusus
layanan pendidikan yang sesuai dengan hambatan belajar
dan hambatan perkembangan yang dialami oleh masing-
masing anak.
Dengan beberapa pengertian tersebut, dapat
disimpulkan bahwa anak berkebutuhan khusus adalah
anak yang memiliki perbedaan dengan anak-anak secara
umum atau rata-rata anak seusianya. Anak dikatakan
berkebutuhan khusus jika ada sesuatu yang kurang atau
bahkan lebih dalam dirinya.
@ Anak Berkebutuhan Khusus Permanen
Anak berkebutuhan khusus yang bersifat permanen
adalah anak yang akibat dari perkembangan yang secara
memerlukan perhatian dan pelayanan khusus, seperti
anak yang mengalami hambatan penglihatan, hambatan
pendengaran,hambatan kecerdasan atau mental, hambatan
fisik, emosional, sosial dan atau dikarenakan kecelakaan
sejak di dalam kandungan maupun setelah lahir sehingga
mengalami kecacatan. Oleh karena itu layanan pendidikan
anak berkebutuhan khusus tidak selalu harus di satuan
pendidikan khusus atau sekolah khusus/Sekolah Luar Biasa
(SLB), tetapi bisa dilayani di sekolah umum dan kejuruan
secara inklusif di sekolah terdekat dimana anak itu berada.
Cara berpikir seperti ini dilandasi oleh konsep special needs education, yang antara lain melatarbelakangi munculnya
gagasan pendidikan inklusif (UNESCO, 1994).^
Anak berkebutuhan khusus permanen terdiri dari anak
berkebutuhan khusus yang memiliki kelainan dan anak
berkebutuhan khusus yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa.
1. Anak Berkebutuhan Khusus yang Memiliki Kelainan
Anak-anak berkebutuhan khusus meliputi kelompok di bawah ini:
a. Tunanetra
Tunanetra adalah istilah umum yang digunakan
untuk kondisi seseorang yang mengalami gangguan atau
hambatan dalam indra penglihatannya. Berdasarkan tingkat
gangguannya Tunanetra dibagi dua yaitu buta total (total
blind) dan yang masih mempunyai sisa penglihatan (Low
Visioan). Alat bantu untuk mobilitasnya bagi tunanetra
dengan menggunakan tongkat khusus, yaitu berwarna
putih dengan ada garis merah horizontal. Akibat hilang/
berkurangnya fungsi indra penglihatannya maka tunanetra
berusaha memaksimalkan fungsi indra-indra yang lainnya
seperti, perabaan, penciuman, pendengaran, dan lain
sebagainya sehingga tidak sedikit penyandang tunanetra
yang memiliki kemampuan luar biasa misalnya di bidang musik atau ilmu pengetahuan.
Untuk mengetahui ketunanetraan dapat digunakan suatu tes yang dikenal sebagai tes Snellen Card.
b. Tunarungu
Anak tunarungu adalah suatu istilah umum yang
menunjukkan kesulitan mendengar dari yang ringan sampai yang berat, digolongkan ke dalam yang tuli dan kurang
Mengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya
Mengenal Anak Berkebutuhan Khusus
dengar. Orang tuli adalah seseorang yang kehilangan kemampuan mendengar sehingga menghambat proses memperoleh informasi bahasa melalui pendengarannya,
dengan atau tanpa alat bantu. Orang kurang dengar adalah seseorang yang ada pada umumnya dengan menggunakan alat bantu mendengar cukup memungkinkan keberhasilan
memproses informasi bahasa melalui pendengarannya.
Menurut Dwidjosumarto (Soemantri, 2006:93)
mengemukakan bahwa : “Ketunarunguan adalah seseorang
yang tidak atau kurang mampu mendengar suara dikatakan
tunarungu. Ketunarunguan dibedakan menjadi dua kategori
yaitu tuli dan kurang dengar. Tuli adalah mereka yang indra
pendengarannya mengalami kerusakan, tetapi masih dapat berfungsi untuk mendengar baik dengan maupun tanpa
menggunakan alat bantu dengar”.
Berdasarkan pengertian ketunarunguan di atas dapat
disimpulkan bahwa anak tunarungu adalah anak yang
mengalami kesulitan kemampuan mendengar dari yang
ringan sampai yang berat, yang digolongkan menjadi
tuli dan kurang dengar, sehingga menghambat proses
penerimaan infor masi bahasa melaluipendengarannya baik
menggunakan alat bantu dengar ataupun tidak, olehkarena
itu diperlukan bimbingan dan pendidikan khusus sesuai
dengan kebutuhannya untuk mengoptimalkan bahasa dan
potensi yang dimilikinya.
c. Tunawicara
Tunawicara merupakan individu yang mengalami kesulitan berbicara. Hal ini dapat disebabkan oleh kurang
Mengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya
atau tidak berfungsinya alat-alat bicara, seperti rongga mulut, lidah, langit-langit dan pita suara. Selain itu, kurang
atau tidak berfungsinya organ pendengaran, keterlambatan
perkembangan bahasa, kerusakan pada system saraf dan struktur otot, serta ketidakmampuan dalam kontrol gerak
juga dapat mengakibatkan keterbatasan dalam berbicara.
Di antara individu yang mengalami kesulitan berbicara ada
yang sama sekali tidak dapat berbicara, dapat mengeluarkan bunyi tetapi tidak mengucapkan kata-kata dan ada yang dapat berbicara tetapi tidak jelas.
Masalah yang utama pada diri seorang tunawicara adalah
mengalami kehilangan/terganggunya fungsi pendengaran
(tunarungu) dan atau fungsi bicara (tunawicara), yang disebabkan karena bawaan lahir, kecelakaan maupun
penyakit. Umumnya anak dengan gangguan dengar/wicara
yang disebabkan karena faktor bawaan (keturunan/genetik) akan berdampak pada kemampuan bicara Walaupun tidak selalu.
d. Tunagrahita
Tunagrahita adalah individu yang memiliki intelegensi
yang signifikan berada dibawah rata-rata dan disertai
dengan ketidakmampuan dalam adaptasi perilaku yang
muncul dalam masa perkembangan. Tunagrahita merupakan
keadaaan keterbelakangan mental, keadaan ini dikenal juga retardasi mental (mental retardation). Tunagrahita sering
disepadankan dengan istilah-istilah, sebagai berikut:
• Lemah pikiran (Feeble Minded)
• Terbelakang mental (Mentally Retarded)
Mengenal A nak Berkebutuhan Khusus
. Bodoh atau dungu (Idiot)
. Pandir (Imbecile)
. Tolol (Moron)
. Oligofrenia (Oligophrenia)
. Mampu Didik (Educable)
• Mampu Latih (Trainable)
• Ketergantungan penuh (Totally Dependent) atau
Butuh Rawat
• Mental Subnormal
• Defisit Mental
• Defisit Kognitif
• Cacat Mental
• Defisiensi Mental
• Gangguan Intelektual
Klasifikasi tunagrahita berdasarkan pada tingkatan IQ
yaitu:
• Tunagrahita ringan (IQ : 51-70),
• Tunagrahita sedang (IQ : 36-51),
• Tunagrahita berat (IQ : 20-35),
• Tunagrahita sangat berat (IQ dibawah 20).
Pembelajaran bagi individu tunagrahita lebih di titik
beratkan pada kemampuan bina diri dan sosialisasi.
e. Tunadaksa
Tunadaksa adalah individu yang memiliki gangguan
gerak yang disebabkan oleh kelainan neuro-muskular dan
Mengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya
struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit atau akibat
kecelakaan, termasuk celebral pals (CP), amputasi, polio, dan lumpuh. Tingkat gangguan pada tunadaksa adalah ringan
yaitu memiliki keterbatasan dalam melakukan aktivitas fisik
tetapi masih dapat ditingkatkan melalui terapi, sedang yaitu
memilki keterbatasan motorik dan mengalami gangguan
koordinasi sensorik, berat yaitu memiliki keterbatasan total
dalam gerakan fisik dan tidak mampu mengontrol gerakan fisik.
f. Tunalaras
Tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan
dalam mengendalikan emosi dan kontrol sosial. Individu
tunalaras biasanya menunjukan perilaku menyimpang yang
tidak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku di
sekitarnya. Tunalaras dapat disebabkan karena faktor internal
dan faktor eksternal yaitu pengaruh dari lingkungan sekitar.
g. Tunaganda (kelainan majemuk)
Yang disebut anak tunaganda adalah anak yang memiliki
kombinasi kelainan (baik dua jenis kelainan atau lebih)
yang menyebabkan adanya masalah pendidikan yang serius,
sehingga dia tidak hanya dapat diatas dengan suatu program
pendidikan khusus untuk satu kelainan saja, melainkan
harus didekati dengan variasi program pendidikan sesuai kelainan yang dimiliki.
h. Anak berkesulitan belajar spesifik (Learning Disability)
Anak berkesulitan belajar spesifik adalah anak yang
memiliki gangguan pada satu atau lebih kemampuan dasar
Mengenal Anak Berkebutuhan Khusus
psikologis yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa, berbicara dan menulis yang dapat mempengaruhi kemampuan berfikir, membaca, berhitung, berbicara yang disebabkan karena gangguan persepsi, braininjury, disfungsi
minimal otak, dislexia, dan afasia perkembangan. Anak berkesulitan belajar memiliki IQ rata-rata atau diatas rata-rata, mengalami gangguan motorik persepsi-motorik, gangguan koordinasi gerak, gangguan orientasi arah dan
ruang dan keterlambatan perkembangan konsep.
i. Anak lamban belajar
Anak lamban belajar (slow learner) adalah anak yang
memiliki potensi intelektual sedikit dibawah normal tetapi
belum termasuk tunagrahita. Dalam beberapa hal mengalami
hambatan atau keterlambatan berfikir, merespon rangsangan dan adaptasi sosial, tetapi masih jauh lebih baik dibanding
dengan tunagrahita, lebih lamban dibanding dengan anak
pada umumnya, mereka butuh waktu yang lebih lama dan berulang-ulang untuk dapat menyelesaikan tugas-tugas
akademik maupun non akademik, sehingga memerlukan
pelayanan pendidikan khusus. Karakteristik atau ciri-ciri
anak lamban belajar yaitu rata-rata prestasi belajarnya
selalu rendah, dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik
sering terlambat dibandingkan teman-teman seusianya,
daya tangkap terhadap pelajaran lambat dan pernah tidak naik kelas.
j- Autisme
James Coplan (2000) menyatakan bahwa autisme muncul tanpa membedakan usia, tingkat kecerdasan, dan
Mengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya
status sosial. Autisme bukanlah merupakan penyakit yang menular akan tetapi bisa terjadi pada siapa saja. Autis dipandang sebagai sekumpulan gejala klinis atau sindrom yang dilatarbelakangi oleh berbagi faktor unik dan saling
berkaitan satu sama lain. Perbandingan jumlah penyandang autis antara pria dan wanita sekitar 4 : 1 . Gangguan spektrum autisme meliputi masalah sosial, bahasa, dan fungsi perilaku. Autisme bervariasi dari ekspresi yang
minimal (hipoaktif) hingga sangat ekspresif (hiperaktif).
k. Anak dengan gangguan konsentrasi (Attention DeficitDisorder/ADD)
Anak dengan gangguan konsentrasi memiliki kesulitan
untuk beradaptasi dan tingkat perkembanagnnya tidak konsisten. Gejala-gejala yang nampak antara lain sering
gagal ketika memperhatikan secara detail, sering membuat
kesalahan dalam kegiatan atau dalam pekerjaan sekolah.
Anak inipun sering kesulitan dalam memperhatikan aktivitas
permainan atau tugas-tugas. Ketika diajak bicarapun sering
tidak mendengarkan. Tidak senang atau sering tidak
mengikuti instruksi untuk menyelesaikan pekerjaan sekolah.
Tidak senang dengan pekerjaan atau tugas sekolah. Sering
beralih perhatian pada rangsangan luar serta mudah lupa
terhadap kegiatan sehari-hari.
I. Attention Deficit Hyperactive Disorder (ADHD)
ADHD dapat diterjemahkan dengan Gangguan Pemusatan
Perhatian dan Hiperaktivitas. Gejala anak dengan ADHD
sekilas mirip dengan anak autisma, tetapi memiliki
kemampuan komunikasi dan interaksi sosial yang jauh lebih
Mengenal Anak Berkebutuhan Khusus
baik. Gangguan perilaku yang ditandai dengan kurangnya
perhatian, aktivitas berlebihan (hiperaktif) dan perilaku
impulsif yang tidak sesuai dengan umurnya.
Anak dengan gangguan hiperaktif tidak mampu untuk
memberi perhatian pada suatu obyek dengan waktu yang
cukup lama. Anak ini cenderung hiperaktivitas. Gerakan
motorik tinggi, perhatiannya mudah buyar, tidak bisa diam,
canggung, tidak fleksibel, sering berbuat tanpa dipikir
akibatnya dan mudah frustasi.
2. Anak Berkebutuhan Khusus yang Memiliki PotensiKecerdasan dan/atau Bakat Istimewa (Cl + Bl)
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, pasal 5 ayat 4 menyatakan bahwa
“Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat
istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus”. Perlunya
perhatian khusus kepada anak CI+BI merupakan salah satu
upaya untuk mengembangkan potensi peserta didik secara
utuh dan optimal.
Gifted (IQ> 125) dan talented (bakat istimewa) Menurut
Renzuli (1978, 2005), bahwa “Anak berbakat merupakan satu
interaksi di antara tiga sifat dasar manusia yang menyatu
ikatan terdiri dari kemampuan umum dengan tingkatnya di
atas kemampuan rata-rata, komitmen yang tinggi terhadap
tugas-tugas dan kreativitas yang tinggi. Anak berbakat ialah
anak yang memiliki kecakapan dalam mengembangkan
gabungan ketiga sifat ini dan mengaplikasikan dalam setiap
tindakan yang bernilai”
IVlengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta implementasinya
Bagi sebagian orang kemungkinan tidak bisa atau
tertukar makna dari anak gifted dengan talented,
untuk Lebih memahami perbedaan tersebut, kita pahami penngertian dari perbedaan gifted dan talented, yaitu :
Gifted, anak gifted menunjukan kemampuan berfikir dengan ditandai IQ tinggi (>= 130) disamping cenderung
menunjukan kecakapan khusus yang menonjol pada suatu
bidang ilmu pendidikan tertentu dimana antara gifted
satu sama dengan yang lain bidangnya tidak sama.
v Talented, anak talented hanya menunjukkan satu bidang
kemahiran khusus saja. Misalnya seni musik, drama, mengarang, melukis dan sebagainya. Namun kemahiran
ini berarti luar biasa dalam mengetahui. Misalnya
dalam musik, anak talented berarti mengetahui irama,
nada, keselarasan, interpretasi, keterampilan dalam memainkan alat musik dan lain-lain. Kemahiran tersebut
berasal dari bakat bawaan anak. Jadi, talented adalah
penonjolan pada suatu bidang tertentu saja dari suatu
individu yang dibawa sejak lahir atau secara umum
disebut bakat berarti kecakapan khusus yang sifatnya
non intelektif.
Gifted lebih berhubungan dengan bidang akademik atau
intelektual, sedangkan talented lebih berhubungan dengan
bidang non akademik, seperti bidang seni, kepemimpinan
sosial dan lain-lain.Gifted berarti sudah mencakup talented,
sacara implisit, tetapi talented menunjukan gambaran
penonjolan kecakapan khusus pada bidang tertentu.
Untuk menentukan atau mengidentifikasi peserta didik
cerdas istimewa diperlukan pendekatan multidimensional.
Mengenal Anak Berkebutuhan Khusus
Artinya kriteria yang digunakan lebih dari satu (bukan sekedar intelligensi). Batasan yang digunakan adalah peserta
didik yang memiliki dimensi kemampuan umum pada taraf cerdas ditetapkan skor IQ 130 ke atas dengan pengukuran
menggunakan skala Wechsler (Pada alat tes yang lain sama
dengan rerata skor IQ ditambah dua standar deviasi), dimensi kreativitas tinggi (ditetapkan skor CQ dalam nilai
baku tinggi atau plus satu standar deviasi di atas rerata)
dan pengikatan diri (Task commitment) terhadap tugas baik (ditetapkan skor TC dalam kategori nilai baku baik, atau
plus satu standar deviasi di atas rerata). Tiga komponen
ini dikenal sebagai Konsepsi Tiga Cincin dari Renzulli (1978, 2005) yang banyak digunakan dalam menyusun pendidikan
untuk anak cerdas istimewa, dan merupakan teori yang
mendasari pengembangan pendidikan anak cerdas istimewa
dan berbakat istimewa (Gifted and Talented children).
K E 8 E R 8 A K A T A N
(Bagati 3 : M odet 'Triadich cR,enzu[[i-Mdnks/'Tfie CMuCti 'Factors !ModeC
© Mengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya
Model ini menuntut perhatian yang besar terhadap
berbagai komponen (sekolah, lingkungan, dan keluarga) untuk mendukungnya, tetapi model ini lebih fleksibel dalam melakukan pendeteksian dan pendiagnosisan anak berkecerdasan istimewa, terutama dalam menghadapi anak-anak berkecerdasan istimewa dengan kondisi tumbuh
kembang yang mengalami disinkronitas yang besar dan krusial, berkesulitan dan bergangguan belajar (learning
difficulties 6t learning disabilities), serta yang mengalami komorbiditas dengan gangguan lainnya (gangguan emosi dan perilaku yang patologis). Fleksibilitas yang dimaksud adalah dalam upaya penggunaan daftar dan alat-alat ukur asesmen
(Hogeveen, 2004; Monks & Pfluger, 2005).
Heller (2004) mengembangkan model multifaktor yang
merupakan pengembangan dari Triadic Interdependence model Monks serta Multiple Intellegences dari Howard
Gardner. Menurut Heller konsep keberbakatan dapat ditinjau berdasarkan empat dimensi multifaktor yang saling terkait satu sama lain:
1. Faktor talenta (talented) yang relatif mandiri,
2. Faktor kinerja (performance),
3. Faktor kepribadian, dan
4. Faktor lingkungan;
Anak-anak Cl dan Bl juga sama dengan anak-anak lain
seusia mereka. Untuk itu, perlu di tegaskan lagi, perhatian
terhadap perkembangan mereka tetap sama dengan anak-
anak lainnya, dan perlu peran dari orang tua untuk
mendukung dan memberikan perhatian khusus serta tetap mengawasi kegiatan belajar mengajar anak.
Mengenal Anak Berkebutuhan Khusus
Q Anak Berkebutuhan Khusus Temporer
Konsep anak berkebutuhan khusus jenis temporer adalah
anak yang mengalami hambatan sementara seperti trauma
akibat bencana alam atau kerusuhan, anak yang mengalami
kesulitan konsentrasi, anak mengalami hambatan belajar
dan hambatan perkembangan disebabkan oleh faktor-
faktor eksternal, yaitu anak yang mengalami trauma akibat
bencana, anak korban kerusuhan, anak yang memiliki
kesulitan konsentrasi karena sering diperlakukan dengan
kasar, anak yang tidak bisa membaca karena kekeliruan guru mengajar. Pada anak-anak ini mereka memiliki hambatan
dalam belajarnya sehingga membutuhkan pelayanan
khusus. Anak berkebutuhan temporer dapat dikategorkan pada wilayah-wilayah atau daerah daerah seperti daerah
terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil,
dan mengalami bencana alam serta bencana sosial.
Berkenaan dengan anak berkebutuhan khusus temporer
ini atau anak berkebutuhan khusus yang memerlukan
pendidikan layanan khusus lebih luas akan diuraikan
mengenai anak di daerah terpencil atau terbelakang,
masyarakat adat yang terpencil, anak dari daerah yang
mengalami bencana alam, bencana sosial, dan anak yang
berasal dari keluarga yang tidak mampu dari segi ekonomi.
1. Anak Berkebutuhan Khusus dari Daerah Terpencil
atau Terbelakang
Daerah terpencil merupakan daerah yang sulit dijangkau.
Yaitu wilayah yang tidak terhubungkan dengan prasarana%
transportasi (darat, laut maupun udara) dan komunikasi
Mengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya
dengan pusat-pusat pertumbuhan terkecil sekalipun (yaitu
pusat desa atau kecamatan). Wilayah terpencil berada
di pulau-pulau kecil maupun di pedalaman. Di beberapa
wilayah pedesaan terpencil ini bermukim masyarakat adat
dan masyarakat umum. Mereka adalah masyarakat yang
masih sangat terbelakang, belum mampu mengembangkan
pengetahuan untuk meningkatkan kualitas hidupnya dan
sangat sedikit menerima sentuhan pembangunan.
Dengan kondisi daerah seperti itu, sangat berpengaruh
pada anak-anak usia sekolah yang pada umumnya berada
di pulau-pulau kecil maupun di pedalaman yang masih
sangat terbelakang, anak-anak usia sekolah di daerah
terpencil belum mampu mengembangkan pengetahuan
untuk meningkatkan kualitas hidupnya dan sangat sedikit
menerima sentuhan pembangunan.
Hambatan geografis menjadi persoalan dalam
penyediaan layanan pendidikan yang bermutu di seluruh
Indonesia. Pendidikan adalah kekuatan pendorong bagi
pembangunan sosial dan ekonomi di setiap negara (Cholin,
2005; Mehta and Kalra, 2006 dalam Hattangdi and Gosh).
Oleh karenanya, sangatlah penting untuk menemukan cara-
cara baru untuk menyediakan pendidikan yang bermutu,
mudah diakses, dan terjangkau bagi semuanya.
Secara geografis, wilayah Indonesia yang membentang
dari Sabang sampai Merauke dan terdiri lebih dari 17,000
pulau memiliki kemajemukan adat istiadat, budaya dan
serta memiliki potensi alam dan manusia yang besar. Hal
Mengenal Anak Berkebutuhan Khusus
ini menjadi salah satu kendala bagi upaya pemerataan
pendidikan. Di samping keterpencilan, di Indonesia juga
masih terdapat kelompok masyarakat etnis minoritas, yang
menganut adat istiadat tertentu, dan sudah berlangsung
turun temurun, yang mempunyai sikap belum dapat
menerima pengaruh budaya dari masyarakat luar. Contohnya
masyarakat Badui Dalam di Kabupaten Lebak, Banten, Suku
Anak Dalam/Kubu di Jambi, Suku Kaili di Sulawesi, suku-
suku di pedalaman Papua yang jumlahnya ratusan, serta
suku di pedalaman Kalimantan. Kawasan yang rentan
terhadap bencana alam juga turut berpengaruh terhadap
pendidikan di Indonesia.
1. Kelompok masyarakat di daerah terpencil dan atau
kesulitan geografis.
2. Kelompok masyarakat suku minoritas/terasing.
3. Kelompok masyarakat yang terpencil/terasing karena
adat-istiadat, budaya, dan persepsi atau mitos dari
masyarakat dan atau pemerintah yang tidak kondusif,
menutup din vang tidak kondusif terhadap kemajuan.
Pendidikan ^.ayanan Khusus Anak Daerah Terpencil
dilakukan agar anak dapat memiliki pengetahuan,
kompetensi, perilaku dan sikap mental yang mendukung
mereka untuk mengembangkan dirinya dan memiliki
kompetensi untuk hidup. Melalui program pendidikan ini
diharapkan anak dapat mempunyai masa depan yang lebih
baik. Oleh karena itu, perlu dirancang strategi pendidikan
yang relevan untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut.
Mengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya
2. Anak Berkebutuhan Khusus dari Masyarakat Adat yangTerpencil
Penyebutan tentang masyarakat adat sebagai
“masyarakat primitive”, “masyarakat terasing”, “masyarakat perambah” dan lainnya adalah bentuk diskriminasi yang
dialami. Menurut Keppres No. 111/1999 dan Kepmensos
No. 06/PEGHUK/2002, komunitas adat terpencil adalah
kelompok sosial (budaya) yang bersifat lokal dan terpencar
serta kurang atau belum terlibat dalam jaringan dan
pelayanan baik sosial, ekonomi maupun politik. Kedua,
adanya pengakuan dari pemerintah berupa pengakuan
akan eksistensi komunitas adat terpencil, pengakuan
terhadap hak sosial dan ekonomi komunitas adat terpencil,
pengakuan terhadap perlindungan tradisi dan adat-istiadat
komunitas adat terpencil dan pengakuan terhadap program pemberdayaaan komunitas adat terpencil.
Masyarakat Adat Terpencil merupakan komunitas kecil,
tertutup dan homogen serta hubungan kekeluargaan di
antara mereka sangat kuat. Sehingga berdampak keengganan
mereka untuk meninggalkan daerahnya dan membaur dengan masyarakat lainnya.
Upaya pemberdayaan pendidikan bagi anak di daerah
terpencil telah diatur dalam UU No. 20 tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional:
Pasal 5
Ayat (3) : “Warga negara di daerah terpencil atau
terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak
memperoleh pendidikan layanan khusus”.
M engenal Anak Berkebutuhan Khusus
Pasal 32Ayat (2): “Pendidikan layanan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau
terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau
mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu
dari segi ekonomi.
Anak berkebutuhan khusus dari masyarakat adat dan
tertinggal mempunyai hak untuk mendapat pendidikan
supaya dapat meningkatkan taraf kesejahteraan sosial
mereka, sehingga harkat dan martabat mereka dapat setaraf
dengan bangsa Indonesia pada umumnya dan mendapat
pengakuan terhadap martabat dan harga diri individu.
3. Anak Berkebutuhan Khusus yang Mengalami Bencana
Alam
Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
_______ ’’Bencana alam adalah suatu peristiwa alam
yang mengakibatkan dampak besar bagi populasi manusia.
Peristiwa alam dapat berupa banjir, letusan gunung berapi,
gempa bumi, tsunami, tanah longsor, badai salju, kekeringan,
hujan es, gelombang panas, hurikan, badai tropis, taifun,
tornado, kebakaran liar dan wabah penyakit. Beberapa
bencana alam terjadi tidak secara alami. Contohnya adalah
kelaparan, yaitu kekurangan bahan pangan dalam jumlah
besar yang disebabkan oleh kombinasi faktor manusia dan
alam.
Bencana alam membuat anak berpotensi mengalami
problema dalam belajar. Masa anak merupakan masa-
masa kritis dimana pengalaman-pengalaman dasar yang terbentuk pada masa itu akan sulit untuk diubah dan
Mengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya
terbawa ^mpai dewasa. Karena itu pengalaman negatif anak dalam ^erinteraksi dengan lingkungan yang terjadi
pada masa awal kehidupannya akan dapat merugikan
perkembangan sosial anak selanjutnya. Untuk itu perlu
adanya pendidikan layanan khusus agar anak dapat belajar
dan dapat berkembang di lingkungannya, sehingga mampu mengeliminir dampak sosial sebagai akibat dari kondisinya.
4. Anak berkebutuhan khusus dari daerah yang
mengalami bencana sosial
Pemerintah telah berupaya untuk menjaga ketentraman dan keamanan bagi seluruh masyarakat. Namun tidak bisa
dipungkiri konflik sering terjadi di antara masyarakat.
Perebutan lahan, pertikaian atau perang antar suku dan
bentuk konflik lainnya dapat mengganggu ketentraman kehidupan. Anak-anak yang seharusnya memperoleh
layanan pendidikan jadi terabaikan, anak yang seharusnya
sekolah menjadi tidak sekolah. Rasa takut dan ancaman
akan keselamatan menyebabkan mereka tidak bersekolah.
Kadang mereka mengungsi atau berser^unyi di tempat- tempat yang dianggap aman. Di samping ,us memulihkan
stabilitas keamanan nasional, anak-anak tetap harus
memperoleh akses pendidikan. Anak-anak di daerah seperti
ini memerlukan pendidikan layanan khusus.
5. Anak berkebutuhan khusus yang berasal dari keluarga
yang tidak mampu dari segi ekonomi.
Semua warga berharap memperoleh keadilan, ingin
hidup layak dan taraf ekonominya cukup. Namun apalah
Mengenal Anak Berkebutuhan Khusus
daya, pada sebagian masyarakat banyak yang tidak
beruntung. Mereka berupaya dengan sekuat tenaga namun
jalan belum ditemui, kemiskinan begitu melilit kehidupan
mereka. Mereka mungkin hanya punya angan-angan untuk
menyekolahkan anaknya mulai dari jenjang pendidikan
dasar, jenjang pendidikan menengah dan jenjang pendidikan
tinggi. Dan angan-angan itu menjadi tertekan dan kandas
dengan pentingnya kebutuhan yang sangat krusial yaitu
perlunya makan dan minum untuk hari ini, entah untuk
besok atau lusa. Begitu sulit rasanya mencari sesuap nasi,
susah sekali caranya mencari uang.
Untuk memenuhi kebutuhan ini dikerahkan seluruh
keluarganya mulai dari istri dan anak-anaknya untuk
mencari uang, bekerja dan terus bekerja walau penghasilan
atau upahnya tidak seberapa.
Itulah kenyataan yang terjadi, tak sempat terpikirkan
bagaimana caranya agar anaknya yang seharusnya
bersekolah dapat masuk sekolah. Atau mungkin anak yang
sedang sekolah akhirnya keluar sekolah atau putus sekolah
(drop out).
Dengan kondisi seperti ini anak yang berasal dari
keluarga tidak mampu dari segi ekonomi tidak akan
mampu mengembangkan diri secara optimal. Keterbatasan
kemampuan orang tuanya akan mempengaruhi kesem-
patannya untuk bersekolah. Faktor ekonomi yang menekan
dan menghimpit orang tua membuat orang tua tidak
perhatian akan pendidikan anaknya, bahkan karakternya
menjadi pemarah dan keras. Kekerasan tersebut tidak hanya
Mengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya
berupa kekerasan dalam berucap atau bentakan, tetapi juga
sering diikuti kekerasan pisik yang berupa siksaan terhadap
anaknya, seperti menjewer telinga, menjitak, mencubit dan memukul.
Anak-anak yang berasal dari keluarga yang tidak mampu
dari segi ekonomi banyak yang bekerja untuk membantu
orang tuanya. Keluarga seperti ini bukan hanya berada di
desa tetapi juga banyak di perkotaan. Di pedesaan pekerjaan
anak-anak yang orang tuanya tidak mampu membantu orang
tuanya bekerja di kebun/sawah/ladang, mencari kayu bakar
dan mencari keperluan dari sungai atau hutan. Di perkotaan
pekerjaannya berbeda dengan anak-anak miskin di pedesaan.
Ada anak-anak yang menjadi pengemis, pengamen, tukang semir, pembersih kaca mobil di perempatan jalan, tukang
koran, pengangkut barang, dan sebagainya.
Berdasarkan peraturan dan perundang-undangan bahwa
semua warga negara berhak memperoleh pendidikan yang
bermutu. Anak-anak seperti ini membutuhkan pendidikan
layanan khusus untuk memberikan akses pendidikan yang
disesuaikan dengan kebutuhannya.
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN KHUSUS DAN PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS
QMengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN KHUSUS DAN PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS
Bahasan ini penting untuk diangkat karena ternyata masih ada masyarakat khususnya orang tua yang
memiliki anak berkebutuhan khusus yang tidak tahu di
mana dan bagaimana caranya menyekolahkan anaknya.
Padahal semua anak termasuk anak berkebutuhan khusus
seyogyanya bersekolah di sekolah yang terdekat dengan
tempat tinggalnya. Namun karena sesuatu hal antara lain ketidaksiapan sekolah yang terdekat membuat orang
tua kebingungan. Banyak sekolah yang menolak anak
berkebutuhan khusus yang memiliki hambatan penglihatan atau pendengaran termasuk pula yang memiliki hambatan
mental dan anak autis dengan alasan mereka tidak tahu dan
tidak memiliki guru yang kompeten untuk mengajar anak-
anak berkebutuhan khusus. Satu sisi memang alasan itu
benar ketika belum ada pendidik dan tenaga kependidikan
yang kompeten maka layanan yang diberikan untuk anak
berkebutuhan khusus tidak akan optimal dan tidak akan
sesuai dengan kebutuhan anak berkebutuhan khusus. Tapi
di sisi lain menunjukkan ketidaksiapan pemerintah dan
sekolah karena belum berupaya untuk mengakses semua
anak padahal berbagai regulasi telah mendukung ke arah
itu. Sekolah tidak boleh mendiskriminasi, sekolah harus
Penelenggaraan Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus
terbuka untuk semua anak dan sekolah harus ramah anak.
Pemerintah menjamin sekolah dan wajib memberi akses
kepada semua anak termasuk anak berkubutuhan khusus
untuk sekolah. Hak anak untuk bersekolah dan memperoleh
pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhan khususnya
dijamin dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Pada Pasal 5 menjelaskan
sebagai berikut:
1. Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk
memperoleh pendidikan yang bermutu.
2. Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional,
mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh
pendidikan khusus.
3. Warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta
masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh
pendidikan layanan khusus.
4. Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan
bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus.
5. Setiap warga negara berhak mendapat kesempatan
meningkatkan pendidikan sepanjang hayat.
Hak warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional,
mental, intelektual, dan/atau sosial dan yang memiliki
potensi kecerdasan dan bakat istimewa untuk memperoleh
pendidikan khusus diperjelas Pasal 32 (1) bahwa pendidikan
khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki
tingkat kesulitan dalam mengikuti proses embelajaran
karena kelainan fisik, emosional, mental, so ^l, dan/atau
memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
Mengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya
Hak warga negara di daerah terpencil atau terbelakang
serta masyarakat adat yang terpencil untuk memperoleh pendidikan layanan khusus diperjelas dengan Pasal 32 (2)
bahwa pendidikan layanan khusus merupakan pendidikan
bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang,
masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami
bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi.
Pemerintah menyadari pentingnya payung hukum dalam
rangka mengimplementasikan amanat UUD dan UU Nomor
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Di
samping PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan, PP Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib
Belajar, PP Nomor 48 tentang Pendanaan Pendidikan, maka
lahirlah PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan
Penyelenggaraan Pendidikan. Pada PP Nomor 17 Tahun 2010
tersebut dijelaskan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan
pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus.
Untuk memberikan gambaran penyelenggaraan
pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus amati bagan 2 di bawah ini.
Penelenggaraan Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus
PENYELENGGARAAN PE PENDIDIKAN LA
NDIDIKAN KHUSUS DAN I YANAN KHUSUS
PAUD DIH DAS DIKMEN
TKLB SDLB SMPLB SMALB
PAUD DIK DAS.1
DIKMEN DIKMEN
TK/RA SD/MISMP/MTs
SMA/MA
SMK MAK
PAUD
DIKDAS
mPAUD
PENYESUAIAN:
WAKTKU, TEMPAT, SARANA, DAN PRASARANA PEMBELAJARAN, PENDIDIK, TENAGA
KEPENDUDUKAN DAN/ATAU SUMBER DAYA PEMBELAJARAN LAINNYA DENGAN KONDISI
KESULITAN PESERTA DIDIK
(Hagan 4 : (Penyelenggaraan (pendidikan "Kfiusus dan (Pendidikan Layanan Kfiusus
Mengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya
© Penyelenggaraan Pendidikan Khusus
Pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan
dapat diselenggarakan pada semua jalur dan jenis
pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Penyelenggaraannya dapat dilakukan melalui satuan pendidikan khusus, satuan pendidikan umum, satuan
pendidikan kejuruan, dan/atau satuan pendidikan keagamaan.
1. Satuan Pendidikan Khusus bagi Peserta DidikBerkelainan
Satuan pendidikan khusus adalah sistem layanan
pendidikan segregasi yaitu sistem pendidikan yang terpisah
dari sistem pendidikan anak pada umumnya. Pendidikan anak
berkebutuhan khusus melalui sistem segregasi maksudnya
Qambar 1 : %egiatan <Pem6e[ajaran bagi Peserta (Didik, (Berkebutuhan %husus di SekpCxb Luar (Biasa
Penelenggaraan Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus
adalah penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan
secara khusus, dan terpisah dari penyelenggaraan
pendidikan untuk anak pada umumnya. Dengan kata lain anak berkebutuhan khusus diberikan layanan pendidikan
pada lembaga pendidikan khusus untuk anak berkebutuhan
khusus, seperti Sekolah Luar Biasa atau Taman Kanak-
Kanak Luar Biasa (TKLB) Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB),
Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB), Sekolah
Menangah Atas Luar Biasa (SMALB) atau Sekolah menengah
Kejuruan Luar Biasa (SMKLB).
Sistem pendidikan segregasi merupakan sistem
pendidikan yang paling tua. Pada awal pelaksanaan, sistem ini diselenggarakan karena adanya kekhawatiran atau
keraguan terhadap kemampuan anak berkebutuhan khusus
untuk belajar bersama dengan anak pada umumnya.
Selain itu, adanya kelainan fungsi tertentu pada anak berkebutuhan khusus memerlukan layanan pendidikan
dengan menggunakan metode yang sesuai dengan
kebutuhan khusus mereka. Misalnya, untuk anak tunanetra,
mereka memerlukan layanan khusus berupa braille,
orientasi dan mobilitas. Anak tunarungu memerlukan
komunikasi total, bina persepsi bunyi; anak tunadaksa
memerlukan layanan mobilisasi dan aksesibilitas, dan
layanan terapi untuk mendukung fungsi fisiknya. Satuan pendidikan formal tersebut disebut sekolah atau madrasah,
seperti dijelaskan pada Pasal 1 Permendiknas Nomor 29
Tahun 2005 tentang Badan Akreditasi Nasional Sekolah/
Madrasah bahwa: “Sekolah/Madrasah adalah bentuk satuan pendidikan formal yang meliputi Taman Kanak-kanak
QMengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya
(TK), Raudhatul Atfal (RA), Sekolah Dasar (SD), Madrasah Ibtidaiyah (Ml), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Madrasah
Tsanawiyah (MTs), Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah
Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Madrasah
Aliyah Kejuruan (MAK), dan Sekolah Luar Biasa (SLB), dan satuan pendidikan formal lain yang sederajat.”
Sekolah Luar Biasa (SLB) menurut Permendiknas Nomor
29 Tahun 2005 adalah taman Kanak-kanak Luar Biasa
(TKLE), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), Sekolah Menengah
Pert; ' Luar Biasa (SMPLB), dan Sekolah Menengah Atas Lu? a (SMALB) atau Sekolah Menengah Kejuruan Luar
Biasa (SMKLB).
Pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan pada
jalur formal diselenggarakan melalui satuan pendidikan anak
usia dini, satuan pendidikan dasar dan satuan pendidikan
menengah.
Satuan pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan
untuk pendidikan anak usia dini berbentuk Taman Kanak-
kanak Luar Biasa (TKLB) atau sebutan lain untuk satuan
pendidikan yang sejenis dan sederajat. Lama pendidikannya
adalah 2 tahun. Satuan pendidikan khusus TKLB tidak
menjadi prasyarat peserta didik berkelainan untuk dapat
masuk pada satuan pendidikan SDLB. Artinya anak atau
peserta didik berkelainan dapat langsung masuk ke SDLB
tanpa melalui atau menamatkan dulu satuan pendidikan TKLB.
Satuan pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan
pada jenjang pendidikan dasar terdiri atas : (1) Sekolah
Dasar Luar Biasa (SDLB) atau sebutan lain untuk satuan
Penelenggaraan Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus
pendidikan yang sejenis dan sederajat, dan (2) Sekolah
Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB) atau sebutan lain
untuk satuan pendidikan yang sejenis dan sederajat.
Satuan pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan
pada jenjang pendidikan menengah adalah Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB), Sekolah Menengah Kejuruan Luar
Biasa (SMKLB) atau sebutan lain untuk satuan pendidikan
yang sejenis dan sederajat.
Qambar 2: (pembeCajaran (Ber6asis Xpmputer
Penyelenggaraan satuan pendidikan khusus bagi
peserta didik berkelainan dapat dilaksanakan secara
terintegrasi antarjenjang pendidikan dan/atau antarjenis kelainan. Dengan pengaturan ini memberi kesempatan
Mengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya
kepada penyelenggara satuan pendidikan khusus untuk
menyelenggarakan layanannya untuk berbagai jenis kelainan,
satuan pendidikan dan jenjang pendidikan, sehingga pada
lembaga penyelenggara pendidikan khusus atau Sekolah
Luar Biasa (SLB) baik yang diselenggarakan oleh pemerintah
atau masyarakat menjadi bervariasi seperti dicontohkan di bawah ini.
II
gam6ar 3 : %egiatan cPem6eCajaran <Penjasorkes
SLB yang hanya menyelenggarakan satu satuan
pendidikan dan satu jenis kelainan, misalnya : TKLB untuk
Lanak tunanetra (TKLB-A), TKLB untuk anak tunarungu — . _ „
Penelenggaraan Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus
TKLB untuk anak tunagrahita sedang (TKLB-C1), TKLB
untuk anak tunadaksa ringan (TKLB-D), TKLB untuk anak
tunagrahita sedang (TKLB-D1), TKLB untuk anak tunalaras
(TKLB-E), TKLB untuk anak tunaganda (kelainan majemuk)
(TKLB-G), SDLB untuk anak tunanetra (SDLB-A), SDLB untuk
anak tunarungu (SDLB-B), SDLB untuk anak tunagrahita
ringan (SDLB-C), SDLB untuk anak tunagrahita sedang
(SDLB-C1), SDLB untuk aanak tunadaksa ringan (SDLB-D),
SDLB untuk anak tunagrahita sedang (SDLB-D1), SDLB
untuk anak tunalaras (SDLB-E), SDLB untuk anak tunaganda
(kelainan majemuk) (SDLB-G), SMPLB untuk anak tunanetra
(SMPLB-A), SMPLB untuk anak tunarungu (SMPLB-B), SMPLB
untuk anak tunagrahita ringan (SMPLB-C), SMPLB untuk anak tunagrahita sedang (SMPLB-C1 )SMPLB untuk anak tunadaksa
ringan (SMPLB-D), SMPLB untuk anak tunagrahita sedang
(SMPLB-D1), SMPLB untuk anak tunalaras (SMPLB-E), SMPLB
untuk anak tunaganda (kelainan majemuk) (SMPLB-G),
SMALB untuk anak tunanetra (SAAALB-A), SAAALB untuk
anak tunarungu (SMALB-B), SMPLB untuk anak tunagrahita
ringan (SAAALB-C), SAAALB untuk anak tunagrahita sedang
(SMALB-C1), SMALB untuk aanak tunadaksa ringan (SAAALB-D),
SMALB untuk anak tunagrahita sedang (SMALB-D1), SMALB
untuk anak tunalaras (SAAALB-E), dan SMALB untuk anak
tunaganda (kelainan majemuk) (SMALB-G).
SLB yang menyelenggarakan berbagai satuan
pendidikan dengan satu jenis kelainan, misalnya : SLB
yang menyelenggarakan satuan pendidikan TKLB, SDLB,
SMPLB dan SMALB dengan jenis kelainan tunanetra (A)/
tunarungu (B)/tunagrahita ringan (C)/tunagrahita sedang
* Mengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya
(C1)/tunadaksa ringan (D)/tunadaksa sedang (D1)/tunalaras (E)/tunaganda (G).
SLB yang menyelenggarakan satu satuan pendidikan dengan berbagai jenis kelainan, misalnya TKLB yang
menyelenggarakan pendidikan khusus bagi anak tunanetra
(A), tunarungu (B), tunagrahita ringan (C), tunagrahita
sedang (C1), tunadaksa ringan (D), tunadaksa sedang (D1), tunalaras (E), dan kelainan ganda/majemuk (G), disingkat
dengan TKLB-A, B, C, C1, D, D1, dan G. SDLB yang
menyelenggarakan pendidikan khusus bagi anak tunanetra
(A), tunarungu (B), tunagrahita ringan (C), tunagrahita
sedang (C1), tunadaksa ringan (D), tunadaksa sedang (D1),
tunalaras (E), dan kelainan ganda/majemuk (G), disingkat
dengan SDLB-A, B, C, C1, D, D1, dan G. SMPLB yang
menyelenggarakan pendidikan khusus bagi anak tunanetra
(A), tunarungu (B), tunagrahita ringan (C), tunagrahita
sedang (C1), tunadaksa ringan (D), tunadaksa sedang (D1),
tunalaras (E), dan kelainan ganda/majemuk (G), disingkat
dengan SMPLB-A, B, C, C1, D, D1, dan G. SMALB yang
menyelenggarakan pendidikan khusus bagi anak tunanetra
(A), tunarungu (B), tunagrahita ringan (C), tunagrahita
sedang (C1), tunadaksa ringan (D), tunadaksa sedang (D1),
tunalaras (E), dan kelainan ganda/majemuk (G), disingkat
dengan SMALB-A, B, C, C1, D, D1, dan G.
SLB yang menyelenggarakan berbagai satuan
pendidikan dengan satu jenis kelainan, misalnya SLB yang
menyelenggarakan satuan pendidikan TKLB, SDLB, SMPLB,
dan SMALB untuk jenis kelainan tunanetra (A) disingkat
SLB-A, SLB yang menyelenggarakan satuan pendidikan TKLB,
SDLB, SMPLB, dan SAAALB untuk jenis kelainan tunarungu(B) disingkat SLB-B, SLB yang menyelenggarakan satuan
pendidikan TKLB, SDLB, SMPLB, dan S/MLB untuk jenis
kelainan tunagrahita ringan (C) disingkat SLB-C, SLB yang
menyelenggarakan satuan pendidikan TKLB, SDLB, SMPLB, dan
SAAALB untuk jenis kelainan tunagrahita sedang (C1) disingkat SLB-C1. SLB yang menyelenggarakan satuan pendidikan TKLB,
SDLB, SMPLB, dan SMALB untuk jenis kelainan tunadaksa
ringan (D) disingkat SLB-D. SLB yang menyelenggarakan
satuan pendidikan TKLB, SDLB, SMPLB, dan SMALB untuk jenis
kelainan tunadaksa sedang (D1) disingkat SLB-D1. SLB yang
menyelenggarakan satuan pendidikan TKLB, SDLB, SMPLB,
dan SAAALB untuk jenis kelainan tunalaras (E) disingkat SLB-E. SLB yang menyelenggarakan satuan pendidikan TKLB,
SDLB, SMPLB, dan SAAALB untuk jenis kelainan tunaganda (G)
disingkat SLB-G.
Penelenggaraan Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus
QamSar 4 : SL® Negeri (8 <Pem6ina Tingfcat (Provinsi Sumedang
Mengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya
SLB yang menyelenggarakan berbagai satuan pendidikan
dan dua atau lebih jenis kelainan, misalnya SLB yang
menyelenggarakan satuan pendidikan TKLB, SDLB, SMPLB,
dan SMALB untuk jenis kelainan tunanetra (A) dan tunarungu
(B) disingkat SLB-A dan B. SLB yang menyelenggarakan
satuan pendidikan TKLB, SDLB, SMPLB, dan SMALB untuk
jenis kelainan tunarungu (B) dan tunagrahita ringan (C) dan
tunagrahita sedang (C1) disingkat SLB-B, C dan C1. SLB yang menyelenggarakan satuan pendidikan TKLB, SDLB, SMPLB,
dan SMALB untuk jenis kelainan tunanetra (A), tunarungu
(B) dan tunagrahita ringan (C), disingkat SLB-A, B, dan
C. SLB yang menyelenggarakan satuan pendidikan TKLB, SDLB, SMPLB, dan SMALB untuk jenis kelainan tunanetra
(A), tunarungu (B), tunagrahita ringan (C), dan tunadaksa (D) disingkat SLB-A, B, C dan D.
Masih banyak kemungkinan variasi satuan pendidikan
dan jenis kelainan yang dilayani misalnya SLB yang
menyelenggarakan 2 (dua) satuan pendidikan dengan 2
(dua) jenis kelainan, misalnya SLB yang menyelenggarakan
satuan pendidikan SDLB dan SMPLB dengan jenis kelainan
yang dilayaninya tunarungu (B) dan tunagrahita (C) dengan
singkatan yang sama SLB-B dan C. Contoh lainnya yaitu SLB
yang menyelenggarakan 2 (dua) satuan pendidikan dengan 3
(tiga) jenis kelainan, misalnya SLB yang menyelenggarakan
satuan pendidikan SDLB dan SMPLB dengan jenis kelainan
yang dilayaninya tunarungu (B), tunagrahita (C) dan
tunadaksa (D) dengan singkatan yang sama SLB-B, C dan D.
Tingkatan kelas/kelompok dan usia anak-anak berke
butuhan khusus pada prinsipnya sama dengan tingkatan
Penelenggaraan Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus
kelas/kelompok dan usia anak-anak pada umumnya, sebagai
berikut:
Ta6e[ 1 :‘Tingkfltan %eCas/KeCompof^dan Vsia JlnakJ(Berke6utulian 'Kfiusus
TINGKATANKELAS/KELOMPOK
USIA
TAMAN KANAK-KANAK LUAR BIASA (TKLB)
Kelompok bermain 4 tahun
Kelompok A 5 tahun
Kelompok B 6 tahun
SEKOLAH DASAR LUAR BIASA (SDLB)
Kelas 1 7 tahun
Kelas 2 8 tahun
Kelas 3 9 tahun
Kelas 4 10 tahun
Kelas 5 11 tahun
Kelas 6 12 tahun
SEKOLAH MENENGAH PERTAMA LUAR BIASA (SMPLB)
Kelas 7 13 tahun
Kelas 8 14 tahun
Kelas 9 15 tahun
SEKOLAH MENENGAH ATAS LUAR BIASA/SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN LUAR BIASA (SMALB/SMKLB)
Kelas 10 16 tahun
Kelas 11 17 tahun
Kelas 12 18 tahun
AKADEMI/INDTITUT/PILITEKNIK/SEKOLAH TINGGI/UNIVERSITAS
Sarjana berbagai usia (selama kurang lebih 4 tahun
Magister berbagai usia (selama kurang lebih 2 tahun
Doktor berbagai usia (selama kurang lebih 2 tahun
Mengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan bahwa
pendidikan khusus diselenggarakan melalui satuan pendidikan
khusus, satuan pendidikan umum dan satuan pendidikan kejuruan. Pemerintah Provinsi menyelenggarakan satuan pendidikan khusus. Satuan pendidikan khusus juga dapat
diselenggarakan oleh masyarakat. Masyarakat yang akan menyelenggarakan satuan pendidikan khusus dalam bentuk yayasan/organisasi/lembaga penyelenggara. Yayasan/ organisasi/lembaga penyelenggara pendidikan khusus yang
bermaksud menyelenggarakan satuan pendidikan khusus terlebih dahulu harus memenuhi beberapa ketentuan yang berlaku. Salah satunya dengan mempunyai ijin pendirian
atau penyelenggaraan Sekolah Luar Biasa atau satuan pendidikan khusus sesuai dengan satuan pendidikan yang diselenggarakannya (TKLB/ SDLB/ SMPLB/ SMALB).
Persyaratan pendirian satuan pendidikan khusus atau SLB yang diselenggarakan oleh masyarakat dalam bentuk
yayasan/organisasi /lembaga Penyelenggara sebagai berikut:
1. Surat permohonan ditujukan kepada Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Provinsi.
2. Surat Tugas/Surat Kuasa dari Yayasan.
3. Rekomendasi dari Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/ Kota.
4. Rekomendasi dari Kepala Dinas Pendidikan Kecamatan/ UPTD.
5. Foto copy akte notaris Yayasan (Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga).
Penelenggaraan Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus
6 Foto copy akte/sertifikat tanah.
7 Foto copy Surat Status Tanah.
8 Susunan Pengurus Yayasan/Organisasi/Lembaga
Penyelenggara Pendidikan.
9. Surat pertimbangan/alasan pendirian SLB/Satuan
Pendidikan Khusus.
10. Identitas dan alamat SLB yang akan didirikan
11. Daftar fasilitas Sarana dan Prasarana yang dimiliki.
12. Program jangka panjang, menengah dan pendek atau
Rencana Kerja Sekolah (RKS) Jangka Panjang 8 Tahun,
RKS Jangka Menengah 4 Tahun, dan RKS Jangka Pendek
1 Tahun dan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah
(RKAS).
13. Surat Keterangan Kurikulum yang akan digunakan/
digunakan.
14. Surat Keputusan Pendirian SLB dari Yayasan/Organisasi/
Lembaga Penyelenggara Pendidikan.
15. Daftar Guru dan Kepala SLB/Satuan Pendidikan Khusus.
16. Foto copy Ijazah/STTB Guru dan Kepala SLB.
17. Denah Bangunan SLB.
18. Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
19. Surat Keterangan Domisili.
20. Surat Keputusan Pengangkatan Guru/Kepala SLB dari
Yayasan/Organisasi/Lembaga.
21. Rekapitulasi Jumlah Peserta Didik Berkelainan (Peserta
Didik Berkebutuhan Khusus) untuk setiap tingkatan kelas/satuan pendidikan/jenjang pendidikan dan jenis
Mengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya
kelainan (tunanetra, tunarungu, tunagrahita ringan,
tunagrahita sedang, tunadaksa ringan, tunadaksa sedang, tunalaras, tunaganda/kelainan majemuk, autis low function)
22. Luas minimal 1800 M2 (sesuai dengan kebijakan
pemerintah daerah setempat dengan memperhatikan
ketentuan yang diatur pada Permendiknas Nomor 33
Tahun 2008 tentang Standar Sarana dan Prasarana
untuk SDLB, SMPLB, dan SMALB) milik lembaga/ yayasan
penyelenggara bukan atas nama pribadi.
23. Tanah sewa harus diatas Notaris dari Pemerintah
atauSwasta perorangan minimal paling lama 20 tahun.
24. Ada tenaga ahli kesehatan/medik (dapat berupa kerjasama).
Mekanisme pengajuan izin pendirian/operasional
penyelenggaraan SLB sebagai berikut :
YAYASAN PENYELENGGARA MENYIAPKAN BERBAGAIg g a a ,
► MENGAJUKAN SURAT PERM0H0NAN IZIN PENDIRIAN/OPERASIONAL
PENYELENGGARAAN SLB KEPADA BPPT MELALUI KEPALA DINAS
PENDIDIKAN PROVINSI
£
PENETAPAN IZIN PENDIRIAN/ 0PERASI0NAL
-------------PENYAMPAIAN
IZIN OPERASIONAL DARI BPPT
MELALUI DINAS PENDIDIKAN
PENYERAHAN IZIN PENDIRIAN/
OPERASIONAL
KEPADA SLB
UJI KELAYAKAN LAPANGAN
(VERIFIKASI, VALIDASI] DAN KLARIFIKASI)
OLEH TIM
TLAPORAN UJI KELAYAKAN DARI TIM RAPAT/PENENTUAN HASIL
(KELAYAKAN/KETIDAK LAYAKAN)
CHagan 5: tMefcanisme Izin <Pendirian/Operasiona[
Penelenggaraan Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus
Izin pendirian penyelenggaraan pendidikan khusus
dalam bentuk satuan pendidikan khusus atau SLB yang
dikenal pula dengan istilah izin operasional (OP) adalah satu tugas pemerintah yang juga sekaligus hak dari warga
adalah terselenggaranya pelayanan publik, perizinan merupakan wujud pelayanan publik yang sangat menonjol
dalam tata pemerintahan. Dalam relasi antara pemerintah
dan warganya seringkali perizinan menjadi indikator untuk menilai apakah suatu pemerintah sudah mencapai kondisi
“Good Goverment” atau belum.
Birokrasi perizinan merupakan salah satu permasalahan
yang menjadi kendala bagi perkembangan dunia usaha.
Masyarakat dan kalangan dunia usaha sering mengeluhkan
proses pelayanan perizinan oleh pemerintah yang tidak
memiliki kejelasan prosedur, berbelit-belit, tidak transparan,
waktu pengurusan yang tidak pasti dan tingginya biaya yang harus dikeluarkan terutama berkaitan dengan biaya-
biaya yang tidak resmi. Pemerintah melalui Departemen
Dalam Negeri menindaklanjuti instruksi Presiden Nomor 3
Tahun 2006 Tentang Paket Kebijakan Iklim Investasi dengan
meluncurkan kebijakan yang dituangkan dalam Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 Tentang
Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan Terpadu.
Pelayanan perizinan terpadu yang merupakan pelayanan
publik yang meliputi semua jenis perizinan dan non
Perizinan yang menjadi kewenangan pemerintah Provinsi
berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Kurikulum tingkat satuan pendidikan khusus adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di
Mengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya
masing-masing satuan pendidikan khusus. Kurikulum adalah
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi,
dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu (PP Nomor 19 Tahun
2005). Struktur Kurikulum Pendidikan Khusus berdasarkan
Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi
untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dapat dilihat pada lampiran.
Struktur Kurikulum satuan pendidikan khusus
dikembangkan untuk peserta didik berkelainan fisik,
emosional, mental, intelektual dan/atau sosial berdasarkan standar kompetensi lulusan, standar kompetensi kelompok
mata pelajaran, dan standar kompetensi mata pelajaran.
Peserta didik berkelainan dapat dikelompokkan menjadi dua
kategori, (1) peserta didik berkelainan tanpa disertai dengan
kemampuan intelektual di bawah rata-rata, dan (2) peserta
didik berkelainan disertai dengan kemampuan intelektual
di bawah rata-rata. Kurikulum Pendidikan Khusus terdiri
atas delapan sampai dengan 10 mata pelajaran, muatan
lokal, program khusus, dan pengembangan diri. Muatan
lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan
kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi
daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak
dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan.
Program khusus berisi kegiatan yang bervariasi sesuai degan
jenis ketunaannya, yaitu program orientasi dan mobilitas
Penelenggaraan Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus
untuk peserta didik tunanetra, bina komunikasi persepsi bunyi dan irama untuk peserta didik tunarungu, bina diri untuk peserta didik tunagrahita, bina gerak untuk peserta
didik tunadaksa, dan bina pribadi dan sosial untuk peserta
didik tunalaras. Pengembangan diri bukan merupakan mata
pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai
dengan kebutuhan, kemampuan, bakat, dan minat setiap
peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan atau dibimbing oleh
konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat
dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler.
Cjambar 5 : %esempatan yang Sama ‘Mereka (peroCeh
.■ ip
Mengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya
Peserta didik berkelainan tanpa disertai dengan
kemampuan intelektual di bawah rata-rata, dalam batas-
batas tertentu masih dimungkinkan dapat mengikuti kurikulum standar meskipun harus dengan penyesuaian- penyesuaian. Peserta didik berkelainan yang disertai dengan
kemampuan intelektual di bawah rata-rata, diperlukan kurikulum yang sangat spesifik, sederhana dan bersifat
tematik untuk mendorong kemandirian dalam hidup sehari- hari.
Peserta didik berkelainan tanpa disertai kemampuan
intelektual di bawah rata-rata, yang berkeinginan untuk melanjutkan sampai ke jenjang pendidikan tinggi,
semaksimal mungkin didorong untuk dapat mengikuti
pendidikan secara inklusifpada satuan pendidikan umum
sejak Sekolah Dasar. Jika peserta didik mengikuti pendidikan
pada satuan pendidikan SDLB, setelah lulus, didorong untuk
dapat melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama umum.
Bagi mereka yang tidak memungkinkan dan/atau tidak berkeinginan untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan
tinggi, setelah menyelesaikan pada jenjang SDLB dapat
melanjutkan pendidikan ke jenjang SMPLB, dan SAAALB.
Untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik
yang memerlukan pindah jalur pendidikan antar satuan
pendidikan yang setara sesuai dengan ketentuan pasal. 12
ayat (1).e Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, maka mekanisme pendidikan
bagi peserta didik melalui jalur formal dapat dilukiskan sebagai berikut :
Penelenggaraan Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus
' /SDLB -+■ SMPLB —► SMALB —► Masyarakat.
4Jalur 1
ALB/ABK
Jalur 2\SD/MI - ► SMP/MTs. -*► SMA/MA—► PT/Masyarakat
(Ragan 6: 'Mek.anume (pendidikan Peserta (Didik, cBerke6utuHan Kfiusus
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu,
struktur kurikulum satuan Pendidikan Khusus dikembangkan
dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut : (1)
Kurikulum untuk peserta didik berkelainan tanpa disertai
dengan kemampuan intelektual di bawah rata-rata,
menggunakan sebutan Kurikulum SDLB A, B, D, E; SMPLBA , B, D, E; dan SMALB A, B, D, E (A = tunanetra, B
= tunarungu, D = tunadaksa ringan, E = tunalaras), (2)
Kurikulum untuk peserta didik berkelainan yang disertai
dengan kemampuan intelektual di bawah rata-rata,
menggunakan sebutan Kurikulum SDLB C, C1, D1, G; SMPLB
C, C1, D1, G, dan SMALB C, C1, D1, G. (C = tunagrahita
nngan, C1 = tunagrahita sedang, D1 = tunadaksa sedang, G
= tunaganda), (3) Kurikulum satuan pendidikan SDLB A,B,D,E
relatif sama dengan kurikulum SD umum. Pada satuan
Pendidikan SMPLB A,B,D,E dan SMALB A,B,D,E dirancang untuk peserta didik yang tidak memungkinkan dan/atau
-SMK/MAK-
Mengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya
tidak berkeinginan untuk melanjutkan pendidikan sampai ke
jenjang pendidikan tinggi, (4) Proporsi muatan isi kurikulum satuan pendidikan SMPLB A,B,D,E terdiri atas 60% - 70% aspek akademik dan 40% - 30% berisi aspek keterampilan vokasional. Muatan isi kurikulum satuan pendidikan SMALB A,B,D,E terdiri atas 40% - 50% aspek akademik dan 60% -
50% aspek keterampilan vokasional, (5) Kurikulum satuan pendidikan SDLB, SMPLB, SMALB C,C1,D1,G, dirancang sangat sederhana sesuai dengan batas-batas kemampuan peserta didik dan sifatnya lebih individual, (6) Pembelajaran untuk satuan Pendidikan Khusus SDLB, SMPLB dan SMALB
C,C1,D1,G menggunakan pendekatan tematik, (7) Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) mata pelajaran umum SDLB, SMPLB, SMALB A,B,D,E mengacu kepada SK dan KD sekolah umum yang disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan khusus peserta didik, dikembangkan oleh
BSNP, sedangkan SK dan KD untuk mata pelajaran Program Khusus, dan Keterampilan dikembangkan oleh satuan Pendidikan Khusus dengan memperhatikan jenjang dan
jenis satuan pendidikan, (8) Pengembangan SK dan KD untuk semua mata pelajaran pada SDLB, SMPLB dan SMALB
C,C1,D1,G diserahkan kepada satuan Pendidikan Khusus yang bersangkutan dengan memperhatikan tingkat dan jenis satuan pendidikan, (9) Struktur kurikulum pada satuan
Pendidikan Khusus SDLB dan SMPLB mengacu pada Struktur Kurikulum SD dan SMP dengan penambahan Program Khusus sesuai jenis kelainan, dengan alokasi waktu 2 jam/minggu.
Untuk jenjang SMALB, program khusus bersifat kasuistik sesuai dengan kondisi dan kebutuhan peserta didik tertentu, dan tidak dihitung sebagai beban belajar.
Penelenggaraan Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus
J Program Khusus sesuai jenis kelainan peserta didik
meliputi: Orientasi dan Mobilitas untuk peserta didik
Tunanetra, Bina Komunikasi, Persepsi Bunyi dan Irama
untuk peserta didik Tunarungu, Bina Diri untuk peserta
didik Tunagrahita Ringan dan Sedang, Bina Gerak untuk
peserta didik Tunadaksa Ringan, Bina Pribadi dan Sosial
untuk peserta didik Tunalaras, dan Bina Diri dan Bina Gerak
untuk peserta didik Tunadaksa Sedang, dan Tunaganda.
Jumlah dan alokasi waktu jam pembelajaran diatur
sebagai berikut: (a) Jumlah jam pembelajaran SDLB A,B,D,E
kelas I, II, III berkisar antara 28 - 30 jam pembelajaran/
minggu dan 34 jam pembelajaran/minggu untuk kelas
IV, V, VI. Kelebihan 2 jam pembelajaran dari SD umum karena ada tambahan mata pelajaran pogram khusus, (b)
Jumlah jam pembelajaran SMPLB A,B,D,E kelas VII, VIII,
IX adalah 34 jam/minggu. Kelebihan 2 jam pembelajaran
dari SMP umum karena ada penambahan mata pelajaran program khusus, (c) Jumlah jam pembelajaran SMALB
A,B,D,E kelas X, XI, XII adalah 36 jam/minggu, sama dengan
jumlah jam pembelajaran SMA umum. Program khusus
pada jenjang SMALB bersifat fakultatif dan tidak termasuk
beban pembelajaran, (d) Jumlah jam pembelajaran
SDLB, SMPLB, SMALB C,C1,D1,G sama dengan jumlah jam
pembelajaran pada SDLB, SMPLB, SMALB A,B,D,E, tetapi
penyajiannya melalui pendekatan tematik, (e) Alokasi per
jam pembelajaran untuk SDLB, SMPLB dan SMALB A, B, D, E
maupun C,C1,D1,G masing-masing 30’, 35’ dan 40’. Selisih 5
menit dar sekolah reguler disesuaikan dengan kondisi peserta
didik berkelainan, (f) Satuan pendidikan khusus SDLB dan
Mengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya
SMPLB dapat menambah maksimum 6 jam pembelajaran/
minggu untuk keseluruhan jam pembelajaran, dan 4 jam
pembelajaran untuk tingkat SMALB sesuai kebutuhan peserta
didik dan satuan pendidikan yang bersangkutan, (g) Muatan
isi pada setiap mata pelajaran diatur sebagai berikut, (h) Muatan isi setiap mata pelajaran pada SDLB A,B,D,E pada
dasarnya sama dengan SD umum, tetapi karena kelainan
dan kebutuhan khususnya, maka diperlukan modifikasi
dan/atau penyesuaian secara terbatas, (i) Muatan isi mata pelajaran Program Khusus disusun tersendiri oleh satuan
pendidikan, (j) Muatan isi mata pelajaran SMPLB A,B,D,E
bidang akademik mengalami modifikasi dan penyesuaian
dari SMP umum sehingga menjadi sekitar 60% - 70%.
Sisanya sekitar 40% - 30% muatan isi kurikulum ditekankan
pada bidang keterampilan vokasional, (k) Muatan isi mata
pelajaran keterampilan vokasional meliputi tingkat dasar, tingkat terampil dan tingkat mahir. Jenis keterampilan yang
akan dikembangkan, diserahkan kepada satuan pendidikan
sesuai dengan minat, potensi, kemampuan dan kebutuhan
peserta didik serta kondisi satuan pendidikan, (I) Muatan
isi mata pelajaran untuk SMALB A,B,D,E bidang akademik
mengalami modifikasi dan penyesuaian dari SMA umum
sehingga menjadi sekitar 40% - 50% bidang akademik,
dan sekitar 60% - 50% bidang keterampilan vokasional,
(m) Muatan kurikulum SDLB, SMPLB, SMALB C,C1,D1,G
lebih ditekankan pada kemampuan menolong diri sendiri
dan keterampilan sederhana yang memungkinkan untuk
menunjang kemandirian peserta didik. Oleh karena itu,
proporsi muatan keterampilan vokasional lebih diutamakan,
Penelenggaraan Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus
dan (n) Pengembangan diri bukan merupakan mata
pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Pengembangan diri
bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai
dengan kebutuhan, bakat, dan minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan
diri difasilitasi dan atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam
bentuk kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan pengembangan
diri dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan
sosial, belajar, dan pengembangan karir peserta didik.
Pengembangan diri terutama ditujukan untuk peningkatan
kecakapan hidup dan kemandirian sesuai dengan kebutuhan
khusus peserta didik.
gam6ar 6 : %e6atagiaan dan (Berprestasi ‘Mereka J4fami
Mengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya
Proses pembelajaran pada satuan pendidikan
diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi
aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat,
dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Proses
pembelajaran pendidik harus memberikan keteladanan, dan
setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan proses
pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian
hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran
untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan
efisien yang disesuaikan dengan kebutuhan khusus atau
kelainan peserta didik.
Pelaksanaan proses pembelajaran bagi peserta didik
berkebutuhan khusus harus memperhatikan jumlah maksimal
peserta didik berkebutuhan khusus per kelas dan beban
mengajar maksimal per pendidik, rasio maksimal buku
teks pelajaran setiap peserta didik berkebutuhan khusus,
dan rasio maksimal jumlah peserta didik setiap pendidik
peserta didik berkebutuhan khusus yaitu 1 : 5 pada satuan
pendidikan SDLB dan 1 : 8 pada satuan pendidikan khusus
SMPLB dan SMALB/SMKLB. Pengaturan proses pembelajaran
bagi peserta didik berkebutuhan khusus berdasarkan
Permendiknas Nomor 1 Tahun 2008 tentang Standar Proses
Pendidikan Khusus Tunanetra, Tunarungu, Tunagrahita,
Tunadaksa dan Tunalaras.
Penelenggaraan Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus
Cjam6ar7 : %egiatan (E^stra 'Kuri^ukr (pramu^a
Penilaian hasil pembelajaran harus menggunakan
berbagai teknik penilaian sesuai dengan kompetensi dasar
yang harus dikuasai. Teknik penilaian dapat berupa tes
tertulis, observasi, tes praktek, dan penugasan perseorangan
atau kelompok. Untuk mata pelajaran selain kelompok mata
pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah, teknik penilaian observasi
secara individual sekurang-kurangnya dilaksanakan satu kali
dalam satu semester. Pengaturan penilaian berdasarkan
Permendiknas Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar
Penilaian Pendidikan.
Pendidik pada satuan pendidikan khusus harus
memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai
Mengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya
agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta
memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional. Kualifikasi akademik adalah tingkat pendidikan
minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang
dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian
yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada
jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan
anak usia dini meliputi: (a) Kompetensi pedagogik; (b) Kompetensi kepribadian; (c) Kompetensi profesional; dan
(d) Kompetensi sosial. Seseorang yang tidak memiliki ijazah
dan/atau sertifikat keahlian tetapi memiliki keahlian khusus yang diakui dan diperlukan dapat diangkat menjadi pendidik
setelah melewati uji kelayakan dan kesetaraan.
Pendidik pada TKLB/SDLB/SMPLB/SMALB, atau bentuk lain yang sederajat memiliki: kualifikasi
akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV)
atau sarjana (S1) latar belakang pendidikan tinggi
dengan program pendidikan khusus atau sarjana yang
sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan; dan
sertifikat profesi guru untuk SDLB/SMPLB/SMALB.
Pendidik pada SDLB, SMPLB, dan SMALB terdiri atas
guru kelas, guru mata pelajaran dan guru pembimbing
khusus yang penugasannya ditetapkan oleh masing-
masing satuan pendidikan sesuai dengan keperluan.
Pengaturan guru pendidikan khusus berdasarkan
Permendiknas Nomor 32 Tahun 2008 tentang Standar
Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru Pendidikan Khusus
Penelenggaraan Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus
Tenaga kependidikan pada satuan pendidikan
khusus TKLB, SDLB, SMPLB, dan SMALB atau bentuk lain
yang sederajat sekurang-kurangnya terdiri atas kepala
sekolah, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium, tenaga kebersihan sekolah,
teknisi sumber belajar, psikolog, pekerja sosial, dan
terapis.
Kriteria untuk menjadi kepala TKLB/SDLB/SMPLB/
SMALB meliputi: (1) Berstatus sebagai guru pada satuan
pendidikan khusus, (2) Memiliki kualifikasi akademik
dan kompetensi sebagai agen pembelajaran sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku, (3)
Memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 3
(tiga) tahun untuk kepala TKLB dan 5 (lima) tahun untuk
kepala SDLB/SMPLB/MALB; dan(d) Memiliki kemampuan kepimpinanan, pengelolaan, dan kewirausahaan di
bidang pendidikan khusus.
Pengelolaan satuan pendidikan khusus menerapkan
manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan
kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan
akuntabilitas. Standar pengelolan satuan pendidikan khusus
berdasarkan Permendiknas Nomor 19 Tahun 2007 tentang
Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan
Dasar dan Menengah.
Setiap satuan pendidikan khusus atau SLB dipimpin oleh seorang kepala satuan pendidikan khusus atau Kepala SLB
sebagai penanggung jawab pengelolaan pendidikan khusus.
Dalam melaksanakan tugasnya kepala satuan pendidikan
SMPLB, atau bentuk lain yang sederajat dibantu minimal
Mengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya
oleh satu ^rang wakil kepala satuan pendidikan.Pada satuan pendidikan knusus SMALB/SMKLB, atau bentuk lain yang
sederajat, kepala satuan pendidikan khusus atau Kepala
SLB dalam melaksanakan tugasnya dibantu minimal oleh tiga wakil kepala satuan pendidikan khusus yang masing-
masing secara berturut-turut membidangi akademik, sarana dan prasarana, serta kesiswaan.
Pengambilan keputusan pada satuan pendidikan khusus atau SLB di bidang akademik dilakukan oleh rapat Dewan
Pendidik yang dipimpin oleh kepala satuan pendidikan
khusus atau Kepala SLB. Pengambilan keputusan yang
berhubungan dengan bidang non-akademik dilakukan oleh komite yang dihadiri oleh kepala satuan pendidikan. Rapat
dewan pendidik dan komite sekolah/madrasah dilaksanakan
atas dasar prinsip musyawarah mufakat yang berorientasi pada peningkatan mutu satuan pendidikan khusus.
Setiap satuan pendidikan khusus atau SLB harus memiliki pedoman yang mengatur tentang:
Kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabus;
• Kalender pendidikan/akademik, y menunjukkan
seluruh kategori aktivitas satuan pendidikan selama
satu tahun dan dirinci secara semesteran, bulanan, dan mingguan;
• Struktur organisasi satuan pendidikan;
Pembagian tugas di antara pendidik;
• Pembagian tugas di antara tenaga kependidikan
Peraturan akademik;
• Tata tertib satuan pendidikan, yang minimal meliputi
Penelenggaraan Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus
tata tertib pendidik, tenaga kependidikan dan peserta didik, serta penggunaan dan pemeliharaan sarana dan
prasarana;
Kode etik hubungan antara sesama warga di dalam
lingkungan satuan pendidikan dan hubungan antara
warga satuan pendidikan dengan masyarakat
Biaya operasional satuan pendidikan.
Setiap satuan pendidikan khusus dikelola atas dasar
rencana kerja tahunan yang merupakan penjabaran rinci
dari rencana kerja jangka menengah satuan pendidikan
yang meliputi masa 4 (empat) tahun. Rencana kerja
tahunan meliputi: kalender pendidikan/akademik yang
meliputi jadwal pembelajaran, ulangan, ujian, kegiatan ekstrakurikuler, dan hari libur; jadwal penyusunan kurikulum
tingkat satuan pendidikan untuk tahun ajaran berikutnya,
mata pelajaran atau mata kuliah yang ditawarkan pada
semester gasal, semester genap, dan semester pendek bila
ada, penugasan pendidik pada mata pelajaran atau mata
kuliah dan kegiatan lainnya, buku teks pelajaran yang dipakai
pada masing-rr ng mata pelajaran, jadwal penggunaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana pembelajaran,
pengadaan, penggunaan, dan persediaan minimal bahan
habis pakai, program peningkatan mutu pendidik dan tenaga
kependidikan yang meliputi sekurang-kurangnya jenis, durasi, peserta, dan penyelenggara program, jadwal rapat
dewan pendidik, rapat konsultasi satuan pendidikan dengan orang tua/wali peserta didik, dan rapat satuan pendidikan
dengan komite sekolah/madrasah, untuk jenjang pendidikan
dasar dan menengah, rencana anggaran pendapatan dan
Mengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya
belanja satuan pendidikan untuk masa kerja satu tahun
jadwal penyusunan laporan akuntabilitas dan kinerja satuan pendidikan untuk satu tahun terakhir.
Untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah,
rencana kerja harus disetujui rapat dewan pendidik setelah
memperhatikan pertimbangan dari komite sekolah/madrasah.
Setiap satuan pendidikan khusus wajib memiliki
sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media
pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan
habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan
berkelanjutan. Setiap satuan pendidikan khusus wajib
memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas,
ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang
tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang asesmen/
Bimbingan dan Konseling (BK), ruang kantin, instalasi
daya dan jasa, ruang kekhususan (OM/BKPBI/Bina Diri/
Bina Gerak/Bina Pribadi dan Sosial), tempat berolahraga,
tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan
ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses
pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. Pengelolaan
sarana dan prasarana pada satuan pendidikan khusus (SLB)
berdasarkan Permendiknas Nomor 33 Tahun 2008 tentang
Sarana dan Prasarana untuk Sekolah Dasar Luar Biasa
(SDLB), Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB)
dan Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB).
Pengelolaan satuan pendidikan dilaksanakan secara mandiri, efisien, efektif, dan akuntabel. Pelaksanaan
pengelolaan satuan pendidikan untuk jenjang pendidikan
dasar dan menengah yang tidak sesuai dengan rencana
kerja tahunan harus mendapat persetujuan dari rapat dewan pendidik dan komite sekolah/madrasah. Pelaksanaan
pengelolaan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dipertanggungjawabkan oleh kepala satuan
pendidikan kepada rapat dewan pendidik dan komite sekolah/
madrasah.
Pengawasan satuan pendidikan khusus meliputi
pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan tindak lanjut hasil pengawasan. Pemantauan dilakukan oleh pimpinan
satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah atau bentuk
lain dari iembaga perwakilan pihak-pihak yang berkepentingan
secara teratur dan berkesinambungan untuk menilai efisiensi,
efektivitas, dan akuntabilitas satuan pendidikan. Supervisi yang meliputi supervisi manajerial dan akademik dilakukan
secara teratur dan berkesinambungan oleh pengawas
sekolah PLB atau penilik satuan pendidikan dan kepala
satuan pendidikan. Pelaporan dilakukan oleh pendidik, tenaga
kependidikan, pimpinan satuan pendidikan, dan pengawas atau penilik satuan pendidikan. Pada jenjang pendidikan
dasar dan menengah, laporan oleh pendidik ditujukan kepada
pimpinan satuan pendidikan dan orang tua/wali peserta didik,
berisi hasil evaluasi dan penilaian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan dilakukan sekurang-kurangnya setiap
akhir semester. Laporan oleh tenaga kependidikan ditujukan
kepada pimpinan satuan pendidikan, berisi pelaksanaan teknis
dari tugas masing-masing dan dilakukan sekurang-kurangnya setiap akhir semester.
Qambar 8: Satuan (pendidikan %fiusus yang (Diselenggarakan oCefi Masyarakat (‘Yayasan)
Qambar 9 : SLP> Negeri Ka6upaten (BekasiL
Penelenggaraan Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus
2 Satuan Pendidikan Khusus bagi Peserta Didik yangMemiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa
Pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa berfungsi mengembangkan potensi keunggulan peserta didik menjadi prestasi nyata sesuai dengan karakteristik keistimewaannya. Tujuannya yaitu untuk mengaktualisasikan seluruh potensi keistimewaannya tanpa mengabaikan keseimbangan perkembangan kecerdasan spiritual, intelektual, emosional, sosial, estetik, kinestetik dan kecerdasan lain.
Pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa dapat diselenggarakan pada satuan pendidikan formal TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat.Programnya dapat berupa program percepatan dan/atau program pengayaan. Persyaratan peserta didik yang mengikuti program percepatan yaitu : (a) Memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa yang diukur dengan tes psikologi, (b) Memiliki prestasi akademik tinggi dan/atau bakat istimewa di bidang seni dan/atau olahraga, dan (c) Satuan pendidikan penyelenggara telah atau hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan. Program percepatan dapat dilakukan dengan menerapkan sistem kredit semester sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.Bentuk
penyelenggaraannyayaitu : (1) kelas biasa, (2) kelas khusus atau (3) satuan pendidikan khusus.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tersebut dijelaskan bahwa pemerintah provinsi dapat menyeleng- §arakan paling sedikit 1 (satu) satuan pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/
Mengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya
atau bakat istimewa. Memang tidak mudah, jika pemerintah provinsi atau pihak masyarakat yang mendapat izin pendirian untuk menyelenggarakan satuan pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa harus menyiapkan berbagai komponen pendukung secara komprehensif agar proses layanan pembelajaran dapat terlaksana secara optimal dalam rangka mengembangkan potensi keunggulan peserta didik menjadi prestasi nyata sesuai dengan karakteristik keistimewaannya.
Pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki
potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa dapat diselenggarakan pula oleh satuan pendidikan pada jalur
pendidikan nonformal.
Mekanisme izin penyelenggaraan program CI/BI sebagai berikut:
REKOMENDASI LTPD
REKOMENDASI DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN^
KOTA
TDINAS PENDIDIKAN
PROVINSI
TPENYERAHAN DINAS PENDIDIKAN ;
REKOMENDASI SEKOLAH PROVINSI
SD/SMP/SMA/ SMK J 4— PENYELENGARA PROGRAM 4--- MENETAPKAN SEKOLAH
CI/BI KEPADA DINAS PENYELENGGARA
PENDIDIKAN KAB/KOTA PROGRAM CI/BI
<Hagan 7: ‘Mekanisme Iz in (penyeCenggaraan (program C I/H I
Penelenggaraan Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan
3 Satuan Pendidikan Umum dan Satuan Pendidikan Kejuruan bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan
(Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif)
Di samping melalui satuan pendidikan khusus, pendidikan
khusus bagi peserta didik yang memiliki kelainan dapat diselenggarakan melalui satuan pendidikan umum dan
satuan pendidikan kejuruan.
Satuan pendidikan umum dan satuan pendidikan
kejuruan yang menerima peserta didik berkelainan menyelenggarakan pendidikan khusus secara inklusif.
Satuan pendidikan umum dan kejuruan tersebut dikenal
dengan sebutan sekolah penyelenggara pendidikan inklusif. Sebutan tersebut untuk mempermudah informasi mengenai
sekolah atau satuan pendidikan mana saja yang telah
menyelengarakan pendidikan inklusif.
Mengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya
Qam6ar 10 dan 11 : "Kegiatan <Pem6e(ajaran yang fylengakomodasi Peserta (Didik, (Berkebutuhan Xfiusus
Pendidikan inklusif sendiri memiliki pengertian beragam.
Tim Pendidikan Inklusif Jawa Barat (2003:4) dalam situs
bintang bangsaku.com mengemukakan: ’’Pendidikan inklusif
adalah layanan pendidikan yang semaksimal mungkin
mengakomodasi semua anak termasuk anak yang memiliki
kebutuhan khusus atau anak luar biasa, di sekolah
atau lembaga pendidikan (diutamakan yang terdekat
dengan tempat tinggal anak) bersama dengan teman-
teman sebayanya dengan memperhatikan kebutuhan dan
kemampuan yang dimiliki oleh anak.”
Sedangkan Stainback-Stainback (1990) dalam situs
palaestra.com mengemukakan: “Sekolah inklusi adalah sekolah yang menampung semua siswa di kelas yang sama. Sekolah ini menyediakan program pendidikan yang
Penelenggaraan Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus
layak, menantang, tetapi sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa, maupun bantuan dan dukungan
yang dapat diberikan oleh para guru agar siswa-siswanya
berhasil. Lebih dari itu, sekolah inklusif juga merupakan tempat setiap anak dapat diterima menjadi bagian dari
kelas tersebut, dan saling membantu dengan guru dan
teman sebayanya maupun anggota masyarakat lain agar
kebutuhan individualnya terpenuhi”.
Secara khusus salah satu kebijakan pendidikan yang
di keluarkan pemerintah melalui Kementerian Pendidikan
Nasional dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
70 Tahun 2009 tentang Pendidikan bagi Peserta Didik yang
Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/
atau Bakat Istimewa. Dalam Peraturan ini, yang dimaksud
dengan pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua
peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi
kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti
pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan
secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.
Melalui peraturan di atas maka Kementrian Pendidikan
Nasional mengeluarkan program dalam penyelenggaraan
pendidikan inklusif, Pasal 6 yang menyatakan bahwa;
1) Pemerintah kabupaten/kota menjamin terselenggaranya
pendidikan inklusif sesuai dengan kebutuhan peserta didik;
2) Pemerintah kabupaten/kota menjamin tersedianya
sumberdaya pendidikan inklusif pada satuan pendidikan inklusif;
--------------------------------------- - - - - - " T j
Mengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya
3) Pemerintahdan pemerintah provinsi membantu tersedianya sumber daya pendidikan inklusif.
Pendidikan inklusif menampung semua peserta didik baik
yang normal maupun berkelainan di lingkungan sekolah dan
kelas yang sama. Sesuai dengan Permendinas Nomor 70 Tahun 2009 tersebut bahwa peserta didik yang dimaksud adalah
semua peserta didik berkebutuhan khusus yang meliputi:
a. tunanetra; j. memiliki gangguan
b. tunarungu; motorik;
c. tunawicara; k. menjadi korban
i. autis;
Dari pernyataan di atas maka dapat disimpulkan bahwa
pendidikan inklusif yaitu sekolah yang mengakomodasi
pendidikan untuk semua (education for all) yaitu semua
anak bisa belajar di lingkungan yang sama baik anak
normal maupun anak berkebutuhan khusus (ABK) tanpa
memandang kelainan fisik maupun mental, tanpa adanya
diskriminatif dari lingkungan belajar dan saling menghargai
keanekaragaman yang bertujuan untuk mewujudkan
kesempatan yang seluas-luasnya kepada peserta didik
yang berkebutuhan khusus memperoleh pendidikan yang
bermutu untuk mengembangkan bakat dan minatnya sesuai
d. tunagrahita;
e. tunadaksa;
f. tunalaras;
g. berkesulitan belajar;
h. lamban belajar;
penyalahgunaan
narkoba, obat terlarang
dan zat adiktif lainnya;
I. memiliki kelainan
lainnya;
m. tunaganda.
dengan kebutuhan dan kondisinya, yaitu pendidik, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, kurikulum, dan sistem
penilaian dan evaluasinya pun harus dikemas sesuai dengan
kebutuhan peserta didi baik peserta didik pada umumnya
maupun anak berkebutuhan khusus.
Mekanisme penetapan sekolah penyelenggara pendidikan
inklusif sebagai berikut:
P ene lenggaraan Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus
Vagan 8: Mekanisme (penetapan SekpCaH PenyeCenggara (pendidikan InkCusif
Pendidikan inklusif merupakan perkembangan baru dari pendidikan terpadu. Pada sekolah penyelenggara pendidikan inklusif setiap anak sesuai dengan kebutuhan khususnya, semua diusahakan dapat dilayani secara optimal dengan melakukan berbagai modifikasi dan/atau penyesuaian, mulai dari kurikulum, sarana prasarana, tenaga pendidik dan kependidikan, sistem pembelajaran sampai pada sistem penilaiannya. Dengan kata lain pendidikan inklusif mensyaratkan pihak sekolah yang harus menyesuaikan dengan
Mengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya
tuntutan kebutuhan individu peserta didik, bukan peserta
didik yang menyesuaikan dengan sistem persekolahan.
Keuntungan dari pendidikan inklusif anak berkebutuhan
khusus maupun anak biasa dapat saling berinteraksi
secara wajar sesuai dengan tuntutan kehidupan sehari-
hari di masyarakat, dan kebutuhan pendidikannya dapat
terpenuhi sesuai potensinya masing-masing. Konsekuensi
penyelenggaraan pendidikan inklusif adalah pihak sekolah
dituntut melakukaan berbagai perubahan, mulai cara
pandang, sikap, sampai pada proses pendidikan yang
berorientasi pada kebutuhan individual tanpa diskriminasi.
Implikasi managerial pendidikan inklusif sekolah umum/
kejuruan yang menyelenggarakan pendidikan inklusif
akan berimplikasi secara manajerial di sekolah tersebut.
Diantaranya adalah:
a. Sekolah umum/kejuruan menyediakan kondisi kelas
yang hangat, ramah, menerima keanekaragaman dan
menghargai perbedaan.
b. Sekolah umum/kejuruan harus siap mengelola kelas
yang heterogen dengan menerapkan kurikulum dan
pembelajaran yang bersifat individual.
c. Satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif
menggunakan kurikulum tingkat satuan pendidikan yang
mengakomodasi kebutuhan dan kemampuan peserta
didik sesuai dengan bakat, minat dan potensinya.
d. Guru di kelas sekolah penyelenggara pendidikan inklusif
harus menerapkan pembelajaran yang interaktif.
Pembelajaran mempertimbangkan prinsip-prinsip
P e n e le n gg ara an Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan
pembelajaran yang disesuaikan dengan karakteristik
belajar peserta didik.
e Guru pada sekolah penyelenggara pendidikan inklusif dituntut melakukan kolaborasi dengan profesi atau sumberdaya lain dalam perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi.
f. Guru memahami multiple intelligence
g. Guru memahami perbedaan kebutuhan dalam mengem- bangkan kurikulum, mengenal dan memahami serta dapat melaksanakan identifikasi, asesmen dan menyusun program pembelajaran/ pendidikan individual (PPI).
h. Mampu merubah aturan main antara guru dengan siswa
i. Guru memiliki strategi dan model serta metode mengajar yang bervariasi.
j. Guru pada sekolah penyelenggara pendidikan inklusif dituntut melibatkan orangtua secara bermakna dalam proses pendidikan.
k. Penilaian hasil belajar bagi peserta didik pendidikan inklusif mengacu pada kurikulum tingkat satuan pendidikan yang bersangkutan
I. Peserta didik yang mengikuti pembelajaran berdasarkan kurikulum yang dikembangkan sesuai dengan standar nasional pendidikan atau di atas standar nasional pendidikan wajib mengikuti ujian nasional.
m. Peserta didik yang memiliki kelainan dan mengikuti pembelajaran berdasarkan kurikulum yang dikembangkan di bawah standar nasional pendidikan mengikuti ujian yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang bersangkutan.
Peserta didik yang menyelesaikan pendidikan dan
lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan
mendapatkan ijazah yang blankonya dikeluarkan oleh Pemerintah.
Peserta didik yang memiliki kelainan yang menyelesaikan
pendidikan berdasarkan kurikulum yang dikembangkan oleh satuan pendidikan di bawah standar nasional
pendidikan mendapatkan surat tanda tamat belajar
yang blankonya dikeluarkan oleh satuan pendidikan yang bersangkutan.
Peserta didik yang memperoleh surat tanda tamat
belajar dapat melanjutkan pendidikan pada tingkat atau jenjang yang lebih tinggi pada satuan pendidikan
yang menyelenggarakan pendidikan inklusif atau satuan
pendidikan khusus.
Mengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya
gamfiar 12 : SM K . <B<PP %ota (Bandung ((penyeCenggara (pencCidikjin InfcCusif)
P ene lenggaraan P en d id ik an Khusus dan P en d id ik an Layanan Khusus
4 p e n y e l e n g g a r a a n pendidikan khusus melalui jalur
pendidikan nonformal.
P e n d id ik a n khusus bagi peserta didik berkelainan
dapat diselenggarakan oleh satuan pendidikan pada jalur
p e n d id ik a n nonformal. Contoh penyelenggaraan pendidikan
khusus pada jalur nonformal yaitu penyelenggaraan
pendidikan khusus bagi anak usia dini yang memiliki
kebutuhan khusus dalam bentuk kelompok bermain (Kober)
atau playgroup pendidikan khusus, Taman Latihan dan
Observasi (TLO) untuk anak berkebutuhan khusus, Klinik
Therapy, Pusat Layanan Anak Berkebutuhan Khusus jalur
nonformal, dsb.
Kelompok Bermain (Kober) adalah salah satu bentuk
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan nonformal
yang memberikan layanan pendidikan bagi anak usia 2-6 tahun, untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan
anak, agar kelak siap memasuki pendidikan lebih lanjut.
Kelompok Bermain merupakan salah satu bentuk pendidikan
anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal dengan
mengutamakan kegiatan bermain sambil belajar.
Sering ditemui anak-anak berkebutuhan khusus yang
masuk ke satuan pendidikan khusus (SLB) usianya sudah
jauh di atas ketentuan tersebut di atas. Keadaan seperti ini harus menjadi bahan pemikiran atau solusinya supaya
satuan pendidikan khusus tidak menjadi bingung dengan
kenyataan yang ada di lapangan, dan yang paling penting
adalah bagaimana pemerintah dan sekolah memberikan
Pemahaman kepada masyarakat khususnya orang tua yang memilik anak berkebutuhan khusus memiliki kesadaran untuk
menyekolahkan anaknya dengan usia sesuai ketentuan usia masuk sekolah. Bagi anak berkebutuhan khusus yang usianya
jauh di atas ketentuan seyogyanya dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan nonformal.
Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
....’’Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di
luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara
terstruktur dan berjenjang. Hasil pendidikan nonformal
dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh
lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.
Menurut Undang Undang No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional yang dimaksud dengan
pengertian pendidikan non formal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan
secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan nonformal
diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti,
penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam
rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat yang
berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan
penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan
fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional.
Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan
hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan
keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan
Mengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya
Penelenggaraan Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus
kerja pendidikan kesetaraan meliputi Paket A, Paket B
dan Paket C, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik seperti: Pusat
Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, majelis taklim,
sanggar, dan lain sebagainya, serta pendidikan lain yang
ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17
Tahun 2010 Tentang pengelolaan Dan Penyelenggaraan Pendidikan, BAB IV tentang Penyelenggaraan Pendidikan
Nonformal, Bagian Kesatu:
Pasal 100
(1) Penyelenggaraan pendidikan nonformal meliputi
penyelenggaraan satuan pendidikan dan program pendidikan nonformal.
(2) Penyelenggaraan satuan pendidikan nonformal
sebagaimana dimaksud pada ayat(1) meliputi satuan
pendidikan:
a. lembaga kursus dan lembaga pelatihan;
b. kelompok belajar;
c. pusat kegiatan belajar masyarakat;
d. majelis taklim; dan
e. pendidikan anak usia dini jalur nonformal.
(3) Penyelenggaraan program pendidikan nonformal
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pendidikan kecakapan hidup;
b. pendidikan anak usia dini;
Mengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya
c. pendidikan kepemudaan;
d. pendidikan pemberdayaan perempuan;
e. pendidikan keaksaraan;
f. pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja; dan
g. pendidikan kesetaraan.
Bagian Kedua, Fungsi dan Tujuan
Pasal 102
(1) Pendidikan nonformal berfungsi:
a. sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap
pendidikan formal atau sebagai alternatif
pendidikan; dan
b. mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan
keterampilan fungsional, serta pengembangan
sikap dan kepribadian profesional dalam rangka
mendukung pendidikan sepanjang hayat.
(2) Pendidikan nonformal bertujuan membentuk manusia
yang memiliki kecakapan hidup, keterampilan fungsional,
sikap dan kepribadian profesional, dan mengembangkan
jiwa wirausaha yang mandiri, serta kompetensi untuk
bekerja dalam bidang tertentu,dan/atau melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dalam rangka
mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
(3) Pendidikan nonformal diselenggarakan berdasarkan
prinsip dari, oleh, dan untuk masyarakat
Penelenggaraan Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus
dengan kebutuhan dan kondisinya, yaitu pendidik, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, kurikulum, dan sistem
penilaian dan evaluasinya pun harus dikemas sesuai dengan kebutuhan peserta didi baik peserta didik pada umumnya
maupun anak berkebutuhan khusus.
Mekanisme penetapan sekolah penyelenggara pendidikan
inklusif sebagai berikut:
SD/SMP/SMA/SMK (SEKOLAH UMUM/
KEJURUAN) MENGAJUKAN. PERMOHONAN
PENETAPAN SEKOLAH PENYELENGGARA
PENDIDIKAN INKLUSIF
SD REKOMENDASI UPTD
T j
SD/SMP/SMA/ SMK
SD/SMP/SMA/ SMK
DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN/ KOTA
MENETAPKAN SEKOLAH PENYELENGGARA
PENDIDIKAN INKLUSIF
PENETAPAN SEKOLAH jPENELENGGARA PENDIDIKAN I
INKLUSIF OLEH DINPENDIDIKAN PROVINSI 1
(Ragan 8: Mekanisme (Penetapan SekffCafi (PenyeCenggara (Pendidikan In ^ fu s if
Pendidikan inklusif merupakan perkembangan baru dari pendidikan terpadu. Pada sekolah penyelenggara pendidikan inklusif setiap anak sesuai dengan kebutuhan khususnya,
semua diusahakan dapat dilayani secara optimal dengan melakukan berbagai modifikasi dan/atau penyesuaian, mulai dari kurikulum, sarana prasarana, tenaga pendidik dan kependidikan, sistem pembelajaran sampai pada sistem penilaiannya. Dengan kata lain pendidikan inklusif mensyaratkan pihak sekolah yang harus menyesuaikan dengan
Mengenai Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya
tuntutan kebutuhan individu peserta didik, bukan peserta
didik yang menyesuaikan dengan sistem persekolahan.
Keuntungan dari pendidikan inklusif anak berkebutuhan
khusus maupun anak biasa dapat saling berinteraksi
secara wajar sesuai dengan tuntutan kehidupan sehari-
hari di masyarakat, dan kebutuhan pendidikannya dapat
terpenuhi sesuai potensinya masing-masing. Konsekuensi
penyelenggaraan pendidikan inklusif adalah pihak sekolah
dituntut melakukaan berbagai perubahan, mulai cara
pandang, sikap, sampai pada proses pendidikan yang
berorientasi pada kebutuhan individual tanpa diskriminasi.
Implikasi manajerial pendidikan inklusif sekolah umum/
kejuruan yang menyelenggarakan pendidikan inklusif
akan berimplikasi secara manajerial di sekolah tersebut.
Diantaranya adalah:
a. Sekolah umum/kejuruan menyediakan kondisi kelas
yang hangat, ramah, menerima keanekaragaman dan
menghargai perbedaan.
b. Sekolah umum/kejuruan harus siap mengelola kelas
yang heterogen dengan menerapkan kurikulum dan
pembelajaran yang bersifat individual.
c. Satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif
menggunakan kurikulum tingkat satuan pendidikan yang
mengakomodasi kebutuhan dan kemampuan peserta
didik sesuai dengan bakat, minat dan potensinya.
d. Guru di kelas sekolah penyelenggara pendidikan inklusif
harus menerapkan pembelajaran yang interaktif.
Pembelajaran mempertimbangkan prinsip-prinsip
Penelenggaraan Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus
pembelajaran yang disesuaikan dengan karakteristik
belajar peserta didik.
Guru pada sekolah penyelenggara pendidikan inklusif dituntut melakukan kolaborasi dengan profesi atau sumberdaya lain dalam perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi.
Guru memahami multiple intelligence
Guru memahami perbedaan kebutuhan dalam mengembangkan kurikulum, mengenal dan memahami serta dapat melaksanakan identifikasi, asesmen dan menyusun program pembelajaran/ pendidikan individual (PPI).
Mampu merubah aturan main antara guru dengan siswa
Guru memiliki strategi dan model serta metode mengajar yang bervariasi.
Guru pada sekolah penyelenggara pendidikan inklusif dituntut melibatkan orangtua secara bermakna dalam proses pendidikan.
Penilaian hasil belajar bagi peserta didik pendidikan inklusif mengacu pada kurikulum tingkat satuan pendidikan yang bersangkutan
Peserta didik yang mengikuti pembelajaran berdasarkan kurikulum yang dikembangkan sesuai dengan standar nasional pendidikan atau di atas standar nasional pendidikan wajib mengikuti ujian nasional.
Peserta didik yang memiliki kelainan dan mengikuti pembelajaran berdasarkan kurikulum yang dikembangkan di bawah standar nasional pendidikan mengikuti ujian yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang bersangkutan.
Mengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya
Peserta didik yang menyelesaikan pendidikan dan
lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan
mendapatkan ijazah yang blankonya dikeluarkan oleh Pemerintah.
Peserta didik yang memiliki kelainan yang menyelesaikan pendidikan berdasarkan kurikulum yang dikembangkan
oleh satuan pendidikan di bawah standar nasional
pendidikan mendapatkan surat tanda tamat belajar
yang blankonya dikeluarkan oleh satuan pendidikan yang bersangkutan.
Peserta didik yang memperoleh surat tanda tamat
belajar dapat melanjutkan pendidikan pada tingkat atau jenjang yang lebih tinggi pada satuan pendidikan
yang menyelenggarakan pendidikan inklusif atau satuan pendidikan khusus.
Cjam6ar 12 : S!M% (B<PP %ota (Bandung ((Penyelenggara (Pendidikan Inkfusif)
Penelenggaraan Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus
4 . Penyelenggaraan pendidikan khusus melalui jalurpendidikan nonformal.
Pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan
dapat diselenggarakan oleh satuan pendidikan pada jalur
pendidikan nonformal. Contoh penyelenggaraan pendidikan khusus pada jalur nonformal yaitu penyelenggaraan
pendidikan khusus bagi anak usia dini yang memiliki
kebutuhan khusus dalam bentuk kelompok bermain (Kober)
atau playgroup pendidikan khusus, Taman Latihan dan Observasi (TLO) untuk anak berkebutuhan khusus, Klinik
Therapy, Pusat Layanan Anak Berkebutuhan Khusus jalur
nonformal, dsb.
Kelompok Bermain (Kober) adalah salah satu bentuk
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan nonformal
yang memberikan layanan pendidikan bagi anak usia 2-6
tahun, untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan
anak, agar kelak siap memasuki pendidikan lebih lanjut.
Kelompok Bermain merupakan salah satu bentuk pendidikan
anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal dengan
mengutamakan kegiatan bermain sambil belajar.
Sering ditemui anak-anak berkebutuhan khusus yang
masuk ke satuan pendidikan khusus (SLB) usianya sudah
jauh di atas ketentuan tersebut di atas. Keadaan seperti
ini harus menjadi bahan pemikiran atau solusinya supaya
satuan pendidikan khusus tidak menjadi bingung dengan
kenyataan yang ada di lapangan, dan yang paling penting
adalah bagaimana pemerintah dan sekolah memberikan
pemahaman kepada masyarakat khususnya orang tua yang memilik anak berkebutuhan khusus memiliki kesadaran untuk
Mengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya
menyekolahkan anaknya dengan usia sesuai ketentuan usia masuk sekolah. Bagi anak berkebutuhan khusus yang usianya
jauh di atas ketentuan seyogyanya dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan nonformal.
Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas ....’’Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di
luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara
terstruktur dan berjenjang. Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh
lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah
Daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.
Menurut Undang Undang No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional yang dimaksud dengan
pengertian pendidikan non formal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan
secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan nonformal
diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan
layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti,
penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam
rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat yang
berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan
fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian
profesional.
Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan,
pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan
keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan
Penelenggaraan Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus
kerja. Pendidikan kesetaraan meliputi Paket A, Paket B
dan Paket C, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik seperti: Pusat
Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), lembaga kursus,
lembaga pelatihan, kelompok belajar, majelis taklim,
sanggar, dan lain sebagainya, serta pendidikan lain yang
ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17
Tahun 2010 Tentang pengelolaan Dan Penyelenggaraan Pendidikan, BAB IV tentang Penyelenggaraan Pendidikan
Nonformal, Bagian Kesatu:
Pasal 100
(1) Penyelenggaraan pendidikan nonformal meliputi
penyelenggaraan satuan pendidikan dan program
pendidikan nonformal.
(2) Penyelenggaraan satuan pendidikan nonformal
sebagaimana dimaksud pada ayat(1) meliputi satuan
pendidikan:
a. lembaga kursus dan lembaga pelatihan;
b. kelompok belajar;
c. pusat kegiatan belajar masyarakat;
d. majelis taklim; dan
e. pendidikan anak usia dini jalur nonformal.
(3) Penyelenggaraan program pendidikan nonformal
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pendidikan kecakapan hidup;
b. pendidikan anak usia dini;
Mengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya
c. pendidikan kepemudaan;
d. pendidikan pemberdayaan perempuan;
e. pendidikan keaksaraan;
f. pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja; dan
g. pendidikan kesetaraan.
Bagian Kedua, Fungsi dan Tujuan
Pasal 102
(1) Pendidikan nonformal berfungsi:
a. sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap
pendidikan formal atau sebagai alternatif pendidikan; dan
b. mengembangkan potensi peserta didik dengan
penekanan pada penguasaan pengetahuan dan
keterampilan fungsional, serta pengembangan
sikap dan kepribadian profesional dalam rangka
mendukung pendidikan sepanjang hayat.
(2) Pendidikan nonformal bertujuan membentuk manusia
yang memiliki kecakapan hidup, keterampilan fungsional,
sikap dan kepribadian profesional, dan mengembangkan
jiwa wirausaha yang mandiri, serta kompetensi untuk
bekerja dalam bidang tertentu,dan/atau melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dalam rangka
mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
(3) Pendidikan nonformal diselenggarakan berdasarkan
prinsip dari, oleh, dan untuk masyarakat
Penelenggaraan Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus
Q Penyelenggaraan Pendidikan Layanan Khusus
Pendidikan layanan khusus berfungsi memberikan
pelayanan pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil
atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, yang mengalami bencana alam, yang mengalami bencana sosial,
dan/atau yang tidak mampu dari segi ekonomi. Pendidikan
layanan khusus bertujuan menyediakan akses pendidikan
bagi peserta didik agar haknya untuk memperoleh pendidikan terpenuhi. Pendidikan layanan khusus dapat
diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal
dan informal.
Satuan pendidikan yang memiliki peserta didik,
pendidik, dan/atau tenaga kependidikan yang memerlukan
layanan khusus wajib menyediakan akses ke sarana dan
prasarana yang sesuai dengan kebutuhan mereka.
Pendidikan layanan khusus pada jalur pendidikan formal
diselenggarakan dengan cara menyesuaikan waktu, tempat,
sarana dan prasarana pembelajaran, pendidik, tenaga
kependidikan, dan/atau sumber daya pembelajaran lainnya
dengan kondisi kesulitan peserta didik.
Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan
kewenangan masing-masing menyelenggarakan pendidikan
layanan khusus. Penyelenggaraan pendidikan layanan
khusus dapat berupa Sekolah (SD, SMP, SMA) atau madrasah
(Ml, MTs, MA) kecil; sekolah (SD, SMP, SMA) atau madrasah
(Ml, MTs, MA) terbuka; pendidikan jarak jauh; sekolah (SD, SMP, SMA) atau madrasah (Ml, MTs, MA) darurat;
pemindahan peserta didik ke daerah lain; dan/atau bentuk
lain yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan
perundangan-undangan.
Penyelenggaraan pendidikan layanan khusus pada jalur
pendidikan formal dengan mempertimbangkan kesulitan
peserta didik sehingga memerlukan pendidikan layanan
khusus dan penyesuaian-penyesuian yang seharusnya
dilakukan dalam upaya memberikan akses, sehingga alternatif
penyelenggaraannya seperti pada tabel di bawah ini.
Mengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya
la f o f 2 : <B e n tu k <Venyeknggaraan (Pendidian Layanan Xfiusus
No
Peserta Didik yang Memerlukan
Pendidikan Layanan Khusus
Model/BentukPenyelenggaraan
Penyesuaian-Penyesuaian yang Dilakukan
1 Peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang
1. Sekolah (SD,SMP, SMA) atau madrasah (Ml, MTs, AAA) kecil;
2. Sekolah (SD,SMP, SMA) atau madrasah (Ml, MTs, MA) terbuka;
3. Pendidikan jarak jauh;
4. Pemindahan peserta didik ke daerah lain
5. Guru Kunjung
Diselengarakan dengan cara menyesuaikan waktu, tempat, sarana dan prasarana pembelajaran, pendidik, tenaga kependidikan, dan/ atau sumber daya pembelajaran lainnya dengan kondisi kesulitan peserta didik.
Penelenggaraan Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus
2 Peserta didik yang berasal dari masyarakat adat yang terpencil
1. Sekolah (SD,SMP, SMA) atau madrasah (Ml, MTs, MA) kecil;
2. Sekolah (SD,SMP, SMA) atau madrasah (Ml, MTs, MA) terbuka;
3. Pendidikan jarak jauh;
4. Pemindahan peserta didik ke daerah lain
5. Guru Kunjung
Diselengarakan dengan cara menyesuaikan waktu, tempat, sarana dan prasarana pembelajaran, pendidik, tenaga kependidikan, dan/ atau sumber daya pembelajaran lainnya dengan kondisi kesulitan peserta didik.
3 Peserta Didik yang mengalami bencana alam
1. Sekolah (SD,SMP, SMA) atau madrasah (Ml, MTs, AAA) darurat
2. Pemindahan peserta didik ke daerah lain
Diselengarakan dengan cara menyesuaikan waktu, tempat, sarana dan prasarana pembelajaran, pendidik, tenaga kependidikan, dan/ atau sumber daya pembelajaran lainnya dengan kondisi kesulitan peserta didik.
4 Peserta Didik yang Mengalami Bencana Sosial
1. Sekolah (SD,SMP, SMA) atau madrasah (Ml, MTs, MA) darurat
2. Pemindahan peserta didik ke daerah lain
Diselengarakan dengan cara menyesuaikan waktu, tempat, sarana dan prasarana pembelajaran, pendidik, tenaga kependidikan, dan/ atau sumber daya pembelajaran lainnya dengan kondisi kesulitan peserta didik.
Mengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya
Peserta Didik yang Berasal dari Keluarga yang Tidak Mampu dari Segi Ekonomi
1. Seko lah (SD,
SMP, SM A) atau
m ad ra sah (Ml,
MTs, AM ) kecil;
2. Se ko lah (SD,
SMP, SAM )
atau m ad ra sah
(Ml, MTs, M A )
te rbuka;
3. Pend id ikan ja ra k
jauh;
4. Rum ah S in ggah
Diselengarakan dengan cara menyesuaikan waktu, tempat, sarana dan prasarana pembelajaran, pendidik, tenaga kependidikan, dan/ atau sumber daya pembelajaran lainnya dengan kondisi kesulitan peserta didik.
Penetapan atau pemilihan model/bentuk
penyelenggaraan satuan pendidikan layanan khusus
dengan memperhatikan kondisi kesulitan peserta
didik yang memerlukan pendidikan layanan khusus.
Dalam penyelenggaraannya dengan cara menyesuaikan waktu, tempat, sarana dan prasarana pembelajaran,
pendidik, tenaga kependidikan, dan/atau sumber daya
pembelajaran lainnya dengan kondisi kesulitan peserta didik.
Model/bentuk penyelenggaraan sekolah/madrasah
kecil dapat dipilih untuk peserta didik di daerah
terpencil atau terbelakang dan peserta didik yang
berasal dari masyarakat adat yang terpencil. Sekolah/ madrasah darurat dapat dipilih untuk peserta didik
yang mengalami bencana alam dan peserta didik yang
mengalami bencana sosial.
Pemindahan peserta didik ke daerah lain dapat
dilakukan untuk peserta didik di daerah terpencil
Penelenggaraan Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus
atau terbelakang, peserta didik yang berasal dari
masyarakat adat yang terpencil dan peserta didik
yang mengalami bencana alam dan peserta didik yang
mengalami bencana sosial.
Model pendidikan jarak jauh dapat dipilih untuk
semua peserta didik yang memerlukan pendidikan
layanan khusus dengan persyaratan tertentu yaitu
telah menguasai berbagai komponen pendukung untuk mengikuti pendidikan jarak jauh termasuk
pertimbangan tingkatan kelas atau satuan pendidikan
yang diselenggarakan oleh lembaga penyelenggara
pendidikan layanan khusus.
Model guru kunjung, yaitu bentuk layanan
pendidikan bagi anak daerah terpencil dimana guru
melakukan kunjungan ke tempat peserta didik yang
membutuhkan pendidikan. Hal yang khas pada model
guru kunjung adalah terjalinnya komunikasi pendidikan,
terbentuknya interaksi yang sehat dan membangun
antara guru dengan peserta didik.
Model layanan rumah singgah (boarding house), merupakan bentuk pendekatan pendidikan bagi peserta
didik yang berbasis pada rumah singgah. Melalui rumah
singgah ini diharapkan peserta didik mengalami proses
pembelajaran, peningkatan kemampuan relasi emosional
dan sosial, sehingga peserta didik mampu beradaptasi
dan bersosialisasi di tengah-tengah masyarakat.
Bagi peserta didik yang berasal dari keluarga
yang tidak mampu dari segi ekonomi di samping
mengikuti model/bentuk pendidikan layanan khusus
yang diperuntukannya, lebih baik dicarikan solusinya
oleh pemerintah atau oleh lembaga/yayasan, misalnya
dicarikan bapak angkat, donatur atau bantuan
pihak ketiga yang tidak mengikat untuk membiayai
pendidikan peserta didik tersebut secara penuh
sehingga peserta didik dapat masuk sekolah atau
belajar di sekolah umum/kejuruan seperti peserta
didik pada umumnya.
Penyelenggara pendidikan layanan khusus
adalah pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan
kewenangannya melalui satuan pendidikan umum/
kejuruan atau oleh masyarakat dalam bentuk
yayasan/ lembaga/organisasi yang telah memperoleh rekomendasi dari pihak yang berwenang. Semangat
penyelenggaraan pendidikan layanan khusus adalah
memberikan kesempatan atau akses yang seluas-
luasnya kepada semua peserta didik untuk memperoleh
pendidikan yang bermutu dan sesuai dengan kebutuhan
individu peserta didik tanpa diskriminasi. Untuk
mencapai keberhasilan yang optimal penyelenggaraan
pendidikan layanan khusus memerlukan kemitraan
antar seluruh stakeholder terkait. Keterlibatan
stakeholder dalam penyelenggaraan pendidikan layanan
khusus ini mempunyai dimensi yang luas. Dengan
adanya kebersamaan dan semangat yang tinggi dari
semua pihak semoga pendidikan layanan khusus dapat
terlaksana dalam upaya mewujudkan hak semua anak
untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.
Mengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya
Penelenggaraan Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus
Mengingat kompleksnya subyek sasaran dan
rumitnya model/bentuk penyelenggaraan pendidikan
layanan khusus maka perlu pedoman pengelolaan
dan penyelenggaraan pendidikan layanan khusus dari
pemerintah/pemerintah daerah untuk dijadikan acuan
semua pihak yang terkait dalam penyelenggaraan
pendidikan layanan khusus.
Peran serta masyarakat dalam rangka peningkatan
akses dan mutu pelayanan PLK mutlak diperlukan
agar kondisi di atas standar minimal dan peningkatan
mutu pendidikan dapat dicapai. Perlu dicari terobosan
agar masyarakat tumbuh rasa ikut memiliki sekolah
disekitarnya. Dengan demikian bukan hanya kepala
sekolah dan dewan guru saja yang memikirkan
kemajuan sekolah, tetapi masyarakat sekitar juga
terlibat. Pemahaman masyarakat tentang PLK sangat berpengaruh terhadap kelancaran proses pendidikan
dan pembelajaran PLK. Partisipasi dan peran
masyarakat dalam penyelenggaraan PLK antara lain
dalam perencar '.n, penyediaan tenaga ahli/profesional
terkait, men,_jri masukan dalam pengambilan
keputusan, pelaksanaan pembelajaran dan evaluasi,
pendanaan, pengawasan, dan penyaluran lulusan.
Untuk mengoptimalkan peran serta masyarakat dalam
penyelenggaraan PLK dapat diakomodasikan melalui
wadah: (1) Komite, (2) dewan pendidikan, (3) dan
forum-forum pemerhati PLK.
Partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan PLK
juga dapat diwujudkan melalui kemitraan kelembagaan
Mengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya
antar jenis, jenjang dan jalur pendidikan untuk melayani
program pendidikan yang dibutuhkan oleh peserta didik, kemitraan pengembangan keterampilan dan kecerdasan
peserta didik, kemitraan pengembangan sarana dan
prasarana pendidikan yang dimiliki oleh penyelenggara PLK, kemitraan pembiayaan untuk perintisan usaha
dan pasar bagi lulusan PLK dalam memanfaatkan, dan kemitraan informasi dan penyaluran kerja bagi peserta didik yang telah menyelesaikan pendidikannya.
© Permasalahan dalam Penyelenggaran Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus.
1. Permasalahan Penyelenggaraan Pendidikan Khusus
Permasalahan krusial dalam penyelenggaraan pendidikan
khusus adalah kurangnya pendidik dan tenaga kependidikan
yang memiliki kualifikasi akademik pendidikan khusus pada
satuan pendidikan khusus, umum dan kejuruan.
Penyelenggaraan pendidikan khusus melalui satuan
pendidikan khusus banyak yang diselenggarakan oleh
masyarakat (yayasan). Tidak semua yayasan penyelenggara
pendidikan khusus memiliki angggaran yang mencukupi untuk
membiayai komponen pendukung seperti untuk membiayai
pendidik dan tenaga kependidikan. Kebijakan pembatasan
atau tidak bolehnya penempatan atau pengangkatan Guru
PNS di satuan pendidikan khusus (SLB) yang diselenggarakan
oleh yayasan menjadi permasalahan yang perlu segera
diselesaikan atau dicari solusinya.
Kurangnya ketersediaan sarana-prasarana yang sesuai
dengan kebutuhan khusus peserta didik. Kurang atau tidak
tersedianya guru pembimbing khusus (GPK) di sekolah
penyelenggara pendidikan inklusif. Tidak atau kurang adanya
atau sulitnya tenaga psikolog dan dokter yang bekerja
atau dapat bekerjasama dalam rangka penyelenggaraan
pendidikan khusus, dan kurangnya sistem informasi
manajemen, benchmarking, dan bahkan biaya sosialisasi
dan monitoring dan evaluasi penyelenggaraan pendidikan
khusus/pendidikan inklusif/program CIBI.
Permasalahan lainnya adalah sistem pendataan yang
belum optimal. Ketika dibutuhkan data anak berkebutuhan
khusus yang belum sekolah dan yang sudah sekolah secara
menyeluruh untuk satu daerah (kabupaten/kota, provinsi)
sangat sulit diperoleh oleh pihak yang berkepentingan.
Permasalahan tersebut perlu diperhatikan mengingat
pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan khusus
memerlukan penanganan secara khusus pula karena memang
memiliki ciri-ciri khusus yang membedakannya dengan jenis
pendidikan lainnya. Jalan tengah yang diambil pemerintah
saat ini adalah mengoptimalkan penyelenggaraan sekolah-
sekolah penyelenggara pendidikan inklusif pada setiap
satuan dan jenjang pendidikan umum dan kejuruan.
Kendala akses pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus
ini bukan karena faktor kelainan atau kecacatannya yang
disandang, tetapi lebih pada faktor di luar diri penyandang
kelainan/cacat itu sendiri. Meskipun secara yuridis telah
ada peraturan yang mengatur dan memberikan peluang
akses pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus ini, tetapi
Penelenggaraan Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus
peluang itu belum sepenuhnya dapat dinikmati oleh anak/
peserta didik berkebutuhan khusus.
Pada Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 2010 tentang
Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan dijelaskan
bahwa pendidikan khusus melalui satuan pendidikan
khusus (Sekolah Luar Biasa) dan Satuan Pendidikan Khusus
bagi Peserta Didik yang Memiliki Potensi Kecerdasan dan/
atau Bakat Istimewa diselenggarakan oleh Pemerintah
Provinsi dan penyelenggaraan pendidikan khusus melalui
satuan pendidikan umum dan kejuruan diselenggarakan
oleh Pemerintah Kabupaten/Kota (secara inklusif atau
penyelenggaraan program CIBI). Namun pada kenyataannya belum semua Pemerintah Provinsi dan Pemerintah
Kabupaten/Kota secara serentak mengimplementasikan kebijakan pemerintah yang dituangkan pada PP Nomor 17 Tahun 2010.
Penyelenggaraan pendidikan khusus menjadi
bervariasi termasuk pula kedudukan pendidik dan tenaga
kependidikannya. Sehingga kedudukan Pengawas sekolah
PLB, Kepala SLB dan Guru SLB dan tenaga kependidikan
lainnya menjadi bervariasi. Bagi pemerintah provinsi yang
telah mengimplementasikan peraturan tersebut seluruhnya
berada atau menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi.
Namun di beberapa provinsi kedudukan Pengawas Sekolah
PLB, Kepala SLB dan Guru SLB serta tenaga kependidikan
lainnya ada yang di provinsi dan ada yang di kabupaten/
kota. Begitu pula lembaga yang menanganinya ada
pemerintah provinsi yang memiliki Bidang PLB/PKLK, ada
yang dalam bentuk Balai Pelatihan Guru PLB/PKLK, ada yang
Mengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Innplementasinya
Penelenggaraan Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus
hanya dengan Seksi dan ada yang tidak memiliki Bidang/
Balai/Seksi tetapi hanya digabungkan dengan bidang-bidang
lainnya. Perlu kerja keras pemerintah pusat agar Undang-
Undang dan Peraturan Pemerintah yang telah disusun
dengan baik dapat diimplementasikan dengan baik pula.
Kurangnya jumlah tenaga kependidikan (psikolog)
dan terapis yang diperlukan satuan pendidikan khusus,
rendahnya kualitas sekolah dan pelayanan, dan tidak
meratanya guru, guru pembimbing khusus, belum sadarnya
masyarakat tentang pendidikan khusus masih merupakan
permasalahan besar yang dihadapi dunia pendidikan khusus
di Indonesia.
Sumber daya manusia (SDM) yang kurang profesional
menghambat pelaksanaan sistem pendidikan nasional.
Penataan SDM yang tidak sesuai dengan latar belakang
pendidikan menjadikan pelaksanaan pendidikan khusus tidak
profesional. Banyak tenaga kependidikan yang latar belakang
pendidikannya tidak relevan di dunia kerja yang ditekuninya.
Partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan
khusus sangat kurang. Masyarakat hanya menyerahkan peserta
didik ke lembaga pendidikan khusus dengan membayar
dana pendidikan dan menyerahkan pendidikan peserta didik
kepada lembaga. Peran masyarakat dalam mendidik menjadi
kurang karena mengandalkan lembaga pendidikan. Perlu
adanya komunikasi efektif antara lembaga pendidikan dan
orangtua untuk mendidik peserta didik agar mencapai tujuan
pendidikan yang dicita-citakan bersama.
Berkaitan dengan partisipasi peserta didik dipengaruhi
oleh kesiapan dan motivasi keluarga terutama yang berlatar
belakang pendidikan, sosial, dan ekonominya tergolong
rendah. Tingkat partisipasi peserta didik mengikuti program
pendidikan terutama pendidikan dasar dipengaruhi oleh
faktor tersebut.
Permasalahan pendidikan khusus termasuk pula anak- anak atau peserta didik yang menjadi korban penyalahgunaan
narkoba, obat terlarang dan zat adiktif lainnya. Pada
kesempatan ini dibahas secara tersendiri pada bahasan selanjutnya.
2. Permasalahan Penyelenggaraan Pendidikan LayananKhusus
Kondisi daerah atau medan yang berat, penjabaran
konsep pendidikan layanan khusus yang belum dipahami
secara seksama, data-data peserta didik yang memerlukan
pendidikan layanan khusus yang sangat sulit diperoleh,
sinkronisasi, koordinasi, dan kerjasama serta bentuk-bentuk
penyelenggaraan yang bervariasi menjadi permasalahan
yang perlu segera ditata dalam bentuk payung hukum yang jelas.
Ketersediaan tempat, sarana dan prasarana
pembelajaran, pendidik, tenaga kependidikan, dan/atau
sumber daya pembelajaran lainnya yang sesuai dengan
kondisi kesulitan peserta didik adalah sangat penting.
Termasuk pula pentingnya pedoman penyelenggaraan
pendidikan layanan khusus yang harus diadakan agar semua
pihak dapat memahami, menerima dan menjadi acuan
dalam penyelenggaraan pendidikan layanan khusus di setiap kabupaten/kota/provinsi.
Mengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya
Penelenggaraan Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus
Q Sekilas tentang Peserta Didik yang Menjadi Korban Penyalahgunaan Narkotika, Obat Terlarang dan Zat Adiktif Lainnya dan Badan Narkotika Nasional
Anak yang menggunakan narkotika, psikotropika dan zat-zat adiktif lainnya termasuk minuman keras diluar
tujuan pengobatan atau tanpa sepengetahuan dokter yang berwenang. Anak yang pernah menyalahgunakan narkotika, psikotropika dan zat-zat adiktif lainnya termasuk minuman keras, yang dilakukan sekali, lebih dari sekali atau dalam taraf coba-coba. Secara medik anak tersebut sudah dianyatakan bebas dari ketergantungan obat oleh dokter yang berwenang.
Penggunaan narkoba yang tidak sesuai dengan ketentuan disebut penyalahgunaan narkoba. Sungguh memprihatinkan penyalahgunaan narkoba ini yang telah menimpa generasi muda, mulai anak usia SD sampai usia perguran tinggi. Mereka yang terkena penyalahgunaan narkoba akan terjadi disorientasi emosi, kemauan, maupun disorientasi kordinasi
psikomotoriknya.
Pola penyalahgunaan narkoba mula mula di mulai dengan bujukan, penawaran, ataupun tekanan dari seseorang atau kelompok pada yang bersangkutan. Dorongan rasa ingin tahu, ingin mencoba dan atau ingin merasakan maka anak
mau menerima tawaran tersebut. Dan hal ini makin lama
makin ketagihan, sulit untuk menolak tawaran tersebut.
Korban-korban penyalahgunaan narkoba yang melanda generasi muda yang semakin merajalela perlu ada usaha
pencegahan sedini mungkin. Penyalahgunaan narkoba dapat
menimbulkan dampak kerugian terhadap kondisi kesehatan
jasmani seorang juga psikis pemakaian. Perubahan psikis sering menimbulkan kendala hubungan sosial bagi
penyalahguna narkoba dalam keluarga maupun masyarakat
umum disekitarnya.
Seorang penyalahgunaan narkoba tidak akan hidup
normal layaknya anggota masyarakat lainnya. Mereka
biasanya mempunyai tingkah laku yang aneh dan menciptakan
ketergantungan fisik dan psikologis pada tingkatan yang
berbeda. Ketergantungan berarti mereka tidak dapat hidup
tanpa menggunakan narkoba. Ketergantungan tersebut
menyebabkan timbulnya rasa sakit yang sangat.
Jika ada upaya mengurangi penggunaan narkoba atau
bahkan menghentikannya. Sedang ketergantungan secara
psikologis dapat menimbulkan tingkah laku yang kompulsif
untuk memperoleh barang-barang haram tersebut. Bahkan
sering kali penyalahguna akan melakukan tindakan kriminal
untuk memperoleh uang yang kemudian digunakan buat
membeli narkoba.
Dengan basis sekolah sebagai salah satu aspek masyarakat
yang menyiapkan warganya untuk masa depan. Ketrampilan-
ketrampilan psiko sosial seperti bersikap dan berperilaku
positip, mengenal situasi penawaran/ajakan dan terampil
menolak tawaran/ajakan tersebut. Penyalahgunaan narkoba
merupakan masalah perilaku manusia bukan semata-mata
masalah zat atau narkoba itu sendiri. Maka dalam usaha
pencegahan meluasnya pengaruh penyalahgunaan narkoba
itu perlu pendekatan tingkah laku. Tentu saja hal ini perlu
selektif, jangan sampai terjadi sebaliknya. Karena dorongan
Mengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya
Penelenggaraan Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus
rasa ingin tahu justru terjerumus dalam penyalahgunaan
n a rk o b a . Maka dikembangkanlah model belajar hidup
bertanggung jawab. Dan menangkal terjadinya kekerasan
akibat penyualahgunaan narkoba. Model yang dirujuk dalam
buku ini adalah model program yang mengacu pada program DARE (Drug Abuse Resisstance Education Program ), yang
populer di Amerika Serikat.
Pencegahan penyalahgunaan narkoba terutama
diarahkan kepada generasi muda (anak, remaja, pelajar,
pemuda, dan mahasiswa). Penyalahgunaan sebagai hasil interaksi individu yang kompleks dengan berbagai elemen
dari lingkungannya, terutama dengan orng tua, sekolah,
lingkungan masyarakat dan remaja/pemuda lainnya, oleh
karena itu Strategi informasi dan Pendidikan Pencegahan
dilaksanakan melalui 7 (tujuh) jalur yaitu :
1. Keluarga, dengan sasaran orang tua, anak, pemuda,
remaja dan anggota keluarga lainnya.
2. Pendidikan, sekolah maupun luar sekolah/dengan
kelompok sasaran guru/tenaga pendidikan dan peserta
didik/warga belajar baik secara kurikuler maupun ekstra
kurikuler.
3. Lembaga keagamaan, engan sasaran pemuka-pemuka
agama dan umatnya.
4. Organisasi sosial kemasyarakatan, dengan sasaran
remaja/pemuda dan masyarakat.
5. Organisasi Wilayah Pemukiman (LKMD, RT,RW), dengan
sasaran warga terutama pemuka masyarakat dan remaja
setempat
Mengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya
6. Unit-unit kerja, dengan sasaran Pimpinan, Karyawan dan keluargannya.
7. Mass Media baik elektronik, cetak dan Media Interpersonal
(talk show dan dialog interaktif), dengan sasaran luas maupun individu.
Pencegahan berbasis sekolah (School Based Prevention)
lebih mudah dilaksanakan karena sekolah lebih berstruktur
sehingga dapat diadakan pengawasan meskipun dilaksanakan
secara komprehensif dan terpadu. Dalam melaksanakan
pendidikan pencegahan di sekolah dalam kurikulum
maupun kegiatan ekstrakurikuler yang menyangkut upaya
meningkatkan kualitas hidup secara bertahap disisipkan
pengetahuan atau pelajaran yang bertujuan untuk mensosialisasikan kebijakan penanggulangan dan bahaya
penyalahgunaan narkoba. Oleh karena itu sistem pendidikan
sekolah, pendidikan dan motivasi guru merupakan hal
penting yang tidak akan diabaikan untuk dapat menjamin
siswa secara efektif menolak narkoba dan memilih cara
hidup sehat. Dengan demikian perlu disiapkan materi
pengajaran masalah keuntungan cara hidup sehat bebas
dari narkoba. Namun yang terjadi yang menjadi kendala di
dunia pendidikan sekarang belum seluruh guru mempunyai
pengalaman dan pengetahuan dasar tentang narkoba.
Dalam pelaksanaan pencegahan penyalahgunaan narkoba
dilingkungan sekolah perlu diadakan langkah-langkah,
sebagai berikut antara lain menilai besar dan luasnya
masalah dan mengembangkan mekanisme pengawasannya. Tetapkan kebijakan yang jelas dan konsisten yang berlaku
bagi siswa, guru dan semua personil di lingkungan sekolah
Penelenggaraan Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus
yang menyelesaikan penyalahgunaan narkoba di lingkungan s e k o la h tidak di benarkan.
Melaksanakan pendidikan pencegahan melalui kurikulum dan ekstra kurikuler, mensosialisasikan dan melaksanakan kebijakan penanggulangan. Kemudian mengikuti/ mengadakan pelatihan untuk para guru tentang pencegahan narkoba untuk mengetahui materi-materi yang perlu dikuasai terampil menggunakan metode mengajar sesuai tingkat dan
umur serta gejala-gejala penyalahgunaan narkoba.
Menyelenggarakan program bantuan/ pendukung anak- anak sejak TK/TKLB sampai dengan siswa (SD/SDLB’MI- SMA/SMALB/MA/MAK), antara lain melalui kelompok belajar, kegiatan-kegiatan alternative, konseling untuk
teman sebaya, ketrampilan, kerja bakti sosial dan lain- lain. Kemudian mengharapkan partisipasi orang tua, dan pendekatan terpadu sekolah dan masyarakat.
Selain guru di sekolah, orang tua juga mempunyai peranan penting dalam pencegahan narkoba, antara lain:
1. Mengasuh anak dengan baik
2. Mampu memberikan dorongan untuk meningkatkan
kepercayaan diri anak
3. Komunikasi
4. Penanaman disiplin sejak dini
Dalam pencegahan narkoba memerlukan kesadaran dari diri sendiri. Penyalahgunaan narkoba telah nyata-nyata merusak masa depan seseorang, untuk itu perlu dihindari. Hendaknya siswa dapat mengisi hari-harinya dengan mendekatkan kepada
Allah Swt. dan kegiatan-kegiatan lain yang bersifat positif. Pada orang tua, guru, dan masyarakat sebaiknya selalu memberikan
arahan-arahan yang bersifat positif untuk menghindari bahaya narkoba bagi generasi muda.
* Mengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya
gamfiar 13 : Xegiatan Focus group (Discussion (Tg<D) M enuju generasi M uda yang (pedud %pr6an 9(ar!{p6a, Xerjasama (Badan Narkgtika NasionaC (<B!N!N) dengan S L (B 'N C ikunyi %fl6upaten (Bandung (Provinsi Jawa (Barat
gam6ar 14 : (Direktur (Reha6i(itasi (%e 2 dari se6e(dli £iri) dan (Direktur A dvokasi <BWW (%e-4 dari kanan) difoto seteCah seiesai kegiatan Tg<D di SU B Jf CiCeunyi ‘Ka6upaten (Bandung
Penelenggaraan Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus
Cjambar 15 : 'Narkoba SVb (Prestasi Yess
Wikipedia Bahasa Indonesia : Badan Narkotika Nasional(disingkat BNN) adalah sebuah Lembaga Pemerintah Non
Kementerian (LPNK) Indonesia yang mempunyai tugas
melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pencegahan,
pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap
psikotropika, prekursor, dan bahan adiktif lainnya kecuali
bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol. BNN dipimpin
oleh seorang kepala yang bertanggung jawab langsung
kepada Presiden melalui koordinasi KepalaKepolisian Negara
Republik Indonesia.
Dasar hukum BNN adalah Undang-Undang Nomor 35
tahun 2009 tentang Narkotika. Sebelumnya, BNN merupakan
lembaga nonstruktural yang dibentuk berdasarkan Keputusan
Mengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya
Presiden Nomor 17 Tahun 2002, yang kemudian diganti
dengan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007. Sejarah
penanggulangan bahaya Narkotika dan kelembagaannya di
Indonesia dimulai tahun 1971 pada saat dikeluarkannya
Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres) Nomor 6 Tahun
1971 kepada Kepala Badan Koordinasi Intelligen Nasional
(BAKIN) untuk menanggulangi 6 (enam) permasalahan
nasional yang menonjol, yaitu pemberantasan uang palsu,
penanggulangan penyalahgunaan narkoba, penanggulangan
penyelundupan, penanggulangan kenakalan remaja,
penanggulangan subversi, pengawasan orang asing.
Berdasarkan Inpres tersebut Kepala
BAKIN membentuk Bakolak Inpres Tahun 1971 yang salah
satu tugas dan fungsinya adalah menanggulangi bahaya
narkoba. Bakolak Inpres adalah sebuah badan koordinasi
kecil yang beranggotakan wakil-wakil dari Departemen
Kesehatan, Departemen Sosial, Departemen Luar Negeri, Kejaksaan Agung, dan lain-lain, yang berada di bawah
komando dan bertanggung jawab kepada Kepala BAKIN.
Badan ini tidak mempunyai wewenang operasional dan tidak
mendapat alokasi anggaran sendiri dari ABPN melainkan
disediakan berdasarkan kebijakan internal BAKIN.
Pada masa itu, permasalahan narkoba di Indonesia masih
merupakan permasalahan kecil dan Pemerintah Orde Baru
terus memandang dan berkeyakinan bahwa permasalahan
narkoba di Indonesia tidak akan berkembang karena bangsa
Indonesia adalah bangsa yang ber-Pancasila dan agamis.
Pandangan ini ternyata membuat pemerintah dan seluruh bangsa Indonesia lengah terhadap ancaman bahaya narkoba,
Penelenggaraan Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus
sehingga pada saat permasalahan narkoba meledak dengan
dibarengi krisis mata uang regional pada pertengahan tahun
1997, pemerintah dan bangsa Indonesia seakan tidak siap
untuk menghadapinya, berbeda dengan Singapura, Malaysia
dan Thailand yang sejak tahun 1970 secara konsisten dan
terus menerus memerangi bahaya narkoba.
Menghadapi permasalahan narkoba yang
berkecenderungan terus meningkat, Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) mengesahkan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika
dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika.
Berdasarkan kedua Undang-undang tersebut, Pemerintah
(Presiden Abdurahman Wahid) membentuk Badan Koordinasi
Narkotika Nasional (BKNN), dengan Keputusan Presiden
Nomor 116 Tahun 1999. BKNN adalah suatu Badan Koordinasi penanggulangan narkoba yang beranggotakan 25 Instansi
Pemerintah terkait.
BKNN diketuai oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia
(Kapolri) secara ex-officio. Sampai tahun 2002 BKNN
tidak mempunyai personel dan alokasi anggaran sendiri.
Anggaran BKNN diperoleh dan dialokasikan dari Markas
Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia (Mabes Polri),
sehingga tidak dapat melaksanakan tugas dan fungsinya
secara maksimal.
BKNN sebagai badan koordinasi dirasakan tidak
memadai lagi untuk menghadapi ancaman bahaya narkoba yang makin serius. Oleh karenanya berdasarkan Keputusan
Presiden Nomor 17 Tahun 2002 tentang Badan Narkotika
Nasional, BKNN diganti dengan Badan Narkotika Nasional
Mengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya
(BNN). BNN, sebagai sebuah lembaga forum dengan tugas
mengoordinasikan 25 instansi pemerintah terkait dan
ditambah dengan kewenangan operasional, mempunyai
tugas dan fungsi: 1. mengoordinasikan instansi pemerintah
terkait dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan
nasional penanggulangan narkoba; dan 2. mengoordinasikan
pelaksanaan kebijakan nasional penanggulangan narkoba.
Mulai tahun 2003 BNN baru mendapatkan alokasi anggaran dari APBN. Dengan alokasi anggaran APBN
tersebut, BNN terus berupaya meningkatkan kinerjanya
bersama-sama dengan BNP dan BNK. Namun karena tanpa
struktur kelembagaan yang memilki jalur komando yang
tegas dan hanya bersifat koordinatif (kesamaan fungsional
semata), maka BNN dinilai tidak dapat bekerja optimal
dan tidak akan mampu menghadapi permasalahan narkoba
yang terus meningkat dan makin serius. Oleh karena itu
pemegang otoritas dalam hal ini segera menerbitkan
Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007 tentang Badan
Narkotika Nasional, Badan Narkotika Propinsi (BNP) dan
Badan Narkotika Kabupaten/Kota (BNK), yang memiliki
kewenangan operasional melalui kewenangan Anggota BNN
terkait dalam satuan tugas, yang mana BNN-BNP-BNKab/
Kota merupakan mitra kerja pada tingkat nasional, propinsi
dan kabupaten/kota yang masing-masing bertanggung jawab
kepada Presiden, Gubernur dan Bupati/Walikota, dan yang
masing-masing (BNP dan BN Kab/Kota) tidak mempunyai
hubungan struktural-vertikal dengan BNN.
Merespon perkembangan permasalahan narkoba yang
terus meningkat dan makin serius, maka Ketetapan MPR-
Penelenggaraan Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus
R| Nomor VI/MPR/2002 melalui Sidang Umum Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR-RI)
Tahun 2002 telah merekomendasikan kepada DPR-RI dan
Presiden Rl untuk melakukan perubahan atas Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Oleh karena itu, Pemerintah dan DPR-RI mengesahkan dan
mengundangkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika, sebagai perubahan atas UU Nomor 22
Tahun 1997. Berdasarkan UU Nomor 35 Tahun 2009 tersebut,
BNN diberikan kewenangan penyelidikan dan penyidikan
tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika. Yang
diperjuangkan BNN saat ini adalah cara untuk memiskinkan
para bandar atau pengedar narkoba, karena disinyalir dan
terbukti pada beberapa kasus penjualan narkoba sudah digunakan untuk pendanaan teroris (Narco Terrorism) dan
juga untuk menghindari kegiatan penjualan narkoba untuk
biaya politik (Narco for Politic).
Mengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya
Pendahuluan
PENUTUP
• •
Mengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya
PENUTUPPendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus
diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi
manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan
bangsa. Pendidikan khusus pada jalur pendidikan formal
diselenggarakan melalui satuan pendidikan khusus, satuan
pendidikan umum dan satuan pendidikan kejuruan.
Pendidikan layanan khusus pada jalur pendidikan formal
diselenggarakan dengan cara menyesuaikan waktu, tempat,
sarana dan prasarana pembelajaran, pendidik, tenaga
kependidikan, dan/atau sumber daya pembelajaran lainnya
dengan kondisi kesulitan peserta didik.
Pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus
diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistematis
dan terbuka, sebagai suatu proses pembudayaan dan
pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang
hayat. Diselenggarakan dengan memberi keteladanan,
membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas
peserta didik dalam proses pembelajaran. Diselenggarakan
dengan mengembangkan budaya membaca, menulis
dan berhitung dengan mengaplikasikan pada kehidupan
keseharian. Diselenggarakan dengan memberdayakan
semua komponen masyarakat melalui penyelenggaraan dan
pengendalian mutu layanan pendidikan.
Pemberdayaan masyarakat (community empowerment)
secara bertahap penyelenggaraan pendidikan khusus dan
Penutup
pendidikan layanan khusus berusaha untuk menumbuhkan
kemampuan masyarakat agar peduli akan pentingnya
pendidikan. Dengan tumbuhnya kemampuan masyarakat, diharapkan dapat mengembangkan potensi mereka agar
mampu menyelenggarakan pendidikan khusus dan pendidikan
layanan khusus.
Pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus
anak jalanan diselenggarakan untuk memberikan layanan
akses bagi semua anak. Penyelenggaraan pendidikannya
memerlukan partisipasi anggota masyarakat, diharapkan
dengan sukarela memberikan perhatian, bantuan,
dan kerjasama untuk meningkatkan keberlangsungan
penyelenggaraan pendidikan khusus dan pendidikan layanan
khusus.
Penyelenggaraan pendidikan khusus dan pendidikan
layanan khusus dapat melakukan kerjasama denganinstansi
atau lembaga terkait yang memiliki program yang saling
menunjang (mutual symbiosis). Melalui kerja sama ini,
penyelenggaraan pendidikan khusus dan pendidikan layanan
khusus diharapkan menjadi lebih optimal. Keberlangsungan
penyelenggaraan pendidikan khusus dan pendidikan layanan
khusus memerlukan dukungan moral, teknis, dan finansial
dari pemerintah dan masyarakat setempat. Mengingat
kondisi masyarakat secara sosial, ekonomi, budaya,
maupun geografis yang masih memerlukan bantuan.
Sistem pembinaan pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus dilakukan oleh Pengawas Sekolah/Satuan
Pendidikan untuk satuan pendidikan umum dan kejuruan
dan Pengawas Sekolah PLB untuk satuan pendidikan khusus
Mengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya
bersama dengan Instansi/organisasi terkait dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan agar dapat menghasilkan
peserta didik berkebutuhan khusus yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, berkarakter, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
DAFTAR PUSTAKAAdrian Ashman £t John Elkins .(1994). Educating Children with
Special Needs. New York: Prentice Hall.
Alimin, Zaenal (2004). Reorientasi Pemahaman Konsep Pendidikan Khusus Pendidikan Kebutuhan Khusus dan Implikasinya terhadap LayananPendidikan. Jurnal
Alimin Zaenal.(2011). Mengembangkan Inklusifitas dalam Pendidikan. Makalah. Jakarta : Plan Indonesia.
Asesmen dan Intervensi Anak Berkebutuhan Khusus. Vol.3 No 1 (52-63)
Ashman,A.£t Elkins,J.(194). Educating Children With Special Needs. New York:Prentice Hall.
Barbara K. Keogh, (1980), Advances in Special Education, Connecticut: Little, JAI Press Inc.
Blackhurst, A. E & Berdine, HW (1981), An Intruduction to Special Education, Boston: Little, Brown & Co.
Basuki Wibawa, Ivan Hanafi, Rusilanti(editor) Bunga Rampai Kajian Pendidikan Nasional,Cetakan I, Juli,2008 penerbit UNJ.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan. (1977). Mengidentifikasi Siswa Berkesulitan Belajar. Pusat Pengembangan Kurikulum dan Sarana Pendidikan. Jakarta : -
BSNP. 2007. Pedoman Penilaian Pendidikan Khusus. Jakarta : -
Crain, William, (1992). Theories Of Development: Concepts and Application, Prentice Hall, Englewood Cliffs, New Jersey.
Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa, (2006) Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif, Depdiknas Jakarta (Draf Naskah tidak diterbitkan)
Depdiknas, (2004). Pendidikan Bagi Anak Tuna Laras, Dit. PLB, Ditjen Dikdasmen, Depdiknas, Jakarta, Indonesia.
Direktorat Pendidikan Luar Biasa, (2002). Kumpulan Dasar Hukum Pendidikan Luar Biasa. Dit PLB, Ditjen Dikdasmen. Depdiknas Jakarta.
Depdiknas, (2003). Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional , Jakarta
Mengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya
Departemen Pendidikan Nasional, (2009). Pembansunan Pendidikan SLB. Jakarta
Cornwall.Stubbs, Sue (2002). Development and Disability. Blckwetl Publishing Company: Padstow,
Foreman Phil.(2002). Education, Special Needs Education an Intoduction. Unifub Porlag: Oslo
Foreman, Phil (2002),Integration and Inclusion In Action. Me Person Printing GroupAustralia.
Hallahan, DP & Kauffman, JM (1988). Exceptional Children, Introduction to Spesial Education 4 th edition. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Hardman, ML, et ,al (1990). Human Exceptionality. Boston: Allyn and Bacon, Inc.
Heri Purwanto (1998). Ortopedagogik Umum (Diktat Kuliah). Yogyakarta: FIP IKIP (Tidak diterbitkan).
IGAK Wardani, dkk (2002), Pengantar Pendidikan Luar Biasa, Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.
Integration and Inclusion In Action. Me Person Printing Group:Australia.Lewis, Vicky (2003),
Inclusive Education: Where there are few resources. The AtlasAlliance: Gronland , Oslo.
Jurnal Asesmen dan Intervensi Anak Berkebutuhan Khusus. Vol.3 No 1 (52-63) Johsen, Berit and Skjorten D. Miriam, (2001)
Johsen, Berit and Skjorten D. Miriam, (2001J. Education, Special Needs Education an Intoduction. Unifub Porlag: Oslo
Johnson, BH & Skjorten, D Miriam (2004), Pendidikan Kebutuhan Khusus, Sebuah Pengantar, terjemahan, Bandung: Program Pascasarjana UPI
Jujun S Suriasumantri (1987), Filsafat llmu,Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Johnsen, Berit H dan Miriam D. Skjorten (2003).Pendidikan Kebutuhan Khusus; Sebuah Pengantar, Bandung : Unipub
Kauffman and Mara Sapon-Shevin.Educational Leadership.52 (4) 7-11 Stainback,W.& Sianback,S.(1990). Support Networks for Inclusive Schooling-.lndependent Integrated Education.Baltimore: Paul H.Brooks.
Kirk, Samuel A £t Gallagher (1989), Educating Exceptional Children, Boston: Houghton Mifflin company.
Kustawan Dedy, (2012). Pendidikan Inklusif dan Upaya Implementasinya. Jakatra : Luxima.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2012). Modul Pelatihan Pendidikan Inklusif. Jakarta : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Lewis, Vicky. (2003). Development and Disability. Blckwell Publishing Company: Padstow, Cornwall.
Mithu Alur and Michael Bach,2005. Inclusive Education for children with disability CAPP. Education World Books, WQ Judge Press, Mumbai India:
Polloway, EA & Patto, JR (1993), Strategies For Teaching Learners With Special Needs, New York: McMillan Publishing Co.
PP No 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasioanal Pendidikan
PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru
Peraturan Menteri Pendidian Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 32 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Guru Pendidikan Khusus.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 39 Tahun 2009 tentang Pemenuhan Beban Kerja Guru dan Pengawas Satuan Pendidikan.
Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.
Mengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 35 Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.
Rita Jordan. (1977). Educating of Children and Young People With Autism Birmingham. University. United Kingdom. 1977.
Skjorten, Miriam Donath, (1999). Assessment. UIO. Norway
Skjorten, MD. (2001). Towards Inclusion and Enrichment dalam Education-Special Needs Education An Introduction. Johnsen, B.H. dan Skjorten, M.D. (ed). pp 23 - 48. Unipub forlag. Oslo.
Smith, R. M.; Neisworth, J. T.; Berlin, C. M. Jr. (1975). The Exceptional Child. New York: Me Graww-hill Book Company.
Stubbs, Sue (2002). Inclusive Education: Where there are few resources. The Atlas Alliance: Gronland , Oslo
Suparno & Heri Purwanto (2007), Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus (Buku Ajar), Jakarta: Dirjend Dikti Depdiknas.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
UNESCO (1994). The Salamanca Statement and Framework For Action on Special Needs Education. PARIS:Author. Warnock,H.M.(1978). Special Educational Needs:Report of The committee of Enquiry in the Education of Handicapped Young People. London: Her Majesty’s, Stationary Office
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasionai. Internet available from http://www.geocities,com/frans_98/uu/uu_20_03.htm. Accesed on April 10th 2008
UNESCO (2004). Perangkatuntuk Mengembangkan Lingkungan Inklusif: Ramahterhadap Pembelajaran, Jakarta
UNESCO. (1994). The Salamanca Statement and Framework for Action on Special Needs Education. (Online): http://www.unesco. org/education/educprog/sne/files_pdf/framew_e.pdf. Diakses 16 Juni 2003.
Wikipedia (2012). Special Education. (Online). Tersedia: http:// en.wikipedia.org/wiki/Special_education. Diakses 17 April 2012.
PROFIL PENULISPendahuluan
Drs. Dedy Kustawan, M.Pd.
lahir di Kabupaten Ciamis Jawa
Barat.
Bertugas sebagai Pengawas
Sekolah PLB Dinas Pendidikan
Provinsi Jawa Barat mulai tahun
2001.
Karirnya diawali sebagai Guru SLB-B Budi Nurani Kota
Sukabumi, Kepala SLB-A Budi Nurani Kota Sukabumi dan
sampai sekarang jabatannya sebagai Pengawas Sekolah PLB
Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat.
Dra. Hj. Yani Meimulyani, M.Pd.
lahir di Kabupaten Tasikmalaya
Provinsi Jawa Barat.
Bertugas sebagai Pengawas
Pengawas Sekolah PLB mulai Tahun
2010.Karirnya diawali sebagai Guru SLB, Kepala SLB-C
Purnama Asih Kabupaten Bandung Barat dan sampai
sekarang jabatannya sebagai Pengawas Sekolah PLB Dinas
Pendidikan Provinsi Jawa Barat.
Mengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya
LAMPIRANLampiran 1:
Struktur Kurikulum Pendidikan Khusus
Struktur Kurikulum SDLB Tunanetra
Komponen Kelas dan Alokasi Waktu
I II III IV, V, dan VI
A. Mata Pelajaran
1. Pendidikan Agama
2. Pendidikan Kewarganegaraan 2
3. Bahasa Indonesia 5
4. Matematika 5
5. Ilmu Pengetahuan Alam 4
6. Ilmu Pengetahuan Sosial 3
7. Seni Budaya dan Keterampilan 4
8. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan 4
B. Muatan Lokal 2
C. Program Khusus Orientasi dan Mobilitas 2
D. Pengembangan Diri 2*)
Jumlah: 28 29 30 34
2*) Ekuivalen 2 jam pembelajaran
Lampiran
Struktur Kurikulum SDLB Tunarungu
Komponen Kelas dan Alokasi Waktu
I II III IV, V, dan VI
A. Mata Pelajaran3
1. Pendidikan Agama
2. Pendidikan Kewarganegaraan 2
3. Bahasa Indonesia 5
4. Matematika 5
5. Ilmu Pengetahuan Alam 4
6. Ilmu Pengetahuan Sosial 3
7. Seni Budaya dan Keterampilan 4
8. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan
4
B. Muatan Lokal 2
C. Program Khusus BinaKomunikasi, Persepsi Bunyi & Irama
2
D. Pengembangan Diri 2*)
Jumlah: 28 29 30 34
2*) Ekuivalen 2 jam pembelajaran
Struktur Kurikulum SDLB Tunadaksa
Mengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya
Komponen Kelas dan Alokasi Waktu
I II III IV, V, dan VI
A. Mata Pelajaran3
1. Pendidikan Agama
2. Pendidikan Kewarganegaraan 2
3. Bahasa Indonesia 5
4. Matematika 5
5. Ilmu Pengetahuan Alam 4
6. Ilmu Pengetahuan Sosial 3
7. Seni Budaya dan Keterampilan 4
8. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan 4
B. Muatan Lokal 2
C. Program Khusus Bina Gerak 2
D. Pengembangan Diri 2*)
Jumlah: 28 29 30 34
2*) Ekuivalen 2 jam pembelajaran
Struktur Kurikulum SDLB Tunalaras
Komponen Kelas dan Alokasi Waktu
I II III IV, V, dan VI
A. Mata Pelajaran3
1. Pendidikan Agama
2. Pendidikan Kewarganegaraan 2
3. Bahasa Indonesia 5
4. Matematika 5
5. Ilmu Pengetahuan Alam 4
6. Ilmu Pengetahuan Sosial 3
7. Seni Budaya dan Keterampilan 4
8. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan
4
B. Muatan Lokal 2
C. Program Khusus Bina Pribadi dan Sosial
2
D. Pengembangan Diri 2*)
Jumlah: 28 29 30 34
2*) Ekuivalen 2 jam pembelajaran
Struktur Kurikulum SMPLB Tunanetra
Mengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya
Komponen
Kelas dan Alokasi Waktu
VII VIII IX
A. Mata Pelajaran
1. Pendidikan Agama 2 2 2
2. Pendidikan Kewarganegaraan 2 2 2
3. Bahasa Indonesia 2 2 2
4. Bahasa Inggris 2 2 2
5. Matematika 3 3 3
6. Ilmu Pengetahuan Sosial 2 2 2
7. Ilmu Pengetahuan Alam 3 3 3
8. Seni Budaya 2 2 2
9. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan 2 2 2
10.Keterampilan Vokasional/Teknologi Informasi dan Komunikasi *)
10 10 10
B. Muatan Lokal 2 2 2
C. Program Khusus Orientasi & Mobilitas 2 2 2
D. Pengembangan Diri 2**) 2**) 2**)
Jumlah: 34 34 34
*) Keterampilan vokasional/teknologi inform' h dan komunikasi merupakan paket pilihan. Jenis keterampiL kasional/teknologi informasi yang dikembangkan, diserahkan kepada sekolah sesuai potensi daerah.
2**) Ekuivalen 2 jam pembelajaran
Struktur Kurikulum SMPLB Tunarungu
Komponen
Kelas dan Alokasi Waktu
VII VIII IX
A. Mata Pelajaran
1. Pendidikan Agama 2 2 2
2. Pendidikan Kewarganegaraan 2 2 2
3. Bahasa Indonesia 2 2 2
4. Bahasa Inggris 2 2 2
5. Matematika 3 3 3
6. Ilmu Pengetahuan Sosial 2 2 2
7. Ilmu Pengetahuan Alam 3 3 3
8. Seni Budaya 2 2 2
9. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan 2 2 2
10.Keterampilan Vokasional/Teknologi Informasi 10 10 10dan Komunikasi *)
B. Muatan Lokal 2 2 2
C. Program Khusus Bina Komunikasi, Persepsi 2 2 2Bunyi & Irama
D. Pengembangan Diri 2**) 2**) 2**)
Jumlah: 34 34 34
*) Keterampilan asional/teknologi informasi dan komunikasi merupakan pak.. pilihan. Jenis keterampilan vokasional/teknologi informasi yang dikembangkan, diserahkan kepada sekolah sesuai potensi daerah.
2**) Ekuivalen 2 jam pembelajaran
Mengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya
Struktur Kurikulum SMPLB Tunadaksa
KomponenKelas dan Alokasi
Waktu
VII VIII IX
A. Mata Pelajaran
1. Pendidikan Agama 2 2 2
2. Pendidikan Kewarganegaraan 2 2 2
3. Bahasa Indonesia 2 2 2
4. Bahasa Inggris 2 2 2
5. Matematika 3 3 3
6. Ilmu Pengetahuan Sosial 2 2 2
7. Ilmu Pengetahuan Alam 3 3 3
8. Seni Budaya 2 2 2
9. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan 2 2 2
10.Keterampilan Vokasional/Teknologi Informasi dan Komunikasi *) 10 10 10
B. Muatan Lokal 2 2 2
C. Program Khusus Bina Gerak 2 2 2
D. Pengembangan Diri 2**) 2**) 2**)
Jumlah: 34 34 34
*) Keterampilan vokasional/teknologi informasi dan komunikasi merupakan paket pilihan. Jenis keterampilan vokasional/teknologi informasi yang dikembangkan, diserahkan kepada sekolah sesuai potensi daerah.
2**) Ekuivalen 2 jam pembelajaran
Struktur Kurikulum SMPLB Tunalaras
Komponen
Kelas dan Alokasi Waktu
VII VIII IX
A. Mata Pelajaran
1. Pendidikan Agama 2 2 2
2. Pendidikan Kewarganegaraan 2 2 2
3. Bahasa Indonesia 2 2 2
4. Bahasa Inggris 2 2 2
5. Matematika 3 3 3
6. Ilmu Pengetahuan Sosial 2 2 2
7. Ilmu Pengetahuan Alam 3 3 3
8. Seni Budaya 2 2 2
9. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan 2 2 2
10.Keterampilan Vokasional/Teknologi Informasi 10 10 10dan Komunikasi *)
B. Muatan Lokal 2 2 2
C. Program Khusus Bina Pribadi dan Sosial 2 2 2
D. Pengembangan Diri 2**) 2**) 2**)
Jumlah: 34 34 34
*) Keterampilan vokasional/teknologi informasi dan komunikasi merupakan paket pilihan. Jenis keterampilan vokasional/teknologi informasi yang dikembangkan, diserahkan kepada sekolah sesuai potensi daerah.
2**) Ekuivalen 2 jam pembelajaran
Mengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya
Struktur Kurikulum SMALB Tunanetra
Komponen
Kelas dan Alokasi Waktu
X XII XIII
A. Mata Pelajaran
1. Pendidikan Agama 2 2 2
2. Pendidikan Kewarganegaraan 2 2 2
3. Bahasa Indonesia 2 2 2
4. Bahasa Inggris 2 2 2
5. Matematika 2 2 2
6. Ilmu Pengetahuan Sosial 2 2 2
7. Ilmu Pengetahuan Alam 2 2 2
8. Seni Budaya 2 2 2
9. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan 2 2 2
10. Keterampilan Vokasional/Teknologi Informasi dan Komunikasi *)
16 16 16
B. Muatan Lokal 2 2 2
C. Program Khusus Orientasi dan Mobilitas 2 2 2
D. Pengembangan Diri 2**) 2**) 2**)
Jumlah: 36 36 36
*) Keterampilan vokasional/teknologi informasi dan komunikasi merupakan paket pilihan. Jenis keterampilan vokasional/teknologi informasi yang dikembangkan, diserahkan kepada sekolah sesuai potensi daerah.
2* * ) Ekuivalen 2 jam pembelajaran
Struktur Kurikulum SMALB Tunarungu
Komponen
Kelas dan Alokasi Waktu
X XII XIII
A. Mata Pelajaran
1. Pendidikan Agama 2 2 2
2. Pendidikan Kewarganegaraan 2 2 2
3. Bahasa Indonesia 2 2 2
4. Bahasa Inggris 2 2 2
5. Matematika 2 2 2
6. Ilmu Pengetahuan Sosial 2 2 2
7. Ilmu Pengetahuan Alam 2 2 2
8. Seni Budaya 2 2 2
9. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan 2 2 2
10. Keterampilan Vokasional/Teknologi Informasi dan Komunikasi *)
16 16 16
B. Muatan Lokal 2 2 2
C. Program Khusus Bina Komunikasi, Persepsi 2 2 2Bunyi dan Irama
D. Pengembangan Diri 2**) 2**) 2**)
Jumlah: 36 36 36
*) Keterampilan vokasional/teknologi informasi dan komunikasi merupakan paket pilihan. Jenis keterampilan vokasional/teknologi informasi yang dikembangkan, diserahkan kepada sekolah sesuai potensi daerah.
2**) Ekuivalen 2 jam pembelajaran
Mengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya
Struktur Kurikulum SMALB Tunadaksa
Komponen
Kelas dan Alokasi Waktu
X XII XIII
A. Mata Pelajaran
1. Pendidikan Agama 2 2 2
2. Pendidikan Kewarganegaraan 2 2 2
3. Bahasa Indonesia 2 2 2
4. Bahasa Inggris 2 2 2
5. Matematika 2 2 2
6. Ilmu Pengetahuan Sosial 2 2 2
7. Ilmu Pengetahuan Alam 2 2 2
8. Seni Budaya 2 2 2
9. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan 2 2 2
10.Keterampilan Vokasional/Teknologi Informasi 16 16 16dan Komunikasi *)
B. Muatan Lokal 2 2 2
C. Program Khusus Bina Gerak 2 2 2
D. Pengembangan Diri 2**) 2**) 2**)
Jumlah: 36 36 36
*) Keterampilan vokasional/teknologi informasi dan komunikasi merupakan paket pilihan. Jenis keterampilan vokasional/teknologi informasi yang dikembangkan, diserahkan kepada sekolah sesuai potensi daerah. v
2**) Ekuivalen 2 jam pembelajaran
Struktur Kurikulum SMALB Tunalaras
Komponen
Kelas dan Alokasi Waktu
X XII XIII
A. Mata Pelajaran
1. Pendidikan Agama 2 2 2
2. Pendidikan Kewarganegaraan 2 2 2
3. Bahasa Indonesia 2 2 2
4. Bahasa Inggris 2 2 2
5. Matematika 2 2 2
6. Ilmu Pengetahuan Sosial 2 2 2
7. Ilmu Pengetahuan Alam 2 2 2
8. Seni Budaya 2 2 2
9. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan 2 2 2
10.Keterampilan Vokasional/Teknologi Informasi dan Komunikasi *)
16 16 16
B. Muatan Lokal 2 2 2
C. Program Khusus Bina Pribadi dan Sosial 2 2 2
D. Pengembangan Diri 2**) 2**) 2**)
Jumlah: 36 36 36
*) Keterampilan vokasional/teknologi informasi dan komunikasi merupakan paket pilihan. Jenis keterampilan vokasional/teknologi informasi yang dikembangkan, diserahkan kepada sekolah sesuai potensi daerah.
2**) Ekuivalen 2 jam pembelajaran
Mengenal Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Serta Implementasinya
Struktur Kurikulum SDLB, SMPLB, dan SMALB C,C1,D1,G
Struktur kurikulum satuan pendidikan khusus tingkat
SDLB, SMPLB dan SMALB C,C1>D1 dan G merupakan satu
rumpun yang relatif sama antara satu jenis kelainan dengan
jenis kelainan yang lain. Karena itu di bawah ini disajikan
tabel struktur kurikulum untuk SDLB C,C1,D1,G, SMPLB
C,C1 ,D1 ,G dan SMALB C, C1, D1, G sebagai berikut.
Tabel 22. Struktur Kurikulum SDLB Tunagrahita Ringan,
Tunagrahita Sedang, Tunadaksa Sedang , dan Tunaganda
Komponen Kelas dan Alokasi Waktu
I, II, dan III IV, V, dan VI
A. Mata Pelajaran
1. Pendidikan Agama
2. Pendidikan Kewarganegaraan
3. Bahasa Indonesia 30
(Pendekatantematik)
4. Matematika
5. Ilmu Pengetahuan Alam 29 - 32
6. Ilmu Pengetahuan Sosial (Pendekatan
7. Seni Budaya dan Keterampilan tematik)
8. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan
B. Muatan Lokal 2
C. Program Khusus *) 2
D. Pengembangan Diri 2*)
Jumlah: 29 - 32 34
*) Disesuaikan dengan kelainan dan kebutuhan peserta didik
2*) Ekuivalen 2 jam pembelajaran
Struktur Kurikulum SMPLB Tunagrahita Ringan,
Tunagrahita Sedang, Tunadaksa Sedang, dan Tunaganda
KomponenKelas dan Alokasi Waktu
VII VIII IX
A. Mata Pelaj^ran
1. Pendidikan Agama
10
(Pende-katan
tematik)
10
(Pende-katan
tematik)
10
(Pende-katan
tematik)
2. Pendidikan Kewarganegaraan
3. Bahasa Indonesia
4. Bahasa Inggris
5. Matematika
6. Ilmu Pengetahuan Sosial
7. Ilmu Pengetahuan Alam
8. Seni Buday^
9. Pendidikan jasmani, Olahraga d^n Kesehatan
10. Keterampilan Vokasional/ Teknologi Informasi dan Komunikasi *)
20 20 20
B. Muatan Lokal 2 2 2
C. Program KhnSUs **) 2 2 2
D. Pengembangan Diri 2***^ 2*** j 2***^
JUmlah 36 36 36
*) Keterampilan vokasional/teknologi informasi dan komunikasi merupakan paket pilihan. Jenis keterampilan vokasional/teknologi informasi yang dikembangkan, diserahkan kepada sekolah sesuai potensi daerah.
**) Disesuaikan dengan kelainan dan kebutuhan peserta didik
2***) Ekuivalen 2 jam pembelajaran
MENGENALPENDIDIKAN KHUSUS &PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS
SERTA IMPLEMENTASINYA
Pendidikan merupakan salah satu hal penting dalam kehidupan manusia. Pendidikan berkembang begitu pesat sehingga menuntut setiap orang menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman, termasuk didalamnya anak yang membutuhkan pendidikan khusus dan anak yang membutuhkan pendidikan layanan khusus.
Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosion—■ -----1~~' —dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan b’Sunan Kaluga
Pendidikan layanan khusus rr— Y°gyakarta
peserta didik di daerah terpencil at;: adat yang terpencil, dan/atau it
bencana sosial dan tidak mampu dar i4srio94647.o2
ISBN 978-602-268-020-8
lu*ima 9 7 8 6 0 2 2 6 8 0 2 0 8