mengatasi kesulitan peserta didik sekolah dasar dalam penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat...
DESCRIPTION
Persoalan intern pembelajaran berkaitan dengan kondisi kepribadian peserta didik, baik fisik maupun mental. Masalah-masalah belajar yang berkenaan dengan dimensi peserta didik sebelum belajar pada umumnya berkenaan dengan minat, kecakapan, dan pengalaman-pengalaman, termasuk motivasi. Bilamana peserta didik memiliki minat yang tinggi untuk belajar, maka ia akan berupaya mempersiapkan hal-hal yang berkaitan dengan apa yang akan dipelajari secara lebih baik. Namun bilamana peserta didik tidak memiliki minat untuk belajar, maka peserta didik tersebut cenderung mengabaikan kesiapannya untuk belajar.Hakikat motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada peserta didik yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan perilaku. Motivasi belajar adalah proses yang memberi semangat belajar, arah, dan kegigihan perilaku. Artinya, perilaku yang termotivasi adalah perilaku yang penuh energi, terarah, dan bertahan lama.Indikator motivasi belajar menurut Hamzah B. Uno (dalam Agus Supriyono, 2012:163) dapat diklasifikasikan sebagai berikut:1. Adanya hasrat dan keinginan berhasil2. Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar3. Adanya harapan dan cita-cita masa depan4. Adanya penghargaan dalam belajar5. Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar6. Adanya lingkungan belajar yang kondusif sehingga memungkinkan peserta didik dapat belajar dengan baik.Berdasarkan poin kelima diatas dapat dilihat bahwa salah satu yang dapat menjadi motivasi bagi peserta didik dalam belajar adalah dengan adanya kegiatan yang menarik selama proses pembelajaran berlangsung. Dengan keberadaan alat peraga dalam pembelajaran peserta didik, khususnya kelas V Sekolah Dasar tentu akan menambah minat dan motivasi mereka dalam belajar.Seiring dengan masuknya peserta didik ke sekolah dasar, maka kemampuan kognitifnya turut mengalami perkembangan yang pesat. Karena dengan masuk sekolah, berarti dunia dan minat peserta didik bertambah luas, dan dengan meluasnya minat, maka bertambah pula pengertian tentang manusia dan objek-objek yang sebelumnya kurang berarti bagi peserta didik. Dalam keadaan normal, pikiran peserta didik usia sekolah berkembang secara berangsur-angsur. Kalau pada masa sebelumnya, daya pikir peserta didik masih bersifat imajinatif dan egosentris, maka pada usia sekolah dasar ini daya pikir peserta didik berkembang ke arah berpikir konkret, rasional, dan objektif. Daya ingatnya menjadi sangat kuat, sehingga peserta didik benar-benar berada dalam suatu stadium belajar.Teori Belajar Konstruktivisme Jean Piaget (dalam Azhar, 2013) membagi fase perkembangan manusia ke dalam empat perkembangan yaitu, periode sensori (0-18/24 bulan), periode operasional (2-7 tahun), periode operasional konkret (7-11 tahun), operasional formal (lebih dari 11 tahun) untuk lebih jelasnya lihat tabel berikut:Tahapan Usia/Tahun GambaranSensorimotor 0-2 Bayi bergerak dari tindakan refleks instingtif pada saat lahir sampai permulaan pikiran simbolis. Bayi membangun suatu pemahaman tentang dunia melalui pengordinasian pengalaman-pengalaman sensor dengan tindakan fisikOperational 2-7 Anak mulai merepresentasikan dunia dengan kata-kata dan gambar-gambar. Kata-kata dan gambar menunjukkan adanya peningkatan pemikiran simbolis dan melampaui hungan informasi sensor dan tindak fisik.Concerte operational 7-11 Pada saat ini anak dapat berpikir secara logis mengenai peristiwa-peristiwa yang konkret Formal operational 11-15 Anak remaja berpikir dengan cara yang lebih absrtak dan logis. Pemikiran lebih idealistik. (sumber: Agus N Cahyo)Berdasarkan tabel diatas, pada tahap concrete operational, yakni anak usia Sekolah Dasar usia 7 – 11 tahun, anak dapat berpikir secara logis mengenai peristiwa-peristiwa yang konkret. Pada usia perkembangan kognitif, peserta didik sekolah dasar masih terikat dengan objek konkret yang dapat ditangkap oleh panca indra. Dalam pembelajaran matematika yang abstrak, peserta didik memerlukan alat bantu berupa media, dan alat peraTRANSCRIPT
Tugas Makalah Kelompok
PROBLEMATIKA PENDIDIKAN MATEMATIKA
DI TINGKAT SEKOLAH DASAR
(Mengatasi Kesulitan Peserta Didik Sekolah Dasar dalam Penjumlahan dan
Pengurangan Bilangan Bulat menggunakan Alat Peraga)
KELAS H
KELOMPOK III
JUSNADI (14B07103)
LISNASARI ANDI MATTOLIANG (14B07104)
MASNUR (14B07105)
MIKE KUSUMAWATI (14B07106)
PENDIDIKAN MATEMATIKAPROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis persembahkan kehadirat Allah SWT., karena hanya
atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga sebuah makalah ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah
Problematika Pendidikan Matematika yang dibina oleh Prof. Dr. H. Suradi
Tahmir, M.S.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
masih banyak kekurangan dan kesalahannya. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak
menuju kesempurnaan makalah ini. Kritik dan saran tersebut akan kami terima
dengan segala senang hati dan tak lupa mengucapkan banyak terima kasih.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Makassar, 24 Oktober 2014
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah.......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................... 3
C. Tujuan...................................................................................................... 3
BAB II KAJIAN PUSTAKA............................................................................ 4
A. Karakteristik Peserta Didik..................................................................... 4
B. Bilangan Bulat......................................................................................... 6
C. Media Pembelajaran dan Alat Peraga..................................................... 7
D. Penerapan Alat Peraga dalam Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan
Bulat........................................................................................................ 11
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................... 28
A. Kesimpulan.............................................................................................. 28
B. Saran........................................................................................................ 28
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 29
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang memegang peranan
penting dalam pendidikan. Matematika sebagai ilmu dasar segala bidang ilmu
pengetahuan adalah hal yang sangat penting untuk kita ketahui. Oleh sebab itu,
mulai dari usia pendidikan dini sampai perguruan tinggi selalu melibatkan
matematika pada mata pelajaran wajib. Matematika pada dasarnya memiliki objek
yang abstrak.
Peserta didik sekolah dasar yang berusia antara 7 tahun sampai 11 tahun
berada pada fase pemikiran konkret. Menurut Piaget (dalam Heruman, 2010: 1)
pada fase ini, peserta didik berada pada fase operasional konkret. Kemampuan
yang tampak pada fase ini adalah kemampuan dalam proses berpikir untuk
mengoperasikan kaidah-kaidah logika, meskipun masih terkait dengan objek yang
bersifat konkret.
Dari usia perkembangan kognitif, peserta didik sekolah dasar masih terikat
dengan objek konkret yang dapat ditangkap oleh panca indra. Dalam
pembelajaran matematika yang abstrak, peserta didik memerlukan alat bantu
berupa media, dan alat peraga yang dapat memperjelas apa yang akan
disampaikan oleh guru sehingga lebih cepat dipahami dan dimengerti oleh peserta
didik.
Dalam matematika, setiap konsep yang abstrak yang baru dipahami peserta
didik perlu segera diberi penguatan, agar mengendap dan bertahan lama dalam
memori peserta didik, sehingga akan melekat dalam pola pikir dan pola
tindakannya. Operasi penjumlahan dan pengurangan merupakan salah satu materi
yang sangat penting untuk dikuasai peserta didik karena berhubungan langsung
dengan kehidupan sehari-hari. Namun, peserta didik masih mengalami kesulitan
dalam operasi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat. Kesulitan pada
operasi penjumlahan jika dua bilangan bulat berbeda tanda, contohnya 2+(−5).
Pada operasi pengurangan jika bilangan pengurangnya lebih besar, contohnya
3−5 dan jika pengurangan dua bilangan bulat negatif, contohnya −3−(−5).
Salah satu hal yang menyebabkan permasalahan ini adalah kegiatan pembelajaran
yang kurang inovatif. Dibutuhkan lebih dari kemampuan mengajar untuk
membuat pembelajaran lebih bermakna bagi peserta didik dan dengan
pengetahuan tentang berbagai macam strategi pembelajaran, guru dapat
merencanakan pembelajaran sesuai dengan karakter materi yang akan diajarkan
dengan memanfaatkan media pembelajaran yang murah dan bisa diperoleh dengan
mudah.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Faridiah (2009), dalam
proses belajar mengajar guru di tingkat Sekolah Dasar sebaiknya menggunakan
alat peraga atau media yang menarik dan bervariasi supaya pembelajaran yang
berlangsung menyenangkan dan guru dapat mengkreasikan cara-cara yang mudah
dan cepat dipahami siswa dalam pembelajaran.
Untuk memudahkan peserta didik khususnya kelas V Sekolah Dasar yang
masih berpikir konkret dalam memahami konsep penjumlahan dan pengurangan
bilangan bulat dapat dipergunakan alat peraga. Berdasarkan pemaparan tersebut,
maka dalam makalah ini akan dibahas tentang alat peraga sebagai alat bantu
mengajar dalam mengatasi kesulitan peserta didik sekolah dasar pada materi
penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan sebelumnya, maka
penulis merumuskan masalah yaitu bagaimana pemanfaatan alat peraga dalam
mengatasi kesulitan peserta didik kelas V Sekolah Dasar pada materi penjumlahan
dan pengurangan bilangan bulat?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui pemanfaatan
alat peraga dalam mengatasi kesulitan peserta didik kelas V Sekolah Dasar pada
materi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
E. Karakteristik Peserta Didik dalam Pembelajaran di Tingkat Sekolah
Dasar
Persoalan intern pembelajaran berkaitan dengan kondisi kepribadian peserta
didik, baik fisik maupun mental. Masalah-masalah belajar yang berkenaan dengan
dimensi peserta didik sebelum belajar pada umumnya berkenaan dengan minat,
kecakapan, dan pengalaman-pengalaman, termasuk motivasi. Bilamana peserta
didik memiliki minat yang tinggi untuk belajar, maka ia akan berupaya
mempersiapkan hal-hal yang berkaitan dengan apa yang akan dipelajari secara
lebih baik. Namun bilamana peserta didik tidak memiliki minat untuk belajar,
maka peserta didik tersebut cenderung mengabaikan kesiapannya untuk belajar.
Hakikat motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada
peserta didik yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan perilaku.
Motivasi belajar adalah proses yang memberi semangat belajar, arah, dan
kegigihan perilaku. Artinya, perilaku yang termotivasi adalah perilaku yang penuh
energi, terarah, dan bertahan lama.
Indikator motivasi belajar menurut Hamzah B. Uno (dalam Agus Supriyono,
2012:163) dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Adanya hasrat dan keinginan berhasil
2. Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar
3. Adanya harapan dan cita-cita masa depan
4. Adanya penghargaan dalam belajar
5. Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar
6. Adanya lingkungan belajar yang kondusif sehingga memungkinkan
peserta didik dapat belajar dengan baik.
Berdasarkan poin kelima diatas dapat dilihat bahwa salah satu yang dapat
menjadi motivasi bagi peserta didik dalam belajar adalah dengan adanya kegiatan
yang menarik selama proses pembelajaran berlangsung. Dengan keberadaan alat
peraga dalam pembelajaran peserta didik, khususnya kelas V Sekolah Dasar tentu
akan menambah minat dan motivasi mereka dalam belajar.
Seiring dengan masuknya peserta didik ke sekolah dasar, maka kemampuan
kognitifnya turut mengalami perkembangan yang pesat. Karena dengan masuk
sekolah, berarti dunia dan minat peserta didik bertambah luas, dan dengan
meluasnya minat, maka bertambah pula pengertian tentang manusia dan objek-
objek yang sebelumnya kurang berarti bagi peserta didik. Dalam keadaan normal,
pikiran peserta didik usia sekolah berkembang secara berangsur-angsur. Kalau
pada masa sebelumnya, daya pikir peserta didik masih bersifat imajinatif dan
egosentris, maka pada usia sekolah dasar ini daya pikir peserta didik berkembang
ke arah berpikir konkret, rasional, dan objektif. Daya ingatnya menjadi sangat
kuat, sehingga peserta didik benar-benar berada dalam suatu stadium belajar.
Teori Belajar Konstruktivisme Jean Piaget (dalam Azhar, 2013) membagi
fase perkembangan manusia ke dalam empat perkembangan yaitu, periode sensori
(0-18/24 bulan), periode operasional (2-7 tahun), periode operasional konkret (7-
11 tahun), operasional formal (lebih dari 11 tahun) untuk lebih jelasnya lihat tabel
berikut:
Tahapan Usia/Tahun GambaranSensorimotor
0-2
Bayi bergerak dari tindakan refleks instingtif pada saat lahir sampai permulaan pikiran simbolis. Bayi membangun suatu pemahaman tentang dunia melalui pengordinasian pengalaman-pengalaman sensor dengan tindakan fisik
Operational
2-7
Anak mulai merepresentasikan dunia dengan kata-kata dan gambar-gambar. Kata-kata dan gambar menunjukkan adanya peningkatan pemikiran simbolis dan melampaui hungan informasi sensor dan tindak fisik.
Concerte operational7-11
Pada saat ini anak dapat berpikir secara logis mengenai peristiwa-peristiwa yang konkret
Formal operational11-15
Anak remaja berpikir dengan cara yang lebih absrtak dan logis. Pemikiran lebih idealistik.
(sumber: Agus N Cahyo)
Berdasarkan tabel diatas, pada tahap concrete operational, yakni anak usia
Sekolah Dasar usia 7 – 11 tahun, anak dapat berpikir secara logis mengenai
peristiwa-peristiwa yang konkret. Pada usia perkembangan kognitif, peserta didik
sekolah dasar masih terikat dengan objek konkret yang dapat ditangkap oleh
panca indra. Dalam pembelajaran matematika yang abstrak, peserta didik
memerlukan alat bantu berupa media, dan alat peraga yang dapat memperjelas apa
yang akan disampaikan oleh guru sehingga lebih cepat dipahami dan dimengerti
oleh peserta didik.
F. Bilangan Bulat
Bilangan bulat adalah bilangan rasional bukan pecahan. Bilangan bulat
dapat digambarkan pada garis bilangan. Pada garis bilangan-garis bilangan
tersebut juga dicantumkan bilangan-bilangan yang diberi tanda sesuai dengan
letaknya dari bilangan nol. Bilangan bulat yang terletak di sebelah kiri bilangan
nol diberi tanda negatif (-) dan bilangan ini disebut bilangan bulat negatif.
Bilangan bulat yang berada di sebelah kanan bilangan nol diberi tanda positif (+),
tetapi kebanyakan tanda (+) ini tidak dituliskan, dan bilangan ini disebut dengan
bilangan positif. Bilangan nol itu sendiri disebut bilangan bukan positif dan juga
bukan negatif. Jadi, himpunan bilangan bulat:
B={…,−3 ,−2 ,−1 , 0 ,1 , 2 ,3 }
Letak bilangan bulat pada garis bilangan menyatakan nilai dari bilangan
bulat tersebut. Bilangan disusun secara naik dari kiri ke kanan, sehingga bilangan
yang terletak di sebelah kanan nilainya lebih besar dari bilangan sebelah kirinya.
Pada garis bilangan berlaku jika p terletak di sebelah kanan q maka p>q. Jika p
terletak di sebelah kiri q, maka p<q.
Penjumlahan bilangan bulat dapat dilakukan dengan menggunakan alat
peraga yang berupa: potongan-potongan karton berbentuk setengah lingkaran dan
mobil garis bilangan.
G. Media Pembelajaran dan Alat Peraga
Kata media berasal dari bahasa latin, merupakan bentuk jamak dari kata
medium yang secara harfiah dapat diartikan sebagai perantara atau pengantar.
Proses balajar mengajar seringkali ditandai dengan adanya unsur tujuan, bahan,
metode dan alat, serta evaluasi. Keempat unsur tersebut saling berinteraksi dan
berinterelasi. Metode dan media merupakan unsur yang tidak dapat dipisahkan
dari unsur pembelajaran yang lain. Metode dan alat, yang dalam hal ini adalah
media pembelajaran berfungsi untuk menyampaikan materi pelajaran agar sampai
kepada tujuan.
Media pembelajaran adalah suatu alat yang dapat membantu peserta didik
supaya terjadi proses belajar. Dengan menggunakan media pembelajaran
diharapkan peserta didik diharapkan akan dapat memeroleh berbagai pengalaman
nyata, sehingga materi pelajaran yang disampaikan dapat diserap dengan mudah
dan lebih baik. Penggunaan media dalam pembelajaran didasarkan pada konsep
bahwa belajar dapat ditempuh melalui berbagai cara, antara lain: dengan
mengalami secara langsung (melakukan dan berbuat), dengan mengamati orang
lain, dan dengan membaca serta mendengar.
Secara sederhana menurut Nana Sudjana (2011:156), kehadiran media
dalam suatu kegiatan pembelajaran memiliki nilai-nilai praktis sebagai berikut:
1. Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang
dimiliki peserta didik
2. Media yang disajikan dapat melampaui batasan ruang kelas
3. Media pembelajaran memungkinkan adanya interaksi antara peserta
didik dengan lingkungannya
4. Media dapat menghasilkan keseragaman pengamatan peserta didik
5. Secara potensial, media yang tepat dapat menanamkan konsep dasar
yang konkret, benar, dan berpijak pada realitas
6. Media dapat membangkitkan keinginan dan minat baru
7. Media mampu membangkitkan motivasi dan merangsang peserta
didik untuk belajar
8. Media mampu memberikan belajar secara integral dan menyeluruh
dari yang konkret ke yang abstrak, dari sederhana ke rumit.
Prinsip penggunaan media yaitu:
1. Media berfungsi sebagai alat belajar.
2. Hendaknya sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
3. Hendaknya mengenal/mengusai dengan baik alat media yang
digunakan.
4. Jangan menggunakan media hanya sekedar sebagai selingan.
5. Tidak satu pun alat bantu yang baik untuk semua tujuan karena
tergantung dengan situasi dan kondisi.
Setiap media mempunyai karakteristik tertentu, baik dilihat dari segi
keampuhannya, cara pembuatannya, maupun cara penggunaannya.
Memahami karakteristik berbagai media pengajaran merupakan kemampuan
dasar yang harus dimiliki oleh guru dalam kaitannya dengan keterampilan
pemilihan media pengajaran. Di samping itu, memberikan kemungkinan
kepada guru untuk menggunakan berbagai jenis media pengajaran secara
bervariasi. Sedangkan apabila kurang memahami karakteristik media
tersebut, guru akan dihadapkan kepada kesulitan dan cenderung bersikap
spekulatif.
Yang dimaksud alat peraga adalah media alat bantu pembelajaran, dan
segala macam benda yang digunakan untuk memperagakan materi
pelajaran. Alat peraga di sini mengandung pengertian bahwa segala sesuatu
yang masih bersifat abstrak, kemudian dikonkretkan dengan menggunakan
alat agar dapat dijangkau dengan pikiran yang sederhana dan dapat dilihat,
dipandang, dan dirasakan. Dengan demikian alat peraga lebih khusus dari
media dan teknologi pembelajaran karena berfungsi hanya untuk
memperagakan materi pelajaran yang bersifat abstrak. Menurut Simak
Yaumi dan Syafei (dalam Azhar, 2013:10) alat peraga ialah alat-alat yang
digunakan guru yang berfungsi membantu guru dalam proses mengajarnya
dan membantu peserta didik dalam proses belajarnya.
Manfaat alat peraga sebagai media pembelajaran dalam proses belajar
peserta didik, antara lain:
a. Pengajaran akan lebih menarik perhatian peserta didik sehingga dapat
menumbuhkan motivasi belajar
b. Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih
dipahami oleh para peserta didik, dan memungkinkan peserta didik
menguasai tujuan pengajaran lebih baik
c. Metode mengajar akan lebih bervariasi
d. Peserta didik lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak
hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti
mengamati, melakukan, mendemonstrasikan, dan lain-lain
Alat peraga sebagai suatu cara atau teknik untuk mengantarkan bahan
pelajaran sampai tujuan. Penggunaan alat peraga yang efektif dan efisien
dapat mengurangi verbalisme peserta didik dalam memahami suatu konsep
terutama konsep-konsep yang sulit untuk dipahami dalam proses
pembelajaran matematika.
Penggunaan alat peraga yang efektif dan efisien disamping untuk
menjelaskan pelajaran secara lebih konkret juga dapat mendorong peserta
didik belajar lebih baik dan menciptakan situasi yang menyenangkan
sehingga dapat menumbuhkan minat dan motivasi belajar pada diri peserta
didik, setidaknya ketakutan peserta didik yang beranggapan “matematika
merupakan momok” akan hilang justru mereka akan merasa senang
“bermain sambil berhitung”.
H. Penerapan Alat Peraga dalam Penjumlahan dan Pengurangan
Bilangan Bulat
a. Alat Peraga Ceker
Media ceker ini berbentuk setengah lingkaran, yang masing-masing
setengah lingkaran tersebut mewakili warna merah untuk bilangan positif
(+) dan warna putih untuk bilangan negatif (-). Melalui media ceker ini
dapat membantu peserta didik dalam melakukan penjumlahan bilangan
bulat.
Setengah lingkaran warna merah (bilangan positif)
Setengah lingkaran warna putih (bilangan negatif)
Media ceker ini dapat berupa potongan karton setengah lingkaran
yang apabila sisi diameternya digabungkan akan membentuk satu lingkaran
penuh. Alat ini biasanya terdiri dari dua warna, satu warna untuk
menandakan bilangan positif (warna merah), sedangkan warna lainnya
untuk menandakan bilangan negatif (warna putih).
Dalam alat ini, bilangan Nol (Netral) diwakili oleh 2 (dua) buah
setengah lingkaran dengan warna berbeda yang dihimpitkan pada sisi
diameternya, sehingga membentuk lingkaran penuh dalam 2 (dua) warna.
Dalam operasi hitung, proses penggabungan dalam konsep himpunan
dapat diartikan sebagai penjumlahan, sedangkan proses pemisahan dapat
diartikan sebagai pengurangan. Berarti jika kita menggabungkan sejumlah
setengah lingkaran kedalam kelompok setengah lingkaran lain sama halnya
dengan melakukan penjumlahan.
Netral = Bernilai Nol
Contoh 1
Jika a > 0 dan b < 0 atau sebaliknya, maka gabungkanlah sejumlah setengah
lingkaran yang mewakili bilangan positif ke dalam kelompok setengah
lingkaran yang mewakili bilangan negatif. Selanjutnya, lakukan proses
“penghimpitan” di antara kedua kelompok setengah lingkaran tersebut agar
ada yang menjadi lingkaran penuh. Tujuannya untuk mencari sebanyak-
banyaknya kelompok setengah lingkaran yang bernilai nol. Melalui proses
ini akan menyisakan setengah lingkaran dengan warna tertentu yang tidak
berpasangan. Setengah lingkaran yang tidak berpasangan inilah yang
merupakan hasil penjumlahannya.
2 + (-3) = …?
Untuk menjalankan proses peragaan bentuk operasi ini, yaitu proses
kerja sebagai berikut:
Contoh 2
Jika a > 0 dan b > 0 tetapi a < b, maka sebelum memisahkan sejumlah
b setengah lingkaran yang nilai bilangannya lebih besar dari a, terlebih
dahulu Anda harus menggabungkan sejumlah setengah lingkaran yang
bersifat netral ke dalam kelompok setengah lingkaran a, dan banyaknya
tergantung pada seberapa kurangnya setengah lingkaran yang akan
dipisahkan. Melalui proses ini akan menyisahkan setengah lingkaran dengan
1. Ambil 2 buah setengah lingkaran yang
bertanda positif ke dalam papan peragaan. Hal
ini menunjukkan bilangan positif 2.
2. Tambahkan 3 buah setengah lingkaran yang
bertanda negatif ke dalam papan peragaan. Hal
ini menunjukkan bilangan negatif 3.
3. Lakukan pemetaan antara setengah lingkaran
yang bertanda positif dengan yang bertanda
nagatif dengan tujuan untuk mencari sebanyak-
banyaknya bilangan yang bersifat netral.
4. Dari hasil pemetaan langkah ketiga di atas
terlihat ada dua pasang setengah lingkaran
yang membentuk lingkaran penuh (netral) jika
pasangan setengah lingkaran dikeluarkan maka
dalam papan peragaan terlihat ada 1 (satu)
buah setengah lingkaran yang berwarna
kuning (bernilai negatif 1). Peragaan ini
menunjukkan kepada kita bahwa “2 + (-3) = -1
warna tertentu yang tidak berpasangan. Setengah lingkaran yang tidak
berpasangan inilah yang merupakan hasil pengurangan.
2 – 3 = …?
Untuk menjalankan proses peragaan bentuk operasi ini, yaitu proses
kerja sebagai berikut:
Contoh 3
1. Ambil 2 buah setengah lingkaran yang
bertanda positif ke dalam papan peragaan
(untuk menunjukkan bilangan positif 2)
2. Karena operasi hitungnya berkenaan dengan
pengurangan, yaitu oleh bilangan positif 3,
maka seharusnya kita memisahkan dari
papan peragaan tersebut setengah lingkaran
yang bertanda positif sebanyak 3 buah.
Namun, untuk sementara pengambilan tidak
dapat dilakukan.
karena akan diambil
sebanyak 3 tetapi hanya
ada 2 buah
3. Agar pemisahan dapat dilakukan, maka kita
perlu menambahkan 1 buah setengah
lingkaran bertanda positif dan satu buah
setengah lingkaran bertanda negatif dan
letaknya dihimpitkan ke dalam papan
peragaan.
4. Setelah melalui proses tersebut, dalam
papan peragaan terlihat ada 3 buah setengah
lingkaran yang bertanda positif dan 1 buah
setengah lingkaran bertanda negatif.
Selanjutnya kita dapat memisahkan ke-3
buah setengah lingkaran yang bertanda
positif keluar dari papan peragaan.
5. Dari hasil pemisahan tersebut, di dalam
papan peragaan sekarang terdapat 1 (satu)
buah setengah lingkaran yang bertanda
negatif. Hal ini menunjukkan. 2 – 3 = -1
Jika a < 0 dan b < 0 tetapi a > b, maka sebelum melakukan proses
pemisahan sejumlah b setengah lingkaran yang bilangannya lebih kecil dari
a, terlebih dahulu Anda harus melakukan proses penggabungan sejumlah
setengah lingkaran yang bersifat netral ke dalam kumpulan setengah
lingkaran a, dan banyaknya tergantung dari seberapa kurangnya setengah
lingkaran yang akan dipisahkan. Melalui proses ini akan menyisahkan
setengah lingkaran dengan warna tertentu yang tidak berpasangan. Setengah
lingkaran yang tidak berpasangan inilah yang merupakan hasil pengurangan.
(-1) – (-2) = …?
Untuk menjalankan proses peragaan bentuk operasi ini, yaitu
proses kerja sebagai berikut:
1. Ambil 1 buah setengah lingkaran yang
bertanda negatif ke dalam papan peragaan
(untuk menunjukkan bilangan negatif 1)
2. Karena operasi hitungnya berkenaan dengan
pengurangan, yaitu oleh bilangan negatif 2,
maka seharusnya kita memisahkan dari
papan peragaan tersebut setengah lingkaran
yang bertanda negatif 2 buah. Namun,
untuk sementara pengambilan tidak dapat
dilakukan.
karena akan diambil
sebanyak 2 negatif,
tetapi hanya terdapat 1
buah setengah lingkaran
yang bertanda negatif.
3. Agar pemisahan dapat dilakukan, maka kita
perlu menambahkan 1 buah setengah
lingkaran bertanda positif dan satu buah
setengah lingkaran bertanda negatif dan
letaknya dihimpitkan ke dalam papan
peragaan.
4. Setelah melalui proses tersebut, dalam
papan peragaan terlihat ada 2 buah setengah
lingkaran yang bertanda negatif dan 1 buah
setengah lingkaran – setengah lingkaran
bertanda positif. Selanjutnya kita dapat
memisahkan 2 buah setengah lingkaran
yang bertanda negatif keluar dari papan
peragaan.
5. Dari hasil pemisahan tersebut, di dalam
papan peragaan sekarang terdapat 1(satu)
buah setengah lingkaran yang bertanda
positif. Hal ini menunjukkan. (-1) – (-2) = 1
b. Alat Peraga Mobil Garis Bilangan
Alat peraga mobil garis bilangan adalah media alat peraga. Alat
peraga ini terbuat dari bahan sederhana seperti kayu, triplek, plastik , dan
karton.
Cara penggunaan mobil garis bilangan sebagai berikut:
Mobil diletakkan di titik 0 menghadap ke kanan
Apabila bilangan bulat positif, mobil bergerak maju. Jika bulat
negatif, mobil bergerak mundur
Jika dikurangi mobil harus berbalik arah
Ilustrasi penggunaan mobil garis bilangan adalah sebagai berikut:
1. Misalkan diberikan soal 3+(−2), maka mobil ditempatkan pada angka
0 menghadap ke kanan dan digerakkan maju sejauh 3 kotak, sehingga
mobil berada di angka 3, kemudian mobil bergerak mundur sejauh 2
kotak, sehingga mobil akan berada di angka 1. Maka jawaban dari
soal 3+(−2) adalah 1.
2.
Diberikan soal −3−(−5), maka mobil ditempatkan pada angka 0
menghadap ke kanan dan bergerak mundur sejauh 3 kotak. Operasi
pengurangan berarti posisi mobil dibalik menghadap ke kiri,
kemudian bergerak mundur sejauh 5 kotak, sehingga mobil berada di
angka 2. Maka jawaban dari soal −3−(−5) adalah 2.
3. Diberikan soal 3−5, maka mobil ditempatkan pada angka 0
menghadap ke kanan dan bergerak maju sejauh 3 kotak. Operasi
pengurangan berarti posisi mobil dibalik menghadap ke kiri,
kemudian bergerak maju sejauh 5 kotak, sehingga mobil berada di
angka -2. Maka jawaban dari soal 3−5 adalah −2.
BAB III
PENUTUP
C. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa
manfaat alat peraga sebagai media pembelajaran dalam proses belajar peserta
didik, antara lain: pengajaran akan lebih menarik perhatian peserta didik sehingga
dapat menumbuhkan motivasi belajar, bahan pengajaran akan lebih jelas
maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh para peserta didik, metode
mengajar akan lebih bervariasi, serta peserta didik lebih banyak melakukan
kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga
aktivitas lain seperti mengamati, melakukan, dan mendemonstrasikan, sehingga
alat peraga media ceker dan mobil garis bilangan dapat mengatasi kesulitan
peserta didik kelas V Sekolah Dasar pada materi penjumlahan dan pengurangan
bilangan bulat.
D. Saran
Diharapkan kepada para pendidik agar dalam pemberian materi pelajaran di
tingkat sekolah dasar khususnya dalam pengajaran penjumlahan dan pengurangan
bilangan bulat agar menggunakan media pembelajaran dengan menggunakan alat
peraga. Alat peraga yang dapat digunakan untuk operasi penjumlahan dan
pengurangan bilangan bulat, yaitu media ceker dan mobil garis bilangan.
DAFTAR PUSTAKA
Aunurrahman. 2011. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Arsyad, Azhar. 2013. Media Pembelajaran. Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Cahyo, A. N. 2013. Panduan Aplikasi Teori-Teori Belajar Mengajar Teraktual
dan Terpopuler. Jogjakarta: DIVA Press.
Daryanto. 2013. Strategi dan Tahapan Mengajar. Bandung: CV YRAMA
WIDYA.
Desmita. 2010. Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Djamarah, S.B., dan Zain, A. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Faridiah, H N. 2009. Meningkatkan Penguasaan Konsep Operasi Penjumlahan
dan Pengurangan Bilangan Bulat Melalui Bermain pada Siswa Kelas V MI
Miftahul Ulum 01 Wonorejo Kabupaten Pasuruan. Skripsi. Universitas
Negeri Malang
Heruman. 2010. Model Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Husdarta, JS. dan Saputra, YM. 2013. Belajar dan Pembelajaran. Bandung:
Alfabeta.
Sudjana, Nana. 2011. Teori Belajar untuk Pembelajaran. Bekasi: Binamitra.
Suprijono, Agus. 2012. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.