mengapa terdapat muntah darah dan bab berwarna hitam

6
1. Mengapa terdapat muntah darah dan BAB berwarna hitam Untuk pendarahan saluran cerna dibagi menjadi 2, yaitu pendarahan saluran cerna bagian atas dan bawah. Hematemesis diartikan sebagai muntah darah dimana darah yang keluar bercampur dengan asam lambung, dan melena sebagai pengeluaran kotoran yang hitam karena adanya darah yang berubah bentuknya. gejala pendarahan gastrointestinal ini menunjukan bahwa sumber pendarahan terletak dibagian proksimal. Warna darah yang dimuntahkan tergantung pada konsentrasi asam hidroklorida dalam lambung dan campuran dengan darahnya. Jika vomitus terjadi segera setelah terjadi pendarahan, muntahan akan tampak berwarna merahdan baru beberapa waktu kemudian penampakannya menjadi gelap, coklat atau hitam. Bekuan darah yang mengendap pada muntahan akan tampak seperti ampas kopi yang khas. Hematemisis biasanya menunjukan pendarahan di sebelah proksimal ligamentum treitz, karena darah memasuki traktus gastrointestinal dibawah duodenum jarang masuk ke dalam lambung. Pada pasien hematesis biasanya akan terjadi melena. itilah melena biasanya digambarkan pendarahan esophagus, lambung, atau duodenum, tetapi lesi didalam jejunum, ilium bahkan kolon asendens dapat menyebabkan melena asalkan waktu perjalanan melalui traktus gastrointestinal cukup panjang. Warna melena yang hitam terjadi akbat kontakan darah dengan asam hidroklorida sehingga

Upload: muzayyinatul-hayat

Post on 14-Sep-2015

6 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

tytyt

TRANSCRIPT

1. Mengapa terdapat muntah darah dan BAB berwarna hitam Untuk pendarahan saluran cerna dibagi menjadi 2, yaitu pendarahan saluran cerna bagian atas dan bawah. Hematemesis diartikan sebagai muntah darah dimana darah yang keluar bercampur dengan asam lambung, dan melena sebagai pengeluaran kotoran yang hitam karena adanya darah yang berubah bentuknya. gejala pendarahan gastrointestinal ini menunjukan bahwa sumber pendarahan terletak dibagian proksimal. Warna darah yang dimuntahkan tergantung pada konsentrasi asam hidroklorida dalam lambung dan campuran dengan darahnya. Jika vomitus terjadi segera setelah terjadi pendarahan, muntahan akan tampak berwarna merahdan baru beberapa waktu kemudian penampakannya menjadi gelap, coklat atau hitam. Bekuan darah yang mengendap pada muntahan akan tampak seperti ampas kopi yang khas. Hematemisis biasanya menunjukan pendarahan di sebelah proksimal ligamentum treitz, karena darah memasuki traktus gastrointestinal dibawah duodenum jarang masuk ke dalam lambung.Pada pasien hematesis biasanya akan terjadi melena. itilah melena biasanya digambarkan pendarahan esophagus, lambung, atau duodenum, tetapi lesi didalam jejunum, ilium bahkan kolon asendens dapat menyebabkan melena asalkan waktu perjalanan melalui traktus gastrointestinal cukup panjang. Warna melena yang hitam terjadi akbat kontakan darah dengan asam hidroklorida sehingga terbentuk hematin. Tinja tersebut akan berbentuk seperti ter (lengket) dan menimbulkan bau yang khas. Konsistensi seperti ter ini berbeda dengan tinja yang berwarna hitam atau gelap setelah seseorang mengkonsumsi zat besi, bismuth atau licorice. Hematokezia, yaitu keluarnya darah segar lewat rectum, umunya menunjukan sumber pendarahan yang terletak disebelah distal ligamentum treitz.namun demikian, karena darah harus tetap berada didalam usus selam kurang lebih 8 jam untuk menghasilkanmelena, pendarahan yang cepat kedalam esophagus, lambung atau duodenum dapat pula menyebabkan hematokezia.

2. Mengapa pasien merasakan nyeri yang terkadang terasa menjalar dari bawah hingga ke tenggorokan dan lidahnya menjadi terasa pahit, napsu makan menurun serta 3. Mengapa pasien mengeluh ingin mual dan muntahMual dan muntah juga merupakan gejala dan tanda yang sering menyertai gangguan gastrointestinal. Awalya karena gaya hidup pasien yang tidak baik, yang menyebabkan peningkatan asam lambung, yang dapat menyebabkan peradagan dan iritasi mukosa, erosi vena dan arteri di usus, yang akan menimbulkan jaringan parut dan menimbulkan obstruksi antara usus dan lambung, hingga terjadi distensi ( meregang ) lambung, hingga timbul perasaan penuh, hingga terjadi mual muntah.Muntah merupakan suaru cara traktus gastrointestinal membersihkan dirinya sendiri dari isinya ketika hampir semua bagian atas traktus gastrointestinal teriritasi secara luas, sangat mengembang, atau bahkan terlalu terangsang. Distensi atau iritasi yang berlebihan dari duodenum menyebabkan suatu rangsangan khusus yang kuat untuk muntah.Mual muntah dapat terjadi dalam tiga stadium yaitu, (1) mual, (2) retching (gerakan dan suara sebelum muntah), (3) muntah. Stadium pertama mual dapat dijelaskan sebagai perasaan yang sangat tidak enak dibelakang tenggorokan dan epigastrium, sering menyebabkan muntah. Terdapat berbagai perubahan aktivitas saluran cerna yang berkaitan dengan mual, seperti peningkatan saliva, menurunnya tonus lambung, dan peristaltic. Peninkatan tonus duodenum dan jejunum menyebabkan terjadinya refluks isi deudenum ke lambung. Stadium kedua retching adalah suatu usaha involunter untuk muntah, seringkali menyetai mual dan terjadi sebelum muntah, terdiri atas gerakan pernapasan spasmodic melawan glottis dan gerakan inspirasi dinding dada dan diagfragma. Kontraksi otot abomen saat ekspirasi mengendalikan gerakan inspirasi. Pylorus dan antrum distal berkontraksi saat fundus berelaksasi. Stadium ketiga muntah merupakan reflek yang menyebabkan dorongan ekpulsi isi lambung atau usus atau keduanya ke mulut. Muntah terjadi akibat rangsangan pada pusat muntah, yang terletak didaerah postrema medulla oblongata didasar ventrikel keempat.muntah dapat dirangsang melalui jalur saraf aferen oleh rangsangan nervus vagus dan simpatis atau rangsangan emetic yang menimbulkan muntah dengan aktivitas CTZ. Jalur eferen menerima sinyal yang menyebabkan terjadinya gerakan ekspilsif otot abdomen, gastrointerstinal, dan pernapasan yang terkoordinasi dengan epifenomena emetik yang menyertai disebut muntah.

4. Mengapa pasien mengeluh nyeri di epigastrium. Menurut lokasinya, Nyeri yang dirasakan pasien di scenario di bagian epigastrik atau perut bagian tengah atas (lambung, duodenum, hati, dan pancreas) yang disebabkan adanya tukak peptida, pancreatitis, kolesistis, esofagitis, dan aneorisma. Nyeri yang dirasakan berupa nyeri kolik yang merupakan nyeri yang hilang timbul akibat adanya spasme otot polos organ berongga dan adanya hambatan pasase dalam organ. 2.1 HUBUNGAN MENGKONSUMSI ASPIRIN DENGAN KELUHAN PASIEN SEKARANGObat anti radang bukan steroid atau yang lazim dinamakan non streroidal anti inflammatory drugs (NSAIDs) atau anti inflamasi non steroid (OAINS) adalah golongan obat yang bekerja terutama di perifer yang berfungsi sebagai analgesik (pereda nyeri), antipirektik (penurun panas) dan antiinflamasi (anti radang).ASA sangat iritatif tetapi yang paling bertahan lama dan merupakan analgetik efektif, dengan durasi kerja sekitar 4 jam. Namun lebih dari 50% pasien tidak dapat mentoleransi efek sampingnya (mual, muntah dan nyeri epigastrium). Timbulnya mual, dispepsia, anoreksia, rasa sakit di lambung, flatulen, diare terjadi pada 10-60% pasien, karena aspirin dapat mengiritasi lambung dan menghambat pertahanan lambung (Johnson et al., 2007). OAINS merusak mukosa lambung melalui 2 mekanisme yaitu, tropikal dan sistemik. Kerusakan mukosa secara topikal terjadi karena OAINS bersifat asam dan lipofilik, sehingga mempermudah trapping H+ masuk mukosa dan menimbulkan kerusakan (Wallace et al., 1997). Efek sistemik OAINS menghambat sintesa prostaglandin (Takeuchi et al., 1998). Seperti diketahui prostaglandin merupakan substansi sitoprotektif yang sangat penting bagi mukosa lambung atau sebagai gastroprotektif ( Hansen dan Elliot, 2005). Di dalam lambung COX-1 menghasilkan prostaglandin (PGE2 dan PGI2) yang menstimulasi mukus dan sekresi bikarbonat serta menyebabkan vasodilatasi, suatu aksi yang menjaga mukosa lambung. OAINS nonselektif menghambat COX-1 dan mengurangi efek sitoprotektif prostaglandin sehingga dapat menyebabkan efek samping yang serius pada gastrointestinal atas, termasuk perdarahan dan ulserasi (Enaganti, 2006 ; Mok dan Kwan, 2002).