mengapa pemerintah tidak mencetak banyak uang supaya kitamterbebas dari kemiskinan
TRANSCRIPT
Mengapa Pemerintah Tidak Mencetak Banyak Uang Supaya KitamTerbebas Dari Kemiskinan?
Zamrud News - Mengapa Pemerintah Tidak Mencetak Banyak Uang
Supaya Kita Terbebas Dari Kemiskinan?. Kemiskinan yang semakin
meraja-lela di Indonesia saat ini membuat kita prihatin dengan
berbagai macam masalah ekonomi yang sedang dihadapi oleh
Indonesia. Mulai harga sembako yang kiat meroket maupun harga
berbagai macam kebutuhan yang vital untuk kehidupan sehari-hari
seperti halnya BBM.
Bisa jadi diantara kita ada yang bertanya atau pernah mendengar
pertanyaan "kenapa pemerintah tidak mencetak uang sebanyak-
banyaknya lalu dibagikan kepada orang miskin? Rasanya masalah
selesai." Apakah benar ada yang berpikir demikian?
Tahukah anda, di dalam menerbitkan atau mencetak uang, terdapat
dua macam sistem, yang disebut “pseudo gold” dan “uang fiat”.
Dalam sistem pseudo gold, uang yang dicetak dan beredar didukung
dengan cadangan emas atau perak yang dimiliki badan yang
menerbitkannya. Sedangkan dalam sistem uang fiat, uang yang
beredar tidak didukung aset yang riil, bahkan tidak didukung apa-
apa. Artinya, dalam sistem fiat, pemerintah atau badan yang
menerbitkan uang bisa mencetak uang sebanyak apa pun sesuai
keinginan.
Dalam ekonomi, kita tahu bahwa harga barang akan tergantung pada
perbandingan jumlah uang dan jumlah persediaan barang. Jika
barang lebih banyak dari jumlah uang yang beredar, maka harga
akan cenderung turun. Namun sebaliknya, jika jumlah barang lebih
sedikit dibanding jumlah uang yang beredar, maka harga-harga akan
cenderung naik. Karena itulah, pencetakan uang secara tak
langsung juga ditentukan oleh hal tersebut, agar tidak terjadi
inflasi.
Apabila suatu negara dengan alasan miskin mencetak uang sebanyak-
banyaknya, yang terjadi bukan negara itu menjadi kaya, tetapi
justru akan semakin miskin. Karena, ketika jumlah uang yang
beredar semakin banyak, harga-harga barang akan melambung tinggi,
dan inflasi terjadi. Akibatnya, meski uang dicetak terus-menerus,
uang itu tidak bisa disebut kekayaan, karena nilainya terus
merosot turun.
Sebenarnya Indonesia pernah melakukan pencetakan uang dalam
jumlah banyak, pada masa pemerintahan Presiden Soekarno. Karena
pemerintah belum bisa maksimal memungut pajak dari rakyat waktu
itu, Soekarno pun mengambil kebijakan untuk mencetak uang secara
berlebih. Hasilnya tentu inflasi. Semakin banyak uang dicetak,
harga barang semakin tinggi, dan terjadi hiperinflasi. Sampai
akhirnya mahasiswa berdemonstrasi yang terkenal dengan sebutan
Tritura (tiga tuntutan rakyat), yang salah satunya permintaan
agar harga-harga diturunkan.
Pada 2008 silam, kasus yang terbaru terjadi di Zimbabwe. Kala itu
pemerintah Zimbabwe mengeluarkan kebijakan untuk mencetak uang
dalam jumlah sangat banyak, yang ditujukan untuk memperbanyak
pegawai negeri yang diharapkan akan mendukung pemerintah.
Hasilnya adalah inflasi yang gila-gilaan. Negara itu bahkan
memegang rekor dalam hal inflasi tertinggi di dunia, yaitu
2.200.000% (2,2 juta persen) pada 2008.
Sebegitu cepatnya tingkat inflasi terjadi, hingga kenaikan harga
di Zimbabwe tidak terjadi dalam hitungan minggu atau bulan,
tetapi menit bahkan detik. Dalam setiap beberapa detik, para
pegawai di toko-toko Zimbabwe terus sibuk mengganti label-label
harga pada barang-barang yang mereka jual, karena terus terjadi
pergantian harga akibat inflasi yang menggila.
Pada 20 Juli 2008, Bank Sentral Zimbabwe bahkan menerbitkan
pecahan uang senilai 100 milyar dollar, yang merupakan rekor
pecahan uang dengan nominal terbesar di dunia. Uang dengan
nominal besar itu, ironisnya, tidak memiliki nilai yang sama
besarnya, karena digerus oleh inflasi akibat harga-harga yang
melambung luar biasa tinggi. Untuk membeli sembako, misalnya,
orang di Zimbabwe harus membawa uang sampai satu ember.
Jadi, negara miskin (ataupun negara yang tidak miskin) tidak
mencetak uang dalam jumlah berlebihan, karena adanya pertimbangan
seperti yang digambarkan di atas.
Lalu Kenapa Suatu Negara Tidak Mencetak Uang Sebanyak-Banyaknya?
Kalau membaca berita tentang hutang negara yang menumpuk serta
angka kemiskinan yang sangat besar, mungkin terpikir oleh kita
"bagaimana kalau Indonesia mencetak uang semaunya, untuk melunasi
hutang negara maupun memberantas kemiskinan ataupun mengembalikan
uang korupsi yang hilang". Beres kan?
Nah, seandainya pemerinta Republik Indonesia mencetak uang
sebanyak banyaknya, semua rakyat dapat hujan uang. Timbul
pertanyaan, siapa yang mau capek kerja sedangkan sudah ada
jaminan uang untuk hari ini dan besok. Nah, kalau demikian siapa
yang mau kerja jadi petani padahal uang sudah ada di tangan?
Misalkan, rakyat Indonesia tidak ada yang mau jadi petani. Lalu
kita mau maka apa sedangkan makanan pokok berasal dari sektor
pertanian? Akibatnya akan terjadi inflasi, yaitu kenaikan harga
barang barang di pasaran.
Rasio antara uang yang dicetak dan jumlah uang yang beredar
adalah salah satu cara menentukan nilai suatu uang. Makanya, bila
uang yang beredar ditambah tapi jaminannya tidak ditambah maka
nilai uang akan turun (inflasi). Akibatnya bila biasanya Rp.
1.000 bisa membeli x barang, setelah uang mengalami inflasi
Rp.1.000 hanya bila membeli 1/2 x. Dengan kata lain jumlah
uangnya banyak tapi nilainya tidak ada, kalau nilainya tidak ada
maka negara lain tidak ada mau menerima uang kita. ujung-ujungnya
utang tidak akan pernah terbayar.
Jadi inilah alasannya kenapa pemerintah tidak bisa seenaknya
mencetak uang sebanyak banyaknya: karena uang dicetak sebanyak-
banyaknya maka para pedagang selalu akan menaikkan harga. Lagi
pula, pikir mereka yang beli uangnya lebih banyak dari
sebelumnya.
Efek ini terus berulang bagai lingkaran setan sehingga sebagian
besar harga barang akan mengalami kenaikan harga padahal
barangnya sama persis seperti sebelumnya. Inlah yang dilihat
sebagai jatuhnya nilai mata uang dimana nilai tukar uang terhadap
barang turun (karena harga barang naik).
Dan karena harga barang naik, maka akan ada semakin banyak orang
miskin. Hal itulah yang akan terlihat apabila inflasi tidak
terkendali