menelisik permasalahan aset dan strategi...

82
Media Menejemen dan Pengawasan Media Menejemen dan Pengawasan Media Menejemen dan Pengawasan Edisi 44 - Mei 2017 ISSN : 1411 - 7045 Edisi 44 - Mei 2017 ISSN : 1411 - 7045 Edisi 44 - Mei 2017 ISSN : 1411 - 7045 Upaya Menggegam Opini WTP: Upaya Menggegam Opini WTP: Upaya Menggegam Opini WTP: MENELISIK PERMASALAHAN ASET MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA

Upload: phungdan

Post on 26-Aug-2019

258 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

Media Menejemen dan PengawasanMedia Menejemen dan PengawasanMedia Menejemen dan Pengawasan

Edisi 44 - Mei 2017 ISSN : 1411 - 7045Edisi 44 - Mei 2017 ISSN : 1411 - 7045Edisi 44 - Mei 2017 ISSN : 1411 - 7045

Upaya Menggegam Opini WTP:Upaya Menggegam Opini WTP:Upaya Menggegam Opini WTP:

MENELISIK PERMASALAHAN ASET MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA DAN STRATEGI PENYELESAIANNYAMENELISIK PERMASALAHAN ASET

DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA

Page 2: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1
Page 3: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

1

Dr. Heni Nugraha, SE, MMPemimpin Redaksi

Kementerian Pertanian telah berkomitmen untuk melakukan penataan aset secara menye-luruh. Langkah ini dilakukan untuk menuntaskan persoalan aset yang selama ini masih sering menjadi temuan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indo-nesia (BPK-RI). Permasalahan aset akan menjadi penghalang dalam pencapaian opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) apabila tidak segera dilakukan penataan secara tertib.Dalam kaitan hal tersebut, Media Auditor Edisi 44 Tahun 2017 mengangkat tema utama,

yaitu “Efektivitas Pengelolaan Aset Pertanian Menuju Wajar Tanpa Pengec-ualian (WTP)”. Disadari sepenuhnya bahwa penataan/pengelolaan aset di

lingkungan Kementerian Pertanian masih banyak kendala yang harus diatasi secara maksimal. Tanggungjawab pengelolaan aset tidak hanya pada Biro Keuangan dan Perlengkapan Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian semata, namun juga harus menjadi tang-gungjawab dan perhatian dari semua komponen di lingkungan Kementerian Pertanian, termasuk Media Auditor. Diharapkan dengan mengangkat tema, “Efektivitas Pengelolaan Aset Pertanian Menuju

WTP”, dapat memberikan pemahaman dan semangat (motiva-si) yang sama bagi pembaca, khususnya pimpinan dan seluruh pegawai di lingkungan Kementerian Pertanian dari pusat sam-pai daerah untuk lebih peduli (care) dalam pengelolaan aset.Perlu juga kami informasikan bahwa jajaran pengurus Media Auditor Edisi 44 Tahun 2017 dikelola oleh pengurus baru. Dewan Redaksi dan Pimpinan Redaksi Media Auditor sebel-umnya dipimpin oleh Ir. Bambang Pamuji, M.Si.Semoga per-gantian Dewan Redaksi dan Pimpinan Redaksi Media Audi-tor membawa warna baru dan semangat baru untuk menuju Media Pengawasan dan Manajemen yang lebih berkualitas dan mampu berkontribusi untuk membangun transparansi dan akuntabilitas bidang pengawasan di lingkup Inspek-torat Jenderal dan Kementerian Pertanian pada umumnya.Selain tema utama, seperti biasa kami juga menyajikan wa-wasan di bidang pengawasan dan informasi kegiatan yang telah dilaksanakan oleh Inspektorat Jenderal pada Triwulan I Tahun 2017. Mudah-mudahan pembaca dapat mengambil manfaat dengan materi yang kami tampilkan pada Media Auditor Edisi 44 Tahun 2017. Dengan kerendahan hati, kami tetap meminta masukan atau kritikan yang mem-bangun demi kemajuan Media Auditor yang sama-sama

kita cintai ini, sebagai komitmen kami untuk dapat mem-berikan informasi yang “aktual dan faktual” bagi pembaca.

Selamat membaca.

Komitmen Menata Aset

MEJA REDAKSI

Page 4: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

2

Redaksi menerima tulisan atau berita tentang manaje-men dan pengawasan. Redaksi berhak mengubah tulisan tanpa merubah isi secara keseluruhan. Isi artikel menjadi tanggung jawab penulis

MEJA REDAKSI ......................................................... 1DAFTAR ..................................................................... 2EDITORIAL ................................................................ 3MENU UTAMAUpaya Kementan Menggenggam Opini WTP : Menelisik Permasalahan Aset dan Strategi Penyelesaiannya

5

Penataan Pengelolaan BMN Yang Tertib Dan Akuntabel Sesuai Kaidah-Kaidah Good Governance

10

Problema Penatausahaan Barang Milik Negara dan Penyelesaian-nya

13

Peningkatan Efektivitas Penatausahaan BMN Melalui Proses Penghapusan, Hibah dan Pengelolaan Persediaan 526

18

WAWASANMenuju Opini WTP: Cermati Tindak Lanjut Laporan Hasil Pen-gawasan

22

Konsolidasi TP4P/D Dengan Apip Dalam Percepatan Pelaksan-aan Kegiatan/Proyek Strategis Nasional

25

Reviu HPP Subsidi Benih Sumbang Efisiensi Keuangan Negara 29Pengelolaan Belanja Barang Bantuan Pemerintah Untuk Petani 32

Mendeteksi “Mens Rea” dalam Audit Investigatif 36Langkah-langkah Efektif Untuk Percepatan Implementasi SPI di Instansi Pemerintah

39

Kasus Nilai Persediaan dalam Laporan Keuangan Kementerian Pertanian

43

Perjanjian Kinerja Guna Pencapaian Akuntabilitas 47

Mengoptimalkan Pemantauan Tindaklanjut Hasil Pengawasan 50Peran Inspektorat Jenderal Mendorong Eselon I Mewujudkan Lumbung Pangan Dunia

53

Identifikasi Risiko Perencanaan Kegiatan Perluasan Sawah Pola Swakelola

57

Efektivitas Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Balai Benih Horti-kultura

60

Humas Harus Kampanyekan Keberhasilan Pelaksanaan Refor-masi Birokrasi

63

INFO MEDIA

Workshop Penyelesaian Administrasi BAST Ditjen TP Dan Ditjen PSP

67

Inspektur IV Optimis Capai Target UPSUS dengan Pompa Hidran 69

Hypno Sugesti Tingkatkan Kapabilitas APIP 70

In House Trainning“ Web Programming Microsoft Access Basic To Intermediate”

71

Pembinaan Mental dan Rohani bagi Pegawai Lingkup Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian

73

Rapat Kerja Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian Tahun 2017

74

INFO KESEHATAN

Jangan Sepelekan Kesemutan, Ini Sebabnya 75

POJOK ANTI KORUPSI9 Nilai AntiKorupsi 77

Pelindung :Inspektur Jenderal Kementerian Pertanian(Justan Riduan Siahaan, Ak.M.Acc.CA, QIA)

Pembina1. Sekretaris Itjen (Ir. Bambang Pamuji, M,Si)2. Inspektur I (Ir. Susanto, MM3. Inspektur II (Ir. Alwi Munsir Lubis, MM)4. Inspektur III (Ir. Widono, MM)5. Inspektur IV (Drh. IGMN Kuswandana, MM)6. Inspektur Invetigasi (Drs Sotarduga Hutabarat, M.Si, Ak. CFE, CFRa, CA)

Penanggung jawabKepala Bagian Organisasi, Kepegawaian, Hukum, dan Humas

Wakil Penanggung jawabKasubag Hukum dan Humas

Pimpinan RedaksiDr. Heni Nugraha, SE, MM

RedaksiIr. R. Muh. Imron Rosjidi, M.Si.; Tin Latifah, SP, M.Si.; Nur Wanto Condro Negoro, SE, M.Si.; Dian Rachmawati, STP, M.Si; Uun Undayasari, SP., M.Ak.; Widodo Teguh Santoso, SE.

Sekretaris RedaksiDesy Permatasari, SH, M.Hum; Muhammad Havil,SH

Artisitik / EditorArief Kurniawan, STP; Anggie Nur Fitrianti, S.Sos.

PhotographyIndrastari Sintia Laksmi, SE, M.Ak; Irfan Arnando

HumasSuparmadi, SE, MA; Andri Cahyadi, S.Psi

Alamat Redaksi :Jl. Harsono RM No. 3 Gedung B Lt.IIRagunan, Pasar Minggu, Jakarta SelatanTelp. (021) 7804018 Fax (021) 7800220.

DAFTAR ISI

Media Auditor - Edisi 44 -Mei 2017

Page 5: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

3

Pengelolaan Barang Milik Negara saat ini menjadi focus dan perhatian Kementerian Pertanian karena setiap tahun menjadi temuan pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) yang sangat material, dan menjadi penghalang pencapaian opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Permasalahan penanganan asset dari tahun ke tahun belum terkendali dan ditangani secara memadai mulai dari pengadaan, pencatatan, pemanfaatan pelaporan, dan pertanggungjawaban (serah-terima). Salah satu penyebab kelemahan pengelolaan asset di Kementerian Pertanian yaitu belum didukung dengan pembangunan Sistem Pengendalian Intern (SPI) pengelolaan aset yang memadai oleh pengguna barang (pimpinan unit kerja).

Opini merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan yang didasarkan pada kriteria, (a) kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan, (b) kecukupan pengungkapan (adequate disclosures), (c) kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan (d) efektivitas sistem pengendalian intern. Terdapat 4 (empat) jenis opini yang diberikan oleh pemeriksa BPK-RI atas kualitas laporan keuangan kementerian/lembaga, yakni: (a) opini wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion), (b) opini wajar dengan pengecualian (qualified opinion), (c) opini tidak wajar (adversed opinion), dan (d) pernyataan menolak memberikan opini (disclaimer of opinion).

Kualitas Laporan Keuangan (LK) Kementerian Pertanian tercermin dalam opini BPK-RI mengalami fluktuasi, yaitu:Tahun 2005 sampai dengan 2007 dengan opini disclaimer; Tahun 2008 sampai dengan 2012 dengan opini Wajar dengan Pengecualian (WDP); Tahun 2013 dan 2014 mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Paragraf Penjelas (WTP-

DPP). Adapun Tahun 2015, LK Kementerian Pertanian mengalami penurunan kembali menjadi Wajar Dengan Pengecualian (WDP).

Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK-RI terhadap LK Kementerian Pertanian Tahun 2015, bahwa penyebab utama Laporan Kementerian Pertanian memperoleh opini WDP, yaitu lemahnya sistem pengendalian intern pengelolaan persedian (aset), seperti:1. Sistem Pengendalian Intern PengelolaanPer-

sediaan (Akun 526), bahwa (a) pengelolaan persediaan belum memadai, (b) pencatatan dan pelaporan beban persediaan yang akan diserah-kan kepada masyarakat dan beban bantuan so-sial dalam bentuk barang kurang tertib, dan (c) pelaporan persediaan tidak didukung dengan stock opname atau Berita Acara Serah Terima Barang (BAST) secara memadai.

2. Sistem pengendalian intern atas Aset juga masih ditemukan kelemahan, seperti: (a) Pen-gelolaan aset pada satker inaktif belum tertib, (b) Penatausahaan aset pada satker belum me-madai, (c) Pencatatan aset belum sepenuhnya memadai, (d) Aset dalam kondisi rusak berat masih tercatat sebagai aset tetap, (e) Tanah dan kendaraan minimal tidak didukung dengan bukti kepemilikan, (f) Aset tetap tanah dan per-alatan dan mesin dikuasai pihak lain, (g) belum dilakukan perhitungan penyusutan (amortisasi) atas aset tak berwujud dan belum menyajikan hasil kajian/penelitian yang telah dimohonkan perlindungan dan telah bersertifikat, (h) Aset tetap tidak diketahui keberadaannya, dan (i) Aset tetap dan aset lain-lain digunakan oleh satker lain/Masyarakat tidak didukung dengan Berita Acara Pinjam Pakai/Belum Diproses Usulan Hibahnya.

Penyebab utama terjadinya permasalahan tersebut di atas, antara lain:1. Pimpinan Satker belum memahami sepenuhnya

Efektivitas Pengelolaan Barang Milik Negara

EDITORIAL

Media Auditor - Edisi 44 - Mei 2017

Page 6: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

4

peran dan fungsinya sebagai Pengguna Barang (PB) danlebih cenderung masih berperan seba-gai Pengguna Anggaran (PA).Menurut Pasal 6 ayat (2), Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, disebutkan bahwa Kepala Satker merupakan PB dan PA, sehingga Kepala Satker dituntut harus mema-hami atas peran sebagai PB milik Negara dan PA. Namun, yang terjadi dalam kesehariannya Kepala Satker lebih cenderung melaksanakan tugas sebagai PA, sedangkan perhatian ter-hadap pengelolaan barang cenderung kurang menjadi perhatian. Hal tersebut terjadi karena kurangnya pemahaman Kepala Satker selaku PB.

2. Penyelenggaraan sistem pengendalian intern pengelolaan dan penanganan aset belum men-jadi prioritas manajemen, seperti pengelolaan aset tanah dan kendaraan tidak didukung den-gan bukti kepemilikan, aset tetap tanah dan peralatan dan mesin dikuasai pihak lain.

3. Lemahnya koordinasi antara Satker Pusat den-gan Satker Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan (Dana Dekon/TP). Misalnya be-lanja barang/aset persediaan (Akun 526) yang diserahkan kepada masyarakat/pemda belum dilakukan penetapan status hibahnya. Menu-rut Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 248/PMK.07/2010 tentang Pedoman Pengelolaan Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan disebutkan bahwa Belanja Barang 526 harus segera diserahterimakan/dihibahkan kepada pemda maksimal 6 bulan. Namun, kenyataan-nya tidak segera ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan tersebut.

4. Lemahnya SDM yang menangani BMN. Hal ini disebabkan sering bergantinya petugas yang menangani aset atau Petugas belum mendapat pelatihan khusus pengelolaan aset.

Dalam rangka meningkatkan efektivitas pengelolaan aset dan meningkatkan kehandalan LK Kementerian Pertanian, maka ke depan diperlukan beberapa upaya sebagai berikut: (1) memprioritaskan untuk menindaklanjuti seluruh rekomendasi hasil pemeriksaan BPK Tahun sebelumnya, (2) menyusun action plan pengelolaan aset yang efektif yang memuat apa yang harus dilaksanakan, bagaimanan caranya, siapa yang melakukan dan kapan atau jadwal kegiatannya.

Misalnya, dengan membuat kebijakan dengan melakukan koordinasi dengan Kementerian Keuangan, khususnya penghapusan barang rusak dan barang yang tidak diketahui keberadaanya, (3) menyiapkan SDM yang handal dengan melakukan pendidikan dan pelatihan substansi pengelolaan aset dan keuangan, (4) meningkatkan koordinasi dan sinergisitas antara satker daerah dan pusat dalam pengelolaan aset; dan (5) Memperkuat SPI pengelolaan aset mulai dari lingkungan pengendalian (menetapkan petugas yang menangani BMN dan job description secara jelas); penilaian risiko (memberikan pemahaman kepada Kepala Satker/Pengguna Barang mengenai pentingnya pengelolaan aset); Aktivitas pengendalian (pencatatan dan pengamanan aset baik administrasi maupun fisik); Informasi komunikasi (penyebaran informasi pentingnya pengelolaan aset kepada seluruh pegawai menggunakan alat komunikasi yang efektif); dan pemantauan (perlu dilakukan pemantauan atau audit secara berkala untuk memastikan bahwa pengelolaan barang milik negara sesuai ketentuan.

Dengan demikian, Inspektorat Jenderal diharapkan mampu melakukan aksi nyata (fundamental) dalam menata dan melakukan pengawalan pembangunan penyelenggaraan sistem pengendalian intern pengelolaan barang milik negara secara efektif, dengan harapan pengelolaan keuangan dan aset dapat dilakukan secara terkendali, transparan dan akuntabel yang pada akhirnya akan mampu meningkatkan kehandalan (kualitas) Laporan Keuangan Kementerian Pertanian serta dapat memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (unqualified opinion). Selain itu, diharapkan dapat dihindari adanya penyalahgunaan penggunaan aset dan pengelolaan BMN di Kementerian Pertanian lebih efektif.

EDITORIAL

Media Auditor - Edisi 44 -Mei 2017

Page 7: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

5Media Auditor - Edisi 44 - Mei 2017

MENU UTAMA

Upaya Kementan Menggenggam Opini WTP : Menelisik Permasalahan Aset dan Strategi

Penyelesaiannyaoleh : Heni Nugraha dan Rakhmi Amaroh

Latar belakangReformasi pengelolaan keuangan negara

dimulai dengan penerbitan tiga Undang-Undang di bidang keuangan, yaitu: (1) Undang-Undang (UU) No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, (2) UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan (3) UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. UU No.15 Tahun 2004 merupakan salah satu hasil reformasi hukum di bidang keuangan, yang menjadi dasar bagi Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) melaksanakan tugas dan fungsinya. BPK-RI melakukan pemeriksaan atas

Jumlah kementarian/lembaga (K/L) yang memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK-RI Tahun 2015 mengalami penurunan. Hasil pemeriksaan BPK-RI mengungkapkan adanya

kelemahan dalam Sistem Pengendalian Intern (SPI, khusus dalam pengelolaan aset tetap dan dalam, pengelolaan barang persediaan serta fisik kas dan setara kas yang tidak dapat dijelaskan.

pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, meliputi: (1) Pemeriksaan Keuangan, yakni pemeriksaan atas laporan keuangan kementerian/lembaga/pemerintah daerah (Pemda), hasilnya adalah “opini”; (2) Pemeriksaan Kinerja yaitu pemeriksaan atas aspek ekonomi, efisiensi, dan efektivitas, hasilnya adalah “temuan, kesimpulan atau rekomendasi” dan (3) Pemeriksaan Tujuan Tertentu merupakan pemeriksaan yang tidak termasuk atas pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja, hasil pemeriksaannya adalah “kesimpulan”.

Ketiga paket Undang-Undang tersebut juga merupakan landasan yang kuat bagi kementerian/

Page 8: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

6 Media Auditor - Edisi 44 -Mei 2017

MENU UTAMAlembaga untuk memperbaiki kinerja pengelolaan keuangan negara yang menjadi tanggung jawabnya serta dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance). Tujuan reformasi pengelolaan keuangan pada hakekatnya untuk mewujudkan pengelolaan keuangan negara yang tertib, taat peraturan p e r u n d a n g - u n d a n g a n , ekonomis, efisien, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Dengan terciptanya pengelolaan keuangan negara yang transparan dan akuntabel diharapkan dapat meningkatkan kualitas Laporan Keuangan (LK) yang pada akhirnya memperoleh opini/predikat “Wajar Tanpa Pengecualian/WTP” atau Unqualified Opinion dari BPK-RI.

Opini BPK-RI merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan yang didasarkan pada empat kriteria yakni: (1) kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan, (2) kecukupan pengungkapan (adequate disclosures), (3) kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan (4) efektivitas sistem pengendalian intern. Pemberian opini juga merupakan bentuk apresiasi dari BPK-RI berdasarkan hasil pemeriksaan laporan keuangan yang telah disusun oleh kementerian/lembaga.

Laporan keuangan sendiri merupakan media akuntabilitas keuangan yang disajikan sesuai Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.71/2010 tentang “Standar Akuntansi Pemerintahan”. Oleh karena itu, kualitas informasi LK mengacu pada karakteristik kualitatif yang meliputi: relevan, andal, dapat dibandingkan serta dapat dipahami.

Salah satu komponen laporan keuangan yang menyajikan posisi keuangan suatu entitas pelaporan mengenai aset, kewajiban, dan

ekuitas pada tanggal tertentu adalah Neraca. Pada hakekatnya Neraca juga sebagai bentuk pertanggungjawaban pengelolaan aset yang merupakan bagian dari pengelolaan keuangan Negara. Fenomenanya, permasalahan pengelolaan aset ini memang cukup rumit karena pada umumnya masalah itu sudah ada sejak lama yang kemudian menjadi warisan sampai sekarang.

Hasil Pemeriksaan BPK-RILaporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK-

RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2015 mengungkapkan bahwa Kementerian Pertanian mengalami peningkatan dan penurunan opini, yaitu selama periode Tahun 2011 s.d Tahun 2012 mendapatkan opini “Wajar Dengan Pengecualian/WDP”, periode Tahun 2013 sd Tahun 2014 mengalami peningkatan opini menjadi “Wajar Tanpa Pengecualian-Dengan Paragraf Penjelasan/WTP-DPP” sedangkan tahun 2015 mengalami penurunan opini menjadi “Wajar Dengan Pengecualian/WDP”. Dalam LHP BPK RI tersebut diungkapkan pula bahwa nilai persediaan pada Kementerian Pertanian senilai Rp2,33 triliun

Page 9: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

7Media Auditor - Edisi 44 - Mei 2017

MENU UTAMAuntuk dijual/diserahkan kepada masyarakat yang belum dapat dijelaskan status penyerahannya.

Kondisi di atas identik dengan LHP gabungan BPK-RI atas LK Kementerian Pertanian Tahun 2015, terdapat 14 (Empat Belas) temuan atas Sistem Pengendalian Internal (SPI) meliputi: 9 (sembilan) temuan mengenai aset dan 5 (lima) temuan non aset. Hal ini mengindikasikan masih lemahnya SPI pengelolaan aset lingkup Kementerian Pertanian. Hal ini mengindikasikan masih lemahnya Sistem Pengendalian Intern pengelolaan aset lingkup Kementerian Pertanian. Temuan atas pengelolaan aset sebanyak 9 (sembilan) meliputi permasalahan atas pengelolaan aset tetap (berupa tanah dan peralatan dan mesin), aset lancar (persediaan), serta aset lainnya (aset tak berwujud dan aset yang telah dihentikan operasional penggunaan).

Permasalahan Pengelolaan AsetBerdasarkan LHP BPK-RI atas LK Kementerian

Pertanian Tahun 2015 ditemukan beberapa permasalahan pengelolaan asset di lingkungan Kementerian Pertanian. Tiga permasalahan utama atas pengelolaan asset adalah Pertama, pengelolaan dan penatausahaan aset tetap belum memadai, antara lain: tanah dan kendaraan yang belum didukung bukti kepemilikan dan dikuasai oleh pihak lain serta aset tetap yang tidak diketahui keberadaannya senilai Rp88.832.298.828,00. Hal ini dapat terlihat dari penyusunan Daftar Barang Ruangan (DBR) tidak memadai, aset belum dilengkapi dengan Nomor Urut Pencatatan (NUP) inventaris barang, pencatatan atas Barang Milik Negara (BMN) yang “dipinjampakaikan” belum tertib, masih terdapat perbedaan data BMN pada aplikasi Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi (SIMAK) BMN, sehingga sulit untuk ditelusuri. Selain itu, beberapa aset tetap masih belum dilakukan inventarisasi dan penilaian (IP). Akibatnya belum dapat diyakini harga wajarnya, aset tetap tidak diketahui keberadaanya, aset tetap sudah berpindah penguasaan namun belum dilengkapi dengan berita acara hibah, serta aset tetap yang rusak berat yang seharusnya tercatat sebagai aset lainnya masih tercatat sebagai aset tetap.

Kelemahan tersebut menunjukkan bahwa pengelolaan aset tetap belum optimal sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181 Tahun

2016 tentang Penatausahaan BMN bahwa Kuasa Pengguna Barang (KPB) bertanggungjawab atas pengelolaan BMN yang menjadi kewenangannya, meliputi: penatausahaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan, pengawasan dan pengendalian BMN.

Permasalahan kedua adalah kebijakan, penatausahaan dan pelaporan persediaan kurang memadai, sehingga persediaan senilai Rp2.335.651.786.957,00 tidak diyakini kewajarannya. Selain itu, pencatatan dan pelaporan beban persediaan yang akan diserahkan ke masyarakat dalam bentuk barang kurang memadai.

Barang persediaan selain dari belanja MAK.526 (Belanja barang persediaan yang akan diserahkan kepada masyarakat/Pemda), juga didapat dari realisasi belanja MAK.5218 (Belanja barang persediaan konsumsi). Barang persediaan dari belanja MAK.5218 meliputi belanja bahan baku, konsumsi dan lainnya memerlukan penangganan secara hati-hati karena kesalahan dalam kesalahan dalam pencatatan akan mengakibatkan perbedaan jumlah persediaan yang ada (fisik di gudang) dengan catatan aplikasi persediaan serta menyebabkan kesalahan dalam perhitungan beban persediaan.

Permasalahan ketiga, pada aset lainnya, meliputi software atau aset tak berwujud yang berpotensi tidak bermanfaat serta belum dilakukannya amortisasi atas aset tak berwujud tersebut. Dengan terbitnya Peraturan Menteri Keuangan Nomr 251 Tahun 2015 tentang Tata Cara Amortisasi BMN berupa Aset tak Berwujud pada Pemerintah Pusat, seluruh aset tak berwujud Kementerian Pertanian sudah diamortisasi periode pelaporan Tahun 2016.

Selain ketiga pemasalahan tersbut, Kementerian Pertanian juga menghadapi permasalahan terkait aset satker inaktif sebanyak 481 satker, senilai Rp75.639.879.483,00 yang belum tertib dan aset satker in-aktif Eks. Direktorat Jenderal PPHP belum seluruhnya tercatat pada satker penerima sesuai SK Mentan Nomor 641/Kpts/PL.310/09/2016 tanggal 22 September 2016 perihal Penyelesaian Satker In-aktif Ditjen PPHP. Sehubungan dengan hal tersebut maka Unit Kerja Eseon I dan Tim Kerja Penyelesaian Satker Inaktif Kementan dituntut lebih optimal dalam berkeja sama untuk menyelesaikannya sesuai

Page 10: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

8 Media Auditor - Edisi 44 -Mei 2017

MENU UTAMAdengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 272 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Likuidasi Entitas Akuntansi dan Entitas Pelaporan pada Kementerian/Lembaga dan Permentan Nomor 5685 Tahun 2012 tentang SOP Likuidasi Satker Inaktif.

Strategi PenangananKondisi dan permasalahan pengelolaan asset

tersebut sebenarnya telah diantisipasi oleh pemerintah, dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah yang diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008, yang telah diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014, serta Peraturan Menteri Keuangan mengatur pengelolaan BMN lainnya. Sayangnya, regulasi tersebut masih belum dapat menyelesaikan seluruh permasalahan asset di lingkungan Kementerian Pertanian.

Permasalahan aset seringkali menjadi “momok” atau hambatan utama bagi kementerian/lembaga untuk mendapatkan opini WTP. Untuk mewujudkan opini WTP di Kementerian

WAJAR TANPAPENGECUALIAN

Pertanian, diperlukan komitmen yang tinggi dan upaya yang serius dari pimpinan serta strategi yang tepat, antara lain:1. Untuk mengatasi permasalahan terkait

pengelolaan dan penatausahaan aset tetap yang, Satuan Kerja (Satker) diwajibkan untuk melakukan inventarisasi BMN paling sedikit 1

(satu) kali dalam 5 (lima) tahun dalam rangka penertiban BMN melalui pemutakhiran/updating data BMN pada aplikasi SIMAK-BMN. Inventarisasi BMN pada hakekatnya berguna untuk mengetahui keberadaan dan kondisi BMN yang terbaru sesuai dokumen sumber, baik perolehan pembelian maupun transfer/hibah. Selain itu, untuk memudahkan satker dalam penyusunan Daftar Barang Ruangan (DBR), Kartu Inventaris Barang (KIB), Daftar Inventaris Lainnya (DIL), Laporan Kondisi Barang (LKB) serta hasil inventarisasi dapat menjadi pedoman bagi pengelolaan BMN selanjutnya ;2. Mutasi keluar dan pengakuan beban persediaan yang akan diserahkan ke masyarakat/Pemda perlu dicatat berdasarkan penyerahan persediaan kepada masyarakat

atau sebab lain yang mengakibatkan berkurangnya persediaan, tanpa menunggu terbitnya Berita Acara Serah Terima (BAST) Eselon I kepada Pemda dengan berpedoman Peraturan Menteri Keuangan Nomor 219 Tahun 2013 tentang Kebijakan Akuntansi Persediaan dan Permentan Nomor 40 Tahun 2015, bahwa pengeluaran belanja persediaan MAK 526 (Belanja barang persediaan yang akan diserahkan kepada masyarakat/Pemda) dapat dikeluarkan dari aplikasi Persediaan dengan melampirkan BAST antara Pemda dengan kelompok tani, namun dengan tidak meniadakan BAST dari Eselon 1 ke Pemda/Kelompok Tani. Selain itu sesuai Juknis Kegiatan Teknis Pengadaan Barang Persediaan MAK 526 pada masing-masing Eselon-I

Page 11: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

9Media Auditor - Edisi 44 - Mei 2017

MENU UTAMAterkait perlu memasukan perihal tata cara pertanggungjawaban keuangan/penyelesaian BAST atas pengadaan barang persediaan dengan menggunakan MAK.526 tersebut.

3. Perlu dilakukan pengkajian atas mengkaji atas nilai amortisasi Aset Tak Berwujud itu sendiri, apakah wajar atau tidak, serta kita juga wajib melaksanakan inventarisasi untuk mengetahui keberadaan dan kondisi aset tak berwujud tersebut;

4. Perlu disusun dan diselanggarakan SPI pengelolaan asset lancar mulai tingkat pusat, unit pelaksana teknis (UPT) dan satker daerah secara memadai, melalui pencatatan pada kartu persediaan, buku persediaan dan laporan persediaan secara cermat atas transaksi dan kejadian penting. Setiap akhir periode perlu diadakan stock opname barang persediaan dan selanjutnya buku persediaan disesuaikan dengan hasil inventarisasi fisik tersebut.

PenutupAset merupakan bagian yang tidak bisa

dipisahkan dari tugas pokok dan fungsi Kementerian Pertanian, maka setiap pejabat harus memiliki komitmen tinggi dalam mengelola aset, dengan menyiapkan sumberdaya (sarana/dukungan teknologi informasi dan SDM) yang kompeten dan memadai untuk bertanggungjawab penuh terkait asset (baik selaku penanggung jawab pengelola aset maupun pengguna aset negara) dari masing-masing satker.

Penyelesaian permasalahan pengelolaan asset di lingkup Kementerian Pertanian harus melibatkan banyak pihak, baik Setjen selaku Pembina, Itjentan selaku Pengawas Intern, Eselon I yang memiliki satker inaktif, Eselon I yang akan menerima aset, serta dua/lebih satker yang terkait, sehingga kerjasama dan koordinasi perlu terjalin dengan baik. Mengingat penyelesaian permasalahan aset ini merupakan pekerjaan yang tidak akan pernah selesai, untuk penyelesaiannya, diperlukan komitmen pimpinan dan peran aktif dari berbagai pihak terkait. Dengan demikian, problematika aset yang menghimpit Kementerian Pertanian akan terselesaikan dengan baik, yang pada akhirnya Opini WTP kembali dalam genggaman Kementerian Pertanian.

Penulis adalahAuditor Madya pada Inspektorat Investigasi dan

Calon Auditor pada Inspektorat I.

Daftar Pustaka :1. Anonim. 2016. LHP BPK RI atas Laporan

keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2015. www.bpk.go. id/assets / f i les / lkpp/2015/lkpp_2015_1465543119.pdf. Diakses tanggal 17 Februari 2017.

2. Anonim. 2011. Target dan Kendala WTP. www.bpk.go.id/assets/files/magazine/edisi-06-voli-Juni-2011_hal_37_45_.pdf. Diakses tanggal 17 Februari 2017

3. Mutiara, Indah. 2014. “BPK: Laporan Keuangan Pemerintah 2014 Wajar dengan Pengecualian”.http://news.detik.com/berita/2933196/bpk-laporan-keuangan-pemerintah-2014-wajar-dengan-pengecualian. Diakses tanggal 17 Februari 2017.

4. Republik Indonesia. 2003. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Jakarta

5. Republik Indonesia. 2004. UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.Jakarta

6. Republik Indonesia. 2004. UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Jakarta

7. Republik Indonesia. 2013. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 219 Tahun 2013 tentang Kebijakan Akuntansi Persediaan. Jakarta

8. Republik Indonesia. 2014. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Jakarta

9. Republik Indonesia. 2015. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 251 Tahun 2015 tentang Tata Cara Amortisasi BMN berupa Aset tak Berwujud pada Pemerintah Pusat. Jakarta

10.Republik Indonesia. 2016. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181 Tahun 2016 tentang Penatausahaan BMN. Jakarta

Page 12: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

10 Media Auditor - Edisi 44 -Mei 2017

MENU UTAMA

PENATAAN PENGELOLAAN BMNYANG TERTIB DAN AKUNTABEL

SESUAI KAIDAH-KAIDAH GOOD GOVERNANCE

Oleh : Siti Halimah dan Hery Wijayanto

Pengelolaan aset negara yang dimaksud dalam PP No.27 Tahun 2014 tidak sekedar pengelolaan administratif semata, tetapi lebih kearah penanganan aset negara. Pembenahan tata kelola aset negara kearah yang tertib dan akuntabel menjadi hal yang substansial, karena pada umumnya kondisi BMN pada kementerian/lembaga belum terinventarisasinya dengan baik. Penertiban BMN melalui inventarisasi dan penilaian diarahkan pada pengelolaan aset negara di setiap pengguna barang, sehingga menjadi lebih akuntabel dan transparan. Penanganan aset negara sesuai kaidah-kaidah tata kelola yang baik/good governance, diharapkan mampu menghasilkan laporan keuangan yang yang akuntabel.

Pengelolaan BMN di Kementerian Pertanian, khususnya terkait persediaan dan aset satker in–aktif belum maksimal. Sejak Tahun Anggaran 2005 sampai dengan 2007, BPK RI memberikan opini Disclaimer atau menolak memberikan pendapat atas Laporan Keuangan Kementerian Pertanian karena aset tidak dapat dinilai kewajarannya. Tahun 2008 sampai dengan tahun 2012, BPK memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Dengan berbagai upaya pembenahan terhadap pengelolaan asset, akhirnya pada tahun 2013 sampai dengan tahun 2014 Kementerian Pertanian mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Paragraf Penjelas (WTP-DPP). Namun pada tahun 2015, BPK kembali memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP).

Pengecualian pada opini BPK atas Laporan Keuangan Kementerian Pertanian Tahun 2015, diantaranya terkait : 1) persediaan meliputi belanja barang diserahkan ke masyarakat/pemda (MAK 526) yang belum dapat dipastikan tanggal penyerahan dan belanja operasional tidak didukung stock opname; 2) peralatan dan mesin tidak diketahui keberadaannya; dan 3) beban barang untuk dijual/diserahkan ke masyarakat yang berasal dari saldo awal tahun 2015 tidak diperoleh bukti yang cukup berupa BAST barang dari satker pelaksana kepada masyarakat.

Dalam rangka terciptanya tertib administrasi, tertib fisik dan tertib hukum dalam pengelolaan Barang Milik Negara, serta meningkatkan kualitas Laporan Keuangan Tahun 2016 untuk memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), beberapa upaya yang perlu dilakukan dalam pengelolaan BMN antara lain yaitu :1. Inventarisasi, pengguna barang melakukan

inventarisasi BMN sekurang kurangnya sekali dalam 5 tahun, kecuali untuk barang persediaan dan kontruksi dalam pengerjaan dilakukan setiap tahun.

2. Identifikasi (Nilai/SAP, Kodefikasi, Kondisi Barang, Barang Hilang, Tidak ditemukan).

3. Pelaporan yang memadai meliputi: a) Menyusun Daftar Barang Hasil Inventarisasi; b) Membuat surat pernyataan kebenaran hasil pelaksanaan inventarisasi; c) Menyusun laporan hasil inventirisasi BMN; d) Meminta pengesahan atas laporan hasil inventarisasi

Perubahan paradigma baru pengelolaan barang milik negara/aset negara yang ditandai dengan keluarkannya PP No.27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, telah memu-nculkan optimisme baru best practices dalam penataan dan pengelolaan aset negara yang lebih tertib,

akuntabel, dan transparan.

Page 13: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

11Media Auditor - Edisi 44 - Mei 2017

MENU UTAMABMN beserta DBHI; dan e) Menyampaikan laporan hasil inventarisasi beserta kelengkapan secara berjenjang.

4. Kerjasama antara petugas BMN dan seluruh penanggungjawab barang ruangan dalam menjaga barang yang ada didalam ruangannya penanggung jawab memberikan informasi apabila ada BMN yang hilang maupun tidak sesuai fisik dan data dari SIMAK BMN, sehingga dapat ditindak lanjuti oleh pengurus dan Tim pengelola SIMAK BMN.

5. Pendataan kondisi BMN yang rusak berat, hilang maupun barang yang sudah mencapai umur ekonomisnya untuk diusulkan dihapuskan oleh panitia penghapusan barang setiap tahunnya.

6. Segera mengusulkan penghapusan terhadap barang yang rusak berat dengan segala persyaratannya.

7. Melakukan opname fisik pada persediaan setiap semester dengan disertai berita acaranya dan membuat rekon internal setiap bulannya dengan SAKPA.

Pengelolaan Barang Milik Negara (BMN) pada kementerian/lembaga (K/L) yang semakin baik akan mendukung pencapaian opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) pada Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). Untuk meningkatkan kualitas pengelolaan BMN agar semakin baik dari tahun ke tahun, diperlukan peran DJKN untuk

memberikan bimbingan dalam pengelolaan BMN. Temuan BPK yang belum selesai harus segera dituntaskan, seperti aset yang tidak diketahui keberadaannya, aset yang tidak memiliki bukti kepemilikan, dan aset yang dipakai pihak ketiga.

Faktor yang menghambat opini WTP di Kementerian Pertanian dari BKP antara lain.1. Kurangnya tingkat akurasi nilai aset yang

dikelola. Permasalahan ini disebabkan karena tidak

tertibnya pencatatan aset. Padahal pencatatan aset yang mana nilainya akan menjadi neraca barang, dan kemudian digabungkan dan menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dengan laporan keuangan kementerian/lembaga.

Tertib pencatatan ini harus dimulai sejak dari tahap pengadaan, tahap pengadaan mengenai detail spesifikasi dari aset harus dirinci dengan dengan jelas, baik untuk aset bergerak maupun aset tidak bergerak. Masih banyak kelemahan dalam hal ini, antara lain terdapat kesalahan penulisan spesifikasi ataupun ukuran kuantitas pada kontrak, padahal ini menjadi sangat kruisal dan berpengaruh untuk proses selanjutnya.

2. Ketidakjelasan status aset yang dikelola. Aset pemerintah, selain terdapat di pusat

juga banyak tersebar di daerah. Aset didaerah ini digelontorkan dengan mekanisme dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan.

Hal ini bisa menjadi masalah ketika aset pusat yang berada di daerah tidak segera dilakukan penghibahan. P e m e r i n t a h daerah, ketika akan melakukan p e n g a n g g a r a n untuk pemeliharaan aset pusat, tidak bisa dilakukan begitu saja, dikarenakan aset terebut adalah aset pusat maka untuk anggaran pemeliharaan tidak bisa diambilkan dari daerah. Hal ini

Page 14: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

12 Media Auditor - Edisi 44 -Mei 2017

MENU UTAMAyang menyebabkan banyak aset pusat di daerah banyak mengalami kerusakan meskipun umur pakainya masih sedikit. Hal penting yang perlu mendapat perhatian adalah masih rendahnya nilai tawar dari instansi pemerintah dalam hal ketika terjadi tukar guling atas aset, terutama aset tidak bergerak.

Seperti kita ketahui bersama, banyak aset-aset pemerintah berupa aset tidak bergerak yang menyusut atau bahkan lenyap begitu saja ketika terjadi tukar guling dengan pihak instansi lain ataupun pihak swasta. Hal lain adalah lemahnya tindakan/pengetahuan hukum dari pengelola aset mengenai teknis tukar guling aset. Tukar guling aset adalah hal yang rumit, karena hal ini berkaitan dengan taksiran nilai dan kuantitas. Selain itu, aset tidak bergerak juga berkaitan dengan lembaga lain yang berkompeten, yaitu Badan Pertanahan Nasional. Diperlukan kecakapan dari pihak sumber daya manusia pengelola aset, agar tidak terjadi kerugian dalam hal tukar guling ini.

3. Kurang optimalnya penggunaan Barang Milik Negara dalam rangka mendukung tugas pokok dan fungsi pemerintah.

Terdapat kekurang cermatan sejak dari perencanaan pengadaan barang milik Negara yang berakibat pada kurang optimalnya fungsi penggunaan aset. Pada proses perencanaan, masih dijumpai kurang cermat dalam pemilihan aset yang akan diadakan, sehingga setelah proses perolehan aset, ternyata kurang bisa berfungsi optimal untuk menunjang pelaksanaan kinerja pemerintah. Hal ini sering terjadi untuk aset-aset yang dianggarkan di pemerintah pusat namun penggunaan untuk di daerah dengan melalui mekanisme dekonsentrasi, tugas pembantuan.

4. Kurang optimalnya pemanfaatan dan pemindahtanganan Barang Milik Negara dalam rangka menghasilkan pendapatan Negara.

Setelah terjadi perolehan aset, sering tidak difungsi-gunakan dengan baik oleh pemerintah. Hal tersebut disebabkan karena pihak pengelola tidak mempunyai kapabilatas yang baik dalam memfungsi-gunakan aset. Untuk itu perlu adanya peningkatan kemampuan teknis dari user ataupun pengelola aset agar dapat mengoperasikan aset sehingga

dapat memberikan nilai tambah bagi kinerja pemerintahan. Permasalahan ini sering terjadi untuk aset berupa aset bergerak klasifikasi aset tak berwujud (aplikasi komputer).

Kesimpulan.1. Tidak tertibnya pengelola barang pada

kementerian, hal yang dapat dilakukan adalah menempatkan SDM yang mempunyai kapabilitas yang memadai dalam hal pengelolaan barang milik Negara, serta meningkatkan kapasitas SDM dengan memberikan kediklatan pengelola barang.

2. Inventarisasi dan Penilaian (IP) agar dapat diketahui nilai wajar sesungguhnya dari nilai aset. Pihak pengelola barang milik negara sering menganggap remeh mengenai penilaian dan rekonsiliasi. Padahal dengan rekonsiliasi dapat diketahui nilai kesesuaian nilai aset dengan nilai wajar.

3. Penganggaran terhadap rencana pengadaan barang milik negara, perlu disiapkan pula mekanisme hibah/penyerahan ke daerah agar tidak terjadi permasalahan di belakang, yang mana akan bermuara pada opini instansi pemeriksa atas laporan keuangan kementerian. Mekanisme hibah ini akan menjadikan jelas mengenai status aset (barang milik Negara/daerah) apakah menjadi milik pusat atau daerah, sehingga alokasi untuk anggaran pemeliharaan dapat diyakini akuntabilitasnya.

Penulis adalahAuditor Madya pada Inspektorat III dan I

Daftar Pustaka :1. Peraturan Pemerintah No.27 Tahun 2014

tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/ Daerah.

2. PMK No.96/PMK.06/2007 tentang tata cara pelaksanaan penggunaan, pemanfaatan, penghapusan, dan pemindahtanganan BMN, pihak yang dapat menerima hibah.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah.

4. djkn.kemenkeu.go.id/artikel/detail/penataan-pengelolaan-barang-milik-negara-bmn.

Page 15: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

13Media Auditor - Edisi 44 - Mei 2017

MENU UTAMAProblema Penatausahaan Barang Milik Negara

dan Penyelesaiannya

Oleh : Wasis Budi Setyanto

”Kompleksitas Permasalahan Penatausahaan Barang Milik Negara (BMN) berupa Persediaan maupun Aset Tetap menjadi kendala dalam upaya meraih opini Wajar Tapa Pengecualian. Perlu penanganan

dengan segera dan intensif, sebagai pintu utama penyelesaian permasalahan aset/BMN”.

PendahuluanTulisan ini akan diawali dengan pengenalan

jenis-jenis opini yang diberikan BPK, hal ini karena banyak kalangan memahami bahwa jenis opini hanya terdiri dari empat opini, pada hal dalam teori auditing, umumnya penulis buku menyampaikan bahwa jenis opini meliputi lima opini. Menurut Mulyadi (2002; 20) ada lima jenis opini BPK, yaitu: Wajar Tanpa Pengecualian (unqualified opinion report) atau dahulu lebih dikenal dengan opini Wajar Tanpa Syarat (clean opinion), opini Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Bahasa Penjelasan (unqualified opinion report with explanatory language), Wajar Dengan Pengecualian (qualified opinion report) atau lebih kita kenal dengan opini WDP, opini Tidak Wajar (adverse opinion report), dan yang terakhir adalah opini Tidak Menyatakan Pendapat (Disclaimer of opinion report).

Opini tersebut diberikan dengan mendasarkan pada beberapa kriteria atas setiap jenis opini, misalnya opini Tidak Menyatakan Pendapat diberikan jika auditor tidak dapat melaksanakan penugasan audit pada lingkup yang memadai untuk memungkinkan auditor memberikan pendapat atas Laporan Keuangan (LK), misalnya adanya pembatasan lingkup audit terhadap auditor atas suatu bagian tertentu dalam entitas atau suatu transaksi tertentu. Opini ini juga diberikan jika auditor dalam kondisi tidak independen dalam hubungannya dengan klien.

Dalam rangka memperoleh pemahaman mengenai posisi akun-akun yang sering terjadi masalah penting untuk kita ulas jenis-jenis laporan keuangan, khususnya pada sektor pemerintahan

(public sector). Jenis-jenis Laporan Keuangan pemerintahan juga penting untuk disampaikan agar diperoleh persamaan persepsi dan pemahaman mengenai posisi akun-akun yang seringkali terjadi permasalahan. Jenis Laporan Keuangan dalam Sistem Akuntansi Instansi Berbasis Akrual (SAIBA) terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, Laporan Operasional (LO), Laporan Perubahan Ekuitas (LPE), dan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK). Jenis Laporan pada Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK-BMN) pada tingkat Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Barang (UAKPB) sampai dengan tingkat Kementerian selaku Unit Akuntansi Pengguna Barang (UAPB) terdiri dari Laporan Barang Kuasa Pengguna Semesteran/ Tahunan (LBKPS/T), Laporan Barang Pembantu Pengguna Semesteran/ Tahunan Wilayah (LBPPS/T-W), Laporan Barang Pembantu Pengguna Semesteran/ Tahunan Eselon I (LBPPS/T-E1), dan Laporan Barang Pengguna Semesteran/ Tahunan (LBPS/T), baik Intra Komptabel, Ekstra Komptabel, Gabungan Intra dan Ekstra Komptabel, Catatan atas Laporan Barang Milik Negara (CaLBMN), maupun Laporan Persediaan.

Berdasarkan jenis laporan keuangan tersebut, bahwa jenis Pos-pos yang ada dalam LRA meliputi Pos Pendapatan dan Pos Belanja. Adapun jenis Pos dalam Neraca terdiri dari Pos Aset Lancar, Pos Aset Tetap, dan Pos Aset Lainnya, dengan kontra pos Kewajiban dan Ekuitas. Pada Pos Aset Lancar pada umumnya meliputi akun Kas di Bendahara Pengeluaran, Kas di Bendahara Penerimaan, Kas Lainnya dan Setara Kas, Piutang Bukan Pajak, Penyisihan Piutang Tak Tertagih-

Page 16: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

14 Media Auditor - Edisi 44 -Mei 2017

MENU UTAMAPiutang Bukan Pajak, Bagian Lancar Tuntutan Perbendaharaan/ Tuntutan Ganti Rugi (TP/TGR), dan akun Persediaan. Sedangkan pada Pos Aset Tetap meliputi akun Tanah, Peralatan dan Mesin, Gedung dan Bangunan, Jalan Irigasi dan Jaringan, Aset Tetap Lainnya, Konstruksi Dalam Pengerjaan (KDP), dan akun Akumulasi Penyusutan. Sedangkan pada Pos Aset Lainnya meliputi akun Aset Tak Berwujud, Aset Lain-lain, dan Akumulasi Penyusutan/ Amortisasi Aset Lainnya.

Sesuai dengan tema tulisan ini, maka akan dibahas mengenai kompleksitas permasalahan penatausahaan Barang Milik Negara (BMN) berupa Persediaan (Aset Lancar) dan Aset Tetap, beserta penyelesaiannya, sekaligus sebagai batasan permasalahan. Adapun jenis permasalahan penatausahaan BMN menurut hasil audit BPK, meliputi tiga jenis, yaitu terkait dengan Sistem Pengendalian Intern (SPI), kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan hal yang terkait dengan laporan keuangan itu sendiri.

Pada kesempatan ini, penulis tidak akan membahas permasalahan terkait dengan SPI maupun kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, namun lebih difokuskan pada laporan keuangan khususnya akun-akun di necara yaitu akun Persediaan dan Pos Aset Tetap yang masih menjadi konsentrasi BPK sampai dengan audit terhadap LK tahun 2016. Akun Persediaan dari realisasi belanja Barang 526, baik di satker pusat, maupun satker daerah diatur dalam PMK No.248/PMK.07/2010 tentang Perubahan atas PMK No. 156/PMK.07/2008 tentang Pedoman Pengelolaan Dana Dekonsentrasi (DK) dan Tugas Pembantuan (TP). Pasal yang biasanya menjadi rujukan satker dalam menyusun laporan keuangan adalah pasal 37A untuk dana Dekonsentrasi dan pasal 37C untuk dana Tugas Pembantuan.

Inti dari regulasi kedua pasal tersebut adalah Persediaan diserahkan oleh Pengguna Barang kepada Pemerintahan Daerah c.q Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dengan Berita Acara Serah Terima selambat-lambatnya enam bulan setelah realisasi pengadaan barang. Namun demikian, dalam hal kementerian tidak menyerahkan dalam jangka waktu enam bulan sejak pengadaan atau Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) tidak bersedia menerima BMN tersebut, maka BMN yang dimaksud direklasifikasi menjadi Aset

Tetap pada Kementerian. Masalahnya adalah Persediaan dari Belanja Barang 526 satker DK/TP pada umumnya dikeluarkan dari neraca tanpa dilengkapi Berita Acara Serah Terima Barang (BASTB) dari Eselon I ke OPD (satker DK/TP), sedangkan satker pusat juga demikian, bahkan Persediaan yang umurnya lebih dari enam bulan tidak direklasifikasi ke dalam Aset Tetap yang berakibat pada akun Persediaan tersaji over statement (lebih catat) dan pos Aset Tetap akan tersaji under statement (kurang catat).

Kondisi tersebut terjadi karena tidak adanya monitoring terhadap realisasi Belanja Barang 526 oleh Eselon I. Sedangkan untuk satker pusat, barang persediaan dari Belanja Barang 526 sudah berada di Dinas/Gapoktan/Poktan/TNI (sudah tidak dalam penguasaan satker), namun masih tercatat di Neraca, sehingga untuk mengeluarkannya perlu adanya BASTB, namun demikian tidak ada ketentuan yang mengatur tentang perlakuan akuntansi terkait dengan akun Persediaan dari realisasi Belanja Barang 526 satker pusat, sehingga masalahnya berlarut-larut dari tahun 2013.

Pada Bulan November 2016, Menteri Pertanian telah menerbitkan Permentan No. 70 tahun 2016 yang mengatur perlakuan Persediaan dari realisasi Belanja Barang 526 satker pusat, yang mempermudah penyelesaian permasalahan penatausahaan Persediaan yaitu pasal 36 ayat (1) huruf a dan huruf b, bahwa persediaan dapat dikeluarkan dari neraca dengan mendasarkan pada Surat Keputusan Hibah/BASTB dari Eselon I ke satker/BASTB dari satker ke penerima/Rekanan ke penerima sepengetahuan satker/Surat Pernyataan KPB. Sedangkan untuk satker DK/TP tidak hanya terbatas pada BASTB dari Eselon I ke satker saja, namun dapat pula BASTB dari rekanan ke penerima sepengetahuan satker/BASTB dari satker ke penerima/Surat Pernyataan KPB.

Permasalahan lain yang terkait dengan pos Aset Tetap belum dilakukan Inventarisasi BMN (minimal 5 tahun sekali), aset tidak ditemukan/tidak diketahui keberadaannya; Aset Bermasalah (tidak dilengkapi bukti kepemilikan), diokupasi oleh pihak lain, maupun BMN dalam sengketa, dan yang tidak kalah pentingnya adalah selisih saldo antara neraca SAIBA dengan neraca SIMAK-BMN pada Pos Aset Tetap, serta satker in-aktif yang memiliki aset belum ditindaklanjuti

Page 17: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

15Media Auditor - Edisi 44 - Mei 2017

MENU UTAMAuntuk ditransfer ke satker lainnya, sebagaimana temuan BPK atas LK per 31 Desember 2015, bahwa pengelolaan aset pada 481 satker in-aktif senilai Rp75, 6 milyar belum tertib yaitu satker in-aktif belum menyusun LK penutup (tidak sesuai pasal 11 ayat 1 PMK No.272/PMK.06/2014). Pembahasan

Sekretariat Jenderal maupun Eselon I, selaku Penanggungjawab UAPA/B maupun UAPPA/B-E1, dari sisi anggaran, seharusnya selain menganggarkan untuk kegiatan-kegiatan rutin dalam rangka pelaporan keuangan (pembinaan, koordinasi dan monev, dan workshop LK), juga meningkatkan alokasi anggaran untuk kegiatan inventarisasi BMN, sengketa tanah, maupun satker in-aktif yang masih membawa aset namun belum ditransfer ke satker provinsi. Hal tersebut untuk untuk mem-back up satker lingkup Kementan yang tidak mampu mengalokasikan anggarannya.

Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian selaku APIP kementerian lebih meningkatkan peran aktif dalam mendorong tercapainya opini

WTP, baik melalui fungsi pengawasan maupun konsultatif, diantaranya melalui penugasan reviu RKA/KL maupun reviu laporan keuangan tingkat satker, wilayah, Eselon I maupun Kementerian. Peran Itjen dalam Reviu RKA/KL tidak kalah penting dalam mewujudkan opini WTP (fungsi Preventif), karena penyusunan RKA/KL merupakan titik kritis awal dalam kebocoran anggaran dengan terciptanya kegiatan-kegiatan yang tumpang tindih, kurang/tidak sesuai Tusi satker, atau kegiatan yang sebenarnya outputnya sama, namun diciptakan kegiatan yang seolah-olah berbeda.

Langkah-langkah penyelesaian dalam jangka panjang antara lain:1. Pelaksanaan Penertiban BMN melalui kegiatan

inventarisasi, dan hasilnya digunakan untuk penghapusan BMN Rusak Berat maupun tidak ditemukan, hibah, Penetapan Status Penggunaan (PSP), Penilaian BMN (jika terjadi transaksi likuidasi BMN), dan penyelesaian aset bermasalah, maupun data pengisian Kartu Inventaris Barang (KIB)

Page 18: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

16 Media Auditor - Edisi 44 -Mei 2017

MENU UTAMA3. Hibah BMN kepada OPD, khususnya BMN

eks-proyek perkebunan dan peternakan, maupun PT.RPN.

4. Pelaksanaan penyelesaian aset-aset bermasalah, (Tanah dan Gedung Bangunan) yang diokupasi pihak ke tiga, tanah tidak bersertifikat, maupun dalam sengketa di pengadilan.

5. Penyelesaian transfer aset eks-Ditjen PPHP yang belum tuntas.

6. Penetapan Status Penggunaan BMN lingkup Kementan, sebagai mana diatur dalam PMK Nomor:246/PMK.06/2014 tanggal 24 Desember 2014.

Peran Itjen sesuai No.244/PMK.06/2012 tentang Tata cara pelaksanaan pengawasan dan pengendalian BMN, Pasal 23 ayat (1) dan (2) sangat terbatas, yaitu jika permintaan Pengguna Barang/KPB, itupun jika ada indikasi penyimpangan dalam penggunaan, pemanfaatan, pemindahtanganan, penatausahaan, pemeliharaan dan pengamanan BMN. Kedua pasal tersebut juga senada dengan bunyi pasal 92 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor:27 tahun 2014 tentang pengelolaan BMN/D dan Pasal 92 ayat (3) PMK Nomor:111/PMK.06/2016 tentang Tata cara Pemindahtanganan BMN.

Walaupun demikian, menurut penulis, dalam jangka pendek, Itjen perlu berinisitif untuk berkoordinasi dengan Eselon I terkait untuk mengkondisikan peran serta Itjen dalam mengupayakan penyelesaian masalah BMN secara konstitusional. Dalam jangka panjang bersama-sama Setjen mengusulkan kepada Kemenkeu agar kedua pasal tersebut dapat diubah dengan mengikutsertakan peran aktif Itjen selaku APIP dalam pengawasan dan pengendalian BMN lingkup Kementan.

Langkah-langkah penyelesaian jangka pendek dapat ditempuh melalui penyelesaian permasalahan terkait dengan temuan BPK yang belum selesai ditindaklanjuti maupun tindakan preventif terkait permasalahan pelaporan keuangan, dengan skala prioritas, pada permasalahan yang tidak banyak melibatkan pihak ke tiga, material, mendesak, dan dapat diselesaikan dalam kurun waktu tahun buku. Misalnya perbedaan rekonsiliasi antara SAI dengan SAU, dan selisih saldo Aset Tetap antara neraca SAIBA dengan Posisi BMN di Neraca, masalah saldo akun Kas di Bendahara Pengeluaran dan Kas di Bendahara Penerimaan, maupun akun

2. Sekjen membuat ketentuan yang mewajibkan Eselon I yang ada alokasi Belanja Barang 526 melakukan monitoring terhadap realisasi belanja 526 dan menyiapkan BASTnya sebelum jangka waktu enam bulan terlampaui dan mewajibkan reklasifikasi ke Pos Aset Tetap jika melebihi enam bulan.

3. Menerbitkan Permentan tentang realisasi Belanja Barang 526 habis pakai (pupuk, pakan ternak, benih, obat-obatan,dll), untuk mempermudah perlakuan akuntansinya, sehingga jika persediaan tersebut lebih dari enam bulan, tidak perlu direklasifikasi ke dalam Pos Aset Tetap, tetapi cukup dikeluarkan dari akun Persediaan berdasarkan kartu gudang atau BAST kepada penerima bantuan.

4. Konsistensi jumlah satker lingkup Kementan dan konsistensi alokasi anggaran pelaporan keuangan.

5. Peningkatan kualitas SDM melalui DIklat Reviu LK dan Reviu RKA/KL.

6. Konsistensi jumlah satker lingkup Kementan dari tahun ke tahun.

7. Pembuatan aplikasi Reviu LK maupun Reviu RKA/KL sebagai Tools dalam rangka memberikan keyakinan terbatas dan upaya preventif atas kebocoran anggaran.

8. Penetapan kebijakan penempatan Petugas SAI dalam jangka waktu tertentu dan pengkaderan petugas.

9. Fasilitasi kebutuhan sarana pelaporan keuangan, baik laptop, printer, Alat Tulis Kantor (ATK), jaringan internet, dll.

Adapun langkah penyelesaian jangka pendek terkait permasalahan akun Persediaan dan Pos-pos Aset Tetap, baik menyangkut temuan BPK maupun permasalahanyang belum menjadi temuan BPK, sbb :1. Penerbitan Peraturan Menteri terkait tindak

lanjut Satker In-aktif, karena Surat Edaran Setjen Kementan yang ada kurang dapat menyelesaikan permasalahan tersebut. Selanjutnya perlunya dilakukan monitoring terhadap calon-calon satker in-aktif tahun mendatang pada tahun anggaran berjalan sebagai langkah antisipatif dalam percepatan proses penyelesaiannya.

2. Penghapusan BMN dalam kondisi Rusak Berat dan Kondisi tidak ditemukan.

Page 19: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

17Media Auditor - Edisi 44 - Mei 2017

MENU UTAMAKas Lainnya dan Setara Kas yang masih tersaji di Neraca per 31 Desember 20XX.

KesimpulanPenyelesaian permasalahan aset Kementerian,

khususnya Persediaan dan Pos Aset Tetap, perlu dilakukan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, dan membutuhkan upaya yang melibatkan semua unsur, baik dari tingkat UAPA/B, UAPPA/B-E1, UAPPA/B-W maupun tingkat satker dengan skala prioritas. Pelaksanaan inventarisasi BMN merupakan pintu utama untuk menyelesaikan permasalahan lain seperti Hibah, penghapusan, aset bermasalah, transfer BMN, maupun PSP. Selain itu, dalam jangka panjang perlu didukung dengan tools yang memadai, seperti alokasi anggaran, system aplikasi, SDM dan ketentuan yang efektif.

Penulis adalahAuditor Muda pada Inspektorat II

Penulis adalah Auditor Inspektorat II

Daftar Pustaka:1. Menurut Mulyadi, Auditing (2002; 20).2. Laporan Hasil Audit BPK-RI atas Laporan

Keuangan per 31 Desember 2015 Kementan BA 018.

3. Permentan No. 70 tahun 2016 tentang Penatausahaan persediaan lingkup Kementan.

4. PMK 248/PMK.07/2010 tentang Perubahan atas PMK No. 156/PMK.07/2008 tentang Pedoman Pengelolaan Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.

5. PMK Nomor:244/PMK.06/2012 tentang Tatacara pelaksanaan pengawasan dan pengendalian BMN.

6. PMK No.272/PMK.06/2014 tentang Pelaksanaan likuidasi entitas akuntansi dan entitas pelaporan pada kementerian/lembaga.

7. PMK Nomor:111/PMK.06/2016 tentang Tata cara Pemindahtanganan BMN.

8. PMK Nomor:246/PMK.06/2014 tanggal 24 Desember 2014 tentang Tata cara pelaksanaan penggunaan BMN.

Page 20: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

18 Media Auditor - Edisi 44 -Mei 2017

MENU UTAMA

Peningkatan Efektivitas Penatausahaan Barang Milik Negara (BMN)

Melalui Proses Penghapusan, Hibah dan Pengelolaan Persediaan 526

Oleh : Sukro Wiyono

penting bagi terciptanya kualitas laporan keuangan yang baik sebagai bukti pertanggungjawaban penggunaan anggaran dari pemerintah.

Penatausahaan Barang Milik Negara (BMN) Satker

Dalam pengelolaan dan pertanggungjawaban atas barang milik negara telah dibuatkan sebuah sistem yang diberi nama Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara atau disebut SIMAK-BMN, sedangkan dalam pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara terdapat sebuah sistem yang diberi nama Sistem Akuntansi Keuangan (SAK), kedua sistem tersebut tergabung dalam suatu system yakni Sistem Akuntansi Instansi (SAI). Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK-BMN) diselenggarakan dengan tujuan untuk menghasilkan informasi yang diperlukan sebagai alat pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN serta pengelolaan/pengendalian BMN yang dikuasai oleh suatu unit akuntansi pengguna barang.

Bagi Kementerian/Lembaga yang memiliki satker pusat dan daerah, tentunya tidak mudah untuk menjadikan suatu laporan keuangan yang utuh, dimana dalam penyusunannya harus dilakukan secara berjenjang mulai dari laporan keuangan tingkat Satker Daerah, Wilayah, Pusat hingga Kementerian.

Salah Satu Indikator Penilaian Terhadap Keandalan Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga adalah Terlaksananya dengan Tertib dalam Penatausahaan pada Barang Milik Negara (BMN), Terutama pada

BMN yang Terletak di Satker-Satker Daerah dan Pengelolaan Persediaan 526.

Latar BelakangUndang-Undang Nomor 17 Tahun 2003

menyatakan bahwa keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu baik berupa uang mapun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 juga menjelaskan mengenai barang milik negara (BMN), yaitu semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN dan perolehan lainnya yang sah.

Antara pengelolaan dan pertanggungjawaban atas barang milik negara dengan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara memiliki hubungan yang sangat jelas. Pengelolaan dan pertanggungjawaban atas barang milik negara menjadi kesatuan dan tidak dapat dipisahkan dalam pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara. Bentuk pertanggungjawaban atas pengelolaan keuangan dimana BMN termasuk didalamnya adalah bentuk laporan keuangan pemerintah pusat.

Dalam rangka menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas, maka laporan keuangan harus memenuhi kriteria yang memadai yaitu memiliki relevansi, dapat diandalkan, dapat dinilai atau dibandingkan, dan dapat dipahami. Keempat kriteria tersebut merupakan hal yang sangat

Page 21: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

19Media Auditor - Edisi 44 - Mei 2017

MENU UTAMA

Kementerian Pertanian sebagai salah satu unit akuntansi keuangan/barang yang memiliki aset/BMN yang tersebar pada Satker-Satker diseluruh Indonesia, tentunya sangat dimungkinkan terjadinya kelalaian dan kesalahan dalam penataan BMNnya baik dalam penyajian data mulai saat perolehannya hingga penyajian dalam pelaporannya.

Berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2015 (Audited), BPK memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Pengecualian pada opini BPK atas Laporan Keuangan Kementerian Pertanian Tahun 2015, diantaranya:1. Persediaan; a)untuk diserahkan ke masyarakat

(MAK 526) belum dapat dipastikan tanggal penyerahan Rp2.331.742.269.954,00; b)untuk operasional tidak didukung stock opname Rp3.909.517.003,00.

2. Peralatan dan Mesin tidak diketahui keberadaannya Rp74.606.808.615,00.

3. Beban barang untuk dijual/diserahkan ke masyarakat yang berasal dari saldo awal tahun 2015 tidak diperoleh bukti yang cukup berupa BAST barang dari satker pelaksana kepada masyarakat Rp534.956.689.273,00.

Dari data tersebut, pengecualian terhadap penyajian laporan BMN (persediaan dan peralatan/mesin) perlu mendapat perhatian khusus dan penataan yang lebih serius terhadap penatausahaan BMN tersebut. Selain itu,

dibutuhkan sebuah ketelitian dalam proses penatausahaan dan pengelolaan BMN, khususnya yang terkait dengan Aplikasi SIMAK-BMN. Jika pengguna kurang cakap dalam pengoperasiannya, maka SIMAK-BMN menjadi tidak efektif. Secara umum beberapa kesalahan dan kekeliruan (ketidakcakapan) yang terjadi pada bagian teknis operasional yang dilakukan pegawai/pengguna/operator, disebabkan oleh beberapa hal,

diantaranya, faktor kejenuhan dalam pekerjaan, kurang faham terhadap sistem dan prosedur, pelanggaran sistem karena adanya tekanan, dan kelalaian pegawai itu sendiri.

Untuk meminimalisir kesalahan/kelalaian dalam pengelolaan/penatausahaan BMN tersebut perlu dilakukan langkah-langkah antisifatif, terutama terhadap pegelolaan aset-aset tetap dan persediaan yang tersebar di satker-satker daerah, diantaranya dengan peningkatan pemahanan terhadap tata cara penghapusan, hibah dan pengelolaan persediaan 526.

A. Penghapusan BMN/AsetBerdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No.

50/PMK.06/2014 tentang Tata Cara Penghapusan Barang Milik Negara, penghapusan adalah tindakan menghapus BMN dari daftar barang dengan menerbitkan keputusan dari pejabat yang berwenang untuk membebaskan Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang dan/atau Pengelola Barang dari tanggung jawab administrasi dan fisik atas barang yang berada dalam penguasaannya. Persyaratan penghapusan

Page 22: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

20 Media Auditor - Edisi 44 -Mei 2017

MENU UTAMAselain tanah dan/atau bangunan yang akan dihibahkan untuk mencocokkan data administratif yang ada;

c) Menyampaikan laporan hasil penelitian data administratif dan fisik kepada Pengguna Barang.

2. Pengguna Barang mengajukan permintaan persetujuan kepada Pengelola Barang untuk menghibahkan BMN dimaksud, dengan disertai: a) alasan untuk menghibahkan; b) calon penerima hibah; c) data BMN selain tanah dan/atau bangunan

yang akan dihibahkan, yaitu tahun perolehan, spesifikasi/identitas teknis, bukti kepemilikan, dan nilai perolehan.

3. Pengelola Barang melakukan penelitian kelayakan hibah dan data administrasi. Apabila diperlukan, Pengelola Barang dapat melakukan penelitian fisik.

4. Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud, Pengelola Barang menentukan disetujui atau tidaknya permohonan tersebut.

5. Dalam hal usulan hibah tidak disetujui, Pengelola Barang memberitahukan kepada Pengguna Barang yang mengusulkan hibah, disertai dengan alasannya.

6. Dalam hal usulan hibah disetujui, Pengelola Barang menetapkan surat persetujuan pelaksanaan hibah yang sekurang-kurangnya memuat: a) BMN yang dihibahkan; b) pihak yang menerima hibah; c) peruntukan BMN yang dihibahkan; d) kewajiban Pengguna Barang

menetapkan jenis, jumlah, dan nilai BMN yang akan dihibahkan.

7. Dalam hal nilai perolehan BMN selain tanah dan/atau bangunan tersebut di atas Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah), Pengelola Barang terlebih dahulu mengajukan permohonan persetujuan kepada Presiden atau DPR sesuai batas kewenangannya.

8. Berdasarkan persetujuan hibah, Pengguna Barang melakukan serah terima BMN yang dihibahkan dengan penerima hibah, yang dituangkan dalam berita acara serah terima barang dan naskah hibah.

9. Berdasarkan berita acara serah terima tersebut, Pengguna Barang menerbitkan keputusan penghapusan.

BMN sebagai berikut.a. Penghapusan BMN pada Pengguna Barang

dilakukan dalam hal BMN sudah tidak berada dalam penguasaan Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang.

b. Penghapusan BMN dari Daftar Barang Pengguna (DBP) dan/atau Daftar Barang Kuasa Pengguna (DBKP) oleh Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang dilakukan berdasarkan Berita Acara Serah Terima.

c. Penghapusan BMN sebagaimana dimaksud dilakukan dengan menerbitkan keputusan penghapusan BMN.

d. Keputusan penghapusan BMN diterbitkan Pengguna Barang paling lama 2 (dua) bulan sejak tanggal Berita Acara Serah Terima.

e. Pengguna Barang melaporkan pelaksanaan penghapusan BMN kepada Pengelola Barang paling lama 1 (satu) bulan sejak keputusan penghapusan BMN ditandatangani dengan melampirkan keputusan penghapusan BMN disertai dengan Berita Acara Serah Terima dan naskah hibah, dalam hal pemindahtanganan dilakukan dalam bentuk hibah.

f. Berdasarkan laporan penghapusan, Pengelola Barang menghapuskan BMN dari Daftar Barang Milik Negara (DBMN).

B. Penghibahan BMN/Aset Berdasarkan PMK No. 96/PMK.06/2007 tentang

Tatacara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara, pihak yang dapat menerima hibah adalah: 1) Lembaga sosial, lembaga keagamaan, dan organisasi kemanusiaan yang mendapatkan pernyataan tertulis dari instansi teknis yang kompeten bahwa lembaga yang bersangkutan adalah sebagai lembaga termaksud; 2) Pemerintah Daerah. Tatacara pelaksanaan hibah diatur dalam Lampiran VI PMK No.96/PMK.06/2007. Tata Cara Hibah sebagai berikut;1. Pengguna Barang membentuk Tim internal

untuk melakukan persiapan pengusulan hibah BMN dengan tugas : a) Melakukan penelitian data administratif

BMN selain tanah dan bangunan yang akan dihibahkan, yaitu tentang tahun perolehan, spesifikasi/identitas teknis, bukti kepemilikan, dan nilai perolehan;

b) Melakukan penelitian fisik atas BMN

Page 23: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

21Media Auditor - Edisi 44 - Mei 2017

MENU UTAMA10.Berdasarkan keputusan penghapusan, Pengguna

Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang menghapuskan dari Daftar Barang Pengguna dan/atau Kuasa Pengguna, dan melaporkan penghapusan tersebut kepada pengelola barang paling lambat 1 (satu) bulan sejak serah terima disertai tembusan berita acara, naskah hibah, dan keputusan penghapusan.

11.Berdasarkan laporan tersebut, Pengelola Barang menghapuskan dari Daftar BMN apabila barang tersebut ada dalam Daftar BMN.

C. Pengelolaan Persediaan dari Belanjan 526Berdasarkan Permentan Nomor. 70 Tahun

2016 tentang Penatausahaan Persedian Lingkup Kementerian Pertanian, persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan yang dimaksud untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah, dan barang-barang yang dimaksud untuk dijual dan/atau diserahkan dalam rangka pelayanan masyarakat.

Salah satu persediaan yang diperoleh dari akun belanja barang untuk diserahkan kepada Masyarakat/Pemda (526) yang meliputi belanja tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan irigasi dan jaringan, barang fisik lainnya, barang penunjang dekonsentrasi, belanja penunjang tugas pembantuan dan belanja barang lainnya.

Terkait dengan persediaan yang diperoleh dari MAK 526, transaksi penyerahan/dijual kepada masyarakat/pemda dibuktikan dengan dokumen sumber pengeluaran. Dokumen sumber pengeluaran persediaan tersebut sesuai pasal 36 ayat 1 poin a dan b adalah sebagai berikut;a. Satker DK/TP.

1) BAST persediaan antara pihak pelaksana pengadaan dengan penerima dikethui oleh satker.

2) BAST persediaan antara Kepala satker atau PPK dengan penerima.

3) BAST persediaan antara Eselon I dengan penerima/SKPD, atau

4) Surat pernyataan persediaan telah diserahkan kepada Masyarakat/Pemda dari KPB atau pejabat yang ditunjuk.

b. Kantor Pusat dan Kantor Daerah1) Surat keputusan hibah2) BAST persediaan antara Eselon I dengan

penerima/SKPD

3) BAST persediaan antara Kepala satker atau PPK dengan penerima

4) BAST persediaan antara pihak pelaksana pengadaan dengan penerima dikethui oleh satker

5) Surat pernyataan persediaan telah diserahkan kepada Masyarakat/Pemda dari KPB atau pejabat yang ditunjuk

Dokumen-dokumen tersebut adalah sebagai dokumen sumber untuk pengeluaran persediaan.

PenutupDiharapkan dengan penataan BMN melalui

proses penghapusan, penghibahan terhadap aset-aset yang terletak di satker-satker daerah dan pengelolaan persediaan yang diperoleh dari belanja barang MAK 526 yang diserahkan kepada masyarakat/pemda, dapat menertibkan penatausahaan MBN sehingga informasi yang disajikan menjadi sebuah parameter atau indikator penguat opini atas pemeriksaan laporan keuangan Kementerian/Lembaga, sebagaimana diketahui bahwa SIMAK-BMN menjadi salah satu sumber utama dalam penyusunan neraca laporan keuangan Kementerian/Lembaga.

Penulis adalahAuditor Madya pada Inspektorat III

Daftar Pustaka :1. Peraturan Pemerintah Nomor. 71 Tahun 20102. PMK Nomor. 96 Tahun 2007 3. PMK Nomor. 50 Tahun 20144. Permentan Nomor. 70 Tahun 20165. Jurnal Akuntansi Universitas Jember – Vol. 13

No. 2 Desember 2015

Page 24: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

22

WAWASAN

Media Auditor - Edisi 44 -Mei 2017

Menuju Opini WTP: Cermati Tindak Lanjut Laporan Hasil Pengawasan

Oleh : Sahala Sianturi

Menteri Pertanian telah menginstruksikan jajarannya untuk mengupayakan agar Laporan Keuangan (LK) Tahun 2016 Kementerian Pertanian memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan RI. Kementerian Pertanian harus bekerja lebih keras dan lebih cerdas lagi dalam membangun budaya laporan keuangan yang akuntabel dan transparan untuk menggapai opini WTP. Sebelumnya LK 2015 Kementerian Pertanian mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian (qualified opinion). Hasil yang diperoleh terhadap LK Tahun 2015 bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya adalah suatu kemunduran karena pada LK Tahun 2014 dan Tahun 2013 mendapatkan opini WTP Dengan Paragraf Penjelasan (modified unqualified opinion) atau WTP-DPP.

Pemberian opini pada laporan keuangan Kementerian maupun Lembaga Pemerintah Non Kementerian sebenarnya merupakan bentuk apresiasi atas penyusunan laporan keuangan yang akuntabel. Mencermati temuan dan rekomendasi BPK atas LK 2015, apabila Kementerian Pertanian mampu menyusun LK dengan memperhatikan efektivitas sistem pengendalian internal masing-masing unit kerja lingkup Kementerian Pertanian, kesesuaian penyajian LK dengan Standar Akuntansi Pemerintah, kecukupan pengungkapan (angka yang wajar), dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka target WTP untuk LK Tahun 2016 semoga dapat diraih.

Memperhatikan hasil pemeriksaan BPK terhadap LK Kementerian Pertanian yang selama

ini masih fokus terhadap barang persediaan seperti penyajian barang persediaan yang kurang diyakini kebenarannya, tulisan berikut memberikan catatan terhadap penanganan tindak lanjut hasil pemeriksaan yang boleh jadi menjadi perhatian para auditor BPK dalam pemeriksaan LK Kementerian Pertanian. Selain itu, patut juga dicermati masalah amortisasi (terutama di Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian) dan aset-aset lainnya terutama yang rusak dan hilang yang selama ini sepertinya belum kita berikan perhatian penanganannya karena belum menjadi prioritas auditor BPK.

Tindak Lanjut Laporan Hasil PengawasanTindak Lanjut Hasil Pengawasan (TLHP)

merupakan tindak lanjut yang dilakukan oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan rekomendasi hasil pengawasan. Pengawasan yang dilakukan Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 dapat berupa audit (audit kinerja maupun audit dengan tujuan tertentu), reviu (penelahaan ulang bukti-bukti kegiatan untuk memastikan bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai ketentuan yang ditetapkan), evaluasi (membandingkan hasil suatu kegiatan dengan standar, rencana, atau norma yang telah ditetapkan, dan menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan dalam mencapai tujuan), pemantauan (penilaian kemajuan suatu program/kegiatan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan), serta pengawasan lainnya (sosialisasi, maupun asistensi/bimbingan

Inspektorat Jenderal memiliki peran strategis dan berkontribusi besar dalam mewujudkan harapan pimpinan agar opini Wajar Tanpa Pengecualian (unqualified opinion) terwujud.

Page 25: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

23

WAWASAN

Media Auditor - Edisi 44 - Mei 2017

dan konsultasi).Seyogianya pelaksanaan TLHP dilakukan

secara sistematis oleh pejabat yang bertanggungjawab untuk melaksanakan TLHP, bisa dilakukan oleh atasan langsung atau pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab untuk memberikan tindakan sesuai saran yang dimuat dalam LHP, pejabat yang disebutkan secara khusus dalam saran hasil pengawasan, maupun pejabat lain yang berkompeten dalam kegiatan yang diperiksa. Pejabat yang bertanggungjawab melaksanakan TLHP berkewajiban melaksanakan saran sesuai yang tercantum dalam paragraf terakhir LHP yaitu paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak LHP diterima dan bilamana menyangkut kerugian negara jika tidak segera ditindaklanjuti akan diserahkan ke aparat penegak hukum. Hal ini sejalan dengan Surat Edaran (SE) Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: SE/02/M.PAN/01/2005 tanggal 7 Januari 2005. SE tersebut menyebutkan bahwa ”dalam rangka meningkatkan efektifitas pengawasan fungsional dan menunjang terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas dari Korupsi, Klusi, dan Nepotisme (KKN), maka setiap temuan hasil pengawasan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), wajib ditindaklanjuti secara konsisten oleh pimpinan unit kerja/atasan langsung sebagai penanggungjawab kegiatan”. Selanjutnya SE tersebut juga menyebutkan “...memberikan sanksi kepada pimpinan unit kerja yang lalai dalam pelaksanaan tindak lanjut hasil pengawasan, sesuai dengan ketentuan peraturan

yang berlaku, dan dapat dijadikan salah satu dasar penilaian k e p e m i m p i n a n (DP3) serta bahan p e r t i m b a n g a n dalam promosi jabatan.” Disamping itu, SE tersebut juga menugaskan pimpinan APIP untuk “terhadap temuan yang merugikan keuangan Negara/Daerah agar berkoordinasi dan melaporkan hasilnya kepada Aparat Penegak

Hukum (Kejaksaan dan Kepolisian) dan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.”

Dalam hal TLHP, auditor harus memantau dan mendorong tindak lanjut atas temuan beserta rekomendasinya sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/05/M.PAN/03/2008 tentang Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah tanggal 31 Maret 2008. Di lingkup Kementerian Pertanian, mengacu Permenpan tersebut di atas, Inspektur Jenderal Kementerian Pertanian menerbitkan Keputusan Nomor 346/KPTS/RC.050/H/02/2014 tentang Standar Audit Intern Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian tanggal 19 Februari 2014.

Dalam Lampiran Bab V Standar Komunikasi Audit Intern tentang Pemantauan Tindak Lanjut disebutkan bahwa auditor harus memantau dan mendorong tindak lanjut atas simpulan, fakta, dan rekomenadsi audit. Dalam angka 40 disebutkan bahwa auditor harus mendokumentasikan fakta untuk keperluan pemantauan tindak lanjut dan memutakhirkan fakta sesuai dengan informasi tentang tindak lanjut yang telah dilaksanakan auditi. Selanjutnya dalam angka berikutnya juga disebutkan bahwa pemantauan dan penilaian tindak lanjut bertujuan untuk memastikan bahwa tindakan yang tepat telah dilaksanakan oleh auditi sesuai rekomendasi. Apabila auditi telah menindaklanjuti rekomendasi dengan cara yang berlainan dengan rekomendasi yang diberikan, auditor harus menilai efektivitas penyelesaian tindak lanjut tersebut, dan jika terdapat

Page 26: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

24

WAWASAN

Media Auditor - Edisi 44 -Mei 2017

rekomendasi yang belum ditindaklanjuti, auditor harus

memperoleh penjelasan yang cukup mengenai sebab rekomendasi belum dilaksanakan. Dengan demikian, jelaslah bahwa Standar yang

telah dikeluarkan oleh Inspektorat Jenderal

Kementerian Pertanian harus menjadi acuan bagi auditor dalam melaksanakan pemantauan tindak lanjut. Dalam pelaksanaan TLHP,

berbagai kendala seperti perpindahan personil yang disebutkan dalam saran LHP ke instansi lain, para pejabat yang berwenang melaksanakan TLHP belum sepenuhnya memahami aturan yang ada tentang TLHP, rekomendasi temuan tim audit yang kurang rekomacu, maupun pihak yang berwenang belum sepenuhya melaksanakan paragraf terakhir dalam LHP yaitu menyerahkan temuan yang menyangkut kerugian negara kepada aparat penegak hukum (Surat Edaran Menpan Nomor: SE/02/M.PAN/01/2005 tanggal 7 Januari 2005). Faktor lain yang menyebabkan TLHP belum sepenuhnya dapat dilaksanakan secara optimal antara lain karena subjek atau objek rekomendasi temuan dalam proses peradilan; saran tersebut tidak dapat ditindaklanjuti secara efisien, efektif, dan ekonomis karena perubahan struktur organisasi atau perubahan regulasi; serta objek yang direkomendasikan dalam sengketa di pengadilan.

Perkembangan Tindak Lanjut Hasil Audit Itjentan, BPKP dan BPK-RI

Mencermati TLHP yang dilakukan oleh pihak auditi, selama ini lebih memberikan prioritas saran masalah kerugian negara. Sementara yang bersifat administrasi maupun teknis belum sepenuhnya diberikan perhatian sebagaimana perhatian kepada tindak lanjut temuan kerugian negara.

Hasil rekapitulasi temuan kerugian negara yang dilakukan Bagian DPLHP, Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian posisi sampai dengan Desember 2016 untuk temuan Inspektorat Jenderal, BPKP dan BPK-RI masih terdapat sisa

kerugian negara lebih dari Rp45,1 miliar yang terlihat lambat tindak lanjutnya.

Kesimpulan dan saranDengan mengacu pada uraian tersebut, bahwa

sisa kerugian negara hasil pengawasan yang belum ditindaklanjuti masih relatif besar lebih dari Rp45,1 miliar terdiri dari temuan Inspektorat Jenderal, BPKP dan BPK-RI .

Ke depan, untuk mendukung opini WTP LK Kementerian Pertanian secara berkelanjutan, Inspektorat Jenderal perlu dilibatkan sejak proses penyusunan anggaran (perencanaan) sampai dengan pertanggungjawaban dan pelaporannya. Inspektorat Jenderal memiliki peran strategis dan berkontribusi besar dalam mewujudkan harapan pimpinan agar opini Wajar Tanpa Pengecualian (unqualified opinion) terwujud. Selain itu, Satuan Pelaksana (Satlak) SPI di setiap unit kerja eselon I perlu terus menerus didorong agar efektif menjalankan tugasnya. Dengan demikian, upaya pencegahan terjadinya penyimpangan dapat dilakukan secara maksimal dan penyerapan atau realisasi anggaran yang cenderung menumpuk di akhir tahun dapat diminimalkan. Demikian juga, pada saat dilakukan pemeriksaan LK oleh BPK RI tidak ditemukan lagi kejadian berulang seperti penyajian laporan yang tidak diyakini kebenarannya, dan sejenisnya.

Semoga LK Tahun 2016 dan LK-LK tahun berikutnya Kementerian Pertanian mendapatkan opini WTP.

Penulis adalahAuditor Utama pada Inspektorat IV

Daftar Pustaka :1. Laporan Hasil Pemeriksaan BPK atas Laporan

Keuangan Tahun 2011 - 2015 Kementerian Pertanian.

2. Perkembangan Tindak Lanjut Kerugian Negara sampai dengan periode 31 Desember 2016, Bagian DLHP, Sekretariat itjen, Inspektorat Jenderal Kementan.

Page 27: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

25

WAWASAN

Media Auditor - Edisi 44 - Mei 2017

KONSOLIDASI TP4P/D DENGAN APIP DALAM PERCEPATAN PELAKSANAAN

KEGIATAN/PROYEK STRATEGIS NASIONAL

Oleh : Dyah Widoretno H

Kegiatan/Proyek Strategis Nasional.Kegiatan/proyek Strategis Nasional adalah

kegiatan/proyek yang dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah dan/atau badan usaha yang memiliki sifat strategis untuk peningkatan pertumbuhan dan pemerataan pembangunan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan daerah. Kegiatan strategis lingkup Kementerian Pertanian antara lain swasembada pangan pajale (pengadaan alsin, benih dll), swasembada daging (pengadaan ternak) . Kegiatan/proyek yang bersifat strategis nasional pada umumnya menggunakan anggaran besar dan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk penyelesaiannya, sehingga dalam pelaksanaannya perlu adanya pendampingan untuk diperoleh keyakinan bahwa proses pengadaan barang/jasa sesuai peraturan perundang-undangan

Terhadap kegiatan/proyek yang bersifat strategis tersebut Presiden menginstruksikan apabila ada permasalahan pelaksanaan proyek strategis nasional berupa laporan atau pengaduan dari masyarakat mengenai penyimpangan atau penyalahgunaan wewenang, maka penanganannya dengan

mendahulukan proses administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan di bidang administrasi pemerintahan. Presiden telah mengatur bahwa laporan dan/atau pengaduan dari masyarakat yang disampaikan kepada Kejaksaan atau Kepolisian akan disampaikan kepada pimpinan kementerian/lembaga, gubernur, atau bupati/walikota untuk dilakukan pemeriksaan dan tindak lanjut penyelesaiannya dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari sejak laporan diterima. Apabila ditemukan ada indikasi penyalahgunaan wewenang, pimpinan kementerian/lembaga, gubernur atau bupati/walikota meminta Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) untuk

Penyerapan anggaran seringkali rendah karena pelaksanaan pengadaan/lelang tidak segera dilaksana-kan sehubungan ketakutan salah dalam proses pelelangan yang berujung pidana.

Page 28: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

26

WAWASAN

Media Auditor - Edisi 44 -Mei 2017

melakukan pemeriksaan/audit lebih lanjut paling lama dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja.

Dari hasil pemeriksaan APIP apabila terdapat kesalahan administrasi yang tidak menimbulkan kerugian negara penyelesaian dilakukan melalui penyempurnaan administrasi paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak hasil pemeriksaan APIP disampaikan, namun apabila hasil pemeriksaan terdapat tindak pidana yang bukan bersifat administratif pimpinan kementerian/lembaga, gubernur, atau bupati/walikota dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja menyampaikan kepada Kejaksaan Agung atau Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk ditindak lanjuti sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Taman Sains dan Teknologi Pertanian (TSTP) di Kementerian Pertanian, merupakan salah satu kegiatan/proyek yang bersifat strategis nasional yang merupakan sarana akselerasi impact recognition inovasi pertanian, sekaligus terobosan untuk mempercepat penyampaian inovasi pertanian kepada masyarakat. Pelaksanaan kegiatan/proyek tersebut oleh Badan Litbang Pertanian dengan mengembangkan Taman Sains Pertanian (TSP) di 5 lokasi Kebun Percobaan, sebagai wahana penelitian, pengkajian, pengembangan dan penerapan inovasi pertanian sekaligus show window dan tempat peningkatan kapasitas pelaku

pembangunan pertanian termasuk penyuluh dan petani. Selain itu dibangun pulaTaman Teknologi Pertanian (TTP) di 16 kawasan di 16 kabupaten/kota, sebagai wahana implementasi inovasi aplikatif spesifik lokasi yang matang dari hulu ke hilir dengan melibatkan stakeholders terkait. Dalam pelaksanaan pembangunan TSTP tersebut, TP4D dan APIP menyediakan diri untuk melaksanakan pendampingan dan pengawalan, namun masih terdapat kesalahan administrasi sehingga dilakukan penyelesaian melalui penyempurnaan administrasi setelah pemeriksaan APIP disampaikan.

Peran, Tugas TP4P/D dan APIPDalam rangka percepatan penyerapan anggaran,

pemerintah seringkali menganjurkan untuk segera melaksanakan percepatan pelaksanaan kegiatan maupun pengadaan barang/jasa yang sifatnya untuk mendukung proyek Strategis Nasional. Namun, disisi lain organisasi pengadaan barang/jasa, yaitu KPA, PPK, ULP/Pejabat Pengadaan, Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan seringkali merasakan kekhawatiran bahkan ketakutan terhadap aparat penegak hukum, sehingga menunda pelaksanaan pengadaan barang/jasa, bahkan ada yang memilih untuk tidak melaksanakan daripada ada masalah dikemudian

Page 29: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

27

WAWASAN

Media Auditor - Edisi 44 - Mei 2017

hari.Dengan latar belakang tersebut maka

pemerintah membentuk Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintah dan Pembangunan Pusat (TP4P) melalui Keputusan Jaksa Agung RI yang dilanjutkan dengan pembentukan TP4 di daerah atau disebut dengan TP4P/D yang mempunyai tugas dan fungsi untuk:1. Mengawal, mengamankan dan mendukung

keberhasilan jalannnya pemerintahan dan pembangunan melalui upaya upaya pencegahan/ preventif dan persuasif dengan cara: a. Memberikan penerangan hukum terkait

materi tentang perencanaan, pelelangan, pelaksanaan pekerjaan, pengawasan pelaksanaan pekerjaan, perijinan, pengadaan barang dan jasa, tertib administrasi dan tertib pengelolaan keuangan negara.

b. Melakukan diskusi atau pembahasan untuk mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi dalam penyerapan anggaran dan pelaksanaan pembangunan.

c. Memberikan penerangan dan penyuluhan hukum baik atas inisiatif TP4P/D maupun atas permintaan pihak-pihak yang memerlukan.

d. Melibatkan instansi atau pihak lain yang memiliki kapasitas, kompetensi dan relevan dengan materi penerangan dan penyuluhan hukum.

2. Dapat memberikan pendampingan hukum dalam setiap tahapan program pembangunan dari awal sampai akhir, berupa:a. Pembahasan hukum dari sisi penerapan

regulasi, peraturan per Undang-Undangan, mekanisme dan prosedur atas permasalahan dalam hal penyerapan anggaran.

b. Pendapat hukum pada tahap perencanaan, pelelangan, pelaksanaan, pengawasan pelaksanaan pekerjaan dan pengadaan barang jasa, baik atas inisiatip TP4P/D maupun atas permintaan instansi dan pihak-pihak yang memerlukan

3.Melakukan koordinasi dengan APIP mencegah terjadinya penyimpangan yang berpotensi menghambat, mengggagalkan dan menimbulkan kerugian keuangan negara.

4. Bersama-sama melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan pekerjaan dan program

pembangunan.5. Melaksanakan penegakan hukum represif

ketika ditemukan bukti permulaan yang cukup setelah dilakukan koordinasi dengan APIP tentang telah terjadinya perbuatan melawan hukum, penyalah gunaan kewenangan dan/atau perbuatan lainnya yang berakibat menimbulkan kerugian negara.

Aparat Pengawasan Intern Pemerintah atau yang lebih dikenal dengan sebutan APIP adalah Instansi pemerintah yang dibentuk dengan tugas melaksanakan pengawasan intern (internal audit) di lingkungan pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah, yaitu Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Inspektorat Jenderal Kementerian dan Inspektorat Provinsi/Kabupaten/Kota mempunyai peran:1. Memberikan keyakinan yang memadai atas

ketaatan, kehematan, efisiensi, dan efektivitas pencapaian tujuan penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah;

2. Memberikan peringatan dini dan meningkatkan efektivitas manajemen risiko dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah; dan

3. Memelihara dan meningkatkan kualitas tata kelola penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah.

Sedangkan pekerjaan APIP adalah melaksanakan:1. Audit, yaitu proses identifikasi masalah,

analisis, dan evaluasi bukti yang dilakukan secara independen, obyektif dan profesional berdasarkan standar audit, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, efektivitas, efisiensi, dan keandalan informasi pelaksanaan tugas dan fungsi instansi pemerintah.

2. Reviu adalah penelaahan ulang bukti-bukti suatu kegiatan untuk memastikan bahwa kegiatan tersebut telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan, standar, rencana, atau norma yang telah ditetapkan

3. Evaluasi adalah rangkaian kegiatan membandingkan hasil atau prestasi suatu kegiatan dengan standar rencana, atau norma yang telah ditetapkan, dan menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan suatu kegiatan dalam mencapai tujuan

Page 30: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

28

WAWASAN

Media Auditor - Edisi 44 -Mei 2017

4. Pemantauan adalah proses penilaian kemajuan suatu program atau kegiatan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan

5. Kegiatan pengawasan lainnya berupa sosialisasi mengenai pengawasan, pendidikan dan pelatihan pengawasan, pembimbingan dan konsultasi, pengelolaan hasil pengawasan, dan pemaparan hasil pengawasan.

Bentuk Konsolidasi TP4P/D dengan APIPDengan telah dibentuknya dan sesuai

dengan tugasnya, TP4P/D maka diharapkan ada kerjasama atau konsolidasi dengan APIP dan tidak tumpang tindih dalam pendampingan pelaksanaan percepatan proses pengadaan barang/jasa dalam mendukung percepatan pelaksanaan kegiatan/proyek strategis nasional. Sebelum melaksanakan pendampingan perlu adanya pembicaraan tentang kesepakatan antara TP4P/D dengan APIP dalam menetapkan adanya batasan dalam pelaksanaan pendampingan. Pada umumnya TP4P/D dalam melaksanakan pendampingan lebih mengarah pada pendapat hukum (legal opinion), pembahasan hukum dari sisi penerapan regulasi dan pemahaman hukum dalam ruang lingkup tertentu atau permasalahan dalam penyerapan anggaran. Yang perlu menjadi perhatian, bahwa TP4P/D tidak melakukan pendampingan dan pengawasan yang meliputi teknis dan materi pengadaan barang/jasa, termasuk tidak berwenang mengusulkan pemenang lelang atau membatalkan pelelangan karena TP4D bukanlah bagian dari pelaksana organisasi pengadaan.

Sedangkan pendampingan APIP lebih mengarah kepada hal-hal yang bersifat teknis pengadaan, misalkan pada saat persiapan, pendampingan dapat dilaksanakan dengan mempelajari informasi pengadaan barang/jasa pada satker, peraturan perundang-undangan, petunjuk pelaksanaan, petunjuk teknis dan peraturan lainnya terkait dengan pengadaan barang/jasa. Pada tahap pelaksanaan dengan melakukan analisis dokumen perencanaan, jadwal pelaksanaan kegiatan pengadaan barang/jasa; pendampingan penyusunan dokumen RKS penyusunan HPS/OE/EE, penyusunan spesifikasi teknis barang/jasa, penyusunan kontrak. Dengan kolaborasi tersebut diharapkan proses pengadaan barang/jasa kegiatan/proyek strategis nasional sesuai dengan peraturan perundang-undangan, benar secara administrasi dan teknis,

lebih cepat dan dapat mencegah adanya kerugian negara.

KesimpulanDengan demikian dapat disimpulkan bahwa

pendampingan dari TP4P/D dan APIP dapat memberikan keyakinan pada organisasi pelaksana pengadaan untuk mempercepat pengadaan barang/jasa dalam upaya mendukung kegiatan/proyek strategis nasional, Perlu menjadi catatan, walaupun telah mendapat pendampingan dan pengawasan TP4P/D dan APIP apabila ada penyimpangan tetap akan ada penindakan.

Penulis adalah Auditor Madya pada Inspektorat Investigasi

Daftar Pustaka- Instruksi Presiden RI No.1 tahun 2016 tentang

Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.

- Keputusan Jaksa Agung RI Nomor KEP-152/A/JA/10/2015 tentang pembentukan TP4P

- Peraturan Kepala BPKP Tentang Pedoman Teknis Peningkatan Kapabilitas Aparat Pengawasan Intern Pemerintah

- PP Nomor 60 Tahun 2008 Tentang SPIP- Pedum Taman Sains dan Teknologi Pertanian

(TSTP), Badan Litbang Kementerian Pertannian

Page 31: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

29

WAWASAN

Media Auditor - Edisi 44 - Mei 2017

Reviu HPP Subsidi Benih Sumbang Efisiensi Keuangan Negara

Oleh : Tin Latifah

Review harga pokok penjualan (HPP) benih bersubsidi dilakukan untuk memastikan bahwa penyusunan harga telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan, standar, rencana

atau norma yang telah ditetapkan sehingga diperoleh kewajaran harga.

PendahuluanSubsidi benih adalah penggantian biaya

produksi benih bersertifikat yang harus dibayar oleh pemerintah apabila benih terjual. Tujuan pemberian subsidi benih adalah membantu meringankan beban para petani tanaman pangan agar dapat membeli benih sebar bersertifikat dengan harga terjangkau. Dengan pemberian subsidi benih diharapkan juga dapat meningkatkan penggunaan benih bermutu varietas unggul yang pada akhirnya berdampak pada peningkatan produktivitas dan produksi tanaman pangan. Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah sejak tahun 1986 menetapkan kebijakan subsidi benih, yang dari tahun ke tahun jumlah subsidi benih yang dianggarkan pemerintah terus meningkat.

Pada tahun 1986, jumlah subsidi benih yang ditetapkan pemerintah Rp7 milyar, meningkat menjadi Rp10,4 milyar pada tahun 1990. Pada tahun 2000 dan 2005, besarnya subsidi benih yang ditetapkan pemerintah meningkat menjadi Rp43,8 milyar dan Rp74,3 milyar. Selanjutnya alokasi subsidi benih terus meningkat secara signifikan pada tahun 2007 sampai dengan tahun 2009, kemudian menurun drastis pada tahun 2010 sampai dengan 2012 dan kembali meningkat pada tahun 2013 sampai dengan sekarang, sebagaimana dapat dilihat pada gambar 1.

Pendekatan dalam Perhitungan Subsidi Pengertian subsidi ditinjau dalam ilmu

ekonomi, menurut Leo Kusuma dalam tulisannya di http://leo4kusuma.blogspot.com, terdapat dua pendekatan yang berbeda sehingga sering

menimbulkan kontroversi. Dua pendekatan tersebut menghasilkan dua definisi yang berbeda dan berlawanan. Pendekatan pertama menyatakan bahwa subsidi tidak perlu mengeluarkan biaya atau disebut pendekatan profit loss. Sedangkan pendekatan kedua mengatakan subsidi perlu mengeluarkan biaya atau menggunakan pendekatan cost loss.

Titik temu di antara kedua pendekatan tersebut sebenarnya hanya terletak pada sasarannya, yaitu harga (price equilibrium). Pada pendekatan profit loss istilah subsidi ditemukan pada penghitungan biaya pokok dan umumnya digunakan dalam lingkup mikro ekonomi. Sedangkan pendekatan cost loss digunakan untuk kebijakan ekonomi makro.

Selanjutnya Leo Kusuma menjelaskan, bahwa pengertian subsidi dalam pendekatan kebijakan pemerintah memiliki perspektif yang berbeda dengan definisi menurut ilmu ekonomi. Sasarannya masih sama, yaitu harga. Dalam hal ini, kebijakan subsidi bertujuan untuk menekan harga penjualan di bawah harga yang umumnya berlaku. Harga jual dalam arti ditetapkan atau ditentukan oleh

Page 32: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

30

WAWASAN

Media Auditor - Edisi 44 -Mei 2017

produsen merupakan harga pokok ditambahkan besarnya keuntungan yang dikehendaki. Besarnya subsidi bisa jadi menggantikan tambahan keuntungan atau tambahan keuntungan ditambah beberapa ongkos produksi yang terhitung pada harga pokok.

Dalam subsidi benih, besaran subsidi yang diberikan dihitung dengan mempertimbangkan Harga Pokok Penjualan (HPP) benih, Harga Benih (HB) dan Harga Eceran Tertinggi (HET) benih. Ilustrasi mekanisme subsidi benih dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 2. Mekanisme Subsidi Benih Dari ilustrasi gambar 2 dapat dijelaskan sebagai berikut :

Harga Benih adalah semua biaya yang timbul, baik secara langsung maupun tidak langsung dari proses produksi sampai dengan benih siap jual sampai ke kelompok tani, termasuk keuntungan dan biaya angkut. Sedangkan HPP benih adalah semua biaya yang timbul baik langsung maupun tidak langsung dari proses produksi sampai dengan benih siap jual dalam 1 (satu) periode usaha.

HET adalah harga tertinggi benih yang dibeli oleh petani di tingkat kelompok tani. Dengan demikian subsidi benih dapat diartikan sebagai selisih antara Harga Benih dengan HET yang harus dibayar oleh Pemerintah atas penjualan

benih bersubsidi.

Pelaksanaan Reviu HPP Benih Bersubsidi Inspektorat Jenderal Kementerian

Pertanian dalam rangka menjalankan fungsi pengawasan di lingkungan Kementerian Pertanian, telah melakukan reviu atas usulan harga benih bersubsidi. Pelaksanaan reviu dilakukan terhadap Harga Pokok Penjualan (HPP) benih, yang digunakan sebagai dasar perhitungan harga benih dan subsidi benih. Reviu dilaksanakan berlandaskan pemikiran banyaknya berita kerugian negara yang disebabkan adanya kesalahan dalam menentukan harga dalam pengadaan barang/jasa. Reviu harga benih bersubsidi dilakukan untuk memastikan bahwa penyusunan harga telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan, standar, rencana atau norma yang telah ditetapkan sehingga diperoleh kewajaran harga.

Pada tahun 2016, ditetapkan harga subsidi benih per kg untuk padi inbrida sebesar Rp8.533,00, padi hibrida sebesar Rp63.857,00, kedelai (BR) sebesar Rp14.194,00, dan untuk benih kedelai (BR1, BR2, BR3, dan BR4) sebesar Rp14.188,00,00. Perhitungan harga benih untuk benih bersubsidi tersebut per kg ditetapkan sebesar Rp11.033,00 untuk benih padi inbrida, Rp67.957,00 untuk benih padi hibrida, Rp17.294,00 untuk benih kedelai (BR), dan Rp16.688,00 untuk benih kedelai (BR1, BR2, BR3, dan BR4).

Pada tahun 2017, HPP yang diusulkan untuk subsidi benih lebih tinggi dari HPP subsidi benih TA 2016, yaitu untuk padi inbrida meningkat sebesar Rp347,00; padi hibrida sebesar Rp2.443,00; kedelai (BR) sebesar Rp530,00, dan untuk benih kedelai (BR1, BR2, BR3, dan BR4) sebesar Rp287,00.

Sebagaimana disampaikan sebelumnya, besarnya subsidi benih yang diberikan sangat dipengaruhi oleh besarnya HPP benih. Hal tersebut disebabkan HPP benih akan mempengaruhi profit dan harga benih, sementara subsidi benih adalah selisih antara harga benih dengan HET. Sesuai Permentan No. 68/Kpts/TP.030/1/2016, ditetapkan HET benih bersubsidi TA 2016 untuk padi inbrida sebesar Rp2.500,00, padi hibrida Rp4.100,00,

Harga Benih = HPP + Keuntungan + Transport

Subsidi Benih = Harga Benih - HET

Page 33: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

31

WAWASAN

Media Auditor - Edisi 44 - Mei 2017

kedelai (BR) sebesar Rp3.100,00, dan benih kedelai (BR1, BR2, BR3, dan BR4) sebesar Rp2.500,00. HET benih tersebut tidak mengalami perubahan untuk subsidi benih TA 2017, sehingga adanya kenaikan HPP sebagaimana disampaikan sebelumnya akan berdampak pada meningkatnya subsidi benih yang harus ditanggung oleh pemerintah. Berdasarkan kondisi tersebut, Inspektorat Jenderal melakukan reviu terhadap HPP benih TA 2017 yang diusulkan. Dengan berbagai pertimbangan, hasil reviu memutuskan bahwa bahwa besarnya HPP benih TA 2017 disamakan dengan HPP benih TA 2016.

Kesimpulan Efisiensi dapat diartikan sebagai perbandingan

antara output dengan input. Suatu aktivitas dikatakan efisien, apabila output yang dihasilkan lebih besar dengan input yang sama, atau output yang dihasilkan sama dengan menggunakan input yang lebih sedikit. Dengan adanya penurunan harga benih akibat penurunan HPP, maka input yang diperlukan untuk menghasilkan output yang sama mengalami penurunan. Dengan demikian, sejalan dengan definisi efisiensi yang disampaikan sebelunya, dapat diartikan bahwa reviu yang telah dilakukan terhadap HPP, menyebabkan terjadinya penurunan harga benih, sehingga besarnya subsidi yang harus ditanggung oleh pemerintah juga

mengalami penurunan.Dari selisih nilai HPP sebelum dan sesudah

dilakukan reviu serta memperhitungkan alokasi volume benih subsidi TA 2017, Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian menghitung nilai keuang negara yang dapat dihemat minimal sebesar Rp46,952 milyar atau maksimal sebesar Rp50,500 milyar.

Penulis adalahAuditor Madya pada Inspektorat IV

Daftar Pustaka : 1. Keputusan Menteri Pertanian Nomor. 68/Kpts/

TP.030/1/2016, tentang Harga Benih, Subsidi Benih dan Harga Eceran Tertinggi Benih Untuk Komoditas Padi Inbrida, Padi Hibrida, dan Kedelai Pada Kegiatan Subsidi Benih TA 2016.

2. Peraturan Menteri Pertanian Nomor. 04/Permentan/HK.140/2/2016, tentang Pedoman Subsidi Benih TA 2016.

3. Kusuma, Leo; http://leo4kusuma.blogspot.com, Definisi Subsidi: Menelaah Kontroversi, 2012.

Page 34: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

32

WAWASAN

Media Auditor - Edisi 44 -Mei 2017

Pengelolaan Belanja Barang Bantuan Pemerintah Untuk Petani

Oleh : Kadri Yulizar, Gatot Budi Santoso, Panji Anom Sambodo

Berkurangnya tenaga kerja pertanian dan minat generasi muda untuk berkecimpung dalam usaha pertanian serta rendahnya teknologi yang digunakan petani menjadi faktor yang mendorong pemerintah memberikan bantuan langsung kepada petani. Bantuan pemerintah yang langsung diberikan kepada petani merupakan bukti keseriusan pemerintah dalam menggarap sektor pertanian guna mengamankan stok cadangan pangan negara yang bersumber dari dalam negeri sendiri dengan menggenjot produksi dan produktivitas pertanian. Penggunaan alat dan mesin pertanian dalam usaha pertanian masyarakat merupakan keniscayaan untuk meningkatkan potensi sumber daya lahan yang terbatas.

Pemberian bantuan pemerintah berupa bantuan alat mesin pertanian merupakan wujud fasilitasi dari pemerintah bagi pelaku usaha sektor pertanian agar dapat meningkatkan kapasitas produksi dan mendorong usahatani yang mandiri. Hal ini diharapkan akan menjadi kekuatan ekonomi di perdesaan untuk meningkatkan kesejahteraan petani, mengurangi kemiskinan, dan dapat meningkatkan ekonomi secara nasional. Bantuan pemerintah berupa alat dan mesin pertanian yang diserahkan kepada masyarakat diakomodir dalam belanja barang 526 dan harus dicatat sebagai bagian dari asset pemerintah dalam neraca persediaan.

Namun demikian, ditengah gencarnya pemerintah mendorong dan mengerakkan petani untuk meningkatkan produksi dan produktivitas usaha pertaniannya melalui alat dan mesin pertanian, ternyata belum diimbangi dengan pengelolaan asset yang memadai. Berbagai catatan tentang pengelolaan asset terjadi hampir setiap tahun yang disebabkan oleh lemahnya pengadiministrasian dan pengelolaan asset berupa alat dan mesin pertanian khususnya pada akun

Pengelolaan belanja barang (asset) selalu menjadi momok bagi pemerintah pusat dan daerah ketika dilakukan audit laporan keuangan oleh Badan Pemeriksan Keuangan (BPK). Manajamen risiko

yang masih lemah, pencatatan dan pendokumentasian bukti administrasi yang kurang baik, masih menjadi pekerjaan rumah yang harus diprioritaskan untuk dibenahi.

belanja 526. Berdasarkan hasil pemeriksaan Badan

Pemeriksan Keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2015, terdapat beberapa permasalahan muncul yang menyebabkan opini Laporan Keuangan Kementerian Pertanian Tahun 2015 mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Salah satu permasalahan yang mengemuka yaitu adanya nilai persediaan pada Pemerintah Pusat yang relatif cukup besar yakni sebesar Rp96,19 triliun. Dari angka tersebut, Kementerian Pertanian menyumbang sebesar Rp2,33 triliun sebagiamana juga ditayangkan dalam laman web BPK RI pada menu siaran pres BPK “LKPP Tahun 2015 yang berbasis Akrual Memperoleh Predikat WDP” tanggal 2 Juni 2016. Permasalahan nilai persediaan sebesar itu merupakan nilai pengadaan barang yang akan diserahkan kepada masyarakat namun belum dapat dijelaskan statusnya dan belum didukung dengan bukti penyerahan. Kasus nilai persediaan ini merupakan pengulangan terhadap kasus yang serupa di Tahun 2014. Pada LKPP Tahun 2014, BPK mencatat permasalahan persediaan yang belum disertai dengan kejelasan status hukum dan status penyerahannya sebesar Rp65,99 triliun dimana Kementerian Pertanian di kala itu juga menyumbang permasalahan persediaan sebesar Rp1,35triliun.

Pengelolaan bantuan pemerintah dilingkup Kementerian Pertanian sudah dijabarkan dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 62/Permentan/RC.110/12/2016 tentang Pedoman Umum Pengelolaan dan Penyaluran Bantuan Pemerintah lingkup Kementerian Pertanian Tahun 2017, dimana pengelolaan bantuan pemerintah

Page 35: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

33

WAWASAN

Media Auditor - Edisi 44 - Mei 2017

baik melalui tranfer uang maupun tranfer barang/jasa kepada kelompok masyarakat, lembaga pemerintan dan lembaga non pemerintah dan Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 62/Permentan/RC.130/12/2015 tentang Pedoman Pengelolaan dan Penyaluran Bantuan Pemerintah Lingkup Kementerian Pertanian Tahun Anggaran 2016.

Anggaran Bantuan meliputi pemberian penghargaan, bantuan operasional, bantuan sarana/

prasarana, bantuan rehabilitasi/pembangunan gedung/bangunan dan bantuan lainnya yang memiliki karakteristik bantuan pemerintah yang ditetapkan oleh Pengguna Anggaran, bantuan pemerintah dapat diberikan dalam bentuk : uang, barang/jasa tergantung pada kebijakan yang diambil, berkaitan dengan pembangunan dan pengembangan Prasarana dan Sarana Pertanian, bantuan pemerintah yang dimaksud dilaksanakan dengan pola transfer uang dari rekening kas negara ke rekening penerima bantuan. Prasyarat yang dibutuhkan antara lain melalui pembukaan rekening penerima bantuan, penyusunan Rencana Usulan

Kegiatan (RUK), mekanisme transfer melalui penerbitan Surat Permintaan Pembayaran (SPP), Surat Perintah Membayar (SPM) dan penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) serta pemanfaatan dana bantuan pemerintah oleh penerima bantuan. Pelaksanaan pengelolaan dana bantuan pemerintah membutuhkan adanya pengawalan, pendampingan serta pembinaan oleh Koordinator Lapangan/Tim Teknis sebagai petugas lapangan. Pengawalan, pendampingan dan bimbingan oleh petugas lapangan tersebut tidak terbatas dari aspek teknis tetapi juga mencakup aspek adminstrasi dan pertanggungjawabanya.

Bantuan pemerintah dapat diberikan dalam bentuk transfer uang dan transfer barang. Prinsip bantuan pemerintah dalam bentuk uang melalui pola transfer uang kepada penerima bantuan yang selanjutnya dibelanjakan oleh penerima bantuan sesuai dengan Rencana Usulan Kegiatan (RUK) yang telah mendapatkan persetujuan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Pencairan dana bantuan pemerintah yang diberikan dalam bentuk uang kepada penerima bantuan dilaksanakan melalui mekanisme Langsung (LS) dari rekening Kas Negara ke rekening penerima bantuan. Sedangkan untuk bantuan pemerintah melalui transfer barang/jasa penjelasan secara rinci

dalam bentuk bantuan sarana/prasarana yang dialokasikan melalui kelompok akun belanja barang untuk diserahkan kepada masyarakat/pemerintah daerah (akun 5261xx) dilakukan pencatatan sebagai barang persediaan. Dalam pencatatan persediaan, nilai atau biaya perolehan tersebut harus didukung dengan dokumen sumber yang dapat diverifikasi kevalidannya, seperti faktr, kuitansi, Berata Acara Serah Terima (BAST) atau bukti yang lain.

Bantuan Pemerintah dalam Sistem Keuangan dan Akuntansi Pemerintah

Merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.05/2007 sebagaimana telah dirubah dengan Nomor 214/PMK.05/2013 tentang Bagan Akun Standar serta perubahan dari Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor Per.80/PB/2011 tentang Penambahan dan Perubahan Akun Pendapatan Belanja dan Transfer pada Bagan Akun Standar, serta Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.05/2012 tentang Tata Cara Pembayaran Dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja dan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 168/PMK.05/2015 tentang Mekanisme Pelaksanaan Anggaran Bantuan Pemerintah pada Kementerian Negara/Lembaga. Bantuan Pemerintah adalah bantuan yang tidak memenuhi kreteria bantuan sosial yang di berikan oleh pemerintah kepada perseorangan, kelompok masyarakat atau lembaga pemerintah/non pemerintah yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara.

Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 168/PMK.05/2015 tentang Mekanisme Pelaksanaan Anggaran Bantuan Pemerintah pada Kementerian Negara/Lembaga

Page 36: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

34

WAWASAN

Media Auditor - Edisi 44 -Mei 2017

mengacu Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 dan perubahannya Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 dan nomor 4 tahun 2015.

Menurut Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor 40 tahun 2006 tentang pedoman akuntansi persediaan menyebutkan yang dimaksud persediaan diantaranya adalah barang yang disimpan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat dalam rangka kegiatan pemerintahan. Seluruh realisasi akun 526 (Belanja Barang untuk Diserahkan kepada Masyarakat/Pemda) berupa tanah, gedung bangunan, peralatan & mesin, atau persediaan lainnya dicatat ke dalam aplikasi persediaan. Salah satu unsur dari asset pada neraca adalah persediaan. Setiap satuan kerja instansi pemerintah selalu memiliki persediaan, minimal dalam bentuk konsumsi seperti alat tulis kantor. Prinsip dalam pencatatan persediaan adalah membutuhkan perlakukan akuntansi yang tepat agar persediaan dan beban terkait persediaan dapat disajikan secara wajar pada laporan keuangan.

Menurut standar Akuntansi Pemerintah PSAP Nomor 05 tentang persediaan, menjelasakan bahwa persediaan adalah asset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan yang dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah, dan barang-barang yang dimaksudkan untuk dijual da/atau diserahkan dalam rangka pelayanan kepada masyarakat. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 2019/PMK.05/2013, menerangkan bahwa pengklasifikasi persediaan menjadi barang-barang, yakni :1. Barang atau perlengkapan yang digunakan dalam

rangka kegiatan operasional pemerintah, seperti barang habis pakai seperti suku cadang, barang tak habis pakai seperti komponen peralatan dan pipa, dan barang bekas pakai seperti komponen bekas.

2. Bahan atau perlengkapan (supplies) yang akan digunakan dalam proses produksi, seperti bahan yang digunakan dalam proses produksi seperti bahan baku pembuatan alat-alat pertanian, bahan baku kontruksi bangunan yang akan diserahkan kepada masyarakat/pemda.

3. Barang dalam proses produksi yang dimaksudkan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat. Contoh : kontruksi dalam pengerjaan yang akan diserahkan kepada masyarakat, alat-alat pertanian setengah jadi/barang hasil proses produksi yang belum selesai yang akan diserahkan kepada masyarakat/pemda.

4. Barang yang disimpan untuk dijual atau

diserahkan kepada masyarakat dalam rangka kegiatan pemerintah. seperti hewan, tanaman untuk dijual atau diserahkan kepada m a s y a r a k a t /pemda; serta tanah/bangunan/peralatan dan mesin/asset tetap lainnya untuk diserahkan kepada masyakarat/pemda.

5. Barang-barang untuk tujuan terjaga-jaga atau strategis seperti cadangan minyak dan cadangan.

Manajemen Risiko dalam pengelolaan Belanja Barang Bantuan Pemerintah

Pengelolaan belanja barang (aset) selalu menjadi momok bagi pemerintah pusat dan daerah ketika dilakukan audit laporan keuangan oleh Badan Pemeriksan Keuangan (BPK). Manajamen risiko yang masih lemah, pencatatan dan pendokumentasian bukti administrasi yang kurang baik, masih menjadi pekerjaan rumah yang harus diprioritaskan untuk dibenahi.

Selain permasalahan kelemahan dalam penerapan SPIP, sehingga belum mampu meminimalkan terjadinya risiko terutama risiko yang berulang setiap tahun, juga terdapat beberapa point penting yang perlu pendapat perhatian lebih dalam kegiatan pengendalian pada pengelolaan asset sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 yakni : a) reviu atas kinerja instansi; orientasi pengadaan barang hanya membeli dan menyalurkan dan bukan mengelola. b) pembinaan atas sumber daya manusia, c) pengelolaan sistem informasi, d) pengendalian atas fisik asset, e) pencatatan yang akurat dan tepat waktu, f) dokumentasi yang baik atas SPI dan transaksi kejadian penting, serta jumlah entitas yang cukup banyak dan tersebar di seluruh provinsi.

Penerapan manajemen risiko yang efektif dapat memberikan keyakinan yang memadai kepada organisasi bahwa tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai. Potensi masalah yang berkemungkinan

Page 37: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

35

WAWASAN

Media Auditor - Edisi 44 - Mei 2017

pelaksanaan dan penyaluran bantuan pemerintah. Dalam menjamin pelaksanaan tanggung jawab

diatas, KPA melaksanakan monitoring dan evaluasi dengan menitiberatkan pada: a) Kesesuaian antara pelaksanaan penyaluran bantuan pemerintah dengan pedoman umum dan petunjuk teknis yang telah ditetapkan serta ketentuan peraturan terkait lainnya. b) Kesesuaian antara target capaian dengan realisasi. Hasil monitoring dan evaluasi tersebut sebagai acuan bagi KPA untuk mengambil langkah-langkah tindak lanjut untuk memperbaiki penyaluran bantuan pemerintah.

Kedepan perlu dilakukan pembenahan pencatatan serta pendokumentasian BAST sebagai bukti status barang yang didukung oleh bukti penyerahannya. Selama permasalahan pengelolaan dan pendokumentasian BAST belum mendapatkan perhatian yang serius dari pengelola kegiatan bantuan pemerintah di lingkup Kementerian Pertanian, maka permasalahan persediaan akan selalu muncul dan menjadi batu sandungan dalam Laporan Keuangan Kementerian Pertanian, dan target WTP akan sulit dicapai.

Penulis adalahPenyusun Rencana Kegiatan dan Anggaran dan

Perencana Muda pada Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian.

Daftar Pustaka :1. Pedoman Administrasi Keuangan Kementerian

Pertanian Tahun 20132. Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun

2014, BPK RI, 20153. Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun

2015, BPK RI, 20164. Renstra Kementerian Pertanian Tahun 2015 –

2019 edisi Revisi 20165. Petunjuk Teknis Penyaluran Bantuan Pemerintah

lingkup Ditjen Tanaman Pangan TA 2017, Ditjen Tanaman Pangan Tahun 2016

6. http://www.bpk.go.id/news/lkpp-tahun-2015-yang-berbasis-akrual-memperoleh-predikat-wdp

7. Permentan No. 62/Permentan/RC.110/12/2016 tentang Pedoman Umum Pengelolaan dan Penyaluran Bantuan Pemerintah Lingkup Kementerian Pertanian Tahun 2017

8. Peraturan Dirjen Perbendaharaan No 40 tahun 2006 tentang Pedoman Akuntansi Persediaan

menghambat pencapaian tujuan organisasi dapat terkelola dengan baik melalui langkah mitigasi risiko yang dirancang dan dijalankan dengan efektif. Penerapan manajemen risiko yang komprehensif akan mendorong organisasi dalam meningkatkan kinerjanya. Selain itu, dalam penerapan manajemen risiko, manajemen dituntut untuk berpikir secara antisipatif guna menciptakan langkah mitigasi risiko yang efektif dalam rangka mengamankan pencapaian tujuan organisasi. Manajemen dituntut untuk tidak berpikir reaktif dengan menanggulangi risiko yang sudah muncul dan menjadi masalah. Penerapan manajemen risiko yang menarik adalah memberikan manfaat terhadap manajemen yang sadar risiko, yakni manajemen akan lebih siap dalam menghadapi setiap dampak dari kemungkinan akan terjadinya risiko yang muncul yang akan menghambat pencapaian tujuan. Manajemen yang sadar risiko akan mengelola risiko dengan baik sehingga akan meminimalkan kemungkinan terjadinya risiko atau mengurangi dampak yang terjadi sehingga tujuan dapat tercapai secara optimal.

Dalam Permentan Nomor 62 Tahun 2016 tentang Pedoman Umum Pengelolaan dan Penyaluran Bantuan Pemerintah Lingkup Kementerian Pertanian Tahun 2017 telah memuat beberapa simpul kritis pada kegiatan pengadaan dan penyaluran bantuan pemerintah yang perlu mendapat perhatian bagi pengelola, diantaranya adalah ketersediaan BAST dan surat pernyataan bersedia menerima hibah. Namun tidak diuraikan secara lebih rinci tentang mekanisme, pengelolaan dan pendokumentasian BAST tersebut, yang menurut penulis disinilah titik kritis sesungguhnya dalam kaitannya dengan laporan keuangan kementerian pertanian yang dilengkapi dengan bukti (evidence) yakni berupa BAST. Sebagaimana juga yang ditekankan oleh BPK RI bahwa pengelolaan aset berupa persediaan di lingkup Kementerian Pertanian sebesar Rp1,35 triliun (pada tahun 2014) dan senilai Rp2,33 triliun (pada tahun 2015) belum dapat dijelaskan status yang didukung dengan bukti penyerahannya.

Tanggungjawab Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dalam penyaluran pemberian bantuan pemerintah, mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168 Tahun 2015, pasal 43 diamanatkan agar KPA bertanggung jawab atas hal-hal sebagai berikut; a) Pencapaian target kinerja pelaksanaan dan penyaluran bantuan pemerintah. b) Transparansi pelaksanaan dan penyaluran bantuan pemerintah. c) Akuntabilitas

Page 38: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

36

WAWASAN

Media Auditor - Edisi 44 -Mei 2017

Mendeteksi “Mens Rea” dalam Audit Investigatif

Oleh : Suparmadi

PendahuluanDalam tindak pidana kejahatan termasuk

korupsi, niat merupakan faktor utama yang menjadi pemicu terlaksananya tindakan tersebut, memang dengan niat saja, tanpa ada kesempatan tindakan koruptif tidak akan terlaksana, tetapi dengan semakin kuatnya niat maka segala kesempatan akan dicari.

Belakangan ini kata niat jahat atau dalam bahasa hukum sering disebut “Mens rea” sering di beritakan, terkait dengan kasus korupsi beberapa pejabat di negeri ini. Mens rea menjadi hangat perbincangan ketika menjadi salah satu persyaratan pelaku untuk ditetapkan menjadi terdakwa. Ketika ditemukan adanya kerugian negara, tetapi tidak ditemukan adanya niat jahat, maka beberapa kasus yang terjadi tidak dilanjutkan, hanya dicatat sebagai temuan kerugian negara dan dilakukan tindaklanjut dengan menyetor ke kas negara.

Apa itu “mens rea”Menurut Zainal Abidin Farid dalam buku

Hukum Pidana (1995 : 35) mendefinisikan mens rea adalah sikap batin pelaku pada saat melakukan perbuatan (Zainal Abidin Farid , 1995: 35). Dalam kasus – kasus korupsi mens rea sulit dibuktikan, karena umumnya pelaku berlindung dibalik “atas nama pembangunan atau untuk mengejar target realisasi anggaran”. Tanpa niat jahat. Selain itu, jika di analisa secara logika niat hanya pelaku dan Allah SWT yang tahu. Tetapi indikasi adanya niat jahat dapat dilakukan analisa dengan merangkaikan kejadian/fakta –fakta audit yang ditemukan.

Dalam kaitannya dengan mensrea, Inspektorat

Pembuktian adanya “mens rea” dalam kasus korupsi atau penyimpangan lainnya merupakan hal yang penting, meskipun tidak mudah, karena mensrea atau niat jahat terkait dengan perasaan hati pelaku. Niat jahat dapat ditemukan melalui fakta-fakta hasil audit setelah pelaku terbukti melakukan tindak

pidana korupsi atau penyimpangan lainnya.

Jenderal Kemenerian Pertanian yang salah satu tugas dan fungsinya melakukan audit investigatif, dalam pedoman auditnya menempatkan adanya indikasi mens rea menjadi salah satu unsur untuk ditindaklanjuti dilakukan audit investigatif. Dalam kesempatan ini penulis akan mambahas mens rea yang terkait dengan pelaksanaan audit invetigasi di Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian. Penempatan unsur mens rea dalam audit investigasi penting karena merupakan salah satu dasar dalam pengenaan sanksi kepada pelaku.

Menemukan “mens rea” dalam Audit Investigatif

Secara definisi Sesuai Pedoman Audit Inspektorat Jenderal, Audit Investigasi dapat dijabarkan sebagai proses mencari, menemukan, dan mengumpulkan bukti secara sistematis yang bertujuan mengungkapkan terjadinya tindak pidana korupsi, penyalahgunaan wewenang dan/atau fraud lainnya sesuai dengan waktu yang ditentukan dalam Surat Tugas atau kontrak kinerja. Suatu kasus/materi audit dapat dilanjutkan untuk ditindaklanjuti menjadi audit investigatif jika memenuhi 5 unsur, yaitu : dugaan pelaku dan modus operandi (metode 5W + H), indikasi pelanggaran terhadap Undang Undang Tipikor dan/atau Admnistrasi Pemerintah, Indikasi adanya mens rea (niat jahat), Indikasi kerugian negara, dan sanksi terhadap pelanggaran.

Niat jahat (mens rea) dalam audit investigasi menjadi suatu hal yang sangat penting, selain untuk menetapkan jenis sanksi, hasil analisa juga dapat memberikan informasi besarnya dampak dari tindakan yang dilakukan. Niat jahat dapat

Page 39: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

37

WAWASAN

Media Auditor - Edisi 44 - Mei 2017

tidak memenuhi persyaratan teknis. Hasil audit investigasi yang dilakukan dapat

membuktikan adanya suap dari pemenang kepada panita pengadaan dan pejabat terkait lainnya. Ketika telah terbukti adanya tindak pidana korupsi atau penyimpangan lainnya maka dalam kasus tersebut dapat dilakukan analisa adanya mensrea, yaitu dengan modus mencantumkan persyaratan yang tidak umum menjadi syarat utama atau yang menggugurkan, di sisi lain persyaratan tersebut telah diketahui oleh rekanan yang menjadi target untuk dimenangkan.

Sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa niat jahatnya adalah dengan mengatur persyaratan dalam dokumen kontrak dengan tujuan untuk

memenangkan perusahaan yang telah memberikan uang (suap).

Dalam kasus tersebut dapat dilakukan analisa bahwa menemukan adanya mensrea harus diketahui dahulu tindakan jahatnya, dimana dalam contoh kasus tersebut adalah tindakan suap. Ketika tindakan jahatnya telah dibuktikan, maka proses selanjutnya untuk menemukan adanya niat jahat dapat dilakukan dengan merangkaikan fakta-fakta audit menjadi suatu diskripsi dan kronologis yang jelas, sehingga unsur-unsur perilaku niat jahatnya akan terlihat.

Pencegahan Dalam setiap perbuatan yang dilakukan tentu

saja dibarengi adanya niat, baik niat yang jahat ataupun niat yang baik. Tetapi dapat dipastikan

diartikan bahwa adanya maksud atau keinginan untu melakukan kejahatan, seseorang yang telah memiliki niat jahat dari awal telah menduga bahwa akan terjadi dampak yang tidak baik dari hasil perbuatannya, tetapi tidak memiliki keinginan untuk mencegahnya

Membuktikan unsur mens rea memerlukan analisa yang berbeda dengan unsur lainnya, karena sulit untuk menakar kedalaman niat jahat ini, sehingga pembuktian niat jahat ini menjadi bagian yang sering diperdebatkan ketikan Tim Audit akan memberikan rekomendasi sanksi. Tetapi berdasarkan fakta – fakta audit dapat di rangkai menjadi suatu kejadian yang bersambung dan saling berhubungan, sehingga dapat ditarik

suatu kesimpulan apakah dalam melakukan suatu tindakan, dilakukan dengan niat jahat atau tidak.

Contoh kasus yang terjadi dalam pelaksanaan audit investigasi dari pengaduan masyarakat adanya informasi indikasi suap dalam pengadaan barang/jasa. Dalam kasus tersebut dapat dikumpulkan fakta audit berupa dokumen pengadaan barang/jasa mulai dari awal proses sampai penetapan pemenang. Hasil analisa ditemukan dalam kontrak adanya indikasi klausul untuk mengarah ke produk tertentu, yaitu adanya persyaratan yang tidak semua calon rekanan memilikinya, dan dinilai persyaratan tersebut tidak berlaku umum. Pada penetapan pemenang perusahaan yang telah memiliki persyaratan tersebut yang ditetapkan menjadi pemenang, karena beberapa rekanan yang memiliki penawaran lebih rendah gugur akibat

Page 40: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

38

WAWASAN

Media Auditor - Edisi 44 -Mei 2017

jika dalam perbuatan yang jahat tentu saja dilandasi adanya niat yang jahat pula. Khususnya dalam tindak pidana korupsi, niat jahat yang lebih dominan adalah keinginan memperkaya diri. Yang menjadi pertanyaan adalah dapatkah niat jahat (khususnya tindakan koruptif) dilakukan pencegahan ?, tentu saja dapat.

Untuk mewujudkan pemerintahan yang lebih terbuka, partisipatif dan inovatif (open government), maka upaya - upaya pencegahan (preventif) terhadap perilaku koruptif harus lebih diutamakan. Pencegahan dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan, seperti contoh agenda secara nasional upaya pencegahan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yaitu dengan membangun kultur yang mendukung pemberantasan korupsi, mendorong pemerintah untuk melakukan reformasi publik sektor dengan mewujudkan good governance, membangun kepercayaan masyarakat, mewujudkan keberhasilan penindakan terhadap pelaku korupsi besar, dan memacu aparat hukum lain untuk memberantas korupsi.

Di tingkat Instansi pemerintah, khususnya Kementerian Pertanian banyak upaya yang telah dilakukan, baik membangun sistem manajamennya ataupun dari moral para pejabat dan pegawainya. Upaya – upaya tersebut tentu saja diharapkan dapat mencegah timbulnya niat jahat aparatur untuk melakukan tindakan koruptif ataupun penyimpangan lainnya. Secara konkrit upaya pencegahan yang telah dilakukan antara lain adalah : mewujudkan Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM), membentuk sarana pengaduan masyarakat, pembentukan unit pengendali gratifikasi (UPG), sarana whistlleblower system (WBS), penerapan reformasi birokrasi, penerapan sistem

pengendalian intern, sosialisasi dan pembinaan untuk menanamkan nilai-nilai pengabdian pada bangsa dan negara, melakukan lelang jabatan secara terbuka, penerimaan pegawai yang telah menggunkan sistem Computer Assisted Test (CAT), pembentukan komite dan tunas integritas, dan pemberian tunjangan kinerja kepada pegawai.

Penulis adalahAuditor Pertama pada Inspektorat Investigasi

Daftar pustaka :1. Zainal abidin Farid, 1995 “ Hukum Pidana I”2. Pedoman Audit Investigasi Inspektorat

Jenderal Kementerian Pertanian3. www.boyyendratamin.com “Upaya

Pencegahan Tindak Pidana Korupsi”

Page 41: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

39

WAWASAN

Media Auditor - Edisi 44 - Mei 2017

Langkah-langkah Efektif Untuk Percepatan Implementasi Sistem Pengendalian Internal

di Instansi Pemerintah

Oleh: Sahala Sianturi S

Seperti kita ketahui bersama meskipun Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) telah terbit sembilan tahun silam yaitu sejak ditetapkan tanggal 28 Agustus tahun 2008, namun sampai dengan saat ini tingkat implementasinya masih jauh dari harapan. Berbagai alasan dikemukakan, diantaranya pemahaman terhadap SPIP amat sulit karena konsepnya relatif abstrak dan teoritis, sehingga aplikasinya ditingkat operasional mengalami kesulitan. Sebagian lainnya belum menempatkan SPIP sebagai kebutuhan manajemen, bahkan menganggapnya sebagai beban tugas tambahan yang memberatkan sehingga sangat lambat dalam penerapannya. Kondisi tersebut menjadi kontra produktif untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya (good governance) yang menjadi tuntutan reformasi birokrasi dan merupakan salah satu program prioritas dari sembilan program prioritas Pemerintah RI 2015 – 2019 (Nawacita).

Dalam PP Nomor 60 Tahun 2008 tentang SPIP (Pasal 59) telah diamanatkan bahwa pembinaan penyelenggaraan SPIP dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), sedangkan Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) secara keseluruhan yang terdiri dari BPKP, Inspektorat Jenderal Kementerian, Inspektorat Provinsi/Kabupaten/Kota memperkuat dan menunjang efektivitas penyelenggaraan Sistem

Keberhasilan APIP bukan semata-mata dilihat dari jumlah temuan. Peran penting lainnya adalah sejauh mana dapat membantu manajemen dalam mengatasi permasala-

han yang timbul

Pengendalian Intern (SPI) melalui pengawasan intern (Pasal 47). Mengacu pada ketentuan tersebut maka keterlambatan implementasi SPI di lingkungan instansi pemerintah sudah tentu adalah merupakan indikasi belum maksimalnya pembinaan SPIP dan penguatan SPIP melalui kegiatan pengawasan internal oleh APIP pada lingkup instansi pemerintah. Selain itu juga sebagai indikasi belum seriusnya pimpinan instansi pemerintah melaksanakan pengendalian internal dengan menerapkan lima unsur SPIP sesuai dengan PP Nomor 60 Tahun 2008.

Memperhatikan permasalahan yang diuraikan di atas, tulisan berikut memberikan catatan tentang perlunya melakukan beberapa upaya untuk mempercepat implementasi SPIP disetiap instansi pemerintah dengan optimalisasi peran pengawasan internal oleh APIP.

Peningkatan Pengawasan Intern yang Bersifat Preventif

Berdasarkan PP Nomor 60 Tahun 2008 tentang SPIP, pengawasan internal yang dilakukan APIP dapat berupa audit maupun non audit. Kegiatan pengawasan yang termasuk audit adalah audit kinerja dan audit dengan tujuan tertentu, sedangkan kegiatan pengawasan non audit meliputi: reviu, evaluasi, pemantauan, dan pengawasan lainnya berupa sosialisasi tentang pengawasan, pendidikan dan pelatihan pengawasan, pembimbingan (asistensi) dan konsultansi, pengelolaan hasil

Page 42: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

40

WAWASAN

Media Auditor - Edisi 44 -Mei 2017

pengawasan, serta pemaparan hasil pengawasan. Sesuai dengan Peraturan Presiden RI Nomor 45 Tahun 2015 tentang Kementerian Pertanian, selain jenis-jenis pengawasan internal tersebut, Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian juga melakukan kegiatan pengawasan intern berupa pengawalan.

Sejauh ini APIP umumnya lebih mengutamakan kegiatan pengawasan intern melalui audit yang bersifat represif, sedangkan kegiatan pengawasan yang bersifat preventif (upaya pencegahan secara dini penyimpangan pengelolaan anggaran negara) melalui kegiatan pengawalan, asistensi/pembimbingan dan konsultansi (non audit) relative masih kurang mendapat perhatian, hal ini terlihat dari porsi alokasi anggaran pengawasan intern lembaga APIP setiap tahun yang masih dominan untuk kegiatan audit.

Ke depan perlu peningkatan pengawasan yang bersifat preventif terhadap pengelolaan program/kegiatan, baik dari aspek kinerja maupun keuangan sehingga mencapai tujuan/sasaran secara efektif, efisien, ekonomis dan taat pada ketentuan yang berlaku (3e + 1t). Dengan kata lain bahwa kegiatan pengawasan yang berorientasi pembangunan dan pengembangan SPIP pada instansi pemerintah sudah saatnya diintensifkan oleh APIP, sehingga amanat PP Nomor 60 Tahun 2008 untuk mendukung dan menguatkan SPIP dapat terwujud. Untuk itu perlu kebijakan pimpinan APIP

terkait alokasi anggaran kegiatan pengawasan yaitu dengan lebih memperbesar porsi kegiatan pengawasan yang bersifat preventif (pengawalan/pendampingan, pemberian konsultansi).

Hal ini selaras dengan paradigma baru pengawasan yang mengarah pada pengawasan yang bersifat “Consulting Partner” (koordinatif, partisipatif, dan konsultif yang berorientasi memberikan solusi) dari sebelumnya kegiatan pengawasan yang lebih bersifat “Watch Dog” (berorientasi menghukum, instruktif, dan kurang memberi solusi terhadap permasalahan). Orientasi pengawasan tersebut sejalan dengan definisi pengawasan intern oleh The Institute of Intern Auditors (IIA): “Intern auditing is an independent, objective assurance and consulting activity designed to add value and improve an organization’s operations. It helps an organization accomplish its objectives by bringing a systematic, disciplined approach to evaluate and improve the effectiveness of risk management, control, and governance processes” (Modul Kebijakan Pengawasan, Diklat Penjenjangan Auditor Pengendali Mutu, BPKP 2007).

Mengacu pada definisi tersebut bahwa keberhasilan APIP bukan semata-mata dilihat dari jumlah temuan, melainkan dari ukuran sejauh mana dapat membantu manajemen (memberi nilai tambah) mengatasi permasalahan yang timbul. Permasalahan tersebut meliputi aspek

Page 43: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

41

WAWASAN

Media Auditor - Edisi 44 - Mei 2017

manajemen. Hal ini sesuai dengan definisi bahwa sistem pengendalian intern (SPI) adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan asset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.

2. Melakukan identifikasi semua kegiatan Pokok yang akan dilaksanakan

Tim Pengawalan harus memastikan bahwa pimpinan/penanggungjawab kegiatan telah mengidentifikasi seluruh sub-sub kegiatan yang akan dilaksanakan dalam tahun anggaran berjalan dan menetapkan sub-sub kegiatan pokok yang menunjang pencapaian indikator kinerja kegiatan yang selanjutnya akan mendukung capaian kinerja program, untuk dibangun SPInya.

3. Melakukan pengembangan SPIP step by step. Dengan telah ditetapkannya kegiatan strategis

yang akan dibangun SPInya, maka Tim Pengawalan bersama-sama dengan mitra pengawasan melakukan langkah-langkah berikut. a. Evaluasi lingkungan pengendalian Evaluasi lingkungan pengendalian kegiatan,

antara lain dapat diperoleh dari hasil audit dan/atau hasil evaluasi eksternal atau hasil penilaian mandiri (self assesment) terkait pengelolaan kegiatan. Hasilnya menjadi bahan pertimbangan dalam perumusan risiko kegiatan dan mengembangkan hal-hal yang positif.

b. Melakukan penilaian risiko Memastikan penilaian risiko kegiatan

dilaksanakan dengan tepat, meliputi: (1) adanya definisi kegiatan secara jelas dan memastikan adanya rumusan out put sebagai tujuan utama kegiatan dengan jangka waktu yang ditentukan secara tegas; (2) dirumuskannya proses bisnis (tahapan utama) kegiatan sehingga jelas input (proses bisnis awal) dan out put (proses bisnis akhir) dari pengelolaan kegiatan, (3) melakukan penilaian risiko untuk setiap proses bisnis kegiatan, dengan hasil Register

pengelolaan risiko, control, dan tata proses yang baik (dikenal dengan konsep GRC assurance) yang pada akhirnya dapat membantu menangani masalah risiko, dan salah satu risiko yang dihadapi organisasi adalah tidak tercapainya target kinerja yang ditetapkan, terjadinya praktik suap dan korupsi yang merugikan organisasi. Membangun SPI pada Instansi Pemerintah Melalui Kegiatan Pengawalan

Sejauh ini belum tersedia pedoman pembinaan SPIP yang dinilai aplikatif dan mudah diterapkan pada lingkup mitra pengawasan APIP. Memperhatikan permasalahan tersebut dan dalam rangka implementasi salah satu misi Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian 2015 – 2019, yaitu “Mewujudkan penerapan SPI lingkup Kementerian Pertanian secara efektif”, maka saat ini pimpinan telah menginisiasi suatu bentuk kegiatan pengawasan intern yaitu kegiatan Pengawalan yang berorientasi pada pembangunan SPIP di tingkat kegiatan.

Dengan konsep pengawalan ini maka pengembangan pengendalian internal pada tingkat kegiatan, dilakukan oleh suatu Tim Pengawalan yang ditugasi oleh pimpinan APIP. Kegiatan diawali dengan reviu umum atas penyelenggaraan SPI kegiatan, selanjutnya melakukan pendampingan dalam membangun SPI apabila belum ada implementasi dan melakukan pendampingan untuk pengembangan SPI kegiatan apabila SPI telah dibangun (penyempurnaan). Metoda pendampingan dapat dilakukan dengan metode Focus Group Discussion (FGD), Work Shop, Wawancara atau dengan metoda lainnya yang pada intinya dilakukan secara bersama-sama antara Tim Pengawalan dengan pimpinan/penangungjawab kegiatan dan para pelaksana terkait.

Secara garis besar langkah-langkah utama pengembangan SPI di tingkat kegiatan melalui pengawalan dimaksud adalah sebagai berikut.1. Memastikan pemahaman SPIP sesuai dengan

PP Nomor 60 Tahun 2008 Pada tahap ini Tim Pengawalan

harus memastikan bahwa pimpinan/penanggungjawab kegiatan dan para pelaksana terkait (mitra pengawasan) telah memahami dengan baik konsep SPIP dan telah menempatkannya sebagai kebutuhan

Page 44: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

42

WAWASAN

Media Auditor - Edisi 44 -Mei 2017

Risiko/Daftar Risiko yang memuat: uraian risiko, hasil analisis setiap risiko berupa perkiraan frekwensi timbulnya setiap risiko dan dampaknya, serta memposisikan status risiko pada Peta Risiko, yaitu risiko tinggi (kuadran IV) hingga risiko rendah (kuadran I).

c. Merancang aktivitas pengendalian atas risiko

Terhadap status risiko tinggi dan sedang (kuadran IV dan III), Tim Pengawalan bersama dengan mitra pengawasan merancang pengendalian yang tepat baik dalam bentuk Kebijakan dan/atau Standar Operasional Prosedur (KSOP). Merumuskan substansi kebijakan yang akan dilakukan terhadap rancangan pengendalian yang bersifat K, dan terhadap pengendalian berupa SOP dilengkapi dengan flow chart sesuai hasil identifikasi langkah-langkah utama (input/output setiap proses bisinis), dan selanjutnya melakukan uji coba SOP dalam kegiatan nyata (riil). Pada tahapan ini juga harus dipastikan dilakukannya diseminasi/internalisasi SOP kepada seluruh pelaksana kegiatan.

d. Informasi dan Komunikasi Pelaksanaan K/SOP

Tim Pengawalan bersama dengan mitra pengawasan membuat/merancang formulir untuk memonitor penerapan kebijakan dan routing slip untuk memonitor penerapan SOP serta memastikan terlaksananya monitoring dan pendokumentasian pelaksanaan K/SOP tersebut.

e. Melakukan Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan K/SOP

Pada tahapan ini, Tim Pengawalan bersama dengan mitra pengawasan harus memastikan telah terdatanya pelaksanaan kegiatan/sub kegiatan yang sesuai K/SOP, dan telah melakukan analisis atas pencapaian tujuan kegiatan juga analisis efisiensi penggunaan sumberdaya (input/output).

Kesimpulan Keberadaan APIP pada tatanan manajemen

pemerintahan sangat strategis dan telah didukung dengan payung hukum yang kuat. PP Nomor 60 Tahun 2008 tentang SPIP telah mengamanatkan

kepada APIP untuk memperkuat dan m e n d u k u n g e f e k t i v i t a s penyelenggaran SPIP di setiap i n s t a n s i p e m e r i n t a h yang saat ini belum maksmal. Tanggungjawab tersebut sudah saatnya untuk dapat diwujudkan APIP dengan mengintensifkan kegiatan pengawasan intern yang bersifat preventif (non audit) dari sebelumnya yang lebih dominan bersifat represif (audit). Untuk itu kegiatan pengawalan oleh APIP yang berorientasi pengembangan/pembangunan SPIP pada mitra kerja pengawasan, dapat menjadi salah satu alternatif untuk percepatan implementasi SPIP di seluruh instansi pemerintah.

Penulis adalahAuditor Utama pada Inspektorat IV

Daftar Pustaka :1. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun

2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah

2. Kebijakan Pengawasan, Modul Diklat Penjenjangan Auditor Pengendali Mutu, BPKP Tahun 2007

3. Perpres Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design RB 2010 – 2025

4. Peraturan Menpan RB Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pedoman Evaluasi Reformasi Birokrasi Intasni Pemerintah

5. Peraturan Presiden RI Nomor 45 Tahun 2015 tentang Kementerian Pertanian

Page 45: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

43

WAWASAN

Media Auditor - Edisi 44 - Mei 2017

Kasus Nilai Persediaan dalam Laporan Keuangan Kementerian Pertanian

oleh : Kadri Yulizar, Halim Prasetio, Indrastari Sintia Laksmi

Kementerian Pertanian bukan dengan tanpa usaha, memperbaiki kinerja Laporan Keuangan Kementerian. Berbagai langkah strategis dilakukan, diantaranya melakukan

inventarisasi dan penilaian atas asset serta melakukan perbaikan sistem pencatatan dan pelaporan keuangan barang milik negara di lingkungan Kementerian Pertanian. Memperkuat penerapan Sistem Pengendalian Intern (SPI) dalam melakukan analisis risiko pengelolaan barang milik negara. Namun

usaha tersebut belum menyelesaian permasalahan secara tuntas.

Bila ditelusuri opini atas Laporan Keuangan Kementerian Pertanian dari tahun 2010 – 2015 berturut-turut adalah Wajar Dengan Pengecualian (WDP), Wajar Dengan Pengecualian (WDP), Wajar Dengan Pengecualian (WDP), Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Paragraf Penjelas (WTP-DPP), Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Paragraf Penjelas (WTP-DPP), dan Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Dalam kurun waktu 6 tahun tersebut, opini laporan keuangan Kementerian Pertanian belum mendapatkan predikat WTP utuh, tetapi hanya WTP dengan paragrap penjelas.

Berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksan Keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2015, terdapat beberapa permasalahan muncul yang menyebabkan opini Laporan Keuangan Kementerian Pertanian Tahun 2015 mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Salah satu permasalahan yang mengemuka yaitu adanya nilai persediaan pada Pemerintah Pusat yang relatif cukup besar yakni sebesar Rp96,19 triliun. Dari angka tersebut, Kementerian Pertanian menyumbang sebesar Rp2,33 triliun sebagiamana juga ditayangkan dalam laman web BPK RI pada menu siaran pres BPK “LKPP Tahun 2015 yang berbasis Akrual Memperoleh Predikat WDP” tanggal 2 Juni 2016. Permasalahan nilai persediaan sebesar itu merupakan nilai pengadaan barang yang akan diserahkan kepada masyarakat namun belum dapat dijelaskan statusnya dan belum didukung

dengan bukti penyerahan. Kasus nilai persediaan ini merupakan pengulangan terhadap kasus yang serupa di Tahun 2014. Pada LKPP Tahun 2014, BPK mencatat permasalahan persediaan yang belum disertai dengan kejelasan status hukum dan status penyerahannya sebesar Rp65,99 triliun dimana Kementerian Pertanian di kala itu juga menyumbang permasalahan persediaan sebesar Rp1,35triliun.

Permasalahan aset tetap yang belum seluruhnya dinilai kembali menjadi titik kritis laporan keuangan Kementerian Pertanian, selain temuan mengenai kelemahan SPI dan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundangan. BPK merekomendasi agar Kementerian Pertanian segera menyusun rencana aksi untuk menindaklanjuti permasalahan SPI dan ketidakpatuhan, sebagai upaya peningkatan opini laporan keuangan di tahun mendatang.

Menggenjot Produksi dan Produktivitas dengan Mekanisme Bantuan Pemerintah

Kebijakan pemerintah yang meniadakan kebijakan impor, secara tidak langsung memperkuat pondasi sistem pertanian nasional dengan tujuan pemenuhan kebutuhan pangan nasional diupayakan dari produksi dalam negeri melalui meningkatkan produksi dan produktivitas lahan. Salah satu strategi yang diambil oleh pemerintah adalah melakukan bantuan pada faktor-faktor produksi baik berupa benih, pupuk, pestisida, alat dan mesin pertanian (alsintan)

Page 46: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

44

WAWASAN

Media Auditor - Edisi 44 -Mei 2017

serta berbagai paket teknologi lainnya. Bukan itu saja, untuk meningkatkan nilai produksi lahan, pemerintah juga melakukan rehabilitasi jaringan irigasi guna meningkatkan indek penanaman (IP) lahan dengan memastikan ketersediaan air yang menjadi faktor esensial dalam usaha pertanian tanaman pangan (padi).

Hasil kerja pemerintah untuk merealisasikan kebijakan dan strategi yang ambil perlu diapresiasi. Berdasarkan angka ramalan (ARAM) dari Badan Pusat Statistik (BPS), merilis bahwa pada tahun 2016, terdapat peningkatan produksi padi yakni mencapai 79,1 juta ton (4,96%) bila dibandingkan dengan produksi tahun 2015 mencapai 75,4 juta ton gabah kering giling. Keberhasilan pemerintah merealisasikan kebijakan tidak ada impor beras juga berhasil meningkatkan ekspor sehingga menghemat devisa negara sebesar Rp52 triliun.

Namun demikian, keberhasilan pemerintah tersebut belum diikuti dengan peningkatan opini BPK atas kewajaran laporan keuangan Kementerian Pertanian. Pemerintah masih lemah dalam sistem pengelolaan keuangan yang paripurna dan menyebabkan nilai persediaan terus bertambah terutama bantuan alsintan yang menggunakan akun belanja 526, sehingga dalam Laporan Keuangan Kementerian Pertanian permasalahan nilai persediaan selalu muncul dan menjadi sandungan dalam pencapaian opini WTP dari BPK.

Luasnya Cakupan dan Wilayah entitas Kementerian Pertanian

Besarnya tanggungjawab Kementerian Pertanian terlihat dari luasnya cakupan dan wilayah kerjanya. Berdasarkan jumlah entitas Kementerian Pertanian, jumlah entitas pada Tahun 2015 sebanyak 1.792 jauh lebih besar bila dibandingkan dengan jumlah entitas tahun 2014 yakni sebanyak 1.622. Selain banyaknya jumlah entitas, juga tersebar di 34 provinsi di seluruh Indonesia. Pengelolaannya dilimpahkan kepada satuan kerja (satker) yang terdiri dari satuan kerja pusat, unit pelaksanan teknis (UPT) serta dana dekonstrasi (DK) dan tugas pembantuan (TP). Satker pusat dan satker UPT lingkup Kementerian Pertanian relatif tetap, sedangkan satker dana dekonsentrasi (DK) dan tugas pembantuan (TP) sangat fluktuatif jumlahnya.

Luasnya cakupan dan banyaknya jumlah entitas

Kementerian Pertanian menjadi permasalahan dalam pengelolaan dan pengadminstrasian nilai persediaan. Penyebaran bantuan pemerintah yang terdistribusi pada entitas-entitas tersebut, maka diperlukan upaya dan strategi dalam pengelolaan nilai persediaan Kementerian Pertanian terutama menyikapi temuan BPK RI bahwa pengelolaan asset berupa persediaan di lingkup Kementerian Pertanian sebesar Rp1,35 triliun (pada tahun 2014) dan senilai Rp2,33 triliun (pada tahun 2015) belum dapat dijelaskan status yang didukung dengan bukti penyerahannya. Permasalahan nilai persediaan bukan semata-mata menjadi tanggungjawab Eselon I Kementerian Pertanian, akan tetapi menjadi tugas dan tanggung jawab para pengelola keuangan satker/entitas di daerah yang menerima dana bantuan pemerintah sesuai yang telah dilimpahkan dalam bentuk dana dekonsentrasi atau tugas pembantuan. Komitmen dan integritas serta kompetensi sumber daya manusia yang pengelola satker sangat dibutuhkan agar permasalahan nilai persediaan tidak kembali muncul dalam temuan BPK terutama masalah pengelolaan dan administrasi status/bukti penyerahan barang persediaan. Sebagai salah satu contoh bahwa permasalahan nilai persediaan terjadi di daerah akibat kelemahan sistem pengendalian intern dan lemah pencatatan (mutasi asset) terlihat dari laporan hasil pengawasan atas akuntabilitas keuangan pemerintah Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2013 oleh BPKP perwakilan Sulawesi Utara menyebutkan bahwa Aset-aset eks dana dekonsentrasi tahun 2001 s.d. 2005 sebesar Rp79.100.161,107,00 dan tahun 2006 s.d. 2009 (Bantuan Sosial) sebesar Rp242.365.762,00 tidak diadministrasikan secara memadai oleh kabupaten/kota sehingga tidak diketahui jumlah dan nilai, serta keberadaannya.

Kasus Persediaan dalam Laporan Keuangan Kementerian Pertanian

Berdasarkan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2015 yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyimpulkan bahwa opini atas LKPP Tahun 2015 salah satunya dipengaruhi oleh pengelolaan atas anggaran persediaan yang masih lemah. Hasil pemeriksaan BPK, memperlihatkan bahwa nilai persediaan Kementerian/Lembaga Tahun 2015 sebesar Rp95.298.156.338.075,00 yang

Page 47: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

45

WAWASAN

Media Auditor - Edisi 44 - Mei 2017

belum didukung dengan status hukum dan status penyerahannya, dimana Kementerian Pertanian menyumbang temuan nilai persediaan sebesar Rp2.519.953.828.487,00.

Kasus Persediaan ini merupakan kasus ulangan pada tahun sebelumnya yakni di tahun 2014. Pada pemeriksaan LKPP Tahun 2014 yang dilakukan oleh BPK, mencatat permasalahan persediaan pemerintah pusat yang belum didukung dengan data/dokumen pendukung sebesar Rp65.991.084.113.360,00 dengan kontribusi Kementerian Pertanian sebesar Rp.1.358.149.475.874,00. Begitu juga pada pemeriksaan Tahun 2013 atas LKPP Tahun 2013, BPK mencatat kasus persediaan juga menjadi persoalan dengan nilai persediaan sebesar Rp59.696.047.654.076,00 dimana Kementerian Pertanian menyumbang sebesar Rp1.512.893.144.452,00 yang merupakan kasus nilai persediaan yang belum dilengkapi dengan data dukung yang memadai.

Kementerian Pertanian bukan dengan tanpa usaha, memperbaiki kinerja Laporan Keuangan Kementerian. Berbagai langkah strategis dilakukan, diantaranya melakukan inventarisasi dan penilaian atas asset serta melakukan perbaikan sistem pencatatan dan pelaporan keuangan barang milik negara di lingkungan Kementerian Pertanian. Memperkuat penerapan Sistem Pengendalian Intern (SPI) dalam melakukan analisis risiko pengelolaan barang milik negara. Namun usaha tersebut belum menyelesaian permasalahan secara tuntas.

K e m e n t e r i a n Pertanian masih lemah dalam pengelolaan nilai persediaan dan pengelolaan aset. Kementerian Pertanian dalam memperbaiki pengelelolaan asset, harus lebih optimal, masiv dan terstruktur dan terencana dalam sebuah manajemen pengelolaan risiko. Bila manajemen menilai bahwa masalah ini menjadi risiko yang diprioritaskan untuk dikendalikan, dikurangi atau bahkan dihilangkan

maka perlu disusun strategi yang matang dan melibatkan seluruh potensi yang dimiliki oleh manajemen atau mungkin bekerjasama dengan stakeholder. Misalnya, adanya pemetaan risiko atas kasus nilai persediaan yang ada di lingkup Kementerian Pertanian, lalu ditetapkan langkah pengendaliannya dalam setiap tahapnya. Pemetaan risiko ini menjadi penting dalam penggunaan sumber daya atau bentuk/langkah pengendaliannya yang akan dilaksanakan. Penyaluran batuan pemerintah yang diserahkan kepada pemerintah daerah/masyarakat sudah harus didukung dengan dokumen data dukungnya seperti Berita Acara Serah Terima (BAST) bila perlu dibuat aplikasi BAST sehingga pendokumentasiaanya akan lebih baik.

Sebenarnya pengelolaan asset ini, sudah menjadi isu penting pemerintah. Kementerian Keuangan pada tahun 2008 yang lalu, melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) telah dibuat Roadmap Strategic Assets Management dengan tujuan akhir yang ingin dicapai adalah terciptanya Strategic Assets Management (SAM) dengan ultimate goal-nya, aset negara sebagai indikator penting dalam pelaksanaan anggaran yang efektif. Sesuai Roadmap yang pernah dibuat pada tahun 2007, DJKN meletakkan fondasi untuk melengkapi atribut organisasi dan memulainya penertiban BMN. Selanjutnya, di tahun 2008-2009, DJKN melakukan lanjutan penertiban BMN, penyempurnaan Sistem Pengendalian Internal dan tata kelola pengelolaan aset, dan penatausahaan yang andal dan akuntabel.

Page 48: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

46

WAWASAN

Media Auditor - Edisi 44 -Mei 2017

DJKN sejak tahun 2007 telah melakukan Penataan BMN melalui inventarisasi dan penilaian aset yang bertujuan tertib fisik, hukum dan administrasi dalam pengelolaan Barang Milik Negara. Pemanfaatan maupun pemindahtanganan dilakukan untuk mengoptimalkan aset-aset yang idle.

Pentingnya Dokumen dan Pendokumentasian BAST

Dalam Permentan Nomor 62 Tahun 2016 tentang Pedoman Umum Pengelolaan dan Penyaluran Bantuan Pemerintah Lingkup Kementerian Pertanian Tahun 2017 telah memuat beberapa simpul kritis pada kegiatan pengadaan dan penyaluran bantuan pemerintah yang perlu mendapat perhatian bagi pengelola, diantaranya adalah ketersediaan BAST dan surat pernyataan bersedia menerima hibah. Namun tidak diuraikan secara lebih rinci tentang mekanisme, pengelolaan dan pendokumentasian BAST tersebut, yang menurut penulis disinilah titik kritis sesungguhnya dalam kaitannya dengan laporan keuangan kementerian pertanian yang dilengkapi dengan bukti (evidence) yakni berupa BAST.

Berita Acara Serah Terima yang selanjutnya disingkat BAST adalah dokumen serah terima barang atau jasa sebagai bukti penyerahan dan peralihan hak atau kepemilikan atas barang, jasa, dan/atau surat berharga dari Pemberi Hibah kepada penerima Hibah. BAST yang disusun paling sedikit memuat: a. tanggal serah terima; b. data pihak pemberi dan penerima Hibah; c. tujuan penyerahan; d. nilai nominal; e. bentuk Hibah; f. rincian harga per barang; g. tahun perolehan; dan h. bukti kepemilikan barang.

Ketiadaan dokumen Berita Acara Penyerahan Hibah/Berita Acara Serah Terima (BAST) sebagai bukti (evidence) atas status hukum dan penyerahan atas barang milik negara kepada Pemerintah Daerah/Masyarakat merupakan salah satu penyebab kasus nilai persediaan dalam Laporan Keuangan Kementerian Pertanian. Status dan tanda bukti penyerahan barang milik negara menjadi penting dalam laporan keuangan kementerian, agar tidak lagi tercatat sebagai asset Kementerian Pertanian dalam neraca sebagai nilai persediaan. Selama belum adanya bukti dukung berupa BAST, maka akan tetap menjadi asset dan beban dalam neraca Kementerian Pertanian.

Ke depan perlu dilakukan pembenahan pencatatan serta pendokumentasian BAST sebagai bukti status barang yang didukung oleh bukti penyerahannya. Selama permasalahan pengelolaan dan pendokumentasian BAST belum mendapatkan perhatian yang serius dari pengelola kegiatan bantuan pemerintah di lingkup Kementerian Pertanian, maka permasalahan persediaan akan selalu muncul dan menjadi batu sandungan dalam Laporan Keuangan Kementerian Pertanian, dan target WTP akan sulit dicapai. Untuk itu, perlu dipertimbangkan penggunaan aplikasi BAST menggunakan sistem barcode yang bisa memberikan info status, nilai dan keberadaan barang milik negara yang sudah dihibahkan/diserahkan kepada pemerintah daerah/masyarakat sehingga lebih akuntabel dan Laporan Keuangan Kementerian Pertanian mendapatkan opini WTP.

Penulis adalah Penyusun Rencana Kegiatan pada Sub Bagian

Program dan Anggaran, Perencana Pertama Inspektorat Jenderal, Pranata Humas Inspektorat

Jenderal.

Referensi 1. Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun

(LKPP) Tahun 2014, BPK-RI2. Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun

(LKPP) Tahun 2015, BPK-RI3. Laporan Hasil Pengawasan atas Akuntabilitas

Keuangan Negara Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2013, BPKP 2014

4. Renstra Kementerian Pertanian 2015 – 2019 edisi revisi, Kementerian Pertanian 2016

5. Permentan Nomor 62 Tahun 2016 tentang Pedoman Umum Pengelolaan dan Penyaluran Bantuan Pemerintah Lingkup Kementerian Pertanian Tahun 2017

6. Strategi Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (III) dalam laman https://dedoubleyou.w o rd p re s s . c o m / 2 0 1 3 / 0 2 / 1 5 / s t r a t e g i -pengelolaan-barang-milik-negaradaerah-iii/

Page 49: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

47

WAWASAN

Media Auditor - Edisi 44 - Mei 2017

PERJANJIAN KINERJA GUNA PENCAPAIAN AKUNTABILITAS

Oleh: Gatot Budi Santoso

Perbaikan pemerintahan dan sistem manajemen merupakan agenda penting dalam reformasi birokrasi yang sedang dijalankan oleh pemerintah saat ini. Sistem manajemen pemerintahan diharapkan berfokus pada peningkatan akuntabilitas serta sekaligus peningkatan kinerja yang berorientasi pada hasil (outcome). Maka pemerintah telah menetapkan kebijakan untuk penerapan sistem pertanggungjawaban yang jelas dan teratur dan efektif yang disebut dengan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (Sistem AKIP).

Menurut Lembaga Administrasi Negara (LAN) seperti yang dikutip oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan ada tiga macam akuntabilitas yaitu: 1) akuntabilitas keuangan merupakan pertanggungjawaban mengenai integritas keuangan, pengungkapan, dan ketaatan terhadap peraturan; 2) akuntabilitas manfaat pada dasarnya memberi perhatian kepada hasil dari kegiatan-kegiatan pemerintah; 3) akuntabilitas prosedural merupakan pertanggungjawaban mengenai apakah suatu prosedur dari pelaksanaan suatu kebijakan telah mempertimbangkan masalah moralitas, etika, kepastian hukum, dan ketaatan pada keputusan politis untuk mendukung pencapaian tujuan akhir yang telah ditetapkan. Akuntabilitas merupakan kata kunci dari sistem tersebut yang dapat diartikan sebagai perwujudan dari kewajiban seseorang atau instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan melalui media pertanggungjawaban dan berupa laporan akuntabilitas yang disusun secara periodik.

Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah atau disingkat dengan Sistem AKIP tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor

“Inspektorat Jenderal merupakan salah satu unit Eselon I lingkup Kementerian Pertanian yang mempunyai kewajiban untuk menyusun Perjanjian Kinerja yang nantinya

akan digunakan sebagai bahan untuk mengukur/menilai tingkat akuntabilitas dari Inspektorat Jenderal.”

29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilita Kinerja Instansi Pemerintah yang didalamnya menyebutkan Sistem AKIP merupakan rangkaian sistematik dari berbagai aktivitas, alat dan prosedur yang dirancang untuk tujuan penetapan dan pengukuran, pengumpulan data, pengklarifikasian, pengikhtisaran, dan pelaporan kinerja pada instansi pemerintah, dalam rangka pertanggungjawaban dan peningkatan kinerja instansi pemerintah. Sistem AKIP diimplementasikan secara “selfassesment” oleh masing-masing instansi pemerintah. Ini berarti bahwa instansi pemerintah tersebut merencanakan, melaksanakan, mengukur dan memantau kinerjanya sendiri serta melaporkan sendiri kepada instansi yang lebih tinggi. Dalam sistem yang mekanisme pelaksanaan demikian perlu adanya evaluasi dari pihak yang lebih independen agar diperoleh umpan balik yang obyektif untuk perbaikan akuntabilitas dan kinerja instansi pemerintah. Dalam hal ini Sistem AKIP unit eselon I di evaluasi oleh Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) Kementerian/Lembaga sedangkan untuk sistem AKIP Kementerian/Lembaga di evaluasi oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KEMENPAN dan RB)

Tujuan Sistem AKIP yaitu untuk mendorong terciptanya akuntabilitas kinerja instansi pemerintah sebagai salah satu prasyarat terciptanya pemerintah yang baik dan terpercaya. Sedangkan sasaran dari Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah adalah: 1) menjadikan instansi pemerintah yang akuntabel sehingga dapat beroperasi secara efisien, efektif dan responsif terhadap aspirasi masyarakat dan lingkungannya; 2) terwujudnya transparansi instansi pemerintah; 3) terwujudnya partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan nasional; 4)

Page 50: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

48

WAWASAN

Media Auditor - Edisi 44 -Mei 2017

terpeliharanya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah.

Sistem AKIP ini dilaksanakan untuk menghasilkan sebuah laporan kinerja yang berkualitas serta selaras dan sesuai dengan tahapan-tahapan meliputi :1. Rencana Strategis

Rencana strategis merupakan dokumen perencanaan instansi pemerintah dalam periode 5 (lima) tahunan. Rencana strategis ini menjadi dokumen perencanaan untuk arah pelaksanaan program dan kegiatan dan menjadi landasan dalam penyelenggaraan Sistem AKIP.

2. Perjanjian KinerjaKinerja dalam sebuah organisasi merupakan

salah satu unsur yang tidak dapat dipisahkan dalam suatu lembaga organisasi, baik itu lembaga pemerintahan maupun lembaga swasta. Kinerja berasal dari kata Job Performance atau Actual Performance yang merupakan prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang.

Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama.

Penyusunan Perjanjian Kinerja merupakan salah satu tahapan dalam Sistem Akuntabilitas Kinerja Intansi Pemerintah yang termuat dalam Peraturan Presiden Nomor 29 tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2013, dimana Perjanjian Kinerja merupakan lembar/dokumen yang berisikan penugasan dari Menteri sebagai pemberi amanah kepada pimpinan unit Eselon I sebagai penerima amanah untuk melaksanakan program/kegiatan yang disertai dengan indikator kinerja. Melalui perjanjian ini maka terwujudlah komitmen dan kesepakatan antara Menteri sebagai pemberi amanah dan pimpinan unit Eselon I sebagai penerima amanah atas kinerja terukur tertentu berdasarkan tugas, fungsi dan wewenang serta sumber daya yang tersedia.

Kinerja yang disepakati tidak dibatasi pada kinerja yang dihasilkan atas kegiatan tahun bersangkutan, tetapi termasuk kinerja (outcome)

yang seharusnya terwujud akibat kegiatan tahun-tahun sebelumnya. Dengan demikian target kinerja yang diperjanjikan juga mencakup outcome yang dihasilkan dari kegiatan tahun-tahun sebelumnya, sehingga terwujud kesinambungan kinerja setiap tahunnya. Pada Tahun 2016 Kementerian Pertanian telah menyusun Perjanjian Kinerja yang nantinya akan digunakan sebagai bahan untuk mengukur/menilai tingkat akuntabilitas dari Kementerian Pertanian, sebagaimana gambar berikut:

Setelah Penetapan Kinerja Kementerian Tahun 2016 ditetapkan, kemudian unit Eselon I lingkup Kementerian Pertanian mulai menyusun Penjanjian Kinerja level Eselon I. Perjanjian Kinerja harus disusun setelah unit Eselon I menerima dokumen pelaksanaan anggaran, paling lambat satu bulan setelah dokumen anggaran disahkan. Dalam penyusunan Perjanjian Kinerja harus memperhatikan; 1) kontrak kinerja antara Presiden dengan Menteri; 2) dokumen perencanaan jangka menengah; 3) dokumen perencanaan kinerja tahunan; dan 4) dokumen penganggaran dan atau pelaksanaan anggaran.

Perjanjian Kinerja menyajikan Indikator Kinerja Utama yang menggambarkan hasil-hasil yang utama dan kondisi yang seharusnya, tanpa mengesampingkan indikator lain yang relevan. Untuk unit Eselon I sasaran yang digunakan menggambarkan dampak dan outcome yang dihasilkan serta menggunakan Indikator Kinerja Utama Program dan indikator kinerja lainnya yang relevan. Sedangkan Tingkat Eselon II dan Eselon III sasaran yang digunakan menggambarkan outcome

Page 51: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

49

WAWASAN

Media Auditor - Edisi 44 - Mei 2017

dan output pada bidangnya serta menggunakan Indikator Kinerja Utama Kegiatan dan Indikator Kinerja lain yang relevan.

Adapun tujuan penyusunan perjanjian kinerja adalah: 1) sebagai wujud nyata komitmen antara Menteri dan pimpinan unit Eselon I untuk meningkatkan integritas, akuntabilitas, transparansi, dan kinerja aparatur; 2) menciptakan tolok ukur kinerja sebagai dasar evaluasi kinerja aparatur; 3) sebagai dasar penilaian keberhasilan/kegagalan pencapaian tujuan dan sasaran organisasi dan sebagai dasar pemberian penghargaan dan sanksi; 4) sebagai dasar bagi Menteri untuk melakukan monitoring, evaluasi dan supervisi atas perkembangan/kemajuan kinerja pimpinan unit Eselon I; 5) sebagai dasar dalam penetapan sasaran kinerja pegawai.

Inspektorat Jenderal merupakan salah satu unit Eselon I lingkup Kementerian Pertanian yang mempunyai kewajiban untuk menyusun Perjanjian Kinerja yang nantinya akan digunakan sebagai bahan untuk mengukur/menilai tingkat akuntabilits dari Inspektorat Jenderal, sebagaimana gambar berikut:

Perjanjian Kinerja dalam perjalanannya dapat dilakukan revisi atau disesuaikan dalam hal terjadi kondisi sebagai berikut: 1) terjadi pergantian atau

mutasi pejabat; 2) perubahan dalam strategi yang mempengaruhi pencapaian tujuan dan sasaran (perubahan program, kegiatan dan alokasi anggaran); 3) perubahan prioritas atau asumsi yang berakibat secara signifikan dalam proses pencapaian tujuan dan sasaran. Setelah Perjanjian Kinerja ditetapkan langkah selanjutnya adalah

dilakukan pengukuran, pengelolaan, pelaporan dan reviu serta evaluasi kinerja. Pengukuran kinerja merupakan langkah untuk membandingkan realisasi kinerja dengan sasaran (target) kinerja yang dicantumkan dalam lembar/dokumen perjanjian kinerja dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD tahun berjalan.

Pengukuran kinerja dilakukan oleh penerima tugas atau penerima amanah pada seluruh instansi pemerintah. Penjelasan lebih lanjut mengenai pengukuran akan ditulis pada posting selanjutnya. Pengelolaan kinerja merupakan proses pencatatan/registrasi, penatausahaan dan penyimpanan data kinerja serta melaporkan data kinerja. Pengelolaan data kinerja mempertimbangkan kebutuhan instansi pemerintah sebagai kebutuhan manajerial, data/laporan keuangan yang dihasilkan dari sistem akuntansi dan statistik pemerintah.

3. Pelaporan kinerja Pelaporan kinerja adalah proses menyusun dan

menyajikan laporan kinerja atas prestasi kerja yang dicapai berdasarkan Penggunaan Anggaran yang telah dialokasikan. Laporan kinerja tersebut terdiri dari Laporan Kinerja Inter dan Laporan Kinerja Tahunan. Laporan Kinerja Tahunan paling tidak memuat perencanaan strategis, pencapaian sasaran strategis instansi pemerintah, realisasi pencapaian sasaran strategis dan penjelasan yang memadai atas pencapaian kinerja.

Inspektorat Jenderal Tahun 2016 telah menyusun Perjanjian Kinerja yang nantinya akan digunakan sebagai bahan untuk mengukur/menilai tingkat akuntabilitas dari pelaksanaan program dan kegiatan yang dilaksanakan.

Penulis adalahPerencana Muda Inspektorat Jenderal

Sumber Bacaan:1. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur

Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 29 Tahun 2010 dan Nomor 53 Tahun 2014 Tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah;

2. http://globallavebookx.blogspot.co.id/2015/04/pengertian-akuntabilitas-menurut-para.html

3. http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/487/jbptunikompp-gdl-trimartono-24331-2-babii_d-x.pdf

Page 52: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

50

WAWASAN

Media Auditor - Edisi 44 -Mei 2017

Mengoptimalkan Pemantauan Tindaklanjut Hasil Pengawasan

Oleh: Asnomo

PendahuluanMulai tahun 2016 capaian kinerja Inspektorat

Jenderal Kementerian Pertanian diukur dari sejauh mana rekomendasi hasil pengawasan ditindaklanjuti oleh auditee. Perubahan ini merupakan tantangan Inspektorat Jenderal, karena tindaklanjut hasil pengawasan tidak hanya berkaitan dengan kualitas rekomendasi yang diberikan, melainkan lebih berkait atau tergantung pada auditan yang melaksanakan tindaklanjut. Sebenarnya, perubahan indikator tersebut telah diterapkan pada pertengahan tahun 2015, namun masih dalam masa transisi dari indikator yang sebelummya yaitu jumlah laporan yang dihasilkan menjadi jumlah rekomendasi yang ditindaklanjuti. Indikator yang digunakan sebelumnya lebih mudah untuk dicapai karena hanya menyusun laporan yang dilakukan oleh auditor, apabila seluruh kegiatan telah dilakukan dan disusun laporannya dengan sendirinya target kinerja telah tercapai.

Indikator tindaklanjut hasil pengawasan mempunyai bobot nilai yang lebih tinggi dibanding indikator sebelumnya. Semakin banyak rekomendasi hasil pengawasan tidindak lanjuti oleh auditan, maka kondisi mananajemen yang telah dilakukan audit akan semakin baik kinerjanya, karena kelemahan-kelemhan yang terjadi semakin banyak yang diperbaiki. Artinya, peran inspektorat Jenderal lebih terasa manfaatnya, dan terlihat pentingnya keberadaan Inspektorat Jenderal sebagai lembaga pengawasan Kementerian Pertanian dalam mengawal kinerja Kementerian Pertanian.

Dengan adanya perubahan indikator tersebut terlihat tindaklanjut hasil audit menunjukkan

Capaian Kinerja Inspektorat Jenderal diukur dari pelaksanaan TindakLanjut Hasil Pengawasan, karena itu perlu optimalisi Pemantauan Hasil Pengawasan untuk mendorong percepatan tindaklanjut

hasil pengawasaan

hasil yang memuaskan, terlihat belum seluruh target dapat dicapai 100%. Dalam Laporan Akuntabilitas Inspektorat Jnderal tahun 2016, terlihat bahwa untuk empat kegiatan strategis Inspektorat Jenderal prosentase capaian kinerja total TL terhadap target adalah 1) kegiatan Audit PBJ/Audit Kinerja sebesar 80,56% 2) kegiatan Pengawalan sebesar 74,71%,3) kegiatan Reviu Laporan Keuangan sebesar 72,73% 4) Kegiatan Evaluasi SAKIP sebesar 61,90%, dan 5) Kegiatan Investigasi sebesar 57,71%. Merupakan suatu keharusan dan menjadi komitmen semua pihak baik-pimpinan maupun auditor untuk berupaya meningkatkan kinerja Inspektorat Jenderal. Tulisan sederhana ini, semoga dapat memberikan sumbagan pemikiran untuk peningkatan kinerja tersebut.

Permasalahan Pemantauan Tindak Lanjut Hasil Pengawasan

Belum optimalnya tindaklanjut hasil pengawasan, disebabkan oleh beberapa hal antara lain 1) Fokus tindak lanjut hasil pengawasan adalah pada tindaklanjut hasil audit, sedangkan untuk tindaklanjut kegiatan pengawasan lainnya seperti kegiatan pengawalan, Evaluasi SAKIP, dan reviu RKA-KL serta Laporan Keuangan belum dipantau secara maksimal. 2) Jenis tindaklanjut yang dipantau juga masih terfokus pada kerugian negara. Hal ini terlihat dalam laporan bulan Bagian DPLHA, materi yang dilaporkan adalah perkembangan kerugian negara, 3) Berpindahnya kegiatan pemantauan dari Bagian DPLHA ke masing-masing Inspektorat, belum ada mekanisme kerja (SOP) yang ditetapkan. 4) Percepatan tindaklanjut yang selama ini dilaksanakan oleh

Page 53: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

51

WAWASAN

Media Auditor - Edisi 44 - Mei 2017

Bagian DPLHA, tidak dilaksanakan lagi. Hal-hal tersebut, menyebabkan data capaian kinerja tindaklanjut hasil pengawasan belum tersaji secara tertib di Bagian TLHA maupun masing-masing Inspektorat, sehingga bagian Perencanaan dan Evaluasi mengalami kesulitan untuk mendapatkan data capaian kinerja tindaklanjut, yang akan dipergunakan untuk menyusun Laporan Kinerja Inspektorat Jenderal.

Perbaikan Sistem PemantauanPertama yang harus diperbaiki adalah sistem

Pemantauan Hasil Pengawasan. Pemantauan hasil pengawasan selama ini menjadi domain Bagian Data dan Pemantauan Laporan Hasil Audit (DPLHA), yang ada di Sekretariat Inspektorat Jenderal. Seiring dengan berubahnya indikator capaian kinerja Inspektorat Jenderal, maka fungsi pemantauan tidaklanjut hasil pengawasan melekat menjadi satu dengan fungsi auditor sehingga menjadi tugas masing-masing Inspektorat I sd !V dan Inspektorat Investigasi. Persoalannya adalah berpindahnya fungsi pemantauan tindaklanjut hasil audit dari DPLHA ke Inspektorat tidak serta merta berjalan lancar, sampai sekarang DPLHA masih tetap memantau pelaksanaan tindaklanjut dan pihak inspektorat tidak menginput sendiri data perkembangan tindaklanjut. Data base pemantauan tindaklanjut masih dilaksanakan oleh Bagian DPLHA. Pertanyaannya apabila fungsi pemantauan berpindah ke inspektorat, selanjutnya Bagian DPLHA melaksanakan tugas apa? Database perkembangan tindaklanjut hasil pengawasan menjadi tanggungjawab Bagian DPLHA atau menjadi tanggungjawab masing-masing Inspektorat.

Pembagian tugas antara Bagian DPLHA dan Inspektorat perlu diatur sedemikian rupa tanpa harus bertentangan dengan peraturan yang berlaku. Bagian DPLHA, tetap melakukan

pendataan temuan hasil audit, rekomendasi serta pencatatan perkembangan tindaklanjut hasil audit sebagaimana yang pernah dilakukan, sedangkan masing-masing Inspektorat melakukan pemantauan hasil audit melalui satu wadah kegiatan verifikasi perkembangan tindaklanjut yang dilakukan dengan Bagian DPLHA. Secara internal, masing-masing inspektur menugaskan personil auditor untuk memantau perkembangan tindaklanjut hasil pengawasan yang disesuaikan dengan tanggugjawab wilayah masing-masing auditor.

Tabel 1 : Pembagian Tugas Tindak Lanjut

Jenis Rekomendasi Yang DipantauSebelum tahun 2016, Bagian DPLHA

hanya fokus pada pemantauan rekomendasi yang terkait dengan kerugian negara serta tindaklanjutnya, selain itu juga hanya terbatas juga pada rekomendasi dan tindaklanjut hasil audit. Sedangkan pemantauan tindaklanjut untuk kegiatan pengawasan lainnya seperti pengawalan, evaluasi Lakip, Reviu RKA-KL dan Laporan Keuangan belum maksimal dilaksanakan. Dengan berubahnya indikator capain kinerja inspektorat Jenderal, maka seluruh kegiatan pengawasan tindaklanjutnya harus dipantau. Dalam Renstra Ispektorat Jenderal, kegiatan utama pengawasan

No Kegiatan IR Bagian DPLHA

Output

1 Penyusunan Pedum Peman-tauan Tindaklanjut Hasil Pengawasan

V - Pedum Pemantauan Tindak-lanjut Hasil Pengawasan

2 Inputing Data rekomendasi - V Data base Rekomendasi3 Pemantauan tindak lanjut

bersamaan dengan penga-wasan

V - Data Hasil Pemantauan

4 Inputing Data Hasil Peman-tauan

- V Data Base Perkembangan Tindaklanjut

5 Pemutakhiran Data Hasil Pengawasan, tiap triwulan

V V Hasil pemutakhiran data tindaklanjut hasil pegawasan

6 Menyusun Laporan Hasil pemantauan tindaklanjut masing-masing inspektorat, triwulan

V - Laporan Triwulan Tindak-lanjut Hasil Pengawasan

7 Menyusun Laporan perkembangan Tindak-lanjut Hasil Pengwasan bulanan

- V Laporan perkembangan Tindaklanjut Hasil Peng-wasan bulanan

Page 54: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

52

WAWASAN

Media Auditor - Edisi 44 -Mei 2017

Simpulan Pemantauan tindak lanjut hasil audit, tidak

hanya dilaksanakan oleh Bagian Tindaklanjut Hasil Audit Inspektorat Jenderal Kementan, namun oleh seluruh Eselon I Kementan. Metode pemantauan tidak hanya dilaksanakan dengan perjalanan ke daerah, tetapi juga dengan pertemuan-pertemuan koordinasi penyelesaian tindaklanjut. Permasalahannya adalah pemantauan hanya difokuskan pada kerugian negara sehingga dikawatirkan biaya pemantauan yang dipergunakan lebih besar daripada kerugian negara yang dipantau, sedangkan rekomendasi yang bersifat perbaikan teknis, ketatalaksanaan dan adminstratif belum dipantau secara mendasar. P e m a n t a u a n tindaklanjut sebenarnya tidak hanya sebatas memantau perkembangan tindaklanjut, tetapi

juga mendorong agar auditan segera melaksanakan tindaklanjut sesuai rekomendasi yang ditetapkan, sehingga petugas yang ditunjuk harus benar-benar menguasai permasalahan yang dipantau, dan mampu mengarahkan auditan apabila mengalaami kesulitan dalam melaksanakan tindaklanjut.

Sehubungan dengan hal tersebut maka tawaran untuk perbaikan pemantauaan tindaklanjut hasil audit, sebagai berikut :a. Pelaksana pemantau masing-masing Eselon

I Inspektorat Jenderal dibedakan tugas dan wewenangnya. Eselon I dan Inspektorat Jenderal masing-masing tetap melaksanakan inputing data dan memantau perkembangannya. Inputing data yang dipakai sebagai pedoman

adalah inputing data oleh Inspektorat, sedangkan perkembangan pemantauan mengacu pada pihak yang mempunyai bukti dukung penyelesaian tindak lanjut yang lebih lengkap.b. Pemantauan Tindaklanjut hasil audit tidak hanya sebatas pengembalian kerugian negara, melainkan seluruh tindaklanjut yang terkait dengan rekomendasi perbaikan ketatalaksanaan, teknis, administratif.c. Penetapan petugas

pemantau tindaklanjut hasil audit yang kompeten, artinya petugas yang memahami audit dan mampu mendorong percepatan pelaksanaan tindak lanjut.

Penulis adalahAuditor Madya pada Inspektorat II

Daftar Pustaka :1. Lakip Inspektorat Jenderal 20162. TP III EbtrySheet Reguler BPKP Edisi-01/2004

meliputi 1) Audit PBJ dan Audit Kinerja, 2) Kegiatan Pengawalan SPI, 3) Evaluasi SAKIP, 4) Reviu Laporan Keuangan, dan 5) Reviu RKA-KL. Seluruh rekomendasi dan tindaklanjutnya harus dilakukan monitor, sehingga perangkat monitoring pada Bagian DPLHA harus disesuaikan. Selain itu, Prosedur baku Pengelolaan Database Hasil Pengawasan harus disesuaikan dengan ketentuan BPKP (TP III EntrySheet Reguler BPKP Edisi-01/2004) yang dituangkan dalam Form Lampiran –C1 Kode Temuan (Lampiran 7-TPIII(EntrySheet) Reguler), yang dikategorikan menjadi 10 group jenis temuan, sebagai berikut:

Tabel 2 : Kode Temuan Hasil Audit dan Uraiannya

Grup Kode Uraian1 01 Kejadian Yang Merugikan Negara Dan Masyarakat2 02 Kewajiban Penyetoran Kepada Negara3 03 Pelanggaran Terhadap Peraturan Perundang-Undangan Yang

Berlaku4 04 Pelanggaran Terhadap Prosedur Dan Tata Kerja Yang Telah

Ditetapkan Berlaku Khusus Bagi Organisasi Yang Bersangkutan5 05 Penyimpangan Dari Ketentuan Pelaksanaan Anggaran6 06 Hambatan Terhadap Kelancaran Proyek7 07 Hambatan Terhadap Kelancaran Tugas Pokok8 08 Kelemahan Adminstrasi9 09 Ketidaklancaran Pelayanan Kepada Masyarakat

10 10 Temuan Pemeriksaan Lainnya

Page 55: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

53

WAWASAN

Media Auditor - Edisi 44 - Mei 2017

Peran Inspektorat Jenderal Mendorong Eselon I

Mewujudkan Lumbung Pangan Dunia Oleh : Laurensius Sihaloho

Mewujudkan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia pada tahun 2045, seabad setelah Indonesia Merdeka, telah menjadi tekad Menteri Pertanian. Ada delapan komoditas pangan strategis diharapkan mewujudkan target sebagai lumbung pangan dunia pada tahun 2045. Ketujuh komoditas tersebut adalah beras, jagung, kedelai, bawang merah, bawang putih, cabe merah, daging sapi, dan gula.

Pada acara pembukaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Pembangunan Pertanian 2017 Kementerian Pertanian di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan pada tanggal 5 Januari 2017, Presiden Joko Widodo memberikan arahan bahwa pembangunan di sektor pertanian merupakan kunci mengatasi

kemiskinan. Beliau menyampaikan bahwa pembangunan di sektor pertanian tidak boleh dipandang sebelah mata dan harus dikembangkan menjadi alat rakyat untuk mencapai kesejahteraan bersama.

Menuju sasaran tahun 2045 sebagai lumbung pangan dunia, pemerintah telah melakukan sejumlah upaya signifikan sejak tahun 2015 berupa pemberian alat mesin pertanian (pra panen maupun pasca panen), bantuan benih maupun pupuk, pencetakan sawah, serta membangun irigasi (primer, sekunder, tertier) dan waduk/embung untuk kantong/cadangan air. Tujuan pemberian dan pembangunan fasilitas pertanian tersebut adalah untuk mendorong peningkatan

Dukungan dan komitmen yang kuat unit kerja eselon I untuk memberikan yang terbaik bukan sekadar melaksanakan kewajiban dalam menjalankan setiap program/kegiatan yang menjadi

tanggungjawabnya, serta dukungan berbagai pihak diharapkan pada puncak perayaan 100 tahun kemerdekaan Indonesia, Indonesia menjadi lumbung pangan dunia.

Page 56: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

54

WAWASAN

Media Auditor - Edisi 44 -Mei 2017

produksi di sektor pertanian guna mendukung ketahanan pangan. Berbagai upaya tersebut telah menunjukkan hasil positif seperti peringkat ketahanan pangan (Global Food Security Index – GFSI) Indonesia berada pada posisi ke-71 dari 113 negara yang disurvei oleh The Economist Intelligence Unit. Peringkat GSFI Indonesia tersebut meningkat dari posisi ke-76 pada tahun 2014 dan 2015.

Kepedulian Presiden terhadap masalah pangan juga disampaikan pada sambutan Penyerahan Penghargaan Adhikarya Pangan Nusantara Tahun 2016 di Istana Negara pada tanggal 30 November 2016. Presiden menyampaikan kesedihannya bilamana mendapatkan laporan bahwa Indonesia masih bergantung impor pangan untuk beberapa komoditas pangan seperti jagung, buah, yang seharusnya Indonesia sudah bisa mandiri. Namun saat ini beliau telah mendapatkan laporan dari Menteri Pertanian bahwa pada tahun 2016 Indonesia tidak mengimpor beras lagi dan impor jagung sudah berkurang hingga 62% dan pada tahun 2018 Indonesia tidak mengimpor jagung. Presiden juga mengatakan Indonesia masih memiliki banyak peluang yang bisa dimafatkan untuk menjadi lumbung pangan dunia.

Ketersediaan lahan di Indonesia sangat mendukung untuk memproduksi bahan pangan sehingga bisa bersaing dengan negara lain. Di samping itu, Presiden meminta seluruh elemen mulai dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah sampai ke tingkat kepala desa, peneliti dan penyuluh harus memberikan peran dan bergerak bersama-sama.

Tulisan ringkas berikut memberikan gambaran tentang lumbung pangan dan peran jajaran Inspektorat Jenderal dalam mendorong unit kerja eselon I lingkup Kementerian Pertanian untuk mewujudkannya. Sekilas Lumbung Pangan Dunia

Dalam buku Peta Jalan (Road Map) Pengembangan Komoditas Pertanian Strategis Menuju Indonesia Sebagai Lumbung Pangan Dunia 2045 (Anonim, 2017) disebutkan bahwa konsep Lumbung Pangan Dunia merefleksikan sebagai upaya penyediaan pangan melalui peningkatan kapasitas produksi di dalam negeri untuk memperkuat ketahanan pangan dan daya saing pangan dalam rangka mencapai

kedaulatan pangan. Konsep lumbung pangan ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri (swasembada pangan) dan ekspor melalui peningkatan daya saing pangan unggulan. Peningkatan daya saing dilakukan melalui pengembangan paket teknologi inovatif dan hilirisasi sistem komoditas pertanian strategis yang dilandasi prinsip-prinsip efisiensi dan keberlanjutan untuk menghasilkan produk pertanian bernilai tinggi (high-value revolution).

Ada delapan komoditas pangan strategis yang telah disusun target swasembada dan ekspor hingga tahun 2045, yaitu padi, jagung, kedelai, bawang merah, cabai (merah dan rawit), bawang putih, tebu, dan daging sapi. Tahun pencapaian swasembada untuk masing-masing komoditas tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.

Program Lumbung Pangan Dunia, selain untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri, juga untuk memanfaatkan peluang ekspor ke negara-negara kawasan Asia Tenggara (ASEAN) dan global. Target waktu ekspor ke delapan pangan strategis tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.

Page 57: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

55

WAWASAN

Media Auditor - Edisi 44 - Mei 2017

Strategi pencapaian swasembada dan ekspor menuju lumbung pangan dunia pada tahun 2045 untuk kedelapan komoditas pangan secara makro digambarkan pada Gambar 3 berikut.

Tahapan atau periodisasi menuju lumbung pangan dunia pada tahun 2045 terbagi ke dalam enam priode lima tahunan (kecuali periode pertama) yaitu, 2016 (sebagai tahun dasar/baseline) – 2019; 2020 – 2024; 2025 – 2029; 2030 – 2034; 2035 – 2039; dan 2040 – 2045. Setiap tahapan saling terkait dan merupakan prasyarat bagi pencapaian strategi tahapan berikutnya. Sebagai contoh adalah strategi pencapaian swasembada dan ekspor untuk komoditi padi/beras. Strategi yang dibagi ke dalam enam tahapan yaitu (1) pembenahan sistem produksi; (2) penguatan sistem produksi; (3) penguatan daya saing; (4) pemantapan pasar luar negeri; (5) perluasan pasar luar negeri; dan (6) perluasan sistem produksi. Strategi untuk masing-masing tahapan terlihat pada Gambar 4 berikut.

Untuk mencapai sasaran/target menuju lumbung pangan dunia pada tahun 2045, perlu dukungan dari berbagai pihak baik faktor internal (lingkup Kementerian Pertanian) maupun faktor

eksternal seperti Kementerian/Lembaga lain di luar Kementerian Pertanian, legislatif (DPR RI) untuk peraturan perundang-undangan sebagai dasar hukum untuk pelaksanaan Peta Jalan ini. Tanpa dukungan tersebut, sulit untuk menerapkan peta jalan ini sebagai pedoman untuk pengembangan komoditas pertanian strategis menuju lumbung pangan dunia 2045.

Mengingat peta jalan ini bersifat makro, detail program dan kegiatan akan dijabarkan lebih lanjut untuk tiap komoditas lingkup Kementerian Pertanian. Penjabaran program dan kegiatan tersebut memerlukan terobosan, yang tidak seluruhnya berada dalam kendali Kementerian Pertanian.

Peran Inspektorat JenderalDalam kata pengantarnya, Menteri Pertanian

menyebutkan bahwa peta jalan ini disusun sebagai bahan dasar dalam penyusunan kebijakan strategis untuk pelaksanaan program pertanian jangka panjang menuju Lumbung Pangan Dunia. Peta jalan ini hendaknya dapat dijadikan acuan bagi Unit Kerja lingkup Kementerian Pertanian dalam merencanakan dan melaksanakan pembangunan pertanian secara menyeluruh, terintegrasi, dan sinergis, baik di dalam maupun antar sektor terkait.

Inspektorat Jenderal Kemenetrian Pertanian yang antara lain memiliki tugas dan fungsi pelaksanaan pengawasan intern terhadap kinerja dan keuangan melalui audit, reviu, evaluasi, pengawalan, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lainnya (lihat pasal 786 dan 787 Peraturan Menteri Pertanian Nomor 43/Permentan/OT.010/8/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian tanggal 3 Agustus 2015) dapat membantu eselon I terkait menjabarkan program dan kegiatan masing-masing komoditas strategis di atas.

Guna menciptakan program lumbung pangan dunia yang berkelanjutan dan saling terkait antar tahapan, paling tidak ada tiga peran pengawasan yang dapat dilaksanakan yaitu represif (oversight), preventif (insight), dan antisipatif (foresight) sebagaimana dapat dibaca pada position paper The Institute of Internal Auditors (Agustus 2006). Peran pengawasan represif dimaksudkan untuk menilai sejauhmana eselon I telah menjalankan tugas pokok dan fungsinya dan sejauhmana penggunaan anggaran

Page 58: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

56

WAWASAN

Media Auditor - Edisi 44 -Mei 2017

dialokasikan pada setiap program/kegiatan untuk mendukung pencapaian strategi swasembada dan ekspor komoditas pangan binaan eselon I. Dalam hal peran pengawasan insight, Itjentan dapat menilai/mereviu kegiatan/program mana yang sedang berjalan (dapat diimplementasikan) dan yang tidak dapat diimplementasikan di lapangan, dan selanjutnya memberikan masukan (ongoing feedback) kepada pimpinan/pengambil keputusan untuk menyesuaikan kebijakan sesuai kondisi di lapangan. Peran antisipatif dimaksudkan bagaimana kemampuan Itjentan mengantisipasi/memprediksi (tinjauan ke depan) berbagai kemungkinan resiko dan peluang pada implementasi suatu program dan kebijakan di tingkat lapangan karena perubahan faktor-faktor demografi, sumberdaya alam, teknologi, sosial budaya, ekonomi, politik, dan hukum yang akan membantu pimpinan mengambil suatu keputusan sebelum terjadi suatu hal yang tidak diinginkan.

Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian sesuai tusinya tentu saja dapat memberikan masukan kepada para unit kerja eselon I agar dalam penyusunan program/kegiatan harus mempertimbangkan strategi yang telah dibuat dan memastikan anggaran setiap tahun yang disusun mempertimbangkan program/kegiatan yang dilandasi strategi yang tepat. Mengingat bahwa program lumbung pangan harus dijabarkan ke daerah, hal lain yang dapat dilakukan oleh Itjentan adalah membantu daerah (yang terbatas sumber daya manusianya) bersama eselon I menyusun rencana aksi (action plan) dan mengidentifikasi

risiko yang dapat menghambat pencapaian tujuan lumbung

pangan, baik yang bersumber dari dalam maupun dari luar

instansi. Selanjutnya, risiko yang telah diidentifikasi dianalisis untuk mengetahui pengaruhnya terhadap pencapaian tujuan.

Disadari bahwa jajaran Inspektorat Jenderal belum sepenuhnya dapat

melaksanakan fungsi pengawasan secara optimal

karena keterbatasan anggaran, sarana dan prasarana, serta jumlah

auditor. Namun dengan dukungan dan komitmen yang kuat unit kerja eselon I

untuk memberikan yang terbaik bukan sekadar melaksanakan kewajiban dalam menjalankan setiap program/kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya, serta dukungan berbagai pihak diharapkan pada puncak perayaan 100 tahun kemerdekaan Indonesia, Indonesia menjadi lumbung pangan dunia.

Penulis adalahAuditor Madya pada Inspektorat III

Daftar Pustaka :1. Anonim, 2017. “Peta Jalan (Road Map)

Pengembangan Komoditas Pertanian Strategis Menuju Indonesia Sebagai Lumbung Pangan Dunia 2045”.

2. The Institute of Internal Auditors (2006). “The Role of Auditing in Public Sector Governance”. Position Paper.

Page 59: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

57

WAWASAN

Media Auditor - Edisi 44 - Mei 2017

Identifikasi Risiko Perencanaan Kegiatan Perluasan Sawah Pola Swakelola

Oleh : Suhardi

Latar BelakangKemandirian, kedaulatan dan ketahanan

pangan nasional merupakan perwujudan yang ingin dicapai oleh Pemerintah. Salah satu bentuk perwujudan berupa kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik sesuai agenda prioritas Nawa Cita Pemerintahan 2014 - 2019 mewujudkan kedaulatan pangan melalui kebijakan pembukaan 1 juta hektar lahan sawah baru di luar Jawa. Kebijakan tersebut ditindaklanjuti Kementerian Pertanian dengan mencanangkan program Upaya Khusus (UPSUS) peningkatan produksi padi, jagung dan kedelai yang keberhasilannya antara lain sangat ditentukan oleh kinerja dari upaya penambahan luas baku lahan sawah.

Pada tahun 2015 dan 2016 penambahan luas baku lahan sawah dirancang melalui mekanisme perluasan sawah dengan pola swakelola yang merujuk pada Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 beserta Petunjuk Teknisnya yang tertuang di dalam Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Pemerintah (LKPP) Nomor 14 Tahun 2012.

Kegiatan perluasan sawah sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2014 dilaksanakan dengan pola belanja bantuan sosial (bansos) dalam bentuk transfer uang ke rekening kelompok tani. Perencanaan berupa penyusunan rencana usaha kegiatan kelompok (RUKK) dan pelaksanaan kegiatan konstruksi dilaksanakan oleh kelompok tani penerima dana bansos. Dana bansos tersebut bersifat stimulus yang diharapkan pada saat pelaksanaan kegiatan terdapat partisipasi oleh kelompok tani (pemberdayaan) dalam

Keberhasilan konstruksi perluasan sawah tidak hanya tercapainya target luas konstruksi, juga diman-faatkannya sawah hasil konstruksi secara berkesinambungan. Pencapaian tersebut sangat dipengaruhi kecermatan dan keakuratan penyusunan perencanaan atau survei investigasi dan desain (SID). Penila-ian risiko melalui identifikasi dan analisis risiko perencanaan serta kegiatan pengendalian akan mem-

perkecil terjadinya risiko bahkan terhindar dari risiko kegagalan.

penyelesaian konstruksi perluasan sawah. Pola belanja bansos kegiatan perluasan sawah

selama ini memiliki risiko in-efisiensi diantaranya risiko kelebihan penggunaan dana bansos dibandingkan dengan kebutuhan konstruksi fisik perluasan sawah dan risiko penggunaan dana bansos tidak mencapai output fisik konstruksi yang direncanakan. Risiko tersebut terjadi antara lain disebabkan kesengajaan maupun kekurang cermatan penyusunan rencana yang tidak menggambarkan riil kebutuhan fisik konstruksi perluasan sawah. Selain itu, kemampuan kelompok tani menyelesaikan pekerjaan konstruksi fisik perluasan sawah sangat terbatas sehingga harus bekerja sama dengan pihak lain (swasta). Target perluasan sawah sesuai Nawa Cita seluas 1 juta hektar pada tahun 2015 - 2019 membutuhkan kemampuan dan kecepatan ekstra untuk merealisasikannya sehingga pola belanja bansos diragukan tingkat efektifitas pencapaian target kegiatan perluasan sawah tersebut.

Alokasi kegiatan perluasan sawah TA 2015 seluas 23.000 ha dilaksanakan melalui pola swakelola oleh ZENI Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI-AD) sesuai Memorandum of Understanding (MoU) Menteri Pertanian dengan TNI AD No.1/MoU/RC.120/M/1/2015 dan No. 1/I/2015 tanggal 8 Januari 2015. Kegiatan perluasan sawah TA 2016 seluas 200.600 Ha dilaksanakan pada 28 provinsi yang tersebar di 186 kabupaten/kota. Pola pelaksanaan perluasan sawah dilaksanakan melalui pola swakelola dilaksanakan oleh TNI Angkatan Darat (ZENI dan Kodam).

Pelaksanaan perluasan sawah pola swakelola

Page 60: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

58

WAWASAN

Media Auditor - Edisi 44 -Mei 2017

dinyakini mampu menghasilkan output sawah sesuai target yang diharapkan, namun karena besarnya target luas sawah dan sempitnya waktu persiapan serta kurangnya dalam persiapan atau perencanaan berupa survei investigasi dan desain (SID) maka memiliki risiko tidak tercapai sasaran kegiatan.

Proses Perencanaan Kegiatan Perluasan Sawah Pola Swakelola

Pengadaan barang/jasa secara swakelola adalah pengadaan barang/jasa dimana pekerjaannya direncanakan, dikerjakan dan/atau diawasi sendiri oleh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi lainnya. Pola pengadaan tersebut mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah beserta aturan perubahannya. Proses perencanan kegiatan perluasan sawah diawali dengan identifikasi CP/CL, survei, investigasi, desain (SID), penyusunan rencana anggaran dan biaya (RAB), kerangka acuan kerja (KAK), dan soft drawing atau gambar kerja. Perbedaan perencanaan pola bansos dengan pola swakelola, yaitu pada pola bansos penyusunan SID oleh pihak ketiga (swasta) dan kelompok tani (poktan) diwajibkan menyusun rencana usulan kegiatan kelompok (RUKK) yang didasarkan SID, RAB dan KAK. Sedangkan pada pola swakelola, penyusunan SID oleh instansi pemerintah lain (IPL) yaitu perguruan tinggi negeri atau menggunakan SID yang telah ada pada tahun sebelumnya dan pelaksana konstruksi diwajibkan menyusun soft drawing atau gambar kerja sebagai acuan pelaksanaan pekerjaan.

Identifikasi RisikoIdentifikasi risiko merupakan bagian dari

penilaian risiko yang wajib dilakukan oleh pimpinan instansi pemerintah seperti yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2008 Tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Pasal 13 ayat (1) yaitu Pimpinan Instansi Pemerintah wajib melakukan penilaian risiko. Kegiatan perluasan sawah adalah serangkaian kegiatan yang diawali dari perencanaan berupa identifikasi CPCL dan penyusunan SID hingga pelaksanaan konstruksi perluasan sawah. Keberhasilan konstruksi dan pemanfaatan sawah hasil konstruksi

sangat ditentukan kecermatan dan keakuratan penyusunan SID, karena kelayakan lokasi dan petani, dasar pelaksanaan dan biaya konstruksi tercantum dalam SID. Permasalahan kegiatan perluasan sawah TA 2016 antara lain berupa tidak adanya SID sebagai dasar pelaksanaan konstruksi dan penyusunan SID yang tidak akurat, sehingga masih terdapat sawah baru hasil konstruksi tidak layak untuk tanaman padi sawah. Identifikasi risiko sesuai Pasal 16 Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2008 yaitu 1) point b, Bahwa identifikasi risiko sekurang-kurangnya dilaksanakan dengan menggunakan mekanisme yang memadai untuk mengenali risiko dari faktor eksternal dan faktor internal dan 2) point c. Menilai faktor lain yang dapat meningkatkan risiko.

Identifikasi risiko faktor internal dalam penyusunan perencanaan atau SID kegiatan perluasan sawah sebagai berikut.

1. PerencanaanPerencanaan disini terkait dengan bagaimana mempersiapkan mendapatkan penyedia jasa yang kompeten dalam membuat SID, sehingga identifikasi risikonya berupa a. Kerangka Acuan Kerja (KAK) tidak dibuat

atau KAK tidak memuat tujuan, sasaran, waktu pelaksanaan, tenaga ahli, rincian biaya pekerjaan dan produk yang dihasilkan.

b. Salah menetapkan konsultan pelaksana yang tidak dapat menyediakan tenaga ahli kompeten setidaknya dalam bidang sumber daya lahan, geodesi, ilmu tanah, pemetaan, sosial ekonomi, teknik pertanian, dan teknik sipil.

2. Survei lokasia. Status kepemilikan tanah tidak jelas dan

terjadi sengketa batas kepemilikan.b. Lokasi pernah dijadikan sawah sebelumnya.c. Hamparan kurang dari 5 Ha.d. Pada lahan gambut ketebalan > 1 m dan

kedalaman pirit < 60 cm.e. Lahan tidak untuk padi sawah atau untuk

tadah hujan.f. Lokasi masuk kawasan hutan/pengembangan

gambut/HGU/dibebani hak&izin lainnya.g. Tidak dapat menggambarkan kesesuaian

lahan : iklim, sumber air, daerah irigasi, curah hujan, tekstur tanah, kedalaman

Page 61: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

59

WAWASAN

Media Auditor - Edisi 44 - Mei 2017

tanah, kedalaman pirit, ketebalan gambut, kemasaman tanah, salinitas tanah, bahaya banjir.

h. Tidak dapat menyajikan potensi pengairan.

3. Investigasi petaniTidak dapat menyajikan keberadaan petani, jarak domisili petani dari lokasi, tingkat komitmen calon petani untuk bersawah dan data kelayakan secara ekonomi

4. Desain a. Tidak dapat menyajikan analisa vegetasi

lahan dan data koordinat lokasi serta ketinggian lokasi.

b. Tidak dapat menyajikan peta topografi yang memuat : polygon utama, garis kontur, batas alam, batas pemilikan lahan, jalan, jaringan irigasi, batas jenis vegetasi.

c. Tidak dapat menyajikan peta rancangan/desain : petak sawah, letak jaringan irigasi, letak JUT, nomor dan luas petak sawah, elevasi, dan potongan melintang.

d. Tidak dapat menyajikan daftar nama petani : nomor urut petani, luas kepemilikan, jenis vegetasi per kepemilikan lahan, volume galian dan timbunan per kepemilikan

5. Rencana Anggaran Biaya (RAB)a. Tidak dapat menyajikan perhitungan akurat

biaya pembersihan vegetasi, biaya perataan tanah, biaya pembuatan pematang batas kepemilikan, biaya pengolahan tanah, biaya pembuatan perasarana seperti saluran irigasi, jembatan dan jalan pertanian.

b. Tidak dapat menyajikan perhitungan akurat biaya konstruksi perluasan sawah per satuan

hektar

Identifikasi risiko faktor eksternal berupa: 1) ketersediaan anggaran, 2) sempitnya waktu perencanaan dan 3) tidak adanya penyedia jasa pembuat SID yang memiliki kompentesi. Risiko kegiatan perencanaan dan SID yang telah diidentifikasi selanjutnya dilakukan analisis risiko dengan mengetahui penyebab dan sumber risiko serta menentukan frekuensi dan dampak melalui pemetaan risiko. Kuadran tingginya frekuensi risiko dan besarnya dampak dari risiko menjadi prioritas dilakukannya penanganan risiko melalui kebijakan atau standar operasional dan prosedur (SOP). Sesuai Peraturan Pemerintah RI Nomor 60 Tahun 2008 Pasal 18 (2) b dan d yaitu Penyelenggaraan kegiatan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang - kurangnya memiliki karakteristik kegiatan pengendalian harus dikaitkan dengan proses penilaian risiko serta kebijakan dan prosedur harus ditetapkan secara tertulis. Upaya penilaian risiko secara cermat yang diawali dengan identifikasi dan analisis risiko serta kegiatan pengendalian pada prioritas frekuensi yang tinggi dan dampak risiko yang besar akan memperkecil terjadinya risiko bahkan terhindar dari risiko kegagalan.

Penulis adalahAuditor Muda pada Inspektorat Investigasi

Daftar Pustaka :1. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun

2008 Tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah.

3. Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Pemerintah (LKPP) Nomor 14 Tahun 2012.

4. Pedoman Teknis Perluasan Sawah Ditjen PSP Tahun 2016.

5. Pedoman Teknis Survei dan Investigasi Calon Petani - Calon Lokasi (SI CPCL) dan Pemetaan Desain Perluasan Sawah Tahun 2016.

Page 62: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

60

WAWASAN

Media Auditor - Edisi 44 -Mei 2017

Efektivitas Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Balai Benih Hortikultura

Oleh : Sukro Wiyono dan Mulyadi

PendahuluanUUD 1945 mengamanatkan untuk

memanfaatkan potensi dan kekayaan alam Indonesia secara bijaksana guna sebesar-besar kemakmuran rakyat dengan berlandaskan pada prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Kebijakan pengembangan hortikultura sangat dipengaruhi oleh dinamika lingkungan domestik dan internasional. Di lingkup nasional, terdapat beberapa peraturan perundang-undangan terkait dengan usaha hortikultura, namun belum seutuhnya memayungi dan mengayomi keunikan dan kebutuhan sektor hortikultura.

Pemerintah dalam mendukung pembangunan pertanian telah menyiapkan berbagai perangkat hukum dan regulasi terkait kegiatan tersebut, namun kebijakan tersebut belum seutuhnya dijadikan sebgai dasar hukum dalam pelaksanaan kegiatan atau operasional bagi instansi pemerintah maupun swasta sesuai seuai dengan dengan tugas fungsinya. Kebutuhan akan suatu peraturan setingkat undang-undang di bidang hortikultura untuk dijadikan acuan dan dalam rangka sinkronisasi terkait dengan substansi pengaturan bidang hortikultura agar mampu menjadi solusi atas permasalahan dan kekhasan dari pengembangan sistem dan usaha hortikultura. Salah satu upaya pemerintah dalam pengembangan usaha di bidang hortikultura telah dibentuknya suatu unit lembaga yang berperan dalam penyediaan dan penyebarluasan benih/bibit tanaman hortikultura yang unggul dan berkualiatas tinggi, dimana

“Minimnya Kepemilikan Sumberdaya (pegawai dan sarana/prasana) pada Balai Benih Hortikultura Mengakibatkan Pelaksanaan Fungsi Balai Kurang Efektif. Dalam penyediaan benih bermutu dan pem-

binaan kepada produsen/penangkar benih pun dirasakan belum efektif”

petani dapat menyediakan benih/bibit pertanaman yang diusahannya pada lembaga tersebut. Namun kenyataannya masih terdapat petani disuatu daerah yang kesulitan dalam memenuhi kebutuhan terhadap ketersediaan benih/benih tersebut, hal ini disebabkan tidak berjalannya peran lembaga pemerintah secara optimal sesuai tugas dan fungin lembaga (Balai Benih) sebagai wadah bagi petani untuk mendapatkan benih/bibit yang unggul, berkualitas tinggi dan terjangkau oleh petani.

Regulasi Perbenihan Bidang HortikulturaBeberapa peraturan perundang-undang yang

semestinya dapat dijadikan rujukan dalam mengawal pembangunan pertanian khusunya disektor hortikultura, diantaranya adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1995 tentang Perbenihan Tanaman, Permentan Nomor 48 Tahun 2004 tentang Produksi, Sertifikasi dan Pengawasan Peredaran Benih Horikultura. Menindaklanjuti regulasi dan kebijakan tersebut di atas Menteri Pertanian telah menerbitkan peraturan berupa Keputusan Menteri Pertanian Nomor 347 Tahun 2003 tentang Pedoman Pengelolaan Balai Benih Tanaman Pangan dan atau Hortikultura, sebagai dasar untuk menilai atau mengevaluasi kinerja dari suatu Balai Benih pada Satker-Satker Dinas ditingkat provinsi, apakah telah dijalankan sesuai dengan tugas dan fungsi yang telah ditetapkan dalam ketentuan.

Dalam Keputusan Menteri Pertanian tersebut ditetapkan bahwa Kedudukan, Tugas dan Fungsi Balai Benih Induk Hortikultura (BBIH) adalah satuan kerja yang berada di bawah dan

Page 63: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

61

WAWASAN

Media Auditor - Edisi 44 - Mei 2017

bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Propinsi yang membidangi hortikultura. Balai Benih Hortikultura mempunyai tugas melaksanakan produksi penyebarluasan benih bermutu varietas unggul. Dalam melaksanakan tugasnya Balai Benih Hortikultura menyelenggarakan fungsi : (a) Pelaksanaan Produksi Benih bermutu varietas unggul; (b) Penyebarluasan dan pemasaran benih

bermutu varietas unggul kepada masyarakat; (c) Pelaksanaan observasi dan penyebarluasan teknologi perbenihan, baik teknologi produksi maupun pasca panen dan penyalurannya; (d) Pelaksanaan pengumpulan (koleksi) varietas/klon tanaman yang sudah dilepas maupun pasca panen dan penyalurannya; (e) Pelaksanaan pemurnian kembali varietas unggul; (f) Pelaksanaan pembinaan teknis kepada produsen benih; (g) Pelaksanaan penyebarluasn informasi pembenihan; (h) Pelaksanaan pengawasan internal mutu benih.

Dalam menjalankan tugasnya untuk melaksanakan produksi dan penyebarluasan benih bermutu varietas unggul, BBIH belum dapat melaksankan fungsinya secara efektif, diantaranya adalah belum optimal dalam memenuhi kebutuhan petani terhadap ketersediaan benih yang bermutu

varietas unggul dan pembinaan teknis kepada petani penangkar benih. Hal tersebut disebabkan minimnya ketersediaan sarana produksi yang memadai dan sumberdaya manusia pada Balai Benih terutama tenaga teknis perbenihan.

Optimalisasi Fungsi Balai Untuk mengetahui implementasi peran dan

fungsi Balai Benih yang terdapat di satker-satker daerah ditingkat Provinsi, perlu dilakukan pembinaan dan pendampingan oleh pihak terkait dalam pelaksanaan fungsinya, terutama dalam penyediaan atau memproduksi benih bermutu varietas unggul dan pembinaan terhadap produsen/penangkar benih. Hasil pendampingan Inspektorat Jenderal pada BBIH Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara sebagai berikut.

Pada rincian kertas kerja Satker Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara (209065), terdapat akun belanja bahan untuk perbanyakan benih bawang merah (penyediaan benih sumber, produksi benih sumber, pemeliharaan benih sumber/PIT/Koleksi Plasma Nutfah) yang dilaksanakan oleh Unit

Page 64: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

62

WAWASAN

Media Auditor - Edisi 44 -Mei 2017

Pelaksana Teknis (UPT) Dinas pada Balai Benih Induk Hortikultura, sebagai balai penyediaan benih, namun dalam kenyataan, pada tahun 2015 pelaksanaan pengadaan benih bawang yang telah diadakan oleh BBIH kemudian diserahkan kepada petani/kelompok penangkar benih untuk dilakukan perbanyakan. Dalam penyerahan benih sumber untuk perbanyakan kepada petani penangkar tersebut Balai tidak melakukan monitoring terhadap produksi benih yang dihasilkan oleh penangkar. Hal ini sulit dilakukan karena pihak kelompok penangkar tidak memisahkan antara benih swadaya mereka dengan benih yang diterima dari Balai; Selain itu belum ada perikatan kedua belah pihak (antara BBIH dengan penangkar) dalam bentuk surat perjanjian terhadap pengelolaan benih tersebut.

Pada tahun 2016 Balai Benih kembali melakukan pengadaan benih bawang yang akan dijadikan sebagai benih sumber, namun untuk pelaksaan teksnis perbanyakannya benih bawang tersebut direncanakan masih mengikuti pola lama seperti di tahun sebelumnya yaitu, akan diserahkan lagi kepada kelompok penangkar. Hal ini dilakukan karena BBI tidak memiliki lahan yang cukup luas untuk melakukan penanaman benih, ditambah lagi dengan minimya tenaga fungsional yang dimiliki Balai.

Kondisi tersebut tentunya tidak sesuai dengan tugas dan fungsi Balai Benih, yang seharusnya melakukan penyediaan benih sumber, produksi benih sumber, pemeliharaan benih sumber/produksi induk tanaman (PIT)/Koleksi Plasma Nutfah, sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 347 Tahun 2003 tentang Pedoman pengelolaan Balai benih Tanaman Pangan dan atau Hortikultura, bahwa dalam rangka memenuhi kebutuhan dan penyebarluasan benih bermutu varietas unggul komoditas hortikultura, pengelolaan Balai Benih Hortikultura dilakukan oleh Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota, dengan kedudukan, tugas, susunan organisasi, persyaratan, wilayah pelayanan dan pembiayaan.

Kesimpulan Dalam rangka lebih meningkatkan efektivitas

fungsi UPT Dinas Provinsi (BBI), perlu dilakukan pembenahan fasilitas dengan penambahan lahan/lokasi untuk penangkaran benih sumber sesuai

kapasitas benih yang diadakan dan penambahan tenaga teknis/fungsional Balai terutama untuk tenaga fungsional pengawas benih dan tanaman (PBT) sesuai jumlah dan luasan lokasi penangkar benih yang ada di wilayah Provinsi, sehingga dapat mengoptimalkan pembinaan kepada penangkar. Selain itu, untuk benih yang telah diserahkan kepada petani penangkar, Balai perlu melakukan pengendalian untuk mengantisipasi hilangnya benih (bawang merah) melalui monitoring dan inventarisasi, serta penyusunan perjanjian kerjasama yang didalamnya mengatur hak dan kewajiban antara UPTD BBI dengan penangkar, antara lain mengatur tentang pembagian hasil produksi.

Penulis adalahAuditor Madya Inspektorat III dan Auditor Pertama pada Inspektorat I

Daftar Pustaka :1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992.2. PP Nomor 44 Tahun 1995.3. Permentan Nomor 48 Tahun 2004.4. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 347

Tahun 2003.5. Laporan Pendampingan SPI PBJ Dinas

Perkebunan dan Hortikultura6. Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016.

Page 65: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

63

WAWASAN

Media Auditor - Edisi 44 - Mei 2017

Humas Harus Kampanyekan Keberhasilan Pelaksanaan Reformasi Birokrasi

oleh : Indrastari Sintia Laksmi

“ Humas harus berperan sentral sebagai desiminasi informasi kebijakan pemerintah sekaligus mediator yang mampu menjembatani kepentingan pemerintah dengan masyarakat dan sekaligus

memberikan sumbang saran untuk menanggapi apa yang yang mejadi kebijakan saat ini. Seorang humas harus dapat mematahkan krisis kepercayaan masyarakat terhadap birokrat yang tidak

pro rakyat “

PendahuluanEra keterbukaan informasi publik yang mendorong

transparasi Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik (UU-KIP) di segala bidang, menempatkan bidang hubungan masyarakat (humas) pada posisi yang semakin strategis. Sesuai dengan UU KIP Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) bahwa salah satu pihak yang memegang peranan penting dalam implementasi keterbukaan informasi publik adalah humas pemerintah. Humas berkewajiban menyediaan informasi kepada masyarakat. Pada saat humas pemerintah memegang peranan penting tersebut, humas pemerintahan dapat menjamin hak warga negara atas informasi, meningkatkan partisipasi publik dalam pembuatan dan penyusunan kebijakan dan menjalankan tata pemerintahan yang bersih, transparan dan efektif.

Humas Pemerintahan dituntut untuk selalu kreatif

dan aktif dalam melaksanakan perannya sebagai pengamanan kebijakan pemerintah dan menjadi agen perubahan (agent of change) sekaligus sebagai mesin reformasi birokrasi di lingkungan institusi maupun secara nasional. Mengingat tantangan dan permasalahan dan isu yang sangat beragam di lingkungan Kementerian Pertanian sehingga diperlukan tata kelola yang mampu mewujudkan kehumasan yang handal.

Untuk mewujudkan hal tersebut insan kehumasan harus memiliki pemahaman informasi yang memadai tentang berbagai kebijakan yang tengah dirancang dan atau sedang dilaksanakan oleh Pemerintah. Humas harus membangun kepercayaan masyarakat sehingga memberi dukungan terhadap program-program pembangunan pemerintah. Indikator keberhasilan humas yaitu minimnya propaganda negarif dari masyarakat dan semakin luasnya dukungan masyarakat yang memberikan respon positif atas kebijakan yang dibuat pemerintah.

Terwujudnya pelayanan publik yang berkualitas dan prima secara terus menerus dan bekelanjutan merupakan salah satu ciri tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Perbaikan pola komunikasi organisasi pemerintah merupakan salah satu bentuk reformasi birokrasi di bidang kehumasan dalam upaya mewujudkan tata kelola kehumasan yang baik menuju pada peningkatan kualitas pelayanan publik prima dan penciptaan kesejahteraaan masyarakat.

Permasalahan mengenai birokrasi pada saat ini masih merupakan permasalahan klasik yaitu masih gemuk, lamban, tidak profesional dan belum mampu memberikan pelayanan yang prima pada masyarakat.

Page 66: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

64

WAWASAN

Media Auditor - Edisi 44 -Mei 2017

pimpinan tidak sesuai dengan visi yaitu tidak pro–rakyat, ketiga sikap pimpinan yang tidak tegas dalam mengambil keputusan padahal situasinya mendesak dan keempat krisis kepercayaan yang bersumber pada tabiat seorang pemimpin seperti masyarakat menilai pemimpinannya melanggar etika kepatuhan dan termasuk menyalahgunakan wewenang dan kekuasaan untuk urusan pribadi atau kelompok pendukungnya saja.

Krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah juga dapat dilihat dari respons masyarakat yang kerap kali berlawanan dengan tujuan kebijakan yang ditempuh pemerintah. Misalnya, kebijakan pemerintah yang seharusnya berupaya menggiring ekspektasi masyarakat ke arah kanan, justru telah menimbulkan respons masyarakat menuju ke arah

kiri, dan sebaliknya. Faktor lainnya adalah semakin timpangnya distribusi pendapatan dan kekayaan, sehingga mengakibatkan lunturnya solidaritas sosial.

Peran humas dalam proses reformasi birokrasi seharusnya mampu membangun citra positif pemerintah, bangsa dan negara. Humas harus kompeten berkomunikasi dengan berbagai stakeholder pemerintah dan menjadi jembatan guna membangun suasana kondusif dalam kerangka win-win solution.

Humas Pemerintah harus dapat menjalankan fungsi sebagai pelayan masyarakat (public service), mengharuskan setiap instansi pemerintah memiliki kemampuan untuk mengelola komunikasi krisis, baik pencegahan (preventif) maupun setelah terjadi (repsesif) karena terkait langsung dengan citra dan reputasi pemerintah. Kesalahan dalam pengelolaan komunikasi krisis dapat menimbulkan resiko yang berdampak negatif antara lain peningkatan intensitas permasalahan, sorotan publik dan peliputan timbulnya gangguan pada pelaksanaan kegiatan.

Permasalahan tersebut hampir semua Kementerian/Lembaga mengalami hal tersebut.

Krisis kepercayaan merupakan salah satu krisis yang melanda masyarakat terhadap kinerja aparat pemerintahan atau kalangan birokrat pada saat ini yang tidak pro rakyat yang semakin memprihatinkan. Pada dasarnya krisis dapat dikelompokan menjadi 2 jenis yakni (1) krisis yang terjadi dapat diantisipasi; 2) krisis yang terjadi tanpa dapat diantisipasi. Krisis yang dapat diantisipasi terkait dengan karakteristik atau bidang kegiatan yang digeluti oleh suatu Kementerian/Lembaga sedangkan krisis yang tidak dapat diantisipasi adalah krisis ekternal yang memungkinkan terjadinya sangat kecil namun berakibat fatal.

Berbagai media massa berlomba-lomba memberitakan mengenai keburukan dan kegagalan pemerintahan. Hal ini diperparah oleh media yang seolah-olah dalam membuat sistem reformasi birokrasi di Indonesia menjadi buruh. Blow up media massa tentang isu-isu politik tertentu dan komentar-komentar para “pakar“ yang terus mengkritik kinerja birokrat menutup prestasi yang tengah di bangun pemerintah. Humas Kampanyekan Reformasi Birokrasi Pemerintah

Reformasi birokrasi merupakan upaya untuk melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan (business prosess) dan sumber daya manusia aparatur. Namun terkadang perubahan yang diupayakan pemerintah sering kali menimbulkan krisis yang dapat menyebabkan permasalahan antara pihak pro dan kontra. Untuk mendapatkan informasi mengenai reformasi terkadang masyarakat hanya membaca melalui media massa.

Krisis kepercayaan publik kepada pemerintah yang kian marak seharusnya menjadi momentum strategis bagi humas pemerintah untuk melakukan reformasi birokrasi secara mendalam pada organisasi melalui peningkatan kapasitas dan kompetensi sumber daya manusia (SDM), penguatan struktur dan infrastruktur,sistem dan prosedur, komunikasi organisasi, audit komunikasi serta manajemen krisis.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah pada saat ini yaitu pertama karena pimpinan tidak jujur dan tidak kompeten pada tugas dan kewajiban yang diembannya, kedua masyarakat beranggapan

Page 67: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

65

WAWASAN

Media Auditor - Edisi 44 - Mei 2017

Media massa yang saat ini masih dipercaya oleh masyarakat sebagai satu-satunya corong yang dapat memberitakan kondisi rill di lapangan. Padahal jika ditelisik lebih lanjut, tidak semua pemberitaan media massa dibuatkan berdasarkan data-data yang valid. Bad News is good news, maka judul dan topik diskusi yang bombastis menjadi lahan bagi media massa untuk menaikan oplah dan rating programnya. Dan informasi negatif (bad news) yang terus digencarkan oleh media massa lambat laun mengakibatkan krisis yang serius bagi instansi pemerintah.

Peran Humas Sukseskan Reformasi BirokrasiHambatan dan tantangan yang dihadapi Reformasi

Birokrasi antara lain : Masih rendahnya komitmen dari pimpinan instansi baik di tingkat pemerintah maupun ditingkat pemerintah daerah dalam upaya untuk melakukan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi; Penyelenggaraan pemerintah masih belum mencerminkan penyelenggaraan pemerintah yang bersih dan bebas KKN; Manajemen kinerja pemerintah belum dilaksanakan secara maksimal; Penataan kelembagaan yang masih belum efektif; Penerapan tata kelola pemerintahan yang belum sepenuhnya diterapkan; Manajemen SDM yang belum berjalan dengan baik; Inefisiensi anggaran atau rendahnya budaya kerja dalam melakukan efisiensi anggaran; Manajemen pelayanan publik yang kurang maksmimal dan masih banyak praktek pungutan liar.

Dengan masih banyaknya hambatan dan tantangan yang dihadapi, Reformasi Birokrasi tahap ke-2 (dua) tetap berlanjut dengan dikeluarkanya PERMENPANRB Nomor 11 tahun 2015 tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2015-2019. Road Map menjadi acuan bagi Pemerintah Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah untuk melaksanakan ataupun melanjutkan program-program reformasi birokrasi.

Keberlanjutkan pelaksanaan reformasi birokrasi memiliki peran dalam mewijudkan tata kelola pemerintah yang baik. Hasil-hasil yang telah diperoleh dari pelaksanaan reformasi birokrasi pada periode 2010-2014 menjadi dasar bagi pelaksanaan reformasi birokrasi 2015-2019 merupakan penguatan dari pelaksanaan reformasi birokrasi tahapan sebelumnya.

Berbagai langkah tertuang dalam Road Map yang akan disusun oleh tiap instansi sesuai dengan karakteristik masing-masing. Penguatan tersebut diantaranya dengan memelihara dan atau meningkatkan/memperkuat kondisi yang telah baik,

melanjutkan upaya perubahan, mengidentifikasi masalah dan mencari solusi serta memperluas cakupan pelaksanaan reformasi birokrasi.

Melihat kondisi diatas, peran humas pemerintah semakin berat dan komplek, untuk itu seorang humas pemerintah harus dapat bertindak seperti yang dilakukan oleh humas perusahaan dituntut mampu mengamati dan menganlisis setiap permasalahan yang menjadi kepentingan instansi dan stakeholdernya; harus mampu melakukan komunikasi dua arah yang mendukung kedua belah pihak; mempengaruhi dan menciptakan opini publik yang menguntungkan bagi instansinya dan mampu menjalin hubungan baik dan kerja sama yang didasari dengan rasa saling percaya dengan semua pihak yang terkait.

Aparat kehumasan harus memiliki komitmen kuat sebagai salah satu penggerak reformasi birokrasi. Kampaye gerakan reformasi birokrasi harus disosialisasikan ke seluruh elemen masyarakat sampai ke pelosok desa. Humas memiliki peran strategis sebagai komunikator publik seiring dengan era keterbukaan informasi publik dalam upaya mendukung peningkatkan akses masyarakat pada pelayanan komunikasi dan informasi. Terdapat 8 (delapan) area perubahan dalam pelaksanaan agenda Reformasi Birokrasi yaitu manajemen perubahan, penataan peraturan perundang-undangan, penataan tata laksana, penataan kelembagaan, penataan SDM aparatur, penguatan akuntabilitas kinerja, peningkatan pengawasan, peningkatan kualitas pelayanan publik. Selain itu untuk lebih membangun kepercayaan masyarakat terhadap birokrasi akan dilaksanakan program Quick Wins untuk beberapa layanan publik yang menjadi core business di kementerian maupun lembaga pemerintah.

Dengan meningkatnya kapasitas, kompetisi dan sinergitas para pengelola kehumasan dalam mengkomunikasikan informasi reformasi birokrasi diharapkan masyarakat akan semakin memahami upaya-upaya yang dilakukan pemerintah dalam menjamin tegaknya citra dan wibawa lembaga birokrasi yang bersih dan terjauh dari penyimpangan hukum dalam bentuk apapun. Sehingga seorang pranata humas harus memiliki pengetahuan ketatanegaraan yang luas dan ketrampilan aplikatif dalam berbagai aspek komunikasi dan informasi termasuk ketrampilan teknis kehumasan, jurnalistik, penerangan dan telematik. Selain kemampuan konseptual dan manajerial guna memfasilitasi hubungan pemerintah daerah dengan publik internal dan ekternal.

Page 68: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

66

WAWASAN

Media Auditor - Edisi 44 -Mei 2017

Kesimpulan Humas pemerintah harus mampu berperan maupun

melaksanakan tugas yang diemban untuk dapat menjembatani aspirasi atau keinginan stakeholder yang terkait dengan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah; mampu memberikan nasihat/sumbang saran untuk menanggapi apa yang menjadi kebijakan institusi saat ini; mampu menjalin hubungan baik antara Kementerian/Lembaga yang terkait. Tugas Utama Humas Pemerintahan antara lain : Mengamati dan mempelajari tentang hasrat, keinginan-keinginan dan aspirasi yang terdapat dalam masyarakat; untuk selanjutnya dikomunikasikan kepada seluruh pemangku kepentingan, secara transparan dan dapat dipertanggungjawabkan.

Penulis adalahPranata Humas Inspektorat Jenderal Kementan

Daftar Pustaka :1. Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia

Nomor : 106/Permentan/OT.140/9/2014 tentang Tata Kelola Kehumasan di Kementerian Pertanian

2. Artikel Komunikasi Krisis dalam Reformasi Birokrasi Kehumasan Pemerintah oleh Dedy Masry

3. Effective Public Relation1 oleh Joice G Gordon4. http://pemerintah.net/hambatan-dan-tantangan-

reformasi-birokrasi/5. PERMENPANRB Nomor 11 tahun 2015 tentang

Road Map Reformasi Birokrasi 2015-2019

Mengutip definisi humas oleh Joice J Gordon yang diintisarikan dalam buku Effective Public Relation1) humas seharusnya memiliki fungsi dan peran mempertahankan hubungan yang baik dan bermanfaat antara organisasi dengan publik. Gordon merangkum tugas-tugas seorang humas pemerintah sebagai berikut: Memberi informasi konstituen tentang aktivitas agen pemerintah; Memastikan kerjasama aktif dalam program pemerintah; voting, curbside recycling, dan juga kepatuhan kepada program aturan-kewajiban menggunakan sabuk pengaman, aturan dilarang merokok; Mendorong warga mendukung kebijakan dan program yang ditetapkan; sensus, program pengawasan keamanan lingkungan, kampanye penyadaran akan kesehatan personal, bantuan untuk upaya pertolongan bencana; Melayani sebagai advokat publik untuk administrator pemerintah; menyampaikan opini publik kepada pembuat keputusan, mengelola isu publik didalam organisasi serta meningkatkan aksesibilitas publik ke pejabat administrasi; Mengelola informasi internal; menyiapkan newsletter organisasi, pengumuman elektronik, dan isi dari dari situs internet organisasi untuk karyawan; Memfasilitasi hubungan media-menjaga hubungan dengan pers lokal; bertugas sebagai saluran untuk semua pertanyaan media; memberitahu pers tentang organisasi dan praktiknya serta kebijakannya.; membangun komunitas dan bangsa; menggunakan kampanye kesehatan publik dengan dukungan pemerintah dan program keamanan publik lainnya serta mempromosikan berbagai program sosial dan pembangunan.

Page 69: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

67

INFO MEDIA

Media Auditor - Edisi 44 - Mei 2017

WORKSHOP PENYELESAIAN ADMINISTRASI BAST DITJEN TANAMAN PANGAN DAN

DITJEN PRASARANA & SARANA PERTANIAN

Dalam rangka penataan asset Kementerian Pertanian Inspektorat Jenderal bekerjasama dengan Ditjen Tanaman Pangan dan Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian melaksanakan Workshop Penyelesaian BAST Alsintan pada Ditjen Tanaman Pangan dan Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian yang terkait dengan akun belanja MAK 526. Dalam hasil pemeriksaan BPK-RI tahun 2016 terhadap laporan keuangan Kementerian Pertanian, pengelolaan asset menjadi catatan khususunya lemahnya pengadiministrasian dan pengelolaan Alsintan. Untuk itu, kerjasama antara Ditjen Tanaman Pangan, Ditjen Prasarana dan Inspektorat Jenderal untuk merumuskan Sistem Informasi Manajemen (SIM) Pengelolaan Alsintan harus menjadi solusi bagi permasalahan tersebut. Dengan sistem informasi ini kelak tertib administrasi telah dimulai dari tingkat lapangan, selanjutnya ke tingkat kabupaten dan provinsi,

yang akhirnya bermuara ke server data di tingkat Kementerian Pertanian, Dengan data yang akurat dan tertib penyampaiannya, maka diharapkan akuntabilitas penyaluran alsintan oleh masing-masing unit Eselon I lingkup Kementan akan semakin meningkat.

Pada kesempatan Workshop ini, Alwi Munsyir Lubis selaku Inspektur II yang membawahi pengawasan pada Ditjen Tanaman Pangan dan Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian mengungkapkan bahwa Kementerian Pertanian menargetkan pencapaian Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK-RI diantaranya dengan mereviu semua data BAST Alsintan yang disalurkan oleh Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian dalam rangka meningkatkan dan memperbaiki tata kelola Alsintan pada unit Eselon I tersebut.

Kegiatan ini dilaksanakan selama 5 hari pada

Page 70: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

68

INFO MEDIA

Media Auditor - Edisi 44 -Mei 2017

tanggal 8 s.d 12 Februari 2016 di Hotel The Margo Depok yang dihadiri oleh seluruh auditor Inspektorat II dan Sekretariat Itjen serta staf dari Ditjen Tanaman Pangan dan staf Direktorat Alat dan Mesin Pertanian Ditjen PSP.

Melanjutkan kegiatan Workshop Penyelesaian BAST akun Belanja MAK 526 untuk Ditjen Tanaman Pangan dan Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian yang telah dilaksanakan selama 5 hari di Hotel The Margo Depok Jawa Barat tanggal 8 s.d 12 Februari 2016. Inspektorat selaku pengawas penataan dan penertiban asset Kementerian Pertanian membentuk tim gabungan untuk melakukan percepatan penyelesaian BAST yang belum terinput di tim Ditjen PSP maupun Ditjen TP. Dengan sasaran Provinsi yang belum melengkapi seluruh BAST antara lain provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, DIY, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, NTT, NTB, Bali, Bengkulu, Sumatera Barat, Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Papua. Kegiatan ini dilaksanakan mulai tanggal 13 s.d 18 Februari 2016.

Tahun ini Kementerian Pertanian harus menentukan target Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK-RI diantaranya dengan mereviu semua data BAST Alsintan yang disalurkan oleh Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian dalam rangka meningkatkan dan memperbaiki tata kelola Alsintan pada unit Eselon I lingkup Kementerian Pertanian menurut Alwi Munsyir Lubis selaku penanggung jawab Inspektorat II yang mengawal Ditjen Tanaman Pangan dan Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian. (Indrastari-HH).

Page 71: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

69

INFO MEDIA

Media Auditor - Edisi 44 - Mei 2017

Inspektur IV Optimis Capai Target UPSUS dengan Pompa Hidran

Bali (16/2) Inpektur IV, IGMN Kuswandana hadir memberikan pengarahan tentang Budaya Kerja pada Pelatihan Teknisi Alsintan. Pelatihan resmi dibuka oleh Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Provinsi Bali dan diikuti oleh peserta pelatihan dari 9 kabupaten/kota se Provinsi Bali. Pelatihan dilaksanakan sebagai tindaklanjut dari arahan IGMN Kuswandana saat pelaksanaan pengawalan Upaya Khusus Padi, Jagung, Kedelai (UPSUS PAJALE) di Kabupaten Tabanan pada 17 Januari 2017.

Kunjungan tersebut menjadi tugas pertama IGMN Kuswandana sebagai penanggungjawab UPSUS PAJALE Provinsi Bali, setelah dilaksanakannya serahterima dari penanggungjawab sebelumnya, Mat Syukur. Pada dialog yang dilakukan dengan petugas Kepala Balai Penyuluhan Pertanian dan Kepala UPTD tingkat kecamatan sekabupaten Tabanan dikemukakan permasalan dalam operasional dan perbengkelan/perawatan terkait dengan alsintan yang diterima oleh kelompok tani. Hal ini dikarenakan petani di Kabupaten Tabanan mayoritas sudah berusia diatas 40 tahun sehingga kurang terampil dalam operasional maupun perawatan alsintan. IGMN Kuswandana langsung berkoordinasi dengan Kepala Balai Besar Pelatihan Pertanian Ketindan

Malang, Adang Warya, agar segera menyelenggarakan pelatihan teknisi. Pelatihan dilaksanakan dengan pemberian materi dikelas dan pelatihan praktek di lapangan. Saat melakukan praktek di lapangan, IGMN Kuswandana juga melakukan dialog dengan kelompok tani terkait capaian UPSUS PAJALE. Pada dialog yang dilakukan, diketahui bahwa petani di Desa Antapan Kecamatan

Baturiti, Tabanan, Bali memiliki sistem pengairan dengan pompa air yang dibuat sendiri oleh petani. Pompa HIDRAN dibuat secara kreatif oleh petani tanpa menggunakan aliran listrik dan hanya menggunakan tenaga kompresi air. Pompa tersebut dapat mengangkat air dari kedalaman 100m dan mengairi kebun hortikultura sejauh 2700m dengan biaya hanya Rp. 40juta. IGMN Kuswandana yakin dengan adanya pompa ini akan mendukung pencapaian target UPSUS PAJALE di Kabupaten Tabanan. (Anggie-HH).

Page 72: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

70

INFO MEDIA

Media Auditor - Edisi 44 -Mei 2017

Jakarta (9/1) Bertempat di Ruang Ahmad Affandi Gedung B lantai I Kantor Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian, Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian menghadirkan Mr. Sugesti Indonesia, Aris Achmad Jaya pada Workshop Hypno Sugesti Fullday Training. Kegiatan ini diikuti oleh Inspektur Jenderal, Pejabat Eselon II dan Pejabat Fungsional Auditor sebanyak 30 orang. Workshop Hypno Sugesti Fullday bertujuan untuk membentuk karakter peserta serta meningkatkan keyakinan peserta dengan mengoptimalkan pikiran, perasaan, dan perbuatan menuju bahagia dan ridho Allah SWT. Kapasitas seseorang harus meningkat seiring dengan perkembangan karier, keilmuan dan teknologi saat ini. Kegiatan diisi dengan paparan motivasi dan praktek hypnotis dari Aris Achmad Jaya.

Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) harus mampu meningkatkan kapabilitasnya, salah

HYPNO SUGESTI TINGKATKAN KAPABILITAS APIP

satunya dengan membentengi diri dari segala bentuk Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) sehingga dapat menjalankan fungsinya secara optimal dan efektif. Sebagai APIP di lingkungan Kementerian Pertanian, Inspektorat Jenderal harus mampu memberikan keyakinan yang memadai atas ketaatan, kehematan, efisiensi, dan efektivitas pencapaian tujuan penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian Pertanian. Selain itu , APIP juga harus berperan dalam meningkatkan efektivitas manajemen risiko dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi, serta meningkatkan kualitas tata kelola penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi. Kegiatan Hypno Sugesti ini diharapkan akan mampu memberikan pemahaman baru serta meningkatkan kapabilitas peserta, khususnya soft skill menjadi lebih baik. (Anggie – HH).

Page 73: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

71

INFO MEDIA

Media Auditor - Edisi 44 - Mei 2017

Perkembangan teknologi informasi saat ini semakin pesat. Pemanfaatan teknologi informasi di lingkungan pemerintah saat ini dikenal dengan istilah e-government. Baik pemerintah pusat maupun daerah berlomba-lomba mengembangkan aplikasi e-government yang dinilai efisien dan efektif dalam meningkatkan kualitas layanan publik bagi masyarakat. Inspektorat Jenderal sebagai unit eselon I Kementerian Pertanian yang menjalankan fungsi pengawasan memandang perlu untuk memberikan dukungan melalui pemanfaatan teknologi informasi guna menunjang efektivitas dan efisiensi pengawasan melalui suatu sistem aplikasi yang dapat mempermudah dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.

Terdapat banyak program aplikasi yang bersifat aplikasi deskstop yang dapat dimanfaatkan dalam pengolahan data, misalnya aplikasi pengolah kata Microsoft Word, pengolah angka Microsoft Excel dan Microsoft Power point untuk menyajikan paparan dan ms. Access untuk pengolahan

IN HOUSE TRAINNING“ WEB PROGRAMMING MICROSOFT ACCESS

BASIC TO INTERMEDIATE”

database. Semua aplikasi tersebut tentu saja memiliki fungsi, kegunaan, manfaat, keunggulan/kelebihan, kekurangan/kelemahan masing-masing.

Microsoft Access merupakan program aplikasi basis data (database) yang berisi kumpulan informasi yang secara sistematik disimpan dalam computer sehingga dapat diperiksa oleh software computer untuk memperoleh informasi dari basis data tersebut. Database juga dapat diindentifikasikan sebagai arsip data berbentuk table yang saling relasi atau berhubungan sehingga menghasilkan informasi.

Fungsi/kegunaan utama dari MS. Access yaitu untuk menangani proses manipulasi data dan pembuatan sistem. Hadirnya MS Access dapat dimanfaatkan sebagai media untuk membuat aplikasi web dasar. Adapun fungsi lain dari program aplikasi ini antara lain :• Untuk membuat program aplikasi jumlah

pegawai

Page 74: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

72

INFO MEDIA

Media Auditor - Edisi 44 -Mei 2017

• Untuk membuat laporan keuangan• Untuk membuat program aplikasi gaji karyawan• Untuk membuat form Cost Sheet perjalanan

pegawai• Untuk membuat daftar hadir pegawai• Untuk membuat program aplikasi persediaan

barang, dan lain-lain

Menjawab tantangan perkembangan teknologi informasi, Inspektorat selain memberikan bekal pengetahuan terkait dengan pengelolaan database, dilakukan juga diklat web proggraming agar dapat menciptakan aplikasi online yang dapat dimanfaatkan dalam kegiatan pengawasan.

Sehingga pada kesempatan ini Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian melakukan In House Trainning mengenai Web Programming With Yii Framework dan Microsoft Access Basic to Intermediate bekerjasama dengan PT Nurul Fikri Cipta Inovasi. yang diselenggarakan pada tanggal 6-10 Maret 2017 bertempat di Kantor Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian. Kelas pelatihan dibagi menjadi 2 kelas yaitu kelas training Web Programming With PHP dan Microsoft Access dan dilaksanakan 2 sesi yaitu sesi pertama tanggal 6-7 Maret 2017 sedangkan untuk sesi kedua tanggal 8-9 Maret

2017. In House Training dibuka langsung oleh Inspektur Jenderal Kementerian Pertanian Justan Riduan Siahaan dan dihadiri oleh seluruh Inspektur I,II,III,dan IV, Direktur PT Nurul Fiktri Cipta Inovasi, Ahadiat serta 33 peserta lingkup Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian.

Justan Riduan Siahaan selaku Inspektur Jenderal, memberikan apresiasi penuh untuk kegiatan ini, beliau sangat mendukung in house training ini rangka mempersiapkan SDM Aparatur Pengawasan

yang memiliki kompetensi dan kapabilitas dalam penguasaan teknologi informasi sehingga Inspektorat Jenderal akan dapat mengefektifkan dan mengefisiensikan rencana-rencana kegiatan pengawasan sesuai dengan tugas dan fungsinya dengan standar yang sesuai dengan perkembangan teknologi terkini. (Indrastari-HH).

Page 75: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

73

INFO MEDIA

Media Auditor - Edisi 44 - Mei 2017

Pembinaan Mental dan Rohani bagi Pegawai Lingkup Inspektorat Jenderal

Kementerian Pertanian

Dalam rangka meningkatkan kapasitas sumber daya manusia (SDM) pegawai Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian, pada tanggal 11 Januari 2017 telah dilakukan pembinaan mental dan rohani bagi seluruh pegawai lingkup Inspektorat Jenderal dengan tema “Menumbuhkan Sikap Keteladanan untuk Pembangunan Harmonisasi dan Kepribadiaan yang Berintegritas”.

Pembinaan mental disampaikan oleh Ustad Zaenuddin MR. Dalam tauziahnya beliau menyampaikan tentang nikmat Allah SWT yang harus disyukuri, diantaranya dengan menggunakan waktu luang dan kondisi badan yang sehat untuk kegiatan yang bermanfaat, menghargai kepada yang memberikan nikmat dengan memperbanyak rasa syukur, melaksanakan dan memanfaatkan nikmat Allah SWT dengan melakukan perbuatan sesuai dengan maksud dan tujuan pemberi nikmat.

Untuk itu, dalam melaksanakan setiap pekerjaan, setiap pegawai harus dapat menjaga dan membina serta tidak meninggalkan jalinan hubungan pokok manusia, yaitu hubungan manusia dengan Tuhan sebagai Penciptanya (Habluminallah) dan hubungan sesama manusia atau masyarakat

sekelilingnya (Habluminanaash). Hubungan pokok tersebut harus disertai dengan niat yang baik, cara pelaksanaan yang baik dan memikirkan secara matang akibat-akibat yang ditimbulkan agar menghasilkan keluaran yang baik pula.

Acara di lanjutkan dengan Pelepasan Purnabakti Pegawai Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian Tahun 2016 dan pemberian kenang-kenangan dari Ikatan Auditor Internal Kementerian Pertanian (IAIKP) yang diserahkan langsung oleh Inspektur Jenderal Bpk. Justan Riduan Siahaan.

Purnabakti Itjentan Tahun 2016 antara lain Ir. Azis Hidajat, MM, Ir. Suprapto, M.Si, Ir. Edi Basuki, Ir. Bambang Darmawan, Ir. Rodiana Masulili, Ir. Suharno, HS, Isdiyanto, SH, Mugiyanto, SE, M.Si, Tabiah. (Desy - HH).

Page 76: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

74

INFO MEDIA

Media Auditor - Edisi 44 -Mei 2017

Rapat Kerja Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian

Tahun 2017

Kegiatan Rapat Kerja Inspektorat Jenderal Tahun 2017 dengan tema ”Tingkatkan Kapabilitas Pengawasan Intern Dengan Rekomendasi Strategis” telah dilaksanakan selama dua hari yaitu tanggal 3 dan 6 Januari 2017, bertempat di Hotel Haris, Sentul City, Bogor, Jawa Barat. Raker dibuka secara resmi oleh Inspektur Jenderal Kementerian Pertanian, Justan R. Siahaan, Ak, M.Acc, CIA, QA. Dalam sambutannya beliau menyampaikan bahwa kinerja Inspektorat Jenderal dapat dilihat dari dua cara pengukurannya, yaitu menitikberatkan pada tugas dan fungsi Itjen dan melaksanakan amanah dari Menteri Pertanian dalam membangun design pertanian serta sapu bersih pungutan liar (saber pungli). Tugas dan fungsi Itjen yaitu melaksanakan pengawasan intern yang meliputi penyiapan perumusan kebijakan pengawasan intern, melaksanakan pengawasan intern melalui audit, reviu, evaluasi, pemantauan dan pengawasan lainnya serta pelaksanaan pengawasan untuk tujuan tertentu atas penugasan Menteri Pertanian. Sedangkan peran internal audit berdasarkan Strategi Pemberantasan Korupsi Nasional (SPKN) Tahun 2002 yaitu sebagai unit kerja yang berperan sebagai assurance dan consultancy secara independen dan obyektif atas resiko dan kontrol jalannya pemerintahan bagi unit kerja lingkup Kementerian Pertanian. Assurance adalah peran internal audit untuk memberikan jaminan, sedangkan peran consultancy adalah peran internal audit dengan memberikan rekomendasi atas jalannya pemerintahan yaitu rekomendasi hasil audit.

Dalam rangka melaksanakan amanah Menteri Pertanian membangun design pertanian dan saber pungli, Inspektorat Jenderal telah melaksanakan pengawasan internal atas akuntabilitas program kedaulatan pangan, mewujudkan penerapan SPI lingkup Kementerian Pertanian secara efektif serta meningkatkan kapabilitas pengawasan internal Itjen dari level 2 ke level 3. Sejalan dengan hal ini, dalam kegiatan PROTANI, Inspektorat Jenderal dapat melibatkan stakeholder dalam pelayanan prima dengan pembentukan tunas integritas dan satgas pungli dalam rangka mewujudkan lumbung pangan dunia tahun 2045, dimana pada tahun 2016 skor Global Food Security Index (GFSI) 66, ditargetkan menjadi 60 pada

tahun 2020. Rencana Kerja dihadiri 160 orang terdiri yang

terdiri dari seluruh pejabat eselon II, pejabat struktural, perwakilan staf fungsional dan umum lingkup Inspektorat Jenderal, serta perwakilan dari Eselon 1 lainnya lingkup Kementerian Pertanian. Materi dalam Rencana Kerja terbagi dalam enam panel. Hari pertama terdiri dari Panel 1 membahas mengenai Telaahan Sejawat Hasil Audit APIP, Evaluasi dan Reviu SAKIP dan Reviu LK, Panel II membahas Audit BMN, Evaluasi Program dan Kebijakan serta Verifikasi Tagihan, Panel III membahas Pemantauan/Monitoring dan Audit Kinerja. Hari kedua Raker, terdiri dari Panel IV membahas Audit PBJ, Pengawalan, Evaluasi Pelayanan Publik, Panel V membahas Pengawasan Lainnya khususnya Workshop Itjentan dan Maturitas SPI, serta Panel VI membahas Rencana Pengawasan, Rencana Aksi IACM dan Ikhtisar Hasil Pengawasan. Acara dilanjutkan dengan pemberian materi dengan tema “Pembangunan Pertanian” oleh Kepala Biro Perencanaan Sekretariat Jenderal Bpk. Dr. Ir. Kasdi Subagyono, M.Sc. Dalam kesempatan Rapat Kerja Inspektorat Jenderal Tahun 2017 ini, beliau memberikan arahan terkait Program Pembangunan Pertanian Tahun 2017.

Kegiatan ini dinilai berhasil dengan terselesaikannya 16 draft pedoman kerja lingkup Inspektorat Jenderal yang meliputi 13 pedoman untuk Inspektorat dan 3 pedoman untuk Sekretariat. (Rakhmi Amaroh dan Desy - HH).

Page 77: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

75

INFO KESEHATAN

Media Auditor - Edisi 44 - Mei 2017

Kesemutan adalah sensasi tidak biasa yang melanda tubuh. Kondisi ini meliputi rasa kebas, terbakar, geli, tertusuk, maupun seperti merasakan sesuatu bergerak di atas kulit. Tua dan muda, semuanya pasti pernah merasakan kesemutan.

Sebenarnya, penyebab kesemutan sangat bervariasi. Baik yang singkat ataupun yang terjadi secara berkelanjutan. Namun pada hakikatnya, kesemutan menandakan adanya gangguan pada saraf.

Contoh kesemutan yang terjadi dalam waktu singkat adalah ketika anggota tubuh terus-menerus tertekan. Misalnya, saat duduk bersila terlalu lama, atau tertidur sambil menghimpit lengan.

Begitu pula saat seseorang mengalami napas pendek dan cepat (hiperventilasi). Pada kesemutan akibat kondisi ini, rasa tidak nyaman akan segera

Jangan Sepelekan Kesemutan, Ini Sebabnya

mereda ketika penyebab/tekanan dihilangkan.Namun, lain halnya jika kesemutan terjadi

secara berkelanjutan (kronis). Sebab, kesemutan kronis kerap menjadi gejala dari penyakit saraf atau gangguan saraf yang bersifat menetap. Berikut adalah 2 penyebab utamanya:

1. Gangguan yang langsung melibatkan saraf Migrain, stroke, radang pada saraf (myelitis),

radang otak (ensefalitis), tumor otak atau sumsum tulang belakang, penyakit kerusakan selubung saraf (multipel sklerosis), kerusakan saraf (neuropati), dan penyakit lupus adalah beberapa penyakit yang dapat menimbulkan keluhan kesemutan yang terjadi berkelanjutan.

2. Gangguan saraf sebagai komplikasi dari kondisi lain

Page 78: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

76

INFO KESEHATAN

Media Auditor - Edisi 44 -Mei 2017

Penyakit diabetes mellitus, kekurangan nutrisi, menopause, konsumsi alkohol, dehidrasi, herpes zoster, aterosklerosis, dan efek samping obat antikejang adalah beberapa kondisi yang juga menyebabkan kesemutan berkelanjutan.Pengobatan bagi penderita kesemutan kronis dapat meliputi penggunaan obat-obatan, latihan fisik, dan pemijatan. Namun yang paling penting dalam mengatasi kondisi ini adalah mengobati penyakit utama yang menjadi penyebabnya.

Terkejut? Siapa sangka, ternyata kesemutan tidak hanya disebabkan oleh hal sepele. Jadi, mulai saat ini, jika Anda kerap merasakan kesemutan, sebaiknya jangan tunda lagi untuk berkonsultasi dengan dokter. (Desy HH disarikan dari http://www.klikdokter.com/info-sehat/read/2911759/jangan-sepelekan-kesemutan)

Page 79: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

77

POJOK ANTI KORUPSI

Media Auditor - Edisi 44 - Mei 2017

Nilai AntiKorupsi9

Di Indonesia, korupsi seakan telah mengakar dan menjadi budaya, terlebih dalam birokrasi pemerin-tahan. Dampak buruk korupsi tergambar di kehidupan masyarakat, terlebih di kalangan masyarakat kelas bawah. Berbagai upaya telah dilakukan untuk memotong mata rantai korupsi, namun sampai saat ini korupsi masih terus menghantui. Jika terus dibiarkan, korupsi akan menghancurkan sistem perekonomian, sistem demokrasi, sistem politik, sistem hukum, sistem pemerintahan, dan tatanan so-sial kemasyarakatan. Untuk memberantas tuntas korupsi, ada 9 nilai antikorupsi yang harus dipahami setiap individu yaitu ;

Kejujuran dapat di definisikan sebagai sebuah tindakan maupun ucapan yang lurus, tidak berbohong dan tidak curang. Jujur merupakan salah satu nilai yang paling utama dalam anti korupsi, karena tanpa kejujuran seseorang tidak akan mendapat kepercayaan dalam berbagai hal, termasuk dalam kehidupan sosial. Bagi APIP, kejujuran sangat penting, terlebih saat melaksanakan tugas-tugas audit, misalnya tidak mencari-cari kesalahan dan tidak menerima gratifikasi dari satker.

Kepedulian dapat dilakukan terhadap lingkungan sekitar dan berbagai hal yang berkembang didalamn-ya. Nilai kepedulian sebagai APIP dapat diwujudkan dengan memberikan pendampingan bagi satker dalam pelaksanaan program agar penyimpangan dapat dihindarkan.

Di dalam beberapa buku pembelajaran, mandiri berarti tidak banyak bergantung kepada orang lain dalam berbagai hal. Kemandirian dianggap sebagai suatu hal yang penting harus dimiliki oleh seorang APIP, karena tanpa kemandirian APIP tidak akan mampu mengawasi kinerja satkernya dengan baik.

Disiplin ialah ketaatan atau kepatuhan kepada peraturan. Dengan kedisiplinan, seseorang dapat mem-peroleh keberhasilan dengan waktu yang lebih efisien. Kedisiplinan dapat diwujudkan antara lain dalam bentuk kemampuan mengatur waktu dengan baik, kepatuhan kepada seluruh peraturan dan ketentuan yang berlaku, mengerjakan segala sesuatu dengan tepat waktu, dan fokus pada pekerjaan

Page 80: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

78

POJOK ANTI KORUPSI

Media Auditor - Edisi 44 -Mei 2017

Seseorang yang memiliki tanggung jawab akan memiliki kecenderungan menyelesaikan tugas dengan lebih baik. Seseorang yang dapat menunaikan tanggung jawabnya sekecil apa-pun itu dengan baik akan mendapatkan kepercayaan dari orang lain. Sebagai APIP, penerapan nilai tanggung jawab sangat penting, salah satunya dapat diwujudkan dalam pelaksanaan tugas yang sesuai dengan KESA serta menjaga amanah dan kepercayaan yang diberikan pimpinan.

Kerja keras didasari dengan adanya kemauan. Di dalam kemauan terkandung keteladan, ketekunan, daya tahan, daya kerja, pendirian keberanian, ketabahan, keteguhan dan pantang mundur. Bekerja keras merupakan hal yang penting guna tercapainya hasil yang sesuai dengan target.

Keberanian dapat diwujudkan dalam bentuk berani mengatakan dan membela kebenaran, berani mengakui kesalahan, berani bertanggung jawab, dan sebagainya. Keberanian sangat diperlukan un-tuk mencapai kesuksesan dan keberanian akan semakin matang jika diiringi dengan keyakinan, serta keyakinan akan semakin kuat jika pengetahuannya juga kuat.

Dengan kesederhanaan, manusia dibiasakan untuk tidak hidup boros, tidak sesuai dengan kemam-puannya. Dengan kesederhanaan, seseorang juga dibina untuk memprioritaskan kebutuhan diatas ke-inginannya.

Keadilan dari sudut pandang bangsa Indonesia disebut juga keadilan sosial, secara jelas dicantumkan dalam pancasila sila ke-2 dan ke-5, serta UUD 1945. Keadilan adalah penilaian dengan memberikan kepada siapapun sesuai dengan apa yang menjadi haknya, yakni dengan bertindak proposional dan tidak melanggar hukum. (Referensi : www.kpk.go.id - Anggie HH)

Page 81: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

LINGKUNGAN PENGENDALIAN SPIPenegakan Integritas & Etika

Komitmen Terhadap Kompetensi

Kepemimpinan yang Kondusif

Struktur Organisasi yang Sesuai Kebutuhan

Pendelegasian Wewenang & Tanggung Jawab yang Tepat

Kebijakan yang Sehat Tentang Pembinaan SDM

Peran APIP yang Efektif

Hubungan Kerja yang Baik

Page 82: MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI …itjen.pertanian.go.id/assets/upload/files/Majalah_Auditor_44_lengkap.pdf · MENELISIK PERMASALAHAN ASET DAN STRATEGI PENYELESAIANNYA. 1

INSPEKTORAT JENDERAL KEMENTERIAN PERTANIANJl. Harsono RM No. 3 Ragunan Jakarta Selatan 12550 Telp. 021 - 78841733