mendidik dan menyucikan jiwa dengan tobat · pdf filebudaya jumat 13 september 2013 no. 0198 |...

1
JUMAT 13 SEPTEMBER 2013 NO. 0198 | TAHUN II 11 BUDAYA Menerima tulisan dalam ben- tuk opini, puisi, cerpen, dan resensi buku. Panjang tulisan 5000 karakter (opini dan cerpen) dan 3500 karakter (resensi buku). Tulisan dikirimkan de- ngan disertai foto terbaru ke alamat email Ko- ran Madura: [email protected] Redaksi A Pemimpin Redaksi Abrari (Non Aktif), Wakil Pemimpin Redaksi Zeinul Ubbadi, Redaktur Ahli M. Husein, Redaktur Pelaksana Abdur Rahem, M. Kamil Akhyari, Sekretaris Redaksi Benazir Nafilah, Tata Letak Didik Fatlurrahman, Novemri Habib Hamisi, Desain Grafis Ach. Sunandar, Khoiril Anwar, Fotografer Mahardika Surya Abriyanto (Non Aktif), Website Hairil Anwar, Biro Sumenep Hayat (Kepala) Syah A. Latief, Syamsuni, Junaidi, Biro Pamekasan G. Mujtaba (Kepala), Muhammad Fauzi, Biro Sampang Miftahul Ulum (Kepala), Ryan H, Junaidi, Holis, Biro Bangkalan Moh. Ridwan (Plt. Kepala), Doni Harianto, Biro Surabaya Ari Armadianto (Kepala), Hana Diman, Joeli Hidayati, Dedy Bashori, Biro Jakarta Gatti (Kepala), Satya, Cahyono, Willy Kontributor FL. Wati (Bali) Anwar Anggasoeta (Yogyakarta) Ahmad Sahidah (Malaysia), Manajer Pemasaran Moh. Rasul Accounting Ekskutif Husnan (Sumenep), Mohammad Muslim, (Pamekasan) G. A. Semeru (Surabaya) Penerbit PT. Koran Madura, Komisaris Rasul Djunaidi, Direktur Utama Abrari, Direktur Keuangan Fety Fathiyah, Alamat Redaksi Jl. Adirasa 07 Kolor Sumenep, email [email protected], [email protected], Telepon/Fax (0328) 6770024, No. Rekening BRI 009501000029560, NPWP 316503077608000 http://www.koranmadura.com/ | Wartawan Koran Madura dibekali ID Card (kartu pengenal) dan tidak diperkenankan menerima imbalan berupa apapun dari narasumber Mendekap Rinai Rindu Mendidik dan Menyucikan Jiwa dengan Tobat Oleh: Junaidi Khab* I bnu Athaillah berkata: “Wahai hamba, bertobatlah kepada Allah setiap waktu karena Allah memer- intahkanmu. Dia berfirman: “Ber- tobatlah kalian kepada Allah wahai orang-orang yang beriman agar kalian beruntung” (QS. al-Nur: 31). Dia juga berfirman: “Allah mencintai orang yang bertobat dan orang yang meny- ucikan diri” (QS. al-Baqarah: 222). Tobat berarti kembali. Jelasnya, kembali dari sesuatu yang tercela me- nurut syariat menuju sesuatu yang terpuji. Kembali kepada Allah setelah jauh dari-Nya akibat dosa dan mak- siat. Bagi peniti jalan akhirat, tobat adalah stasiun pertama. Bahkan, tobat adalah pintu masuk menapaki jalan ruhani. Karena sangat sering diucap- kan, maka tobat menjadi terabaikan. Padahal, setiap orang mesti mem- perhatikan tobat dan segala konsek- wensinya (Hal. 18). Melakukan tobat merupakan sesuatu hal yang sangat sulit dan be- rat untuk kita lakukan. Hal tersebut karena keangkuhan yang kita miliki dan selalu bersarang dalam jiwa ini. Sehingga untuk melakukan tobat alias kembali kepada jalan yang benar bu- kan hal yang mudah jika rasa angkuh dan benar sendiri tak mau lenyap dari jiwa. Buku ini sejatinya menyaji- kan beberapa langkah untuk mendidik jiwa. Salah satunya dengan melaku- kan tobat. Namun, dalam hal pemaknaan dan pengertian tentang tobat bukan ha- nya kembali dari sesuatu yang tercela menuju sesuatu yang terpuji. Kaitan- nya dalam hal ini tak lain juga, to- bat bisa diartikan meminta ampun baik kepada Allah Swt. dan mem- inta maaf kepada sesama manusia. Caranya dengan meninggalkan hal- hal tercela yang dilarang dan me- lakukan hal ter- puji yang diperin- tahkan oleh Allah Swt. alias bertakwa sepenuh hati. Se- dangkan hal perlu dilakukan ketika bertobat yaitu: menyesal atas per- buatannya, segera meninggalkan maksiat dan tidak mengulanginya lagi. Jika sudah de- mikian, hati akan segera bersih dan jiwa akan segera suci. Sehingga kekalutan dan kegaluan hidup bisa dibinasakan dengan mudah. Na- mun ada hal yang perlu diingat bahwa kita terkadang melupakan dosa-dosa dan kesalahan yang kecil karena itu dianggap tak tampak dan tak begitu berat tanggungan siksanya. Ini yang sangat dikhawatirkan. Dosa kecil menjadi besar ke- tika dilakukan ter- us-terusan. Kare- na itu, disebutkan dalam sebuah ri- wayat bahwa tidak ada dosa kecil jika dilakukan terus- terusan dan tidak ada dosa besar jika disertai istighfar/ minta maaf/berto- bat (Hal. 86). Karena sejat- inya ketika dosa atau salah kecil tak ditobati kare- na keangkuhan dan kesombongan, maka akan me- numpuk hingga besar sehingga sulit untuk men- dapat ampunan dari Allah Swt. Pada hakikatnya demikian, ketika dosa kecil dibiar- kan begitu saja, maka akan mem- besar. Sehingga tidak ada dosa ke- cil jika yang kecil terus-terusan ditumpuk. Begitu pula sebaliknya, tidak akan ada dosa besar jika secepat kilat kita melakukan tobat dan meminta ampunan. Itu akan lebih mulia dari pada dosa kecil yang ditu- mpuk hingga menyerupai dosa besar. Dituturkan oleh Ibnu ‘Athaillah bahwa hati yang baik tidak dilalaikan dari Allah oleh sesuatu yang baik. Jika ingin sembuhkan hatimu, keluarlah menuju medan tobat. Ubahlah kead- aanmu dari sebelumnya jauh dari Allah menjadi dekat kepada hadirat- Nya. Kenakan pakaian kerendahan dan kehinaan. Ketahuilah, hati dapat disembuhkan dari segala penyakitnya. Namun kau terus memenuhi perutmu dan membanggakan kegemukanmu. Kau tak ubahnya domba yang dige- mukkan untuk disembelih. Tidak sad- arkah sesungguhnya kau telah meny- embelih dirimu sendiri (Hal. 244). Buku tebal ini merupakan hidan- gan hangat bagi jiwa untuk melaku- kan introspeksi diri agar menyadari hal-hal hina yang kita kerjakan. Ber- bagai sari dan nutrisi di dalamnya akan menjadi suplemen bagi jalan tobat atas jiwa yang pesakitan aki- bat dosa kecil yang membesar dan dosa yang besar itu sendiri. Sehingga dengan pedoman buku ini, inisiatif untuk memperbaikinya akan terasa sangat mudah. Karena yang diulas dalam buku ini merupakan bentuk ka- jian mengenai penyucian jiwa dengan menguatkan tekad untuk bertobat atas dosa-dosa yang kecil, dan mem- inta ampunan, baik kepada Allah Swt. dan antarsesama manusia atas dosa besar yang pernah kita lakukan yang dibarengi dengan perbuatan baik dan ibadah-ibadah secara intens. *) Mahasiswa Jurusan Sastra Inggris Fakultas Adab IAIN Sunan Ampel Surabaya. L ewat air mata ini, kuselipkan do’a beserta harapan agar kau kembali. Do’a mungkin tidak selalu memperbaiki hati yang han- cur. Tetapi semoga mampu meng- ubahnya menjadi sumber kekuatan dan penenang kalbu. Dan aku masih menunggu kehadiranmu. Sungguh sangat dan berharap bahwa jarak ini hanyalah sekedar sebuah kata yang dapat dihilangkan begitu saja. Tapi kenyataan membuyarkan anganku. Aku tak bisa meraihmu. Aku tak bisa.. walaupun sekejap saja. Namun aku tiada henti berharap, kelak aku bisa genggam tanganmu dan buat dunia cemburu. Aku jaga semuanya, keper- cayaanmu. Dan aku setia di sini hanya untuk kamu. Menjaga hati dan per- asaanku. Jarak ini tak akan mengubah besarnya perasaanku padamu. Meski aku tak bisa menatapmu begitu aku merindumu. Hujan sedikit demi sedikit mulai reda. Matahari menyela di rintikan hu- jan yang masih tersisa. Kuyupan hujan yang semula, menyisakan air di kelopak bunga-bunga dan dedaunan. Aku duduk memandangi rintik hujan yang mulai menghilang, sambil memanggul banyak kenangan. Tiba-tiba cairan bening yang semula menggantung di kelopak mata mulai menetes. Pikiranku langsung terbang jauh ke masa lalu. Memutar kembali sebuah kisah. Kisah yang terpatri kuat di dalam hati. *** “Jihad lewat intelektual!!! Karena kita adalah mahasiswa yang terga- bung dalam Forum Mahasiswa Inte- lektual” kata lelaki muda bertubuh tegap itu dengan suara lantang. Telunjuknya lurus teracung tinggi ke udara. Sorot matanya berkilat-kilat menikam kami satu-persatu. Wa- jahnya serius, seakan mengerahkan segenap tenaganya untuk menakluk- kan jiwa kami. Tapi aku tahu, mata lelaki yang sebenarnya meneduh- kan ini tidak sedang kesetanan. Dia enerjik membagi energi positif yang membara kepada kami, anggota baru yang bergabung dalam Forum Maha- siswa Intelektual, atau teman-teman yang lain lebih sering menyebutnya FMI. Dengan wajah berseri-seri dan senyum sumringah, lelaki ini me- natap kami sembari berkata dengan tenang “selamat bergabung adik-adik, dan selamat berproses. Babak baru perjuangan kalian baru dimulai”. Sontak tepuk tangan yang hadir riuh mengepung aula. Lelaki itu menutup sambutannya. Aku masih terper- angah. Bola matanya yang lincah memancarkan sinar kecerdasan. Melihat kepiawaiannya berbicara, ada decak kagum yang melintas di hatiku. Ku lihat di dada sebelah kiri jasnya tertera sebuah nama: Arif – Sekretaris FMI. Shubhanallah... Hari-hari berlalu tanpa pamit. Tanpa terasa sudah seminggu aku aktif di FMI. Selain aktif kuliah aku ingin berkecimpung di dunia organ- isasi. Dan kurasa FMI adalah pilihan tepat. Aku senang dengan programn- ya. Ada komunitas pecinta buku, yang dapat menyalurkan hobi membacaku. Dunia kepenulisan, yang mengajariku betapa pentingnya menulis. Serta fo- rum diskusi yang tentunya membuat- ku selalu belajar. Aku merasa punya tantangan baru. Sebab sebelumnya aku tak pernah menulis. Diskusipun menjadi hal yang amat kubenci. Tapi, FMI membuatku serasa memasuki dunia baru. Malampun hadir dengan iringan hujan. Aku meringkuk di atas kasur setelah puas menyeruput teh hangat buatan ibu. Entah mengapa bosan seketika menyergapku. Karena hujan- kah? Entahlah, yang pasti aku tetap meringkuk di balut selimut tebal. Tiba-tiba handphone-ku berder- ing. “halo” sebuah suara diseberang sana menyapaku. Aku tak mengenali nomor itu. “ya, siapa?” tanyaku de- ngan nada sedikit jutek. Arif rupanya. Ketika kutanya ada apa, dia iseng menjawab hanya sekedar ingin tau aktivitasku malam ini. Kaget saja, tiba-tiba dia menelphonku. Sebe- lumnya tak pernah sekalipun dia menghubungiku atau untuk seke- dar SMS saja, tidak pernah. Dalam keseharianpun kami tak banyak bicara. Dia hanya tersenyum kecil ketika berpapasan denganku, atau hanya sekedar menyapa. Akhirnya kamipun ngobrol sampai tak terasa waktu memintaku untuk segera tidur. Ini adalah kali pertama dia meng- hubungiku, dan sejak saat itulah kami semakin akrab. Hampir setiap malam dia menghubungiku. Hanya sekedar menyapa atau bahkan tak jarang kami bertukar pikiran melanjutkan diskusi yang sempat terjadi di agenda FMI. *** Pertemuanku dengannya akhir- akhir ini meninggalkan sebuah rasa yang sulit kugambarkan. Sama sekali tak pernah terbayang bagaimana jika kelak aku jatuh cinta padanya. Tapi benar kata pujangga, cinta bukanlah suatu rencana yang bisa kita agenda- kan untuk jatuh cinta pada siapa hari ini, serta hari esok. Cinta bukan pula pilihan, yang bisa sesuka hati mencinta atau bahkan menolak untuk jatuh cinta di hari ini dan hari selanjutnya. Sebab kita tak pernah berkuasa atas hati. Maka pintaku hanya satu “ya Allah.. semoga apa yang aku rasakan hari ini tidak mengundang murkaMu. Jika tak Kau izinkan aku menyentuh hatinya, maka lemparkanlah jauh pandangan- nya dari hadapanku. Tapi ya Allah.. dekatkanlah aku pada cinta yang dekat dengan hati_Mu”. Sampai suatu hari gemparlah sebuah berita yang mengabarkan kedekatanku dengan Arif. Mulanya aku menanggapi dengan cuek. Tapi lama-lama risih juga mendengar pernyataan-pernyataan tak enak yang menjejali telinga. “Berhati-hatilah dengan cinta. Terlebih lagi dengan orang yang ber- beda ideologi”. Mereka menyebut tentang per- bedaan ideologi. Apa maksud mereka? Aku tak mengerti. Yang aku tau justru dengan perbedaan kita bisa bersatu dan saling melengkapi. Memang sudah jadi rahasia umum tentang perbedaan ideologi yang dianut Arif seorang diri. Aku tak mengerti dan tak ingin mengerti. Sebab, hubunganku dengan- nya baik-baik saja. Selalu ada hal positif yang kudapat darinya. Bukankah ada yang berkata “apa yang membuatmu bahagia, pertahankan !”, jadi tak salah bukan jika aku dekat dengannya??? Karena hanya sebuah alasan, “aku bahagia”. Namun lama-lama aku merasa terpojok. Tak kuasa menjawab tanya mereka seputar hubunganku, serta menanggapi tatapan-tatapan sinis yang tak jarang melukai perasaan. Ini duniaku, hatiku, dan perasaanku. Tak pantas rasanya jika semua orang mencibir. Toh, kita punya jalan hidup yang berbeda-beda. Nelangsa, mencintai tapi seperti diintai, ingin bergerak tapi tak sebebas yang ku mau. Akupun pasrah pada keadaan. *) Penikmat Sastra, Tinggal di Kec Lenteng Kab Sumenep - Madura Ingin sekali aku berteriak sekeras petir, agar hilang se- mua sesak yang menusuk hati. Ingin pula ku menangis sederas hujan, agar perih ini hanyut bersama aliran air. Ini bukan tentang keputusanmu untuk menjauhiku, bukan karena kepergianmu. Tapi yang mem- buatku benar-benar terpuruk adalah kenyataan bahwa ke- hilanganmu sungguh mereng- gut bahagiaku. Cerpen : Indina Zulfa Ilahy* Puisi: Malihatul Ulfah DETAK BURAM Dan yang meresahkan Ia tak pernah menanpakkan wajahnya dalam kebimbangan waktu yang ditimbang diingat dan dibaca berulang-ulang diantara kecemasan dan hati tak menentu. Ia mampu membuatku gila akhir-akhir ini Kamar inap mambaul Bumi Permata, 28 Juni 2013 GERAI ITU Kepada Mbak Chaca-ku Esok, dipagi buta aku ingin bermandi gerimis dengan rambut terurai Habis hari sekian membelenggu dan lelaki sunyi yang menirai sebelah hati, Menghilang beberapa tahun tak berjejak Aku ingin melihat rambut itu bergerai kembali, sehabis mandi dan terjaga, katanya. Putar masa mengantar hari pada sepi Serpihan hati yang dilupakan Meninggalkan sapa_menyimpan kata Dalam dada berkalut. Dan tentang hati yang menepi ke kampung sebelah Lebih sunyi Lebih rindang Dan menimbun rindu. Gerai perempuan dibiar berurai sepanjang hari Dibelai semilir hilir dari berbagai arah tak tertentu Habis kusut, datanglah pucat Dan kini tak kau ketahui mulai panjang menunggu kau pulang Kau potong. Kos-kosan, 25 Agustus 2013. DI RUANG 13 Semoga tak berwajah muram dan mata melotot. Pertemuan yang kesekian kali, disini. Selamat berjumpa kembali, bu. Di ruang dan waktu yang berbeda Mari mencoba memeluk suka meski dipaksa; kau meng- ingat namaku dan aku mengingat nama matakuliyahmu Bila perlu pahat di relung sendiri. Belajar membuka diri dan bertelanjang Biar kita tau dada sendiri Kaupun harus belajar mencintai tingkah lakuku Dan aku mencintai tugas-tugas yang kaku Barangkali akhirnya kita bersahabat Mati. Pamekasan, 2013 Alumni MA Mambaul Ulum Gapura.Kini menerus- kan di STAIN Pamekasan. Aktif di Sanggar Batton dan teater Fataria. Bertempat tinggal di Poteran Talango, Sumenep.

Upload: lydien

Post on 06-Feb-2018

222 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Mendidik dan Menyucikan Jiwa dengan Tobat · PDF fileBUDAYA JUMAT 13 SEPTEMBER 2013 NO. 0198 | TAHUN II 11 Menerima tulisan dalam ben-tuk opini, puisi, cerpen, dan resensi buku. Panjang

JUMAT 13 SEPTEMBER 2013 NO. 0198 | TAHUN II 11BUDAYA

Menerima tulisan dalam ben-tuk opini, puisi, cerpen, dan

resensi buku. Panjang tulisan 5000 karakter (opini dan cerpen) dan 3500

karakter (resensi buku). Tulisan dikirimkan de-ngan disertai foto terbaru ke alamat email Ko-ran Madura: [email protected]

Redaksi

APemimpin Redaksi Abrari (Non Aktif), Wakil Pemimpin Redaksi Zeinul Ubbadi, Redaktur Ahli M. Husein, Redaktur Pelaksana Abdur Rahem, M. Kamil Akhyari, Sekretaris Redaksi Benazir Nafilah, Tata Letak Didik Fatlurrahman, Novemri Habib Hamisi, Desain Grafis Ach. Sunandar, Khoiril Anwar, Fotografer Mahardika Surya Abriyanto (Non Aktif), Website Hairil Anwar, Biro Sumenep Hayat (Kepala) Syah A. Latief, Syamsuni, Junaidi, Biro Pamekasan G. Mujtaba (Kepala), Muhammad Fauzi, Biro Sampang Miftahul Ulum (Kepala), Ryan H, Junaidi, Holis, Biro Bangkalan Moh. Ridwan (Plt. Kepala), Doni Harianto, Biro Surabaya Ari Armadianto (Kepala), Hana Diman, Joeli Hidayati, Dedy Bashori, Biro Jakarta Gatti (Kepala), Satya, Cahyono, Willy Kontributor FL. Wati (Bali) Anwar Anggasoeta (Yogyakarta) Ahmad Sahidah (Malaysia), Manajer Pemasaran Moh. Rasul Accounting Ekskutif Husnan (Sumenep), Mohammad Muslim, (Pamekasan) G. A. Semeru (Surabaya) Penerbit PT. Koran Madura, Komisaris Rasul Djunaidi, Direktur Utama Abrari, Direktur Keuangan Fety Fathiyah, Alamat Redaksi Jl. Adirasa 07 Kolor Sumenep, email [email protected], [email protected], Telepon/Fax (0328) 6770024, No. Rekening BRI 009501000029560, NPWP 316503077608000 http://www.koranmadura.com/ | Wartawan Koran Madura dibekali ID Card (kartu pengenal) dan tidak diperkenankan menerima imbalan berupa apapun dari narasumber

Mendekap Rinai Rindu

Mendidik dan Menyucikan Jiwa dengan TobatOleh: Junaidi Khab*

Ibnu Athaillah berkata: “Wahai hamba, bertobatlah kepada Allah setiap waktu karena Allah memer-

intahkanmu. Dia berfirman: “Ber-tobatlah kalian kepada Allah wahai orang-orang yang beriman agar kalian beruntung” (QS. al-Nur: 31). Dia juga berfirman: “Allah mencintai orang yang bertobat dan orang yang meny-ucikan diri” (QS. al-Baqarah: 222).

Tobat berarti kembali. Jelasnya, kembali dari sesuatu yang tercela me-nurut syariat menuju sesuatu yang terpuji. Kembali kepada Allah setelah jauh dari-Nya akibat dosa dan mak-siat. Bagi peniti jalan akhirat, tobat adalah stasiun pertama. Bahkan, tobat adalah pintu masuk menapaki jalan ruhani. Karena sangat sering diucap-kan, maka tobat menjadi terabaikan. Padahal, setiap orang mesti mem-perhatikan tobat dan segala konsek-wensinya (Hal. 18).

Melakukan tobat merupakan sesuatu hal yang sangat sulit dan be-rat untuk kita lakukan. Hal tersebut karena keangkuhan yang kita miliki dan selalu bersarang dalam jiwa ini. Sehingga untuk melakukan tobat alias kembali kepada jalan yang benar bu-kan hal yang mudah jika rasa angkuh dan benar sendiri tak mau lenyap dari jiwa. Buku ini sejatinya menyaji-kan beberapa langkah untuk mendidik jiwa. Salah satunya dengan melaku-kan tobat.

Namun, dalam hal pemaknaan dan pengertian tentang tobat bukan ha-nya kembali dari sesuatu yang tercela menuju sesuatu yang terpuji. Kaitan-

nya dalam hal ini tak lain juga, to-bat bisa diartikan meminta ampun baik kepada Allah Swt. dan mem-inta maaf kepada sesama manusia. Caranya dengan meninggalkan hal-hal tercela yang dilarang dan me-lakukan hal ter-puji yang diperin-tahkan oleh Allah Swt. alias bertakwa sepenuh hati. Se-dangkan hal perlu dilakukan ketika bertobat yaitu: menyesal atas per-buatannya, segera m e n i n g g a l k a n maksiat dan tidak m e n g u l a n g i n y a lagi.

Jika sudah de-mikian, hati akan segera bersih dan jiwa akan segera suci. Sehingga kekalutan dan kegaluan hidup bisa dibinasakan dengan mudah. Na-mun ada hal yang perlu diingat bahwa kita terkadang melupakan dosa-dosa dan kesalahan yang kecil karena itu dianggap tak tampak dan tak begitu berat tanggungan siksanya. Ini yang sangat dikhawatirkan. Dosa kecil

menjadi besar ke-tika dilakukan ter-us-terusan. Kare-na itu, disebutkan dalam sebuah ri-wayat bahwa tidak ada dosa kecil jika dilakukan terus-terusan dan tidak ada dosa besar jika disertai istighfar/minta maaf/berto-bat (Hal. 86).

Karena sejat-inya ketika dosa atau salah kecil tak ditobati kare-na keangkuhan dan kesombongan, maka akan me-numpuk hingga besar sehingga sulit untuk men-dapat ampunan dari Allah Swt. Pada hakikatnya demikian, ketika dosa kecil dibiar-kan begitu saja, maka akan mem-besar. Sehingga tidak ada dosa ke-cil jika yang kecil

terus-terusan ditumpuk. Begitu pula sebaliknya, tidak akan ada dosa besar jika secepat kilat kita melakukan tobat dan meminta ampunan. Itu akan lebih mulia dari pada dosa kecil yang ditu-mpuk hingga menyerupai dosa besar.

Dituturkan oleh Ibnu ‘Athaillah

bahwa hati yang baik tidak dilalaikan dari Allah oleh sesuatu yang baik. Jika ingin sembuhkan hatimu, keluarlah menuju medan tobat. Ubahlah kead-aanmu dari sebelumnya jauh dari Allah menjadi dekat kepada hadirat-Nya. Kenakan pakaian kerendahan dan kehinaan. Ketahuilah, hati dapat disembuhkan dari segala penyakitnya. Namun kau terus memenuhi perutmu dan membanggakan kegemukanmu. Kau tak ubahnya domba yang dige-mukkan untuk disembelih. Tidak sad-arkah sesungguhnya kau telah meny-embelih dirimu sendiri (Hal. 244).

Buku tebal ini merupakan hidan-gan hangat bagi jiwa untuk melaku-kan introspeksi diri agar menyadari hal-hal hina yang kita kerjakan. Ber-bagai sari dan nutrisi di dalamnya akan menjadi suplemen bagi jalan tobat atas jiwa yang pesakitan aki-bat dosa kecil yang membesar dan dosa yang besar itu sendiri. Sehingga dengan pedoman buku ini, inisiatif untuk memperbaikinya akan terasa sangat mudah. Karena yang diulas dalam buku ini merupakan bentuk ka-jian mengenai penyucian jiwa dengan menguatkan tekad untuk bertobat atas dosa-dosa yang kecil, dan mem-inta ampunan, baik kepada Allah Swt. dan antarsesama manusia atas dosa besar yang pernah kita lakukan yang dibarengi dengan perbuatan baik dan ibadah-ibadah secara intens.

*) Mahasiswa Jurusan Sastra Inggris Fakultas Adab IAIN Sunan Ampel

Surabaya.

Lewat air mata ini, kuselipkan do’a beserta harapan agar kau kembali. Do’a mungkin tidak

selalu memperbaiki hati yang han-cur. Tetapi semoga mampu meng-ubahnya menjadi sumber kekuatan dan penenang kalbu. Dan aku masih menunggu kehadiranmu. Sungguh sangat dan berharap bahwa jarak ini hanyalah sekedar sebuah kata yang dapat dihilangkan begitu saja. Tapi kenyataan membuyarkan anganku. Aku tak bisa meraihmu. Aku tak bisa.. walaupun sekejap saja. Namun aku tiada henti berharap, kelak aku bisa genggam tanganmu dan buat dunia cemburu. Aku jaga semuanya, keper-cayaanmu. Dan aku setia di sini hanya untuk kamu. Menjaga hati dan per-asaanku. Jarak ini tak akan mengubah besarnya perasaanku padamu. Meski aku tak bisa menatapmu begitu aku merindumu.

Hujan sedikit demi sedikit mulai reda. Matahari menyela di rintikan hu-jan yang masih tersisa. Kuyupan hujan yang semula, menyisakan air di kelopak bunga-bunga dan dedaunan. Aku duduk memandangi rintik hujan yang mulai menghilang, sambil memanggul banyak kenangan. Tiba-tiba cairan bening yang semula menggantung di kelopak mata mulai menetes. Pikiranku langsung terbang jauh ke masa lalu. Memutar kembali sebuah kisah. Kisah yang terpatri kuat di dalam hati.

***“Jihad lewat intelektual!!! Karena

kita adalah mahasiswa yang terga-bung dalam Forum Mahasiswa Inte-lektual” kata lelaki muda bertubuh tegap itu dengan suara lantang. Telunjuknya lurus teracung tinggi ke

udara. Sorot matanya berkilat-kilat menikam kami satu-persatu. Wa-jahnya serius, seakan mengerahkan segenap tenaganya untuk menakluk-kan jiwa kami. Tapi aku tahu, mata lelaki yang sebenarnya meneduh-kan ini tidak sedang kesetanan. Dia enerjik membagi energi positif yang membara kepada kami, anggota baru yang bergabung dalam Forum Maha-siswa Intelektual, atau teman-teman yang lain lebih sering menyebutnya FMI. Dengan wajah berseri-seri dan senyum sumringah, lelaki ini me-natap kami sembari berkata dengan tenang “selamat bergabung adik-adik, dan selamat berproses. Babak baru perjuangan kalian baru dimulai”. Sontak tepuk tangan yang hadir riuh mengepung aula. Lelaki itu menutup sambutannya. Aku masih terper-angah. Bola matanya yang lincah memancarkan sinar kecerdasan. Melihat kepiawaiannya berbicara, ada decak kagum yang melintas di hatiku. Ku lihat di dada sebelah kiri jasnya tertera sebuah nama: Arif – Sekretaris FMI. Shubhanallah...

Hari-hari berlalu tanpa pamit. Tanpa terasa sudah seminggu aku aktif di FMI. Selain aktif kuliah aku ingin berkecimpung di dunia organ-isasi. Dan kurasa FMI adalah pilihan tepat. Aku senang dengan programn-ya. Ada komunitas pecinta buku, yang dapat menyalurkan hobi membacaku. Dunia kepenulisan, yang mengajariku betapa pentingnya menulis. Serta fo-rum diskusi yang tentunya membuat-ku selalu belajar. Aku merasa punya

tantangan baru. Sebab sebelumnya aku tak pernah menulis. Diskusipun menjadi hal yang amat kubenci. Tapi, FMI membuatku serasa memasuki dunia baru.

Malampun hadir dengan iringan hujan. Aku meringkuk di atas kasur setelah puas menyeruput teh hangat buatan ibu. Entah mengapa bosan seketika menyergapku. Karena hujan-kah? Entahlah, yang pasti aku tetap meringkuk di balut selimut tebal. Tiba-tiba handphone-ku berder-ing. “halo” sebuah suara diseberang sana menyapaku. Aku tak mengenali nomor itu. “ya, siapa?” tanyaku de-ngan nada sedikit jutek. Arif rupanya. Ketika kutanya ada apa, dia iseng menjawab hanya sekedar ingin tau aktivitasku malam ini. Kaget saja, tiba-tiba dia menelphonku. Sebe-lumnya tak pernah sekalipun dia menghubungiku atau untuk seke-dar SMS saja, tidak pernah. Dalam keseharianpun kami tak banyak bicara. Dia hanya tersenyum kecil ketika berpapasan denganku, atau hanya sekedar menyapa. Akhirnya kamipun ngobrol sampai tak terasa waktu memintaku untuk segera tidur. Ini adalah kali pertama dia meng-hubungiku, dan sejak saat itulah kami semakin akrab. Hampir setiap malam dia menghubungiku. Hanya sekedar menyapa atau bahkan tak jarang kami bertukar pikiran melanjutkan diskusi yang sempat terjadi di agenda FMI.

***Pertemuanku dengannya akhir-

akhir ini meninggalkan sebuah rasa

yang sulit kugambarkan. Sama sekali tak pernah terbayang bagaimana jika kelak aku jatuh cinta padanya. Tapi benar kata pujangga, cinta bukanlah suatu rencana yang bisa kita agenda-kan untuk jatuh cinta pada siapa hari ini, serta hari esok. Cinta bukan pula pilihan, yang bisa sesuka hati mencinta atau bahkan menolak untuk jatuh cinta di hari ini dan hari selanjutnya. Sebab kita tak pernah berkuasa atas hati. Maka pintaku hanya satu “ya Allah.. semoga apa yang aku rasakan hari ini tidak mengundang murkaMu. Jika tak Kau izinkan aku menyentuh hatinya, maka lemparkanlah jauh pandangan-nya dari hadapanku. Tapi ya Allah.. dekatkanlah aku pada cinta yang dekat dengan hati_Mu”.

Sampai suatu hari gemparlah sebuah berita yang mengabarkan kedekatanku dengan Arif. Mulanya aku menanggapi dengan cuek. Tapi lama-lama risih juga mendengar pernyataan-pernyataan tak enak yang menjejali telinga.

“Berhati-hatilah dengan cinta. Terlebih lagi dengan orang yang ber-beda ideologi”.

Mereka menyebut tentang per-bedaan ideologi. Apa maksud mereka? Aku tak mengerti. Yang aku tau justru dengan perbedaan kita bisa bersatu dan saling melengkapi. Memang sudah jadi rahasia umum tentang perbedaan ideologi yang dianut Arif seorang diri. Aku tak mengerti dan tak ingin mengerti. Sebab, hubunganku dengan-nya baik-baik saja. Selalu ada hal positif yang kudapat darinya. Bukankah ada yang berkata “apa yang membuatmu bahagia, pertahankan !”, jadi tak salah bukan jika aku dekat dengannya??? Karena hanya sebuah alasan, “aku bahagia”.

Namun lama-lama aku merasa terpojok. Tak kuasa menjawab tanya mereka seputar hubunganku, serta menanggapi tatapan-tatapan sinis yang tak jarang melukai perasaan. Ini duniaku, hatiku, dan perasaanku. Tak pantas rasanya jika semua orang mencibir. Toh, kita punya jalan hidup yang berbeda-beda. Nelangsa, mencintai tapi seperti diintai, ingin bergerak tapi tak sebebas yang ku mau. Akupun pasrah pada keadaan.

*) Penikmat Sastra, Tinggal di Kec Lenteng Kab Sumenep - Madura

Ingin sekali aku berteriak sekeras petir, agar hilang se-mua sesak yang menusuk hati. Ingin pula ku menangis sederas hujan, agar perih ini hanyut bersama aliran air. Ini bukan tentang keputusanmu untuk menjauhiku, bukan karena kepergianmu. Tapi yang mem-buatku benar-benar terpuruk adalah kenyataan bahwa ke-hilanganmu sungguh mereng-gut bahagiaku.

Cerpen : Indina Zulfa Ilahy*Puisi: Malihatul Ulfah

DETAK BURAM

Dan yang meresahkanIa tak pernah menanpakkan wajahnyadalam kebimbangan waktu yang ditimbangdiingat dan dibaca berulang-ulangdiantara kecemasan dan hati tak menentu.Ia mampu membuatku gila akhir-akhir iniKamar inap mambaul

Bumi Permata, 28 Juni 2013

GERAI ITUKepada Mbak Chaca-ku

Esok, dipagi buta aku ingin bermandi gerimis dengan rambut teruraiHabis hari sekian membelenggu dan lelaki sunyi yang menirai sebelah hati,Menghilang beberapa tahun tak berjejak Aku ingin melihat rambut itu bergerai kembali, sehabis mandi dan terjaga, katanya.

Putar masa mengantar hari pada sepiSerpihan hati yang dilupakanMeninggalkan sapa_menyimpan kataDalam dada berkalut.Dan tentang hati yang menepi ke kampung sebelahLebih sunyiLebih rindangDan menimbun rindu.

Gerai perempuan dibiar berurai sepanjang hariDibelai semilir hilir dari berbagai arah tak tertentuHabis kusut, datanglah pucatDan kini tak kau ketahui mulai panjang menunggu kau pulang Kau potong.

Kos-kosan, 25 Agustus 2013.

DI RUANG 13

Semoga tak berwajah muram dan mata melotot.Pertemuan yang kesekian kali, disini.Selamat berjumpa kembali, bu.Di ruang dan waktu yang berbedaMari mencoba memeluk suka meski dipaksa; kau meng-ingat namaku dan aku mengingat nama matakuliyahmu

Bila perlu pahat di relung sendiri.Belajar membuka diri dan bertelanjangBiar kita tau dada sendiriKaupun harus belajar mencintai tingkah lakukuDan aku mencintai tugas-tugas yang kakuBarangkali akhirnya kita bersahabatMati.

Pamekasan, 2013

Alumni MA Mambaul Ulum Gapura.Kini menerus-kan di STAIN Pamekasan. Aktif di Sanggar Batton

dan teater Fataria. Bertempat tinggal di Poteran Talango, Sumenep.