mencegah penyebaran bakteri tifus di indonesia dengan tsm

16
PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit Tifus atau Demam Tifoid (bahasa Inggris: Typhoid fever) yang biasa juga disebut tifus, merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica, khususnya turunannya yaitu Salmonella Typhi terutama menyerang bagian saluran pencernaan. Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang selalu ada di masyarakat (endemik) di Indonesia, mulai dari usia balita, anak-anak dan dewasa. Menurut keterangan dr. Arlin Algerina, SpA, dari RS Internasional Bintaro, di Indonesia, diperkirakan antara 800 – 100.000 orang terkena penyakit tifus atau demam tifoid sepanjang tahun. Demam ini terutama muncul di musim kemarau dan konon anak perempuan lebih sering terserang, peningkatan kasus saat ini terjadi pada usia dibawah 5 tahun. Penyakit ini menular melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi kuman tifus ini. Tinja yang mengandung kuman tifus ini mencemari air untuk minum maupun untuk masak dan mencuci makanan. Dapat juga disebabkan karena makanan tersebut disajikan oleh seorang penderita tifus laten (tersembunyi) yang kurang menjaga kebersihan saat memasak. Seseorang dapat membawa kuman tifus dalam saluran pencernaanya tanpa sakit. Ini yang disebut dengan penderita laten. Penderita ini dapat menularkan penyakit tifus ini ke banyak orang apalagi jika dia bekerja dalam menyajikan makanan bagi banyak orang seperti tukang masak di restoran. Penyakit ini menular melalui air dan makanan yang tercemar oleh air seni dan kotoran penderita. Penularan penyakit tifus terutama dilakukan oleh lalat. Dunia saat ini melirik metode pemberantasan hama dengan bioinsektisida, selain murah dan efektif, pemberantasan hama dengan cara ini tidak merusak lingkungan karena pada dasarnya metode ini berasal dari lingkungan itu sendiri. Salah satu contoh dari metode bioinsektisida yaitu Teknik Serangga Mandul (TSM), dengan konsep yang sama teknik ini diharapkan dapat diterapkan dalam pemberantasan 1

Upload: muhammad-nur-shaffrial

Post on 13-Aug-2015

63 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

bahan

TRANSCRIPT

Page 1: Mencegah Penyebaran Bakteri Tifus Di Indonesia Dengan TSM

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penyakit Tifus atau Demam Tifoid (bahasa Inggris: Typhoid fever) yang biasa juga disebut tifus, merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica, khususnya turunannya yaitu Salmonella Typhi terutama menyerang bagian saluran pencernaan. Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang selalu ada di masyarakat (endemik) di Indonesia, mulai dari usia balita, anak-anak dan dewasa. Menurut keterangan dr. Arlin Algerina, SpA, dari RS Internasional Bintaro, di Indonesia, diperkirakan antara 800 – 100.000 orang terkena penyakit tifus atau demam tifoid sepanjang tahun. Demam ini terutama muncul di musim kemarau dan konon anak perempuan lebih sering terserang, peningkatan kasus saat ini terjadi pada usia dibawah 5 tahun.

Penyakit ini menular melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi kuman tifus ini. Tinja yang mengandung kuman tifus ini mencemari air untuk minum maupun untuk masak dan mencuci makanan. Dapat juga disebabkan karena makanan tersebut disajikan oleh seorang penderita tifus laten (tersembunyi) yang kurang menjaga kebersihan saat memasak.

Seseorang dapat membawa kuman tifus dalam saluran pencernaanya tanpa sakit. Ini yang disebut dengan penderita laten. Penderita ini dapat menularkan penyakit tifus ini ke banyak orang apalagi jika dia bekerja dalam menyajikan makanan bagi banyak orang seperti tukang masak di restoran. Penyakit ini menular melalui air dan makanan yang tercemar oleh air seni dan kotoran penderita. Penularan penyakit tifus terutama dilakukan oleh lalat.

Dunia saat ini melirik metode pemberantasan hama dengan bioinsektisida, selain murah dan efektif, pemberantasan hama dengan cara ini tidak merusak lingkungan karena pada dasarnya metode ini berasal dari lingkungan itu sendiri. Salah satu contoh dari metode bioinsektisida yaitu Teknik Serangga Mandul (TSM), dengan konsep yang sama teknik ini diharapkan dapat diterapkan dalam pemberantasan lalat yang menjadi penular utama bakteri tifus, Salmonella typhi.

Teknik Serangga Mandul (TSM) adalah teknik pengendalian serangga dengan cara memandulkan serangga vektor menggunakan radiasi pengion. Prinsip dasar TSM sangat sederhana yaitu membunuh serangga dengan serangga itu sendiri (autocidal technique). Cara kerja teknik inipun relatif mudah, yaitu mengiradiasi koloni serangga jantan di laboratorium, kemudian melepaskannya ke habitat secara periodik. Akibat pelepasan serangga ke habitat, maka lama kelamaan di lokasi pelepasan tersebut akan terjadi penurunan populasi, yang secara otomatis akan menurunkan jumlah penderita TIFUS, karena tingkat kebolehjadian perkawinan antara serangga steril dan serangga fertil menjadi makin besar dari generasi pertama ke generasi berikutnya. (6)

Teknik Serangga Mandul (TSM) merupakan salah satu cara mengendalikan hama yang potensial, ramah terhadap lingkungan hidup, dan sangat efektif. Selain itu, TSM hanya membunuh hama spesifik, tanpa harus membunuh hewan lain seperti yang sering terjadi pada penggunaan insektisida.

1

Page 2: Mencegah Penyebaran Bakteri Tifus Di Indonesia Dengan TSM

Tujuan

- Mendeskripsikan apa saja metode yang dapat digunakan dalan Teknik Serangga Mandul (TSM)

- Memperkirakan berapa jumlah lalat mandul yang harus dilepas kelapangan setelah diketahui jumlah populasi lapangan yang harus dikendalikan

- Mengetahui seberapa besar potensi keberhasilan Teknik Serangga Mandul (TSM) dalam menurunkan angka kejadian tifus

- Mengetahui apa saja keunggulan penerapan TSM dibanding dengan metode penanggulangan TIFUS lainnya

- Mendiskripsikan bagaimana strategi pengaplikasian TSM di Indonesia

Manfaat

- Manfaat bagi masyarakat : Memberikan informasi edukatif mengenai Teknik Serangga Mandul (TSM) sebagai penanggulangan untuk mencegah penyebaran bakteri tifus oleh lalat.

- Manfaat akademik: Menawarkan solusi yang potensial, efektif dan ramah lingkungan dalam mencegah penyebaran bakteri tifus di Indonesia sehingga dapat dijadikan sebagai data awal untuk penelitian lebih lanjut.

2

Page 3: Mencegah Penyebaran Bakteri Tifus Di Indonesia Dengan TSM

GAGASAN

Masalah Penanggulangan Tifus di Indonesia

Prevalansi angka kejadian Tifus Indonesia masih sangat tinggi

Di negara yang sedang berkembang insidensi demam tifoid pada umumnya sangat tinggi. Demikian juga di Indonesia, insidensi demam tifoid sangatlah tinggi. Berdasarkan penelitian epidemiologi yang intensif dan longitudinal dari demam tifoid yang dilakukan oleh Simanjuntak dkk. di Paseh, Jawa Barat, yang diselenggarakan dengan bantuan dana dari WHO terungkap bahwa insidensi demam tifoid pada masyarakat di daerah semi urban ialah 357,6 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Selain itu morbiditas S. paratyphi A ialah 44,7 kasus per 100.000 penduduk per tahun, sedangkan Salmonella Group B sangat rendah (12,8 kasus per 100.000 penduduk per tahun). Ternyata S.typhi ditemukan juga pada anak usia 0-3 tahun dengan usia termuda adalah 2,5 tahun. Kenyataan ini merupakan informasi baru, karena selama ini dianggap bahwa demam tifoid hanya terdapat pada anak yang lebih besar dan orang dewasa. Akan tetapi ternyata 77% penderita demam tifoid terdapat pada usia 3-19 tahun dengan puncak tertinggi pada usia 10-15 tahun.

Pengelolaan dan pembuangan sampah masih kurang efektif

Salah satu faktor yang mempengaruhi lingkungan adalah masalah pembuangan dan pengelolaan sampah. Sampah adalah bahan buangan sebagai akibat dari aktivitas manusia yang merupakan bahan yang sudah tidak dapat dipergunakan lagi . Terlebih dengan terus meningkatnya volume kegiatan penduduk perkotaan,lahan tempat pembuangan akhir (TPA) sampah juga makin terbatas. Kondisi ini makin memburuk manakal pengelolaan sampah di masing masing daerah masih kurang efektif, efisien dan berwawasan lingkungan serta tidak terkoordinasi dengan baik. Keberadaan sampah juga dapat mempengaruhi kesehatan masyarakat karena sampah merupakan sarana dan sumber penularan penyakit. Sampah merupakan tempat yang ideal untuk sarang dan tempat berkembangbiaknya berbagai vektor penularan penyakit. Lalat merupakan salah satu vektor penular penyakit khususnya penyakit saluran pencernaan dalam hal ini adalah tifus, karena lalat mempunyai kebiasaan hidup di tempat kotor dan tertarik bau busuk seperti sampah basah.

Vaksin yang belum memadai

Usaha imunisasi secara nasional terhadap demam tifoid tidak lagi dilaksanakan dewasa ini karena vaksinnya belum ada yang memadai. Walaupun vaksin parenteral tifoid yang konvensional seperti terdapat pada vaksin typa atau chotypa memberikan perlindungan sebesar 51-88%, vaksin ini menimbulkan gejala

3

Page 4: Mencegah Penyebaran Bakteri Tifus Di Indonesia Dengan TSM

samping yang sangat mengganggu karena secara sistemik dapat menimbulkan demam, sakit kepala dan rasa lesu serta secara lokal menyebabkan sakit dan bengkak di tempat suntikan sehingga penggunaannya tidak begitu populer tidaksaja di Indonesia tapi hampir di seluruh dunia. Vaksin baru yang ada sekarang sebagian besar masih dalam taraf pengembangan penelitian, baik uji klinik maupun uji coba di lapangan.

Perkembangan lalat vektor tifus

Penularan penyakit seperti halnya tifus yang umumnya disebabkan oleh lalat, terjadi secara mekanis, dimana bulu-bulu badannya, kaki-kaki serta bagian tubuh yang lain dari lalat merupakan tempat menempelnya mikroorganisme penyakit yang dapat berasal dari sampah, kotoran manusia dan binatang. Bila lalat tersebut hinggap ke makanan yang dikonsumsi manusia, maka kotoran tersebut akan mencemari makanan yang akan dimakan manusia sehingga akhirnya akan timbul gejala sakit pada manusia yaitu sakit pada bagian perut dan terasa lemas. Seekor lalat betina mampu menghasilkan telur sebanyak 500 butir. Dengan kemampuan bertelur ini, maka dapat diprediksikan dalam waktu 3-4 bulan, sepasang lalat dapat beranak-pinak menjadi 191,01 x 1018 ekor (dengan asumsi semua lalat hidup). Bisa kita bayangkan, dengan kemampuan berkembang biak lalat tersebut dapat memberikan ancaman tersendiri.

Teknik Serangga Mandul (TSM) sebagai solusi upaya penurunan angka

kejadian TIFUS di indonesia

Prinsip dasar Teknik Serangga Mandul (TSM)

Teknik Serangga Mandul (TSM) merupakan alternatif pengendalian hama termasuk vektor penyakit yang potensial. Teknik ini relatif baru dan telah dilaporkan merupakan cara pengendalian vektor/serangga yang ramah lingkungan, sangat efektif, spesies spesifik dan kompatibel dengan cara pengendalian lain.

Prinsip dasar TSM sangat sederhana yaitu membunuh serangga dengan serangga itu sendiri (autocidal technique). Teknik ini meliputi iradiasi koloni serangga jantan di laboratorium dengan sinar γ, n atau x, kemudian secara periodik dilepas di habitat vektor alami, sehingga tingkat kebolehjadian perkawinan antara serangga jantan mandul dan fertil menjadi makin besar dari generasi pertama ke generasi berikutnya. Kriteria dasar serangga dalam TSM adalah yang dapat dengan mudah diproduksi secara masal, dapat dimandulkan, mampu berdaya saing kawin dan lokasinya terisolir.

4

Page 5: Mencegah Penyebaran Bakteri Tifus Di Indonesia Dengan TSM

Mekanisme Teknik Serangga Mandul pada lalat:

Metode pengendalian serangga vektor dengan Teknik Serangga Mandul (TSM)

Konsep pengendalian serangga vektor melalui sistem pelepasan serangga mandul berasal dari Knipling dalam Henneberry. Teknik ini meliputi pemeliharaan massal serangga yang menjadi sasaran pengendalian, kemandulan yang terinduksi oleh ionisasi radiasi dan pelepasan jumlah serangga dalam jumlah yang cukup banyak untuk mendapatkan perbandingan yang tinggi antara serangga mandul yang dilepas dan populasi serangga alam.

Strategi pendekatan pengendalian yang tepat ialah pendekatan pengendalian serangga pada daerah yang luas (area wide control), pendekatan pengendalian ini lebih efektif dan efisien karena sasaran pengendalian terpusat pada perkembangan total populasi pada daerah yang luas tersebut. Pendekatan pengendalian serangga yang sering dilakukan pada waktu ini ialah pendekatan pengendalian pada lahan yang terbatas/sempit yaitu area per area atau field by field sedangkan serangga vektor tidak mengenal batas wilayah atau batas kepemilikan sehingga yang sering terjadi ialah serangga vector datang menyerang secara tiba-tiba dalam jumlah yang banyak karena terjadi reinfestasi atau migrasi dari daerah yang lain. TSM sangat efektif, efisien dan kompatibel untuk diterapkan pada strategi pendekatan pengendalian vektor pada daerah yang luas

5

Iriadiasi koloni lalat jantan fertil dengan sinar γ, n atau x

Kerusakan inti sel sperma

Telur tanpa embrio

lalat jantan steril

Lalat jantan steril + lalat betina fertil

Populasi lalat

Penyebaran ke area target

Mutasi gen

Page 6: Mencegah Penyebaran Bakteri Tifus Di Indonesia Dengan TSM

karena sasaran TSM sama yaitu pengendalian total populasi serangga vektor pada daerah yang luas.

Menurut Knipling ada 2 macam metode TSM yaitu:

a. Metode pemandulan langsung terhadap serangga lapangan.

Metode ini dilaksanakan dengan prinsip pemandulan langsung terhadap serangga lapangan yang dapat dilakukan dengan menggunakan kemosterilan baik pada jantan maupun betina. Dengan kedua ini akan diperoleh dua macam pengaruh terhadap kemampuan berkembang biak populasi. Kedua pengaruh tersebut adalah mandulnya sebagian serangga lapangan sebagai akibat langsung dari kemosterilan dan pengaruh kemudian dari serangga yang telah menjadi mandul terhadap serangga sisanya yang masih fertil. Namun demikian khemosterilan merupakan senyawa kimia yang bersifat mutagenik dan karsinogenik pada hewan maupun manusia sehingga teknologi ini tidak direkomendasikan untuk pengendalian hama.

b. Metode yang meliputi pembiakan massal di laboratorium, pemandulan serangga dan penglepasan serangga mandul ke lapangan.

Metode ini menerangkan jika kedalam suatu populasi serangga dilepaskan serangga mandul, maka kemampuan populasi tersebut untuk berkembangbiak akan menurun sesuai dengan perbandingan antara serangga mandul yang dilepaskan dan populasi serangga di lapangan. Apabila perbandingan antara serangga jantan mandul dengan serangga jantan normal yang ada di lapangan 1 : 1, maka kemampuan berkembangbiak populasi tersebut akan menurun sebesar 50%. Jika perbandingan tersebut adalah 9 : 1, maka kemampuan populasi tersebut untuk berkembang biak akan menurun sebesar 90% dan seterusnya.

Tabel 1. Kenaikan populasi lalat dengan asumsi potensi reproduksi lalat betina adalah 5 anak lalat betina setiap generasi.

Generasi Jumlah betina per unit area Parental F1 F2 F3

1.000.000 5.000.000 25.000.000 125.000.000

Dari tabel diatas, dapat dilihat kecenderungan kenaikan populasi lalat tanpa pengendalian dengan metode apapun mencapai lima kali lipat dari generasi pertama hingga generasi-generasi selanjutnya. Selanjutnya bila dilakukan pengendalian dengan metode Teknik Serangga Mandul, dengan perbandingan populasi antara lalat jantan mandul dengan lalat jantan normal sebesar 9:1, maka secara teoritis populasi lalat Aedes aegypti pada generasi ke-4 akan mencapai nilai 0 (nihil).

6

Page 7: Mencegah Penyebaran Bakteri Tifus Di Indonesia Dengan TSM

Tabel 2. Penurunan populasi lalat dengan rasio lalat jantan mandul 9:1 terhadap serangga jantan alami, dengan potensi reproduksi tiap ekor serangga betina induk menghasilkan 5 ekor serangga betina anaknya untuk setiap generasi berikutnya.

Generasi Jumlah serangga

betina

Jumlah serangga

jantan mandul

Rasio jumlah serangga

jantan mandul dan jantan

alami

Jumlah serangga betina yang dapat

melakukan reproduksi

Parental F1 F2 F3 F4

1.000.000 500.000 13.580 9.535 50

9.000.000 9.000.000 9.000.000 9.000.000 9.000.000

9 : 1 18 : 1 68 : 1 942 : 1 180.000 : 1

100.000 26.316 1.907 10 0

Keunggulan Teknik Serangga Mandul (TSM)

Teknik Serangga Mandul ( TSM ) merupakan suatu terobosan yang potensial sebagai solusi penanggulangan tifus. Secara teori, teknik ini sangat efektif dan ramah lingkungan. Bahkan tingkat efektifitasnya dapat mengurangi populasi serangga vektor hingga mencapai 0 (nihil). TSM juga memiliki spesifikasi spesies yang tinggi, sehingga TSM hanya mengurangi populasi target, tanpa harus membunuh hewan lain seperti yang sering terjadi pada penggunaan insektisida.

Teknik Serangga Mandul kompatibel dengan semua teknik pengendalian yang lain termasuk pengendalian dengan insektisida artinya teknik ini dapat dilakukan bersamaan dengan metode pengendalian lain sehinnga potensi keberhasilan dalam pengendalian serangga vektor semakin tinggi. Contohnya yaitu pada saat populasi serangga vektor tinggi perlu diturunkan dengan penyemprotan insektisida dan berikutnya baru digunakan TSM, sehingga efek pengendalian populasi vektor berjangka lama.

Strategi pengaplikasian Teknik Serangga Mandul di Indonesia

Walaupun konsep TSM sangat sederhana namun dalam implementasinya tidak demikian sederhana karena meliputi banyak kegiatan penelitian yang meliputi biologi dasar, ekologi lapang, estimasi jumlah serangga di lapang untuk tiap-tiap musim. Selain itu efektivitas metoda sampling populasi sebelum selama dan setelah pengendalian dilakukan, orientasi dosis radiasi yang menyebabkan kemandulan, daya saing kawin serangga mandul, metoda mass rearing yang ekonomis, metodologi pelepasan serangga mandul, transportasi serangga jarak jauh, pemencaran dan perilaku kawin serangga mandul di lapang dan organisasi pelaksana serta personalia di lapang. Ini semua adalah beberapa kegiatan riset yang penting sebelum dilakukan program pengendalian.

7

Page 8: Mencegah Penyebaran Bakteri Tifus Di Indonesia Dengan TSM

Menurut La Chance syarat keberhasilan penggunaan TSM sebagai berikut (2,5) :

1. Kemampuan pemeliharaan serangga secara massal dengan biaya murah. (Kebetulan, lalat senang di habitat yang kotor dan berbau, berdasarkan perhitungan pemakaian pakan pada pemeliharaan lalat di laboratorium, bila dihitung berdasarkan harga pakan yang digunakan, maka per-satu  ekor  lalat membutuhkan dana sekitar  Rp 0,5).

2. Serangga sebagai target pengendalian harus dapat menyebar kedalam populasi alam sehingga dapat kawin dengan serangga betina fertil dan dapat bersaing dengan serangga jantan alami.

3. Irradiasi harus tidak menimbulkan pengaruh negatif terhadap perilaku kawin dan umur serangga jantan.

4. Serangga betina kawin satu kali, bila serangga betina kawin lebih dari satu kali maka produksi sperma jantan iradiasi harus sama dengan produksi sperma jantan alam.

5. Serangga yang akan dikendalikan harus dalam populasi rendah atau harus dikendalikan dengan teknik lain agar cukup rendah sehingga cukup ekonomis untuk dikendalikan dengan TSM.

6. Biaya pengendalian dengan TSM harus lebih rendah dibandingkan dengan teknik konvensional.

7. Perlu justifikasi yang kuat untuk penerapan biaya yang lebih tinggi dibandingkan dengan teknik konvensional apabila dengan TSM diperoleh keuntungan untuk perlindungan kesehatan dan lingkungan.

8. Serangga mandul yang dilepas harus tidak menyebabkan kerusakan pada tanaman, ternak atau menimbulkan penyakit pada manusia.

Untuk mengimplemantasikan gagasan, maka diperlukan suatu langkah-langkah strategis, seperti penelitian lanjutan agar gagasan yang telah dibuat dapat dijadikan sebagai suatu solusi nyata yang bermanfaat bagi masyarakat banyak di bidang kesehatan. Keterlibatan berbagai pihak dalam hal ini LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia), DIKTI, Kementerian Kesehatan RI dan dukungan penuh dari masyarakat, tentu akan berpengaruh terhadap keberhasilan gagasan ini.

KESIMPULAN

Teknik Serangga Mandul (TSM) merupakan alternatif terbaru pengendalian hama termasuk vektor penyakit yang potensial dalam hal ini tifus. Prinsip dasar TSM sangat sederhana yaitu membunuh serangga dengan serangga itu sendiri (autocidal technique). Teknik ini meliputi iradiasi koloni serangga jantan di laboratorium dengan sinar γ, n atau x, kemudian secara periodik dilepas di habitat vektor alami, sehingga tingkat kebolehjadian perkawinan antara serangga jantan mandul dan fertil menjadi makin besar dari generasi pertama ke generasi berikutnya. Kriteria dasar serangga dalam TSM adalah yang dapat dengan mudah diproduksi secara masal, dapat dimandulkan, mampu berdaya saing kawin dan lokasinya terisolir.

8

Page 9: Mencegah Penyebaran Bakteri Tifus Di Indonesia Dengan TSM

Berdasarkan perkiraan teoritis, maka dengan metode TSM ini dengan perbandingan populasi antara lalat jantan mandul dari laboratorium yang dilepas ke target area dengan lalat jantan normal sebesar 9:1, maka perhitungan populasi lalat pada generasi ke-4 akan mencapai nilai 0 (nihil).

Keunggulan dari teknik ini adalah memiliki tingkat efektifitas yang tinggi dengan kemungkinan penurunan jumlah populasi hingga mencapai nilai 0, relatif murah dengan harga pakan yang digunakan  dalam  hal  ini  per-satu  ekor  lalat sekitar  Rp 0,5, ramah lingkungan karena bersifat autocidal technique, spesifik tanpa harus membunuh hewan lain seperti yang sering terjadi pada penggunaan insektisida. Selain itu Teknik Serangga Mandul kompatibel dengan semua teknik pengendalian yang lain termasuk pengendalian dengan vaksin, maupun insektisida, artinya teknik ini dapat dilakukan bersamaan dengan metode pengendalian lain sehingga potensi keberhasilan dalam pengendalian serangga vektor semakin tinggi.

Dengan demikian, Teknik Serangga Mandul sangat layak untuk dipertimbangkan sebagai solusi upaya penanggulan tifus yang potensial, efektif, dan ramah lingkungan. Perlu keterlibatan berbagai pihak dalam hal ini LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia), DIKTI, Kementerian Kesehatan RI dan dukungan penuh dari masyarakat agar gagasan ini dapat dijadikan sebagai suatu solusi nyata yang bermanfaat bagi masyarakat banyak di bidang kesehatan.

9

Page 10: Mencegah Penyebaran Bakteri Tifus Di Indonesia Dengan TSM

DAFTAR PUSTAKA

1. DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. 1993. Demam Tifoid, Epidemiologi, dan Perkembangan Penelitiannya, Cyrus H. Simanjuntak.

2. KNIPLING, E.F., 1955. Possibilitiesof Insect Control or Erredication Through the Use of Sexuality Sterile, J. Econ. Entomol.

3. Nurhayati, Siti. 2006. Pengendalian Serangga Vektor Di Lapangan Dengan Teknik Serangga Mandul.[online].http://www.batan.go.id/ptkmr/Biomedika/Publikasi%202006/Siti%20Nurhayati-2006.pdf.[28 Februari 2012]

4. Sofwan, Ofan. 2010. Penyakit Tifus Bisa Mematikan . [Online]. http://www.yakestelkom.or.id/index.php?option=article&id=229 [28 Februari 2012]

5. Azwar, Azrul. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. 1990. Jakartaz: Mutiara Sumber Widya.

BIODATA PENULIS

10

Page 11: Mencegah Penyebaran Bakteri Tifus Di Indonesia Dengan TSM

1. a. Nama : Muhammad Nur Shaffrialb. NIM : 040101001081c. Tempat, tanggal lahir : Palembang, 25 September 1991d. Jurusan : Pendidikan Dokter Umum 2010e. Alamat : Jl. Srijaya Negara Lr. Sikam 2347

Rt. 72 Rw. 11 Bukit Besar Palembang 30139

f. Asal Sekolah : SMA Negeri 1 Palembangg. Karya ilmiah yang pernah dibuat : -h. Pengahargaan yang pernah diraih : Finalis HSF 2011i. e-mail : [email protected]

2. a. Nama : Vindy Cesarianab. NIM : 04111001037c. Tempat, tanggal lahir : Palembang, 03 Januari 1994d. Jurusan : Pendidikan Dokter Umum 2011e. Alamat : Jl. Kapten Anwar Sastro Lr.Kulit

No.1430 RT.28 RW.010 Palembang 30129

f. Asal Sekolah : SMA Negeri 3 Palembangg. Karya ilmiah yang pernah dibuat : -h. Pengahargaan yang pernah diraih : -i. e-mail : [email protected]

3. a. Nama : Asriandi Sumantric. NIM : 040101001047c. Tempat, tanggal lahir : d. Jurusan : Pendidikan Dokter Umum 2010j. Alamat : Jl. k. Asal Sekolah : SMA Negeri 6 Palembangl. Karya ilmiah yang pernah dibuat : -m. Pengahargaan yang pernah diraih : -n. e-mail : [email protected]

11