membrane bioreactor
DESCRIPTION
TEORI MEMBRANE BIOREACTORTRANSCRIPT
PENGOLAHAN AIR LIMBAH DENGAN PROSES BIOREAKTOR MEMBRAN (BRM)
PRINSIP BIOREAKTOR — MEMBRAN
Bioreaktor — membran (BRM) merupakan kombinasi proses biodegradasi tersuspensi
(aerobik maupun anaerobik) yaitu proses pengolahan air buangan yang ditandai oleh
pertumbuhan biomassa tersuspensi, dengan sistem membran mikro-filtrasi atau ultrafiltrasi yang dapat
menahan partikel. Membran menggantikan peran kolam sedimentasi untuk memisahkan padatan
dan cairan pada teknologi konvensional (lumpur dengan membran, kinerja pemisahan menjadi lebih
baik karena pemisahan tidak lagi dibatasi oleh kondisi hidrodinamik lumpur seperti waktu tinggal lumpur
(SRT, sludge retention time), waktu tinggal cairan (HRT, hydraulic retention time) serta laju
pembuangan lumpur.
Membran dapat memisahkan hampir seluruh bakteri coliform, padatan tersuspensi (suspended
solid) dan menghasilkan efluen dengan kualitas yang sangat baik. Efluen yang dihasilkan dari unit
membran memiliki kualitas yang sangat baik sehingga unit postreatment tidak dibutuhkan lagi.
Saat ini, proses BRM telah digunakan sebagai alternatif berbagai pengolahan air limbah sebagai
pengolahan sekunder. Kombinasi ini secara teoritis memberikan beberapa keuntungan.
- Kebutuhan lahan lebih sedikit karena tahap sedimentasi dihilangkan.
- Kualitas efluen lebih tinggi akibat tertahannya partikel oleh membran.
- Ukuran instalasi lebih kecil karena konsentrasi biomassa maksimum dan tidak dibatasi lagi oleh
karateristik pengendapannya.
Dalam aplikasinya, ada dua jenis konfigurasi dasar BRM yaitu sistem eksternal (membran
berlokasi di luar bioreaktor) dan sistem terendam (modul membran direndam Iangsung ke dalam
bioreaktor). Perbedaan utama konfigurasi tersebut terletak pada operasinya. BRM eksternal sering
disebut sebagai recirculated membrane bioreactor sedangkan BRM terendam biasa disebut sebagai
integrated membrane bioreactor.
Pada sistem eksternal membran diletakkan terpisah dari reaktor sehingga tidak tergantung
pada bioreaktor. Umpan masuk ke bioreaktor dan berkontak dengan biomassa didalamnya. Cairan hasil
penguraian bioreaktor kemudian dipompakan ke membran secara cross-flow untuk dilakukan
pemisahan padat cair melalui suatu resirkulasi loop yang terdapat unit membran, permeate
dialirkan dan retentate dikembalikan ke tangki. Transmembrane pressure (TMP) dan kecepatan
cross-flow yang dihasilkan dari pompa mempengaruhi operasi membran. Dalam sistem terendam tidak
terdapat loop resirkulasi, permeat dialirkan secara dead-end sehingga retentat tertinggal di
bioreaktor. Dengan demikian proses pemisahan terjadi dalam bioreaktor itu sendiri. Pada kondisi ini
TMP dihasilkan dari tekanan hidrolis dari air di atas membran dan pompa vakum.
Membran selain sering digunakan sebagai pengganti unit sedimentasi juga dapat
digunakan sebagai kontrol massa dan transfer nutrien ke dalam bioreaktor. Membran berfungsi
sebagai penghalang dan meloloskan beberapa komponen yang melewatinya dan beberapa diantaranya
tertahan. Permeasi melalui membran membutuhkan gaya, biasanya berupa gradien tekanan. Mekanisme
perpindahan massa melewati membran adalah konveksi dan difusi. Konveksi dihasilkan dari
pergerakan fluida ruah, bukan komponen yang terlarut atau tersuspensi. Jenis aliran yang dihasilkan
tergantung pada laju alir, laminar atau turbulen. Sedangkan mekanisme difusi dihasilkan dari perpindahan
ion-ion, atom-atom atau molekul berdasarkan gerakan termal. Laju perpindahan difusi tergantung
pada gradien konsentrasi dan difusivitas.
G a m b a r 1 . S k e m a M e m b r a n e B i o r e a c t o r S y s t e m
G a m b a r 2 . M B R S y s t e m
PROSES BIODEGRADASI AEROBIK DAN ANAEROBIK
Pengolahan biologi, baik aerobik maupun anaerobik biasanya dianggap sebagai cara yang
paling efektif untuk penyisihan polutan dari air buangan organik tinggi. Proses biodegradasi tidak
hanya merupakan proses penguraian suatu senyawa secara biologi, tetapi tergantung pada
faktor-faktor lingkungan, substrat, ketersediaan dan jumlah suatu senyawa bagi mikroorganisme yang
merupakan faktor kunci bagi keberhasilan biodegradasi. Mikroorganisme diketahui berperan panting dalam
mineralisasi senyawa biopolimer dan xenobiotik. Penghilangan warna secara biologi pada limbah cair
industri tekstil dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori: pengolahan aerobik, anaerobik dan
kombinasi anaerobik — aerobik.
Pengolahan aerobik umumnya kurang efektif untuk penghilangan zat warna azo, karena
sifatnya yang rekalsitran pada kondisi aerobik. Sebaliknya, pada kondisi anaerobik zat warna azo dapat
direduksi dengan mudah menghasilkan amina aromatik yang tidak berwarna. Selanjutnya, senyawa
amina aromatik yang dilepaskan dari reduksi zat warna azo dapat didegradasi lanjutan dalam kondisi
aerobik. Dengan demikian strategi pengolahan biologi yang paling baik untuk degradasi sempurna zat
warna azo adalah pendekatan rangkaian anaerobik-aerobik. Kombinasi proses anaerobik-aerobik tidak
hanya berhubungan dengan reduksi zat warna azo, tetapi juga terkait dengan mineralisasi produk —
produk pemutusannya. Kombinasi proses anaerobik-aerobik yang banyak diteliti adalah kombinasi
reaktor UASB (upflow anaerobic sludge blanket) dengan proses lumpur aktif aerobik atau dalam SBR
(sequencing batch reactor). Beberapa penelitian telah menunjukkan biodegradasi sempurna dilakukan
melalui kultur bakteri murni atau campuran bakteri, fungi dan alga.
Gambar 3. Membran Selection
Penelitian lain menunjukkan bahwa pengolahan zat warna azo dapat dilakukan dalam kondisi
aerobik atau anaerobik saja. Mikroorganisme aerobik dapat memutuskan warna azo dalam kondisi
anaerobik, sehingga dapat digunakan mikroba aerobik yang lebih mudah untuk dibiakkan, untuk
pengolahan zat warna azo. Seperti ditunjukkan oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Wisjnuprapto
dick.,1999 memperlihatkan bahwa biodegradasi zat warna azo oleh mikroorganisme yang ditumbuhkan
dalam kondisi aerobik dapat memutuskan warna azo dalam kondisi anaerobik dengan mikroorganisme
yang sama.
Proses lumpur aktif saat ini merupakan pengolahan biologi secara aerobik yang umum
digunakan untuk pengolahan air buangan kota dan industri. Proses lumpur aktif pada dasarnya terdiri
dari tiga proses seri, dengan campuran air buangan dan biomassa dimanipulasi sedemikian rupa untuk
menjalankan reaksi-reaksi yang diinginkan sehingga menghasilkan efluen yang bersih. Tahap pertama
terdiri dari pengolahan awal untuk menyisihkan material kasar den substansi lain yang diinginkan.
Biasanya unit ini diikuti oleh pengolahan primer seperti sedimentasi untuk menghilangkan partikel-partikel,
selanjutnya influen diaduk dengan biomassa pada kondisi aerob dan/atau anoksik. Pada tahap akhir, air
yang diolah dipisahkan dari biomassa dalam sebuah clarifier, sebagian biomassa dikembalikan ke reaktor
dan sebagian dibuang.
Proses anaerobik juga merupakan metoda yang sesuai untuk diaplikasikan dalam pengolahan
air buangan industri. Degradasi secara anaerobik dibentuk oleh dua grup bakteri yaitu bakteri yang
memproduksi asam dan yang memproduksi metan. Bakteri yang memproduksi asam adalah bakteri
pembentuk asam (asam butirat dan asam propionat) dan bakteri asetogenik (asam asetat dan
hidrogen) sedangkan bakteri yang memproduksi metan adalah bakteri asetoklastik (asetofi l ik)
dan bakteri metan (hidrogenofilik). Reduksi zat warna azo oleh mikroba anaerobik terjadi secara
ekstraselluier maupun intraselluler. Kecepatan reduksi tergantung pada derajat sulfonasi zat warna. Senyawa
akhir yang terjadi dari reduksi zat warna secara anaerobik adalah senyawa amina aromatik.
Pada umumnya kelemahan yang dijumpai pada aplikasi pengolahan biologi diantaranya
adalah rendahnya kualitas efluen, rendahnya konsentrasi biomassa di dalam bioreaktor, dan
kemungkinan tersapunya (wash-out) mikroba. Terdapat sejumlah kelebihan dari proses anaerobik
dibandingkan proses aerobik, diantaranya:
- Kecepatan proses tidak ditentukan oleh suplai oksigen, karena itu pengenceran yang seringkali
d iper lukan da lam s is tem aerob ik untuk menyeimbangkan kebutuhan oksigen dengan suplai
oksigen tidak diperlukan dalam proses anaerobik.
- Proses anaerobik dapat mengolah limbah yang memiliki konsentrasi yang tinggi ataupun bahan -
bahan yang sulit didegradasi pada proses aerobik.
- Menghemat biaya energi untuk transfer oksigen.
- Gas metan yang dihasilkan dalam proses anaerobik dapat digunakan sebagai sumber bio-energi.
Tidak terbentuk busa dari surfaktan pada air buangan.
SISTEM MEMBRAN
Sistem membran pada awalnya menggunakan teknik filtrasi dengan tekanan, umumnya pada
tekanan tinggi. Sistem ini memerlukan backwash dan pencucian kimia yang sering untuk mencegah
terjadinya fouling serta memerlukan energi yang tinggi. Proses membran yang digunakan untuk
pemisahan biomassa terdiri dari membran mikrofiltrasi (MF), ultrafiltrasi (UF), dan nanofiltrasi (NP).
Proses membran MF, NF bekerja berdasarkan perbedaan tekanan sebagai gaya dorong.
Material-material membran yang digunakan untuk pengolahan air buangan biasanya terbuat
dari polipropana, selulosa asetat, poliamida aromatik atau komposit lapisan tipis (11). Ukuran pori
membran biasanya dalam rentang ukuran dari 0,02-0,05 1.1M dari rentang UF sampai MF. Membran
dapat dibuat dalam dua bentuk yaitu membran tubular dan membran datar. Dalam aplikasinya, membran
yang digunakan dalam bentuk modul-modul. Baik membran datar maupun tubular dapat diaplikasikan
untuk bioreaktor membran. Dua modul membran yang paling umum dijumpai di pasaran adalah hollow
fiber (kapiler) dan spiral wound (Gambar 4). Bentuk modul lainnya adalah plate & frame, tubular,
rotari, vibrasi dan vorteks Dean.
Karakteristik penyisihan suatu membran biasanya dinilai berdasarkan ukuran pori nominal
atau molecular weight cut-off membran. Membran yang dikontrol oleh tekanan sering dikategorikan
melalui ukuran pori kontaminan yang dapat disisihkan oleh membran. Kemampuan membran MF
dapat dilihat melalui ukuran pori dan kemampuan memisahkan material-material berukuran
mikrometer di dalam air. Membran NF memisahkan material-material dalam besaran ukuran nanometer
atau lebih besar. Membran UF dan NF biasanya dinilai berdasarkan berat molekuler substansi
terkecil yang dapat dihilangkan oleh membran. Cara ini hanya merupakan pendekatan menentukan
kemampuan membran un tuk menghilangkan substansi, karena bentuk molekuler dan polaritas juga
mempengaruhi rejeksi. Membran reverse osmoses (RO) dan nano f i l t rasi (NF) dapat
menghilangkan material-material berukuran ion seperti sodium, klorida dan kalsium serta molekul organik
kecil.
Gambar 4. (a) Hollow Fiber, (b) Spiral Wound
Gambar 5. Membrane Bioreactor
Tabel 1. Summary Of Municipal MBR
Supplier
References
Year of
installation of
1st MBR >1
No. of MBRs
with capacity
>1 ML/d
Largest
operational
MBR
Largest MBR
currently
under contractZenon
Environmental
1997 22 38 ML/d
Brescia, Italy
45 ML/d
Nordkanal,
GermanyKubota 1998 5 8.5 ML/d
Daldowie, UK
4 ML/d
Seattle, USAUS Filter 2002 1 1 ML/d
Park Place,GA
4 ML/d
Olympia, WA
APLIKASI BIOREAKTOR MEMBRAN
Pengolahan limbah konvensional dengan proses degradasi polutan secara biologi umumnya
masih dibatasi oleh karakteristik pengendapan lumpur biologi yang akan menentukan kualitas efluen yang
dihasilkan. Pengolahan limbah konvensional pada umumnya hanya mampu menghilangkan COD 50-60%
dan warna 95%. Dengan demikian dikembangkan teknik pengolahan limbah yang mampu menangani limbah
cair dengan efisiensi penyisihan COD dan warna yang tinggi yaitu dengan metoda bioreaktor membran
(BRM), yang merupakan kombinasi proses lumpur aktif dengan sistem membran, dimana membran
dapat menggantikan unit gravitasi sedimentasi tradisional dalam proses lumpur aktif yang dapat
beroperasi pada beban organik yang tinggi serta lahan yang dibutuhkan lebih sedikit. BRM saat ini telah
berkembang sangat pesat baik dari segi teknologi maupun aplikasinya
BRM aerobik maupun anaerobik telah diaplikasikan pada berbagai pengolahan air buangan
industri dengan efisiensi penyisihan yang tinggi seperti yang terlihat pada Tabel 1. Brik et al., (2006)
melakukan penelitian pada limbah tekstil menggunakan
Tabel 1. Kinerja biologi BRM aerobik dalam pengolahan air buangan (4,6)
Air Buangan JenisV
(m3)HRT (jam)
θc
(hari)
BODa, CODb,MLSS (kg/m3)
ReferensiNH3c, Pd, warnae
in out
Makanan T/SS 2,75 139,2 15,9 31.000a tda 10,9 Krauth dan Staab, 1993
42.66 70,8b
1.221c tdc
197,5d 10,2d
Penyamakan Kulit T/SS 2,75 30,8 7.644b 190b 16,2
Pabrik Kapas T/SS 2,75 263 160,1 2.778b 119b 1,95
Tekstil T/SS 250 6000b 625b Krauth dan Staab, 1994
Kertas HF/SS 0,09 24 15 4000a 160a 24,2 Dufresne et al., 1998
12.000b 2400b
Lindi T/SS 9,5 240 30 8.000c 30 4 Ahn et al., 1999
Tekstil T/S/F 0,02 0,7 - 4 1380 -6033b 130-900b
31 - 60e 0,1-24e Oct-15 Brik, et al., 2006
a= BOD5 (mg/l ), b= COD (mg/I), c= amoniak (mg/l, d= phosphor (mg/l), e= warna, v = volatil, Tipe: HF= hollow
fiber, T= tubular, SS = side stream, S = submerged, F = fungi
BRM aerobik eksternal dengan membran tubular menghasilkan penyisihan warna yang bervariasi
antara 30% - 99,5% dan penyisihan COD antara 60% - 95%. Sedangkan penerapan BRM anaerobik
dengan membran hollow fiber, dilakukan oleh Hai et al., (2005) menghasilkan penyisihan warna yang
lebih balk antara 98% - 99% dan penyisihan COD hingga 97%.
Bioreaktor membran mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan metoda konvensional
proses lumpur aktif. Degradasi yang dihasilkan sistem BRM lebih sempurna dibandingkan dengan
degradasi pada proses lumpur aktif. Dengan BRM permasalahan dengan pertumbuhan filamentous
dan degassing dihilangkan, sehingga diperoleh kontrol reaktor yang op t ima l da lam paramete r
wak tu t i ngga l mikroorgansime.
Kelebihan BRM ditunjukkan dengan kemampuannya untuk menangani berbagai jenis dan
kualitas limbah yang masuk namun kualitas efluen tetap terjaga. Percobaan skala laboratorium
untuk pengolahan limbah tekstil melalui BRM aerobik dalam rangka daur ulang limbah tekstil dan
penggunaan kembali air untuk proses pencelupan telah dilakukan oleh Bauer et al, diperoleh
penghilangan COD 98%, BOD 100% dan penyisihan warna bervariasi antara 100%.
KENDALA TEKNIS DAN SOLUSI
Hambatan dari proses biodegradasi aerobik atau anaerobik adalah keterbatasan proses
sedimentasi untuk menjaga konsentrasi biomassa. Selain itu rendahnya kualitas efluen yang
dihasilkan pada pengolahan konvensional yang diakibatkan oleh rendahnya konsentrasi biomassa
pada proses lumpur aktif konvensional menyebabkan proses tidak dapat bekerja pada beban organik
yang tinggi. Adanya pembuangan lumpur (washout) menyebabkan diperlukannya unit pengolahan
lumpur serta kebutuhan lahan yang luas. Beberapa kelemahan dari penambahan instalasi membran ke
dalam proses lumpur aktif juga muncul, masalah .fouling dalam membran merupakan masalah yang paling
utama.
Pada bioreaktor membran (BRM) aerobik, misalnya kombinasi lumpur aktif konvensional dengan
membran yang menggantikan unit sedimentasi sekunder, dapat mengatasi kelemahan-
kelemahan tersebut. BRM dapat dioperasikan pada HRT yang lebih kecil dibandingkan dengan sistem
lumpur aktif konvensional sehingga lahan yang dibutuhkan Iebih sedikit serta dapat beroperasi pada
waktu retensi yang sanga t pan jang , d i mana parameter yang mengendalikan efisiensi
biodegradasi yaitu rasio PM (food to microorganism/jumlah makanan terhadap jumlah mikroba), dapat
ditekan serendah-rendahnya, sehingga efisiensi dapat dicapai setinggi-tingginya. Pengolahan secara
anaerobik rentan terhadap kondisi lingkungan tertentu seperti pH, logam berat, sifat toksik, dsb. Maka
perlu dilakukan pretreatment untuk penyesuaian pH, penyisihan logam berat, penghilangan toksik
sehingga limbah siap untuk diolah secara biologi.
Permasalahan lain adalah karakteristik air limbah yang fluktuatif akan mengakibatkan shock
loading pada saat pengolahan sehingga diperlukan homogenisasi limbah (ekualisasi). Selain itu
dapat dilakukan modifikasi sistem biologi, misalnya lumpur aktif dan kontak stabilisasi, akan lebih tahan
terhadap shock loading.
Konsentrasi mikroba di dalam bioreaktor merupakan faktor penting yang menentukan
kemampuan mikroba dalam mendegradasi limbah. Pada BRM, konsentrasi mikroba 10.000-30.000
mg/L umum dijumpai, demikian pula konsentrasi mikroba di atas 35.000 mg/L masih dapat diterapkan
pada BRM. Penelitian lain menunjukkan sama sekali tidak ada lumpur yang dibuang (zero-sludge
wastaged) ketika konsentrasi biomassa yang digunakan mencapai hingga di atas 50.000 mg/L.
Konsentrasi mikroba ini jauh melebihi konsentrasi mikroba pada lumpur aktif konvensional.
Hasil penelitian mengenai metoda penggabungan membran ke dalam bioreaktor
menunjukkan bahwa metoda ini dapat mengatasi permasalahan yang ditimbulkan limbah cair
industri terhadap lingkungan dengan adanya kinerja proses biodegradasi secara optimum dilihat dari nilai
efisiensi penyisihan yang relatif tinggi. Penggabungan membran ke dalam bioreaktor diharapkan
dapat mengatasi kelemahan-kelemahan yang urnum dijumpai pada aplikasi pengolahan
konvensional, seperti rendahnya kualitas efluen, rendahnya konsentrasi biomassa di dalam
biorealctor, kemungkinan tersapunya (wash-out) mikroba. Dengan dihasilkannya konsentrasi
kekeruhan dan padatan tersuspensi yang sangat rendah pada efluen, air hasil pengolahan ini dapat
digunakan kembali untuk proses pada industri tekstil sebagai salah satu industri pengguna air dalam
jumlah yang besar, sehingga dimungkinkannya daur ulang air ke dalam unit proses dengan
menggunakan kombinasi lumpur aktif dengan membran ultrafiltrasi dan reverse osmosis atau kombinasi
lumpur aktif dan nanofiltrasi sebagai pretreatment sehingga dapat diperoleh air sesuai dengan
persyaratan air proses.
Pencegahan dan pengendalian fouling memerlukan energi yang paling besar, diantaranya
melalui sirkulasi lumpur atau aerasi gelembung untuk menciptakan shear stress pada permukaan
membran. Lebih jauh, pengaturan Aran melalui membran (flux permeate) memerlukan permukaan
membran yang besar, karena biaya membran relatif mahal dan untuk mencegah membrane fouling
cukup besar, bahkan biaya investasi maupun biaya operasional jauh Iebih tinggi dibandingkan
dengan pengolahan air buangan secara konvensional. Meskipun adanya permasalahan-
permasalahan ini, BRM telah banyak diaplikasikan di industri, pengolahan air setempat dan sistem
pengolahan air buangan kota skala keci l . Selain i tu bioreaktor membran telah diaplikasikan
pada pengolahan air buangan untuk reuse, terutama untuk daerah di mana sumber daya air terbatas
atau industri-industri pengguna air yang besar. Dengan adanya penurunan harga membran, perbaikan
peralatan dan baku mutu efluen yang lebih ketat, menyebabkan aplikasi pengolahan air buangan
secara lengkap dapat digantikan dengan bioreaktor membran.
KEUNGGULAN SISTEM MBR
Clarifier sekunder dan filtrasi tersier dieliminasi, sehingga mengurangi unit pengolahan limbah.
Dalam kasus lain, unit proses lain juga dapat dikurangi, seperti digester atau disinfeksi UN
(tergantung peraturan yang berlaku).
Tidak seperti clarifiers sekunder, kualitas pemisahan padatan tidak tergantung pada
konsentrasi atau karakteristik dari campuran larutan padatan tersuspensi
No reliance upon achieving good sludge settleability, hence quite amenable to remote operation.
Can be designed with long sludge age, hence low sludge production.
Produces a MF/UF quality effluent suitable for reuse applications or as a high quality feed water
source for Reverse Osmosis treatment. Indicative output quality of MF/UF systems include SS <
1 mg/L, turbidity <0.2 NTU and up to 4 log removal of virus (depending on the membrane
nominal pore size). In addition, MF/UF provides a barrier to certain chlorine resistant pathogens
such as Cryptosporidium and Giardia.
The resultant small footprint can be a feature used to address issues of visual amenity, noise and
odour. Example MBR plants exist where the entire process is housed in a building designed to
blend in with its surrounding landuse. This can reduce the buffer distance required between the
plant and the nearest neighbour and can increase the surrounding land values
The effluent is of very high quality, very low in BOD (less than 5 mg/l), very low in turbidity and
suspended solids. The technology produces some of the most predictable water quality known. It
is fairly easy to operate as long as the operation has been properly trained, pays strict attention
to the proper operation, corrective maintenance, and preventative maintenance tasks.
The “simple filtering action” of the membranes creates a physical disinfection barrier, which
significantly reduces the disinfection requirements.
The capitol cost is usually less than for comparable treatment trains.
The treatment process also allows for a smaller “footprint” as there are no secondary clarifiers
nor tertiary filters which would be required to achieve similar water quality results. It also
eliminates the need for a tertiary backwash surge tank, a backwash water storage tank, and for
the treatment of the backwash water.
Generally speaking it produces less waste activated sludge than a simple conventional system.
If re-use is a major water quality goal, the MBR process will be a major consideration. This
process produces a consistent, high water quality discharge. When followed by a disinfection
process, it allows for a wide range of water re-use applications including landscape irrigation,
non-root edible crops, highway median strip and golf course irrigation, and cooling water re-
charge. When Reverse Osmosis (RO) water quality is required, the MBR process is an excellent
candidate for preparing the water for RO treatment.
KELEMAHAN SISTEM MBR
The membrane modules will need to be replaced somewhere between five (5) and ten (10) years
with the current technology. While the costs have decreased over the past several years, these
modules can still be classified as expensive. (The membranes “dry out” due to the flexible
polymers leaching out, the closing/plugging of the pores, and the membranes becoming
somewhat hard or brittle.) These costs are often offset somewhat when life-cycle costs for
comparable technologies are examined. If the costs for the membrane replacement task continue
to decrease then over time, then this process is even more financially viable.
In most sales pitches the MBR technology is stated as an option of replacing the secondary
clarifier. Usually these clarifiers are operated with a single, very low horsepower motor, usually
less than 2 HP. The electrical cost for this simple motor is significantly less than the filtrate
pumps, chemical feed pumps, compressors, etc., of the MBR system. While this energy cost is
significantly higher, the MBR system produces a significantly higher quality effluent that most
clarifiers could never achieve.
Fouling is troublesome, and its prevention is costly. Several papers and research endeavors
have concluded that up to two-thirds of the chemical and energy costs in an MBR facility are
directly attributable to reducing membrane fouling. While this is costly to be sure, future
advances into this area will continue to reduce these costs.
There may be cleaning solutions that require special handling, treatment, and disposal activities
depending on the manufacturer. These cleaning solutions may be classified as hazardous waste
depending on local and state regulations.
PENUTUP
Alternatif teknologi pengolahan limbah akan tetap menjadi fokus penelitian selama kebutuhan
akan sumber daya lingkungan masih menjadi perhatian dan aspek finansial masih dijadikan limitasi oleh
industri. Fakta bahwa daya dukung lingkungan untuk menerima pencemaran limbah dan
menyediakan cadangan air bersih sudah sangat menurun mengisyaratkan pentingnya solusi
teknologi yang tepat.
Bioreaktor — membran (BRM) merupakan kombinasi proses biodegradasi tersuspensi
(aerobik maupun anaerobik) yaitu proses pengolahan air buangan yang ditandai oleh
pertumbuhan biomassa tersuspensi, dengan sistem membran mikro-filtrasi atau ultra filtrasi yang dapat
menahan partikel. Membran menggantikan peran kolam sedimentasi untuk memisahkan hampir
seluruh bakteri coliform, padatan tersuspensi dan cairan pada teknologi konvensional (lumpur aktif)
serta menghasilkan efluen dengan kualitas yang sangat balk sehingga tidak lagi diperlukan
postreatment.. Dengan membran, kinerja pemisahan menjadi lebih balk karena pemisahan tidak lagi
dibatasi oleh kondisi hidrodinamik lumpur seperti waktu tinggal lumpur (SRT, sludge retention time),
waktu tinggal cairan (HRT, hydraulic retention time) serta laju pembuangan lumpur.
Beberapa keuntungan dalam penggunaan teknologi bioreaktor — membran adalah tidak
perlu proses kimia, waktu retensi lebih singkat, mengatasi masalah warna dengan baik, kebutuhan
lahan sedikit karena tahap sedimentasi dihilangkan, kualitas efluen lebih tinggi akibat tertahannya
partikel oleh membran, ukuran instalasi lebih kecil, reuse air dan mengurangi jumlah limbah sludge.
Penggabungan membran pada pengolahan biologi l imbah cair dapat meningkatkan
efisiensi penyisihan, rata — rata penyisihan COD 85% hingga 98%. Penelitian — penelitian terkait
teknologi bioreaktor — membran menunjukkan bahwa kombinasi ini mampu mempertahankan
konsentrasi biomassa dalam bioreaktor, mengurangi produksi sisa himptu-, den menghasilkan kualitas
efluen yang baik.
Disamping itu teknologi biorektor — membran memiliki kelemahan yaitu dari penambahan
instalasi membran ke dalam proses lumpur aktif, fouling merupakan masalah yang paling
utama dalam membran. Permasalahan lain adalah karakteristik air limbah yang pada bioreaktor
membran (BRM) aerobik, misalnya kombinasi lumpur aktif konvensional dengan membran yang
menggantikan unit sedimentasi sekunder, dapat mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut.
Pengolahan secara anaerobik rentan terhadap kondisi lingkungan tertentu seperti pH, logam berat,
sifat toksik, dsb. Maka perlu dilakukan pretreatment untuk penyesuaian pH, penyisihan fluktuatif
akan mengakibatkan shock loading pada saat pengolahan sehingga diperlukan homogenisasi limbah
(ekualisasi). Selain itu dapat dilakukan modifikasi sistem biologi, misalnya lumpur aktif dan kontak
stabilisasi, akan lebih tahan terhadap shock loading.
Selain itu permasalahan yang lain adalah pencegahan dan pengendalian fouling
memerlukan energi yang paling besar, diantaranya melalui sirkulasi lumpur atau aerasi gelembung
untuk menciptakan shear stress pada permukaan membran. Lebih jauh, pengaturan aliran melalui
membran (flux permeate) memerlukan permukaan membran yang besar. Karena biaya membran relatif
mahal dan input energi untuk mencegah membrane fouling cukup besar, baik biaya investasi maupun
biaya operasional jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pengolahan air buangan secara konvensio
nal. Meskipun adanya permasalahanpermasalahan ini, BRM telah banyak diaplikasikan di industri,
pengolahan air buangan setempat dan sistem pengolahan air buangan kota skala kecil di berbagai
negara di Eropa. Selain itu bioreaktor membran telah diaplikasikan pada pengolahan air buangan
untuk reuse, terutama untuk daerah di mana sumber daya air terbatas atau industri-industri pengguna air
yang besar. Dengan adanya penurunan harga membran, perbaikan peralatan dan baku mutu efluen
yang lebih ketat, menyebabkan aplikasi pengolahan air buangan secara lengkap dapat digantikan
dengan bioreaktor membran.
Teknologi bioreaktor membran memberikan suatu alternatif teknologi di tengah pilihan teknologi
konvensional yang sarat kebutuhan bahan kimia, energi, dan ketersediaan lahan yang leas serta
tingginya produksi lumpur.
Beberapa keuntungan dalam penggunaan teknologi bioreaktor — membran adalah tidak
perlu proses kimia, waktu retensi lebih singkat, mengatasi masalah warna dengan baik, reuse air dan
mengurangi jumlah limbah sludge.
DAFTAR PUSTAKA
1 Timotius,H,K.Mangimbulude,Ch.Jubhar.Meitirniarti. 2002. Biodegradasi Pewarna Azo oleh Konsortium
Bakteri. Seminar Cakravvala Baru Pengembangan Teknologi Tepat Guna Pengolahan Limbah Cair.
5764
2 Manurung, R. Hasibuan, R. Irvan. 2004. Perombakan Zat Warna Azo Reaktif Secara Anaerob-
Aerob. Laporan Tugas Akhir Fakultas Teknik Jurusan Tek.Kimia Univ. Sumatera Utara.
3 Bumiridho. 2008. Bioreaktor Membran.
4 Stephenson, T., S. Judd, B. Jefferson, K. Brindle. 2000. Membrane Bioreactors for Wastewater
Treatment. IWA Publishing Company. UK
5 Susanti, I, K. 2006. Bioreaktor Membran Hollow Fiber Tertanam untuk Biodegradasi Limbah Cair
COD Tinggi. Laporan Riser Unggulan Terpadu XII Bidang Lingkungan Institut Teknologi Bandung.