membersihkan limbah dengan loncatan ion

1
KUANTUM ® KORAN JAKARTA 22 Sabtu 27 JUNI 2009 K eberadaan limbah tentunya membahayakan lingkungan. Sudah tidak terhitung kerusakan lingkungan akibat bahan buangan tersebut. Apalagi di antaranya termasuk kategori B3 (bahan berbahaya dan beracun). Limbah di kategori itu merupakan bahan yang mudah meledak, terbakar, reaktif, korosif, menyebabkan infeksi, dan beracun. Bayangkan, bila limbah tersebut langsung dibuang ke sungai atau tanah tanpa pengolahan lebih dahulu. Akhirnya dapat mengancam kesehatan ma- nusia dan kestabilan lingkungan. Di sisi lain, sumber utama pencemaran lingkungan karena buruknya pengendalian dan pengolahan limbah. “Apalagi sumber pencemar berasal dari banyak tempat, misalnya pabrik, hotel, rumah sakit, pertanian, perke- bunan, pertambangan, dan rumah tangga,” jelas Dana A Kartakusuma, Staf Ahli Bidang Teknologi dan Pemba- ngunan Berkelanjutan, Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KLH). Data 2007 menunjukkan sebanyak 13.000 industri besar menengah dan 94.000 industri kecil berpotensi mence- mari air permukaan serta air tanah. Bahkan, bila hendak dilebarkan pada kasus pencemaran tanah, data 2006 me- nyebutkan terjadi peningkatan hingga lima kali penggu- naan pupuk anorganik dan pestisida dibanding 2004, yang tentunya membuat tanah tidak dapat melakukan regen- erasi dan rusak permanen. Sedangkan di wilayah perkotaan, buruknya pengelo- laan sanitasi turut memengaruhi kondisi pencemaran lingkungan. Sebuah hasil penelitian menyebutkan bahwa setiap orang membuang tinja seberat 125 – 250 gram setiap hari. Bayangkan jika ada 100 juta orang Indonesia tinggal di perkotaan. Hasilnya tanah perkotaan dipaksa menam- pung 25.000 ton tinja setiap hari. Bila sanitasi tidak dijalankan dengan baik, limbah tinja dapat merusak lingkungan dan mengganggu kesehat- an masyarakat. Sebab tinja mengandung empat unsur berbahaya, yaitu mikroba pathogen, material organik, telur cacing, senyawa nitrogen, dan fosfor. Di Indonesia, 65 persen rumah yang ada di kawasan perkotaan menggunakan septic tank. Yang mengkhawatir- kan, pengaturan septic tank di Indonesia hampir tidak ada. Laporan Asian Development Bank menyebutkan pence- maran air di Indonesia berpotensi menimbulkan kerugian 45 triliun rupiah per tahun atau sekitar 2,2 persen gross domestic product. Kerugian itu juga setara dengan hilang- nya pendapatan tiap rumah tangga Indonesia sebesar 100 ribu rupiah per bulan. Angka itu belum termasuk nilai kerugian dari dampak tidak langsung pencemaran air, seperti terganggunya sektor pariwisata, terhambatnya investasi, dan melorot- nya harga tanah. Meski program pengolahan limbah dan sanitasi digalakkan, tetap saja pencemaran tidak pernah mencapai titik rendah. Data KLH 2008 memaparkan kuali- tas air di 30 provinsi dari 35 provinsi yang diteliti, ternyata tercemar berat. Bahkan, kualitasnya masih kalah jauh dengan kriteria mutu air kelas II. Ancaman lingkungan juga perlu ditujukan pada pencemaran udara. Ditemukan bahwa emisi gas buang menyumbang polusi sebesar 70 – 80 persen yang berasal dari industri, pembangkit tenaga, dan rumah tangga. Penelitian KLH selama setahun terakhir menyebut- kan bahwa 10 ibu kota provinsi memiliki kualitas udara sedang. Sedangkan Jakarta, Bandung, Medan, Pontianak, dan Surabaya hanya memiliki kadar udara tidak sehat selama 18 hari (Jakarta), satu hari (Bandung), sembilan hari (Medan), enam hari (Pontianak), dan delapan hari (Surabaya) dalam satu tahunnya. Karena itulah diperlukan upaya sinergis dan terintegrasi untuk peduli sanitasi dan limbah berbahaya. hag/L-4 Waspada Ancaman Sanitasi akibat Sisa Buangan K asus pencemaran PT Du- pantex di Pekalongan, Jawa Tengah, pertengahan Mei lalu, menunjukkan besarnya bahaya limbah tekstil bila mencemari lingkungan. Warga di sekitar salah satu pabrik tekstil dan printing terbesar di kota batik itu mengalami gatal-gatal pada kulit bahkan ada yang sesak na- pas. Kementerian Negara Lingkungan Hidup pun menemukan bukti-bukti kuat bahwa pabrik yang beroperasi sejak 1988 itu dianggap mencemar- kan lingkungan dengan limbah cair dan padat B3 (bahan berbahaya dan beracun). Di sisi lain, memang sebagian besar pabrik-pabrik tekstil di Indonesia telah memiliki instalasi pengolahan air lim- bah (IPAL). Namun, kerap kali peng- olahan air limbah menggunakan bahan kimia. Pencemaran baru pun timbul. Belum lagi persoalan efek insenerator (alat pembakar limbah) bila beroperasi di udara bersuhu pembakaran kurang. Akhirnya, pencemaran lain kembali timbul bersamaan. Oleh karena itu, sejak beberapa tahun terakhir, beberapa negara maju telah mengembangkan teknologi baru untuk pengolahan limbah B3. Teknologi itu memanfaatkan loncatan ion, dan bentuknya dapat beragam, mi- salnya Advanced Oxidation Processes (AOP), metode bahan pengolah limbah dengan media air. AOP menggunakan mekanisme produksi photon dalam medium air sehingga menjadi radikal bebas untuk mengurai senyawa aktif seperti polutan. Wujudnya bisa berupa ozonisasi (membersihkan polutan dengan sinar UV), fenton reaction (membersihkan polutan dengan senyawa kimia besi), electron beam (membersihkan dengan penembakan elektron di permukaan air), dan sono chemistry (pembersihan dengan gelombang elektromagnetik bertegangan tinggi). Pengembangan teknologi itu di- dasari pada penemuan unsur baru polutan. Selama ini, wujud limbah yang dikenal hanya tiga macam, yakni cair, padat, dan gas. Padahal, ada unsur keempat, yakni plasma. Selama ini, wujud limbah merupakan parameter untuk dideteksi sistem dan teknologi apa yang pas untuk pengolahannya. Plasma merupakan loncatan ion hasil pemanasan zat gas. Plasma juga merupakan hasil uap gas yang kem- bali dipanaskan. Bentuknya seperti loncatan-loncatan ion seperti kilatan petir dan bergerak dinamis. Melalui Dr Anto Tri Sugiarto, Peneliti Pusat Kalibrasi Instrumentasi dan Metrologi Lem- baga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2KIM-LIPI), juga telah dikembang- kan fenomena loncatan ion tersebut untuk pengolahan limbah B3. Nama- nya wetted wall plasma (WW). Temuan KIM-LIPI itu termasuk berkategori metode AOP. Fenomena Petir Uniknya, loncatan ion sebagai unsur pada WW terinsipirasi dari metode AOP dan fenomena petir. Diketahui, saat petir muncul dapat mereduksi polutan yang ada di udara. Fenomena petir, loncatan ion itulah yang kemu- dian dirancang ke dalam tabung WW. Tabung itu terdiri dari reaktor plas- ma, high voltage power supply (suplai tenaga bertegangan tinggi), oskiloskop (peralatan elektronik penghasil tam- pilan grafik pada layar), dan tabung oksigen. Cara kerja tabung yang dipatenkan di Jepang pada 2002 itu seperti meng- operasikan aliran sirkulasi air untuk dikenakan elektroda penghasil plasma. Kronologinya, air yang terkena limbah dan mengandung warna maupun total solid (TS), dialirkan dari atas secara bersamaan dengan gas oksigen ke da- lam WW. Saat air mengalir di dalam, elektroda bertegangan tinggi di tengah dan sisi tabung memanaskan gas oksigen se- hingga tercipta plasma. Dalam plasma itu terkandung elektron, sinar ultravio- let, dan photon. Kemudian, loncatan plasma ke seluruh bagian tabung me- ngenai air limbah yang sedang mengalir. Akhirnya, hasil dari semburan plasma itu adalah spesies aktif seperti ozon (O3), hidroksida (OH), oksigen (O2), hidrogen (H), dan hidrogen per- oksida (H2O2). Spesies aktif itu disebut hidroksil radikal. Hidroksil radikal berperan dalam proses oksidasi di dalam dan permu- kaan air serta mereduksi berbagai kandungan warna maupun TS. Bahkan setelah semua senyawa kimia terurai, unsur logam juga terpisah karena me- lewati carbon filter. Lantaran tereduksi secara signifikan, dari proses tersebut yang semula air limbah tekstil telah menjadi H2O (air). Dengan bantuan voltase pada reaktor plasma, WW mampu men- transformasikan limbah menjadi air. Gambarannya, dengan tegangan 9.000 volt mampu membuat sirkulasi seba- nyak enam kali putar dan memurnikan limbah berwarna hitam menjadi air. Sekali putaran hanya membutuhkan waktu dua detik. Atas temuannya, Anto Tri Sugiarto sempat diganjar penghargaan peneliti muda terbaik dari Institute of Elec- trostatics, Jepang. Saat ini, beberapa perusahaan yang telah menggunakan teknologi WW, seperti Gajah Tunggal, Kansai Paint, dan Plaza Semanggi. Khusus di Plaza Semanggi, alat oksidasi tersebut digunakan untuk me- nyirkulasikan air untuk penghematan. Namun, air itu tidak bisa dikonsumsi melainkan hanya untuk pembersih atau flusher. Plasmagasifikasi Selain dapat menguraikan senyawa limbah cair, ternyata teknologi plasma juga bermanfaat dalam pengolahan limbah padat. Selama ini, insenerator masih menjadi alat yang paling dian- dalkan untuk memusnahkan limbah. Padahal, insenerator menghasilkan gas buang yang berbahaya. Apalagi bila pembakaran limbah mengguna- kan suhu di bawah 800 derajat celcius. Pembakaran dapat menghasilkan dioksin yang merupakan karsinogen penyebab kanker. Sedangkan bila suhu pembakaran dinaikkan di atas 800 derajat celcius, malah boros energi dan memuncul- kan penguapan logam berat seperti merkuri, krom, dan kadmium yang sama bahayanya dengan dioksin. Oleh karena itu, di beberapa negara, teknologi plasmagasifikasi ini telah disempurnakan. Konsepnya serupa de- ngan WW, namun gas yang diionisasi bukan oksigen, melainkan hidrogen. Limbah yang hendak diolah dilewat- kan plasma torch untuk dibakar dan dipanaskan. Agar dapat membakar, plasma torch membutuhkan tenaga sebesar 3.400 derajat celcius sehingga sampah organik yang terkena plasma menjadi gas sintetis dan sampah anor- ganik menjadi logam. Logam itu kemudian dapat di- recycle untuk dibentuk kembali menjadi bahan siap berguna dan siap pakai. Sedangkan gas sintetis dapat digunakan seba- gai pembangkit listrik. Supaya efektif, dalam sekali olahan, plasmagasifikasi membutuhkan 300 ton sampah per jam. Sedangkan suplai listrik yang diguna- kan untuk menyalakan plasma torch adalah 30 megawatt. Tapi hal itu tetap dipandang efisien. Sebab, olahan gas sintetik mampu menghasilkan listrik sebesar 120 megawatt. hag/L-4 Memurnikan Limbah dengan Loncatan Ion Fenomena petir dan lompatan ion menjadi inspirasi pengembangan baru untuk pengolahan limbah berbahaya dari pabrik. « Dengan bantuan voltase pada reaktor plasma, WW mampu mentransformasikan limbah menjadi air. Gambarannya, dengan tegangan 9.000 volt mampu membuat sirkulasi sebanyak enam kali putar dan memurnikan limbah berwarna hitam menjadi air. » Electron beam PLASMALAB.PBWORKS.COM KORAN JAKARTA/REPIANTO YESSONLINE.ORG EAWAG.CH ANTARA/ERIC IRENG Reaktor Plasma pada Proses “Wetted Wall Plasma” Elektroda Limbah Oksigen Elektroda Loncatan plasma Elektroda Elektron Photon UV H O3 OH O2 H2O2 Ozon (O3), hidroksida (OH), oksigen (O2), hidrogen (H), dan hidrogen perok- sida (H2O2) Hidroksil radikal Hidroksil radikal berperan dalam proses oksidasi di dalam dan per- mukaan air serta mereduksi ber- bagai kandungan warna maupun total solid

Upload: henry-agrahadi

Post on 13-Apr-2017

60 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: membersihkan limbah dengan loncatan ion

KUANTUM ®KORAN JAKARTA22 Sabtu27 JUNI 2009

Keberadaan limbah tentunya membahayakan lingkungan. Sudah tidak terhitung kerusakan lingkungan akibat bahan buangan tersebut. Apalagi

di antaranya termasuk kategori B3 (bahan berbahaya dan beracun). Limbah di kategori itu merupakan bahan yang mudah meledak, terbakar, reaktif, korosif, menyebabkan infeksi, dan beracun. Bayangkan, bila limbah tersebut langsung dibuang ke sungai atau tanah tanpa pengolahan lebih dahulu. Akhirnya dapat mengancam kesehatan ma-nusia dan kestabilan lingkungan.

Di sisi lain, sumber utama pencemaran lingkungan karena buruknya pengendalian dan pengolahan limbah. “Apalagi sumber pencemar berasal dari banyak tempat, misalnya pabrik, hotel, rumah sakit, pertanian, perke-bunan, pertambangan, dan rumah tangga,” jelas Dana A Kartakusuma, Staf Ahli Bidang Teknologi dan Pemba-ngunan Berkelanjutan, Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KLH).

Data 2007 menunjukkan sebanyak 13.000 industri besar menengah dan 94.000 industri kecil berpotensi mence-mari air permukaan serta air tanah. Bahkan, bila hendak dilebarkan pada kasus pencemaran tanah, data 2006 me-nyebutkan terjadi peningkatan hingga lima kali penggu-naan pupuk anorganik dan pestisida dibanding 2004, yang tentunya membuat tanah tidak dapat melakukan regen-erasi dan rusak permanen.

Sedangkan di wilayah perkotaan, buruknya pengelo-laan sanitasi turut memengaruhi kondisi pencemaran lingkungan. Sebuah hasil penelitian menyebutkan bahwa setiap orang membuang tinja seberat 125 – 250 gram setiap hari. Bayangkan jika ada 100 juta orang Indonesia tinggal di perkotaan. Hasilnya tanah perkotaan dipaksa menam-pung 25.000 ton tinja setiap hari.

Bila sanitasi tidak dijalankan dengan baik, limbah tinja dapat merusak lingkungan dan mengganggu kesehat-

an masyarakat. Sebab tinja mengandung empat unsur berbahaya, yaitu mikroba pathogen, material organik, telur cacing, senyawa nitrogen, dan fosfor.

Di Indonesia, 65 persen rumah yang ada di kawasan perkotaan menggunakan septic tank. Yang mengkhawatir-kan, pengaturan septic tank di Indonesia hampir tidak ada. Laporan Asian Development Bank menyebutkan pence-maran air di Indonesia berpotensi menimbulkan kerugian 45 triliun rupiah per tahun atau sekitar 2,2 persen gross domestic product. Kerugian itu juga setara dengan hilang-nya pendapatan tiap rumah tangga Indonesia sebesar 100 ribu rupiah per bulan.

Angka itu belum termasuk nilai kerugian dari dampak tidak langsung pencemaran air, seperti terganggunya sektor pariwisata, terhambatnya investasi, dan melorot-nya harga tanah. Meski program pengolahan limbah dan sanitasi digalakkan, tetap saja pencemaran tidak pernah mencapai titik rendah. Data KLH 2008 memaparkan kuali-tas air di 30 provinsi dari 35 provinsi yang diteliti, ternyata tercemar berat. Bahkan, kualitasnya masih kalah jauh dengan kriteria mutu air kelas II.

Ancaman lingkungan juga perlu ditujukan pada pencemaran udara. Ditemukan bahwa emisi gas buang menyumbang polusi sebesar 70 – 80 persen yang berasal dari industri, pembangkit tenaga, dan rumah tangga.

Penelitian KLH selama setahun terakhir menyebut-kan bahwa 10 ibu kota provinsi memiliki kualitas udara sedang. Sedangkan Jakarta, Bandung, Medan, Pontianak, dan Surabaya hanya memiliki kadar udara tidak sehat selama 18 hari (Jakarta), satu hari (Bandung), sembilan hari (Medan), enam hari (Pontianak), dan delapan hari (Surabaya) dalam satu tahunnya. Karena itulah diperlukan upaya sinergis dan terintegrasi untuk peduli sanitasi dan limbah berbahaya. � hag/L-4

Waspada Ancaman Sanitasi akibat Sisa Buangan

Kasus pencemaran PT Du-pantex di Pekalongan, Jawa Tengah, pertengahan Mei lalu, menunjukkan besarnya

bahaya limbah tekstil bila mencemari lingkungan. Warga di sekitar salah satu pabrik tekstil dan printing terbesar di kota batik itu mengalami gatal-gatal pada kulit bahkan ada yang sesak na-pas. Kementerian Negara Lingkungan Hidup pun menemukan bukti-bukti kuat bahwa pabrik yang beroperasi sejak 1988 itu dianggap mencemar-kan lingkungan dengan limbah cair dan padat B3 (bahan berbahaya dan beracun).

Di sisi lain, memang sebagian besar pabrik-pabrik tekstil di Indonesia telah memiliki instalasi pengolahan air lim-bah (IPAL). Namun, kerap kali peng-olahan air limbah menggunakan bahan kimia. Pencemaran baru pun timbul. Belum lagi persoalan efek insenerator (alat pembakar limbah) bila beroperasi di udara bersuhu pembakaran kurang. Akhirnya, pencemaran lain kembali timbul bersamaan.

Oleh karena itu, sejak beberapa tahun terakhir, beberapa negara maju telah mengembangkan teknologi baru untuk pengolahan limbah B3. Teknologi itu memanfaatkan loncatan ion, dan bentuknya dapat beragam, mi-salnya Advanced Oxidation Processes (AOP), metode bahan pengolah limbah dengan media air. AOP menggunakan mekanisme produksi photon dalam medium air sehingga menjadi radikal bebas untuk mengurai senyawa aktif seperti polutan.

Wujudnya bisa berupa ozonisasi (membersihkan polutan dengan sinar UV), fenton reaction (membersihkan polutan dengan senyawa kimia besi), electron beam (membersihkan dengan penembakan elektron di permukaan

air), dan sono chemistry (pembersihan dengan gelombang elektromagnetik bertegangan tinggi).

Pengembangan teknologi itu di-dasari pada penemuan unsur baru polutan. Selama ini, wujud limbah yang dikenal hanya tiga macam, yakni cair, padat, dan gas. Padahal, ada unsur keempat, yakni plasma. Selama ini, wujud limbah merupakan parameter untuk dideteksi sistem dan teknologi apa yang pas untuk pengolahannya.

Plasma merupakan loncatan ion hasil pemanasan zat gas. Plasma juga merupakan hasil uap gas yang kem-bali dipanaskan. Bentuknya seperti loncatan-loncatan ion seperti kilatan petir dan bergerak dinamis.

Melalui Dr Anto Tri

Sugiarto, Peneliti Pusat Kalibrasi Instrumentasi dan Metrologi Lem-baga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2KIM-LIPI), juga telah dikembang-kan fenomena loncatan ion tersebut untuk pengolahan limbah B3. Nama-nya wetted wall plasma (WW). Temuan KIM-LIPI itu termasuk berkategori metode AOP.

Fenomena PetirUniknya, loncatan ion sebagai unsur

pada WW terinsipirasi dari metode AOP dan fenomena petir. Diketahui, saat petir muncul dapat mereduksi polutan yang ada di udara. Fenomena petir, loncatan ion itulah yang kemu-dian dirancang ke dalam tabung WW.

Tabung itu terdiri dari reaktor plas-ma, high voltage power supply (suplai tenaga bertegangan tinggi), oskiloskop (peralatan elektronik penghasil tam-pilan grafi k pada layar), dan tabung oksigen.

Cara kerja tabung yang dipatenkan di Jepang pada 2002 itu seperti meng-operasikan aliran sirkulasi air untuk dikenakan elektroda penghasil plasma. Kronologinya, air yang terkena limbah dan mengandung warna maupun total solid (TS), dialirkan dari atas secara bersamaan dengan gas oksigen ke da-lam WW.

Saat air mengalir di dalam, elektroda bertegangan tinggi di tengah dan sisi tabung memanaskan gas oksigen se-hingga tercipta plasma. Dalam plasma itu terkandung elektron, sinar ultravio-let, dan photon. Kemudian, loncatan plasma ke seluruh bagian tabung me-ngenai air limbah yang sedang mengalir.

Akhirnya, hasil dari semburan plasma itu adalah spesies aktif seperti ozon (O3), hidroksida (OH), oksigen

(O2), hidrogen (H), dan hidrogen per-oksida (H2O2). Spesies aktif itu disebut hidroksil radikal.

Hidroksil radikal berperan dalam proses oksidasi di dalam dan permu-kaan air serta mereduksi berbagai kandungan warna maupun TS. Bahkan setelah semua senyawa kimia terurai, unsur logam juga terpisah karena me-lewati carbon fi lter. Lantaran tereduksi secara signifi kan, dari proses tersebut yang semula air limbah tekstil telah menjadi H2O (air).

Dengan bantuan voltase pada reaktor plasma, WW mampu men-transformasikan limbah menjadi air. Gambarannya, dengan tegangan 9.000 volt mampu membuat sirkulasi seba-nyak enam kali putar dan memurnikan limbah berwarna hitam menjadi air. Sekali putaran hanya membutuhkan waktu dua detik.

Atas temuannya, Anto Tri Sugiarto sempat diganjar penghargaan peneliti muda terbaik dari Institute of Elec-trostatics, Jepang. Saat ini, beberapa perusahaan yang telah menggunakan teknologi WW, seperti Gajah Tunggal, Kansai Paint, dan Plaza Semanggi.

Khusus di Plaza Semanggi, alat oksidasi tersebut digunakan untuk me-nyirkulasikan air untuk penghematan. Namun, air itu tidak bisa dikonsumsi melainkan hanya untuk pembersih atau fl usher.

Plasmagasifi kasiSelain dapat menguraikan senyawa

limbah cair, ternyata teknologi plasma juga bermanfaat dalam pengolahan limbah padat. Selama ini, insenerator masih menjadi alat yang paling dian-dalkan untuk memusnahkan limbah. Padahal, insenerator menghasilkan gas buang yang berbahaya. Apalagi bila pembakaran limbah mengguna-kan suhu di bawah 800 derajat celcius. Pembakaran dapat menghasilkan dioksin yang merupakan karsinogen penyebab kanker.

Sedangkan bila suhu pembakaran dinaikkan di atas 800 derajat celcius, malah boros energi dan memuncul-kan penguapan logam berat seperti merkuri, krom, dan kadmium yang sama bahayanya dengan dioksin.

Oleh karena itu, di beberapa negara, teknologi plasmagasifi kasi ini telah disempurnakan. Konsepnya serupa de-ngan WW, namun gas yang diionisasi bukan oksigen, melainkan hidrogen. Limbah yang hendak diolah dilewat-kan plasma torch untuk dibakar dan dipanaskan. Agar dapat membakar, plasma torch membutuhkan tenaga sebesar 3.400 derajat celcius sehingga sampah organik yang terkena plasma menjadi gas sintetis dan sampah anor-ganik menjadi logam.

Logam itu kemudian dapat di- recycle untuk dibentuk kembali menjadi bahan siap berguna dan siap pakai. Sedangkan gas sintetis dapat digunakan seba-gai pembangkit listrik. Supaya efektif, dalam sekali olahan, plasma gasifi kasi membutuhkan 300 ton sampah per jam. Sedangkan suplai listrik yang diguna-kan untuk menyalakan plasma torch adalah 30 megawatt. Tapi hal itu tetap dipandang efi sien. Sebab, olahan gas sintetik mampu menghasilkan listrik sebesar 120 megawatt. � hag/L-4

Memurnikan Limbah dengan Loncatan Ion

Fenomena petir dan lompatan ion menjadi inspirasi pengembangan baru untuk pengolahan limbah berbahaya dari pabrik.

« Dengan bantuan voltase pada reaktor plasma, WW mampu mentransformasikan limbah menjadi air. Gambarannya, dengan tegangan 9.000 volt mampu membuat sirkulasi sebanyak enam kali putar dan

memurnikan limbah berwarna hitam menjadi air. »

Electron beam

PLASMALAB.PBWORKS.COM

KORAN JAKARTA/REPIANTO

YESSONLINE.ORG

EAWAG.CH

ANTARA/ERIC IRENG

Reaktor Plasma pada Proses “Wetted Wall Plasma”

Elektroda

Limbah Oksigen

Elektroda

Loncatan plasma

Elektroda

Elektron Photon

UVH

O3OH

O2

H2O2

Ozon (O3), hidroksida (OH), oksigen (O2), hidrogen (H), dan hidrogen perok-sida (H2O2)

Hidroksil radikal

Hidroksil radikal berperan dalam proses oksidasi di dalam dan per-mukaan air serta mereduksi ber-bagai kandungan warna maupun total solid