membangun pendidikan karakter bangsa melalui pembelajaran matematika
DESCRIPTION
aTRANSCRIPT
105
MEMBANGUN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA
MELALUI PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Hendra Erik Rudyanto
Lecture IKIP PGRI MADIUN
Abstrak
Globalisasi berdampak positif bagi yang dapat mengikuti arusnya
secara positif, namun juga berdampak negatif jika tidak
membentengi diri dengan baik. Namun kenyataannya dampak
negatif bahkan lebih mendominasi, hal itu dibuktikan dengan
kemerosotan karakter bangsa. Kunci sukses untuk menghadapi
tantangan globalisasi tersebut terletak pada karakter sumber daya
manusia bangsa Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan adanya
peningkatan kualitas sumber daya manusia khususnya pada
karakter individu. Pendidikan merupakan salah satu aspek strategis
untuk mengatasi dan mencegah hal tersebut. Melalui
pengembangan pendidikan karakter di semua mata pelajaran,
pengembangan diri, dan budaya sekolah. Matematika adalah salah
satu mata pelajaran yang ada pada setiap jenjang pendidikan
dimana didalamnya terkandung nilai-nilai yang mendukung
keberhasilan pembentukan karakter bangsa. Potensi nilai-nilai
tersebut termuat dalam materi matematika maupun dalam
pembelajarannya.
Kata Kunci: Nilai-nilai Pendidikan Matematika, Karakter Bangsa
A. PENDAHULUAN
Globalisasi memang sudah tidak dapat ditolak kehadirannya. Globalisasi
yang telah merambah kepada semua aspek kehidupan, baik ekonomi, politik,
maupun budaya menandakan bahwa orang yang hidup di era ini mau tidak mau
harus mampu berkompetisi dalam segala bidang apabila tidak mau tertinggal jauh.
Hal ini tentu saja membawa dampak positif terhadap keberlangsungan hidup
masyarakat sebagai warga negara Indonesia jika dapat mengikuti arusnya secara
positif. Namun di sisi lain, dampak negatif juga ikut mengiringi jika kita tidak
mampu membentengi diri dengan baik.
Hal tersebut senada dengan perkembangan karakter bangsa kita, dimana
kian hari semakin mengalami kemerosotan. Tindakan menyimpang yang
106
dilakukan pelajar membuat pendidikan karakter mendesak untuk diterapkan di
berbagai jenjang sekolah. Fondasi karakter yang kuat, tentunya juga akan
menjadikan pelajar mampu bersaing kelak di kancah internasional. Wajah
pendidikan Indonesia tercoreng dengan berbagai pemberitaan miring. Masih
teringat dipikiran kita peristiwa tawuran antar pelajar di ibu kota yang
mengakibatkan terenggutnya nyawa. Seorang pelajar seharusnya segala tindak
lagunya mencerminkan seseorang yang terpelajar yang mengutamakan otak dan
intelektualitasnya untuk berekspresi.
Bukan sebaliknya, atas dasar berkespresi malahan bertingkah brutal
melanggar norma-norma yang berlaku. Contoh tersebut hanya sebagian kecil
sebagai contoh bukti nyata kemerosotan karakter bangsa kita, dan masih banyak
contoh-contoh lain misalnya korupsi yang merajalela dan kian lama tak
terbendung, kerusuhan, kekerasan, perpecahan yang terjadi di berbagai organisasi,
keinginan merdeka dari sebagian wilayah, kekurangtaatan pemerintah daerah
terhadap pemerintah pusat. Peristiwa-peristiwa tersebut mengindikasikan
memudarnya karakter kebangsaan.
Pemerintah telah berupaya untuk mengatasi bahkan mengantisipasi hal
tersebut. Salah satu elemen yang strategis untuk melakukan usaha tersebut melalui
pendidikan. Tentu saja, sudah merupakan bagian dari tugas dunia pendidikan
untuk menyiapkan bagaimana menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang
memiliki kemampuan atau berkompetensi. Dunia pendidikan harus mampu
menyiapkan SDM yang dapat mengikuti arus globalisasi dalam arti yang positif.
Demikian pula, karena globalisasi mengandung pula hal-hal yang negatif, maka
lembaga pendidikan di samping juga masyarakat dan keluarga (stakeholder) harus
mampu membentengi generasi penerus terutama dari pengaruh budaya yang tidak
sesuai dengan norma (agama) sebagai tolak ukur kepribadian atau budi pekerti.
Sesuai dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional pasal 3, yang menyatakan bahwa pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan YangMaha Esa, berakhlak mulia, sehat,
107
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. Namun kondisi pendidikan di sekolah sekarang ini cenderung
mengembangkan aspek kognitif siswa, dimana aspek selain kognitif seperti afektif
kurang mendapat perhatian bahkan terabaikan.
Menurut Akbar (2009) praktik pendidikan di Indonesia cenderung lebih
berorentasi pada pendidikan berbasis hard skill (keterampilan teknis) yang lebih
bersifat mengembangkan intelligence quotient (IQ), namun kurang
mengembangkan kemampuan soft skill yang tertuang dalam emotional
intelligence (EQ), dan spiritual intelligence (SQ). Pembelajaran diberbagai
sekolah bahkan perguruan tinggi lebih menekankan pada perolehan nilai hasil
ulangan maupun nilai hasil ujian. Banyak guru yang memiliki persepsi bahwa
peserta didik yang memiliki kompetensi yang baik adalah memiliki nilai hasil
ulangan / ujian yang tinggi, padahal nilai yang tinggi tapi belum menjamin
memiliki sikap yang baik.
Dalam lingkup satuan pendidikan pengembangan karakter dapat dilakukan
dengan menggunakan: (1) pendekatan terintegrasi dalam semua mata pelajaran;
(2) pengembangan budaya satuan pendidikan; (3) pelaksanaan kegiatan
kokurikuler dan ekstrakurikuler; serta (4) pembiasaan perilaku dalam kehidupan
di lingkungan satuan pendidikan. Hal ini dipertegas oleh Koesuma (2007) yang
menyatakan bahwa salah satu prinsip pengembangan pendidikan karakter adalah
melalui semua mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya sekolah.
Matematika adalah mata pelajaran yang ada pada setiap jenjang pendidikan.
Pendidikan Matematika memuat nilai-nilai yang berpotensi untuk
mendukung keberhasilan pembentukan karakter bangsa. Nilai-nilai tersebut
termuat dalam materi matematika maupun dalam pembelajarannya.
Permasalahannya adalah apakah matematika benar-benar dapat berperan dalam
pembentukan karakter bangsa? Dari kajian terhadap karakteristik matematika
terlihat nilai-nilai karakter termuat dalam masing-masing karakteristik. Hal ini
tentunya memperlihatkan bahwa pengembangan pendidikan karakter dapat
dilakukan melalui pembelajaran matematika. Kajian tersebut dapat digunakan
guru sebagai bahan pertimbangan dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran.
108
B. PEMBAHASAN
1. Karakteristik Pembelajaran Matematika
Menurut Soedjadi (2007) matematika memiliki objek tujuan abstrak,
bertumpu pada kesepakatan, dan pola pikir deduktif. Sedangkan menurut
Ruseffendi, matematika adalah bahasa symbol, ilmu deduktif, ilmu tentang pola
keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak
didefinisikan ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma, dan akhirnya ke dalil
(Heruman, 2007: 1).
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan, mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta
didik memiliki kemampuan: (1) memahami konsep matematika, menjelaskan
keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara
luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah; (2) menggunakan
penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat
generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan
matematika; (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami
masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan
solusi yang diperoleh; (4) mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel,
diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; dan (5)
memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika,
serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Sedangkan menurut BSNP (2006) matematika memiliki karakteristik yaitu
menuntut kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, kreatif, dan
inovatif serta menekankan pada penguasaan konsep dan algoritma di samping
pemecahan masalah. Di samping itu matematika juga mengandung nilai-nilai
antara lain kesepakatan, kebebasan, konsisten, kesemestaan, ketat, taat azas atau
taat hukum, kejujuran, dan keterbukaan. Karakteristik matapelajaran Matematika
adalah menuntut kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, kreatif, dan
inovatif serta menekankan pada penguasaan konsep dan algoritma di samping
pemecahan masalah. Suyitno (2012) berpendapat bahwa matematika juga
109
mengandung nilai-nilai antara lain kesepakatan, kebebasan, konsisten,
kesemestaan, ketat, taat azas atau taat hukum, kejujuran, dan keterbukaan.
2. Hubungan Nilai-nilai yang terkandung dalam Matematika dengan
Pendidikan Karakter
Karakter merupakan sifat yang melekat pada setiap manusia, sebagai
faktor penentu seseorang untuk bersikap dan bertingkah laku, dengan dipengaruhi
oleh situasi, kondisi, dan yang dirasakan dalam hati seseorang. Pendidikan
karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah
yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan
untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri
sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan
kamil. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (stakeholders)
harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi
kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan
atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau
kegiatan kokurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan etos kerja
seluruh warga dan lingkungan sekolah. Karakter lebih dekat dengan akhlak, yaitu
spontanitas manusia dalam bersikap atau melakukan perbuatan yang menyatu
dalam diri manusia sehingga ketika muncul tidak perlu dipikirkan lagi. Wynne
berpendapat karakter merupakan nilai kebaikan dalam bentuk tingkah laku
(Zuhdi, 2009:10).
Menurut Bishop, nilai-nilai dalam pendidikan matematika adalah kualitas
sikap yang dalam yang ditanamkan dalam pendidikan melalui materi matematika
di sekolah (Suyitno, 2012). Nilai-nilai dalam pendidikan matematika sebagai
bagian integral dari pengalaman belajar matematika merupakan sesuatu hal yang
penting. Nilai-nilai dalam matematika dan nilai-nilai dalam mata pelajaran
matematika dapat ditumbuhkan melalui pelaksanaan proses belajar mengajar
matematika. Nilai-nilai tersebut akan tertanam lebih meresap dari pada konsep
matematika maupun prosedur matematika yang apabila jarang digunakan akan
cepat memudar. Guru matematika harus memahami nilai-nilai matematika yang
harus ditanamkan dalam pembelajaran.
110
Nilai-nilai matematika harus diwujudkan dalam proses belajar mengajar
dan materi ajar matematika, sehingga pembelajaran matematika dapat digunakan
untuk menanamkan nilai-nilai yang diarahkan kepada masalah-masalah sosial,
moral, politik, agama, kebangsaan, dan kenegaraan. Tujuan pendidikan
matematika adalah agar peserta didik dengan cerdas mendiskusikan suatu isu dan
memiliki perangkat untuk dapat menganalisis dan berdebat, sehingga mereka
menjadi cakap dan terlatih menjadi orang yang memiliki rasa ingin tahu dan tidak
mudah menerima kebenaran suatu informasi (skeptics), kemampuan mengajukan
pertanyaan seperti para politisi, kemampuan seperti wartawan, kemampuan seperti
pemimpin agama, dan kemampuan seorang ilmuwan. Tercapainya tujuan
pendidikan matematika berarti terwujudnya nilai-nilai yang sangat mendukung
pembentukan karakter bangsa.
3. Pembelajaran Matematika dan Pembentukan Karakter bangsa
Tujuan pembelajaran adalah agar pengetahuan/ informasi yang
disampaikan guru dapat diterima dengan baik oleh siswa sehingga diharapkan
hasilnya baik pula. Dengan proses belajar matematika yang baik dapat
memudahkan mempelajari matematika dan memudahkan pula
mengamplikasikannya pada situasi yang baru, baik untuk menyelesaikan masalah
dalam matematika itu sendiri maupun ilmu lain dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk pendidikan Sekolah Dasar, usia siswa menurut Peaget tingkat
perkembangan intelektualnya masih pada tahap operasi konkret sehingga
membutuhkan intervensi guru lebih banyak dibanding dengan jenjang pendidikan
yang lebih tinggi karena pada tahap tersebut siswa masih terikat dengan hal-hal
yang sifatnya konkret. Sementara matematika adalah abstrak, dan karena
keabstrakannya inilah yang menyebabkan matematika sulit.
Oleh karena itu agar dapat berperan banyak dalam membelajarkan
matematika maka seorang guru harus mempunyai kompetensi-kompetensi tertentu
dalam pembelajaran matematika, diantaranya menguasai materi matematika,
strategi membelajarkan matematika, mengetahui psikologi perkembangan mental
siswa dan berprilaku sebagai pendidik. Dengan menguasai materi matematika
maka dapat mengetahui nilai-nilai yang terkandung dalam matematika itu sendiri.
111
Nilai-nilai tersebut diantaranya adalah matematika merupakan ilmu yang taat
azas, rasional, kebenarannya logis. Ciri-ciri matematika tersebut sesuai dengan
filsafat umum yang pada hakekatnya menuju kebenaran/keadilan. Sikap dan
tindakan yang menempatkan nilai-nilai keadilan sebagai tujuan akhir dinamakan
perbuatan moral. Perkembangan moral dipengaruhi oleh perkembangan pikiran
(kognitif) dan perasaan/kelakuan.
Namun yang lebih berperan dalam perkembangan moral adalah perasaan
seseorang. Kemampuan kognitif dapat mempengaruhi perbuatan moral seseorang
tergantung bagaimana perasaan seseorang tersebut. Orang yang kemampuan
kognitifnya tinggi dapat bermoral/ berkarakter baik bila perasaannya baik, namun
sebaliknya kemampuan kognitif tinggi dapat bermoral/ berkarakter rendah bila
perasaannya kurang baik. Dengan karakteristik matematika yang disebutkan di
atas dapat digunakan sebagai sarana untuk menanamkan nilai-nilai moral
khususnya pada pendidikan sekolah dasar. Hal ini mengingat usia anak sekolah
dasar mempunyai kepekaan dan daya lekat ingatan yang kuat, sehingga
penanaman nilai karakter perlu diterapkan melalui berbagai kesempatan termasuk
dalam pembelajaran matematika.
Bentuk penanaman nilai-nilai karakter dalam pembelajaran matematika
dapat dilakukan melalui berbagai model tergantung kreatifitas guru masing-
masing, yang terpenting secara eksplisit selalu menekankan nilai-nilai karakter
yang terkandung didalam setiap topik/pokok bahasan matematika yang diajarkan
dan mengkaitkannya dengan kehidupan nyata. Suyitno mengemukakan,
pembelajaran konsep pecahan dalam arti pecahan sebagai suatu pembagian, dapat
dimanfaatkan untuk menanainkan rasa keadilan. Berikut adalah contoh penggalan
bahan ajar dengan materi ajar arti pecahan:
Bu Mami memiliki dua orang anak Ali dan Budi. Ia ingin membagi kue
kepada kedua anaknya secara adil, yaitu dengan membagi kue itu
menjadi dua sama besar. Baginya membagi adil itu sangat penting, sebab
keadilan mengakibatkan perdamaian dan ketidakadilan dapat
mengakibatkan iri, dengki, dan permusuhan. Ia mempunyai banyak cara
untuk mengiris dan membagi secara adil kepada anak-anaknya. Agar
anak-anaknya benar-benar merasa memperoleh keadilan, maka Bu Mami
mengundi untuk menentukan siapa mengiris dan dengan konsekuensi
yang tidak mengiris berhak mengambil lebih dahulu. Setelah selesai
membagi kue, Bu Mami mengatakan “kalian masing-masing mendapat
seperdua dari kue yang utuh”.
112
Dalam matematika terdapat prinsip keadilan dalam hal sebuah persamaan.
Seperti contoh: x + 5 = 10, tentukan nilai x! Untuk mencari solusi dari persamaan
tersebut diperlukan langkah-langkah sebagai berikut:
x + 5 = 10
x + 5 – 5 = 10 – 5
x = 5
Kalau kita lihat jika ruas kiri dikurangi lima maka ruas kanan juga
dikurangi lima. Jadi dalam pengerjaanya terdapat prisnsip keadilan dalam
matematika. Pembelajaran matematika dengan materi aritmetika jam menurut
Suyitno dapat dimanfaatkan bagi penanaman sikap toleransi. Misalkan dalam
kelas, guru membagi kelas menjadi lima kelompok dan setiap kelompok diberi
tugas menyusun Label penjumlahan aritmetika jam. Kelompok I sampai dengan
kelompok V berturut-turut untuk jam empatan, jam limaan, jam enaman, jam
tujuan dan jam delapanan. Hasil penjumlahan untuk kelompok I adalah 4 + 4 = 4,
untuk kelompok 11 adalah 4 + 4 = 3 untuk kelompok III adalah 4 + 4 = 2, untuk
kelompok IV adalah 4 + 4 = 1, dan untuk kelompok V adalah 4 + 4 = S. Mereka
tidak dapat saling menyalahkan, sebab masing-masing kelompok menggunakan
aturannya sendiri. Sikap toleransi adalah salah satu fundamen bagi keeratan suatu
bangsa.
Contoh dalam materi volume, seseorang biasanya mempunyai kebiasaan
menghidupkan kran air ketika sedang mandi. Kita asumsikan setiap mandi
membutuhkan waktu 5 menit. Berarti 10 menit air kran hidup hanya untuk mandi
jika dalam sehari mandi sebanyak dua kali. Jika debit air yang mengalir di kran itu
8 liter per menit, jadi setiap hari kran akan mengalir 80 liter hanya untuk mandi.
Dalam seminggu berapa air yang terbuang? Bagaimana jika satu desa atau kota
melakukan kebiasaan yang sama? Pasti banyak air yang habis terbuang, sehingga
kita harus bisa lebih menghemat air saat mandi dengan menggunakan seperlunya
saja. Dengan pelajaran ini karakter hemat bisa ditanamkan pada siswa.
Menurut Suyitno (2012) model pembelajaran kooperatif akan sangat
membantu terhadap tumbuhnya nilai-nilai kerjasama, menghargai pendapat orang
113
lain, dan demokrasi. Pembelajaran matematika dengan pendekatan PMRI melatih
siswa untuk mengasah kemampuannya dalam hal kedisiplinan, kemandirian,
bernegosiasi, dan menghargai pendapat orang lain. Strategi pemecahan masalah
dapat membantu tumbuhnya kreatifitas, keuletan, dan ketangguhan; proses belajar
mengajar dengan nuansa kolaboratif dapat membantu tumbuhnya sikap mau dan
dapat bekerja sama; dan proses belajar mengajar dengan nuansa kompetitif dapat
membantu tumbuhnya sikap berani menghadapi tantangan dan meningkatkan
daya saing.
Beberapa contoh diatas menunjukkan bahwa pelaksanaan pembelajaran
matematika memiliki potensi untuk mendukung keberhasilan pembentukan
karakter bangsa yang meliputi antara lain sikap toleransi, kemandirian, keuletan,
ketangguhan, kreatif, cerdas, ulet, kereligiusan, ketagwaan, dsb. Sudah barang
tentu pemilihan model, strategi, atau metode pembelajaran yang dsipilih harus
disesuaikan dengan materi ajar.
Pendidikan matematika akan berperan secara maksimal dalam rangka
pembentukan karakter bangsa apabila guru memahami nilai-nilai yang terkandung
dalam matematika dan pembelajarannya. Nilai-nilai tersebut akan tertanam lebih
dalam dari pada konsep matematika maupun prosedur matematika yang apabila
jarang digunakan akan cepat memudar. Guru matematika harus memahami nilai-
nilai matematika yang harus ditanamkan dalam pembelajaran. Nilai-nilai tersebut
harus termuat dalam bahan ajar dan dalam proses belajar mengajar. Uraian di
muka memberi implikasi bahwa guru matematika harus memahami hakikat
matematika. Selanjutnya, guru harus mampu menuangkan nilai-nilai tersebut
dalam setiap unsur pembelajaran.
C. PENUTUP
Pendidikan matematika memiliki potensi-potensi yang dapat membentuk
karakter bangsa yang terkandung dalam materi dan pembelajarannya. Salah satu
elemen terpenting dalam pembentukan karakter bangsa adalah peran guru sebagai
tauladan bagi peserta didiknya. Karena dalam pembelajaran terjadi interaksi dua
arah antara keduanya. Perilaku guru akan memberi pengaruh yang signifikan
terhadap perilaku peserta didik. Apabila guru memberikan pengaruh-pengaruh
114
yang positif maka siswa akan terpengaruh yang berdampak positif, demikian
sebaliknya.
Pembentukan karakter bangsa sebagaimana pendidikan karakter harus
melalui proses mengenal hal yang baik dan berbuat kebaikan, pada akhirnya
berpikiran yang baik, berbuat yang baik, membiasakan perbuatan yang baik, dan
membudayakan hal yang baik. Dan yang tidak kalah penting, guru harus
memahami hakikat matematika, karakteristik dan nilai-nilai yang terkandung di
dalam matematika itu sendiri, sehingga guru dapat merencanakan, melaksanakan
dan mengevaluasi pembelajaran khususnya matematika sesuai potensi nilai-nilai
yang ada di dalamnya.
DAFTAR RUJUKAN
Heruman. 2007. Model Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Kemendiknas. 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa.
Jakarta: Balitbang.
Koesuma, D. 2007. Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman
Global. Jakarta: Grasindo.
Soedjadi, R. 2007. Masalah Kontekstual sebagai Batu Sendi Matematika Sekolah.
Surabaya: Pusat Sains dan Matematika Sekolah (PSMS).
Suyitno, H. 2011. Mathematics Education And Nation Character Building. Dalam
Collection of Paper International Seminar and the 4th National Conference on Mathematics Education.
Suyitno, H. 2012. Seminar Nasional Matematika: Nilai-nilai Pendidikan
Matematika bagi Pembentukan Karakter Bangsa, 13 Oktober.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. 2006. Bandung: Fokus Media.
Zuhdi, D. 2009. Pendidikan Karakter Grand Design dan Nilai-nilai Target.
Yogyakarta: UNY Press.