membaca koentjaraningrat melalui kacamata heddy

Download Membaca koentjaraningrat melalui kacamata heddy

If you can't read please download the document

Upload: muhammad-syaiful-rohman

Post on 23-Jun-2015

320 views

Category:

Education


1 download

DESCRIPTION

Antropologi

TRANSCRIPT

MEMBACA KOENTJARANINGRAT MELALUI KACAMATA HEDDYMuhammad Syaiful Rohman10/306973/PSA/022931MEMBACA KOENTJARANINGRAT MELALUI KACAMATA HEDDYAntropologi Koentjaraningrat atau yang oleh Mas Heddy dan saya belakangan juga menyetujui mengistilahkan Antrop-Koen adalah antropologi dengan ciri-ciri epistemologi positivis. Positivis sendiri merupakan filsafat ilmu pengetahuan yang berkembang pada abad ke-18 melalui karya-karya filosofis Hume dan Barkeley. Menurut Kolakowski, positivistisme memiliki ciri-ciri umum sebagai berikut:rule of phenomenalism; bahwa kita hanya berhak merekam apa yang sebenarnya ada dalam pengalaman kita atau apa yang sebenarnya kita alami. Positivisme mengakui eksistensi tetapi menolak essensi. Pengalaman adalah dasar terpenting dan positivisme tidak memberikan tempat pada metafisika.rule of nominalism; bahwa kita tidak boleh beranggapan bahwa setiap pemahaman (insight) yang dirumuskan dalam istilah-istilah umum dapat mengacu selain kepada fakta-fakta individual.rule that refuses to call value judgements and normative statements knowledge; bahwa kita wajib menolak pandangan yang mengatakan bahwa nilai-nilai (values) merupakan ciri-ciri dari dunia disekitar kita. Karena nilai yang diperoleh secara sosialisasi bersifat relatif.belief in essential unity of scientific method, bahwa tidak ada perbedaan yang penting dan mendasar antara metode ilmu pengetahuan alam (natural science) dengan metode ilmu sosial budaya.Saat ini kita jika ingin memperoleh kerangka pemikiran yang lebih konkret mengenai ide positivisme, rupanya kita juga masih perlu merujuk pada ide Anthony Giddens yang dalam disiplin sosiologi pernah mengemukakan bahwa positivistic attitude mencakup : (1) prosedur dalam ilmu alam dapat diadaptasikan secara langsung dalam sosiologi, (2) hasil akhir dalam penelitian sosiologis bisa diformulasikan sebagai hukum atau laws-like generalisasi seperti yang dikembangkan dalam ilmu alam dan (3) sosiologi memiliki ciri-ciri teknis (technical character).Dalam positivistik, ilmu pengetahuan dipandang sebagai suatu upaya untuk memperoleh pengetahuan yang predictive dan explanatory mengenai dunia kebudayaan yang ada diluar kebudayaan yang sedang kita anut sekarang. Sementara itu, metode dalam antropologi Koentjaraningrat dicapai melaui tiga tingkat.Pengumpulan FaktaDalam hal ini, Koentjaraningrat berpendapat bahwa dalam melakukan penelitian dapat menggunakan penggabungan antara metode kualitatif dan metode kuantitatif agar generalisasi kebudayaan yang kita peroleh bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah akademis. Bahkan menurutnya, metode kuantitatif lebih dapat menentukan dalam proses generalisasi dan lebih objektif, jika ternyata wilayah penelitian sangat luas dan tentunya dalam masyarakat yang heterogen (penekanan dari saya).Penentuan Sifat-Sifat Umum (Generalisasi) dan SistemMetode yang digunakan adalah metode perbandingan dan klasifikasi/tipologi. Menurut Koentjaraningrat, metode komparatif dimulai dengan metode klasifikasi (taksonomi). Taksonomi atau tipologi ini merupakan upaya untuk menentukan jenis atau karakter dari suatu kebudayaan dan kemudian memberi nama atau identitas (dari saya) tertentu. Beberapa kebudayaan yang dipandang memiliki ciri-ciri yang relatif sama akan dikelompokkan sebagai kebudayaan dengan ciri-ciri tertentu. Dalam hal ini, Koentjaraningrat mengklasifikasikan kebudayaan berdasarkan atas (1) lokasi / tempat tinggal, (2) mata pecaharian, dan (3) kontak budaya.Dengan taksonomi semacam ini, kita dapat melihat satu pandangan bahwa nature is uniform atau alam mengandung keseragaman (uniformity) yaitu dengan adanya hukum alam (natural laws). Prosedur ini memperlihatkan suatu pandangan bahwa tidak ada perbedaan essensial antar fenomena alam dan fenomena sosial-budaya, karena pengertian alam (nature) bukan hanya alam fisik, tetapi juga mencakup gejala-gejala sosial budaya.Selain itu, dalam menentukan ciri-ciri umum dan sistem, Kontjaraningrat cenderung menganut proses berfikir induktif. Suatu proses berfikir yang berangkat dari pengetahuan tentang peristiwa-peristiwa dan fakta-fakta khusus dan konkret, ke arah konsep-konsep mengenai ciri-ciri umum yang lebih abstrak. Analisis induktif ini kemudian didukung oleh analisis kuantitatif agar menghasilkan suatu generalisasi kebudayaan yang tepat.Verifikasi dengan Melakukan Studi PerbandinganDalam Antrop-Koen, studi perbandingan ada dua macam; (1) yang ditujukan untuk dapat menghasilkan suatu sistem klasifikasi tertentu untuk mencari persamaan dan perbedaan, dan (2) yang ditujukan untuk menguji kebenaran dari pengertian-pengertian yang telah diperoleh mengenai masyarakat dan kebudayaan guna memperoleh generalisasi yang lebih meyakinkan.Ada dua macam hal yang mendasar dalam proses verifikasi ini yakni (1) prediksi atau perkiraan yang tidak bersifat kebetulan, dan (2) berdasarkan konsensus atau persetujuan antara para ilmuwan. Kontjaraningrat menganut epistemologi stochatic yakni epistemologi yang berhubungan dengan probabilitas. Menurutnya, gejala-gejala sosial budaya dapat dijelaskan melalui hukum-hukum atau dalil seperti halnya dalam ilmu alam yang dapat diperoleh dengan melakukan penyelidikan, observasi, dan pengujian yang dilakukan berulang kali. Adapun pengadopsian metode-metode kuantitatif yang ada dalam ilmu eksak seperti analisis statistik dan matematik merupakan langkah yang harus diambil.Jadi, ciri-ciri penting dari epistemologi positivistik ini adalah gejala sosial budaya merupakan bagian dari gejala alami, maka ilmu sosial dan budaya juga harus dapat merumuskan hukum-hukum atau generalisasi-generalisasi mengenai gejala sosial budaya, oleh karena itu prosedur serta metode penelitian dan analisis dalam ilmu alam sangat perlu diterapkan dalam ilmu-ilmu sosial budaya. Berdasarkan hal tersebut diatas dan berdasarkan pengalaman lapangan saya selama dua tahun, akhirnya saya bisa mengerti dan memahami bahwa apa yang selama ini telah saya lakukan ternyata tak lepas dari pengaruh positivisme yang dianut oleh Koentjaraningrat dan Mas Heddy sebagai muridnya.