mekanisme pelipatan protein 1gb1 pada … · mengucapkan banyak terima kasih kepada keluarga yang...
TRANSCRIPT
MEKANISME PELIPATAN PROTEIN 1GB1 PADA
TEMPERATUR RENDAH MENGGUNAKAN SIMULASI
DINAMIKA MOLEKUL
SHINTA ANGGIA MURNI
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Mekanisme Pelipatan Protein 1GB1 pada Temperatur Rendah Menggunakan Simulasi Dinamika Molekul adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Shinta Anggia Murni
NIM G74120024
Bogor, Juli 2016
ABSTRAK
SHINTA ANGGIA MURNI. Mekanisme Pelipatan Protein 1GB1 pada Temperatur Rendah Menggunakan Simulasi Dinamika Molekul. Dibimbing oleh TONY IBNU SUMARYADA dan SETYANTO TRI WAHYUDI.
Protein 1GB1 (protein G domain B1) merupakan protein immunoglobulin
dari Streptomyces griseus. Penelitian ini menggunakan metode simulasi dinamika molekul dan bertujuan untuk menentukan pengaruh penggunaan temperatur tinggi pada proses pembentangan protein (unfolding) dan temperatur rendah pada pelipatan (refolding) protein 1GB1. Simulasi unfolding dilakukan pada temperatur 500 K selama 16 ns. Koordinat akhir protein pada proses unfolding dijadikan masukan pada proses refolding dengan temperatur 225 K selama 30 ns. Langkah-langkah dalam simulasi ini meliputi proses preparasi, minimisasi, pemanasan dan ekuilibrasi serta production run. Protein 1GB1 akan unfolding pada temperatur 500 K dalam waktu 12 ns dengan tingkat kesamaan urutan asam amino hanya 7 % (hampir unfolding sempurna). Protein yang telah rusak ini kemudian kembali ke struktur awal melalui proses refolding pada suhu 225 K selama 30 ns dengan tingkat kesamaan urutan asam amino sebesar 72 % . Dari penelitian ini diperoleh bahwa proses pelipatan protein mengikuti mekanisme zipper model di mana α-
helix terbentuk lengkap lebih dahulu dibandingkan struktur β-sheet. Kata kunci : protein 1GB1, unfolding, refolding, hydrophobic collapse, zipper
model, simulasi dinamika molekul
ABSTRACT
SHINTA ANGGIA MURNI. Mechanism 1GB1 Protein Folding at Low
Temperature Using Molecular Dynamics Simulation. Supervised by TONY IBNU SUMARYADA dan SETYANTO TRI WAHYUDI.
1GB1 protein (G protein domain B1) is an immunoglobulin protein from
Streptomyces griseus. The research use molecular dynamics simulation method to determine the effect of high temperature on the unfolding process and low temperatures on the refolding process of 1GB1 protein. Simulation of unfolding performed at 500 K for 16 ns. The final coordinate of unfolding process used as input in the refolding process with 225 K temperature for 30 ns. The steps of simulation are the preparation process, minimization, heating and equilibration, and production run. 1GB1 protein will unfold at 500 K temperature within 12.4 ns and the similarity to structure of amino acid is 7 % (almost the perfect unfolding process). Protein had been damaged returning to original structure with the refolding process at 225 K for 30 ns and the similarity to structure of amino acid is 72 %. This research shows the protein folding process is zipper- model mechanism which α-helix formed first completly than β-sheet structure. The research shows the zipper-model mechanism at protein folding process.
Keywords : 1GB1 protein, unfolding, refolding, hydrophobic collapse, zipper model, molecular dynamics simulation
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
MEKANISME PELIPATAN PROTEIN 1GB1 PADA
TEMPERATUR RENDAH MENGGUNAKAN SIMULASI
DINAMIKA MOLEKUL
SHINTA ANGGIA MURNI
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2016 ini adalah Mekanisme Pelipatan Protein 1GB1 pada Temperatur Rendah Menggunakan Simulasi Dinamika Molekul.
Karya ilmiah ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan program sarjana di Departemen Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. R. Tony Sumaryada dan Bapak Dr. Setyanto Tri Wahyudi selaku pembimbing, serta Bapak Dr. Akhiruddin Maddu yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada keluarga yang selalu mendoakan dan mendukung proses penelitian ini, penghuni asrama mahasiswi aceh malahayati serta teman-teman fisika angkatan 49 yang selalu memberikan motivasi dan semangat. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2016
Shinta Anggia Murni
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Protein 1GB1 2
Unfolding dan Refolding Protein 3
Zipper Model dan Hydropobic Collapse Model 3
Simulasi Dinamika Molekul 4
METODE 4
Tempat dan Waktu Penelitian 4
Alat dan Bahan 4
Prosedur Penelitian 5
HASIL DAN PEMBAHASAN 6
Analisis Struktur Sekunder 6
Analisis RMSD 8
Analisis RMSF 9
Analisis SASA 10
Analisis Energi Konformasi 12
Analisis Ikatan Hidrogen 13
SIMPULAN DAN SARAN 14
Simpulan 14
Saran 14
DAFTAR PUSTAKA 14
LAMPIRAN 18
RIWAYAT HIDUP 20
DAFTAR TABEL
1. Residu penyususn struktur sekunder protein 1GB1 2
DAFTAR GAMBAR
1. Struktur Protein 1GB1 3 2. Struktur Sekunder Protein 1GB1(a) unfolding 500 K selama 16 ns
(b) refolding 225 K selama 30 ns 6 3. Perubahan konformasi struktur sekunder selama simulasi
unfolding 500 K selama 16 ns dan refolding 225 K selama 30 ns 7 4. Nilai RMSD pada proses unfolding suhu 500 K selama 12.4 ns
dan refolding suhu 225 K selama 30 ns 8 5. Nilai RMSF (a) unfolding pada suhu 500 K selama 12.4 ns (b)
refolding pada suhu 225 K selama 30 ns 9 6. Nilai SASA total pada proses unfolding suhu 500 K selama 12.4
ns dan refolding suhu 25 K selama 30 ns 10 7. Nilai SASA selama proses unfolding suhu 500 K selama 12.4 ns 11 8. Nilai SASA selama proses refolding suhu 500 K selama 12.4 ns 12
9. Energi Konformasi protein pada proses refolding (a) suhu 225 K selama 30 ns (b) suhu 200 K selama 20 ns 12
10. Ikatan hidrogen unfolding suhu 500 K selama 12.4 ns (a) p-p (b) p-w dan refolding suhu 225 K selama 30 ns (a) p-p (b) p-w 13
DAFTAR LAMPIRAN
1. Diagram Alir Penelitian 18
2. Persentase kesesuaian urutan residu penyusun antara struktur protein native dengan hasil simulasi unfolding dan refolding 19
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Protein merupakan heterobiopolimer yang terdiri dari 20 asam amino. Konsep dasar struktur dan fungsi protein digambarkan pertama kali melalui X-Ray kristalografi dan terus berkembang hingga konsep konformasi dan fluktuasi dinamis protein.1
Salah satu protein yang bersifat termostabil adalah protein 1GB1. Protein 1GB1 (protein G domain B1) merupakan jenis protein immunoglobulin dari Streptococcus kelompok G yang berfungsi membantu organisme menghindari pertahanan inang yaitu manusia.2
Pelipatan protein memiliki komplektisitas yang tinggi sehingga konformasi dari protein yang terdenaturasi sulit dipahami3. Pelipatan protein dapat ditinjau dari pengaruh termodinamika yang melibatkan seluruh interaksi dan dapat menimbulkan perubahan struktur sekunder. Hasil perubahan struktur sekunder dapat diamati dari interaksi elektrostatik, Van der Waals dan ikatan hidrogen sehingga protein memiliki energi bebas minimum.4,5,6
Eksperimen menunjukkan bahwa protein berada dalam keadaan unfolding jika dipengaruhi oleh faktor eksternal dan refolding menuju struktur native apabila diberikan pengaruh temperatur rendah. Struktur protein dapat memberikan informasi secara komputasi melalui urutan asam amino. Pelipatan protein tersebut di analisis pada suhu tertentu yang memiliki energi bebas.7
Informasi yang didapatkan dari pelipatan protein tersebut dapat dideteksi dengan program simulasi dinamika molekul. Simulasi dinamika molekul merupakan metode yang diturunkan langsung dari interaksi antara atom dan molekul. Simulasi ini mempelajari struktur protein serta mengamati tingkah laku mikroskopis molekul menggunakan sistem permodelan. Molekular dinamik dapat menentukan model energi potensial antara molekul molekulnya sehingga gaya yang mempengaruhi sistem dinamika dapat ditentukan. Selain itu, simulasi ini menggunakan algoritma dan metode numerik yang sangat tepat dan efisien.8
Program lain yang dipakai adalah VMD dan NAMD. VMD (Visual
Molecular Dynamics) bertujuan untuk memunculkan dan menunjukkan protein secara visual. Sedangkan NAMD (Not just Another Molecular Dynamics) merupakan program yang digunakan untuk mengkarakterisasi suatu molekul.9
Perumusan Masalah
1. Bagaimana mekanisme pelipatan protein 1GB1 pada temperatur rendah?
2
Tujuan Penelitian
Menentukan jenis mekanisme pelipatan protein 1GB1 pada temperatur rendah
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman terhadap
mekanisme pelipatan protein 1GB1 akibat pengaruh temperatur rendah.
TINJAUAN PUSTAKA
Protein 1GB1
Protein 1GB1 memiliki 56 residu yang dapat bertahan hidup pada suhu ekstrim 363 K. Protein berdomain B1 ini memiliki luas permukaan yang cukup besar sehingga berfungsi membantu organisme Streptomyces griseus menghindari pertahanan inang melalui sifat pengikatan immunoglobulin (mengikat antibodi inang).2
Struktur sekunder utama protein 1GB1 terdiri dari 2 pasang β-sheet (kuning), 2 turn (hijau toska), 2 coil (putih) dan 1 α-helix (ungu).10
Tabel 1. Residu penyusun struktur sekunder protein 1GB134
Struktur Sekunder
Index Residu
Kode Residu
β-sheet 2-8 T, Y, K, L, I, L, N 13-19 K, G, E, T, T, T, E 43-46 E, W, T, Y, D 51-55 T, F, T, V, T
α-helix 23-36 A, A, T, A, E, K, V, F,K, Q, Y, A, N, D,N
Turn 9-12 G, K, T, L 47- 50 D, A, T, K
Coil 1 M 20-22 A, V, D 37-42 G, V, D,G 56 E
3
Unfolding dan Refolding Protein
Kestabilan termal protein dicapai ketika protein berada dalam keadaan folded. Ketidakstabilan protein terjadi karena energi bebas yang dimiliki cukup tinggi. Kondisi tersebut menujukkan bahwa protein berada dalam keadaan unfolding. Protein yang mengalami unfolding pada temperatur tinggi menyebabkan terjadinya denaturasi.11,12,13 Mekanisme unfolding digambarkan dalam empat keadaan :
F→H→S→U
F adalah frayed, keadaan protein folded atau native, H keadaan protein tanpa struktur sekunder tetapi inti hidrofobik sudah rusak, S keadaan inti hidrofobik yang sebagian tersolvasi, dan U adalah keadaan protein unfolded sempurna. Keadaan H dan S akan selalu ada namun sebagai intermediet kinetik.
Refolding merupakan proses pemberian temperatur rendah selama simulasi pada protein di mana koordinat masukan diambil dari protein unfolded.11,12,13 Proses refolding kebalikan dari proses unfolding. Sehingga, hasil yang didapatkan akan menunjukkan data yang berbeda pada setiap perlakuan pelipatan protein baik pada tempreratur tinggi maupun temperatur rendah.14
Zipper Model dan Hydropobic Collapse Model
Protein 1GB1 memiliki jenis mekanisme pelipatan yang beragam.
Mekanisme tersebut dapat digunakan untuk mendeskripsikan suatu simulasi, menjelaskan konformasi dan pelipatan protein lebih lanjut.15,16,17,18Salah satu mekanismenya adalah zipper model (zip-out)
19,20 dan hydrophobic collapse model
(zip-in and middle-out)14,21.
Zipper model merupakan permodelan pelipatan protein yang didominasi oleh gaya ikatan hidrogen22
. Zipper model mangasumsikan pelipatan protein 1GB1 dimulai dari struktur turn terlebih dahulu dengan membentuk ikatan hidrogen secara sekuen23,24. Selain itu, Mekanisme zipper model bersifat hidrofilik (polar) yang menunjukkan tingkat penyerapan tinggi terhadap air.42 Sedangkan Hydrophobic collapse model merupakan permodelan dari residu hidrofobik yang berada di dalam inti hidrofobik protein. Sehingga Hydrophobic collapse model
lebih bersifat nonpolar.22
Gambar 1. Struktur Protein 1GB1
4
Kedua model tersebut didominasi oleh struktur interaksi non-lokal hidrofobik seperti inti hidrofobik, α-helix, dan β-sheet serta ikatan hidrogen yang juga ikut berkontribusi dalam reaksi konformasi.15Dengan demikian, kedua mekanisme tersebut sulit dipisahkan karena memiliki banyak persamaan.19
Simulasi Dinamika Molekul
Simulation Molecular Dynamics (SMD) merupakan teknik simulasi komputer yang direpresentasikan oleh interaksi sejumlah atom dalam jangka waktu tertentu. Simulasi ini dapat menunjukkkan trajektori protein di atas 10 ns.11,12,13 Hasil simulasi ini merupakan parameter dalam fungsi distribusi radial dan Mean Square Displacement sebagai fungsi dari waktu yang mencerminkan karakteristik material. Simulation Molecular Dynamics memiliki dua program untuk meninjau struktur protein secara mendalam. Program tersebut berupa NAMD (Not just Another Molecular Dynamics) dan VMD (Visual Molecular
Dynamics).25
NAMD merupakan program paralel pada UNIX yang di rancang khusus untuk simulasi molekular dinamik. Selain itu, software NAMD merupakan properti intelektual dari the board of Trustees of the University of Illinois. Sedankan VMD (Visual Molcular Dynamics) merupakan aplikasi yang dirancang untuk menvisualisasikan dan menganalisis sistem biopolimer (polimer, asam nukleid, lipid). VMD digunakan sebagai aplikasi visual untuk simulasi dinamika molekular NAMD.9
Trajektori protein selama simulasi ditentukan dari koordinat awal dan temperatur tiap atom. Data koordinat protein diunduh melalui Protein Data Bank (www.rscb.org) dengan kode 1GB1. Simulasi dilakukan secara keseluruhan pada protein 1GB1 dengan jumlah residu sebanyak 56 menggunakan simulasi dinamika molekul software VMD dan NAMD.
METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2015 hingga April 2016. Tempat penelitian di Laboratorium Fisika Teori dan Komputasi, Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan
Penelitian ini menggunakan peralatan berupa alat tulis, perangkat keras dan perangkat lunak. Perangkat keras terdiri atas computer dengan spesifikasi Quad
Core Processor (Intel Core i7), RAM 12 GB, Graphic Card NVIDIA Ge Force GTS 9400, dan system operasi LINUX Ubuntu 12.04. Perangkat yang digunakan untuk simulasi adalah NAMD (Not Just Another Molecular Dynamics Program)
5
versi 2.9. Preparasi, analisis, dan output animasi molekul protein menggunakan VMD (Visual Molecular Dynamics Program) versi 1.9.1. Perangkat lunak lain yang digunakan untuk pengolahan data antara lain Cat DCD versi 4.0, Ms. Excel 2010, smoothing, dan Gnuplot 4.6.4.
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah protein G yang memiliki domain B1. Protein ini dapat diunduh dari (http://www.rscb.org/pdb/) Protein Data Bank dengan indeks 1GB1.
Prosedur Penelitian
Preparasi molekul
Tahap preparasi ini menggunakan program VMD. Protein 1GB1 dapat dimunculkan dengan menunjukkan bentuk visual. Data protein 1GB1 di unduh dari Protein Data Bank 1GB1 yang memiliki 60 frame. Frame tersebut diubah menjadi 1 frame untuk memudahkan pengkarakterisasian. Ikatan atom hidrogen dihilangkan kemudian protein diarahkan ke pusat koordinat yang berada pada titik (0,0,0). Langkah selanjutnya protein dilarutkan ke dalam box yang berisi cairan berukuran 17Å. Ukuran box tersebut menentukan bentuk pelipatan protein yang sempurna. Tahap terakhir adalah proses penetralan menggunakan NaCl dengan konsentrasi 0.15mol/L. Hal ini dimaksudkan agar protein tidak dipengaruhi oleh parameter lain kecuali perubahan temperatur.
Simulasi dinamika molekul
Simulasi dilakukan pada dua keadaan protein yaitu unfolding dan
refolding. Force field yang digunakan pada simulasi ini adalah Charm++. Setiap simulasi diawali dengan proses minimisasi pada temperatur tertentu. Data yang dimasukkan pada proses minimisasi didapatkan dari proses preparasi sebelumnya. Minimisasi bertujuan untuk meminimalkan energi pada molekul sehingga berada dalam keadaan stabil. Proses unfolding diawali dengan tahap pemanasan pada suhu 0 K sampai 500 K. Selanjutnya, sistem diekuilibrasi dengan protokol Langevin yang bertujuan untuk menjaga suhu agar tetap berada pada suhu akhir. Tahap terakhir adalah production run dengan menahan suhu pada 500 K selama 16 ns.
Proses refolding kebalikan dari proses unfolding di mana terjadinya pelipatan protein kembali menuju struktur native. Data koordinat awal yang digunakan pada proses refolding diperoleh dari unfolding. Data tersebut di preparasi terlebih dahulu dan minimisasi seperti proses unfolding.
Selanjutnya dilakukan ekuilibrasi, pemanasan dan production run pada suhu dasar 225 K selama 30 ns.
6
Analisis Data
Hasil production run dari proses unfolding dan refolding dihilangkan solvation box untuk mendapatkan data yang tidak dipengaruhi oleh pelarut selama simulasi. Protein tersebut dianalisis menggunakan program VMD. Hasil analisis unfolding dan refolding dibandingkan untuk mengetahui tingkat pembentangan dan peliapatan protein 1GB1.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Struktur Sekunder
Simulasi dinamika molekul terhadap protein 1GB1 dilakukan pada suhu tinggi 500 K selama 16 ns dan suhu rendah 225 K selama 30 ns. Pada suhu 500 K, protein mengalami kerusakan. Pemberian temperatur tinggi merupakan salah satu langkah untuk mempercepat terjadinya unfolding
14. Hal ini ditunjukkan oleh protein 1GB1 yang mengalami unfolding pada dengan waktu 12.4 ns. Perubahan struktur sekunder menunjukkan terjadinya unfolding protein di mana terdapat perbedaan urutan asam amino, terutama hilang atau rusaknya struktur α-helix dan β-sheet
26,27. Meskipun tidak terjadi unfolding sempurna, namun Gambar 2 merepresentasikan perubahan struktur protein secara keseluruhan. Struktur α-helix (ungu) dan β-sheet
(kuning) berubah menjadi turn (hijau toska) dan coil (putih). Struktur β-
sheet mengalami kerusakan terlebih dahulu dibandingkan α-helix.
Struktur α-helix dan β-sheet mulai terbentuk kembali pada suhu 225 K selama 30 ns. Pemberian temperatur rendah mengakibatkan struktur sekunder protein kembali ke keadaan semula (refolding)11,12,13. Hal ini juga dapat dilihat pada Gambar 2 yang menunjukkan turn berubah menjadi α-
helix dan disusul oleh coil yang ikut berubah menjadi β-sheet.
β-sheet coil turn α-helix
1
14
28
35
42
56 ns
residu
1 2 4 6 8 10 12 14 16 1 3 5 7 9 11 13 17 19 21 25 30
Gambar 2. Struktur Sekunder Protein 1GB1(a) unfolding 500 K selama 16 ns (b) refolding 225 K selama 30 ns
(a) (b)
7
Gambar 3 menujukkan protein 1GB1 yang disimulasikan dari keadaan native menjadi unfolding dan refolding. Kedua proses ini direpresentasikan oleh skema pembentukan srtuktur sekunder protein selama simulasi. Struktur sekunder yang dimiliki protein native adalah 4 α-
helix dan 2 pasang β-sheet sempurna. Ketika diberikan suhu 500 K pada waktu 12.4 ns, protein mengalami perubahan struktur di mana sepasang β-
sheet mengalami kerusakan dan berubah menjadi coil serta struktur α-helix berubah menjadi turn. Pada waktu tersebut, protein mengalami perubahan urutan asam amino yang signifikan di mana persentase kemiripan dengan protein native sebesar 7 %. Simulasi dilanjutkan hingga waktu 16 ns. Pada waktu tersebut, protein memiliki urutan asam amino yang hampir sama dengan keadaan native. Keadaan seperti ini terjadi karena pemberian temperatur pada protein dilakukan di segala arah sehingga mengakibatkan ketidakteraturan perubahan struktur sekunder protein.22 Oleh karena itu, data koordinat protein unfolding pada waktu 12.4 ns dijadikan masukan untuk proses refolding.
Proses refolding pada protein 1GB1 membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan unfolding. Hal ini dikarenakan protein 1GB1 memiliki kestabilan yang cukup tinggi.8 Oleh karena itu proses refolding dilakukan pada suhu 225 K selama 30 ns. Pada waktu 10 ns, struktur turn sedikit berubah menjadi α-helix namun coil belum berubah menjadi β-sheet. Kemudian, struktur turn berubah seutuhnya menjadi α-helix pada waktu 20 ns tetapi struktur coil sama dengan sebelumnya. Pada keadaan terakhir 30 ns, struktur turn berubah menjadi α-helix lengkap dan coil menjadi sepasang β-
sheet yang belum lengkap dengan persentase kemiripan terhadap protein native sebesar 72.07%. Perubahan ini tidak menunjukkan hasil yang sangat signifikan seperti penelitian sebelumnya yang dilakukan pada suhu 200 K selama 20 ns. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa pelipatan protein 1GB1 memiliki tingkat kemiripan dengan struktur native sebesar 86%.36
Gambar 3. Perubahan konformasi struktur sekunder selama simulasi unfolding
500 K selama16 ns dan refolding 225 K selama 30 ns
native
6 ns
10 ns 20 ns refolding 30 ns
unfolding 12.4 ns 16 ns un
fold
ing
re
fold
ing
8
Mekanisme pelipatan protein 1GB1 memiliki 2 model utama yaitu zipper
model19,20 dan hydrophobic collapse model
14,21. Zipper model mengasumsikan protein 1GB1 yang dimulai dari struktur turn terlebih dahulu dengan membentuk ikatan hidrogen secara sekuen. Mekanisme pelipatan ini didukung oleh beberapa simulasi dan eksperimen23,24. Sedangkan hydrophobic collapse model mengasumsikan bahwa bentuk inti hidrofobik teurai terlebih dahulu kemudian disusul oleh struktur lainnya. Permodelan ini juga didukung oleh simulasi yang memiliki metode berbeda28,29. Kedua mekanisme ini dapat mengindentifikasi simulasi menggunakan permodelan yang sederhana30.
Berdasarkan Gambar 2 dan 3, proses unfolding mengikuti mekanisme
zipper model di mana struktur α-helix terbentang lebih awal daripada struktur β-
sheet. Sedangkan proses refolding juga mengikuti mekanisme zipper model dengan struktur awal yang terbentuk adalah α-helix.
Analisis RMSD
RMSD (Root Mean Square Deviation) merupakan jarak rata-rata antara konformasi dengan struktur referensi (struktur awal simulasi). Fluktuasi nilai RMSD menunjukkan bahwa protein mengalami perubahan struktur selama simulasi. Perubahan struktur tersebut dapat dilihat pada gambar. Protein yang diberikan suhu 500 K dengan waktu 12.4 ns mengalami fluktuasi yang sangat signifikan mencapai 8 Å. Kenaikan ini menunjukkan bahwa protein mengalami unfolding parsial. Unfolding parsial atau intermediate terjadi ketika RMSD berada pada nilai 2Å≤RMSD≤8Å.31 Data koordinat akhir protein pada temperatur 500 K dengan waktu 12.4 ns dijadikan masukan untuk RMSD pada protein yang diberikan temperatur 225 K selama 30 ns. Nilai RMSD mengalami penurunan mencapai 3.5 Å seperti yang terlihat pada gambar. Nilai tersebut menunjukkan bahwa protein kembali ke keadaan native namun belum sempurna. Protein native memiliki nilai RMSD 2 Å.31
unfolding
g refolding
Gambar 4. Nilai RMSD pada proses unfolding suhu 500 K selama 12.4 ns dan refolding suhu 225 K selama 30 ns
1 4 8 12 16 20 24 28 32 34 38 40 44
ns
9
Keadaan unfolding pada Gambar 4 menunjukkan jarak rata-rata antara konformasi dengan struktur referensi mengalami kenaikan sebesar 3 Å selama 2 ns dan mengalami penurunan kembali pada waktu 4 ns sebesar 1 Å. Pada waktu 2 ns, protein mengalami fleksibilitas yang tinggi. Namun, protein memiliki tingkat kestabilan yang tinggi sehingga pada waktu 1 ns perubahan struktur yang terjadi tidak terlalu signifikan.
Analisis RMSF
RMSF (Root mean square fluctuation) merupakan rata-rata akar kuadrat fluktuasi koordinat atom terhadap struktur referensi. Analisis RMSF menunjukkan fleksibilitas residu asam amino penyusun protein. Analisis ini menghasilkan residu asam amino yang bersifat fleksibel dan kaku selama simulasi berlangsung.32 Residu asam amino akan bersifat fleksibel apabila diberikan temperatur tinggi pada simulasi.22
Protein yang diberikan suhu 500 K memiliki residu tertinggi pada struktur coil (M1, D22, dan E56) dan struktur turn (T11 dan A48) seperti yang terlihat pada gambar. Sedangkan fleksibilitas tinggi pada suhu 225 K terdapat pada struktur coil (M1, D22, dan E56), struktur turn (T11 dan A48) serta struktur α-
helix (D35).
Gambar 5(a) menunjukkan protein dalam keadaan unfolding pada suhu 500 K selama 12.4 ns. Pada keadaan tersebut, protein mengalami fleksibilitas yang cukup tinggi pada residu 2 dengan nilai RMSF sebesar 12.8 Å. Fleksibilitas tinggi tersebut terdapat pada stuktur coil (M1). Sehingga proses unfolding yang ditinjau berdasarkan nilai RMSF menunjukkan mekanisme hydrofobic collapse
model. Fleksibilitas protein menurun pada residu 4 dengan nilai RMSF sebesar 7.8 Å.
1 4 8 12 16 20 24 28 32 36 40 44 48 52 56 1 4 8 12 16 20 24 28 32 36 40 44 48 52 56
Residu Residu
(a) (b)
Gambar 5. Nilai RMSF (a) unfolding pada suhu 500 K selama 12.4 ns (b) refolding pada suhu 225 K selama 30 ns
pada suhu 225 K selama 30 ns
10
Sedangkan Gambar 5(b) menunjukkan keadaan refolding protein yang memiliki fleksibilitas tinggi pada residu 11 dengan nilai RMSF sebesar 7.75 Å dan mengalami penurunan pada residu 12 dengan nilai sebesar 6.92 Å. Fleksibilitas tinggi di residu 11 terdapat pada struktur protein coil (M1) sehingga proses refolding juga mengikuti mekanisme hydrofobic collapse model.
Analisis SASA
SASA (Solvent Accessible Surface Area) adalah luas permukaan protein yang dapat di akses oleh zat pelarut.33 Luas area permukaan menentukan struktur inti hidrofobik protein. Inti hidrofobik protein menunjukkan keadaan pelipatan protein.34,42Analisis SASA terdiri dari SASA polar, nonpolar, dan backbone. SASA polar bersifat hidrofilik (menyukai air) dan SASA nonpolar bersifat hidrofobik (tidak menyukai air).43
Gambar 6 menunjukkan proses unfolding pada suhu 500 K selama 12.4 ns dengan nilai SASA total sebesar 3890.273 Å2 hingga 4925.986 Å2 .Kenaikan SASA menunjukkan bahwa inti hidrofobik protein mengalami kerusakan.
Kerusakan tersebut dapat disebabkan oleh temperatur tinggi . Proses refolding menunjukkan nilai SASA sebesar 5000 Å2 hingga 4728 Å2
pada suhu 225 K selama 30 ns. Pada suhu ini, nilai SASA mengalami penurunan yang menunjukkan bahwa inti hidrofobik protein yang telah rusak terbentuk kembali menuju struktur awal (native).
Selama proses unfolding berlangsung, terjadi pembukaan luas permukaan yang cukup besar pada waktu 2.5 ns sebesar 4600 Å2 dan mengalami penutupan kembali pada waktu 4 ns sebesar 3000 Å2 . pembukaan tersebut menunjukkan bahwa protein memiliki luas permukaan yang cukup besar untuk dijangkau oleh pelarut (air) sehingga inti hidrofobik mengalami kerusakan. Dalam keadaan ini,
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 24 26 28 30 32 34 36 38 40 42
(ns)
unfolding
refolding
Gambar 6. Nilai SASA total pada proses unfolding suhu 500 K selama 12.4 ns dan refolding suhu 225 K selama 30 ns
11
protein mengalami unfolding. Kemudian protein kembali ke struktur awal (refolding) ketika luas permukaan mengecil (tertutup kembali).
Gambar 7 menunjukkan luas permukaan protein (SASA) selama proses unfolding yang terdiri atas SASA polar, nonpolar, backbone, dan SASA total. SASA polar menunjukkan kenaikan sebesar 42 % dengan nilai 540.105 Å2, SASA polar sebesar 39 % dengan nilai 495.617 Å2, dan SASA backbone sebesar 19 % dengan nilai 241.165 Å2. Sehingga secara keseluruhan SASA total mengalami kenaikan sebesar 1276 Å2. Berdasarkan persentase kenaikannya, SASA polar dan nonpolar memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap unfolding protein dibandingkan SASA backbone. Akan tetapi, SASA polar sedikit lebih unggul daripada SASA nonpolar. Hal ini menunjukkan bahwa protein mengalami unfolding yang diikuti oleh mekanisme zipper model.
SASA total SASA polar SASA nonpolar SASA backbone
Gambar 8 menunjukkan protein mengalami proses refolding. Luas
permukaan protein mengecil sehingga inti hidrofobik mulai terbentuk kembali. Analisis SASA pada refolding juga terdiri dari SASA polar, nonpolar, backbone
dan SASA total. SASA polar menunjukkan kenaikan sebesar 40.5 % dengan nilai 131.102 Å, SASA nonpolar sebesar 40 % dengan nilai 129.648 Å, dan SASA backbone sebesar 19.5 % dengan nilai 63.215 Å. Dengan demikian SASA total mengalami kenaikan sebesar 324 Å2. Dari keseluruhan nilai SASA yang didapatkan, SASA polar dan nonpolar lebih unggul daripada SASA backbone. Akan tetapi, SASA polar sedikit lebih tinggi daripada SASA nopolar. Sehingga proses refolding pada protein juga mengikuti mekanisme zipper model.
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
0 2000 4000 6000 8000
SASA
(Å
2)
ns
all
nonpolar
polar
backbone
Gambar 7. Nilai SASA selama proses unfolding suhu 500 K selama 12.4 ns
1 2 4 6 8 10 12 14
polar
nonpolar
all
backbone
12
SASA total SASA polar SASA nonpolar SASA backbone
Analisis Energi Konformasi
Energi konformasi menunjukkan jumlah energi yang didapatkan ketika terjadinya perubahan konformasi protein terutama struktur tersier yang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti perubahan PH lingkungan, temperatur, kekuatan ion dan sebagainya.16
Energi konformasi telah diperhalus menggunakan moving average sebesar 100. Gambar 9(a) menunjukkan bahwa energi konformasi pada proses refolding suhu 225 K selama 30 ns adalah 1420 kcal/mol. Sedangkan Gambar 9(b) yang diambil dari penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa energi konformasi mencapai 1320 kcal/mol dengan suhu 200 K pada waktu 20 ns.35 Hal ini menunjukkan bahwa temperatur rendah dan waktu yang dibutuhkan selama simulasi dapat mempengaruhi perubahan konformasi pada protein. Protein yang diberikan temperatur rendah akan memiliki energi yang lebih rendah sehingga pelipatan protein terjadi secara sempurna menuju keadaan native.
Gambar 8. Nilai SASA selama proses refolding suhu 500 K selama 12.4 ns
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
0 5000 10000 15000 20000
SASA
(Å
2 )
ns
all
nonpolar
polar
backbone
all
backbone
nonpolar
polar
1 4 8 12 16 20 24 28 32
1300
1320
1340
1360
1380
1400
1420
0 5000 10000 15000
Ene
nrg
i Ko
nfo
rmas
i (k
cal/
mo
l)
frame
1410
1420
1430
1440
1450
1460
1470
0 5000 10000 15000 20000
Ene
rgi K
on
form
asi
(kca
l/m
ol)
frame
(a) (b)
Gambar 9. Energi Konformasi protein pada proses refolding (a) suhu 225 K selama 30 ns (b) suhu 200 K selama 20 ns
1 4 8 12 16 20 24 30 1 3 7 9 11 13 15 17 20
ns ns
13
Analisis Ikatan Hidrogen
Ikatan hidrogen adalah salah satu ikatan non kovalen yang memiliki peran penting dalam penentuan struktur dan aktivitas biologis protein untuk mempelajari konformasi dan energi.37,38 Analisis ikatan hidrogen dilakukan terhadap protein-water dan protein-protein. Analisis ikatan hidrogen antara protein-water dilakukan pada permukaan luar protein yang terdiri dari residu hidrofilik. permukaan luar protein lebih bersifat hidrofilik dibandingkan permukaan dalamnya. Sehingga permukaan dalam protein bersifat hidrofobik. Analisis yang digunakan terhadap permukaan dalam protein adalah ikatan hidrogen antar protein-protein.39,40,41
Gambar 10(a) dan (b) menunjukkan jumlah ikatan hidrogen protein dalam keadaan unfolding pada suhu 500 K selama 12.4 ns setelah diperhalus dengan moving average untuk setiap 50 frame. Gambar tersebut menunjukkan bahwa ikatan hidrogen antara protein-water memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan ikatan hidrogen antara protein-protein. Hal ini menunjukkan bahwa protein mengalami pembentangan yang disertai dengan pelarutnya. Pembentangan itu disebut proses unfolding dengan mekanisme zipper model. Gambar 10(c) dan 11(d) menunjukkan jumlah ikatan hidrogen protein pada keadaan refolding suhu 225 K selama 30 ns setelah diperhalus dengan moving average untuk setiap 50 frame. Gambar tersebut menunjukkan jumlah ikatan hidrogen antara protein-water memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan ikatan hidrogen antara protein-protein. Hal ini disebabkan oleh waktu singkat yang diberikan pada proses refolding sehingga pelipatan protein tidak terjadi secara sempurna.
Gambar 10. Ikatan hidrogen unfolding suhu 500 K selama 12.4 ns (a) p-p (b) p-w dan refolding suhu 225 K selama 30 ns (c) p-p (d) p-w
(a) (b)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
ns ns
(c)
1 4 8 12 16 20 24 28 30
ns
1 4 8 12 16 20 24 28 30
ns
(d)
14
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pemberian suhu tinggi 500 K selama 12.4 ns pada protein 1GB1 merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya unfolding. Selama proses unfolding berlangsung, struktur protein yang rusak terlebih dahulu adalah α-helix yang disusul oleh struktur β-sheet. Dengan demikian, mekanisme unfolding protein mengikuti mekanisme zipper model. Koordinat hasil unfolding dijadikan masukan pada proses refolding
dengan suhu 225 K selama 30 ns menghasilkan bentuk struktur akhir yang mendekati struktur native. Struktur pertama yang terbentuk adalah turn yang disusul oleh coil. Hal ini menunjukkan bahwa refolding protein juga mengikuti mekanisme zipper
model. Akan tetapi, beberapa analisis pada proses unfolding dan refolding mengikuti mekanisme hydrofobic collapse model. Hal ini menunjukkan bahwa pelipatan protein dapat mengikuti mekanisme zipper-model atau hydrofobic collapse model
dalam suatu simulasi secara bergantian.
Saran
Refolding protein pada suhu 225 K selama 30 ns belum menghasilkan struktur protein native secara sempurna. Penelitian ini perlu dilanjutkan pada refolding dengan waktu yang lebih lama untuk mendapatkan analisis dan struktur native yang lebih lengkap. Selain itu, Variasi mekanisme pelipatan protein lainnya seperti diffusion
collision model, framework model, nucleation condensation model, dan Zipping-
and-assembly (ZA) dapat dianalisis pada penelitian selanjutnya. Mekanisme tersebut tidak hanya diberikan perlakuan termal melainkan juga dapat diberikan perlakuan oleh gaya (force).
DAFTAR PUSTAKA
1. Michalet X, Weiss S, Jager M. 2006. Single-molecule fluorescence studies of protein folding and conformational dynamics. Chemical Reviews.
106(23):1785. 2. Gronenborn Angela M, Marius G.1993.Structural studies of immunoglobulin
binding domains of Streptococcal protein G. Immunomethods. 2:3. 3. Anfinsen C.B, Scheraga H.A. 1975. Experimental and theoretical aspects
of protein folding. Adv Protein Chem. 29:205-300. 4. Dill K.A. Polymer principles and protein folding. 1999.Protein Sci. 8:1166-
1180. 5. Dill K.A,Ozkan S.B, Weikl T.R, Chodera J.D, Voelz V.A. 2007
The protein folding problem: when will it be solved. Curr Opin Struct Biol.
17:342-346. 6. Ji X.L, Liu S.Q. 2011. Is stoichiometry-driven protein folding
getting out of thermodynamic control. J Biomol Struct Dyn. 28:621-623. 7. Hartt William E, Istrail Sorin. 1995. Fast protein folding in the hydrophobic
hydrophilic model within three-eights of optimal (extended
15
abstract).USA. 8. Hermawan K. Dipojono.Simulasi dinamika molekul (sebuah pengantar).
[prossiding]. Bandung (ID): ITB. 2001 9. Muhammad Nazir Akbar, A.Benny Mutiara, Chandra Yulianto.Analisis
kinerja sistem cluster terhadap aplikasi simulasi dinamika molekular NAMD memanfaatkan pustaka CHARM++. [prossiding]. Jakarta(ID). Universitas Gunadarma.2004.
10. Sawitri K. N, Sumaryada T, Ambarsari L. 2014. Analisa pasangan jembatan garam residu GLU15-LYS4 pada kestabilan termal protein 1GB1.10(1):2-3.
11. Karplus M, Sali A. 1995. Theoretical studies of protein folding and unfolding. Curr. Opin. Struct. Biol.5:58 –73.
12. Lazaridis T, Karplus M. 1997. “New view” of protein folding reconciled with the old through multiple unfolding simulations. Science. 278:1928 –1931.
13. Wang L, Duan Y, Shortle R, Imperiali B, Kollman P. A. 1999.Study of the stability and unfolding mechanism of BBA1 by molecular dynamics simulations at different temperatures. Protein Sci. 8:1292–1304.
14. Pande V. S, Rokhsar D. S. 1999. Molecular dynamics simulations of unfolding and refolding of a beta-hairpin fragment of protein G. Proc. Natl. Acad. Sci. U.S.A. 96:9062–9067.
15. Ronald E. Reid, Patrick L. Franchini. 2000. Peptide and Protein Drug
Analysis. Canada: University of British Columbia. 16. Qun Liu S., Lai Ji X, Yan Tao, Yong Tan D, Qin Zhang K,
Xin Fu Y. 2012. Protein folding, binding and energy landscape: a Synthesis. Protein Engineering. 212-217
17. Levinthal, C. 1968. J. Chim. Phys. 85: 44-45 18. Karplus M, Weaver D. L. 1994. Protein Sci. 3:650-668. 19. Munoz V, Henry ER, Hofrichter J, Eaton WA. 1998. A statistical mechanical
model for beta-hairpin kinetics. Proc. Natl. Acad. Sci. USA. 95:5872-5879. 20. Munoz V, Thompson PA, Hofrichter J, Eaton WA. 1997. Folding dynamics
and mechanism of beta-hairpin formation. Nature. 390:196–199. 21. Dinner AR, Lazaridis T, Karplus M. Understanding beta-hairpin formation.
Proc. Natl. Acad. Sci. USA. 1999;96:9068–9073. 22. Sumaryada T, Hati J, Wahyudi S T, Malau N D, and Sawitri K N, 2008.
Elucidation of GB1 protein unfolding mechanism via a long-timescale molecular dynamics simulation. IOP Science. 2-5. doi:10.1088/1755-1315/31/1/012008
23. Kolinski A, Ilkowski B, Skolnick J. 1999. Dynamics and thermodynamics of beta hairpin assembly: insights from various simulation techniques.Biophys. J. 77:2942–2952.
16
24. Du D, Zhu Y, Huang CY, Gai F. 2004. Understanding the key factors that control the rate of beta-hairpin folding. Proc. Natl. Acad. Sci. USA. 101:15915–15920.
25. Mike Susmikanti, Dinan Andiwijayakusuma. Identifikasi sifat material nuklir terhadap hasil simulasi molekuler dinamik dengan jaringan syaraf tiruan menggunakan metoda backpropagation.2011. Tangerang Selatan.
26. Day R, Bennion BJ, Ham S, Daggett V. 2002. Increasing temperature accelerates protein unfolding without changing the pathway of unfolding.J.Mol. Biol. 322: 189-203
27. Li A, Daggett V. 1994. Characterization of the transition state of protein unfolding by use of molecular dynamics: chymotrypsin inhibitor 2. Proc.Natl.
Acad. Sci. USA. 91: 10430-10434. 28. Garcia AE, Sanbonmatsu KY. 2001. Exploring the energy landscape of a beta
hairpin in explicit solvent. Proteins. 42:345–354. 29. Bolhuis PG. 2003. Transition-path sampling of beta-hairpin folding. Proc.
Natl. Acad. Sci. USA.100:12129–12134. 30. Xiao Y, Chen C, He Y. 2009. Folding mechanism of beta-hairpin
trpzip2: heterogeneity, transition state and folding pathways.10(6):2838–2848. 31. Sharma RD, Lynn AM, Sharma PK, Rajnee, Jawaid S. 2009. High
temperature unfolding of Bacillus anthracis amidase-03 by molecular dynamics simulations. Bioinformation.3(10):430-434
32. Kania NR. 2014. Pengaruh mutasi terhadap kestabilan termal protein 1GB1[skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.
33. Lee B, Richards FM. 1971. The interpretation of protein structures: estimation of static accessibility. J. Mol. Biol. 55(3):379-400.
34. Jellyta H. 2014. Analisis kestabilan protein 1GB1 menggunakan simulasi dinamika molekul[skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.
35. Rizky A. 2015. Pengaruh variasi temperatur unfolding terhadap trayektori refolding protein 1GB1[skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.
36. Della T.A. 2015. Pengaruh mutasi titik terhadap trayektori unfolding dan refolding protein 1GB1[skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.
37. Tai No K, Young Kwon O, Yeon Kim S, Shik Jhon M, Harold A.S. 1995, J.
Phys. Chem. 99:3478-3486 38. Levine I.N, 1988. Physical Chemistry. Edisi 3. Mc Graw Hill. New York. 39. Warshel A, Russell S.T.1984. Calculations of electrostatic interactions in
biological systems and in solutions. Q. Rev. Biophys.17:283–422 40. Xu1 D, Jung Tsai C, Nussinov R. 1997. Hydrogen bonds and salt bridges
across protein–protein interfaces. 10(9):999-1012. 41. Tarek M, Tobias D. J. 2002. Role of Protein-Water Hydrogen Bond Dynamics
in the Protein Dynamical Transition. 42. Durham E, Dorr B, Woetzel N, Staritzbichler R, Meiler J.2009. Solvent
accessible surface area approximations for rapid and accurate protein structure prediction. 15(9):1093-1108
17
43. Cavallo L, Kleinjung J, Fraternali F. 2016. POPS: a fast algorithm for solvent accessible surface areas at atomic and residue level. 44(8): 3364-3366
18
Mulai
Heating pada suhu tinggi
Ekuilibrasi
Production run
Data koordinat 1GB1 setelah
unfolding
Refolding
Analisis Data
Selesai
Minimisasi
Koordinat 1GB1.pdb
Preparasi protein
Heating pada suhu rendah
Ekuilibrasi
Production run
Unfolding
Data koordinat 1GB1 setelah
refolding
Minimisasi
Koordinat unfolded
Preparasi protein
Data koordinat 1GB1.pdb
LAMPIRAN
Lampiran 1. Diagram Alir Penelitian
19
Lampiran 2. Persentase kesesuaian urutan residu penyusun antara struktur protein native dengan hasil simulasi unfolding dan refolding
Struktur sekunder
Index residu protein native
Index residu protein unfolding
% kesesuaian
Coil 1 1 β-sheet 1 2 - 8 8
Turn 9 - 12 9-12 β-sheet 2 13 - 19 14-18
Coil 20 - 22 - α-helix 23 - 36 27-34 93 %
Coil 37 - 40 39-40 Coil 41 41
β-sheet 3 42- 46 45-46 Turn 47- 50 47-50
β-sheet 4 51 – 55 51-52 Coil 56 56
Struktur sekunder
Index residu protein native
Index residu protein refolding
% kesesuaian
Coil 1 1 β-sheet 1 2 - 8 3-6
Turn 9 - 12 9-12 β-sheet 2 13 - 19 18
Coil 20 - 22 22 α-helix 23 - 36 23-36 72 %
Coil 37 - 40 38-40 Coil 41 41
β-sheet 3 42- 46 45-46 Turn 47- 50 47-50
β-sheet 4 51 – 55 51-52 Coil 56 56
20
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Aceh Besar pada tanggal 03 Mei 1994 dari Ayah Saiful dan Ibu Nurdahri. Penulis adalah anak pertama dari 3 bersaudara. Pada tahun 2012 penulis berhasil menyelesaikan studi di MAS Ruhul Islam Anak Bangsa dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI dan diterima di Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama mengukuti perkuliahan, penulis aktif menjadi pengajar Fisika TPB di Bimbel Katalis dan pengajar fisika SMA di Bimbel Primagama serta pengajar private. Penulis juga aktif sebagai anggota DPM FMIPA periode 2013/2014.