mekanisme objek agunan kredit pada bank...

104
i MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK RAKYAT INDONESIA DENGAN JAMINAN SURAT KEPUTUSAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Syarat-syarat Meraih Gelar Sarjana Hukum Oleh: Faizal NIM: 1110048000068 JURUSAN ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H / 2015 M

Upload: hatruc

Post on 06-Feb-2018

226 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

i

MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK RAKYAT

INDONESIA DENGAN JAMINAN SURAT KEPUTUSAN PEGAWAI

NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS

IBUKOTA JAKARTA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memenuhi Syarat-syarat Meraih Gelar Sarjana Hukum

Oleh:

Faizal

NIM: 1110048000068

JURUSAN ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1436 H / 2015 M

Page 2: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
Page 3: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
Page 4: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
Page 5: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

iii

ABSTRAK

Pendapatan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang hanya bergantung pada gaji bulanan

tidak jarang memaksa mereka untuk mencari sumber pendapatan lain dalam rangka

pemenuhan kebutuhan konsumtifnya. Kredit bank merupakan salah satu solusi

untuk mengatasi hal tersebut dan untuk mendapatkannya dibutuhkan suatu benda

yang dapat menjamin pelunasan kredit tersebut. Jaminan yang digunakan para

Pegawai Negeri Sipil tersebut adalah Surat Keputusan (SK) Pengangkatan mereka

sebagai Pegawai Negeri Sipil. Walaupun Surat Keputusan Pegawai Negeri Sipil

bukan merupakan benda yang memiliki nilai pengoperan, namun dalam praktik

perbankan SK ini dapat diterima sebagai suatu jaminan dalam kredit bank.

Sehingga timbul permasalahan mengenai bagaimana kedudukan Surat Keputusan

Pegawai Negeri Sipil tersebut sebagai jaminan suatu kredit bank mengingat

Pegawai Negeri Sipil dalam pekerjaanya sering mengalami gejolak administrasi

dan kelembagaan yang tidak jarang meningkatkan risiko timbulnya kredit macet

bagaimana prosedur pengikatan Surat Keputusan Pegawai Negeri Sipil sebagai

jaminan kredit perbankan, apa saja faktor penyebab terjadinya kredit macet

tersebut, dan bagaimana prosedur dalam menyelesaikan kredit macet tersebut pada

PT Bank Rakyat Indonesia (Persero). Penulisan skripsi ini menggunakan metode

penelitian normatif yang menggunakan data sekunder. Alat pengumpulan data

dilakukan dengan studi dokumen (document study).

Page 6: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

iv

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya

yang mampu menerangi jalan menuju kepada kebenaran sehingga penulis dapat

meyelesaikan skripsi yang berjudul “Mekanisme Objek Agunan Kredit Pada

Bank Rakyat Indonesia Dengan Jaminan Surat Keputusan Pegawai Negeri

Sipil Dilingkungan Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Jakarta” dengan

baik. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW, beserta

keluarga dan para sahabatnya. Skripsi ini disusun dalam rangka untuk memenuhi

syarat-syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan

terima kasih atas bantuan, bimbingan, dukungan, semangat dan doa, baik langsung

maupun tidak langsung dalam penyelesaian skripsi ini, kepada:

1. Kedua Orang Tua, Mama dan Papa yang tidak hentinya melantunkan doa,

mencurahkan kasih sayang dan perhatian untuk meluruhkan segala pikiran

buruk penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan skripsi

ini.

2. Kedua saudara kandung saya, kakak dan adik saya, atas segala kebaikannya

selama ini memberikan bantuan dan menyemangati penulis.

3. Bapak Dr. H. JM Muslimin, MA. selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Dr. Djawahir Hejazziey, S.H., M.A., M.H. selaku Ketua Jurusan Ilmu

Hukum Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Bapak Arip Purqon, S.H.I., M.A. dan Bapak Drs. Abu Tamrin, S.H. M. Hum.

selaku sekretaris Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta periode 2013-1014.

Page 7: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

v

6. Prof. Dr. H. Abdullah Sulaiman,S.H,M.H. selaku Dosen Pembimbing Skripsi

yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan pengarahan dan

bimbingan dalam penulisan skripsi ini.

7. Seluruh dosen dan karyawan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta yang telah memberikan bantuan kepada penulis.

8. Risky Rani Permatasari, yang tidak hentinya memberikan doa, support,

semangat, kisah kasih dan waktu untuk membantu selama penyusunan skripsi

ini.

9. Sahabat - sahabat ilmu hukum, Ahmad Ilham Adha, Galuh Hayu Nastiti, Gerry

Pamungkas,S.H., Ilham Herdinata, Jentel Chairnosia,S.H., Mona Hasinah, M.

Iqrom, Septian Ardiansah dan yang lainnya yang selalu memberikan bantuan,

semangat dan doa serta memberikan cerita persahabatan selama masa

perkuliahan.

10. Semua pihak yang tak bisa penulis sebutkan satu persatu atas bantuannya

dalam terselesainya penyusunan skripsi ini. Semoga amal kebaikan kalian

semua dapat dibalas oleh Allah SWT.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna

dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh

karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik

yang membangun dari berbagai pihak.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Jakarta, 23 Januari 2015

Penulis

Page 8: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

vi

DAFTAR ISI

Halaman Judul............................................................................................................ i

Persetujuan Pembimbing ......................................................................................... ii

Lembar Pengesahan Penguji .................................................................................. iii

Lembar Pernyataan ................................................................................................. iv

Abstrak........................................................................................................................ v

Kata Pengantar ......................................................................................................... vi

Daftar Isi .................................................................................................................. viii

Bab I Pendahuluan .................................................................................................. 1

A.Latar Belakang Masalah ............................................................................. 1

B.Pembatasan dan Perumusan Masalah ........................................................ 5

1.Pembatasan Masalah ............................................................................... 5

2.Perumusan Masalah ................................................................................ 5

C.Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................................. 6

1.Tujuan Penelitan ..................................................................................... 6

2.Manfaat Penelitian .................................................................................. 6

D.Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu ........................................................ 7

E.Kerangka Teoritis dan Konseptual ............................................................. 9

1.Kerangka Teoritis.................................................................................... 9

2.Kerangka Konseptual............................................................................ 11

Page 9: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

vii

F.Asumsi........................................................................................................ 13

G.Metode Penelitian ..................................................................................... 14

H.Sistematika Penulisan ............................................................................... 17

Bab II Tinjauan Pustaka ........................................................................................ 19

A.Tinjauan Umum Bank .............................................................................. 19

1.Pengertian Bank .................................................................................... 19

2.Asas, Fungsi dan Tujuan Bank............................................................. 19

3.Prinsip Penilaian terhadap Pemberian Kredit Perbankan ................... 21

4.Dasar Hukum Kredit Bank ................................................................... 22

B.Pengertian dan unsur-unsur Kredit .......................................................... 26

C.Tujuan dan Fungsi Kredit ......................................................................... 28

D.Jenis-Jenis Kredit Dan Jaminan Kredit ................................................... 31

E.pihak pihak dalam perjanjian kredit ......................................................... 33

F.Syarat Sahnya Perjanjian kredit ................................................................ 34

G.Kredit Macet.............................................................................................. 35

Bab III Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Kerja Dan Surat Keputusan

Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil (SK PNS) .................................... 38

A.Pengertian Perjanjian Kerja...................................................................... 38

B.Syarat Sahnya Perjanjian Kerja. ............................................................... 39

C.Jenis-Jenis Perjanjian Kerja...................................................................... 41

1.Perjanjian kerja untuk waktu tertentu. ................................................. 41

Page 10: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

viii

2.Perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu......................................... 42

D.Kewajiban para pihak dalam perjanjian kerja ......................................... 43

1.Kewajiban pekerja. ............................................................................... 43

2.Kewajiban pengusaha. .......................................................................... 46

E.Surat keputusan pengangkatan pegawai negeri sipil............................... 50

1.Pengertian pegawai negeri ..................................................................... 50

2.Jenis-jenis pegawai negeri ..................................................................... 51

3.Tugas dan fungsi pegawai negeri sipil .................................................. 53

Bab IV Tinjauan Yuridis Sk Pns Sebagai Objek Jaminan Kredit Perbankan.

........................................................................................................................ 60

A.Jaminan berupa surat keputusan pengangkatan pegawai negeri sipil. .. 61

B.Syarat-syarat wanprestasi bagi debitur bank ........................................... 66

1.kredit macet disebabkan karena instansi tempat debitur bekerja

dilebur. ................................................................................................... 67

2.kredit macet disebabkan karena bendahara gaji. ................................. 69

3.kredit macet disebabkan karena pensiun atau pensiun dini. ............... 70

C.Penyelesaian kredit macet ........................................................................ 76

1.tindakan yang diambil dalam menghadapi debitur yang wanprestasi 76

2.pertanggungan ganti rugi oleh pihak ketiga. ....................................... 77

3.penyelesaian melalui panitia urusan piutang negara (pupn). ............. 83

4.penyelesaian melalui pengadilan negeri. ............................................. 86

5.penjualan lelang .................................................................................... 88

Page 11: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

ix

Bab V Penutup ......................................................................................................... 90

A.Kesimpulan................................................................................................ 90

B.Saran. ......................................................................................................... 90

Page 12: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kegiatan pinjam meminjam uang telah dilakukan sejak lama dalam

kehidupan masyarakat yang telah mengenal uang sebagai alat pembayaran.1

Untuk mendukung perkembangan kegiatan perekonomian dan untuk

meningkatkan taraf hidup, hampir semua masyarakat telah menjadikan

kegiatan pinjam meminjam uang sebagai sesuatu yang sangat diperlukan. Dari

masyarakat yang ekonominya rendah, sampai kepada masyarakat yang

ekonominya mapan, dan dari berbagai latar belakang kedudukan sosial,

pendidikan, dan pekerjaan.

Meningkatnya kebutuhan akan jasa perbankan yang telah berkembang

pesat, maka landasan gerak perbankan yang ada dirasakan sudah saatnya

diadakan penyesuaian agar mampu menampung tuntutan pengembangan jasa

perbankan. Kemajuan yang dialami oleh lembaga perbankan dapat

ditingkatkan secara berkelanjutan dan benar-benar dapat memberikan manfaat

yang sebesar-besarnya bagi pelaksanaan pembangunan nasional, dan untuk

menjamin berlangsungnya demokrasi ekonomi, sehingga segala potensi,

inisiatif dan kreasi masyarakat dapat dikerahkan dan dikembangkan menjadi

suatu kekuatan riil bagi peningkatan kemakmuran rakyat. Sejalan dengan

1 M.Bahsan, “Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia”, (Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada, 2007) h. 23.

Page 13: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

2

kemajuan tersebut, usaha perbankan tumbuh menjadi bisnis yang sangat

berpengaruh terhadap kehidupan ekonomi di Indonesia. Beraneka ragam jasa-

jasa perbankan serta semakin tingginya tingkat kemajuan teknologi dan

fasilitas yang juga diberikan dunia perbankan. Jasa pelayanan (services) yang

diberikan kepada masyarakat tersebut dapat mendukung laju pertumbuhan

perekonomian.

Kegiatan penyaluran kredit secara umum membutuhkan adanya

jaminan utang atau yang disebut jaminan kredit (agunan)2. Agunan yang

dijadikan salah satu persyaratan dalam pemberian kredit yaitu agunan berupa

benda yang menurut hukum digolongkan sebagai barang tidak bergerak seperti

tanah dan bangunan. Benda yang menurut hukum digolongkan sebagai barang

bergerak seperti kendaraan bermotor yang dilengkapi dengan Surat Tanda

Nomor Kendaraan (STNK) dan Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB),

agunan berupa surat-surat berharga maupun surat-surat yang berharga yang di

dalamnya melekat hak tagih, seperti: saham, efek, Surat Keputusan

Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil (SK PNS) atau berupa Surat Keputusan

Pensiun PNS, dan lain sebagainya.3 Walaupun SK PNS bukan merupakan

benda yang dapat dipindahtangankan (yang mempunyai nilai pengalihan),

tetapi perkembangan dalam praktik perbankan yang melihat sisi ekonomis pada

surat tersebut menjadikannya dapat diterima oleh beberapa bank sebagai

2 Satrio, “Hukum Jaminan, Hukum Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan”, (PT Citra

Aditya Bakti Bandung, 1997) hal. 26.

3 Widjaja, Gunawan & Yani, Ahmad. “Seri Hukum Bisnis: Jaminan Fidusia”. (Jakarta:

PT. Raja Grafindo Persada, 2000) hal. 32.

Page 14: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

3

jaminan kredit. Namun apakah SK PNS yang bersangkutan yang dijadikan

sebagai jaminan kredit Bank itu dapat memperkecil risiko timbulnya kerugian

yang akan dialami bank mengingat bahwa SK tersebut tidak dapat dialihkan

sehingga akan menimbulkan kesulitan terhadap pihak bank untuk dapat

melakukan eksekusi apabila terjadi kredit macet dalam masa pelunasan atas

kredit dimaksud. Dari praktik perbankan, sering kita liat adanya penjualan

(pencairan) objek jaminan kredit yang dilakukan untuk melunasi kredit macet

pihak peminjam. Hal tersebut perlu dilakukan bank untuk memperoleh kembali

pelunasan dana yang dipinjamkan karena pihak peminjam tidak memenuhi

kewajibannya kepada bank sesuai dengan perjanjian kredit. Hasil penjualan

jaminan kredit tersebut dapat digunakan untuk melunasi utang pihak peminjam

kepada bank sehingga diharapkan dapat meminimalkan kerugian bank. Jadi,

bisa dikatakan, jaminan kredit berfungsi sebagai pengamanan pengembalian

dana bank yang disalurkannya kepada pihak peminjam. Selain itu, jaminaan

kredit juga memiliki fungsi yang berkaitan dengan kesungguhan pihak

peminjam untuk memenuhi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan

sehingga akan dapat mencegah terjadinya pencairan jaminan karedit yang

mungkin saja tidak diinginkan pihak peminjam karena nilai (harga) jaminan

kredit pada umumnya lebih tinggi bila dibandingkan dengan utang pihak

peminjam kepada bank.4 Dalam hukum jaminan, benda atau objek jaminan

mempunyai syarat-syarat.

4 M.Bahsan, “Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia”, (Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada, 2007) Hal. 15.

Page 15: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

4

Dengan uraian di atas maka Surat Keputusan PNS memungkinkan

masuk kategori surat yang berharga, karena tanpa SK tersebut seorang PNS

tidak dapat bekerja dan tidak dapat memperoleh haknya sebagai PNS. Dalam

pelaksanaannya hampir seluruhnya atau setidaknya kurang lebih 90% Pegawai

Negri Sipil menjaminkan Surat Keputusannya namun tidak mengetahui apa

yang akan terjadi jika para Pegawai tersebut melakukan cidera janji atau

wanprestasi. Banyak pula yang masih mempertanyakan, bisakah Surat

Keputusan tersebut di eksekusi apabila seorang penjamin tidak mampu

memenuhi kewajibannya. di Indonesia SK PNS tidak termasuk dalam jaminan

kebendaan maupun jaminan perorangan, tetapi termasuk sebagai hak istimewa

(prevelege) yang wujudnya dapat berupa ijasah, Surat Keputusan (SK), Surat

pensiun dan lain-lain.5 Sehingga dalam perkreditan di Indonesia SK PNS dapat

dijadikan sebagai jaminan kredit. Apabila terjadi wanprestasi, yang dapat

disebabkan antara lain karena meninggal dunia, mengundurkan diri. berarti

secara otomatis juga menyebabkan berakhirnya keanggotaan sebagai Pegawai

Negeri Sipil beserta hak istimewanya, maka bank akan sulit untuk

mengeksekusi, karena SK PNS bukan benda yang dapat diperjual belikan

sehingga tidak bisa dieksekusi secara langsung.

Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk mengkaji

permasalahan tersebut melalui penelitian dalam bentuk skripsi yang berkaitan

dengan kredit perbankan dengan judul: “Mekanisme Objek Agunan Kredit

5 J. Satrio, “Hukum Jaminan Hak-Hak Jaminan Kebendaan”, (Bandung: PT. Citra Aditya

Bakti, 1993), Hal.11.

Page 16: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

5

Pada Bank Rakyat Indonesia Dengan Jaminan Surat Keputusan Pegawai

Negeri Sipil Di Lingkungan Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Jakarta ”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Mengingat luasnya cakupan pembahasan terkait hukum jaminan

dan perbankan maka penelitian ini difokuskan mengkaji tentang mekanisme

seorang Pegawai Negeri Sipil yang mengajukan kredit pinjaman

menggunakan Surat Keputusan Pegawai Negeri Sipil sebagai objek jaminan

di Bank Rakyat Indonesia serta langkah-langkah bank sebagai kreditur

dalam menangani kredit bermasalah atau kredit macet.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Bagaimanakah mekanisme perjanjian kredit dengan jaminan Surat

Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil ?

b. Bagaimanakah langkah yang akan dilakukan Bank Rakyat Indonesia

dalam penyelesaian kredit macet jika Pegawai Negeri Sipil yang

menjaminkan Surat Keterangannya wanprestasi?

c. Bagaimanakah upaya hukum kreditur jika Pegawai Negeri Sipil yang

menjaminkan Surat Keputusan Pegawai Negeri Sipil mengalami

pemutusan hubungan kerja?

Page 17: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitan

a. Untuk mengetahui mekanisme perjanjian kredit dengan menggunakan

jaminan Surat Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil.

b. Untuk mengetahui langkah-langkah yang akan dilakukan Bank selaku

kreditur dalam penyelesaian kredit macet apabila Pegawai Negeri Sipil

wanprestasi.

c. Untuk mengetahui upaya hukum yang dilakukan oleh Bank selaku

kreditur ketika debitur wanprestasi yang disebabkan pemutusan

hubungan kerja antara debitur yang menjaminkan Surat Keputusan

Pegawai Negeri Sipil dengan instansinya.

2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yakni

manfaat teoretis dan manfaat praktis. Adapun manfaat tersebut adalah

sebagai berikut:

a. Manfaat Teoretis

1) Manfaat penelitian yang bersifat teoretis diharapkan bahwa hasil

penelitian ini dapat menyumbangkan pemikiran baru di bidang

hukum perdata terutama hukum perbankan perihal penyelesaian

kredit macet dalam perjanjian kredit perbankan.

Page 18: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

7

2) Salain itu, hasil penelitian ini akan memberikan informasi

mengenai alternatif konsep yang lebih baik dalam pola pemberian

kredit lunak kepada Pegawai Negeri Sipil.

b. Manfaat Praktis

1) Manfaat penelitian yang bersifat praktis yaitu hasil penelitian ini

diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai bahan masukan

bagi kalangan birokrat, akademisi, praktisi dan bankir dalam

menyelesaikan kredit macet sehubungan dengan perjanjian kredit

perbankan.

2) Di samping itu, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat

mengungkap berbagai kendala yang timbul dalam perjanjian kredit

Pegawai Negeri Sipil, khususnya mengenai penyebab timbulnya

kredit macet.

D. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

Penelitian dengan judul “Mekanisme Objek Agunan Kredit Pada Bank

Rakyat Indonesia Dengan Jaminan Surat Keputusan Pegawai Negeri Sipil Di

Lingkungan Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Jakarta” yang diketahui

berdasarkan penelusuran atas hasil-hasil penelitian hukum, khususnya di

Lingkungan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta, belum pernah dilakukan. Namun demikian terdapat

beberapa judul penelitian yang terkait dengan judul skripsi penulis melalui

penelitian yang dilakukan sebelumnya, yaitu:

Page 19: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

8

1. Jefri Lumbantobing, dengan judul skripsi Tinjauan Yuridis Terhadap

Penyelesaian Kredit Macet Dalam Perjanjian Kredit Perbankan Dengan

Jaminan Surat Keputusan Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil (Studi pada

PT Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk Cabang Lubuk Pakam);

2. Fitria Dewi Purnamasari, dengan judul tesis Pelaksanaan Perjanjian Kredit

Dengan Jaminan Surat Keputusan Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Di

PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Cabang Salatiga.

Akan tetapi, variabel-variabel yang ada dalam penelitian ini seperti

perumusan masalah, metode pendekatan, maupun lokasi penelitian berbeda.

Walaupun ada pendapat melalui kutipan dalam penulisan ini, semata-mata

adalah sebagai faktor pelengkap dalam usaha menyelesaikan penelitian,

karena hal tersebut memang sangat dibutuhkan dalam penulisan. Jadi

penelitian ini adalah asli karena sesuai dengan asas-asas keilmuan yaitu jujur,

rasional, objektif dan terbuka. Sehingga penelitian ini dapat di pertanggung

jawabkan kebenarannya secara ilmiah.

Dalam kedua skripsi diatas, perbedaan terhadap karya penulis saat ini

adalah pembahasan serta pendekatannya. Dimana pembahasan yang saat ini

penulis fokuskan adalah tindakan pidana yang dilakukan oleh debitur

terhadap kreditur dimana penulis menjelaskan apa saja tindak perlawanan

hukum yang dilakukan debitur dan apa saja langkah yang ditempuh oleh

kreditur.

Page 20: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

9

E. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Asas, Fungsi, dan Tujuan Bank

Menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

Perbankan, menyebutkan bahwa perbankan Indonesia dalam melakukan

usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip

kehati-hatian. Bank memegang peranan penting dalam kehidupan

masyarakat, karena bank merupakan intisari dari sistem keuangan negara.

Bank merupakan lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi

perusahaan, lembaga pemerintah, swasta, maupun perorangan untuk

menyimpan dananya, baik melalui kegiatan perkreditan atau jasa

perbankan yang lainnya. Bank melayani kebutuhan pembiayaan serta

melancarkan mekanisme sistem pembayaran bagi semua sektor

perekonomian sehingga dengan demikian besar andilnya bagi peningkatan

laju pertumbuhan nasional suatu negara.6

Dipandang dari peranan ekonominya, bank menurut Ruddy Tri

Santoso, menjalankan 4 fungsi pokok yaitu fungsi tabungan, pembayaran,

pinjaman, dan fungsi uang.7 Menurut Pasal 3 Undang-Undang Nomor 10

Tahun 1998 menyatakan, bahwa fungsi perbankan Indonesia adalah

sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Hal ini berarti bahwa

6 Suyatno, dkk, Dasar-Dasar Perkreditan, (Jakarta : STIE Perbanas, 1999), hal 15

7 Ruddy, Tri Santoso, Kredit Usaha Perbankan, (Yogyakarta, 1996), hal 2

Page 21: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

10

kehadiran bank sebagai salah satu badan usaha tidak semata-mata

bertujuan bisnis, namun juga untuk menunjang pelaksanaan pembangunan

nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Berkenaan dengan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan,

maka fungsi bank mengalami perluasan guna memenuhi keperluan

masyarakat. Bank selaku finance company, akhirnya juga berperan sebagai

supporting financial yang mengarah kepada fee based income dan jasa

konsultasi keuangan.8

Tujuan bank menurut Pasal 4 Undang-Undang Nomor 10 Tahun

1998 disebutkan, bahwa perbankan Indonesia bertujuan menunjang

pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka peningkatan

pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah

peningkatan kesejahteraan masyarakat.

2. Kerangka Konseptual

Usaha Perbankan

Sesuai dengan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998

tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang

Perbankan, maka usaha-usaha yang dapat dilakukan oleh bank meliputi:9

8 Sentosa Sembiring, Hukum Perbankan, (Bandung : Mandar Maju Jaya, 2000), hal 2

9 Widjanarto, Hukum dan Ketentuan Perbankan Di Indonesia, (Jakarta : Pustaka Utama

Grafiti, 2003), hal. 62

Page 22: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

11

1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa

giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan atau

bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.

2. Memberikan kredit.

3. Menerbitkan surat pengakuan hutang.

4. Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk

kepentingan nasabah.

5. Menempatkan dana pada, meminjam dari, atau meminjamkan dana

kepada bank lain.

6. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan

perhitungan dengan atau antar pihak ketiga.

7. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga.

8. Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain

berdasarkan suatu kontrak.

9. Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya

dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek.

10. Membeli melalui pelelangan agunan baik semua maupun sebagian

dalam hal debitor tidak memenuhi kewajiban-kewajibannya kepada

bank, dengan ketentuan agunan yangdibeli tersebut wajib dicairkan

secepatnya.

Page 23: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

12

11. Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit ddan kegiatan

wali amanat.

12. Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, meyediakan

pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan prinsip

Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank

Indonesia.

13. Melakukan kegiatan yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Selain

melakukan kegiatan usaha tersebut di atas, bank umum dapat pula:10

a. Melakukan kegiatan dalam valuta asing dengan memenuhi

ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia.

b. Melakukan kegiatan dalam penyertaan modal.

c. Melakukan kegiatan dalam penyertaan modal sementara untuk

mengatasi akibat kegagalan kredit, dengan syarat harus menarik

kembali penyertaannya dengan memenuhi ketentuan yang

ditetapkan oleh Bank Indonesia.

d. Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pensiun,

sesuai dengan ketentuan dalam perundang-undangan dana pension

yang berlaku.

10

Widjanarto, Hukum dan Ketentuan Perbankan Di Indonesia, (Jakarta : Pustaka Utama

Grafiti, 2003), hal. 62

Page 24: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

13

F. Asumsi

Asumsi adalah anggapan tentang suatu masalah atau fakta yang

sudah mengandung kebenaran tanpa melakukan pembuktian. Dengan kata

lain masalah yang dipaparkan dalam asumsi tidak perlu lagi diuji

kebenarannya, hal ini sesuai dengan pendapat yang mengatakan

“Anggapan dasar adalah suatu yang diyakini kebenarannya oleh peneliti

yang akan berfungsi sebagai hal yang dipakai untuk tempat berpijak dalam

melaksanakan penelitiannya”. Anggapan dasar adalah suatu titik tolak

pemikirannya diterima oleh penyelidik. Dalam penelitian yang berjudul

“Mekanisme Objek Agunan Kredit Pada Bank Rakyat Indonesia Dengan

Jaminan Surat Keputusan Pegawai Negeri Sipil Di Lingkungan

Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Jakarta” penulis mengemukakan

asumsi sebagai berikut:

1. Objek Agunan haruslah sesuatu yang dapat dibebani dengan hak

tanggunang atau bersifat jelas, dapat dialaihkan atau dipindah

tangankan dan mempunyai nilai ekonomis

2. Undang-Undang pokok perbankan mengisyaratkan bahwa dalam

pemberian kredit harus didasarkan pada keyakinan bank atas

kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya

sesuai perjanjian.

3. Pegawai Negeri Sipil unsur utama sumber daya manusia yang

mempunyai peranan yang menentukan keberhasilan

penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.

Page 25: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

14

G. Metode Penelitian

Metodologi dalam suatu penelitian berfungsi sebagai sarana

berbentuk tertulis yang berisi tentang cara bagaimana pendekatan masalah

yang digunakan, sumber bahan hukum yang terkait, metode penggumpulan

data serta teknik analisa data. Berdasarkan pendapat Bambang Sunggono

terhadap penelitian pada dasarnya merupakan suatu upaya pencarian dan

bukan hanya sekedar mengamati dengan teliti terhadap suatu obyek yang

mudah terpegang, di tangan.11

Penelitian ini merupakan jenis penelitian Hukum Normatif Empiris.

Penelitian Hukum Normatif adalah metode penelitian hukum yang

dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka. 12

1. Tipe penelitian

Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan

analisis dan kontruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis

dan konsisten. Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara

tertentu; sistematis adalah berdasarkan suatu sistem, sedangkan

konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang bertentangan dalam suatu

kerangka tertentu.

11

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Raja Grafindo Persada, Jakarta,

2009), hal. 27.

12 Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan

Singkat), (Rajawali Pers,Jakarta, 2001), hal. 13

Page 26: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

15

Sedangkan penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah, yang

didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang

bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu,

dengan jalan menganalisanya, untuk kemudian mengusahakan suatu

pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul dalam gejala

yang bersangkutan.

2. Pendekatan Masalah

Penelitian dalam skripsi ini bersifat deskriptif analitis. Penelitian yang

bersifat deskriptif analitis merupakan suatu penelitian yang

menggambarkan, menelaah, menjelaskan, dan menanalisis peraturan

hukum.13

Dengan menggunakan sifat deskriptif, maka peraturan

hukum dalam penelitian dapat dengan tepat digambarkan dan

dianalisis sesuai dengan tujuan penelitian.

3. Bahan Hukum

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif

artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer meliputi

perundangan-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam

pembuatan perundang-undangan, dan putusan-putusan hakim. Bahan

Hukum Sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan

merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum

13

Peter M Marzuki. Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2011). hal. 96.

Page 27: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

16

meliputi buku-buku teks, kamus hukum, jurnal hukum, dan komentar-

komentar atas putusan pengadilan.

Bahan non-hukum adalah bahan diluar bahan hukum primer dan bahan

hukum sekunder yang dipandang perlu. Bahan nonhukum dapat berupa

buku-buku mengenai Ilmu Politik, Ekonomi, Sosiologi, Filsafat,

Kebudayaan atau laporan-laporan penelitian non-hukum sepanjang

mempunyai relevansi dengan topik penelitian. Bahan-bahan non-

hukum tersebut dimaksudkan untuk memperkaya dan memperluas

wawasan peneliti.

4. Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum

Bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun sumber non-

hukum yang telah didapatkan itu kemudian dikumpulkan berdasarkan

rumusan masalah dan diklasifikasikan menurut sumber dan

hierarkinya.

5. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum

Adapun bahan hukum, baik bahan hukum primer, bahan hukum

sekunder maupun bahan non-hukum diuraikan dan dihubungkan

sedemikian rupa, sehingga ditampilkan dalam penulisan yang lebih

sistematis untuk menjawab permasalah yang telah dirumuskan. Cara

pengolahan bahan hukum dilakukan secara deduktif yakni menarik

kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap

permasalahan konkret yang dihadapi. Selanjutnya setelah bahan

Page 28: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

17

hukum diolah, dilakukan analisis terhadap bahan hukum tersebut yang

akhirnya akan diketahui tinjauan hukum jaminan di Indonesia.

H. Sistematika Penulisan

Skripsi ini disusun berdasarkan buku “Petunjuk Penulisan Skripsi

Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012”

dengan sistematika yang terbagi dalam lima bab. Masing-masing bab

terdiri atas beberapa subbab sesuai pembahasan dan materi yang diteliti.

Adapun perinciannya sebagai berikut:

Bab. I : Merupakan Bab Pendahuluan, yang terdiri dari: latar

belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, dan sistematika penelitian.

Bab. II : Bab ini terdiri dari beberapa pembahasan yaitu tentang

pengertian, fungsi dan penilaian kredit perbankan.

Bab. III : Merupakan bab. Penjelasan tentang perjanjian kerja dan

membahas tentang Surat Keputusan Pegwai Negeri Sipil.

Bab IV : Bab ini membahas tentang Surat Keputsan Pegawi Negeri

Sipil sebagai jaminan kredit pada perusahaan perbankan.

Serta langkah-langkah yang ditempuh pihak Bank apabila

debitur wanprestasi

Bab V : Bab yang membahas kesimpulan dari penulisan karya tulis

ini serta saran-saran.

Page 29: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Bank

1. Pengertian Bank

Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari

masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada

masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.14

Dari pengertian diatas maka tujuan bank harus terarah, tidak

semata-mata hanya memutarkan uang untuk mencari keuntungan.

Tetapi, bank harus mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat

sesuai dengan pasal 1 undang-undang perbankan tahun 1992. Oleh

karena itu dalam kegiatan perbankan sehari-hari bank tidak boleh

terlepas dari kegiatan pembangunan, setiap kegiatan bank harus

berguna bagi kepentingan masyarakat.

2. Asas, Fungsi dan Tujuan Bank

Menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998

tentang Perbankan, menyebutkan bahwa perbankan Indonesia dalam

melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan

menggunakan prinsip kehati-hatian. Bank memegang peranan penting

dalam kehidupan masyarakat, karena bank merupakan intisari dari

sistem keuangan negara. Bank merupakan lembaga keuangan yang

14

Supramono, Gatot “Perbankan dan Masalah Kredit” (Jakarta:Djambatan, 1996), hal. 2

Page 30: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

19

menjadi tempat bagi perusahaan, lembaga pemerintah, swasta,

maupun perorangan untuk menyimpan dananya, baik melalui kegiatan

perkreditan atau jasa perbankan yang lainnya. Bank melayani

kebutuhan pembiayaan serta melancarkan mekanisme sistem

pembayaran bagi semua sektor perekonomian, sehingga dengan

demikian besar andilnya bagi peningkatan laju pertumbuhan nasional

suatu negara. Dipandang dari peranan ekonominya, bank menurut

Ruddy Tri Santoso, menjalankan 4 fungsi pokok yaitu fungsi

tabungan, pembayaran, pinjaman, dan fungsi uang.15

Menurut Pasal 3

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 menyatakan, bahwa fungsi

perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana

masyarakat. Hal ini berarti bahwa kehadiran bank sebagai salah satu

badan usaha tidak semata-mata bertujuan bisnis, namun juga untuk

menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka

meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Berkenaan dengan kemajuan

teknologi dan ilmu pengetahuan, maka fungsi bank mengalami

perluasan guna memenuhi keperluan masyarakat. Bank selaku finance

company, akhirnya juga berperan sebagai supporting financial yang

mengarah kepada fee based income dan jasa konsultasi keuangan.

Tujuan bank menurut Pasal 4 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998

disebutkan, bahwa perbankan Indonesia bertujuan menunjang

pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka peningkatan

15

Ruddy, Tri Santoso. Kredit Usaha Perbankan. (Yogyakarta. 1996), hal. 15

Page 31: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

20

pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah

peningkatan kesejahteraan masyarakat.16

3. Prinsip Penilaian terhadap Pemberian Kredit Perbankan

Prinsip penilaian atau analisis kredit dilakukan secara cermat

dan teliti dengan senantiasa memerhatikan atau berpedoman pada

ketentuan yang berlaku yang mencakup analisis kuantitatif dan

analisis kualitatif. Penilaian setiap permohonan kredit sangat

tergantung pada faktor-faktor pokok mengenai kredit, seperti jenis

usaha, sektor ekonomi, tujuan penggunaan kredit, jumlah kredit, dan

faktor lain sejenisnya. Pada praktik perbankan nasional, prinsip dasar

dalam menganalisis kredit dengan mengacu pada faktor-faktor

tersebut di atas lazim dikenal dengan “Prinsip 5C (The 5C’s

Principles)”. Pentingnya penerapan prinsip-prinsip inilah yang

menjadikan keenam prinsip ini sebagai „jaminan awal‟ debitur untuk

dipertimbangkan agar memeroleh kredit yang sebagaimana

dimohonkan kepada pihak bank.

Dalam undang-undang perbankan 1967 jenis bank dapat

dibedakan dari segi fungsi dan segi kepemilikannya. Dari segi fungsi

ada 4 jenis bank yaitu Bank Sentral, Bank Umum, Bank Tabungan

dan Bank Pembangunan. Sedangkan dilihat dari kepemilikannya

16

Rahmadi Halim, “Pelaksanaan Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Surat Keputusan

Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil (Studi Penelitian di PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero)

Tbk, Cabang Lumajang)”, Tesis 2006.

Page 32: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

21

terdapat 3 macam, yaitu Bank Milik Negara, Bank Koperasi dan Bank

Swasta.

Namun pada Undang-undang yang baru, Undang-undang

Perbankan tahun 1992, jenis bank hanya dilihat dari segi fungsinya

saja. Dimana hal ini diatur dalam pasal 5 ayat (1), yang terdiri dari :17

a. Bank Umum, yaitu bank yang dapat memberikan jasa dalam lalu

lintas pembayaran (pasal 1 butir 2).

b. Bank Perkreditan Rakyat, yaitu bank yang menerima simpanan

hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan dan/atau

bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu (pasal 1 butir 3).

4. Dasar Hukum Kredit Bank

Pengaturan perbankan pada masa awal kemerdekaan Republik

Indonesia, dimulai ketika dilakukan nasionalisasi perusahaan

perbankan kolonial yang dilakukan oleh Pemerintah terhadap De

Javasche Bank N.V., yang mana bank ini merupakan bank sentral

yang bersifat pertikelir dan merupakan milik pemerintahan kolonial

Hindia Belanda sebagai pemodal. Nasionalisasi ini dilakukan oleh

Pemerintah dengan mengundangkan Undang-Undang Nomor 24

Tahun 1951 tentang Nasionalisasi De Javasche Bank N.V. pada

tanggal 15 Desember 1951. Pengundangan UU ini menjadi sejarah

terhadap pengambilalihan bank sentral dari tangan pemerintahan

kolonial Hindia Belanda ke tangan Pemerintah Republik Indonesia

17

Supramono, Gatot “Perbankan dan Masalah Kredit” (Jakarta:Djambatan, 1996) hal.2

Page 33: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

22

sekaligus awal dimana Indonesia sebagai Negara yang merdeka dan

berdaulat memiliki bank sentral yang bersifat nasional. Sebagaimana

judul undang-undang tersebut, dalam undang-undang tersebut hanya

mengatur hal-hal terkait dengan perubahan nama, pengambilalihan

saham dan modal, dan hal teknis lainnya dalam melaksanakan

nasionalisasi De Javasche Bank N.V. tersebut menjadi Bank

Indonesia. Oleh karenanya, dalam undang-undang ini tidak ada

mengatur bahkan menyebut mengenai kredit bank yang merupakan

kegiatan usaha perbankan yang diawasi oleh Bank Indonesia sebagai

bank sentral. Pasca nasionalisasi yang dilakukan oleh Pemerintah

Republik Indonesia terhadap De Javasche Bank N.V., pada tanggal 2

Juni 1953 Pemerintah kembali mengesahkan dan mengundangkan

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1953 tentang Penetapan Undang-

Undang Pokok Bank Indonesia. Dalam undang-undang ini diatur

mengenai tugas, pengurus, neraca, laba, dan hal pokok lainnya terkait

Bank Indonesia. Pada undang-undang ini, kata-kata kredit telah

disebutkan pada Pasal 7 ayat (3) sampai dengan ayat (5), Pasal 7 ayat

(5) Undang-undang Nomor 11 Tahun 1953 ini memerintahkan agar

Pemerintah segera membentuk suatu peraturan pemerintah yang

mengatur tentang pengawasan terhadap urusan kredit secara khusus.

Dan dengan didasari ayat (5) tersebut, maka pada tangga l 4 Februari

1955 diundangkanlah Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1955

tentang Pengawasan terhadap Urusan Kredit yang kemudian

Page 34: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

23

mengalami perubahan dan penambahan beberapa pasal dengan

pengundangan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1964 tentang

Perubahan dan Tambahan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1955

tentang Pengawasan terhadap Urusan Kredit pada tanggal 2 Mei 1964.

Kemudian pada tahun 1966 tepatnya pada tanggal 5 Juli 1966,

ditetapkanlah Ketetapan MPRS RI Nomor XXIII/MPRS/1966 tentang

Pembaharuan Kebijaksanaan Landasan Ekonomi, Keuangan dan

Pembangunan yang memerintahkan untuk dilakukannya perbaikan

kemerosotan perekonomian negara yang disebabkan oleh tata kelola

negara yang salah serta pemberontakan gerakan kontra revolusi

G.30.S/PKI dan juga penyelewengan terhadap Undang-Undang Dasar

1945. Salah satu target pembaharuan kebijaksanaan landasan

ekonomi, keuangan, dan pembangunan dalam Tap MPRS tersebut

adalah sektor perbankan, sebagaimana Pasal 55 yang berbunyi:

“Dalam rangka pengamanan keuangan negara pada umumnya

dan pengawasan serta penyehatan tata perbankan pada khususnya,

maka segera harus ditetapkan Undang-Undang Pokok Perbankan dan

Undang-Undang Bank Sentral.”

Atas perintah Tap MPRS ini terutama Pasal 55 tersebut, maka

diundangkanlah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang

Pokok-Pokok Perbankan pada tanggal 30 Desember 1967 dan

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral pada

tanggal 7 Desember 1968. Kredit perbankan dalam undang-undang

Page 35: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

24

perbankan mulai mendapat perhatian yang terlihat pengaturannya

dalam UU ini yakni pada Bab V mengenai Usaha-Usaha Perbankan;

Pasal 23 sampai Pasal 25 untuk kredit yang diberikan oleh Bank

Umum; Pasal 26 sampai Pasal 27 untuk kredit yang diberikan oleh

Bank Tabungan; serta Pasal 28 dan Pasal 29 untuk kredit yang

diberikan oleh BankPembangunan.

Pada Bab V ini, jumlah kredit yang dapat dapat diberikan oleh

masing-masing bank tersebut harus berdasarkan ketetapan yang

dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagaimana tercamtum pada Pasal

25 ayat (1) untuk Bank Umum, Pasal 27 untuk Bank Tabungan, dan

Pasal 29 ayat (2) untuk Bank Pembangunan. Hal ini mengandung arti

bahwa Bank Indonesia memiliki tugas sekaligus kewenangan untuk

menetapkan jumlah atau besaran kredit yang dapat diberikan oleh

bank-bank yang telah disebutkan itu. Dengan demikian pada masa

berlakunya Undang-Undang Pokok-Pokok Perbankan ini, Bank

Indonesia memiliki tugas dan kewenangan hanya sebatas penetapan

jumlah kredit yang dapat diberikan oleh bank dimaksud.

Perkembangan perekonomian nasional maupun internasional

yang senantiasa bergerak cepat disertai dengan tantangan-tantangan

yang semakin luas, mendorong dikeluarkannya Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dengan tujuan agar

perbankan nasional dapat menjalankan fungsi dan tanggung jawabnya

kepada masyarakat guna menunjang pelaksanaan pembangunan

Page 36: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

25

nasional. Dengan berlakunya undang-undang ini, maka Undamg-

Undang Pokok-Pokok Perbankan dicabut dan dinyatakan tidak

berlaku lagi, termasuk mengenai pengaturan kredit perbankan.

Sehingga kredit sebagai kegiatan usaha perbankan dijalankan

berdasarkan ketentuan yang dimuat dalam Undang-Undang Nomor 7

Tahun 1992 tentang Perbankan. Ketiadaan regulasi yang mengatur

tentang kredit perbankan secara khusus menyebabkan pengaturan

kredit tersebut bergantung kepada UU perbankan sebagai lembaga

penyalur kredit perbankan itu sendiri.

Hingga kini, yang menjadi dasar hukum pemberian kredit

perbankan di Indonesia yaitu: Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun

1998 tentang Perbankan dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun

2004 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6

Tahun 2009 tentang Bank Indonesia dimana peraturan pelaksana

kredit secara teknis diatur dalam Peraturan Bank Indonesia dan lebih

lanjut diatur dalam peraturan masing-masing bank.

B. Pengertian dan unsur-unsur Kredit

Menurut Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 kredit

adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,

berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank

Page 37: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

26

dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya

setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.18

Dari pengertian di atas dapatlah dijelaskan bahwa kredit dapat

berupa uang atau tagihan yang nilainya di ukur dengan uang, misalnya

bank membiayai kredit untuk pembelian rumah atau mobil. Kemudian

adanya kesepakatan antara bank (kreditur) dengan nasabah penerima

kredit (debitur), bahwa mereka sepakat sesuai dengan perjanjian yang

telah dibuatnya. Dalam perjanjian kredit tercakup hak dan kewajiban

masing-masing pihak, termasuk jangka waktu serta bunga yang ditetapkan

bersama. Demikian pula dengan masalah sanksi apabila si debitur ingkar

janji terhadap perjanjian yang telah dibuat bersama.

Adapun unsur-unsur yang terkandung dalam pemberian suatu

fasilitas kredit adalah sebagai berikut:

1. Kepercayaan

Yaitu suatu keyakinan pemberi kredit bahwa kredit yang diberikan

(berupa uang, barang atau jasa) akan benar-benar diterima kembali di

masa tertentu di masa datang.19

2. Kesepakatan

Di samping unsur percaya di dalam kredit juga mengandung unsur

kesepakatan antara si pemberi kredit dengan si penerima kredit.

18

Kasmir, “Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya” (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada

2011), hal. 96.

19 Kasmir, “Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya” (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada

2011), hal. 98.

Page 38: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

27

Kesepakatan ini dituangkan dalam suatu perjanjian dimana masing-

masing pihak menandatangani hak dan kewajibannya masing-masing.

3. Jangka Waktu

Setiap kredit yang diberikan memiliki jangka waktu tertentu, jangka

waktu ini mencakup masa pengembalian kredit yang telah disepakati.

Jangka waktu tersebut bias berbentuk jangka pendek, jangka menengah

atau jangka panjang.

4. Risiko

Adanya suatu tenggang waktu pengembalian akan menyebabkan suatu

risiko tidak tertagihnya/macet pemberian kredit. Semakin panjang

suatu kredit semakin besar risikonya demikian pula sebaliknya. Risiko

ini menjadi tanggungan bank, baik risiko yang disengaja oleh nasabah

yang lalai, maupun oleh risiko yang tidak disengaja.

5. Balas Jasa

Merupakan keuntungan atas pemberian suatu kredit atau jasa tersebut

yang kita kenal dengan nama bunga. Balas jasa dalam bentuk bunga

dan biaya administrasi kredit ini merupakan keuntungan bank.

Sedangkan bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah balas jasanya

ditentukan dengan bagi hasil.

C. Tujuan dan Fungsi Kredit

Pemberian suatu fasilitas kredit mempunyai tujuan tertentu. Tujuan

pemberian kredit tersebut tidak akan terlepas dari misi bank tersebut

Page 39: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

28

didirikan. Adapun tujuan utama pemberian suatu kredit adalah sebagai

berikut:

1. Mencari keuntungan

Yaitu bertujuan untuk memperoleh hasil dari pemberian kredit tersebut.

Hasil tersebut terutama dalam bentuk bunga yang diterima oleh bank

sebagai balas jasa dan biaya administrasi kredit yang dibebankan

kepada nasabah. Keuntungan ini penting untuk kelangsungan hidup

bank. Jika bank yang terus menerus menderita kerugian, maka besar

kemungkinan bank tersebut akan dilikuidasi (dibubarkan).

2. Membantu usaha nasabah

Tujuan lainnya adalah untuk membantu usaha nasabah yang

memerlukan dana, baik dan investasi maupun dana untuk modal kerja.

Dengan dana tersebut, maka pihak debitur akan dapat mengembangkan

dan memperluaskan usahanya.

3. Membantu pemerintah

Bagi pemerintah semakin banyak kredit yang disalurkan oleh pihak

perbankan, maka semakin baik, mengingat semakin banyak kredit

berarti adanya peningkatan pembangunan di berbagai sektor.

Kemudian disamping tujuan di atas suatu fasilitas kredit memiliki

fungsi sebagai berikut:

1. Untuk meningkatkan daya guna uang

Dengan adanya kredit dapat meningkatkan daya guna uang maksudnya

jika uang hanya disimpan saja tidak akan menghasilkan sesuatu yang

Page 40: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

29

berguna. Dengan diberikannya kredit uang tersebut menjadi berguna

untuk menghasilkan barang atau jasa oleh si penerima kredit.

2. Untuk meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang

Dalam hal ini uang yang diberikan atau disalurkan akan beredar dari

satu wilayah ke wilayah lainnya sehingga suatu daerah yang

kekurangan uang dengan memperoleh kredit maka daerah tersebut akan

memperoleh tambahan uang dari daerah lainnya.

3. Untuk meningkatkan daya guna barang

Kredit yang diberikan oleh bank akan dapat digunakan oleh si debitur

untuk mengolah barang yang tidak berguna menjadi berguna atau

bermanfaat.

4. Meningkatkan peredaran barang

Kredit dapat pula menambah atau memperlancar arus barang dari satu

wilayah ke wilayahh lainnya sehingga jumlah barang yang beredar dari

satu wilayah ke wilayah lainnya bertambah atau kredit dapat pula

meningkatkan jumlah barang yang beredar.

5. Sebagai alat stabilitas ekonomi

Dengan memberikan kredit dapat dikatakan sebagai stabilitas ekonomi

karena dengan adanya kredit yang diberikan akan menambah jumlah

barang yang diperlukan oleh masyarakat. Kemudian dapat pula kredit

membantu dalam mengekspor barang dari dalam negeri ke luar negeri

sehingga meningkatkan devisa negara.

Page 41: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

30

6. Untuk meningkatkan pemerataan pendapatan

Semakin banyak kredit yang disalurkan, akan semakin baik, terutama

dalam hal meningkatkan pendapatan. Jika sebuah kredit diberikan untuk

membangun pabrik, maka pabrik tersebut tentu membutuhkan tenaga

kerja sehingga dapat pula mengurangi pengangguran, Di samping itu,

bagi masyarakat sekitar pabrik juga akan dapat meningkatkan

pendapatannya seperti membuka warung atau menyewa rumah

kontrakan atau jasa lainnya.

7. Untuk meningkatkan kegairahan berusaha

Bagi si penerima kredit tentu akan dapat meningkatkan kegairahan

berusaha, apalagi bagi si nasabah yang memang modalnya pas-pasan.

8. Untuk meningkatkan hubungan internasional

Dalam hal pinjaman internasional akan dapat meningkatkan saling

membutuhkan antara si penerima kredit dengan si pemberi kredit.

Pemberian kredit oleh negara lain akan meningkatkan kerja sama di

bidang lainnya.

D. Jenis-Jenis Kredit Dan Jaminan Kredit

Kredit yang diberikan bank umum dan bank perkreditan rakyat

untuk masyarakat terdiri dari berbagai jenis. Secara umum jenis-jenis

kredit antara lain sebagai berikut:

a. Kredit Investasi

Biasanya digunakan untuk keperluan perluasan usaha atau

membangun proyek/pabrik baru atau untuk keperluan rehabilitasi.

Page 42: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

31

b. Kredit modal kerja

Digunakan untuk keperluan meningkatkan produksi dalam

operasionalnya.

Seperti sudah dibahas diatas bahwa kredit dapat diberikan dengan

jaminan atau tanpa jaminan. Kredit tanpa jaminan sangat membahayakan

posisi bank, mengingat jika nasabah mengalami suatu kemacetan, maka

akan sulit untuk menutupi kerugian terhadap kredit yang disalurkan.

Sebaliknya dengan jaminan kredit relatif lebih aman mengingat setiap

kredit macet akan dapat di tutupi oleh jaminan tersebut.

Adapun jaminan yang dapat dijadikan jaminan kredit oleh calon

debitur adalah sebagai berikut:

1. Dengan jaminan

a. Jaminan benda berwujud, yaitu barang-barang yang dapat dijadikan

jaminan seperti tanah, bangunan, kendaraan bermotor, mesin-

mesin/peralatan, barang dagangan, tanaman/kebun/sawah dan

lainnya.

b. Jaminan benda tidak berwujud yaitu benda-benda yang merupakan

surat-surat yang dijadikan jaminan seperti sertifikat saham, sertifikat

obligasi, sertifikat tanah, sertifikat deposito, rekening tabungan yang

dibekukan, rekening giro yang dibekukan, promes, wesel dan surat

tagihan lainnya.

Page 43: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

32

c. Jaminan orang

Yaitu jaminan yang diberikan oleh seseorang dan apabila kredit

tersebut macet, maka orang yang memberikan jaminan itulah yang

menanggung risikonya.

2. Tanpa Jaminan

Kredit tanpa jaminan maksudnya adalah bahwa kredit yang diberikan

bukan dengan jaminan barang. Biasanya diberikan untuk perusahaan

yang benar-benar bonafit dan profesional sehingga kemungkinan kredit

tersebut macet sangat kecil. Dapat pula kredit tanpa jaminan hanya

dengan penilaian terhadap prospek usahanya atau dengan

pertimbangan untuk pengusaha-pengusaha ekonomi lemah.

E. pihak pihak dalam perjanjian kredit

Dalam suatu perjanjian kredit terdapat 2 (dua) pihak yaitu pemberi

kredit (bank) dan penerima kredit. Adapun kriteria dari kedua pihak

tersebut adalah sebagai berikut:20

a. Pihak Pemberi Kredit (Bank)

Pemberi kredit ini dapat dilakukan oleh bank pemerintah dan bank

swasta. Dalam Pasal 1 sub 2 Undang-undang No. 10 tahun 1998

dinyatakan bahwa Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana

dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada

masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk lainnya dalam rangka

20

Jatmiko Winarno, ”SK Pegawai Negeri Sebagai Jaminan Kredit di Bank” Jurnal Karya

Pendidikan Vol 1 No.2 Juni 2013.

Page 44: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

33

meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Didalam akta perjanjian kredit

bank yang pada umumnya mengatur mengenai hak dan kewajiban bank

namun didalam kenyataan yang lebih menonjol adalah ketentuan

mengenai hak dibanding dengan ketentuan mengenai kewajiban dari

bank, karena dalam hal ini perjanjian hanya ditentukan secara sepihak

oleh pemberi kredit.

b. Pihak Penerima Kredit

Dalam Undang-undang No. 10 tahun 1998 pasal l ayat 18 terdapat

adanya pengertian penerima kredit/nasabah debitur adalah nasabah

yang memperoleh fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip

syariah atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan perjanjian bank

dengan nasabah yang bersangkutan. Dalam Pasal 1 ayat 12 Undang-

undang No. 10 tahun 1998 menyatakan bahwa penerima kredit

mempunyai kewajiban pokok melunasi hutangnya setelah jangka waktu

tertentu, dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil

keuntungan.

F. Syarat Sahnya Perjanjian kredit

Untuk syahnya perjanjian harus memenuhi 4 (empat) unsur seperti

yang diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata, yaitu :

1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri,

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan,

3. Suatu hal tertentu,

4. Suatu sebab yang halal.

Page 45: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

34

Syarat pertama dan kedua adalah mengenai subyektif atau pihak-

pihak dalam perjanjian sehingga disebut sebagai syarat subyektif,

sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut syarat obyektif karena

mengenai syarat obyek perjanjian. Dalam hal ini harus dibedakan antara

syarat subyektif dan syarat obyektif, sebab dalam syarat obyektif jika

syarat ini tidak terpenuhi, maka perjanjian ini batal demi hukum artinya

dari semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada

suatu perikatan, jika syarat ini tidak terpenuhi maka perjanjian bukan batal

demi hukum tetapi salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta

supaya perjanjian itu dibatalkan. Pihak yang dapat meminta pembatalan

adalah pihak yang tidak cakap atau pihak yang memberikan sepakatnya

tidak bebas. Perjanjian demikian dinamakan Voidable.

G. Kredit Macet

Dalam prosesnya nasabah-nasabah yang memperoleh kredit dari

bank tidak seluruhnya dapat mengembalikan dengan baik tepat pada

waktuya, sebagian nasabah tidak bisa mengembalikan kredit kepada bank

yang telah meminjamnya. Akibat nasabah tidak dapat membayar lunas

utangnya, maka perjalanan kredit terhenti atau macet.

Keadaan yang demikian dalam hukum perdata disebut wanprestasi

atau ingkar janji. Sebagaimana telah diketahui bahwa kredit merupakan

Page 46: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

35

perjanjian pinjam uang, maka debitur yang tidak dapat membayar lunas

utangnya setelah jangka waktunya habis, adalah wanprestasi.21

Dalam kredit macet ada beberapa faktor yang mempengaruhinya,

antara lain :

1. Berasal dari nasabah

a. Nasabah menyalahgunakan kredit yang diperolehnya.

Dimana nasabah memperjanjikan tujuan kreditnya namun nasabah

menyimpang. Misalnya kredit nasabah diperuntukan untuk jasa

pengangkutan, tetapi dipergunakan untuk usaha pertanian.

b. Nasabah kurang mampu mengelola usahanya.

Hal ini terjadi kepada nasabah yang tidak memiliki cukup

kemampuan dibidang usahanya namun nasabah mampu meyakinkan

pihak bank untuk memberikan kredit. Oleh karena itu usaha yang

dijalankan menghasilkan produksi yang kualitasnya rendah sehingga

tidak mampu bersaing.

c. Nasabah tidak beritikad baik.

Dimana nasabah ini dari awal sudah mempunyai itikad buruk,

dengan menghindari pembayaran kredit sebelum jatuh tempo dengan

cara melarikan diri atau menghindari tanggung jawab dengan segala

daya dan upaya.

2. Berasal dari bank

a. Persaingan antar bank.

21

Supramono, Gatot “Perbankan dan Masalah Kredit” (Jakarta:Djambatan, 1996)

hal.131

Page 47: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

36

Jumlah bank yang beroperasi terus meningkat menyebabkan

persaingan antar bank kian ketat. Dalam melakukan persaingan

tersebut bank selalu memberikan pelayanan terbaik kepada

masyarakat agar mendapatkan nasabah yang banyak dan nasabah

yang sudah ada tidak berpaling ke bank lainnya. Dalam kondisi

seperti ini banyak bank yang bertindak spekulatip, dengan

memberikan fasilitas yang mudah untuk nasabahnya dengan

mengabaikan prinsip-prinsip perbankan yang sehat.

b. Hubungan ke dalam.

Hubungan ini banyak terjadi dilingkungan bank swasta. Hubungan

yang dimaksud adalah hubungan bank dengan perusahaan

perusahaan yang tergabung dalam kelompoknya dan juga hubungan

dengan para pengurus serta pemegang saham. Dari hubungan

tersebut bank cenderung setia melayani nasabah yang mempunyai

hubungan dalam ini dengan segala kemudahan walaupun proyek

yang dibiayai kurang menguntungkan. Itulah yang menjadi salah

satu faktor jatuhnya usaha bank.

c. Pengawasan.

Pengawasan dilakukan baik oleh bank itu sendiri melalui bagian

pengawasan kredit maupun oleh Bank Indonesia. Terlepas dari

pengawasan yang dilakukan, apabila pengawasan lemah maka

prinsip-prinsip perbankan tidak dapat dijalankan dengan baik.

Page 48: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

37

BAB III

TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA DAN SURAT

KEPUTUSAN PENGANGKATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL (SK PNS)

A. PENGERTIAN PERJANJIAN KERJA.

Perjanjian kerja mempunyai manfaat yang sangat besar bagi para

pihak yang membuat perjanjian kerja tersebut, karena dengan perjanjian

kerja yang dibuat dan di taati dengan itikad baik dapat menciptakan suatu

ketenangan dalam bekerja serta menjadi jaminan akan kepastian hak dan

kewajiban para pihak yang terkait. Dengan demikian produktivitas dapat

meningkat sehingga para pengusaha dapat mengembangkan

perusahaannya menjadi lebih luas dan membuka lapangan kerja yang baru,

maka berarti pula ikut dalam berpartisipasi dalam pembangunan nasional.

Perjanjian kerja yang baik memiliki sifat-sifat khusus sebagai berikut:22

1. Menerbitkan suatu hubungan yang diperatas, yaitu hubungan antar

pekerja dan atasan. Dimana pihak yang satu berhak memberikan

perintah – perintah kepada pihak yang lain bagaimana pekerja

harus melakukan pekerjaannya.

2. Selalu diperjanjikan suatu gaji atau upah, yang lazimnya berupa

uang, tetapi ada juga (sebagian) berupa pengobatan dengan

percuma, kendaraan, makanan, penginapan, pakaian, dan

sebagainya.

22

Zaeni Asyhadie, Hukum Kerja: Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubugan Kerja,

(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 23.

Page 49: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

38

3. Dibuat untuk suatu waktu tertentu atau sampai diakhiri oleh salah

satu pihak.

Dalam undang-undang ketenagakerjaan memang tidak dijumpai

syarat-syarat seorang pengusaha berhak atau tidak membuat perjanjian

kerja, dan tidak ada tentang syarat seseorang berhak atau tidak menjadi

pengusaha. Oleh karena itu untuk meninjau hal ini harus kembali melihat

ketentuan KUH perdata di dalam pasal 1330 KUH perdata dimana orang

yang belum dewasa, orang yang dalam pengampuan dan orang gila tidak

berhak membuat suatu persetujuan, terlebih lagi menjadi seorang

pengusaha.

B. SYARAT SAHNYA PERJANJIAN KERJA.

Setiap perjanjian kerja dapat dibuat secara tertulis dan lisan. Dalam

perjanjian kerja tertulis maupun lisan, harus dilaksanakan sesuai peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Berikut ini adalah syarat syarat dalam

membuat perjanjian kerja:23

1. Kesepakatan kedua belah pihak

2. Kemempuan atau kecakapan dalam melakukan perbuatan hukum.

3. Adanya pekerjaan yang dijanjikan

4. Pekerjaan yang dijanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban

umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

23

Repubik Indonesia, Undang-Undang Tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2003, pasal 52.

Page 50: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

39

Perjanjian kerja tanpa adanya kesepakatan para pihak ataupun

salah satu pihak tidak mampu atau tidak cakap melakukan perbuatan

hukum, maka perjanjian tersebut bisa dibatalkan. Sedangkan jika

perjanjian tersebut dibuat tanpa adanya pekerjaan yang diperjanjikan

ataupun pekerjaan yang diperjanjikan melanggar ketertiban hukum,

kesusilaan, dan undang-undang yang berlaku, maka perjanjian tersebut

batal demi hukum. Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang-

kurangnya memuat:24

1. Nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha.

2. Nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja.

3. Jabatan atau jenis pekerjaan.

4. Tempat pekerjaan.

5. Besarnya upah dan cara pembayarannya.

6. Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha

dan pekerja.

7. Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja.

8. Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat.

9. Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.

Perjanjian kerja harus dibuat sekurang-kurangnya rankap dua, yang

mempunyai kekuatan hukum yang sama, serta pekerja maupun pengusaha

masing-masing mendapat satu perjanjian kerja.

24

Repubik Indonesia, Undang-Undang Tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2003, pasal 54.

Page 51: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

40

C. JENIS-JENIS PERJANJIAN KERJA.

1. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu.

Perjanjian kerja waktu tertentu harus dibuat secara tertulis

dengan menggunakan bahasa indonesia dan huruf latin serta harus

memenuhi syarat-syarat, antara lain:

a. Harus mempunyai jangka waktu tertentu.

b. Adanya suatu pekerjaan yang selesai dalam kurun waktu tertentu.

c. Tidak mempunyai syarat-syarat masa percobaan.

Jika perjanjian kerja untuk waktu tertentu bertentangan dengan

ketentuan diatas maka perjanjian tersebut akan dianggap sebagai

perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu. Perjanjian kerja untuk

waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang

menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaan akan selesai dalam

waktu tertentu, yaitu:

a. Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya.

b. Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang

tidak terlalu lama dan paling lama tiga tahun.

c. Pekerjaan yang bersifat musiman.

d. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru,

atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.

Perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka

waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama dua tahun dan boleh

diperpanjang satu kali untuk jangka waktu paling lama satu tahun.

Page 52: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

41

Untuk perusahaan yang ingin memperpanjang jangka waktu paling

lambat tujuh hari sebelum perjanjian kerja waktu tertentu berakhir

memberitahukan secara tertulis kepada pekerja yang bersangkutan.

2. Perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu.

Perjanjian untuk waktu tidak tertentu adalah suatu perjanjian kerja

yang umum dijumpai dalam suatu perusahaan, yang tidak memiliki

jangka waktu berlakunya. Dengan demikian maka perjanjian kerja

waktu tidak tertentu akan berlaku terus sampai:

a. Pihak pekerja memasuki usia pensiun.

b. Pihak pekerja diputuskan hubungan kerjanya oleh perusahaan karena

membuat kesalahan.

c. Pekerja meninggal dunia.

d. Adanya putusan pengadilan yang menyatakan pekerja telah

melakukan tidak pidana sehingga perjanjian kerja tidak dapat

dilanjutkan.

Perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu tidak akan berakhir

dikarenakan pengusaha atau pemilik perusahaan meninggal atau

beralihnya hak atas perusahaan yang disebabkan oleh penjualan

perusahaan, pewarisan perusahaan ataupun dihibahkannya perusahaan

tersebut. Apabila hal itu terjadi maka hak para pekerja beralih menjadi

tanggung jawab pengusaha yang baru, kecuali ditentukan lain dalam

perjanjian peralihan yang tidak mengurangi hak-hak para pekerja.

Namun apabila pengusaha meninggal dunia dan mewarisi

Page 53: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

42

perusahaannya ahli waris dapat mengakhiri perjanjian kerja setelah

melakukan perundingan kepada pekerja yang bersangkutan.

Tidak seperti perjanjian kerja waktu tertentu, perjanjian kerja

waktu tidak tertentu dapat dibuat secara tertulias maupun lisan. Namun

apabila perjanjian dibuat secara lisan, pengusaha harus membuat surat

pengangkatan bagi para pekerja, dengan sekurang kurangnya memuat

tentang:25

a. Nama dan alamat pekerja.

b. Tanggal mulai bekerja.

c. Jenis pekerjaan.

d. Besarnya upah.

D. KEWAJIBAN PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN KERJA

1. Kewajiban pekerja.

Dalam KUH perdata pasal 1603d dinyatakan bahwa pekerja

yang baik adalah :

“pekerja yang menjalankan kewajiban-kewajibannya dengan

baik, yang dallam hal ini kewajiban untuk elakukan atau tidak

melakukan segala sesuatu yang dalam keadaan sama, seharusnya

dilakukan atau tidak dilakukan”

Selanjutnya dalam KUH perdata (yang sampai sekarang

dipakai sebagai pedoman) dirinci kewajiban pekerja sebagai berikut :

25

Zaeni Asyhadie, Hukum Kerja: Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubugan Kerja,

(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 74.

Page 54: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

43

a. Pekerja berkewajiban untuk melakukan pekerjaan yang dijanjikan

menurut kemampuannya dengan sebaik-baiknya.

b. Pekerja atau buruh berkewajiban melakukan sendiri pekerjaannya,

hanya dengan seijin pengusaha pekerja bisa menyuruh orang ketiga

untuk menggantikannya.

c. Pekerja wajib taat terhadap peraturan mengenai hal melakukan

pekerjaannya.

d. Pekerja yang tinggal pada pengusaha, wajib berkelakuan baik

menurut tata tertib rumah tangga pengusaha.

Selain itu pekerja berkewajiban melakukan tugas-tugas antara

lain sebagai berikut:

Melakukan pekerjaan.

Pengertian pekerjaan dan seperti apa pekerjaan yang haru

dikerjakan oleh pekerja atau buruh tidak dijumpai dalam peraturan

ketenagakerjaan(Undang-undang No.13 Tahun 2003). Pekerjaan

yang diperjanjikan oleh pekerja atau buruh harus dikerjakan sendiri

oleh pekerja tersebut, apalagi kalau pekerjaan itu adalah pekerjaan

yang memerlukan keahlian tertentu akan menimbulkan

ketidakmungkinan untuk diganti oleh orang lain, tidak bisa pula

pekerja tersebut menyuruh salah seorang keluarganya untuk

menggantikannya masuk bekerja apabila pekerja berhalangan masuk.

Page 55: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

44

Petunjuk pengusaha.

Petunjuk pengusaha adalah petunjuk-petunjuk yang harus

diperhatikan oleh pekerja dalam menjalankan pekerjaannya.

Petunjuk petunjuk inidiberikan oleh penguasa atau oleh orang yang

dikuasakan untuk itu selama pekerja tersebut melaksanakan

pekerjaannya. Sebetulnya ketentuan tentang adanya petunjuk

pengusaha dalam melaksanakan pekerjaan ini didasarkan atas

ketentuan KUH perdata, khususnya pasal 1603b yang menentukan

bahwa : “buruh wajib menaati aturan tentang hal melaksanakan

pekerjaan dan aturan yang ditujukan kepada perbaikan tata tertib

dalam perusahaan majikan yang diberikan kepadanya oleh orang

atau atas nama majikan dalam batas-batas aturan perundang-

undangan, atau bila tidak ada, menurut kebiasaan.”26

Namun kita

mempunyai pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar falsafah

negara. Pancasila itu harus diwujudkan dalam kehidupan nyata,

termasuk dalam kehidupan ketenagakerjaan, maka ketentuan pasal

1603b khususnya dan ketentuan KUH perdata bab 7a umumnya

harus diserasikan dengan pancasila.

Dengan adanya hubungan pancasila ini, jelaslah bagaimana

kedudukan KUH perdata sekarang di dalam dunia ketenagakerjaan

kita. KUH perdata sekarang hanya dapat dipakai sebagai pedoman,

itupun bagi ketentuan yang serasi dengan hubungan pancasila,

26

Repubik Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, pasal 1603b.

Page 56: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

45

sedangkan yang tidak sesuai dibuang atau dengan kata lain tidak

berlaku lagi.

2. Kewajiban pengusaha.

Kewajiban utama pengusaha dengan adanya hubungan atau

perjanjian kerja dengan pekerjanya adalah membayar upah atau gaji

kepada pekerja. Namun selain membayarkan gaji atau upah tersebut

perusahaan juga berkewajiban memberikan surat keterangan kepada

pekerjanya yang dengan kemauan sendiri hendak berhendi dari

pekerjaan yang ia kerjakan di dalam perusahaan. Dengan begitu

perusahaan mempunyai dua kewajiban yang harus dipenuhi terhadap

para pekerjanya, yaitu:

a. Membayar upah.

Dalam melakukan pekerjaan ada beberapa makna yang

dapat diperoleh oleh pekerja, antara lain dari segi indidu

merupakan gerak dari badan dan pikiran setiap orang guna

memelihara kelangsungan hidup badaniah dan juga rohania

sedangkan ditinjau dari segi sosial adalah melakukan pekerjaan

untuk menghasilkanbarang ataupun jasa guna memuaskan

kebutuhan masyarakat luas. Selain itu ditinjau dari segi spiritual

merupakan hak dan kewajiban manusia dalam memulihkan dan

mengabdi kepada Tuhan Yang Masa Esa.

Page 57: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

46

Oleh karena itu pembayaran gaji ataupun upah oleh

perusahaan sangatlah memegang peranan penting karena untuk

memelihara kelangsungan hidup badaniah dan rohaniah.

1) Pengertian upah.

Secara umum upah adalah pembayaran yang di terima

oleh pekerja selama ia melakukan pekerjaan ataupun

dipandang melakukan pekerjaan. Namun menurut Pasal 1

angka 30 UU No.13 Tahun 2003 upah adalah “hak pekerja

yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai

imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja

yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu pejanjian

kerja, kesepakatan, atau perundang-undangan, termasuk

tunjangan bagi pekerja dan keluarganya atau suatu

pekerjaan dan atau jasa yang telah atau akan dilakukan”27

Walaupun demikian, upah bagi masing-masing pihak

adalah suatu hal yang berbeda. Bagi pengusaha upah adalah

biaya produksi yang harus dikeluarkan dan ditekan

pengeluarannya serendah rendahnya agar harga barang yang

di produksi tidak terlalu tinggi. Namun bagi para pekerja

upah adalah sejumlah uang yang mereka terima pada waktu

tertentu, yang lebih pentting lagi adalah jumlah barang

27

Repubik Indonesia. Undang-Undang Tentang Ketenagakerjaan. Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2003. Pasal 1 Anga 30.

Page 58: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

47

kebutuhan hidup yang mereka bisa dapatkan dengan uang

upah atau gaji yang telah mereka dapatkan.

2) Jenis jenis upah.

a. Upah nominal.

Upah nominal adalah upah yang diterima oleh para

pekerja dengan tunai sesuai dengan pengarahan jasa-jasa

atau pelayanan dalam perjanjian kerja yang telah

disepakati.

b. Upah nyata.

Upah nyata adalah uang nyata yang harus benar-benar

diterima oleh pekerja yang berhak. Biasanya upah nyata

ditentukan oleh daya belu upah tersebut seperti besar

kecilnya uuang tersebut ataupun besar kecilnya biaya

hidup yang diperlukan.

c. Upah hidup.

Upah hidup ialah upah yang relatif cukup untuk

memenuhi keperluan hidup secara luas para pekerja yang

berhak menerima upah tersebut. Tidak hanya kebutuhan

pokoknya saja, namun juga kebutuhan sosialnya sperti

asuransi,rekreasi dan juga pendidikan.

d. Upah minimum.

Upah minimum adalah upah terendah yang dijadikan

sebagai standardoleh pengusaha dalam menentukan upah

Page 59: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

48

yang sebenarnya dari pekerja yang bekerja di

perusahaanya. Upah minimum ini biasanya ditentukan

oleh pemerintah daerah atau gubernur. Oleh karena itu

setiap daerah memiliki upah minimum yang berbeda-

beda sesuai dengan kebutuhan masyarakat daerah

tersebut.

b. Memberikan surat keterangan.

Kewajiban perusahaan memberikan surat keterangan

ini dapat dikatakan sebagai kewajiban tambahan untuk para

pengusaha.. Surat keterangan ini biasanya dibutuhkan unutuk

pekerja yang berhenti bekerja pada suatu perusahaan sebagai

tanda bukti pengalaman kerjanya yang berisi nama pekerja,

tanggal mulai bekerjadan tanggal berhenti bekerja serta jenis

pekerjaan yang pekerja lakukan di perusahaan tempat ia

bekerja. Oleh karena itu apabila seorang pekerja hendak

berhenti bekerja dan meminta surat keterangan tersebut maka

perusahaan wajib memberikan surat keterangan yang diminta.

Apabila perusahaan menolak memberikan surat keterangan

yang diminta, maka perusahaan harus bertanggung jawab atas

kerugian yang diderita oleh pekerja tersebut. Hal ini sesuai

dengan Pasal 1602 y KUH perdata “pengusaha yang baik

wajib melakukan atau tidak melakukan segala sesuatu yang

dalam keadaan yang sama seharusanya dilakukan atau tidak

Page 60: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

49

dilakukan dalam lingkungan perusahaannya” dengan kata

lain perusahaan harus bijak dalam berbuat dan bertindak

terhadap para pekerjanya.

E. SURAT KEPUTUSAN PENGANGKATAN PEGAWAI NEGERI

SIPIL

1. Pengertian Pegawai Negeri

Di dalam masyarakat yang selalu berkembang, manusia

senantiasa mempunyai kedudukan yang makin penting, meskipun

negara Indonesia menuju kepada masyarakat yang berorientasi kerja,

yang memandang kerja adalah sesuatu yang mulia, tidaklah berarti

mengabaikan manusia yang melaksanakan kerja tersebut.

Demikian juga halnya dalam suatu organisasi, unsur manusia

sangat menentukan sekali karena berjalan tidaknya suatu organisasi

kearah pencapaian tujuan yang ditentukan tergantung kepada

kemampuan manusia untuk menggerakkan organisasi tersebut ke

arah yang telah ditetapkan.

Manusia yang terlibat dalam organisasi ini disebut juga

pegawai. Untuk lebih jelasnya akan dikemukakan pendapat beberapa

ahli mengenai defenisi pegawai. A.W. Widjaja berpendapat bahwa,

“Pegawai adalah merupakan tenaga kerja manusia jasmaniah

maupun rohaniah (mental dan pikiran) yang senantiasa dibutuhkan

dan oleh karena itu menjadi salah satu modal pokok dalam usaha

Page 61: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

50

kerja sama untuk mencapai tujuan tertentu (organisasi).”28

Selanjutnya A.W. Widjaja mengatakan bahwa, “Pegawai adalah

orang-orang yang dikerjakan dalam suatu badan tertentu, baik di

lembaga-lembaga pemerintah maupun dalam badan-badan usaha.”29

Sedangkan pengertian Pegawai Negeri menurut Pasal 1

Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok

Kepegawaian adalah ”Pegawai Negeri adalah setiap warga negara

Republik Indonesiayang telah memenuhi syarat yang ditentukan,

diangkat oleh pejabatyang berwenang dan diserahi tugas negara

lainnya, dan digajiberdasarkan peraturan perundang-undangan yang

berlaku”.

Dari pengertian diatas bahwa setiap warga negara berhak

untukmenjadi pegawai negeri sipil sesuai dengan syarat-syarat yang

telah ditentukan, dan dapat diangkat oleh pejabat yang berwenang

dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Pengangkatan Pegawai

Negeri.

2. Jenis-jenis Pegawai Negeri

Menurut Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 43 Tahun

1999 jenis Pegawai Negeri terdiri dari:

a) Pegawai Negeri Sipil ;

28

A.W.Widjaja, Administraasi Kepegawaian. Rajawali, 2006, hal.113.

29 A.W.Widjaja, Administraasi Kepegawaian. Rajawali, 2006, hal.15.

Page 62: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

51

b) Anggota Tentara Nasional Indonesia ;

c) Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Sedangkan Pegawai Negeri Sipil juga dibedakan menjadi dua

yaitu Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai Negeri Sipil Daerah.

Menurut Pasal 1 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2000,

pengertian Pegawai Negeri Sipil Pusat disebutkan :

”Pegawai Negeri Sipil Pusat adalah Pegawai Negeri Sipil yang

gajinya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

dan bekerja pada Departemen, Kejaksaan Agung, Sekretariat

Negara, Sekretariat Kabinet, Sekretariat Militer, Sekretariat

Presiden, Sekretariat Wakil Presiden, Kantor Menteri Koordinator,

Kantor Menteri Negara, Kepolisian Negara, Lembaga Pemerintahan

Non Departemen, Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi

Negara, Instansi Vertikal didaerah Propinsi / Kabupaten / Kota,

Kepaniteraan Pengadilan, atau dipekerjakan untuk

menyelenggarakan tugas negara lainnya”.

Demikian pula menurut Pasal 1 ayat (2) Peraturan Pemerintah

Nomor 96 Tahun 2000 Tentang Wewenang Pengangkatan,

Pemindahan, Dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil, yang

dimaksud Pegawai Negeri Sipil Daerah :

”Pegawai Negeri Sipil Daerah adalah Pegawai Negeri Sipil

Daerah Propinsi / Kabupaten / Kota yang gajinya dibebankan pada

Page 63: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

52

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan bekerja pada

pemerintahan daerah, dipekerjakan diluar instansi induknya”.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Pegawai

Negeri Sipil yang diangkat oleh pejabat yang berwenang melalui

Kantor Pusat maupun Daerah Propinsi / Kabupaten / Kota yang

gajinya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara /

Daerah dan bekerja pada Pemerintahan, atau diperkerjakan diluar

instansi induknya.

3. Tugas dan fungsi pegawai negeri sipil

Pegawai negeri adalah unsur aparatur negara, abdi negara dan

abdi masyarakat yang penuh dengan kesetiaan dan ketaatan kepada

Pancasila, UUD 1945, Negara dan Pemerintah menyelenggarakan

tugas pemerintahan dan pembangunan.

Sehubungan dengan kedudukan Pegawai Negeri maka baginya

dibebankan kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan dan

sudah tentu di samping kewajiban baginya juga diberikan apa-apa

saja yang menjadi hak yang didapat oleh seorang pegawai negeri.

Pada Pasal 4 Undang-Undang No.43 Tahun 1999 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang No.8 Tahun 1974 Tentang Pokok-

Pokok Kepegawaian setiap pegawai negeri wajib setia dan taat

kepada Pancasila, UUD 1945, Negara dan Pemerintahan. Pada

umumnya yang dimaksud dengan kesetiaan dan ketaatan adalah

suatu tekad dan kesanggupan dari seorang pegawai negeri untuk

Page 64: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

53

melaksanakan dan mengamalkan sesuatu yang ditaati dengan penuh

kesadaran dan tanggung jawab.

Pegawai Negeri Sipil sebagai aparatur negara, abdi masyarakat

wajib setia dan taat kepada Pancasila, sebagai falsafah dan idiologi

negara, kepada UUD 1945, kepada Negara dan Pemerintahan.

Biasanya kesetiaan dan ketaatan akan timbul dari pengetahuan dan

pemahaman yang mendalam, oleh sebab itulah seorang Pegawai

Negeri Sipil wajib mempelajari dan memahami.

Dalam Pasal 5 Undang-Undang No.8 Tahun 1974 (pasal ini

tidak diubah oleh UU No.43 Tahun 1999) Tentang Pokok-Pokok

Kepegawaian disebutkan setiap pegawai negeri wajib mentaati

segala peraturan perundangan yang berlaku dan melaksanakan

kedinasan yang dipercayakan kepadanya dengan penuh pengabdian

kesadaran dan tanggung jawab. Pegawai Negeri Sipil adalah

pelaksana pearturan perundang-undangan, sebab itu maka seorang

Pegawai Negeri Sipil wajib berusaha agar setiap peraturan

perundang-undangan ditaati oleh anggota masyarakat.

Sejalan dengan itu pegawai negeri sipil berkewajiban

memberikan contoh yang baik dalam mentaati dan melaksanakan

segala peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Di dalam

melaksankan peraturan perundang-undangan, pada umumnya kepada

pegawai negeri diberikan tugas kedinasan untuk melaksanakan

dengan baik. Pada pokoknya pemberian tugas kedinasan itu adalah

Page 65: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

54

merupakan kepercayaan dari atasan yang berwenang dengan harapan

bahwa tugas itu nantinya akan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

Maka Pegawai Negeri Sipil dituntut penuh pengabdian, kesadaran

dan tanggung jawab dalam melaksanakan tugas kedinasan.

Kedinasan lain sebagai seorang Pegawai Negeri Sipil wajib

menyimpan rahasia jabatan dan seorang pegawai negeri dapat

mengemukakan rahasia jabatan atas perintah perintah pejabat yang

berwajib atas kuasa undang-undang (Pasal 6 Undang-Undang No.8

Tahun 1974 tidak dicabut oleh UU No.43 Tahun1999).

Yang dimaksud dengan rahasia adalah: rencana, kegiatan

yang akan, sedang atau telah dilakukan yang dapat mengakibatkan

kerugian yang besar atau dapat menimbulkan bahaya, apabila

diberitahukan atau diketahui oleh orang yang tidak berhak. Rahasia

jabatan adalah rahasia mengenai atau ada hubungannya dengan

jabatan. Rahasia jabatan dapat berupa dokumen tertulis seperti surat,

notulen rapat, peta dan dapat juga berupa keputusan lisan dari

seorang atasan. Dilihat dari sudut pentingnya, maka rahasia jabatan

ditentukan tingkat klasifikasinya seperti:

a. Sangat rahsia

b. Rahasia

c. Konfidensi/Terbatas

Page 66: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

55

Dan jika ditinjau dari sifatnya maka akan dijumpai rahasia

jabatan yang sifat kerahasiannya terbatas pada waktu tertentu dan

ada pula rahasia jabatan yang sifat kerahasiannya terus menerus.

Apakah suatu rencana kegiatan atau tindakan bersifat rahasia

jabatan, dan dirahasiakan kedalam klasifikasi yang mana harus

ditentukan dengan tegas oleh pimpinan instansi yang bersangkutan.

Biasanya seorang pegawai negeri karena jabatan atau karena

pekerjaannya dapat mengetahui jabatan. Bocornya suatu rahasia

jabatan dapat menimbulkan kerugian atau bahaya terhadap negara.

Pada umunya kebocoran rahasia jabatan disebabkan oleh dua

hal yaitu: sengaja dibocorkan kepada orang lain atau karena

kelalaian atau kurang hati-hatinya pejabat yang bersangkutan,

keduanya memberikan akibat yang sama buruknya terhadap negara.

Inilah yang memotivasi kenapa seorang pegawai diwajibkan

menyimpan rahasia jabatan dengan sebaik-baiknya. Seorang pegawai

negeri hanya dapat mengemukakan rahasia jabatan kepada dan atas

pejabat yang berwajib atas kuasa undang-undang, demikian juga

terhadap bekas pegawai negeri, misalnya atas perintah petugas

penyidik dalam rangka penyidikan dan penuntutan tindak pidana

korupsi.

Disamping kewajiban-kewajiban seperti tersebut di atas, dalam

UU No.43 Tahun 1999 juga disebutkan hak-hak pegawai negeri

yaitu, menurut Pasal 7 Undang-Undang No.43 Tahun 1999 Tentang

Page 67: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

56

Pokok-Pokok Kepegawaian, setiap pegawai negeri berhak

memperoleh gaji yang layak sesuai dengan beban pekerjaan dan

tanggung jawab.

Pada dasarnya setiap pegawai negeri beserta keluarganya harus

hidup layak dari gajinya, sehingga dengan demikian ia dapat

memusatkan perhatian dan kegiatannya melaksanakan tugas yang

dipercayakan kepadanya. Gaji adalah sebagai balas jasa atau

penghargaan atau hasil karya seseorang dalam menunaikan tugas

sesuai dengan bidang pekerjaannya masing-masing.

Dewasa ini sistem penggajian terhadap pegawai negeri sipil

diatur dalam Peraturan Pemerintah No.15 Tahun 1985 Tentang

Pengaturan Gaji Pegawai Negeri Sipil. Sistem penggajian yang dapat

mendorong kegirahan bekerja untuk mencapai prestasi kerja yang

optimal adalah sistem skala ganda, yaitu pemberian gaji kepada

seorang pegawai negeri bukan saja didasarkan pada pangkat, tapi

juga didasarkan pada besarnya tanggung jawab yang dipikul dan

prestasi kerja yang dicapai. Disamping itu dalam menentukan

besarnya gaji tergantung dari pada faktor kemampuan keuangan

negara. Sebab walau sudah diperkirakan standard hidup pegawai

negeri tidak dapat dilaksanakan kelau kemampuan keuangan negara

tidak memadai. Hal lain yang patut diperhatikan adalah

keadaan/tempat dimana pegawai negeri itu diperlukan.

Page 68: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

57

Dalam rangka penegakan disiplin di kalangan pegawai negeri

masalah gaji dipandang sebagai faktor yang paling berpengaruh.

Karena jika gaji yang diterima oleh seorang pegawai negeri

dirasakan tidak mampu memenuhi kebutuhan/kesejahteraan

keluarganya ini akan mendorong pegawai tersebut untuk mencari

sampingan, yang lama kelamaan menjadi satu kebiasaan, sehingga

memberi dampak negatif.

Dalam UU No.43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok

Kepegawaian dikatakan setiap pegawai negeri berhak atas cuti. Cuti

adalah tidak masuk kerja yang diberikan dalam jangka waktu

tertentu, dalam rangka untuk menjamin kesegaran jasmani dan

rohani serta untuk kepentingan pegawai negeri perlu diatur

pemberian cuti. Ketentuan tentang cuti ada diatur dalam Peraturan

Pemerintah No.24 Tahun 1976 Tentang Cuti Pegawai Negeri Sipil.

Cuti yang diatur di dalam Peraturan Pemerintah ini kecuali cuti

diluar tanggungan negara adalah hak Pegawai Negeri Sipil, oleh

sebab itu pelaksanaan cuti hanya dapat ditunda dalam jangka waktu

tertentu apabila kepentingan dinas mendesak. Setiap pimpinan

haruslah mengatur pemberian cuti sedemikian rupa sehingga dapat

terjamin kelancaran pelaksanaan pekerjaan. Menurut perhitungan

pemberian cuti dalam waktu yang sama terhadap 5 % dari jumlah

kekuatan masih tetap dapat menjamin kelancaran pekerjaan. Pegawai

Negeri Sipil yang hendak menggunakan hak cutinya wajib

Page 69: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

58

mengajukan permintaan secara tertulis kepada pejabat yang

berwenang memberikan cuti melalui hirarkhi, kecuali untuk cuti

sakit. ecara mendalam tentang Pancasila, UUD 1945, Hukum Negara

dan Politik Pemerintahan.

Hak seorang pegawai negeri sipil yang lain adalah hak atas

pensiun sesuai dengan Pasal 10 Undang-Undang No.8 Tahun 1974

Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian “Setiap Pegawai Negeri Sipil

yang telah memenuhi syarat-syarat yang diberikan berhak atas

pensiun.”

Jaminan pensiun adalah jaminan hari tua dan sebagai balas jasa

terhadap pegawai negeri yang telah bertahun-tahun mengabdikan

dirinya kepada negara. Pada pokoknya adalah menjadi kewajiban

dari setiap orang untuk berusaha menjamin hari tuanya, dan untuk itu

setiap pegawai negeri wajib menjadi peserta dari suatu badan

asuransi sosial yang dibentuk oleh pemerintah karena pensiun bukan

saja sebagai jaminan hari tua, tapi juga adalah sebagai balas jasa,

maka pemerintah memberikan sumbangannya kepada pegawai

negeri.

Page 70: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

59

BAB IV

TINJAUAN YURIDIS SK PNS SEBAGAI OBJEK JAMINAN KREDIT

PERBANKAN.

Pada dasarnya dalam setiap pemberian kredit harus berpedoman pada 3

(tiga) hal pokok, yaitu aman, terarah, dan menghasilkan. Aman dalam arti legal

risk, bahwa setiap kredit yang diberikan telah terbebas dari segala kekurangan,

baik mengenai kewenangan subjek hukum, objek hukum, maupun mengenai

jaminan. Apabila dikemudian hari terjadi kredit bermasalah, bank telah

mempunyai alat bukti yang sempurna dan kuat untuk menjalankan suatu tindakan

hukum bila dianggap perlu. Terarah dalam arti setiap kredit yang diberikan harus

sesuai dengan peruntukkannya, baik dari segi siapa penerima kreditnya maupun

dari segi kegunaannya, terutama bila dihubungkan dengan kebijaksanaan

pemerintah dalam rangka memajukan sektor usaha. Menghasilkan dalam arti

setiap pelepasan kredit akan memberikan keuntungan kepada bank ataupun

penerima kredit, dan meningkatkan kesejahteraan hidup rakyat banyak.

Untuk mencegah terjadinya kredit bermasalah, maka setiap bank yang

bersangkutan perlu melakukan pengelolaan maupun pembinaan kredit sesuai

dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Hal tersebut dikarenakan

pengelolaan resiko atau manajemen kredit bank yang kurang baik, akan

menjadikan tingkat kredit bermasalah menjadi tinggi. Oleh sebab itu asas atau

prinsip kehati-hatian (prudential banking) adalah penting, sebagai asas yang

menyatakan bahwa bank dalam menjalankan fungsi serta kegiatan usahanya,

harus menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan juga nasabah. Tujuan

Page 71: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

60

diberlakukannya prinsip kehati-hatian (prudential banking) adalah agar bank

selalu dalam keadaan sehat.30

Adapun prinsip kehati-hatian dalam praktek

perjanjian jaminan terdapat pada surat al-baqarah ayat 282 yang berbunyi:

أماوته ذي اؤتمه وإن كىتم على سفز ولم تجدوا كاتبا فزهان مقبىضت فئن أمه بعضكم بعضا فليؤد ال

ن عليم وليت ق هللا رب ه وال تكتمىا الش هادة ومه يكتمها فئو ه ءاثم قلبه وهللا بما تعملى

“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu`amalah tidak secara tunai) sedang

kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang

tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian

kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu

menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah

Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan

barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang

yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.

Qs.2:283

Ayat ini memberikan bimbingan tentang etika utang piutang seperti:

1. Tercatat

2. Ada saksi

3. Jangka waktu yang ditetapkan

4. bagaimana pula jika terjadi perselisihan antara kedua belah pihak.

Dari ayat diatas dapat disimpulkan bahwa kegiatan pinjam meminjam dengan

menyertakan jaminan sudah ada sejak dahulu kala. Ayat tersebut menjelaskan

30

Johannes Ibrahim, Cross Default Dan Cross Collateral Sebagai Upaya Penyelesaian

Kredit Bermasalah. (Bandung : Refika Aditama, 2004), hal. 56

Page 72: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

61

bahwa dalam setiap transaksi jual beli dengan utang-piutang wajib dicatatkan

secara jujur dan menghadirkan saksi.

A. MEKANISME JAMINAN BERUPA SURAT KEPUTUSAN

PENGANGKATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL.

Penyaluran kredit kepada masyarakat oleh bank sering terbentur kepada

ketiadaan jaminan berupa agunan yang dimiliki oleh calon debitor.

Menghadapi kendala ketiadaan jaminan tersebut, bank sebagai penyalur dana

menyikapi dengan mengadakan penawaran kepada pegawai negeri sipil

berupa penawaran kredit dengan tanpa penyertaan agunan. Selanjutnya

mengenai jaminan kredit dilihat dari fungsinya dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Jaminan yang didasarkan atas keyakinan bank terhadap karakter dan

kemampuan nasabah / debitor untuk membayar kembali kreditnya,

dengan dana yang berasal dari usaha yanng dibiayai kredit, yang

tercermin dalam cash low nasabah / debitor atau yang lebih dikenal

dengan first way out. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, bank harus

melakukan analisis dan evaluasi atas watak / karakter, kemampuan,

modal serta prospek debitor;

2. Jaminan yang didasarkan atas likuiditas agunan / second way out apabila

dikemudian hari first way out tidak dapat digunakan sebagai alat

pembayaran kembali kredit. Sedangkan berdasarkan sumber

pendanaannya, agunan kredit dibedakan menjadi agunan pokok dan

agunan tambahan, yaitu :

a. Agunan Pokok

Page 73: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

62

Sesuai penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998,

tersirat bahwa agunan pokok adalah agunan yang pengadaannya

bersumber / dibiayai dari dana kredit bank. Agunan ini dapat berupa

barang, proyek (tanah dan bangunan, mesin-mesin, persediaan

dagang/hak tagih, dan lain-lain). Agunan kredit dapat hanya berupa

agunan pokok tersebut apabila berdasarkan aspek-aspek lain dalam

jaminan utama (watak, kemampuan, modal dan prospek), diperoleh

keyakinan atas kemampuan debitor untuk mengembalikan hutangnya.

b. Agunan Tambahan

Adalah agunan yang tidak termasuk di dalam batasan agunan pokok

tersebut diatas. Misalnya surat berharga, surat rekta, garansi risiko,

jaminan pemerintah, lembaga penjamin dan lain-lain.

Bank lebih menekankan unsur kepercayaan untuk memberikan kredit

dengan jaminan Surat Keputusan Pegawai Negeri Sipil. Dari unsur tersebut

dapat diketahui bahwa pihak bank tetap memakai prinsip kehatihatian dan

prinsip mengenal nasabah, dimana juga debitor sebagai Pegawai Negeri Sipil

selalu menjaga dan tidak merusak kredibilitasnya.

Berdasarkan ketentuan tersebut, dapat diketahui bahwa setiap bank

umum dapat menetapkan kebijakan yang akan ditetapkannya dalam prinsip

mengenal nasabah asalkan dari kebijakan yang ditetapkannya tersebut dapat

diperoleh keyakinan terhadap kemampuan nasabah untuk melunasi

hutangnya. Prinsip bank dapat dilakukan dengan sistem penilaian terhadap

watak, kemampuan, modal, dan prospek usaha dari nasabah tersebut yang

Page 74: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

63

dikenal dengan istilah The 5C’s of Credit Analysis yang merupakan ukuran

kemampuan penerima kredit (debitor) untuk mengembalikan pinjamannya,

yaitu :

a. Watak (Character)

Yang dimaksud dengan watak disini adalah kepribadian, moral, dan

kejujuran pemohon kredit. Apakah ia dapat memenuhi kewajibannya

dengan baik, yang timbul dari persetujuan kredit yang akan diadakan. Hal

ini menyangkut sampai sejauh mana kebenaran dari keteranganketerangan

yang diberikan pemohon tentang data-data kepribadian, seperti asal usul

kehidupan pribadi, apakah pemohon seorang yang royal, keadaan masa

lalunya, apakah pernah terlibat didalam black list dan sebagaimana

informasi dan referensi antara bank, juga dibutukan.

b. Kemampuan (Capacity)

Yang dimaksud kemampuan adalah kemampuan mengendalikan,

memimpin, menguasai bidang usahanya, kesungguhan dan melihat

perspektif masa depan, sehingga pada akhirnya akan terlihat kemampuan

dalam mengembalikan kredit yang disalurkan.

c. Modal (Capital)

Pemohon disyaratkan wajib memiliki modal sendiri dan kredit dari bank

berfungsi sebagai tambahan. Untuk melihat penggunaan modal apakah

efektif, dolihat laporan keuangan dengan melakukan pengukuran seperti

dari segi likuiditas, solvaliditas, rentabilitas dan juga harus dilihat dari

sumber mana saja modal yang ada sekarang ini.

Page 75: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

64

d. Jaminan (Collateral)

Merupakan jaminan yang diberikan calon nasabah baik yang bersifat fisik

maupun non fisik. Jaminan hendaknya melebihi jumlah kredit yang

diberikan dan juga harus diteliti keabsahannya sehingga jika terjadi suatu

masalah, maka jaminan yang dititipkan akan dapat dipergunakan secepat

mungkin.

e. Kondisi Ekonomi (Condition of Economy)

Dalam menilai kredit hendaknya juga dinilai kondisi ekonomi dan politik

sekarang dan masa yang akan datang sesuai sektor masing-masing, serta

prospek usaha dari sektor yang ia jalankan. Penilaian prospek bidang

usaha yang dibiayai hendaknya benar-benar memiliki prospek yang baik,

sehingga kemungkinan kredit tersebut bermasalah relatif kecil.

Adapun contoh dalam pengajuan kedit oleh Pegawai Negeri Sipil di

Bank BRI adalah program BRIguna dimana sebagai kredit yang diberikan

kepada calon debitur dengan sumber pembayaran yang berasal dari sumber

penghasilan tetap/fixed income (gaji/uang pensiun). Program ini ditjukan

untuk menunjang kehidupan pegawai dalam meningkatkan kesejhteraan

hidupnya yang dapat digunakan untuk pembiayaan keperluan produktif dan

non produktif misalnya; pembelian barang bergerak/tidak bergerak,

perbaikan rumah, keperluan kuliah/sekolah, pengobatan, pernikahan dan lain-

lain.31

31

Bank Rakyat Indonesia, melalui (http://www.bri.co.id/articles/41) pada tanggal 15

Agustus 2014 pukul 23.09 WIB.

Page 76: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

65

Fasilitas yang ditawarkan dalam program BRIguna ini bisa dibilang

cukup mempermudah para Pegawai Negei Sipil untuk mewujudkan

kesejahteraannya. Kemudahan yang akan diterima oleh calon debitur antara

lain adalah:

a. Permohonan pinjaman dapat diajukan ke Kantor Cabang BRI dan

Kantor Cabang Pembantu BRI serta Kantor BRI Unit di Seluruh

Indonesia yang memiliki kerjasama dengan intansi tempat pegawai

bekerja.

b. Angsuran bersifat tetap.

c. Jangka waktu maksimal 10 tahun.

d. Nasabah diikutsertakan asuransi jiwa kredit.

Syarat Pengajuan Kredit BRIguna :

DOKUMEN PEGAWAI PENSIUN

Copy identitas diri V V

Copy KK V V

Asli SK Pengangkatan Pertama & SK

terakhir

V -

Asli SKI Pensiun - V

Daftar Pembayaran Pensiun/Dapem - V

Copy Karip - V

Buku Pensiun - V

Perincian Gaji Terakhir V -

Page 77: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

66

Surat Pernyataan Debitur V V

Surat Rekomendasi dari Atasan V -

Surat Kuasa Potong Gaji/Pensiun V V

Surat Kuasa Debet Rekening V V

Copy buku tabungan BRI V V

Dari penjelasan dan syarat pengajuan kredit di PT Bank BRI diatas

maka yang ditonjolkan dari 5C tersebut adalah Character dan Capacity to

Repay. Itulah sebabnya dalam hal ini, bank meminta persyaratan Surat

Keputusan Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil untuk mengetahui pekerjaan

dari calon debitor, dan dari surat tersebut kemudian dapat dinilai kemampuan

untuk membayar kembali berdasar jumlah kredit yang akan dikucurkan dan

pokok gaji dari calon debitor tersebut berdasarkan golongan dan kepangkatan

terakhir.

B. LANGKAH-LANGKAH YANG DILAKUKAN JIKA TERJADI

KREDIT MACET.

1. Kredit Macet Disebabkan Debitur Tidak Mampu Membayar.

Seorang debitur tidak akan melakukan wanprestasi jika tidak ada

sebab-sebabnya, untuk mengetahui sebab-sebab tersebut diperlukan suatu

pengamatan yang mendalam. Penyebab dari kemacetan kredit bank

Page 78: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

67

terutama karena kesulitan keuangan yang dialami debitur.32

Kesulitan

keuangan ini menyebabkan debitur tidak dapat mengembalikan

pinjamanya tepat pada waktunya. Kesulitan keuangan yang dialami itu

bisa disebabkan karena faktor intern dan faktor ekstern. Dalam hal ini

debitur bisa menjadi dua macam, diantaranya debitur yang memang

mengandalkan gaji atau upah yang ia dapatkan dalam pekerjaannya, ada

juga debitur yang mengandalkan perusahaan atau usaha yang

dijalankannya sebagai pemasukan untuk membayar kredit.

Faktor intern pada debitur yang mengandalkan upah kerja adalah

faktor yang muncul dari diri sendiri, dimana debitur lalai dalam bekerja

yang menyebabkan debitur diberhentikan dari tempat ia bekerja sehingga

debitur tidak mendapatkan upah atau pemasukan uang lagi yang dengan

kata lain tidak dapat membayar kredit pada pihak bank diantaranya :

2. Kredit Macet Disebabkan Karena Instansi Tempat Debitur Bekerja

Dilebur.

Terjadinya perubahan struktur kepegawaian, sehingga menyebabkan

terjadinya proses peralihan dari instansi yang lama ke instansi yang

baru. Maka debitur dalam hal ini bertanggungjawab untuk :

a) Memberitahukan kepada bank tentang pindah atau mutasi/alih

tugasnya tersebut.

32

Edy Putra Tjeman, Kredit Perbankan Suatu TinjauanYurisdis. Liberty, Yogyakarta.

1989. Hal.49

Page 79: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

68

b) Melunasi sisa pinjaman Kretap seluruhnya sebelum

dilaksanakan pindah atau mutasi/alih tugas.

c) Tetap menyelesaikan kewajiban dengan angsuran sesuai

kesepakatan semula, serta :

1) Menyelesaikan tunggakan terlebih dahulu (jika ada)

sebelum dimutasikan.

2) Aktiv dan berinisiatif untuk menyetorkan sendiri

angsuran kredit ke Kantor Cabang Bank penerima

pelimpahan, jika satuan/dinas atau instansi tempat

mutasi belum melakukan pemotongan gajinya, dan jika

Kantor Cabang Bank asal (pemberi kredit), maupun

Kantor Cabang Bank penerima pelimpahan belum

selesai dalam menatausahakan kredit atas nama debitur

yang bersangkutan.

3) Aktif dan berinisiatif dalam memberikan informasi

menyangkut segala hal yang berkaitan dengan pindah

atau mutasi/alih tugasnya tersebut, sampai pemotongan

dapat berjalan sesuai ketentuan. Apabila tanggungjawab

dimaksud di atas tidak dilakukan oleh debitur, maka

pihak Bank akan mengirimkan surat peringatan kepada

instansi tempat debitur yang bersangkutan tersebut

pindah tugas/mutasi, dan menemui debitur langsung agar

segera melunasi hutang-hutangnya tersebut.

Page 80: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

69

3. Kredit Macet Disebabkan Karena Bendahara Gaji.

Dalam pemberian Kretap ini, sesuai dengan jabatan/fungsi atau

tugasnya, bendaharawan gaji bertanggungjawab untuk :

a. Bertanggungjawab memberikan data perincian gaji bulanan beserta

dengan perubahan-perubahan gaji atau komponen gaji dari para

pegawai/instansi debitur yang bersangkutan.

b. Bertanggungjawab memberikan data menyangkut perincian gaji

bulanan berikut dengan perincian besarnya potongan Kretap Bank,

dari debitur yang bersangkutan.

c. Bertanggungjawab melakukan pemotongan gaji secara rutin setiap

bulannya tanpa terkecuali, sebagai angsuran Kretap terhadap

penerimaan gaji dari pegawai atau debitur penerima fasilitas Kretap

dari Bank.

d. Bertanggungjawab untuk secara rutin tanpa terkecuali menyetorkan

hasil potongan gaji sebagai angsuran Kretap ke Kantor Cabang

Bank setiap bulannya.

Apabila bendahara gaji tidak melaksanakan dengan baik tugas

dan tanggungjawabnya tersebut, sehingga terjadi adanya kredit macet

dalam Kretap ini. Maka surat kuasa/surat pemberian kuasa, yang dibuat

antara debitur atau pegawai dari instansi penerima Kretap kepada

bendahara gaji, dapat dicabut oleh karena hal dimaksud. Dan dalam hal

ini bendaharawan gaji tersebut berkewajiban sepenuhnya untuk

mempertanggungjawabkan perbuatannya, sehingga adanya kredit macet

Page 81: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

70

dapat diatasi. Bendahara gaji bertanggungjawab untuk menatausahakan

kembali kredit yang diselewengkannya tersebut, agar debitur juga tidak

dirugikan dalam pemberian fasilitas Kretap ini.

4. Kredit Macet Disebabkan Karena Pensiun Atau Pensiun Dini.

Untuk debitur dalam Kretap yang akan pensiun, maka akan

diberikan jangka waktu untuk melunasi pinjamannya, yaitu 1 (satu)

tahun MPP (Masa Persiapan Pensiun). Yang berarti dalam jangka

waktu 1 (satu) tahun sebelum debitur tersebut pensiun, harus sudah

dapat melunasi hutang atau pinjamannya.

Pensiun maju adalah pengajuan masa pensiun yang dilakukan

sebelum masa pensiunnya. Dalam hal macetnya kredit karena pensiun

atau yang bersangkutan mengajukan pensiun dini, maka pihak Bank

akan memasukkan kreditnya tersebut menjadi Kresun (Kredit

Pensiunan). Sehingga mereka tetap dapat meneruskan kreditnya

tersebut, walaupun telah berubah menjadi kredit pensiunan. Dengan

ketentuan yaitu pengambilan pensiun tersebut melalui PT. Bank Rakyat

Indonesia (Persero) atau Kantor Pos. Dan jangka waktu kredit atau

pinjaman harus sudah lunas saat yang bersangkutan berusia 75 tahun.64

Pada umumnya selain upaya penyelesaian tersebut di atas.

Langkah yang ditempuh bank dalam melakukan manajeman kredit

untuk menjaga kualitas aktiva produktif dan meminimalisir adanya

Page 82: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

71

kredit bermasalah, adalah dengan melakukan penyelamatan kredit.

Langkah-langkah atau upaya yang ditempuh berupa :

a. Penjadwalan Kembali (Reschedulling)

1) Memperpanjang Jangka Waktu Kredit.

Dalam hal ini debitur diberi keringanan dalam masalah jangka

waktu kredit, misalnya perpanjangan jangka waktu kredit dari

6 bulan menjadi 1 tahun, sehingga debitur mempunyai waktu

lebih lama untuk mengembalikan pinjaman.

2) Memperpanjang Jangka Waktu Angsuran.Memperpanjang

angsuran hampir sama dengan jangka waktu kredit. Dalam hal

ini jangka waktu angsuran kreditnya diperpanjang.

b. Penyesuaian Kembali (Reconditioning)

Dengan cara mengubah berbagai persyaratan yang ada seperti :

1) Kapitalisasi bunga, yaitu bunga dijadikan hutang pokok.

2) Penundaan pembayaran bunga sampai waktu tertentu.

Dalam hal penundaan pembayaran bunga sampai

waktutertentu, maksudnya hanya bunga yang dapat ditunda

pembayarannya, sedangkan pokok pinjamannya tetap harus

dibayar seperti biasa.

3) Penurunan Suku Bunga.

Penurunan suku bunga akan mempengaruhi jumlah angsuran

yang semakin mengecil, sehingga diharapkan dapat membantu

meringankan nasabah.

Page 83: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

72

4) Pembebasan Bunga.

Dalam pembebasan suku bunga diberikan kepada nasabah,

dengan pertimbangan nasabah sudah akan mampu lagi

membayar kredit tersebut.

c. Restrukturisasi (Restructuring)

1) Dengan menambah jumlah kredit

2) Dengan menambah equity, dilakukan dengan menyetor

uang tunai atau tambahan dari pemilik.

d. Kombinasi

Merupakan langkah kombinasi dari ketiga jenis di atas.

Sedangkan faktor eksternnya adalah adanya permasalah didalam

tempat debitur bekerja. Beberapa permasalahan yang timbul dalam

perusahaan antara lain yaitu adanya pengurangan tenaga kerja oleh

pihak perusahaan yang disebabkan dari beberapa hal, biasanya

peraturan pemerintah bisa menjadi penyebab adanya pemutusan kerja

ini, selain itu bangkrutnya perusahaan tempat debitur bekerja juga

menjadi salah satu faktor debitur kehilangan pekerjaannya.

Pada debitur yang menggunakan pendapatan perusahaan atau

pengusaha faktor intern yang menyebabkan debitur tidak dapat

memenuhi pembayaran kredit adalah masalah yang ada di dalam

perusahan debitur itu sendiri yaitu karena ketidak mampuan debitur

dalam mengelola perusahaannya dengan baik. Keberhasilan usaha

tergantung pada kemampuan dari pengurus dalam mengelola

Page 84: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

73

perusahaannya. Kemampuan itu antara lain meliputi kemampuan dalam

bidang adminitrasi serta bidang lain meliputi kemampuan dalam bidang

manajemen, bidang keuangan,bidang keuangan, bidang pemasaran,

bidang adminitrasi serta bidang lain yang berhubungan langsung

dengan aktifitas usaha yang dilakukan debitur. Karena debitur

mempunyai kemampuan itu maka usaha perusahaannya akan meningkat

dan pendapatannya akan cukup untuk mengembalikan kreditnya.33

Ketidakmapuan debitur dalam menjalankan usahanya tidak

sama dengan ketidakjujuran debitur. Karena debitur tidak mampu

menjalankan usahanya ia ingin memnuhi kewajiban, yaitu dengan

melakukan mengelola suatu usaha. Sedang ketidakjujuran adalah sikap

mental dari debitur yang yang memang berniat untuk “nakal” dan

mempunyai itikad tidak baik terhadap kredit yang diperolehnya.

Pemberian kredit dari bank harus ditunjang dengan peningkatan

aktifitas usaha debitur dengan cara yang lebih efisien. Sebab

peningkatan aktifitas yang tidak diikuti dengan peningkatan efisiensi

akan dapat berakibat buruk bagi kempuan-kemampuan debitur dalam

melaksanakan kewajiban untuk melunasi kredit.

Pengaruh yang tidak kalah pentingnya yang dapat menyebabkan

kesulitan keuangan debitur yang lazim disebut dengan faktor ekstern.

Faktor ekstern ini adalah penyebab kesulitan keuangan yang terjadi

33

Sinungan, Mucdarsyah, Kredit Seluk Beluk Dan Teknik Pengadaan, Yagrat, Jakarta.

1987. Hal. 12

Page 85: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

74

karena sebab-sebab diluar jangkauan kemampuan manajemen,seperti

misalnya :

1. Perubahan dari kondisi perekonomian dan perdagangan.

Daya beli masyarakat yang menurun bisa mengakibatkan

berkurangnya pemasukan pengusaha dan mengganggu kelancaran

perekonomian. Berkurangnya daya beli bisa dikarenakan adanya

inflasi,perang, bencana alam dan sebagainya.

2. Perubahan peraturan atau kebijaksanaan pemerintah.

Perubahan peraturan atau kebijaksanaan pemerintah dalam bidang

perekonomian dapat mengakibatkan terpengaruhnya jalannya usaha

debitur baik secara langsung atau tidak langsung.

3. Perubahan teknologi.

Akibat kemajuan teknologi juga bisa merugikan suatu perusahaan

karena bagi perusahaan yang besar dan modalnya kuat tidak akan

ada masalah untuk memperbaruhi mesin-mesin produksinya dengan

yang paling mutakhir, sehingga produksi menjadi lebih lancar,

efektif dan produksi bisa lebih banyak, keuntungan bisa diperoleh

lebih banyak. Sedang bagi perusahaan yang kecil untuk mengganti

mesin baru tidak mempunyai modal cukup maka hasil produksinya

kalah banyak sehingga keuntunganya semakin berkurang, dan kalah

bersaing dengan perusahaan yang berteknologi canggih.

4. Bencana alam

Page 86: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

75

Bencana alam bisa menjadi faktor yang sangat merugikan bagi para

debitur yang sedang menjalankan usahanya, terutama debitur yang

menjalankan usaha dibidang pertanian atau kelautan, dimana dalam

beropersional debitur bekerja sama dengan alam juga.

5. Hama penyakit.

Faktor ini sangatlah berpengaruh terhadap usaha debitur yang

bergerak pada bidang peternakan.

Pengamanan yang dilakukan pada bank bisa terdiri dari dua cara

yaitu dengan penyelesaian administrasi dan tindakan langsung pada diri

debitur. Penyelesaian administrasi yang bisa dilakukan bank adalah

penertiban administrasi dengan maksud untuk mengetahui berapa

kerugian yang diderita oleh bank, untuk mengetahui apakah ada orang

dalam/intern bank ataupun pihak lain dari bank yang terlibat. Untuk

menyelamatkan kembali posisi bank dari kerugian yang lebih besar dan

berusaha menyusun administrasi yang telah diselewengkan tersebut.

Jika seandainya semua cara itu tetap tidak bisa menyelamatkan

debitur dari kemacetan membayar hutang pokok dan bunga kredit maka

bank akan melakukan upaya maksimal untuk pengembalian kreditnya

sehingga bank tidak dirugikan yaitu dengan menyerahkan masalah

tersebut pada pihak yang berwenang. Yang berarti menempuh

penyelesaian lewat hukum yang ada, baik melalui Pengadilan Negeri

atau PUPN.

Page 87: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

76

C. PENYELESAIAN KREDIT MACET

Dalam membahas wanprestasi kita tidak bisa lepas dari perjanjian,

karena tanpa adanya perjanjian maka waprestasi tidak akan pernah ada.

Perjanjian diatur dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

dalam bab tentang perikatan yaitu bahwa suatu perjanjian itu sah jika telah

memenuhi syarat-syarat yang tercantum dalam Pasal 1320 BW yaitu sepakat

mereka yang mengikatkan diri, kecakapan untuk membuat suatu perikatan,

suatu hal tertentu, suatu sebab yang halal

1. Tindakan yang diambil dalam menghadapi Debitur yang wanprestasi

BW tidak mengatur tentang perjanjian kredit bank bahkan

Undang-undang Perbankan tidak mengenal istilah perjanjian kredit bank.

Istilah perjanjian kredit bank ditemukan dalam instruksi Presidium

Kabinet No 15/EKE/10/1960 yo Surat Edaran Bank Negara Indonesia

Unit 1 No. 2/539/UPK/Pemb/1966 dan Surat Edaran Bank Negara

Indonesia No.2/643/UPK/Pemb/1966 tentang Pedoman Kebijaksanaan di

Bidang Perkreditan. Dalam instruksi tersebut dinyatakan bahwa dalam

memberikan kredit bentuk apapun, bank wajib mempergunakan “akad

Perjanjian kredit”.

Dengan penentuan itu membuat calon debitur tidak dapat berbuat

lain selain menyetujui dan menandatangani perjanjian karena ia sangat

membutuhkan kredit tersebut. Perjanjian kredit seperti itu adalah

perjanjian sepihak. Penentuan perjanjian secara sepihak yaitu oleh bank

adalah untuk menjaga agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Page 88: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

77

Karena biasanya debiturlah yang nakal, bank tidak menanggung segala

resiko jika kreditnya macet.

Pada saat ini salah satu pihak dapat melakukan pembatalan, baik

pihak bank atau calon debitur. Seandainya pihak bank mengetahui bahwa

calon debitur tidak dapat dipercaya dan mempunyai reputasi yang jelek

maka bank dapat membatalkan dan mempunyai raputasi yang jelek maka

bank dapat membatalkan perjanjian tersebut, demikian juga pada calon

debitur seandainya pada saat itu ia sudah tidak membutuhkan kredit lagi

maka ia dapat menuntut pihak bank membatalkan perjanjian kredit,

karena hal ini sesuai dengan Undang-undang Perbankan.

2. Pertanggungan ganti rugi oleh Pihak Ketiga.

Pada dasarnya pemberian kredit pada pemohon kredit adalah

untuk membantu pemohon kredit untuk menjalankan usahanya. Bank

dalam rangka mempertimbangkan pemberian kreditnya selain melihat

pada prospek usaha yang akan dijalankan yang seharusnya bisa

menunjang pembangunan nasional juga melihat pada jaminan apa yang

akan dijaminkan oleh pemohon. Padahal jika dilihat pada kenyataannya

yang sangat membutuhkan kredit adalah pengusaha-pengusaha kecil yang

justru tidak bisa menyediakan jaminan yang dituntut oleh bank (pasal 24

Undang-undang Perbankan).

Larangan pemberian kredit oleh bank tanpa jaminan sebenarnya

bertujuan untuk menjamin supaya kredit dikembalikan oleh debitur

sehingga bank tidak rugi tetapi hal ini menghambat usaha-usaha yang

Page 89: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

78

dapat menunjang pembangunan nasional yang biasanya diusahakan oleh

pengusaha kecil. Yang dimaksud resiko didalam kredit adalah keadaan

tidak membayar kembali atas suatu kredit yang diterima oleh debitur.

Pihak lain yang menerima pengalihan resiko itu disebut sebagai

perusahaan yang bergerak dibidang pertanggungan kredit PT Asuransi

Kredit Indonesia (PT Askrindo). Berdirinya PT Askrindo didirikan oleh

peraturan-peraturan pemerintah No 1 / Th.71 dan diundangkan dalam

Lembaga Negara Replubik Indonesia Tahun 1971 No.I.

Pertanggungan oleh pihak asuransi itu ada beberapa macam.

Untuk mengetahui dapat kita lihat dalam pasal 247 Kitab Undang-undang

Hukum Dagang (KUHD) yang menyebutkan bahwa asuransi bisa

didasarkan pada bahaya kebakaran, bahaya yang mengancam hasil

pertanian sawah, jiwa seseorang, bahaya dilautan, bahaya perbudakan,

bahaya pengangkutan. Tapi pasal itu bersifat enumeratif perjanjian

pertanggungan dengan jenis yang lain.

Pasal 268 KUHD memberi pembatasan pertanggungan terhadap

pertanggungan terhadap pertanggungan lain yang tidak dikenal Undang-

undang yaitu bahwa pokok pertanggungan adalah kepentingan yang harus

dapat dinilai dengan uang dan diancam oleh bahaya dan oleh Undang-

undang tidak dikecualikan. Dari ketentuan pasal 268 ini maka asuransi

kredit termasuk dalam salah satu asuransi yang tidak dikecualikan oleh

Page 90: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

79

Undang-undang. Karena asuransi kredit adalah perjanjian yang sah

menurut Undang-undang.34

Pihak yang ada dalam perjanjian pertanggungan adalah pihak

penanggung dan pihak tertanggung. Dalam perjanjian asuransi kredit ini

bank adalah sebagai pihak tertanggung sedang PT.Askrindo adalah

sebagai pihak penanggung.

PT. Askrindo berhak mendapat premi dari bank, bukan dari

nasabah, tapi pada dasarnya bank telah memperhitungkan premi itu dalam

memberikan kredit pada masalah yang bersangkutan. Jumlah

pertanggungan pada umumnya berjalan tetap sampai pertanggungannya

berakir. Tetapi dalam pertanggungan kredit sejak pertanggungan ditutup

hingga berakhir akan berubah menurun. Hal ini terjadi sebab kredit yang

diterima oleh debitur harus dikembalikan pada waktu-waktu yang telah

ditentukan yaitu dengan cara mengangsur. Jadi pada saat-saat kemudian

jumlah kredit yang ditanggung oleh penanggung akan menjadi semakin

kecil dan semakin kecil resiko yang ditanggung berarti semakin kecil

jumlah penggantian kerugian.

Dalam praktek besarnya kredit yang dipertanggungan bank tidak

seluruh kredit tapi hanya sebagian maksimum kreditnya. Berarti

pertanggungan kredit yang terjadi dalam praktek perbankan adalah

pertanggungan dibawah nilai. Jadi jika terjadi kerugian bank masih

menanggung sebagian dari kerugian dari penanggung. Sehingga bank

34

Edy Putra Tjeman, Kredit Perbankan Suatu Tinjauan Yurisdis. Liberty, Yogyakarta.

1989. Hal. 49

Page 91: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

80

masih punya hak menuntut pemenuhan piutangnya pada nasabah, sebatas

kerugian yang tidak ditutup oleh penanggung. Sedang yang tutup oleh

penanggung adalah hak penanggung untuk menuntut pemenuhannya.

Hak penanggung menuntut ganti rugi pada debitur adalah

berdasarkan subrograsi (penggantian hak-hak si berpiutangoleh seorang

pihak ketiga, yang membayar kepada si berpiutang itu, terjadi baik

dengan persetujuan maupun demi undang-undang) yang diatur oleh pasal

284 KUHD. Penuntutan hak penanggung kepada debitur dilakukan oleh

bank. Setelah debitur memenuhi semua kewajibannya pada bank barulah

bank memberikan kepadanya penanggung. Menurut saya hal ini dapat

dimengerti karena perjanjian asuransi dilakukan oleh bank dengan

penanggung, nasabah tidak mempunyai hubungan apapun, kerugian

kepada debitur yang dalam hal ini adalah bank. Baru setelah itu bank

memberikan kepada penanggung. Jadi pada dasarnya penanggung

menuntut pemenuhan pada bank bukan pada nasabah.

Besarnya premi yang harus dibayar tergantung pada macamnya

kredit. Untuk kredit seperti KIK/KMKP preminya 3% dan penarikan

premi adalah pada saat realisasi kredit, biaya premi ditanggung oleh bank

dan Bank Indonesia masing-masing 50% (jadi setengah dari premi 3%).

Sedangkan untuk kredit eksploitasi biasa dengan maksimum

kredit Rp. 2.000.000,00 (dua juta rupiah) besar preminya. Untuk kredit

yang berbentuk rekening koran seperempat persen dari besarnya kredit

per bulannya, dan ditarik selama 4 bulan berturut-turut. Untuk kredit yang

Page 92: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

81

bentuknya persekot dikenakan premi satu persen dari besarnya kredit dan

dipungut sekaligus pada saat realisasi kredit. Sedang kredit eksploitasi

besar diatas dua juta diansuransikan secara kasus per kasus.

Dalam praktek eksekusi yang dilakukan bank ini bertentang

dengan pasal 1266 dan pasal 1267 BW (Burgerlijk Wetboek). Dalam

pasal 1266 BW (Burgerlijk Wetboek) dinyatakan bahwa syarat batal

dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan - persetujuan yang

bertimbal balik, manakala salah satu pihak tidak memenuhi

kewajibannya. Dalam hal demikian perjanjian tidak batal demi hukum

tapi pembatalan harus dimintakan pada hakim

Sedang berdasarkan pasal 1267 BW (Burgerlijk Wetboek) pihak

yang dirugikan dapat memilih apabila itu masih dimungkinkan untuk

memaksa pihak lain untuk memenuhi perjanjian atau ia menuntut

pembatalan perjanjian disertai dengan penggantian biaya, kerugian dan

bunga.

Lagi pula biasanya perjanjian kredit bank itu dituangkan dalam

suatu akta yang dibuat dihadapan notaris yaitu grosse akta pengakuan

hutang dan grosse akta kuasa memasang hipotek. Semua grosse akta

berkepala surat “Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”,

sehingga grosse akta itu mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan

putusan pengadilan menurut pasal 224 HIR (Herziene Inlansch

Reglemet), grosse akta mempunyai kekuatan hukum untuk melaksanakan

eksekusi.

Page 93: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

82

Kelemahan dari penetapan pasal 224 HIR (Herziene Inlansch

Reglemet) ini adalah ada pula faktor kelicikan mengulur waktu dari

debitur, ada pula factor kecurangan yang dilakukan debitur dalam

rekening pembukaan tetapi yang paling sering adalah adanya kekeliruan

pembuatan dokumen yang diperlukan grosse akta yang bersangkutan.

Padahal bagi pengadilan dan secara disamakan eksekusinya sebagai

putusan yang mempunyai nilai kekuatan eksekusi yang dapat dijalankan

eksekusinya.

Dalam praktek sering terjadi pencampuradukan antara grosse akta

hipotek dan gross akta pengakuan hutang. Akibatnya grosse akta yang

diajukan ke pengadilan tidak jelas bentuknya, hal ini menimbulkan

ketidakpastian hukum.

Seharusnya perjanjian kredit bank dijadikan sebagai perjanjian

pokok sedangkan perjanjian hipotek sebagai perjanjian ikutan atau

accessoir. Perjanjian hipotek dibuat secara tertulis oleh PPAT tidak dalam

bentuk grosse akta.

Biasanya dalam grosse akta perjanjian hipotek disebutkan adanya

kuasa memasang hipotek yang nantinya dituangkan dalam suatu grosse

akta hipotek. Sering kali pula dalam suatu grose akta perjanjian hipotek

tidak ada sama sekali pernyataan sepihak tentang pengakuan hutangnya.

Akibatnya grosse akta ini menjadi tidak mempunyai kekuatan

eksekutorial. Dengan adanya grosse akta ini maka bank dapat

memperoleh perlunasan kreditnya dengan cepat dan tidak berbelit-belit.

Page 94: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

83

Bank tidak rugi waktu dan biaya karena bank dapat mengeksekusi

jaminan dan dapat menjual dengan segera. Dari hasil penjualan barang

jaminan tersebut bank dapat mengambil pelunasan kreditnya.

3. Penyelesaian Melalui Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN).

Piutang Negara yang telah macet sama sekali harus segera

diserahkan urusan penyelesaiannya kepada PUPN, jika tidak maka PUPN

berhak mengambil alih persoalannya. Landasan pokok keberadaan dan

kewenangan PUPN bersumber dari Undang-Undang Nomer 49/‟Prp/60

diatur dalam pasal 4 dan pasal 5 serta dalam pasal 2 keputusan Presiden

Nomer 11, Tahun 1976, diantaranya adalah mengurus piutang Negara

yang harus dibayar kepada instansi-instansi pemerintah dan BUMN yang

modal atau kekayaannya sebagian atau seluruhnya milik Negara, baik

pusat maupun di daerah dan mengawasi piutang-piutang kredit yang telah

dikeluarkan oleh instansi-instansi pemerintah dan BUMN baik pusat

ataupun daerah.

Sebelum PUPN menyatakan menerima kasus tersebut maka

PUPN mengadakan penelitian lebih dahulu tentang duduk perkara kredit

macet tersebut, penelitian tersebut kurang lebih selama dua minggu.

Penelitian tersebut adalah untuk menetapkan berapa besarnya nilai

nominal dan nilai riil hutang tersebut. Nilai nominal menentukan

besarnya piutang sesuai dengan perjanjian (hutang pokok ditambah bunga

dan biaya-biaya lain). Sedang nilai riil adalah nilai yang diharapkan

sebagai hasil maksimum dari realisasi penyelesaian yang akan

Page 95: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

84

dilaksanakan. Setelah PUPN menyatakan menerima kasus tersebut dibuat

perjanjian antara bank dengan PUPN dalam bentuk pernyataan serah

menerima piutang yang menyatakan bahwa :

a. Bank menyerahkan pengurusan piutangnya kepada PUPN.

b. Bank melepaskan haknya atas debitur.

c. PUPN akan menyerahkan kepada bank semua hasil tagihan piutang.

d. Pengurusan penyelesaian hutang tersebut temasauk pelelangan

barang-barang yang disita.

Surat pernyataan tersebut ditandatangani oleh bank dan PUPN,

setelah penandatanganan berarti PUPN berhak atas penagihan pada

debitur. Sesudah itu PUPN membuat surat teguran kepada debitur untuk

membayar hutangnya. Jika debitur tetap tidak membayar maka PUPN

akan memanggil debitur tersebut.

Apabila debitur datang menghadap ketua PUPN memenuhi

panggilan tersebut maka dibuatlah perjanian antara debitur dengan PUPN

yang dituangkan dalam suatu pernyataan bersama kepala “Demi keadilan

berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa. Adapun isi Perjanjiannya antara

lain:

a. Pengakuan debitur tentang besarnya hutang;

b. jumlah kewajiban debitur;

c. Hak PUPN untuk melalkukan panahan dan sekaligus dengan surat

paksa terhadap keseluruhan hutang debitur apabila debitur tidak

Page 96: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

85

melakukan kewajibannya untuk memenuhi peringatan yang

dikeluarkan PUPN;

d. Daftar barang bergerak dan tidak bergerak yang dijadikan jaminan

atas hutang dan pemberian kuasa yang tidak dapat dicabut kembali

mengenai penguasaan barang-barang tersebut sebelum dipenuhinya

isi penyataan berasama.

Dalam hal surat pernyataan bersama tidak dapat dibuat karena

debitur tidak datang setelah dipanggil atau debitur tidak diketahui tempat

tinggalnya lagi maka PUPN berhak membuat pengumuman panggilan

sebanyak dua kali melalui surat kabar dan selanjutnya dibuat surat paksa.

Surat paksa ini mempunyai kekuatan yang sama dengan putusan hakim

yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena PUPN dibentuk

dengan tujuan untuk menyelesaikan piutang Negara dengan cepat.

Dengan ketentuan hukum yang pasti yang sama dengan putusan hakim

maka kita akan berbelit-belit lagi. Penyitaan yang dilakukan oleh PUPN

mempunyai dua unsur yaitu :

a. Unsur pengamanan yaitu untuk mencegah debitur menggelapkan

harta kekayaannya sehingga sumber pelunasan hutang menjadi tidak

ada.

b. Memberi kesempatan terakhir pada debitur untuk secara suakarela

menguangkan barang-barang yang disita atau membayar hutangnya.

Jika debitur ingin melunasi hutangnya dengan menembus barang

jaminan maka prosedurnya adalah:

Page 97: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

86

a. Debitur mengajukan permohonan penembusan kepada PUPN;

b. PUPN secara tertulis memintakan persetujuan bank mengenai harga

penembusan;

c. Bank atas dasar penilainnya sendiri memutuskan penembusan itu

disetujui atau tidak, jika disetujui maka penembusannya dilakukan di

kantor PUPN.

4. Penyelesaian Melalui Pengadilan Negeri.

Penyelesaian kredit melalui Pengadilan Negeri dalam hal ini tidak

dapat dilaksanakan grosse akta. Sebab tidak dapat dilaksanakan oleh

bank. Bank tidak dapat melaksanakan kuasa memasang hipotek karena

obyek jaminan telah disita terlebih dahulu oleh pihak ketiga. Karena bank

hanya mempunyai surat kuasa untuk memasang hipotek saja maka bank

dianggap hanya sebagai kreditur konkuren saja. Maka gugatan bank pada

pengadilan adalah bank meminta agar pihak debitur dihukum untuk

menyerahkan barang jaminannya.

Setelah kasus kredit macet ditangani oleh pengadilan dan

seandainya pihak bank yang dimenangkan maka pengadilan akan

mengeluarkan suatu putusan yang bersifat kondemnator. Ciri putusan

kondemnator adalah dalam amar putusannya terhadap pernyataan

“penghukuman” terhadap tergugat untuk melakukan suatu perbuatan.

Perbuatan yang diinginkan untuk dilaksanakan bisa bermacam-macam

yaitu :

a. Menyerahkan suatu barang;

Page 98: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

87

b. Mengosongkan sebidang tanah/rumah;

c. Menghentikan suatu perbuatan / keadaan;

d. Membayar sejumlah uang

Rincian di ataslah yang menentukan suatu putusan bersifat

kondemnator. Putusannnya bisa menyangkut salah satu rincian bahkan

bisa juga digabungkan antara dua rincian diatas.

Setiap putusan yang bersifat kondemnator dengan sendirinya

mempunyai kekuatan hukum eksekutorial (dapat dilaksanakan secara

paksa oleh kekuatan umum).

Jika tergugat tidak melaksanakan putusan dengan suka rela maka

pengadilan akan mengeluarkan surat peringatan sebelum dilakukan

eksekusi. Setelah tenggang waktu dalam surat peringatan sebelum

dilakukan eksekusi tetapi dengan lampaunya tenggang waktu tidak berarti

tergugat tidak dapat putusan dengan sukarela. Tergugat dapat mengajukan

penyelesaian putusan secara sukarela walaupun tenggang waktu

peringatan sudah dilampaui.

Setelah menerima surat penetapan maka panitera menjalankan

perintah eksekusi dan ia harus memberitahukan dan eksekusi kepada

pihak yang kalah.. eksekusi dapat dilakukan dengan bantuan militer. Pada

waktu eksekusi dijalankan sebaiknya tereksekusi hadir. Hal ini

menyangkut eksekusi mengenai benda yang tidak bergerak (eksekusi riil).

Page 99: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

88

Dalam hal eksekusi pembayaran uang Pengadilan negeri akan

melakukan sita eksekusi yaitu melakukan penyitaan terhadap barang-

barang tergugat baik bergerak ataupun tidak bergerak. Penyitaan terhadap

barang-barang tergugat dilakukan sampai dianggap cukup sebagai

pengganti jumlah yang harus dibayar ditambah jumlah biaya menjalankan

eksekusi.

5. Penjualan Lelang

Penjualan lelang harus dilakukan dengan perantaraan Kantor

Lelang hal ini sesuai dengan pasal 200 ayat 1 HIR (Herziene Inlansch

Reglemet). Dari pasal 200 ayat 1 HIR (Herziene Inlansch Reglemet) ini

dapat diperinci sebagai berikut :

1. Penjualan di muka umum harta kekayaan tergugat yang telah

dieksekusi.

2. Penjualan di muka umum hanya boleh dilakukan di depan juru lelang.

3. Cara penjualannya dengan jalan harga penawaran semakin meningkat

menurut melalui penawaran secara tertulis.

4. Sebelum lelang dilakukan maka lelang tersebut harus diumumkan

terlabih dahulu. Pengumuman lelang biasa dimuat dalam surat kabar.

Dari hasil lelang tersebut diambilkan untuk pemenuhan piutang

tergugat . piutangnya meliputi tagihan pokok tergugat ditambah biaya

eksekusi. Jika dari hasil lelang ini masih kurang maka ketua Pengadilan

Negeri berhak memerintahkan eksekusi lanjutan terhadap harta kekayaan

tereksekusi.

Tetapi jika hasil lelang telah cukup dan bahkan lebih untuk

membayar tagihan pokok biaya eksekusi maka kelabihannya

dikembalikan kepada tereksekusi. Sedangkan lelang menurut PUPN lain

Page 100: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

89

lagi. PUPN juga berhak melakukan persitaan terhadap barang debitur dan

melakukan lelang. Setelah PUPN menyita barang-barang debitur, PUPN

akan mengumumkan lelang tersebut dalam surat kabar, baru lelang

dilakukan. Pada waktu lelang dilakukan pihak bank dapat diundang untuk

mengahadiri lelang tersbut. Hasil lelang itu harus memenuhi jumlah

piutang debitur.

Penyelesaian hukum ini untuk melindungi bank dari kerugian

yang ditimbulkan akibat wanprestasi yang dilakuakan oleh debitur.

Sedang bagi debitur juga ada manfaatnya yaitu supaya debitur tidak

mendapat perbuatan sewenang-wenang dari bank. Dengan jalur hukum

ini debitur akan mendapat perlindungan hukum karena kreditur tidak

dapat bertindak diluar aturan hukum yang ada.

Page 101: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

90

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Mekanisme perjanjian kredit dengan Surat Keputusan Pegawai Negeri

Sipil di Bank Rakyat Indonesia terbilang cukup mudah. Calon debitur

hanya diminta menyerahkan permohonan pinjaman yang dapat

diajukan ke kantor cabang Bank Rakyat Indonesia di seluruh wilayah

Indonesia yang memiliki kerjasama oleh intansi tempat calon debitur.

2. Langkah-langkah awal yang dilakukan oleh kreditur apabila debitur

wanprestasi adalah melalui jalur non litigasi atau jalur kekeluargaan

dimana pihak bank melakukan pengamatan mendalam terhadap sebab-

sebab debitur wanprestasi, mencari apa saja faktor penghalang debitur

dalam melaksanakan kewajibannya serta bagaimana solusi yang tepat

agar debitur bisa melanjutkan kewajibannya kembali.

3. Jika jalur kekeluargaan tidak mendapatkan hasil yang memuaskan,

maka kreditur melakukan jalur hukum. Dimana kreditur menggugat

debitur ke pengadilan untuk mendapatkan hak-haknya. Krditur bisa

memilih proses hukum yang akan dilakukannya, melalui PUPN

(panitia Urusan Piutang Negara) atau melalui Pengadilan Negeri yang

berhujung kepada penyitaan harta kekayaan sesuai dengan besaran

hutang debitur.

Page 102: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

91

B. Saran.

1. Perjanjian kredit sebaiknya diseragamkan dalam suatu bentuk

perjanjian kredit yang telah disahkan oleh pemerintah. Perjanjian

kredit tersebut sebaiknya langsung mempunyai kekuatan hukum yang

tetap, yang sama dengan putusan pengadilan yang dapat langsung

dilaksanakan eksekusinya.

2. Dapatkan jaminan tambahan. Tindakan ini dapat menguntungkan

kedua belah pihak. Karena kreditur (bank) memperoleh jaminan yang

kuat secara yuridis dari debitur.

3. Sertakan pihak ketiga atau asuransi dalam perjanjian kredit agar

apabila debitur wanprestasi pihak ketiga atau pihak asuransi mampu

melunasi utang debitur, sehingga bank tidak mengalami kerugian.

Page 103: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Asyhadie Zaeni. Hukum Kerja: Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubugan Kerja, Jakarta:

Raja Grafindo Persada. 2007.

A.W.Widjaja. Administraasi Kepegawaian. Rajawali. 2006.

Bahsan, M. Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia. Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada. 2007.

Bambang Sunggono. Metodologi Penelitian Hukum. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 2009.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

Kasmir. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2011.

Mariam Darus Badrulzaman. Aneka Hukum Bisnis, Bandung. Alumni. 1994.

Muhammad, Abdulkadir. Hukum Dagang Tentang Surat-Surat Berharga. Bandung: PT. Citra

Aditya Bakti. 2007.

Muhammad,Djumhana. Hukum Perbankan Di Indonesia. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.

2000.

Johannes Ibrahim. Cross Default Dan Cross Collateral Sebagai Upaya Penyelesaian Kredit

Bermasalah. Bandung : Refika Aditama. 2004.

Peter M Marzuki. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana. 2011.

Ruddy, Tri Santoso. Kredit Usaha Perbankan. Yogyakarta. 1996.

Satrio. Hukum Jaminan, Hukum Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan. PT Citra Aditya

Bakti Bandung. 1997.

Suyatno. dkk. Dasar-Dasar Perkreditan. Jakarta : STIE Perbanas. 1999.

Soerjono Soekanto & Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat),

Rajawali Pers. Jakarta. 2001.

Usman,Rachmadi. Aspek-Aspek Hukum Perbankan Di Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia

Putaka Utama. 2004.

Widjanarto. Hukum dan Ketentuan Perbankan Di Indonesia. Jakarta : Pustaka Utama Grafiti.

2003.

Widjaja, Gunawan & Yani, Ahmad. Seri Hukum Bisnis: Jaminan Fidusia. Jakarta: PT. Raja

Grafindo. 2004.

Page 104: MEKANISME OBJEK AGUNAN KREDIT PADA BANK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30527/1/FAIZAL... · NEGERI SIPIL DILINGKUNGAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

Perturan Perundang-undangan dan Peraturan Lainnya:

Repubik Indonesia. Undang-Undang Tentang Pokok Kepegawaian. Undang-Undang Nomor

43 Tahun 1999 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974.

Repubik Indonesia. Undang-Undang Tentang Ketenagakerjaan. Undang-Undang Nomor 13

Tahun 2003.

Repubik Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2003 Perubahan Atas Pertaturan

Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000 Tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil.

Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2002 Perubahan Atas Pertaturan

Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 Tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil.

Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2000 Tentang wewenang

pengangkatan pemindahan dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil.