mekanika statistik mikrajuddin abdullah

275
MEKANIKA STATISTIK Prof. Dr. Mikrajuddin Abdullah Program Studi Fisika, FMIPA Institut Teknologi Bandung 2015 vanderlustmike.com

Upload: susisobur

Post on 27-Jan-2016

116 views

Category:

Documents


31 download

DESCRIPTION

F

TRANSCRIPT

Page 1: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

MEKANIKA

STATISTIK

Prof. Dr. Mikrajuddin Abdullah

Program Studi Fisika, FMIPA

Institut Teknologi Bandung

2015

vanderlustmike.com

Page 2: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- i -

Kata Pengantar

Pengalaman selama sekitar 10 tahun memberikan kuliah Mekanika Statistik

untuk Mahasiswa Magister dan Doktor di Institut Teknologi Bandung bahwa mata

ini yang merupakan mata kuliah wajib termasuk yang cukup sulit dipahami para

mahasiswa. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena memang materi yang terkandung

di dalamnya lebih banyak yang bersifat abstrak. Diperlukan abstraksi yang tinggi

untuk dapat memahami bab-bab yang ada dalam kuliah tersebut.

Kesulitan makin bertambah akibat cara pembahasan di sejumlah buku yang

ada terlalu global sehingga ada beberapa bagian yang memerlukan pemikiran ekstra

untuk dapat memahaminya. Buku acuan utama kuliah ini di antaranya Statistical

Mechanics tulisan K. Huang atau buku klasik Statistical Mechanics tulisan J.E.

Mayer dan M.G. Mayer. Namun, materi yang dipaparkan dalam buku tersebut perlu

dicermati dan direnungi secara mendalam agar dapat memahaminya. Tidak saja

mahasiswa, tetapi dosen juga perlu kerja keras untuk memahami mater-materi

tersebut.

Atas pengalaman mengajar sekitar 10 tahun saya mencoba menyusun draft

sedikit-demi sedikit dan dicobakan ke mahasiswa tiap semester. Penambahan,

koreksi, dan penyesuaian dengan cara tangkap mahasiswa menghasilkan naskah

seperti ini. Beberapa bagian yang tidak dijelaskan detail di buku-buku yang ada

akan dipaparkan secara detail di buku ini sehingga mudah dipahami mahasiswa.

Beberapa ilustrasi yang tidak dijumpai pada buku-buku sebelumnya dimasukkan

dalam buku ini untuk memeprmudah pemahaman. Versi awal draft ini telah muncul

dalam bentuk diktat kuliah yang diterbitkan Penerbit ITB dan menjadi salah satu

pegangan utama mahasiswa magister dan doktor fisika ITB.

Dalam buku ini, beberapa topik yang rumit yang dibahas di buku-buku

Mekanika Statistik yang sudah ada tidak dimasukkan. Harapannya adalah

mahasiswa memahami dasar-dasar Mekanika Statistik dan tidak terganggu oleh

sejumlah topik yang memerlukan pemahaman matematika yang cukup tinggi.

Mahasiswa yang tertarik mempelajari lebih mendalam sangat dianjurkan

mempelajari buku-buku teks yang sudah ada, seperti yang disebutkan di atas.

Page 3: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- ii -

Di bagian awal tiap bab dijelaskan sejumlah persyaratan yang diperlukan

untuk memahami tiap bab tersebut secara lebih mudah. Mempelajari tiap ban dari

buku ini menuntuk pemahaman materi kuliah tingkat sebelumnya seperti Fisika

Matematika, Fisika Statistik, Termodinamika, dan sedikit Fisika Kuantum.

Mahasiswa sangat diharapkan untuk mereview kembali materi-materi tersebut.

Penyelesaian buku ini tidak lepas dari bantuan dari Kementerian Riset dan

Pendidikan Tinggi berupa Hibah Penulisan Buku Teks 2015. Oleh karena itu

ucapan terima kasih penulis sampaikan pada Kemenristekdikti. Penulis juga

sampaikan ucapan terima kasih kepada Agus Purwanto, D.Sc. daru Jurusan Fisika

Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya atas kesediaan menjadi

pendamping. Sejumlah saran dan komentar sangat berguna bagi perbaikan isi buku

ini.

Semoga buku ini menjadi salah satu acuan yang berguna bagi mahasiswa

magister maupun doktor fisika di Indonesia. Tentu kekurangan masih banyak

dijumpai. Perbaikan terus menerus akan tetap diperlukan. Oleh karena itu masukan

dan sarat dari para mahasiswa, rekan dosen, atau pembaca lainnya sangat

diharapkan.

Bandung, Oktober 2015

Penulis

Page 4: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- iii -

Daftar Isi

Bab 1 Pengenalan Ensembel 1

1.1 Pendahuluan 1

1.2 Dinding Assembli yang Transparan Terhadap Energi 2

1.3 Konsep Ensembel 4

1.4 Assembli Terbuka 7

1.4 Jenis-Jenis Ensembel 9

Bab 2 Ensembel Kanonik 10

2.1 Probabilitas Kemunculan Assembli 11

2.2 Sifat-Sifat Termodinamika 13

2.3 Energi Bebas Helmholtz 16

2.4 Ungkapan lain Entropi 19

2.5 Fungsi Partisi Kanonik Klasik 20

2.6 Fungsi Partisi Kanonik Semiklasik 29

2.7 Formulasi Kanonik Gas Tidak Ideal 33

2.8 Persamaan Keadaan Gas Tidak Ideal 44

2.9 Fluktuasi Energi Assembli 48

Latihan 42

Page 5: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- iv -

Bab 3 Ensembel Grand Kanonik 47

3.1 Energi Bebas Helmholtz dan Gibbs 57

3.2 Penurunan Besaran Termodinamika dari Eentropi 59

3.3 Fungsi Grand Partisi 60

3.4 Ungkapan Alternatif 63

3.5 Entropi dalam Ungkapan Probabilitas 63

3.6 Besaran Termodinamika dari Fungsi Grand Partisi 64

3.7 Perhitungan Fungsi Grand Partisi 66

3.8 Fluktuasi Jumlah Sistem dalam Assembli 81

3.9 Penurunan Fungsi Fermi-Dirac dengan Metode Perturbasi 83

Bab 4 Mekanika Statistik Kuantum 87

4.1 Fungsi Gelombang Sistem dan Liungkungan 87

4.2 Nilai Rata-Rata 88

4.3 Postulat Mekanika Statistik Kuantum 90

4.4 Matriks Kerapatan 91

4.5 Ensembel Mikrokanonik 93

4.6 Ensembel Kanonik dan Grand Kanonik 94

4.7 Metode Operator 96

4.8 Formulasi Alternatif 104

4.9 Kondensasi Boson dan Non Kondensasi Fermion 106

4.10 Tekanan Gas Kuantum Ideal 108

4.11 Persaman Gerak Matriks Kerapatan 111

4.12 Persamaan Kerapatan Sistem Bebas 113

Page 6: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- v -

4.13 Persamaan Kerapatan Sistem Osilator Harmonik 116

Bab 5 Gas Fermi Ideal 120

5.1 Persamaan Keadaan 120

5.2 Aplikasi Suhu Tinggi dan Kerapatan Rendah 129

5.3 Aplikasi Suhu Rendah dan Kerapatan Tinggi 131

5.4 Teori Bintang Katai Putih 132

5.5 Diamagnetisme Landau 153

5.6 Efek de Hass-Van Alphen 166

5.7 Paramagnetisme Pauli 172

Bab 6 Gas Bose Ideal 186

6.1 Persamaan Keadaan Boson 186

6.2 Kondensasi Bose-Einstein 193

6.3 Tekanan Radiasi 197

6.4 Sifat Termal Fonon 203

6.5 Radiasi Benda Hitam untuk Foton dan Neutrino 209

Latihan 213

Bab 7 Ekspansi Kluster 216

7.1 Pendahuluan 216

7.2 Penurunan Fungsi Partisi 218

Bab 8 Model Ising 232

8.1 Formulasi Ising 232

8.2 Aproksimasi Bragg-Williams 237

8.3 Aproksimasi Bethe-Pierls 243

Page 7: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- vi -

8.4 Model Ising Satu Dimensi 254

Latihan 266

Baftar Pustaka 268

Indeks 269

Page 8: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 1 -

Bab 1

PENGENALAN ENSEMBEL

Bab ini berisi penjelasan tentang ensembel sebagai kumpulan dari sejumah

assembli. Ensembel dapat dipandang sebagai super assembli yang anggotanya

adalah assembli-assembli. Sedangkan assembli sendiri beranggotakan sistem-sistem.

Tujuan bab ini adalah memberi pemahaman kepada mahasiswa tentang definisi

ensembel, mengapa konsep ensembel diperlukan, dan mengenal ciri masing-masing

ensembel dalam mekanika statistik: mikrokanonik, kanonik, dan grand kanonik.

Namun demikian, bab ini tidak terlalu sulit untuk dipahami, karena hanya berisi

pengenalan tentang konsep ensembel itu sendiri. Dengan demikian tidak ada

kemampuan awal khusus yang diperlukan untuk memahami penjelasan dalam bab

ini.

1.1 Pendahuluan Assembli yang telah kita bahas di kuliah Fisika Statistik memiliki kriteria

yang sangat ketat, yaitu energi yang dimiliki assembli maupun jumlah sistem dalam

assembli selalu tetap. Dalam dunia nyata mungkin assembli demikian sulit

diwujudkan. Assembli semacam ini dapat didekati oleh satu wadah yang terisolasi

rapat dari bahan isolator panas yang sangat tebal, tidak ada medan magnet, medan

listrik, bahkan medan gravitasi yang dirasakan sistem-sistem dalam assembli. Jadi,

pada prinsipnya, asembli yang telah kita bahas selama ini merupakan sebuah

pendekatan untuk kondisi nyata. Pendekatan tersebut tentu mengandung sejumlah

kekurangan. Namun untuk dinding assembli yang terbuat dari bahan isolator yang

sangat baik, kekurangan yang dihasilkan tidak terlalu signifikan.

Apabila kita ingin masuk ke kondisi yang lebih mendekati keadaan nyata,

maka pembatasan yang sangat ketat harus diperlonggar. Kalau kita menempatkan

sistem-sistem dalam wadah tertutup maka peluang sistem untuk keluar dari dan

masuk ke dalam wadah dapat masih dapat dihindari. Dengan demikian pembatasan

jumlah sistem yang konstan bukanlah asumsi yang dibuat-buat. Tetapi untuk energi

total yang dimiliki assembli, pembatasan bahwa energi assembli adalah konstan

Page 9: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 2 -

mungkin dapat dilanggar. Tidak ada dinding wadah yang benar-benar sanggup

meniadakan pertukaran energi secara sempurna, apalagi jika wadah yang kita miliki

terbuat dari bahan konduktor. Lebih lanjut, kadang assembli yang kita miliki tidak

dibatasi oleh dinding, tetapi melakukan kontak langsung dengan udara terbuka.

Sebagai contoh, assembli kita adalah sebatang logam yang berada di udara terbuka.

Jumlah sistem dalam assembli tersebut selalu tetap (karena atom-atom atau elektron

tidak dapat meninggalkan logam), namun energi sangat mudah bertukaran antara

batang logam dan udara luar. Untuk menjelaskan mekanisme yang terjadi dalam

assembli yang memiliki dinding yang transparan terhadap energi, para ahli juga

mengembangkan statistik untuk assembli yang memiliki jumlah sistem konstan

tetapi jumlah energi tidak konstan.

Kasus yang lebih umum lagi adalah untuk assembli terbuka seperti udara

yang ada di sekitar kita. Kita bahkan tidak memiliki wadah sama sekali. Kondisi ini

dapat diasumsikan sebagai assembli yang dibatasi oleh wadah yang dapat ditembus

oleh sistem maupun oleh energi. Implikasinya adalah jumlah sistem maupun energi

total yang dimiliki asembli tidak tetap.

1.2 Dinding Assembli yang Transparan terhadap Energi Sejauh ini kita telah merumuskan panjang lebar tentang assembli yang

dibatasi dinding yang tidak transparan terhadap sistem maupun energi.

Pertanyaanya adalah bagaimana bentuk perumusan untuk assembli yang dibatasi

dinding yang sifatnya lebih longgar, yaitu dapat ditembus energi namun tidak dapat

ditembus sistem?

Perhatikan sebuah assembli dengan jumlah sistem tetap tetapi energi yang

dimiliki dapat berubah-ubah (Gambar. 1.1). Assembli tersebut memiliki dinding

yang transparan terhadap energi tetapi tidak transparan terhadap sistem. Contoh

dinding tersebut adalah logam. Karena dinding dapat ditembus energi maka pada

saat yang berbeda, energi yang dimiliki assembli mungkin berbeda. Misalkan energi

yang dimiliki assembli pada saat yang berbeda-beda diilustrasikan pada Tabel 1.1.

Untuk kondisi dengan energi yang dimiliki assembli berubah-ubah

bagaimana cara mendapatkan persamaan keadaan assembli? Kita lakukan strategi

sebagai berikut:

1) Bisa saja terjadi bahwa pada saat yang berbeda, energi yang dimiliki

assembli kembali sama. Contohnya, bisa saja terjadi bahwa pada saat t1 dan

t7 energi yang dimiliki assembli sama, yaitu E1 = E7.

2) Untuk mudahnya kita urutkan energi yang dapat dimiliki assembli dari nilai

terkecil hingga terbesar sebagai berikut E1, E2, E3, …, E.

Page 10: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 3 -

3) Assembli akan memiliki energi yang berbeda-beda tersebut dalam durasi

waktu yang berbeda-beda pula. Misalkan lama assembli memiliki energi E1

adalah t1, lama assembli memiliki energi E2 adalah t2, dan seterusnya.

N konstan

E tidak konstan

Ener

gi

dap

at

kel

uar

dan

mas

uk

N konstan

E tidak konstan

Ener

gi

dap

at

kel

uar

dan

mas

uk

Gambar 1.1 Dinding assembli transparan terhadap energi tetapi

tidak transparan terhadap sistem. Sistem tidak dapat keluar atau

masuk dari/ke dalam assembli sehingga jumlah sistem dalam

assembli selalu konstan. Namun energi dapat menembus dinding

asembli. Energi dapat keluar atau masuk dari/ke dalam assembli

sehingga energi assembli tidak tetap.

Tabel 1.1 Energi assembli berbeda-beda pada saat yang berbeda.

Namun tidak menutup kemungkinan bahwa pada saat berbeda nilai

energi sama (energi yang semula telah dimiliki muncul kembali).

Saat Energi yang dimiliki

t1 E1

t2 E2

.

.

.

.

.

.

t E

4) Dengan demikian probabilitas assembli memiliki energi-energi di atas

menjadi:

Page 11: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 4 -

a) probabilitas memiliki energi E1:

ttt

tEp

...)(

21

11

;

b) probabilitas memiliki energi E2:

ttt

tEp

...)(

21

22

;

.

.

.

c) probabilitas memiliki energi E:

ttt

tEp

...)(

21

.

5) Karena kita tidak dapat mengetahui dengan pasti berapa t1, t2, dan

seterusnya maka diasumsikan bahwa p(Ei) exp[-Ei/kT]. Asumsi ini

diinspirasi oleh fungsi distribusi Maxwell-Boltzmann bahwa peluang

mendapatkan sistem pada tingkat energi i sebanding dengan exp[-i/kT].

Asumsi ini dapat diterima secara logis; bahwa makin besar energi yang

dimiliki assembli maka makin kecil peluang menemukan assembli tersebut.

Jika energi assembli tak berhingga maka peluang menemukan assembli

menjadi nol. Dengan kata lain tidak ada assembli yang memiliki energi tak

berhingga.

6) Probabilitas di atas didukung juga oleh alasan berikut ini. Misalkan ada dua

assembi dengan energi Ei dan Ej. Peluang mendapatkan masing-masing

assembli adalah p(Ei) exp[-Ei/kT] dan p(Ej) exp[-Ej/kT]. Jika dua

assembli digabung menjadi satu assembli yang besar maka peluang

menemukan assembli tersebut menjadi p(Ei)p(Ej). Tetapi, saat dua assembli

digabung maka energinya menjadi Ei+Ej. Dengan demikian peluang

menemukan assembli dengan energi gabungan tersebut adalah p(Ei+Ej)

exp[-(Ei+Ej)/kT] exp[-Ei/kT] exp[-Ej/kT] = p(Ei)p(Ej), sesuai dengan

perkalian probabilitas yang sudah kita sebutkan di atas.

1.3 Konsep Ensembel Apa yang kita bahas di atas adalah satu assembli saja yang memiliki

sejumlah kemungkinan energi. Energi yang berbeda dapat muncul pada saat yang

berbeda. Kita dapat juga mejelaskan kondisi ini dari sudut pandang yang berbeda

tetapi memiliki hasil akhir yang setara. Kita seolah-olah memiliki sejumlah besar

assembli di mana jumlah sistem pada semua assembli sama tetapi energi yang

dimiliki satu assembli dengan assembli lain dapat berbeda. Untuk satu assembli

tertentu, jumlah sistem dan energi yang dimilikinya selalu tetap. Lebih tegas lagi,

seolah-olah kita memiliki sejumlah besar assembli di mana jumlah sistem dalam

Page 12: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 5 -

tiap-tiap assembli sama, yaitu N tetapi energinya bisa berbeda-beda. Semua

konfigurasi yang mungkin dilakukan bagi penyusunan sistem-sistem dalam

assembli ada wakilnya dalam kelompok assembli tersebut. Apa yang kita miliki

dapat diilustrasikan pada Gambar. 1.2.

Assembli 1

Konfigurasi W1

Energi E1

Assembli 2

Konfigurasi W2

Energi E2

Assembli 1

Konfigurasi W1

Energi E1

Assembli 2

Konfigurasi W2

Energi E2

Gambar 1.2 Ensembel adalah kumpulan assembli. Tiap assembli

memiliki jumlah sistem dan energi yang tetap. Tetapi jumlah sistem

yang dimiliki masing-masing assembli sama sedangkan besar

energi berbeda antara satu assembli dengan assembli lain. Contoh

sederhana assembli ini adalah sampel batang logam. Jumlah atom

dalam batang logam tetap tetapi energi dapat keluar atau masuk dari

batang logam.

Semua assembli tersebut digabung dalam satu wadah besar (super

assembli). Jumlah assembli dalam super assembli tetap dan energi total super

assembli juga tetap. Super assembli semacam ini dinamakan ensembel.

Page 13: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 6 -

Sebagai ilustrasi adalah kampus. Kampus dapat kita analogikan

sebagai ensembel. Kelas-kelas dalam kampus dianalogikan sebagai

assembli. Mahasiswa yang duduk dalam kelas-kelas dapat

dianalogikan sebagai sistem. Jumlah mahasiswa pada tiap kelas

semuanya sama. Namun, energi total yang dimiliki mahasiswa

berbeda antara satu kelas dengan kelas lainnya. Untuk mencari sifat

rata-rata satu kelas kita dapat lakukan dengan dua cara. Cara

pertama adalah mengukur sifat satu kelas dalam jangka waktu yang

lama lalu merata-ratakan hasil yang diperoleh. Cara kedua adalah

mengukur sifat semua kelas secara serentak lalu merata-ratakan

sifat tersebut. Cara pertama hanya memperhatikan satu kelas

kemudian melakukan perata-rataan terhadap waktu. Cara kedua

memperhatikan seluruh kelas kemudian merata-ratakan terhadap

jumlah. Secara statistik, hasil yang diperoleh sama.

Dalam ensembel yang diilustrasikan pada Gambar 1.3, konfigurasi yang

berbeda dalam menyusun sistem-sistem dalam assembli dapat menghasilkan energi

yang berbeda dan dapat pula memiliki energi yang sama. Sebagai ilustrasi, kita

misalkan E1 = 0, E3 = 2E2. Energi yang dimiliki adalah konfigurasi: (kiri) E3 + 2E1 =

2E2 (tengah) E1+ 2E2 = 2E2 dan (kanan) 2E2 + E3 = 4E2.

E1

E2

E3

E1

E2

E3

E1

E2

E3

E1

E2

E3

E1

E2

E3

E1

E2

E3

Gambar 1.3 Tiga konfigurasi di atas semuanya berbeda. Namun

energi yang dimiliki adalah: (kiri) E3 + 2E1 = 2E2 (tengah) E1+ 2E2

= 2E2 dan (kanan) 2E2 + E3 = 4E2. Tampak bahwa konfigurasi yang

berbeda dapat memiliki energi yang sama. Karena jumlah tingkat

energi dalam assembli sangat banyak bakan akan banyak sekali

konfigurasi yang memiliki energi yang sama.

Konfigurasi penyusunan sistem dalam tiga assembli di atas berbeda. Tetapi

energi assembli 1 sama dengan energi assembli 2 dan berbeda dengan energi

assembli 3. Peluang munculnya assembli dengan energi yang berbeda tentu saja

Page 14: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 7 -

berbeda. Kita kemukakan hipotesis bahwa peluang mendapatkan asembli dengan

energi Ei diberikan oleh

kTE

iieEp

/)(

(1.1)

1.4 Assembli Terbuka Jika kita melihat udara atau atmosfer maka tampak bahwa tidak ada wadah

pembatas seperti yang kita bahas pada bab-bab sebelumnya. Bagaimana kita dapat

menggunakan statistik untuk menjelaskan sifat-sifat gas di udara?

Kita dapat mengansumsikan bahwa di udara terdapat sejumlah besar wadah

(assembli) tetapi wadah tersebut dapat ditembus energi maupun sistem. Jadi jumlah

energi maupun jumlah sistem yang dimiliki assembli tersebut dapat berubah-ubah.

Untuk menjelaskan sifat-sifat assembli semacam ini, kita bangun sebuah ensemble

yang mengandung sejumlah besar assembli di mana assembli yang berbeda dapat

memiliki jumlah sistem yang berbeda maupun jumlah energi yang berbeda pula

(Gambar. 1.4).

Untuk ensembel semacam ini, peluang mendapatkan assembli ke-i dengan

energi tertentu (Ei) tidak hanya ditentukan Ei, tetapi juga ditentukan oleh Ni.

Meskipun energi dua assembli sama tetapi jumlah sistemnya berbeda maka

probabilitas kemunculan dua assembli tersebut dapat berbeda. Bagaimana bentuk

probablitas tersebut?

Dalam kuliah termodinamika kita mempelajari bahwa

penambahan/pengurangan satu partikel dalam sistem termodinamika melahirkan

penambahan/pengurangan energi sebesar , di mana disebut potensial kimia.

Penambahan/pengurangan sebanyak N partikel menghasilkan penembahan/

pengurangan energi sebesar N (Gambar 1.5). Dengan demikian kita dapat

menyimpulkan bahwa jumlah sistem yang terdapat dalam assembli akan

mempengaruhi energi yang dimiliki assembli tersebut yang pada akhirnya

menentukan peluang kemunculan assembli yang bersangkutan. Akhirnya sangat

logis apabila kita berhipotesis bahwa probabilitas kemunculan assembli dengan

energi Ei dan mengandung sebanyak Ni sistem memenuhi

kTNE

iiiieENp

/)(),(

(1.2)

dengan dan adalah parameter-parameter yang harus ditentukan. Persamaan (1.2)

kembali ke bentuk probabilitas menemukan assembli kanonik dengan energi Ei jika

jumlah sitem pada semua assembli nonstan (Ni = N untuk semua i).

Page 15: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 8 -

Assembli 1

Jumlah sistem N1

Konfigurasi W1

Energi E1

Assembli 2

Jumlah sistem N2

Konfigurasi W2

Energi E2

Assembli 1

Jumlah sistem N1

Konfigurasi W1

Energi E1

Assembli 2

Jumlah sistem N2

Konfigurasi W2

Energi E2

Gambar 1.4 Sebuah ensembel mengandung anggota berupa

assembli terbuka. Tiap assembli tidak memiliki sekat (pembatas)

sehingga sistem maupun energi dapat berpindah dari satu assembli

ke assembli lainnya. Contoh ensembel ini adalah udara terbuka.

Udara terbuka dapat dipandang sebagai kumpulan atom atau

molekul yang berada dalam kotak-kotak yang memiliki dinding

yang dapat ditembus oleh energi dan sistem (maknanya tidak

memiliki dinding). Dinding di sini hanyalah dinding virtual supaya

konsep sebuah assembli memiliki dinding pembatas masih

digunakan. Setiap saat jumlah sistem maupun energi dalam satu

assembli dapat berubah-ubah. Dengan sifat ini jelas bahwa

pembahasan tentang assembli lebih rumit dari assembli lainnya

(assembli dengan energi dan jumlah sistem konstant atau assembli

dengan sistem konstan tetapi energi tidak konstan).

Page 16: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 9 -

N N - NN

E E - N

NN N + N

E E + N

Gambar 1.5 (atas) Jika ada N sistem yang keluar dari assembli

maka energi assembli berkurang sebesar N. (bawah). Jika ada

N sistem yang masuk ke dalam assembli maka energi assembli

bertambah sebesar N. Ini berimplikasi bahwa kebolehjadian

menemukan assembli bergantung pada energi dan jumlah sistem

yang dimiliki assembli tersebut.

1.5 Jenis-Jenis Ensembel Dari semua pembahasan di atas kita akhirnya dapat membedakan tiga jenis

ensemble berdasarkan sifat dinding assembli-assembli penyusun ensemble tersebut.

Ensembel Kanonik Jika assembli-assembli penyusun ensemble tersebut memiliki dinding yang

tidak dapat ditembus sistem tetapi dapat ditembus energi maka ensemble tersebut

dinamakan ensemble kanonik. Dalam ensemble ini jumlah sistem dalam semua

assembli sama banyaknya tetapi energi yang dimiliki assembli dapat berbeda-beda.

Namun jumlah total assembli dalam ensembel dan jumlah total energi yang dimiliki

ensemble adalah konstan.

Page 17: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 10 -

Ensembel Grand Kanonik Jika assembli-assembli penyusun ensemble memiliki dinding yang dapat

ditembus sistem maupun energi maka ensemble yang dibentuk dinamakan ensemble

grand kanonik. Pada ensemble ini jumlah sistem maupun jumlah energi yang

dimiliki satu assembli dapat berbeda dengan yang dimiliki assembli lainnya. Namun

jumlah total assembli dalam ensembel dan jumlah total energi yang dimiliki

ensemble adalah konstan.

Ensembel Mikrokanonik Jika assembli-assembli penyusun ensembel tidak dapat ditembus sistem

maupun energi dan jumlah energi maupun jumlah sistem dalam tiap assembli semua

sama maka ensemble yang dibetuk dinamakan ensemble mikrokanonik. Karena

semua assembli identik maka untuk mempermudah pembahasan kita cukup

meninjau satu assembli saja dan menentukan konfigurasi penyusunan sistem-sistem

dalam satu assembli seperti yang dipelajari di kuliah Fisika Statistik. Karena

sifatnya yang demikian maka penurunan fungsi keadaan untuk assembli

mikrokanonik umumnya tidak dilakukan melalui konsep ensemble, tetapi cukup

pada level assembli saja. Dengan kata lain, kita umumnya tidak mengenalkan

konsep ensemble untuk membahas assembli mikrokanonik.

Page 18: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 11 -

Bab 2

ENSEMBEL KANONIK

Bab ini berisi diskusi tentang ensembel kanonik. Selama ini statistik yang

kita bahas pada kuliah Fisika Statistik hanya dibatasi pada statistik sebuah assembli

yang memiliki syarat batas ketat, yaitu jumlah sistem dan energi konstan. Mulai

sekarang kita akan memperlonggar persyaratan tersebut dengan memperkenalkan

konsep ensembel. Khusus pada bab ini kita akan bahas ensemble kanonik di mana

persyaratan energi assembli yang konstant tidak diterapkan. Kita hanya

mempertahankan persyaratan bahwa jumlah sistem yang dimiliki assembli konstan.

Tujuan bab ini adalah mahasiswa memahami konsep ensembel, khususnya

ensembel yang dibentuk oleh assembli-assembli klasik yang memenuhi statistik

Maxwell-Boltzmann. Pembahasan difokuskan pada ensemble kanonik di mana

energi assembli tidak konstan. Setelah itu mahasiswa diharapkan dapat menerapkan

konsep tersebut untuk menurunkan besaran-besaran termodinamika gas klasik.

Memahami seluruh topik yang dipelajari di kuliah Fisika Statistik sangat

penting untuk memudahkan pemahaman isi bab ini. Mahasiswa dianjurkan

mereview kembali materi kuliah tersebut, khususnya bagaimana menurunkan

distribusi Maxwell-Boltzmann dan bagaimana mendapatkan besaran termodinamika

dari fungsi partisi.

2.1 Probabilitas Kemunculan Assembli

Seperti disebutkan sebelumnya bahwa ensembel kanonik disusun oleh

sejumlah assembli dengan energi yang bermacam-macam. Kita mulai menurunkan

Page 19: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 12 -

persamaan-persamaan yang berkaitan dengan ensembel kanonik.

Mari kita tinjau assembli ke-i yang merupakan salah satu elemen dari

ensembel kanonik yang akan kita bahas. Misalkan energi assembli tersebut adalah

Ei. Probabilitas kemunculan assembli dengan energi Ei tersebut dapat ditulis

kTE

iiep

/ atau kTE

iiCep

/ (2.1)

dengan C adalah konstanta normalisasi yang bergantung pada suhu. Karena jumlah

total probabilitas kemunculan semua assembli adalah 1 atau i pi = 1, maka i C

exp[-Ei/kT] = C i exp[-Ei/kT] = 1. Hasil ini memberikan bentuk ungkapan untuk C

sebagai berikut

Ci

kTEZe

Ci

11/

(2.2)

di mana

i

kTE

CieZ

/ (2.3)

Dengan menggunakan persamaan (2.1) dan (2.2) kita dapatkan ungkapan lengkap

untuk pi sebagai berikut

C

kTE

iZ

ep

i /

(2.4)

Perlu dicermati bahwa pada persamaan (2.4) Ei adalah energi total semua

partikel dalam sebuah assembli dan pi adalah peluang kemunculan assembli tersebut.

Bentuk serupa juga dijumpai pada partikel dalam assembli di mana probabilitas

munculnya sistem dengan energi j di dalam suatu assembli memenuhi pj

exp[-j/kT].

Page 20: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 13 -

2.2 Sifat-Sifat Termodinamika

Setelah kita formulasikan probabilitas kemunculan assembli dalam

ensembel kanonik, selanjutnya mari kita bahas besaran-besaran termodimika dalam

konsep ensembel kanonik. Pertama kita menghitung energi rata-rata yang dimiliki

assembli. Assembli yang berbeda memiliki energi berbeda, walaupun tidak menutup

kemungkinan memiliki energi yang sama. Tetapi ada satu nilai energi rata-rata yang

dimiliki semua assembli. Perata-rataan dilakukan pada semua assembli dalam

ensembel kanonik. Energi rata-rata assembli memenuhi hubungan

i

ii pEE

i

E

Ci

E

i

Ci

kTE

i

C

iii eZ

eEZ

eEZ

111 /

C

Ci

E

C

ZZ

eZ

i

11

CZln

(2.5)

di mana = -1/kT. Dari definisi maka kita dapat menulis T = -1/k sehingga

/ TT // Tk /)/1( 2 TkT /2 . Dengan demikian energi

rata-rata assembli pada persamaan (2.5) dapat ditulis menjadi

CZT

kTE ln2

(2.6)

Perlu diperhatikan bahwa pada persamaan (2.6), parameter ZC dihitung pada energi

assembli, bukan pada energi sistem.

Contoh 2.1

Sebuah assembli yang disusun oleh N momen magnetik identik berada

dalam medan magnet. Energi interaksi momen dengan medan magnet

Page 21: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 14 -

memenuhi persamaan B

. Misalkan momen hanya dapat memiliki

dua arah orientasi yaitu searah dan berlawanan arah medan magnet.

Berapakan energi rata-rata assembli momen tersebut?

Jawab

Tiap momen hanya dapat memiliki salah satu energi interaksi berikut ini:

-B (searah medan magnet) atau B (berlawanan arah medan magnet).

Perhatikan Gambar 2.1. Misalkan terdapat n momen yang berlawanan

dengan arah medan magnet (energi nB) dan N-n momen yang searah

dengan medan magnet (energi -(N-n)B). Energi total assembli tersebut

adalah nB – (N-n)B = 2nB - NB. Jumlah cara penyusunan n buah

momen dalam arah berlawanan medan dan N-n buah momen searah

medan adalah )!(!

!

nNn

N

. Dengan demikian, fungsi partisi kanonik dapat

ditulis sebagai

n

BNBn

C enNn

NZ )2(

)!(!

!

n

nBBN enNn

Ne 2

)!(!

!

… …

n N-n

B

Gambar 2.1 Penyusunan n buah momen berlawanan arah medan

magnet dan N-n momen magnet searah medan magnet.

Kita gunakan kesamaan berikut ini

n

nN xnNn

Nx

)!(!

!)1( sehingga

kita dapat menulis

Page 22: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 15 -

NBBN

C eeZ 21

Energi rata-rata assembli dihitung dengan persamaan (2.4), yaitu

B

C eNBNZE

21lnln

BB

B

B

B

ee

eBNBN

e

eBNBN

21

22

2

)tanh(12

BBNee

eeBN

ee

eBN

BB

BB

BB

B

Gambar 2.2 adalah kurva energi sebagai fungsi kuat medan magnet luar

pada berbagai suhu. Satuan medan magnet maupun satuan suhu yang

digunakan adalah sembarang. Tujuan di sini adalah menampilkan bentuk

kurva saja sehingga pola perubahan energi dapat diketahui. Tampak bahwa

makin besar suhu maka energi magnetik makin kecil.

Gambar 2.2 Energi sebagai fungsi kuat medan magnet luar pada

berbagai suhu. Satuan medan magnet maupun satuan suhu yang

digunakan adalah sembarang.

Page 23: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 16 -

2.3 Energi Bebas Helmholtz

Energi bebas Helmholtz didefinisikan sebagai F = E – TS. Energi bebas

Helmholtz memiliki peranan yang sangat strategis dalam termodinamika. Semua

sistem termodinamika berada pada keadaan setimbang dan keadaan setimbang

dicirikan oleh energi Helmholtz paling kecil. Tampak dari definisi energi Helmholtz

bahwa nilai terkecil dicapai jika energi yang dimiliki sekecil mungkin dan entropi

sebesar mungkin. Itulah sebabnya, proses termodinamika dapat terjadi secara

spontan menuju ke kondisi dengan energi makin kecil dan entropi makin besar.

Dengan melakukan diferensial pada dua ruas ungkapan energi Helmholzt kita

dapatkan

SdTTdSdEdF (2.7)

Mari kita melihat hukum I termodinamika, yang juga merupakan hukum

kekekalan energi,

dWdQdE pdVdQ (2.8)

Di sini kita mendefinisikan dW = -pdV. Untuk proses yang berlangsung secara

reversibel maka berlaku dQ = TdS. Jika disubstitusikan ke dalam persamaan (2.8)

maka kita peroleh

pdVTdSdE (2.9)

Selanjutnya kita substitusi persamaan (2.9) ke dalam persamaan (2.7) sehingga

diperoleh bentuk diferensial dari energi bebas sebagai berikut

SdTTdSpdVTdSdF )( SdTpdV (2.10)

Setiap besaran termodinamika selalu dapat dinyatakan sebagai fungsi

paling sedikit dua besaran termodinamika lainnya. Jika F dinyatakan dalam fungsi

Page 24: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 17 -

V dan T maka diferensial dari F memenuhi bentuk umum

dTT

FdV

V

FdF

VT

(2.11)

Apabila kita bandingkan ruas paling kanan persamaan (2.10) dengan persamaan

(2.11) maka kita simpulkan hubungan berikut ini

TV

Fp

(2.12)

VT

FS

(2.13)

Selanjutnya kita substitusi S dari persamaan (2.13) ke dalam ungkapan

energi Helmholtz F = E - TS sehingga kita dapat menulis

T

FTEF

T

F

TT

F

T

E 122

T

F

TT

E2

(2.14)

Masukkan ungkapan E dari persamaan (2.6) ke dalam persamaan (2.14) sehingga

didapat

T

F

TZ

Tk Cln

Akhirnya kita memperoleh ungkapan sederhana untuk energi bebas Helmholtz

berupa

Page 25: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 18 -

CZkTF ln (2.15)

Tampak bahwa energi bebas Helmholtz merupakan fungsi langsung dari fungsi

partisi. Karena entropi dapat diturunkan dari energi bebas Helmholtz maka entropi

mestinya dapat diturunkan langsung dari fungsi partisi. Dari persamaan (2.13) dan

(2.15) kita dapat menulis bentuk ungkapan untuk entropi sebagai

VT

FS

CC ZT

kTZk lnln

(2.16)

Catatan: Satu yang luar biasa kita amati dari persamaan (2.6) dan (2.15).

Jika kita mengetahui fungsi ZC maka energi rata-rata assembli dapat

dihitung dengan mudah menggunakan persamaan (2.6) dan energi

Helmholtz assembli dapat dihitung dengan mudah menggunakan

persamaan (2.15). Setelah mengetahui energi bebas Helmholzt (ditentukan

dengan mudah dari fungsi ZC) maka tekanan dan entropi dapat ditentukan

dengan mudah dengan bantuan persamaan (2.12) dan (2.13). Sekali kita

mengetahui ZC maka hampir semua besaran termodinamika dapat

ditentukan dengan operasi matematika yang cukup sederhana. Oleh karena

itulah, ketika berkutat dengan mekanika statistik, langkah pertama yang

dilakukan para peneliti adalah mencari ungkapan untuk fungsi ZC. Boleh

dikatakan bahwa inti dari statistik adalah mencari fungsi ZC. Dengan

perkataan lain fungsi ZC merupakan jembatan penghubung antara dunia

mikroskopik (sifat partikel atomik) dan dunia makroskopik (persamaan

termodinamika). Hal ini dapat diilustrasikan pada Gambar 2.3.

Page 26: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 19 -

DuniaMikroskopik(sifat atomik)

DuniaMakroskopik

(termodinamika)Fungsi

Z

Gambar 2.3. Peranan fungsi Z dalam statistik sebagai jembatan

penghubung sifat makroskopik dengan sifat makroskopik

(termodinamika).

Contoh 2.2

Tentukan energi bebas Helmholtz dan entropi assembli pada Contoh 2.1.

Jawab

Kita sudah menentukan fungsi NBBN

C eeZ 21 . Dengan

menggunakan persamaan (2.15) kita dapatkan energi bebas Helmholtz

B

C eNBNkTZkTF 21lnln

kTBeNkTBN /21ln

Dengan menggunakan persamaan (2.13) maka entropi assembli adalah

kTB

kTBkTB

e

e

T

BNeNk

T

FS

/2

/2/2

1

21ln

2.4 Ungkapan Lain Entropi

Di samping dalam bentuk persamaan (2.16), entropi dapat diungkapkan

dalam persamaan lain. Kita mulai dari ungkapan energi bebas Helmholtz F = E - TS

kita dapat menulis S = (E – F)/T. Kita selanjunya menggunakan definisi awal untuk

energi, yaitu E = i pi E. Mengingat F adalah besaran tanpa indeks dan mengingat

Page 27: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 20 -

kesamaan i pi = 1 maka kita dapat menulis F = Fi pi = i Fpi. Substitusi ungkapan

E dan F ke dalam persamaan entropi maka kita dapat menulis sebagai berikut

i

ii

i

ii

i

i

i

ii

T

FEp

T

FEp

T

FpEp

S)(

)(

(2.17)

Persamaan (2.15) dapat ditulis sebagai kTF

C eZ / . Substitusi hubungan

ini ke dalam persamaan (2.4) maka

kTF

kTE

ie

ep

i

/

/

kTEF ie/)(

(2.18)

Dengan mengambil logaritma dua sisi persamaan (2.18) kita peroleh

kT

FEp i

i

ln (2.19)

Substitusi persamaan (2.19) ke dalam persamaan (2.17) diperoleh ungkapan lain

untuk entropi, yaitu

i

ii pkpS )ln(

i

ii ppk ln (2.20)

2.5 Fungsi Partisi Kanonik Klasik

Kita akan berangkat dari asumsi bahwa energi yang dimiliki sistem-sistem

dalam assembli dianggap terdiri atas tingkat-tingkat energi. Tingkat-tingkat energi

tersebut berada dalam rentangan dari nol sampai tak berhingga. Gambar 2.4 adalah

ilustrasi tingkat-tingkat energi yang dimiliki assembli. Untuk sistem klasik, seperti

Page 28: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 21 -

atom gas, perbedaan energi dua tingkat berdekatan mendekati nol, atau i+1 - i 0.

Perbedaan energi yang mendekati nol memiliki makna bahwa tingkat energi sistem

klasik bersifat kontinu. Sistem menempati salah satu dari tingkat energi di atas.

Dalam sistem klasik tidak ada batasan jumlah sistem yang dapat menempati satu

keadaan energi. Satu keadaan energi dapat saja kosong, atau ditempati oleh satu

sistem, oleh dua sistem, dan seterusnya. Bahkan semua sistem berada pada satu

keadaan energi pun tidak dilarang.

Gambar 2.4. Tingkat-tingkat energi yang dimiliki assembli.

Sistem-sistem dalam assembli dapat memiliki energi dalam

rentang dari nol hingga tak berhingga. Untuk memudahkan

pembahasan, rentang energi tersebut dibagi atas tingkat-ringkat

energi diskrit dengan jarak yang sangat kecil (mendekati nol).

Satu nilai energi boleh dimiliki oleh sejumlah sistem. Ini berarti

satu tingkat energi atau satu keadaan dapat ditempati oleh berapa

sistem pun.

Page 29: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 22 -

Agar sifat fisis dari assembli dapat ditentukan maka kita harus mengetahui

bagaimana penyusunan sistem pada tingkat-tingkat energi yang ada serta

probabilitas kemunculan masing-masing cara penyusunan tersebut. Pemahaman ini

sangat diperlukan karena nilai terukur dari besaran yang dimiliki assembli sama

dengan perata-rataan besaran tersebut terhadap semua kemungkinan penyusunan

sistem pada tingkat-tingkat energi yang ada.

Cara menghitung berbagai kemungkinan penyusunan sistem serta

probabilitas kemunculannya menjadi mudah bila tingkat-tingkat energi yang

dimiliki assembli dibagi atas beberapa kelompok, seperti diilustrasikan pada

Gambar 2.5. Di sini kita membagi tingkat energi tersebut atas M kelompok. Tiap

kelompok memiliki jangkauan energi yang cukup kecil sebagai berikut.

kelompok pertama memiliki jangkauan energi : sampai d;

kelompok kedua memiliki jangkauan energi : d sampai 2d;

kelompok ketiga memiliki jangkauan energi : 2d sampai 3d;

kelompok ke-s memiliki jangkauan energi : (s-1)d sampai sd;

kelompok ke-M memiliki jangkauan energi : (M-1)d sampai Md.

Satu kelompok energi mengandung sejumlah keadaan energi. Jumlah keadaan

energi pada kelompok yang berbeda bisa sama dan bisa berbeda. Misalkan jumlah

keadaan energi pada tiap-tiap kelompok tersebut sebagai berikut:

jumlah keadaan pada kelompok pertama : g1;

jumlah keadaan pada kelompok kedua : g2;

jumlah keadaan pada kelompok ketiga : g3;

jumlah keadaan pada kelompok ke-s : gs;

jumlah keadaan pada kelompok ke-M : gM.

Page 30: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 23 -

Gambar 2.5. Kelompok-kelompok energi dalam assembli. Satu

garis mewakili satu tingkat energi dalam assembli.

Tingkat-tingkat energi (garis-garis) dikelompokkan lagi. Satu

kelompok mengandung sejumlah tingkat energi di mana

jumlahnya bisa berbeda antara satu kelompok dengan keompok

lainnya. Namun, nilai-nilai energi dalam satu kelompok diwakili

oleh satu nilai energi saja (energi rata-rata). Mewakilkan pada

satu nilai energi ini dapat dilakukan karena selisih nilai

tingkat-tingkat energi dalam satu kelompok sangat kecil

(mendekati nol).

Energi keadaan yang berbeda dalam satu kelompok umumnya berbeda.

Tetapi karena perbedaan energi keadaan yang berbeda dalam satu kelompok sangat

kecil (mendekati nol) maka kita dapat mengasumsi bahwa energi dalam satu

kelompok diwakili oleh satu nilai energi saja. Energi tersebut dianggap sebagai

energi rata-rata keadaan dalam kelompok yang bersangkutan. Dengan demikian kita

dapat menulis,

energi rata-rata kelompok pertama : E1;

Page 31: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 24 -

energi rata-rata kelompok kedua : E2;

energi rata-rata kelompok ketiga : E3;

energi rata-rata kelompok ke-s : Es;

energi rata-rata kelompok ke-M : EM.

Misalkan pada konfigurasi tertentu tiap-tiap kelompok energi telah

ditempati oleh sistem-sistem dengan distribusi jumlah sebagai berikut:

jumlah sistem pada kelompok energi pertama : n1;

jumlah sistem pada kelompok energi kedua : n2;

Jumlah sistem pada kelompok energi ketiga : n3;

jumlah sistem pada kelompok energi ke-s : ns;

jumlah sistem pada kelompok energi ke-M : nM.

Sekarang kita menghitung fungsi partisi assembli tersebut. Untuk maksud

tersebut kita tinjau sebuah assembli, sebut saja assembli ke-i, yang merupakan

komponen dari ensembel kanonik. Sistem-sistem penyusun assembli bersifat

terbedakan (partikel klasik). Jumlah sistem dan energi yang dimiliki assembli

tersebut memenuhi

s

isnN (2.21)

s

isisi nE (2.22)

Untuk ensembel kanonik, N sama untuk semua assembli tetapi Ei dapat

berbeda untuk assembli yang berbeda. Jumlah cara penyusunan sistem-sistem dalam

assembli yang memiliki energi total Ei adalah

Page 32: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 25 -

s is

n

isi

n

gNW

is

!! (2.23)

Setelah mengetahui Wi dan Ei maka kita mendapatkan ungkapan untuk fungsi partisi

kanonik sebagai

i

kTE

iCieWZ

/ (2.24)

di mana indeks i adalah indeks untuk assembli (bergerak pada semua assembli

dalam ensembel). Satu assembli dalam ensembel mewakili satu konfigurasi yang

mungkin terjadi. Jadi jumlah assembli dalam ensembel sama dengan jumlah

konfigurasi yang dapat terjadi.

Perlu diingat kembali bahwa ensembel itu tidak ada secara fisik. Yang ada

hanyalah satu assembli. Tetapi satu asembli tersebut dapat memiliki

sejumlah konfigurasi yang berbeda-benda dan memiliki energi yang

berbeda-beda. Nah, semua kemungkinan konfigurasi dan energi yang

dimiliki assembli dikumpulkan, dan kumpulan itulah yang disebut

ensembel. Jadi, ensembel adalah kumpulan virtual dari assembli. Satu

assembli dalam ensembel mewakili konfigurasi yang mungkin dimiliki

oleh sebuah assembli.

Penjumlahan terhadap semua konfigurasi yang mungkin ekivalen dengan

penjumlahan pada semua kombinasi nis yang mungkin yang kita nyatakan dengan

symbol { nis}. Jadi kita dapat menulis ulang persamaan (2.24) menjadi

is

isn

is

n

kTE

nC eWZ/

is

is

n

r

irir

s is

n

is

kT

n

n

gN

exp!

! (2.25)

Page 33: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 26 -

Sebelum meneruskan penurunan fungsi partisi mari kita lakukan

penyederhanaan berikut ini

kT

nnn

kT

niiiiiir

irir ...expexp 332211

...expexpexp 332211

kT

n

kT

n

kT

n iiiiii

...)/exp()/exp( 21

21ii n

i

n

i kTkT

irn

r

ir

kT

exp (2.26)

Substitusi persamaan (2.26) ke dalam persamaan (2.25) maka diperoleh

is

irir

is

n r

nkT

s is

n

isC e

n

gNZ

/

!!

is

isis

n s is

nkT

is

n

egN

!!

/

(2.27)

Pada penurunan persamaan di atas kita sudah menggunakan kesamaan sxs sys =

sxsys.

Untuk menyelesaikan persamaan (2.27), mari kita tinjau perhitungan

berikut ini.

...!1)!1(

!

!0!

!)( 1

2

1

1

0

2121

xxN

Nxx

N

Nxx NNN

Page 34: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 27 -

...!)!(

!2

3

1

nnxxnnN

N

n

nnxxnnN

N2

3

1!)!(

! (2.28)

Nnnn

nnnN xxxnnn

Nxxx

321

321

221

321

321!!!

!)(

sn

nnn

n

x

n

x

n

xN

!!!!

3

2

2

2

1

1321

(2.29)

Berdasarkan persamaan (2.28) dan (2.29) maka kita dapat menuliskan

bentuk yang lebih umum untuk sembarang jumlah suku, yaitu

s

s

n s

n

s

nnnN

s

sn

x

n

x

n

x

n

xNx ...

!...

!!!!

3

2

2

2

1

1321

s

s

n s s

n

s

n

xN

!! (2.30)

Apabila dalam persamaan (2.30) kita ganti xs dengan kT

isiseg

/maka

diperoleh

is

isis

is

n s is

nkT

is

N

s

kT

isn

egNeg

!!

//

(2.31)

Ruas kanan persamaan (2.13) persis sama dengan ruang kanan persamaan (2.27).

Dengan demikian, ruas kiri juga mesti sama. Oleh karena itu kita simpulkan bahwa

N

s

kT

isCisegZ

/

NZ (2.32)

Page 35: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 28 -

Apa yang menarik dari persamaan (2.32)? Pada persamaan (2.32), Z

adalah fungsi partisi satu sistem. Dari persamaan tersebut tampak bahwa fungsi

partisi assembli kanonik sama dengan fungsi partisi satu sistem dipangkatkan

dengan jumlah sistem dalam assembli tersebut. Jadi, walaupun pada assembli

tersebut energi bisa keluar masuk, namun perhitungan fungsi partisi tidak sulit. Kita

cukup menghitung tingkat-tingkat energi sistem lalu menghitung fungsi partisi satu

sistem. Dari situ dapat dihitung fungsi partisi assembli secara mudah.

Contoh 2.3

Asembli osilator harmonik dengan N buah sistem memiliki

dinding yang dapat dilewati energi. Contoh assembli ini adalah kristal

yang disimpan di udara terbuka. Atom-atom tidak dapat meninggalkan

kristal, sedangkan energi (kalor) dapat keluar masuk dari/ke dalam kristal.

Jadi assembli yang kita miliki bersifat kanonik. Kita akan mementukan

fungsi partisi assembli.

Langkah pertama adalah mencari fungsi partisi satu sistem.

Untuk maksud tersebut kita perlu mengetahui tingkat-tingkat energi sistem

di dalam assembli. Energi osilator harmonik terkuantisasi menurut

persamaan )2/1( ss. Dengan demikian, fungsi partisi satu sistem

adalah

0

/)2/1(

0

/

n

kTs

n

kTeeZ s

kT

kT

kT

kT

n

kTskT

e

e

eeee

/

2/

/

2/

0

/2/

11

1

Fungsi partisi kanonik menjadi N

kT

kTN

Ce

eZZ

/

2/

1

Contoh 2.4

Selesaikan kembali Contoh 2.1 dengan menggunakan fungsi partisi

Page 36: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 29 -

kanonik pada persamaan (2.32)

Jawab

Untuk momen magnetik dengan dua arah orientasi, energi yang mungkin

dimiliki momen adalah -B dan B. Dengan demikian, fungsi partisi satu

sistem adalah

BBkTBkTB eeeeZ //

Fungsi partikel kanonik menjadi

NBBN

C eeZZ

Energi rata-rata assembli

BB

BBBB

Cee

BeBeNeeNZE

lnln

)tanh( BBNee

eeBN

BB

BB

Hasil ini persis sama dengan yang diperoleh di Contoh 2.1.

2.6 Fungsi Partisi Kanonik Assembli Semiklasik

Yang sudah kita bahas pada bagian sebelumnya adalah fungsi partisi

sistem klasik. Assembli ini memiliki ciri utama bahwa sistem-sistem penyusunnya

dapat dibedakan. Pertukaran sistem dari dua keadaan yang berbeda menghasilkan

konfigurasi baru. Tetapi menjadi pertanyaan jika sistem adalah atom-atom yang

ukurannya sangat kecil. Apakah mungkin pertukaran dua atom hidrogen dari dua

tempat berbeda dapat dibedakan? Seberapa sanggupkah kita membedakan dua atom

hidrogen? Oleh karena itu, para ahli memperbaiki sifat yang dimiliki sistem dalam

Page 37: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 30 -

assembli tersebut dengan mengenalkan konsep assembli semiklasik. Sistem-sistem

tetap memenuhi sifat klasik, namun pertukaran sistem dari dua keadaan berbeda

tidak menghasilkan konfigurasi baru. Jumlah pertukaran total N buah sistem adalah

N!. Dengan demikian, jumlah konfigurasi pada assembli klasik dapat diperoleh dari

jumlah konfigurasi pada assembli klasik dibagi dengan N!. Jadi untuk assembli

semiklasik jumlah cara penyusunan sistem-sistem adalah

s is

n

isi

n

gW

is

!

Dengan melakukan langkah yang sama maka kita sampai pada kesimpulan bentuk

fungsi partisi kanonik assembli semiklasik adalah

!'

N

ZZ

N

C (2.33)

Contoh 2.5

Sebuah sumur potensial persegi memiliki lebar L. Dasar sumur memiliki

energi potensial nol dan dua dinding sumur memiliki energi potensial tak

berhingga (Gambar 2.6). N buah sistem berada dalam sumur. Tentukan

fungsi partisi kanonik assembli partikel tersebut.

Jawab

Gambar sumur potensial sebagai berikut

Page 38: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 31 -

V = 0

V = V =

x = 0 x = L

Gambar 2.6 Sketsa sumur potensial pada Contoh 2.5.

Kita mulai dengan menghitung tingkat-tingkat energi sistem dalam sumur.

Kita berangkat dari persamaan Schrodinger. Untuk lokasi di dalam sumur,

persamaan Schrodinger adalah

2

22

2 dx

d

m

Persamaan di atas dapat ditulis ulang dalam bentuk

02

2

2

dx

d

dengan 22 /2 m . Solusi umum fungsi gelombang adalah

xBxAx sincos)( . Selanjutnya kita masukkan syarat batas bahwa

pada x = 0 nilai fungsi gelombang nol, atau 0sin0cos0 BA .

Kesamaan ini mengharuskan A = 0. Dengan demikian, fungsi yang

dipenuhi menjadi xBx sin)( . Kemudian kita masukkan syarat batas

kedua bahwa paba x = L fungsi gelombang juga nol, atau LB sin0 .

Kesamaan ini dipenuhi oleh nL . Dengan menggunakan definisi

Page 39: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 32 -

sebelumnya maka kita dapatkan nmL 2/2 atau

2222 2/ mLnn . Fungsi partisi satu partikel adalah

n

n

n

kTeeZ n

2/

dengan kTmL2

22

2

.

Penjumlahan pada fungsi partisi di atas sama dengan luas semua

persegi panjang pada Gambar 2.7. Penjumlahan luas tersebut sulit

dihitung langsung. Namun kita aprokasimasi luas tersebut dengan luas

daerah di bawah kurva 2xe .

2xe

x1 2 3 4 5

Gambar 2.7 Fungsi partisi sama dengan luas semua persegi

panjang. Karena perhitungan luas semua persegi panjang

tersebut sulit dilakukan maka luas tersebut dapat didekati dengan

luas daerah di bawah kurva yang dapat dicari dengan proses

integral sederhana.

Jadi pendekatan untuk fungsi partisi satu sistem adalah,

Page 40: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 33 -

eedxeedxedxeZ xxx

2

1

2

1 222

01

Karena sistem ini jelas tidak dapat dibedakan maka kita dapatkan fungsi

partisi kanonik menjadi

NN

C eNN

ZZ

2

1

!

1

!

2.6 Formulasi Kanonik Gas Tidak Ideal

Hingga saat ini gas yang kita bahas adalah gas ideal. Kita tidak pernah

memasukkan interaksi antar partikel gas. Memang persamaan yang dihasilkan dapat

menjelaskan banyak pengamatan tentang sifat-sifat gas seperti hukum Boyle,

Gay-Lussac dan persamaan gas ideal secara umum. Namun, karena tidak adanya

interaksi antar molekul/atom gas maka gas ideal tidak pernah bisa berubah wujud

menjadi cair. Pencairan gas hanya bisa terjadi kalau ada gaya tarik antar molekul

gas. Saat mendekati suhu pencairan, energi yang dihasilkan oleh gaya interaksi

tersebut lebih besar daripada energi termal (Gambar 2.8). Jika kita ingin membahas

fenomena pencairan gas maka kita harus keluar dari batasan gas ideal dan mulai

memperkenalkan konsep interaksi antar molekul/atom gas.

Dengan menggunakan konsep ensembel kanonik, kita diperbolehkan

untuk memperkenalkan interaksi antar partikel gas dalam assembli. Misalkan energi

yang dimiliki partikel gas hanya energi kinetik maka fungsi partisi hanya

mengandung energi tersebut. Namun jika ada interaksi antar partikel gas maka

fungsi partisi dibangun dari energi total assembli berikut ini

j j

j

j

zjyjxj Upppm

E

)(2

1 222 (2.34)

Page 41: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 34 -

Interaksi antaratom/molekul gas

Fasa gas

Fasa cair

Gambar 2.8. Antar atom/molekul gas selalu terdapat gaya tarik

menarik meskipun sangat kecil. Gaya tarik tersebut menjadi

dominan ketika suhu cukup rendah. Gaya tersebut dapat

menyatukan atom/molekul gas dalam fase baru, yaitu fase cair.

Tanpa adanya interaksi antara atom/molekul gas maka tidak akan

terjadi proses pencairan gas. Untuk membahas mekanisme ini

maka kita tidak dapat menggunakan teori gas ideal (gambar

adalah hasil modifikasi dari: employees.csbsju.edu).

Suku pertama pada persamaan (2.34) adalah jumlah energi kinetik semua

partikel gas dan suku kedua adalah jumlah interaksi total partikel-partikel gas.

Penjumlahan suku kedua dilakukan pada semua pasangan molekul gas. Pada

penjumlahan Uj kita mensyaratkan > j untuk menghindari perhitungan ganda.

Contohnya adalah U19 = U91. Suku tersebut hanya boleh dihitung satu kali dan

diwakilkan kepada U19 saja (j = 1 dan = 9). Suku dengan = j juga tidak

disertakan karena tidak ada interaksi antara sistem dengan dirinya sendiri.

Kita akan menghitung fungsi partisi dengan metode integral. Untuk

maksud tersebut kita harus menggunakan karapatan keadaan untuk mengganti tanda

Page 42: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 35 -

penjumlahan menjadi tanda integral. Untuk sistem semiklasik, kerapatan keadaan

adalah d6N/h3N

dengan i ziyixiiiiN dpdpdpdzdydxd 6

. Dengan demikian fungsi

partisi dapat ditulis menjadi

i

ziyixiiii

j j

j

j

zjyjxj

NC dpdpdpdzdydxkT

Um

ppp

hNZ

2

exp!

1

222

3 (2.35)

Mari kita fokuskan pada bagian integral persamaan (2.35) yaitu

i

ziyixiiii

j j

j

j

zjyjxj

dpdpdpdzdydxkT

Um

ppp

2

exp

222

Integral terhadap momentum dan terhadap posisi dapat dipisahkan karena

masing-masing merupakan variabel bebas. Momentum tidak bergantung pada posisi,

dan sebaliknya. Dengan pemisahan tersebut kita dapatkan bentuk berikut ini

i

iii

j j

j

i

ziyixi

j

zjyjxj

dzdydxkT

U

dpdpdpmkT

ppp

exp2

exp

222

i

ziyixi

j

zj

j

yj

j

xj

N dpdpdpmkT

p

mkT

p

mkT

p

I2

exp2

exp2

exp

222

(2.36)

di mana kita telah mendefinisikan

Page 43: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 36 -

i

iii

j j

j

N dzdydxkT

U

I

exp (2.37)

Persamaan (2.36) dapat ditulis secara lebih sederhana dalam bentuk

perkalian berikut ini

i

ziyixi

j

zj

j

yj

j

xj

N dpdpdpmkT

p

mkT

p

mkT

pI

2exp

2exp

2exp

222

(2.38)

Dengan menggunakan kesamaan berikut ini sxs sys = sxsys maka kita dapat

menulis persamaan (2.38) menjadi

zj

j

zj

yj

j

yj

xj

j

xj

N dpmkT

pdp

mkT

pdp

mkT

pI

2exp

2exp

2exp

222

j

zj

mkTp

j

yj

mkTp

j

xj

mkTp

N dpedpedpeI zjyjxj 2/2/2/ 222

(2.39)

Selanjutnya kita menggunakan integral yang sudah umum (sering juga kita

gunakan) yaitu /)exp( 2

dxx . Dengan sifat ini maka kita dapatkan

mkTdpedpedpe zj

mkTp

yj

mkTp

xj

mkTp zjyjxj 22/2/2/ 222

(2.40)

Tampak bahwa hasil integral pada persamaan (2.40) tidak bergantung pada

indeks. Indeks berapa pun akan menghasilkan nilai integral yang sama. Karena ada

N buah perkalian dalam tanda j maka persamaan (2.39) memberikan hasil sebagai

berikut

Page 44: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 37 -

jjj

N mkTmkTmkTI 222

NNN

N mkTmkTmkTI 222

N

NImkT

2/32 (2.41)

Substitusi persamaan (2.41) ke dalam persamaan (2.35) didapatkan ungkapan untuk

fungsi partisi kanonik menjadi

N

N

NC ImkThN

Z2/3

32

!

1 (2.42)

Selanjutya kita mencari IN yang didefinisikan pada persamaan (2.37). Mari

kita lakukan prosedur berikut ini. Karena ...!3/!2/1 22 xxxex maka kita

dapat menulis )(1 xgex dengan ...!3/!2/)( 22 xxxxg Dengan cara

yang sama kita dapat menulis

)(1/

j

kTUrfe j

(2.43)

di mana

...!3

1

2

1)(

32

kT

U

kT

U

kT

Urf

jjj

j

. (2.44)

Dengan penulisan tersebut maka kita memperoleh hubungan berikut ini

j j

kTUkTU

jj j

j

ee

/

/

j j

jrf

)(1 (2.45)

Jika terpenuhi kondisi 1)( jrf maka kita dapat melakukan

Page 45: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 38 -

aproksimasi

j j

j

j j

j rfrf

)(1)(1 (2.46)

Aproksimasi tersebut memiliki makna bahwa besar energi interaksi antar molekul,

Uj, jauh lebih kecil daripada energi termal molekul, kT. Kondisi ini umumnya

dipenuhi oleh gas pada suhu yang tidak terlalu rendah atau gas pada kerapatan

rendah. Dengan melakukan substitusi persamaan (2.45) dan (2.46) ke dalam

persaman (2.37) kita dapatkan bentuk aproksimasi untuk IN sebagai berikut

i

iii

j j

jN dzdydxrfI

)(1

i

iii

j j

j

i

iii dzdydxrfdzdydx

)(

j j i

iiij

i

iii dzdydxrfdzdydx

)( (2.47)

Integral dxidyidzi adalah volum. Namun, karena di sini kita sudah

memperhatikan gaya tarik antar partikel gas maka secara implisit jarak antar

partikel gas dianggap cukup dekat. Dengan jarak yang cukup dekat maka volum

total partikel gas tidak dapat diabaikan terhadap volum assembli. Volum ruang

kosong pada assembli tidak lagi V tetapi V’ = V – Nv0 dengan v0 adalah volum satu

partikel gas. Integral volum yang dilakukan pada pembahasan terdahulu telah

dilakukan pada ruang kosong (karena menganggap volume total partikel gas nol).

Jika langkah integral yang sama diterapkan di sini mana nilai dxidyidzi bukan lagi V

tetapi V’ = V – Nv0. Kemudian, mengingat i mengandung N buah suku perkalian

maka persaman (2.47) memberikan hasil

Page 46: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 39 -

j j i

iiij

N

N dzdydxrfVI

)(' (2.48)

Langkah selanjutnya adalah menyelesaikan sisa integral pada persamaan

(2.49). Jarak antar partikel j dan memenuhi

222 )()()( jjjj zzyyxxr . Dengan demikian, f(rj) hanya

mengandung enam variable, yaitu x, y, z, xj, yj, dan zj. Oleh karena itu, dalam

perkalian elemen diferensial idxidyidzi (memuat 3N elemen diferensial), hanya

enam elemen diferensial saja yang bekerja pada f(rj) sedangkan sebanyak 3N-6

buah elemen lainnya tidak bekerja pada f(rj). Dengan sifat demikian kita dapat

menulis

j j

jjjj

iji

iii

N

N dzdydxdzdydxrfdzdydxVI

)('

Perhatikan bagian integral

i

jiiii dzdydx yang menghasilkan volume

pangkat sekian. Tetapi hasil yang diperoleh bukan V’N karena dxjdyjdzjdxdydz

tidak termasuk dalam integral tersebut. Kalau dxjdyjdzjdxdydz diintegral maka

hasilnya V’2. Dengan demikian, integral

i

jiiii dzdydx saja menghasilnan V’

N-2.

Akhirnya kita dapat menulis IN sebagai

j j

jjjj

NN

N dzdydxdzdydxrfVVI

)('' 2

j j

jjjj

NN dzdydxdzdydxrfVV

)('' 2 (2.49)

Perlu diingat bahwa setelah kita melakukan integral maka

f(rj)dxjdyjdzjdxdydz tidak lagi mengandung indeks j maupun karena variabel

Page 47: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 40 -

tersebut habis diintegral. Integral tersebut menghasilkan angka yang tidak lagi

bergantung pada variabel maupun indeks. Akibatnya, penjumlahan pada ruas kanan

menjadi penjumlahan dari angka-angka yang nilainya sama, di mana nilai

masing-masing suku tersebut adalah f(rj)dxjdyjdzjdxdydz.Hasil dari penjumlahan

tersebut sama dengan nilai suku dikali dengan banyaknya suku penjumlahan.

Banyaknya suku pada dobel penjumlahan adalah N(N-1)/2. Dengan demikian kita

dapat menulis

dzdydxdzdydxrfNN

VVI jjjj

NN

N )(2

)1('' 2 (2.50)

Untuk menyelesaikan integral dalam persamaan (2.50), kita perkenalkan

variabel relatif r = rj. Dengan memperkenalkan variabel relatif ini maka kita dapat

melakukan transformasi berikut ini

dzdydxrdrfdzdydxdzdydxrf jjjj

3)()(

rdrfVrdrfdzdydx 33 )(')(

'aV (2.51)

di mana rd3 adalah elemen volum dalam ruang relatif dan rdrfa

3)( .

Akhirnya kita dapatkan

'2

)1('' 2 aV

NNVVI NN

N

1'2

)1(' NN V

aNNV (2.52)

Misalkan energi interaksi antar partikel sangat kecil sehingga berlaku

Page 48: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 41 -

1/ kTU j. Dengan asumsi ini maka kita dapat menulis

kT

Ue

jkTU j

1/ (2.53)

Jika kita bandingkan persamaan (2.43) dan aproksimasi (2.53) maka kita dapat

simpulkan bahwa

kTUrf jj /)( (2.54)

Dengan bentuk ini maka parameter a menjadi

kT

a

kT

rdrUrd

kT

rUa

')()(3

3

. (2.55)

Selanjutnya kita substitusi persamaan (2.55) ke dalam persaman (2.52) dan

diperoleh

1'2

')1(' NN

N VkT

aNNVI (2.56)

Akhirnya fungsi partisi kanonik menjadi

12/3

3'

2

')1('2

!

1 NNN

NC VkT

aNNVmkT

hNZ (2.57)

Dengan menggunakan persamaan (2.42) maka energi bebas Helmholtz

dapat ditulis

CZkTF ln

NNI

hN

mkTkT ln

!

)2(ln

3

2/3 (2.58)

Page 49: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 42 -

Dari energi bebas Helmholtz ini kita akan turunkan sejumlah persamaan

termodinamika untuk gas tidak ideal tersebut.

Contoh 2.6

Kita ingin menghitung parameter a untuk potensial seperti pada Gambar

2.9. Potensial pada gambar tersebut memenui persamaan berikut ini

rr

r

ru

rr

rUm

00

0

00

)( (2.59)

U(r)

rr0

Gambar 2.9 Contoh potensial interaksi antar atom/molekul gas.

Pada jarak yang jauh energi interaksi makin kecil dengan

bertambahnya jarak. Pada jarak r0 energi interaksi menjadi tak

berhingga. Ini berarti partikel tidak mungkin lebih dekat lagi dari

jarak r0. Jarak r0 adalah jarak antara dua partikel saat

bersentukan (jika dianggap partikel berbentuk bola). Ini berarti

jarak r0 merupakan diameter partikel.

Sebelum mulai menerapkan energi potensial guna menghitung parameter a,

Page 50: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 43 -

mari kita balik ke persamaan (2.37)

i

iii

j j

j

N dzdydxkT

U

I

exp

Karena pada daerah 0 r r0 potensial memiliki nilai tak berhingga

sedangkan pada daerah lain nilai potensial berhingga maka kita dapat

memisalkan integral di atas ada dua bagian sebagai berikut

00

exprr i

iii

j j

j

N dzdydxkT

U

I

0

exprr i

iii

j j

j

dzdydxkT

U

Suku pada integral pertama pertama nol sehingga hasil integralnya nol.

Dengan demikian

0

exprr i

iii

j j

j

N dzdydxkT

U

I

Jadi kita hanya melakukan integral pada daerah yang lebih besar dari r0.

Setelah menolkan integral pada daerah r < r0 maka nilai

paremeter a menjadi

000

2/)(23 14)4)(()(r

kTrU

rr

drredrrrfrdrfa

(2.60)

Dengan memasukkan persamaan (2.59) ke dalam persamaan (2.60) maka

Page 51: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 44 -

kita dapat menulis

0

00 2/)/(14

r

kTrrudrrea

m

Selanjutnya kita misalkan 1/)/( 00 kTrru m. Dengan

aproksimasi ini maka

m

kTrru

r

r

kT

ue

m

00/)/(

100

Dengan demikian, nilai aproksimasi untuk parameter a menjadi

00

)2(00200 44r

mm

r

m

drrkT

rudrr

r

r

kT

ua

0

3

00

)3(

14

r

m

m

rmkT

ru

kT

u

m

r

rkT

rum

m

0

3

0

3

0

00

3

414

2.7 Persamaan Keadaan Gas Tidak Ideal

Untuk gas ideal kita sudah memiliki persamaan keadaan yang sederhana,

yaitu PV = NkT. Sekarang kita ingin mencari persamaan keadaan untuk gas yang

tidak ideal yang dibahas di atas. Kita mulai dengan menentukan tekanan gas dengan

memasukkan F pada persamaan (2.58) ke dalam persamaan (2.12). Dari ungkapan

energi bebas pada persamaan (2.58) hanya IN yang mengandung besaran volum.

Oleh karena itu kita dapat menulis

TV

Fp

T

NIV

kT

ln

T

N

N V

I

IkT

1

Page 52: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 45 -

kTaVNNV

kTaVNNNVkT

NN

NN

2/'')1('

2/'')1('1

221

'2/')1(1

'2/')1(1

'

2

kTVaNN

kTVaN

V

NkT

12

'2

')1(1

'2

')1(1

'

kTV

aNN

kTV

aN

V

NkT (2.61)

Kemudian menggunakan pendekatan binomal (1 + x)-n

1 – nx, dengan

asumsi 1x . Kita lakukan aproksimasi binomial pada suku kurung terakhir

persamaan (2.61) dan diperoleh

'2

')1(1

'2

')1(1

'

2

kTV

aNN

kTV

aN

V

NkTp

'2

')1(

'2

')1(1

'

2

kTV

aNN

kTV

aN

V

NkT

2'2

')1(

''2

')1(1

' V

aNN

V

NkT

kTV

aN

V

NkT

(2.62)

Karena N >>1 maka N-1 N sehingga persamaan (2.62) dapat diaproksimasi

menjadi

''2

'2

2

V

NkT

V

aNp ;

atau

NkTVV

aNp

'

'2

'2

2

;

atau

NkTNvVNvV

aNp

)(

)(2

'02

0

2

(2.63)

Dengan menganggap bahwa Nv0 masih cukup kecil dibandingkan dengan

Page 53: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 46 -

V maka kita dapat mengabaikan Nv0 terhadap V pada penyebut persamaan (2.63).

Sedangkan pada pembilang, Nv0 kita pertahankan karena walaupun nilainya lebih

kecil dari Nv0 tetapi tetap memberi perubahan nilai yang signifikan pada persamaan.

Dengan demikian persamaan (2.63) dapat ditulis menjadi

NkTNvVV

aNp

)(

2/'02

2

(2.64)

Jumlah partikel sebanding dengan jumlah mol gas, n, atau N n. Dengan

demikian kita dapat menulis anaN ~2/' 22 dan bnNv~

0 . Akhirnya kita

mendapatkan persamaan akhir sebagai berikut

nRTbnVV

anp

)

~(

~

2

2

(2.65)

Persamaan (2.65) tidak lain merupakan persamaan van der Waals. Nilai a~ dan b~

sudah ditabelkan untuk sejumlah gas. Tabel 2.1 adalah nilai parameter van der

Walls untuk sejumlah gas.

Tabel 2.1 Parameter van der Walls untuk sejumlah gas (dari berbagai

sumber)

Gas a~ (L2 atm/mol

2) b

~ (L/mol)

Air 5.536 0.03049

Asam asetat 17.71 0.1065

Aseton 16.02 0.1124

Asetonitril 17.81 0.1168

Asetilen 4.516 0.0522

Amonia 4.170 0.0371

Argon 1.355 0.03201

Benzen 18.24 0.1154

Page 54: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 47 -

Butan 14.66 0.1226

Karbon dioksida 3.640 0.04267

Karbon monoksida 1.505 0.03985

Klor 6.579 0.05622

Klorobenzen 25.77 0.1453

Etana 5.562 0.0638

Etanol 12.18 0.08407

Freon 10.78 0,0998

Helium 0.0346 0.0238

Hexan 24.71 0.1735

Hidrogen 0.2476 0.02661

Kripton 2.349 0,03978

Metan 2.283 0.04278

Metanol 9.649 0.06702

Neon 0.2135 0.01709

Nitrogen 1.370 0.0387

Oksigen 1.382 0.03186

Propan 8.779 0.08445

Xenon 4.250 0.05105

Jika kita mendefinisikan v = V/N dengan v adalah volum per mol gas maka

persamaan van der Waals dapat ditulis sebagai

RTbvv

ap

)

~(

~

2 (2.66)

Gambar 2.10 adalah kurva tekanan sebagai fungsi volum pada berbagai

suhu untuk gas amonia. Parameter dalam persamaan van der Walls ada di Tabel 2.1.

Kita gambar tiga kurva pada suhu T1 = 75 K, T2 = 100 K, dan T3 = 150 K. Tampak

bahwa pada suhu yang tinggi kurva mendekati kurva gas ideal, yaitu P 1/V.

Penyimpangan terhadap kurva gas ideal terjadi pada suhu rendah di mana energi

interaksi antar molekul tidak dapat diabaikan terhadap energi kinetik molekul gas.

Page 55: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 48 -

0

2

4

6

8

10

0 2 4 6 8 10

bv~

/

P(a

tm)

T1

T2

T3

Gambar 2. 10 Tekanan sebagai fungsi volum pada berbagai

suhu untuk gas amonia. Parameter dalam persamaan van der

Walls ada di Tabel 2.1. Tiga kurva memiliki suhu masing-masing

T1 = 75 K, T2 = 100 K, dan T3 = 150 K

2.8 Fluktuasi Energi Assembli

Seperti sudah kita bahas sebelumnya, karena ensembel kanonik

memungkinkan aliran energi keluar atau masuk dari/ke dalam assembli, maka dapat

terjadi fluktuasi energi yang dimiliki oleh assembli tersebut. Pertanyaan selanjutnya

adalah berapa besar fluktuasi energi assembli tersebut? Apa yang menentukan

fluktuasi energi tersebut. Mari kita coba bahas.

Misalkan E adalah energi rata-rata yang dimiliki assembli tersebut.

Misalkan suatu saat assembli tersebut memiliki energi Ei. Penyimpangan energi

sesaat assembli terhadap energi rata-rata adalah

EEE i (2.67)

Page 56: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 49 -

Kita kuadratkan dua ruas persamaan (2.67) dan diperoleh

2222 2)( EEEEEEE iii (2.68)

Kita selanjutnya melakukan perata-rataaan ke dua ruas persamaan (2.68),

yaitu

2222222 222 EEEEEEEEEEEEE iiiii

22 EEi (2.69)

Dalam mencari persamaan (2.69) kita telah menggunakan kesamaan EEi .

Mengingat E konstan maka E2 juga konstan sehingga perata-rataannya memberikan

nilai yang sama, atau 22 EE .

Sebelunya kita sudah mendapatkan hubungan antara energi dan fungsi

partisi sebagai berikut

C

C

Z

ZE

1 (2.70)

Sekarang kita akan mencari ungkapan untuk 2

iE .

i

kTE

C

i

i

iiiie

ZEpEE

/222 1

i

kTE

Ci

kTE

i

C

ii eZ

eEZ

/

2

2/2 11

2

2/

2

2 11

C

Ci

kTE

C

Z

Ze

Zi (2.71)

Page 57: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 50 -

Substitusi (2.70) dan (2.71) ke dalam persamaan (2.69) diperoleh

2

22

22

22

22 1111

C

C

C

C

C

C

C

C

Z

Z

Z

Z

Z

Z

Z

ZE (2.72)

Gambar 2.11 Ilustrasi fluktusi energi assembli. Sumbu datar

menyatakan assembli ke-i sedangkan sumbu vertikal adalah

energi yang dimiliki masing-masing assembli. Garis mendatar

adalah energi rata-rata assembli.

Jika kita diferensialkan E pada persamaan (2.70) terhadap kita dapatkan

2

22

2 111

C

C

C

C

C

C

Z

Z

Z

Z

Z

Z

E (2.73)

Dengan membandingkan persamaan (2.72) dan (2.73) kita simpulkan

Page 58: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 51 -

T

EkT

EE

22

vCkT2 (2.74)

Tampak dari persamaan (2.74) bahwa bersanya fluktuasi energi bergantung pada

kapasitas kalor yang dimiliki assembli. Makin besar kapasitas kalor maka makin

besar fluktuasi energi yang terjadi. Fluktuasi energi juga naik secara kuadratik

terhadap suhu. Gambar 2.11 adalah ilustrasi fluktuasi energi assembli.

Contoh 2.7

Tentukan fluktuasi energi assembli momen magnetik pada Contoh 2.1 jika

assembli tersebut dibiarkan kontak dengan udara luar.

Jawab

Karena dibiarkan kontak dengan udara luar maka bisa muncul aliran

energi dari atau ke assembi sehingga energi assembli bisa berubah.

Asembli yang kita miliki menjadi kanonik. Kita sudah turunkan di Contoh

2.1 maupun Contoh 2.4 bahwa energi assembli tersebut adalah

kT

BBN

kT

BBNBBNE

tanhtanh)tanh(

Kapasitas kalor assembli adalah

kT

B

kT

BN

T

ECv

2

2

22

tanh1

Fluktuasi energi assembli adalah

vCkTE 22

kT

BBN

222 tanh1

Tampak dari hasil di atas bahwa jika suhu sangat tinggi, maka B/kT 0

Page 59: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 52 -

sehingga tanh(B/kT) B/kT. Pada kondisi tersebut fluktuasi energi

memenuhi )/1( 22222 TkBE . Sebaliknya, pada suhu sangat rendah

maka B/kT sehingga tanh(B/kT) 1. Akibatnya fluktuasi energi

memenuhi 02 E .

Latihan

1. Sebuah assembli kanonik disusun oleh sistem-sistem yang memiliki dua keadaan

energi. Keadaan pertama memiliki energi E0 dan degenerasi g0 dan keadaan kedua

memiliki energi E1 dan degenerasi g1. Berdasarkan informasi tersebut tentukan

a) Fungsi partisi satu sistem

b) Fungsi partisi kanonik assembli tersebut yang mengandung N sistem

c) Tentukan kapasitas kalor assembli

d) Buat grafik C/R (rasio kapasitas kalor terhadap konstanta gas) sebagai

fungsi T/, di mana = (E1-E0)/k pada berbagai nilai rasio g1/g0.

2. Sebuah assembli disusun oleh sistem identik. Tiap sistem memiliki energi

potensial satu dimensi yang berbentuk V(x) = Axs dengan A dan s adalah konstanta.

Dengan menerapkan skala panjang yang memenuhi hubungan 1/2 222 A

maka energi yang dimiliki sistem terkuantisasi menurut persamaan

)2/(2

)2/1()/11(

)/12/3(

ss

n ns

sE

dengan = 2/2m2

dan (x) adalah fungsi gamma [U. P. Sukhatme, American

Journal of Physics 41, 1015 (1973)]. Perlihatkan bahwa energi tersebut kembali

menjadi tingkat energi osilator harmonik jika s = 2

a) Tentukan nilai aproksimasi untuk fungsi partisi satu sistem

b) Tentukan juga nilai aproksimasi untuk fungsi partisi assembli yang

mengandung N sistem (*)

3. Populasi jantan-betina dan pria-wanita di alam seimbang. Dalam menyelesaikan

Page 60: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 53 -

perosialan statistik kita sering menjumpai bentuk

)!(!

!),(

nNn

NnNW

Bentuk ini menyatakan jumlan cara penyusunan N sistem yang terdiri dari dua

benda atau dua keadaan. Keadaan (benda) pertama mempunyai jumlah n dan

keadaan (benda) kedua mempunyai jumlah (N-n). Contohnya adalah assembli

magnetik yang tersusun oleh dua orientasi spin atau alloy yang tersusun oleh dua

atom atau populasi yang sangat besar yang terdiri dari jantan dan betina. Yang

selanjutnya kita lakukan adalah mencari nilai n yang menyebabkan W(N,n)

memiliki nilai maksimal. Cara yang sering ditempuh adalah mendiferensial W

terhadap n lalu mencari solusi untuk n yang menyebabkan turunan tersebut nol.

Karena fungsi W sulit dideferesial langsung maka seringkali yang didiferensial

adalah ln W = ln N! – ln n! – ln (N-n)!. Jika diasumsikan bahwa N dan n sangat

besar maka kita dapat memakai pendekatan Striling, yaitu ln N! N ln N – N, ln n!

n ln n – n, dan ln (N-n)! (N-n) ln (N-n) – (N-n). Setelah pendekatan ini maka

diferensial mudah dilakukan dan solusi untuk n yang menyebabkan W(N,n)

maksimal dapat diperoleh. Cara lain adalah dengan mempertimbangkan fungsi

W(N,n) itu sendiri. Misalkan fungsi tersebut maksimal pana n0 maka pada semua

nilai n n0 terpenuhi W(N,n) W(N,n0). Salah satu contohnya adalah W(N,n0-1)

W(N,n0) dan W(N,n0+1) W(N,n0). Dengan menggunakan dua ketidaksamaan ini ke

dalam ungkapan W(N,n) di atas, buktikan bahwa n0 = N/2 dengan asumsi bahwa n0

maupun N sangat besar dibandingkan dengan satu. Hasil ini menginformasikan

kepada kita bahwa jika ada populasi di alam yang disusun oleh dua keadaan maka

secara alamiah jumlah tiap keadaan adalah sama atau hampir sama. Ini barangkali

penyebab bahwa jumlah populasi jantan atau betina untuk hewan sejenis di alam

hampir sama. Itu juga barangkali penyebab mengapa jumlah laki-laki dan

perembuan di dunia ini hampir sama.

4. Sebuah assembli kanonik mengandung sistem berupa osilator harmonik tiga

dimensi. Energi osilator tersebut memenuhi persamaan rst = (r+s+t+3/2) di mana

Page 61: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 54 -

r, s, dan t adalah bilangan bulat dari 0 sampai .

a) Tuliskan fungsi partisi kanonik asembli tersebut dan sederhanakan sehingga

diperoleh bentuk analitik

b) Carilah nilai asimptotik fungsi partisi pada suhu sangat rendah (T << /k)

dan pada suhu sangat tinggi (T >> /k).

c) Hitunglah energi rata-rara sistem dan nilai aproksimasi energi pada suhu

sangat rendah dan sangat tinggi

d) Hitunglah kapasitas kalor assembli pada volum tetap dan nilai aproksimasi

kapasitas kalor tersebut pada suhu sangat rendah dan sangat tinggi.

5. Penurunan fungsi distribusi tanpa aproksimasi Stirling dan pengali Lagrange.

Pada penurunan fungsi disribusi Maxwell-Boltzmann, Bose-Einstein, dan

Fermi-Dirac kita telah menggunakan aproksimasi Stirling dan pengali Lagrange.

Turoff memperlihatkan bahwa kita dapat menurunkan fungsi distribusi tersebut

tanpa menggunakan keduanya [R.D. Turoff, American Journal of Physics 38, 387

(1970)]. Di sini akan diberikan penurunan untuk fungsi distribusi

Maxwell-Boltzmann. Penurunan fungsi distribusi Bose-Einstein dan Fermi-Dirac

kalian coba lakukan sendiri.

Jumlah konfigurasi penyusunan siatem dalam assebmli klasik memenuhi

N

s s

n

s

n

gNW

s

1 !!

Dari jumlah konfigurasi ini kita langsung mendapatkan ungkapan untuk entropi S =

k ln W. Persamaan di atas dapat diutaikan sebagai berikut

!...

!...

!...

!! 1

1

11

N

n

N

q

n

q

p

nn

n

g

n

g

n

g

n

gNW

Nqp

Sekarang ke dalam assembli kita berikan sedikit energi sehingga ada satu siatem

berpindah dari tingkat energi ke-p ke tingkat energi ke-q. Energi yang kita berikan

adalah

Page 62: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 55 -

pqdU

Dengan pemberian energi tersebut maka populasi pada tingkat ke-p berkurang satu

dan populasi pada tingkat energi ke-q bertambah satu. Dengan demikian konfigurasi

baru menjadi

!...

)!1(...

)!1(...

!!'

11

1

1

11

N

n

N

q

n

q

p

nn

n

g

n

g

n

g

n

gNW

Nqp

p

p

q

q

N

n

N

q

n

q

p

nn

g

n

n

g

n

g

n

g

n

g

n

gN

Nqp

1!...

!...

!...

!! 1

1

11

p

p

q

q

g

n

n

gW

1

Entropi assembli dalam konfigurasi baru menjadi

p

p

q

q

g

n

n

gkWkWkS

1lnln'ln'

Dengan demikian, perubahan entropi akibat penambahan energi tersebut adalah

p

p

q

q

g

n

n

gkSSdS

1ln'

Karena nq >> 1 maka

pp

qq

p

p

q

q

ng

ngk

g

n

n

gkdS

/

/lnln

Dari kuliah termodinamika kita dapatkan definisi suhu adalah

dS

dU

S

UT

Page 63: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 56 -

atau

pp

qq

pqng

ngkT

/

/ln

atau

)/exp(

)/exp(

/

/

kT

kT

ng

ng

p

q

pp

qq

Karena kita bisa memilih p dan q sembarang maka hubungan di atas melahirkan

persamaan berikut ini

)/exp( kTAg

nq

q

q

Ini tidak lain daripada fungsi distribusi Maxwell-Boltzmann. Lakukan penurunan

yang sama untuk mencari fungsi distribusi Bose-Einstein dan Fermi-Dirac. Jumlah

konfigurasi dalam assembli boson dan fermion masing-masing

N

s ss

ssb

gn

gnW

1 )!1(!

)!1(

N

s sss

sf

ngn

gW

1 )!(!

!

Page 64: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 57 -

Bab 3

ENSEMBEL GRAND KANONIK

Setelah mempelajari cukup banyak tentang ensembel mikrokanonik pada

kuliah Fisika Statistik dan ensembel kanonik pada bab sebelumnya, pada bab ini

kita akan membahas ensembel jenis ketiga, yaitu ensembel grand kanonik. Pada

ensembel grand kanonik tidak ada batasan pada energi maupun jumlah sistem pada

sebuah assembli. Pembatasan hanya dikenakan pada suhu dan volum assembli

tersebut, yaitu dua besaran tersebut konstan. Ensembel ini lebih mendekati

kebanyakan kasus nyata, seperti gas atau partikel di tempat terbuka. Kita akan

membahas ensembel grand kanonik dengan menggunakan sejumlah analogi dengan

ensembel mikrokanonik maupun ensembel kanonik. Analogi seperti ini dialakukan

untuk mempermudah pemahaman.

Untuk memahami uraian dalam bab ini para mahasiswa seyogyanya sudah

memahami materi asembli kanonik yang dibahas pada bab sebelumnya. Mereview

kembali materi Fisika Statistik serta Termodinamika akan mempermudah mengikuti

uraian dalam bab ini.

3.1 Energi Bebas Helmholtz dan Gibbs

Kita berangkat dari hukum I termodinamika yang tidak lain merupakan

hukum kekekalan energi. Pembahasan ini kita lakukan karena ada beberapa

persamaan dalam hukum I ini yang akan menolong kita memahami penurunan

ensemble grand kanonik lebih mudah. Hukum I termodinamika dapat ditulis dE =

dQ + dW, dengan dE adalah pertambahan energi dalam yang dimiliki assembli, dQ

Page 65: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 58 -

adalah tambahan kalor yang diberikan pada assembli, dan dW adalah kerja yang

diberikan pada assembli. Hukum ini menyatakan bahwa pertambahan energi dalam

yang dimiliki assembli sama dengan kalor yang diberikan pada asembli dan kerja

yang dilakukan pada assembli.

Untuk proses yang berlangsung secara reversibel, maka ada hubungan

antara kalor yang diberikan dan perubahan entropi, yaitu dS = dQ/T. Lebih lanjut,

kerja yang dilakukan pada assembli memenuhi dW = -pdV, di mana p adalah

tekanan yang bekerja pada assembli dan V adalah volum assembli. Dengan

demikian, untuk proses yang berlangsung secara reversible, hukum I termodinamika

dapat ditulis menjadi dE = TdS - pdV.

Jika jumlah sistem pada assembli tidak tetap maka ada kemungkinan

terjadi pertambahan dan pengurangan sistem dalam assembli tersebut. Pertambahan

dan pengurangan tersebut akan memengaruhi energi dalam yang dimiliki assembli.

Misalkan pertambahan satu sistem menghasilkan perubahan energi dan

pengurangan satu sistem menyebabkan pengurangan energi maka perubahan dN

sistem menghasilkan perubahan energi dalam sistem sebesar dN. Dengan demikian,

perubahan energi dalam assembli jika jumlah sistem diijinkan untuk berubah

menjadi

dNpdVTdSdE (3.1)

Secara umum, misalkan ada beberapa jenis sistem dalam assembli yang

dapat masuk atau keluar assembli dengan energi per sistem untuk jenis partikel ke-i

adalah i maka hukum I termodinamika mengambil bentuk umum

i

iidNpdVTdSdE (3.2)

Kita batasi persoalan kita pada kondisi di mana suhu, tekanan, dan yang

konstan. Dengan melakukan integral pada persamaan (3.1) kita dapatkan

NpVTSE (3.3)

Page 66: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 59 -

Berdasarkan definisi energi bebas Helmholtz F = E - TS dan persamaan (3.3) kita

dapatkan ungkapan lain untuk energi bebas tersebut sebagai berikut

NpVF (3.4)

Energi Gibbs didefinisikan sebagai G = F + pV. Dengan menggunakan persamaan

(3.4) maka energi Gibs memiliki bentuk

NG (3.5)

Dari persamaan (3.5) kita peroleh = G/N, yang bermakna bahwa dapat

dipandang sebagai energi Gibbs per satuan jumlah sistem. Besaran ini sering juga

disebut potensial kimia.

3.2 Penurunan Besaran Termodinamika dari Entropi

Ketika kita menyelesaikan persoalan fisika statistik atau mekanika statistik,

langkah pertama yang sering ditempuh adalah menentukan jumlah total konfigurasi

yang dapat terjadi. Jumlah total kondifurasi tersebut berhubungan langsung dengan

entropi assembli. Jika W adalah jumlah total konfigurasi maka entropi assembli

dapat didefinsikan sebagai S = k lnW. Dengan demikian, memahami keterkaitan

entropi dengan besaran termodimika lain menjadi sangat penting. Dengan kata lain,

kemampuan mendapatkan besaran-besaran termodinamika lain dari entropi sangat

penting guna mendapatkan persamaan termodinamika bagi assembli. Kita akan

mencari hubungan tersebut pada bagian ini.

Mari kita lihat kembali persamaan (3.1). Persamaan tersebut dapat ditulis

menjadi TdS = dE + pdV - dN, atau

dNT

dVT

pdE

TdS

1 (3.6)

Page 67: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 60 -

Jika S dinyatakan sebagai fungsi E, V, dan N atau S(E,V,N) maka diferensial total

dari S selalu dapat ditulis sebagai

dNN

SdV

V

SdE

E

SdS

EVNENV ,,,

(3.7)

Jika kita bandingkan persamaan (3.6) dan (3.7) maka kita akan dapatkan kumpulan

hubungan berikut ini

NVE

S

T ,

1

(3.8)

NEV

S

T

p

,

(3.9)

EVN

S

T ,

(3.10)

Tampak dari persamaan (3.8) sampai (3.10) bahwa apabila kita telah

mendapatkan fungsi entropi, maka besaran lain termodinamika seperti suhu,

tekanan, dan potensial kimia dapat ditentukan dengan mudah melalui operasi

diferensial parsial sederhana.

3.3 Fungsi Grand Partisi

Sekarang mari kita mulai menurunkan fungsi grand partisi. Dalam

ensembel grand kanonik, keadaan suatu assembli ke-i merupakan fungsi dari energi

Ei dan jumlah sistem Ni dari assembli tersebut. Makin besar energi assembli maka

makin kecil peluang mendapatkan assembli tersebut. Sebaliknya, makin banyak

jumlah sistem dalam assembli maka makin banyak konfigurasi yang dapat

dihasilkan sehingga makin besar peluang kemunculan assembli tersebut. Dengan

demikian, kebolehjadian menemukan asembli ke-i memenuhi hubungan: pi

exp[-Ei/] dan pi exp[Ni/] dengan dan adalah parameter yang akan

ditentukan. Kesebandingan pertama jelas menghasilkan probabilitas makin kecil

Page 68: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 61 -

jika energi makin besar dan kesebandingan kedua menghasilkan probabilitas makin

besar jika jumlah sistem makin besar. Dua kesebandingan tersebut dapat disatukan

menjadi pi exp[(-Ei+Ni)/]. Jika kita menggunakan tanda sama dengan maka

kita masukkan konstanta pembanding sehingga diperoleh pi = Cexp[(-Ei+Ni)/].

Selanjutnya, untuk mempermudah bentuk fungsi probabilitas, kita definisikan

parameter baru yang memenuhi hubungan berikut C = exp[/]. Dengan

memasukkan ungkapan dalam parameter baru tersebut kita dapatkan ungkapan

untuk probabilitas menemukan assembli dengan energi Ei dan jumlah sistem Ni

sebagai berikut

/)( ii EN

i ep

(3.11)

Catatan: untuk ensemble kanonik di mana energi assembli bisa

berbeda-beda sedangkan jumlah sistem tetap maka kebolehjadian untuk

menemukan assembli dengan energi Ei adalah pi exp[-Ei/].

Untuk menentukan parameter-parameter , , dan pada persamaan (3.11)

mari kita bandingkan probabilitas pada persamaan (3.11) dengan ungkapan

probabilitas dalam assembli kanonik, yaitu

kTEFep /)( (2.20)

Dengan membandingkan persaman (3.11) dan (2.20) maka sangat logis apabila kita

menyamakan parameter berikut ini, = kT dan F = + N. Tetapi, dari persaman

(3.4) kita sudah mendapatkan bentuk energi bebas Helmholtz ensembel grand

kanonik, yaitu F = -pV + N. Dengan demikian kita bisa simpulkan lagi bahwa =

-pV dan = . Akhirnya kebolehjadian menemukan assembli dengan energi Ei dan

jumlah sistem Ni adalah

kTENpV

iiiep

/)(

(3.12)

Page 69: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 62 -

Dengan menggunakan hubungan normalisasi maka 1/)(

i

kTENpV iie . Kita

keluarkan parameter yang tidak mengandung indeks dari tanda penjumlahan

sehingga diperoleh

1/)(/

i

kTENkTpV iiee (3.13)

Selanjutnya kita mendefinisikan fungsi grand partisi sebagai berikut

i

kTEN

GiieZ

/)( (3. 14)

Dengan mensubstitusi persamaan (3.14) ke dalam persamaan (3.13) kita dapatkan

1/

G

kTpV Ze , atau

kTpV

G eZ / (3.15)

atau

GZkTPV ln (3.16)

Persamaan (3.16) adalah persamaan keadaan untuk assembli grand

kanonik. Kita masih ingat persamaan gas ideal PV = NkT. Kalau kita bandingkan

persamaan gas ideal dengan persaaman (3.16) maka dapat kita simpulkan bahwa

untuk gas ideal, ln ZG = N atau ZG = exp(N). Berdasarkan definisi fungsi grand

partisi (3.15) maka probabilitas pi pada persamaan (3.12) dapat ditulis sebagai kTENkTpV

iiieep

/)(/ , atau

G

kTEN

iZ

ep

ii /)(

(3.17)

Page 70: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 63 -

3.4 Ungkapan Alternatif

Karena jumlah sistem dalam assembli grand kanonik bisa berubah-ubah

maka cara lain mendefinisikan fungsi grand partisi adalah dengan memperhitungkan

berbagai kemungkinan jumlah sistem pada masing-masing assembli. Dengan

pendekatan ini maka fungsi partisi grand kanonik bisa didefinsikan sebagai

N i

kTEN

GNieZ

/)( , (3.18)

Persamaan (3.18) sebenarnya setara dengan persamaan (3.14). Pada

persamaan (3.14) penjumlahan dilakukan pada berbagai kemungkinan energi dan

pada energi yang berbeda bisa saja memiliki N yang sama. Bisa saja terjadi E2 E99,

tetapi N2 = N99. Alternatif lain adalah kita kumpulkan assembli yang memiliki

jumlah sistem yang sama. Tentu energi tiap assembli tersebut berbeda. Penjumlahan

pada energi yang berbeda dilakukan untuk jumlah assembli yang sama. Jadi,

penjumlahan yang dilakukan adalah

i

kTEN Nie/)( ,

. Setelah itu kita jumlahkan

untuk berbagai nilai N sehingga diperoleh persamaan (3.18).

3.5 Entropi dalam Ungkapan Probabilitas

Selanjutnya kita akan mencari ungkapan untuk entropi dikaitkan dengan

kebolehjadian munculnya masing-masing assembli. Pertama mari kita lihat bentuk

eksplisit dari –k i pi ln pi. Dengan menggunakan pi pada persamaan (3.12) maka

i

iii

i

iikT

ENpVpkppk

ln

i

ii

i

ii

i

i EpT

NpT

pT

pV 1

Page 71: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 64 -

T

ENpV

(3.19)

di mana N adalah jumlah rata-rata sistem dalam satu assembli dan E adalah

energi rata-rata satu assembli. Nilai-nilai tersebut diperoleh setelah merata-ratakan

pada semua asssembli dalam ensembel grand kanonik.

Kita mengingat salah satu persaman termodinamika E = TS – pV + N

yang dapat ditulis dalam bentuk

T

ENpVS

(3.20)

Jika kita bandingkan persamaan (3.19) dan (3.20) kita simpulkan bahwa ungkapan

lain untuk entropi adalah

i

ii ppkS ln (3.21)

Catatan: Dalam teori komunikasi didefinisikan juga entropi dengan

perumusan yang persis sama. Misalkan X adalah himpunan pesan {x1, x2,

x3, …,xn}. Misalkan p(x) adalah probabilitas x terkandung dalam

himpunan tersebut, maka entropi didefinisikan sebagai

Xx

xpxpS )(ln)(

3.6 Besaran Termodinamika dari Fungsi Grand Partisi

Untuk proses yang berlangsung secara reversible, kita memiliki persamaan

ENTSpV . Jika kita diferensiasi dua ruas persamaan ini maka diperoleh

EddNNdSdTTdSpVd )( (3.22)

Page 72: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 65 -

Berdasarkah hukum I termodinamika proses reversible memiliki hubungan

NdpdVTdSEd . Dengan demikian persamaan (3.22) dapat diubah menjadi

dNSdTpdVpVd )( (3.23)

Persamaan (3.23) mengindikasikan bahwa perkalian (pV) merupakan fungsi dari V,

T, dan . Jika pV(V,T,) kita diferensiansi terhadap tiga variable tersebut maka

diperoleh

dpV

dTT

pVdV

V

pVpVd

TVVT ,,,

)()()()(

(3.24)

Bandingkan persamaan (3.23) dan (3.24). Dengan mudah kita identifikasi

hubungan-hubungan berikut ini

,

)(

TV

pVp

(3.26)

,

)(

VT

pVS

(3.27)

TV

pVN

,

)(

(3.28)

Dari persamaan (3.16) kita dapat menulis pV = kT ln ZG. Substitusi bentuk

ini ke dalam persamaan (3.26) sampai (3.28) kita peroleh bentuk persamaan berikut

ini

,,

)(ln)ln(

T

G

T

G

V

ZkT

V

ZkTp

(3.29)

,,

)(lnln

)ln(

V

GG

V

G

T

ZkTZk

T

ZkTS

(3.30)

TV

G

TV

G ZkT

ZkTN

,,

)(ln)ln(

(3.31)

Page 73: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 66 -

Tampak dari persamaan (3.29) sampai (3.31) bahwa untuk mendapatkan ungkapan

untuk fungsi grand partisi merupakan kunci untuk menurunkan besaran

termodinamika yang lain. Oleh karena itu, ketika membahas sejumlah assembli

terbuka para ahli akan selalu memulai dengan menurunkan fungsi grand partisi.

Begitu fungsi grand partisi dapat dibangun maka besaran termodinamika lain dapat

diturunkan melalui proses diferensial sederhana.

3.7 Perhitungan Fungsi Grand Partisi

Pada semua pembahasan di atas kita baru menulis ungkapan untuk fungsi

grand partisi dan operasi apa yang mesti dilakukan untuk mendapatkan besaran

termodinamika lain dari fungsi grand partisi tersbeut. Namun, fungsi grand partisi

sendiri belum secara eksplisit diturunkan. Pada bagian ini kita akan menurunkan

bentuk eksplisit fungsi grand partisi untuk assembli klasik, boson, dan fermion.

Partikel Semiklasik dalam Formulasi Sumasi

Tinjau assembli yang memiliki energi Ei dan jumlah sistem Ni. Jumlah

sistem pada masing-masing kelompok energi dalam assembli tersebut adalah ni1, ni2,

ni3, … dan energi kelompok-kelompok tersebut adalah i1, i2, i3, …. Energi total

asembli dan jumlah total sistem dalam assembli ke-i memenuhi

s

isi nN

s

isisi nE

Dengan demikian fungsi grand partisi pada persamaan (3.14) dapat ditulis menjadi

i

iiiG

kT

ENWZ

exp (3.32)

dengan Wi adalah bobot konfigurasi assembli ke-i (jumlah cara penyusunan

Page 74: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 67 -

system-sistem dalam assembli ke-i).

Untuk sistem semiklasik kita sudah mendapatkan persamaan untuk jumlah

konfigurasi, yaitu

s is

n

isi

n

gW

is

!

Substitusi ungkapan ini ke dalam persamaan (3.32) diperoleh

i

ii

s is

n

isG

kT

EN

n

gZ

is exp

! (3.33)

Tetapi s

isis

s

isii nnEN . Dengan demikian exp[(Ni – Ei)/kT] =

exp[snis-sisnis)/kT] = exp[snis(-is)/kT] = s

n

isiskT/)(exp . Substitusi

hubungan ini ke dalam persamaan (3.33) diperoleh

i s

n

is

s is

n

isG

is

is

kTn

gZ /)(exp

!

ii

s is

nkT

is

n

egis

is

!

/)(

(3.34)

Catatan: Sebelum kita lanjutkan penyederhanaan persamaan (3.34), mari

kita lihat aturan berikut ini. Kita memiliki hubungan matematis berikut ini

Nnn s s

n

s

N

s

sn

xNx

s

...21!

!

atau dapat ditulis balik menjadi

Page 75: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 68 -

N

s

s

Nnn s s

n

s xNn

x s

!

1

!...21

(3.35)

Selanjutnya ruas kiri dan kanan kita jumlahkan terhadap N dari N = 0

sampai N = sehingga diperoleh

00 ... !

1

!21 N

N

s

s

N Nnn s s

n

s xNn

x s

(3.36)

Jika kita mengganti kT

issisegx

/)( maka

0

/)(

0 ...

/)(

!

1

!21 N

N

s

kT

is

N Nnn s is

nkT

is is

sis

egNn

eg

(3.37)

Ruas kiri persamaan (3.27) dapat ditulis ulang menjadi

0

/)(

0 ...

/)(

!!21 N

Ns is

nkT

s

N Nnn s is

nkT

s

n

eg

n

egis

isis

is

di mana simbol (...)N memiliki makna bahwa bagian dalam tanda kurung

dijumlahkan pada semua konfigurasi yang memiliki jumlah total sistem N. Dengan

demikian persaman (3.37) menjadi

0

/)(

0

/)(

!

1

! N

N

s

kT

is

NN

s is

nkT

is is

isis

egNn

eg

(3.38)

Ruas kiri persamaan (3.38) persis sama dengan ungkapan fungsi grand

partisi pada persamaan (3.34). Dengan demikian kita dapatkan ungkapan lain untuk

grand partisi adalah

Page 76: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 69 -

0

/)(

!

1

N

N

s

kT

isGiseg

NZ

0

//

!

1

N

N

s

kT

is

kT isegeN

0

/

!

1

N

NkT ZeN

kTZe /exp (3.39)

di mana

s

kT

isisegZ

/ . Tampak bahwa fungsi grand partisi untuk assembli

semiklasik menjadi sangat sederhana. Besaran Z dalam persamaan (3.39) adalah

fungsi partisi sebuah sistem. Jadi fungsi grand partisi dapat ditentukan dari fungsi

partikel satu sistem. Dengan kata lain, untuk mencari fungsi grand partisi assembli

semiklasik kita cukup mencari fungsi partisi untuk satu sistem kemudian

menggunakan persamaan (3.39) untuk mencari fungsi grad partisi.

Dengan menggunakan fungsi grand partisi pada persaman (3.39) maka

jumlah rata-rata sistem dalam assembli adalah

TV

GZkTN

,

ln

kT

TV

kT

ZekT

kTZe

kT /

,

/ 1

kTZe / (3.40)

Contoh 3.1

Kita ingin mencari fungsi grand partisi assembli momen magnetik yang

berada dalam medan magnet. Momen tersebut memiliki tiga kemungkinan

arah orientasi: searah, tegak lurus, atau berlawanan arah medan magnet.

Jawab

Gambar di bawah ini adalah kemungkinan arah orientasi tiap momen

magnetik dan energi yang dimiliki untuk tiap arah orientasi tersebut.

Page 77: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 70 -

B

E1 = -B E2 = 0 E3 = B

Pada gambar di atas adalah besar momen magnetik. Fungsi partisi satu

sistem adalah

kTEkTEkTE

i

kTEeeeeZ i //// 321

kTBkTB ee // 1

Fungsi grand partisi menjadi

kTBkTBkTkT

G eeeZeZ //// 1expexp

Persamaan keadaan assembli tersebut adalah

kTBkTBkT

G eeeZkT

PV /// 1ln

Dengan menggunakan persamaan (3.40) kita dapatkan rata-rata

sistem dalam assembli adalah

kTZeN /

kTBkTBkT eee /// 1

Jumlah Okupasi Rata-rata

Jika sn adalah jumlah rata-rata sistem pada kelompok energi ke-s dalam

suatu assembli maka jumlah rata-rata sistem dalam suatu assembli dapat ditulis

Page 78: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 71 -

s

snN . (3.41)

Sekarang kita balik ke definisi fungsi partisi satu partikel yang memenuhi

persamaan

s

kT

ssegZ

/ . Bentuk ini jika digabung dengan persamaan (3.40)

maka kita dapatkan ungkapan lain untuk jumlah rata-rata partikel dalam assembli

sebagai

s

kT

s

kT

s

kT

sss egeegN

/)(// (3.42)

Sekarang kita bandingkan definisi pada persamaan (3.41) dengan

ungkapan pada persamaan (3.42). Dari dua persamaan tersebut kita simpulkan

bahwa jumlah rata-rata sitem dalam kelompok energi ke-s dalam suatu assembli di

dalam ensembel grand kanonik adalah

kT

sssegn

/)( (3.43)

Persamaan (3.45) cukup menarik untuk dicermati. Pada ensembel

mikrokanonik (jumlah energi dan sistem tetap), jumlah sistem yang

menempati keadaan dengan energi s adalah ns = gs exp[-s/kT]. Namun

pada ensembel grand kanonik (jumlah energi maupun sistem dalam

assembli selalu berubah-ubah) maka jumlah sistem yang menempati

keadaan dengan energi s selalu berubah-ubah. Tetapi nilai rata-rata sistem

yang menempati keadaan dengan energi s memenuhi persamaan (3.43),

yang persis sama dengan jumlah sistem pada ensembel mikrokanonik. Jadi,

pada assembli grand kanonik, yang dapat kita definisikan adalah harga

rata-rata, karena harga sesaat selalu berubah. Dan harga rata-rata tersebut

sama dengan harga sesaat untuk ensembel mikrokanonik.

Page 79: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 72 -

Partikel Semiklasik dalam Formulasi Integral

Untuk mencari bentuk integral dari fungsi grand partisi partikel semi

klasik mari kita mulai dari persamaan (3.24)

N i

kTEN

GNieZ

/)( ,. Kita

mentransformasi penjumlahan ike bentuk integral dengan cara sebagai

berikut: NNid 6(...)(...) , dengan

N adalah kerapatan keadaan. Untuk

assembli semiklasik kerapatan keadaan memenuhi N

N hN 3!/1 . Dengan

demikian bentuk integral dari fungsi grand partisi semiklasik mengambil bentuk

N

N

kTNEN

NG dehN

Z 6

/)]([

3!

1

N

N

kTNEkTN

Ndee

hN6

/)(/

3!

1 (3.44)

Kasus khusus. Untuk kasus khusus di mana interaksi antar partikel

diabaikan maka E(N) hanya mengandung energi kinetik dan memenuhi persamaan

N

i

iziyix pppm

NE1

222

2

1)( . Dengan demikian kita dapat menyelesaikan integral

berikut ini,

i

iziyixiii

kTNE

N

kTNE dpdpdpdzdydxede /)(

6

/)(

i

iziyixi

iziyix

i

iii dpdpdpmkT

ppp

dzdydx2

exp

222

i

ixixN dp

mkT

pV

2exp

2

iz

iziy

iydp

mkT

pdp

mkT

p

2exp

2exp

22

Page 80: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 73 -

i

N mkTmkTmkTV 222

2/32

NN mkTV (3.45)

Untuk kasus khusus ini fungsi grand partisi memiliki bentuk

N

NNkTN

NG mkTVehN

Z2/3/

32

!

1

N

NkTN

N

N

kTN ZeN

mkTh

Ve

N

/

2/3

3

/

!

12

!

1

kT

N

NkT ZeZeN

// exp!

1

Persamaan di atas tidak lain merupakan persamaan (3.40). Pada hasil di atas,

2/33 ]2)/[( mkThVZ adalah fungsi partisi satu partikel.

Fungsi Grand partisi Bose-Einstein

Sekarang kita akan membahas fungsi partisi untuk assembli kuantum,

yaitu untuk assembli boson dan fermion. Pertama kita bahas fungsi partisi

Bose-Einstein untuk assembli boson. Untuk menentukan fungsi grand partisi

Bose-Einstein mari kita mulai dengan meninjau deret ukur berikut ini

1

32 ...11

1

n

n

jjjj

j

xxxxx

111

...1

1

n

n

j

n

n

j

n

n

j

j j

xxxx

,...3,2,1

...321

nnn

n

j

n

j

n

j xxx

,...3,2,1 nnn j

n

jjx (3.46)

Selanjutnya kita misalkan kT

jjex

/)( sehingga kita dapat menulis (3.46)

Page 81: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 74 -

menjadi

,...3,2,1

/)(

/)(1

1

nnn j

nkT

jkT

jj

je

e

,...3,2,1

/)(expnnn j

jj kTn (3.47)

Telah didefinisikan bahwa fungsi grand partisi memenuhi bentuk umum

i s

isisiG kTnWZ /)(exp (3.34)

di mana s adalah indeks kelompok energi. Tetapi penjumlahan s isis kTn /)(

terhadap kelompok-kelompok energi memberikan hasil yang persis sama dengan

penjumlahan j jj kTn /)( terhadap keadaan individual. Perbedaan hanya

pada jumlah suku yang dijumlahkan. Jumlah suku pada penjumlahan yang terakhir

lebih banyak daripada jumlah suku pada penjumlahan pertama (lihat Gambar 3.1).

Jadi

j

jj

s

isis kTnkTn /)(/)( (3.48)

Lebih lanjut, karena boson merupakan partikel tak terbedakan maka

jumlah cara penyusunan boson-boson pada keadaan ke-i hanya satu, berapa pun

jumlah boson yang menempati keadaan tersebut. Dengan demikian, untuk boson

1iW sehingga fungsi grand partisi pada persaman (3.34) dapat ditulis menjadi

,...21 ,

/)(exp1nn j

jjG kTnZ

,...21 ,

/)(expnn j

jj kTn (3.49)

Page 82: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 75 -

j

jj

s

isis kTnkTn /)(/)(

Gambar 3.1 Pada bagian kiri keadaan dikelompokkan.

Penjumlahan di sebelah kiri adalah penjumlahan per kelompok

sedangkan penjumlah di sebelah kanan adalah penjumlahan per

tingkat energi. Hasilnya sama saja. Pada gambat kiri, ns

menyatakan jumlah sistem dalam satu kelompok (yang

mencakup sejumlah keadaan). Pada gambar kanan, ni adalah

jumlah sistem pada satu keadaan.

Perlu diingat bahwa penjumlahan yang semula dilakukan terhadap

indeks-j diubah menjadi penjumlahan terhadap indeks nj karena tiap nj berkorelasi

dengan satu nilai j. Bandingkan persamaan (3.48) dan (3.49). Dari sini kita dapat

simpulkan bahwa fungsi grand patisi untuk boson dapat ditulis sebagai

Page 83: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 76 -

j

kTGje

Z/)(

1

1

(3.50)

Tampak dari persamaan (3.50) bahwa fungsi grand partisi boson cukup sederhana.

Untuk mencari fungsi grand partisi kita awali dengan mencari tingkat-tingkat energi

dalam asembli tersebut (j). Tingkat energi inilah yang digunakan untuk

menentukan fungsi grand partisi.

Pesan umum yang dapat diperoleh di sini adalah, apapun jenis assembli

yang kita miliki, mencari fungsi partisi atau grand partisi diawali dengan

mencari tingkat-tingkat energi. Setelah tingkat energi diketahui maka

fungsi partisi kanonik maupun partisi grand kanonik dapat dihitung

dengan mudah.

Pada persamaan (3.50) ada parameter sedangkan pada fungsi partisi

kanonik atau mikrokanonik tidak ada. Penyebabnya adalah karena adanya

pertukaran sistem pada assembli grand kanonik. Pertukaran satu sistem melahirkan

perubahan energi sebesar . Pada assembli kanonik atau mikrokanonik , tidak ada

pertukaran partikel sehingga tidak masuk parameter dalam ungkapan fungsi

partisi.

Dari fungsi grand partisi (3.50) kita dapat menghitung jumlah rata-rata

sistem dalam assembli, yaitu

TV

GZkTN

,

ln

TV

j

kTje

kT

,

/)(1ln

Page 84: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 77 -

jkT

jkT

kT

jj

j

ee

e

1

1

1/)(/)(

/)(

(3.51)

Tetapi jumlah rata-rata sistem dalam assembli sama dengan jumlah dari jumlah

rata-rata sistem pada tiap keadaan energi, atau

j

jnN (3.32)

dengan jn adalah jumlah rata-rata sistem yang menempati keadaan energi ke-j

dalam suatu assembli. Dengan membandingkan persamaan (3.51) dan (3.32) kita

simpulkan bahwa jumlah rata-rata sistem pada keadaan ke-j adalah

1

1/)(

kTjje

n

(3.52)

Persamaan (3.52) juga cukup menarik untuk dicermati. Pada assembli

mikrokanonik (jumlah energi dan sistem tetap), jumlah sistem yang menempati satu

keadaan (keadaan ke-j) dengan energi j adalah 1

1/)(

kTkTjje

n

. Namun pada

assembli grand kanonik (jumlah energi maupun sistem dalam assembli selalu

berubah-ubah) maka jumlah sistem yang menempati keadaan dengan energi j selalu

berubah-ubah. Tetapi nilai rata-rata sistem yang menempati keadaan dengan energi

j memenuhi persamaan (3.52). Pada assembli grand kanonik, yang dapat kita

definisikan adalah harga rata-rata, karena harga sesaat selalu berubah. Dan harga

rata-rata tersebut sama dengan harga sesaat untuk assembli mikrokanonik.

Fungsi Grand Partisi Fermi-Dirac

Terakhir kita mencari fungsi partisi Fermi-Dirac. Kita sudah mendapatkan

bentuk fungsi grand partisi sistem kuantum yaitu persamaa (3.34). Untuk fermion,

satu keadaan energi hanya boleh kosong atau ditempati satu sistem saja karena

memenuhi prinsip ekslusi Pauli. Jadi untuk fermion nj hanya boleh 0 atau 1.

Page 85: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 78 -

Sebelum itu kita bahas hubungan berikut ini

...1)1( j j m

mj

j j

j

j

j

j

j xxxxxxx

(3.53)

Mengingat n1, n2, n3, … untuk fermion hanya bisa mengambil nilai 0 atau

1 maka bagian kanan persamaan (3.53) dapat disederhanaklan menjadi

)1,0,....(3,2,1 nnn j

n

jjx

Sebagai contoh

000

2

0

1 ......1 Nj xxxx

00

1

10

1

0

2

0

1 ...... Njjjj xxxxxxx

00

1

10

1

0

1

10

1

0

2

0

1 ......... Njjjj xxxxxxxxxxx

Dengan demikian persamaan (3.53) dapat ditulis ulang menjadi

)1,0,....(3,2,1

)1(nnn j

n

j

j

jjxx (3.54)

Jika kita mensubstitusi kT

jjex

/)( pada persamaan (3.54) maka

)1,0,....(3,2,1

/)(/)(1

nnn j

nkT

j

kT jjj ee

)1,0,....(3,2,1

/)(expnnn j

jj kTn (3.55)

Perhatikan bagian kanan persamaan (3.55). Kita dapat menulis ulang

sebagai berikut

Page 86: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 79 -

)1,0,....(3,2,1

/)(expnnn j

jj kTn

)1,0,....(3,2,1

expnnn

j

jj

j

j

kT

nn

)1,0,....(3,2,1

expnnn

ii

kT

EN

Substitusi ke dalam persamaan (3.55) kita peroleh

)1,0,....(3,2,1

/)(exp1

nnn

ii

j

kT

kT

ENe j

(3.56)

Jika kita perhatikan persamaan (3.56) tampak jelas bahwa bagian kanan persamaan

(3.56) adalah fungsi grand partisi. Akhirnya kita simpulkan bahwa fungsi grand

partisi fermion dapat ditulis dalam bentuk

j

kT

GjeZ

/)(1

(3.57)

Sekarang kita hitung jumlah rata-rata sistem yang menempati keadaan ke-j.

Kita mulai dengan menghitung jumlah rata-rata sistem dalam suatu assembli, yaitu

TV

GZkTN

,

ln

TV

j

kTje

kT

,

/)(1ln

Page 87: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 80 -

jkT

jkT

kT

jj

j

ee

e

1

1

1/)(/)(

/)(

(3.58)

Sekali lagi, jumlah rata-rata sistem dalam assembli sama dengan jumlah dari jumlah

rata-rata sistem pada tiap keadaan energi, atau

j

jnN (3.32)

Dengan membandingkan persamaan (3.32) dan (3.58) kita simpulkan bahwa jumlah

rata-rata sistem pada keadan ke-j adalah

1

1/)(

kTjje

n

(3.59)

Mengingat jumlah sistem dalam satu keadaan assembli fermion hanya boleh 0 atau

1 maka akan selalu terpenuhi 10 jn .

Persamaan (3.59) juga cukup menarik untuk dicermati. Pada assembli

mikrokanonik (jumlah energi dan sistem tetap), jumlah sistem yang menempati satu

keadaan (keadaan ke-j) dengan energi j adalah 1

1/)(

kTkTjje

n

. Namun pada

assembli grand kanonik (jumlah energi maupun sistem dalam assembli selalu

berubah-ubah) maka jumlah sistem yang menempati keadaan dengan energi j selalu

berubah-ubah. Tetapi nilai rata-rata sistem yang menempati keadaan dengan energi

j memenuhi persamaan (3.59). Pada assembli grand kanonik, yang dapat kita

definisikan adalah harga rata-rata, karena harga sesaat selalu berubah. Dan harga

rata-rata tersebut sama dengan harga sesaat untuk assembli mikrokanonik.

Hal menarik lainnya yang perlu kita cermati adalah mengapa fungsi grand

partisi diungkapkan dalam bentuk perkalian ? Apakah tidak mempersulit?

Mengapa bukan dalam tanda ? Jawabannnya tegas tidak. Karena yang sering kita

gunakan dalam mencari besaran termodinamika bukan fungsi partisi itu sendiri,

tetapi logaritma fungsi partisi. Kita tahu semua bahwa logaritma perkalian sama

Page 88: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 81 -

dengan jumlah logaritma. Jadi, ketika fungsi grand partisi yang kita miliki

berbentuk , namun ketika kita gunakan dalam mencari besaran termodinamika

kita akan dapatkan bentuk penjumlahan (setelah dilogaritma).

3.8 Fluktuasi Jumlah Sistem dalam Assembli

Seperti dijelaskan sebelumnya, ensembel grand kanonik mengijinkan

terjadinya perubahan jumlah sistem dalam suatu assembli. Dengan kata lain pada

ensembel ini diijinkan terjadinya fluktuasi jumlah sistem. Pada assembli kanonik

yang kita bahas pada bab terdahulu, fluktuasi energi yang dimiliki assembli

diijinkan. Berikut ini kita akan merumuskan fluktuasi jumlah sistem dalam

ensembel grand kanonik (lihat Gambar 3.2).

Gambar 3.2 Ilustrasi fluktusi jumlah partikel dalam assembli.

Sumbu datar menyatakan assembli ke-i sedangkan sumbu

vertikal adalah jumlah partikel yang dimiliki masing-masing

assembli. Garis mendatar adalah jumlah rata-rata partikel pada

assembli. Indeks i pada sumbu datar adalah indeks assembli.

Page 89: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 82 -

Fluktuasi jumlah sistem dalam assembli didefinisikan sebagai

222

NNN (3.60)

Untuk mencari bentuk eksplisit persamaan (3.60) kita berangkat dari definisi berikut

ini

i G

kTEN

i

i

iiZ

eNpNN

ii /)(

G

i

kTEN

i

G

ZkTeN

Zii

ln1 /)( (3.61)

2

22/)(222 )(

G

Gi G

kTEN

i

i

ii

Z

Z

kT

Z

eNpNN

ii

(3.62)

Dengan demikian

2

2

2

2

222

2 1)(

)(

G

G

G

G

Z

ZkT

Z

Z

kTNN

2

22

22 11

)(

G

G

G

G

Z

Z

Z

ZkT

G

G

G

G

Z

ZkTkT

Z

ZkT

11)( 2

GZkT

(3.63)

Fungsi grand partisi untuk sistem klasik memenuhi persamaan (3.41),

kT

G ZeZ /exp . Dengan menggunakan persamaan (3.61) kita dapatkan

Page 90: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 83 -

kTkT

G ZeZekTZkTN //ln

. Dengan demikian,

kTNZekTN kT /)/1(/ / . Akhirnya kita dapatkan

NkT

NkTNN

22

dan

NN 2

(3.64)

Fluktuasi jumlah sistem dalam assembli didefinisikan sebagai

2/1

2/1

2

2/1

2

2)(

N

N

N

N

N (3.65)

Tampak bahwa fluktuasi berbanding lurus dengan kebalikan akar rata-rata jumlah

sistem dalam assembli.

3.9 Penurunan Fugsi Fermi-Dirac dengan Metode Perturbasi

Cara lain menurukan fungsi distribusi fermi-dirac adalah menggunakan

teori pertuebasi yang bergntung waktu. Metode ini telah dibahas oleh Walsh [J.E.

Walsh, American Journal of Physics 38, 392(1970)]. Kita akan bahas metode

tersebut lebih detail di sini.

Kita misalkan

P21 adalah probabilitas per satuan waktu transisi elektron dari tingkat energi

2 ke tingkat energi 1.

P21 adalah probabilitas per satuan waktu transisi elektron dari tingkat energi

1 ke tingkat energi 2.

Dengan teori perturbasi maka probabilitas transisi per satuan waktu dari energi 2 ke

tingkat energi 1 memenuhi persamaan

Page 91: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 84 -

1212

2

2121 )(1)(1)(2

ffnMh

P (3.66)

dengan M21 adalah elemen matrik dipol transisi dari keadaan 2 ke keadaan 1, n()

adalah jumlah rata-rata foton yang memiliki frekuensi dalam assembli sebelum

transisi dari 2 ke 1 dan memenuhi persamaan 2 - 1 = . f() adalah peluang

mendapatkan elektron pada tingkat energi dan 1 – f() adalah peluang tingkat

energi tidak ditempati elektron.

Persamaan (3.66) menyatakan bahwa probabilitas transisi sebanding

dengan peluang mendapatkan elektron di keadaan awal dan peluang mendapatkan

tempat kosong di keadaan akhir. Kita juga menambahkan faktor n()+1 karena

transisi dari tingkat energi 2 ke 1 menambah jumlah foton sebanyak satu buah.

Fungsi delta Dirac menjamin bahwa foton yang dipancarkan memiliki energi persis

sama dengan selisih energi keadaan awal dan akhir.

Dengan cara serupa maka peluang per satuan waktu transisi elekton dari

keadaan dengan energi 1 ke 2 adalah

1221

2

1212 )(1)()(2

ffnMh

P (3.67)

Pada persamaan (3.67), transisi dari 1 ke 2 (dari tingkat energi rendah ke tinggi)

tidak mengubah jumlah foton dalam assembli sehingga pada persamaan kita hanya

menggunakan faktor n().

Dalam kondisi setimbang P12 = P21. Karena operator momen dipol M

bersifat hermitian maka M12 = M21. Dengan demikian, kondisi setimbang

melahirkan persamaan berikut ini

)(1)()()(1)(1)( 2112 ffnffn

atau

Page 92: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 85 -

)(1/)(

)(1/)(

1)(

)(

11

22

ff

ff

n

n

(3.68)

Untuk memudahkan perhitungan mari kita definisikan fungsi berikut ini

)(1

)()(

f

fg

(3.69)

Dengan definisi tersebut maka persaman (3.68) dapat ditulis

)(

)(

1)(

)(

1

2

g

g

n

n

(3.70)

Perhatikan suku di ruas kiri persamaan (3.70). Suku tersebut hanya fungsi .

Karena 2 - 1 = maka suku di ruas kiri persamaan (3.70) hanya fungsi 2 - 1.

Berdasarkan sifat tersebut maka persamaan (3.70) dapat ditulis menjadi

)()(

)(12

1

2

g

g

atau

)()()( 1122 gg (3.71)

dengan (2-1) adalah fungsi yang hanya bergantung pada selisih 2-1.

Berdasarkan definisi tersebut kita dapatkan (0) = 1.

Mari kira tulis 1 = dan 2 = + . Dengan demikian kita dapat menulis

persamaan (3.71) menjadi

)()()( gg (3.72)

Kemudian kita uraikan fungsi-fungsi dalam dalam deret Taylor sebagai berikut

Page 93: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 86 -

d

dggg )()(

0

)0()(

d

d

Kita definisikan juga d/d=0 = sehingga dapat kita tulis

1)( . Dengan demikian, persamaan (3.72) menjadi

)(1)(

gd

dgg

atau

)(

gd

dg (3.73)

Dengan mudah kita dapatkan solusi untuk g() sebagai berikut

Aeg )( (3.74)

dengan A adalah konstan. Kembali ke definisi g() pada persamaan (3.69)

kita dapatkan ungkapan untuk f() sebagai berikut

1)/1(

1)(

eAf (3.75)

Kita menulis 1/A sebagai exp[] sehingga diperoleh ungkanan akhir untuk

f() menjadi

1

1)(

)(

ef (3.76)

Persamaan (3.76) tidak lain daripada fungsi distribusi Fermi-Dirac.

Page 94: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 87 -

Bab 4

MEKANIKA STATISTIK KUANTUM

Setelah cukup banyak membahas statistik yang berbasis pada formulasi

klasik, sekarang kita membangun statistik yang berangkat dari postulat kuantum.

Walaupun kita telah mempelajari assembli boson dan fermion yang merupakan

partikel kuantum, namun”interpretasi” statistik yang kita gunakan masih berbasis

pada interpretasi klasik. Salah satu ciri khas sistem kuantum yang direpresentasikan

oleh fungsi gelombang belum muncul pada pembahasan sebelumnya. Pada bagian

ini kita mempelajari statistik yang berangkat dari postulat kuantum.

Untuk memahami bagian ini secara mudah para mahasiswa diharapkan

meriew kembali kuliah Fisika Statistik dan Fisika Kuantum. Pemahaman tentang

operator serta beberapa sifat dasar operator, operator bra dan ket, operator fungsi

kerapatan, trace, dan lain-lain cukup penting untuk dipahami sebagai modal awal.

4.1 Fungsi Gelombang Sistem dan Liungkungan Kita berangkat dari konsep gelombang dari partikel. Pada sembarang waktu,

fungsi gelombang suatu sistem terisolasi dapat diungkapkan sebagai superposisi

linier dari kumpulan ortonormal lengkap dari fungsi gelombang stasioner {n},

yaitu

n

nnc (4.1)

dengan cn adalah bilangan kompleks. Secara umum cn merupakan fungsi waktu.

Kebergantungan pada waktu ditentukan oleh kebergantungan cn pada waktu

karena {n} bersifat stasioner. Indeks n adalah bilangan kuantum untuk keadaan-

keadaan yang dimiliki assembli. Interpretasi dari cn adalah nilai cn2 menyatakan

bahwa

Page 95: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 88 -

Probabilitas pengukuran yang dilakukan pada saat tertentu menemukan

sistem pada keadaan kuntum n

Catatan: Fungsi ortonormal artinya modulusnya sama dengan 1. Yang

dimaksud dengan lengkap adalah setiap fungsi sembarang selalu dapat

dinyatakan sebagai superposisi himpunan fungsi yang lengkap tersebut.

Fungsi yang berbeda hanya pada kumpunan konstanta superposisi.

Namun, dalam mekanika statistik, yang kita bahas bukan assembli yang

terisolasi melainkan assembli yang berinteraksi dengan lingkungan (dunia luar).

Dengan demikian, untuk assembli statistik sebenarnya superposisi pada persamaan

(4.1) tidak dapat langsung dipakai. Namun demikian kita dapat melakukan strategi

agar persamaan (4.1) tetap dapat digunakan. Caranya adalah memandang assembli

dengan lingkungan sebagai sebuah assembli baru. Karena tidak ada lagi yang lain di

luar gabungan assembli dan lingkungan maka gabungan assembli dan lingkungan

dapat dipandang sebagai assembli terisolasi yang baru.

ASSEMBLI + LINGKUNGAN = ASSEMBLI TERISOLASI BARU

Dengan trik demikian maka ungkapan fungsi gelombang pada persaman

(4.1) tetap dapat digunakan, namun dengan melakukan sedikit reinterpretasi. Di sini

fungsi gelombang tidak lagi bergantung pada koordinat assembli tetapi juga

bergantung pada koordinal lingkungan.

Dengan pendekatan semacam ini kita memiliki berbagai asumsi berikut ini.

Jika {n} menyatakan kumpulan lengkap fungsi gelombang stasioner yang dimiliki

assembli maka fungsi gelombang assembli + lingkungan tetap berbentuk

n nnc , dengan menafsirkan {cn} sebagai fungsi gelombang lingkungan. Jadi

kita memiliki dua macam fungsi gelombang, yaitu:

Hinpunan {n} bergantung pada koordinat assembli dan

Himpunan {cn} bergantung pada koordinat lingkungan dan waktu.

Dengan demikian, fungsi gelombang total merupakan superposisi dari perkalian

fungsi gelombang assembli dengan fungsi gelombang lingkugan.

4.2 Nilai Rata-Rata Dalam teori kuantum kita sering berhadapan dengan operator. Nilai suatu

besaran fisis sama dengan nilai ekspektasi dari operator terkait. Jika O adalah

sebuah operator yang berkaitan dengan sebuah observable (besaran yang dapat

Page 96: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 89 -

diamati) yang dimiliki assembli maka nilai besaran tersebut yang terukur pada suatu

saat adalah

n m

mnmn

n m

mnmn

cc

OccO

),(

ˆ),(ˆ (4.2)

Karena {n} adalah himpunan fungsi gelombang ortonormal maka nm = nm.

Dengan sifat demikian maka kita mendapatkan

n m

nmmn

n m

mnmn

cc

OccO

),(

ˆ),(ˆ

n

nn

n m

mnmn

cc

Occ

),(

ˆ),( (4.3)

Proses pengukuran biasanya memerlukan waktu yang cukup lama jika

dibandingkan dengan waktu ”proses molekuler/atomik” tetapi jauh lebih pendek

dibandingkan dengan waktu yang berkaitan dengan ”resolusi alat ukur”. Dengan

demikian, besaran sebenarnya yang diperoleh dari hasil pengukuran adalah perata-

rataan besaran tersebut terhadap selang waktu yang lebih lama dari waktu proses

molekuler dan lebih pendek dari waktu resolusi alat. Jadi, besaran yang didapat dari

hasil pengukuran sebenarnya bukan (4.3) itu sendiri, melainkan perata-rataan (4.3)

terhadap waktu, yaitu

n

nn

n m

mnmn

cc

Occ

O),(

ˆ),(ˆ

(4.4)

Karena variabel waktu hanya tertuang dalam fungsi cn maka kita dapat menulis

ulang persamaan (4.4) menjadi

n

nn

n m

mnmn

cc

Occ

O),(

ˆ),(ˆ

(4.5)

Page 97: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 90 -

Sekarang kita tinjau suatu assembli yang memiliki volum V. Assembli

tersebut dianggap berinteraksi cukup lemah dengan lingkungan sehingga energinya

hanya bervariasi antara E sampai E+ di mana << E. Kita pilih {n} sebagai

himpunan fungsi eigen ortonormal dari hamiltonian H assembli tersebut, yaitu

nnn EH (4.5)

4.3 Postulat Mekanika Statistik Kuantum Ada dua postulat yang melandasi mekanika statistik kuantum, yaitu

Postulat ”Equal a Priori Probability” Postulat ini menyatakan bahwa semua keadaan kuantum memiliki peluang

yang sama untuk muncul. Lebih lanjut, tidak ada keadaan yang memiliki energi

kurang dari E atau lebih dari E+E karena energi assembli hanya ada dalam rentang

E sampai E+E. Postulat tersebut dapat dituangkan dalam ekspresi matematika

sebagai berikut

EEatauEE

EEEcc

nn

n

nn,0

,1),( (4.6a)

Postulat Fase Random Postulat ini menyatakan bahwa kemunculan satu keadaan tidak

mempengaruhi oleh kemunculan keadaan lainnya. Artinya tiap keadaan muncul

secara random dari tidak mempengaruhi atau dipengaruhi oleh keadaan lainnya.

Secara matematis, postulat tersebut dinyatakan oleh ekspresi berikut ini,

mncc mn ,0),( (4.6b)

Catatan: Jikan munculnya satu keadaan dipengaruhi oleh keadaan lainnya

maka 0),( mn cc .

Dua postulat di atas dapat diungkapkan dalam satu ekpresi umum sebagai

berikut

EEatauEE

EEEbcc

nn

nnnmmn

,0

,),(

2 (4.7)

Page 98: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 91 -

Dengan menggunakan persamaan (4.7) maka persamaan (4.5) dapat ditulis menjadi

n

n

n

nnn

n

n

n m

mnnnm

b

Ob

b

Ob

O2

2

2

2 ˆˆ

ˆ

(4.8)

4.4 Matriks Kerapatan Sebuah operator terdefinisi secara lengkap jika semua elemen matriksnya

terhadap suatu himpunan keadaan yang lengkap telah terdefinisi. Jika ini diketahui

maka elemen matriks terhadap himpunan keadaan lengkap lainnya dapat diketahui

melalui transformasi sederhana (transformasi tersebut sangat umum dibahas pada

kuliah mekanika kuantum). Kita dapat menentukan matriks kerapatan dengan

terlebih dahulu mendefinisikan nilai-nilai elemen matriksnya pada himpunan fungsi

eigen dan hamiltonian H, yaitu {n}. Karena dengan mengetahui nilai elemen

matrik pada huimpunan keadaan tersebut maka elemen pada himpuyna keadaan

lainnya dapat ditentukan dengan mudah.

Untuk mudahnya kita definisikan matariks kerapatan di mana elemen-

elemennya memenuhi

2

ˆnmnnmmn b (4.9)

Ini artinya matriks dalam himpunan {n} adalah matriks diagonal, atau

2

2

2

2

1

000

000

000

000

ˆ

Nb

b

b

(4.10)

Jika kita memilih himpunan lengkap yang lain, misalnya {n} maka kita

selalu dapat memperoleh elemen matrik kerapatan dalam himpunan lengkap ini

melalui transformasi yang dibahas berikut ini. Karena {n} adalah himpunan yang

lengkap maka kita selalu dapat menulis

m

mnmn a (4.10)

Page 99: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 92 -

di mana anm = mm. Elemen matriks kerapatan dalam himpunan {n} adalah

nmmn ˆ'

p q

pqnqmp

p q

qpnqmp aaaa ** ˆ (4.11)

Tampak bahwa ’mn dapat diperoleh dari mn melalui perkalian matriks sederhana.

Cara lain mengungkapkan operator sebagai berikut

m

mm

n

nn ˆ1ˆ1ˆ

n m

mmnn ˆ

n m

mnmn (4.12)

Dalam notasi matriks kerapatan, nilai rata-rata hasil pengukuran suatu

observabel adalah

n

nn

n m

mnnm

n

n

n m

mnnnm O

b

Ob

O

ˆˆ

ˆ2

2

n

nn

m

m

n

nnm

n

nn

n m

mnnmOO

ˆˆˆˆ

Mengingat 1n nn maka kita dapat menulis

)ˆ(

)ˆˆ(ˆˆ

ˆ

Tr

OTrO

O

n

nn

m

mm

(4.13)

Page 100: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 93 -

Di mana Tr(..) menyatakan jumlah elemen diagonal suatu matriks, atau

i iiAATr )( .

4.5 Ensembel Mikrokanonik Dalam representasi {n} yang merupakan himpunan lengkap fungsi eigen

Hamiltonian, elemen matriks kerapatan assembli dalam ensembel mikrokanonik

adalah

2

nnmnm b

di mana

EEatauEE

EEEb

nn

n

n,0

,12 (4.14)

Dengan demikian operator matriks kerapatan dapat ditulis

n

nnn

n m

mnnmn

n m

mnmn bb 22

ˆ

EE

nnn

EEE

nnn

EE

nnn

nnn

bbb 222

EE

nn

EEE

nn

EE

nn

nnn

010

EEE

nn

n

(4.15)

dan

m

m

EEE

nnm

m

mm

n

Tr ˆ)ˆ(

m EEE

mnnm

n

)(1 Emm EEE

nmnm

n

(4.16)

Page 101: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 94 -

di mana (E) adalah jumlah keadaan yang berada dalam selang energi antara E

sampai E+.

Kita mendefinisikan entropi mikrokanonik sebagai

)(ln EkS (4.17)

Jadi entropi dalam assembli mikrokanonik sebanding dengan logaritma jumlah

keadaan yang dimiliki assembli tersebut.

4.6 Ensembel Kanonik dan Grand Kanonik Elemen matriks kerapatan ensembel kanonik diturunkan dari probabilitas

menemukan assembli dalam ensembel kanonik, yaitu

kTE

mnmnne

/ (4.18)

Dengan demikian operator matriks kerapatan

n m

m

kTE

nmn

n m

mnmnne /ˆ

n

n

kTE

nne /

n

nn

kTEne /

n

nn

kTH

n

nn

kTH

n

nn

kTEeee n /ˆ/ˆ/

kTHe /ˆ (4.19)

Dengan demikian fungsi partisi kanonik dan nilai rata-rata pengukuran observable

O memenuhi

)()ˆ( /ˆ kTH

N eTrTrZ (4.20)

N

kTH

N Z

eOTrO

)ˆ(ˆ/ˆ

(4.21)

Fungsi partisi grand kanonik adalah

Page 102: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 95 -

N i

kTEN

GieZ

/)(

kTNHeTr /)ˆˆ( (4.22)

dengan N adalah operator jumlah partikel untuk assembli. Operator tersebut

memenuhi persamaan

s snN ˆˆ (4.23)

di mana sn adalah operator jumlah partikel pada keadaan ke-s dan memenuhi

ssss nn ˆ . Selanjutnya kita dapat dengan mudah memperlihatkan hubungan

berikut ini:

qqssqs nn ˆ , (4.24a)

srqssqsr nn ˆ , (4.24b)

qrq

s

srqss

s

qsrqr nnnN ˆˆ . (4.24c)

Nilai rata-rata pengukuran observable O dapat diperoleh berdasarkan

pemikiran sebagai berikut. Perhatikan persamaan (4.20) dan (4.21) untuk ensembel

kanonik. Bagian dalam tanda Tr(..) pada persamaan (4.21) tidak lain dari operator

O dakalikan dengan bagian dalam tanda Tr(...) dalam persamaan (4.20). Bagian

dalam tanda Tr(...) pada persamaan (4.20) tidak lain daripada operator untuk

mencari fungsi partisi kanonik ZN. Dengan pola pemikiran yang sama, maka kita

dapat menentukan nilai rata-rata observabel O dalam ensembel grand kanonik

dengan menggunakan persamaan yang mirip dengan persamaan (4.21) dengan cara

mengganti operator fungsi partisi kanonik pada persamaan (4.21) dengan operator

fungsi partisi grand kanonik.

Berdasarkan persamaan (4.22), operator fungsi partisi grand kanonik

diperoleh dengan mengganti ZN di dalam penjumlahan dengan kTHe /ˆ . Dengan

demikian, nilai rata-rata observabel dalam ensembel grand kanonik menjadi

Page 103: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 96 -

G

kTNH

Z

eOTrO

/)ˆˆ(ˆˆ

(4.25)

4.7 Metode Operator Perlu dipahami bahwa aljabat operator tidak persis sama dengan aljabar

bilangan biasa karena banyak operator yang tidak bersifat komutatif. Secara umum

operator A dan B memenuhi aturan berikut ini

0ˆˆˆˆˆ,ˆ ABBABA . (4.26)

Dengan aturan ini mana secara umum ketidaksamaan berikut berlaku:

)ˆˆexp( BA )ˆexp()ˆexp( BA . Hanya jika A dan B bersifat komutatif baru terpenuhi

)ˆexp()ˆexp()ˆˆexp( BABA . Secara umum persamaan yang berlaku adalah

2/]ˆ,ˆ[ˆˆˆˆ BABABA eeee (4.27)

Mari kita tinjau sebuah kasus dia mana suatu assembli disusun oleh N

sistem kuantum. Hamiltonian tiap sistem adalah )(2/ˆ 22 rVmH

. Persamaan

Schrodinger untuk satu sistem adalah sssH ˆ dengan s adalah fungsi eigen dan

s adalah energi eigen. Karena di dalam assembli terdapat N sistem maka bentuk

paling sederhana dari fungsi gelombang assembli menenuhi

N

s

sN

1

(4.28)

Fungsi grand partisi memenuhi persamaan

)

ˆˆexp

kT

NHTrZG

(4.29)

Dengan menggunakan persamaan (4.27) maka kita dapat menguraikan

persamaan (4.29) menjadi

kT

N

kT

H

kT

NH

kT

N

kT

H ˆ,

ˆ

2

1exp

ˆˆexp

ˆexp

ˆexp

Page 104: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 97 -

Kerana operator H dan N bersifat komutatif maka komutator dalam eksponensial

suku paling kanan sama dengan nol. Dengan demikian kita peroleh bentuk

sederhana berikut ini

kT

NH

kT

N

kT

H ˆˆexp

ˆexp

ˆexp

Akhirnya fungsi grand partisi (4.29) dapat ditulis dalam bentuk lebih sederhana

sebagai berikut

kT

N

kT

HTrZG

ˆexp

ˆexp

(4.30)

Kita dapat menyatakan hamiltonian dan operator jumlah sistem di dalam

assembli dengan operator jumlah sistem yang menempati tiap keadaan seperti

ungkapan berikut ini

s

ssnH ˆˆ (4.31)

s

snN ˆˆ (4.32)

Substitusi persamaan (4.31) dan (4.32) ke dalam persamaan (4.30) maka diperoleh

bentuk lain dari fungsi grand partisi

s

s

s

ssG

kT

n

kT

nTrZ

ˆexp

ˆexp

s

ss

kT

nTr

)(ˆexp

(4.33)

Mengingat sifat Tr(..) yang memenuhi kesamaan )ˆ()ˆ()ˆˆ( BTrATrBATr

maka fungsi grand partisis (4.33) dapat ditulis menjadi

s

s

s

ssG Z

kT

nTrZ

)(ˆexp

(4.34)

Page 105: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 98 -

dengan

kT

nTrZ ss

s

)(ˆexp

(4.35)

Dari ungkapan pada persamaan (4.35), jelas bahwa operator

kTn ss /)(ˆexp berbentuk matriks diagonal yang dapat ditulis sebagai

000

000

000

000

/)(ˆexp/)(

/)(

/)(

33

22

11

kTn

kTn

kTn

sse

e

e

kTn

Karena Tr(..) adalah jumlah elemen diagonal maka menjadi jelaslah bahwa

.../)(/)(/)( 332211

kTnkTnkTn

s eeeZ

s

ss

n

kTne

/)( (4.36)

Untuk fermion, jumlah sistem yang boleh menempati satu keadaan hanya

boleh 0 atau 1, atau ns = 0 dan ns = 1. Dengan demikian, penentuan Zs untuk fermion

hanya melibatkan dua suku penjumlahan sehingga diperoleh

kTkTf

sss eeZ

/)(1/)(0

kTse

/)(1

(4.37)

Akhirnya fungsi grand partisi untuk fermion adalah

s

kTf

GseZ

/)(1

(4.38)

Untuk boson jumlah sistem yang boleh menempati satu keadaan hanya

boleh berapa saja, atau dari 0 sampai tak bergingga. Dengan demikian, untuk boson

Page 106: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 99 -

kTn

kTnb

ss

s

ss

eeZ

/)(0

/)(

1

1

(4.39)

Akhirnya fungsi grand partisi untuk boson adalah

s

kT

b

Gse

Z/)(

1

1

(4.40)

Sekarang kita menghitung jumlah rata-rata sistem pada keadaan ke-s.

Dengan menggunakan persamaan (4.25) maka kita dapat menulis

G

kTNH

ss

Z

enTrn

/)ˆˆ(ˆ

G

kTn

s

G

kTn

s

Z

ekTTr

Z

enTrs

s

ss

s

s

/)(ˆ/)(ˆ '

'

''

'

'

ˆ

G

kTn

s

Z

eTr

kT

s

s

s

/)(ˆ '

'

'

G

G

s

Z

Z

kT

G

s

ZkT ln

(4.41)

Jumlah rata-rata sistem fermion pada keadaan ke-s adalah

'

/)( '1lnlns

kT

s

f

G

s

f

ssekTZkTn

kT

ss

sekT/)(

'

'1ln

',

/)(

'/)(

'

'

1

1

1ss

kT

skT

s

se

kTekT

Page 107: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 100 -

kT

kT

s

s

e

e/)(

/)(

'

'

1

1

1/)( '

kTse

(4.42)

Jumlah rata-rata sistem boson pada keadaan ke-s adalah

'

/)( '1

1lnln

skT

s

f

G

s

b

sse

kTZkTn

kT

ss

sekT/)(

'

'1ln

',

/)(

'/)(

'

'

1

1

1ss

kT

skT

s

se

kTekT

kT

kT

s

s

e

e/)(

/)(

'

'

1

1

1/)( '

kTse

(4.43)

Selanjutnya kita diskusikan contoh lain yang sedikit lebih rumit. Perlu

sedikit kemampuan matematika untuk memahaminya. Misalkan kita memiliki gas

yang terdiri dari dua jenis partikel. Kedua partikel tersebut saling berinteraksi

dengan energi potensial V0 yang dianggap konstan. Kita ingin menentukan fungsi

grand partisi untuk assembi tersebut.

Kita mulai dengan menentukan hamiltonian sistem yang terdiri dari dua

jenis pertikel yang berinteraksi. Hamiltonian dapat ditulis dalam bentuk operator

kreasi dan anihilasi berikut ini

p

pppp

p

pp

b

ppp

a

p abbaVbbaaH ˆˆˆˆˆˆˆˆˆ0 (4.44)

Page 108: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 101 -

Suku pertama adalah suku energi partikel terisolasi dan suku kedua adalah suku

energi interaksi. Operator

pa , pa ,

pb , dan pb adalah operator kreasi dan anihilasi

untuk partikel a dan b. Fungsi grand partisi assembli tersebut adalah

NHTrZGˆˆ(exp

dengan

p

pppp bbaaN )ˆˆˆˆ(ˆ (4.45)

Dengan adanya suku interaksi maka operator eksponensial menjadi tidak

diagonal. Untuk mencari Tr(...) maka kita perlu mendiagonalkan terlebih dulu

operator. Untuk maksud tersebut kita perlu melakukan sejenis transformasi.

Transformasi untuk menghasilkan operator diagonal kita lakukan dengan

memperkenalkan operator quasi partikel pA dan

pB yang memenuhi hubungan

berikut ini

sinˆcosˆˆppp baA (4.46)

cosˆsinˆˆppp baB (4.47)

Transformasi semacam ini sering disebut transformasi Bogoliobov. Transformasi

(4.46) dan (4.47) adalah transformasi ortogonal. Inversi dari transformasi tersebut

adalah

sinˆcosˆˆppp BAa (4.48)

cosˆsinˆˆppp Bab (4.49)

Operator kreasi yang berkaitan adalah

sinˆcosˆˆ ppp BAa (4.50)

cosˆsinˆˆ ppp Bab (4.51)

Page 109: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 102 -

Dari bentuk operator (4.46)-(4.51) kita dapatkan perkalian berikut ini

22 sinˆˆsincosˆˆsincosˆˆcosˆˆˆˆpppppppppp BBABBAAAaa

22 cosˆˆsincosˆˆsincosˆˆsinˆˆˆˆpppppppppp BBABBAAAbb

sincosˆˆsinˆˆcosˆˆsincosˆˆˆˆ 22

pppppppppp BBABBAAAba

sincosˆˆcosˆˆsinˆˆsincosˆˆˆˆ 22

pppppppppp BBABBAAAab

Dengan demikian suhu dalam hamiltonian (4.44) menjadi

pppppp

b

ppp

a

p abbaVbbaa ˆˆˆˆˆˆˆˆ0

sincos2sincosˆˆ0

22 VAA b

p

a

ppp 22 sincosˆˆ b

p

b

ppp BB

22

0 sincossincossincosˆˆ VBA b

p

a

ppp

22

0 sincossincossincosˆˆ VAB b

p

a

ppp

pppppppp BBAAbbaa ˆˆˆˆˆˆˆˆ

Jelaslah bahwa operator eksponensial dalam fungsi grand paertisi menjadi diagonal

jika koefisien dari pp BA ˆˆ dan

pp AB ˆˆ pada persamaan di atas adalah nol. Dengan

demikian syarat diagonal adalah

0sincossincossincos 22

0 Vb

p

a

p

atau

02cos2sin2

10 Vb

p

a

p

Yang memberikan bentuk untuk sudut sebagai berikut

b

p

a

p

V

02

2tan (4.52)

Page 110: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 103 -

Jika kita mendefinisikan parameter berikut ini

sincos2sincos 0

22 Vb

p

a

p

a

p (4.53)

dan

22 sincos b

p

b

p

b

p (4.54)

maka kita dapat menulis hamiltonian menjadi

p

pppppp

b

ppp

a

p BBAABBAANH ˆˆˆˆˆˆˆˆˆˆ

p

pp

b

ppp

a

p BBAA ˆˆˆˆ (4.55)

Karena hubungan komutatif berikut berlaku, 0ˆˆ,ˆˆ

pppp BBAA maka

p

pp

b

ppp

a

p BBAA ˆˆˆˆexp

p

pp

b

p

p

pp

a

p BBAA ˆˆexpˆˆexp

Dengan demikian fungsi grand partisi menjadi

p

pp

b

p

p

pp

a

p BBAATr ˆˆexpˆˆexp

p

pp

b

p

p

pp

a

p BBTrAATr ˆˆexpˆˆexp

b

G

a

GZZ (4.56)

di mana a

GZ dan b

GZ didefinisikan sebagai

Page 111: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 104 -

p

pp

a

p

a

G AATrZ ˆˆexp

s n

kTn

ap

ap

ape

/)( (4.57)

p

pp

b

p

b

G BBTrZ ˆˆexp

s n

kTn

bp

bp

bpe

/)( (4.58)

4.8 Formulasi Alternatif Sekarang kita coba membahas penurunan fungsi grand partisi boson dan

fermion dengan metode lain. Fungsi grand partisi boson dan fermion yang telah kita

turunkan sebelumnya dapat dinyatakan dalam bentuk umum

j

GjzeZ

1 (4.59)

dengan = -1/kT, ez , = +1 untuk fermion dan = -1 untuk boson. Jika kita

ambil logaritma dua ruas persamaan (4.59) maka kita dapatkan,

j

GjzeZ

1lnln (4.60)

Kita ingat kembali definisi berikut ini yang dipelajadi di kuliah Kalkulus,

x

dxx

1)1ln(

Selanjutnya kita uraikan 1/(1+x) dalam deret Taylor sebagai berikut

...)1(...11

1 1132

nn xxxxx

1

11)1(n

nn x

Dengan demikian kita dapat menulis

1

1

1

11 )1()1(1

)1ln(n

nn

n

nn

n

xdxx

x

dxx

Page 112: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 105 -

Jika kita substitusi jzex

maka diperoleh

1

1)1()1ln(n

n

n

n

zeze

j

j

Dengan menggunakan ungkapan di atas maka fungsi grand partisi pada persamaan

(4.60) dapat ditulis dalam bentuk berikut ini

1

11

1

1 )1()(

)1(lnn j

nn

nn

j n

nn

Gj

j

en

z

n

zeZ

1

11 )()1(n

nnn nq

n

z (4.61)

di mana

j

n jenq

)( (4.62)

Pada bagian awal kita sudah turunkan persamaan yang menghubungan

perkalian tekanan dan volum dengan fungsi grand partisi sebagai -PV = ln ZG.

Dengan demikian bentuk perkalian tekanan dan volum memenuhi

1

11 )()1(n

nnn nq

n

zPV (4.63)

Jumlah rata-rata partikel dalam assembli memenuhi

1

11 )()1(lnn

nnn

G nqn

z

zzZ

zzN

1

11 )()1(n

nnn nqz (4.64)

Energi rata-rata assembli dapat ditulis dalam bentuk

1

11 )()1(lnn

nnn

G nqn

zZE

Page 113: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 106 -

1

11 )()1(

n

nnn nq

n

z

(4.65)

Dari persamaan jumlah rata-rata sistem dalam assembli kita dapat

menentukan jumlah rata-rata sistem dalam tiap tingkat energi sebagai berikut,

1

11

1

11 )1()()1(n j

nnnn

n

nnn jeznqzN

jjj n

nn

j

j

j

j

j

ze

ze

ze

zeze

11)()1(

2

1

1

j

j

j

ze

ze

1 (4.66)

Persamaan (4.66) dapat ditulis sebagai j jnN sehingga jumlah rata-rata

partikel pada tingkat energi ke-j memenuhi

j

j

ze

zen j

1 (4.67)

Dari persamaan (4.67) kita dapat ungkapkan jumlar rata-rata sistem pada

assembli boson dan fermion. Untuk boson ( = -1) persamaan (4.67) menjadi

1

1

1)(

jj

j

eee

een j

(4.68)

Untuk fermion ( = +1) maka persamaan (4.68) menjadi

1

1

1)(

jj

j

eee

een j

(4.69)

4.9 Kondensasi Boson dan Non Kondensasi Fermion Sekarang kita menyelidiki satu sifat yang menarik untuk boson dan

fermion. Kita pisahkan partikel yang berada di keadaan dasar dan keadaan di

atasnya (kita sebut keadaan terkesitasi). Untuk maksud tersebut kita lakukan

penguraian sebagai berikut

Page 114: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 107 -

)()( 0 eqgq (4.70)

di mana g0 adalah kontribusi keadaan dasar dan qe adalah kontribusi keadaan

lainnya (keadaan terkesitasi). Dengan definisi ini maka kita dapat menulis jumlah

rata-rata sistem dalam assembli sebagai berikut

1

0

11 )()1(n

e

nnn nqgzN

1

11

1

1

0 )()1()()1(n

e

nnn

n

nn nqzzg

1

11

0 )()1(1 n

e

nnn nqzz

zg

1

110 )()1(1 n

e

nnn nqzz

zg

(4.71)

Sekarang kita tentukan bentuk untuk boson dan fermion. Untuk boson ( =

-1) persamaan (4.71) menghasilkan

1

110 )()1()1(1 n

e

nnn nqzz

zgN

1

0 )(1 n

e

n nqzz

zg (4.72)

Dari persamaan (4.72) kita dapatkan jumlah sistem yang berada pada keadaan dasar

adalah

z

zgN b

1

00

(4.73)

Tampak dari persamaan (4.73) bahwa jika z 1 maka N0 . Ini berarti banyak

sekali partikel yang berada pada keadaan dasar. Kondisi ini disebut kondensasi

Bose–Einstein.

Untuk fermion ( = +1) persamaan (4.71) menghasilkan

Page 115: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 108 -

1

110 )()1()1(1 n

e

nnn nqzz

zgN

1

10 )()1(1 n

e

nn nqzz

zg (4.74)

Dengan demikian jumlah sistem yang berada pada keadaan dasar untuk assembli

fermion adalah

z

zgN f

1

00

(4.75)

Karena z <1+z maka N0 < g0. Namun, g0 itu sendiri adalah degenerasi keadaan dasar.

Jadi jumlah fermion di keadaan dasar selalu lebih kecil daripada degerasi keadaan

dasar tersebut. Jumlah fermion di keadaan dasar selalu terbatas. Ini adalah implikasi

dari prinsip ekslusi Pauli. Oleh karena itulah fermion tidak pernah menunjukkan

gejala kondensasi atau kita tidak pernah mendapatkan kondensasi Fermi-Dirac.

4.10 Tekanan Gas Kuantum Ideal Sekarang kita akan menentukan tekanan yang dihasilkan oleh gas boson

dan gas fermion. Untuk assembli boson dalam ensembel grand kanonik kita

memiliki persamaan

jkT

j

kT

j

j

ee

kT

PV

1

11ln1ln

/)(

/)(

j

jb1ln (4.76)

di mana kita memperkenalkan bentuk altenatif

1/)(1

kT

jjeb

(4.77)

Tekanan pada persamaan (4.76) merupakan tekanan yang dihasilkan boson atau

fermion dan kita definisikan sebagai tekanan gas kuantum. Jumlah rata-rata sistem

dalam assembli adalah

j

j

jkT

be

Nj 1

1/)(

(4.78)

Page 116: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 109 -

Kita dapatkan selisih antara tekanan gas kuantum (tekanan yang memenuhi

persamaan (4.76)) dengan tekanan gas ideal (NkT/V) sebagai berikut

j

jj bbV

kT

V

kTNP 1ln (4.79)

Kita akan mengecek tanda yang dimiliki persamaan selisih (4.79): apakah

positif atau negatif. Tanda jenis tanda menyimpulkan apakah tekanan gas kuantum

lebih besar atau lebih kecil daripada tekanan gas ideal. Untuk maksud tersebut mari

kita perhatikan fungsi berikut ini

xxxf )1ln()(

xxdx

df

1

111

1

1

Karena x > 0 maka df/dx < 0 untuk semua x > 0. Pada nilai x yang memenuhi x 0

kita dapat uraikan f(x) dalam deret Taylor dan diperoleh sebagai berikut

...32

...32

)(3232

xxx

xxxxf

Dengan demikian

00lim

2/

0lim

)( 2

x

x

x

xf

Dari sini kita simpulkan bahwa f(0) < 0 dan fungsi f(x) bersifat monoton

turun. Jadi f(x) selalu negatif untuk semua x > 0. Ini berimplikasi bahwa

0/ VkTNP atau VkTNP / . Untuk gas ideal klasik VkTNP / . Dengan

demikian, tekanan gas boson ideal lebih kecil daripada tekanan gas ideal klasik. Ini

disebabkan oleh adanya tarikan antar partikel boson. Tarikan inilah yang

menyebabkan terjadinya kondensasi Bose-Einstein.

Untuk assembli fermion dalam ensembel grand kanonik kita mendapatkan

hubungan

Page 117: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 110 -

jkT

j

kT

j

j

ee

kT

PV

1

11ln1ln

/)(

/)(

j

jf1ln (4.80)

di mana

1/)(1

kTe

jjef

(4.81)

Jumlah rata-rata partikel dalam assembli adalah

j

j

jkTe

fe

Nj 1

1/)(

(4.82)

Dengan demikian kita dapatkan selisih antara P dengan NkT/V sebagai

j

jj ffV

kT

V

kTNP 1ln (4.83)

Di sini juga kita akan mengecek apakah tanda yang dimiliki persamaan

selisih (4.83). Untuk maksud tersebut mari kita perhatikan fungsi berikut ini

xxxf )1ln()(

xxdx

df

1

111

1

1

Mengingat 1

1/)(

kTjex

maka 0 < x < 1. Dengan demikian 1/(1-x) > 1. Oleh

karena itu df/dx = 1-1/(1-x) < 0. Jadi, fungsi f(x) bersifat monoton turun.

Pada kondisi di mana x memenuhi x 0 kita dapat uraikan f(x) dalam

deret Taylor dan diperoleh sebagai berikut

...32

...32

)(3232

xxx

xxxxf

Jelas di sini bahwa untuk x 0, f(x) < 0. Karena f(x) monoton turun maka f(x)

negatif untuk semua 0 < x < 1. Dengan demikian, untuk fermion 0/ VkTNP .

Page 118: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 111 -

Ini artinya tekanan gas fermion ideal lebih besar daripada tekanan gas ideal klasik.

Ini hanya mungkin disebabkan oleh adanya tolakan antar partikel fermion akibat

perinsip ekslusi Pauli.

4.11 Persaman Gerak Matriks Kerapatan Pada bagian berikut ini kita akan menganalisis persamaan gerak untuk

matriks kerapatan. Kembali ke bentuk matriks kerapatan

nm

mnmn (4.84)

Jika waktu berubah maka keadaan yang diijinkan bagi sistem juga berubah. Secara

umum kita dapat menulis kebergantungan matriks kerapatan pada waktu sebagai

berikut

nm

mnmn ttt )()()(ˆ (4.85)

Untuk mencari persamaan gerak bagi matrik kerapatan sehingga

kebergantungan matriks kerapatan pada waktu dapat ditentukan, mari kita tinjau

cara berikut ini. Misalkan {En} adalah kumpulan fungsi eigen dari Hamiltonian H

dan {En} adalah nilai-nilai eigen yang bersesuaian maka

nnn EEEH ˆ (4.86)

Keadaan sembarang n(0) pada saat t=0 selalu dapat diuraikan atas fungsi eigen

{En} sebagai berikut

'

'')0(n

nnn EC (4.87)

dengan nnn EC '' . Dengan menggunakan koefisien tersebut maka persamaan

(4.87) dapat ditulis

)0()0( '

'

' nn

n

nn EE (4.88)

Page 119: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 112 -

Setelah kita mengetahui keadaan-keadaan n pada saat t=0 maka kita dapat

menentukan keadaan-keadaan n pada saat sembarang melalui transformasi berikut

)0()( '

'

/

''

nn

n

tiE

nn EeEt n

)0('

'

'

/'

nn

n

n

tiEEEe n

)0('

'

'

nn

n

n

tHi EEe

)0('

'

'

nn

n

n

tHi EEe

)0(/ˆ

n

tHie (4.89)

Dengan demikian, matriks kerapatan pada saat t menjadi

nm

tHi

mnmn

tHi eet /ˆ/ˆ)0()0()(ˆ

/ˆ/ˆ)0()0( tHi

nm

mnmn

tHi ee

/ˆ/ˆ)0(ˆ tHitHi ee (4.90)

Pada penurunan persamaan (4.90) kita sudah menggunakan sifat hermitian

dari operator Hamiltonian, yaitu HH ˆˆ . Lakukan diferensial persamaan (4.90)

terhadap waktu sehingga diperoleh

Hi

eeeeHi

t

tHitHitHitHiˆ

)0(ˆ)0(ˆˆˆ /ˆ/ˆ/ˆ/ˆ

HiHi ˆˆˆ

ˆ

Page 120: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 113 -

HHi ˆˆˆˆ

(4.91)

Dari persamaan (4.90) kita juga mendapatkan

)0(ˆ)0(ˆ))(ˆ( /ˆ/ˆ/ˆ/ˆ tHitHitHitHi eeTreeTrtTr

))0(ˆ(Tr (4.92)

Untuk assembli kanonik ungkapan untuk matriks kerapatan dapat

HkTH eeˆ/ˆ

ˆ . Dengan demikian

ˆˆˆˆ ˆHeH H

(4.93)

Dalam representasi posisi maka persamaan (4.93) mengambil bentuk

'ˆ"""ˆ'ˆˆ'ˆ

xdxxxHxxHxxx

"'ˆ""ˆ'ˆ dxxxxHxxx

");'"()"(ˆ);'( dxxxxxHxx

);'(ˆ xxH x (4.94)

di mana operator Hx hanya bekerja pada variable x, bukan variable x’. Persamaan

(4.94) adalah persamaan dasar untuk menentukan kebergantungan matriks

kerapatan terhadap suhu. Pada perumusan ini suhu seolah-olah berperan seperti

variabel waktu pada perumusan mekanika kuantum. Berikut ini kita akan

menurunkan matriks kerapatan untuk beberapa kasus sederhana.

4.12 Persamaan Kerapatan Sistem Bebas Pertama kita bahas partikel bebas yang bergerak dalam ruang satu dimensi x

(tidak mendapat gaya apa pun). Hamiltonian adalah

Page 121: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 114 -

2

22

2 xmH

(4.95)

Dengan menggunakan Hamiltonian (4.95) makapersamaan matriks kerapatan (4.94)

menjadi

);'(2

);'(2

22

xxxm

xx

(4.96)

Untuk menyelesaikan persamaan diferensial (4.96), kita kenalkan variabel

baru berikut ini

m

xx

/2

'2

(4.97)

Elemen matriks kerapatan menjadi fungsi dua variabel, dan x’, atau (,x’).

Dengan permisalan tersebut maka

2

1 (4.98a)

mxx /2

12

(4.98b)

2

2

222

2

2

2

/2

1

/2

1

mmxx (4.98c)

Substitusi persamaan (4.98a) – (4.98c) ke dalam persamaan (4.96) maka diperoleh

2

2

2

2

/2

1

22

1

mm

atau

022

2

(4.99)

Page 122: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 115 -

Untuk mencari solusi persamaan (4.99) kita mulai dengan permisalan

berikut ini,

(4.100)

Dengan permisalan ini maka persamaan (4.99) dapat ditulis menjadi

02

(4.101)

Solusi persamaan (4.101) sangat standar, yaitu

)exp()( 2

1 C (4.102)

Dari persamaan (4.100) dan (4.102) kita peroleh persamaan diferensial

berikut

)exp( 2

1

C

yang memiliki solusi umum

2

0

2

1 ')'exp()( CdC

(4.103)

Untuk menentukan konstanta C1 dan C2 kita menerapkan syarat awal. Salah

satu syarat awal adalah

)'(0lim

);'(xx

xx

(4.104)

Dengan syarat awal (4.104) maka persamaan (4.103) dapat ditulis menjadi

2

0

2

1 ')'exp(0lim0lim

)(CdC

Page 123: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 116 -

2

/2/)'(

02

22

1

2

/2

1)/2/()'(exp

0limCdx

mmxxC

mxx

2

0

22

2

1 )/2/()'(exp0lim/2

Cdxmxxm

C

)'()'(/2/2

2

2

2

1 xxCxxmm

C

Dari hubungan ini kita dapatkan

221

2/2

1

m

mC dan C2 = 0 (4.105)

Akhirnya solusi umum matriks kerapatan menjadi

mxx

dm

xx

/2/)'(

0

2

2

2

')'exp(2

);'(

mxx

dm

/2/)'(

0

2

2

2

')'exp(2

22

2

22)'(

28xx

merf

m

(4.106)

4.13 Matriks Kerapatan Sistem Osilator Harmonik Berikutnya kita tinjau kasus lain, yaitu osilator harmonik. Hamiltonian

osilator harmonik adalah

22

2

22

22x

m

xmH

(4.107)

Dengan demikian persamaan matriks kerapatan menjadi

Page 124: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 117 -

22

2

22

22x

m

xm

(4.108)

Untuk menyederhakan penyelesaian, sekarang kita perkenalkan variable

sebagai berikut

xm

(4.109)

kTf

22

(4.110)

Dengan variable baru tersebut maka persamaan (4.108) menjadi

2

2

22

2

mf

(4.111)

Syarat batas untuk adalah = (x-x’) jika f = 0, atau

)'(

m (4.112)

Jika f = 0. Syarat kedua diperoleh setelah kita menggunakan hubungan yang berlaku

bagi fungsi delta Dirac, yaitu ])[]]()(

)( oo xfxfx

xfxx

.

Pada suhu tinggi, atau f kecil maka kelakuan partikel akan mendekati

kelakukan partikel bebas. Dengan demikian, aproksimasi untuk matrik kerapatan

pada suhu tinggi haruslah sama dengan persamaan (4.112). Dengan demikian kita

dapat menulis

ff

mf

4

)'(exp

4);'(

2

(4.113)

Untuk mencari fungsi pada berbagai nilai suhu, mari kita misalkan

)()()(exp 2 fcfbfa (4.114)

Page 125: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 118 -

dengan a, b, dan c adalah konstanta. Substitusi fungsi coba-coba di atas ke dalam

persaman (4.111), kita peroleh

2222 24)41(''' baabacba (4.115)

Samakan koefisien yang mengandung pangkat yang sama di ruas kiri dan kanan,

maka kita peroleh persaman berikut ini

241' aa (4.116a)

abb 4' (4.116b)

22' bac (4.116c)

Solusi umum persamaan (4.116a) adalah

)(2coth2

1offa (4.117)

Dengan menerapkan syarat batas bahwa = (x-x’) jika f = 0, dan melihat

approksimasi untuk pada suhu tinggi (persamaan (4.113)) maka kita harus

mengambil f0 = 0 sehingga

fa 2coth2

1 (4.118)

Subsitusi persamaan (4.118) ke dalam persaman (4.116b) kita peroleh solusi untuk

parameter b

f

Ab

2sinh (4.119)

Substitusi persamaan (4.118) dan (4.119) ke dalam persamaan (4.116c) kita

dapatkan solusi untuk c sebagai berikut

BfA

fc ln2coth2

2sinhln2

1 2

(4.120)

Page 126: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 119 -

Pada persamaan (4.119) dan (4.120), A dan B adalah konstanta.

Selanjutnya substitusi a, b, dan c ke dalam persmaaan (4.114) kita peroleh

ungkpatan untuk matriks kerapatan sebagai berikut

f

A

f

Af

f

B2coth

22sinh2coth

2exp

2sinh

22 (4.121)

Jika diambil f 0 maka akan mendekati

f

AA

f

B

4

2exp

2

22 (4.122)

Dengan membandingkan persamaan (4.122) dengan (4.113) maka kita simpulkan

bahwa

'A

2

mB

Akhirnya kita dapatkan bentuk final untuk matriks kerapatan sebagai berikut

'22coth)'(2sin2

exp2sinh2

);'( 22 xxfxxf

m

f

mxx

(4.123)

Page 127: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 120 -

Bab 5

GAS FERMI IDEAL

Untuk melihat salah satu aplikasi mekanika statistik mari kita membahas

gas fermi ideal. Gas fermi ideal adalah kumpulan fermion bebas. Tidak ada interaksi

antar fermion. Contoh gas fermi ideal adalah gas elektron. Walaupun ada gaya

tolak-menolak antar elektron (gaya coulumb) yang menghasilkan energi potensial

listrik, namun jika gas elektron berada pada suhu sangat tinggi sehingga energi

kinetik yang dimiliki jauh lebih besar daripada energi potential maka energi

potensial (energi interaksi) dapat diabaikan. Dalam kondisi demikian seolah-olah

tidak ada interaksi antar elektron. Kalian dapat membandingkan dengan gas ideal

klasik di mana antar partikel gas tidak ada interaksi.

Pemahaman tentang topik-topik yang dibahas di bab-bab sebelumnya

menjadi modal penting untuk mengikuti bab ini secara lebih mudah.

5.1 Persamaan Keadaan

Kita akan menurunkan persamaan keadaan untuk gas fermi. Kita mulai

dari ungkapan fungsi grand partisi untuk fermion, yaitu

i

GizeZ

1 (5.1)

dengan z = exp(/kT). Fungsi grand partisi memiliki hubungan langsung dengan

perkalian tekanan dan volum, yaitu ZG = exp(PV/kT) sehingga

Page 128: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 121 -

GZkT

PVln

i

ize

1ln izei

1ln (5.2)

Tampak jelas di sini betapa strategisnya pernyataan fungsi partisi sebagai bentuk

perkalian semua suku. Karena pada akhirnya yang kita butuhkan adalah logaritma

fungsi partisi yang berbentuk penjumlahan suku-suku.

Untuk menentukan secara eksplisit fungsi grand partisi pada persamaan

(5.2) mari kita ganti tanda penjumlahan terhadap energi dengan integral terhadap

variabel momentum. Untuk maksud tersebut, terlebih dahulu kita ubah ungkapan

diskrit menjadi kontinu sebagai berikut

m

pi

2

2

dpph

V

i

2

34(...)(...) (5.3)

Dengan menggunakan persamaan (5.3) maka persamaan (5.2) menjadi

0

2/2

3

2

1ln4

dpzeph

V

kT

PV mp (5.4)

Jumlah rata-rata sistem seperti dinyatakan dalam persamaan (3.30)

menjadi

GZkTN ln

kT

PVkT

0

2/2

3

2

1ln4

dpzeph

VkT mp

(5.5)

Page 129: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 122 -

Dengan mengacu pada definisi z maka kita dapat menulis

zkT

z

ze

kTz

z kT

/1

(5.6)

Dengan demikian, jumlah rata-rata sistem dapat ditulis sebagai

0

2/2

3

2

1ln4

dpzeph

V

zkT

zkTN mp

0

2/2

3

2

1ln4

dpzez

ph

Vz mp

0

2/

2/

2

3

2

2

1

14dpe

zep

h

Vz mp

mp

02/

2/2

3 2

2

1

4dp

ze

zep

h

Vmp

mp

02/1

2

31

142

dpez

ph

Vmp

(5.7)

Dari semua penjelasan di atas kita merangkum dua persamaan utama,

yaitu

0

2/2

3

2

1ln4

dpzephkT

P mp (5.4)

02/1

2

31

1412

dpez

phV

N

v mp

(5.7)

Dua persamaan di atas merupakan persamaan dasar untuk assembli fermion dalam

ensembel grand kanonik. Persamaan inilah yang akan kita kaji lebih jauh untuk

Page 130: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 123 -

mencari sifat termodinamika assembli fermion seperti yang akan dibahas di bagian

akhir bab ini.

Agar lebih sederhana, kita definisikan besaran berikut yang dapat

diaproksimasi sebagai panjang gelombang termal partikel

mkT

22 (5.8)

Panjang gelombang termal adalah panjang gelombang de Broglie berdasarkan

momentum partikel yang dihasilkan oleh getaran termal. Panjang gelombang de

Broglie memenuhi persamaan = h/p. Berdasarkan teori ekipartisi energi, gerakan

termal partikel dalam ruang tiga dimensi memiliki energi rata-rata K = (3/2)kT.

Jika momentum rata-rata partikel adalah p maka kita dapat mengaproksimasi K

= p2/2m. Dengan demikian kita aproksimasi (3/2)kT = p

2/2m atau p

2

1/2 =

(3mkT)1/2

. Panjang gelombang de Broglie kira-kira menjadi h/p2

1/2 =

h/(3mkT)1/2

= (h2/3mkT)

1/2. Mengingat = h/2 maka (4

22/3mkT)

1/2

(42/mkT)

1/2. Pada persamaan terakhir kita sudah aproksimasi /3 1. Panjang

gelombang terakhir yang kita turunkan tidak berbeda jauh dengan persamaan (5.8).

Dari persamaan (5.4) kita definsikan p2/2m = x

2. Dengan demikian, p

2 =

2mx2/; p = (2m/)

1/2x, dan dp = (2m/)

1/2dx. Substitusi ke dalam persamaan (5.4)

diperoleh

0

2

3

21ln

24 2

dxm

zemx

hkT

P x

0

2

2/3

3

2

1ln24

dxzexm

h

x

0

2

2/3

2

2

1ln2

4dxzex

mkT x

Page 131: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 124 -

0

2

3

2

1ln41

dxzex x

(5.10)

Kita definisikan fungsi fermi f5/2 sebagai berikut,

0

2

2/5

2

1ln4

)( dxzexzf x

(5.11)

Dengan definisi tersebut maka persamaan (5.10) dapat ditulis menjadi

)(1

2/53zf

kT

P

(5.12)

Dengan cara serupa, persamaan (5.8) dapat ditulis

01

2

3

2

1

12412 dx

m

ez

mx

hv x

01

2

3

01

2

31

141

1

1

2

422 dx

ezxdx

ezx

mkTxx

(5.13)

Kita definisikan fungsi fermi f3/2 sebagai berikut

01

2

2/31

4)( 2 dx

ez

xzf

x (5.14)

Dengan definisi tersebut maka persamaan (5.13) dapat ditulis menjadi

)(11

2/33zf

v (5.15)

Perhatikan persamaan (5.11). Jika kita lakukan diferensial terhadat z maka

Page 132: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 125 -

0

2

2/5

2

1ln4

)( dxzez

xzfz

x

0

2

0

22

2

2

14

1

14dx

zexdxe

zex

x

x

x

01

2

1

1412 dx

ezx

z x

Dengan demikian kita dapatkan hubungan berikut ini

)()( 2/32/5 zfzfz

z

(5.16)

Bentuk f3/2(z) maupun f5/2(z) pada persamaan (5.11) dan (5.14) kadang sulit

untuk dianalisis. Kita dapat mengungkapkan dua fungsi tersebut dalam bentuk deret

sehingga dapat menentukan dengan mudah aproksimasi untuk nilai-nilai z yang

ekstrim, seperti saat z mendekati nol atau mendekati tak berhingga. Untuk maksud

tersebut, mari kita perhatikan uraian berikut ini 1/(1+y) = 1 – y + y2 – y

3 +-…

Dengan uraian tersebut maka kita dapatkan

dyyyyy

dyy ...)1(

1)1ln( 32

1

132

)1(...32

yyyy

Kita substitusi y = z exp(-x2) sehingga persamaan di atas menjadi

1

1

1

1

22

2

)1()1(1ln

xxx ezze

ze

Page 133: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 126 -

Dengan demikian kita dapatkan uraian deret untuk fungsi fermi sebagai berikut

0

2

1

1

2/5

2

)1(4

)( dxexz

zf x

(5.17)

Bagian integral pada persamaan (5.17) sangat standar. Kita dapat

menghitung dengan mudah. Kalau ingin lebih cepat kita dapat menggukanan

software yang tersedia secara online seperti Wolfram alpha. Hasilnya integrasinya

adalah 2/3

0

2 4/2

dxex x . Dengan demikian, bentuk deret untuk f5/2(z) adalah

2/31

1

2/54

)1(4

)(

zzf

1

2/5

1)1(

z (5.18)

Deret pada persamaan (5.18) merupakan bentuk khusus dari fungsi

polylogaritma. Bentuk umum fungsi tersebut adalah

1

)(

ss

zzLi (5.19(

Dari bentuk ini kita mendapatkan bahwa

1

1

11

)1()1()(

)(

ssss

zzzzLi (5.20)

Dengan demikian dapat dibuktikan dengan mudah bahwa

)()( 2/52/5 zLizf (5.21)

Page 134: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 127 -

Fungsi f3/2 diperoleh dengan mendiferensiasi f5/2 yaitu

12/5

11

2/52/3 )1()()(

zzzf

dz

dzzf

1

2/3

1)1(

z (5.22)

Kalau dinyatakan dalam fungsi polilogartima maka kita dapatkan

)()( 2/32/3 zLizf (5.23)

Dari persamaan (5.19) kita dengan mudah mendapatklan aproksimasi pada

nilai z sekitar 0. Kita dapat memilih sejumlah suku sesuai dengan ketelitian yang

kita inginkan. Aproksimasi tersebut adalah

Hanya satu suku: zzf )(2/3 (5.24a)

Sampai dua suku: 2/3

2

2/32

)(z

zzf (5.24b)

Sampai tiga suku: 2/3

3

2/3

2

2/332

)(zz

zzf (5.24c)

Sampai empat suku: 2/3

4

2/3

3

2/3

2

2/3432

)(zzz

zzf (5.24d)

Selanjutnya kita tinjau kasus ekstrim lainnya, yaitu untuk z yang besar.

Pertama mari kita definisikan = /kT sehingga

eez kT / (5.25)

Dengan definisi ini maka kita dapat menulis

Page 135: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 128 -

)()( 2/32/3

eLief (5.26)

Selanjutnya kita gunakan bentuk asimptotik dari fungsi polilogaritma, yaitu

)1()Re(

)(

s

eLi ss

(5.27)

Dari sifat asimptotik ini maka kita aproksimasi untuk f3/2 pada z atau

adalah

2/32/3

2/3 )(ln3

4

)12/3()( zef

(5.28)

Berdasarkan nilai asimptotik pada persamaan (5.24) dan (5.28) maka kita dapat

membuat plot grafik f3/2(z) sebagai fungsi z seperti diilustrasikan pada Gambar 5.1.

z

f 3/2

(z) 2/3)(ln

3

4z

z

Gambar 5.1 Grafik f3/2(z) sebagai fungsi z. Pada nilai z sangat

kecil maka fungsi memenuhi persamaan (5.24) dan pana z yang

sangat besar maka fungsi berubah menurut persamaan (5.28).

Page 136: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 129 -

Sekarang kita tinjau sifat assembli fermion pada beberapa kondisi ekstrim.

Dua kasus eksprim yang akan kita bahas adalah kondisi pada suhu tinggi atau

kerapatan rendah dan kondisi suhu rendah atau kerapatan tinggi.

5.2 Aplikasi Suhu Tinggi dan Kerapatan Rendah

Pada suhu tinggi laju partikel sangat besar sehingga momentumnya sangat

besar. Akibatnya panjang gelombang de Broglie sangat kecil ( sangat kecil). Pada

kerapatan rendah jarak antar partikel sangat besar sehingga volum yang ditempati

per partikel besar ( sangat besar). Akibatnya pada kondisi suhu tinggi dan

kerapatan fermion rendah terpenuhi 3/ 0. Tetapi 3

/ = f3/2(z) sehingga pada

kondisi sini f3/2(z) 0. Berdasarkan Gambar 5.1, f3/2(z) 0 manandakan z 0.

Dengan demikian, berdasarkan persamaan (5.24) kita dapat melakukan aproksimasi

f3/2(z) pada z 0, yaitu (dengan mengambil hanya dua suku)

2/3

2

2/32

)(z

zzf

atau

2/3

23

2

zz

v

(5.29)

Untuk mencari solusi bagi z pada persamaan (5.29) kita lakukan operasi

rekursif sebagai berikut. Dari persamaan (5.38) kita dapat menulis

2/3

23

2

z

vz

Proses rekursif dilakukan dengan memasukkan z pada bentuk di atas ke dalam z

pada suku kedua sehingga

Page 137: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 130 -

3

4

2/3

23

2/3

23

2/3

32

2/3

23

2/3

3

222

1

2

1

22

1 z

v

z

vv

z

vvz

23

2/3

3

2

1

vv

(5.30)

Selanjutnya kita mendapatkan jumlah rata-rata sistem pada keadaan energi

ke-i, yaitu

i

i

ze

zeni

1 (5.31)

Mengingat = -1/kT dan ketika T terjadi 1ize maka

kT

iii

i

ev

zeze

n/

3

01

(5.32)

Persamaan (5.32) merupakan persamaan distribusi Maxwell-Boltmann

(partikel klasik). Ini berarti pada suhu tinggi dan kerapatan rendah fermion

berperilaku sebagai partikel klasik. Ketika membahas fermion pada suhu tinggi dan

kerapatan rendah sebenarnya kita dapat langsung menggunakan statsitik klasik,

yaitu Maxwell-Boltzmann, untuk menghindari kerumitan statistik Fermi-dirac.

Persamaan keadaan dapat diperoleh sebagai berikut. Pada nilai z 0

maka aproksimasi untuk f5/2(z) menurut persamaan (5.18) adalah z- z2/2

5/2. Dengan

demikian aproksimasi untuk persamaan keadaan pada suhu tinggi tersebut adalah

2/5

2

32/53 2

1)(

1 zzzf

kT

P

2

3

2/52

6

2/5

3

3 2

11

2

11

vvvv

Page 138: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 131 -

atau

vkT

Pv 3

2/52

11

(5.33)

Suku kedua di sebelah kanan sangat kecil sehingga praktis Pv/kT 1 yang

merupakan persamaan keadaan gas ideal klasik.

5.3 Aplikasi Suhu Rendah dan Kerapatan Tinggi

Untuk kondisi ini berlaku 3/v >> 1 sehingga kita dapat menggunakan

aproksimasi persamaan (5.28). Dengan aproksimasi ini maka kita peroleh

2/33

ln3

4z

v

atau

3/23

4

3ln

vz

(5.34)

Mengingat ez maka

3/23

4

3

v

(5.35)

Tetapi 2/1

2

mkT

sehingga

mkTvvkT

2

4

3

4

33/2

2

3/2

atau

3/2

4

32

vm

(5.36)

Page 139: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 132 -

Jumlah sistem yang menempati keadaan energi ke-i adalah

1

1

1

1)(1

ii eez

ni (5.37)

Jika i < maka ketika T 0 atau - terjadi 1in . Sebaliknya jika i >

maka ketika ketika T 0 atau - terjadi 0in . Berikutnya kita akan bahas

beberapa aplikasi gas fermi.

5.4 Teori Bintang Katai Putih

Kita mulai pembahasan tentang teori klasik yang diterapkan pada bintang.

Bintang dianggap sebagai sebuah bola gas. Bintang yang memiliki massa M dan

jari-jari R mempunyai energi potensial gravitasi yang memenuhi persamaan

R

GMU

2

5

3 (5.38)

dengan G = 6,67 10-11

N m2/kg

2 (konstanta gravitasi universal). Penggunaan

persamaan di atas menyaratkan bahwa massa jenis bintang tersebar secara homogen

(rapat massa di mana-maan konstan). Namun, realitasnya tidak demikian. Massa

jenis umumnya makin besar ketika menuju ke pusat bintang. Pusat bintang memiliki

massa jenis paling besar. Tetapi sebagai aproksimasi awal (tentu dengan sejumlah

kesalahan) kita asumsikan bahwa massa bintang terdistribusi secara homogen.

Tampak dari persamaan (5.38) bahwa makin kecil ukuran bintang maka

energi potensial gravitasinya makin kecil. Karena kondisi stabil adalah kondisi

dengan energi yang makin kecil maka energi potensial gravitasi cenderung makin

memperkecil ukuran bintang (bintang makin mengkerut). Namun, kecenderungan

bintang untuk mengkerut dilawan oleh tekanan dari dalam. Dengan asumsi bahwa

gas penyusun bintang besifat menyerupai gas ideal maka tekanan gas dalam bintang

Page 140: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 133 -

memenuhi persamaan gas ideal

V

NkTP (5.39)

dengan N adalah jumlah atom penyusun bintang.

Jika massa rata-rata satu atom penyusun bintang adalah m maka N = M/m.

Dengan demikian tekanan dari dalam bintang dapat diaproksimasi dengan

m

kT

m

kT

V

M

V

kT

m

MP

(5.40)

dengan adalah rapat massa bintang.

R

r

Gambar 5.2 Permukaan Gauss untuk menentukan percepatan

gravitasi pada jarak r dari pusat bintang.

Tekanan gravitasi yang dihasilkan di pusat bintang dianggap sama dengan

tekanan hidrostatis gas (fluida) penyusun bintang. Tekanan hidrostatis pada jarak r

dari pusat bintang memenuhi persamaan

Page 141: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 134 -

)(rgdr

dP (5.41)

dengan g(r) adalah percepatan gravitasi pada jarak r dari pusat bintang. Percepatan

tersebut dapat dihitung dengan hukum Gauss sebagai berikut

r

rS

dMGAdrg0)(

4)(

(5.42)

dengan S(r) adalah permukaan Gauss yang berbentuk permukaan bola yang

berjari-jari r (lihat Gambar 5.2). Kita sudah asumsikan bahwa massa bintang

tersebar secara homogen sehingga integral di atas menghasilkan

32

3

44)4)(( rGrrg

atau

rGrg 3

4)( (5.43)

Dengan demikian, persamaan tekanan hidrostatis menjadi

rGdr

dP 2

3

4

atau

CrGP 22

6

4 (5.44)

Kita ambil syarat batas bahwa tekanan gas di permukaan bintang (r = R) adalah nol

sehingga diperoleh C = -(4/6)G2R

2. Akhirnya, tekanan gas pada berbagai posisi di

dalam bintang memenuhi

Page 142: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 135 -

222

6

4)( rRGrP (5.45)

Kita bermaksud mencari tekanan gas di pusat bintang akibat gravitasi.

Dengan menggunakan persamaan (5.45) tekanan gas di pusat bintang adalah

R

MG

RRGRGP

2

1

3

4

2

1

6

4)0( 322

(5.46)

Jari-jari Keseimbangan Bintang

Kita dapat memprediksi jari-jari kesetimbangan bintang dengan dua cara.

Cara pertama adalah menyamakan tekanan hidrostatis yang dihasilkan bintang

dengan tekanan gas ideal. Cara kedua adalah menyamakan tekanan hidrostatis

bintang dengan tekanan radiasi.

Jari-jari Keseimbangan Gas Ideal

Jika tekanan ini disamakan dengan tekana gas ideal (dalam kondisi

seimbang) maka

R

GM

m

kT

2

1

atau

R

GMmkT

2

1 (5.47)

Dari persamaan ini maka kita peroleh jari-jari setimbang bintang kira-kira

memenuhi

kT

GMmR

2

1 (5.48)

Dengan menggunakan persamaan (5.46) maka energi termal semua atom

Page 143: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 136 -

penyusun bintang sekitar

URGMRGMNmNkTTE /2

1/

2

1)( 2 (5.49)

Tampak bahwa energi termal semua atom penyusun bintang kira-kira sama dengan

energi potensial gravitasi.

Jari-jari Keseimbangan Radiasi

Pada Bab 6 kita akan bahas tekanan yang dilakukan oleh radiasi. Reaksi

nuklir dalam bintang memancarkan gelombang elektromagnetik ke segala arah.

Pancaran radiasi tersebut menghasilkan tekanan yang memenuhi

3

42

)(

)(

45 c

kTPr

(5.50)

Samakan tekanan ini dengan tekanan di pusat bintang (persamaan (5.46)) maka

diperoleh

R

GM

c

kT

2

1

)(

)(

45 3

42

atau jari-jari setimbang bintang memenuhi

4

2

2 )(

)(

2

45

kT

cGMR

(5.51)

Perkiraan Parameter-parameter Bintang Katai Putih

Sekarang kita fokuskan pembahasan pada bintang katai putih. Bintang

katai putih adalah bintang yang sudah kehabisan bahan bakar hidrogen. Tidak ada

reaksi fusi lebih lanjut. Materi penyusun bintang hanyalah helium. Sumber energi

bintang semata-mata karena energi gravitasi yang berasal dari kontraksi bintang

Page 144: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 137 -

secara perlahan-lahan. Energi yang dipancarkan sangat sedikit sehingga bintang

tampak putih remang-remang. Contoh bintang ini adalah pengiring Sirius. Bintang

ini tidak tampak oleh mata karena terlalu redup tetapi secara periodik menutup

Sirius. Bintang ini dan Sirius berotasi mengelilingi pusat massa keduanya.

Perkiraan besaran-besaran fisis bintang katai putih adalah kerapatan 1010

kg/m3 10

7 M, massa 10

30 kg MM, suhu pusat 10

7 K TM. Suhu sebesar 10

7

K berkaitan dengan energi termal sebesar kT 1,3 10-16

J 103 eV. Pada suhu ini

semua atom helium terionisasi. Bintang katai putih dapat dipandang sebagai

kumpulan inti helium dan electron-elektron yang berberak bebas.

Berdasarkan data kerapatan bintang kita dapat memperkirakan jumlah

atom helium per satuan volum. Massa atom helium adalah 4 (1,67 10-27

kg) 6

10-27

kg. Jumlah atom helium per satuan volum adalah

37

2710

6

1

106

HeN atom/m

3.

Satu atom helium menyumbang dua elektron. Dengan demikian, kerapatan electron

adalah

37103

12 HeNn electron/m

3

Kerapatan ini melahirkan energi fermi sebesar

2/32/3

4

32

4

32

n

mvmF

20 MeV

Tampak bahwa energi fermi jauh lebih besar daripada energi termal (F >>

kT). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam bintang katai putih, electron

menempati tingkat-tingkat energi paling dasar, jauh di bawah energi fermi. Keadaan

ini sangat mirip dengan assembli electron yang berada pada suhu mendekati nol.

Jadi meskipun suhu bintang katai putih sangat tinggi, tetapi kerapatan yang luar

Page 145: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 138 -

biasa tinggi menyebabkan energi fermi sangat besar. Energi yang dimiliki electron

sangat jauh di bawah energi fermi. Dari sifat ini kita dapat lakukan idealisasi

sebagai berikut

a) Bintang katai putih adalah assembli N elektron pada keadaan dasar dengan

kerapatan sangat tinggi sehingga dinamika electron harus dijelaskan secara

relativistic.

b) Elektron bergerak dalam background N/2 buah inti helium yang melakukan

gaya gravitasi sehingga seluruh system menyatu membentuk bintang.

Teori Sederhana

Mari kita membahas fenomena bintang katai putih dengan teori yang

sederhana. Karena massa elektron sangat kecil dibandingkan dengan massa proton

atau netron maka energi kinetik dalam bintang yang menghasilkan tekanan

didominasi oleh energi yang dimiliki elektron. Karena suhu bintang sangat tinggi

maka laju elektron sangat besar sehingga energi kinetik harus dinyatakan dalam

formula relativistik, yaitu

2

0

2/12242

0 cmcpcmK (5.52)

Kita asumsikan bahwa momentum elektron mendekati momentum fermi

yaitu

3/1

8

3

V

Nhp

(5.53)

Dengan momentum sebesar ini maka energi kinetik elektron jauh melebihi energi

diam (m0c2). Dengan demikian kita dapat melakukan aproksimasi

3/13

)(2

1

V

NhcpcK

(5.54)

Page 146: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 139 -

Energi kinetik total elektron memenuhi

3/13

)(8

3

4

3

V

NhcNKNK eetot

(5.55)

Jika digabung dengan energi potensial gravitasi maka diperoleh energi total bintang

sebagai

UKE tottot

R

GM

V

NhcN e

e

23/1

5

33)(

8

3

(5.56)

Pada persamaan (5.56) Ne adalah jumlah elektron. Jumlah elektron persis

sama dengan jumlah proton. Misalkan jumlah nukleon (proton + netron) penyusun

bintang berjumlah N maka jumlah elektron adalah Ne = xN dengan 0 < x < 1. Massa

bintang memenuhi M Nmp jika diasumsikan massa proton kira-kira sama dengan

massa neutron. Persamaan energi total menjadi

R

mGN

V

xNxNhcE

p

tot

223/1

5

33)(

8

3

(5.57)

Mengingat V = (4/3)R3 maka

R

mGNxN

R

xNhcE

p

tot

223/1

2 5

3

4

9

8

3

(5.58)

Berdasarkan persamaan (5.58) Etot makin berharga negatif dengan

mengecilnya R jika 3/1

2

22

4

9)(

8

3

5

3

xNxNhcmGN p

. Makin kecil R maka makin

mengecil energi sehingga bintang terus-menerus mengerut tanpa henti. Pengerutan

makin cepat jika N makin besar (atau massa bintang makin besar). Pengerutan akan

berhenti jika ada batas bawah untuk N. Kita sebut batas bawah tersebut adalan Ncr.

Page 147: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 140 -

Saat pengkerutan berhenti maka terpenuhi

3/1

2

22

4

9)(

8

3

5

3

crcrpcr xNhcxNmGN

atau

2/3

3

2

8

5

2

3

G

hc

m

xN

p

cr

(5.59)

Sebagai contoh, saat bintang kehabisan hidrogen, nukleon yang ada pada

bintang hanya inti helium. Jumlah proton persis sama dengan setengah jumlah

nukleon. Dengan demikian jumlah elektron persis sama dengan setengah jumlah

nukleon, atau x = 1/2. Dengan menggunakan mp = 1,67 10-27

kg, h = 6,625 10-34

dan c = 3 108 maka perkiraan jumlah kritis nukleon agar bintang stabil adalah Ncr

2 1057

nukleon. Dengan demikian, massa kritis bintang agar tidak terus

mengkerut adalah Mcr = Ncrmp 3,4 1030

kg. Massa matahari adalah 2 1030

kg.

Dengan demikian massa kritis bitang sekitar 1,7 kali massa matahari. Perhitungan

lebih seksama oleh Changrasekhar menghasilkan massa kritis 1,4 kali massa

matahari. Nilai ini disebut limit Chadrasekhar.

Teori Ensembel Bintang Katai Putih

Sekarang kita akan membahasa teori bintang katai putih berangkat dari

konsep ensembel grand kanonik untuk fermion. Ada tiga mekanisme yang harus

diperhitungkan secara bersamaan pada bintang katai putih, yaitu tekanan elektron

akibat ekslusi Pauli, hukum gravitasi, dan dinamika relativistik. Gambar 5.3 adalah

komponen-komponen tekanan yang berperan dalam bintang normal dan bintang

katai putih.

Page 148: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 141 -

Gaya oleh radiasiGaya oleh gravitasi Gaya oleh eksklusi Pauli

Gaya oleh gravitasi

Gambar 5.3 (kiri) Pada bintang normal ukuran bintang

dihasilkan dari kompetisi antara gaya gravitasi dan gaya radiasi

dan (kanan) pada bintang katai putih dkuran bintang dihasilkan

dari kompetisi antara gaya gravitasi dan gaya ekslusi Pauli

(globe-views.com, astronomiamo.it).

Kita mulai dengan menentukan energi total relativistik yang dimiliki

elektron yang memiliki momentum p , yaitu

222 )()( pccmep (5.60)

Page 149: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 142 -

dengan em adalah massa diam elektron. Kita menggunakan persamaan relativistik

karena suhu sangat tinggi sehingga laju elektron sangat besar. Pada persamaan

(5.60) kita mengabaikan energi potensial. Pada suhu yang sangat tinggi, energi

kinetik elektron sangat besar. Akibatnya energi kinetik jauh melampaui energi

potensial coulomb elektron sehingga energi potensial dapat diabaikan.

Walaupun suhu bintang katai putih sangat tinggi, namun energi termal

elektron sangat jauh di bawah energi Fermi. Kelakuan bintang katai putih

menyerupai assembli dengan suhu mendekati nol. Pada suhu mendekati nol maka

sistem menempati tingkat-tingkat energi rendah. Batas teratas energi yang ditempati

adalah energi fermi. Dengan demikian, energi total assembli gas fermi pada pada

bintang katai putih dapat didekati dengan

0

)(2p

ppfE

F

F

pp

p

p

p

p pfpf )(2)(20

(5.61)

Faktor 2 dimasukkan karena tiap tingkat energi ditempati oleh dua electron dengan

arah spin berlawanan. Karena pada suhu mendekati nol fungsi distribusi

Fermi-Dirac memenuhi

F

F

pp

pppf

0

1)( (5.62)

Maka kita dapat menulis

Fp

p

pE0

2 (5.63)

Penjumlahan pada persamaan (5.63) dapat diganti dengan integral dengan

terlebih dahulu melakukan transformasi sebagai berikut

Page 150: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 143 -

PFpp

p

dpph

V

0

2

30

)4((...)(...)

Dengan transformasi tersebut maka persamaan (5.63) menjadi

Pp

e dpppccmh

VE

0

2222

3)()(

8 (5.64)

Untuk menyelesaikan integral (5.64) kita ganti vasiabel berikut ini pc/mec2

= x. Dengan penggantian variabel tersebut kita dapatkan p = mecx, dp = mecdx, dan

pF = mecxF,. Dengan permisalan di atas maka persamaan (5.64) menjadi

Pp

e

e dppcm

pcm

h

VE

0

2

2

2

31

8

Fx

eee cdxmcxmxcmh

V

0

222

31

8

Fx

e dxxxcmh

V

0

2254

31

8 (5.64)

Energi rata-rata yang tiap elektron adalah

Fx

e dxxxcmh

NV

N

E

0

2254

31

)/(8

)()(8

32

54

3

54

Fe

Fe xf

cvmxf

h

cvm

(5.65)

dengan

Page 151: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 144 -

Fx

F dxxxxf0

22 1)( (5.74)

Sekarang kita eksplorasi dua kasus ekstrim yaitu untuk xF <<1 dan xF >>

1.

a) Jika xF <<1 maka pada semua daerah integrasi kita dapat melakukan aproksimasi

...2

111 22 xx

...10

1

3

1...

2

1...

2

11)( 53

0

42

0

22

FF

xx

F xxdxxxdxxxxfPF

...

10

31

3

1 23

FF xx (5.75)

b) Sebaliknya, jika xF >> 1 kita dapat menulis sebagai berikut

FF xx

F dxxxdxxxdxxxxf

22

0

22

0

22 111)(

di mana adalah bilangan yang cukup besar dibanding dengan satu tetapi jauh

lebih kecil dari xF (1 << < xF). Dengan sifat tersebut kita dapat mengaproksimasi

)2/11()/11(1 22/122 + 1/2. Karena pada integral di ruas

kanan semua x > maka untuk semua x kita dapat mengaproksimasi suku yang

mengandung akar dengan x + 1/2x. Dengan demikian integral dapat diaprokasimasi

menjadi

Fx

F dxxxxdxxxxf

2/11)( 2

0

22

Page 152: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 145 -

FF xx

xxdxxxdxxxdxxx

24

0

223

0

22

4

1

4

112/1

2424

0

22

4

1

4

1

4

1

4

11

FF xxdxxx

Mengingat << xF maka suku-suku yang mengandung dapat dibuang (karena

jauh lebih kecil daripada suku-suku yang mengandung xF) dan kita dapat melakukan

aproksimasi lebih lanjut sebagai berikut

2

424 11

4

1

4

1

4

1)(

F

FFFFx

xxxxf (5.75)

Misalkan massa total bintang M dan jari-jarinya R maka

)22(22

npeHee mmN

NmmN

NmM (5.78)

Karena mn mp dan me << mp maka

pNmM 2 (5.79)

3

3

4RV

atau

3/1

4

3

VR (5.80)

M

Rm

mM

R

N

Vv

p

p

33

3

8

2/

3/4 (5.81)

Page 153: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 146 -

R

M

m

M

cRmvcmx

pee

F

3/13/13/1

2

8

93

(5.82)

dengan

pm

MM

8

9 (5.83)

cm

RR

e/ (5.84)

Perlu diketahui bahwa /mec adalah panjang gelombang Compton. Jadi R adalah

jari-jari bintang dalam satuan panjang gelombang Compton.

Dari energi assembli kita dapat menghitung tekanan yang dilakukan oleh

gas fermi sebagai berikut

)(

22

54

Feo

fermi xfNvcm

VV

EP

)(22

54

Fe xvf

v

cm

v

xfvxf

cm FF

e )()(

22

54

v

x

x

xfvxf

cm F

F

FF

e )()(

22

54

(5.85)

Dengan menggunakan (5.77) maka

22 1)(

FF

F

F xxx

xf

Page 154: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 147 -

3/13/12

3/12

33

v

cmvcmx

ee

F

v

xv

cmvv

cmv

x F

ee

F

33

3

13

3

1 3/13/123/43/12

Jadi

v

xxvxxf

cmP F

FFFe

fermi3

1)( 22

22

54

)(1

3

1 23

22

54

FFFe xfxxcm

(5.86)

Tekanan non Relativistik

Untuk kasus nonrelativistik di mana xF << 1 kita gunakan f(xF) pada

persamaan (5.75) dan diperoleh

...

10

31

3

1...

2

11

3

1 2323

22

54

FFFFe

fermi xxxxcm

P

5

22

5455

22

54

1510

1

6

1F

eFF

e xcm

xxcm

5

3/5

5

4

R

MK (5.87)

Tekanan Relativistik

Untuk kasus relativistik di mana xF >>1 1Fx kita gunakan f(xF) pada

persamaan (5.76) dan diperoleh

Page 155: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 148 -

...

11

4

111

3

12

4

2

3

22

54

F

F

F

FFe

fermix

xx

xxcm

P

...

4

1

4

1...

2

11

3

1 24

2

4

22

54

FF

F

Fe xx

xx

cm

24

22

54

12

1

12

1FF

e xxcm

24

22

54

12FF

e xxcm

2

3/2

4

3/4

R

M

R

MK (5.88)

dengan

3

2

2

12

cmcmK ee

(5.89)

Kondisi Keseimbangan

Kita akan mencari kondisii kesetimbang sebagai berikut. Kondisi

setimbang terjadi jika gaya dari arah dalam yang berasal dari tekanan fermion sama

dengan gaya dari arah luar akibat gravitasi. Kita lakukan proses berikut ini.

Misalkan tidak ada interaksi gravitasi. Kerapatan materi bintang akan

homogen dan materi bintang akan tersebar dalam ruang yang tak berhingga.

Gravitasilah yang memyebabkan kerapatan materi makin besar ketika menuju ke

pusat bintang. Gravitasilah yang menyebabkan bintang memiliki batas terluar, yaitu

tidak tersebar dalam ruang tak berhingga. Apabila gravitasi tidak ada maka agar

bintang memiliki batas terluar yang jelas diperlukan dinding pembatas untuk

menahan materi. Kerja yang diperlukan untuk mengkompresi materi bintang ke

bentuk yang memiliki massa dan jari-jari tertentu sehingga memiliki tekanan Po

adalah

Page 156: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 149 -

R

rdFW

R

o drrP )4( 2 (5.90)

Sekarang bayangkan interaksi gravitasi tiba-tiba di-ON-kan.

Bagian-bagian bintang akan saling tarik menarik sehingga menghasilkan penurunan

energi. Jumlah penurunan energi tersebut disebut gravitational self energy.

Besarnya energi tersebut dapat diperkirakan sebagai berikut.

Energi potensial gravitasi (gravitation self energy) bintang diberikan oleh

persamaan (5.47). Karena ukuran bintang tidak lagi berubah maka gaya yang

dilakukan oleh gravitational self energy harus tepat sama dengan gaya yang

dilakukan “oleh dinding artifisial bintang”. Dengan kata lain, gaya oleh “dinding

artifisial” tersebut berasal dari gaya gravitasi. Gaya oleh dinding bintang adalah

R

odinding drrPdR

d

dR

dWF )4( 2

24 RPo (5.91)

Gaya oleh gravitional self energy adalah

2

2

5

3

R

MG

dR

dUFself (5.92)

Kedua gaya tersebut sama besar, selfdinding FF , sehingga

2

22

5

34

R

MGRPo

atau

Page 157: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 150 -

4

2

20

3

R

MGPo

4

242

9

8

20

3

R

M

h

cmmG ep

4

2

'R

MK (5.93)

dengan

42

9

8

20

3'

h

cmmGK ep

(5.94)

Bintang katai putih memiliki kerapatan sangat tinggi sehingga memenuhi

persamaan relativistic (xF >> 1). Tekanan gas fermi, Pfermi, pada kondisi ini

memenuhi persamaan (5.88). Samakan Po pada persamaan (5.93) dengan Pfermi pada

persamaan (5.88) maka diperoleh

2

3/2

4

3/4

4

2

'R

M

R

MK

R

MK

yang akhirnya memberikan ungkapan jari-jari bintang katai putih

3/22/3 )/(1 oMMMR (5.95)

dengan

2/3

2

2/3

2/3

192

135'/

p

oGm

cKKM

(5.96)

Gambar 5.4 adalah plot jari-jari bintang karai putih sebagai fungsi massa menurut

Page 158: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 151 -

persamaan (5.95). Dengan memasukkan nilai konstanta yang sudah baku maka

diperoleh 57

0 103.7 M . Atau dalam satuan kilogram diperoleh o

p

o Mm

M9

8

3,43 1030

kg. Karena massa matahari adalah 2 1030

kg maka M0 1,7 massa

matahari.

0/ MM

R

0

0.05

0.1

0.15

0.2

0.25

0.3

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2

Gambar 5.3 Plot jari-jari bintang karai putih sebagai fungsi

massa yang dihitung menggunaan persamaan (5.95). satuan

jari-jari masih sembarang.

Dari persamaan (5.95) tampak bahwa tidak ada solusi jika oMM . Hasil

ini mengindikasikan bahwa tidak mungkin bintang katai putih memiliki massa lebih

besar daripada massa matahari. Ada batas terbesar massa bintang agar menjadi katai

putih.

Page 159: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 152 -

Gambar 5.4 Kebergantungan jari-jari bintang katai putih

terhadap massa awal bintang berdasarkan teori yang lebih teliti.

Massa pada sumbu datar dinyatakan dalam satuan massa

matahari sedangkan jari-jari pada sumbu vertikal dinyatakan

dalam satuan jari-jari matahari (cpp.edu).

Teori yang lebih teliti yang dibangun para ahli memberikan kurva yang

berbeda dengan kurva pada Gambar 5.3. Sebagai contoh ditunjukkan bahwa

jari-jari bintang katai putih adalah fungsi monoton turun terhadap massa bintang

dan mencapai nilai kritis ketika massa bintang sekitar limit Chandrasekhar.

Gambar 5.4 adalah kurva teoretik dan sejumlah data eksperimen tentang bintang

katai putih.

Page 160: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 153 -

5.5 Diamagnetisme Landau

Sekarang kita akan bahas aplikasi gas fermi untuk menjelaskan fenomena

diamagnetisme. Dengan menggunakan mekanika statistik klasik, fenomena

diamagnetisme tidak muncul. Fenomena ini muncul ketika atom-atom dipandang

secara mekanika kuantum. Diamagnetisme muncul akibat kuantisasi orbital

atom-atom. Dalam mekanika klasik, kuantisasi orbital atom tidak ada.

Elektron-elektron dianggap mengelilingi inti dalam orbit sembarang sehingga

meniadakan efek diamagnetisasi. Pada bagian ini kita akan jelaskan fenomena

diamagnestisme dalam konsep ensembel grand kanonik untuk fermion.

Kita mulai dari definisi susseptibilitas magnetik yang memenuhi

persamaan

B

M

(5.97)

dengan M adalah magnetisasi. Jika Mi adalah magnetisasi assembli ke-i maka

momen magnetik total assembli ke-i adalah tot,i = MiV. Dengan demikian, energi

magnetik assembli ke-i adalah Ei = -tot,iB = -MiVB. Magnetisasi rata-rata assembli

memenuhi

i

VBM

i

VBM

i

i

E

i

E

i

i

i

i

i

e

eM

e

eM

M

i

VBM

i

VBM

i

VBM

i

VBM

i

i

i

i

e

eB

Ve

eBV

1

1

i

VBM ieBV

ln

1

NZBV

kTln

(5.98)

Page 161: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 154 -

Suatu assembli disebut diamagnet jika < 0 dan paramagnetik jika > 0. Tabel 5.1

adalah susseptibilitas sejumlah bahan diamagnetik.

Tabel 5.1 Susseptibilitas sejumlah bahan diamagnetik (dari berbagai

sumber)

Bahan Susseptibilitas (m3/kg)

Bismuth -1,66 10-5

Tembaga -9,8 10-6

Intan -2,2 10-5

Emas -3,6 10-5

Timbal -1,7 10-5

Air raksa -2,9 10-5

Nitrogen -5,0 10-9

Perak -2,6 10-5

Silikon -4,2 10-6

Sifat magnetik suatu zat secara dominan dipengaruhi oleh

elektron-elektron dalam zat tersebut, baik elektron bebas maupun elektron yang

terikat pada atom. Di bawah pengaruh medan magnetik luar elektron akan bergerak

dalam orbit yang terkuantisasi dan spin elektron cenderung mengambil arah sejajar

dengan arah medan. Inti atom memberi kontribusi yang sangat kecil pada sifat

magnetik bahan sehingga sering diabaikan. Penyearahan spin yang sejajar medan

magnetik luar memberi kontribusi pada efek paramagnetisme. Sedangkan gerak

elektron dalam orbital terkuantisasi memberi efek pada fenomena diamagnetisme.

Kuantisasi Jari-jari Orbit dan Energi

Sekarang kita fokuskan pembahasan pada fenomena diamagnetisme.

Elektron dianggap tidak berspin (keberadaan spin diabaikan). Hal ini dapat

dilakukan karena efek yang akan kita pelajari bukan penyearahan spin oleh medan

luar tetapi kuantisasi orbit elektron oleh medan luar. Penyerahan spin hanya

menghasilkan efek paramagnetisme atau ferromagnetisme. Misalkan terdapat N

Page 162: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 155 -

elektron yang berada dalam ruang bervolum V. Ruang di sini bisa saja berupa

potongan logam. Jadi tidak harus assembli yang isinya hanya gas elektron bebas. Di

dalam ruang tersebut diterapkan medan magnetik luar B

. Menurut teori kuantum

klasik, terkuantisasi orbit partikel memenuhi persaman

hjrdp )2/1(

(5.99)

dengan j = 0, 1, 2,… merupakan bilangan kuantum orbital.

Antara satu elektron dengan elektron lain dianggap tidak ada interaksi.

Dengan demikian, ketika membangun hamiltonian yang menjelaskan gerak elektron,

kita cukup membangun hamiltonian elektron tunggal. Komponen hamiltonian hanya

energi kinetik elektron. Hamiltonian elektron tunggal dalam medan magnetik

memenuhi persamaan

2

2

1),(

A

c

ep

mrpH

(5.100)

dengan A

adalah vektor potensial. Sudah kita pelajari di kuliah listrik magnet atau

elektrodinamika bahwa vektor potensial memenuhi persamaan

AB

(5.101)

Jika tidak ada gerakan elektron sejajar medan magnet maka bentuk orbit

electron berupa lingkaran dengan jari-jari a. Gaya yang dialami elektron adalah

gaya Lorentz yang arahnya tegak lurus kecepatan (menuju ke pusat lingkaran).

Gaya ini kita kenal dengan gaya sentripetal. Gaya tersebut tidak mengubah laju

elektron tetapi hanya mengubah arah sehingga berbentuk lingkaran. Laju elektron

selalu konstan dan memenuhi,

c

Bve

a

vm

2

Page 163: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 156 -

atau

mc

eaBv

(5.102)

Partikel bermuatan yang bergerak dalam medan magnet memiliki dua

komponen momentum. Komponen pertama disumbang oleh kecepatannya sendiri

dan komponen kedua disumbang oleh vektor potensial medan. Momentum total

(kanonik) elektron dalam medan magnet memenuhi

Ac

evmp

(5.103)

Dengan menggunakan momentum pada persamaan (5.103) maka persamaan

kuantisasi (5.99) dapat ditulis menjadi

hjrdAc

evm )2/1(

hjrdAc

erdvm )2/1(

Karena v

menyinggung lingkaran rd

adalah perpindahan posisi elektron

(juga menyinggung lingkaran) maka v

dan rd

selalu sejajar. Oleh karena itu

suku pertama di ruas kiri persamaan di atas menjadi

)2( avmdrvmrdvm

Integral kedua di ruas kiri diselesaikan dengan menggnakan hukum Stokes berikut

ini

Page 164: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 157 -

)()( 2aBSdBSdArdA

Dengan demikian persamaan kuantisasi orbital dapat ditulis menjadi

hjaBc

eavm )2/1()()2( 2

hjaBc

ea

mc

eaBm )2/1()()2( 2

hjaBc

e)2/1()( 2

atau

hjeB

ca )2/1(2

(5.104)

Persamaan (5.104) dengan jelas memperlihatkan kuantisasi jari-jari orbital.

Besar jari-jari orbital memenuhi a (j +1/2)1/2

. Jari-jari orbital makin kecil jika

medan yang diterapkan makin besar. Jika medan yang diterapkan mendekati nol

maka jari-jari orbit menuju tak berhingga. Jari-jari tak berhingga tidak lain

menyatakan lintasan berbentuk garis lurus.

Setelah mendapatkan kuantisasi jari-jari orbital maka kita dapat

menurunkan kuantisasi energi. Energi yang dimiliki elektron dalam medan

magnetik hanya energi kinetik. Medan magetik tidak memberi kontribusi energi

pada partikel bermuatan. Apabila elektron hanya memiliki komponen kecepatan

yang tegak lurus medan magnetik maka energi kinetik yang berkaitan dengan

keadaan orbital ke-j adalah

2

222

2

1

2

1

2

1a

mc

eBm

mc

eaBmvm

Page 165: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 158 -

hj

eB

c

mc

eBm )2/1(

2

12

)2/1()2/1(2

1 j

mc

eBhj

mc

eB

(5.105)

Namun, jika elektron memiliki juga komponen kecepatan yang sejajar medan

magnetik maka komponen kecepatan yang sejajar medan tidak terkuantisasi. Energi

kinetik total electron sama dengan jumlah energi terkuantisasi dalam arah x dan y

(dalam bidang tegak lurus medan) serta energi kinetik dalam arah z (bersifat

kontinu), yaitu

m

pj

mc

eBjp z

z2

)2/1(),(2

(5.106)

di mana pz adalah momentum dalam arah z (sejajar medan magnet).

Selanjutnya kita akan mencari degenerasi energi (pz,j). Degenerasi

tersebut dapat ditentukan dengan membandingkan ungkapan energi kinetik dalam

bidang yang tegak lurus medan, yaitu 22

2

1yx pp

m dengan ungkapan energi

kinetik pada persamaan (5.106). Dengan adanya medan magnet maka gerak bebas

(gerak yang bersifat kontinu) dalam bidang x dan y menjadi terkuantisasi dengan

energi )2/1( jmc

eB. Dalam medan magnet, elektron tidak bisa lagi memiliki

momentum arah x dan y sembarang. Momentum arah x dan y harus tertentu

sehingga energi kinetiknya sama dengan (5.105). Ini berarti, dalam diagram px dan

py lintasan elektron akan berupa lingkaran dengan jari-jari R. Jari-jari R tersebut

adalah besar momentum total elektron dalam bidang (x,y). Dengan demikian

jari-jari tersebut memenuhi 222

yx ppR . Karena energi kinetik total dalam bidang

(x,y) memenuhi persamaan (5.105) maka haruslah

Page 166: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 159 -

)2/1(2

2

jmc

eB

m

R j

atau

)2/1(22 j

c

eBR j

(5.107)

px

py

Rjpx

py

Rj

Gambar 5.6 Kuantisasi orbit elektron dalam bidang (x,y).

Momentum dalam arah x dan y terikat oleh persamaan 222

yx ppR . Dengan demikian energi kin etik total dalam

bidang (x,y) adalah R2/2m.

Perhatikan Gambar 5.6. Luas daerah antara dua lintasan berurutan, yaitu

lintasan ke-j dan dan ke-j+1 adalah

22

1 jj RRA

Page 167: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 160 -

)2/1(2

)2/1]1([2

jc

eBj

c

eB

c

eB2 (5.108)

Tampak dari persamaan (5.108) bahwa luas daerah antara dua orbit berdekatan

selalu konstan, tidak bergantung pada bilangan kuantum j. Ini berimplikasi bahwa

makin ke arah luar maka lingkaran orbital makin rapat untuk menjamin luas daerah

antar lingkaran tetap sama.

Saat medan magnet tidak ada, keadaan-keadaan dalam ruang fase tersebar

secara merata dalam bidang px dan py. Namun, ketika medan magnet diberikan,

keadaan-keadaan dari daerah seluas A sesuai dengan persamaan (5.108) terkumpul

pada lintasan kuantisasi saja. Jadi, penerapan medan magnet menyebabkan keadaan

yang tersebar dalam daerah seluas A ditempelkan ke lintasan kuantisasi. Berapa

degenerasi keadaan tersebut?

Misalkan kita memiliki sebuah silinder berongga dengan panjang pz. Sisi

dalam silinder dibatasi oleh orbital dengan bilangan kuantum j dan sisi luarnya

dibatasi oleh orbital dengan bilangan kuantum j+1. Menurut persamaan (5.108) luas

alas silinder adalah A = 2eB/c. Volum silinder dalam ruang momentum adalah

zzp pc

eBpAV

2 (5.109)

Volum silinder dalam ruang fasa tiga dimensi adalah perkalian antara volume dalam

ruang momentum dengan volume spasial yaitu

zpp pc

VeBVV

2 (5.110)

Volum terkecil ruang fasa tiga dimensi adalah h3. Jumlah keadaan di dalam silinder

Page 168: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 161 -

di atas adalah

z

pp

ch

VeB

hG

33

2 (5.111)

Ukuran terkecil ruang fasa dalam arah sumbu momentum pz adalah h.

Volume ruang fasa dalam arah sumbu z saja sama dengan perkalian panjang

momentum dalam arah sumbu z dan panjang spasial dalam sumbu z. Panjang

momentum dalam arah sumbu z adalah pz. Jika dianggap ukuran assembli dalam

arah x, y, dan z sama maka terpenuhi V = L3. Oleh karena itu panjang spasial dalam

arah sumbu z adalah L = V1/3

. Akhirnya, volum ruang fasa dalam arah sumbu z

adalah pzV1/3

. Kerapatan keadaan ruang fasa diukur dalam arah sumbu z saja

menjadi G’ = V1/3pz/h. Dari sini kita dapatkan bahwa kerapatan keadaan ruang fasa

dalam bidang (x,y) adalah

g = kerapatan ruang fasa dalam ruang (x,y,z) dibagi kerapatan ruang fasa

dalam ruang z saja

atau

hpV

chpVeB

G

Gg

z

z

/

/2

' 3/1

3

2

3/22

ch

VeB (5.112)

Tiap titik dalam ruang fasa mewakili satu keadaan dan semua keadaan

tersebut memiliki energi yang sama. Ini berarti, keberadaan medan magnetik

menyebabkan degenerasi g keadaan energi. Dengan adanya degenerasi tersebut,

energi elektron dapat ditulis dalam bentuk umum

m

pj

mc

eBjp z

z2

)2/1(),,(2

(5.113)

Page 169: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 162 -

dengan = {pz,j,}, j = 0, 1, 2, …, dan = 1, 2, 3, …, g. Dalam persamaan (5.113)

kita perkenalkan indeks untuk memperhitungkan degenerasi energi electron pada

orbital-orbital.

Fungsi grand partisi fermion adalah

)1( zeZG

atau

)1ln()1(lnln zezeZG

x

z

p

jp

j

g

ze],,[

01

1ln

(5.114)

Seperti sudah disebutkan di atas, untuk semua nilai besarnya energi

elektron sama. Dengan demikian penjumlahan terhadap indeks pada persamaan

(5.114) dapat diganti dengan perkalian tiap suku dengan bilangan degenerasi g. Jadi

kita dapatkan

x

z

p

jp

j

G zegZ],[

0

1lnln (5.115)

Untuk menyelesaikan (5.115) kita ganti pejumlahan terhadap pz dengan

integral dengan terlebih dahulu melakukan transformasi berikut ini

z

p

dph

V

z

3/1

(...)(...) . Dengan demikian persamaan (5.115) menjadi

0

],[3/1

1lnlnj

z

jp

G dpzeh

gVZ z (5.116)

Dari persamaan (5.116) kita dapat mencari jumlah rata-rata elektron dalam assembli

Page 170: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 163 -

sebagai berikut

0],[1

3/1

1

1ln

j

zjpG dpezh

gVZ

zzN

z (5.117)

Sekarang kita akan mengecek apa persyaratan yang harus dipenuhi oleh z.

Pada suhu yang sangat tinggi, yaitu T maka e-

= e/kT

1. Dengan demikian

0

1

3/1

1

1

j

zdpzh

gVN (5.118)

Agar hasil penjumlahan (5.118) tidak tak berhingga (karena N harus berhingga)

maka haruslah 1z jauh lebih besar daripada satu. Ini berarti nilai z harus jauh

lebih kecil daripada satu. Karena nilai z jauh lebih kecil daripada satu maka kita

dapat mengaproksimasi

],[],[1ln

jpjp zz zeze

Dengan demikian kembali ke persamaan (5.116) yang dapat diapkroksimasi sebagai

0

],[3/1

lnj

z

jp

G dpzeh

gVZ z

0

23/1

)2/1(2

expj

zz dpj

mc

Be

m

p

h

zgV

0

23/1

)2/1(exp2

expj

zz j

mc

Bedp

m

p

h

zgV

0

3/1

exp2

expj mc

Bej

mc

Bem

h

zgV

Page 171: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 164 -

mc

Bemc

Bem

h

zgV

exp1

1

2exp

3/1

mc

Be

mc

Be

m

h

zgV

2exp

2exp

13/1

xx

m

h

zgV

expexp

13/1

(5.119)

dengan

mc

Bex

2

(5.120)

Dalam kondisi di mana medan magnet yang diterapkan cukup lemah

diperoleh x << 1 sehingga

621

32 xxxe x

621

32 xxxe x

621

621

3232 xxx

xxxee xx

612

32

23 xx

xx

Dengan demikian, aproksimasi untuk fungsi partisi menjadi

6/12

1ln

2

3/1

xx

m

h

zgVZG

Page 172: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 165 -

x

xm

h

zgV

2

6/1 23/1

x

xm

h

VceBVz

2

6/1)2/( 23/13/2

Persamaan di atas dapat ditulis ulang sebagai

x

xm

ch

zeBZ

VG

2

6/1ln

1 2

2

22

2 26

11

)(

21

)(

2

22 kT

B

mc

em

hh

mz

22

3 26

11

22 kT

B

mc

ez

(5.121)

Suseptibilitas magnetik akhirnya menjadi

GZVB

kTB

Mln

12

2

2

3 226

mc

e

kT

z

(5.122)

Tampak jelas bahwa susseptibilitas magnetik bernilai negatif yang menunjukkan

fenomena diamagnetik.

Page 173: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 166 -

5.6 Efek de Hass-Van Alphen

Sekarang kita tinjau kelakuan gas fermi ideal pada suhu mendekati nol

mutlak. Salah satu fenomena yang menarik adalah efek de Hass-Van Alphen. Pada

bagian ini kita turunkan persamaan yang menjelaskan efek tersebut.

Kita mulai dengan menulis energi assembli pada suhu nol mutlak yaitu

MVBBEo (5.123)

Berdasaran bentuk energi tersebut, kita dapat menulis magnetisasi sebagai

B

E

VM o

1

Kemudian susseptibilitas magnetik memenuhi persamaan

2

21

B

E

VB

M o

(5.124)

Dengan keberadaan medan magnetik searah sumbu z maka elektron akan

bergerak secara bebas dalam arah sumbu z dan gerakannya terkuantisasi dalam

bidang x dan y. Sekarang kita melihat kasus khusus di mana gerakan dalam arah

sumbu z tidak ada. Elektron hanya bergerak dalam bidang x dan y, yaitu tegak lurus

medan magnetik. Tingkat-tingkat energi elektron menjadi terkuantisasi dan

memenuhi persamaan

)2/1( jmc

Bej

(5.125)

Dari persamaan di atas maka tingkat energi terendah yang dimiliki elektron adalah

0 = eB/2mc.

Karena hanya berada dalam bidang x dan y maka tiap tingkat energi

Page 174: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 167 -

memiliki degenerasi

c

eBL

c

eBVg

22

23/2

(5.126)

dengan asumsi bahwa assembli berbentuk kubus dengan sisi L sehingga V = L3.

Karena suhu assembli adalah nol mutlak maka energi assembli E0 sama

dengan jumlah i pada semua N keadaan terendah. Karena degenerasi g bergantung

pada medan magnet B maka tingkat energi tertinggi yang ditempati elektron juga

akan bergantung pada B.

a) Jika g N maka semua elektron hanya menempati satu tingkat energi terendah.

Tidak ada elektron yang menempati tingkat energi kedua, ketiga, dan

seterusnya. Dalam kondisi ini, energi total yang dimiliki elektron hanyalah

mc

BeNEo

2

1 (5.127)

b) Jika B cukup kecil sehingga g N maka elektron akan menempati sejumlah

tingkat energi. Tingkat energi terendah terisi g elektron dan sisanya elektron

akan menempati tingkat energi berikutnya. Sampai tingkat energi berapa yang

ditempati elektron akan sangat bergantung pada nilai B.

Untuk menentukan ungkapan umum energi E0 sebagai fungsi B,

perhatikan ilustrasi tingkat-tingkat energi pada Gambar 5.7. Setiap tingkat energi

menampung g elektron. Tingkat energi dengan j = 0 berisi penuh g elektron.

Misalkan sampai tingkat energi ke-j telah penuh ditempati elektron. Berarti ada

sebanyak (j+1) buah tingkat energi yang masing-masing berisi g elektron (dari

indeks 0 sampai indeks j). Jumlah elektron tersebut yang menempati tingkat energi

penuh tersebut adalah (j+1)g.

Sisa elektron sebanyak N – (j+1)g akan mengisi tingkat energi ke-(j+1)

dan tidak penuh, yaitu jumlahnya kurang dari g. Dengan demikian N > (j+1)g. Jika

sampai tingkat energi ke (j+1) terisi penuh maka jumlah elektron harusnya (j+2)g.

Page 175: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 168 -

Tetapi karena tingkat energi ini tidak penuh maka jumlah elektron kurang dari itu,

atau N < (j+2)g. Dengan demikian kita dapatkan ketidaksamaan

gjNgj )2()1(

j = 0

j = 1

j

j + 1

j + 2

Terisi

penuh

Terisi

sebagian

Kosong

j = 0

j = 1

j

j + 1

j + 2

Terisi

penuh

Terisi

sebagian

Kosong

Gambar 5.7 Ilustrasi tingkat-tingkat energi yang ditempati

elektron yang terisi penuh dan terisi sebagian. Tingkat energi

tearkhir terisi sebagian.

Masukkan ungkapan untuk g pada persamaan (5.126) sehingga diperoleh

c

eBLjN

c

eBLj

2)2(

2)1(

22

)2(2

)1(2

j

eB

c

LNj

Page 176: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 169 -

Ketidaksamaan di atas dapat ditulis ulang sebagai berikut

2

1

21

1 2

jc

eB

N

L

j

2

1

/21

12

jeLcN

B

j

2

1

1

1

jB

B

j o

(5.129)

dengan

2

2

eL

cNBo

(5.130)

Dengan mengingat sampai tingkat energi ke-j telah penuh berisi elektron

dan energi ke-(j+1) hanya tersisi sebagian maka energi keadaan dasar yang dimiliki

assembli dengan kehadiran medan magnet menjadi

1

0

)1(

j

j

i

io jgNgE

)2/3()1()2/1(0

jmc

BejgNi

mc

Beg

j

i

)2/3()1()1(

2

1)1(

2

1jgjNjjjg

mc

Be

oo

oB

Bjjj

B

B

mc

eNB )2)(1(

2

1)2/3(

(5.131)

Akhirnya kita dapatkan ungkapan umum energi keadaan dasar pada berbagai medan

Page 177: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 170 -

magnetik, yaitu

1

1

2

1,)2)(1(

2

1)2/3(

1,21

jx

jxjjjx

mc

Be

xxBmc

e

EN o

o

o

(5.132)

dengan x = B/B0.

Magnetisasi dan suseptibilitas menjadi

1

1

2

1,)32()2)(1(2

1

1,2

1

jx

jjxjj

mc

e

v

xmc

e

vM

(5.133)

1

1

2

1,)2)(1(

11,0

jx

jjj

mc

e

vB

x

o

(5.134)

Plot magnetisasi dan susseptibilitas sebagai fungsi x = B/B0 tampak pada

Gambar 5.8. Gambar 5.9 adalah contoh hasil pengamatan magnetisasi bahan

sebagai fungsi kuat medan magnetik. Pengamatan dilakukan pada suhu 2,2 K.

Tampak muncul pola magnetisasi yang serupa dengan ramalan teori yang

ditunjukkan pada Gambar 5.9. Ini menunjukkan teramatinya efek de Haas van

Aplhen pada bahan tersebut.

Page 178: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 171 -

x

x

M/(e/vmc)

1

-1

/(e/vBomc)

1/4 1/3 1/2 1

2

6

12

x

x

M/(e/vmc)

1

-1

/(e/vBomc)

1/4 1/3 1/2 1

2

6

12

Gambar 5.8 Plot magnetisasi dan susseptibilitas sebagai fungsi

medan magnet luar

Page 179: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 172 -

T = 2,2 K

0 5 10 15

-1

0

1

2

3

B

M(1

01

2J/

T)

Gambar 5.9 Magnetisasi bahan yang diamati pada suhu 2,2 K.

Termatati kemunculan efek de Hass van Alphen (e10.ph.tum.de).

5.7 Paramagnetisme Pauli

Kita sudah membahas tentang diamagnetisme Landau yang dapat dijelaskan

dengan menggunakan konsep kuantum di mana elektron bergerak dalam orbit-orbit

yang terkuntisasi. Sekarang kita membahas fenomena paramagnetisme yang muncul

akibat sumbangan spin elektron.

Hamiltonian elektron bebas yang berada dalam medan magnetik dapat ditulis

BAc

ep

mH

2

2

1 (5.135)

Dengan

adalah operator magnetik intrinsik elektron yang memenuhi

(5.136)

mc

e

2

(5.137)

Page 180: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 173 -

dan

adalah matriks Pauli (operator spin).

Feromagnetisme muncul dari suku kedua dalam hamiltonian. Kita fokuskan

perhatian pada efek yang dihasilkan bagian tersebut. Hamiltonian kita sederhanakan

menjadi

Bm

pB

m

pH

22

22

(5.138)

Fungsi eigen dari B

adalah sB dengan s = 1. Dengan demikian tingkat

energi elektron tunggal yang merupakan solusi eigen hamiltonian di atas adalah

Bsm

psp

2),(

2

(5.139)

Energi assembli menjadi

s

sp

p

spnE ),(,

s

sp

p

Bsm

pn

2

2

,

p

p

p

p Bm

pnB

m

pn

22

2

1,

2

1, (5.140)

di mana np,s adalah jumlah fermion yang memiliki momentum p dan spin s. Karena

memenuhi prinsip ekslusi Pauli maka harga yang boleh dimiliki oleh np,s adalah 0 atau 1

dan

Nnp s

sp ,

Page 181: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 174 -

Sekarang kita menulis dengan simbol lebih singkat lagi

pp nn 1,

pp nn 1,

Nnp

p 1,

NNNnp

p 1,

Dengan notasi di atas maka energi total dapat ditulis

)(2

2 NNB

m

pnnE

p

pp (5.141)

Selanjutnya, fungsi partisi menjadi

pp nn p

ppN NNBm

pnnZ )(

2exp

2

(5.142)

Untuk melakukan penjumlahan fungsi partisi di atas kita gunakan langkah

berikut ini.

a) Kita pilih N tertentu

b) Lakukan penjumlahan terhadap semua {

pn } dan {

pn } yang memenuhi

Nnp

p dan NNn

p

p

c) Lakukan penjumlahan terhadap N dari 0 sampai N

Dengan urutan penjumlahan ini kita dapat menulis fungsi partisi menjadi

Page 182: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 175 -

pp n p

p

n p

p

N

N

Nm

pn

m

pnNNBZ

2exp

2exp)(exp

22

0

pp n p

p

n p

p

N

N m

pn

m

pnNNB

2exp

2exp)2(exp

22

0

(5.143)

Misalkan ZN(0) adalah fungsi partisi N fermion yang tidak memiliki spin di

mana massa tiap sistem adalah m. Kita dapat menulis

)(exp2

exp)0(2

NFm

pnZ

Nn p

pN

p

(5.144)

di mana F(N) adalah ebergi bebas Helmholtz assembli yang memiliki N sistem (lihat

persamaan (2.15)). Dengan demikian fungsi partisi akibat kehadiran medan dapat ditulis

N

NNNNN ZZBNBNZ

0

)0()0(2expexp ,

atau

N

N

N NNFNFBNN

BZN 0

)()(2expln1

ln1

(5.145)

Dalam penjumlahan di atas akan ada suku-suku yang memberi kontribusi

terbesar. Nilai total penjumlahan kira-kira sama dengan nilai suku dengan kontribusi

terbesar tersebut. Suku-suku lainnya dapat diabaikan. Ini berarti nilai satu suku yang

memberi kontribusi terbesar jauh lebih besar daripada jumlah nilai suku-suku lainnya.

Misalkan suku yang memberikan kontribusi terbesar adalah NN maka

)()(2expln1

ln1

NNFNFNBN

BZN

N

Page 183: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 176 -

N

NNFNFNBB

)()(2

(5.146)

Agar N merupakan nilai yang memberi kontribusi terbesar maka diferensial

persamaan (5.146) harus nol, atau

0)()(2

N

NNFNFNB

N

0)()(

2

N

NNF

N

NFB

Dengan menggunakan sifat )(// xYx maka persamaan di atas dapat

ditulis ulang menjadi

0)(

)()(2

NN

NNF

N

NFB

atau

BNN

NNF

N

NF2

)(

)()(

(5.148)

Pada assembli elektron yang berada pada suhu mendekati 0 K maka

elektron-elektron menempati tingkat energi paling rendah hingga tingkat energi fermi.

Jumlah elektron dengan spin up sama dengan elektron dengan spin down atau paling

jauh berbeda satu elektron. Tiap tingkat energi diisi oleh dua elektron dengan arah spin

berlawanan. Ketika pada assembli tersebut diberikan medan magnet maka yang pertama

kali terpengaruh oleh medan magnet adalah elektron di sekitar tingkat energi fermi.

Medan magnet menyebabkan elektron dengan spin up mengalam kenaikan energi

sebesar B dan elektron dengan spin down mengalami penuruhan energi sebesar B

juga. Dengan demikian, selisih energi elektron yang mengalami spin up dan spin down

adalah 2B.

Sebelum dikenakan medan magnet, energi elektron yang memiliki spin up dan

Page 184: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 177 -

down sama besar, yaitu sama dengan energi fermi. Setelah dikenakan medan magnet,

energi elektron yang memiliki spin up menjadi )( NF dan energi elektron yang

memiliki spin down menjadi )( NNF . Karena selisih energi elektron yang

memiliki spin up dan down adalah 2B maka kita dapatkan

BNNN FF 2)()( (5.149)

Jika kita bandingkan persamaan (5.148) dan (5.149) maka kita simpulkan bahwa

N

NFNF

)()( (5.150)

Secara umum energi fermi bergantung pada suhu. Pada suhu 0 K, energi fermi

N sistem adalah

mV

NNF

2

3)0,(

23/22

(5.151)

Pada suhu T yang memenuhi kT << F(N), bentuk aproksimasi untuk energy Fermi

adalah (lihat Mikrajuddin, Fisika Statistik, CV Rezeki Putra (2009))

22

)0,(121)0,(),(

N

kTNTN

F

FF

(5.152)

Berdasarkan persamaan (5.151) dan (5.152) kita dapat menulis kebergantungan energi

fermi pada jumlah sistem sebagai berikut

3/2)0,( NNF (5.153a)

3/4

3/2 )(1),(

N

TNTNF

(5.153b)

Page 185: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 178 -

dengan =322

/2mV dan (T) = 2k

2T

2/122

. Persamaan (5.149) dan (5.153) akan kita

gunakan untuk menentukan suseptibilitas magnetik bahan. Suseptibilitas ini ditentukan

oleh elektron yang berada di sekitar tingkat energi fermi.

Susseptibilitas Fungsi Suhu

Karena energi fermi bergantung pada suhu maka sangat logis kita prediksi

bahwa suseptibilitas yang dihasilkan juga bergantung pada suhu. Untuk mempermudah

kita akan melakukan perhitungan secara terpisah pada rentang suhu yang berbeda-beda.

Hal ini dilakukan karena energi fermi memiliki bentuk asimptot yang berbeda pada

rentang suhu yang berbeda. Penggunaan bentuk asimptot tersebut akan memudahkan

kita melakukan perhitungan. Ada tida daerah suhu tempat kita melakukan perhitungan

susseptibilias, yaitu daerah suhu mendekati 0 K, rentang suhu 0 K < T < F/k dan dan

rentang suhu T > F/k.

Suseptibilitas pada Suhu 0 K. Pada rentang suhu ini energi fermi diaproksimasi oleh 3/2)0,( NNF .

Dengan demikian, persamaan (5.149) dapat ditulis menjadi

BNNN 2)()( 3/23/2

BN

N

N

NN 21

3/23/2

3/2

BN

N

N

NNF 21)0,(

3/23/2

(5.154)

Untuk mempermudah, kita definisikan parameter berikut 1)/(2 NNr . Dengan

parameter ini maka kita dapat menulis

Page 186: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 179 -

2

1

2

11

2

2

1

2

1

2

1 r

N

N

N

N

N

N

(5.155a)

2

11

2

2

1

2

1

2

1

2

11

r

N

N

N

N

N

N

(5.155b)

Substitusi persamaan (1.55) ke dalam persamaan (1.54) diperoleh

Brr

NF 22

1

2

1)0,(

3/23/2

BrrNF

211

2

)0,( 3/23/2

2/3

)0,(

211

2/53/23/2

N

Brr

F

(5.156)

Pada kondisi medan magnet cukup kecil sehingga B/F(N,0) << 1 maka suku

di ruas kanan persamaan (5.156) menuju nol. Suku di ruas kanan nol hanya terjadi jika

pada suku di ruas kiri terpenuhi r 0. Dengan kondisi r 0 maka kita dapat

melakukan pendekatan binomial pada suku di ruas kiri dan persamaan (5.156) menjadi

)0,(

2

3

21

3

21

2/5

N

Brr

F

)0,(

2

3

4 2/5

N

Br

F

atau

)0,(

23

N

Br

F

(5.157)

Page 187: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 180 -

Momen magnetik total ditentukan oleh selisih elektron yang memiliki spin up

dan spin down. Dengan mengacu para persamaan (5.155) jelas bahwa selisih tersebut

bergantung pada parameter r. Dengan mudah dapat kita hitung bahwa jumlah spin up

adalah

NrN

NNNNNNNN

1

22 (5.158)

Dengan demikian momen magnetik total assembli adalah

)0,(

23 2

N

BNNrN

F

tot

(5.159)

Magnetisasi didefinsikan sebagai momen magnetik total per satuan volum.

Dengan menggunakan persamaan (5.159) kita dapat menghitung magnetisasi sebagai

berikut

vN

B

NVN

B

VN

BN

VM

FFF

tot

)0,(

23

)/)(0,(

23

)0,(

23 222

(5.160)

di mana v = V/N, yaitu volum per sistem. Akhirnya, dari magnetisasi total kita dengan

mudah menghitung suseptibilitas magnetik sebagai berikut

vNB

M

F )0,(

23 2

(5.161)

Tampak dari persamaan (5.160) bahwa susseptibilitas memiliki tanda positif. Ini

menunjukkan bahwa assebmli bersifat paramagnetik.

Susseptibilitas pada Suhu 0 K < T < F/k

Selanjutnya kita tinjau kondisi pada rentang suhu yang jauh lebih kecil

Page 188: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 181 -

daripada suhu Fermi. Pada suhu tersebut, energi fermi dapat didekati dengan persamaan

(5.153b). Dengan demikian, hubungan pada persamaan (5.149) dapat ditulis menjadi

BNN

TNN

N

TN

2

)(1

)(1

3/4

3/2

3/4

3/2

B

NN

NT

N

NN

NN

NT

N

NN

2

/1

/)(11

/

/)(1

3/4

3/43/2

3/2

3/4

3/42/3

3/2

B

r

NTrN

r

NTrN

2

2/)1(

/)(1

2

1

2/)1(

/)(1

2

13/4

3/43/2

3/2

3/4

3/43/2

3/2

)0,(

2

1

/)(211

1

/)(211

2/5

3/4

3/43/43/2

3/4

3/43/43/2

N

B

r

NTr

r

NTr

F

)0,(

2

1

1

1

1)(211

2/5

3/23/23/4

3/43/23/2

N

B

rrN

Trr

F

(5.162)

Kita masih menggunakan aproksimasi binomial untuk menyederhanakan suku (1+r)2/3

dan (1-r)2/3

sehingga diperoleh

)0,(

2

3

21

3

21

)(2

3

21

3

21

2/5

3/4

3/4

N

Brr

N

Trr

F

)0,(

2

3

4)(2

3

4 2/5

3/4

3/4

N

Br

N

Tr

F

)0,(

2)(21

3

4 2/5

3/4

3/4

N

B

N

Tr

F

Page 189: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 182 -

1

3/4

3/4 )(21

)0,(

23

N

T

N

Br

F

(5.163)

Substitusi kembali (T) yang telah didefinisikan sebelumnya ke dalam

persamaan (5.163) akan diperoleh

)0,(12

21

)0,(

23

)0,(12

21

)0,(

232

2223/41

2

2223/4

N

Tk

N

B

N

Tk

N

Br

FFFF

(5.164)

Dari persamaan (5.154) kita dapatkan selisih antara jumlah spin up dan down sebagai

berikut

)0,(12

21

)0,(

232

2223/4

N

Tk

N

BNNrN

FF

(5.165)

Akhirnya dari persamaan (5.165) kita dapatkan magnetisasi dan susseptibiltas

magnetik sebagai berikut

)0,(12

21

)0,(

232

2223/42

N

Tk

VN

BN

V

NM

FF

)0,(12

21

)0,(

232

2223/42

N

Tk

vN

B

FF

(5.166)

)0,(12

21

)0,(

232

2223/42

N

Tk

vNB

M

FF

(5.167)

Di sini juga tampak bahwa suseptibilitas bernilai positif yang mengindikasikan sifat

paramagtetisme. Juga tampak pada persamaan (5.167) bahwa susssptibilitas makin

kecil dengan naiknya suhu. Ini adalah gejala yang umum ditemukan pada semua bahan

Page 190: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 183 -

magnetik. Sifat magnetik makin menurun dengan naiknya suhu.

Susseptibilitas pada suhu T >> F(N,0)/k

Untuk kasus ini kita kembali melihat penurunan pada bagian awal dari bab ini.

Kita sudah mendefinisikan kTNkT Feez/)0,(/ . Pada kondisi di mana kT >> F(N,0)

maka nilai z menjadi sangat kecil. Untuk nilai z yang kecil kita sudah dapatkan bentuk

aproksimasi (persamaan (5.24a))

V

N

vz

33

Dengan demikian

V

Ne

kTNF

3/)0,(

atau

V

NkTNF

3

ln)0,(

(5.168)

Dari persamaan (5.168) kita mendapatkan dua persamaan berikut ini

NV

NNkT

V

NkTNF

/

)/(lnln)0,(

33

vkTrkT

v

rkT

2ln1ln

2/)1(ln

33 (5.169a)

vkTrkTNNF

2ln1ln)0,(

3 (5.169b)

Dari persamaan (5.169a) dan (5.169b) kita tentukan selisihnya dan diperoleh

Page 191: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 184 -

r

rkTNNN FF

1

1ln)0,()0,( (5.170)

Substitusi persamaan (5.170) ke dalam persamaan (5.149) diperoleh

Br

rkT 2

1

1ln

kT

B

r

r 2exp

1

1 (5.171)

Dengan demikian kita dapatkan solusi untuk r sebagai berikut

kT

Br

tanh (5.172)

Dari persamaan (5.172) kita dapatkan ungkapan untuk magnetisasi sebagai

berikut

kT

B

vV

NrM

tanh (5.173)

Karena kita bahas kondisi suhu sangat tinggi maka kT >> B. Pada kondisi tersebut kita

dapat mengaproksimasi tanh(x) x di mana x = B/kT << 1. Akibatnya, magnetisasi

pada persamaan (5.173) dapat diparoksimasi menjadi

vkT

B

kT

B

vM

2

(5.174)

Dari magnetisasi kita dapatkan suseptibilitas sebagai berikut

Page 192: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 185 -

vkTB

M 2

(5.175)

Sekali lagi tampak bahwa susseptibilitas memiliki harga positif yang menunjukkan sifat

paramagnetisme. Juga tampak bahwa susseptibilitas berbanding terbalik dengan suhu.

Page 193: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 186 -

Bab 6

GAS BOSE IDEAL

Bab ini berisi diskusi tentang gas bose ideal dalam konstruksi grand

kanonik serta sejumlah aplikasinya. Tujuan bab ini adalah mahasiswa memahami

beberapa aplikasi ensembel grand kanonik boson. Tiga contoh yang dibahas adalah

kondensasi bose-einstein, tekanan radiasi, dan sifat termal kristal. Kita akan

melakukan penurunan persamaan lebih detail yang jarang ditemui di buku-buku

yang sudah terbit. Kurang detail penurunan persamaan pada seumlah buku yang ada

menyebabkan materi yang disampaikan sering sulit diikuti.

Agar dapat memahami bab ini secara mudah para mahasiswa diharapkan

telah memahami cukup baik materi tentang grand partisi. Review ulang tentang

materi di kuliah Fisika Statistik dan termodinamika juga sangat membantu dalam

menguasai materi bab ini.

6.1 Persamaan Keadaan Boson

Kita akan membahas gas bose ideal yang merupakan kumpulan boson

bebas. Boson bebas artinya interaksi antar boson dapat diabaikan dibandingkan

dengan energi kinetik energi internal yang dimiliki boson. Contoh gas boson ideal

adalah assembli foton dan fonon. Kita mulai dari ungkapan fungsi grand partisi

untuk boson, yaitu

i

Gize

Z

1

1 (6.1)

Page 194: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 187 -

Fungsi grand partisi memiliki hubungan langsung dengan perkalian tekanan dan

volum, yaitu

GZkT

PVln

i

ize

1ln izei

1ln (6.2)

Untuk menentukan secara eksplisit fungsi grand partisi pada persamaan

(6.2) kita mengganti simbol penjumlahan dengan integral terhadap variable

momentum. Untuk maksud tersebut, terlebih dahulu kita ubah ungkapan diskrit

menjadi kontinu sebagai berikut

m

pi

2

2

dpph

V

i

2

34(...)(...) (6.3)

Tetapi sebelum mengganti penjumlahan dengan integral, kita pisahkan suku yang

memiliki energi nol (momentum nol) dari suku yang memiliki energi tidak nol

sebagai berikut

)1ln(1ln)0(

zzekT

PVi

ii

atau

)1ln(1

1ln1

)0(

zV

zeVkT

Pi

ii

(6.4)

Mungkin ada pertanyaan, mengapa pemisahan seperti pada persamaan

(6.4) tidak dilakukan pada saat membahas fermion? Kalau kita pisahkan pada saat

membahas fermion maka suku dengan energi nol adalah ln(1+z)/V. Ketika V

maka untuk z berhingga, nilai 0)1ln()/1( zV Oleh karena itulah suku

Page 195: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 188 -

dengan energi nol pada fermion tidak ada gunanya untuk dipisahkan karena nilainya

mendekati nol. Namun sebaliknya terjadi pada boson. Sebagai contoh, jika z 1

maka ln (1-z) -. Dengan demikian suku –ln(1-z)/V (suku kedua pada persamaan

(6.4)) bisa memiliki nilai berhingga meskipun V . Dengan kata lain, suku

dengan energi nol pada boson tidak boleh diabaikan.

Dengan menggunakan (6.3) maka (6.4) menjadi

)1ln(1

1ln4

0

2/2

3

2

zV

dpzephkT

P mp

(6.5)

Selanjutnya kita mencari ungkapan untuk jumlah rata-arata sistem boson

dalam assembli. Jumlah rata-rata sistem seperti dinyatakan dalam persamaan (3.34)

menjadi

GZkTN ln

kT

PVkT

0

2/2

3)1ln(1ln

4 2

zdpzeph

VkT mp

(6.6)

Mengingat kTez / maka kita dapat menulis

zkT

z

ze

kTz

z kT

/1

Dengan demikian persamaan (6.6) dapat ditulis menjadi

Page 196: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 189 -

0

2/2

3)1ln(1ln

4 2

zdpzeph

V

zkT

zkTN mp

z

zdpze

zp

h

Vz mp

11ln

4

0

2/2

3

2

z

zdpe

zep

h

Vz mp

mp

11

14

0

2/

2/

2

3

2

2

z

zdp

ze

zep

h

Vmp

mp

11

4

0

2/

2/2

3 2

2

z

zdp

ezp

h

Vmp

11

14

0

2/1

2

3 2

(6.7)

Dari semua penjelasan di atas kita merangkum dua persamaan utama

beriut ini

)1ln(1

1ln4

0

2/2

3

2

zV

dpzephkT

P mp

(6.5)

z

z

Vdp

ezp

hV

N

v mp

1

1

1

141

0

2/1

2

3 2

(6.7)

Persamaan (6.5) dan (6.7) merupakan persamaan dasar untuk assembli boson dalam

ensembel grand kanonik. Sama dengan sebelumnya, agar lebih sederhana, kita

definisikan panjang gelombang termal partikel = (22/mkT)

1/2. Dari persamaan

(6.5) kita definsikan p2/2m = x

2. Dengan demikian, p

2 = 2mx

2/, p = (2m/)

1/2 x,

dan dp = (2m/)1/2

dx. Substitusi ke dalam persamaan (6.5) dipeoleh

Page 197: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 190 -

)1ln(12

1ln24

0

2

3

2

zV

dxm

zemx

hkT

P x

)1ln(1

1ln24

0

2

2/3

3

2

zV

dxzexm

h

x

)1ln(1

1ln2

4

0

2

2/3

2

2

zV

dxzexmkT x

)1ln(1

1ln41

0

2

3

2

zV

dxzex x

(6.8)

Kita definisikan fungsi boson-5/2 berikut ini

0

2

2/5

2

1ln4

)( dxzexzg x

(6.9)

Dengan menggunakan persamaan (6.9) maka persamaan (6.5) dapat ditulis menjadi

)1ln(1

)(1

2/53z

Vzg

kT

P

(6.10)

Dengan cara serupa, persamaan (6.7) dapat ditulis

z

z

Vdx

m

ez

mx

hv x

1

12

1

1241

01

2

3 2

z

z

Vdx

ezx

mkTx

1

1

1

1

2

4

01

2

3 2

Page 198: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 191 -

z

z

Vdx

ezx

x

1

1

1

141

01

2

3 2

(6.11)

Kemudian kita definisikan fungsi boson-3/2 sebagai berikut

01

2

2/31

4)( 2 dx

ez

xzg

x (6.12)

Substitusi persamaan (6.12) ke dalam persamaan (6.11) kita peroleh

z

z

Vzg

v

1

1)(

112/33

(6.13)

Perhatikan persamaan (6.9). Jika kita lakukan diferensial terhapat z maka

kita peroleh

0

2

2/5

2

1ln4

)( dxzez

xzgz

x

0

2

0

22

2

2

14

1

14dx

zexdxe

zex

x

x

x

01

2

1

1412 dx

ezx

z x

Dengan memperhatikan persamaan (6.12) maka tampak jelas bahwa

)()( 2/32/5 zgzgz

z

(6.14)

Baik g3/2(z) maupun g5/2(z) sulit diselesaikan secara analitik untuk semua z.

Namun kita dapat menguraikan kedua fungsi tersebut dalam bentuk deret. Mari kita

Page 199: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 192 -

perhatikan uraian berikut ini 1/(1-y) = 1 + y + y2 + y

3 + …. Dengan demikian

dyyyyy

dyy ...)1(

1)1ln( 32

1

32

...32

yyyy

Kita substitusi 2xzey sehingga

11

22

2

1ln

xxx ezze

ze (6.15)

Dengan demikian kita dapat menguraikan persamaan (6.9) sebagai berikut

0

2

1

2/5

24)( dxex

zzg x

(6.16)

Dengan menggunakan hasil yang diperoleh pada bab sebelumnya (persamaan

(5.17)) maka persamaan (6.16) menjadi

1

2/52/5 )(

zzg (6.17)

Fungsi g3/2(z) diperoleh dengan mendiferensialkan g5/2(z), yaitu

1

2/5

1

2/52/3 )()(

zzzg

dz

dzzg

1

2/3

z (6.18)

Page 200: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 193 -

Kita akan menggunakan persamaan (6.10), (6.11), (6.17), dan (6.18) untuk

menbahas sifat-sifat boson. Kita akan bahas tiga topik khusus secara detail yaitu

kondensasi bose-einstein, tekanan radiasi, dan sifat termal kristal.

6.2 Kondensasi Bose-Einstein

Mari kita perhatikan ungkapan deret untuk g3/2(z). Jika kita diferensial

terhadap z diperoleh

1

2/1

1

12/3

1

12/32/3 )(

zzz

dz

dzg

dz

d (6.19)

Tampak jelas dari persamaan (6.19) bahwa turunan g3/2(z) selalu positif sehingga

g3/2(z) adalah fungsi monoton naik.

Mudah dibuktikan bahwa ruas kiri persamaan (6.13) memiliki nilai

berhingga. Oleh karena itu ruas kanan juga harus memliki nilai berhingga. Ini

berimplikasi bahwa g3/2(z) juga harus berhingga. Dengan melihat bentuk fungsi

g3/2(z) seperti diungkapkan dalam deret (6.18) maka g3/2(z) hanya berhingga untuk

10 z .

Karena g3/2(z) adalah fungsi monoton naik maka g3/2(z) g3/2(1) untuk 0

z 1. Dari deret (6.18) kita dapatkan

2

31)1(

12/32/3

g (6.20)

Di mana (x) adalah fungsi zeta Riemann. Nilai fungsi zetta Riemann untuk

beberapa bilangan spesifik sudah ditabulasi. Khusus untuk x = 3/2 nilainya adalah

2,612… Jadi g3/2(1) = 2,612 dan untuk semua 10 z berlaku g3/2(z) 2,612…

Misalkan N0 adalah jumlah boson yang menempati keadaan dasar maka

jelas dari persamaan (6.7)

Page 201: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 194 -

z

zN

10

(6.21)

Persamaan (6.13) selanjutnya dapat ditulis

V

Nzg

v

02/33

)(11

atau

)(2/3

3

0

3

zgv

NV

(6.22)

Karena g3/2(z) g3/2(1) maka

)1(2/3

3

0

3

gv

NV

(6.23)

Mengingat N0 menyatakan jumlah boson yang berada di keadaan dasar

maka di keadaan dasar (momentum = 0) dijumpai boson jika terpenuhi 3N0/V > 0,

atau

)1(2/3

3

gv

Kondisi ketika boson mulai ada di keadaan dasar kita sebut sebagai keadaan kritis.

Kondisi kritis ini mulai terjadi ketika = c dan ditandai oleh hubungan

)1(2/3

3

gv

c

(6.24)

Dengan memasukkan bentuk explisit dari kita dapat menulis

Page 202: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 195 -

)1(21

2/3

2/32

gmkTv c

di mana Tc disebut suhu kritis atau suhu transisi di mana mulai terjadi penempatan

keadaan dengan momentum nol oleh boson. Dari persaman di atas maka ungkapan

suhu transisi adalah

3/2

2/3

3/2

2

)1(

2

gmkvTc

(6.25)

Suhu Tc disebut suhu kondensasi Bose-Einstein. Tampak jelas bahwa suhu transisi

bergantung pada massa partikel boson dan volum rata-rata yang ditempati satu

partikel boson. Makin besar massa partikel boson atau makin besar volume rata-rata

yang ditempati partikel boson maka suhu transisi makin kecil. Dengan memasukkan

sejumlah nilai massa maupun volum rata-rata yang ditempati partikel boson dapat

dihitung suhu transisi memiliki nilai di bawah ratusan nano kelvin.

Kondensasi Bose-Einstein sudah diamati dalam percobaan pada suhu

sangat rendah. Kumpulan atom didinginkan dan ditembakkan dengan cahaya

koheren. Cahaya transmisi dideteksi. Boson yang berada pada keadaan eksitasi dan

keadaan konsensasi meneruskan cahaya dengan sifat yang berbeda. Dengan

mengamati perubahan sifat cahaya transmisi ketika melewati kumpulan boson yang

didinginkan maka dapat diamati terjadinya perubahan populasi boson yang berada

pada keadaan dasar. Gambar 6.1 adalah skema percobaan pengamatan kondensasi

bose-einstein (atas) dan perubahan polupasi boson ketika suhu diturunkan (bawah).

Warna biru menyatakan boson yang berada pada keadaan dasar (boson yang

mengalami kondensasi).

Page 203: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 196 -

Gambar 6.1 (atas) skema percobaan deteksi peristiwa

kondensasi Bose-Einstein. Kumpulan atom yang didingin pada

seuhu mendekati 0 K disinari dengan cahaya koheren. Cahaya

yang melewati kum pulan atom tersebut dideteksi dengan

detektor yang sangat sensitif. Pola intensitas cahaya yang lolos

diamati. Ketika suhu mendekati 0 K terjadi pertumbuhan pola

yang berbeda dan makin besar ketika suhu makin diturunkan.

Bagian yanbg tumbuh tersebut dihasilkan oleh boson yang

mengalami konsensasi. (bawah) Contoh pertumbuhan boson

yang mengalami konsensasi. Pada suhu 200 nK mulai ada boson

yang mengalami konsensasi dan makin banyak (intensitas makin

tinggi) ketika suhu masin menuju 0 K (physicsworld.com,

hyperphysics.phy-astr.gsu.edu).

Page 204: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 197 -

6.3 Tekanan Radiasi

Matahari atau bintang adalah massa yang berbentuk gas yang memiliki

suhu sangat tinggi. Massa matahari dan bintang-bintang sangat besar. Matahari kita

memiliki massa 2 1030

kg. Bumi sendiri memiliki massa 5,96 1024

kg. Dengan

demikian massa matahari sekitar 336.000 kali massa bumi. Dengan massa yang

sangat besar tersebut maka matahari melakukan gaya gravitasi yang sangat tinggi

pada material penyusunnya. Dengan wujud yang berbentuk gas maka harusnya

material penyusun matahari tertarik ke pusat matahari atau runtuh ke pusat matahari.

Tetapi mengapa hal tersebut tidak terjadi? Mengapa material penyusun matahari

tetap stabil dan tidak tumpah ke matarahi?

Material penyusun matahari tidak tumpah ke pusat karena dari dalam

matahari dihasilkan tekanan. Tekanan tersebut dihasilkan oleh radiasi yang

drpoduksi dari dalam matahari. Dengan suhu yang sangat tinggi matahari

memancarkan radiasi ke segala arah dalam jumlah yang sangat besar. Radiasi

tersebut membawa momentum sehingga dapat menghasilkan gaya. Gaya tersebutlah

yang mengimbangi gaya gravitasi sehingga bentuk matahari atau bintang-bintang

tetap stabil (Gambar 6.2).

Radiasi matahari tetap dihasilkan selama di pusat matahari masih

berlangsung reaksi fusi nuklir (pegambungan inti hidrogen menjadi inti helium).

Masalah akan muncul ketika hidrogen sebagai bahan bakar fusi nuklir habis. Reaksi

nuklir akan berhenti sehingga matahari pun berhenti memproduksi radiasi.

Akibatnya, tidak ada lagi gaya radiasi yang mengimbangi gaya gravitasi. Material

penyusun matahari atau bintang akan runtuh sehingga ukuran bintang mengecil.

Page 205: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 198 -

Gaya oleh tekanan radiasi

Gaya oleh gravitasi

Gambar 6.2. Ukuran bintang ditentukan oleh kompetisi antara

gaya akibat tekanan radiasi yang berasal dari dalam ke arah luar

dan gaya akibat gravitasi pada material bintang yang berarah dari

luar ke dalam (www4.nau.edu)

Pada bagian ini kita akan menghitung tekanan yang dihasilkan oleh radiasi.

Kita mulai dari fungsi grand partisi untuk boson pada persamaan (6.1). Ketika kita

menurunkan fungsi distribusi untuk boson (lihat materi Fisika Statistik), parameter

adalah pengali Lagrange yang diperkenalkan untuk menjamin kekonstanan

jumlah sistem (partikel). Namun, untuk foton maupun fonon, jumlah partikel dapat

diciptakan dan dimusnahkan (tidak konstan) sehingga pengali Lagrange untuk

konstrain jumlah partikel tidak diperlukan. Ini setara dengan nilai = 0 atau z = 1.

Jadi, fungsi grand partisi untuk foton atau fonon memenuhi

Page 206: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 199 -

j

Gje

Z

1

1

atau

j

GjeZ

1ln (6.26)

Lebih lanjut, karena foton memiliki dua arah polarisasi maka penjumlahan terhadap

indeks j meliputi penjumlahan terhadap polarisasi dan penjumlahan terhadap tingkat

energi. Penjumlahan terhadap polarisasi dapat dilakukan langsung dan

menghasilkan dua kali penjumlahan terhadap energi saja. Jadi kita dapat menulis

persamaan (6.26) menjadi

k

GkeZ

1ln2ln (6.27)

Sudah kita turunkan di bab sebelumnya bahwa ada hubungan antara

perkalian tekanan dan volum dengan fungsi grand partisi, yaitu PV = kT ln ZG.

Tekanan yang dihasilkan memenuhi persamaan

,

)(

TV

pVp

GG ZV

kTZkTV

lnln

(6.28)

Misalkan assembli foton berada dalam kotak dengan dimensi L. Volume

assembli adalah V = L3 atau panjang sisi kotak adalah L = V

-1/3. Bilangan gelombang

berdiri yang dapat terjadi dalam kotak memenuhi

Page 207: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 200 -

3/122 nVL

nk

(6.29)

Dengan demikian, energi foton di dalam kotak dapat ditulis

3/12 cnVckk (6.30)

Substitusi persamaan (6.30) ke dalam persamaan (6.28) dan (6.27) diperoleh

k

cnVeV

kTp3/121ln2 (6.31)

Untuk menyelesaikan persamaan (6.31), mari kita gunakan hubungan

berikut ini

1

1)1ln(

m

myy em

e . Jika disubstitusi ke dalam persamaan (6.31) kita

peroleh

k m

cnVmemV

kTp1

)2( 3/112

3/4

1

)2( 23

112

3/1

cnVmem

kTk m

cnVm

Vmem

kT k

k m

m k /3

112

1

k m

m

k

k m

m

kkk e

V

kTe

V

kT

11 3

2

3

2

k

kk

k

e

e

V

kT

13

2 (6.32)

Page 208: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 201 -

Terlebih dahulu mari kita hitung penjumlahan berikut ini

k

kk

k

e

e

1

Kita ganti penjumlahan dengan integral yang diawali dengan melakukan

tnasformasi sebagai berikut

hk

)/()/(2

14

)2(

1 2

2

2

3cdcdkk

k

dc

2

322

1 (6.33)

Dengan transformasi tersebut maka kita dapatkan

0

2

32 1)(

2

1

1

e

ed

ce

e

k

kk

k

0 0

3

32

0

3

32 212 m

meedce

ed

c

0 0

)1(3

322 m

medc

0 1

3

322 m

medc

1

4321 0

3

32 )(

16

22 mm

m

mced

c

90

6

2

16

2

4

44321

44432

cmc m

Page 209: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 202 -

3

45

)(

)(

15

4

hc

kT (6.34)

Akhirnya dengan substitusi persamaan (6.34) ke dalam persamaan (6.32) kita

dapatkan

3

45

3

45

)(

)(

45

8

)(

)(

15

4

3

2

hcV

kT

hc

kT

V

kTp

(6.35)

Persamaan (6.35) adalah tekanan radiasi yang dihasilkan oleh benda yang memiliki

suhu T.

Untuk foton dengan dua arah polarisasi, energi total foton memenuhi

persamaan

k

kk

k

e

eU

1

2 (6.36)

Kemudian mengacu pada persamaan (6.32) kita dapatkan

3

45

3

45

)(

)(

15

4

)(

)(

15

42

hc

kT

hc

kTU

(6.37)

Dengan membandingkan persamaan (6.35) dan (6.37) kita dapatkan

V

UP

3

1 (6.38)

Dari sejumlah penjelasan di atas kita sudah membuktikan bahwa radiasi

elektromagnetik menghasilkan tekanan. Tekaan yang dihasilkan merupakan fungsi

pangkat 4 dari suhu. Dengan suhu ratusan juta kelvin maka dapat diprediksi bahwa

tekanan radiadsi di bintang sangat besar. Tekanan itulah yang melawan gaya

Page 210: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 203 -

gravitasi sehingga bintang tidak runtuh. Persamaan (6.38) menunjukkan bahwa

tekanan radiasi berbanding langsung dengan kerapatan energi yang dimiliki benda,

yaitu P = u/3 dengan u = U/V adalah energi per satuan volum.

6.4 Sifat Termal Fonon

Sama dengan foton, fonon mengalami peristiwa produksi dan musnah

secara berulang-ulang di dalam assembli kristal. Dengan demikian jumlah fonon

dalam assembli tidak konstan. Tidak ada potensial kimia yang berkaitan dengan

produksi atau pemusnahan fonon sehingga = 0 atau z = 1. Fungsi grand partisi

fonon menjadi persis sama dengan persamaan (6.26).

Penjumlahan terhadap j meliputi penjumlahan terhadap tingkat energi dan

polarisasi. Fonon memiliki tiga arah polarisasi (vibrasi dalam arah sumbu x, sumbu

y, dan sumbu z) (Gambar 6.3). Misalkan kristal bersifat isotropik maka tiga arah

polarisasi bersifat identik dan kita dapat langsung mengganti kj

3

dengan k adalah indeks untuk tingkat energi saja. Dengan demikian untuk fonon

persamaan (6.26) menjadi

k

GkeZ

1ln3ln (6.39)

Fonon dapat dipandang sebagai gelombang, serupa dengan gelombang

elektromagnetik. Hubungan antara bilangan gelombang dan frekuensi yang berlaku

pada gelombang elektromagnetik juga berlaku pada fonon. Dengan demikian,

energi fonon dapat ditulis dalam bentuk k = (k) dan hubungan antara frekusnasi

dan panjang gelombang memenuhi

kvg (6.40)

dengan vg adalah kecepatan grup.

Page 211: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 204 -

x

y

z

Gambar 6.3. Secara umum atom-atom dalam kristal memiliki

tiga arah vibrasi. (memiliki tiga polarisasi) (www1.aps.anl.gov)

Seperti yang telah kita lakukan pada gelombang elektromagnetik, kita

dapat mengganti penjumlahan pada persamaan dengan integral sebagai berikut

3

2

)2(

4(...)(...)

dkk

k

d

v

vdv

g

gg 2

333

2

(...))2(

4

)2(

)/()/(4(...)

Dengan transformasi tersebut maka persamaan (6.39) menjadi

Page 212: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 205 -

dev

Zg

G

1ln)2(

12ln 2

33 (6.41)

Berbeda dengan gelombang elektromagnetik yang dapat memiliki

frekuensi dari 0 sampai tak berhingga, menurut Debye fonon hanya diijinkan

memiliki frekuensi dari nol hingga frekuensi maksimum tertentu. Frekuensi

maksimum tersebut bergantung pada jenis material. Misalkan frekuensi maksimum

kita tandai dengan m maka bentuk lengkap dari persamaan (6.41) adalah

m

dev

Zg

G

0

2

321ln

2

3ln (6.42)

Energi assembli memenuhi persamaan

m

dev

ZUg

G

0

3

32 12

3ln

(6.43)

Untuk menyelesaikan persamaan (6.43) kita misalkan = x/(-). Dengan

demikian d = dx/(-), dan m = xm/(-). Substitusi ke dalam persamaan (6.43)

kita peroleh

mm x

x

g

x

x

g

dxe

x

v

xd

e

x

vU

0

3

432

0

3

32 1)(2

3

)(1

)]/([

2

3

mx

x

g

dxe

x

v

kT

0

3

32

4

1)(2

)(3

(6.44)

Untuk menyelesaikan persamaan (6.44) mari terlebih daulu kita

definisikan fungsi berikut ini

y

xdx

e

xy

0

3

1)( (6.45)

Page 213: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 206 -

Dengan fungsi tersebut maka persamaan (6.44) dapat ditulis

)()(2

)(332

4

m

g

xv

kTU

(6.46)

Fungsi (y) sulit untuk dihitung langsung. Yang dapat kita lakukan adalah

mencari aprokasi pada kondisi ekstrim di mana y << 1 atau y >> 1. Jika y << 1 maka

semua x dalam integral (6.45) memenuhi x <<1. Dengan demikian kita dapat

melakukan aproksimasi berikut ini

)2/1(2/12/11 22 xxxxxxex

Dan fungsi pada persamaan (6.45) terapkrokasimasi menjadi

yyy

dxxxdxxxdxxx

xy

0

2

0

12

0

3

)2/1()2/1()2/1(

)(

43

0

32

8

1

3

1)2/( yydxxx

y

(6.47)

Sebaliknya, jika y >> 1, kita lakukan proses perhitungan berikut ini. Kita

mulai dengan melakukan penguraian deret berikut ini.

...11

)1(

1

1

1 2

xx

xxxxee

eeee

1

32 ...n

nxxxx eeee

Dengan uraian deret ini maka fungsi (y) menjadi

Page 214: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 207 -

1 0

3

0 1

3)(n

y

nx

y

n

nx dxexdxexy

Mari kita selesaikan dulu integral berikut ini

y

nx

n

y

nx dxedn

ddxex

0

3

3

1 0

3

Untuk y yang sangat besar kita bisa ambil y sehingga

43

3

0

3

3

1 0

3 61

nndn

ddxe

dn

ddxex nx

n

y

nx

Dengan demikian aproksimasi (y) pada y yang sangat besar adalah

15906

16

6)(

44

14

14

nn nny (6.48)

Dari persamaan (6.46), (6.47), dan (6.48) kita dapatkan ungkapan untuk

energi dalam pada dua kondisi ektrem sebagai berikut

115

18

1

3

1

)(2

)(34

43

32

4

m

mmm

g x

xxx

v

kTU

(6.49)

Karena kT

x mmm

maka kita dapat menulis ulang persamaan (6.49)

sebagai

Page 215: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 208 -

015

8

1

3

1

)(2

)(34

43

32

4

T

TkTkT

v

kTU

mm

g

015

8

1

3

1

)(2

3

44

43

32

4

TT

Tk

Tk

v

kmm

g

(6.50)

Dari ungkapan energi dapat kita tentukan kapasitas kalor sebagai berikut

dT

dUCv

015

4

3

1

)(2

3

34

3

32

4

TT

Tk

v

km

g

(6.51)

Kita definisikan suhu Debye sebagai berikut kT mD / . Dai definisii

tersebut maka kapasitas kalor memenuhi persamaan

015

43

1

)(2

3

34

3

32

4

TT

TT

v

kC

D

g

v (6.52)

Page 216: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 209 -

TD = 215 K

Gambar 6.4. Kapasitas kalor perak. Simbol adalah eksperimen

dan garis adalah teori Debye dengan menggunakan suhu Debye

215 K (hyperphysics.phy-astr.gsu.edu)

Tampak dari persamaan (6.52) bahwa pada suhu sangat tinggi kapasitas

kalor kristal tidak bergantung pada suhu. Inis esuai dengan hukum Dulong-Petit

yang diturunkan dari fisika klasik (persamaan ekipartisi energi). Sebaliknya, pada

suhu mendekati 0 K kapasitas kalor berubah sesuai dengan pangkat tiga suhu.

Gambar 6.4 adalah contoh hasil pengukuran kapasitas perak dan kurva

Debye yang dibuat dengan menggunakan TD = 215 K. Tampak jelas kesesuaian

yang luar biasa antara hjasil eksperimen dengan teori Debye.

6.5 Radiasi Benda Hitam untuk Foton dan Neutrino

Sekarang kita coba membandingkan sifat radiasi benda hitam foton dan

neutron. Topik ini dibahas oleh Walsh dan Gallo (P.J Walsh dan F.F. Gallo,

American Journal of Physics 48, 599 (1980)). Asumsi adalah neutrino adalah partile

Page 217: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 210 -

yang dipancarkan bintang-bintang dan bergerak dengan laju sama dengan laju

cahaya. Neutrino tidak (atau hampir tidak) memiliki massa sehingga sifat radiasi

neutrino mirip dengan sifat radiasi gelombang elektromagnetik. Perbedaannya

adalah neutrino berinteraksi sangat lemag dengan material sedangkan gelombang

elektromagnetik berinteraksi kuat dengan material. Perbedaan lain adalah neutrino

merupakan fermion dengan spin /2 sedangkan foton adalah boson dengan spin .

Selama kita membahas radiasi neutriino saat meninggalkan permukaan bintang dan

menuju ruang dalam alam semesta (tidak ada materi di situ) maka sifat radiasi

neutroni hampir mendekati sifat radiasi foton. Energi foton memenuhi persamaan

() = dan energi neutrino juga memenuhi hubungan yang sama.

Kerapatan keadaan gelombang per satuan volum per satuan frekuensi

memenuhi persamaan 32 /4)( cN . Karena foton memiliki dua arah polariasi

(degenerasi 2) maka keparapan keadaan foton per satuan volum per satuan frekuensi

adalah

3

242)(

cN p

(6.53)

Neutrino memiliki dua spin (/2) sehingga memberikan dua degerasi dan neutrino

muncul dalam s tipe. Dengan demikian total degenerasi neutrino adalah 2s. Oleh

karena itu kerapatan keadaan neutroni per satuan volum per satuan frekuensi adalah

3

242)(

csNs

(6.54)

Jumlah rata-rata foton yang memiliki frekuensi memenuhi statistik

bose-einstein yaitu

1

1)(

/

kTfe

n

(6.55)

Jumlah rata-rata neutrino yang memiliki frekuensi memenuhi statistik fermi-dirac

Page 218: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 211 -

yaitu

1

1)(

/

kTne

n

(6.56)

Dengan demikian, kerapatan energi foton dan neutrino menjadi

1

8)()()(

/3

2

kTfffec

nN

(6.57)

1

8)()()(

/3

2

kTnnnec

snN

(6.58)

Berdasarkan persamaan (6.57) dan (6.58) kita dapat mencari pendekatan

pada suhu sangat rendah dan suhu sangat tinggi. Pada suhu sangat rendah terpenuhi

>> kT sehingga exp(/kT) 1 exp(/kT). Akibatnya kerapatan energi foton

dan neutrino menjadi

)/exp(8

)(3

3

kTc

f

(6.59)

)/exp(8

)(3

3

kTc

sn

(6.70)

Pada suhu sangat tinggi sehingga terpenuhi /kT << 1 maka exp(/kT) -1 {1 –

(/kT) ]- 1 = /kT dan exp(/kT) +1 {1 + (/kT) ]+ 1 2. Dengan demikian,

kerapatan foton dan neutrino menjadi

3

28)(

c

kTf

(6.71)

Page 219: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 212 -

3

24)(

c

sn

(6.72)

Tampak bahwa kerapatan energi foton meningkat dengan bertamhanya suhu

sedangkan kerapatan energi neutrino konstan.

Daya radiasi foton atau neutrino yang dipancarkan bintang pada frekuensi

memenuhi persamaan

)(4

)( ff

cR

1

)/(2

1

2/

3

22

33

/2

2

kTkT e

kT

c

Tk

ec

(6.73)

dan

)(4

)( nn

cR

1

)/(2

1

2/

3

22

33

/2

2

kTkT e

kT

c

Tsk

ec

s

(6.74)

Kita substitusi variabel baru x = /kT sehingga .

1

2)(

3

22

33

xfe

x

c

TkxR

(6.75)

1

2)(

3

22

33

xne

x

c

TskxR

(6.76)

Radiasi yang dipancarkan dengan energi maksimum dapat diperoleh

dengan mendifensial persamaan di atas. Hasilnya adalah

Page 220: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 213 -

01

2)( 3

22

33

x

f

e

x

dx

d

c

Tk

dx

xdR

03)3( xex

Solusi untuk x adalah xm = m/kT = hc/mkT = 2,8225 atau

k

hcTm

8225,2 (6.77)

Dengan cara yang sama maka untuk neutrino

01

2)( 3

22

33

x

n

e

x

dx

d

c

Tsk

dx

xdR

03)3( xex

Solusi untuk x adalah xm = m/kT = hc/mkT = 3,1325 atau

k

hcTm

1325,3 (6.78)

Persamaan (6.77) dan (6.78) adalah persamaan pergheseran Wien untuk

foton dan neutrino. Persamaan (6.77) sudah sering kita pelajari karena meruypakan

persamaan yang ditutunkan Wien sendiri satu abad yang lalu. Persamaan (6.78)

mungkin baru pertama kita lihat.

Latihan

1) Jumlah rata-rata sistem yang menempati tingkat energi ke-j dalam assembli

boson memenuhi

Page 221: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 214 -

1

1/)(

kTjje

n

Dengan demikian jumlah total sistem boson diberikan oleh persamaan

jkT

j

jje

nN1

1/)(

a) Dari persamaan di atas buktikan bahwa potensial kimia memenuhi 0.

Petunjuk: Jika tidak lebih kecil dari 0 maka akan ada energi yang lebih kecil

daripada . Dengan demikian, ada tingkat energi ke-i sedemikian sehingga j <

pada semua j < i. Buktikan bahwa kondisi ini tidak memiliki makna fisis.

b) Pada suhu T 0 hampir semua boson berada pada tingkat energi paling rendah

(0). Buktikan bahwa pada suhu T 0, potensial kimia memenuhi

NkT

T

11ln

0lim0

c) Dengan mendefinisikan = j - 0 buktikan bahwa N dapat ditulis sebagai

1 0

//)( 0

s

kTskTseeN

d) Kerapatan keadaan partikel tidak berinteraksi dalam kotak 3 dimensi memenuhi

persaman

dh

mVd 2/1

3

2/3)2(2)(

Jika sumasi di atas ditransformasi ke dalam bentuk integral maka kita dapat menulis

Page 222: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 215 -

1 0 0

/2/1/)(

3

2/3

0)2(2

s

kTskTsdee

h

mVN

Buktikan bahwa integral di atas menghasilkan

]/)[()2(

03

2/3

kTFh

mkTVN

dengan F[x] adalah fungsi London yang diberikan oleh

1

2/3][

s

sx

s

exF

e) Salah satu sifat fungsi London adalah F[0] = 2,612. Dari sifat ini buktikan bahwa

pada suhu T0 yang sangat rendah terpenuhi hubungan

3

2/3

0)2(612,2

h

mkTVN

Page 223: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 216 -

Bab 7

EKSPANSI KLUSTER

Pada bab ini kita akan mempelajari salah satu metode ekspansi dalam

mekanika statistik. Metode ekspansi yang sangat populer adalah ekspansi kluster

yang diperkenalkan oleh Meyer. Topik ini cukup sulit dipahami karena sangat

abstrak. Kita akan membahas secara lebih rinci sehingga dapat dipahami lebih

mudah daripada pembahasan yang dikemukakan di sejumlah buku yang telah ada.

7.1 Pendahuluan Metode ekspansi kluster digunakan untuk mencari persamaan keadaan

assembli yang mengandung partikel-partikel yang saling berinteraksi satu dengan

lainnya. Dengan adanya interaksi ini maka energi total tidak hanya berupa energi

kinetik tetapi juga mengandung komponen energi potensial yang merupakan fungsi

jarak antar partikel. Energi interaksi antar partikel ke-i dan ke-j kita nyatakan

sebahai u(rij) di mana jiij rrr

. Energi total yang dimiliki assembli menjadi

N

i

N

ij

ij

N

i

i rum

pE

11

2

)(2

(7.1)

Pada penjumlahan dobel di atas kita batasi i>j untuk menghindari perhitungan dobel

mengingat u(rij) = u(rji). Kita juga meniadakan suku dengan i = j karena tidak ada

interaksi partikel dengan dirinya sendiri.

Kita juka akan membatasi pada interaksi yang tidak terlalu besar. Karena

umumnya metode ekspansi dapat diterapkan jika ekspansi dilakukan terhadap suku

yang ordenya kecil (lebih kecil dari satu) untuk mencapai konvergensi. Interkasi

yang tidak terlalu besar sering ditemui pada assembli gas. Meskipun ada interaksi

antar pertikel gas namun atom atau molekul gas masih dapat bergerak dengan

Page 224: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 217 -

bebas. Ini menunjukkan bahwa tarikan atau tolakan antara atom atau molekul

tersebut sangat kecil.

Dengan menggunakan energi interkasi pada persamaan (7.1) maka fungsi

partisi kanonik untuk partikel yang bersigat semiklasik dapat ditulis

i ij

ij

i

i rump

NNNN epdpdpdrdrdrdhN

Z)(2/

3

2

3

1

33

2

3

1

3

3

2

.........!

1

(7.2)

Komponen energi kinetik dan energi potensial masing-masing merupakan variabel

bebas (tidak terkait satu sama lainnya) sehingga integral dapat dilakukan masing-

masing. Jadi kita dapat menulis

i ij

ij

i

iru

N

mp

NNN erdrdrdepdpdpdhN

Z)(

3

2

3

1

32/

3

2

3

1

3

3............

!

12

(7.3)

Mari kita lakukan integral terhadap momentum dulu. Antara momentum

satu dengan lainnya tidak tekait satu dengan lainnya. Dengan demikian variabel

momentum untuk masing-masing partikel merupakan variabel bebas. Oleh karena

itu integral tersebut dapat dipisah sebagai berikut

N

mpmpmpmp

N pdepdepdeepdpdpd Ni

i 32/

2

32/

1

32/2/

3

2

3

1

322

221

2

.........

(7.4)

Kita gunakan hubungan yang sudah sangat dikenal berikut ini

2/3

2/3

32/2

22

mkTm

pde i

mpi

(7.5)

Dengan memasukkan persamaan (7.5) ke dalam (7.4) kita mendapatkan

2/32/32/32/

3

2

3

1

3 2...22......

2

mkTmkTmkTepdpdpd i

i mp

N

2/32

NmkT (7.6)

\Oleh karena itu fungsi partisi kanonik menjadi

Page 225: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 218 -

i ij

ijru

N

N

NN erdrdrdmkThN

Z)(

3

2

3

1

32/3

3......2

!

1

i ij

ijru

N

N

erdrdrdh

mkT

N

)(3

2

3

1

3

2/3

2......

2

!

1

(7.6)

Selanjutya dengan medefinisikan mkTh 2/2 kita dapat menulis persamaan

(7.6) menjadi

i ij

ijru

NNN erdrdrdN

Z)(

3

2

3

1

3

3......

!

1

(7.7)

Setelah menentukan fungsi partisi kanonik maka kita dapat menentukan

fungsi partisi grand kanonik menurut hubungan berikut ini

0N

N

N

G ZzZ (7.8)

dengan kTez /

7.2 Penurunan Fungsi Partisi Mari terlebih dahulu kita tentukan fungsi partisi kanonik lebih rinci dengan

metode ekspansi kluster. Kita kembali menulis sebagai berikut

i ij

ruru

iji ij

ij

ee)(

)(

(7.9)

Untuk mempermudah pembahasan kita kembali definisikan fungsi f(rij) sebagai

berikut

)(1)(

ij

rurfe ij

(7.10)

Dengan menggunakan persamaan (7.9) dan (7.10) kita mendapatkan hubungan

berikut ini

i ij

ij

i ij

rurfe ij )(1

)(

Page 226: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 219 -

Akibatnya, bagian integral pada persamaan (7.10) menjadi

i ij

ijN

ru

N rfrdrderdrd i ij

ij

)(1............ 3

1

3)(

3

1

3

...........1...... 13121312

3

1

3

fffffffrdrd N

(7.11)

dengan , , …, adalah pasangan dua angka yang berbeda. Misal = 12, = 24,

dan seterusnya.

Tugas kita selanjutnya adalah menyelesaikan integral pada tiap suku

persamaan (7.11). Suku pertama dalam tanda kurung hanya angka satu sehingga

integralnya dapat dilakukan dengan mudah dan hasilnya adalah VN. Suku-suku

lainnya mengandung fij yang berupa satu unit atau perkalian sejumlah fij sehingga

integral yang dilakukan lebih sulit.

Beberapa integral yang dapat dilakukan dengan mudah adalah

N

NN Vrdrdrdrdrd 3

2

3

1

33

1

3 ......... (7.12)

NN rdrdrdfrdrdrdrdrdf 3

4

3

3

3

122

3

1

33

2

3

1

3

12 .........

122

3

1

32 frdrdV N

(7.13)

Kita kembali ingat bahwa 121212 )( rrfrf

. Untuk menyelesaikan integral

di atas masri kita definisikan variabel baru berikut ini

12 rrr

2

21 rrR

Dengan definisi tersebut maka f(r12) f(r), 2/1 rRr

dan 2/2 rRr

.

Transformasi elemen volume ke dalam variabel baru memenuhi persamaan

rdRdJrdrd 33

2

3

1

3

Dengan J adalah Jacobian yang memenuhi

Page 227: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 220 -

12

1

2

1

2/11

2/11

//

//

22

11

rrRr

rrRrJ

Jadi rdRdrdrd 33

2

3

1

3

. Persamaan (7.13) selanjutnya dapat ditulis

)(...... 3323

2

3

1

3

12 rfrdRdVrdrdrdf N

N

)()( 31332 rfrdVrfrdRdV NN

Tampak bahwa hasil integral tidak bergantung pada indeks. Jadi, berapa pun indeks

yang muncul pada fungsi f maka nilai integral selalu sama. Jadi, secara umum

)(...... 313

2

3

1

3 rfrdVrdrdrdf N

Nij

(7.14)

Yang sulit kita hitung adalah integral yang memuat perkalian fij yang saling terkopel

(tidak dapat diuraikan atas integral terpisah).

Perhatikan kembali uraian suku-suku dalam persamaan (7.11). Angka-

angka yang muncul pada indeks maksimal berjumlah N angka. Sebagian suku hanya

mengandung angka yang jumlahnya lebih sedikit daripada N. Sebagai contoh,jika

dalam suku tersebut hanya ada f12f15 maka jumlah angka yang muncul hanya 3

angka.Jika dalam suku tersebut hanya ada f12f34f56f59 maka jumlah angka yang

muncul hanya 7 angka.

Sebagai bahan pembahasan mari kita lihat suku yang mengandung

perkalian berikut ini f12f34f35f56f78f79. Koordinat yang tidak saling bebas dalam suku

tersebut adalah 1r

dan 2r

(muncul dalam f(r12)), 3r

, 4r

, 5r

dan 6r

(muncul dalam

f(r34)f(r35)f(r56)), dan 7r

, 8r

dan 9r

(muncul dalam f(r78)f(r79)). Jadi, terdapat 9

koodinat posisi yang tidak saling bebas. Nilai integralnya dapat ditulis menjadi

Nrdrdrdffffff 3

2

3

1

3

797856353412 ......

9

3

8

3

7

3

6

3

5

3

4

3

3

3

2

3

1

3

797856353412

9 ... rdrdrdrdrdrdrdrdrdffffffV N

9

3

8

3

7

3

79786

3

5

3

4

3

3

3

5635342

3

1

3

12

9 ...... rdrdrdffrdrdrdrdfffrdrdfV N

Page 228: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 221 -

Grafik Sekarang mari kita mendefinisikan besaran yang dinamakan grafik. Grafik

adalah representasi lain dari bentuk integral. Gambar 7.1 adalah contoh integral

dan bentuk grafiknya. Grafik adalah kumpulan lingkaran-lingkaran yang

dihubungkan oleh garis-garis. Tiap lingkaran diberi nomor dengan angka antara 1

sampai N. Tampak dalam Gambar 7.1 bahwa jika dalam integral terdapat fij, maka

dalam grafik lingkaran yang diberi angka i dan angka j terhubung dengan garis.

Selanjutnya, jika suku-suku dalam persamaan (7.11) ada indeks yang tidak

muncul maka grafik definisikan sebagai sebuah lingkaran yang memiliki angka

yang tidak muncul tersebut. Contohnya dapat dilihat pada Gambar 7.2. Pada

persamaan yang pertama dan kedua dalam Gambar 7.2 tidak ada f yang muncul

sehingga grafik hanya berupa satu lingkaran. Lingkaran tersebut diberi angka sama

dengan indeks pada rd2 . Pada persamaan ketiga hanya f12 yang muncul sedangkan

angka 3 tidak muncul. Maka yang diperoleh adalah perkalian grafik yang berupa

dua lingkaran terhubung dan satu grafik yang hanya berupa sebuah lingkaran.

Gambar 7.1 Contoh integral dan representasinya dalam bentuk

grafik.

1 2

1 2

3

1 2

3

2

3

1

3

12 rdrdf

3

3

2

3

1

3

1312... rdrdrdff

3

3

2

3

1

3

2312... rdrdrdff

1 2

3

3

3

2

3

1

3

3423141312... rdrdrdfffff

4

Page 229: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 222 -

Gambar 7.2 Jika anda angka yang tidak muncul dalam f maka

grafiknya didimbolkan sebagai sebuah lingkaran saja yang

memiliki nomor angka yang tidak muncul tersebut.

Dari penjelasan di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa suku-suku dalam

persamaan (7.11) selalu dapat dinyakan sebagai perkalian sejumlah grafik yang

terdiri dari satu lingkaran, 2 lingkaran, 3 lingkaran, dan setersunya. Grafik yang

mengandung lingkaran yang dihubungkan oleh garis-garis kita sebut kluster-.

Dalam satu suku penjumlahan pada persamaan (7.11) bisa terjadi kluster-1, kluster-

10 atau kluster lainnya muncul beberapa kali. Sebaliknya bisa jadi kluster lainnya

tidak pernah muncul. Sebagai contoh dapat dilihat pada ilustrasi berikut ini.

Pada ilustrasi di atas kluster-1 muncul sebanyak N kali sedangkan kluster-kluster

lainnya tidak pernah muncul.

Misalkan pada satu suku dalam persamaan (7.11)

kluster-1 muncul sebanyak m1 kali;

kluster-2 muncul sebanyak m2 kali;

.

.

.

kluster muncul sebanyak m kali;

dan seterusnya.

di mana m dapat memiliki nilai antara 0 sampai N. Karena tiap lingkaran tidak

boleh memiliki angka yang sama maka jumlah total lingkaran memenuhi persamaan

NmN

0

(7.15)

1

1 2 3

1 2 3

1

3rd

3

3

2

3

1

3... rdrdrd

3

3

2

3

1

3

12... rdrdrdf

1 2 3 N… Nrdrdrdf 3

2

3

1

3

12 ......

Page 230: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 223 -

Misalkan salah satu suku dalam persamaan (7.11) mengandung komposisi

kluster sebagai berikut {m1, m2, … m, … mN} = {m}. Simbol ini menyatakan

bahwa ada m1 kluster-1, ada m2 kluster 2, dan seterusnya. Tetapi, untuk kluster-

tertentu, terdapat banyak sekali cara mengubungkan lingkaran-lingakaran dalam

kluster tersebut. Sebagai contoh, untuk kluster-3, cara-cara menghubungkan

lingkaran-lingkaran diilustrasikan pada Gambar 7.3.

Gambar 7.3 Empat cara menghubungkan lingkaran-lingkaran pada

kluster-3.

Jadi untuk kluster-3 terdapat 4 cara menghubungkan lingkaran-lingkaran

penyusunnya. Dengan demikian, jika jumlah kluster-3 ada 6 (m3 = 6) maka

kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi diilustrasikan pada Gambar 7.4.

Gambar 7.4 Contoh kemungkinan-kemungkinan munculnya

kluster-3 pada suku persamaan (7.11).

Tampak dari Gambar 7.4 bahwa dapat terjadi sejumlah cara hubungan

antar lingkaran yang muncul berkali-kali. Sebaliknya, dapat terjadi pula ada cara

hubungan antar lingkaran yang tidak pernah muncul.

Yang perlu kita tentukan selanjutnya adalah jumlah cara mengubungkan

semua kemungkinan kluster-kluster tersebut. Jumlah cara tersebutlah yang akan

menentukan fungsi partisi yang selanjutnya akan digunakan untuk menurunkan

besaran-besaran termodinamika.

1 2

3

1 2

3

1 2

3

1 2

3

1 2

3

5 8

9

15 21

33

34 35

45

61 77

85

91 92

99

Page 231: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 224 -

Sekarang mari kita fokuskan pada satu susunan kluster yang disimbolkan

dengan {m}. Dapat dibuktikan dengan mudah bahwa

karena jrdrdrd 3

2

3

1

3 ... . Dengan demikian jika terdapat m1 buah kluster-1

maka suku dalam persamaan (7.11) hanya menghasilkan 1][m

. Selanjutnya,

perhatikan kluster-2. Contonhya

Artinya, berapa pun angka yang ada dalam dua lingkaran yang terhubung maka

hasilnya selalu sama. Oleh karena itu jika di dalam salah satu suku dalam persaman

(7.11) terdapat m2 kluster-2 maka perkaliannya menghasilkan 2][m

.

Untuk kluster-3 terdapat 4 jenis grafik yang muncul. Untuk sementara mari

kita simbolkan grafik-grafik tersebut dengan a, b, c, dan d seperti pada Gambar

7.5.

Gambar 7.5 Kita simbolkan grafik-grafik pada kluster-3 dengan

huruf untuk mempermudah pemahaman.

Dengan demikian, grafik-grafik (kombinasi antar huruf) yang dapat muncul dalam

m3 buah kluster-3 adalah

1 2 3= = = … = j

3 4 rdrfVrdrfRdrdrdrf 333

4

3

3

3

34 )()()(... =

i j rdrfVrdrfRdrdrdrf jiij

33333 )()()(... =

1 2

3

1 2

3

1 2

3

1 2

3

a b c d

aaaa…aa + aaaa…ab + … + ab…bbbb + bbbb…bb

m3 kali m3 kali m3 kali m3 kali

Page 232: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 225 -

Penjumlahan semua kombinasi di atas persis sama dengan 3)(m

dcba . Jadi

kontribusi kluster-3 ke dalam suku penjumlahan pada persamaa (7.11) adalah

Sekarang mari kita perhatikan angka-angka yang diisi pada lingkaran-

lingkaran grafik. Angka-angka yang menomori lingkaran pada tiap suku dapat

dipertukarkan maka jumlah kemungkinan menjadi lebih banyak lagi. Akibatnya

salah satu suku dalam persamaan (7.11) dapat ditulis sebagai jumlah suku-suku

yang diperoleh dari hasil permutasi suku lainnya. Jadi jumlah tiap suku sama,

namun satu suku adalah hasil permutasi nomor pada suku lainnya. Persamaan yang

diperoleh adalah

(7.16)

di manaPmenyatakan permutasi angka-angka yang menandai lingkaran

(permutasi angka 1 sampai N).

Selanjutnya kita perlu menentukan S{m} secara eksplisit. Karena yang kita

permutasi ada N partikel maka jumlah suku pada persamaan (7.16) adalan N! buah.

Tetapi perlu diingat bahwa tidak semua permutasi menghasilkan susunan yang

1 2

3

1 2

3

1 2

3

1 2

3

+ + +

m3

1 2

3

1 2

3

1 2

3

1 2

3

+ + +

m3

[ ]m1 [ ]m2

m4

… …

PmS }{

Page 233: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 226 -

berbeda. Contohnya kita lihat kluster-1 yang terditi dari m1 buah. Misalkan kluster-

kluster tersebut sebagai berikut.

Tetapi, karena

maka permutasi terhadap m1 buah angka pada lingkaran-lingaran tersebut tidak

memberikan konfigurasi yang berbeda (karena angka yang dipertukarkan

merupakan konstanta yang persis sama). Jumlah cara mempertukarkan m1 angka

adalah m1! cara. Jadi pada jumlah N! harus dibagi dengan m1! untuk menghidari

pengulangan permutasi yang tidak menghasilkan konfigirasi berbeda.

Alasan yang sama pun kita terapkan ketika akan membahas permutasi m

kluster-. Untuk menghindari pengulangan permutasi yang tidak menghasilkan

konfigurasi berbeda maka N! harus dibagi dengan m!. Jadi jumlah cara berbeda

setelah membuang permutasi yang ditak menghasilkan konfigurasi berbeda akibat

pertukaran kluster yang memiliki lingkaran yang sama jumlahnya menjadi

!!...!...!

!

21 Nmmmm

N

(7.17)

Selanjutnya perhatikan kluster yang mengandung beberapa lingkaran

(misalnya kluster-3). Misalkan anggota kluster tersebut sebagai berikut.

Jika kita menukarkan angka-angka dalam satu grafik maka kita tidak menghasilkan

konfigurasi yang berbeda. Penyebabnya adalah ketika dilakukan integral maka

angka-angka tersebut akan hilang. Jadi, konfigurasi di bawah ini tidak berbeda

dengan konfigurasi di atas. Pada konfigurasi di bawah angka-angka pada grafik

1 2 3 m1…

1 2 3= = = … = m1

1 2

3

5 8

9

15 21

33

34 35

45

61 77

85

91 92

99

m3 buah

Page 234: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 227 -

pertama dipertukarkan antar mereka, angka-angka pada grafik kedua dipertukarkan

pada mereka, dan seterusnya.

Ketika kita permutasi angka 1, 2, dan 3 pada grafik pertama maka kita tidak

menghasilkan konfigurasi baru. Jumlah cara permutasi 3 angka tersebut adalah 3!.

Ketika kita permutasi angka 5, 8, dan 9 pada grafik kedua maka kita pun tidak

mendapatkan konfigurasi baru. Jumlah cara permutasi tersebut adalah 3!. Dengan

demikian total cara permutasi semua angka dalam kluster-3 adalah 3)!3(m . Karena

permutasi tersebut tidak menghasilkan konfigurasi baru maka pada jumlah cara

yang dinyatakan dalam ungkapan (7.17) harus dibagi dengan 3)!3(m untuk

membuang pengulangan yang sama. Hal yang sama berlaku pada kluster-kluster

lainnya. Untuk kluster- jumlah cara permutasi yang harus dihilangkan adalah

m)!( . Akhirnya, jumlah suku yang benar-benar hanya menghasilkan konfigurasi

berbeda hanyalah

Nmmmm

N Nmmmm

N

)!...()!...()!2()!1(!!...!...!

!21

21

(7.18)

Jumlah yang diungkapkan (7.18) adalah jumlah suku penjumlahan yang

berbeda dalam persamaan (7.16). Karena tiap grafik sejenis selalu menghasilkan

nilai yang sama (berapa pun angka yang terkandung di dalamnya) maka nilai }{ mS

persis sama dengan jumlah suku yang berbeda dikalikalikan dengan perkalian

semua grafik yang muncul dalam persamaan (7.16). Akhirnya kita dapat simpulkan

3 1

2

9 5

8

21 15

33

34 45

35

85 77

61

91 99

92

m3 buah

Page 235: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 228 -

(7.19)

Tiap suku dalam persamaan (7.11) mengandung satu set {m}. Oleh karena

itu jumlah untuk semua set {m} yang mungkin adalah

}{

}{

m

mS

Akhirnya kita dapatkan fungsi partisi kanonik sebagai

}{

3}{

!

1

m

NN mSN

Z

(7.20)

Seperti yang umum dilakukan hingga saat ini, mari kita definisikan integral

kluster sebagai berikut

VTVb

33!

1),(

(jumlah semua kemungkinan kluster-) (7.21)

Sebagai contoh

111

][!1

1),( 3

3131 V

Vrd

VVTVb

2

3

1

3

1233232 )(!2

1][

!2

1),( rdrdrf

VVTVb

1 2

3

1 2

3

1 2

3

1 2

3

+ + +

m3

[ ]m1 [ ]m2

m4

… …

Nmmmm

N Nmmmm

NmS

)!...()!...()!2()!1(!!...!...!

!}{

21

21

Page 236: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 229 -

rdrfrdrfRdV

3

3

33

3)(

!2

1)(

!2

1

Dengan definisi (7.21) maka kita dapat menulis

}{ 21

3 )!...()!2()!1(!!...!

!

!

121

mmmm

N

NNNNmmm

N

NZ

NmN

N

mmVNbVbVb 33323

2

313

1 !...!2!121

}{

)23(

3

2)13(

3

1

32

2

1

11

m

m

m

m

m

N

VbVb

N

N

mN

m

Nm

mVbVb )3(

3

)3(

3......

}{

3

33}{

)3(

33

11

m

mm

Nm

m

m

N

VbVb

}{3

}{

3

33

1

m

m

m

N

m

N

VbVb

(7.22)

Dari fungsi partisi kanonik kita mendapatkan fungsi grand partisi sebagai berikut

0 }{3

N m

m

N

G

VbzZ

(7.23)

Selanjutnya, karena mN maka

mmmN zzzz

sehingga persamaan (7.23) dapat ditulis ulang menjadi

0 }{3

N m

m

G zVb

Z

(7.24)

Page 237: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 230 -

Kita ingin lebih menyederhakan lagi persamaan (7.24). Karena N dapat

meniliki nilai dari 0 sampai tak berhingga maka semua m dapat memiliki nilai dari

0 sampai tak berhingga. Dengan demikian, fungsi grand partisi dapat ditulis ulang

menjadi

033

2

3

21

3

1

1

21

2

............m

m

NN

mmm

mmm

G

N

N

zVb

zVb

zVb

zVb

Z

03

03

0

2

3

2

0

1

3

1 ......2

2

1

1

m

m

NN

m

m

m

m

m

m N

zVb

zVb

zVb

zVb

zVb

zVb

zVb

zVb

zVb NN

333

2

3

21

3

1 expexp...exp...expexp

(7.25)

Dari persamaan (7.25) dengan mudah kita mendapatkan

zbV

zVb

ZG 33ln

(7.26)

Akhirnya kita dapatkan persamaan berikut ini

zbZ

VkT

PG 3

1ln

1

(7.27)

kTzzbV

kTz

zbz

VkT

ZkTN

TV

G /)(ln 1

33

,

zb

V3

atau

zb

V

N

v 3

11

(7.28)

Persamaan (7.27) dan (7.28) merupakan landasan untuk mencari persamaan

keadaan dalam metode ekspansi kluster. Yang dilakukan adalah mencari konstanta

Page 238: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 231 -

b pada deret persamaan (7.27) dan (7.28). Konstanta tersebut dihitung dari integral

fungsi potensial. Nilai konstanta sangat bergantung pada jenis interaksi antar

atom/molekul gas.

Page 239: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 232 -

Bab 8

MODEL ISING

Pada bab ini kita akan bahas salah satu topik yang sering dijumpai pada

mekanika statistik, yaitu model Ising. Model ini pertama kali dikembangkan oleh

Ising untuk menjelaskan sifat magnetik bahan dengan memandang bahan tersusun

atas momen-momen magnetik yang tersusu secara teratur. Dalam perkembangan

selanjutnya model ini diterapkan untuk sejumlah kasus yang kadangkala tidak ada

hubungan langsung dengan kemagnetan.

Untuk memahami isi bab ini diperlukan kemampuan matematika yang agak

tinggi. Mahasiswa perlu mempelajari lagi operasi diagonalisasi matriks, mencari

trace matriks.

8.1 Formulasi Ising Dalam model Ising, assembli dipandang sebagai susunan teratur dari N

system pada posisi tetap. Penyusunan sistem-sistem tersebut membentuk kisi-kisi

kristal. Bentuk kisi bisa berupa kisi linier (1D), bujur sangkar, persegi panjang, atau

segitiga (2D), simple cubic, face centered cubic, hexagonal, dan lain-lain (3D). Tiap

titik kisi berkaitan dengan salah satu dari dua keadaan yang dilambangkan dengan

nilai +1 dan -1. Jika variabel yang menyatakan keadaan kisi ke-i asalah si maka si

hanya boleh memiliki nilai -1 atau +1. Dalam bahan feromagnet, keadaan dengan si

= +1 berkaitan dengan spin up dan keadaan dengan si = -1 berkaitan dengan spin

down. Kumpulan {si} menentukan keadaan assembli.

Misalkan energi interaksi keadaan ke-i dan ke-j adalah -ij dan energi

interaksi antara keadaan ke-i dengan medan magnetik B adalah -Bsi maka energi

assembli pada konfigurasi {si} memenuhi

i

i

ji

jiiji sBsssE ,

}{ (8.1)

Page 240: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 233 -

Jika dianggap bahwa hanya interaksi antara dua tetangga terdekat saja yang

dominan, yaitu dua sistem yang berhubungan langsung, maka energi interaksi dapat

ditulis

i

i

ij

jiiji sBsssE }{ (8.2)

di mana simbol ijmenyatakan penjumlahan dilakukan dengan

memperhitungkan tetangga terdekat saja.

b) Jika dianggap bahwa interaksi antara dua tetangga terdekat adalah sama untuk

semua tetangga, tidak bergantung pada lokasi di mana dua sistem terdekat berada

maka ij untuk semua i dan j. Dengan demikian kita bisa sederhanakan

persamaan (8.2) menjadi

i

i

ij

jii sBsssE }{ (8.3)

Berapakah jumlah suku dalam penjumlahan di sebelah kiri persamaan

(8.3)? Misalkan jumlah tetangga terdekat adalah . Untuk setiap nilai i ada sebanyak

buah nilai j yang merupakan tetangga terdekat. Karena ada N buah indeks i maka

jumlah indeks j yang menjadi tetangga terdekat adalah N. Tetapi perhitungan

semacam ini akan menyebabkan dua kali cacahan. Saat menghitung jumlah tetangga

yang dimiliki spin dengan indeks i, maka spin dengan indeks j dihitung. Kemudian

saat menghitung tetangga yang dimiliki sistem dengan indeks j, maka sistem dengan

indeks i juga diperhitungan. Dengan demikian, jumlah suku sebenarnya dalam

penjumlahan di atas hanyalah N/2. Contoh nilai untuk beberapa penyusunan

adalah:

kisi bujur sangkar, = 4;

kisi simple cubic, = 6;

kisi body centered cubic, = 8;

kisi hexagonal closed packing , =12.

Sekarang kita tinjau kasus khusus, yaitu untuk > 0 yang berkaitan dengan

bahan ferromagnetik. Fungsi partisi adalah

Ns

i

ss

sETBZ exp...,21

(8.4)

Page 241: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 234 -

Pada persamaan (8.4) tiap variabel is mengambil nilai -1 dan +1. Karena ada N

buah tanda penjumlahan maka jumlah suku dalam penjumlahan fungsi partisi

adalah 2N buah. Energi bebas helmholtz diperoleh langsung dari fungsi partisi

melalui persamaan,

),(ln),( TBZkTTBF (8.5)

Ada cara lain untuk menentukan fungsi partisi secara lebih mudah.

Misalkan N+ adalah jumalah spin up dan N- = N-N+ adalah jumlah spin down. Akan

muncul tiga jenis pasangan antar spin, yaitu up-up (++), down-down (--) dan up-

down (+-). Pasangan (--) dan (++) menyumbang energi yang sama besarnya,

sedangkan pasangan (-+) menyumbang energi yang berlawanan tanda. Energi total

assembli dapat ditentukan dengan menenentukan jumlah pasangan (--), (++), dan

(+-). Misalkan jumlah pasangan-pasangan yang adalah

Pasangan (++): N

Pasangan (--): N

Pasangan (+-): N

Untuk menentukan jumlah masing-masing pasangan tersebut, mari kita lihat

skema pada Gambar 8.1:

a) tiap bertemu satu spin up, kita tarik garis ke tetangga terdekat (ada buah

garis yang ditarik);

b) tiap ketemu satu spin down kita tidak membuat garis ke tetangga

terdekatnya;

c) akibatnya, pasangan up-up akan dihubungkan oleh dua garis;

d) pasangan up-down dihubungkan oleh satu garis;

e) pasangan down-down tidak dihubungkan oleh garis;

f) karena tiap satu spin up menghasilkan buah garis maka jumlah garis yang

dibuat adalah N+. Garis tersebut akan terbagi menjadi dua buah

penghubungn up-up dan satu buah penghubung up-down. Jadi akan

terpenuhi hubungan

NNN 2 (8.6)

Page 242: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 235 -

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

Gambar 8.1 Skema menentukan jumlahan pasangan spin up dan

down dengan menarik satu garis keluar dari spin up dan tidak

menarik garis keluar dari spin down.

Selanjutnya kita balik aturan penggambaran di atas dengan aturan seperti

diilustrasikan pada Gambar 8.2:

a) tiap ketemu satu spin down, kita tarik garis ke tetangga terdekat (ada garis

yang dibuat);

b) tiap ketemu satu spin up kita tidak membuat garis ke tetangga terdekatnya;

c) akibatnya, pasangan down-down akan dihubungkan oleh dua garis;

d) pasangan up-down dihubungkan oleh satu garis;

e) pasangan up-up tidak dihubungkan oleh garis;

f) karena tiap satu spin down menghasilkan buah garis (jumlah tetangga

terdekat) maka jumlah garis yang dibuat adalah N-. Garis tersebut akan terbagi

menjadi dua buah penghubungn down-down dan satu buah penghubung up-

down. Jadi akan terpenuhi hubungan.

Page 243: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 236 -

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

Gambar 8.2 Skema menentukan jumlahan pasangan spin up dan

down dengan menarik satu garis keluar dari spin down dan tidak

menarik garis keluar dari spin up.

NNN 2 (8.7)

Di samping itu karena jumlah total spin adalah N maka

NNN (8.8)

Dari tiga persamaan di atas kita dapatkan persamaan berikut ini

NNN 2 (8.9)

NNN (8.10)

NNNN

2 (8.11)

Page 244: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 237 -

NNNNNNssij

ji2

24

(8.12)

NNNNsi

i 2 (8.13)

Dengan demikian, energi assembli dapat ditulis menjadi

NBNBNNNE

2

124),( (8.14)

Fungsi partisi selanjutnya dapat ditulis

N

NN

N

NBBNTBA eNNgeee 4

0

)(2)2/(),( ),( (8.15)

di mana g(N+,N++) adalah jumlah konfigurasi yang berkaitan dengan N+ dan N++

tertentu.

Penjumlahan di atas sangat sulit untuk diselesaikan. Penjumlahan baru

dapat dilakukan jika kita mengetahui bentuk eksplisit dari g(N+,N++). Yang dapat

dilakukan sekarang adalah melakukan sejumlah pendekatan. Kita akan membahas

sejumlah aproksimasi yang sudah diperkenalkan orang sejak lama.

8.2 Aproksimasi Bragg-Williams Tampak pada fungsi partisi persamaan (8.15) bahwa energi assembli tidak

bergantung secara eksplisit pada distribusi spin up dan spin down, tetapi hanya

bergantung pada berapa jumlah spin up dan berapa pasangan spin up-up. Di mana

letak spin up tersebut tidak menentukan energi konfigurasi. Di sini kita perkenalkan

dua buah besaran, yaitu N+/N dan N++/(N/2). Perhitungan besaran pertama akan

memperhatikan seluruh lokasi dalam assembli, yaitu menghitung semua spin up

dalam seluruh ruang assembli. Besaran tersebut mengukur keteraturan munculnya

spin up pada seluruh ruang dalam assembli. Besaran tersebut sering dinamakan

long-range order. Sebaliknya, besaran kedua hanya mempertimbangkan pasangan-

pasangan tetangga terdekat. Besaran tersebut merepresentasikan keteraturan lokal,

yaitu bagaimana terbentuknya pasangan spin up-up pada wilayah yang sangat kecil,

yaitu tatangga terdekat. Oleh karena itu besaran tersebut dinamakan short-range

order.

Kita definisikan parameter long-range order, L dan short-range order, ,

sebagai berikut

Page 245: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 238 -

)1(2

1 L

N

N (-1 ≤ L ≤ +1) (8.16)

)1(2

1

)2/(

N

N (-1 ≤ ≤ +1) (8.17)

Nilai N+ bervriasi dari 0 sampai N. Jika N+ = 0 maka L = -1. Jika N+ = N maka L =

+1. Jadi jangkauan nilai L memenuhi -1 ≤ L ≤ 1. Nilai N++ paling kecil adalah 0

(tidak ada pasangan spin up-up). Pada konsisi ini = -1. Jumlah maksimum

pasangan yang dapat terbentuk adalah N/2. Dengan demikian nilai maksimum N++

adalah N/2 dan pada kondidi ini = +1. Jadi jangkauan nilai adalah -1 ≤ ≤ 1.

Dengan pengenalan dua parameter tersebut maka kita peroleh

)122()2/( LNssij

ji (8.18)

NLsi

i (8.19)

Substitusi ke dalam persamaan (8.14) diperoleh energi rata-rata per spin

BLLN

E )122)(2/( (8.20)

Menurut aproksimasi Bragg-Williams, terbentunya short-range order

adalah akibat dari long-range order. Dengan demikian ada keterkaitan langsung

antara short-range order dan long-range order. Keterkaitan tersebut adalah

2

2/

N

N

N

N

(8.21)

Dengan aproksimasi ini maka

2

)1(2

1)1(

2

1

L

atau

Page 246: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 239 -

1)1(2

1 2 L (8.22)

Substitusi (8.22) ke dalam (8.20) diperoleh energi rata-rata per spin menjadi

BLLN

E 2)2/( (8.23)

Selanjutnya fungsi partisi menjadi

is

BLLNeTBZ )2/( 2

),( (8.24)

Penjumlahan terhadap {si} dapat diganti dengan penjumlahan terhadap L

dari -1 sampai +1. Nilai L ditentukan oleh N+. Jumlah kedanaan yang berkaitan

dengan satu nilai L sama dengan jumlah cara mengambil N+ dari sejumlah N spin

yang tersedia. Jumlah cara tersebut adalah

]!2/)1([]!2/)1([

!

)!(!

!

LNLN

N

NNN

N

Dengan demikian,

1

1

)2/( 2

]!2/)1([]!2/)1([

!),(

L

BLLNeLNLN

NTBZ (8.25)

Jika dijumpai penjumlahan seperti pada persamaan (8.25) maka akan ada

satu suku yang memiliki nilai sangat dominan. Dengan adanya suku yang sangat

dominan tersebut maka nilai suku-suku lain dapat diabaikan. Bahkan, jumlah semua

suku-suku lainnya masih lebih kecil daripada nilai satu suku yang dominan tersebut.

Dengan demikian penjumlahan pada persamaan (8.25) dapat didekati dengan nilai

suku dominan saja. Misalkan suku yang memiliki nilai sangat dominan tersebut

berkaitan dengan LL , maka kita dapat melakukan aproksimasi sebagai berikut,

)2/( 2

]!2/)1([]!2/)1([

!),( LBLNe

LNLN

NTBZ

atau

Page 247: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 240 -

)2/( 2

]!2/)1([]!2/)1([

!ln),(ln LBLNe

LNLN

NTBZ

(8.26)

Kemudian kita lakukan aproksimasi logaritma suku faktorial dengan

aproksimasi Stirling. Dengan aproksimasi tersebut maka persamaan (8.26) dapat

ditulis sebagai

2

1ln

2

1

2),(ln

1 2 LLLB

LTBZ

N

N

NLL !ln

2

1ln

2

1

(8.27)

Karena L memberikan nilai maksimum pada fungsi partisi maka turunan fungsi

partisi pada nilai L harus nol, atau

),(ln1

TBZNL

02

1ln

2

1

2

1ln

2

1

2

2

LLLLLB

L

L

Diferensial di atas memberikan solusi

LL

L 22

1

1ln

atau

kT

L

kT

BL

tanh (8.28)

Solusi persamaan (8.28) dapat diperoleh dengan metode grafik. Caranya

adalah membuat grafik Ly 1 dan )//tanh(2 kTLkTBy . Perpotongan dua

grafik tersebut merupakan solusi untuk L . Gambar 8.3 adalah grafik

)//tanh(2 kTLkTBy pada tida suhu yang berbeda yaitu T1, T2, dan T3. Kita

menggunakan T2 = T1/2 dan T3 = T1/5. Solusi yang didapat adalah pada nilai L > 0.

Page 248: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 241 -

Tampak bahwa makin rendah suhu maka nilai L makin tinggi dan mendekati satu.

Ketika T 0 maka solusinya adalah L = 1. Ini adalah kondisi di mana spin magnet

mengarah sempurna ke satu arah.

Gambar 8.3 Kurva Ly 1 (garis lurus warna biru) dan

)//tanh(2 kTLkTBy (tiga kurva lengkung) sebagai fungsi

L pada berbagai nilai suhu. Sebagai ilustrasi, pada gambar tersebut

kita menggunakan T2 = T1/2 dan T3 = T1/5, sedangkan medan

magnetik dibuat tetap. Titik potong garis lurus dan kurva lengkung

merupakan solusi untuk L . Tampak bahwa suhu yang berbeda

memberikan L yang berbeda. Makin rendah suhu maka L makin

menuju ke nilai satu. Ini menunjukkan bahwa makin rendah suhu

maka spin makin mengarah ke satu arah. Makin rendah suhu maka

agitasi termal spin makin kecil sehingga spin makin mudah

diarahkan oleh medan magnet menuju arah yang sama.

Gambar 8.4 adalah penentuan solusi persamaan (8.28) ketika besar medan

magnet diubah-ubah. Kita menggunakan tiga nilai medan, B1, B2, dan B3 di mana B2

= 3B1 dan B3 = 8B1. Tampak bahwa makin besar medan maka solusi untuk L makin

besar dan menuju ke satu.

Page 249: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 242 -

Gambar 8.4 Kurva Ly 1 (garis lurus warna biru) dan

)//tanh(2 kTLkTBy (tiga kurva lengkung) sebagai fungsi

L pada berbagai kuat bedan magneti. Sebagai ilustrasi, pada

gambar tersebut kita menggunakan B2 = 3B1 dan B3 = 8B1,

sedangkan suhu dibuat tetap. Titik potong garis lurus dan kurva

lengkung merupakan solusi untuk L . Tampak bahwa medan

magnet yang berbeda memberikan L yang berbeda. Makin besar

medan magnet maka L makin menuju ke nilai satu. Ini

menunjukkan bahwa makin besar medan magnet maka spin makin

mengarah ke satu arah. Medan magnet yang besar memaksa makin

banyak spin untuk mengambil arah yang sama dengan arah medan.

Kita periksa kasus khusus ketika medan yang diterapkan nol (tidak ada

medan yang diterapkan). Pada kondisi tersebut persamaan (8.28) menjadi

kT

LL

tanh (8.29)

Persamaan (8.29) memiliki dua jenis solusi yang bergantung pada perbandingan

energi interaksi antar spin dengan energi termal. Dua jenis solusi untuk L adalah

Page 250: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 243 -

1,

1,0

kTL

kTL

o

(8.30)

Nilai 0L dapat diperoleh dengan metode grafik seperti diuraikan di atas.

Persamaan (8.30) atas menginformasikan bahwa jika energi interaksi yang

dialami spin lebih kecil daripada energi termal naka solusi yang ada hanyalah L =

0. Nilai ini menunjukkan bahwa jumlah spin up persis sama dengan spin down.

Artinya, spin mengambil arah random. Tarikan akibat interaksi antar spin (yang

cenderung membuat spin mengambil satu arah) tidak cukup kuat mengimbangi

energi termal (cenderung membuat arah spin acak). Sebaliknya, jika energi interaksi

antar spin lebih besar daripada energi termal maka kebih banyak spin berorientasi

ke satu arah. Energi ikatan antar spin (yang cenderung mengarahkan spin) lebih

besar daripada energi termal yang cenderung mengacaukan arah spin,

Dengan mendefinisikan /k = Tc , di mana Tc dinamakan suhu kritis maka

co

c

TTL

TTL

,

,0 (8.31)

Jadi, selama suhu assembli lebih besar daripada suhu kritis maka tidak ada

keteraturan spin. Spin menunjukkan keteraturan pada suhu di bawah suhu kritis.

Makin jauh suhu assembli di bawah suhu kritis maka keteraturan makin tinggi.

8.3 Aproksimasi Bethe-Pierls Salah satu langkah yang cukup drastis dalam aproksimasi Bragg-Williams

adalah melakukan pendekatan

2

2/

N

N

N

N

Pendekatan ini menyatakan bahwa terbentuknya pasangan spin up-up ditentukan

oleh jumlah titik yang memiliki keadaan spin up. Pendekatan ini cukup kasar,

seperti dapat dilihat pada Gambar 8.5. Pada gambar kiri dan kanan, N sama

banyaknya sehingga (N+/N)2 juga sama. Tetapi N++ pada gambar kiri lebih banyak

daripada pada gambar kanan sehingga N++/(N/2) pada gambar kiri lebih besar

nilainya. Ini menunjukkan bahwa aproksimasi Bragg-Williams masih sangat kasar.

Page 251: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 244 -

-

+

- - -

+

+

+

+

+

+

+

+

- - - -

-

-

-

+ - -

+

+

+

+

+

+

+

- -

-

-

-- +

-

- -

Gambar 8.5 Ilustrasi yang memperlihatkan bahwa aproksimasi

Bragg-Willims masih kurang teliti. Walaupun fraksi spin up (N+/N)

sama pada dua gambar namun jumlah pasangan spin up-up

(N++/(N/2)) tidak sama pada dua gambar. Dengan demikian tidak

selalu berlaku bahwa N++/(N/2) = (N+/N)2.

Aproksimasi Bethe-Pierls memperbaiki ketelitian aprokasimasi Bragg-

Williams. Langkah yang diterapkan sebagai berikut.

a. mengambil satu bagian kecil saja dari kisi besar untuk dianalisis lebih detail;

b. menghitung secara eksak pembentukan pasangan spin dalam bagian kecil

tersebut;

c. sisa kisi lainnya (sebagian besar) dipandang sebagai latar belakang.

Bagian kisiyang dihitung

dengan teliti

Latar belakang

Page 252: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 245 -

Langkah ini sangat mirip dengan saat menghitung medan listrik polarisasi dalam

bahan dielektrik dengan menggunakan metode Lorentz.

Sebagian kecil bahan dielektrik dipilih. Momen dipol dalam bagian yang dipilih

tersebut dipandang tersusun secara diskrit. Sisanya adalah latar belakang yang

dipandang sebagai medium kontinu.

Bagian kisiyang dihitung

dengan teliti. Moden dipol

dianggap tersebar secara

diskrit

Latar belakang

dianggap kontinu

Untuk memudahkan penerapan aproksimasi Bethe-Pierls, kita tinjau kasus

khusus di mana medan magnet luar nol. Untuk memulai perumusan tersebut, mari

kita lihat sebuah titik kisi dengan keadaan spin s. Keadaan spin s memiliki dua

kemungkinan nilai, yaitu s = +1 untuk spin up dan s = -1 untuk spin down. Titik kisi

tersebut dihubungkan dengan tetangga terdekat.

1

2

3

4

s

Page 253: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 246 -

Misalkan dari tetangga terdekat ada n buah yang memiliki spin up dan -n buah

yang memiliki spin down. Selanjutnya kita definisikan

P(s,n) = probabilitas menemukan n tetangga terdekat dengan spin up dan

-n buah tetangga terdekat dengan spin down jika keadaan kisi di pusat

adalah s.

Jadi,

a. P(+1,n) = probabilitas menemukan n pasangan (++) dan -n pasangan (+-)

b. P(-1,n) = probabilitas menemukan n pasangan (-+)dan -n pasangan (--)

c. Pada kondisi P(+1,n) energi yang dimiliki adalah

)2()()(),1( nnnnE (8.32)

d. Pada kondisi P(-1,n) energi material adalah

)2()()()(),1( nnnnE (8.33)

e. Jumlah cara menemukan n spin up dari tetangga terdekat adalah

nnn

)!(!

! (8.34)

f. Dengan demikian, kita dapat menulis probabilitas P(+1,n) dan P(-1,n) sebagai

berikut

kTnEen

nP /),1(),1(

(8.35)

kTnEen

nP /),1(),1(

(8.36)

g. Kita mengubah tanda kesebandingan dengan tanda sama dengan dengan

memperkenalkan faktor pengali zn/q sehingga

)2(),1(

n

n

enq

znP (8.37)

Page 254: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 247 -

)2(),1( nn

enq

znP

(8.38)

Pada persamaan-persamaan di atas q adalah bilangan penormalisasi sedangan zn

adalah parameter yang memperhitungkan efek latar belakang.

Perhatikan penjelasan berikut ini.

0

),1(n

nP = probabilitas menemukan titik kisi di tengah memiliki spin

up untuk semua kemungkinan spin tetangga terdekatnya.

0

),1(n

nP = probabilitas menemukan titik kisi di tengah memiliki spin

down untuk semua kemungkinan spin tetangga terdekatnya.

Dari dua definisi tersebut dapat kita tarik kesimpulan bahwa

00

),1(),1(nn

nPnP = probabilitas menemukan titik kisi di tengah

memiliki spin apa saja (apakah up atau down) untuk semua kemungkinan

spin tetangga terdekatnya. Nilai tersebut jelas sama dengan satu.

Dengan demikian

1),1(),1(00

nn

nPnP

10

)2(

0

)2(

n

nn

n

nn

enq

ze

nq

z

yang dapat disusun ulang menjadi

0

2

0

2

n

nn

n

nn ezen

ezen

q

0

2

0

2

n

n

n

nze

neze

ne

Page 255: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 248 -

22 11 zeezee

zeezee (8.39)

Dari pernyataan bahwa

0

),1(n

nP = probabilitas menemukan titik kisi di tengah memiliki spin up

untuk semua kemungkinan spin tetangga terdekatnya

maka jelaslah bahwa

2

1),1(

0

L

N

NnP

n

(8.40)

Dari definisi

),1( nP = probabilitas menemukan n pasangan (++) dan - n pasangan

(+-)

maka kita dapatkan

nP(+1,n) = jumlah spin up-up jika kisi di tengah memiliki spin up;

(n/)P(+1,n) = probabilitas menemukan spin up-up jika kisi di tengah

memiliki spin up;

dan

0

),1(n

nPn

= probablitas menemukan spin up-up dalam kisi

2

1

2/

N

N (8.41)

Yang kita lakukan dengan aproksimasi Bethe-Pierls sebagai berikut:

a.

0

),1(n

nP = kemungkinan mendapatkan spin up di tengah;

Page 256: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 249 -

b.

0

),1(n

nPn

= kemungkinan mendapatkan spin up di tetangga jika di tengah

berada pada keadaan spin up;

c.

0

),1(n

nPn

= kemungkinan mendapatkan spin up di tetangga jika di tengah

berada pada keadaan spin down;

d.

0

),1(),1(n

nPn

nPn

= kemungkinan mendapatkan spin up di tetangga

jika di tengah berada pada keadaan spin apa saja.

Karena titik kisi yang berada di tengah dapat dipilih titik kisi mana saja maka

haruslah

Kebolehjadian menemukan spin up di tengah sama dengan

kemungkinan menemukan spin up di tetangga,

atau

00

),1(),1(),1(nn

nPn

nPn

nP

0

),1(),1(1

n

nnPnnPzee (8.42)

Dapat ditunjukkan dengan mudah hubungan berikut ini

),1(),1( nPz

znnP

(8.43)

),1(),1( nPz

znnP

(8.44)

Jadi

0

),1(),1(1

n

nPnPz

zzee

zeezee

zzzee

1

Page 257: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 250 -

ezeeezeez

zee11

ezeeezeezzee11

e

zee

zeeezzee

1

e

zee

zeezzezee

1

1

1

zee

zeez

atau 1

zee

zeez

1

2

21

ez

ze (8.45)

Solusi untuk z pada persamaan (8.45) dapat dicari dengan metode grafik.

Kita gambar y1 = z dengan kurva 1

2 ])}2exp[/(])2exp[1{( zzy

sebagai fungsi z. Perpotongan dua kurva tersebut merupakan solusi z yang dicari.

Gambar 8.6 adalah kurva y1 dan y2 pada berbagai nilai : 0,05; 0,1; dan 0,5.

Makin besar nilai berarti suhu makin rendah atau interaksi antar spin makin

besar. Tampak pada gambar bahwa makin besar maka nilai z makin besar.

Page 258: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 251 -

Gambar 8.6 Fungsi y1 = z dan fungsi 1

2 ])}2exp[/(])2exp[1{( zzy sebagai fungsi z pada

berbagai nilai : 0,05; 0,1 dan 0,5. Perpotongan kurva lengkung

dengan garis lurus merupakan solusi untuk z pada persamaan

(8.45). Tampak bahwa makin kecil (suhu makin tinggi atau

energi interaksi antar spin makin kecil) maka nilai z makin kecil.

Sekarang kita tinjau solusi pada beberapa kondisi khusus. Mudah

ditunjukkan bahwa z = 1 merupakan solusi. Ini mudah dibuktikan dengan

memasukkan z = 1 ke dalam persamaan (8.48) dan diperoleh.

1

2

2

1

11

e

e

Sifat lain yang dapat dibuktikan dengan mudah adalah jika sudah

ditemukan z sebagai solusi maka 1/z juga merupakan solusi persamaan (8.48).

Pembuktiannya adalah dengan mengganti z pada persamaan (8.48) dengan 1/z dan

diperoleh

1

2

2

)/1(

)/1(11

ez

ez

z

1

2

2

1

ze

ez

Page 259: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 252 -

atau 1

2

21

ez

zez

Hasil di atas menyimpulkan bahwa jika z adalah solusi maka 1/z juga merupakan

solusi.

Perhatikan lagi fungsi 1

2 ])}2exp[/(])2exp[1{()( zzzy .

Sudah kita tunjukkan bahwa pada z = 1, nilai y2(z) sama dengan nilai z karena y2(1)

= 1. Pada z 0 diperoleh y2 exp[2(-1)]. Ini berarti bahwa y2(z) > z ketika z

0. Dua kondisi tersebut berimplikasi bahwa fungsi y2(z) memotong fungsi y1 = z

pada z = 1 dan pada z antara 0 sampai 1. Kondisi asimptot pada z diperoleh

y2(z) exp[-2(-1)]. Karena berharga negatif maka y2()/y2(0) > 1. Dan

dengan sifat asimptotik ini maka y2(z) < z ketika z .

Selanjutnya kita periksa apakah fungsi y2(z) monoton naik dengan cara

menyelidiki gradien pada semua nilai z. Untuk mengecek apakah fungsi y2(z)

monoton naik atau turun akan lebih mudah kita mengecek fungsi ln y2(z). Sebab

kalau ln y2(z) monoton naik maka y2(z) juga monoton naik. Sebaliknya, kalau ln

y2(z) monoton turun maka y2(z) juga monoton turun. Dengan mudah dapat

ditunjukkan bahwa

2

2

2

1ln)1()(ln

ez

zezy

Dengan demikian

22

2

2 1

1)1(

)(ln

ezze

e

z

zy

))(1(

1)1(

22

4

ezze

e

Karena < 0 maka jelas bahwa ln y2/z > 0 pada semua z. Dengan demikian

fungsi ln y2(z) monoton naik yang berimplikasi bahwa fungsi y2(z) monoton naik.

Dari semua penjelasan di atas dapat kita simpulkan bahwa, ketika z 0, y2

(z) > z, ketika z = 1, y2(z) = z, dan ketika z , y2(z) < z. Sifat ini beserta sifat

monoton naik fungsi y2(z) berimplikasi bahwa

a) Jika pada z = 1 kemiringan kurva y2(z) kurang dari 1 maka fungsi y2(z)

hanya berpotongan dengan fungsi y1 = z pada z = 0.

Page 260: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 253 -

b) Jika pada z = 1 kemiringan kurva y2(z) lebih dari 1 maka fungsi y2(z)

berpotongan dengan fungsi y1 = z pada tiga nilai z, yaitu z = 1, z = z0, dan z

= 1/z0.

Solusi dengan z = 1 adalah solusi dengan kondisi spin acak. Jumlah spin up dan

down sama banyak dan bahan tidak berifat magnetik. Sifat magnetik muncul hanya

jika ada solusi dengan z 1 dan itu terpenuhi jika kemiringan kurva y2(z) pada z = 1

lebih dari satu. Dengan demikian kondisi di mana kemiringan kurva y2(z) pada z = 1

merupakan kondisi kritis saat terjadi transisi dari sifat magnetik ke sifat non

magnetik.

Dapat dibuktikan dengan mudah bahwa kemiringan fungsi ini pada z = 1,

adalah

22

4

)1(

)1)(1(

e

em (8.46)

Kita definisikan suhu kritis yaitu suhu ketika m = 1, yang memenuhi

22

4

)1(

)1)(1(1

c

c

e

e

atau

2/2/4

)1()1)(1( cc kTkTee

(8.47)

Solusi dari persamaan (8.47) adalah

)1/(ln

2

ckT (8.48)

Tampak dari persamaan (8.48) bahwa suhu kritis sangat bergantung pada

kekuatan interaksi antar spin bertetangga dan jumlah tetangga yang dimiliki setiap

spin. Makin kuat interaksi dan makin banyak tetangga terdekat maka makin besar

suhu kritis. Ini dapat dipahami dengan mudah bahwa makin kuat interaksi dan

makin banyak tertangga terdekat maka arah spin akan makin sulit diacak oleh

energi termal. Perlu suhu yang lebih tinggi untuk mengacak arah spin (mengubah

dari kondisi magnetik menjadi non magnetik)

Page 261: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 254 -

8.4 Model Ising Satu Dimensi Sekarang kita bahas kasus yang sangat khusus yaitu model Ising satu

dimensi di mana titik-titik kisi disusun dalam jarak yang sama sepanjang garis.

Model ini menjadi menarik karena memiliki solusi analitik yang cukup mudah

dicari.

s1 s2 s3 sNs1 s2 s3 sN

Kita misalkan jumlah titik kisi adalah N dan keadaan tiap titik kisi dinyatakan

dengan variable s1, s2, …, sN. Tiap keadaan memiliki dua kemungkinan nilai, yaitu –

1 dan +1. Untuk lebih mudah, kita gunakan syarat batas periodik, yaitu

kNk ss (8.49)

Jika dikenakan medan magnetik B maka energi kisi adalah

k

k

k

kki sBsssE 1 (8.50)

Pada penulisan bentuk energi di atas kita telah menganggap bahwa interaksi antar

titik kisi hanya terjadi antara tetangga terdekat saja, yaitu hanya dengan satu titik

kisi di sebelah kiri dan satu titik kisi di sebelah kanan. Dengan penggunaan syarat

batas periodik maka kita memiliki hubungan

k

k

k

k ss 1 (8.52)

k

kk

k

k sss 12

1 (8.53)

sehingga kita dapat menulis

k

kk

k

kki ssBsssE 112

1 (8.84)

Fungsi partisi assembli adalah

Page 262: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 255 -

Ns

i

ss

sEZ exp...21

Ns k

kk

k

kk

ss

ssBss 11 )2/1(exp...21

(8.85)

Kita akan menggunakan dua cara untuk mencari fungsi partisi pada

persamaan (8.55). Cara pertama telah dilakukan oleh Ising tahun 1925 (E. Ising, Z.

Phys. 31, 253 (1925)) dan cara kedua dipaparkan oleh Tejero (C.F. Tejero,

American Journal of Physics 56, 169 (1988)).

Metode Ising Untuk memudahkan penyelesaian persamaan di atas kita definisikan

matriks 2 2, , yang memiliki elemen sebagai berikut

)'()2/1('' ssBssess

dengan s dan s’ memiliki nilai –1 atau +1. Dengan definisi tersebut maka

Be 11 (8.57)

Be 11 (8.58)

e 11 (8.59)

e 11 (8.60)

Dengan demikian

1111

1111

)(

)(

B

B

ee

ee

(8.61)

Page 263: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 256 -

Akhirnya kita dapat menulis fungsi partisi sebagai

Nsss

ssBssZ 2121 )2/1(exp...21

3232 )2/1(exp ssBss

4343 )2/1(exp ssBss

11 )2/1(exp... NNNN ssBss

Ns

NN

ss

ssssss 13221 ......21

Ns

N

ss

ssssss 13221 ......21

(8.62)

Mengingat

1ks

kk ss (8.63)

maka

1

11

s

N ssZ

NTr (8.64)

Trace sebuah matriks tidak berubah jika jika dilakukan transformasi

orthogonal pada matriks tersebut. Untuk menentukan NTr dengan mudah kita

terlebih dahulu melakukan transformasi orthogonal pada N sehingga menjadi

diagonal. Transformasi yang dilakukan adalah

NN AAAAAAAAAA ... (8.65)

di mana 1AA . Agar AA N diagonal maka syarat yang cukup adalah AA

diagonal. Dalam bentuk diagonal tersebut maka elemen-elemen diagonal dari AA adalah energi eigen dari , atau

Page 264: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 257 -

0

0AA (8.66)

dengan + dan - adalah energi-energi eigen dari . Dengan demikian kita akan

mendapatkan

N

N AA

0

0 (8.67)

Jadi persoalan kita tinggal mencari energi eigen dari . Untuk maksud ini,

mari kita tulis

db

ba (8.68)

Nilai eigen dari ditentukan dengan memechakan persamaan berikut ini

y

x

y

x

atau

0

y

x

db

ba

(8.69)

Persaman (8.69) memiliki solusi jika determian matrix 2 2 nol, atau

0

db

ba

0))(( 2 bda

atau

0)()( 22 badda (8.70)

Dengan membandingkan persamaan (8.61) dan (8.68) kita dapatkan

hubungan

)( Bea

Page 265: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 258 -

eb

)( Bed

Sehingga

)()( BB eeda Beeee BB cosh2

2)()(2 eeebad BB 2sinh222 ee

Dengan demikian, persamaan (8.70) menjadi

02sinh2)cosh2(2 Be (8.71)

Solusi untuk adalah

2

2sinh8cosh4cosh2 22

,

BeBe

2

2sinh2cosh2cosh2 22 eBeBe

2sinh2coshcosh 22 eBBe (8.72)

Dengan demikian

2sinh2coshcosh 22 eBBe

(8.73)

2sinh2coshcosh 22 eBBe

(8.74)

Tampak dari persamaan (6.73) bahwa + > -. Karena

Page 266: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 259 -

N

N AA

0

0

maka

NN

N

NN TrAATrTr

0

0 (8.75)

sehingga

NN

NZ

N ln

1ln

1

N

N

N

1ln

1

N

N

NN

1ln

1ln

1

N

N

1ln

1ln (8.76)

Mengingat + > - maka akan terpenuhi -/+ 0 jika N . Dengan demikian

persamaan (8.76) teraproksimasi menjadi

lnln1

ZN

(8.77)

Hubungan antara fungsi partisi dengan energi bebas helmholtz adalah F =

(1/) ln Z. Berdasarkan persamaan (8.77) maka energi helmholtz per spin adalah

ln1

ln11

ZN

FN

2sinh2coshcoshln1 22 eBBe

Page 267: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 260 -

2sinh2coshcoshln1 22 eBB (8.78)

Dari energi helmholtz kita menghitung magetisasi menggunakan persamaan M =

(1/V)F/B kita dapatkan magnetisasi assembli sebagai

B

F

VM

1

2sinh2coshcosh

2sinh2coshcosh1sinh

22

2/122

eBB

eBBBN (8.80)

Tampak dari persamaan (8.78) bahwa jika B = 0 maka M = 0. Jadi, pada suhu

berapa pun magnetisasi selalu nol. Ini berarti tidak ada magnetisasi spontan pada

model Ising satu dimensi. Atau, dalam model ising satu dimensi tidak muncul

fenomena feromagnetik.

Kita dapat melihat bentuk khusus persamaan (8.78) pada suhu sangat kecil

dan sangat besar. Karena = -1/kT maka maka ketika T 0, - sehingga

exp[2] 0 dan exp[2] sinh[2] -1/2. Magnetisasi per satuan spin dapat

diaproksimasi sebagai

V

NM

(8.81)

Persamaan (8.81) menyatakan semua spin mengarah ke satu arah, yaitu searah

dengan medan magnet.

Sebaliknya, jika T maka 0. Akibatnya cosh [B ] 1,

exp[2] 1, dan sinh[2] 0. Dengan sigat ini maka bagian dalam tanda

kurung dalam persamaan (8.80) mendekati satu dan momen magnetik menjadi

0sinh BNM (8.82)

Persamaan (8.82) bermakna bahwa semua spin memiliki arah acak sehingga tidak

ada arah resultan.

Korelasi Spin

Page 268: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 261 -

Selanjutnya kita bahs tentang korelasi antar spin dalam model ini. Kita tulis

ulang fungsi partisi sebagai berikut

Ns k

k

k

kk

ss

sBssZ 1exp...21

Ns k

kkk

ss

sKsbs 1exp...21

(8.83)

Korelasi antara spin tetangga terdekat adalah nilai rata-rata perkalian dua spin

tetangga terdekat, yaitu

Ns k

kkkjj

ss

jj sKsbsssZ

ss 111 exp...1

21

(8.82)

Karena sifat simetri maka 11433221 ... ssssssssss NNN

. Oleh karena

itu kita dapat menulis

Ns k

kkkN

ss

jj sKsbsN

ssssss

Zss 1

132211 exp

......

1

21

Ns k

kkkN

ss

sKsbsssssssZN

113221 exp......1

21

Ns k

kkk

ss

sKsbsKZN

1exp...1

21

K

Z

ZNsKsbs

KZNNs k

kkk

ss

1exp...

11

21

ZNK

ln1

(8.83)

Karena pada limit N kita memiliki persamaan aproksimasi (8.77) maka kita

dapatkan

Page 269: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 262 -

KKN

ss jj

1ln

lim

1 (8.84)

Persamaan (8.73) dapat ditulis ulang dalam bentuk

)2sinh(2coshcosh 22 KeBBe KK (8.85)

Dengan menggunakan persamaan (8.73) dapat kita tulis

)2sinh(2coshcosh 22 KeBBeK

KK

)2sinh(2cosh

)2cosh()2sinh(2

22

3

KeB

KKe

K

K

dan

)2sinh(2coshcosh

)2sinh(2coshcosh

lim 22

22

1

KeBBe

KeBBe

N

ss

KK

KK

jj

)2sinh(2coshcosh

)2sinh(2cosh

)2cosh()2sinh(2

22

22

3

KeBBe

KeB

KKe

KK

K

K

)2sinh(2cosh)2sinh(2coshcosh

)2cosh()2sinh(21

2222

2

KeBKeBB

KKe

KK

K

(8.86)

Metode Tejero Pendekatan lain menyelesaikan model Ising adalah dengan metode yang

dibahas Tejero. Kita bahas metode tersebut sebagai berikut. Kita tulis ulang fungsi

partisi sebagai berikut

Ns k

k

k

kk

ss

sBssZ 1exp...21

Ns k

kkk

ss

sKsbs 1exp...21

(8.87)

Page 270: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 263 -

dengan b = -B dan K = -. Kita asumsikan bahwa jumlah partikel (N) adalah

genap. Persamaan (8.55) kita uraikan sebagai berikut.

N

N

s

ssssKbsssssb

ss

eeZ)()...( 322121531

21

...

)()( 1154434 ...ssssKbsssssKbs NNNNee

(8.88)

Dengan memperhatikan persamaan (8.76) tampak jelas bahwa s2 hanya

muncul pada kurung kurawal pertama. Dengan demikian penjumlahan pada s2 dapat

dilakukan langsung pada bagian kurung tersebut. Begitu pula s4, s6, s8, dan

seterusnya hanya muncul pada kurung kurawal. Oleh karena itu kita dapat menulis

ulang persamaan (8.76) men jadi

1 2

322121531

31

)()...(...

N

N

s s

ssssKbsssssb

ss

eeZ

N

NNNN

s

ssssKbs

s

ssssKbsee

)()( 11

4

54434 ... (8.89)

Mengingat variabel spin hanya memiliki nilai -1 atau +1 maka

)()()()()( 31313131

2

32212 ssKbssKbssKbssKb

s

ssssKbseeeee

)()()( 5353

4

54434 ssKbssKb

s

ssssKbseee

.

.

)()()( 111111 ssKbssKb

s

ssssKbs NN

N

NNNN eee

Dengan demikian persamaan (8.76) menjadi

1

31311531

31

)()()...(...

N

N

s

ssKbssKbssssb

ss

eeeZ

)()()()( 11115353 ...ssKbssKbssKbssKb NN eeee

(8.77)

Page 271: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 264 -

Lebih lanjut kita lakukan transformasi berikut ini

jijijiji ssKssbssKbssKbefee 11 2/)(

1

)()( (8.78)

Selanjutnya kita perlu mencari parameter f1, b1, dan K1. Kita lakukan sebagai

berikut. Masukkan s1 = -1 dan s2 = -1 ke dalam persamaan (8.78) maka

11

1

22 KbKbKb efee

atau

11

1

2)2(

22

KbKbKb

efee

atau

11

1)2cosh(2Kb

efKb

(8.79)

Masukkan s1 = +1 dan s2 = +1 ke dalam persamaan (8.78) maka

11

1

22 KbKbKb efee

atau

11

1

2)2(

22

KbKbKb

efee

atau

11

1)2cosh(2Kb

efKb

(8.80)

Masukkan s1 = +1 dan s2 = -1 atau s1 = -1 dan s2 = +1 ke dalam persamaan

(8.78) maka

1

1

Kbb efee

atau

1

12

2K

bb

efee

atau

1

1cosh2K

efb

(8.81)

Bagi persamaan (8.80) dengan persamaan (8.79) sehingga diperoleh

Page 272: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 265 -

12

)2cosh(

)2cosh( be

Kb

Kb

atau

)2cosh(

)2cosh(ln

2

11

Kb

Kbb (8.82)

Selanjutnya dari persamaan (8.81) kita dapatkan

befK

cosh2 1

1 (8.83)

Kalikan persamaan (8.79) dan persamaan (8.80) dan diperoleh persamaan berikut

ini

122

1)2cosh()2cosh(4K

efKbKb (8.84)

Substitusi f1 dari persamaan (8.83) ke dalam persamaan (8.84) maka diperoleh

beKbKbK 24

cosh4)2cosh()2cosh(4 1

atau

b

KbKbe

K

2

4

cosh

)2cosh()2cosh(41

atau

b

KbKbK

21cosh

)2cosh()2cosh(4ln

4

1 (8.85)

Dari persamaan (8.85) atau persamaan sebelumnya kita dapat menulis

4/1

2cosh

)2cosh()2cosh(41

b

KbKbe

K

Substitusi ke dalam persamaan (8.83) diperoleh

bb

KbKbf cosh

cosh

)2cosh()2cosh(42

4/1

21

(8.86)

Persamaan (8.87) dapat ditulis menjadi

Page 273: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 266 -

1

3113111531

31

2/)(

1

)...(...

N

N

s

ssKssbssssb

ss

efeZ

111111531531 2/)(

1

2/)(

1 ...ssKssbssKssb NNefef

1

115331115311

31

)...()...)((2/

1 ...N

NN

s

ssssssKssssbb

ss

N ef

),( 112/

2/

1 KbbZf N

N (8.87)

di mana ZN/2(b+b1,K1) adalah fungsi partisi N/2 buah partikel dengan medan luar

menjadi b+b1 dan energi interaksi antar spin menjadi K1. Persamaan (8.87) dapat

diiterasi terus hingga dinyatakan dalam Z1.

Latihan Perekat konduktif adalah komposit yang dibuat dengan mendispersi partikel yang

bersifat konduktif seperti partikel logam ke dalam resin yang bersifat. Jika fraksi

volum partikel sangat kecil maka konduktivitas listrik komposit sama dengan

konduktivitas listrik resin (bersifat isilator). Jika fraksi volum partikel dinaikkan

terus-menerus maka pada suatu saat, terjadi loncatan konduktivitas secara tiba-tiba

dan menyamai konduktivitas partikel. Peristiwa ini disebut perkolasi. Perkolasi

terjadi karena terbentuknya persambungan kontinu kontak antar partikel yang

memungkinkan terbentuknya jalur bagi arus liatrik. Fraksi volum saat terjadi

perkolasi disebut ambang perkolasi. Pada saat fraksi volum partikel berada di

bawah ambang perkolasi maka masih ada kontak yang terputus antar partikel

sehingga komposit belum bisa dialiri listrik. Saat fraksi volum sama dengan ambng

perkolasi maka kontak kontinu antar partikel mulai terbentuk sehingga arus tiba-tiba

mengali (konduktivitas tiba-tiba tinggi). Ketika fraksi volum dinaikkan melebihi

ambang perkolasi maka konduktivitas tidak lagi berubah (tetap tinggi). Terjadinya

perkolasi pada komposit perekat konduktif dapat dibahas dengan model Ising.

Strateginya sebagai berikut. Kita bagi komposit atas sejumlah sel-sel kecil. Ukuran

satu sel sedemikian sehingga ketika partikel diisikan ke dalam sel maka permukaan

partikel tepat menyentuh dinding sel. Jika sel yang dibuat berbentuk kubus maka

panjang sisi sel sama dengan diameter partikel. Sel-sel yang dibuat dapat berada

dalam dua kondisi: terisi oleh partikel atau terisi penuh oleh bahan perekat. Inilah

yang menjadi landasan mengapa model Ising dapat digunakan, yaitu adanya dua

keadaan. Dalam komposit dpat terjadi kontak dua sel yang mengandung partikel,

dua sel yang mengandung perekat saja dan sel yang mengandung partikel dan yang

Page 274: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

- 267 -

mengandung perekat. Jika jumlah sel yang dibuat adalah N dan jumlah partikel

adalah Np maka jumlah sel yang tidak diisi partikel adalah N-Np. Dikaitkan dengan

model Ising untuk spin maka n ekuivalen dengan N+ dan N-Np ekivalen dengan N- =

N-N+. Jika energi interaksi ketika terjadi kontak antara dua sel yang berisi partikel

adalah pp, energi interaksi antara dua sel yang hanya bersisi resin adalah rr, dan

energi interaksi antara sel yang berisi partikel dan yang berisi resin adalah rp, maka

energi konfigurasi memenuhi

prprrrrrppppprrrpp NNNNNNE },,{

dengan Npp, Nrr, dan Npr masing-masing adalah jumlah kontak dua sel yang

mengandung partikel, jumlah kontak dua sel yang berisi resin saja, dan jumlah

kontak sel yang mengandung partikel dan yang mengandung resin. Jika jumlah

tetangga terdekat tiap sel adalah , buktikan bahwa energi konfigurasi di atas dapat

ditulis sebagai

321},,,{ NEENENNNNE pppppp

dengan

prrrppE 21

rrprE 2

2/3 rrE

Dengan mendefinisikan parameter L yang memenuhi Np/N = (1+L)/2 dan

menggunakan pendekatan Bragg-Williams, buktikan bahwa energi konfigurasi per

satuan partikel memenuhi

3

2121

2

1

28248E

EEL

EELE

N

E

Tentukan fraksi jumlah partikel saat terjadi perkolasi.

(lihat Mora, Sahrul Saehana, Euis Sustini, Khairurrijal, and Mikrajuddin Abdullah,

American Journal of Applied Sciences 9,1113-1123 (2012))

Page 275: Mekanika Statistik Mikrajuddin Abdullah

-268-

Daftar Pustaka

1. Mikrajuddin Abdullah, Pengantar Fisika Statistik, Bandung: CV

Rezeki Putera (2009).

2. Mikrajuddin Abdullah, Diktat Kuliah Mekanika Statistik, Bandung:

Penerbit ITB (2007).

3. Kerson Huang, Statistical Mechanics, New York: John Wiley (1987).

4. Joseph Edward Meyer and Maria Geopaert Meyer, Statistical

Mechanics, New York: John Wiley (1977).

5. Anthony John Pointon, An Introduction To Statistical Physics For

Students, New York: Longmann (1967).

6. Richard P. Feynman, Statistical Mechanics, Massachusetts: Benjamin

(1972).