media, budaya, dan politik di ea milenialfisip.unsoed.ac.id/sites/default/files/prosiding...
TRANSCRIPT
iPROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
MEDIA, BUDAYA, DAN POLITIK DI
ERA MILENIAL
FISIP UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
Purwokerto 2018
PROSIDING SEMINAR NASIONAL
ISBN: 978-602-7369-08-5
ISBN: 978-602-7369-08-5
ii PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
Dwi Pangastuti M., Bambang WidodoRizqianda SaputraPera NurfathiyahM. Kusuma H.Abimanyu Nour PratiwiPramudias Aditya G.Richard F. LabiroMaria NofiantiZahra Sasmira, Helmina Rafifa, Fatika H.S.Atika Kemala R., Agoeng NoegrohoWirawan S., M.Sjafei A., Agung Zainal M.R.I Dewa Ayu H.P., SuwatnoAkhmad Khoerul FahmiLilis Sri Sulistiani, Muslih FaozanudinDian NurdiansyahSumiyatiDyan Suci P., Griselda Fidela SetyalaniSri Pangestuti, S. Bekti IstiyantoVincentia AnandaDwi Rohma WulandariHanricko Valantina C.
Cetakan pertama, Agustus 2018Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang memperbanyak, mencetak ataupun menerbitkansebagian maupun seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit
Editor: Dr. Edi Santoso
Desain & Layout: B. Satria
Penulis:
REVIEWER :
Dr.Agung Noegroho
Dr. Tyas Retno Wulan
Hariyadi, PhD
Dr. Nanang Martono
Lutfi Makhasin, PhD
Dr. Alizar Isna Dr Wahyuningrat
Ayusia Shabita Kusuma, M.Si.
Elpeni Fitrah, M.Si
Dr Agus Haryanto
Dr. S. Bekti Istiyanto
PENERBIT:
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jenderal Soedirman
Bekerjasama dengan:
Yayasan Literasi Bangsa
Jl Brigjen Encung, Gg. Karang Indah 2 No 6 Purwokerto, www.literasibangsa.org
ISBN: 978-602-7369-05-4
Martinus UjiantoWisnu Widjanarko, Tri Nugroho AdiKartika Lestari SianiparNeli SDenisa RamadhantiNodi MarefandaCici Eka IsawahyuningtyasZumiartiSiswantini, Latifah BestariDamayanti W., M.Dafaullah, Fahmi R., Rizky Agung P.Deassy Ratna J.S.Eceh Trisna Ayuh S.E.Anita Agustina W.Muhammad Fachry Azis K.Muhammad ZakyRanjani, Lintang Ayu Saputri, Mitha Nur HikmahDesvian Bandarsyah S.M.P.Kinkin Yuliaty S.P., Taofiq Hidayat, Rahmi SetiawatiSetiamenda GintingRoro Retno Wulan
iiiPROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
Apa yang menarik dari era generasi milenial? Satu yang tak diragukan, di era ini,
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi menjadi driver dari berbagai
perubahan dalam masyarakat. Gagasan Marshall McLuhan tentang ‘technological
determenism’ nampak nyata di depan mata. Media massa misalnya, perlahan perannya
diganti oleh media baru, seperti media sosial. Tak hanya medianya yang berganti, tetapi cara
orang mengkonsumsi dan memproduksi media juga berubah. Jika sebelumnya orang menanti
(waiting) kabar, kini orang mencari (searching) kabar. Profesi pencari kabar (jurnalis) pun
mengalami ‘desakralisasi’, ketika semua orang bisa menjadi jurnalis (citizen journalism).
Perubahan di aspek budaya dan politik juga sangat terasa. Budaya ‘berkumpul’ secara fisik
misalnya, kini tergeser oleh komunitas virtual. Orang bertaut secara fisik, tapi sering kali
terpisah secara emosional. Mereka berdekatan, tapi hatinya berjauhan, karena jiwa dan
pikirannya terpisah oleh sekat virtual. Anonimitas virtual, dalam gilirannya menyisakan
banyak masalah, misalnya dengan kemunculan isu-isu sensitif yang selam ini dijaga.
Perdebatan berbau SARA (Suku, Ras, Agama, Golongan) mengancam persatuan bangsa.
Imbas teknologi informasi-komunikasi pada dunia politik makin terasa, sejak internet merasuk
ke segala sisi kehidupan manusia (internet of thing). Ada gairah warga untuk berpartisipasi
dalam politik, lebih dari sekadar termobilisasi. Pada Pemilu 2014 misalnya, muncul gerakan
pemantauan terhadap hasil pemilu, yang diinisiasi oleh netizen. Sayangnya, karena politik
juga, di dunia maya berlangsung ‘pertempuran’ yang mengarah pada segregasi sosial. Berita
palsu (hoax) dan ujaran kebencian mewarnai kontestasi politik di dunia maya.
Dengan segala warna yang mengikuti tren milenial, sungguh mendesak hadirnya akal sehat.
Kampus, sebagai komunitas akademis, harus mengambil bagian dalam upaya menghadirkan
rasionalitas melalui perbincangan yang konstruktif. Prosiding Seminar ini adalah salah satu
bentuknya, yakni ikhtiar menemukan berbagai pemikiran dalam diskursus media, budaya,
politik, dan tren milenial. Menyimak prosiding ini, memang akan terasa sebagai tulisan gado-
gado, karena rentang temanya luas. Tapi, mari kita ambil semangat para penulis, untuk ikut
berkontribusi melalui beragam riset di bidang ilmu sosial politik.
Mewakili tim reviewer dan penyunting, kami mengucapkan terima kasih pada para penulis,
juga pihak fakultas yang men-support kegiatan seminar. Akhirnya, kami memohon maaf yang
sebesar-besarnya jika masih banyak kesalahan dan kekurangan. Semoga, kumpulan tulisan ini
membawa manfaat.
Purwokerto, Agustus 2018
Editor
KATA PENGANTAR
iv PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
vPROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................................................iii
Revitalisasi Peran Komunikasi Interpersonal dalam Keluarga Masyarakat di Era Globalisasi...1
Fenomena Red Ribbon Army Dalam Komik Dragon Ball..................................................................5
Analisis Hubungan Antara Gangguan (Noise) dalam Proses Komunikasi dengan Penerapan
Teknologi di Kabupaten Tebo Provinsi Jambi....................................................................................17
Revitalisasi Kearifan Lokal Sebagai Upaya Penguatan Identitas Kebudayaan Melalui Lembaga
Sosial Pokmas Pasir Luhur Desa Pasir Wetan, Banyumas...............................................................25
Membangun Stakeholder Relations di Perguruan Tinggi (Studi Peran Humas Universitas
Jenderal Soedirman)...............................................................................................................................33
Hambatan Komunikasi Internal dalam Organisasi Olahraga Ikasi ( Ikatan Anggar Seindonesia)
di Purwokerto.........................................................................................................................................39
Tindakan Komunikatif dalam Decision Making Kebijakan ..............................................................45
Komunikasi dan Ekspresi Politik Generasi Millennial Saat Ini.......................................................55
Pemberdayaan Pariwisata di Kabupaten Banyumas ........................................................................61
Hubungan Antara Pemahaman Produk dan Keputusan Membeli Produk Kangen Water di
Kota Cilacap ............................................................................................................................................67
Jimat dalam Kehidupan Masyarakat Cirebon: Antara Seni, Magis, dan Religi ............................71
Strategi Komunikasi Electronic Word-Of-Mouth dalam Pemasaran Hotel Melalui Media Sosial
....................................................................................................................................................................81
Komunikasi Politik Santri Pengikut Diponegoro di Kedu-Banyumas ........................................87
Analisis Optimalisasi Penilaian Kinerja Pegawai Melalui Komunikasi Internal .....................109
Representasi Syariah dalam Spanduk Kampanye Paslon Calon Bupati dan Wakil Bupati
Achmad Husein-Sadewo Vs Mardjoko-Irfan ...................................................................................115
Pengaruh Iklan Politik Terhadap Minat Memilih di Kalangan Mahasiswa ................................125
Pemberdayaan Petani Sayur dalam Mengoptimalkan Hasil Panen Melalui Kelompok Tani
Desa Serang, Kecamatan Karangreja Kabupaten Purbalingga ......................................................131
Keberhasilan Komunikasi Kelompok di Lingkungan Industri Kecil Menengah di Kecamatan
Cilongok, Kabupaten Banyumas........................................................................................................141
Viral Video Pelabrakan ‘Pelakor’: Upaya Perlawanan Atau Pengukuhan Patriarki?.................147
Inovasi dalam Kewirausahaan Berbasis Perdesaan Terhadap Pegolahan Informasi Pemuda
Terkait Sistem Sosial Masyarakat Indonesia ....................................................................................155
vi PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
Dari Membentuk ke Merawat Tubuh : Konsumerisme dan Pergeseran Maskulinitas Ideal ..175
Revitalisasi Fungsi Kehumasan di Perguruan Tinggi : Studi di Universitas Jenderal Soedirman
..................................................................................................................................................................183
Dinamika Koalisi Fraksi-Fraksi dalam Pembentukan Undang-Undang No. 7 Tahun 2017
tentang Pemilihan Umum ..................................................................................................................189
Evaluasi Program Public Relation dalam Reputasi Perushaan di Hotel Aston Imperium
Purwokerto ............................................................................................................................................213
Penerapan Manajemen Strategik Pada Aktivitas Kehumasan Panin Bank KC Purwokerto ....219
Pengawasan Sumber Daya Perikanan Sebagai Upaya Pemberantasan Illegal Fishing di Perairan
Kabupaten Aceh Barat .........................................................................................................................225
Prospek Dan Peran Media Komunitas dalam Penanggulangan Women Trafficking di Indonesia
..................................................................................................................................................................237
Komunikasi Interpersonal Antara Terapis dengan Pasien Anak Terlambat Bicara (Speech Delay)
(Studi Kasus Klinik Tumbuh Kembang Anak My Lovely Child (MLC) Kota Padang) ............247
Green Public Relations: Studi Kasus Pada Kegiatan Csr di Tangerang ..........................................255
Fase Bencana Dalam Iklan Layanan Masyarakat ............................................................................261
Pengaruh Komunikasi Interpersonal Customer Care terhadap Kepuasan Pasien Rumah Sakit
Orthopaedi Purwokerto ......................................................................................................................269
Pendekatan Komunikasi Antar Perawat dengan Lansia di Panti Jumpo Tresna Werda Pagar
Dewa Bengkulu ....................................................................................................................................275
Manajemen Humas dalam Membangun Kredibilitas Pendidikan Di SD Negeri Kalicari 02
Semarang ...............................................................................................................................................281
Analisis Resepsi Khalayak Terhadap Konsep Melamar dalam Reality Show “Melamar” NET
(Studi Pada Karyawati Swasta) ..........................................................................................................287
Manajemen Penyajian Berita TV dalam Menghindari Terjadinya Peradilan Oleh Pers (Trial By
The Press).................................................................................................................................................291
Implementasi Kebijakan Revitalisasi Pasar Tradisional di Pasar Manis Purwokerto ...............301
Amal Usaha Muhammadiyah Bidang Pendidikan: Studi Kasus Di PWM Sulawesi Selatan....307
Pembingkaian Literasi Media Baru Dalam Komunikasi Politik di Media Elektronik ..............319
Kebiasaan Memakan Sirih Dan Gangguan Komunikasi Antara Suami Istri ............................. 325
Kajian Gender Dalam Ilmu Komunikasi
1PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
PENDAHULUAN
Baru-baru ini, hal-hal tentang keluarga telah tumbuh dengan banyak tantangan yang kompleks dan
masalah. Hal ini terjadi karena modernisasi, industrialisasi dan pesatnya teknologi. Pertumbuhan yang
cepat teknologi karena aspek tiga ini telah membawa friksi dan pengaruh terhadap peran keluarga.
Sebelum pertumbuhan cepat teknologi, hubungan dalam keluarga yang dilakukan melalui
komunikasi interpersonal sangat intens. Hubungan ini didasarkan pada nilai-nilai dan dengan demikian
hubungan yang diciptakan melalui komunikasi dalam keluarga akan utama pada bagaimana seseorang
memiliki kemampuan dalam menempatkan diri mereka dalam masyarakat dan lingkungan mereka.
Pertumbuhan teknologi dan informasi telah membawa perubahan sangat besar terhadap keberadaan
nilai-nilai. Keterbukaan dalam mengakses informasi untuk semua anggota masyarakat akan benar-benar
membantu untuk perubahan, dan dengan demikian nilai-nilai tradisi dapat dianggap sebagai hambatan
dan itu bisa pergi dan dipertukarkan dengan metode yang dianggap lebih baik.
DISKUSIAhli dan peneliti ilmu sosial telah mempertimbangkan komunikasi sebagai aspek penting dari
perilaku interpersonal. Dari hasil penelitian-penelitian dalam beberapa bidang, dapat disimpulkan bahwakomunikasi adalah indikator yang sangat bagus untuk memahami kualitas hubungan (Lihat Terry L Morton,et.al, di Gerald R, Miller, 1976).
Sebagian besar masa lalu komunikasi penelitian didasarkan pada model linier, sebuah model yangtidak menggambarkan proses komunikasi yang nyata seperti yang diusulkan oleh Lasswell, yang terkenalsebagai lima pertanyaan pokok; yang mengatakan apa, saluran apa, kepada siapa dan apa efek. Kemudian,
Dwi Pangastuti Marhaeni dan Bambang Widodo
Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto
ABSTRAK:Baru-baru ini, hal-hal dalam keluarga telah tumbuh dengan banyak tantangan yang kompleks dan
masalah. Ini wajar karena modernisasi, industrialisasi dan cepat pertumbuhan teknologi. Pertumbuhan
yang cepat karena tiga faktor ini telah membawa friksi dan pengaruh pada peran keluarga. Sebelum
pertumbuhan cepat teknologi, hubungan dalam keluarga yang dilakukan melalui komunikasi
interpersonal sangat intens. Proses komunikasi tersebut, cinta tumbuh secara alami dan masing-masing
anggota keluarga memberikan kontribusi dalam bentuk tanggung jawab sebagai peran mereka dalam
keluarga, yang kemudian menciptakan harmoni. Proses komunikasi ini biasanya ditemukan dalam
masyarakat tradisional Indonesia, terutama di Jawa. Orang Jawa dikenal memiliki budaya yang kuat
dengan tradisi yang memiliki nilai-nilai kekeluargaan yang kuat. Nilai-nilai ini dibentuk karena tingkat
dalam keluarga yang tidak membuat hubungan antara orang tua dan anak-anak tidak bebas seperti
hubungan antara orang tua dan anak-anak di negara-negara modern. Anak-anak yang orang tua dan
saudara-saudara hubungan dilakukan di mewarisi tradisi. Pertumbuhan yang cepat teknologi
menyebabkan perubahan hubungan berbasis tingkat dalam keluarga, yang cenderung bentuk sebagai
egaliter. Pertumbuhan teknologi telah menyebabkan perubahan pada ruang dimensi dalam komunikasi
kehidupan, dari ruang fisik untuk layar, ruang imajiner (Atwar Bajari, 2011). Perubahan ini juga
mempengaruhi pola komunikasi interpersonal relasi, yang awalnya dilakukan tatap muka menjadi
pola komunikasi yang dimediasi oleh ponsel dan bahasa Jawa leveled tidak lagi digunakan. Perubahan
hubungan interpersonal komunikasi dalam keluarga, sebagai dampak dari pertumbuhan teknologi,
yang menyebabkan nilai-nilai tradisi yang diwariskan melalui generasi. Sopan-santun dalam
membangun hubungan dengan orang tua, saudara kandung dan lain-lain yang berdasarkan tradisi
tidak diterapkan lagi. Dengan menggunakan studi literatur, peneliti ingin menemukan apa peran
komunikasi antar pribadi adalah di era globalisasi untuk menjaga keaslian Jawa budaya nilai-nilai.
Kata Kunci: komunikasi interpersonal, masyarakat dan globalisasi.
REVITALISASI PERAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM KELUARGA
MASYARAKAT DI ERA GLOBALISASI
2 PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
George Gerbner diidentifikasi sepuluh komponen dalam komunikasi, yaitu; seseorang, merasakan suatuperistiwa, dan bereaksi, dalam situasi, melalui beberapa cara, untuk membuat bahan-bahan yang tersedia,dalam beberapa bentuk, dan konteks, menyampaikan konten dan beberapa konsekuensi (Joseph A. Devito,1986). Dengan dua model disebutkan, proses memberikan pesan dari komunikator untuk communicantsdapat dengan mudah dijelaskan. Dalam perkembangan selanjutnya, model komunikasi ini linier dikritikdan dihindari karena model disebutkan tidak menerapkan alam jaringan komunikasi. Meskipun ada banyakkritik terhadap model linier, pendekatan komponen model ini memiliki banyak fungsi untuk mempelajariperilaku komunikasi.
Keluarga, di mana-mana, akan selalu menggunakan komunikasi interpersonal yang komunikasilangsung di mana setiap peserta dari komunikasi proses dapat bertukar fungsi mereka, baik sebagaicommunicator dan communicant (Effendy, Onong U., 1981). Sementara itu, Gerbner menggambarkankomunikasi antar pribadi sebagai proses pengiriman pesan antara dua orang atau jumlah tertentu dariorang-orang dalam kelompok dengan efek yang dapat segera diketahui (dalam Marhaeni, Dwi, Tesis,1996).
Komunikasi antar pribadi adalah salinan dari bentuk-bentuk lain dari komunikasi mentation yang
memiliki interpersonal bagian atau unsur-unsur. Perbandingan antara bentuk komunikasi interpersonal
sebagai interaksi dan hubungan langsung antara individu yang dijelaskan di sini. Komunikator membagi
aturan dari pengirim ke penerima dan dalam interaksi, mereka menciptakan makna dan pengertian (Sarah
Trenholm dan Arthur Jenseri di Littlejohn, 1989).
Dalam perkembangan selanjutnya, komunikasi antar pribadi digambarkan sebagai bentuk
komunikasi yang kebutuhan ruang antara mereka, dan orang-orang menyebutnya sebagai ‘koneksi’, yang
dapat dicontohkan dalam hubungan antara ayah ibu, ayah-anak, saudara-saudara kandung Guru-murid,
kekasih, teman, dan banyak lain (Devito, Joseph A., 1986). Dalam konteks ini, hubungan antara individu-
individu yang berkomunikasi yang dapat dengan mudah dikenali.
Komunikasi interpersonal sering digunakan untuk berbagai keperluan, untuk contoh adalah untuk
mengenali diri sendiri dan orang lain, memahami dunia, menciptakan dan menjaga hubungan yang
berharga, mengubah perilaku, bermain dan mencari untuk hiburan dan membantu. Dengan tujuan tersebut,
komunikasi antar pribadi memang adalah bentuk komunikasi yang orang tidak.
Komunikasi interpersonal adalah proses yang sangat unik, yang berarti bahwa kegiatan yang terjadi
dalam bentuk komunikasi ini berbeda dari aktivitas lainnya, seperti perencanaan kampanye atau menulis
artikel. Komunikasi interpersonal termasuk dua orang di minimal yang memiliki karakter yang berbeda
dan unik, nilai, pendapat, cara, pikiran dan perilaku. Selain itu, komunikasi interpersonal juga menuntut
mengambil dan memberikan tindakan antara peserta komunikasi. Dalam konteks ini, komunikasi
interpersonal diakui sebagai suatu proses transaksional (Sasa Djuarsa Senjaya, Ph.D., Pengantar Komunikasi,
UT modul, 1996).
Sebagai suatu proses transaksional, semua orang akan melakukan tindakan dan memberi reaksi
sebagai seorang manusia yang integral. Ini berarti, individu tidak bertindak dan bereaksi hanya dengan
logika atau emosi. Ini mencakup logika, emosi, sikap, dan lain-lain. Salah satu hal yang paling penting
pada proses transaksional ini adalah bahwa komunikasi memiliki dimensi konten dan hubungan. Dalam
definisi ini, komunikasi merujuk kepada ‘isi’ dan ‘hubungan’ antara peserta komunikasi. Misalnya:-
menyebutkan nama!; -Apakah nama Anda? Contoh ini memiliki sama dimensi ‘isi’, yang meminta nama.
Tapi, saya memiliki dimensi berbeda ‘hubungan’. Kalimat pertama menggambarkan hubungan superioritas
sementara dalam kalimat kedua yang komunikasi peserta memiliki sama ‘hubungan’ dimensi (Sasa Djuarsa,
UT modul, ibid).
Keberhasilan komunikasi interpersonal harus dalam dimensi ‘hubungan’ sama. Oleh karena itu,
kesetaraan pada masing-masing peserta komunikasi adalah hal yang penting untuk membuat proses
komunikasi yang bekerja dengan baik dan efektif.
Masyarakat Jawa di Era Globalisasi
Masyarakat Jawa ini kaya dengan tradisi dan budaya. Sampai sekarang, budaya Jawa masih
mendominasi Nasional tradisi dan budaya di Indonesia. Dalam membahas Jawa, terdapat dua rujukan
yang harus dipahami, yang Jawa sebagai nama pulau dan Jawa sebagai budaya, budaya Jawa. Sebagai
sebuah pulau, ada banyak budaya yang dapat ditemukan di Jawa seperti Betawi, Banten, Sunda, Badui
dan budaya Jawa. Selain itu, di pulau Jawa ada enam pemerintah provinsi, yaitu DKI Jakarta (Daerah
Khusus Ibukota), DIY (DIY), Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Sebagai budaya, memiliki penyebaran budaya Jawa. Penyebaran kebudayaan Jawa yang ada di
banyak daerah yang diakui oleh Koentjaraningrat (1980) sebagai variasi Regional Jawa budaya. Daerah
3PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
kebudayaan variasi Jawa yang ada di tiga provinsi, yaitu; 1) Provinsi DIY, 2) nomor Jawa Timur dan Jawa
Tengah 3). Untuk variasi regional yang spesifik Jawa budaya terdiri dari:
1. Jawa Pesisiran (daerah utara laut Jawa di Jawa Tengah dan Jawa Timur),
2. Jawa Negari Agung (Pusat dua raja, yaitu Kraton Yogyakarta dan Kraton Solo),
3. Jawa Bagelenan (daerah Kel Kedu keresidenan dan Magelang),
4. Jawa Banyumasan (daerah Kel keresidenan Madiun),
5. Jawa Banyumasan (daerah Kel keresidenan Banyumas), dan
6. Jawa Tanah Sabrang Wetan (kawasan kota Surabaya dan sekitarnya).
Variasi regional disebutkan Jawa, wilayah di mana masyarakat tinggal dikenal sebagai masyarakat
Jawa. Masyarakat Jawa yang memiliki karakteristik budaya Jawa, yang salah satunya adalah stratifikasi
sosial. Stratifikasi sosial ini menciptakan dua kelas, priyayi dan bebas-priyayi.Sampai hari ini, bentuk stratifikasi sosial dalam budaya Jawa masih kuat, terutama dalam penggunaan
bahasa Jawa. Dalam bahasa Jawa, ada bahasa Jawa Kromo dan Jawa Ngoko . Bebas-priyayi masyarakat Jawa
akan menggunakan bahasa Jawa Kromo individu-individu tertentu yang dianggap sebagai priyayi kelas.
Sebaliknya, priyayi akan menggunakan bahasa Jawa Ngoko untuk berbicara dengan bebas-priyayi.
Pola komunikasi disebutkan menciptakan hambatan psikologis karena keterbatasan menggunakan
bahasa antara komunikator dan communicants (komunikasi partisipan) karena satu kelas lebih unggul
yang lain. Kondisi komunikasi ini akan menciptakan pola ketidakseimbangan komunikasi.
Di era ini, dimana pertumbuhan ilmu dan teknologi memberikan banyak kemudahan, itu juga
berkontribusi dalam membuat masalah baru. Ilmu dan teknologi, dengan produk yang tumbuh pesat, juga
berkontribusi dalam mempercepat proses globalisasi. Informasi, dalam bentuk apapun, yang setelah itu
mahal dan tidak mudah diakses, sekarang dapat dengan mudah diakses dan murah. Bahkan informasi
yang sekarang bisa datang kepada kita, memasuki rumah kita dan bahkan memasuki kamar tidur
unintendedly. Kondisi ini cenderung meningkat di masa depan (Arief Rachman S. di Koeswara, Dinamika
Informasi dalam Era Globalisasi, 1998).
Kondisi ini tentu saja adalah mempengaruhi proses komunikasi, terutama komunikasi interpersonal
dalam masyarakat Jawa. Seperti disebutkan di atas, dengan memasukkan era globalisasi yang kaya nuansa
demokratisasi, yang menekankan pada kebebasan untuk berbicara, sehingga keberadaan stratifications
bahasa dalam masyarakat Jawa dapat menciptakan masalah-masalah sosial tertentu. Masalah sosial adalah
bahwa masyarakat Jawa tidak akan mengenali demokratisasi bahasa. Ini tidak adanya demokratisasi bahasa
juga akan menciptakan perilaku sosial yang tidak mencerminkan demokratisasi. Sebagai contoh adalah
keberadaan perilaku ‘ ewuh-pekewuh’, yang berarti keengganan menjadi terang akan membuat ide bahwa
orang-orang yang bisa menjadi pemimpin individu-individu dari priyayi kelas. Pemikiran ini jelas
digambarkan dalam frase Jawa, ‘trahing rembesing madu, rembesing kusumo’ yang berarti ‘nenek-moyang
kerajaan’.
Perubahan lain yang disebabkan oleh pertumbuhan teknologi dan informasi adalah bahwa
masyarakat Jawa, yang sekali menghormati nilai-nilai tradisional mereka melalui stratifikasi sosial, memiliki
perselisihan dalam pola hubungan komunikasi, yang didominasi oleh priyayi kelas, sekarang didominasi
oleh individu-individu dari kelas bebas-priyayi , terutama di usia remaja. Dalam konteks ini, pola komunikasi
yang ketidakseimbangan menjadi seimbang. Hubungan tidak dipisahkan oleh batas-batas stratifikasi sosial
dan dengan demikian masyarakat Jawa tidak berbeda dengan masyarakat non-Jawa. Dengan kata lain,
masyarakat Jawa modern cenderung untuk tidak menggunakan aturan dalam hubungan yang berdasarkan
tradisi, tetapi lebih egaliter budi pekerti sekarang longgar.
Hubungan antara orang tua dan anak-anak dalam keluarga yang melambangkan hubungan antara
orang-orang yang lebih tua dan lebih muda di lingkungan tertentu, tidak digunakan aturan masyarakat
Jawa, tetapi ianya lebih berlebihan. Sebagai dampak dari pertumbuhan ini, sopan-santun yang telah
masyarakat Jawa karakter memudar. Kecenderungan masyarakat Jawa untuk memperhatikan lingkungan,
dengan adanya teknologi, juga memudar.
KESIMPULAN
Pertumbuhan teknologi dan informasi memang tidak bisa dihindari. Dengan teknologi, semua aspek
pengetahuan, informasi, dan budaya bisa dilihat dan disalin. Masyarakat Jawa sebagai masyarakat yang
telah menyambut teknologi dan informasi, mampu mengubah struktur tradisi dengan menerapkan aturan
gratis. Sebagai konsekuensi, nilai-nilai tradisi sebagai karakter masyarakat Jawa memudar.
Karena fakta itu, peran orang tua sangat penting dalam mengubah nilai-nilai tradisi Jawa untuk
remaja sebagai generasi muda. Nilai-nilai yang harus dipelihara adalah perilaku etika. Etika dalam
masyarakat Jawa memiliki makna yang sangat dalam karena memiliki aturan yang mengarahkan bagaimana
4 PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
berkomunikasi dengan para tetua, bagaimana berkomunikasi dengan orang lain. Dengan demikian, jika
peran dapat dioptimalkan, meskipun teknologi dan informasi tumbuh lebih cepat, akan ada penyaring
yang akan membuat masyarakat Jawa yang dapat hidup dalam harmoni tradisi dan teknologi.
Referensi
Bajari, Anwar, metodologi dan Epistemologi Dalam Komunikasi Konvergensi, 2011
DeVito, Yusuf. A., komunikasi antar pribadi buku, 4th Edition, New York: Harper and Row, penerbit, 1986
Djuarsa, Sasa, Ph, D. Pengantar Komunikasi, Modul UT, Jakarta, tahun 1996
Koentjaraningrat, pengantar gelar Budaya, Djogjakarta, 1980
Koeswara, DR, M.Sc., Dinamika Informasi dalam Era Global, Bandung, 1998.
Little John Stephen W., teori manusia komunikasi, tiga edisi, Calivornia, Publishing Company, 1989
Marhaeni Dwi P., Pola Komunikasi Suami Istri dengan Prestasi Anak, Tesis, UI Jakarta, 1996.
5PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
LATAR BELAKANG MASALAHKomik didefinisikan sebagai suatu bentuk seni yang menggunakan gambar-gambar tidak bergerak
yang disusun sedemikian rupa sehingga membentuk jalinan cerita. Biasanya, komik dicetak di atas kertasdan dilengkapi dengan teks merupakan salah satu media massa yang digunakan sebagai sarana hiburan.Selain itu komik berperan sebagai sarana modern yang digunakan untuk menyebarkan informasi kepadamasyarakat. Komik menjadi salah satu media massa yang efektif dalam menyampaikan visi penulis ataupenulis ceritanya. Kali ini peneliti akan membahas tentang salah satu fenomena yang terdapat dalam KomikDragon Ball, yang pertama kali muncul di tahun 1984. Komik yang menganatarkan Akira Toriyama sebagipengarngnya mendapatkan penghargaan “Golden Age of Jump” ini tercatat oleh Nielsen BookScan masukdalam posisi kedua komik terlaris di Amerika Serikat pada bulan Mei 2017 lalu.
Adapun beberapa fakta menarik yang menjadi alasan mengapa penlitian ini cukup layak untukditeliti adalah sebagai berikut:
Dragon Ball merupakan salah satu komik paling laris dan popular di dunia. Salah satu alasan mengapaDragon Ball menjadi pilihan dalam penelitian ini adalah Dragon Ball sempat merajai penjualan komik didunia dan telah terjual lebih dari 230 juta eksemplar. Penelitian ini juga Keluar dari ranah mainstreamdengan fokus utama fenomena mengenai antagonis masih jarang ditemui.
Fenomena ini pun menarik untuk diteliti karena dengan sengaja keluar dari dunia korporasi atauorganisasi di dunia nyata, seperti yang populer dilakukan oleh mahasiswa pada umumnya. Beberapapembahasan mengenai komik sebelumnya memang sudah pernah dilakukan oleh peneliti-peneliti lain diinstitusi pendidikan ini, namun untuk yang membahas mengenai organisasi antagonis melalui analisisnaratif diyakini baru dimulai dengan penelitian ini. Namun penelitian ini juga tetap dapat memenuhikriteria research implications yaitu dengan output Media Materials to reach specific target audiences, yangdi mana hasil dari penelitian tentang media ini dapat digunakan sebaga acuan sebagai bahan pembelajaranbagi praktisi yang ingin menjangkau target market yang spesifik.
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah : “Bagaimana fenomena Red Ribbon Army dalamkomik Dragon Ball dianalisa melalui teori naratif”. Maka dari itu, tujuan dari penelitian ini adalah: “Untukmendapatkan temuan (makna) yang signifikan dari fenomena Red Ribbon Army dalam komik DragonBall melalui analisis naratif”.
Secara Teoretis diharapkan peneliti lain dapat memahami sesuatu yang terdapat dibalik makna-makna tertentu, terutama yang berhubungan dengan suatu jenis media yang memiliki marketnya sediri.Penelitian ini juga diharapkan memberikan warna baru di dunia ilmu komunikasi, karena menghadirkansuatu diversifikasi dalam objek penelitian.
Secara Praktis. Banyak korporasi tidak hanya melihat suatu fenomena dengan secara explisit.Kontribusi penelitian ini diharapkan berguna bagi korporasi yg interest kepada pemahaman makna, untuklebih mengembangkan kreatifitas produk dan jasanya. Makna lebih penting dari sekedar hal apa yang
FENOMENA RED RIBBON ARMY DALAM KOMIK DRAGON BALL
Rizqianda Saputra
ABSTRAK:Komik adalah salah satu media hiburan dengan market yang loyal. Penelitian mengenai komik DragonBall ini tidak hanya didasari oleh fakta dimana Dragon Ball sebagai fenomena universal sebagai komiknomor dua terlaris di dunia dengan angka penjualan lebih dari 230 juta eksemplar, namun jugabagaimana Dragon Ball ikut membentuk Pop Culture dunia yang dimulai dari akhir tahun 1980ansampai sekarang ini. Penelitian ini bertujuan mendapatkan temuan (makna) yang signifikan darifenomena Red Ribbon Army dalam komik Dragon Ball. Penelitian yang ditinjau dengan teori naratif inimenggunakan metode kualitatif interpretif berdasarkan perspektif fenomenologi, yang berusahamemahami fenomena yang terjadi di dalam suatu media dan bagaimana analisis naratif yang digunakandapat menjelaskan makna dari fenomena yang dialami manusia. Penelitian yang bertempat di Jakartaini menggunakan analisa terhadap media komik sebagai objek utama penelitian dan beberapa artikelpendukung terhadap pihak-pihak yang terlibat dan relevan hubungannya dengan penelitian ini.Penelitian ini menggunakan analisis Vladmir Propp dengan tabel fungsi dan karakternya, dengan unitanalisis yang terdiri dari alur cerita, narasi, dan penokohan. Penelitian pada akhirnya ini akanmengungkap multimodaliti dari literasi media berupa komik, dengan harapan hasil dari penelitian ini,para praktisi dapat memahami suatu makna dalam media dengan perspektif yang berbeda.
Kata Kunci: Naratif, Media, Pop Culture
6 PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
tersampaikan secara explisit, terutama bagi perusahaan-perusahaan besar yang bergerak di industri kreatifseperti Bandai, EA, Facebook, dan industri perfilman.
TEORI UTAMAPenelitian ini akan menggunaan Teori naratif yang merupakan salah satu teori modern yang
dikembangkan dari teori klasik, yang berlandas terhadap strukturalisme dan menekankan pada prosesnaratologi pada sebuah cerita atau teks dan pemaknaannya.
Melalui analisis naratif, kita juga dapat meilihat text berita sebuah cerita, yang di dalamnya terdapatplot, adegan, tokoh, dan karakter. Analisis naratif pada dasarnya adalah analisis mengenai narasi, baik itufiksi ataupun fakta. Dengan menggunakan analisis naratif, peneliti menempatkan teks sebagai sebuahcerita yang dilihat sebagai rangkaian peristiwa dan tata urutan peristiwa. Sedangkan untuk contoh penelitianserupa yang membahas mengenai komik, di dunia akademis ditemukan beberapa penelitian sebelumnyasebagai berikut:
Pertama, Jurnal Scientiae Educatia Volume 2 Edisi 2 yang berjudul “Pengembangan Bahan AjarDalam Bentuk Media Komik Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas X SMAN 9 Cirebon, padaPokok Bahasan Ekosistem” oleh Resti Wahyu Danaswari, Kartimi, dan Evi Roviati.. Kedua, Open JournalSystem “SEMNASTEKNOMEDIA ONLINE” yang Berjudul “Analisis Perubahan Bentuk Karakter Son GokuDalam Film Animasi Dragon Ball” oleh Andi Sanjaya, M. Suyanto, dan Sukoco.
Penelitian-penelitian terdahulu di atas memiliki kemiripan dengan penelitian ini, yaitu sama-samameneliti mengenai fenomena mengenai komik dan terdapat juga elemen-elemen yang menjadi pokokpembahasan penelitian juga memiliki persamaan seperti tema, penokohan, alur, latar, sudut pandang,gaya bahasa, dan pesan moral. Peneliti akan banyak menggunakan pemahaman dari Walter Fisher sebagailandasan pemikiran, namun dalam pengaplikasian dan analisis terhadap fenomena, peneliti akanmenggunakan beberapa penerapan dari Vladimir Propp yaitu analisis mengenai fungsi narasi dan fungsikarakter.
METODOLOGIPenelitian menggunakan metode Kualitatif Interpretif berdasarkan perspektif Fenomenologi karena
pada dasarnya penelitian berusaha memahami fenomena yang terjadi di masyarakat. Dengan kata lainadalah penelitian yang berusaha memahami fenomena yang terjadi di dalam suatu media dan bagaimanateori analisis naratif yang digunakan dapat menjelaskan fenomena tersebut.
Penelitian ini menggunakan Observasi terhadap media komik sebagai objek utama penelitian, artikelpendukung, serta wawancara mendalam (jika diperlukan) terhadap pihak-pihak yang terlibat dan relevanhubungannya dengan penelitian ini.
Metode penelitian ini dipilih karena sesuai dengan objek penelitian yang berupa narasi berupa kata-kata dan gambar dalam media komik, karena Jenis metode ini adalah kualitatif deskriptif, yang dimanadata yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar, bukan angka-angka.
PEMBAHASANPeneliti akan memaparkan mengenai alur cerita, penokohan, dan narasi yang disampaikan penulis
cerita komik demi mendapatkan pemahaman mengenai apa yang ingin penulis cerita sampaikan lewatfenomena Red Ribbon Army dalam komik Dragon Ball tersebut.
Alur CeritaDragon Ball bercerita tentang seorang bocah laki-laki bernama Son Goku yang sedang memulai
petualangannya dalam mencari 7 buah bola naga yang konon jika dikumpulkan akan dapat mengabulkansatu buah permintaan apa saja yang dikehendaki. Dalam perjalanannya Son Goku bertemu dengan pasukanRed Ribbon Army yang juga sedang dalam misi mereka mengumpulkan Dragon Ball dengan tujuanpermintaan untuk menguasai dunia. Petualangan ini kemudian mengantarkan Son Goku ke desa Jingle,dimana kepala kepala desa Jingle ditawan di salah satu markas Red Ribbon army yaitu Muscle Tower,dengan tujuan agar masyarakat desa Jingle dapat mendapatkan Dragon Ball untuk ditukar dengankeselamatan kepala Desa.
Setelah mengalahkan pasukan Red Ribbon pimpinan General White di Muscle Tower danmenyelamatkan kepala desa Jingle. Son Goku pun meneruskan pencariannya mencari Dragon Ball danterus bertempur dengan pasukan Red Ribbon, yang pada akhirnya berhasil mengalahkan perwira terkuatRed Ribbon Army yaitu General Blue. Red Ribbon juga menyewa Tao Pai Pai, seorang pembunuh bayarannomor satu di dunia khusus untuk membunuh Son Goku. Namun, pada akhirnya Son Goku pun berhasilmeruntuhkan organisasi kejahatan itu seluruhnya di markas besar Red Ribbon.
Narasi
7PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
Dalam komik ini, terdapat box narasi dimana penulis cerita membantu pembaca dalam membantumemahami jalannya cerita, narrator ini tidak menjelaskan karakter antagonis dan protagonist, karenadiharapkan pembaca dapat memahami dari penokohan yang juga dijelaskan secara linear dengan jalannyacerita. Narasi disajikan dengan gaya bahasa yang ringan agar memudahkan pembaca untuk memahamijalannya cerita, karena target pembaca dari komik Dragon Ball ini mayoritas usia anak-anak dan remaja,meskipun tidak sedikit pembaca usia dewasa yang mengikuti jalan cerita komik ini. Narasi menjelaskanjalan cerita sebelumnya dan sampai dimana kisah tersebut berlangsung, serta bagaimana cerita ini akanberjalan ke depannya, narasi juga dapat menstimuli pembaca dengan berekspektasi tinggi mengenai jalanselanjutnya. Penulis cerita mengarahkan pembaca dengan kotak-kotak narasi yang membantu penguatanpemahaman pembaca mengenai alur cerita dengan tetap kembali mengingatkan pembaca mengenaipenokohan dengan kembali mencantumkan nama karakter sesuai dengan jalannya cerita. Narasi cukupuntuk membantu pembaca tetap teringat pada alur jalannya cerita, karena dari gambar, dialog, dan jalannyacerita yang dituturkan penulis cukup dapat memainkan emosi pembaca dengan kejutan-kejutan di sela-sela kisah Red Ribbon Saga.
Pembaca juga dibuat bertanya-tanya akan misteri yang disampaikan oleh penulis cerita (teaser) diawal kalimat mengenai kejaiban apakah yang akan terjadi, dan pada titik ini penulis cerita menyajikanyang dapat memancing sekaligus dua emosi pembaca yaitu rasa penasaran (excitement) dan rasa takut(anxious) akan bagaimana jalan cerita selanjutnya.
Penokohan Karakter.Karakter adalah orang atau tokoh yang mempunyai sifat atau perilaku tertentu, yang masing-masing
mempunyai fungsi dalam narasi, sehingga narasi menjadi satu kesatuan. Narasi tidak hanyamenggambarkan isi cerita, namun di dalamnya juga terdapat karakter-karakter yang akan memudahkanbagi si pembuat cerita dalam menyampaikan gagasannya.
Vladimir Propp, seorang peneliti dongeng asal Rusia berhasil menyusun karakter yang hampirdtemukan dalam setiap narasi, yang dimana karakter-karakter tersebut menempati fungsi tertentu dalamcerita.
Tokoh-tokoh di Red Ribbon Saga ini memang hanya muncul sebentar, namun karakter-karakter inisangatlah unik dengan masing-masing merepresentasikan warna baru bagi dunia antagonis di dalam komik.Sebagian besar Red Ribbon Army dan semua pemimpinnya adalah “Orang Asing” (Non-Jepang), dalamarti orang barat dengan ras caucasia, dan bahkan hewan bipedal yang dapat berbicara dan bertindaklayaknya manusia
Red Ribbon Army telah mengumpulkan banyak tentara di seluruh dunia, termasuk ahli militer,pembunuh, ilmuwan jahat, teknisi, divisi darat, udara dan laut, bahkan androids. Red Ribbon Armydigambarkan seperti tentara penjahat jahat dalam film-film intelijen dan agen rahasia seperti di MissionImpossible, James Bond, atau Jason Bourne. Mayoritas tentara Red Ribbon Army berpakaian menyerupaipasukan era Perang Dunia II dengan peralatan pribadi minimalis, yang terutama terdiri dari jaket, celanacargo, dan sepatu boot. Logo “RR” Red Ribbon Army pun ditempatkan pada bendera, serta disematkanpada dada dan topi mereka, adapun untuk tentara elit atau perwira khusus mengenakan ban lengan logo“RR” untuk menunjukkan peringkat superior mereka.
Tokoh-tokoh yang akan dipilih menjadi objek penting dari penelitian dengan alasan pemilihankarakter masing-masing yang didasari dari subjektifitas peneliti yang didasari karakter, peran, keunikan,dan penampilan tersebut antara lain adalah Commander Red, Tao Pai Pai, General Blue, Sergeant Purple(Ninja Murasaki), dan Sergeant Metallic.
Meskipun fokus utama penelitian ini adalah Red Ribbon Army sebagai organisasi antagonisi, namunterdapat karakter-karakter umum yang disampaikan juga oleh Propp, dengan seperti fungsi-fungsi tertentuyang menjadikan karakter tersebut perlu untuk diperkenalkan dalam pembahasan. Berikut beberapakarakter protagonist yang berdasarkan table analasis naratif karakter fungsi dari Propp memegang peranpenting dalam narasi cerita yaitu : Son Goku, Bulma, Muten Roshi (Kame Sennin), Krillin, Arale, danDewa Karin.
Untuk dapat menyajikan analisis naratif secara detil pada penelitian ini, peneliti akan menggunakan31 Fungsi Narasi seperti yang disampaikan oleh Vladimir Propp yang merupakan versi paling lengkapjika dalam sebuah cerita dapat memenuhi semua elemen daari fungi tersebut. Propp mengemukakan bahwaseringkali ditemui dalam sebuah cerita (narasi) tidak semua karakter dan fungsi tersebit dapat ditemui.
Berikut adalah analisis fungsi narasi dari Propp yang telah diimplementasikan berdasarkan objekpenelitian yaitu Fenomena Red Ribbon Army Dalam Komik Dragon Ball.
Situasi AwalRed Ribbon Saga dimulai dengan berakhirnya kejuaraan beladiri sejagad yang diikuti oleh Son Goku
dan Krillin. Pada saat inilah Goku memutuskan untuk memulai kembali petualangannya dalam mencariDragon Ball, yang memertemukannya dengan Red Ribbon Army.
8 PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
1. KetidakhadiranKetidakhadiran tokoh-tokoh protagonist yang sejak awal selalu bersama Goku seperti Krillin, Bulma, MutenRoshi, dan Yamcha pada saat-saat awal Red Ribbon Saga dimulai sampai ke pertengahan cerita tidakmengurangi keseruan dari jalannya cerita ini. Banyaknya tokoh-tokoh baru yang dimunculkan oleh penuliscerita telah memberikan kesegaran tersendiri bagi pembaca. Hal ini juga didukung dengan keunikan-keunikan dari karakter-karakter baru tersebut.
2. PelaranganRed Ribbon Army melarang Son Goku untuk mencari Dragon Ball, karena secara langsung, hal ini dapatmenghalangi tujuan organisasi mereka untuk mengumpulkan Dragon Ball demi tujuan agar dapat bisamenguasai dunia
3. KekerasanSon Goku yang tidak mengindahkan larangan dari Red Ribbon Army akhirnya memulai perseteruannyadengan organisasi kejahatan tersebut. Pertarungan demi pertarungan pun terjadi antara Son Goku dengantentara Red Ribbon
4. PengintaianRed Ribbon Army tentunya selalu memantau pergerakan dari Son Goku, hal ini terbukti dengandiketahuinya lokasi peristirahatan Son Goku di salah satu rumah warga Desa Jingle. Dari hasil pengintaianini, General White mengutus beberapa anak buahnya untuk membunuh Son Goku demi merebut DragonBall yang dimilikinya.
5. PengirimanDari fungsi pengintaian sebelumnya, Red Ribon Army juga mendapat informasi berharga, bahwa SonGoku memiliki Radar Dragon yang berukuran kecil, namun teknologinya jauh melampaui teknologi yangmereka miliki.
6. Tipu DayaFungsi tipu daya dari Red Ribbon Army terjadi pada saat Son Goku pergi ke Muscle Tower untukmenyelamatkan kepaka Desa Jigle yang ditawan oleh General White, fungsi ini juga ditemukan terutamasaat bertarung melawan Sergeant Purple atau yang dikenal dengan nama Ninja Murasaki. Sebagai seorangNinja, Murasaki mempunyai banyak tipu daya dan muslihat yang digunakan dalam pertarungan, termasukbeberapa penyamaran yang pada akhirnya selalu diketahui Son Goku karena kecerdikannya dalambertarung.
7. KeterlibatanDalam Red Ribbon Saga ini, tidak ada fungsi keterlibatan dimana terdapat korban yang tertipu oleh tentaraRed Ribbon yang di mana korban tersebut sampai masuk ke dalam perangkap penjahat, yang akhirnyasampai dapat memberikan informasi penting mengenai karakter protagonist.
8. KejahatanFungsi ini terjadi terutama pada saat General Blue bertarung melawan Krillin. Krillin yang bertarung mati-matian saat melawan General Blue hamper tewas oleh perwira tinggi Red Ribbon yang sangat disegani itu.Kebetulan, sang penulis cerita juga menyematkan kemampuan magis ke dalam karakter General Blueyang menjadikan dia dapat unggul dengan kecurangannya dalam pertarungan.
9. MediasiFungsi ini terjadi saat Son Goku pergi ke tanah suci Karin untuk mengumpulkan Dragon Ball, yang dimanabersamaan dengan tibanya tentara Red Ribbon di tempat itu. Malangnya, Bora, sang penjaga tanah suciKarin tersebut tewas terbunuh dalam pertarungan dengan Tao Pai Pai, seorang pembunuh bayaran nomorsatu di dunia yang disewa Red Ribbon untuk membunuh Son Goku
10. Tindakan balasanDari kejadian fungsi mediasi di atas, Son Goku bertekad untuk membalas kekalahannya dari Tao Pai Pai,dan membalas dendam atas kematian Bora. Namun, karena merasa kemampuannya masih di bawah TaoPai Pai terdapat pertentangan di benak Son Goku yang akhirnya memutuskan untuk berlatih terlebihdahulu sebelum menghadapi Tao Pai Pai untuk yang kedua kalinya.
11. Keberangkatan
9PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
Fungsi ini terjadi saat Goku telah menyelesaikan latihannya selama tiga hari di menara Karin. Son Gokutiba di tanah suci Karin bersamaan dengan munculnya kembali Tao Pai Pai yang datang kembali untukmerebut Dragon Ball yang tertinggal pada pertarungan pertama di tanah suci Karin tersebut.
12. Fungsi pertama seorang penolongFungsi pertama dari seorang penolong adalah di mana Dewa Karin menerima Son Goku untuk berlatihdan berguru padanya di menara Karin. Hal ini disebabkan Dewa Karin melihat karena kejujuran dalamjiwa Son Goku, dan didukung dengan fakta yang menyebutkan ternyata Muten Roshi, atau guru dari SonGoku juga pernah berguru kepada Dewa Karin selama tiga tahun di masa silam.
13. Reaksi dari pahlawanSon Goku merasa berterima kasih kepada Dewa Karin karena mengizinkan Son Goku untuk berlatihdengannya. Meskipun sempat terkejut dengan fakta bahwa gurunya harus menempuh waktu selama tigatahun untuk berlatih bersama Dewa Karin, namun karena bakat yang dimiliki dan kesungguhannya dalamberlatih
14. Resep dari dukun / paranormalSetelah tiga hari berlatih di Menara Karin, Son Goku akhirnya dapat merebut air suci dari Dewa Karin danberhasil meminumnya. Sebelumnya Dewa Karin juga memberikan Son Goku kacang ajaib yang dapatmenyembuhan luka dan memulihkan kondisi fisik dalam sekejab, serta memberikan efek kenyang yangtahan lama.
15. Pemindahan RuangSetelah berlatih di menara Karin yang terletak sangat tinggi di langit, Son Goku akhirnya keembali turunke tanah suci Karin. Kedatangannya tepat saat Upa, anak dari Bora hampir terbunuh oleh Tao Pai Pai.
16. PerjuanganPerjuangan terberat Son Goku adalah saat melawan Tao Pai Pai. Son Goku yang kalah dan hamper tewas,bahkan sudah dianggap tewas oleh Tao Pai Pai, kembali menghadapi Tao Pai Pai untuk yang kedua kalinya.Kali ini dengan kondisi fisik berbeda, Son Goku sudah siap bertarung mati-matian melawan pembunuhbayaran nomor satu di dunia yang disewa oleh Red Ribbon ini.
17. CapFungsi Cap terlihat beberapa kali sejak awal Red Ribbon Saga dimulai. Son Goku yang berhasil menjadiRunner Up dalam kejuaraan bela diri sejagad mulai dikenal di kalangan dunia beladiri. Terutama denganciri khas kendaraannya yang berupa awan ajaib yang dapat dinaikinya untuk pergi kemana pun.Sejakkemenangannya melawan beberapa perwira tinggi Red Ribbon, nama Son Goku pun telah menjadi prioritasutama untuk disingkirkan dari dunia oleh organisasi kejahatan tersebut.
18. KemenanganDalam Red Ribbon Saga, fungsi kemenangan ini mencapai klimaks saat pertarungan kedua Son Gokudengan Tao Pai Pai berakhir dengan kemenangan bagi Son Goku dan tewasnya Tao Pai Pai.
19. PembubaranFungsi ini terjadi di akhir cerita Red Ribbon Saga, di mana saat Red Ribbon Army berhasil dhancurkanoleh Son Goku dan Goku berangkat melanjutkan perjalanannya dalam mencari Dragon Ball demi dapatmenghidupkan kembali Bora yang tewas di tangan Tao Pai Pai.
20. KembaliDalam Fase Red Ribbon Saga ini, Son Goku sebagai karakter pahlawan tidak ditemukan mengalami fungsiini. Karena setelah Red Ribbon Saga berakhir, Son Goku harus bergegas melanjutkan perjalanannya dalammencari Dragon Ball untuk memohon kepada Dewa Naga agar dapat menghidupkan Bora kembali.
21. PengejaranFungsi ini terlihat pada saat Son Goku mengalahkan General White dan General Blue beserta pasukanmereka masing-masing. Red Commander yang berang akan kejadian ini memerintahkan Tao Pai Pai untukmengejar Son Goku untuk membunuhnya demi membalas dendam kekalahan Red Ribbon dan untukmerebut Dragon Ball yang dimiliki Son Goku.
22. Pertolongan
10 PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
Fungsi ini terjadi berkali-kali, dan dijalankan oleh karakter-karakter protagonist pendukung yangkemunculannya hanya sebentar di Red Ribbon Saga ini. Tapi fungsi yang secara sempurna memenuhikriteria ini adalah pada saat pesawat Son Goku jatuh di Desa Jingle, dan ditolong oleh seorang gadis desadan ibunya yang bahkan tidak disebutkan namanya di cerita ini. Son Goku diberikan tempat beristirahat,minuman hangat, dan pakaian hangat karena tidak terbiasa di daerah dingin dan bersalju. Sebagai rasaterima kasihnya, Son Goku mengalahkan beberapa tentara Red Ribbon yang datang ke rumah itu, danpergi ke Muscle Tower untuk menyelamatkan kepala desa Jingle yang ditawan oleh General White.
23. Kedatangan tidak dikenalFungsi ini terjadi dua kali dalam Red Ribbon Saga, yaitu Saat pesawat Son Goku jatuh di Desa Jingle, yangkemudian membawa Son Goku ke dalam pertarungan melawan tentara Red Ribbon Army di Muscle Towerdemi menyelamatkan kepala desa yang ditawan oleh General White. Desa Jingle digambarkan sebagai dsaterpencil di belahan utara bumi yang alamnya sangat dingin dan ditutupi oleh salju, yang di mana SonGoku baru pertama kali datang ke tempat dengan suhu seperti ini. Fungsi yang kedua terjadi pada saatpertarungan Son Goku dan General Blue yang membawa mereka memasuki wilayah Desa Pinguin.
24. Tidak bisa mengklaimDari karakter-karakter yang ada dalam serial Dragon Ball selama fase Red Ribbon Saga ini, tidak ditemukanfungsi “Tidak bisa mengklaim” di mana aka nada hadirnya sosok pahlawan palsu. Fungsi ini baru akanmuncul pada fase Cell Saga yang merupakan kelanjutan dari Fase Red Ribbon Saga yang baru akan dimulaibelasan tahun setelah Red Ribbon Saga berakhir.
25. Tugas BeratSatu-satunya narasi dalam fase Red Ribbon Saga yang bisa masuk dalam kategori fungsi ini terjadi diawal-awal cerita, di mana pada saat Muten Roshi memerintahkan kepada murid-muridnya untuk mulaiberlatih sendiri dengan cara masing-masing. Hal inilah yang kemudian membawa Son Goku ke dalampetualangannya yang memertemukan dirinya dengan Red Ribbon Army.
26. SolusiFungsi ini ditandai dengan runtuhnya rezim Red Ribbon. Tewasnya pimpinan tertinggi dan hancurnyamarkas besar Red Ribbon oleh Son Goku. Kemanangan yang diraih oleh Son Goku seorang diri ini menjadiakhir dari fase Red Ribbon Saga dalam serial komik Dragon Ball.
27. PengenalanTidak ada fungsi pengenalan yang signifikan secara fisik pada tokoh Son Goku. Namun nama Son Gokusemakin dikenal karena reputasinya dalam mengalahkan Red Ribbon Army seorang diri.
28. PemaparanFungsi pemaparan yang paling penting terjadi saat pertarungan terakhir Son Goku di markas besar RedRibbon Army. Red Commander, sebagai pemimpin tertinggi dari Red Ribbon Army akhirnya mengutarakantujuan sebenarnya dari usaha mereka dalam mengumpulkan Dragon Ball, yaitu bukan untuk menguasaidunia, namun hanya untuk memohon kepada Dewa Naga agar dapat diberikan tubuh yang lebih tinggi.Assistant Black yang terkejut akan kebenaran tersebut pun marah dan membunuh sendiri pimpinannyatersebut serta memerlihatkan ambisinya sebagai pemimpin Red Ribbon baru yang bertujuan benar-banringin menguasai dunia. Walaupun tujuan itu tidak akan pernah terealisasi karena Assistant Black punpada akhirnya tewas di dalam baju tempurnya sendiri karena terkena serangan dari Son Goku.
29. Perubahan rupaPada fase Red Ribbon Saga ini tidak ada perubahan rupa atau fisik yang disampaikan sang penulis cerita.Perubahan hanya terjadi pada kemampuan dari sosok pahlawan. Son Goku secara eksplisit dinarasikantelah mengalami peningkatan yang pesat akan kemampuannya dalam bertarung.
30. HukumanRed Ribbon Army, sebagai organisasi kejahatan yang fenomenal ini seperti tidak mendapat kesempatanuntuk menghadapi hukuman. Kekalahan-kekalahan yang terjadi biasanya berujung apada proses melarikandiri, kematian, atau bahkan tidak dicertakan kembali sama sekali oleh sang penulis cerita.
31. PernikahanPada fase Red Ribbon Saga ini tidak ada fungsi naratif pernikahan, karena memang usia dari tokoh-tokohprotagnis yang masih sangat muda pada masa tersebut.
11PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
Dari analisis fungsi narasi di atas, terdapat karakter-karakter umum yang disampaikan juga oleh Propp,dan seperti fungsi-fungsi tersebut juga, tidak semua karakter dapat ditemukan di dalam setiap narasi(cerita).
Adapun untuk fenomena Red Ribbon Saga dalam Dragon Ball ini, analisis penempatan karakter dapatdilihat sebagai berikut:
1. Penjahat (Melawan pahlawan) : Red Ribbon Army.Dalam penelitian ini tentunya sudah jelas bahwa sosok penjahat atau antagonis yang menjadi sorotanutama fenomena adalah Red Ribbon Army.Red Ribbon Army merupakan organisasi kejahatan terbesardan paling ditakuti di dunia yang dipimpin oleh Commander Red ini telah memberikan terror yang dahsyatke seluruh penjuru bumi. Dengan para perwira yang berasal dari latar belakang kebangsaan dar berbagainegara yang berbeda-beda, lengkap dengan pasukannya yang masing-masing dipimpin dengan rapi danterstruktur oleh 2 jenderal utama yaitu General White dan General Blue yang sangat ditakuti bahkan olehanak buahnya sendiri. Dalam Red Ribbon Saga, dikisahkan bahwa Red Ribbon Army sedang dalam misiutama mereka dalam mengumpulkan Dragon Ball demi memohon permintaan kepada Dewa Naga agarpermintaan mereka dapat dikabulkan, yaitu ingin menguasai dunia.
2. Donor / Penderma (Menolong Pahlawan dengan kekuatan magis) : Dewa Karin.Dewa Karin memainkan peran besar di serial Dragon Ball ini, saat ia melatih Son Goku yang mengalamikekalahan saat menghadapi Tao Pai Pai, pembunuh bayaran nomor satu di dunia yang disewa Red Ribbonuntuk membunuh Son Goku.
3. Penolong (Membantu Pahlawan)Son Goku, tokoh protagonist utama dalam serial Dragon Ball ini memang terlihat berjibaku seorang diridalam menumpas kejahatan Red Ribbon. Namun, dalam beberapa pertarungannya ada beberapa tokohyang membantu secara langsung, namun memang tidak dalam durasi yang lama. Tokoh-tokoh yang masukdalam karakter penolong ini antara lain adalah:a. KrillinKrillin terlibat dalam pertarungan dengan Red Ribbon Saga saat mendampingin Son Goku dalam mencariDragon Ball yang tersembunyi di gua yang terletak di dasar laut. Dalam Red Ribbon Saga ini, Krillinsempat bertarung melawan Genera Blue, namun dapat dengan mudah dikalahkan oleh General Blue.b. AraleArale adalah salah satu tokoh unik yang ada di dalam Dragon Ball. Tokoh yang merupakan cross over darikomik Dr. Slump ini bertemu dengan Son Goku saat pertarungan Son Goku dengan General Blue membawamereka ke Desa Pinguin, di mana Arale tinggal. Arale secara tidak langsung turut membantu Son Gokudalam proses memerbaiki radar Dragon Ball milik Son Goku yang rusak dalam pertarungan, namun secaramengejutkan Arale berhasil mengalahkan General Blue dalam pertarungan singkat sekaligusmenyelamatkan nyawa Son Goku. Arale bisa dikatakan sebagai cameo karena kemunculannya yang sangatsebentar, namun memberikan bantuan yang sangat berharga bagi karakter protagonis utama dalam komikini.
4. Putri (Mencari calon suami) : Bulma.Dragon Ball pada dasarnya adalah komik dengan nuansa bela diri dan komedi. Bulma adalah protagonisutama yang lumayan cocok dengan fungsi karakter “Putri” dari Propp ini. Sosok yang muncul sejak bukujilid pertama inilah yang mengenalkan Son Goku mengenai fungsi dan keajaiban Dragon Ball. Kebetulan,penulis cerita mengisahkan bahwa motivasi Bulma dalam mengumpulkan Dragon Ball ini adalah untukmemohon kepada Dewa Naga agar diberikan jodoh yang tampan.
5. Pengirim (Mengirim pahlawan menjalankan tugas berat) : Muten Roshi.Pada Red Ribon Saga, tidak ada karakter pengirim secara spesifik dalam fungsi karakter naratif milikPropp ini. Namun Muten Roshi secara eksplisit mengatakan kepada murid-muridnya: “Lebih baik latihansendiri-sendiri” dan “Mulai sekarang jalani dengan cara masing-masing”. Son Goku dengan inisiatifmerespon nasihat gurunya itu dengan niat mencari Dragon Ball sebagai salah satu cara latihannya yangpada perjalanannya nanti akan memertemukannya dengan Red Ribbon Army.
6. Pahlawan (Mencari Sesuatu dan menjaankan misi) : Son Goku.Karakter Pahlawan sudah jelas menjadi hak mutlak Son Goku. Sebagai tokoh protagonis utama komikDragon Ball yang menjadi sentral cerita, pada Red Ribbon Saga ini seringkali dikisahkan Son Goku denganseorang diri mengalahkan perwira-perwira tinggi Red Ribbon, yang di mana pada akhirnya dikisahkan
12 PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
Son Goku dengan seorang diri pula berhasil mengalahkan pemimpin tinggi Red Ribbon dan menruntuhkanrezim organisasi kejahatan terbesar di dunia itu seiring dengan hancurnya juga markas besar mereka.
7. Pahlawan Palsu (Mengklaim sebagai pahlawan, tetapi kedok terbuka). Pada cerita Dragon Ball ini,terutama pada fase Red Ribbon Saga tidak ditemukan karakter yang sesuai dengan fungsi karakter PahlawanPalsu. Tidak ada karakter atau tokoh yang dapat mengklaim kemenangan Son Goku atas Red RibbonArmy.
TemuanDragon Ball, Red Ribbon Saga dan Paham Sosialis.Pada penelitian ini, lewat analisa nartif terhadap narasi, teks, gambar dan karakter yang ada dalam komikDragon Ball penelliti menemukan beberapa makna mengenai paham sosialis yang dismpaikan AkiraToriyama lewat karyanya ini. Sebelum secara khusus masuk ke dalam fase Red Ribon Saga pun penelitimenemukan beberapa hal yang diyakini merupakan pemaknaan dan representasi dari paham sosialis.
Pada serial Dragon Ball seringkali ditemukan gambar bintang berwarna merah. Bintang merah identicdan dikenal sebagai lambang sosialisme yang melambangkan kelima jari tangan pekerja dan lima benua.Bintang berujung lima ini pada awalnya dimaknakan untuk mewakili kelima kelompok sosial yang akanmembawa Rusia ke paham komunisme yang terdiri dari kaum muda, militer, industri, buruh petani, dancendekiawan. Bintang dengan 5 ujung berwarna merah ini seringkali ditemui di dalam serial Dragon Ballkarena pada masing-masing dragon ball memiliki bintang merah dengan jumlah yang berbeda-beda.
Namun, tidak berhenti sampai di situ, peneliti juga menemukan gambar bintang merah tersebut dibeberapa karakter di dalam Dragon Ball, seperti pada tokoh antagonis bernama Pilaf. Dikisahkan bahwaPilaf adalah sosok antagonis yang sangat berambisi dalam mengumpulkan Dragon Ball, namun belummempunayi alasan atau tujuan spesifik yang jelas. Pilaf digambarkan memakai topi dengan corak warnamerah dan biru dengan warna hitam di sekeliling lingkaran. Sebuah bintang merah berujung limaditempatkan di depan latar belakang kuning dan tengah.
Selanjutnya peneliti juga menemukan gambar bintang merah yang serupa pada topi yang dikenakanOolong. Oolong adalah seekor babi bipedal yang awalnya jahat, namun pada akhirnya menjadi salah satuteman baik dari tokoh protagonist utama pada serial ini. Oolong juga digambarkan mengenakan seragamkhas tentara komunis Cina berwarna hijau, Namun, pada fase Red Ribbon Saga yang terjadi setelah Oolongberalih ke sisi protagonist, dia tidak lagi terlihat mengenakan topi dengan simbol bintang merah tersebut.
Dalam menganalisa karakter Oolong tersebut, peneliti melakukan riset tambahan mengenai korelasipenokohan Dragon Ball dengan sejarah tentara komunis cina sampai menemukan nama dan foto dari MaoZedong, seorang pemimpin dari partai komunis Cina. Berdasarkan factor sejarah antara tentara komunisTiongkok dengan Jepang, dar sini penulis berasumsi, dari tokoh inilah kemungkinan Toriyama terinspirasimembuat karakter Oolong ini.
Selanjutnya adalah Red Ribbon Army itu sendiri sebagai organisasi militer antagonis pada serialDragon Ball. Red Ribbon Army diindikasikan sebagai representasi dari tentara Red Army Rusia yang lekatdengan simbol kekuatan militeristik komunis yang mendunia. Nama Red Army yang identik dengankekerasan, pertumpahan darah dan kekuasaan ini pada awalnya hanya mendominasi eropa, namunakhirnya berhasil memengaruhi dunia asia dengan pergerakan Mao Zedong yang mendirikan Red Armyversi Tiongkoknya. Red Army sempat ini mendominasi Asia selama beberapa dekade, termasuk beberapaperang dengan Jepang, tempat kelahiran Akira Toriyama.
Dari analisa ini, peneliti berasumsi bahwa makna sosialis yang ingin disampaikan oleh Toriyamalebih kepada mencitrakan sosialis (komunis) ke dalam karakter-karakter jahat di dalam karyanya. Edukasiyang disampaikan melalui makna-makna implisit inilah yang menjadikan Toriyama.
Dragon Ball Memenuhi Sistematis Penulisan Media ModernBranston & Stafford (2010) mengatakan bahwa ada dua poin tentang studi narasi sistematis di media
modern. Poin pertama adalah Teori naratif mengemukakan bahwa cerita di media mana pun dan budayaapa pun menceritakan fitur-fitur tertentu yang serupa. Hal ini telah dilakukan oleh Akira Toriyama denganstruktur penulisan dan koherensi yang konsisten. Toriyama juga menampilkan fitur-fitur wajib yang serupaseperti yang terdapat dalam komik lain seperti adanya tokoh protagonist dan antagonis, dimana terdapatkebaikan melawan kejahatan di dalamnya.
Kemudian, di poin kedua disebutkan bahwa di beberapa media tertentu dapat untuk meyampaikanceritanya dengan cara yang berbeda..
Namun yang menjadikan organisasi Red Ribbon Army dalam komik Dragon Ball ini menjadi berbedaadalah dimana Akira Toriyama sebagai penulis cerita telah memberikan perhatian yang lebih terhadapdetail karakter antagonis yang dibuatnya. Misalnya pada narasi dimana Red Ribbon, yang dimana hanyadengan menyebut namanya saja dapat memberikan efek kengerian terhadap semua orang di dunia dalam
13PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
Komik Dragon Ball tersebut. Teror dan horror yang diberikan organisasi kejahatan yang mendunia tersebutsangat menakutkan karena reputasi kekejaman yang mereka bangun. Kemudian Toriyama menghadirkanfenomena yang membuat Red Ribbon Army ini menjadi sangat berbeda dan menarik denganmengoptimalkan penokohan, latar belakang dan tujuan organisasi, dan kemiripan atau parody darikehidupan nyata, ataupun kisah popular lain, bahkan sejarah dunia.
Dalam Red Ribbon Saga ini, Akira Toriyama menyampaikan pesan-pesan moralnya dengan carayang berbeda. Contohnya dimana penokohan yang dibuat seunik mungkin pada sosok pemimpin besardari organisasi tersebut merupakan seorang yang mempunyai postur tubuh yang sangat kecil, atau dengansosok Perwira tinggi dalam organosasi teroris yang mempunyai fobia terhadap tikus. Secara gambaranumum, semua tokoh-tokoh atau karakter yang terdapat pada Red Ribbon Saga telah menjadi bagian pentingdalam fenomena ini.
Jika dilihat dari penggambaran saja pun, kehadiran tokoh-tokoh itu sendiri pun sudah bisa menjadisuatu fenomena tertentu pada komik ini, apalagi ditambah dengan narasi yang disampaikan, dialog-dialogdari karakter, sampai ke detail dan latar belakang dari karakter itu sendiri. Komik Dragon Ball yangditerbitkan di era tahun 1980 – 1990an pada saat fase Red Ribbon Saga, telah mengantarkan Toriyamasebagai Mangaka yang sukses dalam menyuguhkan suatu hal yang baru dan segar untuk dunia komikpada zamannya, bahkan masih sangat dapat diterima untuk beberapa dekade generasi setelah komiktersebut pertama kali diterbitkan.
Dragon Ball Menyajikan Antologi Perspektif Global dan BudayaLewat Red Ribbon Saga, Toriyama menyuguhkan latar Belakang Budaya, Ekspresi, Popularitas,
sejarah, dan pengaruh kepada pembacanya. Kita dapat melihat suatu bentuk atraksi pertukaran antarbudaya dalam perjalanan fase Red Ribbon Saga ini. Hal ini disajikan oleh Toriyama lewat penokohanyang detail dari karakter-karakter yang diciptakannya, seperti yang sudah dijelaskan peneliti pada analisadi sub bab sebelumnya.Kekurangan Fungsi Karakter
Peneliti menemukan masih ada beberapa fungsi karakter yang tidak ditemukan dalam 7 fungsikarakter Propp. Pada cerita modern, seperti Dragon Ball ditemukan juga beberapa fungsi yang cukupkrusial dan krusial keberadaannya dalam suatu cerita seperti yang peneliti jabarkan pada tabel berikut:
14 PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
Makna Social Issue Lewat Pesan ImplisitPeneliti menemukan bahwa lewat narasinya, penulis cerita dari komik Dragon Ball ingin
menyampaikan pesan-pesan khusus kepada pembaca komiknya yang antara lain adalah:1. Bahaya Perundungan (Bullying)Secara implisit Toriyama menyampaikan bahwa setiap tindakan pasti ada sebabnya. Atau dengan
kata lain setiap kejahatan mempunyai latar belakang tersendiri. Red Commander misalnya, Dirinya adalahkorban perundungan (bullying) di masa kecilnya yang mengakibatkan dirinya tumbuh menjadi seorangpenjahat yang menghalalkan segala cara untuk mewujudkan keinginannya demi mengobati rasa sakithatinya di masa kecil. Pada masa komik itu diluncurkan, kasus bullying belum marak diberitakan di mediamassa dan masih jauh dari perhatian di social masyarakat, namun Akira Toriyama dapat menyampaikanpesan moral ini dengan cara yang luar biasa lewat narasi, gambar, dan cerita yang disampaikannya.
2. Issue LGBT (Homosexualitas)Toriyama mendeskripsikan beberapa tokoh utama antagonisnya dengan karakter dan kepribadian
yang sangat unik seperti penyimpangan orientasi seksual, pemilihan pakaian yang di luar kebiasaan, bahkanparodi dari tokoh popular lain di luar komik tersebut. Isu Homoseksual dan fedofilia yang diangkatToriyama lewat sosok General Blue tidak ditemui pada manga lain dengan genre yang serupa pada eradimana fase Red Ribbon Saga terbit. Bahkan sampai sekarang pun masih sulit ditemui karakter antagonisutama dalam komik dengan latar belakang orientasi seksual yang menyimpang.
3. Kekuatan Citra (Image) OrganisasiDari segi komunikasi organisasi pembaca dapat belajar bahwa dengan pencitraan dan pembentukan
reputasi yang maksimal dapat menimbulkan efek yang maksimal pula. Toriyama lewat narasinyamencitrakan bahwa Red Ribbon Army terkadang tidak perlu mengeluarkan upaya untuk mendapatkankeinginan mereka, cukup dengan ancaman lewat identitas mereka, terkadang para korban mereka langsungmemberikan yang mereka inginkan tanpa perlawanan.
SIMPULAN & SARANPeneliti telah menyampaikan temuan-temuan yang merupakan hasil dari analisis pada penelitian
ini. Kemudian dari temuan-temuan tersebut peneliti menyimpulkan bahwa lewat komik/manga yang sukses,dapat melahirkan suatu Pop Culture, yang dimana semua ide, perspektif, sikap, dan fenomena yangdilahirkan lewat suatu karya dan dapat diterima oleh masyarakat luas dapat membentuk suatu budayapopuler baru.
Penelitian ini juga mengungkap multimodaliti dari literasi media berupa komik/manga, yang dimanamerupakan proses pendeskripsian dari praktik komunikasi dalam hal sumber daya tekstual, linguistik,dan visual yang digunakan untuk menyampaikan suatu pesan atau makna tertentu, atau dengan kata laindapat dikatakan sebagai proses menafsir verbal, membaca gambar, dan memahami teks.
Dari sisi akademis, berdasarkan temuan dan simpulan yang diperoleh dari hasil analisis penelitian,peneliti memiliki beberapa saran untuk dunia akademis terutama yang berkaitan dengan penelitian analisisnaratif maupun penelitian dengan objek media fiksi terutama komik/manga. Saran pertama adalahpengembangan manga polysytem sebagai suatu bentuk interaksi untuk menghasilkan proses evolusi yangdinamis secara berkesinambungan dalam dunia manga.
Dari pengoptimalan manga polysystem, praktisi di industry komik dapat memprojeksikan keinginanpasar dan menghasilkan karya-karya yang diinginkan audiensnya.
Saran yang kedua dari peneliti lebih berkaitan dengan dunia akademis, dimana peneliti berharapagar pada penelitian-penelitian naratif berikutnya, dapat mengkombinasikan analisis fungsi dengan praktikaplikatif modern seperti Trope. Trope yang kini marak karena kehadiran TV Tropes, pada dasarnya memilikifungsi yang mirip dengan 31 Fungsi Analisis Propp. Trope itu sendiri dikenal sebagai sebuah kebiasaanyang secara tersirat terdapat didalam sebuah media yang biasanya berupa plot, peristiwa, atau karakterkhusus dari suatu tokoh.
Sebagai penutup, peneliti meyakini bahwa kesuksesan Akira Toriyama dengan serial Dragon Ballberasal dari kegigihannya dalam menyuguhkan sesuatu yang baru dalam berkarya. Di sisi lain, kreatifitasdan inovasi Toriyama dalam berkarya juga membuatnya diakui dunia sebagai salah satu mangaka terbaikyang pernah ada.
Di sini, kita tidak hanya dapat memahami suatu makna dengan perspektif yang berbeda, namunjuga dirangsang untuk berkarya dan menyampaikan makna dengan cara yang berbeda. Para praktisi atauprofesional yang bergerak di industri kreatif tentunya diharapkan dapat terinsiprasi dari hasil penelitianini, dan menerapkannya dalam dunia akademis dan kehidupan sosial masyarakat, serta pengaplikasiandalam bidang keahliannya masing.
15PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
REFERENSI
Allen, K. & Ingulsrud, J. (2011). Reading Manga: Patterns of Personal Literacies Among Adolescents.Diperoleh dari website Taylor and Francis online: https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/09500780508668681
Alvermann, D. & Heron, A. (2001). LIteracy Identity Work: PLaying To Learn With Popular Media. Journalof Adolescent & Adult Literacy. Diperoleh dari website: https://search.proquest.com/openview/8e40b252a091fc492022a536125d7738/1?pq-origsite=gscholar&cbl=42001
Barder, O. (2016). Kazuhiko Torishima On Shaping The Success Of ‘Dragon Ball’ And The Origins Of‘Dragon Quest’. Diperoleh dari website Forbes: https://www.forbes.com/sites/olliebarder/2016/10/15/kazuhiko-torishima-on-shaping-the-success-of-dragon-ball-and-the-origins-of-dragon-quest/#45c439f325e5
Berger, A. A. (1992). Popular Culture Genres: Theories and Texts Volume 2. California: Sage Publications,
Inc.
Biography of Vladimir Jakovlevic Propp (1895-1970). (n.d.). Diperoleh dari website The Biography: http:/
/thebiography.us/en/propp-vladimir-jakovlevic
Bogdan, R. & Taylor, S.J. (1975). Introduction to Qualitative Research Method. New York: John Willey and
Sons.
Bordwell, D. & Thompson, K. (2001). Film Art : An Introduction Sixth Edition. New York: McGrawHill.
Bouissou, J. (2006). Japan’s growing cultural power. The example of manga in France. Diperoleh dari website
CCSD: https://hal-sciencespo.archives-ouvertes.fr/hal-00972716/
Branston, G. & Stafford, R. (2010). The Media Student’s Book, Third Edition. London: Routledge.
Cooper-Chen, A. (2011). Japan IllistraredStorrytelling: A thematic Analysis of Globalized Anime and Manga.
Keio Communication Review No.33. Dieroleh dari website: http://www.mediacom.keio.ac.jp/publication/
pdf2011/05Anne.pdf
Creswell, J.W. (2012). Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan Mixed. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Denzin, Norman K., dan Yvonna S. Lincoln. (2009). Handbook of Qualitative Research. California-USA:
Sage Publication.
Dhani, A. (2017). Akira Toriyama, Sosok Pencipta Dragon Ball. Diperoleh dari website Tirto.id: https://
tirto.id/akira-toriyama-sosok-pencipta-dragon-ball-cwDd
Dolle-Weinkauff, B. (2006). The attractions of intercultural exchange: Manga market and manga reception
in Germany. Goethe University, Germany.
Eriyanto. (2013). Analisis Naratif: Dasar-dasar dan Penerapannya Dalam Analisis Teks Berita Media. Jakarta:
PT Fajar Interpratama Mandiri.
Fusanosuke, N. (2003). Japanese Manga: Its Expression and Popularity. Diperoleh dari website: http://
www.accu.or.jp/appreb/09/pdf34-1/34-1P003-005.pdf
Hartley, J. (2010). Communication, Cultural, & Media Studies – Konsep Kunci. Yogyakarta: Jalasutra
Herman, L. & Vervaeck, B. (2005). Handbook of Narrative Analysis. London: University of Nebraska Press.
Johnson-Woods, T. (2010). Manga: An Anthology of Global and Cultural Perspectives. New York:
Continuum.
Jandreau, C. (2015). 32 Fun Facts About the Dragon Ball Z Series.
Diperoleh dari website Anime Underground: https://www.ranker.com/list/dragon-ball-z-facts/coy-
jandreau
16 PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
Kurland, D. (2016). Dragon Ball: 15 Things You Didn’t Know About The Red Ribbon Army. Diperoleh dari
website Screenrant: https://screenrant.com/dragon-ball-red-ribbon-army-facts-trivia/
Littlejohn, S.W. & Karen A. F. (2009). Encyclopedia of Communication Theory. USA: Sage Publication.
Narratology: LITERARY THEORY. (n.d.). Diperoleh dari website: Ecyclopeia Britannica: https://
www.britannica.com/art/narratology
PHELAN, J. & RABINOWITZ, P. (2005). A companion to narrative theory. Victoria: Blackwell Publishing.
Diperoleh dari website: http://www.lit.auth.gr/sites/default/files/a_companion_to_narrative_theory_-
wiley-blackwell_2005.pdf
Prisilia, J. (2014). Propaganda Unifikasi Korea Utara Dan Korea Selatan Dalam Serial Drama Televisi Korea
The King 2 Hearts. Surabaya: Jurnal E-Komunikasi, Program Studi Ilmu Komunikasi, Universitas Kristen
Petra. Diperoleh dari website https://media.neliti.com/media/publications/83629-ID-propaganda-
unifikasi-korea-utara-dan-kor.pdf
Ramadhani, M. (2013). 20 Manga Shonen Jump dengan Penjualan Tertinggi. Diperoleh dari website
Republika: http://republika.co.id/berita/senggang/review-senggang/13/12/19/my1t22-20-manga-
shonen-jump-dengan-penjualan-tertinggi-4habis
Red Ribbon Army. (n.d). Diperoleh dari website: http://dragonball.wikia.com/wiki/Red_Ribbon_Army
Rivera, J. (2015). ‘Dragon Ball Z’ voice actor tells us how the series became a pop culture phenomenon.
Diperoleh dari website: http://www.businessinsider.com/dragon-ball-z-christopher-sabat-interview-2015-
8/?IR=T
Sanjaya, A., Suyanto, & Sukoco. (2016). Analisis Perubahan Bentuk Karakter Son Goku Dalam Film Animasi
Dragon Ball. Diperoleh dari website Universitas Amikom Yogyakarta : https://ojs.amikom.ac.id/
index.php/semnasteknomedia/article/view/1382/1297
Schwartz, A. (2011). Understanding the Manga Hype: Uncovering the Multimodality of ComicBook
Literacies. Diperoleh dari website International Literarcy Association: https://ila.onlinelibrary.wiley.com/
doi/pdf/10.1598/JAAL.50.1.5
Sobur, A. (2014). Komunikasi Naratif : Paradigma, Analisis, dan Aplikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Toriyama, A. (1992). Dragon Ball Volume 5. Jakarta :Media Elex Komputindo, PT Gramedia.
Toriyama, A. (1992). Dragon Ball Volume 6. Jakarta :Media Elex Komputindo, PT Gramedia.
Toriyama, A. (1992). Dragon Ball Volume 7. Jakarta :Media Elex Komputindo, PT Gramedia.
Toriyama, A. (1992). Dragon Ball Volume 8. Jakarta :Media Elex Komputindo, PT Gramedia.
Toriyama, A. (1992). Dragon Ball Volume 9. Jakarta :Media Elex Komputindo, PT Gramedia.
Walter Fisher, Emeritus Professor. (n.d.). Diperoleh dari website USC Annenberg: https://annenberg.usc.edu/
faculty/communication/walter-fisher
West, R. & Turner, L. (2008). Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Humanika.
Willhite, L. (2018). Best Mangaka of All Time. Diperoleh dari website The Top Tens: https://
www.thetoptens.com/best-mangaka/
17PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
PENDAHULUAN
Pemerintah melaksanakan berbagai program dalam rangka peningkatan produksi untuk memenuhi
kebutuhan pangan khusunya beras. Pemerintah menintroduksi program teknologi pertanian, seperti
pembangunan bendungan dan irigasi, pupuk buatan, obat pengendalian hama atau penyakit, pemberian
bibit unggul padi, dan ditumbuhkan kesatuan petani untuk bercocok tanam secara baik dan bergabung
dalam kelompok tani untuk mempermudah komunikasi antar petani.
Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan dan informasi dari Dinas Pertanian setempat diketahui
bahwa produktivitas padi di Kecamatan Tengah Ilir mengalami fluktuasi selama kurun waktu 2011 sampai
2013 mengalami kenaikan sebesar 4,3 Ton/Ha dan mengalami penurunan sebesar 60 Ton/Ha pada tahun
2014, pada tahun 2015 produktivitas mengalami stagnasi atau kondisi tetap yaitu 4,33 Ton/Ha angka
produktivitas ini sama dengan tahun 2014, padahal teknologi dan bantuan dana telah diberikan kepada
petani di Kecamatan Tengah Ilir sama dengan Kecamatan yang ada di Kabupaten Tebo. Hal ini diduga
terdapat gangguan dalam proses transformasi informasi dan komunikasi kepada petani. Gangguan adalah
suatu hal, getaran, atau gelombang yang mendistorsi pengiriman pesan dalam proses komunikasi. Gangguan
menyebabkan perbedaan antara pesan yang dikirimkan oleh sumber (source). Perubahan teknologi harus
ditransformasikan kepada petani melalui kegiatan penyuluhan pertanian. Jalur pendidikan non formal ini
akan menjangkau semua petani sehingga penyerapan teknologi lebih cepat, salah satu faktor yang paling
penting dalam penyuluhan yaitu komunikasi.
Komunikator yaitu penyuluh menyampaikan informasi kepada petani tapi tidak semua informasi
yang diberikan kepada petani dapat diterima, seringkali petani mengalami gangguan dalam menerima
informasi. Gangguan komunikasi yang terjadi dapat menghambat petani dalam menerapkan teknologi
dilapangan yang berdampak pada produksi yang dihasilkan rendah dan tingkat kesejahteraan petani yang
rendah pula.
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk mengambil judul tentang; “Analisis hubungan
antara Ganggun (Noise) dalam Proses Komunikasi dengan Penerapan Teknologi Di Kabupaten Tebo Provinsi
Jambi”.
TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Komunikasi
Komunikasi antar manusia hanya bisa terjadi, jika ada seseorang yang menyampaikan pesan kepada
orang lain dengan tujuan tertentu, artinya komunikasi hanya bisa terjadi kalau didukung oleh adanya
ANALISIS HUBUNGAN ANTARA GANGGUAN (NOISE) DALAM PROSESKOMUNIKASI DENGAN PENERAPAN TEKNOLOGI DI KABUPATEN TEBO
PROVINSI JAMBI
Pera Nurfathiyah
ABSTRAK:Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis: (1) Bentuk gangguan (noise) yang ada dalam proses
komunikasi dengan penerapan teknologi pada tanaman padi (2) Tingkat penerapan teknologi pada
tanaman padi (3) hubungan antara gangguan (noise) dalam proses komunikasi dengan penerapan
teknologi pada tanaman padi. Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2017 sampai Oktober
2017. Lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (Purpossive) dengan kriteria petani yang menerapkan
teknologi padi sawah dan yang menerima bantuan dari pemerintah dan jumlah sampel dalam penelitian
adalah 70 petani. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Metode analisis data
yang digunakan adalah analisis deskriptif dengan pemberian skor dan analisis Rank Spearman.Hasil
penelitian menunjukkan gangguan yang terjadi dalam proses komunikasi yaitu: gangguan teknis,
gangguan semantik, dan gangguan psikologis. Tingkat penerapan teknologi padi dilokasi penelitian
tergolong tinggi (77,14%) juga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara gangguan dalam
proses komunikasi dengan penerapan teknologi padi.
Kata Kunci : Gangguan komunikasi, Proses komunikasi, Teknologi, Teknis, Semantik,Psikologis.
18 PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
sumber, pesan, media, penerima, dan efek. unsur-unsur ini bisa juga disebut komponen atau elemen
komunikasi.Gangguan dalam proses komunikasi terdiri dari gangguan teknis, semantik dan psikologis. Gangguan
teknis terjadi jika salah satu alat yang digunakan dalam berkomunikasi mengalami gangguan, sehinggainformasi yang ditransmisi melalui saluran mengalami kerusakan saluran seperti suara telepon yang tidakjelas karena sinyal yang mengalami gangguan. Gangguan semantik ialah gangguan komunikasi yangdisebabkan oleh bahasa yang digunakan (blake dalam Cangara, 2014). Gangguan psikologis terjadi karenaadanya gangguan yang disebabkan oleh persoalan-persoalan dalam diri individu, misalnya rasa curigapenerima kepada sumber. Noise yang berasal dari audience akan sangat besar apabila pesan yang
disampaikan kontroversial, tetapi sebaliknya pesan akan diterima relatif jelas apabila pesan itu sederhanadan tidak bertele-tele. Skema kerangka pemikiran terlihat pada gambar berikut ini:
METODE PENELITIAN
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Tengah Ilir Kabupaten Tebo, Propinsi Jambi. Penentuan lokasi
dilakukan dengan pertimbangan bahwa Kecamatan tengah ilir memiliki produktivitas padi terendah
dibandingkan dengan kecamatan lainnya di Kabupaten Tebo. Objek penelitian ini adalah petani yang
19PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
mengusahakan usahatani padi yang berjumlah 239 orang, sampel penelitian ini terlihat pada tabel berikut
ini :
Tabel 3.1 memperlihatkan jumlah petani di Desa Penapalan dan Muara Kilis Kecamatan Tengah Ilir
sebanyak 239 petani. Untuk menentukan jumlah sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan rumus dari taro yamane dalam riduwan (2009) dengan presisi pengambilan sampel 10%-
25%, sehingga diperoleh 70 orang responden. Data diolah secara tabulasi dan dilanjutkan analisis secara
deskriptif menggunakan tabel distribusi frekuensi dan dilakukan uji korelasi Rank Spearman (rs).
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Gangguan Teknis, semantik dan psikologis dalam proses komunikasi
Hasil penelitian menunjukkan gangguan teknis dilokasi penelitian yaitu gangguan pada penggunaan
media komunikasi yaitu media cetak seperti brosur dan media elektronik seperti infokus. Indikator yang
digunakan adalah kemampuan PPL menyelesaikan masalah teknis pada media elektronik yang digunakan,
waktu yang dibutuhkan PPL untuk memperbaiki masalah teknis pada media elektronik yang digunakan,
kemampuan PPL mengevaluasi masalah teknis, dan kemampuan PPL mengendalikan situasi dan kondisi.
Berdasarkan hasil penelitian frekuensi dan persentase pada hambatan mekanis dapat dilihat pada Tabel
4.1 berikut :
Tabel 4.1 Persentase Petani pada Gangguan Teknis di Daerah Penelitian Tahun 2017.
Kategori Frekuensi (Orang) Persentase (%)
Tinggi 20 28.57
Rendah 50 71.43
Jumlah 70 100
Tabel 4.1 memperlihatkan bahwa berdasarkan hasil dilapangan sebagian besar petani menyatakan
tidak terdapat gangguan teknis pada alat komunikasi yang digunakan PPL dalam melakukan penyuluhan.
Alat bantu adalah alat-alat atau perlengkapan yang diperlukan oleh seorang penyuluh guna memperlancar
proses mengajarnya selama kegiatan penyuluhan itu dilaksanakan. Alat ini diperlukan terutama dalam
menentukan atau memilih materi penyuluhan atau menerangkan inovasi yang disuluhkan (Mardikanto,
1992).
Gangguan semantik adalah pengetahuan tentang pengertian atau makna kata yang sebenarnya,
gangguan semantik terjadi karena penggunaan bahasa yang sering salah diucapkan atau makna kurang
dimengerti oleh komunikan. Indikator yang digunakan adalah pengucapan kalimat pesan oleh PPL,
penggunaan kata-kata oleh PPL yang memiliki makna yang berbeda namun bunyi dan tulisannya sama,
pemilihan kata-kata oleh petani dalam merespon PPL, cara PPL menjelaskan maksud pesan kepada
petani.Berdasarkan hasil penelitian frekuensi dan persentase pada hambatan semantik dapat dilihat pada
Tabel 4.2 berikut :
Tabel 4.2. Persentase Petani pada Gangguan Semantik di Daerah Penelitian Tahun 2017.
Kategori Frekuensi (Orang) Persentase (%)
Tinggi 4 5.71
Rendah 66 94.29
Jumlah 70 100
Tabel 4.2 memperlihatkan bahwa sebagian besar petani menyatakan tidak terdapat gangguan
semantik dalam komunikasi antara PPL dan petani. Kondisi yang dirasakan menghambat adalah
pengucapan pesan oleh PPL sudah jelas, namun terlalu banyak menggunakan istilah yang sulit ditafsirkan
20 PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
oleh petani. Sehingga petani sulit untuk memahami apa yang disampaikan oleh penyuluh. Levis dalam
Doni, 2004) mengatakan bahwa keterampilan berkomunikasi, sikap dan pengetahuan adalah hal yang
harus diperhatikan saat melakukan komunikasi dengan petani yang menjadi sasaran penyuluhan. Maka
dari itu keterampilan dalam berkomunikasi akan mampu mempengaruhi cara petani menerima dan
menafsirkan pesan yang disampaikan.
Gangguan psikologis berasal dari kondisi jiwa petani dimana penerimaan pesan di dasarkan nilai-
nilai dan harapan. Indikator yang digunakan adalah pemahaman latar belakang petani oleh PPL, sikap
saling menghargai antara PPL dan petani, harapan petani terhadap PPL, bahasa yang digunakan PPL,
status sosial yang dimiliki PPL, dan pengalaman yang dimiliki PPL. Berdasarkan hasil penelitian frekuensi
dan persentase pada gangguan psikologis dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut :
Tabel 4.3. Persentase Petani pada Gangguan Psikologis di Daerah Penelitian Tahun 2017.
Kategori Frekuensi (Orang) Persentase (%)
Tinggi 9 12.86
Rendah 61 87.14
Jumlah 70 100
Tabel 4.3 memperlihatkan bahwa berdasarkan hasil penelitian dilapangan sebagian besar petani
menyatakan tidak terdapat gangguan psikologis dalam proses komunikasi antara PPL dan petani.
Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa sebagian besar pendidikan petani adalah SD, namun
pengetahuan dan keterampilan mereka dalam berusahatani tidak bisa dipandang rendah karena rata-rata
para petani diaerah penelitian telah berkecimpung cukup lama dalam berusahatani padi sawah, sedangkan
agama yang dianut sama dengan agama yang dianut oleh sumber serta bahasa yang digunakan sama
dengan sumber tentunya akan mempengaruhi cepat lambatnya petani dalam mernyerap informasi. Segala
sesuatu yang terjadi pada diri petani pada saat ia melakukan komunikasi dengan sumber pada akhirnya
akan berpengaruh pada kemampuan petani dalam menyerap informasi.
Penerapan Teknologi Padi Sawah
Penerapan teknologi padi sawah oleh petani dinilai dari pelaksanaan sesuai dengan rekomendasi
yang diberikan oleh PPL. Dalam penelitian ini yang ingin dilihat adalah penerapan teknologi padi sawah
seperti: penggunaan bibit unggul, pupuk, sistem tanam jajar legowo, pengendalian OPT, panen dan pasca
panen, mesin dan alat pertanian. Penerapan merupakan kemampuan untuk menggunakan atau menerapkan
informasi yang telah diketahui ke dalam situasi atau kaitan yang baru atau menggunakan pengetahuan itu
untuk memecahkan atau menjawab persoalan (Sutjipta dalam Wawan dan Dewi, 2010). Pengolahan data
sesuai konsepsi pengukuran maka diperoleh rincian persentase petani berdasarkan skor penerapan teknologi
padi seperti pada tabel 4.4 dibawah ini.
Tabel 4.4. Persentase Penerapan Teknologi Padi Sawah di Daerah Penelitian Tahun 2017.
Kategori Penerapan Teknologi Padi Sawah Frekuensi (Orang) Persentase (%)
Tinggi 46 77,14
Rendah 24 22,86
Jumlah 70 100
Tabel 4.4 memperlihatkan persentase penerapan teknologi padi sawah oleh petani sampel di daerah
penelitian termasuk dalam kategori tinggi artinya apa yang disampaikan oleh komunikator di adopsi oleh
petani dan dilaksanakan, sedangkan penerapan teknologi padi sawah di daerah penelitian membuktikan
bahwa petani setempat telah sepenuhnya menerapkan teknologi yang dianjurkan oleh PPL. Hal ini
menunjukkan bahwa petani didaerah penelitian memiliki pemikiran yang maju dan lebih terbuka terhadap
21PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
inovasi-inovasi baru serta lebih menghargai usaha PPL dalam membina keberhasilan usahataninya.
Walaupun ada beberapa komponen yang belum diterapkan secara berkelanjutan, namun bukan berarti
komponen tersebut tidak baik, hanya saja ada beberapa kendala yang dihadapi dilapangan seperti
penggunaan ALSINTAN yang tidak optimal dikarnakan kondisi lingkungan fisik yang tidak mendukung
untuk penggunaan alat tersebut.
Hubungannya Gangguan Komunikasi dengan Penerapan Teknologi Padi
Hubungan Gangguan Teknis dengan Penerapan Teknologi Padi
Gangguan teknis adalah suatu bentuk gangguan yang berhubungan dengan penggunaan alat yang
digunakan oleh sumber, penguasaan alat yang digunakan sumber, dan dan kemampuan sumber dalam
menggunakan media yang digunakan dalam menyampaikan materi sehingga dapat mempengaruhi petani
dalam menyerap materi yang diberikan. Jika dikaitkan dengan penerapan teknologi padi sawah hal ini
akan berpengaruh kepada peningkatan pengetahuan petani terhadap materi yang disampaikan melalui
alat/media yang digunakan oleh sumber. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai hubungan
gangguan teknis dengan penerapan teknologi padi sawah untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel
4.5 berikut :
Untuk menguji signifikasi dari koefisien korelasi rs tersebut digunakan uji hipotesis, pengujian
dilakukan menggunakan uji t berikut:
Thit
=
= 050.02
)050.0(1
270
= 2,41
Berdasarkan hasil uji statistik non parametrik dengan menggunakan uji Rank Spearman melalui SPSS
diperoleh nilai 0,050 yang artinya tingkat kekuatan hubungan (korelasi) antara variabel gangguan teknis
dengan penerapan adalah sebesar 0,050, maka nilai ini menandakan hubungan sangat lemah. Angka
koefisien korelasi pada hasil diatas bernilai negatif, sehingga hubungan kedua variabel bersifat tidak searah,
dengan demikian semakian rendah gangguan maka penerapan teknologi akan semakin meningkat.
Berdasarkan hasil uji statistik tingkat signifikansi 0,683 > 0,05, maka mempunyai arti hubungan antar
variabel tersebut bernilai tidak signifikan. Pengujian dilakukan menggunakan uji t dengan nilai 2.41, karena
thit
= 2.41> dari ttabel
((á/2 = 5%) db=68) = 1,66757 tolak Ho. maka keputusan terima H
1.
Artinya terdapat suatu hubungan yang nyata antara gangguan teknis dalam komunikasi terhadap
penerapan teknologi padi sawah.hal ini mengindikasikan bahwa gangguan teknis berpengaruh terhadap
penerapan teknologi. Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa PPL kurang memanfaatkan alat
bantu untuk mengefektifkan dan mempercepat petani dalam menyerap informasi yang disampaikan dan
22 PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
begitu pula dalam memilih alat bantu yang digunakannya. Alat bantu yang sering digunakan adalah infokus,
brosur, foster, liflet. Alat bantu yang digunakan oleh PPL bisa menarik perhatian petani untuk lebih
menyimak materi yang pernah disampaikan, namun disisi lain alat bantu yang sering digunakan oleh PPL
ternyata belum mampu membuat petani teringat kembali akan materi yang pernah disampaikan jika
seandainya petani diperlihatkan kembali atau melihat kembali alat bantu yang pernah digunakan.
Hubungan Gangguan Semantik dengan Penerapan Teknologi Padi Sawah
Gangguan semantik adalah berupa kata yang digunakan oleh penyuluh, bahasa yang digunakan,pengguaan bahasa yang baik, dan kemampuan penyuluh dalam memberikan pemahaman ke petani. Bahasadan kata-kata yang digunakan harus konsisten artinya kita mencegah pengguaan bahasa yang berlainanatau berbeda untuk menjelaskan suatu persoalan yang sama. Bahasa harus jelas, tegas dan lengkap dan
sebaiknya menggunakan bahasa yang dimengerti oleh petani. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukanmengenai hubungan gangguan semantik dengan penerapan teknologi padi sawah untuk lebih jelasnyadapat dilihat pada Tabel 4.6 berikut :
untuk menguji signifikasi dari koefisien korelasi rs tersebut digunakan uji hipotesis, pengujian dilakukan
menggunakan uji t berikut:
Berdasarkan hasil uji statistik non parametrik dengan menggunakan uji Rank Spearman melalui spss
diperoleh nilai rs = 0,222 yang artinya tingkat kekuatan hubungan (korelasi) antara variabel gangguan
teknis dengan penerapan adalah sebesar 0,222 atau hubungan sangat lemah. Angka koefisien korelasi
pada hasil diatas bernilai negatif, sehingga hubungan kedua variabel bersifat tidak searah, dengan demikian
dapat diartikan bahwa semakin rendah gangguan yang terjadi maka penerapan penerapan teknologi padi
sawah akan semakin meningkat. Berdasarkan output diatas, diketahui nilai signifikansi atau sig. (2-tailed)
sebesar 0,065> 0,05, maka ada hubungan yang tidak signifikan (tidak berarti) antara variabel gangguan
dengan penerapan.. Pengujian dilakukan menggunakan uji t dengan nilai 1.87, karena thit
= 1.87> dari ttabel
((á/2 = 5%) db=68) = 1,66757 tolak Ho. maka keputusan terima H
1.Artinya terdapat suatu hubungan yang
nyata antara gangguan semantik dalam komunikasi terhadap penerapan teknologi padi sawah. meskipun
hubungan tersebut sangat lemah.Berdasarkan hasil penelitian dalam berkomunikasi PPL menggunakan
bahasa yang sederhana (jarang menggunakan istilah-istilah ilmiah) agar lebih mudah dicerna oleh petani,
23PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
serta juga disertai dengan bahasa yang sedikit agak humor agar petani tidak terlalu kaku dan tegang
dalam menerima apa yang disampaikan. Begitu pula jika ada pertanyaan dari petani dengan menggunakan
bahasa daerah setempat juga bisa dimengerti oleh PPL, karena PPL setempat bukan merupakan penduduk
asli desa penelitian terlihat bahwa PPL kurang mampu menerjemahkan bahasa yang sulit dimengerti
kedalam bahasa yang diharapkan bisa dimengerti oleh petani. Sikap PPL pada saat berbicara sudah
komunikatif, kekeluargaan dan sopan serta vokal teratur, tidak gugup dan tidak ragu-ragu. PPLdalam
menyampaikan materi sudah sesuai dengan apa yang dibutuhkan petani, PPL tidak menyebutkan
kelemahan dan kelebihan dari teknologi baru sehingga tidak membingungkan petani dalam adopsi teknologi
dan hasil dapat dicapai secara maksimal.
Hubungan Gangguan psikologis dengan Penerapan Teknologi Padi
Gangguan psikologis berkaitan dengan sikap berbicara PPL yaitu bagaimana sikap seorang penyuluh
dalam menyampaikan ide atau inovasi, apakah santai atau tegang atau kaku, kontak mata komunikator
dengan petani dimana jika kontak mata kita dengan para pendengar berjalan dengan baik maka para
pendengar akan terpengaruh dengan gaya persuasif yang diberikan sehingga mereka lebih mudah menerima
inovasi yang diberikan. Ekspresi wajah yang simpatik merupakan salah satu jaminan seorang komunikator
diterima atau didengar. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai hubungan gangguan
psikologis dengan penerapan teknologi padi sawah untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.7 berikut:
Untuk menguji signifikasi dari koefisien korelasi rs tersebut digunakan uji hipotesis, pengujian
dilakukan menggunakan uji t berikut:
Berdasarkan hasil uji statistik non parametrik dengan menggunakan uji Rank Spearman melalui SPSS
diperoleh nilai - 0,199 yang artinya tingkat kekuatan hubungan (korelasi) antara variabel gangguan
psikologis dengan penerapan adalah sebesar 0,199 atau hubungan lemah. Angka koefisien korelasi pada
hasil diatas bernilai negatif, sehingga hubungan kedua variabel tidak searah. Tidak searah artinya jika
gangguan psikologis meningkat maka penerapan teknologi akanmenurun. begitu pula sebaliknya, jika
24 PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
gangguan psikologis menurun maka penerapan teknologi akan meningkat. Berdasarkan output diatas,
diketahui nilai signifikansi atau sig. (2-tailed) 0,098> 0,05, maka artinya hubungan antar variabel tersebut
bernilai tidak signifikan (tidak berarti). Pengujian dilakukan menggunakan uji t dengan nilai 1.67, karena
thit
= 1.67> dari ttabel
((á/2 = 5%) db=68) = 1,66757 tolak Ho. maka keputusan terima H
1, artinya terdapat
suatu hubungan yang nyata antara gangguan psikologis dalam komunikasi terhadap penerapan teknologi
padi sawah. Hal ini mengindikasikan bahwa gangguan psikologis berpengaruh terhadap penerapan
teknologi meskipun hubungan tersebut lemah. Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa dalam
berkomunikasi dengan petani, PPL memanfaatkan dan menggunakan bahasa tubuh mulai dari ekspresi
wajah sampai dengan posisi berdiri.Saat melakukan penyuluhan, posisi berdiri PPL setempat sudah
menunjukkan hal yang positif karena terlihat santai dan tidak tegang, juga disertai dengan ekspresi wajah
yang simpatik, walaupun posisi berdiri PPL sudah menunjukkan hal yang positif, namun posisi berdiri
ternyata belum mampu mempengaruhi petani untuk lebih memperhatikan PPL dalm penyampaian materi
penyuluhan. Selain itu PPL juga terkadang melakukan kontak mata dengan petani saat memberikan materi,
dalam artian PPL tidak menunduk.Jika ada petani yang lambat mengerti PPL terkadang tetap menunjukkan
sikap kasih dalam artian tidak cemberut.Selain itu tingkat pemahaman penerima atau petani setelah
mendapatkan penyuluhan yang disampaikan oleh PPL tergolong sedang.
KESIMPULAN
1. Bentuk gangguan komunikasi yang terjadi dalam proses komunikasi di daerah penelitian yaitu; gangguan
teknis, semantik, dan psikologis.
2. Tingkat penerapan teknologi padi sawah dilokasi penelitian tergolong tinggi dengan persentase sebesar
77,14%.
3.Terdapat hubungan antara gangguan dalam proses komunikasi dengan penerapan teknologi padi sawah,
dengan koefisien korelasi: Gangguan Teknis (rs) = - 0.050, Gangguan semantik (r
s)= - 0.222, T hitung = 1.87
dan Gangguan psikologis (rs) = - 0.199
DAFTAR PUSTAKA
BPP Kecamatan Tengah Ilir, (2016). Programa Penyuluhan Pertanian. Kecamatan Tengah Ilir
BPTP Jambi, (2013). Sistem Tanam Padi Jajar Legowo. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jambi.Balai
Besar pengkajian dan Pengembangan Pertanian.Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Kementerian Pertanian.
Cangara, H, (2014). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Daniel, M, (2004). Pengantar Ekonomi pertanian. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura Kabupaten Tebo, (2015). Data Produksi Padi Sawah Di
Kabupaten Tebo.
Mardikanto. (1992). Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Surakarta (ID : sebelas maret)
Ridwan dan akdon. (2009). Rumus Dan Data Dalam Analisis Statistika. Bandung: Alfabeta
Siegel, S, (1997). Statistik Nonparametrik : Untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Sitorus, S. RP, (2004). Evaluasi Sumber Daya Lahan. Bandung: Tarsito Keberadaan Situ (Studi Kasus Kota
Depok). Tesis. Bogor : IPB.
Soekartawi, (2005). Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. Jakarta: Universitas Indonesia, Jakarta
Sugiyono, (2009). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: alfabeta
Wawan, A dan Dewi, M. 2010. Teori dan Pengukuran Pengeluaran, Sikap dan Perilaku Manusia.Yogyakarta.
Nuha Medika.
25PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
M. Kusuma H.
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jenderal Soedirman
PENDAHULUAN
Kearifan lokal bisa didefinisikan menjadi suatu kekayaan budaya lokal yang mengandung kebijakan
hidup; falsafah yang mengakomodasi kebijakan dan kearifan hayati. Menjadi model, hampir setiap budaya
lokal di Nusantara dikenal kearifan lokal mengajarkan gotong royong, toleransi, etos kerja, serta seterusnya.
Walaupun terdapat upaya pewarisan kearifan lokal dari generasi ke generasi, tidak ada garansi bahwa
kearifan lokal akan konsisten kukuh menghadapi globalisasi yang menyodorkan gaya hidup yang makin
pragmatis serta konsumtif.
Kearifan lokal bisa ditinjau sebagai identitas bangsa, terlebih pada konteks Indonesia yang
memungkinkan kearifan lokal bertransformasi secara lintas budaya pada akhirnya melahirkan nilai budaya
nasional. Kearifan lokal hanya akan kekal bila kearifan lokal terimplementasikan dalam kehidupan nyata
sehari-hari sebagai akibatnya bisa merespons dan menjawab arus zaman yang sudah berubah. Kearifan
lokal pula wajib terimplementasikan pada kebijakan negara, contohnya dengan menerapkan kebijakan
ekonomi berasaskan gotong royong serta kekeluargaan sebagai salah satu wujud kearifan lokal kita.
Di antara beragam penggerusan kearifan lokal saat ini, di sisi lain kita masih menyaksikan
pemanfaatan kearifan lokal, contohnya di dunia medis terjadi pengembangan obat herbal sebagai warisan
leluhur pada bidang medis lalu disempurnakan menggunakan baku farmakologi yang berlaku.
Untuk menguatkan identitas bangsa yang mulai luntur akibat gerusan arus globalisasi, dibutuhkan
langkah-langkah konkret. Bahkan hal kecil yang dilakukan seorang individu mampu menjadi langkah
awal. Bila seluruh anggota masyarakat berpandangan demikian, bukan tidak mungkin identitas bangsa
mampu tegak serta kokoh di kancah internasional.
Pemberdayaan masyarakat pada dasarnya merupakan proses untuk membuat masyarakat menjadi
berdaya. Untuk menggerakkan kembali kemandirian masyarakat dalam pembangunan di komunitasnya,
maka diperlukan dorongan-dorongan atau gagasan awal untuk menyadarkan kembali peran dan posisinya
dalam kerangka untuk membangun masyarakat madani. Proses penyadaran masyarakat tersebut dilakukan
melalui konsep-konsep pengembangan kapasitas melalui pembinaan lembaga sosial.
Pengembangan komunitas diupayakan untuk membangun dan memperkuat struktur masyarakat
supaya menjadi suatu kelompok yang bisa menyelenggarakan kehidupannya dalam pemenuhan kebutuhan
hidup. Program pengembangan komunitas dilakukan dengan berbasis pada (1) masyarakat menjadi pelaku
utama, yaitu masyarakat sebagai subyek perencanaan dan aplikasi primer, (2) pemanfaatan sumber daya
REVITALISASI KEARIFAN LOKAL SEBAGAI UPAYA PENGUATAN IDENTITASKEBUDAYAAN MELALUI LEMBAGA SOSIAL POKMAS PASIR LUHUR DESA
PASIR WETAN, BANYUMAS
ABSTRAK:Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi Strategi POKMAS Pasir Luhur dalam merevitalisasi kearifan
lokal sebagai upaya penguatan identitas kebudayaan Banyumas dan pengembangan komunitas
masyarakat Desa Pasir Wetan berbasis kearifan lokal, serta untuk menciptakan strategi
baru.Menggunakan metode penelitian aksi partisipatif untuk menghubungkan proses penelitian ke
dalam proses perubahan sosial. Ialah bagaimana proses pemberdayaan bisa mewujudkan tiga tolak
ukur, yakni adanya komitmen bersama dengan masyarakat, adanya local leader pada masyarakat serta
adanya lembaga baru dalam masyarakat yang dibangun sesuai kebutuhan. Teknik pengumpulan data
melalui berbagi cerita dalam diskusi kelompok terfokus dan wawancara mendalam.Pada dinamika
tadi, partisipan merupakan anggota POKMAS Pasir Luhur, berpeluang lebih besar menyampaikan
pengalaman, gagasan, serta refleksi secara lebih terbuka, sebagai kekuatan primer yang berasal dari
masyarakat untuk menggerakkan pembangunan.
Kata Kunci : revitalisasi, kearifan lokal, penguatan identitas, lembaga sosial
26 PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
setempat, yaitu penciptaan aktivitas dengan melihat potensi sumber daya setempat, serta (3) pembangunan
berkelanjutan yaitu program berfungsi menjadi penggerak awal pembangunan yang berkelanjutan (Suharto,
2009).
Inti pengembangan komunitas ditekankan pada upaya pemenuhan kebutuhan oleh, dari, serta untuk
masyarakat sendiri. Hal ini berarti, sangat diperlukan kiprah langsung masyarakat menyumbangkan sumber
daya yang dimilikinya. Melalui eksploitasi sumber daya tadi maka pengembangan komunitas akan
bertumpu pada kekuatan masyarakat.
Pengembangan komunitas yang memanfaatkan potensi sumber daya akan membentuk proses
kemandirian masyarakat untuk senantiasa berupaya memenuhi kebutuhan serta mengatasi
permasalahannya sendiri, tanpa harus bergantung pada pemerintah. Kemandirian masyarakat akan
memberikan landasan yang berpengaruh buat kelanjutan beragam program pembangunan pengembangan
komunitas.
Sumber daya masyarakat tercermin melalui nilai-nilai, adat-istiadat, tata hukum, dan pranata-pranata
sosial budaya yang menyatu pada kehidupan bermasyarakat. Secara spesifik untuk sumber daya sosial
masyarakat tercipta melalui korelasi sosial yang serasi, tingkah laku sesuai tata cara yang kuat, serta
hubungan sosial. Badaruddin (2005) mempertegas bahwa, sumber daya sosial masyarakat dikenal menjadi
kapital sosial yang dimiliki masyarakat dalam upaya untuk bisa memberdayakan masyarakat secara sosial
dan ekonomi. Pernyataaan ini didukung juga oleh Soetomo (2012) bahwa, memanfaatkan modal sosial
secara internal bisa membentuk serta memperkuat kohesi sosial, solidaritas sosial, serta secara eksternal
bisa menciptakan jaringan sosial yang lebih luas sebagai akibatnya kesejahteraan masyarakat bisa melonjak.
Di Desa Pasir Wetan, tepatnya di grumbul Sukadamai Jogreg ada bangunan tua bernama
Kademangan yang pada masa lalu merupakan sentra pemerintahan yang dipimpin oleh Demang. Penduduk
asli Desa Pasir Wetan mayoritas hidup dari hasil kerajinan, diantaranya: 1) Pengrajin besi; 2) Pengrajin
emas; 3) Pengrajin Lencana; dan 4) Konfeksi. Hasil kerajinan ini didistribusikan sendiri sebagai akibatnya
penduduk Desa Pasir Wetan lebih dikenal sebagai pedagang.
Meskipun letak Desa Pasir Wetan lebih jauh dari akses Jalan Raya dibanding dengan desa Pasir
Kidul serta Pasir Kulon, tetapi penduduk Desa Pasir Wetan lebih berkembang secara ekonomi. Salah satu
indikasinya ialah kebutuhan komunikasi yaitu telepon rumah telah mulai masuk di tahun 1995, sementara
desa lain belum masuk. Saat ini Desa Pasir Wetan sedang aktif mengembangkan perekonomian desa,
sehingga pada bulan Maret 2012 sudah didirikan Pasar Pagi yang menjual makanan khas seperti buntil,
comro, ranjem, bakwan, lontong, nasi uduk serta lain sebagainya.
Dan didirikan pula POKMAS Pasir Luhur yaitu tempat kesenian desa Pasir sebagai tempat pembinaan
serta pementasan seni gendingan dan karawitan, dengan tujuan melestarikan kesenian budaya warisan
leluhur.
Berdasarkan uraian di atas, penulis bermaksud memaparkan kajian secara konseptual dan teoritis
tentang Upaya Penguatan Identitas Kebudayaan Banyumas melalui Revitalisasi Kearifan Lokal. Penelitian
ini bertujuan untuk menggambarkan strategi serta menyusun strategi pengembangan komunitas yang
dapat dilakukan POKMAS Pasir Luhur Sebagai Upaya Penguatan Identitas Kebudayaan Banyumas melalui
Revitalisasi Kearifan Lokal.
TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian mengenai revitalisasi kearifan lokal serta penelitian mengenai penguatan identitas
kebudayaan telah banyak dilaksanakan dengan judul dan metode yang berbeda-beda. Tetapi parameter
yang digunakan dalam penelitian tetap sama, yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi dari aspek fisik,
aspek ekonomi, aspek lingkungan, dan aspek sosial.
Bambang Sumardjoko (2013) dalam penelitiannya yang berjudul REVITALISASI NILAI-NILAI
PANCASILA MELALUI PEMBELAJARAN PKn BERBASIS KEARIFAN LOKAL UNTUK PENGUATAN
KARAKTER DAN JATI DIRI BANGSA, bertujuan untuk menemukan dan mengembangkan model
pembelajaran Pkn di SMP Negeri setempat yang bijak untuk revitalisasi strategi nilai pancasila terhadap
kekuatan karakter dan karakteristik diri negara. Tahun pertama, penelitian ini adalah penelitian kualitatif.
Peninjauan masalah fokus dan rancangan rancangan model menggunakan pendekatan kualitatif dengan
jalur: studi pustaka, pengumpulan bahan-bahan yang mendukung hubungan model pembelajaran Pkn,
pengumpulan data lapangan dan triangulasi data deskripsi model pembelajaran PKn pada pelaksanaan
SMP, analisis SWOT membangun konsep model, dan menyempurnakan desain model oleh partisipasi
lokakarya-kolaboratif.
27PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
Hasil penelitian menunjukkan Profil latar belakang guru PKn di SMP Negeri Surakarta adalah
pendidikan PKn dan mereka memiliki pengalaman mengajar yang lama. Guru PKn memiliki pengalaman
dalam kegiatan ilmiah di tingkat lokal atau nasional sehingga pemahaman guru PKn SMP Negeri Surakarta
tentang pendidikan dasar dan tujuan kewarganegaraan sudah cukup baik. Untuk pengembangan
pembelajaran PKn sangat diperlukan revisi terhadap materi PKn, yang utama tentang integrasi nilai dan
strategi budaya lokal dan metode pembelajaran mendukung penguasaan PKn yang kompeten dan nilai
pendidikan.
Menurut analisis SWOT, draf mengembangkan model PKn di basis Sekolah Menengah Pertama
lokal yang bijak untuk strategi revitalisasi nilai Pancasila terhadap karakter kekuatan dan karakteristik
diri negara dengan integrasi yang bijaksana sumber budaya lokal Jawa dari nilai inti, penyelesaian masalah
sosial, studi dengan interaksi sosial dan studi dengan interaksi sosial-budaya, implementasi konsep model
dengan model pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran berbasis proyek dan klasifikasi nilai.
Sularso (2016) dalam penelitiannya yang berjudul REVITALISASI KEARIFAN LOKAL DALAM
PENDIDIKAN DASAR, bertujuan untuk menjawab persoalan (1) bagaimana wujud revitalisasi kearifan
lokal di tingkat pendidikan dasar; (2) mengapa materi kearifan lokal diberikan pada pendidikan tingkat
dasar. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Data diperoleh dari kajian pustaka dan observasi.
Metode analisis data menggunakan metode analisis data kualitatif. Peneliti mencermati aspek
pendidikan dasar dan kearifan lokal secara terminologis. Keduanya diletakan sebagai satu kesatuan yang
saling terhubung secara konseptual. Hubungan logis yang terbingkai secara konseptual tersebut selanjutnya
dianalisis dan digunakan untuk menjawab persoalan yang telah diajukan.
Hasil dari penelitian ini adalah bahwa nilai kearifan lokal ditempatkan secara integral dengan seluruh
materi pembelajaran. Alasan kearifan lokal penting diberikan pada tingkat pendidikan dasar agar peserta
didik tidak kehilangan nilai dasar kulturalnya, tidak kehilangan akar sejarahnya serta memiliki wawasan
dan pengetahuan atas penyikapan realitas sosial dan lingkungannya secara kultural.
Ari Setiarsih (2016) dalam penelitiannya yang berjudul PENGUATAN IDENTITAS NASIONAL
MELALUI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL BERBASIS KEARIFAN LOKAL, mengkaji ilmu secara
teoritik dengan metode kepustakaan yang bertujuan memberikan wawasan tentang penguatan identitas
nasional melalui pendidikan multikultural berbasis kearifan lokal. Hal ini penting karena identitas nasional
merupakan jati diri suatu bangsa yang membedakannya dengan bangsa lain. Dewasa ini situasi dan kondisi
bangsa Indonesia dihadapkan pada beberapa persoalan seperti krisis identitas, konflik horizontal, konflik
multikultur, disintegrasi bangsa, instabilitas politik, kekerasan, kriminalitas, degradasi moral, dan
memudarnya nilai-nilai kebangsaan yang mengakibatkan instabilitas diberbagai bidang kehidupan.
Guna mengatasi persoalan tersebut, maka pendidikan multikultural berbasis kearifan lokal memiliki
peran yang strategis untuk memperkuat identitas bangsa melalui eksplorasi dan elaborasi nilai-nilai budaya
lokal. Hal ini bertujuan untuk mewujudkan warga negara yang memiliki kesadaran kewarganegaraan
multikultural. Penguatan identitas nasional melalui pendidikan multikultural berbasis kearifan lokal dapat
dilakukan melalui beberapa cara, diantaranya: 1) Integrasi pendidikan multikultural berbasis kearifan
lokal dalam desain kurikulum; 2) Optimalisasi pendidikan kewarganegaraan berbasis multikultural dan
kearifan lokal, 3) Penempatan pendidikan multikultural sebagai falsafah pendidikan, pendekatan
pendidikan, bidang kajian dan bidang studi.
METODOLOGI
Penelitian Participatory Action Research adalah salah satu contoh penelitian yang mencari sesuatu
untuk menghubungkan proses penelitian ke dalam proses perubahan sosial. Perubahan sosial yang
dimaksud ialah bagaimana pada proses pemberdayaan bisa mewujudkan tiga tolak ukur, yakni adanya
komitmen bersama dengan masyarakat, adanya local leader pada masyarakat serta adanya lembaga barudalam masyarakat yang dibangun sesuai kebutuhan. Penelitian ini membawa proses penelitian padalingkaran kepentingan orang serta menemukan solusi mudah bagi persoalan bersama serta tema-temayang memerlukan aksi dan refleksi bersama, serta menyampaikan sokongan bagi teori praktis (Affandi,dkk. 2013: 55).
PAR (Participatory Action Research) melibatkan aktualisasi penelitian untuk mendefinisikan sebuahkasus maupun menerapkan data ke dalam aksi selaku solusi atas kejadian yang sudah terdefinisi. PAR
(Participatory Action Research) ialah partisipatif dalam arti bahwa ia sebuah keadaan yang dibutuhkan dimana
orang memainkan fungsi kunci di dalamnya serta memegang data yang relevan berhubungan dengan
sistem sosial (komunitas) yang tengah berada di bawah pengkajian, serta bahwa mereka berpartisipasi
pada rancangan dan implementasi agenda aksi itu berdasarkan pada hasil penelitian.
28 PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
Paradigma pertama, PAR merubah cara berfikir kita tentang penelitian dengan menjadikan penelitian
sebuah proses partisipasi. PAR itu sendiri adalah sebuah kondisi yang diperlukan dimana orang memainkan
peranan kunci di dalamnya dan memiliki informasi yang relevan tentang sistem sosial atau komunitas,
yang tengah berada di bawah studi. “Subyek” penelitian lebih baik untuk dirujuk atau menjadi rujukan
sebagai anggota-anggota komunitas, dan mereka berpartisipasi dalam rancangan, implementasi, dan
eksekusi penelitian.PAR melibatkan pelaksanaan penelitian untuk mendefinisikan sebuah masalah maupun penerapan
informasi dengan mengambil aksi untuk menuju solusi atas masalah-masalah yang terdefinisikan. Anggota-anggota komunitas berpartisipasi dalam rancangan dan implementasi dalam rencana tindak strategisdidasarkan pada hasil penelitian.
Paradigma kedua, PAR adalah proses dimana komunitas-komunitas berusaha mempelajari masalahsecara ilmiah dalam rangka memandu, memperbaiki, dan mengevaluasi keputusan dan aksi mereka. Cara-cara penelitian yang selama ini biasa dilakukan kalangan akademisi dan peneliti dalam komunitas kita,justru dapat menjadi tantangan dan ancaman bagi sebuah komunitas. Kedua tipe penelitian ini juga dapatmelenyapkan bagian-bagian penting dan vital dari sebuah poyek penelitian yakni pengalaman hidup nyata,mimpi, pikiran, kebutuhan, kemauan dari anggota komunitas. PAR menawarkan metode-metode untukmerubah hakekat hubungan antara orang, dengan organisasi yang biasanya dikejar poyek penelitian danpengembangan.
ANALISIS
Intinya, kinerja pada suatu organisasi dilakukan oleh segenap sumber daya manusia dalam organisasi,
baik unsur pimpinan atau unsur anggota. Berbagai faktor yang bisa mempengaruhi sumber daya manusia
dalam menjalankan kinerjanya. Beberapa faktor yang memungkinkan Mengganggu kualitas aktifitas pada
POKMAS Pasir Luhur Desa Pasir Wetan, Kecamatan Karang Lewas, Kabupaten Banyumas adalah persoalan
komitmen organisasi. Persepsi atau budaya lingkungan kerja itu bisa mencakup taraf kedisiplinan kehadiran
pertemuan koordinasi, fasilitas yang tersedia, dan kenyamanan yang disebabkan oleh semua komponen
organisasi baik itu pimpinan atau bawahan.
Pada penelitian ini taraf kedisiplinan koordinasi di POKMAS Pasir Luhur Desa Pasir Wetan,
Kecamatan Karang Lewas, Kabupaten Banyumas sangat rendah. Hal ini mampu ditinjau dari tingkat absensi
dari setiap anggota yang masih sangat minimal dalam hal ketepatan waktu kehadiran pertemuan koordinasi.
Mereka melihat dari lingkungan kerjanya yang memungkinkan tidak hadir tepat waktu dengan mencontoh
pimpinan atau rekan kerjanya yang selalu tidak tepat waktu dalam menghadiri pertemuan koordinasi
tanpa ada peringatan dari organisasi itu sendiri.
Selain itu beberapa hal yang memungkinkan suasana kerja menjadi kurang nyaman adalah fasilitas
yang diberikan pada setiap anggota tidak sesuai dengan visi pencapaian organisasi, sebagai akibatnya
berimbas pada kinerja yang jauh dari istilah memuaskan. Korelasi antara anggota satu dengan yang lainnya
pula sedikit banyak mempengaruhi pada kinerja holistik anggota. Situasi yang nyaman akan berdampak
pada kerjasama yang saling berkesinambungan di antara para anggota serta terciptanya kinerja yang
memuaskan buat organisasi.
Dengan demikian komitmen organisasi sangat kuat berpengaruh terhadap kinerja setiap anggota.
Hal ini bisa ditinjau jika suatu lingkungan atau suasana kerja pada organisasi akan dirasakan oleh setiap
anggota, sebagai akibatnya akan berdampak pada sikap dan perilaku anggota dalam menjalankan
pekerjaannya.
Berdasarkan penelitian awal yang dilakukan penulis maka kondisi komitmen organisasi belum
mampu mempertinggi kinerja organisasi secara maksimal. Upaya organisasi dalam menaikkan kinerja
mampu dilakukan dengan membentuk komitmen organisasi yang kondusif diantaranya: membangun
lingkungan fisik serta lingkungan sosial untuk menciptakan suatu rasa ketenangan sebagai akibatnya akan
terbentuk korelasi kerja yang positif antar anggota atau anggota dengan pimpinan, dan menciptakan sistem
manajemen yang menyesuaikan dengan keadaan organisasi.
Beberapa faktor yang memungkinkan menghambat kualitas aktifitas di POKMAS Pasir Luhur Desa
Pasir Wetan, Kecamatan Karang Lewas, Kabupaten Banyumas ialah masalah komitmen organisasi. Persepsi
atau budaya lingkungan kerja itu bisa meliputi tingkat kedisiplinan kehadiran pertemuan koordinasi,
fasilitas yang tersedia, serta ketenangan yang disebabkan oleh semua komponen organisasi baik itu
pimpinan atau bawahan. Mereka melihat dari lingkungan kerjanya yang memungkinkan tidak hadir tepat
waktu dengan mencontoh pimpinan atau rekan kerjanya yang selalu tidak tepat waktu dalam menghadiri
pertemuan koordinasi tanpa ada peringatan dari organisasi itu sendiri.
29PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
DISKUSI
Komitmen Organisasi
Mathis dan Jackson (dalam Sopiah, 2008:155) mempertimbangkan komitmen organisasi seperti
individu untuk percaya dan setuju dengan tujuan organisasi dan untuk selaras dengan organisasi mereka.
Sementara itu, menurut Richard M. Steers (dalam Sri Kuntjoro, 2002), komitmen organisasi sebagai
identifikasi (referensi terhadap nilai organisasi), komitmen (kemauan untuk melakukan yang terbaik untuk
kepentingan organisasi) dan kesetiaan (aspirasi sebagai anggota Organisasi). Steers berpandangan komitmen
organisasi adalah bentuk dimana anggota sangat tertarik terhadap tujuan, nilai-nilai, serta arah
organisasinya.
Komitmen organisasi adalah sikap yang mencerminkan sejauh mana seseorang mengetahui dan
terikat oleh organisasinya (Griffin, 2004). Komitmen kepada organisasi lebih dari sekedar keanggotaan
resmi karena melibatkan tindakan seperti organisasi dan kemauan untuk mencari upaya tingkat tinggi
untuk kepentingan organisasi untuk mencapai tujuannya. Menurut definisi ini, keterlibatan organisasi
mencakup unsur kesetiaan kepada organisasi, keterlibatan dalam kegiatan, dan pengenalan nilai-nilai dan
tujuan organisasi.
Menurut Meyer dan Allen (1997), keterlibatan organisasi terdiri dari tiga komponen: keterlibatan
afektif (kemauan), keterlibatan normatif (kebutuhan), dan keterlibatan berkelanjutan. Komitmen yang
rendah ini mencerminkan tidak adanya orang yang bertanggung jawab dalam menjalankan tugasnya.
Untuk mencapai komitmen yang sama untuk tanggung jawab akuntabilitas, peran kepemimpinan dalam
hal ini adalah kepemimpinan organisasi yang terkait dengan delegasi kekuasaan (pemberdayaan). Dalam
konsep ini, para eksekutif berkomitmen untuk mendelegasikan peran dan tanggung jawab mereka kepada
para ahli. Sebaliknya, anggota harus berkomitmen untuk meningkatkan self-efficacy mereka.
Komitmen organisasi adalah sikap yang mencerminkan sejauh mana anggota POKMAS Pasir Luhur
Desa Pasir Wetan, Kecamatan Karang Lewas, Kabupaten Banyumas mengetahui dan terikat oleh
organisasinya. Komitmen kepada organisasi lebih dari sekedar keanggotaan resmi karena melibatkan
tindakan seperti organisasi dan kemauan untuk mencari upaya tingkat tinggi untuk kepentingan organisasi
untuk mencapai tujuannya.
Menurut definisi ini, keterlibatan anggota POKMAS Pasir Luhur Desa Pasir Wetan, Kecamatan
Karang Lewas, Kabupaten Banyumas mencakup unsur kesetiaan kepada organisasi, keterlibatan dalam
kegiatan, dan pengenalan nilai-nilai dan tujuan organisasi. Untuk mencapai komitmen yang sama untuk
tanggung jawab akuntabilitas, peran kepemimpinan dalam hal ini adalah kepemimpinan organisasi
POKMAS Pasir Luhur Desa Pasir Wetan, Kecamatan Karang Lewas, Kabupaten Banyumas yang terkait
dengan delegasi kekuasaan.
Kepemimpinan Lokal
Baik di masyarakat umum atau lokal, para eksekutif adalah tokoh yang mulia atau lebih tua. Di
dalam, seseorang dapat mengatakan bahwa seorang pemimpin telah mengenal desa itu untuk waktu yang
lama dan sudah tua dan mampu memberi nasihat kepada mereka yang membutuhkannya. Menurut Joseph
C. Rost (1993), kepemimpinan adalah hubungan yang berpengaruh antara pemimpin dan pengikut mencari
perubahan konkrit yang mencerminkan tujuan bersama mereka.
Tidak hanya lingkungan yang perlu dikelola dengan baik, kehidupan sosial masyarakat juga harus
dikelola dengan baik. Maka itu membutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya
pemimpin setidaknya memimpin. Dengan semangat pemimpin manusia untuk merawat diri sendiri,
kelompok dan lingkungan.
Slamet (2002: 29) menjelaskan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan, proses, atau gaya hidup
untuk mempengaruhi orang melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan tertentu. Selain itu, Slamet
menyarankan bahwa bimbingan penting dalam hidup dan pelatihan harus fokus pada orang dan
bimbingannya terhadap orang yang dipimpinnya. Ini berarti bahwa harus diakui berdasarkan timbal balik,
misalnya, tujuannya harus mengakui bahwa orang tersebut adalah seorang pemimpin. Kepemimpinan
adalah upaya untuk mempengaruhi pengikut, daripada mendorong mereka untuk mencapai tujuan tertentu.Khususnya untuk mengatasi masalah ini, itu rumit dan sulit. Di sini, karier menantang seorang
pemimpin untuk membuat keputusan yang tepat untuk memecahkan masalah ini. Manajer dapatmempengaruhi pikiran, kepuasan kerja, keselamatan, kualitas hidup, dan terutama pencapaian organisasi.
Koontz (1980) menyatakan bahwa pemimpin harus memiliki setidaknya tiga kemampuan:keterampilan manusia, kemampuan inspirasi dan reaktif. Kemampuan manusia dikaitkan dengan motivasiteoritis, kemampuan inspirasi untuk menemukan kualitas pemimpin yang karismatik dan responsif adalah
30 PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
sesuatu yang mengacu pada gaya kepemimpinan sebagai persiapan lingkungan yang baik untukmeningkatkan kinerja. Oleh karena itu, kepemimpinan membutuhkan pembelajaran berkelanjutan.
Keterampilan kepemimpinan dan motivasi untuk memimpin merupakan faktor penting dalamefektivitas pemimpin. Jika organisasi dapat mengidentifikasi kualitas kepemimpinan, kemampuan untukmemilih pemimpin yang efektif akan meningkat. Ketika organisasi mampu mengidentifikasi kepemimpinandan teknik organisasi yang efektif, perilaku dan teknik yang berbeda dapat dipelajari.
Di dalam, seseorang dapat mengatakan bahwa seorang pemimpin telah mengenal desa itu untukwaktu yang lama dan sudah tua dan mampu memberi nasihat kepada mereka yang membutuhkannya. Disini, karier menantang seorang pemimpin POKMAS Pasir Luhur Desa Pasir Wetan, Kecamatan KarangLewas, Kabupaten Banyumas untuk membuat keputusan yang tepat untuk memecahkan masalah.
Kemampuan manusia dikaitkan dengan motivasi teoritis, kemampuan inspirasi untuk menemukankualitas pemimpin yang karismatik dan responsif adalah sesuatu yang mengacu pada gaya kepemimpinanPOKMAS Pasir Luhur Desa Pasir Wetan, Kecamatan Karang Lewas, Kabupaten Banyumas sebagaipersiapan lingkungan yang baik untuk meningkatkan kinerja.
Jika organisasi dapat mengidentifikasi kualitas kepemimpinan, kemampuan untuk memilihpemimpin yang efektif akan meningkat. Ketika organisasi POKMAS Pasir Luhur Desa Pasir Wetan,Kecamatan Karang Lewas, Kabupaten Banyumas mampu mengidentifikasi kepemimpinan dan teknikorganisasi yang efektif, perilaku dan teknik yang berbeda dapat dipelajari.
Kelembagaan Baru
Interaksi antara lembaga dan organisasi lokal menciptakan sintesis Teori Lembaga Baru. Menurut
Scott (2008), teori-teori kelembagaan baru menekankan bagaimana pendekatan kelembagaan baru dapat
digunakan dalam organisasi pembelajaran. Pendekatan kelembagaan ini menekankan kesan kognitif dari
kerangka normatif dan lebih berfokus pada pengaruh sistem energi budaya, yang berhubungan dengan
lingkungan organisasi, yang bertentangan dengan proses internal organisasi.
Sementara perspektif lain pada konsep lembaga baru Nee dan Ingram (2001) dijelaskan, mereka
cenderung melihat integrasi berbagai hubungan sosial dan kelembagaan sebagai panduan ke masa lalu
sebagai regulator antara unsur-unsur formal struktur kelembagaan dan organisasi sosial sebagai jaringan
standar. Memfasilitasi perilaku, promosi dan definisi anggota komunitas ekonomi. Menurut Scott, teori
lembaga baru adalah tentang memilih pendekatan kelembagaan baru dalam meninjau sosiologi organisasi.
Pernyataan di atas memberikan kontribusi signifikan untuk meningkatkan pemahaman baru untuk
ilmu sosial dengan menanamkan pengaruh tambahan pada pengetahuan individu yang mempengaruhi
persepsi mereka tentang dunia sosial. Teori lembaga baru berasal dari teori kognitif, teori budaya,
fenomenologi, dan etnometodologi. Berdasarkan ide-ide ini, Scoot mengembangkan lembaga ini sebagai
“terdiri dari unsur-unsur regulatif, normatif dan kognitif yang, bersama dengan kegiatan dan sumber
daya terkait, memberikan stabilitas dan makna bagi kehidupan sosial.”
Scoot lebih lanjut menjelaskan bahwa ketiga elemen ini adalah struktur inti, kode etik, meskipun
mereka dapat bervariasi di mana-mana, termasuk aspek perilaku sosial dan kehidupan sosial melalui
produksi sumber daya dan aktivitas reproduksi untuk keberlanjutan. lembaga ini memberikan panduan
dan sumber daya untuk tindakan serta pembpimpinan tindakan dan rintangan. Misi lembaga adalah untuk
mencapai stabilitas dan ketertiban, tetapi mereka berubah.
lembaga ini memberikan panduan dan sumber daya untuk tindakan serta pembpimpinan tindakan
dan rintangan. Misi lembaga adalah untuk mencapai stabilitas dan ketertiban, tetapi mereka berubah.
Pendekatan lembaga baru ini mengakui bahwa lembaga semacam ini mendorong munculnya organisasi
resmi.
Ini mengontrol hambatan struktural dan budaya yang menentang kemampuan atau keberanian
individu untuk bertindak secara kreatif. Aturan, norma, dan makna muncul dari proses interaksi, sehingga
prosesnya dipertahankan dan dimodifikasi oleh perilaku manusia. Lebih penting lagi, bahan awal adalah
campuran bahan dan orang. Konsep struktur sosial, yang berkontribusi pada kekuatan yang tidak setara,
membutuhkan dukungan pembpimpinan sehingga aturan dan norma dapat berfungsi secara efektif.
Aktor memaksimalkan keuntungan mereka dalam konteks ini, itulah sebabnya mengapa lembaga-
lembaga ini juga disebut institusi kelembagaan dan aturan pengambilan keputusan yang rasional. Konsep
atmosfer kelembagaan baru didukung oleh tiga pilar, termasuk pilar regulatif, normatif dan kognitif. Secara
khusus, Scoot percaya bahwa kombinasi aturan tumpukan dalam peraturan, pengawasan dan penegakan
sanksi harus dihormati.
Konsep dalam aturan ini termasuk kemampuan untuk mengatur aturan, menilai kemampuan, dan,
jika perlu, memanipulasi imbalan, bpimpinan, dan hukuman untuk mempengaruhi perilaku masa depan.
31PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
Proses ini digunakan melalui penyebaran mekanisme formal dan informal yang mempengaruhi praktik
publik seperti kegiatan palsu atau ekskomunikasi, atau bisa sangat formal dan ditargetkan pada pelanggar
tertentu seperti polisi dan pengadilan. Sementara persetujuan pengaturan mengonfirmasi bentuk
penindasan dan larangan atau pelarangan, langkah-langkah sosial dan langkah-langkah yang terkait dengan
pemberian lisensi dapat dipantau. Beberapa jenis pelaku dapat menguntungkan beberapa pelaku.
Menurut Scoot, pilar normatif berfokus pada aturan normatif yang berisi ketentuan atau pedoman
untuk menilai komitmen dalam dimensi sosial kehidupan. Scoot menyatakan lagi bahwa nilai-nilai adalah
konsep yang kuat atau legal dengan mengembangkan standar melalui struktur yang ada atau perilaku
yang sebanding dan berharga. Beberapa nilai dan norma berlaku untuk semua anggota berdasarkan perilaku
timbal balik, sementara yang lain berlaku untuk yang dipilih atau partisan.
Sistem normatif biasanya membatasi perilaku sosial dan publik. Pada saat yang sama, standar
mencegah dan mendorong para aktor. Konsep lembaga normatif berkontribusi pada institusi yang
menekankan efek menstabilkan kepercayaan dan norma masyarakat yang diilhami dan diterapkan pada
anggota masyarakat. Ia sering disebut sebagai teori “lembaga asli”.
Pendekatan kognitif budaya berfokus pada konsep umum realitas sosial dalam konteks makna. Para
ilmuwan institusional menganggap dimensi kognitif eksistensi manusia sebagai mediator antara rangsangan
eksternal dan tanggapan organisasi individu yang diperoleh dari pandangan dunia melalui internasionalisasi
koleksi simbol. Menurut Scoot, konteks lembaga kognitif budaya menganggap proses penindasan dan
kristalisasi makna dalam bentuk tujuan melalui proses interpretasi internal yang dibentuk oleh kerangka
budaya eksternal.
Sebenarnya, budaya memberikan gambaran tentang keadaan konseptual dari masyarakat individu,
seperti bendera dan penggunaan ideologi politik atau sistem ekonomi yang disukai. Unsur-unsur budaya
memiliki tingkat kelembagaan di mana unsur-unsur mengandung beberapa elemen lain yang terkandung
dalam kegiatan rutin organisasi. Unsur-unsur lembaga kognitif budaya tertanam dalam bentuk budaya,
seperti peraturan bentuk budaya untuk membimbing masyarakat, memperkuat ritual dan simbol dalam
realitas kehidupan, yang sering digunakan sebagai refleksi dalam budaya masyarakat.
Lembaga POKMAS Pasir Luhur Desa Pasir Wetan, Kecamatan Karang Lewas, Kabupaten Banyumas
ini memberikan panduan dan sumber daya untuk tindakan serta pembpimpinan tindakan dan rintangan.
Konsep dalam aturan ini termasuk kemampuan untuk mengatur aturan, menilai kemampuan, dan, jika
perlu, memanipulasi imbalan, bpimpinan, dan hukuman untuk mempengaruhi perilaku masa depan. Proses
ini digunakan melalui penyebaran mekanisme formal dan informal yang mempengaruhi praktik publik
seperti kegiatan palsu atau ekskomunikasi, atau bisa sangat formal dan ditargetkan pada pelanggar tertentu
seperti polisi dan pengadilan.
Sementara persetujuan pengaturan mengonfirmasi bentuk penindasan dan larangan atau pelarangan,
langkah-langkah sosial dan langkah-langkah yang terkait dengan pemberian lisensi dapat dipantau. Konsep
lembaga normatif POKMAS Pasir Luhur Desa Pasir Wetan, Kecamatan Karang Lewas, Kabupaten Banyumas
berkontribusi pada institusi yang menekankan efek menstabilkan kepercayaan dan norma masyarakat
yang diilhami dan diterapkan pada anggota masyarakat.
KESIMPULAN
Persepsi atau budaya lingkungan kerja itu bisa mencakup taraf kedisiplinan kehadiran pertemuankoordinasi, fasilitas yang tersedia, dan kenyamanan yang disebabkan oleh semua komponen organisasibaik itu atasan atau bawahan. Selain itu beberapa hal yang memungkinkan suasana kerja menjadi kurangnyaman adalah fasilitas yang diberikan pada setiap anggota tidak sesuai dengan visi pencapaian organisasi,sebagai akibatnya berimbas pada kinerja yang jauh dari istilah memuaskan. Situasi yang nyaman akanberdampak pada kerjasama yang saling berkesinambungan di antara para anggota serta terciptanya kinerjayang memuaskan buat organisasi.
Upaya organisasi dalam menaikkan kinerja mampu dilakukan dengan membentuk komitmenorganisasi yang kondusif diantaranya: membangun lingkungan fisik serta lingkungan sosial untukmenciptakan suatu rasa ketenangan sebagai akibatnya akan terbentuk korelasi kerja yang positif antaranggota atau anggota dengan pimpinan, dan menciptakan sistem manajemen yang menyesuaikan dengankeadaan organisasi. Untuk mencapai komitmen yang sama untuk tanggung jawab akuntabilitas, perankepemimpinan dalam hal ini adalah kepemimpinan organisasi POKMAS Pasir Luhur Desa Pasir Wetan,Kecamatan Karang Lewas, Kabupaten Banyumas yang terkait dengan delegasi kekuasaan. Kemampuanmanusia dikaitkan dengan motivasi teoritis, kemampuan inspirasi untuk menemukan kualitas pemimpinyang karismatik dan responsif adalah sesuatu yang mengacu pada gaya kepemimpinan POKMAS Pasir
32 PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
Luhur Desa Pasir Wetan, Kecamatan Karang Lewas, Kabupaten Banyumas sebagai persiapan lingkunganyang baik untuk meningkatkan kinerja.
Ketika organisasi POKMAS Pasir Luhur Desa Pasir Wetan, Kecamatan Karang Lewas, KabupatenBanyumas mampu mengidentifikasi kepemimpinan dan teknik organisasi yang efektif, perilaku dan teknikyang berbeda dapat dipelajari.
DAFTAR PUSTAKA
Afandi, dkk. 2013. Model-model Pembelajaran. Semarang: Sultan Agung Press.
Allen & Meyer.1997. Commitment In The Workplace (Theory, Research and Application). Sage Publication London.
Badaruddin. “Modal Sosial (Social Capital) dan Pemberdayaan Komunitas Nelayan”, dalam M. Arief Nasution,
Badaruddin, Subhilhar, (Editor). 2005. Isu-isu Kelautan: Dari Kemiskinan Hingga Bajak Laut. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Griffin, Ricky W. 2004. Manajemen. Edisi Kesepuluh. Jakarta: Erlangga.
Joseph, C Rost. 1993. “Leadership for Twenty-First Century”. Dalam: Safaria, Triantoro. Kepemimpinan.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Koontz, Harold, O’Donnel, Cyrill and Weinric Heins. 1980. Management 7th edition. Kogakusha, Tokyo:Mc Graw Hill
Nee, Victor and Ingram, Paul. (2001). The New Institutionalism In Sociology. California: Stanford University
Press.
Richard M. Steers dalam Kuntjoro 2002. Employee Training and Development, International Edition. McGraw
– Hill, Inc
Scott, Richard W. 2008. Institutions and Organizations: Ideas an Interest. Los Angeles, London, New Delhi,
Singapore: Sage Publication. Third Edition.
Setiarsih, Ari. 2016. Penguatan Identitas Nasional Melalui Pendidikan Multikultural Berbasis Kearifan Lokal. Jurnal.
Slamet, Juli Soemirat, 2002. Kesehatan Lingkungan. Gajahmada University Press, Yogyakarta
Soetomo. 2012. Keswadayaan Masyarakat Manifestasi Kapasitas Masyarakat Untuk Berkembang Secara Mandiri,cetakan 1. Yogyakarta: Pustaka pelajar.
Sopiah. 2008. Perilaku organisasi. Yogyakarta: Andi Offset.
Suharto, Edi. 2009. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. PT Refika Aditama: Bandung.
Sularso. 2016. Revitalisasi Kearifan Lokal Dalam Pendidikan Dasar. Jurnal. JPSD: Jurnal Pendidikan Sekolah
Dasar Vol. 2, No. 1 Desember 2016.
Sumardjoko, Bambang. 2013. Revitalisasi Nilai-nilai Pancasila Melalui Pembelajaran PKn Berbasis Kearifan Lokal
Untuk Penguatan Karakter Dan Jati Diri Bangsa. Jurnal. Varia Pendidikan, Vol. 25. No. 2, Desember 2013.
33PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
PENDAHULUANStakeholders turut memiliki peran dalam mendukung keberhasilan setiap organisasi, baik stakeholders
internal maupun eksternal. Apa yang diinginkan dari suatu organisasi dapat tercapai apabila mendapatkandukungan dari setiap stakeholders. Setiap stakeholders, tentu memiliki karakteristik serta harapan yangberbeda-beda terhadap organisasi. Menjalin hubungan baik dengan para stakeholders (stakeholder relations)sebagai salah satu modal untuk keberlangsungan hidup suatu organisasi. Namun pada kenyataannya,untuk menciptakan pengelolaan hubungan baik dengan stakeholders dibutuhkan niat baik yang disertaidengan bukti dari pihak organisasi yang menunjukkan bahwa keberadaan organisasi tersebut memberikandampak positif bagi para stakeholders yang terlibat. Dengan demikian, dibutuhkan peran humas dalammensinergikan hal tersebut.
Humas sendiri memiliki peran penting dalam membangun kesuksesan suatu organisasi. MenurutCutlip, Center dan Broom, (2006:6) bahwa humas dalam fungsi manajemen dapat membantu suatuorganisasi dalam hal membangun dan mempertahankan hubungan baik dan bermanfaat antara organisasidengan stakeholders yang terlibat. Hal tersebut memberikan penegasan bahwa peran humas sangat berkaitanerat dalam membangun dan menjaga hubungan baik dengan para stakeholders suatu organisasi. Setiaporganisasi tentunya juga membutuhkan pihak lain dalam mewujudkan tujuan organisasinya. Oleh sebabitu, keberadaan humas diharapkan dapat menjadi penyeimbang kepentingan-kepentingan dari setiapstakeholders dengan kepentingan organisasi itu sendiri. Ruslan, (2008:10) menjelaskan bahwa untukmendapatkan kepercayaan dari setiap stakeholders, humas harus mampu menciptakan dan mengebangkanhubungan baik antara institusi dengan stakeholders baik internal maupun eksternal dengan menanamkanpengertian dan menumbuhkan motivasi serta partisipasi publik dalam upaya menciptakan iklim opiniyang menguntungkan bagi organisasi. Ketika menjalankan tugasnya sebagai komunikator maupun mediatorhumas berfungsi sebagai penghubung antara organisasi atau lembaga yang diwakili dengan stakeholders,membina hubungan yang berupaya membina hubungan yang positif dan saling menguntungkan denganstakeholders, sebagai pendukung dalam fungsi manajemen organisasi atau perusahaan, dan membentukcorporate image yang berupaya menciptakan citra bagi organisasi atau lembaganya. Dengan demikian,dibutuhkan peran humas dalam mensinergikan hal tersebut.
Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED) adalah salah satu dari sekian banyak Perguruan TinggiNegeri yang diselenggarakan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi yang mengklaim dirinyasebagai pusat pengembangan sumberdaya perdesaan berkelanjutan. Untuk dapat mempertahankan reputasisesuai dengan keinginan universitas, maka dibutuhkan adanya profesionalisasi para praktisi humas dalam
MEMBANGUN STAKEHOLDER RELATIONS DI PERGURUAN TINGGI(Studi Peran Humas Universitas Jenderal Soedirman)
Abimanyu Nour Pratiwi
Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Komunikasi, FISIP
Universitas Jenderal Soedirman
ABSTRAK:
Penelitian ini mengkaji tentang peran Humas dalam mengelola hubungan baik dengan parastakeholder (stakeholder relations) di Universitas Jenderal Soedirman. Menggunakan metode studikasus dengan pendekatan deskriptif kualitatif, pengumpulan data melalui analisa dokumen,wawancara mendalam dan observasi. Berdasarkan hasil pengamatan, proses pelaksanaan kebijakandi Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED) sampai saat ini dinilai masih belum begitu efektifdikarenakan masih banyaknya stakeholder baik internal maupun eksternal mengeluh dankebingungan atas ketidakpahaman yang mereka alami. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwapelaksanaan kebijakan masih belum optimal. Sementara tuntutan dan harapan UNSOED semakinmeningkat. Stakeholder mempunyai peranan penting dalam menunjang kesuksesan setiaporganisasi, baik itu internal maupun eksternal. Oleh karenanya, menjaga hubungan baik dengansetiap stakeholder, menjadi sebuah kebutuhan yang harus dilakukan. Dengan demikian dibutuhkanadanya peran humas perguruan tinggi dalam rangka mengelola hubungan baik dengan parastakeholder.
Kata Kunci : Stakeholder Relation, Peran Humas, UNSOED, Studi Kasus
34 PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
institusi tersebut. Perkembangan humas menghendaki bahwa tiap-tiap institusi dalam masyarakat perlumengatur hubungannya dengan berbagai lapisan masyarakat baik internal maupun eksternal agar tercapaihubungan yang serasi dan harmonis. Hal ini dikarenakan peran dan fungsi humas sangat berkaitan eratdengan opini publik dan pencitraan yang akan berpengaruh pada reputasi. Sebagai salah satu bagian dariinstitusi, humas adalah bagian yang bertugas untuk berinteraksi dengan para stakeholders. Keberadaanhumas dalam sebuah institusi dapat menjadi jembatan penghubung antara lembaga dengan stakeholdersnya.Hal tersebut memberikan penegasan bahwa peran humas sangat berkaitan erat dalam membangun danmenjaga hubungan baik dengan para stakeholders suatu organisasi. Dengan demikian, tujuan dari penelitianini adalah untuk mengetahui dan menganalisa peran humas dalam membangun hubungan baik denganpara stakeholders di UNSOED.
TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian mengenai manajemen hubungan dengan pemangku kepentingan (stakeholders) telah banyak
dilakukan dengan judul dan metode penelitian yang berbeda-beda. Namun, tolak ukur yang digunakan
dalam penelitian tetap sama, yakni bagaimana proses manajemen dan startegi yang dilakukan.
Dewi Soyusiawaty dan Choirul Fajri (2016) dalam Jurnal Komuniti, Vol. VIII, No. 2 dengan judul
penelitiannya Strategi Humas Dalam Menjalin Good Relationship Dengan External Stakeholders UAD,
bertujuan untuk mengetahui strategi yang dapat dilakukan Humas untuk menjalin hubungan baik dengan
stakeholders eksternal dalam rangka mewujudkan sinergitas diantara keduanya. Peneliti menggunakan
metode studi kasus untuk mencermati secara mendalam tentang peran maupun strategi yang dijalan humas
dalam rangka membangun kedekatan dengan stakeholders eksternal yang didukung dengan hasil
wawancara, serta focus group discussion (FGD) sebagai teknik pengumpulan data dalam penelitian.
Hasil dari penelitian ini didapatkan bahwa Humas UAD dalam menjalin hubungan baik dengan
stakeholders eksternal menerapkan beberapa strategi yang dibagi berdasarkan tiga kategori. Pertama
berkaitan dengan manajemen isu, Humas UAD harus lebih peka dalam melihat isu-isu yang sedang
berkembang di masyarakat dan juga mencarikan solusi untuk mengurangi isu negatif dan menggantinya
dengan isu positif. Kedua berkaitan dengan pola komunikasi, Humas UAD harus lebih informatif dalam
memberikan akses komunikasi dan informasi kepada media dan pola komunikasi yang digunakan adalah
terpusat (satu pintu). Pola komunikasi yang digunakan adalah terpusat (satu pintu). Ketiga berkaitan dengan
pengelolaan media komunikasi, Humas UAD juga harus mengoptimalkan penggunaan media-media
komunikasi, karena pengunaan media komunikasi dapat membantu dalam aktivitas branding.
Uljanatunnisa (2015) dalam penelitiannya yang berjudul Manajemen Hubungan Stakeholder (Studi
Kasus Praktek Humas Comdev PT Bintang Delapan Mineral dalam Mengelola Hubungan Baik dengan
Stakeholder di Kabupaten Morowali Provinsi Sulawesi Tengah), bertujuan untuk menganalisis manajemen
hubungan stakeholder PT BDM dengan stakeholder yang didasarkan pada keberhasilan PT BDM menjadi
satu-satunya industry pertambangan di Blok Bahodopi. Dengan menggunakan metode studi kasus, peneliti
mengolaborasikan model komunikasi arah komunikasi (one way-two way), keseimbangan komunikasi (two
way symmetrical a two way asymmetrical), dan saluran komunikasi (media dan komunikasi interpersonal)
dengan atribut kepemilikan stakeholder (power, legitimacy, urgency).
Hasil dari penelitian ini adalah praktek Humas Comdev PT BDM dalam mengelola hubungan baik
dengan stakeholder yakni dengan menerapkan konsep personal influence. Konsep ini sangat mendominasi
praktek Humas Comdev PT BDM, bahwa hubungan politik dangat kuar dan hubungan terjadi pada tingkat
daerah hingga pemerintah pusat. Hal ini didukung dengan praktek Humas Comdev di site yang mengelola
hubungan dengan pemerintah daerah dan komunitas melalui komunikasi interpersonal dalam rangka
merealisasikan kehubutan stakeholder dan kepatuhan perusahaan terhadap aturan UU No 4 Tahun 2009
tentang pembangunan Smelter yang telah direalisasikan PT BDM tahun 2015.
Mia Fairuza (2017) dalam Jurnal Kebijakan dan Manajemen Publik Vol.5, No.3 dengan judul
penelitiannya Kolaborasi antar Stakholder dalam Pembangunan Inklusif pada Sektor Pariwisata (Studi Kasus
Wisata Pulau Merah di Kabupaten Banyuwangi), bertujuan untuk mencermati kolaborasi bertujuan untuk
mencermati kolaborasi antar stakeholder di Pulau Merah dan pencapaian kolaborasi dalam pembangunan
inklusif di Pulau Merah. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus dengan penentuan informan
menggunakan teknik purposive untuk memperluas deskripsi informasi dan melacak variasi informasi serta
mengetahui dan mengulas lebih dalam mengenai kolaborasi antar stakeholder di Pulau Merah dan pecapaian
kolaborasi dalam pembangunan inklusif.
Hasil dari penelitian ini didapatkan bahwa kolaborasi antar stakeholderdi Pulau Merah belum berjalan
dengan baik hal tersebut terlihat dari komponen kolaborasi yang yang belum berjalan dengan baik pula.
Namun, pada pencapaian kolaborasi pembangunan inklusif telah tercapai. Keberadaan desa wisata Pulau
35PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
Merah telah dirasakan manfaatnya oleh semua pihak termasuk pemerintah dan masyarakat sekitar. Adanya
partisipasi masayarakat yang tinggi menjadi faktor tercapainya tujuan. Adanya partisipasi masayarakat
yang tinggi menjadi faktor tercapainya tujuan. Setiap stakeholders sudah memiliki kesamaan tujuan dan
kesadaran saling ketergantungan satu sama lain dalam menjalankan peran dan memenuhi tanggung jawab
masing-masing dalam menjaga ekologi wisata Pulau Merah.
Habri Fernando Manurung, dkk (2015) dalam E-Proceeding of Management Vol.2, No.2 dengan judul
penelitiannya Strategi Manajemen Public Relations dalam Menciptakan Citra Positif (Studi Kasus tentang
Kegagalan Menjual Ponsel IMO pada PT INTI Bandung) bertujuan untuk memahami bagaimana strategi
manajemen dan strategi komunikasi public relations serta program kerja yang dilakukan untuk menciptakan
citra positif dalam menyelesaikan masalah IMO. Dengan menggunakan metode penelitian studi kasus
hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam menangani kasus IMO, strategi manajemen public relations PT
INTI (Persero) melakukan press conference/press gathering, media monitoring, memilih spokeperson dan merilis
berita.
Devina Richiani Manengkei (2017) dalam Jurnal E-Komunikasi Vol.5 No.1 dengan judul penelitiannya
Outcome of Relationships antara Polda Jatim dengan Komunitas Motor Honda CB dalam Menyosialisasikan
Program Gerakan Nasional Pelopor Keselamatan Berlalu Lintas, bertujuan untuk mengukur outcome of
relationship dengan menggunakan komponen relationship yaitu control mutuality, trust, commitment,
satisfaction, communal relationships dan exchange relationships.
Penelitian ini mengguakan pendekatan kuantitatif dengan metode survey. Hasil dari penelitian ini
ditemukan bahwa outcome relationships antara Polda Jatim dengan komunitas motor Honda Cb adalah
baik. Polda Jatim sudah cukup efektif dalam membangun relasi dengan salah satu pemangku kepentingan.
Hubungan positif sudah tercipta dengan sifat saling mendung sehingga tercipta komunikasi yang efektif.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metodologi studi kasus, melalui metodologi studi kasus diharapkan
peneliti mendapatkan hasil yang lebih mendalam dan spesifik dalam menganalisis peran Humas di
Perguruan Tinggi dalam membangun hubungan dengan institusi dan para stakeholders. Stake dalam Denzin
& Linclon (2009:300) mengungkapkan bahwa studi kasus adalah aktivitas menganalisis kasus dan hasil
dari proses analisis tersebut. Dengan menggunakan metodologi studi kasus, peneliti dapat lebih mencermati
dan memahami suatu peristiwa secara menyeluruh, menjabarkan implikasi, memberikan rekomendasi
serta dapat membangun dasar bagi penelitian sebelumnya. Polit & Beck (2004) dan Borbasi (2004) dalam
Yona (2006) mengatakan bahwa jika dilihat berdasarkan tujuan, studi kasus adalah salah satu metodologi
penelitian kualitatif yang berfokus pada pemahaman dan perilaku manusia berdasarkan perbedaan nilai,
kepercayaan, dan scientific theory. Yin (2003) mengatakan metodologi studi kasus dapat berlaku apabila
suatu pertanyaan bagaimana dan mengapa diajukan terhadap suatu peristiwa karena, penekanan studi
kasus berada pada kedalaman dan kerincian. Berdasarkan hal tersebut, peneliti menggunakan studi kasusdalam penelitian ini, hal ini dikarenakan pada rumusan masalah peneliti mengajukan pertanyaan
“bagaimana”. Selain itu, fokus penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi peran Humas Universitas
Jenderal Soedirman (UNSOED) dalam membangun hubungan baik dengan para stakeholders.
HASIL ANALISIS
Berbicara tentang membangun hubungan dengan stakeholders tidak akan terpisah dengan humas.
Hal ini dikarenakan, tugas dan fungsi seorang praktisi kehumasan adalah menjalin, membina dan mengelola
hubungan yang baik dan harmonis dengan para stakeholdersnya. Namun demikian, berdasarkan hasil
pengamatan, proses pelaksanaan kebijakan di Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED) sampai saat ini
dinilai masih belum begitu efektif dikarenakan masih banyaknya mahasiswa mengeluh dan kebingungan
atas ketidakpahaman yang mereka alami. Hal ini dikarenakan, masih banyaknya kebijakan-kebijakan yang
tidak disosialisasikan dan tidak transparan dalam proses penyeleksiannya dan sosialisasi mengenai
kebijakan belum pernah dilakukan kepada para stakeholders yang terlibat. Dengan demikian, dapat dikatakan
bahwa pelaksanaan kebijakan secara institusional belum optimal. Sementara tuntutan dan harapan
UNSOED semakin meningkat.
Stakeholders sebagai pihak yang memiliki pengaruh dan dipengaruhi memberikan kekuatan tersendiri
bagi institusi Perguruan Tinggi, sehingga institusi tersebut khususnya UNSOED harus teliti dalam
mengidentifikasi para pemangku kepentingan. Kesalahan dalam memetakan kebutuhan pemangku
kepentingan akan berdampak pada keberlangsungan hidup suatu institusi. Dengan demikian dibutuhkan
adanya peran Humas Perguruan Tinggi dalam rangka membangun hubungan baik dengan para stakeholders
36 PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
dimulai dari proses pemetaan hingga manajemen pengelolaan hubungan tersebut. Proses manajemen
pengelolaan hubungan sebagai bagian dari praktek humas dengan para stakeholders yang diimplementasikan
melalui model komunikasi.
Humas UNSOED dalam menjalin hubungan dengan para stakeholders belum mengimplementasikan
model komunikasi. Dengan demikian, untuk efektivitas pengelolaan hubungan baik, Humas UNSOED
harus lebih selektif dalam melihat besarnya pengaruh stakeholders. Selain itu, diperlukan strategi yang
berbeda untuk menghadapi setiap stakeholders. Berdasarkan hal tersebut, maka institusi Perguruan Tinggi
dituntut untuk membangun dan mengelola hubungan antara institusi dengan para stakeholders.
DISKUSI
Humas Dalam Membangun Hubungan StakeholdersOrganisasi sangat dipengaruhi oleh interaksi para pihak dalam satu lingkungan organisasi tersebut,
agar hubungan terjalin dengan baik organisasi harus menempatkan strategi membangun ataupunmempertahankan hubungan pada proritas utama. Untuk mengelola hubungan, organisasi menggunakanperan humas (public relations). Humas sebagai perpanjangan tangan dari organisasi merupakan aktor utamadalam membangun bahkan mengelola hubungan organisasi dan para stakeholders. Umumnya setiaporganisasi baik yang mengutamakan profit maupun tidak, telah menempatkan peran humas sebagaijembatan antara organisasi dan lingkungan. Hal ini belum berlaku pada UNSOED, pihak Perguruan Tinggibelum menerapkan peran humas dalam membangun hubungan dengan stakeholders. Ungkapan PR yangdisebutkan Grunig yakni membangun dan mempertahankan hubungan, dalam praktek Humas UNSOEDbelum sampai pada tahap membangun hubungan dengan stakeholders baik itu hubungan dengan stakeholderinternal maupun eksternal.
Cutlip dkk (2011:6) berpendapat bahwa terkait fungsi humas dalam organisasi yakni merupakanfungsi manajemen yang membangun dan mempertahankan hubungan antara organisasi dan lingkunganagar tetap terjalin dan bermanfaat untuk mencapai tujuan organisasi tersebut. Putra (1992:2) mengatakan,ada banyak pengertian tentang humas salah satunya yakni suatu usaha untuk membangun hubunganyang harmonis dengan para publiknya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa keberlangsungan hidupsuatu organisasi dalam lingkungan sangat dipengarui oleh adanya peran humas dalam membangun sertamengelola hubungan dengan para stakeholders yang memiliki kepentingan dengan organisasi hinggamendapatkan hubungan yang saling menguntungkan. Praktek peran humas di UNSOED dapat dikatakanbelum sukses dalam membangun bahkan mengelola hubungan dengan para stakeholdersnya. Hal ini terlihatdari masih banyaknya stakeholders yang belum merasa puas dengan kebijakan-kebijakan yang diterapkandi UNSOED yang memiliki keterkaitan dengan para stakeholders.
Praktek Humas Dalam Membangun Hubungan Baik dengan StakeholdersKonsep pokok humas dalam menjalin hubungan masih terfokus pada komunikasi. Hal ini
mengartikan bahwa komunikasi masih dianggap menjadi pendekatan utama dalam membangun ataumempertahankan hubungan dengan pihak-pihak yang berkepentingan. Komunikasi merupakan langkahtepat untuk menumbuhkan kepercayaan antara Humas UNSOED dengan lingkungan untuk memberikankontribusi-kontribusi kepada masyarakat. Artinya dalam penelitian ini peran humas dalam membangunhubungan merupakan proses pengelolaan relasi antara stakeholders dan perguruan tinggi melalui modelkomunikasi yang diimplementasikan pada praktek humas sebuah perguruan tinggi.
Grunig dkk (dalam Shen & Kim, 2012) menjelaskan ada empat dimensi komunikasi yang memberikanpengaruh terhadap praktek humas. Pertama, yakni arah komunikasi one-way VS two way, proses penyebaraninformasi bersifat satu arah atau dua arah. Satu arah atau dua arah ditandai dari feedback perusahaanterhadap opini masyarakatnya, umumnya satu arah digunakan untuk penyebaran informasi perusahaanterhadap stakeholders sedangkan dua arah diwujudkan melalui dialog dalam pertukaran informasi.
Kedua asymmetrical dan symmetrical melihat keseimbangan organisasi terhadap publiknya yangditandai dengan perilaku advokasi atau kolaborasi. Menurut Grunig & Hunt (dalam Fawkes, 2004:11)bersifat a symmetrical jika komunikasi yang dilakukan masih ditentukan oleh pihak perusahaan walaupunkomunikasi ini sudah menerapkan proses dua arah, lebih jauh Dickerson (2012) menyatakan dalam prosesasymmetrical organisasi atau perguruan tinggi melakukan komunikasi persuasif, manipulasi serta dominasisebagai tindakan untuk menguasai publiknya. Selanjutnya symmetrical merupakan model yang lebihmenekankan pada proses komunikasi dua arah serta win-win solution, keterbukaan lebih mengedapankandialog untuk mencapai saling pengertian antara organisasi dan stakeholders.
Ketiga adalah interpersonal dan mediated menggambarkan penggunaan saluran praktisi humas baiksaluran secara langsung ataupun tidak langsung, misalnya komunikasi satu arah melalui media massa(koran, televisi, radio, majalah khusus perusahaan) atau komunikasi dua arah melalui tatap muka anggota
37PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
atau humas perguruan tinggi dengan masyarakatnya (Huang:2004). Keempat adalah ethical yaitumenjelaskan faktor keetisan dari aktivitas humas. Selain itu terdapat dua faktor untuk menunjang proseskomunikasi perusahaan yakni aktivitas sosial dan budaya masyarakatnya.
Aktivitas sosial dikonseptualiasasikan sebagai hal-hal sosial yang dilakukan oleh peruguruan tinggiuntuk menjalin hubungan dengan stakeholders (Huang:2004), sama halnya dengan komunikasi yangdilakukan secara interpersonal yakni secara tatap muka namun lebih berorientasi pada aksi yang dilakukanoleh perguruan tinggi, seperti melakukan gathering, memenuhi undangan serta pemberian hadiah. Kegiatan-kegiatan sosial tersebut ditujukan untuk mengeratkan hubungan dengan stakeholders. Kemudian, faktoryang tidak kalah pentingnya adalah budaya masyarakat setempat, dalam prakteknya seorang humasdituntut untuk memahami kebudayaan atau tipologi masyarakat di sekitar lingkungan perguruan tinggi.Budaya yang mempengaruhi masyarakat Indonesia yakni power distance (Jarak kekuasaan) dan budayakolektif masyarakatnya. Jarak kekuasaan yang dimiliki baik dari dilihat dari sistem sosial, politik dll, modelini disebut dengan personal influence, bahwa organisasi memanfaatkan satu individu yang mempunyaikredibilitas yang baik di masyarakat dengan tujuan untuk untuk membangun dan mengelola hubunganbaik agar tercapainya tujuan organisasi. Implementasi model humas yang merujuk pada dimensi komunikasijika diterapkan oleh organisasi akan menghasilkan hubungan baik jangka panjang. Sebenarnya secara sadaratau tidak sadar mungkin saja dalam praktek humas menggunakan beberepa elemen dari dimensikomunikasi di atas tergantung pada situasi, kondisi serta individu-individu yang dihadapi perusahaan dilapangan.
KESIMPULAN
Tidak dapat dipungkiri bahwa inti atau tujuan dari humas (public relations) perguruan tinggi adalah
untuk membangun hubungan baik dengan mahasiswa serta hubungan dengan pemerintah. Keduanya
memang memiliki pengaruh signifikan dalam mempengaruhi keberadaan organisasi, jika pemerintah
mempengaruhi perusahaan dengan kebijakan atau UU berbeda dengan mahasiswa yang menekan
perguruan tinggi dengan aksi-aksi mereka.
Membangun hubungan stakeholders UNSOED dalam penelitian dimaknai sebagai evaluasi bagian
dari praktek Humas UNSOED dengan seluruh stakeholders yang memiliki potensi untuk mempengaruhi
keberlangsungan operasional perguruan tinggi, praktek Humas UNSOED dalam membangun hubungan
baik dengan stakeholders terbagi menjadi dua tahap. Tahap pertama adalah identifikasi atau pemetaan
stakeholders berdasarkan tiga atribut (power, legitimacy, urgency), dari hasil tersebut organisasi memetakan
tiga prioritas stakeholders yakni stakeholders prioritas utama atau definitive stakeholder (mahasiswa dan
pemerintah), stakeholder prioritas menengah (karyawan) dan stakeholder prioritas rendah (media dan
perusahaan kerjasama) tiga prioritas tersebut masing-masing ditangani perguruan tinggi dengan cara
berbeda.
Tahap kedua yakni implementasi model komunikasi, perguruan tinggi UNSOED belum menerapkan
komunikasi dua arah terhadap tiga prioritas stakeholder serta belum menerapkan komunikasi interpersonal
dalam mengelola hubungan dengan stakeholder. Seharusnya, Perguruan Tinggi UNSOED menerapkan model
komunikasi yakni, keseimbangan komunikasi antara organisasi dengan ke tiga prioritas stakeholder.
Komunikasi simetris atau seimbang harus diterapkan pada stakeholder prioritas utama misalnya bersikap
transparan, berdiskusi, dialog ataupun pelibatan mereka dalam program serta penentuan kebijakan
organisasi. Sedangkan ketidakseimbangan komunikasi atau konsep asymmetric yakni sikap menghindar,
dominasi, manipulasi hingga persuasif digunakan ketika perusahaan menghadapi stakeholder prioritas
menengah dan rendah.
Selain itu penerapan komunikasi symmetric atau asymmetric juga harus diterapkan dengan
berdasarkan pada faktor situasional, artinya tergantung pada keadaan yang sedang dihadapi oleh organisasi.
Ketika organiasasi menghadapi satu masalah yang membutuhkan pengambilan keputusan cepat atau isu-
isu yang diduga menimbulkan pro dan kontra maka tindakan persuasif dalam model asimteris digunakan.
Ditambah lagi perubahan posisi stakeholder atau kolaborasi stakeholder untuk menekan organisasi dapat
juga menjadi pertimbangan organisasi untuk menerapkan model komunikasi lainnya. Selain penerapan
praktek two way symmetric dan asymmetric, Humas UNSOED juga harus menerapkan model personal influence.
Model ini sebenarnya merupakan model utama karena dapat dipraktekan terhadap semua stakeholder.
Bahkan dikolaborasikan atau digabungkan dengan dua model sebelumnya. Sehingga praktek Humas
UNSOED dapat bersifat personal influence-two way symmetric atau personal influence-two way asymmetric
tergantung pada keadaan yang sedang dihadapi oleh organisasi.
Dengan demikian, mengacu pada hasil kajian bahwa pihak Humas UNSOED harus menumbuhkan
kesadaran tentang pentingnya riset komunikasi (penelitian tentang sikap, persepsi stakeholder ataupun
38 PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
image UNSOED) untuk menjadi pedoman pelaksanaan program-program perusahaan, sehingga pihak
Humas UNSOED tidak bertindak atas keinginan pribadi melainkan didasari pada hasil riset tersebut.
Memahami bahwa posisi stakeholder bukan merupakan hal yang statis melainkan bersifat dinamis, sehingga
menuntut Humas UNSOED secara berkelanjutan melakukan scanning environment. Memanfaatkan
hubungan baik dengan pihak media untuk mendapatkan publikasi positif. Selain itu, dapat dikatakan
bahwa stakeholder merupakan kunci pokok suatu organisasi dalam hal ini perguruan tinggi untuk tetap
melanjutkan kelangsungan hidup artinya terciptanya hubungan baik dengan mereka berbanding lurus
dengan masa operasional organisasi tersebut, perusahaan akan mencapai operasional jangka panjang.
DAFTAR PUSTAKACutlip, M Scott, Center H, Allen dan Broom M, Gleen. (2006). Effective Public Relations. Jakarta: Kencana
Prenada Media Grup.
Denzim, Norman K. dan Linclon, Yvoanas S. (2009). Handbook Qualitative Research Yogyakarta: PustakaPelajar.
Fairuza, Mia. (2017). Kolaborasi antar Stakeholder dalam Pembangunan Inklusif pada Sektor Pariwisata(Studi Kasus Wisata Pulau Merah Di Kabupaten Banyuwangi. Kebijakan dan Manajemen Publik.Volume 5, Nomor 3.
Fairuza, Mia. (2017). Kolaborasi antar Stakeholder dalam Pembangunan Inklusif pada Sektor Pariwisata(Studi Kasus Wisata Pulau Merah Di Kabupaten Banyuwangi. Kebijakan dan Manajemen Publik.Volume 5, Nomor 3.
Fawkes, J. (2004). What is Public Relations. Dalam Allison Theaker (Eds.), The Public Relations Handbook(2nded). New York: Routledge.
Huang, H.Y. (2004). PRSA: Scale Development for Exploring the Impetus of Public Relations Strategies.Vol. 81 No.2 pp. 307-326.
Manengkei, Devina R. (2017). Outcome of Relationship Antara Polda Jatim dengan Komunitas Motor HondaCB dalam Menyosialisasikan Program Gerakan Nasional Pelopor Keselamatan Berlalu Lintas. JurnalE-Komunikasi, Vol.5, No.1.
Manurung, Habri Fernando. (2015). Strategi Manajemen Public Relations dalam Menciptakan Citra Positif(Studi Kasus tentang Kegagalan Menjual Ponsel IMO pada PT INTI Bandung). Eproceddings ofManagement. Vol.2, No.2.
Manengkei, Devina R. (2017). Outcome of Relationship Antara Polda Jatim dengan Komunitas Motor HondaCB dalam Menyosialisasikan Program Gerakan Nasional Pelopor Keselamatan Berlalu Lintas. JurnalE-Komunikasi, Vol.5, No.1.
Manurung, Habri Fernando. (2015). Strategi Manajemen Public Relations dalam Menciptakan Citra Positif(Studi Kasus tentang Kegagalan Menjual Ponsel IMO pada PT INTI Bandung). Eproceddings ofManagement. Vol.2, No.2.
Putra, I. Gusti Ngurah. (1999). Manajemen Hubungan Masyarakat. Yogyakarta: Universitas Atmajaya
Ruslan, Rosady.(2007).Manajemen Public Relations dan Media Komunikasi. Jakarta: PT. Raja GrafindoPerkasa.
Soyusiawaty, Dewi, dkk. (2016). Strategi Humsa dalam Menjalin Good Relationship dengan ExternalStakeholders UAD. Komuniti, Vol. VIII, No.2.
Uljanatunnisa. (2015). Manajemen Hubungan Stakeholder (Studi Kasus Praktek Humas Comdev PT BintangDelapan Mineral dalam Mengelola Hubungan Baik dengan Stakeholder di Kabupaten MorowaliProvinsi Sulawesi Tengah. Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta.
Uljanatunnisa. (2015). Manajemen Hubungan Stakeholder (Studi Kasus Praktek Humas Comdev PT BintangDelapan Mineral dalam Mengelola Hubungan Baik dengan Stakeholder di Kabupaten MorowaliProvinsi Sulawesi Tengah. Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta.
Yin. Robert, K. (2003). Studi Kasus Desain & Metode. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Yona, Sri. (2006). Penyusunan Studi Kasus. Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 10, No.2.
39PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
Pendahuluan
Komunikasi memiliki peran yang sangat besar dalam perkembangan institusi, oleh karena itu kejelian
seseorang dalam berkomunikasi atau menyampaikan pesan dengan baik, cepat dan tepat informasi yang
berguna bagi institusi sangat diperlukan. Selain itu peran kerja humas dalam sebuah organsiasi sangat
menunjang dalam melakukan komunikasi yang efektif baik komunikasi secara internal maupun eksternal.
Disisi lain peran humas juga mampu membantu seorang pimpinan dalam mengurangi hambatan dalam
berkomunikasi, tentu saja seorang humas dalam hal ini harus tahu bagaimana cara mengembangkan apa
yang ada dalam dirinya termasuk jiwa kepemimpinannya. Dalam pelaksanaan peran humas menjalankan
perannya sangat banyak menghadapi masalah dari berbagai pihak, baik itu dari pihak eksternal maupun
internal organisasi tersebut.
Dengan demikan, pejabat kehumasan hendaknya mengetahui semua persoalan-persoalan yang terjadi
di institusi yang dikelola dalam rangka melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai juru bicara atau
komunikator. Seorang humas hendaknya selalu tahu dan memiliki rasa ingin mengetahui segala persoalan-
persolan yang dihadapi dan yang akan dihadapi. Oleh karena itu salah satu upaya agar seorang humas
dapat mengetahui hal-hal tersebut adalah dengan cara mengikuti pertemuan-pertemuan dan rapat-rapat
penting yang berhubungan dengan perkembangan institusi yang dikelolanya, sehingga dari data yang
didapat tersebut dapat menjawab pertanyaan dan memenuhi permintaan masyarakat akan fakta-fakta
penting yang berhubungan dengan kepentingan lembaga dan masyarakat sebgai salah satu stakeholder
guna kemajuan lembaga yang dikelolanya.
Seiring berjalannya waktu, dalam organisasi atau institusi kerap terjadi konflik. Baik konflik internal
maupun konflik eksternal. Baik dalam konteks antar organisasi maupun di dalam organisasi tersebut.
Konflik yang terjadi kadang kala terjadi karena permasalahan yang sangat kompleks. Namun dengan
adanya sebuah konflik, peran seorang humas atau lembaga humas yang dimiliki oleh organsiasi atau
perusahaan diperlukan. Hal ini dapat melihat bagaimana seorang humas dalam suatu lembaga mampu
mengendalikan konflik yang terjadi pada suatu institusi dapat diredam atau tidak. Berhasil atau tidaknya
seorang humas dalam mengendalikan sebuah konflik yang terjadi tergantung pada kebijakan-kebijakan
HAMBATAN KOMUNIKASI INTERNAL DALAM ORGANISASI OLAHRAGAIKASI (IKATAN ANGGAR SEINDONESIA) DI PURWOKERTO
Pramudias Aditya Gamaputra
Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Komunikasi, FISIP,
Universitas Jenderal Soedirman
email: [email protected]
ABSTRAK:Komunikasi memiliki peran yang sangat besar dalam perkembangan organisasi, oleh karena itu
kejelian seseorang dalam menyampaikan pesan dengan baik, cepat dan tepat yang berguna bagi
oraganisasi sangat diperlukan. Selain itu peran kerja organisasi sangat menunjang dalam melakukan
komunikasi yang efektif baik komunikasi secara internal maupun eksternal. Penelitian ini bertujuan
untuk menganalisis hambatan komunikasi internal organisasi yang terjadi pada Organisasi IKASI
Banyumas. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan pendekatan studi kasus,
dimana data diperoleh melalui wawancara mendalam dan observasi terhadap informan (ketua dan
pengurus IKASI Banyumas).Berdasar hasil observasi, proses komunikasi internal yang dilakukan
oleh para pengurus dan ketua Pengcab IKASI Banyumas mengalami beberapa hambatan dalam
mengkomunikasikan sebuah pesan. Hambatan komunikasi internal yang dihadapi adalah adanya
perbedaan persepsi antara pimpinan dan pengurus terhadap informasi yang diberikan dan ditangkap,
terbatasnya praktik sharing informasi dari pengurus satu dengan yang lainnya, dan kurangnya
pemahaman akan job deks serta tanggung jawab yang diembannya. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa manajemen komunikasi belum berjalan dengan baik. Oleh karena itu manajemen komunikasi
sangat dibutuhkan dalam organisasi ini.
Kata Kunci : Komunikasi Organisasi, Hambatan Komunikasi, Manajemen Komunikasi
40 PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
dan metode pendekatan komunikasi yang diterapkan. Sebuah institusi dalam mempertahankan anggota
dan segenap komponen di dalamnya. Sebagai contoh adalah pada organisasi olahraga anggar di Purwokerto.
Organisasi olahraga anggar yang terdapat di Purwokerto dapat dijadikan contoh sederhana apakah
dalam audit organisasi yang terjadi di setiap kegiatan dan program yang dimiliki dapat berjalan dengan
baik. Kegiatan komunikasi dapat berjalan secara efektif apabila terdapat tujuan dari kegiatan komunikasi
yang tercapai. Menurut Ludlow dan Panton (1996) manajemen komunikasi yang efektif apabila informasi
yang disampaikan serta hubungannya dibangun dari cara penyampaian informasi tersebut. Sedangkan
Pace, Peterson, dan Burnett (dalam Effendy, 2011: 32) menyebutkan tujuan utama dari kegiatan komunikasi,
untuk memastikan komunikan dapat mengerti maksud dari pesan yang didapat, kemudian memahami
dan melaksanakan pesan yang telah didapatnya, serta mampu memotivasi komunikan untuk melakukan
suatu kegiatan yang dimaksudkan dari pesan tersebut. Baik itu audit komunikasi internal antar anggota,
antar anggota dengan pimpinan, maupun antar pimpinan itu sendiri. Karena organisasi ini merupakan
organisasi yang terbilang baru dengan anggota yang terbilang cukup muda, mejadikan sangat rawan akan
berbagaimacam konflik, baik itu internal maupun eksternal.
Komunikasi yang efektif dalam organisasi dapat diterapkan melalui kegiatan koordinasi antar
anggota dalam suatu organisasi. Koordinasi sangat dibutuhkan karena pada dasarnya masing-masing
anggota dalam suatu organisasi saling bergantung satu dengan yang lain dalam melaksanakan kegiatan
organisasi. Dalam sebuah koordinasi peran komunikasi menjadi hal yang utama, terutama dalam hal ini
adalah pihak yang membawahi bidang organisasi (humas). Dalam pelaksanaannya, untuk mencapai
komunikasi yang efektif, sebuah organisasi selalu menghadapi berbagai macam hambatan dalam proses
komunikasi di lapangan. Ludlow dan Panton (1996: 13) mengatakan bahwa dalam setiap proses komunikasi,
hambatan atau kendala akan selalu ada. Beberapa penyebab terjadinya hambatan dalam berkomunikasi
antara lain adalah adanya status effect, gangguan semantik, perbedaan persepsi, perbedaan budaya,
gangguan fisik, saluran komunikasi yang buruk, dan tidak adanya umpan balik. Lawrence D. Brennan
(dalam Effendy, 2011: 122), mendefinisikan komunikasi internal sebagai pertukaran gagasan baik secara
horizontal atau pun secara vertikal yang terjadi antara para karyawan dengan pimpinannya dalam sebuah
perusahaan atau organisasi untuk terwujudnya tujuan perusahaan atau organisasi. Sedangkan menurut
Effendy (2011: 123) proses pertukaran gagasan atau informasi dalam sebuah komunikasi internal ditunjang
oleh beberapa bentuk jalur komunikasi, antara lain komunikasi vertikal, horizontal, dan diagonal. Audit
komunikasi internal yang terjadi di Organisasi olahraga anggar biasanya seputar persoalan tentang kebijakan
yang diambil oleh pimpinan dan rasa percaya antar anggota dengan pimpinan begitu juga sebaliknya,
dalam hal ini adalah pengkab dengan anggota. Selain itu audit komunikasi digunakan untuk menemukan
atau memecahkan konflik penghambat komunikasi yang terjadi dalam organisasi anggar di Purwokerto.
Serta bagaimana Peran humas Organisasi Olah Raga Anggar di Purwokerto dalam Mengaudit dan
Menemukan Solusi Terhadap Permasalahan Hambatan Komunikasi dalam Internal Organisasi yang Terjadi.
Tinjauan Pustaka
Beberapa penelitian yang telah dipublikasikan terkait tema audit internal kehumasan dalam suatu
organisasi diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Alvian Yusak (2016) dengan metode
kuantitatif. Penelitian yang berfokus pada audit mini komunikasi, berfokus pada empat aspek diantaranya
adalah Manajemen, Organisasi, Komunikasi dan Umpan balik. Menghasilkan bahwa titik rawan dalam
perusahaan yang perlu mendapat perhatian adalah pada aspek organisasi. Hal tersebut dikarenakan
berdasarkan hasil kuesioner yang di berikan kepada karyawan nilai terendah ada pada aspek organisasi.
Sehingga perusahaan dapat lebih memperhatikan kepuasan komunikasi organisasi karena pada dasarnya
titik rawan dalam perusahaan ini terletak pada aspek kepuasan komunikasi organisasi.Selain itu penelitan kuantitatif tentang audit komunikasi lain juga dilakukan oleh Rieka Hapsari
Koesmastuti (2015). Rieka menjelaskan bahwa Audit Komunikasi dan Efektivitas Organisasi merupakanpenelitian yang dilakukan untuk mengkaji kinerja sistem komunikasi keorganisasian serta pengaruhnyaterhadap pencapaian tujuan organisasi (efektivitas organisasi). Dengan mengungkap 8 variabel komunikasiorganisasi yaitu kepuasan organisasi, iklim komunikasi organisasi, kualitas media, aksesibilitas informasi,penyebaran informasi, muatan informasi, ketepatan pesan, dan budaya organisasi. Maka ditemukannya
beberapa hambatan dalam komuikasi organisasi seperti kepuasan organisasi, iklim komunikasi organisasi,
kualitas media, dan penyebaran informasi. Dari kedelapan variabel audit komunikasi 6 dari 8 variabel
berpengaruh secara signifikan terhadap efektivitas organisasi. Sedangkan 2 variabel yang tidak berpengaruh
adalah aksesibilitas dan penyebaran informasi akibat arah aliran informasi bertingkat yang mengakibatkan
kurang efektifnya penyebaran informasi. Selain itu budaya organisasi yang dipengaruh oleh kultur Jawa
41PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
(kolektivistik) ternyata berpengaruh signifikan terhadap efektivitas organisasi sehingga budaya ini baik
bagi organisasi dan menciptakan sistem komunikasi organisasi yang baik sehingga memunculkan
kondusifitas yang mempermudah pencapaian tujuan organisasi (efektivitas). Sistem komunikasi organisasi
yang baik didukung budaya organisasi kolektivistik yang kuat akan mempermudah pencapaian tujuan
organisasi.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Dian Ramadani, Puji Lestari, dan M. Edy Susilo (2015) menjelaskan
lima unit analisis organisasi yaitu, muatan informasi, manajemen, proses komunikasi atau kegiatan-kegiatan
komunikasi, dan umpanbalik. Dari keempat unit analisis tersebut ditemukan faktor keterbukaan secara
vertikal maupun horizontal mempunyai peran yang sangat besar dalam meningkatkan keberhasilan kinerja
organisasi. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam muatan informasi
terdapat keterbukaan sehingga arus informasi dapat berjalan dengan lancar didukung dengan penggunaan
teknologi yang tepat dan baik, menjadikan hambatan dalam arus informasi dapat diminimalisir. Kesimpulan
dari manajemen adalah organisasi ini dikelola dengan profesional dengan adanya rasa saling percaya,
sehingga proses pendelegasian dapat berjalan dengan baik tanpa melihat usia baik antar pimpinan maupun
anggota. Pola komunikasi dua arah memegang peranan penting dalam penelitian ini, karena dengan
menggunakan pola komunikasi dua arah maka hambatan dapat diminimalisir. Dan yang terakhir adalah
umpan balik, peneliti menyimpulkan bahwa umpan balik seperti adanya evaluasi yang dilakukan secara
periodik selalu menajadi rujukan bagi organisasi. Hal ini bertujuan diantaranya agar organisasi memiliki
gambaran dan komitmen yang lebih baik untuk kedepannya berdasarkan hasil dari evaluasi.
Metodologi
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Studi kasus adalah
uraian dan penjelasan yang komprehensif mengenai berbagai aspek seperti individu, kelompok, organisasi,
program, dan situasi sosial. Dalam penelitian ini, peneliti berupaya menelaah sebanyak mugkin data
mengenai subjek yang diteliti. Peneliti bertujuan memeberikan pandangan yang lengkap dan mendalam
terhadap subjek yang di teliti dengan mempelajari secara seksama seorang individu, atau kelompok, dan
kejadian. Lincon dan Guba dalam (Effendy, 2011) menyatakan bahwa keistimewaan studi kasus meliputi
:
1 Studi kasus merupakan sarana utama bagi penelitian yang menyajikan pandangan subjek yang diteliti.
2 Studi kasus menyajikan uraian menyeluruh yang mirip dengan apa yang dialami pembaca dalam
kehidupan sehari-hari.
3 Studi kasus merupakan sarana yang mefektif untuk menujukan hubungan peneliti dan narasumber.
4 Studi kasus memungkinkan pembaca untuk menemukan konsistensi internal yang tidak hanya merupakan
konsistensi gaya dan faktual tetapi juga kepercayaan.
5 Studi kasus memberikan uraian mendalam yang dibutuhkan bagi penilaian atau transferabilitas
6 Studi kasus terbuka bagi penilaian atas konteks yang turut berperan serta bagi pemaknaan atas sebuah
fenomena yang diteliti.
Penelitian studi kasus biasanya memiliki tujuan ganda, disisi lain penenilitan studi kasus ini berusaha
memahami kelompok yang diteliti, disisi lain penelitian studi kasus juga berusaha mengembangkan
pernyataan umum mengenai regularitas dalam struktur dan proses sosial.
Oleh karena studi kasus bertujuan memahami secara keseluruhan baik itu prilaku kelompok maupun
individu, maka studi kasus tidak bisa dirancang semerta-merta menguji proposisi-proposisi umum. Metode
ini bersifat holistik yang menganggap kasus sebagai entitas menyeluruh dan bukan sebagai kumpulan
dari variabel-variabel. Sehingga hubungan atar bagian dalam keseluruhan subjek yang diteliti harus
dipahami dalam kontek yang menyeluruh, bukan dalam konteks umum variabel-variabel yang menandai
anggota suatu populasi unit yang sebanding. Hubungan sebab akibat dipahami sebagai perkiraan, yang
diasumsikan bahwa hubungan manapun mungkin menimbulkan suatu akibat. Penelitian dengan metode
ini memungkinkan peneliti menafsirkan kasus-kasus secara historis dan merumuskan pernyataan mengenai
asal muasal sebuah kasus di teliti dalam situasi yang spesifik.
Teknik pemilihan informan dalam hal ini mengunakan teknik purposive sampling, yaitu dengan
memilih informan berdasarkan tujuan tertentu. Oleh karena itu, informan penelitian ini adalah pengurus
cabang olahraga Anggar di Purwokerto. Data penelitian dikumpulkan dengan tiga metode, yaitu
wawancara, observasi dan dokumentasi. Sementara itu, analisis data dilakukan dengan transkip hasil
wawancara, reduksi data, analisis, interpretasi data dan triangulasi.
Hasil Analisis
42 PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
Proses komunikasi dapat dikatakan berhasil jika pesan yang disampaikan oleh komunikator dapat
diterima dengan lengkap dan utuh oleh komunikan serta dapat dipahami dan dimaknai dengan benar
oleh komunikan. Namun dalam pengamatan dilapangan hambatan komunikasi yang terjadi dalam
Organiasi Olah Raga Anggar di Purwokerto ini sering terjadi, ada kalanya proses komunikasi yang terjalin
tersebut tidak berjalan dengan lancar. Hal itu dikarenakan adanya beberapa hambatan komunikasi yang
secara sadar maupun tidak sadar terjadi pada proses komunikasi tersebut. Dengan melihat hal tersebut
maka diperlukan peran komunikasi yang efektif untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan dan program
yang akan dijalankan. Untuk terciptanya komunikasi yang efektif dalam organisasi ini, maka seorang humas
perlu mengetahui hambatan-hambatan apa saja yang terdapat dalam proses pengiriman dan penerimaan
pesan di lapangan, sehingga humas dapat segera mengambil langkah-langkah untuk meminimalisir
hambatan komunikasi tersebut.
Berdasarkan hasil pengamatan awal dilapangan pada organisasi olahraga Anggar di Purwokerto
ini, banyak sekali terjadi hambatan-hambatan dalam berkomunikasi. Diantaranya adalah pemahaman akan
pesan yang di berikan oleh ketua pengkab dan beberapa anggotanya terkadang terkendala oleh pengetahuan
dalam menagkap pesan serta tidak adanya keterbukaan yang dibangun oleh masing-masing individu dalam
organisasi ini. Dengan melihat hal ini maka peran seorang humas dalam sebuah organisasi sangat
dibutuhkan, disisi lain keterbukaan atau kemauan untuk membuka diri dalam menerima saran serta
mengeluarkan pendapat sangat penting untuk menjalin komunikasi yang tepat. Selain persamalahan
tersebut, hal yang sangat nampak adalah adanya tumpang tindih kebijakan yang diambil secara sepihak
tanpa melalui forum dan sepengetahuan pengurus terkait.
Hal ini jika dibiarkan akan menimbulkan gap diantara pengurus yang membuat iklim organisasi
menjadi tidak kondusif. Munculnya rasa atau anggapan saling membenarkan diri dari keputusan atau hal
yang diambil juga menjadi salah satu hambatan dalam berkomunikasi. Dalam hal ini prinsip sebuah ego
keakuan (menganggap atau merasa) bahwa dirinya telah melakukan hal yang benar terkadang menjadi
salah satu hambatan paling besar walau terlihat sepele. Karena pada dasarnya saat seseorang individu
sudah merasa demikian maka dia tidak dapat melihat sisi lain dari sikap atau hal yang di anggap benar,
dan tentu saja menutup untuk mendengarkan saran atau kritik yang membangun dalam sebuah organisasi.
Pemahaman akan sistem kerja yang kurang juga menjadi masalah baru bagi organisasi ini, hal ini
dikarenakan beberapa anggotanya masih terbilang muda dan belum berpengalaman dalam berorganisasi.
Hal ini didukung dengan tidak adanya AD/ART sebagai panduan organisasi Anggar ini berjalan.
Permasalahan yang sangat kompleks ini sangat berpengaruh dalam berorganisasi, dan tentu saja komunikasi
yang tepat dan baik sebagai ujung tombak sebuah organisasi sangat berpengaruh dan berperan besar demi
jalannya suatu organisasi yang baik. Sehingga dalam hal ini peran serta humas sangat dibutuhkan sebagai
motor dalam menjaga arus komunikasi agar berjalan dengan tepat dan baik.
Selain itu ruang sharing dan keinginan untuk sharing yang dapat dikatakan tidak ada menjadi sebuah
kendala tersendiri. Tidak adanya hal tersebut dapat menjadi terhambatnya arus informasi baik dari anggotadan ketua pengkab sendiri. Hambatan lainnya adalah pemanfaatan media komunikasi yang tidak maksimalmenjadikan proses komunikasi tidak berjalan dengan baik, sehingga arus informasi dan penangkapan
pesan tidak dapat di terima dengan tepat oleh ketua pengkab maupun oleh anggota.
Diskusi
Berdasarkan temuan diatas dapat dikatakan bahwa dalam sebuah organisasi yang paling sederhana
ini terdapat berbagai macam hambatan komunikasi yang cukup kompleks. Selain para pengurusnya yang
terbilang muda dan minim pengalaman berorganisasi, serta organisasi ini juga dapat dikatakan baru berdiri
lagi setelah beberapa tahun non-aktif. Oleh karena itu peran humas dalam hal ini adalah bidang organisasi
sangat dibutuhkan guna meminimalisir terjadinya hambatan dalam berkomunikasi. Pada dasarnya sebuah
proses komunikasi dapat dikatakan berhasil jika pesan atau makna yang disampaikan oleh komunikator
dapat diterima secara lengkap dan utuh oleh komunikan. Oleh karena itu dengan melihat permasalahan
dan hambatan komuniaksi yang terjadi dilapangan, untuk menemukan solusi dari permasalahan yang
terjadi pada organisasi olah raga Anggar di Purwokerto seorang humas dapat melakukan audit komunikasi.
Audit komunikasi dibutuhkan dalam rangka untuk mempelajari secara detail apa, bagaimana, dan kepada
siapa suatu organisasi atau perusahaan melakukan komunikasi. Audit komunikasi dapat memberikan
gambaran yang jelas, tentang apa yang telah dilakukan saat ini, dan juga sebagai dasar untuk memutuskan
sebuah perubahan yang perlu dilakukan bagi organisasi atau perusahaan tersebut. Menurut Andre Hardjana
(2000: 17-18), audit komunikasi diperlukan bagi suatu organisasi atau perusahaan untuk :
a. Mengetahui apakah program komunikasi berjalan dengan baik.
43PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
b. Membuat diagnosis mengenai masalah yang terjadi atau berpotensi dan memiliki peluang yang
mungkin terbuang.
c. Melakukan evaluasi kebijakan baru atau proses komunikasi yang terjadi.
d. Memeriksa hubungan antara komunikasi dengan tindakan operasional lain.
e.Menyusun sebuah angaran kegiatan komunikasi.
f. menetapkan patokan sebagai pembanding.
g. mengukur kemajuan dan perkembangan dengan membandingkan dengan patokan pembanding
yang sudah dibuat.
h. mengembangkan atau mengubah fungsi-fungsi komunikasi.
i. membangun landasan dan latar belakang guna mengembangkan kebijakan dan program
komunikasi baru.
Dalam sebuah prakteknya audit komunikasi menemui beberapa hambatan karena beberapa hal
sebagai pemicunya, diantaranya adalah (1) audit komunikasi ini bersifat kompleks karena meliputi beberapa
aspek sepeti sumber, media, proses arti dan bentuk pesan komunikasi, dampak serta konteks komunikasi.
Sehingga audit komunikasi terdiri dari banyak kegiatan yang dilakukan secara bertahap dan membutuhkan
waktu yang lama. (2) audit komunikasi membutuhkan keahlian dan pengetahuan yang mendalam di bidang-
bidang non komunikasi seperti bisnis, dan manajemen. Namun hambatan-hambatan itu bisa teratasi bila
seorang humas dalam hal ini adalah bidang organiasi yang melakukan audit komunikasi pada organisasi
olah raga Anggar mengetahui cara yang tepat untuk melakukan kegiatan tersebut.
Konsep audit komunikasi menurut Gerald Goldhaber dalam (Hardjana, 2000) adalah sebuah
pemeriksaan diagnosis yang dapat memberikan informasi secara dini untuk mencegah kehancuran dari
kesehatan organisasi yang lebih besar”. Sedangkan tujuan dari audit komunikasi menurut Andre Hardjana
(2000: 16-17) adalah :
a. Untuk mengetahui apakah dan di mana letak terjadinya kelebihan (overload) atau kekurangan
(underload) dalam muatan komunikasi yang berkaitan dengan topik, sumber dan saluran komunikasi.
b. Untuk menilai kualitas sebuah informasi dan mengukur kualitas hubungan-hubungan komunikasi
secara khusus mengukur kepercayaan antarpribadi (trust), dukungan, keramahan, dan kepuasan kerja.
c.Untuk mengenali jaringan-jaringan komunikasi non formal dan melakukan perbandingan dengan
komunikasi formal.
d. Untuk mengetahui sumber-sumber kemacetan (bottleneck) arus informasi dan para penyaring
informasi (gatekeeper) dengan membandingan dengan peran masing-masing dalam jaringan komunikasi
yang dibangun.
e.Untuk mengkategorikan dari contoh pengalaman dan peristiwa komunikasi positif maupun negatif
yang terjadi didalam organisasi atau perusahaan.f. Untuk menggambarkan pola-pola komunikasi yang terjadi pada tingkat pribadi, kelompok maupun
organisasi yang berkaitan dengan komponen komunikasi, frekuensi dan kualitas interaksi.
g. Memberikan rekomendasi tentang perubahan atau perbaikan yang perlu dilakukan oleh organisasi
maupun perusahaan.
Pemeriksaan tersebut berupa kajian mendalam serta menyeluruh mengenai sistem komunikasi
organisasi yang terdiri dari dua bagian yang saling berkaitan, yakni komunikasi internal dan komunikasi
eksternal. Oleh karena itu, di samping audit komunikasi internal organisasi, audit kehumasan juga
menyangkut audit corporate image, yaitu mengetahui persepsi masyarakat terhadap kinerja dan personaliti
organisasi atau perusahaan. Tetapi dalam hal ini audit yang dilakukan hanya seputar audit komunikasi
internal organisasi olah raga Anggar di Purwokerto.
Berdasarkan hasil pengamatan awal yang sudah dilakukan maka audit komunikasi dapat dilakukan
pada organisasi olah raga Anggar di Purwokerto. Hal ini terkait dengan beberapa hambatan komunikasi
yang sudah ditemukan dalam pengamatan awal atau pra survey yang peneliti lakukan.
Kesimpulan
Berdasarkan pengamatan awal atau hasil pra survey dalam organisasi olah raga Anggar di
Purwokerto ini di temukan beberapa hambatan komunikasi. Diantaranya adalah terhambatnya saluran
komunikasi, munculnya rasa saling curiga atau tidak adanya rasa percaya, tumpang tindih kebijakan,
minimnya pemahaman pesan yang diberikan, kurang pahamnya hirarki dalam organisasi dan lainnya.
Menjadikan seorang humas atau dalam hal ini adalah bidang organisasi dalam olah raga Anggar di
Purwokerto harus melakukan suatu tindakan agar tercipta suasana yang kembali kondusif dan
kesepahaman bersama sehingga organisasi dapat kembali berjalan normal. Tindakan tersebut adalah
44 PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
melakukan sebuah audit komunikasi internal yang bertujuan menemukan permasalahan baik dari individu
mapun kelompok dan mencari solusi agar tercipta suasana berorganisasi yang kondusif.
Audit komunikasi merupakan suatu kajian evaluatif secara empiris yang mendalam dan menyeluruh
tentang sistem komunikasi keorganisasian baik komunikasi internal maupun komunikasi eksternal, dengan
menggunakan berbagai teknik pengumpulan dan analisis data yang ada yang bertujuan untuk
meningkatkan efektivitas dan kinerja organisasi. Hasil audit komunikasi dapat memberikan informasi
yang berharga guna mencegah terjadinya kehancuran suatu organisasi. Audit komunikasi dapat dilakukan
secara menyeluruh atau total, tapi dapat pula dilakukan audit komunikasi mini untuk mengukur tingkat
efektifitas suatu program komunikasi atau tidak. Audit komunikasi mini dapat dilaksanakan dengan dana,
energi dan waktu yang lebih terbatas. Audit komunikasi mini ini dapat menjadi petunjuk bagi pelaksanaan
audit komunikasi total yang menyelruh dan mendalam.
Karena pada dasarnya sebuah komunikasi yang efektif dalam sebuah organsiasi maupun perusahaan
sangat menentukan kelangsungan hidup dan kesehatan suatu organisasi. Untuk dapat mengetahui apakah
kegiatan komunikasi yang sudah dijalankan efektif atau berhasil mencapai tujuan dan sasaran organisasi
adalah dengan melakukan audit komunikasi. Dengan melakukan audit komunikasi, diharapkan segala
hambatan komunikasi dan gangguan yang menyebabkan terhentinya aliran informasi baik dari individu
maupun kelompok serta terhindar dari peluang yang terlewat. Dengan melakukan audit komunikasi ini,
seorang humas atau bagian organisasi dapat mengetahui dan memperoleh cara yang tepat untuk
mengurangi dampak negatif yang di terima oleh organisasi dan dapat meningkatkan dampak positif yang
dikehendaki oleh organisasi, sehingga organisasi atau perusahaan dapat mempertahankan kelangsungan
hidup bahkan dapat meningkatkan kesuksesannya di tengah persaingan yang makin keras. Audit
komunikasi ini juga dapat dijadikan sebagai salah satu jenis penelitian dalam tahap fact finding kegiatan
atau manajemen kehumasan.
Daftar Pustaka
Alvian, Yusak. 2016. Audit Mini Mengenai Kepuasan Komunikasi Organisasi di UD. Prima Jaya. Universitas
Kristen Petra. Surabaya. Jurnal E-Komunikasi Vol 4 No.1 2016
Effendy, Onong Uchjana. (2011). Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Hardjana, Andre. 2000. Audit Komunikasi : Teori dan Praktek. PT. Grasindo. Jakarta.
Koesmastuti, Rieka Hapsari. 2015. Audit Komunikasi dan Efektifitas Organisasi (Studi pada Biro Hubungan
Masyarakat Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Tengah). Universitas Diponegoro. Semarang. Tesis.
Ludlow, R. & Panton, F. (1996). The Essence of Effective Communication (Komunikasi Efektif) (terjemahan
Deddy Jacobus). Yogyakarta: Andi.
Ramadani Dian, Puji Lestari, & M. Edy Susilo. 2015. Audit Komunikasi Organisasi Wahana Lingkungan
Hidup Indonesia (WALHI) Yogyakarta. UPN “Veteran”. Yogyakarta. Jurnal Komunikasi ASPIKOM Vol.2
No.2 2015
45PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
Pendahuluan
Telah diketahui bersama bahwa banyak kebijakan yang diprotes oleh masyarakat karena tidak ada
kepuasan didalamnya yang ada justru menambah rasa ketidakpuasan itu sendiri. Sama seperti orang yang
mencari rasa keadilan, kebijakan juga menuntut orang yang arif dalam menentukan keputusan di meja
politik. Tak jaran banyak orang menilai kalau di Indonesia kebijakan justru tidak memihak kaum bawah.
Seperti kaum perempuan yang terus menuntut agar ada perlindungan atas mereka ketika kekerasan dan
pelecehan seksual justru ada di sekitar mereka dan buruh yang terus berharap agar ada kebijakan dari
pemerintah yang mau meringankan beban hidup mereka dikala kesulitan menghampiri mereka.
Seperti menunggu hujan di musim kemarau begitu pula dengan kebijakan publik di negeri ini yang
seakan-akan sulit mewujudkan suatu policy yang sesuai dengan sila ke 5 ideologi kita bahkan tak jarang
orang menilai kebijakan itu malah memperburuk kondisi. Lihat saja bagaimana kebijakan agraria kita
yang tiruan dari kolonial, seperti pemberian izin kepada perusahaan perkebunan besar yaitu kelapa sawit
bukanya mensejahterakan petani justru menciptakan konflik agraria yang hari ini belum dituntaskan oleh
pemangku kebijakan. Memang bangsa seperti Indonesia yang lama dikuasai oleh Belanda tentu
meninggalkan model administrasi dan hukum yang sudah lama tertanam di era itu. itulah mengapa kondisi
kita sekarang ini orang sebut sebagai negeri setengah jajahan. Hal ini dikarenakan proses pembuatan
kebijakna justru dilalui dengan proses perjudian bukan dengan proses pendiskusian. Semua dituntut
berdasarkan garis haluan partai dan partai yang berkuasa itulah yang memegang andil meja politik. Lihat
saja, sampai kapan perusahaan tambang besar yang ad di Papua itu bisa di cabut izinya dan sampai kapan
kita tidak lagi tergantung dengan modal asing serta bantuan hibahnya yang justru menjerat negara kita
pada paradigma pembangunan yang liberal. Hal ini diakibatkan perpektif berpikir para aktor kebijakan
lebih condong di kontrol oleh rezim yang berkuasa. Semua kehendak ada di ujung telunjuk yang memegang
kontrol singgasana yang menghasilkan buah kebijakan yang jauh dari rasa keadilan sosial.
Semua ini diakibatkan tidak adanya komunikasi yang baik antara aktor politik, komunikasi yang
terjalin bukan komunikasi yang seimbang melainkan komunikasi yang tidak menghargai lawan bicara.
Tujuan dari komunikasipun bukan untuk melahirkan keputusan bersama yang di mengerti bersama tetapi
saling unjuk gigi retorika tanpa mau mendengar pendapat atau argumen dari pihak lain. Tanpa memandang
orang lain sebagai lawan bicara yang sepadan maka sulit untuk mendapatkan keputusan bersama yang
dipahami secara kolektif.
Ketidakseimbangan komunikasi ini di determinasi oleh kondisi material politik yang ada. Konten
dari kebijakan dalam hal ini, di pengaruhi akan kehendak untuk menguasai bukan untuk merubah.
Kehendak untuk menguasai menjadi latar-belakang pikiran yang memutuskan maksud dan tujuan yang
TINDAKAN KOMUNIKATIF DALAM DECISION MAKING KEBIJAKANRichard F. Labiro
ABSTRAK:Makalah ini bertujuan untuk menjelaskan tindakan komunikasi dalam pembuatan kebijakan publik
yang selama ini kebijakan banyak terjadi overlapping. Hal ini terjadi akibat tidak adanya konsensus
yang dihasilkan dari aktor politik yang cenderung di pengaruhi oleh kondisi material rezim yang
berkuasa mempengaruhi pengambilan keputusan pada pembuatan kebijakan yang dikontrol oleh
piramida atas pada suprastruktur sedangkan pada basis terjadi alienasi komunikasi akibat kesadaran
sosial yang dikendalikan oleh sistem kapitalisme mengakibatkan diskursus—komunikatif intersubjektif
menjadi asing di masyarakat. Sementara, masyarakat secara sosial terus mengkonsolidasikan diri untuk
membawa emansipasi mereka dengan usaha agar isu publik yang mereka usung itu mampu masuk
kedalam meja perundingan kebijakan dan di putuskan secara kolektif hingga kebijakan yang
disampaikan atau dilaksanakan dapat berorientasi nilai. Pengambilan keputusan saat ini masih di
bawah kendali puncak kekuasaan dimana terdapat elite dan kelas kapitalis dan negara sebagai
instrumen dari kelas itu dalam mereproduksi kebijakan yang berpihak kepada power control tersebut.
Alhasil masih sedikit kebijakan yang berpihak pada masyarakat. Dengan menggunakan teori diskursus
Habermas saya mencoba memberikan kritik saya terhadap proses politik dalam pengambilan keputusan
yang sarat intimidatif karena kontrol para penguasa.
Kata kunci : tindakan komunikatif, pembuatan kebijakan dan teori diskursus.
46 PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
baik dari komunikasi itu sendiri hal ini justur membuat hasil dari kebijakan seperti yang sudah dijelaskan
sebelumnya. Latar-belakang pikiran kehendak untuk menguasai ini di reproduksi melalui proses
parlementarisme yang tidak dibangun berdasarkan pengetahuan kolektif.
Komunikasi yang seimbang lewat pendiskusian yang di pengaruhi oleh dasar pengetahuan bersama
dan kesepakatan awal jika di bawa kedalam meja perundingan kebijakan atau politik maka niscaya akan
menghasilkan produk kesejahteraan yan diharapkan. Keseimbangan ini lewat Habermas sebagai dasar
utama dalam membangun sebuah diskursus1. Model komunikasi ini mensyaratkan para pesertanya harus
berada dalam lingkaran kesepahaman untuk memproduksi konsensus sebagai jalan dan bukan tujuandari interaksi secara sosial.
Dalam masyarakat modern, sifat demokrasi yang menjunjung tinggi duel argumentasi secara terbukamensyaratkan terbukanya ruang publik bagi orang banyak. Dan dari situ setiap isu-isu dibahas yangkemudian secara konsolidasi dimasukan ke tempat diskusi para aktor politik yang sedari awal sudahmemiliki niat untuk memperbaiki. Demokrasi adalah tempat dimana orang duduk secara seimbang danmendeliberasikan argumen ilmiahnya secara terbuka dan tidak tertutup artiya setiap peserta wajibmenjelaskan dan orang yang mendengar pernyataan tersebut berhal mendapatkan informasi besertapenjelasan yang logis begitupun sebaliknya. Jadi, komuniasi dalam musyawarah adalah komunikasi yangelegan tanpa “gebrak” meja melainkan setiap orang wajib dan berhak dalam berkomunikasi.
Pandangan antara pembuatan kebijakan yang di pengaruhi oleh komunikasi yang seimbang dalamdiskursus (baca, deliberatif) didasari oleh pemikiran Habermas terkait tindakan komunikatif sehari-hariserta dunia-kehidupan. Selain penjelasan saya mencoba untuk memberikan warna terkait hubungankomunikasi dalam masyarakat kapitalis atau yang orang lebih kenal masyarakat modern yang telahmemahami secara gamblang arti demokrasi. Mampukah kebijakan yang memihak kelas pekerja danperempuan proletar bisa dihasilkan lewat perundingan yang inter-subjektif ataukah itu sulit terwujud.Maka dari itu, akan dijelaskan pertama apa yang menjadi basis teori makalah ini kemudian naik ke intipemikiran penulis sampai pada tantangan yang coba diberikan untuk sebuah studi tentang pembuatankebijakan.
Tinjauan Pustaka
Masyarakat modern atau masyarakat kapitais wujud nyata dari kondisi material saat ini yang
memisahkan komunikasi antara masyarakat sosial dan sistem. Hal ini bisa terlihat ketika sistem mulai
menemukan tempat yang begitu luas ketimbang masyarakat sosial yang mengecil fungsi rasionya. Fungsi
rasio ini kemudian tidak berjalan dengan baik ketika diperparah dengan hegemoni dari sistem akan
semangat mengejar keuntungan yang terpolarisasi kedalam pemikiran sosial yang menjadikan kerja
masyarakat sudah tidak lagi objekif. Disini saya akan membicarakan tentang basis ekonomi yang
mendeterminasi konstrukti sosial-pemikiran yang sepenuhnya dikendalikan oleh hasil akumulasi kapital,
komunikasi bukan lagi menjadi cara rasional untuk menentukan dan menghasilkan arah yang disebabkan
corak produksi atau kerja masyarakat yang tidak lagi sesuai dengan keinginan mereka.
Alienasi Komunikasi
Awal mula akan dijelaskan seperti apa masyarakat yang kapitalis itu, seperti yang dikemukakan
oleh Fromm dalam Eko dan Iwan Triyuwono (2004:51) dimana diungkapkan karateristik dari masyarakat
modern saat ini,
Dikatakanya,
Masyarakat modern mempunyai persoalan akan “kesehatanya” dalam arti kesadaranya menyangkut
eksistensi manusia. Apa yang dilakukan oleh masyarakat modern pada dasarnya tidak pernah disadarinya
sebagai apa? Untuk apa dan apa maknanya? Masyarakat modern bergerak dan beroperasi atas “ perintah”
yang secara otomatis berada dalam kesadarannya2.
Dari cara pandang melihat kondisi publik saat ini, setiap hari sejak pagi hingga malam proses hidup
yang dilakukan oleh orang secara kelompok tidak lagi bertindak sesuai akal sehatnya dalam artian ada
yang mengganggu dalam pikiran setiap individu. Bisa saja kita sadari dalam diri kita masing-masing sejak
hegemonisasi sudah mulai tertancapkan di kepala kita dan mengendalikan syarat pikiran manusia dari
waktu ke waktu peluang komunikasi semakin tidak objektif lagi. Manusia yang merasa berada pada puncak
penciptaan melihat waktu, sejarah hingga manusia itu sendiri sebagai objek dari kerja mereka dan
menggerakan mereka secara mekanik menuju perubahan yang dibutuhkan bukan sesuai kehendaknya
melainkan sesuai profit yang ditambahkan tiap-tiap hari.
Pada dasarnya orang dengan yang lain bisa mengkalim kesahihan dia dalam berkomunikasi akan
tetapi klaim-klaim itu bukan untuk menuju konsensus kolektif melainkan hasil dari retorika yang intimidatif.
47PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
Pidato kenegaraan contohnya, bukan hasil dari kesepakatan itu melainkan sebagai wujud nyata dari
paradigma lama akan materil yang dianggap sebagai objek dari penelitan mereka itu sendiri. Masyarakat
dianggap objek dari kebijakan dan produk hukumnya.
Komunikasi keterasingan produksi dari buah sistem kapitalisme. Dulunya orang melakukan
perundingan secara deliberatif dan itu adalah corak budaya bangsa kita, seperti orang tua dahulu katakan
bahwa musyawarah adalah kultur nenek moyang kita dan itu dituangkan lebih baik lagi kedalam sila ke 4
ideologi kita, hanya saja bangsa Indonesia menjadikan kemampuan verbalnya tidak lagi konstruktif ketika
mesin produksi kapitalisme lebih menonjol akibat penemuan mutakhir yang di sokong oleh ilmu
pengetahuan modern menjadikan kerja tidak lagi sesuai dengan keinginan manusia—menciptakan
hubungan komunikasi yang tidak setara.
Dalam hubungan produksipun sesama kelas pekerja tidak lagi bisa berkomunikasi dan membicarakan
soal kebutuhan material mereka karena tuan modal menginginkan mereka untuk giat bekerja lalu diberi
upah walaupun upah itu belum layak. Disisi lain, petani dengan kondisi agraris yang semakin terpuruk
dipertegas dengan monopoli ruang ketangan segelintir kapitalis yang mengubah tanah bukan lagi sebagai
hasil kerja sosial tetapi lebih kepada komoditi yan bernilai.
Sistem kapitalisme yang menghegemoni konsturksi sosial menjadikan komunikasi tidak lagi
bermakna semua dikaburkan lewat semangat mengejar kapitalisme sebab, keuntungan hidup tidak ada
jika kepuasan diri yang materialistik tidak terpenuhi. Maka menurut para kapitalis tatanan masyarakat
tidak akan ada.
Lebih jelas lagi Triyuwono (2004:53) menerangkan kepada kita akan kondisi masyarakat moder/
kapitalis saat ini,
Realitas sosial yang tercipta saat ini adalah realitas sosial yang banyak dipengaruhi oleh semangat
kapitalisme sebagai produk dari modernisme yang mengklaim ilmu pengetahuan (teori ekonomi positivistik
dan akuntansi positif, misalnya) harus bebas nilai. Akibatnya realitas sosial yang hidup dan berkembang
sekarang ini adalah realitas yang kering akan nilai3 .
Baik Fromm maupun Triyuwono menegaskan akan hilangnya nilai yang terkandung dalam
masyarakat yang kapitalistik saat ini, ditambah lagi pengimanan kita akan keyakinan bahwa kapitalisme
memang sebuah sistem ekonomi yang mengontrol banyak orang baik didalam pintu pabrik maupun diluar.
Namun, pertanyaan selanjutnya ialah apakah diskusi bisa dihasilkan diluar proses produksi. Hal tersebut
akan membuat kita mencari kejelasan dari tindakan rasional manusia sehari-hari tentang komunikasi yang
membuat kita berpikir akan kehidupan secara sosial dalam penguasaan kapital yang kolektif. Maka poin
penting dari perdebatan ini dimulai dari apa bentuk basis ekonominya yang melahirkan konstruksi sosial.
Basis ekonomi kapitalisme akan memberikan sel-sel yang dipompa melalui jantung produksinya
hingga sampai ketangan masyarakat entah kuat atau lemahnya daya belinya. Kemudian orang-orang akan
dipaksa untuk menyerap setiap surplus kapital (komoditi) yang membuat kita seperti berlomba-lomba
untuk mendapatkannya dan menstrategikan kapitalisme untuk menciptakan lautan angakatan kerja yang
siap memenuhi kebutuhan daya belinya yang masih kurang. Masyarakat yang ditingkat tengah lebih banyak
berkonsentrasi untuk memperoleh labanya dengan bekerja di sekotor-sektor jasa, kemampuannya adalahmeletigim akan konstruksi tersebut bahwa tidak ada kerja maka tidak akan ada keuntungan. Semakinterdeferensiasi masyarakat yang ada maka akan terlihat jelas keterasingan dalam bertemunya orang ke
lingakaran diskursus yang deliberatif, dalam hal ini membuat kemulusan bagi akumulasi kapital terus-
menerus dan semakin sulit dia untuk di jinakan. Oleh karenanya dalam interpretasi lama untuk
mengembalikan komunikasi ke arah yang intersubjektif harus dimulai dengan merubah kepemilikan kapital
secara sosial walaupun hal ini banyak diperdebatkan dan justru Habermas memberikan suplemen yang
lebih baik lagi yaitu diskursus lewat tindakan komunikatif.
Komunikasi yang merupakan tindakan rasional manusia merupakan tindakan yang beroriantasi
pada pencapaian konsensus dan itu bisa dicapai apabila rasio ini dikembalikan pada kehidupan manusia
itu sendiri4. Semua itu menjadi sulit ketika sistem yang merupakan struktur sosial menjadi mengemuka
ketimbang solidaritas sosial itu sendiri. Hardiman menjelaskan apa yang dimaksud diatas dengan istilahyang dikenalkan oleh Habermas dalam tindakan komunikatif yaitu Lebenswelt dan sistem. Seperti dituliskanoleh Hardiman (2009:40),
Di dalam masyarakat-masyarakat modern sistem tampak secara mencolok pada ekonomi dan
kekuasaan negara. Habermas menyebut “solidaritas”(Lebenswelt), “uang” dan “kuasa”(System) sebagaitiga komponen integritas masyarakat.
Saya menyebutnya sebagai kapitalisme adalah uang dan suprastruktur sebagai kuasa atau negara
dan masyarakat sosial adalah solidaritas itu sendiri. Ketiga ini yang disebut oleh Hardiman sebagai
48 PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
komponen integritas masyarakat adalah buah dari sistematik dari basis ekonomi yang menciptakan negara
dan juga menciptakan tindakan komunikatif bukan lagi rasionalitas bagi manusia.
Gambar 2.1 Penjelasan akan basis ekonomi yang mempengaruhi suprastuktur .
Dari gambar diatas bisa saya jelaskan bahwa kapitalisme yang dianut oleh masyarakat sejak ia
menemukan bentuknya mendeterminasi negara, budaya, pikiran hingga komunikasi secara sosial
menjadikan dia tidak lagi objektif. Komunikasi yang bernilai tidak lagi dilakukan oleh kebanyakan orang
justru pengejaran akan kapitalismelah yang dikehendaki. Lebih tegasnya lagi seperti dikatakan Hardiman
“hilangya sambungan antara sistem dan Lebenswelt”.
Untuk menutup bagian ini saya memberikan kesimpulan sederhana bahwa tidak adanya lagi diskusi
seperti yang dikehendaki oleh Habermas dikarenakan kontrol pikiran (hegemoni) oleh negara yang basis
ekonominya kapitasitik membuat pencarian nilai akan kepuasan hidup lebih diutamakan dan menciutkan
komunikasi sebagai tindakan yang bersifat rasional—keterasingan komunikasi.
Tindakan Komunikatif
Konsep tindakan komunikatif adalah bagian fundamental dari diskursus Habermas. Untuk
mengetahui komunikatif yang dimaksud dalam diskursus perlu mendalami terlebih dahulu tntang
paradigma baru teori kritis. Habermas sebagai generasi kedua dari Frankfurt school memberikan kiritknya
terhadap pemikiran dari generasi pertama tentang teori kritis yang menurut Habermas perlu direfleksikan
dengan memandang realita masyarakat madani saat ini. Hardiman (2009:26-27) memberikan penjelasan
yang sangat jelas tentang pemikiran baru dari Habermas tersebut. Seperti yang dikatan,
Paradigma lama (Frankfurt generasi pertama) yang oleh Habermas disebut filsafat kesadaran atau
filsafat subjek dianggap tidak cocok lagi untuk kondisi-kondisi masyarakat dewasa saat ini yang ditandai
oleh pluralitas bentuk kehidupan dan orientasi nilai. Dalam paradigma yang lama itu menurut Habermas
terkandung pemahaman tertentu tentang subjektivitas, yaitu subjek yang mengenali dan menguasai
objeknya secara monologal. Ilmu-ilmu kemanusiaan, misalnya, ingin merumuskan hukum-hukum yang
melandasi prilaku manusia dan mekanisme hidup sosialnya dengan cara seperti dilakukan di dalam ilmu-
ilmu alam, yaitu: mengobjektifikasi manusia mengambil sikap netral terhadap objek riset dan jika perlu
juga memanupulasi objek riset itu secara eksperimental.
Menurut Habermas dalam pemikiran lama manusia memandang material sebagai objek dari
tindakannya, seperti juga dalam komunikasi. Manusia secara individual dalam memandang lawan
komunikasinya sebagai objek yang dikuasainya artinya, kerangka pemikiran lama menurut Habermas
adalah filsafat subjek. Dengan mengambil konseptual ilmu alam, kritik pada pemikiran awal menandakan
manusia dalam meriset sejarah, waktu, alam dan manusia yang dianggap sebagai objektifitas dari
kesadaannya. Akhirnya dengan dialektis Habermas memandang komunikasi tidak lagi didasarkan pada
filsafat subjek melainkan filsafat intersubjektif atau komunikasi intersubjektif. Dimana orang tidak lagi
menganggap materi yang dihadapanya sebagai objek melainkan sebagai subjek juga.
49PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
Komunikasi intersubjektif sejatinya dalam diskursus bertujuan memperoleh konsensus. Dan
kesepakatan ini harus diperoleh secara bersama bukan monolog. Dari sini selanjutnya Habermas mengkritik
filsafat tersohor dari Jerman yaitu Kant. Hardiman (2009:29) kembali lagi memberikan ulasan dari kritik
habermas akan Kant terkait rasio praktis,
Dalam rasio praktis tersebut Kant mengandaikan subjek tindakan sebagai sesuatu yang menimbang-
nimbang secara sendirian5 apa yang seharusnya dia lakukan. Subjek otonom ini menimbang-nimbang, maksimtindakan manakah yang sekiranya legitim sebagai norma penetapan undang-undang untuk semua orang.Kant lalu merumuskan maksim tindakan itu dalam imperatif kategorisnya yang termasyhur itu: “bertindaklahsedimikan rupa, sehingga maksim kehendakmu kiranya dapat berlaku setiap saat sekaligus dapat ditetapkansebagai suatu undang-undang yang bersifat universal”.
Kebijakan yang berlaku umum diputuskan melalui model monologal yang diperoleh dari tindakan
seseorang, hal ini tidak bisa diterima oleh Habermas dikarenakan pemikiran Kant mengabaikan keputusan
yang harus di diskusikan secara bersama. Tindakan subjektif ini harus dihilangkan dengan tindakan yang
baru yang horizontal sebagai dasar tindakan yang rasional.
Pemerintah menggunakan dasar pemikiran pertama dari Kant dimana setiap pengambilan keputusan
dalam perumusan kebijakan cenderung diputuskan oleh segelintir orang yang menganggap dirinya
berkuasa dan memberlakukannya secara menyeluruh. Dampaknya adalah kebijakan yang diputuskan secara
otonom tersebut tidak diterima oleh masyarakat justru mendapatkan penolakan dari publik sendiri. Dalam
arti lain kediktatoran tidak bisa diterapkan dalam transisi masyarakat yang semakin pluralis. Maka ruang
publik dalam demokrasi deliberasi adalah anjuran untuk bentuk perkembangan masyarakat kapitalis saat
ini untuk merubah sistem ini atau menjinakannya. Sebab dengan adanya ruang publik yang menerapkan
komunikasi intersubjektif semua keputusan tidak bisa diterapkan secara paksa untuk kepentingan sosial,
harus ada ruang dialog dengan mempertanyakan kesahihan dari kebenaran-kebenaran itu, artinya kebijakan
yang di implementasikan harus memalui kesepakatan kolektif dari seluruh elemen masyarakat.
Dari rasio praktis Kant, Habermas tetap mempertahankan rasio dalam pemikirannya dan
mencetuskan rasio prosedural6 sebagai sebuah tujuan yang dilalui dalam diskursus. Maksudnya, pencapaian
kesepakatan dalam diskursus adalah proses komunikasi yang tanpa intimidasi bahwa setiap klaim-klaimtidak bisa dipaksakan dia harus di diskusikan secara terbuka. Prosedural digambarkan oleh Hardimansendiri adalah penjelasan lebih rinci dari konsep rasio komunikatif.
Lanjut dari situ, konsep diskursus dijelaskan lebih rinci lagi dalam tindakan komunikatif dan klaimkesahihan. Tindakan komunikatif seperti yang sudah dijelaskan pada bagian di atas adalah bersifat rasional,bahwa setiap individu melalukan komunikasinya sehari-hari lewat klaim kesahihan. Dan klaim itu di bagimenjadi tiga mulai dari klaim ketepatan, kebenaran dan kejujuran. Dalam diskursus, setiap orangmemperoleh persetujuan/konsensus melalui komunikasi yang intersubjektif atau komunikasi yangseimbang setiap orang berhak mendapatkan penjelasan dari klaim-klaim itu dan berhak mempertanyakankembali bila ada keraguan, proses diskursus dalam rasio komunikatif adalah bersifat demokrasi (tanpapaksaan) bukan sebaliknya.
Untuk lebih jelasnya lagi definisi dari tindakan komunikatif Habermas dijelaskan oleh Hardiman(2009:34-35) dengan mudah bahwa,
Tindakan yang mengarahkan diri pada konsensus itu adalah tindakan komunikatif. Jika dipahami
demikian, konsep rasio komunikatif mengacu pada rasionalitas yang secara potensial terkandung di dalam
tindakan komunikatif. Rasio komunikatif katakanlah membimbing tindakan komunikatif untuk mencapai
tujuannya, yaitu bersepakat mengenai sesuatu atau mencapai konsensus tentang sesuatu7.
Decision MakingDalam merancang sebuah kebijakan yang baik pengambilan keputusan menjadi sentral utama
kebijakan baik dalam definisi problem maupun implementasi kebijakan. Artinya, seluruh proses policy
selalu ada pengambilan keputusan yang tepat. Hasil keputusan pada definisi problem akan mempengaruhi
implementasi kebijakan, keputusan pada implementasi kebijakan akan mempengaruhi definisi problem.
Intinya, pengambilan keputusan haruslah didiskusikan secara baik/intersubjektif untuk melahirkan
keputusan atau konsensus secara kolektif.Dalam menterjemahan pengambilan keputusan pada bagian ini saya akan memperkenalkan beberapa
pendekatan klasik maupun modern saat ini untuk melihat sejauh mana pengambilan keputusan itu berjalan.Pendekatan yang sering disebut dalam analisa pengambilan keputusan antara lain: pendekatan elite;pendekatan marxis; dan pendekatan teknokrasi. Elite merujuk pada Harold D Lasswell atau biasa disebut
kekuasaan elit, pendekatan marxis banyak dipengaruhi debat antara Miliband dan Poulanzas.8 Untuk
pendekatan teknokrasi sendiri dipicu oleh perkembangan teknologi sebagai penentu dalam pengambilan
50 PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
keputusan—dipengaruhi oleh perkembangan mesin produksi pada kapitalis maka kemajuan teknologimenjadi tak terhindarkan dan membuat akhir dari era ilmu politik atau kebijakan.
Kekuasaan elite, jika kita mendengar nama Lasswell maka yang terlintas dipikiran kita pertama
kali ialah judul bukunya yang terkenal “Politik, siapa mendapatkan apa, kenapa dan bagaimana”. Judul
ini menjadi pijakan saya sendiri sewaktu mahasiswa dalam mempelajari pikiran kritis tentang politik,
seakan-akan politik gambaranya soal siapa yang menguasai apa. Kekuatan politik sendiri sangat
berpengaruh pada mekanisme perumusan kebijakan karena aktor politik dan organisasinya memiliki
kekuatan materil untuk mengendalikan meja politik seperti media, ormas atau yayasan, bisnis serta
antagonismenya. Di era orde baru sangat terasa sekali bagaimana kekuatan-kekuatan politik tersebut sangat
mempengaruhi kursi singgasana kekuasaan, lembaga legislatifnya, hukumnya, hingga tataran pemerintah
lokal dipegang oleh individu yang memiliki kuasan akan itu.
Seperti yang dijelaskan oleh Parsons (2005:251),
Model proses kebijakan elitis berpendapat bahwa kekuasaan terkonsentrasi di tangan segilintir orang
atau kelompok. Menurut model ini pembuatan keputusan adalah proses yang dilaksanakan demi
keuntungan elite-elite tersebut.9
Kemudian Mosca dan Pareto10 berpendapat bahwa seluruh struktur masyarkat akan ada elite yang
berperan dan hal ini menentang pandangan Marxisme akan dunia tanpa kelas. Elite merupakan kelassosial modern dalam ranah penentuan keputusan.
Lebih jelas lagi Lasswell menjelasan bagaimana kekuasaan elite itu berkembang dengan adanyakelompok keahlian yang memainkan perannya dalam menentukan keputusan. Menurutnya kelompokkeahlian ini akan mengancam demokrasi jika kekuatan tersebut dikombinasikan. Kelompok keahlian yangdimaksud adalah elite militer, birokrat dan teknokrat, Parson (2005:252). Dalam sistem demokrasi diIndonesia saat ini melihat ketiga lembaga tersebut memang sudah lama mereka ada dalam lingkaran politikdan mempengaruhi sirkulasi kebijakan yang ada. Kedudukan mereka di hamper semua lini politikmenandakan adanya pengambilan keputusan yang bersandarkan pada paksaan. Kembali mengangkatpendekatan diskursus Habermas, bahwa keputusan haruslah bersifat netral dan non-intimidatif jika tidakkonsensus yang diinginkan tidak akan terwujud.
Pembuatan keputusan dalam masyarakat kapitalis, merupakan pendekatan marxisme yang
beranggapan bahwa keputusan yang diperoleh selalu saja menguntungkan kelas kapitalis. Seperti yang
Offe11 bilang, bahwa sulit bagi Negara yang menganut system kapitalise seperti sekarang ini untuk memiha
kepada kelas pekerja dalam menuntut hak-hak mereka. Bahwa setiap protes mereka tidak selalu diterimaoleh aktor pembuat kebijakan malah justru tersingkirkan. Maka yang terjadi adalah non-decision making,keputusan yang tidak diambil karena ada kepentingan yang harus dipelihara yaitu kepentingan dalamakumulasi kapital.
Non-decision making dimana tuntuntan kebijakan yang dibawa sejak masih isu kebijakan dan didesak
lewat konsolidasi politik—masuk kedalam meja pembuatan kebijakan namun terhenti hingga tak kunjung
selesai dibahas. Hal ini bisa disebabkan karena, obsesi dari para penguasa bukan untuk memperdulikan
kepentingan kelas bawah melainkan sudah terhegemoni dengan sisem yang mengontrol mereka.12
Pendekatan marxisme sendiri dalam analisa pengambilan keputusan sudah mengalami perubahankritis, hal ini dipengaruhi oleh debat klasik terkait negara dan masyarakat kapitalis atau instrumental danstructural. Pandangan pertama dating dari Ralph Miliband (ayah dari Ed Miliband) dia menganggap bahwanegara adalah “instrument” dari kelas kapitalis,Politisi, pegawai negeri sipil, serta elite bisnis dan financial adalah orang-orang yang berasal dari kelasyang berasal dari kelas yang sama (kelas kapitalis), mendapatkan pendidian di sekolah yang sama,dan
bekerja demi kepentingan sistem kapitalis. Parsons (2005:257-258).
Berbeda dengan Miliband, Poulanzas memiliki pendapat yang lain. Lawan debatnya ini menganggap
pendekatan instrument terlalu sederhana dalam melihat sistem kapitalisme dan memperkenalkan
pendekatan struktural guna menganalisis pengambilan keputusan. Dia katakan,
Pandangan Negara sebgai instrumen kapitalisme tidak bisa menerangkan dua faktor: pertama, bahwa
yang penting di sini bukanlah kelas pegawai sipil, politisi, dan yang lainnya, namun yang lebih penting
adalah kekuasaan “struktural” dari kapital yang pada akhirnya menyusun proses pembuatan keputusan;
dan kedua, sejauh mana Negara bisa membuat keputusan secara relatif otonom dari sistem kapitalis. Parsons
(2005:258).
Nampak jelas kedua marxis ini saling memberi tanggapan satu sama lain terkait pandangan mereka
tentang negara yang menganut sistem kapitalis. Namun, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya di atas
bahwa negara sebagai suprastruktur apapun sistem politik dan administrasi yang dianut akan dipengaruhi
oleh basis ekonomi yang ada. Maka negara sebagai alat kapitalis tepat untuk dikatakan, sebab negara
51PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
sendiri bisa hidup dari hasil akumulasi kapital dan tugas dia untuk terus menjaga siklus akumilasi kapital
tetap normal agar tidak terjadi kejatuhan tingkat laba.
Pendekatan teknokrasi, merupakan pendekatan dengan melihat kemajuan teknologi dalam
birokrasi—pengambilan keputusan akan ditentukan oleh para teknokrat-teknokrat yang bukan lagi pada
politisi atau sarjana kebijakan. Perkembangan ini berkat kemajuan ilmu pengetahuan dan daya sains
masyarakat yang semakin menggunakan kecanggihan—serta melihat penyelesaian kebutuhan secara teknis.
Kemungkinan, pendekatan teknis lebih banyak di perdebatkan ketimbang membahasnya dalam pikiran
politik.
Kemajuan ini disebabkan juga oleh kemajuan konstan kapital dalam sistem kapitalisme, dengan
keinginan untuk mempercepat terwujudnya kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks maka
kecepatan untuk menyelesaikan masalah pun semakin tak terhindarkan. Saat ini sudah terlihat jelas
bagaimana masyarakat modern banya menggunakan teknologi disertai aplikasi untuk mempermudah kerja-
kerja mereja dan tak jarang bisnispun lebih modis dengan adanya teknologi canggih.
Daniel Bell mengatakan bahwa,
Dalam masyarakat di mana peran pengetahuan adalah dominan—masyarakat post-industri—
pembuat keputusan akan dipengaruhi oleh pihak-pihak yang memiliki pengetahuan teknis yang penting
untuk memahami dunia modern. Parsons (2005:269).
Maka jelaslah sudah, untuk masa depan nanti pengambilan keputusan dalam pembuatan kebijakan
dengan kemajuan teknologi akan di pengaruhi oleh para teknokrat yang siap menjelajahi dunia kebijakan.
Dan aan mempengaruhi perkembangan dalam studi ilmu kebijakan—perpaduan ekonomi, politik sosial
dan sains.
Diskusi
Pengambilan keputusan dalam ranah kebijakan yang tidak mengedepankan tindakan komunikatif
yang intersubjetif akan menghasilkan kebijakan yang tidak bisa diterima oleh masyarakat, karena consensus
harus dicapai dengan saling memahami satu sama lain dengan seluruh anggota diskursus bukan sebaliknya.
Habermas yakin jika diskursus lewat tindakan komunikatif intersubjetif akan menghasilkan sistem negara
yang baik dalam hal ini tentunya sistem kapitalisme yang antagonis. Dia yakin jika kapitalisme bisa dijinakan
melalui ruang publik.
Tentu ini sangat berbeda dengan marxisme lama yang menuntut perubahan pada gerakan kelas
pekerja bukan lewat diskusi. Sebab, dalam penguasaan alat produksi nihil ditemukan satu pertemuan
yang horizon antara pemilik modal dengan kelas pekerja karena ciri dari kapitalisme bisa dilihat dari
hubungan produksinya. Walaupun, diskusi bisa dilakukan diluar hubungan produksi namun tetap saja
penguasaan kapital secara sosial masih sulit terwujud.
Itulah mengapa, setiap kebijakan kurang ada yang mementingkan kelas pekerja, seperti yang
dinyatakan Offe di atas bahwa tuntutan yang merugikan kelas kapitalis akan disaring pada pembuatan
kebijakan lewat pengambilan keputusan. Intinya siapa yang memgang konrol politik maa kepentinganyalah
yang akan di putuskan.
52 PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
Tentu saja ini bukanlah konsensus yang diinginkan oleh Habermas, sebab keputusan yang diambil
berdasarkan hegemoni akan melahirkan kebijakan yang berat sebelah bukan melahirkan kebijakan yang
mensejahterakan masyarakat. Oleh sebab itu, dalam pembuatan kebijakan haruslah mengedepankan
diskursus lewat metode tindakan komunikatif intersubjektif.
Kebijakan negara yang sering disoroti oleh publik adalah pembangunan yang tidak merata di segala
aspek, baik itu dalam fisik maupun pembangunan yang non fisik (pangan, perlindungan hukum, dll) hal
ini disebabkan karena kebijakan publik selama ini berorientasi ke kapital atau pasar bukan sebaliknya.
Demikian juga apa yang dikatakan oleh Berger dalam Winarno pada piramida kurban manusia (2013:87),
Kritik terhadap pembangunan (baca, kebijakan pembangunan) kapitalis yang terarahkan pada
pertumbuhan ekonomi dalam sifat pokoknya didasarkan pada pasar. Kritik terhadap ideologi ini diajukan
dalam dua pertanyaan pokok, yakni siapa yang mengambil manfaat apa dan siapa yang mengambil
keputusan? Pertanyaan itu juga bisa dimunculkan dalam versi yang lain, pertumbuhan untuk siapa?; dan
pasar untuk siapa?
Seperti banyak contoh yang terlihat di media, dalam kasus penggusuran masyarakat pinggiran di
Jakarta dan pembangunan bandara di Yogyakarta adalah wujud nyata kebijakan yang menuntut adanya
tumbal sebagai imbas dari kemajuan yang berdasarkan pertumbuhan. Ketidakadilan ini semakin nyata
ketika di daerah timut Indonesia misalnya pembangunan infrastruktur masih jauh dirasakan oleh
masyarakat. Masih banyak desa-desa yang belum terhubung dengan jalan provinsi, kabupaten atau jalan
nasional dan masih ada desa pinggiran yang belum dialiri listrik malahan mereka selalu di gempur dengan
kebijakan negara yang menuntut mereka untuk berusaha mempertahankan ruang hidupnya seperti
kebijakan alih fungsi lahan menjadi perkebunan sawit, dan pertambangan dan kebijakan konservasi.
Keputusan untuk mensejahteraan rakyat pun diambil berdasarkan pemahaman yang abstrak yang
menimbulkan apa yang di sebut Tania Li “The Will To Improve”13 niat baik memperbaiki tapi ujungya tidak
baik.Tak hanya soal minoritas ekonomi yang menjadi imbas dari kebijakan yang tak seimbang, kritik
paling tajam juga disampaikan oleh kaum feminis tentang kebijakan publik—kritik dikotomi ruang publikdan privat. Carole Pateman dan Jan Pahl14 Dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga, banyak orangberpendapat jika persoalan rumah tangga adalah privat bukan publik, sebab sudah ada lembaga-lembaga15
yang bisa menyelesaikan persoalan antara keluarga yang tidak terkontrol lagi. Memasukkan pandanganbahwa rumah tangga adalah ranah privat membuat kurangnya perlindungan terhadap perempuan dananak dari kekerasan dan pelecehan seksual. Itulah sebabnya, kurang sekali produk kebijakan yangmemperdulikan korban kekerasan dalam rumah tangga.
Tidak hanya dalam rumah tangga, jaminan hidup yang dialami perempuan proletar pun tak ada.Dalam hubungan produksi gerakan tuntutan untuk perlindungan kecelakaan kerja, hak maternitas, dangerakan anti kekerasan dan pelecehan seksual dalam ranah kerja industry pun masih dilakukan oleh buruhperempuan yang menuntut.
Tuntutan rakyat yang di atas dikonsolidasikan di masukkan kedalam legislatif untuk di diskusikanscara deliberatif, asal selama tidak ada kendala antara ruang diskursif dengan politik. Denganmemperhatikan hak-hak yang seharusnya dapat dicapai dengan pemahaman bersama antara peserta diskusidengan tema-tema dalam lebenswelt (dunia-kehidupan).
Diskursus Jurgen Habermas dalam demokrasi deliberatif adalah wujud modern dari komunikasiyang dilakukan pasca-kritis. Sistem kapitalismepun diharapkan dapat dilunakkan dengan pendekatantersebut. Sehingga dalam parlemen sendiri semua diskusi yang masih menggunakan rasio praksisseharusnya tidak dibenarkan lagi di era serba pluralis ini. Walaupun kritik dari teori marxis klasik belummembenarkan diskursus komunikasi intersubjektif tanpa terwujudnya masyarakat yang sosial denganperjuangan kelas dan menciptakan kekuasaan politik di tangan kelas pekerja. Kekuasaan elite pun dalamtransisi kapitalisme ke sosialisme tentu masih ada karena tugasnya adalah mengganjang semua anti revolusiyang menghadang sehingga peleburan parlemen ke wilayah satu dewan menjadi keharusan dankemungkinan diskursus dengan komunikasi intersubjetif masih terwujud selama transisi perubahan corakproduksi.
Kesimpulan
Kritik terhadap pembuatan kebijakan dari dulu hingga kini masih ada jika kebijakan yang dibuat
terlalu dipengaruhi oleh kepentingan kekuasaan dan mengakibatkan kebijakan tidak berorientasi nilai,
dalam arti, keputusan dalam pembuatan kebijakan yang diambil baik dalam mendefinisikan masalah,
analisis keputusan, hingga tindakan dan penyampaian kebijakan dihasilkan dalam paradigma lama. Maka
yang harus dilakukan oleh semua aktor kebijakan dalam membuat produk kebijakan yang baik adalah
dengan mengikut sertakan masyarakat yang terdampak dalam perumusan kebijakan—partisipasi
53PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
masyarakat bagian dari proses pencapaian terwujudnya keadilan sosial. Maka tindakan yang harus
dilakukan ialah. Pertama, memahami problem dengan menanggalkan filsafat kesadaran menuju filsafat
komunikasi intersubjektif; kedua, mengambil keputusan dengan mengedepankan rasio prosedural dimana
keputusan di bahas secara seimbang baik setiap argument atau pandangan mendapatan penjelasan yang
tepat dan tidak terbatas dalam satu tema saja melainkan meluas hingga setiap peserta diskursus mampu
memahami akan kondisi material setiap subjek dengan lainnya; ketiga, menjalankan kebijakan melalui
proses evaluasi partisipatif.
Referensi
Budi Hardiman, F. 2009. Demokrasi Deliberatif. Yogyakarta. Kanisius.
Parsons, Wayne. 2005. Public Policy, Pengantar Teori dan Praktik Analisis Kebijakan, terjemahan Tri WibowoBudi Santoso. Jakarta. Kencana.
Subiyanto, Eko B dan Triyuwono, Iwan. 2004. Laba Humanis. Bayumedia Publishing. bekerja sama dengan
Pusat Pengkajian dan Ekonomi Islam. Malang. Universitas Brawijaya.
Winarno, Budi. 2013. Etika Pembangunan. Yogyakarta. Center for Academis Publishing Service ( CAPS ).
54 PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
55PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
PENDAHULUAN
Dunia politik tanah air saat ini sedang mengalami banyak pergeseran. Hampir setiap menit bahkan
setiap detik, selalu ada saja hal baru yang bisa menjadi “berita” di berbagai media, terutama media online,
mulai dari Media Sosial hingga portal digital. Tak hanya itu, dunia politik yang dahulu identik dengan
“orang tua” pun saat ini menjadi tempat yang menarik dan menantang bagi kaum muda generasi millennial.
Pergolakan politik dunia selalu memiliki cerita tersendiri dengan para kaum mudanya. Termasuk
juga di Indonesia, pemuda Indonesia, pada dasarnya adalah mereka yang membangun Indonesia itu sendiri.
Karena tak pernah ada, sejarah pembentukan dan pergerakan Indonesia yang tak melibatkan para kaum
muda. Dari jaman penjajahan hingga saat ini ada banyak contoh bagaimana peran pemuda Indonesia
dalam dunia politik dan pembangun bangsa ini.
Jika pada masa revolusi, pergerakan Indonesia mungkin lebih terasa dengan jelas, hingga pada masa
Orde Baru kaum muda terasa lebih bersikap apatis. Keraguan dan sikap acuh tak acuh pada pemerintah
dan politik sangat terasa, hal itu terus berlanjut hingga masa revolusi.
Seperti halnya survey yang dirilis oleh CSIS dan juga Litbang Kompas yang menyatakan bahwa
hanya ada 2,3% generasi millennial yang tertarik dengan dunia politik dan juga isu sosial. Dan hanya ada
11% dari generasi millennial yang berminat menjadi anggota sebuah partai politik.Baru di era kepemimpinan Joko Widodo inilah, muncul semangat berpolitik generasi millennial
yang sangat kentara. Berbekal dengan kemampuan beropini yang sangat aktif, generasi millennial memilikikeberanian dan lebih jeli dalam melihat berbagai isu yang sedang terjadi, baik itu mengenai masalah pribadi,masalah sosial, hingga pengambilan keputusan untuk kebijakan publik. Tak hanya itu, mereka juga cukuplihai dalam memanfaatkan beragam media atau saluran yang dapat membantu pergerakan mereka dalammencapai satu tujuan.
Tak heran jika pada akhirnya sikap kritis dan jeli nya terhadap fenomena yang terjadi ini, membuatgenerasi millennial seringkali dianggap sebagai oposisi, yang skeptis terhadap para pejabat publik. Tapi,bagi pejabat publik yang menyadari hal ini, justru dapat memanfaatkan generasi millennial secara positifuntuk menyerap aspirasi rakyat, dan ini adalah satu kondisi yang menguntungkan. Karena tak disangkaljika generasi millennial membutuhkan akses dan ruang untuk berekspresi, dan pejabat publik membutuhkankepercayaan dari masyarakat luas.
KOMUNIKASI DAN EKSPRESI POLITIK GENERASI MILLENNIAL
Maria NofiantiMahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Fisip Unsoed
Email: [email protected]
ABSTRAK:Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana komunikasi dan ekspresi politik yang dilakukan
oleh generasi millennial pada saat ini. Serta media komunikasi apa saja yang berperan besar dalam
mendongkrak keterlibatan politik kaum muda saat ini di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan
adalah metode kualitatif dengan teknik studi referensi kepustakaan dalam memilih informasi dan
pengumpulan data. Di Indonesia studi dan kajian tentang komunikasi dan ekspresi generasi millennial
belum banyak dilakukan, padahal secara jumlah populasi penduduk Indonesia yang berusia antara
15-34 tahun saat ini sangat besar, yaitu 34,45%. Dibandingkan dengan generasi sebelumnya, generasi
millennial memang unik, hasil riset yang dirilis oleh Pew Research Center misalnya, yang mencolok
dari generasi millennial ini dibanding generasi sebelumnya adalah soal penggunaan media teknologi
dan budaya (Pew Research Center, 2015). Kemunculan kaum muda generasi millennial yang cukup
berani menyuarakan suara generasinya menjadi satu motivasi bagi generasi muda Indonesia lainnya
untuk turut serta dalam pergolakan politik tanah air. Pasalnya selama ini kita tahu bahwa anak muda
sudah terlalu lama apatis dengan politik yang didominasi oleh kaum tua di Indonesia yang boleh
dibilang tak sehat. Kemunculan kaum muda generasi millennial Indonesia yang berani bersuara di
saat ini menjadi motivasi tersendiri bagi pemuda lain untuk turut ambil bagian dalam melakukan
perubahan politik di tanah air.
Keyword: Politik, Komunikasi, Generasi Milenial, Ekspresi, Indonesia
56 PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
Ikatan generasi millennial yang sangat kuat dengan dunia digital pada akhirnya memang mampu
menghadirkan pola komunikasi yang secara tak langsung menyingkirkan beragam cara tradisional. Maka,
tak heran jika saat ini media sosial menjadi salah satu pilihan generasi millennial dalam melakukan
pergerakan politik serta menarik sebanyak mungkin partisipan muda untuk turut aktif dan mengkawal
dengan kritis perpolitikan tanah air. Hal itu pun dikemukakan oleh Budiyono (2016), dalam proses
demokrasi di era digital ini, khususnya pada konteks kampanye politik saat ini, media sosial telah memiliki
peran yang nyata dan menjadi alat komunikasi yang mampu menghubungkan para pelaku politik dengan
konstituennya, antara komunikator dan komunikan secara jarak jauh dan bersifat masif.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka tulisan ini akan menjawab permasalahan “Bagaimana
komunikasi dan ekspresi politik generasi muda di era millennial”
Lihat saja, apa yang terjadi di Hongkong. Kemunculan Nathan Law dan Jason Wang yang masih
berusia belasan tahun, mampu memobilisasi aksi masa prodemokrasi untuk bergerak di tahun 2014, bahkan
aksi itu akhisnya melumpuhkan pusat ekonomi di Hongkong. Tak hanya itu, hal tersebut juga mengantarkan
Nathan Law menjadi anggota parlemen disaat usianya baru 23 tahun, karena ia berhasil mengantongi
50.000 suara dari masyarakat. Popularitas Nathan Law sebagai politikus yang mewakili generasi millennial
melambung dengan cepat. Hal itu pun menjadi salah satu pemicu semangat para kaum muda untuk turut
ambil bagian dalam dunia politik.Tak hanya di Hongkong, di Indonesia pun ada Tsamara Amany. Ketertarikannya dalam dunia politik,
kemampuannya berorasi, hingga menuangkan buah pikiran kekritisannya dalam tulisan pun menjadi satuhal yang kini menjadikannya sosok politisi muda yang mewakili generasi millennial. Dalam beberapakesempatan, Tsamara mengakui jika ketertarikannya pada dunia politik sudah ia sadari sejak duduk dibangku SMA, namun ia tak langsung terjuan dalam dunia politik praktis. Barulah saat terpilihnya JokoWidodo sebagai Presiden RI, ia mulai terjun aktif dalam dunia politik. Semula ia menuangkan kekritisannyaakan politik melalui tulisan di media digital.
Perempuan kelahiran 2016 itu pun berani menunjukkan sikap politiknya dengan tegas, baginyaterjun ke dalam dunia politik merupakan satu peluang untuk turut melakukan perubahan bagi masyarakat,bangsa, dan Negara. Hingga akhirnya saat ini ia bersama kawan-kawan muda mengusung Partai SolidaritasIndonesia, satu partai politik baru yang menjadi wadah kaum muda untuk terjun langsung di dunia politikaktif.
TINJAUAN PUSTAKA
Generasi Millennial
Istilah generasi millennial beberapa tahun terakhir memang sangat familiar. Umumnya istilah
generasi millenial disingkat Gen Y atau Generasi Y, dan mulai dipopulerkan oleh sepasang sejarawan
Amerika, William Strauss dan neil Howe. Tepatnya di awal tahun 1990-an, melalui beberapa publikasi.
Secara sederhana, teori yang dikemukakan oleh Strauss dan Howe ini menjelaskan mengenai batasan
generasi bersadarkan tahun kelahiran seseorang, dan menjadi asumsi untuk memprediksi generasi tersebut.
Adapun batasan dari generasi millennial ini adalah satu generasi yang terlahir dalam rentang waktu
1982 hingga 2004. Jadi, dengan kata lain generasi Y atau millennial saat ini berusia sekitar 13 hingga 35
tahun. Menariknya generasi ini seringkali mendapatkan perhatian khusus dalam berbagai kepentingan,
mulai dari pendidikan, etos kerja, hubungan sikap, penguasaan teknologi, hingga pandangan politik mereka.
Karena keistimewaan tersebut, kaum muda dari generasi millennial ini pun memiliki cara khusus
untuk mengaktualisasikan diri mereka dalam kebebasan serta keberpihakan mereka dalam dunia politik
dan demokrasi. Adapun menurut ahli lain, Tapscott (2013), meskipun generasi millennial dan generasi
sebelumnya sama-sama memanfaatkan internet dan juga ponsel, tetap saja ada perbedaan norma nyata.
Harus kita diakui bahwa ketergantungan yang dialami oleh generasi sebelumnya atau generasi X ini juga
besar terhadap ponsel. Misalnya di sebagian besar wilayah, interaksi masyarakat dan media sosial juga
cukup besar. Namun hanya generasi millennial lah yang paling peka dengan teknologi dan dapat dengan
mudah menyesuaikan diri dengan semua informasi. Sebagai salah satu pemakain media social terbesar,
generasi millennial di Indonesia ini sangat fanatik dan sangat terpengaruh dengan teknologi. Tak heran
jika meraka adalah sosok-sosok yang responsif dan terbuka dengan pergerakan politik dan ekonomi di
Negara dan juga daerahnya secara khusus, dengan metode komunikasi politik tersendiri yang memang
dikuasai oleh mereka.
Sedangkan menurut Richard Perloff (1998) menyatakan bahwa komunikasi politik tak lain adalah
sebuah proses, dimana kepemimpinan nasional, masyarakat, dan juga media saling bertukar informasi
dan memberi makna dalam setiap pesan yang memiliki hubungan erat dengankebijakan publik.
Dalam beberapa penelitian para ahli, salah satunya Tapscott (2013), mengemukakan bahwa generasi
millennial adalah generasi yang pantang menyerah, ia juga menjelaskan bahwa mereka adalah sosok-
57PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
sosok yang memiliki kesadaran tinggi atas nasionalisme yang lebih nyata. Generasi muda di era millennial
ini hadir untuk melakukan ekspansi guna menggantikan generasi tua atau sebelumnya. Ada perubahan
nyata dan juga inovasi yang ingin diukri oleh generasi millennial untuk membuat suatu sejarah baru.
Adapun karakteristik mencolok yang dimiliki oleh generasi millennial adalah cenderung tidak mau
rugi, tidak sabaran, apatis, serta banyak menuntut. Hal ini wajar terjadi, karena generasi ini tumbuh ditengah
segala hal yang instan. Selain itu, mereka juga memiliki rasa percaya yang tinggi, optimis, dan dengan
pola pikir yang mereka miliki, generasi millennial ini lebih mudah serta terbuka menerima perubahan.
Media Sosial
Media sosial tak lain adalah sebuah media dalam jaringan, yang memberikan kemudahan partisipasi
pada para penggunanya. Mulai dari berbagi, dan menciptakan suatu konten atau isi seperti di dalam blog
dan jejaring sosial, website, ensiklopedia daring, forum, dan juga blog. Karena blog dan jejaring sosial
merupakan bentuk media sosial yang saat ini paling umum digunakan oleh masyarakat di seluruh dunia.
Menurut Andreas Kaplan, seorang ahli pemasaran, media sosial, dan ahli digita dari ESCP Europe
Business School mengungkapkan bahwa media sosial tak lain merupakan kelompok aplikasi berbasis
internet yang dibangun di atas dasar ideology dan juga teknologi, serta sangat memungkinkan penciptaan
dan pertukaran isi oleh setiap pengguna.
Untuk saat ini, menurut survey yang dilakukan CSIS, ada 81,7% anak muda generasi millennial
memiliki akun Facebook, 70,3% memiliki Whatsapp, dan sebanyak 54,7% memiliki akun Instagram.
Sedangkan untuk microblog Twitter kini sudah mulai ditinggalkan oleh generasi millennial, jadi yang
masih aktif sekitar 23,7% dari generasi millennial.
Betapa menakjubkannya, tak heran jika media sosial pun kini menjadi media kampanye politik yang
sangat deras dan sulit dihindari. Karena tak ada batasan juga akan hal itu, dan hal ini juga disadari oleh
beberapa elit politik. Tapi bukan hal yang mudah juga mendekati generasi millennial melalui media sosial.
Karena sekali lagi, generasi millennial memiliki kecenderungan yang skeptis terhadap hal apapun. Maka
tak bisa elit politik menjejali beragam informasi pada generasi millennial, terlebih jika hanya untuk meraup
suara mereka saja dalam ajang politik.
Komunikasi Politik
Denton dan Woodward (dalam McNair 2011) telah memaknai komunikasi politik sebagai suatu
diskusi mengenai alokasi sumber daya publik, sebuah otoritas resmi yang dapat memberi wewenang untuk
membuat aturan hukum, pelaksanaan pemerintah sebagai eksekutif, dan juga membuat peraturan, serta
sanksi resmi, baik itu penghargaan atua juga hukuman yang diberikan oleh negara.
Jadi jika mengacu pada definisi Denton dan Woodward, maka McNair (2011) membuat definisi
komunikasi politik secara sederhana sebagai komunikasi yang terarah tentang politik, yang meliputi semua
bentuk komunikasi yang dilakukan oleh politisi dan juga aktor politik lainnya untuk memperoleh tujuan
khusus. Selain itu komunikasi yang ditujukan kepada aktor politik oleh mereka yang bukan politisi, misalnya
para pemilih atau wartawan dan juga kolumnis di media massa. Karena pada dasarnya komunikasi tersebut
dan aktivitasnya seperti yang terangkum dalam berita, editorial, dan bentuk lain diskusi media mengenai
politik.
Adapun tindakan komunikasi politik ini dapat dilakukan dalam bermacam-macam konteks, mulai
dari komunikasi antar pribadi, komunikasi organisasi, komunikasi massa, atau komunikasi kelompok.
Dengen meneruskan informasi politik yang relevan diteruskan dari satu orang ke orang lainnya secara
berkesinambungan.
METODOLOGI
Dalam penelitian ini digunakan metode penelitian studi kasus. Menurut Yin dalam Woodside, 2010,
penelitian dengan metode studi kasus merupakan kajian empiris yang menyelidiki beragam fenomena
kontemporer yang terjadi dalam kehidupan nyata. Sedangkan menurut Eisenhardt (Woodside, 2010) pada
dasarnya studi kasus merupakan penelitian yang memiliki fokus pada satu waktu untuk memahami dan
menjelaskan dinamika yang terjadi.
HASIL PENELITIAN
Dari penelitian yang dilakukan, kita bisa melihat bahwa kecenderungan komunikasi dan ekspresi
politik yang dilakukan oleh anak muda generasi millennial ini banyak menggunakan media komunikasi
modern yang kekinian. Dan mereka juga banyak membuat gerakan-gerakan yang memiliki manfaat besar
dalam dunia politik. Mulai dari gerakan kerelawanan yang muncul di era pemilihan kepada daerah DKI
58 PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
Jakarta, gerakan kerelawanan mengawal pemilu yang jujur dan adil, hingga pembuatan petisi-petisi
dukungan untuk beragam masalah sosial politik yang terjadi di tengah masyarakat dan juga pemerintahan.
Lihat bagaimana Ridwan Kamil memanfaatkan Instagram dengan baik dan bijak, hingga akhirnya
ia dicintai oleh masyarakat, bahkan tak hanya di Jawa Barat, melainkan masyarakat luar Jawa Barat pun
banyak yang mengidolakannya. Karena ia mampu membuat masyarakat merasa dihargai, membuat
masyarakat merasa lebih dekat dengan dirinya. Atau lihat juga bagaimana Presiden Joko Widodo berhasil
membangun citra diri yang baik tentang seorang presiden yang dekat dengan rakyat. Respon-respon santai
yang terkadang lucu, membuat jarak antara masyarakat jelata dengan sosok Presiden yang semula sangat
jauh dan kaku, kini perlahan memudar dan lebih mencair.
Itulah tanggung jawab yang harus dilakukan oleh politisi, yakni memberikan pendidikan politik
dan konten positif melalui media sosial. Karena membangun kepercayaan rakya bukan suatu hal yang
mudah, terlebih lagi untuk menjaganya.
Hal di atas menunjukkan bahwa ada peningkatan yang sangat pesat terhadap inisiatif, dan kepekaan
sosial yang sangat tinggi dimiliki oleh generasi millennial. Mereka juga mampu memanfaatkan media
sosial dengan sangat maksimal dalam menggalang dukungan dan membuat masyarakat khususnya kaum
muda yang sebelumnya apatis terhadap politik, menjadi lebih terbuka dan peduli.
DISKUSI
Jika dilihat dari rumusan masalah dan tujuan yang ingin didapat melalui penelitian ini, secara garis
besar adalah melihat bagaimana komunikasi dan ekspresi politik yang dilakukan oleh generasi millennial
pada saat ini? Serta media komunikasi apa saja yang berperan besar dalam mendongkrak keterlibatan
politik kaum muda saat ini di Indonesia?
Dari penelitian yang sudah dilakukan, penulis mendapati bahwa komunikasi dan ekspresi politik
generasi millennial pada saat ini cukup menakjubkan, karena kehadiran teknologi dan gaya hidup generasi
millennial mampu merubah kebiasaan generasi muda yang sebelumnya apatis terhadap dunia politik,
kini justru menjadi peka terhadap keadaan politik tanah air. Misalnya saja kemunculan Pantai Solidaritas
Indonesia (PSI) yang digawangi oleh anak-anak muda usia 35 tahun ke bawah. PSI seolah menjadi partainya
generasi millennial yang berusaha membuat politik di Indonesia menjadi politik yang lebih bersih.
Selain hal tersebut di atas, peneliti juga menemukan bahwa media sosial tak selamanya memiliki
sisi positif yang bermanfaat dalam dunia politik. Namun juga dapat menjadi boomerang jika tidak bijak
memanfaatkannya.
KESIMPULAN
Dari penelitian yang sudah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa komunikasi dan ekspresi politik
generasi millennial pada saat ini cukup menakjubkan, karena kehadiran teknologi dan gaya hidup generasi
millennial mampu merubah kebiasaan generasi muda yang sebelumnya apatis terhadap dunia politik,
kini justru menjadi peka terhadap keadaan politik tanah air. Misalnya saja kemunculan Partai Solidaritas
Indonesia (PSI) yang digawangi oleh anak-anak muda usia 35 tahun ke bawah. PSI seolah menjadi partainya
generasi millennial yang berusaha membuat politik di Indonesia menjadi politik yang lebih bersih.
Masyarakat secara luas lebih cerdas dalam berpolitik, meski tak disangkal masih ada juga sebagian
kecil masyarakat yang menafikan beragam hal positif yang sudah ada di depan mata mereka.
Oleh karena itu, dengan kesadaran politik yang semakin tinggi dan beragam media komunikasi
yang digunakan untuk menunjukkan ekspresi politik generasi millennial, maka tak perlu disangkal jika
hal tersebut pun harus dibarengi dengan pemberian panggung politik. Jangan sampai hanya karena
keegoisan elit politik “tua” yang tak memberikan kesempatan pada generasi muda, membuat mereka
kembali apatis.
Media sosial menjadi salah satu media komunikasi andalan yang digunakan oleh generasi meillenial
saat ini. Media sosial juga memiliki efek yang sangat besar di tengah masyarakat. Lihat saja bagaimana
media sosial dapat dengan cepat mengorbitkan nama Joko Widodo dalan Pilkada tahun 2012 dan berlanjut
pada Pemilihan Presiden tahun 2014. Tak hanya itu, Ahok atau Basuki Tjahaja Purnama pun memanfaatkan
media sosial sebagai media transparansi pemerintah daerah.
Disisi lain, banyak juga orang yang tak bertanggung jawab memanfaatkan media sosial sebagai
media penyebaran kebohongan atau hoax dan fitnah. Mengingat kebebasannya yang sangat luas, siapa
saja bisa menuliskan konten dalam media sosial, tanpa kebenaran yang valid, ada juga masyarakat yang
menelan mentah-mentah setiap informasi yang dilihat di media sosial. Ini tentu saja sangat ampun untuk
memacah belah bangsa. Seperti misalnya saat ini, isu komunis dan PKI mencoba dilekatkan pada sosok
Joko Widodo, penggodogan isu SARA yang membuat DKI Jakarta memanas saat Pilkada 2017.
59PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
Betapa menakjubkannya, tak heran jika media sosial pun kini menjadi media kampanye politik yang
sangat gencar dan sulit dihindari. Karena tak ada batasan juga akan hal itu, dan hal ini juga disadari oleh
beberapa elit politik. Tapi bukan hal yang mudah juga mendekati generasi millennial melalui media sosial.
Karena sekali lagi, generasi millennial memiliki kecenderungan yang skeptis terhadap hal apapun. Maka
tak bisa elit politik menjejali beragam informasi pada generasi millennial, terlebih jika hanya untuk meraup
suara mereka saja dalam ajang politik.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Anwar. 2003. Komunikasi Politik:Paradigma, Teori, Aplikasi, Strategi dan Komunikasi Politik di Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka
Budiyono. 2016. Media Sosial dan Komunikasi Politik: Media Sosial sebagai Komunikasi Politik Menjelang Pilkada DKI
Jakarta 2017. Jurnal Komunikasi UII, Volume 11, Nomor 1, Oktober 2016
Creswell, John W., 2016. Research Design:Pendekatan Metode Kualitatif, Kuantitatif, dan Campuran, Edisi 4. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Ginanjar, Ging. 2017. Relawan pilkada cuma fenomena kota besar? Bisakah menekan politik uang? Tersedia
pada http://www.bbc.com/ indonesia/indonesia-38966195
Howe, Neil and William Strauss. 2007. The Next 20 Years How Customer and Workforce Attitudes Will Evolve.
Harvard Business Review: July– August 2007, p:1-13
Putra, Yanuar Surya. 2016. Theoritical Review : Teori Perbedaan Generasi. Among Makarti Vol.9 No.18,
Desember 2016
Rush, M dan P Althoff. 2013. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada
Sahri, Mardhiyyah dkk. 2013. Empowering Youth Volunteerism: The Importance and Global Motivating
Factors. Journal of Educational and Social Research, Vol. 3 No. 7 October 2013
Sandfort, Melissa H& Jennifer GHaworth. 2002. Whassup? AGlimpse Into the Attitudes and Beliefs of the
Millennial Generation, Journal of College and Character, 3:3, , DOI: 10.2202/1940-1639.1314
Tapscott, Don. 2013. Grown Up Digital: Yang Muda yang Mengubah Dunia (Jakarta:Gramedia Pustaka Utama)
60 PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
61PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
PENDAHULUAN
Salah satu cara meningkatkan pemasukan perekonomian negara adalah dengan memaksimalkan
potensi setiap daerah yang memang memumpuni di sektor pariwisata. Pariwisata Indonesia sendiri sudah
sangat terkenal namun hanya sedikit tempat yang dikenal oleh orang Indonesia bahkan Internasional seperti
Pulau Bali dan Lombok yang terkenal akan ke indahan pantainya, Yogyakarta dengan situs bersejarahnya
dan Raja Ampat karena keindahan wisatanya yang masih asri dan tenang. Daerah-daerah tersebut terus
meningkatkan pemasukan disektor pariwisata sehingga perkembangan dan pengembangan pemberdayaan
dimasyarakat pun terus meningkat dan hal tersebut juga menjadi salah satu faktor adanya pembangunan
ekonomi, sosial dan budaya disetiap daerah tersebut. Saat daerah tersebut menaikan pemasukan daerah
mereka, negara pun mendapatkan pemasukan juga dari daerah-daerah tersebut karena banyaknya
pemasukan dan pertumbuhan ekonomi dimasyarakat mereka.
Banyumas sendiri sebagai kabupaten di Jawa Tengah sebenarnya mampu meningkatkan
kemajuannya di sektor pariwisata dikarenakan terdapat banyak budaya yang bisa ditelaah, tempat
pariwisata yang indah serta makanan dan minuman khas. Apalagi banyumas memiliki luas sekitar 1.327,60
km2 atau setara dengan 132.759,56 ha, dengan keadaan wilayah antara daratan & pegunungan dengan
struktur pegunungan terdiri dari sebagian lembah Sungai Serayu untuk tanah pertanian, sebagian dataran
tinggi untuk pemukiman dan pekarangan, dan sebagian pegunungan untuk perkebunan dan hutan tropis
terletak dilereng Gunung Slamet sebelah selatan sehingga sebenarnya Banyumas sendiri bisa mampu
meningkatkan sektor pariwisata mereka agar meningkatkan pemberdayaan serta pembangunan untuk
masyarakat banyumas itu sendiri.
Atas latar belakang tersebut dapat dirumuskan permasalahan yang terdapat di jurnal ini adalah
“Bagaimana cara meningkatkan pemberdayaan pariwisata di Banyumas?”
TINJAUAN PUSTAKA
Indonesia memiliki banyak daerah yang sebenarnya mampu meningkatkan dan memaksimalkan
didalam sektor pariwisata. Salah satunya dengan meningkatkan pemberdayaan pariwisata disetiap daerah
di Indonesia agar bisa membuat daerah yang memilikki pemasukan yang tinggi seperti di Pulau Bali.
Salah satunya di Kabupaten Banyumas. Kabupaten Banyumas merupakan salah satu daerah yang
berpotensi bisa dijadikan sebagai destinasi wisata karena banyaknya budaya dan tempat yang bisa
dikunjungi oleh banyak orang dari dalam maupun luar negeri.
Pada gambar berikut tergambar data banyaknya pengunjung ke Objek Wisata di Wilayah Kabupaten
Banyumas Tahun 2009-2013 yang bersumber dari Dinas Pemuda Olah Raga Pariwisata dan Kebudayaan
PEMBERDAYAAN PARIWISATA DI KABUPATEN BANYUMAS
Zahra Sasmira, Helmina Rafifa, dan Fatika Hrdining SofianaMahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi Fisip Universitas Jenderal Soedirman
[email protected]; [email protected]; [email protected]
ABSTRAK
Banyumas memiliki potensi pariwisata yang belum banyak diketahui oleh masyarakat Indonesia bahkanmancanegara. Upaya untuk meningkatkan potensi tersebut dengan cara melakukan pemberdayaan didalamnya, terutama di aspek-aspek sosial dan budaya di Banyumas. Hal tersebut dapat meningkatkanpembangunan yang membuat perekonomian masyarakat Banyumas menjadi lebih baik jikapemberdayaan tersebut dilakukan secara berkala. Seperti contohnya, membuat paket wisata yangdikombinasi dengan berbagai destinasi, budaya, dan kuliner di Banyumas yang cocok untuk liburankeluarga, teman, dan pasangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan potensi pariwisatadengan cara memberdayakan sosial dan budaya di Banyumas agar meningkatkan pembangunanekonomi yang pada masyarakat kabupaten Banyumas. Penelitian ini menggunakan metode deskriptifstudi kasus yang memusatkan secara intensif terhadap pemberdayaan pariwisata di Banyumas sebagaisumber. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberdayaan ini akan meningkatkan pembangunansosial ekonomi budaya di masyarakat Banyumas itu sendiri.
Kata kunci: Banyumas, pemberdayaan, pariwisata, pembangunan, masyarakat, sosial, ekonomi, dan
budaya.
62 PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
Kabupaten Banyumas, kami sendiri belum mendapatkan updatean terbaru mengenai data statistik
pengunjung diatas.
Namun bisa dilihat sejak tahun 2009-2013 sendiri sudah banyak pengunjungi yang mengjungi
objek wisata di wilayah kabupaten banyumas walaupun belum bisa ditandingi dengan daerah atau pulau
lainnya. Jika terdapat data terbaru mengenai pengunjung ditahun 2014-2018 ini pastinya makin banyak
pegunjung yang mendatangi objek wisata di kabupaten Banyumas, dikarenakan makin banyaknya orang
yang menetap di kabupaten banyumas yang disongkong oleh mahasiswa dari universitas yang makin
banyak minat masuk di Universitas yang berada di Banyumas, serta banyak dari mereka setelah lulus
lebih banyak menetap bahkan membuat investasi di Banyumas sehingga terdapat meningkatan penduduk
di Kabupaten Banyumas. Terutama setiap tahun makin banyaknya peningkatan objek wisata yang terus
bermunculan untuk memberikan pilihan kepada masyarakat terutama masyarakat Banyumas jika ingin
berwisata. Karena sejatinya dengan meningkatkan sektor pemberdayaan pariwisata akan terdapat indeks
perubahan dari pembangunan ekonomi, budaya serta sosial di dalam masyarakat itu sendiri.
PEMBAHASAN
Filosofi Pemberdayaan Masyarakat.
1. Upaya yang dilakukan oleh masyarakat, dari masyarakatnya berinteraksi ke luar. Example : beberapapemuda di desa didalam masyarakat ada yang dikuliahkan hingga sukses dan berhasil tapi ia harus kembalike desa tersebut untuk melakukan pemberdayaan kepada masyarakat disana.2. Dengan dukungan dari pihak luar, dari luar desa melakukan interaksi ke dalam desa. Example : KKN.3. Tujuannya untuk :,a. Memperbaiki kehidupan.b. Berbasis sumber daya sendiri.c. Optimalisasi serta posisi tawarnya.
“ Bekerja sama, masyarakat agar dapat meningkatkan kesejahteraan. Membantu masyarakat dapat
membantu dirinya sendiri secara demokratif dan setara / partisipatif dan egaliter “ ( Helping people to
help themselves)
Komunikasi Pemberdayaan Masyarakat adalah proses komunikasi masyarakat untuk mngaspirasikan
kebutuhan, mengidentifikasi masalah potensi dan prospek secara dialogis dan egaliter untuk membuat
melaksanakan dan mengecaluasi program peningkatan motivasi, pengetahuan, kemampuan dan akses
informasi secara bersama. (Sulaiman 2015-2017)
63PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
Hakekat Pemberdayaan :1. Tidak atau kurang berdaya Menjadi mempunyai daya guna.2. Mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan yang sesuaidengan keinginan mereka.3. Hal ini menjadikan mereka harus menjadi MANDIRI.
Indikator Tahapan Pemberdayaan Masyarakat :
1. Proses pembangunan yang bermula dari pertumbuhan individual yang berkembang menjadi perubahansosial yang lebih besar. Disini harus bisa mencari individu yang mampu menjadi pemimpin.2. Perubahan sosial yang ditunjang denhan psikologis rasa percaya diri. Keadaan psikologis yang ditandaioleh rasa percaya diri, yang mampu mengendalikan diri sendiri dan orang lain.3. Pemberdayaann yang dihasilkan dari sebuah gerakan sosial, yang dimulai dari pendidikan, dapatmemperkuat orang-orang yang lemah untuk memiliki kemampuan dan mengubah struktur. Strukturdisini adalah struktur didalam masyarakatnya. (Suharto 2005)
Unsur Pemberdayaan :
1. Pemberian akses kepada masyarakat terhadap aset produksi dengan modal.2. Memperkuat posisi tawar masyarakat lapisan bawah dalam percaturan ekonomi pasar, dapatmenguntungkan kedua belah pihak.3. Memperkuat industri rakyat sebagai tulang punggung industri nasional, Industri masyarakat harusMAJU!4. Meningkatkan kemandirian (goals) dan keswadayaan masyarakar secara berkelanjutan.5. Pemerataan pembangunan (dimasyarakat) dengan mengikutsertakan seluruh komponen anggotamasyarakat diseluruh wilayah. (Sumodiningrat, et al 2005)
Siklus Pemberdayaan untuk menentukan program pemberdayaan dengan cara :1. Merefleksikan kembali pengalaman pemberdayaan.2. Mendiskusikan problematika pemberdayaan didalam masyarakat.3. Mengidentifikasikan satu permasalahan atau kegiatan desa.4. Mengidentifikasikan kemampuan dasar masyarakat yang bermakna.5. Mengembangkan rencana aksi dan mengimplementasikannya.6. Ke 5 siklus diatas terus berputar. (Diadopsi dari Hogan)
Komunikasi Teknorakratis dan Komunikasi Partisipatif· Komunikasi Teknoraktis. Top down, elitisi, intervensi, instruksi, penanganan cepat kebijakan, alokasianggaran, pemerataan, penunjukan priorotas. <Kaum Elit>
· Komunikasi Partisipatif. Bottom up, gress root, aspirasi masyarakat / komunitas / kelembagaan, people
centre development, social capital, local wisdom, indege nuous tecnology. <Masyarakat>« Komunikasi yang baik adalah menggabungkan kedua komunikasi diatas yang bisa disebut denganKomunikasi Deliberatif. Hal ini karena menyatukan kepentingan teknoratif atau elit, top down denganmasyarakat atau partisipatif, bottom up secara dialogis, egaliter dan mutual understanding [terdapatkesepakatan bersama]
Komunikasi Pemberdayaan Partisipatif
Proses Komunikasi Pemberdayaan dan Berkelanjutan untuk para Komunikan (yang melakukan
pemberdayaan.1. Studi Pendahuluan, literatur dan hasil riset analisis media massa pembukaan akses dan diskusi ( harusmencari profil desa dengan jelas, harus mencari tahu terlebih dahulu, dari mulai pemberdayaan itu apadll)2. Identifikasi dan analisis, masalah potensi dan prospek SDM, SDA, SDE, SDSB.3.Sosialisasi dan kesepakatan program,
4.Pelaksanaan,a)Penyuluhanb) Pelatihanc) Pendampingan monitoringd) Evaluasi Program* Sosialisasi yang kuat untuk melakukan penyuluhan waktunya lama.5. Perluasan akses, promosi dan prmasaran,
64 PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
6. Pengembangam kelembagaan, kemitraan dan kemandirian serta agen pemberdayaan.
Pariwisata Banyumas
Budaya Banyumasan memiliki ciri khas tersendiri yang berbeda dengan wilayah lain di Jawa Tengah,
walaupun akarnya masih merupakan budaya Jawa.
Di antara seni pertunjukan yang terdapat di Banyumas antara lain:
1. Wayang kulit gagrag Banyumas, yaitu kesenian wayang kulit khas Banyumasan. Terdapat
dua gagrak (gaya), yakni Gragak Kidul Gunung dan Gragak Lor Gunung. Kekhasan wayang kulit gragak
Banyumasan adalah napas kerakyatannya yang begitu kental dalam pertunjukannya.
2. Begalan, adalah seni tutur tradisional yang pada upacara pernikahan. Kesenian ini menggunakanperalatan dapur yang memiliki makna simbolis berisi falsafah Jawa bagi pengantin dalam berumah tangganantinya.Kesenian musik tradisional Banyumas juga memiliki kekhasan tersendiri dibanding dengan kesenian musikJawa lainnya, di antaranya:
1. Calung, adalah alat musik yang terbuat dari potongan bambu yang diletakkan melintang dan dimainkan
dengan cara dipukul. Perangkat musik khas Banyumas yang terbuat dari bambu wulung mirip dengan
gamelan Jawa, terdiri atas gambang barung, gambang penerus, dhendhem, kenong, gong dan kendang.
Selain itu ada juga Gong Sebul dinamakan demikian karena bunyi yang dikeluarkan mirip gong tetapi
dimainkan dengan cara ditiup (Bahasa Jawa: disebul), alat ini juga terbuat dari bambu dengan ukuran
yang besar. Dalam penyajiannya calung diiringi vokalis yang lazim disebut sinden. Aransemen musikal
yang disajikan berupa gending-gending Banyumasan, gending gaya Banyumasan, Surakarta-
Yogyakarta dan sering pula disajikan lagu-lagu pop yang diaransemen ulang.
2. Kenthongan (sebagian menyebut tek-tek), adalah alat musik yang terbuat dari bambu. Kenthong adalah
alat utamanya, berupa potongan bambu yang diberi lubang memanjang disisinya dan dimainkan dengan
cara dipukul dengan tongkat kayu pendek. Kenthongan dimainkan dalam kelompok yang terdiri dari
sekitar 20 orang dan dilengkapi dengan bedug, seruling, kecrek dan dipimpin oleh mayoret. Dalam satu
grup kenthongan, Kenthong yang dipakai ada beberapa macam sehingga menghasilkan bunyi yang selaras.
3. Salawatan Jawa, yakni salah satu seni musik bernapaskan Islam dengan perangkat musik berupa terbang
jawa. Dalam pertunjukan kesenian ini menyajikan lagu-lagu yang diambil dari kitab Barzanji.
4. Bongkel, yakni peralatan musik tradisional sejenis angklung, namun terdiri empat bilah berlaras slendro.
Sejumlah tarian khas Banyumasan antara lain:1. Lengger, merupakan tarian yang dimainkan oleh dua orang perempuan atau lebih. Di tengah-tengahpertunjukkan hadir seorang penari laki-laki disebut badhud (badut/bodor). Tarian ini umumnya dilakukandi atas panggung dan diiringi oleh alat musik calung.2. Sintren, adalah tarian yang dimainkan oleh laki-laki yang mengenakan baju perempuan. Tarian inibiasanya melekat pada kesenian ebeg. Di tengah-tengah pertunjukan biasanya pemain ditindih denganlesung dan dimasukan ke dalam kurungan, di mana dalam kurungan itu ia berdandan secara wanita danmenari bersama pemain yang lain.
3. Aksimuda, yakni kesenian bernapaskan Islam berupa silat yang digabung dengan tari-tarian.
4. Angguk, yakni kesenian tari-tarian bernapaskan Islam. Kesenian ini dilakukan oleh delapan pemain, di
mana pada akhir pertunjukan pemain tidak sadarkan diri.
5. Aplang atau daeng, yakni kesenian yang serupa dengan angguk, dengan pemain remaja putri.
6. Buncis, yaitu paduan antara kesenian musik dan tarian yang dimainkan oleh delapan orang. Kesenian
ini diiringi alat musik angklung.
7. Ebeg, adalah kuda lumping khas Banyumas. Pertunjukan ini diiringi oleh gamelan yang disebut bendhe
Banyumas memiliki beberapa tempat wisata andalan, kebanyakan berupa keindahan alam seperti gua, air
terjun dan wana wisata.
1. Wisata alam Kab. Banyumas : Baturraden, Pancuran Pitu, Pancuran Telu, Gua SaraBadak, Curug Gede,
Curug Ceheng, Curug Telu, Curug Belot, Curug Cipendok, Bumi Perkemahan Kendalisada, Telaga Sunyi,
Mata Air Panas Kalibacin, Bendung Gerak Serayu, Wahana Wisata Lembah Combong, Batur Agung
Adventure Forest, Curug Nangga Pekuncen Ajibarang, Bukit Tranggulasih, Curug Jenggala Kalipagu
Ketenger, Small World Baturraden
2. Wisata sejarah Kab. Banyumas yaitu : Masjid Saka Tunggal, Museum Wayang Sendang Mas, Museum
BRI Purwokerto, Museum Jenderal Soedirman
65PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
3. Wisata keluarga Kab. Banyumas : Combong Valley Paint Ball and War Games, Serayu River Voyage,
Dreamland Spring Water Park, Depo Bay, Taman Rekreasi Andhang Pangrenan, Baturraden
4. Perayaan, Kabupaten Banyumas memiliki beberapa acara yaitu: Boyongan Saka Tunggal dan Banyumas
Extravaganza.
Kuliner khas dari Banyumas di antaranya adalah:
1. Masakan khas Banyumas, yaitu: Mendoan, Sate Bebek Tambak, Soto Sokaraja dan Gethuk Goreng
Sokaraja
2. Minuman khas Banyumas, yaitu: Es Dawet Banyumas dan Wedang Runtah
3. Jajanan pasar khas Banyumas, yaitu: Getuk goreng sokaraja, Jenang jaket khas Mersi (Purwokerto Timur),
Kraca, Keripik tempe, Kue Gelombang Samudra, Es Brasil.
4. Oleh-oleh khas banyumas, yaitu: Nopia dan Mino (Mini Nopia)
Batik Banyumasan, Banyumas juga menghasilkan batik, meskipun tidak setenar Solo, Yogyakarta dan
Pekalongan. Batik Banyumas mempunyai keunikan karena kedua sisi muka dan belakang mempunyai
kualitas yang hampir sama. Batik banyumas yang sekarang ini cukup terkenal adalah Batik produksi Pak
Sugito dari Sokaraja. Selain itu sentra batik Banyumasan yang lengkap barada di jalan Mruyung di dalam
kompleks alun-alun kota Banyumas
HASIL PEMBAHASAN
Dari pembahasan diatas, kami pun melakukan sebuah ide itu memberdayakan pariwisata
kabupaten Banyumas dengan cara membuat paket wisata untuk memperlihatkan potensi yang ada di
Kabupaten Banyumas. Berikut paket wisata yang kami buat :
No. Day 1 Tempat Waktu
1. Pancuran 7 06.00-08.00
2. Kembali ke penginapan 08.10-09.00
3. Baturaden 09.10-11.30
4. Soto Sokaraja 12.00-12.30
5. Museum Wayang Banyumas 12.40-14.00
6. Outlite Es Brasil 14.30-16.00
7. Kembali ke penginapan 16.20-18.30
8. Alun-Alun Purwokerto 18.40-19.30
9. Mendoan Kriuk 19.50-21.00
10. Bukit Bintang Baturaden 21.10-22.0011 Kembali ke penginapan 22.10-04.45
No. Day 2 Tempat Waktu1. Bukit Tranggulasih/Bukit Padang 03.30-06.002. Kembali ke penginapan 06.10-08.003. Saka Tunggal 08.10-11.004. Pantai Cilacap 11.00-14.005. Batik Antodjamil 16.00-18.006. Kembali ke penginapan 18.10-21.007. Angkringan (Optional) 21.10-22.008. Kembali ke penginapan 22.10
No. Day 3 Tempat Waktu
1. Curug Telu 07.00-09.002. Museum Jenderal Soedirman 09.10-11.003. Pabrik Jenang Jaket Mersi 11.10-13.004. The Village 13.10-14.305. Pertunjukan seni di Gedung Seni 15.00-17.006. Pusat Oleh-oleh 17-.00-19.007. Selesai
66 PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
KESIMPULAN
Kekayaan Kabupaten Banyumas masih tergolong potensial dari segi wisata dan juga hasil buminyakarena terdapat pegunungan Slamet yang masih aktif. Namun kurangnya perhatian pemerintah terhadappengeksplorasian wisata yang berada di Banyumas membuat perkembangan wisata Kabupaten Banyumasjalan ditempat. Salah satu faktor yang memengaruhinya yaitu kurangnya promosi wisata, rendahnya jumlahwisatawan asing, kurangnya aksesbilitas, dan rendahnya kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itukami mencoba untuk meningkatkan perkembangan pariwisata Kabupaten Banyumas dengan membuatpaket Travel sebagaimana yang telah dijabarkan di atas. Seiring dengan makin meningkatnya perkembanganpariwisata, kami juga berusaha untuk meningkatkan pemberdayaan masyarakat asli Banyumas. Karenadengan meningkatkan pmberdayaan pariwisata Kabupaten Banyumas dapat meningkatkan danmengembangkan pembangunan dari segi ekonomi, sosial dan budaya di dalam masyarakat Banyumas itusendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Banyumas. 2018. “Banyaknya Pengunjung Objek Wisata di Wilayah Kabupaten Banyumas”. https://banyumaskab.bps.go.id/statictable/2016/03/27/59/banyaknya-pengunjung-obyek-wisata-di-wilayah-kabupaten-banyumas-tahun-2009-2013.html, tanggal 3 Juli 2018.
Banyumas. 2018. “Letak Geografis”.
https://www.banyumaskab.go.id/page/307/letak-geografis, diakses tanggal 3 Juli 2018.
Banyumas. 2018. “Sejarah”.
https://www.banyumaskab.go.id/page/302/sejarah-6, tanggal 3 Juli 2018.
Banyumas. 2018. “Visi dan Misi”.
https://www.banyumaskab.go.id/page/305/visi-dan-misi-6, tanggal 3 Juli 2018.
Indardi. 2010. Komunikasi Pemberdayaan. Unpad Press, Bandung.
Wikipedia. 2018. “Kabupaten Banyumas”.
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Banyumas, tanggal 3 Juli 2018.
67PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
A. PENDAHULUANPenyuluhan kesehatan produk Kangen Water menggunakan metode dari mulut ke mulut (word of
mouth) dan menggunakan beberapa teknologi komunikasi. Word Of Mouth (WOM) adalah tindakankonsumen yang memberikan informasi kepada konsumen dari seseorang kepada orang lain baik merkmaupun jasa (Hasan, 2010:32). Oleh karena itu, metode penyuluhan kesehatan merupakan hal yangtepat bagi komunitas untuk memperkenalkan produk air kesehatan tersebut pada masyarakat.Air kangen atau Kangen Water merupakan merk dari PT Enagic yang berlokasi di Jakarta dan Surabaya.Enagic merupakan sebuah perusahaan terintegrasi dalam bidang pengembangan, manufaktur,penjualan serta servis. Pada saat ini, ketika masyarakat semakin lama didominasi oleh orang-orang yangtelah lanjut usia, perusahaan Enagic memiliki tema utama yaitu secara aktif menggunakan “Kangen”serta memerangi acidic water (air yang bersifat asam) agar tubuh tetap sehat dan awet muda (http://enagickangenwater.co.id/enagic).
Pada dasarnya, komunitas Kangen Water dalam melakukan promosi kesehatan yaitu dengan carapenyuluhan, mereka tidak menjanjikan mengenai segala penyakit bisa disembuhkan menggunakan produktersebut, tetapi mereka berdiskusi mengenai hal-hal yang dapat dicegah pada penyakit yaitu salah satunyadengan menggunakan produk ini. Sehingga, audience yang hadir dalam penyuluhan tersebut tidakmempermasalahkan tentang kasus klaim Kangen Water. Selain itu, komunitas Kangen Water juga memilikikompeten komunikasi yang maksimal sehingga audience memiliki rasa kepercayaan dalam melaksanakanpenyuluhan produk Kangen Water.
Beberapa masyarakat sangat antusias mengikuti penyuluhan dan mendengarkan penyuluhmengenai produk Kangen Water dalam pencegahan penyakit. Sehingga dalam melaksanakan penyuluhanproduk Kangen Water di Kabupaten Cilacap semakin meningkat. Hal ini, diperjelas oleh komunitas KangenWater yang sudah beberapa kali melakukan penyuluhan produk kangen water di Kabupaten Cilacap.Dari latar belakang di atas dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut: “bagaimana hubunganpemahaman produk dan keputusan membeli produk kangen water melalui kegiatan penyuluhan kesehatandi Cilacap?
B. TINJAUAN PUSTAKABerdasarkan beberapa jurnal, peneliti mencoba merangkum penelitian dengan kata kunci
penyuluhan kesehatan/penyuluhan gaya hidup sehat. Berikut ini adalah beberapa penelitian yangdigunakan peneliti sebagai tinjauan pustaka :Jurnal yang berjudul Pengaruh Penyuluhan Terhadap Tingkat Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Pada RemajaSiswa Smp Kristen Gergaji yang diteliti oleh Nydia Rena Benita pada tahun 2012. Fokus penelitian ini adalah
HUBUNGAN ANTARA PEMAHAMAN PRODUK DAN KEPUTUSAN MEMBELI
PRODUK KANGEN WATER DI KOTA CILACAP
Atika Kemala Ramadhani, Agoeng NoegrohoJurusan Ilmu Komunikasi Fisip Unsoed
ABSTRAK:Salah satu upaya yang dilakukan oleh individu untuk menjaga kesehatannya adalah denganmengkonsumsi air yang bersih dan mengandung mineral tertentu yang baik untuk kesehatan. Untukmemaksimalkan pengetahuan produk sekaligus mensosialiasasi pentingnya kesehatan padamasyarakat, perlu diadakan penyuluhan kesehatan oleh pihak privat (swasta) dalam hal ini timmarketing produsen air mineral. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pemahamanproduk dengan keputusan membali produk Kangen Water di Sidanegara Kota Cilacap. Penelitian inimenggunakan pendekatan kuantitatif serta metode survei. Populasi dan sampel dalam penelitian iniadalah masyarakat yang mengikuti penyuluhan kesehatan dengan produk Kangen Water di bulanMaret 2018 dengan menggunakan teknik total sampling atau sampel jenuh sebanyak 44 orang. Analisisdata dalam penelitian ini menggunakan regresi sederhana diperoleh koefiesien regresi sebesar 1,047.Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif signifikan antara pengetahuan produkdan keputusan membeli produk Kangen Water, hal ini dibuktikan dengan uji ANOVA diperoleh nilaiF hitung sebesar 57.186, sedangkan nilai signifikansi sebesar 0,000 < 0,005 yang berarti, Ha diterimayakni terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara pengetahuan produk dan keputusanmembeli produk Kangen Water di Kota Cilacap.
Kata kunci: Pengetahuan produk, Keputusan membeli, Kangen Water
68 PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
dengan cara melakukan penyuluhan, masalah yang terkait seperti kesehatan reproduksi akan dapat dicegah.Jenis penelitian ini adalah menggunakan metode kuantitatif. Kesimpulan dari penelitian ini adalahpenyuluhan berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi remaja siswa SMP KristenGergaji.
Jurnal berikutnya adalah Pengaruh Penyuluhan Penggunaan Antibiotika Terhadap Tingkat PengetahuanMasyarakat Di Kota Manado yang di teliti oleh Chalvy Wowiling, Lily Ranti Goenawi, Gayatri Citraningtyaspada tahun 2013. Fokus utama dalam penelitian ini adalah mengukur pengetahuan masyarakat sebelumdan sesudah penyuluhan serta menganalisis pengaruh penyuluhan penggunaan antibiotika terhadap tingkatpengetahuan masyarakat. Jenis penelitian ini adalah menggunakan metode kuantitatif. Kesimpulan daripenelitian ini adalah Penyuluhan dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang penggunaanantibiotika karena penelitian ini menunjukkan jumlah responden berpengetahuan kurang baik sebelumpenyuluhan 53,3% menurun, sesudah mengikuti penyuluhan, yakni 17,3%.
Jurnal ketiga adalah Penyuluhan Kesehatan Melalui Media Cetak Berpengaruh Terhadap PerawatanHipertensi Pada Usia Dewasa Di Kota Depok yang diteliti oleh Sri Haryani, Junaiti Sahar, Sukihananto padatahun 2016. Fokus penelitian ini adalah dengan cara melalukan penyuluhan kesehatan langsung denganmenggunakan media massa. Jenis penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Kesimpulan daripenelitian ini adalah ada pengaruh bermakna penyuluhan kesehatan langsung dan melalui media massadengan perawatan hipertensi pada usia dewasa di sebuah kelurahan di kota Depok dan penyuluhankesehatan tersebut melalui media cetak merupakan faktor yang paling dominan berhubungan denganperawatan hipertensi pada usia dewasa setelah dikontrol dengan variabel perancu. Media cetak yangdigunakan adalah brosur, leaflet, poster, pamphlet, dan media cetak lainnya yang menarik untuk melakukanproses penyuluhan kesehatan.J urnal yang terakhir adalah Pengaruh Penyuluhan Kesehatan Terhadap Sikap Remaja Dalam MerawatOrgan Reproduksi yang diteliti oleh Sholaikhah Sulistyoningtyas, Didik Tamtomo, dan Nunuk Suryani padatahun 2016. Fokus utama dalam penelitian ini adalah cara merawat kesehatan organ reproduksi bagi RemajaPutri melalui sebuah penyuluhan dengan ditinjau dari akses media sosial. Jenis penelitian ini adalahmenggunakan metode kuantitatif. Kesimpulan dari penelitian ini adalah menggunakan uji T-test yaituuntuk menegtaui perbedaan nilai rata-rata antara kelompok perlakuan dan kelompok control dengan hasilanalisis data menunjukan ada perbedaan sikap remaja putri kelompok perlakuan lebih baik dari padakelompok kontrol meskipun akses media sosial keduanya tinggi.
C. METODE PENELITIANMetode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian survey. Penelitian surveymemeparkan secara kuantitatif pada sikap atau opini dari suatu populasi tertentu dengan meneliti satusampel dari populasi tersebut (Creswell. 2014: 18). Secara umum metode survey terbagi menjadi dua jenisyaitu deskriptif dan eksplanatif. Penelitian ini termasuk menggunakan survey eksplanatif. Penelitianeksplanatif yaitu untuk menguji hubungan antar-variabel yang dihipotesiskan (Mulyadi, 2011:132).Penelitian ini dilakukan di Balai Rw 20 Sidanegara dan di Gedung Dwijaloka Cilacap Kota Cilacap yangmenjadi tempat penyuluhan produk Kangen Water. Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalahmasyarakat yang mengikuti penyuluhan produk Kangen Water sebanyak 2x pada periode Bulan Maret2018 dengan teknik kuota sampling yang berjumlah 44 orang.
D. HASIL DAN PEMBAHASANAnalisis hubungan antarvariabel penelitian dalam penelitian ini menggunakan teknik statistik yangmenggunakan Regresi Linier Sederhana. Regresi sederhana mengestimasi besarnya koefisien-koefisienyang dihaslikan dari persamaan yang bersifat linier, yaitu yang melibatkan satu variabel bebas untukdigunakan sebagai alat prediksi besarnya nilai variabel tergantung (Sarwono, 2006: 116).
69PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
Dari tabel di atas, terlihat bahwa variabel pengetahuan produk dan keputusan membeli produkKangen Water,dengan nilai R Square sebesar 0,763 artinya variabel X dapat menjelaskan variabel Ysebesar 58,2% dan sisanya adalah 41,8% merupakan faktor lain dari perilaku masyarakat. Pengetahuanproduk memberikan nilai positif terhadap keputusan membeli produk Kangen Water, yaitu sebesar 0,763yang kategorinya kuat.
Pada tabel berikut dilihat bahwa nilai F hitung sebesar 57.186, sedangkan nilai signifikansi sebesar0,000 < 0,005 maka H0 ditolak yang berarti model regresi ini dapat digunakan untuk memprediksi variabelY dalam penelitian ini.
Pengujian hipotesis adalah untuk menentukan apakah suatu dugaan hipotesis tersebut sebaiknyaditerima atau ditolak. Berdasarkan judul penelitiannya yaitu “Pengaruh Pemahaman Produk KangenWater terhadap Keputusan membeli produk Kangen Water di Kota Cilacap.” hipotesisnya adalah:1. H
0: Tidak ada pengaruh Pemahaman Produk Kangen Water terhadap Keputusan membeli produk
Kangen Water di Kota Cilacap.2. Ha: Ada pengaruh Pemahaman Produk Kangen Water terhadapKeputusan membeli produk Kangen Water di Kota Cilacap
Tabel koefisien regresi linier sederhana dapat diketahui adanya persamaan regresi. Persamaanregresi yang diperoleh adalah sebagai berikut :
Y = a + bxY = 18.671 + 1.047x
Koefiesien regresi X sebesar 1,047 yang menyatakan bahwa setiap penambahan satu nilai variabel X(pemahaman produk Kangen Water), maka pada nilai keputusan membeli (Variabel Y) bertambah sebesar1,047. Nilai positif pada persamaan regresi mendadakan semakin tinggi variabel x maka y juga semakinmeningkat. Dari tabel diatas juga menjelaskan bahwa nilai signifikannya adalah 0,000. Pada nilaisignifikannya 0,000 maka Ha diterima dan Ho ditolak karena sign 0,000 < 0,05. Dengan demikian, uji
70 PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
hipotesisnya terbukti bahwa terdapat hubungan pengetahuan produk dan keputusan membeli produkKangen Water,di Kota Cilacap.
KESIMPULAN
Terdapat pengaruh Pemahaman Produk Kangen Water terhadap Keputusan membeli produk KangenWater di Kota Cilacap sebesar 0,763 atau kuat. Sedangkan dari persamaan regresi nilai signifikannya0,000 maka Ha diterima dan Ho ditolak karena sign 0,000 < 0,05. Dengan demikian, uji hipotesisnyaterbukti bahwa terdapat hubungan pengetahuan produk dan keputusan membeli produk KangenWater,di Kota Cilacap.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Hasan. 2010. Marketing Dari Mulut Ke Mulut Words Of Mouth Marketing. Yogyakarta: Media Persindo.
Benita, Nydia Rena. 2012. Pengaruh Penyuluhan Terhadap Tingkat Pengetahuan Kesehatan Reproduksi PadaRemaja Siswa Smp Kristen Gergaji (Tesis). Semarang: Universitas Diponegoro.
Creswell, John W. 2014. Research Design Pemdekatan Kualitatif, Kuantitatif dan Mixed. Cetakan Keempat.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Haryani, Sri dkk. 2016. Penyuluhan Kesehatan Melalui Media Cetak Berpengaruh Terhadap Perawatan HipertensiPada Usia Dewasa Di Kota Depok. Bengkulu: Jurnal Keperawatan Indonesia. Vol. 19, No. 3.
Mulyadi, Mohammad. 2011. “Penelitian Kuantitatif Dan Kualitatif Serta Pemikiran DasarMenggabungkannya”. Jurnal Studi Komunikasi dan Media. 15, (1): 132
Sarwono, Jonathan. 2006. Analisis Data Penelitian Menggunakan SPSS. Yogyakarta: C.V Andi Offset.
Wowiling, Chalvy, dkk. 2013. Pengaruh Penyuluhan Penggunaan Antibiotika Terhadap TingkatPengetahuan Masyarakat Di Kota Manado. Manado: Jurnal ilmiah Farmasi. Vol. 2, No. 3
71PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
Pendahuluan
Huruf merupakan sebuah bukti peradaban manusia yang ada dari masa ke masa. Pada awal mula
peradaban manusia huruf terpampang di dinding-dinding gua yang menggambarkan kejadian masa itu,
seperti perburuan, persembahan terhadap para dewa hingga sebuah konsep yang tersembunyi di balik
makna gambar.
Dalam konteks kebudayaan Nusantara, huruf pertama kali ditemukan pada prasasti Kutai
Kertanegara pada 7 Yupa atau tiang yang menceritakan tentang Raja Mulawarman. Prasasti ini berbahasa
Sansekerta dan berhuruf Palawa, yaitu jenis huruf yang berasal dari wilayah India Selatan. Selanjutnya
banyak ditemukan huruf pada prasasti lainnya dengan bahasa dan jenis huruf yang beragam. Masuknya
agama Islam ke Nusantara ikut mewarnai ragam dan bentuk huruf di Indonesia hingga saat ini. Menurut
Shofwani pada bukunya yang berjudul Mengenal Tulisan Arab Melayu dikatakan bahwa:
“Beberapa fakta sejarah yang membuktikan dipakainya tulisan Arab Melayu sejak 700/800 tahun yang
lalu adalah (1). Penemuan batu-batu bersurat, antara lain di Terengganu (Malaysia), Aceh, Riau, Sumatra,
dan daerah-daerah lain. (2). Makam para raja Melayu di seluruh Nusantara yang menggunakan huruf
Arab Melayu di batu nisannya. (3). Perhubungan antarbangsa, khususnya dengan Eropa, yang di antaranya
berupa perjanjian raja-raja Melayu Islam dengan pihak kolonial Inggris telah menggunakan tulisan Arab
Melayu” (Shofwani, 2005 : 9).
Huruf beraksara Arab dan berbahasa Melayu dinamakan sebagai aksara Jawi, sedangkan huruf
beraksara Arab dan berbahasa Jawa atau Sunda disebut dengan aksara Pegon. Cirebon merupakan salah
satu daerah yang menggunakan aksara Pegon di beberapa pesantren di daerah tersebut. Masuknya agama
Islam ke Cirebon membawa dampak yang sangat besar bagi perkembangan kota, ditambah lagi dengan
adanya akulturasi budaya dari zaman pra Islam hingga zaman Islam menambah kekayaan budaya dan
tradisi di wilayah Cirebon. Jauh sebelum orang-orang Belanda datang ke Nusantara, kota ini sudah ada
JIMAT DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT CIREBON:
ANTARA SENI, MAGIS, DAN RELIGI
Wirawan Sukarwo, Mohamad Sjafei Andrijanto, Agung Zainal Muttakin Raden
Universitas Indraprasta PGRI, Jakarta
[email protected], [email protected]; [email protected]
ABSTRAK:
Artikel ini membahas tentang fenomena eksistensi jimat dalam kehidupan masyarakat Cirebon
kontemporer. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui relasi tiga komponen yang menyatu dalam
jimat yaitu; seni, magis, dan religi. Aspek seni dikaji melalui pendekatan estetika yang berkembang
dalam tradisi Islam dan juga Barat. Aspek magis dikaji melalui pendekatan sinkretisme antara ajaran
Islam dengan tradisi kearifan lokal masyarakat Cirebon sebelum datangnya Islam. Sedangkan aspek
religi dikaji melalui tafsir terhadap ayat-ayat Alquran dan juga iluminasi yang digunakan dalam
tradisi tarekat. Model penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah living Quran yang
dikembangkan oleh Sahiron Syamsudin. Model penelitian ini tidak melakukan penghakiman
(judgment), melainkan memaparkan fenomena tradisi keislaman yang hidup di masyarakat dilihat
dari perspektif kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya sinergi di antara ketiga aspek
tersebut yang menjadikan jimat tetap eksis di tengah masyarakat Cirebon. Kesimpulan tersebut
didapatkan dari observasi pada tiga kelompok masyarakat yaitu para praktisi tarekat, budayawan
keraton, dan juga pesantren. Penelitian ini juga menunjukkan eksistensi jimat yang disokong oleh
ajaran tarekat yang berkembang di Cirebon dan merupakan pilar tradisi keislaman lingkungan keraton.
Kata kunci: Jimat, Cirebon, Tarekat, Iluminasi, Estetika Islam
72 PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
sebagai pusat pemerintahan yang berdaulat. Kerajaan Cirebon dan istana-istananya juga masih eksis sampai
sekarang, yaitu Keraton Kasepuhan, Keraton Kanoman dan Keraton Kacirebonan (Hendro, 2014: 17).”
Cirebon merupakan border area antara dua kutub kebudayaan besar, yaitu Jawa dan Sunda” (Safari, 2011 :
44).
Di Cirebon banyak ditemukan peninggalan bersejarah seperti kereta Singa Barong, kereta Paksi
Naga Liman, Mande Pajajaran, naskah-naskah kuno beriluminasi, senjata seperti tombak, keris, seni kaligrafi
lukisan kaca hingga jimat-jimat beraksara Arab. Jimat-jimat ini merupakan benda-benda yang dikenal baik
oleh masyarakat Jawa. Masyarakat Jawa zaman dulu mengenal benda-benda yang dianggap bisa membawa
kesaktian diri atau dijadikan senjata andalan pada saat berada dalam bahaya (Bayuadhy, 2015: 201).”Azimath
atau Jimat sering digunakan oleh Tiang Pasek, meskipun hampir semua orang Jawa, termasuk mereka yang
menganut agama Islam mempercayai jimat” (Suyono, 2009: 235). Menurut Prof. Dr. KH Ahsin Sakho
Muhammad dalam Bambang (2012: 66) “rajah tersebut sama fungsinya dengan tabut. Tabut adalah kotak
penyimpan Kitab Taurat pada zaman Nabi Musa as. Tabut tersebut berfungsi sebagai jimat bagi Bani Israil”.
Selain pada jimat masyarakat di Jawa pada umumnya mempercayai numerologi Jawa. Yaitu ilmu yang
mempelajari kalkulasi angka yang bertujuan untuk menetapkan tahun baru untuk kalender Jawa serta
untuk menentukan waktu dan tanggal yang tepat untuk melakukan kegiatan yang penting agar terhindar
dari kesialan. “Orang Cirebon menganggap Jumat sebagai hari terpenting dalam sepekan, dan dalam
pitungan diletakan pada jejer pertama” (AG, 2002: 102). Sedangkan menurut pasaran Kliwon merupakan hal
yang sangat penting dan sakral. Maka banyak sekali masyarakat yang menganggap Jumat Kliwon adalah
hari dan pasaran yang sangat sakral. Banyak para pembuat jimat mengawali pembuatannya pada malam
Jum’at Kliwon, hal ini didasarkan pada kesakralan dari hari dan pasaran tersebut, sehingga diharapkan
jimat yang ditulis atau dibuat dengan diawali pada hari dan pasaran tersebut memiliki tuah dan kesaktian
yang ampuh. Selain hari dan pasaran, pembuatan jimat biasanya dihubungkan pula dengan bulan-bulan
Islam, baik itu untuk membuat atau membersihkan dan mensucikan jimat-jimat yang dimiliki.
Masuknya agama Islam telah mengubah isi jimat secara visual. Jimat yang pada awalnya berbahasa
Jawa kuno, atau Sunda kuno serta berisi mantra kemudian diubah menjadi aksara Arab yang berisi doa-
doa atau potongan ayat Alquran dan aksara Arab. Bahkan ada jimat dengan aksara Arab yang berdiri
sendiri tanpa referensi kitab suci atau ajaran-ajaran Islam. Pischer dalam Arni (2016: 40) menyebutkan
fenomena tersebut sebagai bentuk “osmose” (percampuran) antara religi kerakyatan dengan religi yang
didatangkan. Religi kerakyatan adalah keberagamaan yang tumbuh secara natural dalam kehidupan rakyat.
Keberagamaan ini melekat bersama ajaran agama dalam kehidupan masyarakat yang menganut agama
itu.
“Meskipun lekat dengan unsur magis, beberapa praktik penggunaan jimat di masyarakat
menampakkan adanya hubungan dengan keyakinan kepada agama Islam. Hal itu terlihat dalam
penggunaan ayat-ayat Alquran dalam benda-benda yang dianggap sebagai jimat tersebut. Misalnya, ayat
kursi yang ditulis dalam selembar kain dengan cara tertentu, bila digantung di atas pintu rumah dapat
menangkal masuknya pengaruh negatif”(Mujahidin, 2016 : 44-45).
Beberapa hal yang mendasari peneliti untuk mengambil objek aksara Arab pada jimat Cirebon
dalam penelitian ini adalah, pertama jimat merupakan warisan adiluhung para leluhur Jawa yang mengalami
perubahan sejak masuknya Islam pertama kali di Cirebon. Kedua, bukti-bukti peninggalan jimat beraksara
Arab di Cirebon memiliki beragam bentuk dan corak seperti penambahan iluminasi pada jimat tersebut
yang menambah nilai ‘sakral’. Ketiga, masyarakat Cirebon masih mengaktualisasi penggunaan jimat-jimat
tersebut dalam aktifitas kebudayaan mereka. Aksara merupakan bagian dari ilmu tipografi, sedangkan
jimat merupakan produk budaya masyarakat Jawa hingga saat ini.
Tinjauan Pustaka
Penelitian ini merujuk pada beberapa literatur penelitian yang sejenis dan
relevan, diantaranya:
1. Muhaimin. 2002. Islam Dalam Bingkai Budaya Lokal Potret Dari Cirebon. Ciputat: Logos Wacana Ilmu.
Buku ini berisi tentang hakikat dinamika Islam di wilayah Cirebon serta dapat ditemui pula pada daerah-
daerah lain di Jawa. Selain itu buku ini membahas tentang tradisi sosial keagamaan di wilayah Cirebon
baik kota maupun kabupaten. Ekspresi keagamaan yang hidup dan berkembang pada lingkungan
73PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
masyarakat Cirebon termasuk kepercayaan yang dianut oleh masyarakatnya, mitologi, kosmologi dan
praksis ritualistik yang dikemas dalam kegiatan ibadah dan adat, hal ini membuktikan bahwa tradisi
keagamaan di Jawa dapat ditelusuri melalui tradisi Islam. Manfaat buku ini bagi peneliti adalah memberikan
pemahaman agama Islam dan adat di wilayah Cirebon sangat erat kaitannya, terutama tentang adat dan
ritual yang biasa dilakukan.
Arni. 2016. Kepercayaan dan Perlakuan Masyarakat Banjar Terhadap Jimat-Jimat Penolak Penyakit. Jurnal Studia
Insania Vol. 4, No. 1, April 2016: 39-56. ISSN 2088-6303
Penelitian ini berkaitan dengan jimat-jimat yang berkembang di Kerajaan Banjar, walaupun pada saat itu
Kerajaan Banjar merupakan kerajaan Islam di Kalimantan, namun banyak tradisi-tradisi lokal bercampur
dengan ajaran Islam, hal tersebut tidak dapat dihindari. Salah satunya adalah adalah penyembuhan penyakit
dengan menggunakan benda bertuah atau jimat untuk penyembuhan pasien yang diduga memiliki kekuatan
magis, yang relevan dengan penelitian ini. Manfaat penelitian ini adalah memberikan penjelasan bagaimana
jimat dapat diaktualisasi oleh masyarakat walaupun dilingkungan wilayah Kesultanan yang menganut
Agama Islam
Bayuadhi, G. 2015. Tradisi-Tradisi Adiluhung Para Leluhur Jawa. Yogyakarta: Dipta
Buku ini berkaitan dengan salah satu tradisi Jawa yang adiluhung, memiliki makna-makna yang masih
dilaksanakan oleh masyarakat Jawa. Salah satunya adalah jimat. Masyarakat Jawa pada dahulu mengenal
benda-benda yang memiliki tuah serta diduga memiliki kesaktian. Jimat tersebut dijadikan piandel (andalan
) sebagai sipat kandel (pelindung diri) dari kejahatan perampok dan begal pada saat itu. Manfaat dari buku
ini adalah memberikan penjelasan bagaimana jimat berkembang dalam masyarakat Jawa. Manfaat buku
ini bagi peneliti adalah bagaimana asal mulanya jimat menjadi barang yang diduga memiliki tuah dan
kesaktian.
Hendro, E. P. 2014. Perkembangan Morfologi Kota Cirebon Dari Masa Kerajaan Hingga Akhir Masa Kolonial.
Jurnal Paramita Vol.24, No. 1, Januari 2014 : 17-30. ISSN 0854-0039.
Penelitian ini menjelaskan tentang perkembangan kota Cirebon dari masa kerajaan hingga akhir masa
kolonial. Dimana kota Cirebon sudah terbentuk kotanya sebelum bangsa Eropa masuk serta keraton-keraton
di wilayah Cirebon masih eksis hingga sekarang. Seperti keraton Kasepuhan, keraton Kanoman serta keraton
Kacirebonan. Manfaat penelitian ini bagi peneliti adalah untuk mengetahui morfologi yang terjadi pada
kebudayaan yang sudah berkembang di masyarakat Cirebon dari mulai awal berdirinya kerajaan Cirebon
hingga akhir masa kolonial.
Irianto, B. (2012). Bendera Cirebon: (Umbul-umbul Caruban Nagari) Ajaran Kesempurnaan Hidup. Jakarta: Museum
Tekstil Jakarta.
Buku ini menjelaskan tentang bendera Cirebon yang dihiasi dengan kaligrafi zoomorphic yang berbentuk
hewan menyerupai singa, selain itu juga terdapat pedang bercabang dua yang bernama Dzulfikar. Selain
kaligrafi zoomorphic ada pula nukilan surat Al An’am ayat 103 serta surat Al Ikhlas. Bendera ini pernah
digunakan untuk menyelimuti Raja Mangkunegaran saat sakit hingga akhirnya sembuh, dan kemudian
Belanda mengambil bendera ini dan disimpan di Belanda. Manfaat dari buku ini bagi penelitian ini adalah
memberikan pengetahuan dalam menelaah aksara Arab yang digunakan pada jimat Cirebon.
Maharsi, I. (2013). Tipografi: Tiap Font Memiliki Nyawa dan Arti. Yogyakarta: CAPS.
Buku ini menceritakan tentang Tipografi Nusantara yang merupakan hasil karya bangsa Indonesia pada
bidang tipografi. Huruf-huruf tersebut tersebar di seluruh bagian Nusantara dan berasimilasi dengan
kebudayaan yang berkembang masa itu. Ada 12 jenis aksara yang saat ini masih bwerkembang di Nusantara,
aksara-aksara tersebut adalah aksara Sunda Kuno, aksara Bugis atau Lontara, aksara Jawa, aksara Bali,
aksara Rejang, aksara Pakpak, aksara Lampung, aksara Mandailing, aksara Karo, aksara Toba, aksara Kerinci
(Rencong) dan aksara Simalungun. Manfaat buku ini bagi peneliti adalah untuk menambah wawasan
tentang aksara-aksara yang berkembang di Nusantara terutama aksara Arab.
74 PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
Mujahidin, A. (2016). Analisis Simbolik Penggunaan Ayat-ayat Al-Qur‘an Sebagai Jimat Dalam Kehidupan
Masyarakat Ponorogo. Kalam: Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam, 43-64. Vol. 10, No.1, Juni 2016
Penelitian ini menjelaskan tentang jimat yang diaktualisasi pada masyarakat Ponorogo. Bagimana jimat
digunakan untuk beragam kepentingan bagi penggunanya. Jimat-jimat tersebut menggunakan potongan
ayat-ayat yang terdapat dalam Al Qur’an untuk kemudian diaplikasikan ke berbagai macam media, seperti
kain, kertas, kayu, hiasan rumah bahkan air yang dipercikkan. Pada penelitian ini digunakan metode Living
Qur’an, dimana agama diposisikan sebagai sistem keagamaan, bukan agama sebagai sebuah doktrin.
Penelitian ini bukan mencari kebenaran agama lewat al-Qur‘an atau menghakimi (judgment) kelompok
keagaaman tertentu dalam Islam, tetapi lebih mengedepankan penelitian tentang tradisi yang menggejala
(fenomena) di masyarakat dilihat dari persepsi kualitatif. Manfaat penelitian ini adalalah bagi penelitian
ini adalah untuk mengungkap keberadaan ayat-ayat Al Qur’an dalam jimat serta unsur-unsur simbolik
yang terkandung didalamnya.
Safari, O. (2011). Iluminasi Naskah Cirebon. Manuskripta, 43-57. Vol. 1, No. 2, 2011
Penelitian ini menjelaskan tentang iluminasi yang biasa digunakan pada naskah-naskah kuno Cirebon.
Unsur-unsur media yang digunakan dalam proses pewarnaan serta media tulis. Selain untuk memperindah,
iluminasi dapat juga berperan dalam fungsi sosial masyarakat Cirebon. Manfaat penelitian ini untuk
mengungkap keberadaan iluminasi pada jimat-jimat beraksara Arab di Cirebon.
Shofwani, M. I. (2005). Mengenal Tulisan Arab Melayu. Yogyakarta: BKPBM-AdiCita.
Buku ini menjelaskan tentang hadirnya tulisan Arab berbahasa Melayu atau dikenal dengan Aksara Jawi
atau aksara Arab berbahasa Jawa atau Sunda yang disebut dengan Pegon. Perkembangan aksara Jawi dan
aksara Pegon tidak terlepas dari para ulama yang kembali ke Nusantara setelah menimba ilmu di Timur
Tengah. Manfaat dari buku ini bagi peneliti adalah memberikan wawasan tentang masuknya aksara Arab
ke Nusantara.
Suyono, R. P. (2009). Dunia Mistik Orang Jawa: Roh, Ritual, Benda Magis. Yogyakarta: LKiS.
Buku ini menjelaskan tentang dunia mistik orang Jawa yang merupakan hasil penelusuran dari berbagai
catatan kuno Belanda. Sumber utama dari penulisan buku ini berasal dari karya H. A. Van Hien yang
terbit sekitar tahun 1920. Karya ini berisi tentang keyakinan mistik yang dianut orang Jawa, ragam agama
serta kepercayaan yang dimiliki orang Jawa. Duni roh, benda-benda magis yang dianggap memiliki tuah
dan kesaktian, ritual dalam beragam acara atau kegiatan, perhitungan waktu, ramalan Jayabaya, sampai
tempat-tempat angker yang masih masih terdapat di pulau Jawa. Manfaat buku ini bagi peneliti adalah
memberikan wawasan dalam menelaah kepercayaan masyarakat Jawa terhadap jimat.
Pembahasan dan Diskusi
Jimat memiliki rupa dan bentuk serta memiliki pesan atau simbol yang disampaikan. Selain itu
jimat juga memiliki unsur estetis. Nilai-nilai estetik yang menyertai budaya rupa dapat pula dicermati
sebagai analogi ilmu linguistik. Unsur-unsur ungkapan yang hadir dalam satu artefak dapat dinilai sebagai
‘bahasa rupa’ yang mengkomunikasikan satu narasi atau simbol. Dengan demikian, dalam konteks bahasa
rupa, unsur-unsur rupa dapat dianalogikan sebagai satu gramatika bentuk, warna, dan nilai yang
mengungkapkan suatu komunikasi ‘verbal’ (Sachari, 2005: 15). Dalam pembahasan ini digunakan kajian
estetika, menurut Parker (dalam Gie, 2004:65) terdapat enam asas bentuk estetis (aesthetic form) karya
seni, yaitu:
1. Asas kesatuan/utuh (The Principle of Organic Unity)
2. Asas Tema (The Principle of Theme)
3. Asas Variasi menurut Tema (The Principle of Thematic Variation)
4. Asas Keseimbangan (The Principle of Balance)
5. Asas Perkembangan (The Principle of Evolution)
6. Asas Tata Jenjang (The Principle of Hierarchy)
Jimat-jimat tersebut dapat kita urai berdasarkan teori estetika Parker sebagai berikut:
75PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
Asas kesatuan
Pada Gambar 1 terdapat tulisan Fulan bin Fulan di tengah-tengah lingkaran. Huruf ‘Ba di lingkaran kedua
terbagi dalam delapan bagian yang masing-masing tersekat. Lingkaran berikutnya adalah huruf hijaiyah
lainnya terdiri dari dua atau lebih huruf dalam setiap sekatnya. Huruf-huruf tersebut tersusun dengan
rapi sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh.
Asas tema
Tulisan Fulan bin Fulan di tengah lingkaran kemudian diikuti dengan lingkaran di lapis kedua dan ketiga
terbagi dan dalam delapan sekat seperti potongan pizza seolah-olah merupakan representasi dari delapan
penjuru mata angin. Yang artinya fulan bin fulan akan terlindungi dari setiap unsur negatif dari sisi manapun
dan terlindungi dengan dua lapisan susunan huruf hijaiyah tersebut.
Asas variasi menurut tema
Terdapat variasi yang dikembangkan dalam bentuk jimat di atas. Lapisan pertama hanya huruf ‘Ba yang
terdapat dalam delapan bagian. Lapisan berikutnya huruf hijaiyah lainnya yang terdapat dua atau lebih
huruf pada tiap sekatnya.
Keseimbangan
Komposisi huruf ditempatkan pada posisi yang simetris dengan titik fokus di tengah lingkaran pada kalimat
fulan bin fulan, kemudian masinbg-masing huruf yang melingkarinya berada di tengah-tengah bagian
yang tersekat-sekat.
Asas perkembangan
Huruf-huruf ditulis menggunakan tinta dan pena namun memiliki tingkat akurasi yang sangat baik sehingga
huruf-huruf tersebut berada dalam komposisi yang simetris
Asas tata jenjang
Secara tata jenjang, terlihat fokus utama adalah kalimat fulan bin fulan yang terdapat pada tengah lingkaran.
Secara alur visual mata akan membaca pada baris kedua lingkaran yang terdapat huruf ‘ba, kemudian
dilanjutkan pada baris berikutnya.
76 PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
Menurut Opan Safari yang merupakan seniman lukis kaca di Cirebon, lukisan kaca yang terdapat dalam
rumah dapat pula dikatakan sebagai jimat. Kalimat yang terkandung di dalamnya bisa saja ditujukan
sebagai penolak bala walaupun secara visual orang yang melihatnya itu bukan meruapakan jimat tapi
lebih kepada hiasan dinding atau hiasan interior (hasil wawancara). Gambar 3 merupakan salah satu contoh
lukisan kaca dengan figur Bulus berkepala raksasa menggunakan mahkota. Tempurung bulus terdapat
kalimat tauhid. Di bawah kaki bulus terdapat wadasan di atasnya terdapat mega mendung, wadasan dan
mega mendung merupakan ornament yang menjadi ciri khas daerah Cirebon.
Asas kesatuan
Pada Gambar 3 terdapat figur Bulus berkepala raksasa dengan mahkota, tempurung bulus berisi kalimat
tauhid, posisi bulus di tengah-tengah. Di bawah bulu terdapat wadasan atau batu karang, dan di atas
terdapat mega mendung. Dengan posisi bulus di tengah maka terdapat ruang kosong di kiri dan di kanan
keseluruhan figur menjadi satu kesatuan yang utuh.
Asas tema
Figur Bulus berkepala raksasa menggunakan mahkota, seolah-olah berjalan di atas wadasan dan dinaungi
mega mendung. Walaupun berwajah menakutkan, tetapi terdapat tauhid dalam figur tersebut yang berjalan
di terjalnya batu karang tetapi dinaungi mega mendung.
Asas Variasi menurut tema
Terdapat variasi yang dikembangkan dalam bentuk wadasan. Bentuk wadasan di atas sama bentuknya
dengan mega mendung, hanya posisinya saja yang diubah.
Keseimbangan
Komposisi figur yang simetris dengan Bulus ditempatkan di tengah dengan kalimat tauhid di tempurungnya
sebagai titik fokus. Selain itu terdapat ruang kosong di kiri dan kanan untuk memberikan penekanan
pada kalimat tauhid. Komposisi huruf ditempatkan pada posisi yang simetris dengan titik fokus di tengah
lingkaran pada kalimat fulan bin fulan, kemudian masinbg-masing huruf yang melingkarinya berada di
tengah-tengah bagian yang tersekat-sekat.
Asas perkembangan
Figur-figur tersebut ditulis di atas media kaca dan tinta.
Asas tata jenjang
Secara tata jenjang, terlihat fokus utama adalah kalimat tauhid yang terdapat pada tempurung bulus.
Secara alur visual mata akan membaca kalimat tauhid tersebut kemudian dilanjutkan pada figur lainnya.
77PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
Jimat-jimat tersebut merupakan sebuah simbol dan pesan yang disampaikan. Seperti pada gambar 1, huruf-
huruf hijaiyah yang tersusun dengan rapi merupakan representasi dari huruf-huruf yang terdapat dalam
Alquran. Pada gambar 2, bulus dengan figur kepala raksasa bermahkota dengan kalimat tauhid di
tempurungnya, merepresentasikan nilai moral tentang wajah yang menyeramkan tetapi dalam hatinya
masih memiliki iman dan tauhid.
Aspek Magis dan Religi
Jimat yang memiliki akar kata dalam bahasa Arab yaitu azimah, merupakan produk budaya
masyarakat Cirebon sebelum datang dan berkembangnya ajaran Islam. Kepercayaan pada jimat bermula
dari kepercayaan masyarakat lokal pada benda-benda keramat dan supra-natural yang juga merupakan
bagian dari keseharian budaya di Cirebon. Di era pengaruh kekuasaan Hindu, benda-benda keramat tampil
dalam bentuk yang beraneka ragam dan merupakan bagian dari properti keagamaan yang tidak terpisahkan
dari banyak ritual peribadatan resmi. Selain itu, banyak juga benda keramat yang eksis dan otonom di
tengah masyarakat yang kemudian membentuk komunitasnya sendiri-sendiri. Wujud benda-benda keramat
inipun sangat beragam, mulai dari artefak kebudayaan seperti senjata dan perhiasan, sampai kontur alam
seperti gunung, pohon, dan sungai.
Benda-benda keramat ini memiliki banyak fungsi dan nilai spiritualitas yang sulit dipetakan satu
persatu. Namun, benang merah yang menyatukan karakter benda-benda keramat tersebut ialah fungsi
mereka yang menjadi medium antara dunia nyata dengan metafisika. Dari situlah berkembang banyak
keyakinan mengenai fungsi simbolik dan utilitas setiap benda keramat tersebut. Kode pembacaan dan
pemaknaan benda-benda keramat ini biasanya diotorisasi oleh seorang tokoh spriritual yang diakui oleh
masyarakat setempat. Komunitas yang percaya dan yakin terhadap aspek-aspek magis yang dimiliki oleh
benda-benda keramat ini lalu membentuk aktifitas kebudayaan yang lebih kompleks berupa ritual-ritual
khusus yang berada dalam kontrol para tokoh adat. Pada gilirannya, kepercayaan terhadap benda-benda
keramat ini dibakukan melalui proses regenerasi dan pewarisan budaya menjadi satu kode kultural yang
khas bagi masyarakat penggunanya Cirebon.
Kebutuhan masyarakat akan spiritualitas yang biasa disalurkan melalui pemaknaan benda-benda
keramat berkembang lebih jauh menjadi sebuah jimat. Benda-benda keramat biasanya memiliki banyak
syarat khusus dan larangan untuk digunakan oleh sembarang orang. Benda-benda keramat juga biasanya
bersifat sangat elitis dan diotorisasi oleh para budayawan atau tokoh spiritualitas yang berkompeten.
Masyarakat di tingkat akar rumput dalam hirarki spiritualitas tidak bisa dengan bebas mengakses benda-
benda keramat tersebut untuk kepentingan yang sifatnya personal dan individual. Di sisi lain, kebutuhan
untuk mendapatkan ketenangan batin dan spiritualitas di tengah masyarakat tidak bisa menunggu ritual
adat yang bersifat khusus dan tergantung otoritas tokoh adat. Dari situlah kemudian muncul benda-benda
keramat yang bersifat portable dan praktis digunakan oleh banyak kalangan. Nilai-nilai magis dari benda-
benda keramat tersebut bisa dibawa kemana-mana ataupun diinstalasi di berbagai tempat. Dengan
demikian, keampuhan dan sifat magisnya dipercaya bisa lebih dirasakan. Benda-benda keramat ini tetap
diberi lisensi oleh para tokoh adat yang sekaligus mengawasi penggunaannya secara ketat. Benda-benda
inilah yang kemudian dinamakan jimat.
Tatkala Islam mulai berkembang di pesisir pantai Cirebon, akulturasi nilai spiritual terjadi antara
ajaran Islam di satu sisi dengan kepercayaan lokal terhadap benda keramat di sisi lain. Islam memiliki
aturan yang rigid terkait kepercayaan terhadap alam gaib (metafisika). Segala hal yang berkaitan dengan
permintaan kepada selain Allah dikategorikan ke dalam aktifitas syirik yang merupakan dosa yang sangat
besar. Di sisi lain, tradisi lokal masyarakat Cirebon membentuk kebiasaan untuk menjadikan benda-benda
keramat sebagai perantara atau media penghubung antara kebutuhan manusia dengan sang pemberi
kehidupan.
Seperti halnya yang terjadi di belahan bumi Nusantara lainnya, Islam datang tidak dengan
kekerasan melainkan pendekatan dagang dan kemanusiaan. Etos keseteraaan yang terdapat dalam ajaran
Islam menjadi anti-tesis konsep stratifikasi sosial tertutup dalam sistem kasta masyarakat pra-Islam.
Masyarakat yang selama dalam tradisi Hindu terbelenggu dengan sistem kasta yang rasis, mulai melihat
Islam sebagai jalan keluar untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dan masuk akal. Dari situlah pintu
masuk Islamisasi yang masif di tanah Jawa termasuk pesisir pantai Cirebon dimulai.
78 PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
Namun, karakter Islamisasi yang bersifat penetration pacifique tersebut membuka proses akulturasi
yang bersifat longgar. Tradisi lokal yang sejatinya memiliki nilai-nilai yang kontras dengan ajaran Islam
mendapatkan proses modifikasi yang akulturatif dan menarik. Salah satunya adalah fenomena jimat yang
menggunakan aksara Arab sekaligus elemen-elemen ajaran Islam lainnya. Padahal, di era sebelumnya,
jimat tidak menggunakan aksara Arab dan tidak pula berisi ajaran-ajaran Islam.
Desain visual jimat yang ada di tengah masyarakat Cirebon berasal dari kitab-kitab klasik yang ditulis
oleh para budayawan keraton setelah datangnya Islam. Kitab-kitab tersebut ditulis dan disimpan dengan
rapih sampai hari ini oleh para budayawan yang memiliki otoritas khusus terhadap hal-hal tersebut.
Genealogi para penyimpan kitab-kitab klasik yang bersifat magis tersebut sulit untuk ditelusuri. Akan
tetapi, seorang kolektor benda-benda budaya yang bernama Bambang Irianto di Cirebon berhasil melakukan
kodifikasi dan menyusun katalog yang mumpuni tentang kitab-kitab klasik ini. Sang kolektor itu sendiri
merupakan seorang praktisi sufisme atau yang lebih dikenal dengan istilah tarekat. Menurutnya, sentra
magisme visual dalam tradisi masyarakat Cirebon setelah kedatangan Islam terwujud dalam desain bendera
keraton Cirebon.
Desain visual yang ada dalam bendera keraton Cirebon tidak bisa begitu saja direplikasi dan
diduplikasi untuk kemudian menjadi jimat seperti yang dibahas dalam penelitian ini. Secara visual,
komponen desain yang terdapat dalam bendera keraton Cirebon sangat mudah ditiru dan direproduksi.
Akan tetapi, hal tersebut tidak termasuk dalam jimat apabila tidak diproduksi oleh para budayawan yang
memiliki otoritas untuk mereproduksinya. Secara sederhana, sebuah visual yang sama persis dengan jimat
Cirebon bisa saja diperjualbelikan di pasar-pasar dan di pinggir jalan. Sedangkan jimat yang original hanya
diproduksi oleh para budayawan dan guru tarekat yang memiliki otoritas dari keraton untuk membuatnya.
Seseorang yang membutuhkan jimat untuk keperluan yang bersifat khusus harus mendatangi seorang
budayawan otoritatif untuk mendapatkannya. Setelah permintaan diafirmasi, barulah proses pembuatan
jimat dilakukan oleh sang budayawan. Proses ini melalui beragam ritual yang kompleks dan sakral. Salah
satu ritual yang lazim dilakukan adalah puasa dan tirakat. Meskipun tampak seperti hanya secarik kertas
dengan aksara Arab dan iluminasi, akan tetapi benda inilah yang diyakini sebagai jimat yang sebenarnya.
Dengan kata lain, aspek magis sebuah jimat di Cirebon terbentuk dengan logika yang sama pada pembuatan
jimat di zaman pra-Islam.
Aspek terakhir yang melingkupi seluk-beluk jimat di Cirebon adalah religi yang secara khusus
melibatkan Islam di dalamnya. Dalam sebuah kebudayaan, sistem religi merupakan salah satu unsur utama
yang membentuk budaya itu sendiri. Tidak ada satu kebudayaan pun yang tidak memiliki sistem religi di
masyarakatnya. Khusus masyarakat Cirebon, transformasi religi terjadi secara masif dan menjadikan Islam
sebagai corak utama kebudayaan Cirebon. Di kawasan ini pula muncul tokoh besar Islamisasi Nusantara
yaitu Sunan Gunung Jati yang nama dan kebesarannya terdokumentasi dengan baik hingga saat ini.
Meskipun kolonialisme Belanda berhasil memecah belah keraton Cirebon, aspek religiusitas
keislaman masyarakat Cirebon tidak bergeser ke arah Protestanisme yang dibawa Belanda. Perpecahan di
tubuh anggota keluarga Keraton tidak berdampak pada degradasi nilai keislaman yang selama itu sudah
dipraktikkan secara adat. Lebih dari itu, nilai-nilai Islam justru dijadikan sumber kekuatan untuk melakukan
perlawanan terhadap kuasa penjajahan.
Islam membawa serta bahasa dan aksara Arab dalam satu paket kultural. Meski ajaran Islam tidak
dikhususkan untuk masyarakat Arab (universal), akan tetapi wilayah kebudayaan Arab terpilih menjadi
daerah turunnya ajaran agama ini. Islam menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa yang dipilih untuk
menurunkan wahyu dari Allah Swt kepada Muhammad Saw. Hal ini sudah ditegaskan dalam ayat Alquran
berikut dengan tafsirnya. Bahasa Arab menjadi bahasa utama dalam pembukuan Alquran dan
diterjemahkan ke dalam ratusan bahasa lainnya di dunia. Selain itu, seluruh aktifitas ibadah yang bersifat
ritual dalam Islam menggunakan bahasa Arab sebagai alat komunikasinya. Salah satu kelebihan bahasa
Arab adalah sifatnya yang sangat konsisten dalam gramatika. Konsistensi ini kemudian memudahkan
tafsir hukum atas redaksional ayat-ayat Alquran untuk diaktualisasi oleh umat Islam. Selain itu, bahasa
Arab juga bahasa yang kaya dengan kosakata dan analogi sehingga hukum-hukum agama yang terdapat
dalam Alquran bisa disampaikan dalam bentuk yang puitis dan indah.
Peradaban Islam di era awal telah melakukan kodifikasi dan pembakuan tata cara penulisan dan
pembacaan aksara Arab untuk disebarluaskan ke luar masyarakat Arab. Hasilnya adalah meratanya
79PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
pemaknaan dan tafsir atas hukum-hukum Islam di seluruh dunia. Pusat-pusat peradaban Islam seperti
Mekkah, Madinah, Baghdad, dan Damaskus menjadi tujuan pembelajaran Islam dan Bahasa Arab para
calon pendakwah di seluruh dunia, tidak terkecuali para ulama Nusantara. Mereka sengaja memperpanjang
masa ibadah hajinya untuk mempelajari Bahasa Arab yang pada gilirannya kemudian akan menjadikan
mereka sebagai ulama teras pengajar Bahasa Arab di Nusantara.
Pengajaran Bahasa Arab dalam kaitannya dengan proses Islamisasi bukanlah hal yang sederhana. Terdapat
banyak sekali perbedaan mendasar secara gramatikal dan morfologis terkait bahasa dan aksara Arab
dibandingkan bahasa Jawa dan aksara Palawa. Pada kasus-kasus tertentu, terjadi akulturasi budaya yang
menjadikan aksara Arab termodifikasi menjadi aksara baru yang dianggap lebih memudahkan proses
Islamisasi yang berlangsung. Salah satunya adalah aksara Pegon yang menjadi model aksara yang paling
banyak dipakai dalam kitab-kitab klasik keraton Cirebon. Aksara Pegon adalah rangkaian huruf Arab
yang menggunakan kode pembacaan bahasa Jawa atau Sunda. Aksara jenis ini pula yang paling banyak
digunakan dalam jimat masyarakat Cirebon.
Beralih kepada jimat, aksara Arab yang digunakan tentu saja memiliki kaitan langsung dengan
sifat spiritualitas yang dibawa oleh ajaran Islam. Meskipun, jenis aksaranya sudah banyak dimodifikasi
menjadi Pegon, namun akar morfologi aksaranya tetaplah bersumber dari bahasa Arab. Salah satu hal
yang menunjukkan spiritualitas keislaman dalam aksara ini adalah penyebutan nama-nama seperti Allah
dan Muhammad. Begitu pula tatkala sebuah jimat mencantumkan potongan ayat-ayat atau teks dari kitab
suci Alquran, maka aksara Arab dalam bentuk aslinya tidak mengalami modifikasi.
Penggunaan aksara Arab dalam jimat seperti yang tertulis dalam Alquran menunjukkan tingkat
kepercayaan masyarakat pengguna Jimat di Cirebon akan sakralitas dan spiritualitas ajaran Islam itu sendiri.
Sebagai contoh, jimat yang menggunakan teks ayat kursi sebagai komponen visual diyakini oleh para
penggunanya akan membuat mereka terhindar dari kekuatan jahat (bala). Dalam hadis yang umum diketahui
oleh umat Islam, surah al-Baqarah memang dipercaya mampu membuat jin menghindar apabila ia
dibacakan. Secara konsep, ayat kursi yang terdapat dalam surah al-Baqarah memang dimaknai dalam
ajaran Islam sebagai ayat yang spesial karena memiliki kekuatan yang mampu mengusir bangsa jin. Ayat
kursi juga menjadi salah satu ayat yang dibaca dalam proses penyembuhan seseorang dari gangguan jin.
Maka, tatkala ayat ini dituliskan dalam sebuah visual jimat, aspek religiusitasnya tetap bertahan. Fungsi
simbolik dan utilitas dari ayat tersebut tetap berpadu dalam media berupa jimat. Meski demikian, sebagian
ulama mengategorikan penggunaan ayat dalam jimat ke dalam perbuatan syirik dan dosa besar. Namun,
begitulah realita yang terjadi dalam aktifitas kultural masyarakat Islam Cirebon.
Seperti halnya kota-kota besar lainnya di Indonesia, Cirebon masuk dalam era modernisasi
pembangunan yang menekan aktifitas kebudayaan tradisional ke zona marginal. Tren masyarakat Islam
di era modern adalah saintifikasi nilai keislaman dan Islamisasi ilmu pengetahuan. Spirit yang lebih
menggelora di tengah kelas menengah muslim perkotaan adalah mengejar ketertinggalan peradaban dari
Barat dalam aspek ilmu pengetahuan dan teknologi. Ekses langsung dari semangat tersebut adalah
rasionalitas spiritual. Munculnya kelas cendikiawan dan intelektual muslim di berbagai bidang akhirnya
menggantikan peran simbolik para tokoh adat dan budayawan lokal. Dengan situasi tersebut, eksistensi
jimat di Cirebon saat ini hanya bisa dipertahankan oleh para praktisi sufisme yang tergabung dalam
perkumpulan tarekat. Mereka inilah yang terkoneksi langsung dengan pihak keraton untuk mendapatkan
lisensi dan otoritas dalam penggunaan dan produksi jimat di Cirebon.
Kesimpulan
Dari aspek magis, jimat di Cirebon merupakan produk kultural yang bersifat akulturatif antara
kebudayaan masyarakat Islam dengan kebudayaan pra-Islam. Tradisi penggunaan jimat berasal dari tradisi
kepercayaan terhadap benda-benda keramat yang terwujud dalam bentuk aktifitas kebudayaan dan ritual
pada masa pra-Islam. Benda-benda keramat umumnya membutuhkan otorisasi kaum elit budayawan,
sehingga tidak mudah diakses oleh masyarakat umum. Kebutuhan masyarakat akan benda keramat yang
mengabulkan banyak kebutuhan akhirnya memunculkan produk berupa jimat yang bersifat portable dan
praktis. Konsep dasar dari jimat ini tidak banyak berubah ketika datangnya Islam. Sejak itulah, jimat
termodifikasi menjadi lebih tampak Islami dengan aksara Arab Pegon, kaligrafi, dan iluminasi.
80 PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
Dari aspek religi, jimat di Cirebon jelas menggunakan kode-kode religiusitas Islam berupa aksara Arab
dan ayat-ayat Alquran. Jimat ini sendiri menjadi bagian tidak terpisahkan dari ajaran tarekat yang diakui
sebagai pilar ajaran Islam di keraton Cirebon. Meski tren masyarakat Islam di era modern termasuk di
Cirebon mengarah pada rasionalitas, jimat tetap eksis di kalangan budayawan dan praktisi tarekat.
5. Daftar Pustaka
Ambrosse, G., & Harris, P. (2009). The Fundamental of Graphic Design. Swizterland: AVA Publishing SA.
Bayuadhy, G. (2015). Tradisi-Tradisi Adiluhung Para Leluhur Jawa. Yogyakarta: Dipta.
Behrend, T. E. (1996). Textual Gateways: The Javanese Manuscript Tradition. In A. Kumar, & J. H. McGlynn,
Illuminations: The Writing Tradition Of Indonesia (pp. 161-200). Jakarta, Tokyo, New York: The Lontar
Foundation & Weatherhill Inc.
Creswell, J. W. (2012). Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Fathurahman, O. (2015). Filologi Indonesia: Teori dan Metode. Jakarta: Prenada Media Group.
Gie, T. (2004). Filsafat Keindahan. Yogyakarta: Pusat Belajar Ilmu Berguna.
Hadi, M. U. (2009). Seni Dalam Desain Komunikasi Visual. In T. P. FSR ISI Yogyakarta, & DISKOM, Irama
Visual: Dari Toekang Reklame Sampai Komunikator Visual (pp. 3-11). Yogyakarta: Jalasutra.
Irianto, B. (2012). Bendera Cirebon: (Umbul-umbul Caruban Nagari) Ajaran Kesempurnaan Hidup. Jakarta:
Museum Tekstil Jakarta.
Lasiman. (2009). Pendidikan Desain Komunikasi Visual Di Indonesia. In T. P. FSR ISI Yogyakarta, Irama
Visual: Dari Toekang Reklame Sampai Komunikator Visual (pp. 191-208). Yogyakarta: Jalasutra.
Lawson, B. (2007). Bagaimana Cara Berpikir Desainer. Yogyakarta: Jalasutra.
Maharsi, I. (2013). Tipografi: Tiap Font Memiliki Nyawa dan Arti. Yogyakarta: CAPS.
Masri, A. (2010). Strategi Visual. Yogyakarat: Jalasutra.
Muhaimin. (2002). Islam Dalam Bingkai Budaya Lokal Potret Dari Cirebon. Ciputat: Logos Wacana Ilmu.
Petterson, R. (2016). Graphic Design. Sweden: Institute For Infology.
Sachari, A. (2005). Metodologi Penelitian Budaya Rupa. Jakarta: Erlangga
Shofwani, M. I. (2005). Mengenal Tulisan Arab Melayu. Yogyakarta: BKPBM-AdiCita.
Suandi, I. N. (2014). Sosiolinguistik. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Suyono, R. P. (2009). Dunia Mistik Orang Jawa: Roh, Ritual, Benda Magis. Yogyakarta: LKiS.
Jurnal Ilmiah:
Arni. (2016). Kepercayaan dan Perlakuan Masyarakat Banjar Terhadap Jimat-Jimat Penolak Penyakit. Jurnal
Studia Insania, 39-56, Vol. 4, No. 1, April 2016: 39-56. ISSN 2088-6303.
Hendro, E. P. (2014). Perkembangan Morfologi Kota Cirebon Dari Masa Kerajaan Hingga Akhir Masa
Kolonial. Jurnal Paramita, 17-30. Vol.24, No. 1, Januari 2014 : 17-30. ISSN 0854-0039
Mujahidin, A. (2016). Analisis Simbolik Penggunaan Ayat-ayat Al-Qur‘an Sebagai Jimat Dalam Kehidupan
Masyarakat Ponorogo. Kalam: Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam, 43-64, Vol. 10, No.1, Juni 2016
Safari, O. (2011). Iluminasi Naskah Cirebon. Manuskripta, 43-57, Vol. 1, No. 2, 2011
81PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
Pendahuluan
Bisnis Pariwisata merupakan salah satu sektor prestisius dan penghasil devisa yang memiliki potensi
relatif besar untuk dikembangkan. Apabila bisnis pariwisata dikembangkan dan dikelola dengan baik dan
professional akan berdampak terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat, sektor ekonomi riil yang
ada di masyarakat seperti kerajinan, aneka kuliner khas daerah, atraksi wisata, hotel dan sebagainya dapat
berkembang. Melalui kerjasama antara berbagai pihak baik pemerintah maupun swasta, promosi potensi
pariwisata Indonesia Umumnya dan Bali khususnya dapat disebarkan kepada masyarakat luas baik secara
nasional maupun internasional. Oleh karena itu, kemajuan teknologi informasi dan komunikasi sangat
efektif untuk digunakan sebagai media promosi pariwisata Indonesia ke seluruh dunia.
Pelaku bisnis pariwisata, dalam menentukan strategi pemasaran yang tepat, pihak hotel harus
mengenal dengan baik konsumen potensial yang ingin dituju dan menyesuaikannya dengan kondisi pasar
yang dihadapi. Salah satu pendekatan promosi produk dan jasa yang dilakukan oleh pengelola hotel yaitu
dengan cara memanfaatkan teknologi informasi melalui internet yakni salah satu strategi komunikasi yang
digunakan dalam pemasaran hotel adalah Electronic Word-Of-Mouth. Perkembangan teknologi informasi
melalui internet memberikan peranan yang penting dalam aspek pengelolaan bisnis hotel, khususnya pada
bidang pemasaran. Hal tersebut dikarenakan adanya pergeseran penggunaan media offline ke media online
dalam kegiatan pemasaran. sehingga akan membuka peluang bagi pihak hotel untuk mempromosikan
produk dan jasanya melalui internet. Penggunaan internet dan fasilitas yang ada di dalam internet untuk
melakukan aktivitas pemasaran berbasis elektronik, dikenal dengan istilah e-marketing.
Menurut Kotler, Bowen dan Makens (2014:171), Electronic Word-Of-Mouth dapat memberikan
dampak yang kuat bagi perilaku pembelian dari konsumen, karena rekomendasi dari teman ataupun
konsumen lain cenderung lebih dipercaya dibandingkan dengan commercial source dari perusahaan tersebut,
seperti advertisements dan sales people. Salah satu bentuk dari Electronic Word-Of-Mouth yaitu adanya online
review sites, seperti: Tripadvisor. Wisatawan yang sudah menginap di hotel tertentu dapat menuliskan
pengalamannya di Tripadvisor, baik itu karena inisiatif mereka sendiri ataupun juga permintaan manajemen
sehingga wisatawan potensial yang melihat ulasan tersebut tertarik untuk menginap. Ulasan yang ditulis
oleh wisatawan tersebut akan membentuk image dari suatu hotel yang akan berdampak pada persepsi
wisatawan dalam menentukan hotel yang mereka pilih.
STRATEGI KOMUNIKASI ELECTRONIC WORD-OF-MOUTH DALAM PEMASARAN
HOTEL MELALUI MEDIA SOSIAL
I Dewa Ayu Hendrawathy Putri, Suwatno
Prodi Magister Ilmu Komunikasi Hindu Pascasarjana Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar
Prodi Pendidikan Ekonomi Sekolah Pascasarjana UPI Bandung2
[email protected]; [email protected]
ABSTRAK:
Perkembangan kepariwisataan tidak terlepas dari dukungan salah satu komponen pariwisata yakni
hotel sebagai akomodasi pariwisata. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lebih holistic
penggunaan media sosial melalui program electronic word-of-mouth (e-WoM) memiliki peran penting
dalam strategi komunikasi pemasaran hotel. Penelitian ini fokus mengekplorasi tipe dan gaya
komunikasi yang paling efektif dalam penggunaan media sosial melalui program electronic word-of-
mouth (e-WoM). Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dalam pengumpulan data melalui
wawancara mendalam dengan marketing hotel yang menggunakan media sosial dalam strategi
komunikasi pemasaran yang terintegrasi, juga meliputi focus group discussion dengan pelanggan hotel
yang aktif menggunakan media sosial dalam memilih akomodasi wisata.
Kata kunci: strategi komunikasi, electronic word of mouth, media sosial, komunikasi pemasaran
82 PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
Menurut Nurgiyantoro (2014:26), apabila komunikasi Electronic Word-Of-Mouth bersifat positif maka
akan semakin baik pula purchase decision dari konsumen, sedangkan jika komunikasi electronic word of
mouth bersifat negatif maka akan memperburuk purchase decision dari konsumen tersebut. Sebelum tamu
memutuskan untuk menginap di suatu hotel, maka tamu tentu akan mencari informasi tentang hotel tersebut
melalui berbagai media, khususnya electronic word of mouth di online review sites yang akan membentuk
presepsi tamu mengenai kualitas produk dan jasa yang dimiliki oleh hotel. Berdasarkan latar belakang
yang telah diuraikan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Strategi Komunikasi
Electronic Word-Of-Mouth Dalam Pemasaran Hotel Melalui Media Sosial?”
Pembahasan
Electronic Word Of Mouth
Menurut Hasan dan Setiyaningtiyas (2015: 227), electronic word of mouth adalah penyataan positif
atau negatif yang disampaikan oleh konsumen mengenai suatu produk atau jasa perusahaan dan disebarkan
kepada konsumen lainnya melalui media internet. Promosi produk dan komunikasi pemasaran yang
menggunakan strategi komunikasi Electronic Word Of Mouth dapat menyebar dalam waktu singkat tanpa
memerlukan usaha dan biaya promosi pemasaran yang besar karena menggunakan jaringan internet yang
tidak terbatas oleh waktu dan zona geografis maka memungkinkan pesan tersebut dapat tersebar luas
kepada pengguna internet di seluruh dunia. Menurut Thurau et al dalam Sari (2012: 39), menyatakan
bahwa terdapat 8 dimensi yang digunakan untuk mengukur electronic word of mouth. Akan tetapi, dalam
penelitian ini penulis hanya menggunakan 4 dimensi yang telah relevan dengan penelitian ini dan
diharapkan mendapatkan hasil penelitian yang mendalam, yaitu: (a) Expressing Positive Feelings/ Positif Self
Enchancement yaitu konsumen dapat mengekspresikan perasaan positif dipicu ketika konsumen telah
menggunakan suatu produk atau jasa tertentu; (b) Helping The Company yaitu konsumen menganggap
bahwa perusahaan juga harus mendapatkan dukungan dari strategi komunikasi Electronic Word Of Mouth,
dimana efek dari kegiatan strategi komunikasi Electronic Word Of Mouth ini adalah citra perusahaan tersebut
akan tetap baik dimata konsumen lain karena informasi positif yang disebarkan; (c) Platform Assistance
yaitu berdasarkan frekuensi kunjungan konsumen pada opinion platform dan jumlah komentar yang ditulis
pada opinion platform; (d) Economic Incentives yaitu keuntungan ekonomi yang menjadi daya tarik seseorang
untuk melakukan promosi suatu produk.
E-Marketing dan Electronic Word of Mouth
Menurut Former (2011:24) dalam Hasan (2013:760), “kehadiran internet telah menjadi alat utama
untuk pengiriman informasi, bisnis dari semua ukuran untuk meningkatkan kesadaraan pelanggan terhadap
barang dan jasa dengan mengacu pada penggunaan kekuatan internet (media nirkabel) untuk menghasilkan
respon tertentu dari konsumen.” E-Marketing memberikan berbagai kemudahan bagi marketer khususnya
dalam berinteraksi dengan pelanggan, menyampaikan informasi ke pelanggan, membantu memahami
pelanggan dengan lebih baik, membangun dan memepertahankan hubungan dengan pelanggan,
memfasilitasi pertukaran ide, produk, dan pelayanan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan komunitas
atau pasar (Hasan, 2013:760).
Upaya pemasaran hotel di Bali saat ini sudah berorientasi kepada penggunaan strategi komunikasi
Electronic Word Of Mouth untuk menyentuh hati para pengunjung melalui media sosial yaitu facebook, twitter,
dan instagram. Pelanggan potensial dapat membaca review dan berinteraksi dengan orang lain mengenai
suatu hal ataupun review yang ditulis oleh pengunjung berdasarkan pengalaman mereka berkunjung.
Menurut Hasan (2010:29), “Word of Mouth Marketing (WOMM) adalah sebuah percakapan yang didesain
secara online maupun offline memiliki multiple effect, non hierarchi, horizontal, dan mutasional”. Seiring
berkembangnya teknologi, WOM dapat dilakukan melalui internet yang biasa disebut strategi komunikasi
Electronic Word Of Mouth (EWOM). Strategi komunikasi Electronic Word Of Mouth ini melibatkan opini
konsumen mengenai produk dan layanan yang diposting di internet (Bronner dan Hoog, 2011:15) seperti:
blog, vlog, website, forum diskusi online (KASKUS), media sosial (facebook, instagram, twitter). Adapun
faktor EWOMyang diperhatikan oleh calon wisatawan ketika mengadopsi informasi dari internet menurut
Yayli dan Bayram (2012) adalah kredibilitas sumber Electronic Word of Mouth, karakteristik sumber pesan,
dan karakteristik pesan. Selanjutnya, menurut Erlboum (2010:86) strategi komunikasi Electronic Word Of
83PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
Mouth dapat terdistribusi secara luas dengan beberapa cara antara lain posted review, mailbags, discussion
forum, electronic mailing list, personal e-mail, chat rooms, instant messaging, dan social network sites.
Strategi Komunikasi Electronic Word of Mouth
Menurut (Thurau et. Al, 2004:38) terdapat 8 dimensi yang paling mempengaruhi sesorang dalam
melakukan komunikasi EWOM. Dimensi tersebut dijabarkan sebagai berikut : (1) Platform assistance dalam
penelitiannya, Thurau et. al (2004:46) mengoperasionalisasikan perilaku EWOM berdasarkan dua cara,
yaitu melalui frekuensi kunjungan konsumen pada opinion platform dan jumlah komentar ditulis oleh
konsumen pada opinion platform; (2) Venting negative feelings Motif venting negative feelings merupakan
ungkapan ketidakpuasan konsumen terhadap produk atau perusahaan. Upaya ini dilakukan dalam bentuk
EWOM negatif, yaitu jika pelanggan mengalami hal yang tidak menyenangkan atau negatif bagi mereka;
(3) Concern for other consumers Motif concern for other consumers merupakan keinginan tulus memberikan
rekomendasi kepada konsumen lain; (4) Extraversion/positive self-enhancement Motif extraversion/positive self-
enhancement merupakan keinginan konsumen berbagi pengalaman konsumsi mereka untuk meningkatkan
citra diri sebagai pembeli yang cerdas; (5) Social benefits Motif social benefits merupakan keinginan berbagi
informasi dan berinteraksi dengan lingkungan sosial; (6) Economic incentives Motif economic incentives
merupakan keinginan memperoleh insentif dari perusahaan; (7) Helping the company Motif helping the company
merupakan keinginan konsumen membantu perusahaan; (8) Advice seeking Motif advice seeking merupakan
keinginan mencari saran dan rekomendasi dari konsumen lain (dalam Susilawati, 2017).
Pengertian Komunikasi Pemasaran
Perusahaan melakukan komunikasi pemasaran untuk mengkomunikasikan produk yang dihasilkan
kepada konsumen. Menurut Tjiptono (2008:219) Komunikasi Pemasaran adalah “aktivitas pemasaran yang
berusaha menyebarkan informasi, mempengaruhi, membujuk dan atau
mengingatkan pasar sasaran atas perusahaan dan produknya bersedia meminta, membeli, dan loyal pada
produk yang ditawarkan perusahaan yang bersangkutan.” Sedangkan menurut Kotler terjemaahan
Benyamin Molan (2004;604) komunikasi pemsaran adalah konsep menjadi dasar bagi perusahaan
memadukan dan mengkoordinasikan semua saluran komunikasinya untuk menyampaikan pesan yang
jelas, konsisten, dan berpengaruh kuat tentang organisasinya dan produk-produknya.
Unsur-Unsur Proses Komunikasi Pemasaran
Menurut Tjiptono (2008:219) terdapat tiga unsur pokok model struktur proses komunikasi pemasaran : (1)
Pelaku pemasaran, terdiri atas pengirim (sender) dalam hal ini pelanggan, dan penerima (receiver) dalam
hal ini calon pelanggan atau konsumen; (2) Material komunikasi, yaitu gagasan, pesan, media, response,
feedback (umpan balik) dan gangguan; (3) Proses komunikasi, terdiri dari encoding yang merupakan proses
merancang atau mengubah gagasan secara simbolik menjadi suatu pesan untuk disampaikan kepada
penerima, dan decoding yang merupakan proses penguraian atau mengartikan symbol sehingga pesan
yang diterima dapat dipahami.
Strategi Komunikasi Electronic Word Of Mouth
Definisi Word Of Mouth
Marketing Association (WOMMA) dalam Mix (2007) adalah usaha pemasaran yang memicu
konsumen untuk membicarakan, mempromosikan, merekomendasikan dan menjual produk/merek kita
kepada pelanggan lain. MenurutKotler dalam Molan (2004:615) Definisi Word Of Mouth Communication
adalah komunikasi pribadi tentang suatu produk antara pembeli sasaran dan para tetangga, teman, anggota
keluarga, serta rekannya.
Menurut Prasetyo and Ihalauw (2004:47), Word Of Mouth Communication adalah strategi komunikasi
informal tentang produk atau jasa berbeda dengan komunikasi formal karena dalam komunikasi informal
pengirim tidak berbicara dalam kapasitas seorang profesional atau komunikator komersial, tetapi cenderung
sebagai teman. Strategi komunikasi ini juga disebut komunikasi dari mulut ke mulut atau gethok tular
(Word Of Mouth communication) yang cenderung lebih persuasif karena pengirim pesan tidak mempunyai
kepentingan sama sekali atas tindakan penerima setelah itu. Komunikasi ini sangat bermanfaat bagi pemasar.
84 PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
Sedangkan Khasali (2003:68), mengartikan Word Of Mouth sebagai sesuatu hal yang dibicarakan banyak
orang. Pembicaraan terjadi dikarenakan ada kontroversi yang membedakan dengan hal-hal yang biasa
dan normal dilihat orang. Dapat disimpulkan Word Of Mouth Communication adalah bentuk percakapan
mengenai produk antara satu orang dengan orang lain tentang suatu pesan yang terkadang tidak disadari
oleh pihak pengirim (sender) atau penerima (receiver) komunikasi itu sendiri.
Menurut Khasali yang di kutip oleh Saptaningsih (2008:1) Mengatakan bahwa “masyarakat kita
adalah masyarakat mulut, yaitu masyarakat yang lebih menggunakan mulutnya dalam berkomunikasi
dari pada tangan dan matanya untuk menulis dan membaca”.
Sedangkan, menurut Budi Wiyono, (2009:1) Word Of Mouth terjadi karena : (1) Membicarakan
Seseorang mungkin begitu terlibat dengan suatu produk tertentu atau aktivitas tertentu dan bermaksud
membicarakan mengenai hal itu dengan orang lain, sehingga terjadi proses komunikasi Word Of Mouth; (2)
Mempromosikan Seseorang mungkin menceritakan produk yang pernah di konsumsinya tanpa sadar ia
mempromosikan produk kepada orang lain (teman atau keluarganya); (3) Merekomendasikan Seseorang
mungkin akan merekomendasikan suatu produk yang pernah di belinya kepada orang lain (teman atau
keluarganya); (4) Menjual Menjual tidak berarti harus mengubah konsumen menjadi salesman tetapi
konsumen dari perusahaan berhasil mengubah (transform) konsumen lain yang tidak percaya, memiliki
persepsi negatif dan tidak mau mencoba merek dari perusahaan menjadi percaya, persepsi positif dan
akhirnya mencoba.
Menurut Kotler di terjemaahkan Benyamin Molan (2005:638) terdapat dua manfaat yang diperoleh
dari komunikasi dari mulut ke mulut, yaitu: (1) Komunikasi dari mulut ke mulut bersifat lebih meyakinkan.
Kata kata yang keluar dari mulut merupakan satu-satunya promosi yang berasal dari konsumen oleh
konsumen dan untuk konsumen; (2) Komunikasi dari mulut ke mulut tidak memerlukan biaya yang mahal.
Berdasarkan penelitian Diamond Management & Technology Consultant dalam Mix (2007) yang di kutip
Saptaningsih , terdapat beberapa bentuk metode penciptaan Word Of Mouth antara lain: (1) Buzz marketing,
menggunakan kegiatan hiburan atau berita yang bagus supaya orang membicarakan produk dari
perusahaan; (2) Evangelist marketing, menempatkan para penyebar berita (evangelist), pembicara atau relawan
yang menjadi pemimpin dalam aktivitas penyebaran secara aktif atas nama perusahaan; (3) Community
marketing, membentuk atau mendukung relung komunitas (niche community) yang dengan suka rela akan
membagi ketertarikan mereka terhadap merek, menyediakan alat, konten, dan informasi untuk mendukung
komunitas tersebut; (4) Conversation creation, iklan yang menarik atau lucu, e-mail, hiburan untuk memulai
aktivitas Word Of Mouth; (5) Influencer marketing, mengidentifikasi komunitas kunci dan pemimpin pendapat
yang dengan senang hati menceritakan produk dan memiliki kemampuan untuk mempengaruhi opini
orang lain; (6) Cause marketing, memberikan dukungan untuk program sosial melalui pengumpulan dana
untuk mendapatkan respek dan dukungan dari orang-orang yang memiliki perhatian yang sama dengan
perusahaan; (7) Viral marketing, menciptakan pesan yang menghibur dan informatif yang didesain untuk
disebarkan secara eksponensial melalui media elektronik atau email; (8) Grassroots marketing, mengatur
dan memotivasi relawan untuk terlibat secara personal atau local; (9) Brand blogging, menciptakan blogs
dan berpartisipasi dalam blogsphere, dalam semangat keterbukaan, komunikasi transparan, berbagi informasi
nilai yang mungkin dibicarakan komunitas blogs; (10) Product seeding, menempatkan produk yang tepat
di tangan yang tepat, pada waktu yang tepat pula, menyediakan informasi atau sample untuk individu
berpengaruh; (11) Referral programs, menciptakan alat bagi pelanggan yang puas agar mereka
merekomendasikan produk yang sama kepada teman temannya.
Strategi komunikasi Electronic Word Of Mouth dalam pemasaran sudah digunakan sejak jaman
dahulu sehingga strategi komunikasi Electronic Word Of Mouth ini sering dianggap sebagai strategi
pemasaran tradisional. Namun meskipun dianggap sebagai strategi komunikasi pemasaran tradisional
strategi komunikasi Electronic Word Of Mouth terbukti efektif dan cukup ampuh untuk meyakinkan para
konsumen serta tidak memakan anggaran promosi yang besar, bahkan bisa dibilang strategi komunikasi
strategi komunikasi Electronic Word Of Mouth ini merupakan strategi pemasaran yang tidak memerlukan
biaya dan sangat efektif. Seperti kita ketahui banyak perusahaan yang rela menganggarkan biaya promosi
besar demi mempromosikan produknya kepada masyarakat. Namun meskipun tidak memakan anggaran
yang besar dengan strategi komunikasi strategi komunikasi Electronic Word Of Mouth memberikan banyak
kemudahan dalam membantu memasarkan sebuah produk atau jasa. Dengan kekuatan rekomendasi pribadi
85PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
dari rekan maupun orang terdekat, ternyata dapat meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap suatu
produk. Terlebih lagi masyarakat Indonesia memiliki kebiasaan suka bersosialisasi dan berkumpul hanya
untuk sekedar berbagi cerita, sehingga kesempatan untuk menyebarluaskan informasi sebuah produk atau
jasa yang sering mereka gunakan sangat terbuka lebar. Hal ini akan menguntungkan para pengusaha,
sebab dengan strategi komunikasi Electronic Word Of Mouth akan memunculkan loyalitas pelanggan terhadap
produk. Tak heran jika dengan adanya strategi komunikasi Electronic Word Of Mouth atau dari mulut ke
mulut, dapat meningkatkan penjualan produk hotel dan pelayanan yang ditawarkan.
Di Indonesia umumnya dan di Bali khususnya strategi komunikasi Electronic Word Of Mouth sangat dikenal
dan banyak dimanfaatkan oleh perusahaan besar maupun kecil, bahkan di dalam masyarakat strategi ini
lebih dikenal sebagai strategi “gethok tular”. Di Indonesia banyak perusahaan yang memanfaatkan strategi
komunikasi Electronic Word Of Mouth karena tidak memerlukan biaya yang tinggi. Hal ini sejalan dengan
pendapat Griffin (1999:57) mengatakan bahwa gethok tular (Word Of Mouth) membantu perusahaan dalam
menekan biaya promosi karena sumber yang tidak memiliki kepentingan pribadi akan lebih dipercaya
daripada iklan yang dipasang di media massa dengan biaya yang sangat mahal. Kartajaya, (2007:183),
mengatakan strategi komunikasi Electronic Word Of Mouth merupakan media komunikasi yang paling efektif.
Menurut Irawan dalam Marketing (2007:27), karakter suka berkumpul merupakan cermin dari kekuatan
pembentukan grup dan komunitas. Kekuatan komunitas ini sangat besar pengaruhnya terhadap strategi
komunikasi Electronic Word Of Mouth. Terlebih lagi dewasa pertumbuhan komunitas yang memiliki minat
travelling menjadi trends, dan komunitas tersebut juga bersifat heterogen serta memili selera petualangan
yang variatif.
Strategi Komunikasi Electronic Word-Of-Mouth Dalam Pemasaran Hotel Melalui Media Sosial
Oleh karena itu perusahaan harus dapat mengelola image/citra dari produk dan merek yang
dihasilkan dengan cara menciptakan produk dan pelayanan yang memberikan kepuasan kepada
penggunanya, jika pelanggan puas tentunya mereka akan mempromosikan melalui strategi komunikasi
Electronic Word Of Mouth. Dalam hal ini produsen (pelaku bisnis industry akomodasi/hotel) dapat
memanfaatkan para pelanggan serta pelanggan potensialnya untuk memberikan kontribusi merubah
konsumen lainnya menjadi bersikap positif terhadap produk yang dipasarkan. Para pelanggan ini
merupakan profitable talkers yang memiliki pengaruh serta jaringan yang cukup besar untuk mempengaruhi
konsumen yang lainnya untuk menjadi positif, mencoba dan membeli produk hotel yang ditawarkan.
Perusahaan yang dapat mempertahankan kepuasan dan memperhatikan calon konsumen, konsumen
maupun pelanggan setia akan berdampak pasa terbentuknya strategi komunikasi Electronic Word Of Mouth
yang positif sehingga jelaslah bahwa strategi komunikasi Word Of Mouth akan berperan besar dan penting
pada pengambilan keputusan konsumen. Strategi Komunikasi strategi komunikasi Electronic Word Of Mouth
memiliki peran yang besar dalam proses pengambilan keputusan konsumen. Ketika akan mengambil
keputusan pembelian konsumen pada tahap awal yaitu tahap pengumpulan informasi tentang barang
atau jasa yang akan dikonsumsi konsumen akan memperhatikan iklan sebagai pertimbangan utama untuk
mengetahui tentang produk atau merek yang ingin dibeli. Pada tahap berikutnya konsumen akan
membandingkan kualitas antara produk yang satu dengan yang lainnya. Pada tahap ini konsumen
cenderung untuk membandingkan kualitas antara produk yang satu dengan yang lainnya. Untuk
memberikan pertimbangan dalam membandingkan produknya biasanya konsumen cenderung
menggunakan informasi dari strategi komunikasi Electronic Word Of Mouth daripada iklan. Karena konsumen
(pengguna hotel) lebih mempertimbangkan dan mempercayai pendapat dari orang yang sudah
berpengalaman dibandingkan dengan iklan. Hubungan antara strategi komunikasi Electronic Word Of Mouth
dengan penerima juga dapat mempengaruhi efek dari informasi seputar fasilitas dan keistimewaan
pelayanan sebuah hotel yang ditawarkan. Umumnya semakin tingkat kesamaan dan semakin kuat
hubungan antara sumber (source) dan penerimannya, maka akan semakin besar pengaruh strategi
komunikasi Electronic Word Of Mouth terhadap pengambilan keputusan oleh penerima (receiver).
Kesimpulan
Proses keputusan pembelian terhadap produk hotel yang membutuhkan banyak pertimbangan
dalam mengambil keputusan untuk membelinya, konsumen cenderung menggunakan strategi komunikasi
86 PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIP UNSOED 2018
Electronic Word Of Mouth, karena pertimbangan dari orang terdekat, kolega maupun keluarga yang
berpengalaman lebih dapat diterima mereka sebagai salah satu alasan dalam proses pengambilan keputusan
pembelian konsumen. Lingkungan dan orang-orang disekitarnya yang memiliki pemahaman tentang
kelebihan dan keunggulan dari sebuah produk hotel, karena masyarakat atau konsumen lebih mempercayai
kesaksian dari masyarakat/konsumen yang sudah pernah menikmati atau membuktikan sendiri fasilitas
dalam sebuah hotel dibandingkan dari iklan atau program promosi yang dibuat oleh sebuah perusahaan.
Oleh karena itu strategi komunikasi Word Of Mouth sangat berperan membantu konsumen untuk memberi
pertimbangan, masukan dan merekomendasi dalam pengambilan keputusan pembelian produk hotel. Jadi,
strategi komunikasi Word Of Mouth dalam pemasaran hotel melalui media sosial baik dalam facebook,
instagram, twitter, blog, vlog, website menjadi trends dan efektif digunakan oleh pelaku bisnis industri
akomodasi atau hotel di era digitalisasi.
Daftar Pustaka
Andriyanto, Richard Darmawan dan Jony Oktavian Haryanto. 2010. Analisis Pengaruh Internet Marketingterhadap Pembentukan Word of Mouth dan Brand Awareness untuk Memunculkan Intention to Buy. JurnalManajemen Teknologi, Vol. 9 No.1.
Bandung: PT Mizan Pustaka.
Kartajaya, Hermawan (2007), “How Challenger Competing: by Word Of Mouth” dalam majalah
Kartajaya, Hermawan. 2006. Hermawan Kartajaya in Marketing Mix seri 9 Elemen Marketing.
Kotler dan Amstrong. 2004. Dasar-Dasar Pemasaran. Jakarta: PT Indeks
Pitana, I Gede dan Putu G. G. 2005. Sosiologi dan Antropologi Pariwisata. Yogyakarta: Andi. Sugiyono . 2009.Metode Penelitian. Bandung: Alfabeta. Swa 09/XXIII/26 April-9 Mei 2007, h. 183.
Thurau, Hennig. 2004. “Electronic Wordof-Mouth via Consumer Opinion Platforms: What
Wibowo, A.E. 2012. Aplikasi Praktis SPSS dalam Penelitian. Yogyakarta: Gava Media.
Yaylý, Ali and Murat Bayram. 2012. “eWOM: The Effects of Online Consumer Reviews on Purchasing Decisions.International Journal Internet Marketing and Advertising”, Vol. 7 (1)