materialisme dan hedonisme
DESCRIPTION
Sebelum Anda "Download" Silahkan "Follow" atau Beri "Like" terlebih dahulu. Thx. Bagi yang membutuhkan INHOUSE TRAINING, Silahkan Hubungi : 0878-7063-5053 (Fast Response). TARIF PELATIHAN SANGAT MURAH !!! Bagi perusahaan yang membutuhkan Jasa Konsultan Pelatihan dan Konsultan SDM Hubungi Kami : HARD-Hi SMART CONSULTING (Fast Response : 0878-7063-5053)TRANSCRIPT
1/5
MATERIALISME & HEDONISME MELANDA KITA (Sebuah Renungan Rohani Islam)
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Dalam Era globalisasi dewasa ini yang ditandai dengan semakin ketatnya
persaingan di segala bidang, merupakan suatu realitas yang tak dapat dipungkiri
dan tak mungkin dihindari oleh setiap orang yang hidup di zaman ini. Kemajuan
teknologi informasi dan telekomunikasi, lebih-lebih media elektronik telah
menawarkan suatu gagasan baru ke seluruh dunia tanpa memperhitungkan
dampak-dampak negatif yang dapat ditimbulkannya terhadap norma agama dan
akhlaq manusia. Promosi bertubi-tubi yang dilancarkan oleh berbagai media
massa telah menawarkan kenikmatan hidup dengan gaya modern, konsumtif
dan jet-set (mewah). Gaya hidup yang dituntut dan dikejar oleh hampir setiap
orang sebagai pelaku kehidupan modern adalah kehidupan yang bebas tanpa
batas, baik batas etika kesopanan, moral maupun akhlaq. Roda kehidupan yang
dipacu dengan akselerasi tinggi hingga menjadi cepat panas, disamping juga
ketatnya dunia kompetisi, khususnya di bidang ekonomi dan prinsip-prinsip
pemenuhan kebutuhan serta keinginan manusia, telah memaksa manusia kini
tidak lagi berperilaku dan bertindak manusiawi tetapi dengan semau gue
(seenaknya sendiri).
Bagi banyak orang, mencari rizki yang halalan toyyiban (halal dan baik) nyaris
dianggap suatu pekerjaan yang sia-sia. Adanya peluang untuk korupsi, kolusi,
manipulasi dan sejenisnya yang berseliweran di depan hidung, benar-benar
membuat mata mereka menjadi “silau”. Rangsangan manipulasi dan kolusi itu
menjadi “klop” manakala kita melihat keadaan ekonomi yang semakin sulit akhir-
akhir ini. Susahnya mencari pekerjaan, harga barang-barang kebutuhan yang
terus melambung serta gaya hidup yang semakin men-jetset hingga membuat
kebanyakan manusia jadi lupa diri, tabrak sana tabrak sini tanpa memperdulikan
norma agama, yang penting fulus (uang) bisa didapat dengan mudah walupun
harus dengan cara yang kotor dan keji.
2/5
Keadaan seperti ini sesuai dengan apa yang telah disyairkan oleh seorang
penyair muda di Zaman Jahiliyah dahulu yang bernama Thorofah bin Al-‟Abdi :
“„Pabila anda tak dapat memuaskan keinginanku, biarlah aku memenuhinya
dengan seenakku sendiri, orang akan memuaskan nafsunya selama hidup.
Setelah mati nanti anda akan tahu bahwa kita semua haus !”. Manusia yang
menyatakan dirinya “modern” pastilah menjadi pengikut aliran ini walaupun tidak
dengan terang-terangan memproklamirkan dirinya, kecuali orang-orang yang
diperliharakan Allah dari padanya.
Mengenai hal ini, Rasulullah SAW pernah bersabda :
“Sesungguhnya bagi setiap ummat ada ujiannya, dan ujian bagi ummatku
ialah harta kekayaan”. (H.R. Tarmizi)
“Demi Allah, bukanlah kekafiran dan kemiskinan yang aku khawatirkan
atas kamu, tetapi justru aku khawatir kemewahan dunia yang kamu
dapatkan sebagaimana telah diberikan kepada orang-orang sebelum kamu,
lalu kamu bergelimang dalam kemewahan itu sehingga binasa,
sebagaimana mereka bergelimang dan binasa pula”. (H.R. Tarmizi)
Apabila diingatkan, baik dengan teguran-teguran religi yang tersirat maupun
yang tersurat, sungguh yang keluar dari bibir mereka adalah kata-kata apologi
(pembelaan) “Jangankan cari rejeki yang halal, yang haram saja susah !”, begitu
sering dilontarkan. Hidup dinilai hanya untuk saat ini saja, mereka tidak lagi
dilhami oleh kehidupan masa depan yang bersifat ukhrowi nan kekal dan abadi.
Orang-orang itu hanya menghargai kekayaan dan kemewahan dengan segala
yang berhubungan dengan kehinaan dan kerendahan moral. Mereka akan
mencela orang yang tidak ikut berkecimpung dalam perebutan materi tersebut
betapapun orang itu baik budi dan berwatak mulia.
Salah seorang penyair Arab di Zaman Jahiliyah pernah berkata : “DikutukTuhan
seorang budak yang cita-cita dan tujuan hidupnya hanya untuk mencari sandang
dan pangan saja”. Bagaimana kiranya (kita tak bisa membayangkan) sendainya
penyair tersebut masih hidup sampai sekarang ini, dimana ia melihat terlalu
banyaknya orang-orang yang berlomba dan berjibaku untuk tidak hanya
3/5
memenuhi sekedar sandang pangan saja tetapi lebih memenuhi kebutuhan
“kemewahan dunia” walaupun dengan cara yang menjijikan dan keji.
Adalah seorang sarjana yang bekerja pada Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan (Depdikbud), ia seorang yang pintar dan mempunyai talenta dalam
dunia ilmu dan penelitian ilmiah serta telah banyak menulis di majalah-majalah
ilmiah populer. Namun akhirnya ia pindah ke Departemen Penerangan dan
bekerja sebagai penyiar. Ketika ditanyakan apa sebabnya ia mengubah haluan,
maka dijawab : “Karena pekerjaan yang baru menjanjikan gaji yang lebih
besar...”.
Ironisnya, seorang ustadz yang sangat dikagumi dan telah berhasil menyusun
buku “Tasawuf Islam” sehingga memperoleh penghargaan dari Para „Alim
„Ulama terkemuka. Tapi tiba-tiba ia pindah ke Departemen Luar Negeri dan
menjadi interpreter (penerjemah) bahasa Arab demi mengejar tambahan gaji
yang lebih besar.
Ini semua mengindikasikan bahwa materi berada di atas segala-galanya dan
telah menjadi sesuatu yang menentukan tujuan hidup sehingga mempengaruhi
cara berpikir dan bertindak secara total, bukan lagi sebagai sarana dan alat
untuk mencapai tujuan hidup tersebut.
Bila kemaksiatan sudah menjadi suatu kebiasaan (bahkan sudah menjadi suatu
kenikmatan), apalagi kalau bukan apologi (pembelaan) dan legitimasi
(pembenaran) yang menjadi andalan. Sederet kata-kata yang menjijikan pun
akan meluncur dengan deras dan fasih-nya dari bibir mereka yang secara
otomatis menjadi pandai bertutur bak tukang obat kaki lima di pinggir jalan.
“Saya „kan hanya menerima pemberian orang...Lagi pula saya tidak memaksa
khok...! Yah..,saya kan cuma sedikit, lihat tuh babe-babe kita dapatnya lebih
banyak”. Dan ketika diingatkan, itu salah dan haram dengan dalil : “Orang yang
menyogok dan yang disogok, dua-duanya masuk Neraka”. Mereka menjawab
lagi :”Tapi saya berbuat demikian „kan untuk menafkahkan anak-isteri ...,
bukankah menafkahkan keluarga juga termasuk amal soleh ?”.
Naudzubillah min dzalik !!!
4/5
Begitulah manusia yang telah diserang penyakit Hubbud Dunya (Cinta Dunia),
mula-mula hanya ikut menikmati, makin lama makin menjadi, pada akhirnya
menjadi ideologi yang akan dibela sampai mati. Mereka hanya berorientasi
kepada uang, peluang, dan senang-senang. Inilah sekelumit gaya hidup
hedonisme (hanya mencari kesenangan duniawi saja) dan materialisme (hanya
mementingkan materi semata) yang tengah melanda masyarakat kita dan orang-
orang yang hidup di akhir abad ke-20 ini. Maka bila hal ini tidak disadari dan
diwaspadai akan menjerumuskan masyarakat kepada masyarakat yang
Dehumanis, Apatis dan Hedonis.
Manusia seperti itulah yang diejek oleh Allah SWT dalam Firmannya :
“Dan kalau Kami kehendaki, sesungguhnya Kami tinggikan derajatnya
dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan hawa
nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya adalah seperti anjing. Jika
kamu menghalaunya, diulurkannya lidahnya, dan jika kamu
membiarkannya, maka diulurkan juga lidahnya. Itulah perumpamaan orang-
orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah kepada
mereka kisah-kisah itu agar mereka berfikir”. (QS. Al-A‟raaf :176)
Mereka menganggap kemanusiaan adalah suatu komoditi yang tak diperlukan
lagi. Mereka berteriak-teriak : “Jangan pikirkan hari esok, hidup cuma untuk hari
ini, jangan perdulikan orang lain, yang penting perkuat diri. Jadikan dirimu
populer meskipun dirimu bodoh dan biarkan mereka berduyun-duyun bersimpuh
dalam tali sepatu kekayaan dan kekuasaanmu”. Itulah gaya hidup para wajah
dunia materialistik.
Mereka mengingkari hari akhirat, sebagaimana disinyalir dalam Al-qur‟an :
“Dan mereka berkata : “Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di
dunia saja, kita mati dan kita hidup tidak ada yang membinasakan kita
selain waktu”, dan mereka sekali-kali tidak tidak mengetahui pengetahuan
tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja.” (QS : 45:24)
Seorang Muslim sepatutnya menjadi manusia-manusia yang diperhitungkan,
baik kualitasnya, profesionalismenya, maupun ketajaman akal-budi dan
rohaninya, bukan yang diperhitungkan karena seringnya membuat kerusakan
dan keonaran di mana-mana.
5/5
Kekayaan dan kekuasaan penting bagi Seorang Muslim, lebih dikarenakan
untuk membiayai dan mendukung Jihad Fi Sabilllah (Berjuang di Jalan Allah)
dan menjadi senjata untuk menundukkan kejahiliyiahan, bukan untuk
kepentingan pribadi atau golongan tetapi lebih untuk kepentingan dan
Kemaslahatan seluruh ummat Islam di manapun berada. Karena antara seorang
muslim dengan muslim yang lain adalah bersudara. Seorang muslim harus
tampil sebagai sosok figur yang terbaik dalam segala sudut kehidupan (Kuntum
Khairu Ummah).
Akhirul Qalam..., penulis berwasiat kepada diri sendiri dan para pembaca
Semoga kita semua terhindar dan dijauhkan dari hal-hal serta sifat-sifat tersebut
di atas, begitu juga keturunan kita, sanak dan saudara serta kerabat dekat kita.
Amiieeen...
Wabillahi Taufik Wal Hidayah, Wassalamulaikum Wr. Wb.
Ditulis Oleh: M. Shobrie H.W., SE, CFA, CLA, CPHR, CPTr.