materi uas 2

6
Ada beberapa metode: 1. Direct inoculation of culture medium Meliputi pengujian langsung dari sampel dalam media pertumbuhan. Menurut British Farmakope: a. media tioglikolat cair yang mengandung glukosa dan Na Tioglikolat cocok untuk pembiakan aerob. Suhu inkubasi 30-35 o C. b. Soya bean casein digest medium Media ini membantu pertumbuhan bakteri anaerob dan fungsi. Suhu inkubasi 30-35 o C, sedang fungi 20-25 o C. 2. Membran filtrasi Teknik yang banyak direkomendasikan farmakope, meliputi filtrasi cairan melalui membran steril. Filter lalu ditanam dalam media. Masa inkubasi 7-14 hari karena mungkin organisme perlu adaptasi dulu. 3. Introduction od concentrate culture medium Medium yang pekat langsung dimasukkan dalam wadah sampel yang akan ditumbuhkan. Tidak banyak digunakan, hanya dipakai bila ada kecurigaan akan adanya bakteri. Uji pirogen 1. Secara kualitatif: Rabbit test Berdasarkan respon demam pada kelinci. Digunakan kelinci karena kelinci menunjukkan respon terhadap pirogen sesuai dengan keadaan manusia. Kenaikan suhu diukur melalui rektal. 2. Secara kuantitatif: LAL test Cara uji in vitro dengan menggunakan sifat membentuk gel dari lisat amebasit dari limulus polifemus. Uji ini 5-10 kali lebih sensitif dari Rabbit test. Kondisi LAL-test: a. pH larutan 6-7 b. suhu 37 o C c. kontrol negatif: aquadest (pelarut) d. kontrol positif (pirogen/endotoksin) e. keuntungan: cepat, mudah, praktis Uji sterilitas dilakukan untuk memperkirakan jumlah mikroba aerob viabeldi dalam semua jenia perbekalan farmasi, mulai dari bahan baku hinga sediaan jadi dan untuk menetapkan apakah ba han atau produk farmasi yang harus sterilme menuhi syarat berkenaan dengan uji sterilitas seperti yang tertera pada masing-masing monografi bahan atau produk. Untuk menyatakan bahwa perbekalanfarmasi tersebut bebas dari spesies mikroba tertentu. Pengerjaan harus dilakukan secara aseptic. Jika tidak dinyatakan lain, “inkubasi” adalah menempatkan wadah di dalam ruang terkendali secara termostatik pada suhu antara 30 Tahap pertamaPada interval waktu tertentu dan pada akhir periode inkubasi, amati isisemua wadah akan adanya pertumbuhan mikroba seperti kekeruhan dan atau pertumbuhan pada permukaan. Jika tidak terjadi pertumbuhan, maka bahan ujimemenuhi syarat.Jika ditemukan pertumbuhan mikroba, tetapi peninjauan dalampemantauan fasilitas pengujian sterilitas, bahan yang digunakan, prosedurpengujian dan kontrol negatif menunjukan tidak memadai atau teknik aseptik yang salah digunakan dalam pengujian, tahap pertama dinyatakan tidakabsah dandapat diulang. Jika pertumbuhan mikroba teramati tetapi tidak terbukti uji tahappertama tidak absah, lakukan tahap kedua. Tahap keduaJumlah spesimen yang diseleksi minimal 2 kali jumlah tahap pertama.Volume minimal tiap spesimen yang diuji dan media dan perioda inkubasi samaseperti yang tertera pada tahap pertama. Jika tidak ditemukan pertumbuhanmikroba, bahan yang diuji memenuhi syarat. Jika ditemukan pertumbuhan, hasilyang diperoleh membuktikan bahwa bahan uji tidak memenuhi syarat. Jika dapatdibuktikan bahwa uji pada tahap kedua tidak absah karena kesalahan atau teknik aseptik tidak memadai, maka tahap kedua dapat diulang.Sediaan obat dan alat kesehatan seharusnya bersifat steril, bebas darikuman. Terutama sediaan obat yang langsung kontak dengan mukosa ataulangsung masuk ke aliran darah seperti tetes mata, injeksi, cairan infus, salepmata, dan tablet implant.Demikian juga dengan alat-alat kesehatan seperti kasa, dispossible syringe, danbenang bedah. Standar ini dibuat dengan tujuan agar tidak terjadi infeksi padapasien yang menggunakan sediaan obat maupun alat kesehatan tersebut akibatkontaminasi kuman patogen.Sediaan steril memiliki beberapa sifat bentuk takaran yang unik, sepertibebas dari mikroorganisme, bebas dari pirogen, bebas dari partikulat dan standaryang sangat tinggi dalam hal kemurnian dan kualitas; bagaimanapun, tujuanutama pembuatan sediaan steril adalah mutlak tidak adanya kontaminasi mikroba. Tidak seperti syarat banyak sediaan yang lain, syarat sterilitas adalah nilai yang mutlak. Sebuah sediaan baik steril maupun non steril. Secara historis, pertimbangan sterilitas bersandar pada uji sterilitas lengkap yang resmi, namunsediaan akhir pengujian sterilitas mengalami banyak batasan [1-4]. Metode Farmakope harus digunakan untuk validasi danperforma ui sterilitas.Untuk produk injeksi, air untuk injeksi, produk antara, dan produk jadiharus dipantau adanya endotoksin menggunakan metode farmakope yang telahditetapkan dan divalidasi untuk setiap jenis produk.Area bersih untuk pembuatan sediaan steril digolongkan berdasarkankarakteristik lingkungan yang dipersyratkan. I. Pendahuluan Salah satu bentuk sediaan steril adalah injeksi. Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir. Dimasukkan ke dalam tubuh dengan menggunakan alat suntik. Suatu sediaan parenteral harus steril karena sediaan ini unik yang diinjeksikan atau disuntikkan melalui kulit atau membran mukosa ke dalam kompartemen tubuh yang paling dalam. Sediaan parenteral memasuki pertahanan tubuh yang memiliki efesiensi tinggi yaitu kulit dan membran mukosa sehingga sediaan parenteral harus bebas dari kontaminasi mikroba dan bahan-bahan beracun dan juga harus memiliki kemurnian yang dapat diterima. II. Definisi Injeksi atau parenteral adalah sediaan farmasetis steril berupa larutan, emulsi, suspensi, atau

Upload: athara-somana

Post on 15-Jan-2016

223 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

uas steril

TRANSCRIPT

Page 1: materi uas 2

Ada beberapa metode:1. Direct inoculation of culture medium Meliputi pengujian langsung dari sampel dalam media

pertumbuhan. Menurut British Farmakope:a. media tioglikolat cair yang mengandung glukosa dan Na

Tioglikolat cocok untuk pembiakan aerob. Suhu inkubasi 30-35oC.b. Soya bean casein digest medium Media ini membantu pertumbuhan bakteri anaerob dan fungsi.

Suhu inkubasi 30-35oC, sedang fungi 20-25oC.2. Membran filtrasi Teknik yang banyak direkomendasikan farmakope, meliputi

filtrasi cairan melalui membran steril. Filter lalu ditanam dalam media. Masa inkubasi 7-14 hari karena mungkin organisme perlu adaptasi dulu.

3. Introduction od concentrate culture mediumMedium yang pekat langsung dimasukkan dalam wadah sampel

yang akan ditumbuhkan. Tidak banyak digunakan, hanya dipakai bila ada kecurigaan akan adanya bakteri.

Uji pirogen 1. Secara kualitatif: Rabbit testBerdasarkan respon demam pada kelinci. Digunakan kelinci

karena kelinci menunjukkan respon terhadap  pirogen sesuai dengan keadaan manusia. Kenaikan suhu diukur melalui rektal.

2. Secara kuantitatif: LAL testCara uji in vitro dengan menggunakan sifat membentuk gel dari

lisat amebasit dari limulus polifemus. Uji ini 5-10 kali lebih sensitif dari Rabbit test.

Kondisi LAL-test: a. pH larutan 6-7 b. suhu 37oC c. kontrol negatif: aquadest (pelarut) d. kontrol positif (pirogen/endotoksin) e. keuntungan: cepat, mudah, praktis Uji sterilitas dilakukan untuk memperkirakan jumlah mikroba

aerob viabeldi dalam semua jenia perbekalan farmasi, mulai dari bahan baku hinga sediaan jadi dan untuk menetapkan apakah bahan atau produk farmasi yang harus sterilmemenuhi syarat berkenaan dengan uji sterilitas seperti yang tertera pada masing-masing monografi bahan atau produk. Untuk menyatakan bahwa perbekalanfarmasi tersebut bebas dari spesies mikroba tertentu. Pengerjaan harus dilakukan

secara aseptic. Jika tidak dinyatakan lain, “inkubasi” adalah menempatkan wadah

di dalam ruang terkendali secara termostatik pada suhu antara 30Tahap pertamaPada interval waktu tertentu dan pada akhir

periode inkubasi, amati isisemua wadah akan adanya pertumbuhan mikroba seperti kekeruhan dan atau pertumbuhan pada permukaan. Jika tidak terjadi pertumbuhan, maka bahan ujimemenuhi syarat.Jika ditemukan pertumbuhan mikroba, tetapi peninjauan dalampemantauan fasilitas pengujian sterilitas, bahan yang digunakan, prosedurpengujian dan kontrol negatif menunjukan tidak memadai atau teknik aseptik yang salah digunakan dalam pengujian, tahap pertama dinyatakan tidakabsah dandapat diulang. Jika pertumbuhan mikroba teramati tetapi tidak terbukti uji tahappertama tidak absah, lakukan tahap kedua.

Tahap keduaJumlah spesimen yang diseleksi minimal 2 kali jumlah tahap pertama.Volume minimal tiap spesimen yang diuji dan media dan perioda inkubasi samaseperti yang tertera pada tahap pertama. Jika tidak ditemukan pertumbuhanmikroba, bahan yang diuji memenuhi syarat. Jika ditemukan pertumbuhan, hasilyang diperoleh membuktikan bahwa bahan uji tidak memenuhi syarat. Jika dapatdibuktikan bahwa uji pada tahap kedua tidak absah karena kesalahan atau teknik aseptik tidak memadai, maka tahap kedua dapat diulang.Sediaan obat dan alat kesehatan seharusnya bersifat steril, bebas darikuman.

Terutama sediaan obat yang langsung kontak dengan mukosa ataulangsung masuk ke aliran darah seperti tetes mata, injeksi, cairan infus, salepmata, dan tablet implant.Demikian juga dengan alat-alat kesehatan seperti kasa, dispossible syringe, danbenang bedah. Standar ini dibuat dengan tujuan agar tidak terjadi infeksi padapasien yang menggunakan sediaan obat maupun alat kesehatan tersebut akibatkontaminasi kuman patogen.Sediaan steril memiliki beberapa sifat bentuk takaran yang unik, sepertibebas dari mikroorganisme, bebas dari pirogen, bebas dari partikulat dan standaryang sangat tinggi dalam hal kemurnian dan kualitas; bagaimanapun, tujuanutama pembuatan sediaan steril adalah mutlak tidak adanya kontaminasi mikroba.

Tidak seperti syarat banyak sediaan yang lain, syarat sterilitas adalah nilai yang mutlak. Sebuah sediaan baik steril maupun non steril. Secara historis, pertimbangan sterilitas bersandar pada uji sterilitas lengkap yang resmi, namunsediaan akhir pengujian sterilitas mengalami banyak batasan [1-4]. Metode Farmakope harus digunakan untuk validasi danperforma

ui sterilitas.Untuk produk injeksi, air untuk injeksi, produk antara, dan produk jadiharus dipantau adanya endotoksin menggunakan metode farmakope yang telahditetapkan dan divalidasi untuk setiap jenis

produk.Area bersih untuk pembuatan sediaan steril digolongkan berdasarkankarakteristik lingkungan yang dipersyratkan.

I. Pendahuluan Salah satu bentuk sediaan steril adalah injeksi. Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir. Dimasukkan ke dalam tubuh dengan menggunakan alat suntik.Suatu sediaan parenteral harus steril karena sediaan ini unik yang diinjeksikan atau disuntikkan melalui kulit atau membran mukosa ke dalam kompartemen tubuh yang paling dalam. Sediaan parenteral memasuki pertahanan tubuh yang memiliki efesiensi tinggi yaitu kulit dan membran mukosa sehingga sediaan parenteral harus bebas dari kontaminasi mikroba dan bahan-bahan beracun dan juga harus memiliki kemurnian yang dapat diterima.

II. Definisi Injeksi atau parenteral adalah sediaan farmasetis steril berupa larutan, emulsi, suspensi, atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir atau menembus suatu atau lebih lapisan kulit atau membran mukosa menggunakan alat suntik.

III. Rute-rute Injeksi 1. Parenteral Volume Kecil a. Intradermal

Istilah intradermal (ID) berasal dari kata "intra" yang berarti lipis dan "dermis" yang berarti sensitif, lapisan pembuluh darah dalam kulit. Ketika sisi anatominya mempunyai derajat pembuluh darah tinggi, pembuluh darah betul-betul kecil. Makanya penyerapan dari injeksi disini lambat dan dibatasi dengan efek sistemik yang dapat dibandingkan karena absorpsinya terbatas, maka penggunaannya biasa untuk aksi lokal dalam kulit untuk obat yang sensitif atau untuk menentukan sensitivitas terhadap mikroorganisme.

b.Intramuskular Istilah intramuskular (IM) digunakan untuk injeksi ke dalam

obat. Rute intramuskular menyiapkan kecepatan aksi onset sedikit lebih normal daripada rute intravena, tetapi lebih besar daripada rute subkutan.

c. Intravena Istilah intravena (IV) berarti injeksi ke dalam vena. Ketika tidak

ada absorpsi, puncak konsentrasi dalam darah terjadi dengan segera, dan efek yang diinginkan dari obat diperoleh hampir sekejap.

d.Subkutan Subkutan (SC) atau injeksi hipodermik diberikan di bawah kulit.

Parenteral diberikan dengan rute ini mempunyai perbandingan aksi onset lambat dengan absorpsi sedikit daripada yang diberikan dengan IV atau IM. e. Rute intra-arterial

disuntikkan langsung ke dalam arteri, digunakan untuk rute intravena ketika aksi segera diinginkan dalam daerah perifer tubuh.f. Intrakardial

disuntikkan langsung ke dalam jantung, digunakan ketika kehidupan terancam dalam keadaan darurat seperti gagal jantung.g. Intraserebral

injeksi ke dalam serebrum, digunakan khusus untuk aksi lokal sebagaimana penggunaan fenol dalam pengobatan trigeminal neuroligia. h. Intraspinal

injeksi ke dalam kanal spinal menghasilkan konsentrasi tinggi dari obat dalam daerah lokal. Untuk pengobatan penyakit neoplastik seperti leukemia.i. Intraperitoneal dan intrapleural

Merupakan rute yang digunakan untuk pemberian berupa vaksin rabies. Rute ini juga digunakan untuk pemberian larutan dialisis ginjal.j. Intra-artikular

Injeksi yang digunakan untuk memasukkan bahan-bahan seperti obat antiinflamasi secara langsung ke dalam sendi yang rusak atau teriritasi. k.Intrasisternal dan peridual

Injeksi ke dalam sisterna intracranial dan durameter pada urat spinal. Keduanya merupakan cara yang sulit dilakukan, dengan keadaan kritis untuk injeksi.l. Intrakutan (i.c)

Injeksi yang dimasukkan secara langsung ke dalam epidermis di bawah stratum corneum. Rute ini digunakan untuk memberi volume kecil (0,1-0,5 ml) bahan-bahan diagnostik atau vaksin.

m. Intratekal

Page 2: materi uas 2

Larutan yang digunakan untuk menginduksi spinal atau anestesi lumbar oleh larutan injeksi ke dalam ruang subarachnoid. Cairan serebrospinal biasanya diam pada mulanya untuk mencegah peningkatan volume cairan dan pengaruh tekanan dalam serabut saraf spinal. Volume 1-2 ml biasa digunakan. Berat jenis dari larutan dapat diatur untuk membuat anestesi untuk bergerak atau turun dalam kanal spinal, sesuai keadaan tubuh pasien.

2. Parenteral Volume Besar Untuk pemberian larutan volume besar, hanya rute intravena dan

subkutan yang secara normal digunakan. a. Intravena

Keuntungan rute ini adalah (1) jenis-jenis cairan yang disuntikkan lebih banyak dan bahkan bahan tambahan banyak digunakan IV daripada melalui SC, (2) cairan volume besar dapat disuntikkan relatif lebih cepat (3) efek sistemik dapat segera dicapai (4) level darah dari obat yang terus-menerus disiapkan (5) kebangkitan secara langsung untuk membuka vena untuk pemberian obat rutin dan menggunakan dalam situasi darurat disiapkan.Kerugiannya adalah meliputi :

gangguan kardiovaskuler dan pulmonar dari peningkatan volume cairan dalam sistem sirkulasi mengikuti pemberian cepat volume cairan dalam jumlah besar

perkembangan potensial trombophlebitis kemungkinan infeksi lokal atau sistemik dari kontaminasi

larutan atau teknik injeksi septik, dan (4) pembatasan cairan berair.

b.Subkutan Penyuntikan subkutan (hipodermolisis) menyiapkan sebuah

alternatif ketika rute intravena tidak dapat digunakan. Cairan volume besar secara relatif dapat digunakan tetapi injeksi harus diberikan secara lambat. Dibandingkan dengan rute intravena, absorpsinya lebih lambat, lebih nyeri dan tidak menyenangkan, jenis cairan yang digunakan lebih kecil (biasanya dibatasi untuk larutan isotonis) dan lebih terbatas zat tambahannya.

IV. Keuntungan injeksi 1. Respon fisiologis yang cepat dapat dicapai segera bila

diperlukan, yang menjadi pertimbangan utama dalam kondisi klinik seperti gagal jantung, asma, shok.

2. Terapi parenteral diperlukan untukobat-obat yang tidak efektif secara oral atau yang dapat dirusak oleh saluran pencernaan, seperti insulin, hormon dan antibiotik.

3. Obat-obat untuk pasien yang tidak kooperatif, mual atau tidak sadar harus diberikan secara injeksi.

4. Bila memungkinkan, terapi parenteral memberikan kontrol obat dari ahli karena pasien harus kembali untuk pengobatan selanjutnya. Juga dalam beberapa kasus, pasien tidak dapat menerima obat secara oral.

5. Penggunaan parenteral dapat menghasilkan efek lokal untuk obat bila diinginkan seperti pada gigi dan anestesi.

6. Dalam kasus simana dinginkan aksi obat yang diperpanjang, bentuk parenteral tersedia, termasuk injeksi steroid periode panjang secara intra-artikular dan penggunaan penisilin periode panjang secara i.m.

7. Terapi parenteral dapat memperbaiki kerusakan serius pada keseimbangan cairan dan elektrolit.

8. Bila makanan tidak dapat diberikan melalui mulut, nutrisi total diharapkan dapat dipenuhi melalui rute parenteral.

9. Aksi obat biasanya lebih cepat. 10. Seluruh dosis obat digunakan. 11. Beberapa obat, seperti insulin dan heparin, secara lengkap

tidak aktif ketika diberikan secara oral, dan harus diberikan secara parenteral.

12. Beberapa obat mengiritasi ketika diberikan secara oral, tetapi dapat ditoleransi ketika diberikan secara intravena, misalnya larutan kuat dektrosa.

13. Jika pasien dalam keadaan hidrasi atau shok, pemberian intravena dapat menyelamatkan hidupnya.

V. Kerugian Injeksi 1. Bentuk sediaan harus diberikan oleh orang yang terlatih dan

membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan pemberian rute lain.

2. Pada pemberian parenteral dibutuhkan ketelitian yang cukup untuk pengerjaan secara aseptik dari beberapa rasa sakit tidak dapat dihindari.

3. Obat yang diberikan secara parenteral menjadi sulit untuk mengembalikan efek fisiologisnya.

4. Yang terakhir, karena pada pemberian dan pengemasan, bentuk sediaan parenteral lebih mahal dibandingkan metode rute yang lain.

5. Beberapa rasa sakit dapat terjadi seringkali tidak disukai oleh pasien, terutama bila sulit untuk mendapatkan vena yang cocok untuk pemakaian i.v.

6. Dalam beberapa kasus, dokter dan perawat dibutuhkan untuk mengatur dosis.

7. Sekali digunakan, obat dengan segera menuju ke organ targetnya. Jika pasien hipersensitivitas terhadap obat atau overdosis setelah penggunaan, efeknya sulit untuk dikembalikan lagi.

8. Pemberian beberapa bahan melalui kulit membutuhkan perhatian sebab udara atau mikroorganisme dapat masuk ke dalam tubuh. Efek sampingnya dapat berupa reaksi phlebitis, pada bagian yang diinjeksikan.

VI. Komposisi Injeksi 1. Bahan aktif 2. Bahan tambahan

a. Antioksidan : Garam-garam sulfurdioksida, termasuk bisulfit, metasulfit dan sulfit adalah yang paling umum digunakan sebagai antioksidan. Selain itu digunakan :Asam askorbat, Sistein, Monotiogliseril, Tokoferol.

b. Bahan antimikroba atau pengawet : Benzalkonium klorida, Benzil alcohol, Klorobutanol, Metakreosol, Timerosol, Butil p-hidroksibenzoat, Metil p-hidroksibenzoat, Propil p-hidroksibenzoat, Fenol.

c. Buffer : Asetat, Sitrat, Fosfat.d. Bahan pengkhelat : Garam etilendiamintetraasetat (EDTA). e. Gas inert : Nitrogen dan Argon.f. Bahan penambah kelarutan (Kosolven) : Etil alcohol, Gliserin,

Polietilen glikol, Propilen glikol, Lecithing. Surfaktan : Polioksietilen dan Sorbitan monooleat.h. Bahan pengisotonis : Dekstrosa dan NaCli. Bahan pelindung : Dekstrosa, Laktosa, Maltosa dan Albumin

serum manusia.j. Bahan penyerbuk : Laktosa, Manitol, Sorbitol, Gliserin.

3. Pembawaa. Pembawa airb. Pembawa nonair dan campuranMinyak nabati : Minyak jagung, Minyak biji kapas, Minyak

kacang, Minyak wijenPelarut bercampur air : Gliserin, Etil alcohol, Propilen glikol,

Polietilenglikol 300. VII. Syarat-syarat Injeksi 1. Bebas dari mikroorganisme, steril atau dibuat dari bahan-

bahan steril di bawah kondisi yang kurang akan adanya kombinasi mikroorganisme (proses aseptik).

2. Bahan-bahan bebas dari endotoksin bakteri dan bahan pirogenik lainnya.

3. Bahan-bahan yang bebas dari bahan asing dari luar yang tidak larut.

4. Sterilitas 5. Bebas dari bahan partikulat 6. Bebas dari Pirogen 7. Kestabilan 8. Injeksi sedapat mungkin isotonis dengan darah. VIII. Wadah Injeksi Ada dua tipe utama wadah untuk injeksi yaitu dosis tunggal dan

dosis ganda. Wadah dosis tunggal yang paling sering digunakan adalah ampul dimana kisaran ukurannya dari 1-100 ml. pada kasus tertentu, wadah dosis ganda dan sebagainya berupa vial serum atau botol serum. Kapasitas vial serum 1-50 ml, bentuknya mirip ampul tetapi disegel dengan pemanasan. Ditutup dengan penutup karet spiral. Botol serum juga dapat sebagai botol tipe army dengan kisaran ukuran dari 75-100 ml dan memiliki mulut yang lebar dimana ditutup dengan penutup karet spiral. Labu atau tutup yang lebih besar mengandung 250-2000 ml, digunakan untuk cairan parenteral yang besar seperti NaCl isotonis.

1. Gelas Gelas digunakan untuk sediaan parenteral dikelompokkan dalam

tipe I, Tipe II, dan Tipe III (tabel 8). Tipe I adalah mempunyai derajat yang paling tinggi, disusun hampir ekslusif dan barosilikat (silikon dioksida), membuatnya resisten secara kimia terhadap kondisi asam dan basa yang ekstrim. Gelas tipe I, meskipun paling mahal, ini lebih disukai untuk produk terbanyak yang digunakan untuk pengemasan beberapa parenteral. Gelas tipe II adalah gelas soda-lime (dibuat dengan natrium sulfit atau sulfida untuk menetralisasi permukaan alkalinoksida), sebaliknya gelas tipe III tidak dibuat dari gelas soda lime. Gelas tipe II dan III digunakan untuk serbuk kering dan sediaan parenteral larutan berminyak. Tipe II dapat digunakan untuk produk dengan pH di bawah 7,0 sebaik sediaan asam dan netral. USP XXII memberikan uji untuk tipe-tipe gelas berbeda.

Formulator harus mengetahuidan sadar bahwa masing-masing tipe gelas adalah berbeda dan level bahan tambahannya (boron, sodium, potassium, kalsium, besi, dan magnesium) yang berefek terhadap sifat kimia dan fisika. Oleh karena itu, formulator

Page 3: materi uas 2

sebaiknya mempunyai semua informasi yang diperlukan dari pembuatan gelas untuk memastikan bahwa formulasi gelas adalah konsisten dan dari batch dan spesifikasi bahan tambahan adalah konsisten ditemukan.

Wadah gelas ambar digunakan untuk produk yang sensitif terhadap cahaya. Warna ambar dihasilkan dengan penambahan besi dan mangan oksida untuk formulasi gelas. Namun demikian, dapat leach ke dalam formulasi dan mempercepat reaksi oksidasi.

2. Karet Formulasi karet digunakan dalam sediaan parenteral volume

kecil untuk penutup vial dan catridge dan penutup untuk pembedahan. Formulasi ini betul-betul kompleks. Tidak hanya mereka mengandung basis polimer karet, tetapi juga banyak bahan tambahan seperti bahan pelunak, pelunak, vulkanishing, pewarna, aktivator dan percepatan, dan antioksidan. Banyak bahan-bahan tambahan ini tidak dikarakteristikkan untuk isi atau pemurnian dan dapat bersumber dari masalah degradasi fisika dan kimia dalam produk parenteral. Seperti gelas, formulator harus bekerja dengan tertutup dengan pembuat karet untuk memilih formulasi karet yang tepat dengan spesifikasi tetap dan karakteristik untuk mempertahankan kestabilan produk.

Paling banyak polimer karet digunakan dalam penutup sediaan parenteral volume kecil adalah alami dan butil karet dengan silikon dan karet neopren digunakan jarang. Butil karet lebih disukai karena ini diinginkan sedikit bahan tambahan, mempunyai penyerapan uap air rendah (oleh karena itu, baik untuk serbuk kering steril sensitif terhadap kelembaban) dan sifat sederhana dengan penghormatan penyerapan gas dan reaktivitas dengan produk farmasetik.

Masalah dengan penutup karet termasuk leaching bahan ke dalam produk, penyerapan bahan aktif atau pengawet antimikroba oleh elastomer dan coring karet oleh pengulangan insersi benang. Coring menghasilkan partikel karet yang berefek terhadap kualitas dan keamanan potensial produk.

Silikonisasi penutup karet adalah umum dilakukan untuk memfasilitasi pergerakan karet melalui peralatan sepanjang proses dan peletakan ke dalam vial. Akan tetapi, silikon tidak bercampur dengan obat hidrofilik, khususnya protein. Kontak yang luar biasa dengan karet tersilikonisasi dapat menghasilkan agregasi protein. Pembuatan elastomer mempunyai perkembangan formulasi yang tidak menginginkan penggunaan silikon untuk menggunakan dalam operasi produksi kecepatan tinggi.

3. Plastik Pengemasan plastik adalah sangat penting untuk bentuk sediaan

mata yang diberikan oleh botol plastic fleksibel, orang yang bersangkutan memeras untuk mengeluarkan tetesan larutan steril, suspensi atau gel. Wadah plastic parenteral volume kecil lain dari produk mata menjadi lebih luas dipakai karena pemeliharaan harga, eliminasi kerusakan gelas dari kenyamanan penggunaan. Seperti formulasi karet, formulasi plastik dapat berinteraksi dengan produk, menyebabkan masalah fisika dan kimia. Formulasi plastik adalah sedikit. Kompleks daripada karet dan cenderung mempunyai potensial lebih rendah untuk bahannya. Paling umum digunakan plastik polimer untuk sediaan mata adalah polietilen densitas rendah. Untuk sediaan parenteral volume kecil yang lain, formulasi polyolefin lebih luas digunakan sebaik polivinil klorida, polipropilen, poliamida (nilon), polikarbonat dan kopolimer (seperti etilen-vinil asetat).

Tabel 9- Komponen karet Dapat Diautoklaf Digunakan DalamSediaan Parenteral Volume Kecil

4. Container / wadah Tipe wadah yang paling umum digunakan untuk sediaan

parenteral volume kecil adalah gelas atau vial polietilen dengan penutup karet dan besi. Gelas ampul digunakan paling banyak untuk sistem pengemasan parenteral volume kecil, tetapi jarang digunakan sekarang karena masalah aprtikel gelas ketika leher ampul dibuka. Masing-masing pembedahan dan wadah catridge mempunyai peningkatan popularitas dan penggunaan karena kenyamanan mereka dibandingkan vial dan ampul. Vial dan ampul menginginkan kemunduran produk dari kemasan. Injeksi, sebaliknya produk-produk dalam pembedahan dan catridge adalah siap untuk diberikan. Keduanya digunakan untuk parenteral volume besar (LVP).

Wadah plastik digunakan untuk penggunaan produk mata. Salep dengan tube logam digunakan untuk kemasan salep mata steril.

IX. Cara Pengisian Ampul. Untuk pengisian ampul, jarum hipodermik panjang adalah

penting karena lubangnya kecil. Jarum harus dimasukkan ke dalam ampul sampai di bawah. Leher ampul, tetapi tidak cukup jauh untuk masuk ke dalam larutan yang dimasukkan ke dalam ampul. Jarum harus dikeluarkan dari ampul tanpa menggunakan

tetes larutan pada dinding primer dari leher ampul. Metode ini digunakan untuk mencegah pengurangan dan pengotoran jika ampul disegel

X. Cara Penyegelan Ampul Ampul dapat ditutup dengan melelehkan bagian gelas dari leher

ampul sehingga membentuk segel penutup atau segel tarik. Segel penutup dibuat dengan melelehkan sebagian gelas pada bagian atas leher ampul bulatan gelas dan menutup bagian yang terbuka. Segel tarik dibuat dengan memanaskan leher dari suatu ampul yang berputar di daerah ujungnya kemudian menarik ujungnya hingga membentuk kapiler kecil yang dapat diputar sebelum bagian yang meleleh tersebut ditutup.

• DEFINISI • Sterilisasi Umum : proses atau kegiatan membebaskan suatu

bahan atau benda dari semua bentuk kehidupan.• Sterilisasi dalam Budidaya Pakan Alami : upaya membebaskan

peralatan dan media dari organisme termasuk plankton yang tidak dikehendaki.

• Sterilisasi adalah suatu proses untuk membunuh semua jasad renik yang ada, sehingga jika ditumbuhkan di dalam suatu medium tidak ada lagi jasad renik yang dapat berkembang biak.

• Sterilisasi harus dapat membunuh jasad renik yang paling tahan panas yaitu spora bakteri.

• Sterilisasiadalah suatu proses penghancuran secara lengkap semua mikroba hidup dan spora-sporanya.

• Sterilisasi Uap • Dilakukan dengan autoklaf menggunakan uap air dalam tekanan

sebagai pensterilnya. Bakteri akan terkoagulasi dan dirusak pada temperature yang lebih rendah dibandingkan bila tidak ada kelembapan.

• Mekanisme penghancuran bakteri oleh uap air panas adalah karena terjadinya denaturasi dan koagulasi beberapa protein esensial dari organism tersebut.

• AUTOKLAF – AUTOCLAVE • Suhu 1210C dan tekanan 15 psi • Jika tekanan 0 psi, air mendidih pada suhu 1000C, autoklaf yang

diletakkan di ketinggian sama, menggunakan tekanan 15 psi maka air akan mendidih pada suhu 1210C.

• Jika dilaboratorium terletak pada ketinggian tertentu, maka pengaturan tekanan perlu disetting ulang.

• Misalnya autoklaf diletakkan pada ketinggian 2700 kaki dpl, maka tekanan dinaikkan menjadi 20 psi supaya tercapai suhu 1210C untuk mendidihkan air.

• Sterilisasi Panas Kering • Dilakukan dengan menggunakan oven pensteril. Karena panas

kering kurang efektif untuk membunuh mikroba dibandingkan dengan uap air panas maka metode ini memerlukan temperature yang lebih tinggi dan waktu yang lebih panjang. Sterilisasi panas kering biasanya ditetapkan pada temperature 160-1700C dengan waktu 1-2 jam.

• digunakan untuk senyawa-senyawa yang tidak efektif untuk disterilkan dengan uap air panas, karena sifatnya yang tidak dapat ditembus atau tidak tahan dengan uap air.

• Senyawa-senyawa tersebut meliputi minyak lemak, gliserin (berbagai jenis minyak), dan serbuk yang tidak stabil dengan uap air. Metode ini juga efektif untuk mensterilkan alat-alat gelas dan bedah.Karena suhunya sterilisasi yang tinggi sterilisasi panas kering tidak dapat digunakan untuk alat-alat gelas yang membutuhkan keakuratan (contoh:alat ukur) dan penutup karet atau plastik.C.

• Sterilisasi media kultur • Menggunakan autoclave

Langkah : Cuci peralatan dg air tawar dan detergen Masukkan media dalam botol atau erlenmeyer yang telah dicuci Tutup dengan kapas atau gabus Di atas kapas tutup dg alumunium foil Masukkan dalam autoclave, operasikan Hot Air Method (Oven) Digunakan untuk peralatan gelas : cawan petri, pipet ukur dan

labu erlenmyer. Alat gelas yang disterilisasi dengan udara panas tidak akan

timbul kondensasi sehingga tidak ada tetes air (embun) didalam alat gelas.

Bungkus alat-alat gelas dengan kertas payung atau aluminium foil

Atur pengatur suhu oven menjadi 1800C dan alat disterilkan selama 2-3 jam.

Sterilisasi Gas Sterilisasi gas digunakan dalam pemaparan gas atau uap untuk

membunuh mikroorganisme dan sporanya.

Page 4: materi uas 2

Meskipun gas dengan cepat berpenetrasi ke dalam pori danserbuk padat. Sterilisasi adalah fenomena permukaan dan mikroorganisme yang terkristal akan dibunuh.

Sterilisasi gas biasanya digunakan untuk bahan yang tidak bisa difiltrasi, tidak tahan panas dan tidak tahan radiasi atau cahaya.

Gaseous Chemosterilizers Contoh :

Propilen oksida (C3H6O) Gas klorin (Cl2) Klorin dioksida (ClO2) Ozon (O3) Etilen oksida (C2H4O)

Keterangan : Digunakan untuk bahan yang sensitif terhadap panas

atau kelembaban Tidak korosif terhadap bahan, dapat digunakan untuk

plastik Mahal, toksik, karsinogenik

Sterilisasi dingin ( perendaman ) Yaitu dengan cara merendam dengan menggunakan zat kimia seperti desinfektan

Pemanasan

Pemijaran (dengan api langsung): membakar alat pada api secara langsungjarum inokulum, pinset, batang L, dll.Panas kering: Oven (60-1800C).alat dari kaca : erlenmeyer, tabung reaksi dll.Uap air panas: Konsep mirip mengukus.Bahan yang mengandung air (tidak terjadi dehidrasi).Uap air panas bertekanan : autoklaf.

Penyinaran

Dengan sinar UVContoh : membunuh mikroba pada permukaan interior Safety Cabinet sterilisasi ruangan

Mekanis

Mikrofilter

FisisPemanasan

( kering

dan basah )

Penyinara

n

ChemisBahan Kimia

Gas

Dingin ( perendaman )

1. Non-disposable filtration apparatus

Disedot dengan pompa vakumVolume 20-1000 ml

2. Disposable filter cup unit

Disedot dengan pompa vakumVolume 15-1000 ml

3. Disposable filtration unit dengan botol

penyimpan

Disedot dengan pompa vakumVolume 15-1000 ml

4. Syringe filters Ditekan seperti jarum suntikVolume 1-20 ml

5. Spin filters Ditekan dengan gaya setrifugasiVolume kurang dari 1 ml

Filtrasi, microfilter : 2,5 - 3μ / 0,22 - 0,45 μ

Untuk mensterilisasi cairan yang mudah rusak jika terkena panas atu mudah menguap (volatile).

Prinsip

Cairan lewat saringan berpori (ditekan dengan gaya sentrifugasi atau pompa vakum). Bakteri tertahan pada saringan virus tidak tersaring.

Bahan tidak tahan panas atau mudah menguap:

VitaminAntibiotikEnzim

Langkah :Sterilkan tempat yang digunakan sebagai wadah.Media saring menggunakan mikrofilter ( 2,5 – 3 μ ) dan langsung ditempatkan pada wadah sterilDitutup rapat dengan aluminium foilDilakukan dalam laminar flow