materi uas perlindungan konsumen

24
HUBUNGAN ANTARA KONSUMEN DAN PELAKU USAHA Hak dan Kewajiban Konsumen Secara umum dikenal ada 4 (empat) hak dasar konsumen, yaitu : 1. Hak untuk mendapatkan keamanan (the right to safety); 2. Hak untuk mendapatkan informasi (the right to be informed); 3. Hak untuk memilih (the right to choose); 4. Hak untuk di dengar (the right to be heard). Empat hak dasar ini telah diakui secara internasional, bahkan dalam perkembangannya organisasi-organisasi konsumen yang tergabung dalam The International Organization of Consumer Union (IOCU) menambahkan beberapa hak seperti hak mendapatkan pendidikan konsumen, hak mendapatkan ganti kerugian, dan hak mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Namun, tidak semua organisasi konsumen menerima penambahan hak-hak tersebut. Menurut YLKI, selain empat hak dasar konsumen tersebut, terdapat satu hak sebagai pelengkap yaitu hak mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat (pancahak konsumen). Namun, dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen tidak tercantum hak konsumen untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat karena dalam UUPK secara khusus mengecualikan hak-hak atas kekayaan intelektual dan bidang pengelolaan lingkungan. 1. Hak konsumen Pasal 4 UUPK 2. Kewajiban konsumen Pasal 5 UUPK Perilaku Konsumen Menurut Engel (1994), perilaku konsumen adalah suatu tindakan yang langsung dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan

Upload: dellalucu

Post on 10-Apr-2016

243 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Perlindungan Konsumen di Indonesia

TRANSCRIPT

HUBUNGAN ANTARA KONSUMEN DAN PELAKU USAHA

Hak dan Kewajiban Konsumen

Secara umum dikenal ada 4 (empat) hak dasar konsumen, yaitu :

1. Hak untuk mendapatkan keamanan (the right to safety);

2. Hak untuk mendapatkan informasi (the right to be informed);

3. Hak untuk memilih (the right to choose);

4. Hak untuk di dengar (the right to be heard).

Empat hak dasar ini telah diakui secara internasional, bahkan dalam perkembangannya

organisasi-organisasi konsumen yang tergabung dalam The International Organization of

Consumer Union (IOCU) menambahkan beberapa hak seperti hak mendapatkan pendidikan

konsumen, hak mendapatkan ganti kerugian, dan hak mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan

sehat. Namun, tidak semua organisasi konsumen menerima penambahan hak-hak tersebut. Menurut

YLKI, selain empat hak dasar konsumen tersebut, terdapat satu hak sebagai pelengkap yaitu hak

mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat (pancahak konsumen). Namun, dalam Undang-

Undang Perlindungan Konsumen tidak tercantum hak konsumen untuk mendapatkan lingkungan

hidup yang baik dan sehat karena dalam UUPK secara khusus mengecualikan hak-hak atas

kekayaan intelektual dan bidang pengelolaan lingkungan.

1. Hak konsumen Pasal 4 UUPK

2. Kewajiban konsumen Pasal 5 UUPK

Perilaku Konsumen

Menurut Engel (1994), perilaku konsumen adalah suatu tindakan yang langsung dalam

mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa termasuk proses keputusan yang

mendahului dan menyusuli tindakan tersebut.

Tahapan-tahapan perilaku konsumen sebagai berikut:

a. Pengenalan masalah yaitu desakan untuk memenuhi dan memuaskan kebutuhannya.

b. Mencari informasi tentang produk atau jasa yang dibutuhkan.

c. Evaluasi alternatif atau tahap penyeleksian.

d. Keputusan pembelian yang berujung kepada tingkat kepuasan konsumen.

Perilaku konsumen dapat dibagi menjadi dua bagian, antara lain:

1. Perilaku yang tampak. Variabel yang masuk di dalamnya antara lain adalah jumlah pembelian,

waktu, karena siapa, dan dengan siapa konsumen melakukan pembelian

2. Perilaku yang tak tampak. Variabelnya antara lain persepsi, ingatan terhadap informasi dan

perasaan kepemilikan oleh konsumen

Ada 2 (dua) faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen, yaitu:

a. Faktor sosial budaya (kebudayaan, budaya khusus, kelas sosial, referensi, dan keluarga)

b. Faktor psikologis (motivasi, persepsi, proses belajar, kepercayaan, dan sikap)

Ada 2 (dua) model yang menjelaskan tentang perilaku konsumen. Pertama adalah Teori Utility,

yaitu konsumen yang rasional akan membagi-bagikan pengeluarannya atas beraneka macam barang

sehingga tambahan kepuasan yang diperoleh dari uang yang dibelanjakan didapatkan dengan

semaksimal mungkin. Kedua adalah Teori Indiferensi, yaitu konsumen akan membagi-bagikan

pengeluarannya atas beraneka macam barang sehingga konsumen akan mendapatkan taraf

pemenuhan kebutuhan yang terbaik.

Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha

1. Hak pelaku usaha adalah (pasal 6 UUPM)

2. Kewajiban pelaku usaha adalah (pasal 7 UUPM)

Etika Bisnis

Etika bisnis menyangkut penerapan prinsip-prinsip etika dalam dunia bisnis, atau secara

kongkret penerapan prinsip-prinsip etika dalam keputusan dan tindakan bisnis yang dipengaruhi

oleh sistem budaya serta kebijaksanaan ekonomi politik suatu masyarakat/Negara. Sasaran dan

ruang lingkup etika bisnis ditujukan kepada para manajer dan pelaku bisnis, konsumen dan sistem

ekonomi. Prinsip-Prinsip Umum dalam Etika Bisnis:

1. Prinsip Otonomi : sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan bertindak

berdasarkan kesadarannya sendiri tentang apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan.

2. Prinsip Kejujuran

3. Prinsip Keadilan : menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan yang

adil dan sesuai dengan kriteria yang rasional objektif dan dapat dipertanggung jawabkan.

4. Prinsip Saling Menguntungkan : menguntungkan semua pihak.

5. Integritas Moral : tuntutan internal dalam diri pelaku bisnis atau perusahaan agar dia perlu

menjalankan bisnis dengan tetap menjaga nama baiknya atau nama baik perusahaannya.

Larangan bagi Pelaku Usaha

1. Larangan Sehubungan Dengan Berproduksi Dan Memperdagangkan Barang dan Jasa (Pasal

8 UUPK)

2. Larangan Sehubungan Dengan Memasarkan (Pasal 9 – 16 UUPK)

3. Larangan Yang Secara Khusus Ditujukan Kepada Pelaku Usaha Periklanan (Pasal 17

UUPK)

4. Larangan Sehubungan Dengan Penggunaan Klausula Baku (Pasal 18 UUPK)

ISSU-ISSU YANG TERKAIT DENGAN HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

Periklanan

Dalam Pasal 10 huruf e Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

telah menjelaskan bahwa pelaku usaha dilarang memperdagangkan, menawarkan, mempromosikan,

mengiklankan atau membuat pernyataan tidak benar dan menyesatkan mengenai bahaya

penggunaan pada barang.

Keamanan Pangan

Dalam UUPK telah dinyatakan secara tegas klausul tentang tanggung jawab yang harus diberikan

oleh pelaku usaha kepada konsumen. Dalam Pasal 19 ayat (1) disebutkan, bahwa pelaku usaha

bertanggung jawab memberikan ganti rugi kerusakan, pencemaran, dan /atau kerugian konsumen

akibat mengonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.

Undang-Undang No. 18 Tahun 2012 Tentang Pangan

Perjanjian Standar (Baku)

Perjanjian standar adalah perjanjian yang ditetapkan secara sepihak, yakni oleh

produsen/penyalur produk (penjual), dan mengandung ketentuan yang berlaku umum (massal),

sehingga pihak yang lain (konsumen) hanya memiliki dua pilihan yaitu menyetujui atau

menolaknya. Dengan adanya perjanjian standar dikhawatirkan adanya klausul eksonerasi

(exemption clause) dalam perjanjian tersebut, yakni klausul yang mengandung kondisi membatasi

atau bahkan menghapus sama sekali tanggung jawab yang semestinya dibebankan kepada pihak

produsen/penyalur produk (penjual).

Menurut ketentuan pasal 18 ayat (1) UUPK, klausul baku berbeda dengan klausul eksonerasi.

Artinya, klausul baku adalah klausul yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha, tetapi isinya tidak

boleh mengarah kepada klausul eksonerasi. Namun dalam pasal 18 ayat (2) mengatakan bahwa

klausul baku harus diletakkan pada tempat yang mudah terlihat dan dapat jelas dibaca dan mudah

dimengerti. Jika hal-hal yang disebutkan dalam ayat (1) dan (2) itu tidak terpenuhi, maka klausul

baku itu menjadi batal hukum.

Layanan Purna Jual

Pasal 1 angka 12 menyebutkan pelayanan purna jual adalah pelayanan yang diberikan oleh

pelaku usaha kepada konsumen terhadap barang dan/atau jasa yang dijual dalam hal jaminan mutu,

daya tahan, kehandalan operasional sekurangkurangnya selama 1 (satu) tahun.

Pasal 25 ayat 1 UUPK menyatakan bahwa pelaku usaha yang memproduksi barang yang

pemanfaatannya berkelanjutan dalam batas waktu sekurang-kurangnya satu tahun wajib

menyediakan suku cadang dan atau fasilitas purna jual.

Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia No.

634/MPP/Kep/9/2002 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengawasan Barang dan atau Jasa yang

Beredar di Pasar.

Tanggung jawab produk dalam layanan purna jual. Dalam pasal 19 UUPK secara jelas diatur,

pelaku usaha wajib mengganti kerugian atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian yang

diderita konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa. Ganti rugi itu bersifat serta merta,

dan diberi jangka waktu tujuh hari setelah tanggal transaksi.

Pelanggaran Hak atas Kekayaan Intelektual

1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta

2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten

3) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek

4) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang indikasi geografis

Pelayanan Kesehatan

Dua pendapat berbeda mengenai apakah pasien dapat dikategorikan sebagai konsumen atau

tidak serta kedudukan dokter sebagai pelaku usaha, yaitu:

1) Sebagian berpendapat bahwa pasien dapat digolongkan sebagai konsumen dan dokter sebagai

pelaku usaha dalam bidang usaha, sehingga seluruh aturan-aturan yang ada di dalam UUPK

berlaku bagi hubungan dokter dengan pasien. Didasarkan pada Keputusan Menteri Kesehatan

756/2004, yang menyatakan jasa layanan kesehatan termasuk bisnis, bahkan WTO memasukkan

Rumah Sakit, dokter, bidan maupun perawat sebagai pelaku usaha.

2) Sebagian lagi berpendapat bahwa hubungan antara pelaku usaha dan konsumen khusus di bidang

ekonomi harus dibedakan dengan hubungan antara dokter dengan pasien di bidang kesehatan

(hubungan pelayanan kesehatan). Sehingga kaidah-kaidah hukum yang ada dalam UUPK tidak

dapat begitu saja diberlakukan dalam hubungan dokter dengan pasien.

Menurut pendapat Drs. M. Sofyan Lubis, SH., pasien secara yuridis tidak dapat diidentikkan

dengan konsumen, karena hubungan yang terjadi di antara mereka bukan merupakan hubungan

jual-beli yang diatur dalam KUH Perdata dan KUHD, melainkan hubungan antara dokter dengan

pasien hanya merupakan bentuk perikatan medik, yaitu perjanjian “usaha” (inspanning verbintenis)

tepatnya perjanjian usaha kesembuhan (terapeutik), bukan perikatan medik “hasil” (resultaat

verbintenis), di samping itu profesi dokter dalam ethika kedokteran masih berpegang pada prinsip

“pengabdian dan kemanusiaan”, sehingga sulit disamaakan antara pasien dengan konsumen pada

umumnya.

Hak konsumen diatur dalam Pasal 4 UUPK. Sedangkan hak pasien diatur dalam Pasal 52

Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (selanjutnya disebut UU

Praktik Kedokteran) dan Pasal 32 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit

(selanjutnya disebut UURS). Berdasarkan peraturan perundang-undangan tersebut, dapat

disimpulkan hak-hak pasien sebagai berikut:

a. Hak atas Informasi

b. Hak atas Persetujuan

c. Hak atas Rahasia Kedokteran

d. Hak atas Pendapat Kedua (Second Opinion)

e. Hak untuk Melihat Rekam Medik

Kewajiban konsumen diatur dalam Pasal 5 UUPK. Sedangkan kewajiban pasien adalah: (a)

Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya; (b) Mematuhi nasihat

dan petunjuk dokter atau dokter gigi; (c) Mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan

kesehatan; dan (d) Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.

PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA

Perlindungan Konsumen Dari Aspek Hukum Perdata

Yang dimaksudkan hukum perdata yakni dalam arti luas, termasuk hukum perdata, hukum dagang

serta kaidah-kaidah keperdataan yang termuat dalam berbagai peraturan perundang-undangan

lainnya. Kesemuanya itu baik hukum perdata tertulis maupun hukum perdata tidak tertulis (hukum

adat)

Kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah hukum antara pelaku usaha

penyedia barang dan/atau penyelenggara jasa dengan konsumennya masing-masing termuat dalam:

1. KUH Perdata, terutama dalam Buku Kedua, Ketiga dan Keempat;

2. KUHD, Buku Kesatu dan Buku Kedua;

3. Berbagai peraturan perundang-undangan lain yang memuat kaidah-kaidah hukum bersifat

perdata tentang subjek-subjek hukum, hubungan hukum dan masalah antara penyedia

barang atau penyelenggara jasa tertentu dan konsumen.

Beberapa hal yang dinilai penting dalam hubungan konsumen dan penyedia barang dan/atau

penyelenggara jasa (pelaku usaha) antara lain sebagai berikut:

1. Hal-Hal yang Berkaitan dengan Informasi

2. Beberapa Bentuk Informasi

Terutama dalam bentuk iklan atau label, tanpa mengurangi pengaruh dari berbagai bentuk

informasi pengusaha lainnya.

3. Hal-Hal yang Berkaitan dengan Perikatan

a. Perikatan yang terjadi karena undang-undang (Pasal 1352 KUH Perdata, 1353 KUH

Perdata dan seterusnya).

b. Perikatan yang timbul karena perjanjian, dapat mengakibatkan terjadinya cedera janji

(wanprestatie).

Perikatan juga dapat terjadi tanpa adanya perjanjian. Terjadinya perbuatan atau kealpaan

yang melanggar atau melawan hukum (PMH).

Perlindungan Konsumen Dari Aspek Hukum Pidana

• Bentuk-bentuk tindak pidana tradisional dalam hubungan produsen dan konsumen yang

sering terjadi ialah perbuatan curang, diatur dalam bab XXV, pasal 378 sampai dengan pasal

395 Buku Kesatu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

• menurut Undang-undang perlindungan konsumen bentuk tindak pidana khusus dalam

hubungan tersebut meliputi perbuatan pelanggaran antara lain pelanggaran produksi barang

dan jasa, menawaran, pengiklanan, promosi yang tidak sesuai ketentuan undang-undang

perlindunagn konsumen Nomor 8 Tahun 1999 (pasal 8 sampai dengan pasal 17)

Asas Hukum Pidana dan Perlindungan Konsumen

• Asas legalitas dam reformasi hukum pidana pada aktivitas ekonomi pelaku usaha dengan

konsumen

• Asas societas delinquere non potest dan asas delinquere potest melalui asas tiada pidana

tanpa kesalahan

• Kriminalisasi tindak pidana perlindungan konsumen atas dasar asas keamanan dan

keselamatan konsumen

Menegakkan sanksi pidana dalam hukum perlindungan konsumen

• Peran hukum pidana dalam hukum perlindungan konsumen terlihat pada penerapan asas-

asas hukum melalui dua pandangan tentang intervensi hukum pidana dalam bidang hukum

lainnya.

Adanya 2 pandangan : ultimum remidium dan premium remedium

• Ketentuan pidana dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

konsumen diatur dalam pasal 61 dan 62.

Perlindungan Konsumen Dari Aspek Hukum Administrasi Negara

Pemerintah memegang peran penting dalam upaya mewujudkan perlindungan hukum atas hak-

hak konsumen, yaitu :

1. Regulasi

2. Kontrol penataan hukum/ peraturan

3. Social engineering

• Sanksi administratif tidak ditunjukan pada konsumen pada umumnya, tetapi justru kepada

pengusaha, baik produsen maupun para penyalur hasil-hasil produknya.

• Sanksi admninistratif berkaitan dengan perizinan yang diberikan pemerintah kepada

pengusaha atau penyalur tersebut. Jika terjadi pelanggaran, izin-izin tersebut dapat dicabut

secara sepihak oleh pemerintah

Sanksi administrasi ini seringkali lebih efektif dibandingkan dengan sanksi perdata atau sanksi

pidana. Dengan alasan :

1. sanksi administratif dapat diterapkan secara langsung dan sepihak.

2. sanksi perdata dan/atau pidana terkadang tidak membawa efek jera pada pelakunya.

LEMBAGA-LEMBAGA YANG BERPERAN DALAM UPAYA PERLINDUNGAN

KONSUMEN

Pemerintah

Undang-Undang Perlindungan Konsumen Pasal 29 ayat 1 dinyatakan bahwa “Pemerintah

bertanggung jawab atas pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen yang menjamin

diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha serta dilaksanakannya kewajiban konsumen dan

pelaku usaha”

Tugas pemerintah dalam melakukan pembinaan penyelengaraan perlindungan konsumen:

1. Menyusun kebijakan di bidang perlindungan konsumen

2. Memasyarakatkan peraturan perundang-undangan dan informasi yang berkaitan dengan

perlindungan konsumen

3. Meningkatkan peran BPKN dan BPSK melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia

dan lembaga.

4. Meningkatkan pemahaman dan kesadaran pelaku usaha dan konsumen terhadap hak dan

kewajiban masing-masing

5. Meningkatkan pemberdayaan konsumen melalui pendidikan, pelatihan, dan keterampila

6. Meneliti terhadap barang dan/atau jasa yang beredar yang menyangkut perlindungan

konsumen

7. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa

8. Meningkatkan kesadaran sikap jujur dan tanggung jawab pelaku usaha dalam

9. memproduksi, menawarkan, mempromosikan, mengiklankan, dan menjual barang/jasa

10. Meningkatkan pemberdayaan usaha kecil dan menengah dalam memenuhi standar mutu

barang dan/atau jasa serta pencantuman label dan klausula baku.

Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)

Menurut UUPK dalam Bab Xl Pasal 49 sampai dengan Pasal 58 mengatur tentang Badan

Penyelesaian Sengketa Konsumen (selanjutnya disebut BPSK), merupakan badan yang dibentuk

oleh pemerintah yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dengan

konsumen, tetapi bukanlah bagian dari institusi kekuasaan kehakiman.

Konsep dasar pembentukan BPSK adalah untuk menangani penyelesaian sengketa antara pelaku

usaha dengan konsumen, yang pada umumnya meliputi jumlah nilai yang kecil. Pemerintah

membentuk BPSK di daerah tingkat II (Kabupaten/Kota) untuk menyelesaikan sengketa konsumen

diluar pengadilan.

Murah, Cepat (21 hari) dan Sederhana, Penyelesaian sengketa di BPSK tidak dipunggut biaya.

Cara Penanganan Sengketa di BPSK :

1. Penyelesaian Sengketa dengan cara konsiliasi

Dalam penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan melalui cara konsiliasi, Majelis

berupaya untuk mendamaikan para pihak, yang bersengketa , dalam cara konsiliasi ini Majelis

hanya bertindak sebagai konsiliator (pasif), Hasil penyelesaian sengketa konsumen tetap berada

ditangan para pihak.

2. Penyelesaian Sengketa dengan cara Mediasi :

Dalam penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan melalui cara Mediasi pada

dasarnya sama dengan cara konsiliasi, hanya yang membedakan dari kedua cara dimaksud, Majelis

Aktif, dengan memberikan nasihat, petunjuk saran dan upaya lain dalam penyelesaian sengketa,

namun demikian hasil keputusan seluruhnya diserahkan kepada para pihak.

3. Penyelesaian sengketa konsumen dengan cara arbitrase

Dalam penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan melalui cara arbitrase,

pelaksanaannya berbeda dengan cara konsiliasi atau mediasi, melalui cara ini Majelis bertindak

aktif untuk mendamaikan para pihak yang bersengketa bilamana tidak tercapai kesepakatan.

Putusan BPSK :

tahapan, yaitu :

a. Didasarkan atas musyawarah untuk mencapai mufakat;

b. Maksimal jika hal itu telah diusahakan (dengan Sunguh-sunguh), ternyata tidak tercapai mufakat,

maka putusan dilakukan dengan cara Voting/suara terbanyak.

Putusan Badan Penyelesaian sengketa Konsumen (BPSK) terbatas pada 3 alternatif, yaitu :

a. Perdamaian;

b. Gugatan ditolak;

c. Gugatan dikabulkan.

BADAN PERLINDUNGAN KONSUMEN NASIONAL (BPKN)

Syarat-syarat keanggotaannya menurut Pasal 37 UUPK

• Warga Negara Indonesia

• Berbadan sehat

• Berkelakuan baik

• Tidak pernah dihukum karena kejahatan

• Memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam bidang perlindungan konsumen

• Berusaha sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun.

Tugas BPKN menurut (Pasal 34 UUPK)

a. memberikan saran dan rekomendasi kepada pemerintah dalam rangka penyusunan

kebijaksanaan di bidang perlindungan konsumen;

b. melakukan penelitian dan pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku

di bidang perlindungan konsumen;

c. melakukan penelitian terhadap barang dan/atau jasa yang menyangkut keselamatan

konsumen;

d. mendorong berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat;

e. menyebarluaskan informasi melalui media mengenai perlindungan konsumen dan

memasyarakatkan sikap keberpihakan kepada konsumen;

f. menerima pengaduan tentang perlindungan konsumen dari masyarakat, lembaga

perlindungan konsumen swadaya masyarakat, atau pelaku usaha;

g. melakukan survei yang menyangkut kebutuhan konsumen.

LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN SWADAYA MASYARAKAT (LPKSM)

Tugas lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat

a. Menyebarkan informasi

b. Memberikan nasihat kepada konsumen

c. Bekerja sama dengan instansi terkait

d. Membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya

e. Melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)

Kewenangan BBPOM yaitu:

1. Kewenangan Preventif (Pre-market)

memeriksa setiap produk obat dan makanan sebelum beredar dan dipasarkan ke masyarakat

melalui tahap sertifikasi dan registrasi produk, sarana produksi, distribusi.

2. Kewenangan Represif (Post-market)

memeriksa produk obat dan makanan yang beredar di masyarakat, dengan proses :

a. Pemeriksaan terhadap sarana produksi dan distribusi obatdan/atau makanan.

b. Melakukan sampling dan uji laboratorium terhadap produkyang dicurigai mengandung

bahan berbahaya

Perguruan Tinggi

undang-undang perlindungan konsumen nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen Pasal

36 poin d bahwa :

anggota badan perlindungan konsumen nasional terdiri dari pemerintah, pelaku usaha, lembaga

perlindungan konsumen swadaya masyarakat, akademis dan tenaga ahli.

perguruan tinggi juga bisa berperan di sektor lainnya yaitu dengan menyelenggarakan berbagai

kegiatan akademis yang berkaitan dengan usaha untuk melindungi konsumen. Berbagai kegiatan

tersebut bisa berbentuk pembahasan ilmiah/non ilmiah, penyelenggaraan seminar-seminar,

penyusunan naskah-naskah penelitian, pengkajian dan dan naskah akademik rancangan undang-

undang (perlindungan konsumen).

Upaya Penyelesaian Sengketa Secara Litigasi

Litigasi adalah sistem penyelesaian sengketa melalui lembaga peradilan. Sengketa yang terjadi dan

diperiksa melalui jalur litigasi akan diperiksa dan diputus oleh hakim. Penyelesaian melalui Litigasi

diatur dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, mengatur

penyelasaian melalui peradilan umum, peradilan militer, peradilan agama, peradilan tata usaha

negara, dan peradilan khusus seperti peradilan anak, peradilan niaga, peradilan pajak, peradilan

penyelesaian hubungan industrial dan lainnya.

Kebaikan dari sistem litigasi adalah:

1. Ruang lingkup pemeriksaannya yang lebih luas (karena sistem peradilan di Indonesia terbagi

menjadi beberapa bagian yaitu peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer dan

peradilan Tata Usaha Negara sehingga hampir semua jenis sengketa dapat diperiksa melalui

jalur ini.

2. Biaya yang relatif lebih murah (Berdasarkan salah satu asas peradilan Indonesia adalah

Sederhana, Cepat dan Murah).

Sedangkan kelemahan dari sistem ini adalah:

1. Kurangnya kepastian hukum (karena terdapat hierarki pengadilan di Indonesia yaitu

Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung dimana jika Pengadilan Negeri

memberikan putusan yang tidak memuaskan salah satu pihak, pihak tersebut dapat melakukan

upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi atau kasasi ke Mahkamah Agung sehingga butuh

waktu yang relatif lama agar bisa berkekuatan hukum tetap)

2. Hakim yang "awam" (pada dasarnya hakim harus paham terhadap semua jenis hukum. namun

jika sengketa yang terjadi terjadi pada bidang yang tidak dikuasai oleh hakim, maka hakim

tersebut harus belajar lagi. Hal ini dikarenakan para pihak tidak bisa memilih hakim yang

akan memeriksa perkara. Tentunya hal ini akan mempersulit penyusunan putusan yang adil

sesuai dengan bidang sengketa. Hakim juga tidak boleh menolak untuk memeriksa suatu

perkara karena hukumnya tidak ada atau tidak jelas.

 Upaya Penyelesaian Sengketa Secara Non Litigasi

Undang-undang perlindungan konsumen saat ini membuka kesempatan kepada setiap konsumen

yang dirugikan untuk mengajukan gugatan kepada pelaku usaha melalui jalur di luar pengadilan.

Upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan sebagaimana dikehendaki undang-

undang, merupakan pilihan yang tepat untuk mengedepankan penyelesaian secara damai yang dapat

memuaskan kedua pihak.

Keberadaan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) sebagai badan penanganan sengketa

non litigasi.

Penyelesaian sengketa konsumen dilakukan di luar peradilan menurut Pasal 52 UUPK adalah

melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), dengan cara melalui mediasi,

arbitrase,dan konsiliasi.

a. Arbitrase

Proses penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan yang diserahkan sepenuhnya

kepada BPSK. Penyelesaian sengketa konsumen dengan cara arbitrase dilakukan sepenuhnya dan

diputuskan oleh suatu majelis yang bertindak sebagai arbiter. . Para pihak memilih arbitor dari

anggota BPSK yang berasal dari unsur pelaku usaha dan konsumen sebagai anggota majelis arbiter

yang dipilih oleh para pihak, kemudian memilih arbiter dari anggota BPSK yang bersal dari unsur

pemerintah.

b. Konsultasi

Konsultasi merupakan tindakan yang sifatnya personal antara pihak tertentu (disebut dengan

”klien”) dengan pihak lain yang merupakan pihak “konsultan” yang memberikan pendapatnya

kepada klien tersebut untuk memenuhi keperluan dan kebutuhan kliennya. Pendapat tersebut tidak

mengikat, artinya klien bebas untuk menerima pendapatnya atau tidak.

c. Negosiasi ----------antar 2 belah pihak

Negosiasi adalah proses konsensus yang digunakan para pihak untuk memperoleh kesepakatan

diantara mereka. Menurut Roger Fisher dan William Ury, pengertian dari negosiasi adalah

komunikasi dua arah yang dirancang untuk mencapai kesepakatan pada saat kedua belah pihak

memiliki berbagai kepentingan yang sama maupun berbeda.

d. Mediasi

Berdasarkan pasal 6 ayat (3) Undang-Undang Nomor 3 tahun 1999, diketahui bahwa atas

kesepakatan tertulis para pihak sengketa atau beda pendapat diselesaikan melalui bantuan seorang

atau lebih penasehat ahli maupun seorang mediator. Mediator hanya membantu para pihak untuk

menyelesaikan persoalan-persoalan yang dikuasakan kepadanya.

e. Konsiliasi

Konsiliasi merupakan suatu tindakan atau proses untuk mencapai perdamaian di luar pengadilan.

Dalam konsiliasi, pihak ketiga mengupayakan pertemuan di antara pihak yang bersengketa untuk

mengusahakan perdamaian. Pihak ketiga yang disebut konsoliator, tidak harus duduk bersama

dalam perundingan dengan para pihak yang bersengketa, melainkan terlibat secara mendalam atas

substansi dari persengketaan.

Ketentuan tentang Sanksi dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun

1999

Sanksi Perdata

Dalam kegiatan periklanan, tanggungjawab pelaku usaha periklanan dapat tibul sebagaipelangaran

terhadap larangan-larangan dalam UUPK Pasal 9, 10,12 dan 13 no 8 tahun 1999 yang berhubungan

dengan berbagai macam larangan dalam melakukan penawaran, promosi, maupun pengiklanan

barang dan/atau jasa.

Sanksi Administratif

Sanksi administrasi bagi produsen atau pengusaha berdasarkan pasal 60 ayat (2) UU NO.8 1999,

jika produsen sadar untuk memenuhi tanggung jawabnya, maka pelaku usaha tersebut dapat dijatuhi

sanksi yang jumlahnya maksimum Rp 200.000.000, 00 (dua ratus juta rupiah).

Sanksi pidana

Ancaman pidana bagi pelaku usaha yang melanggar larangan tersebut berdasarkan Pasal

62 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen adalah pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau

pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Hukum Tambahan

Selain ancaman pidana di atas, terhadap pelaku usaha dapat dijatuhkan hukuman

tambahan, berupa (Pasal 63 UU Perlindungan Konsumen):

a. perampasan barang tertentu;

b. pengumuman keputusan hakim;

c. pembayaran ganti rugi;

d. perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian

konsumen;

e. kewajiban penarikan barang dari peredaran; atau

f. pencabutan izin usaha.

Pengetian E-Commerce

Electronic Commerce Transaction (E-Commers) adalah transaksi dagang antara penjual

dengan pembeli dalam rangka penyediaan barang atau jasa termasuk melelangkan

barang/jasa atau pengalihan hak dengan menggunakan media elektronik komputer maupun

internet.

Dasar Hukum

Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan

Komputer,jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya. (Pasal 1 angka 2 UU ITE )

Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan berdasarkan asas

kepastian Hukum, manfaat, kehati-hatian, iktikad baik, dan kebebasan memilih teknologi

atau netral teknologi (Pasal 2 UU ITE)

ruang lingkup Jenis jenis e commerce

1. Business to Business > Transaksi business to business itu yang sering disebut sebagai b to b

adalah transaksi antar perusahaan (baik pembeli maupun penjual adalah perusahaan)

2. Business to Customer > Business to customer atau yang dikenal dengan b to c adalah

transaksi antara perusahan dengan konsumen / individu

3. Customer to Customer > Customer to customer ini adalah transaksi dimana individu saling

menjual barang pada satu sama lain

4. Customer to Business > Customer to Business ini yaitu transaksi yang memungkinkan

individu menjual barang pada perusahaan

5. Customer to Government > Customer to government adalah transaksi dimana individu dapat

melakukan transaksi dengan pihak pemerintah

Pada e-commerce terdapat beberapa komponen yang terkait, dimana komponen-

komponen ini membentuk sebuah mekanisme pasar e-commerce, yaitu :

1. Konsumen

Konsumen disini berbicara mengenai para pengguna internet yang dijadikan sebagai target

pasar yang potensial untuk diberikan berbagai macam penawaran baik berupa produk, jasa

maupun informasi oleh penjual.

2. Penjual

Penjual merupakan pihak yang menawarkan produk, jasa atau informasi kepada para

konsumen baik secara individu maupun organisasi. Proses penjualan dapat dilakukan dengan

menggunakan media website yang dimiliki oleh penjual.

3. Produk

Pada transaksi e-commerce, sesungguhnya produk yang ditawarkan adalah produk digital.

Hal ini dikarenakan konsumen tidak melihat secara langsung produk yang ditawarkan dalam

bentuk fisik melainkan hanya merupakan gambar visualisasi dalam bentuk katalog produk

dalam halaman website.

4. Front end

Front end merupakan aplikasi web yang dapat berinteraksi dengan para pengguna secara

langsung. Beberapa proses bisnis yang terdapat pada front end ini antara lain adalah katalog,

keranjang belanja (shopping cart), mesin pencari (search engine), dll.

5. Infrastruktur

Infrastruktur pasar yang menggunakan media elektronik meliputi penggunaan perangkat

keras, perangkat lunak dan juga sistem jaringan komputer seperti penggunaan jaringan

komunikasi internet.

6. Back end

Back end merupakan bentuk aplikasi yang secara tidak langsung berperan sebagai

pendukung dari aplikasi front end. Dimana semua aktifitas yang berkaitan dengan

pemesanan barang, manajemen pengelolaan produk, proses pembayaran dan pengiriman

barang termasuk dalam proses bisnis back end.

7. Partner Bisnis

Partner bisnis merupakan pihak yang dapat melakukan kolaborasi atau kerjasama dengan

para produsen. Contoh partner bisnis adalah seperti bank yang dapat memudahkan proses

pembayaran yang dilakukan oleh para konsumen baik via transfer ataupun mobile banking

(m-banking)

8. Support services

Beberapa layanan yang masuk ke dalam support services adalah trust service, yang

menjamin keamanan dalam proses transaksi e-commerce.

Penyelesaian Sengketa dalam E-Commerce

Dalam penyelesaian sengketa untuk mempertahankan hak-hak konsumen diatur pada Pasal 45

UUPK, yang menyebutkan bahwa penyelesaian sengketa dapat ditempuh melalui pengadilan atau di

luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.

Menurut Edmon Makarim, salah seorang pakar Hukum Telematika, salah satu kelemahan

penggunaan UU Perlindungan Konsumen untuk melindungi pihak pembeli (konsumen) dalam

transaksi e-commerce adalah hanya dapat diberlakukan kepada pelaku usaha yang bergerak di

dalam wilayah hukum Republik Indonesia. Jadi walaupun belum menjangkau e-commerce secara

keseluruhan tetapi untuk perusahaan yang jelas alamat dan kedudukannya (di Indonesia), bila si

pelaku usaha tersebut melakukan wanprestasi maka ia tetap dapat dituntut menurut hukum

Indonesia.