materi kesehatan
DESCRIPTION
S1 KeperawatanTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal
ginjal tahap akhir dan tingginya angka morbiditas baik pada anak maupun
pada dewasa. Terminologi glomerulonefritis yang dipakai disini adalah untuk
menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan utama terjadi pada
glomerulus, bukan pada struktur ginjal yang lain.
Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral.
Peradangan dimulai dalam gromleurus dan bermanifestasi sebagai proteinuria
dan atau hematuria. Meskipun lesi utama pada gromelurus, tetapi seluruh
nefron pada akhirnya akan mengalami kerusakan, sehingga terjadi gagal
ginjal. Penyakit yang mula-mula digambarkan oleh Richard Bright pada
tahun 1827 sekarang diketahui merupakan kumpulan banyak penyakit dengan
berbagai etiologi, meskipun respon imun agaknya menimbulkan beberapa
bentuk glomerulonefritis.
Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut)
atau secara menahun (kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak
menimbulkan gejala. Gejalanya dapat berupa mual-mual, kurang darah
(anemia), atau hipertensi. Gejala umum berupa sembab kelopak mata,
kencing sedikit, dan berwarna merah, biasanya disertai hipertensi. Penyakit
ini umumnya (sekitar 80%) sembuh spontan, 10% menjadi kronis, dan 10%
berakibat fatal.
1
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk memberikan sumber ilmu pengetahuan bagi pembaca dan
masyarakat umum lainnya.
2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui definisi, anatomi fisiologi, etiologi, patologis serta
Asuhan Keperawatan dari Glomerulonefritis itu sendiri.
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Anatomi Fisiologi
Glomerulus terdiri atas suatu anyaman kapiler yang sangat khusus
dan diliputi oleh simpai Bowman. Glomerulus yang terdapat dekat pada
perbatasan korteks dan medula (“juxtame-dullary”) lebih besar dari yang
terletak perifer. Percabangan kapiler berasal dari arteriola afferens,
membentuk lobul-lobul, yang dalam keadaan normal tidak nyata , dan
kemudian berpadu lagi menjadi arteriola efferens. Tempat masuk dan
keluarnya kedua arteriola itu disebut kutub vaskuler.
Gambar 1. Bagian-bagian nefron
Di seberangnya terdapat kutub tubuler, yaitu permulaan tubulus
contortus proximalis. Gelung glomerulus yang terdiri atas anyaman kapiler
tersebut, ditunjang oleh jaringan yang disebut mesangium, yang terdi ri atas
matriks dan sel mesangial. Kapiler-kapiler dalam keadaan normal tampak
paten dan lebar. Di sebelah dalam daripada kapiler terdapat sel endotel, yang
mempunyai sitoplasma yang berfenestrasi. Di sebelah luar kapiler terdapat sel
epitel viseral, yang terletak di atas membran basalis dengan tonjolan-tonjolan
sitoplasma, yang disebut sebagai pedunculae atau “foot processes”. Maka itu
3
sel epitel viseral juga dikenal sebagai podosit. Antara sel endotel dan podosit
terdapat membrana basalis glomeruler (GBM = glomerular basement
membrane). Membrana basalis ini tidak mengelilingi seluruh lumen kapiler.
Dengan mikroskop elektron ternyata bahwa membrana basalis ini terdiri atas
tiga lapisan, yaitu dari arah dalam ke luar ialah lamina rara interna, lamina
densa dan lamina rara externa. Simpai Bowman di sebelah dalam
berlapiskan sel epitel parietal yang gepeng, yang terletak pada membrana
basalis simpai Bowman.
Gambar 2. Penampang glomerulus normal dengan mikroskop cahaya.
Membrana basalis ini berlanjut dengan membrana basalis
glomeruler pada kutub vaskuler, dan dengan membrana basalis tubuler pada
kutub tubuler . Dalam keadaan patologik, sel epitel parietal kadang-kadang
berproliferasi membentuk bulan sabit (” crescent”). Bulan sabit bisa
segmental atau sirkumferensial, dan bisa seluler, fibroseluler atau fibrosa.
Dengan mengalirnya darah ke dalam kapiler glomerulus, plasma
disaring melalui dinding kapiler glomerulus. Hasil ultrafiltrasi tersebut yang
bebas sel, mengandung semua substansi plasma seperti ektrolit, glukosa,
4
fosfat, ureum, kreatinin, peptida, protein-protein dengan berat molekul rendah
kecuali protein yang berat molekulnya lebih dari 68.000 (seperto albumin dan
globulin). Filtrat dukumpulkan dalam ruang bowman dan masuk ke dalam
tubulus sebelum meningalkan ginjal berupa urin.
Laju filtrasi glomerulus (LFG) atau gromelural filtration rate (GFR)
merupakan penjumlahan seluruh laju filtrasi nefron yang masih berfungsi
yang juga disebut single nefron glomerular filtration rate (SN GFR).besarnya
SN GFR ditentuka oleh faktor dinding kapiler glomerulus dan gaya Starling
dalam kapiler tersebut.
Gambar 3. Filtrasi Glomerulus: Resistensi Vaskular dan Konduktivitas
Hidrolik.
B. Definisi
Glumerulonefritis ( juga disebut sindrom nefrotik) , mungkin akut,
dimana pada kasusu seseorang dapat meliputi seluruh fungsi ginjal atau
kronis ditandai oleh penurunan fungsi ginjal lambat , tersembunyi , dan
progresif yang akhirnya menimbulkan penyakit ginjal tahap akhir. Ini
memerlukan waktu 30 tahun untuk merusak ginjal sampai tahap akhir. Pada
5
keadaan iini beberapa macam intervensi seperti dialisa atau pencangkokan
ginjal dibutuhkan untuk menopang kehidupan. ( Blaiir, 1990).
Glumerulonefritis adalah suatu sindrom yang ditandai oleh
peradangan dari glomerulus diikuti pembentukan beberapa antigen yang
mungkin endogenus ( seperti sirkulasi tiroglobulin) atau eksogenus ( agen
infeksius atau proses penyakiy sistemik yang menyertai). Hopes ( ginjal )
mengenali antigen sebagai benda asing dan mulai membentuk antibodi untuk
menyerangnya. Respons peradangan ini menimbulkan penyebaran perubahan
patofisiologi, termasuk menurunnya laju filtrasi glomerulus ( LFG),
peningkatan permebilitas dari dinding kapiler glomerulus terhadap protein
plasma ( terutama albumin) dan SDM , dan retensi abnormal natrium dan air
yang menekan produksi renin dan aldosteron( Glassock, 1988).
Glumerulonefritis kerusakan funsi glomerulus mengakibatkan
penurunan laju filtrasi glomerulus. Ganguan ganguan pre-renal , seperti
hemokonsntrasi atau penurunan tekanan darah arteri perifer , tatu bendungan
vena ginjal secara pasif menurunkan tekanan filtrasi, sehingga terjadi
penurunan laju filtrasi glomerulus. ( Kapita Seelekta)
Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal
ginjal tahap akhir dan tingginya angka morbiditas baik pada anak maupun
pada dewasa (Buku Ajar Nefrologi Anak, edisi 2, hal.323, 2002).
Terminologi glomerulonefritis yang dipakai disini adalah untuk menunjukkan
bahwa kelainan yang pertama dan utama terjadi pada glomerulus, bukan pada
struktur ginjal yang lain.
Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada
ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu.Yang sering terjadi ialah akibat
infeksi kuman streptococcus. Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang
dipakai untuk menjelaskan berbagai ragam penyakit ginjal yang mengalami
proliferasi dan inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh suatu mekanisme
imunologis. Sedangkan istilah akut (glomerulonefritis akut) mencerminkan
adanya korelasi klinik selain menunjukkan adanya gambaran etiologi,
patogenesis, perjalanan penyakit dan prognosis.
6
C. Etiologi
Glomerulonefritis akut didahului oleh infeksi ekstra renal terutama
di traktus respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman streptococcus beta
hemoliticus golongan A tipe 12,4,16,25,dan 29. Hubungan antara
glomerulonefritis akut dan infeksi streptococcus dikemukakan pertama kali
oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alas an timbulnya glomerulonefritis
akut setelah infeksi skarlatina,diisolasinya kuman streptococcus beta
hemoliticus golongan A, dan meningkatnya titer anti- streptolisin pada serum
penderita.
Antara infeksi bakteri dan timbulnya glomerulonefritis akut
terdapat masa laten selama kurang 10 hari. Kuman streptococcus beta
hemoliticus tipe 12 dan 25 lebih bersifat nefritogen daripada yang lain, tapi
hal ini tidak diketahui sebabnya. Kemungkinan factor iklim, keadaan gizi,
keadaan umum dan factor alergi mempengaruhi terjadinya glomerulonefritis
akut setelah infeksi kuman streptococcus.
Glomerulonefritis akut pasca streptococcus adalah suatu sindrom
nefrotik akut yang ditandai dengan timbulnya hematuria, edema, hipertensi,
dan penurunan fungsi ginjal. Gejala-gejala ini timbul setelah infeksi kuman
streptococcus beta hemoliticus golongan A disaluran pernafasan bagian atas
atau pada kulit. Glomerulonefritis akut pasca streptococcus terutama
menyerang pada anak laki-laki dengan usia kurang dari 3 tahun.Sebagian
besar pasien (95%) akan sembuh, tetapi 5 % diantaranya dapat mengalami
perjalanan penyakit yang memburuk dengan cepat.
Penyakit ini timbul setelah adanya infeksi oleh kuman
streptococcus beta hemoliticus golongan A disaluran pernafasan bagian atas
atau pada kulit, sehingga pencegahan dan pengobatan infeksi saluran
pernafasan atas dan kulit dapat menurunkan kejadian penyakit ini. Dengan
perbaikan kesehatan masyarakat, maka kejadian penyakit ini dapat dikurangi.
Glomerulonefritis akut dapat juga disebabkan oleh sifilis,
keracunan seperti keracunan timah hitam tridion, penyakitb amiloid,
trombosis vena renalis, purpura anafilaktoid dan lupus eritematosus.
7
D. Patogenesis
Dari hasil penyelidikan klinis imunologis dan percobaan pada
binatang menunjukkan adanya kemungkinan proses imunologis sebagai
penyebab glomerulonefritis akut. Beberapa ahli mengajukan hipotesis sebagai
berikut :
1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrane
basalis glomerulus dan kemudian merusaknya.
2. Proses auto imun kuman streptococcus yang nefritogen dalam tubuh
menimbulkan badan auto-imun yang merusak glomerulus.
3. Streptococcus nefritogen dengan membrane basalis glomerulus mempunyai
komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung
merusak membrane basalis ginjal.
Gambar 4. Penyakit Glomerulus
8
Gambar 4. Gangguan Permeabilitas Selektif Glomerulus dan Sindrom
Nefrotik
E. Klasifikasi
a. Congenital (herediter)
1. Sindrom Alport
Suatu penyakit herediter yang ditandai oleh adanya glomerulonefritis
progresif familial yang seing disertai tuli syaraf dankelainan mata
seperti lentikonus anterior. Diperkirakan sindrom alport merupakan
penyebab dari 3% anak dengan gagal ginjal kronik dan 2,3% dari
semua pasien yang mendapatkan cangkok ginjal. Dalam suatu
penelitian terhadap anak dengan hematuria yang dilakukan
pemeriksaan biopsi ginjal, 11% diantaranya ternyata penderita
sindrom alport. Gejala klinis yang utama adalah hematuria, umumnya
berupa hematuria mikroskopik dengan eksasarbasi hematuria nyata
9
timbul pada saat menderita infeksi saluran nafas atas. Hilangnya
pendengaran secara bilateral dari sensorineural, dan biasanya tidak
terdeteksi pada saat lahir, umumnya baru tampak pada awal umur
sepuluh tahunan.
2. Sindrom Nefrotik Kongenital
Sinroma nefrotik yang telah terlihat sejak atau bahkan sebelum lahir.
Gejala proteinuria massif, sembab dan hipoalbuminemia kadang kala
baru terdeteksi beberapa minggu sampai beberapa bulan kemudian.
Proteinuria terdapat pada hamper semua bayi pada saat lahir, juga
sering dijumpai hematuria mikroskopis. Beberapa kelainan
laboratories sindrom nefrotik (hipoproteinemia, hiperlipidemia)
tampak sesuai dengan sembab dan tidak berbeda dengan sindrom
nefrotik jenis lainnya.
b. Glomerulonefritis Primer
1. Glomerulonefritis membranoproliferasif
Suatu glomerulonefritis kronik yang tidak diketahui etiologinya
dengan gejala yang tidak spesifik, bervariasi dari hematuria
asimtomatik sampai glomerulonefitis progresif. 20-30% pasien
menunjukkan hematuria mikroskopik dan proteinuria, 30 %
berikutnya menunjukkan gejala glomerulonefritis akut dengan
hematuria nyata dan sembab, sedangkan sisanya 40-45%
menunjukkan gejala-gejala sindrom nefrotik. Tidak jarang ditemukan
25-45% mempunyai riwayat infeksi saluran pernafasan bagian atas,
sehingga penyakit tersebut dikira glomerulonefritis akut pasca
streptococcus atau nefropati IgA.
2. Glomerulonefritis membranosa
Glomerulonefritis membranosa sering terjadi pada keadaan tertentu
atau setelah pengobatan dengan obat tertentu. Glomerulopati
membranosa paling sering dijumpai pada hepatitis B dan lupus
eritematosus sistemik. Glomerulopati membranosa jarang dijumpai
10
pada anak, didapatkan insiden 2-6% pada anak dengan sindrom
nefrotik. Umur rata-rata pasien pada berbagai penelitian berkisar
antara 10-12 tahun, meskipun pernah dilaporkan awitan pada anak
dengan umur kurang dari 1 tahun. Tidak ada perbedaan jenis kelamin.
Proteinuria didapatkan pada semua pasien dan sindrom nefrotik
merupakan 80% sampai lebih 95% anak pada saat awitan, sedangkan
hematuria terdapat pada 50-60%, dan hipertensi 30%.
3. Nefropati IgA (penyakit berger)
Nefropati IgA biasanya dijumpai pada pasien dengan
glomerulonefritis akut, sindroma nefrotik, hipertensi dan gagal ginjal
kronik. Nefropati IgA juga sering dijumpai pada kasus dengan
gangguan hepar, saluran cerna atau kelainan sendi. Gejala nefropati
IgA asimtomatis dan terdiagnosis karena kebetulan ditemukan
hematuria mikroskopik. Adanya episode hematuria makroskopik
biasanya didahului infeksi saluran nafas atas atau infeksi lain atau non
infeksi misalnya olahraga dan imunisasi.
c. Glomerulonefritis sekunder
Golerulonefritis sekunder yang banyak ditemukan dalam klinik yaitu
glomerulonefritis pasca streptococcus, dimana kuman penyebab tersering
adalah streptococcus beta hemolitikus grup A yang nefritogenik terutama
menyerang anak pada masa awal usia sekolah. Glomerulonefritis pasca
streptococcus datang dengan keluhan hematuria nyata, kadang-kadang
disertai sembab mata atau sembab anasarka dan hipertensi.
F. Manifestasi Klinis
Penyakit ginjal biasanya dibagi menjadi kelainan glomerulus dan
non glomerulus berdasarkan etiologi, histology, atau perubahan faal yang
utama. Dari segi klinis suatu kelainan glomerulus yang sering dijumpai
adalah hipertensi, sembab, dan penurunan fungsi ginjal.
11
Meskipun gambaran klinis biasanya telah dapat membedakan berbagai
kelainan glomerulus dan non glomerulus, biopsi ginjal masih sering
dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis pasti. Tanda utama kelainan
glomerulus adalah proteinuria, hematuria, sembab, hipertensi dan penurunan
fungsi ginjal, yang dapat terlihat secara tersendiri atau secara bersama seperti
misalnya pada sindrom nefrotik, gejala klinisnya terutama terdiri dari
proteinuria massif dan hipoalbuminemia, dengan atau tanpa sebab.
G. Komplikasi
1. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagia
akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi
ginjal akut dengan uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia.
Walau aliguria atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak, namun
bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum kadang-kadang di perlukan.
2. Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi.
Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-
kejang. Ini disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan
edema otak.
3. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah,
pembesaran jantung dan meningginya tekanand arah yang bukan saja
disebabkan spasme pembuluh darah, melainkan juga disebabkan oleh
bertambahnya volume plasma. Jantung dapat memberas dan terjadi gagal
jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium.
4. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis
eritropoetik yang menurun.
H. Penatalaksanaan
1. Istirahat selama 1-2 minggu
2. Modifikasi diet.
3. Pembatasan cairan dan natrium
4. Pembatasan protein bila BUN meningkat.
12
5. Antibiotika.
6. Anti hipertensi
7. Pemberian diuretik furosemid intravena (1 mg/kgBB/kali)
8. Bila anuria berlangsung lama (5-7hari) dianjurkan dialisa peritoneal atau
hemodialisa.
13
BAB III
ASKEP GLOMERULONEFRITIS
a. Pengkajian
1. Riwayat kesehatan umum, meliputi gangguan atau penyakit yang lalu,
berhubungan dengan penyakit sekarang. Contoh: ISPA
2. Riwayat kesehatan sekarang, meliputi; keluhan/gangguan yang
berhubungan dengan penyakit saat ini. Seperti; mendadak nyeri abdomen,
Pinggang, edema.
- PENGKAJIAN FISIK
1. Aktivitas/istirahat
- Gejala: kelemahan/malaise
- Tanda: kelemahan otot, kehilangan tonus otot
2. Sirkulasi
- Tanda: hipertensi, pucat,edema
3. Eliminasi
- Gejala: perubahan pola berkemih (oliguri)
- Tanda: Perubahan warna urine (kuning pekat, merah)
4. Makanan/cairan
- Gejala: (edema), anoreksia, mual, muntah
- Tanda: penurunan keluaran urine
5. Pernafasan
- Gejala: nafas pendek
- Tanda: Takipnea, dispnea, peningkatan frekwensi, kedalaman
(pernafasan kusmaul)
6. Nyeri/kenyamanan
- Gejala: nyeri pinggang, sakit kepala
- Tanda: perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah
14
b. Pemeriksaan Penunjang
Pada laboratorium didapatkan:
- Hb menurun ( 8-11 )
- Ureum dan serum kreatinin meningkat.
( Ureum : Laki-laki = 8,84-24,7 mmol/24jam atau 1-2,8 mg/24jam, wanita
= 7,9-14,1 mmol/24jam atau 0,9-1,6 mg/24jam, Sedangkan Serum
kreatinin : Laki-laki = 55-123 mikromol/L atau 0,6-1,4 mg/dl, wanita =
44-106 mikromol/L atau 0,5-1,2 mg/dl ).
- Elektrolit serum (natrium meningkat, normalnya 1100 g)
- Urinalisis (BJ. Urine meningkat : 1,015-1,025 , albumin , Eritrosit ,
leukosit )
- Pada rontgen: IVP abnormalitas pada sistem penampungan (Ductus
koligentes)
c. Diagnosa Keperawatan
1. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kekurangan protein dan
disfungsi ginjal
2. Potensial kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi air dan
natrium serta disfungsi ginjal.
3. Potensial terjadi infeksi (ISK, lokal, sistemik) berhubungan dengan
depresi sistem imun.
4. Potensial gangguan perfusi jaringan: serebral/kardiopulmonal
berhubungan dengan resiko krisis hipertensi.
5. Perubahan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi, uremia,
kerapuhan kapiler dan edema.
6. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi
tentang proses penyakit, perawatan dirumah dan instruksi evaluasi.
15
d. Rencana Tindakan dan Rasional
1. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kekurangan protein dan
disfungsi ginjal
Tujuan : Klien dapat toleransi dengan aktifitas yang dianjurkan.
Intervensi Rasional
1. Pantau kekurangan protein yang
berlebihan(proteinuri, albuminuria )
2. Gunakan diet protein untuk
mengganti protein yang hilang.
3. Beri diet tinggi protein tinggi
karbohidrat.
4. Anjurkan Pasien untuk tirah baring
5. Berikan latihan selama pembatasan
aktifitas.
6. Rencana aktifitas denga waktu
istirahat.
7. Rencanakan cara progresif untuk
kembali beraktifitas normal ;
evaluasi tekanan darah dan haluaran
protein urin.
a. Kekurangan protein
beerlebihan dapat
menimbulkan kelelahan.
b. Diet yang adekuat dapat
mengembalikan kehilangan
c. TKTP berfungsi
menggantikan
d. Tirah baring meningkatkan
mengurangi penggunaan
energi.
e. Latihan penting untuk
mempertahankan tunos otot
f. Keseimbangan aktifitas dan
istirahat mempertahankan
kesegaran.
g. Aktifitas yang bertahap
menjaga kesembangan dan
tidak mmemperparah proses
penyakit
16
i. Potensial kelebihan volume cairan b.d. retensi air dan natrium serta
disfungsi ginjal.
Tujuan : Klien tidak menunjukan kelebihan volume cairan
Rencana Rasional
1. Pantau dan laporkan tanda dan
gejala kelebihan cairan:
Ukur dan catat intak dan output
setiap 4-8 jam
2. Catat jumlah dan karakteristik urine
Ukur berat jenis urine tiap jam dan
timbang BB tiap hari
3. Kolaborasi dengan gizi dalam
pembatasan diet natrium dan protein
4. Berikan es batu untuk mengontrol
rasa haus dan maasukan dalam
perhitungan intak
5. Pantau elektrolit tubuh dan
observasi adanya tanda kekurangan
elektrolit tubuh
Hipokalemia : kram
abd,letargi,aritmia
Hiperkalemia : kram otot,
kelemahan
Hipokalsemia : peka rangsang pada
neuromuskuler
Hiperfosfatemia:
hiperefleksi,parestesia, kram otot,
gatal, kejang
Uremia : kacau mental,
1. Memonitor kelebihan cairan
sehingga dapat dilakukan
tindakan penanganan
2. Jumlah , karakteristik urin
dan BB dapat menunjukan
adanya ketidak seimbangan
cairan
3. Natrium dan protein
meningkatkan osmolaritas
sehingga tidak terjadi retriksi
cairan.
4. Rangsangan dingin ddapat
merangsang pusat haus
5. Memonitor adanya ketidak
seimbangan elektrolit dan
menentukan tindakan
penanganan yang tepat.
6. Pemberian elektrolit yang
tepat mencegah ketidak
seimbangan elektrolit.
17
letargi,gelisah
6. Kaji efektifitas pemberian elektrolit
parenteral dan oral
ii. Potensial terjadi infeksi (ISK, lokal, sistemik) b.d. depresi sistem imun
Tujuan : Klien tidak mengalami infeksi setelah diberikan asuhan
keperawatan.
Rencana Rasional
1. Kaji efektifitas pemberian
imunosupresan.
2. Pantau jumlah leukosit.
3. Pantau suhu tiap 4 jam.
4. Perhatikan karakteristik urine.
5. Hindari pemakaian alat/kateter pada
saluran urine.
6. Pantau tanda dan gejala ISK dan
lakukan tindakan pencegahan ISK.
7. Gunakan dan anjurkan tehnik cuci
tangan yang baik.
8. Anjurkan pada klien untuk
menghindari orang terinfeksi
9. Lakukan pencegahan kerusakan
integritas kulit
1. Imunosupresan berfunsi
menekan sisteem imun bila
pemberiannya tidak ekeftif
maka tubbuh akan sangat
rentan terhadap infeksi
2. Indikator adanya infeksi
3. Memonitor suhu &
mengantipasi infeksi
4. Urine keruh mmenunjukan
adanya infeksi saluran kemiih
5. Kateter dapat menjadi media
masuknya kuman ke saluran
kemih
6. Memonitor adanya infeksi
sehingga dapat dilakukan
tindakan dengan cepat
7. Tehnik cuci tangan yang baik
dapat memutus rantai
penularan.
8. Sistim imun yang terganggu
memudahkan untuk terinfeksi
18
9. Kerusakan integritas kulit
merupakan hilangnya barrier
pertama tubuh
iii. Potensial gangguan perfusi jaringan: serebral/kardiopulmonal b.d.
resiko krisis hipertensi.
Tujuan : Klien tidak mengalami perubahan perfusi jaringan.
Rencana Rasional
1. Pantau tanda dan gejala krisis
hipertensi (Hipertensi, takikardi,
bradikardi, kacau mental, penurunan
tingkat kesadaran, sakit kepala,
tinitus, mual, muntuh, kejang dan
disritmia).
2. Pantau tekanan darah tiap jam dan
kolaborasi bila ada peningkatan TD
sistole >160 dan diastole > 90 mm
Hg
3. Kaji keefektifan obat anti hipertensi
4. Pertahankan TT dalam posisi rendah
1. Krisis hipertensi menyebabkan
suplay darah ke organ tubuh
berkurang.
2. Tekanan darah yang tinggi
menyebabkan suplay darah
berkurang.
3. Efektifitas obat anti hipertensi
penting untuk menjaga
adekuatnya perfusi jarringan.
4. Posisi tidur yang rendah
menjaga suplay darah yang
cukup ke daerah cerebral
5. Perubahan integritas kulit b.d. imobilisasi, uremia, kerapuhan
kapiler dan edema.
Tujuan : Klien tidak menunjukan adanya perubahan integritas kulit selama
menjalani perawatan.
Rencana Rasional
1. Kaji kulit dari kemerahan,
kerusakan, memar, turgor dan
suhu.
1. Mengantisipasi adanya kerusakan
kulit sehingga dapat diberikan
penangan dini.
2. Kulit yang kering dan bersih tidak
19
2. Jaga kulit tetap kering dan bersih
Bersihkan & keringkan daerah
perineal setelah defikasi
3. Rawat kulit dengan menggunakan
lotion untuk mencegah
kekeringan untuk daerah pruritus.
4. Hindari penggunaan sabun yang
keras dan kasar pada kulit klien
5. Instruksikan klien untuk tidak
menggaruk daerah pruritus.
6. Anjurkan ambulasi semampu
klien.
7. Bantu klien untuk mengubah
posisi setiap 2 jam jika klien tirah
baring.
Pertahankan linen bebas lipatan
Beri pelindung pada tumit dan
siku
8. Lepaskan pakaian, perhiasan
yang dapat menyebabkan
sirkulasi terhambat.
9. Tangani area edema dengan hati
-hati.
10. Pertahankan nutrisi adekuat.
mudah terjadi iritasi dan
mengurangi media pertumbuhan
kuman.
3. Lotion dapat melenturkan kulit
sehingga tidak mudah pecah/rusak.
4. Sabun yang keras dapat
menimbulkan kekeringan kulit dan
sabun yang kasar dapat menggores
kulit.
5. Menggaruk menimbulkan
kerusakan kulit.
6. Ambulasi dan perubahan posisi
meningkatkan sirkulasi dan
mencegah penekanan pada satu sisi.
7. Lipatan menimbulkan tekanan pada
kulit.
8. Sirkulasi yang terhambat
memudahkan terjadinya kerusakan
kulit.
9. Elastisitas kulit daerah edema
sangat kurang sehingga mudah
rusak
10. Nutrisi yang adekuat
meningkatkan pertahanan kulit
e. Evaluasi
20
Dari setiap tindakan yang dilakukan secara paripurna untuk mengatasi
masalah keperawatan akan didapatkan hasil sebagai berikut :
1). Tujuan tercapai / masalah teratasi.
2). Tujuan tercapai sebagian, Intervensi dilanjutkan.
3). Tujuan belum tercapai / masalah belum teratasi dilakukan reasesmen.
BAB IV
21
PENUTUP
1. Kesimpulan
GNA adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri
atau virus tertentu (infeksi kuman streptococcus). GNA sering ditemukan
pada anak usia 3-7 thn dan pada anak pria lebih banyak. Penyakit
sifilis,keracunan,penyakit amiloid,trombosis vena renalis,purpura
anafilaktoid, dan lupus eritematosus. Laju endap darah meninggi, HB
menurun pada pemeriksaan laboratorium. Pada pemeriksaan urin didapatkan
jumlah urin mengurang, berat jenis meninggi,hematuria makroskopik,
albumin (+), eritrosit (++), leukosit (+),silinder leukosit,ureum dan kreatinin
darah meningkat. Pada penyakit ini, klien harus istirahat selama 1-2 minggu,
diberikan penicilli, pemberian makanan rendah protein dan bila anuria, maka
ureum harus dikeluarkan. Komplikasi yang ditimbulkan adalah
oliguria,ensefalopati hipertensi,gangguan sirkulasi serta anemia. Diagnosa
keperawatan yang muncul antara lain: Kelebihan voleme cairan berhubungan
dengan penurunan haluaran urin, diet kelebihan dan retensi cairan natrium.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual,muntah,anoreksia,
pembatasan diet dan perubahan mambran mukosa mulut. Kurang
pengetahuan tentang kondisidan penanganan. Intoleransi aktivitas b/d
keletihan, anemia, retensi produk sampah dan prosedur dialisis. Ganggua
harga diri b/d ketergantungan, perubahan peran, perubahan citra tubuh dan
fungsi seksual.
2. Saran
Seorang perawat haruslah mampu mengetahui pengertian dan
penyebab dari penyakit Glomerulonephritis Akut, serta mampu
meningkatkan pelayanan kesehatan terama pada penyakit GNA. Selain itu
juga, perawat haruslah memahami dan menjelaskan secara rinci mengenai
tujuan medis, tata cara yang akan di lakukan dan resiko yamg akan mungkin
terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
22
Andrianto, petrus. Gumawan Johannes,1990. Kapita Selekta Patologi klinik.
Edisi 4. Jakarat: EGC
Arfin, Behrama Kliegman, 2000. Nelson : Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta :
EEC
Brunner and Suddarth, 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Ed.8 Vol.2.
Jakarta : EEC
Chandrasoma Parakrama ,Clive R Taylor, 1994. Patologi Anatomi. Edisi
2.Jakarta: EGC
Doengoes, Marilynn E, 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Ed.3. Jakarta :
EEC
Engram Barbara, 1999. Rencana Asuhan Kepertawatan Medikal Bedah.Vo.l
1. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Mansjoer, Arif.dkk, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Ed.3. Jilid 2. Jakarta :
Media Aesculapius. FKUI
http://jovandc.multiply.com/journal/item/3, diakses pada tanggal 15 April
2013
23