materi 2 modern dan nusantara
DESCRIPTION
Materi estetika modern dan NusanataraOleh Prof. Dharsono M.snPasca sarjana Isi soloTRANSCRIPT
MATERI 2
Prof. Dharsono
Memperkenalkan
ANTARA MODERN DENGAN ESTETIKA
NUSANTARA
Catatan:Estetika berasal dari bahasa Yunani: Aesthetica yang berarti kemampuan melihat lewat
pengindraan atau pencerapan, persepsi, perasaan atau sensitivitas, maka sangat erat kaitannya dengan bagaimana kemampuan seseorang dalam menafsirkan (interpretasi) keberadaan
Karya seni modern
Filsafat seni
Pengamat/ApresiatorUntuk melakukan apresiasi seseorang harus mampu menafsirkan ketika
seniman /disainer membangun struktur karya sedikitnya ada 3 langkah utk membuat baik (indah) dari benda-benda estetis pada umumnya.
Disebut karya estetik
Seniman/disainerMonroe Beardsley dalam Problems in the Philosophy of Criticism, secara filsafati dijelaskan sedikitnya ada 3 langkah utk membuat baik
(indah) dari benda-benda estetis pada umumnya.
Mencerminkan hubungan mikro-meta-makrokosmos
Mencari Kesempurnaan (Ngudi Kasampurnan)
Sugesti alamSeni sebagai Simbol ekspresi kultural
Berlainan dengan kebanyakan pemikiran barat, disini tidak kita dapatkan pertentangan antara filsafat dengan pengetahuan tentang Tuhan. Justru didapatkan pada filsafat
Nusantara (Jawa) bahwa kearifan tertinggi, yang merupakan puncak filsafat adalah pengetahuan tentang Tuhan, tentang Yang Mutlak dan hubungan-Nya dengan manusia.
Sehingga fil.nusantara adalah “Filsafat Mistika” (Mystical Philosophy)
Kearifan tertinggi, yang merupakan puncak filsafat adalah pengetahuan
tentang Tuhan
Karya seni tradisi(Karya keindahan)
Filsafat seni nusantara
Seni sebagai ekspresi masyarakat
Seniman terikat oleh lingkungan dimana dia hidup (alam semesta dan lingkungannya) itulah mengapa simbol (bentuk , pola, motif) yang muncul
merupakan sugesti alam
Berkarya merupakan pengabdian dharma kepada Tuhannya sesuai dengan ajaran budayanya
Seorang pengamat/pengkaji harus mampu menafsirkan kembali ketika seniman berkarya
(hermenuetik)
Simbol yang lahir merupakan bentuk keindahan sekaligus ajaran
Seni adalah tontonan dan tuntunan
BENTUK ADALAH PENGULANGAN POLA DAN POLA TERDIRI DARI MOTIF-MOTIF
POLA
Motif utama
Motif Pendukung
Motif Isian (isen)
merupakan bahasa metafora (simbol) yang mengandung ajaran (falsafah)
merupakan motif untuk memperindah bentuk/pola
merupakan motif untuk memperindah motif
SENI SEBAGAI TUNTUNAN DAN TONTONAN
Seni merupakan tuntunan sekaligus tontonan: bentuk yang terdiri dari pengulangan pola yang terdiri dari kumpulan matif yang ditata dengan indah
(tontonan) dan mampunyai makna filosofis (tuntunan hidup) pada motif utama
BENTUK
Apresiasi adalah kemampuan melihat lewat pengindraan atau pencerapan, persepsi, perasaan atau sensitivitas, maka sangat erat kaitannya dengan bagaimana kemampuan seseorang pengamat menafsirkan (interpretasi) ketika karya seni itu diciptakan
Estetik dalam pelaksanaanya
Adalah apresiasi
ESTETIK DENGAN KONSEP TRI- LOKA ( TIGA JAGAT)
kemampuan menafsirkan (interpretasi) keberadaan tersebut sesuai dengan konsep tiga jagat dalam seni tradisi
klasik
Alam sakala niskala merupakan alam yang wadag dan tak wadag, yang terindera tetapi juga tak terindera, digambarkan sebagai pohon hayat . Merupakan dunia antara, atau dunia penghubung/ penyeimbang (metakosmos)
Alam niskala penggambaran jagat yang tak terindera, digambarkan dengan simbolisme puncak gunungan memberikan makna perlindungan menuju ke Esaan
Hubungan vertikal: hubungan antara bathin (mikrokosmos) kita dengan
Tuhannya (makrokosmos).
Alam sakala merupakan alam yang wadag, digambarkan Motif utama, Rumah dan pohon hayat tujuh cabang empatbelas ranting, dan seolah dijaga oleh, gupala, mekara, binatang darat, binatang pohon, dan binatang udara (burung).Simbolisme motif binatang seolah menjaga keberadaan pohon hayat agar tegak tak tergoyahkan terhadap hubungan tersebut
KAJIAN KONSEP TRI-LOKA TERHADAP GUNUNGAN
Hubungan horisontal antara batin kita(mikrokosmos) dengan jagat besar
Alam sakala niskala merupakan alam yang wadag dan tak wadag, yang terindera tetapi juga tak terindera, digambarkan sebagai pohon hayat . Merupakan dunia antara, atau dunia penghubung/ penyeimbang (metakosmos)
Alam niskala penggambaran jagat yang tak terindera, digambarkan dengan simbolisme payung memberikan makna perlindungan menuju ke Esaan
Hubungan vertikal: hubungan antara bathin (mikrokosmos) kita dengan Tuhannya
Alam sakala merupakan alam yang wadag, digambarkan di bagian atas sepasang burung dan di bagian bawah kinara-kinari (makrokosmos)Simbolisme motif binatang seolah menjaga keberadaan pohon hayat agar tegak tak tergoyahkan terhadap hubungan tersebut
Kajian dengan konsep tribuana/triloka terhadap keberadaan pohon hayat pada panil relief kalpataru candi Prambanan
Hubungan horisontal antara batin kita(mikrokosmos) dengan jagat besar
(makrokosmos).
Hubungan horisontal antara mikrokosmos dg makrokosmos (alam sakala)
Hubungan vertikal antara mikrokosmos dengam Tuhannya
Alam Niskala (alam yang tak tampak dan tak terindera) yaitu mikrokosmos (batin kita), bisa bergerak ke makrokosmos dalam demensi tertentu. Untuk menjaga hubungan secara vertikal dengan makrokosmos dan untuk menjaga hubungan secara vertikal menuju keEsaan
Alam sakala niskala ( alam wadak dan tan wadak yaitu alam yang teridera dan tak terindera) dalam batik semen rama digambarkan sebagai motif pohon hayat. Motif pohon hayat sebagai metakosmos secara horisontal merupakan penghubung, penyeimbang antara alam sakala dan alam niskala
Alam sakala (alam wadak atau alam yang terindera) merapakan cermin hubungan makrokosmos dan mikrokosmos. Pola pada batik semen rama terdiri dari (1) ornamen-oraamen yang berhubungan dengan daratan,(2)omamen-ornamen yang berhubungan dengan udara seperti garuda, burung, lidah api. (3) ornamen-ornamen yang berhubungan dengan laut atau diwakili deng baito/kapal. Simbolisme motif seolah menjaga keberadaan pohon hayat agar tegak tak tergoyahkan terhadap hubungan tersebut
KAJIAN TRI-LOKA TERHADAP BATIK SEMEN RAMA
Alam Sakala niskala Hubungan mikro-makro-metakosmmos, sesuai sistem berpikir budaya mistis Indonesia.
Alam niskalaBerdasarkan konsep ”luk” sebagai lekuk dan keluk, maka posisi keris menghadap ke atas bagaikan asap dupa (keluk) menggambarkan perjalanan dari alam sakala niskala menuju ke alam niskala
Alam SakalaKeris dalam pandangan makrokosmos mendudukkan manusia sebagai bagian dari semesta. Manusia harus menyadari tempat dan kedudukannya dalam jagad raya ini
Hubungan vertikal antara mikrokosmos dengam Tuhannya
Hubungan horisontal antara mikrokosmos dg makrokosmos (alam sakala)
Alam niskala (alam yang tak tampak dan tak terindera)
Alam sakala niskala
Ada 7 tingkatan (tumpangsari) memberikan simbolisme menuju alam atas manusia melewati 7 tingkatan ajaran yaitu 7 ujian dalam mengalahkan kejahatan diluar dirinya dan 7 kejahatan di dalam dirinya
Alam sakala (alam alam wadag, yang terindra), digambarkan 4 tiang sakaguru mengandung ajaran tentang tuntunan pengendalian dari 4 nafsu manusia
Konsep Tri-Loka/Buana (tiga jagat) ini sering disebut dengan konsep gunungan
ESTETIKA DENGAN KONSEP
MANDALA
Kajian seni dengan pendekatan estetik berarti kemampuan menafsirkan (interpretasi) keberadaan tersebut sesuai dengan
konsep mandala dalam seni tradisi klasik
Motif dampar
Motif burung
Motif meru
Motif lidah apiMotif pohon
hayat
Motif baito/kapal
Motif binatang darat
Motif garuda
Secara keseluruhan motih pohon hayat dikelilingi motif meru, motif binatang darat, motif binatang air, motif udara, motif baito, motif bangunan dan motif dampar, motif pusaka.. Ke delapan motif utama
pada batik semen rama seolah mengelilingi pohon hayat membentuk sebuah pola disebut dengan pola batik semen rama. Kedelapan motif tersebut membentuk keseimbangan, keselararasan dan kesatuan dan masing-masing memberi kekuatan/energi secara central dalam ajaran hastabrata (ajaran yang
memberi tuntunan terhadap 8 ajaran kepemimpinan sejati
Posisi motif pohon seolah hayat dikelilingi oleh motif motif lain secara vertikal horisontal; atas bawah, samping kanan-kiri atas, samping kanan kiri bawah
seolah membentuk lingkaran
Motif pusaka
KAJIAN DENGAN KONSEP MANDALA TERHADAP BATIK SEMEN RAMA
Motif Pohon Hayat
Motif pohon hayat meru
Motif Garuda
Motif Kupu-kupu
Pola batik banjar balong terdiri dari motif pohon hayat yang diapit sepasang Motif lar (garuda) di kanan-kiri atas sepasang motif kupu-kupu. Motif pohon hayat tersebut ( motif pohon hayat yang ditengah) dikelilingi lagi 6 motif pohon hayat (paduan motif pohon hayat meru). Posisi 6 motif pohon hayat meru berada di atas, kanan kiri atas, kanan kiri bawah dan di bawah motif utama yang ada di tengah. Motif pohon hayat seolah dilingkupi motif lain membentuk kesatuan dan keseimbangan kosmos dan saling memberikan energi dalam konsep mandala. (Simbolisme pahon hayat bisa dilihat di atas)
KAJIAN KONSEP MANADA THD BATIK BANJAR BALONG
Pola empat persegi dan lingkaran yang berlapis, secara filosifis masing-masing memberi kekuatan/energi secara sentral, artinya masing-masing
soko (tiang) paningrat, penanggap yang mengelilingi memberi kekuatan/energi terhadap empat soko guru sebagai pusat/tiang utama
(mandala suci).
BEDAYA DALAN KONSEP MANDALA
Tari Bedhaya Ketawang mengacu pada 8+1 ajaran yang dilambanga 8 penjuru mata angin yang digambarkan lewat pola lantai dengan 8 motif; lobster, mythical bird, thunderbolt, half moon, cakra,
anggry elephant, cliff and sea, lobster, dan 1 mikrokosmos. Kedelapan motif tersebut membentuk keseimbangan, keselararasan dan kesatuan dan masing-masing memberi kekuatan/energi secara central
dalam ajaran hastagina. (tuntunan ajaran dalam mencapai kasampurnan sejati)
Wordpress.com.2012/03/02
SRIMPI DALAN KONSEP MANDALA
Tari Srimpi Mangkunegaran, Srimpi (sarining –Pi), simbolisme tentang sarining kehidupan, yaitu merupakan ajaran pengendalian diri dari 4 nafsu manusia. Tari srimpi disusun dengan pola 4 + 1 motif
(mikrokosmos). Hubungan yang tak terpisahkan antara dirinya dengan alam semesta. Pandangan ini oleh masyarakat Jawa dikenal dengan keblat papat kelima pancer, dalam kosmogoni Jawa, Masyarakat
Jawa mengenal sistem waktu dalam konsep mandala
tari srimpi pandelori gaya mangkunegaran (dok. tv edukasi surakarta)
Rujukan:Gustami, SP, (1989), “Konsep Gunungan dalam Seni Budaya Jawa Manifestasinya di Bidang Seni Ornamen”: Sebuah Studi Pendahuluan, Penelitian Yogyakarta: Balai Penelitian Institut Seni Indonesia.Poerbatjaraka Dr.R.Ng. (Lesya) : Arjunawiwaha, Tekst en Vertaling. Martinus Nijhoff, ‘S Gravenhage, 1926Hadiwijono, Harun, (tt), Kebatinan Jawa dalam Abad 19, Jakarta, BPK Mulya.James L. Cristian: “Philosophy, an Introduction to the art of wondering”, Reinehart Press, San Fransisco, 1973.Jessup, Helen Ibitson, (1990), Court Arts of Indonesia, New York, The Asia Society Galleries.Jose an Miriam Arguelles (1972), Mandala, Boelder and London: Shambala.Kawindrosusanto, Koeswadji, (1956), “Gunungan” Majalah Sana Budaya, Th.1No.2 Maret.Mulder, Niel (1984), Kepribadian Jawa dan Pembangunan Nasional, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press.Sayid, R.M. (tth), Bab Tosan Aji Prabote Jengkap, Surakarta: Perpustakaan Mangkunegaran.Simuh, (1988), Mistik Islam Kejawen Raden Ngabehi Ranggawarsita, Suatu Studi terhadap Wirit Hidayat Jati , Jakarta, Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press).Simuh, (1996), Sufisme Jawa: Transformasi Tasawuf Islam ke Mistik Jawa., Yogyakarta, yayasan Bentang Budaya.Subagyo, Rahmat, (1981), Agama Asli Indonesia, Jakarta, Sinar Harapan dan Yayasan Cipta Loka Caraka.Sumardjo, Jakob, TTh, Memahami Seni. Bandung, Diktat Kuliah PascaSajana ITB (tidak diterbitkan).Thomas Drysdale (1978). Katalog Pameran empat Seniman Pop, School of Fine Art. New York; University.Triguna, Ida Bagus Gede Yudha, (1997), “Mobilitas Kelas, Konflik dan Penafsiran Kembali Simbolisme Masyarakat Bali, Desertasi Doktor, Bandung, PPs Universitas Padjadjaran.Wiryamartana, I. Kuntara, 1990. Arjunawiwaha: Tranformasi Teks Jawa Kuna lewat Tanggapan dan Penciptaan di Lingkungan Sastra Jawa, Yogyakarta, Duta Wacana University Press.