materi 1 konsep dasar pengendalian vektor dan...

100
MODUL BAHAN AJAR MK PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU BPage 1 MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN BINATANG PENGGANGGU A. Latar Belakang Penyakit tular vektor dan binatang pembawa penyakit masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik secara endemis maupun sebagai penyakit baru yang berpotensi menimbulkan wabah. Oleh karenya, untuk melaksanakan ketentuan Pasal 26 ayat (1) dan Pasal 51 Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan, perlu mengatur ketentuan mengenai standar baku mutu kesehatan lingkungan dan persyaratan kesehatan untuk vektor dan binatang pembawa penyakit serta pengendaliannya. Penyakit yang ditularkan melalui vektor dan binatang pengganggu masih menjadi penyakit endemis di Indonesia bahkan dibeberapa bagian belahan dunia lainnya. Beberapa diantaranya yang saat ini masih endemis di Indonesia antara lain adalah penyakit malaria, demam berdarah dengue, filariasis, pes, kolera, dan lain lain. Penyakit-penyakit tersebut jika tidak dicegah dapat menjadi wabah atau kejadian luar biasa (KLB) serta dapat menimbulkan gangguan kesehatan masyarakat hingga menyebabkan kematian. Salah satu tujuan MDG’s (millenium development goal’s) adalah pengendalian penyakit malaria yaitu tujuan ke-6 dan mempengaruhi tujuan MDG’s lainnya seperti tujuan ke-4 dan ke-5 yaitu penurunan angka kematian ibu dan anak. Angka kematian ibu dan anak merupakan salah satu indikator kualitas derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu pengendalian vektor dan binatang penggangu untuk mencegah penularan penyakit-penyakit tertentu sangat penting dilakukan sebagai salah satu upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat termasuk penyakit yang diakibatkan karena keberadaan Vektor dan Bintang Pengganggu yang menjadi perantara dan penyebab penyakit seperti DBD, Malaria, Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan penyakit lainnya yang kategori penyakit Karantina maupun yang bukan.

Upload: others

Post on 19-Jan-2021

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 1

MATERI 1

KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN

BINATANG PENGGANGGU

A. Latar Belakang

Penyakit tular vektor dan binatang pembawa penyakit masih

menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik secara endemis maupun

sebagai penyakit baru yang berpotensi menimbulkan wabah. Oleh

karenya, untuk melaksanakan ketentuan Pasal 26 ayat (1) dan Pasal

51 Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan

Lingkungan, perlu mengatur ketentuan mengenai standar baku

mutu kesehatan lingkungan dan persyaratan kesehatan untuk vektor

dan binatang pembawa penyakit serta pengendaliannya.

Penyakit yang ditularkan melalui vektor dan binatang pengganggu

masih menjadi penyakit endemis di Indonesia bahkan dibeberapa bagian

belahan dunia lainnya. Beberapa diantaranya yang saat ini masih endemis

di Indonesia antara lain adalah penyakit malaria, demam berdarah

dengue, filariasis, pes, kolera, dan lain lain. Penyakit-penyakit tersebut

jika tidak dicegah dapat menjadi wabah atau kejadian luar biasa (KLB)

serta dapat menimbulkan gangguan kesehatan masyarakat hingga

menyebabkan kematian.

Salah satu tujuan MDG’s (millenium development goal’s) adalah

pengendalian penyakit malaria yaitu tujuan ke-6 dan mempengaruhi tujuan

MDG’s lainnya seperti tujuan ke-4 dan ke-5 yaitu penurunan angka

kematian ibu dan anak. Angka kematian ibu dan anak merupakan salah

satu indikator kualitas derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu

pengendalian vektor dan binatang penggangu untuk mencegah penularan

penyakit-penyakit tertentu sangat penting dilakukan sebagai salah satu

upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat termasuk penyakit

yang diakibatkan karena keberadaan Vektor dan Bintang Pengganggu

yang menjadi perantara dan penyebab penyakit seperti DBD, Malaria,

Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan penyakit

lainnya yang kategori penyakit Karantina maupun yang bukan.

Page 2: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 2

B. Konsep Dasar

1. Pengertian Vektor

Menurut pasal 1, ayat ( 4) Peraturan Menteri Kesehatan RI

Nomor 50 tahun 2017 tentang Standar Baku Mutu Kesehatan

Lingkungan & Persyaratan Kesehatan Untuk Vektor & Binatang

Pembawa Penyakit & Pengendaliannya bahwa “Vektor” merupakan

artropoda yang dapat menularkan, memindahkan, dan/atau menjadi

sumber penular penyakit.

2. Pengertian Binatang Penganggu dan/Atau Pembawa Penyakit

Binatang Pengganggu atau pembawa penyakit adalah

“Binatang selain artropoda yg dapat menularkan, memindahkan,

dan/atau menjadi sumber penular penyakit” (Peraturan Menteri

Kesehatan RI Nomor 50 tahun 2017 tentang Standar Baku Mutu

Kesehatan Lingkungan & Persyaratan Kesehatan Untuk Vektor &

Binatang Pembawa Penyakit & Pengendaliannya).

3. Pengendalian Vektor Dan Binatang Pembawa Penyakit (Pengganggu)

Menurut Pasal 1, ayat (3) bahwa Pengendalian adalah upaya

untuk mengurangi atau melenyapkan faktor risiko penyakit dan/atau

gangguan kesehatan. Berdasarkan pasal tersebut dapat disimpulkan

bahwa “Pengendalian Vektor & Binatang Pembawa Penyakit” adalah

upaya untuk mengurangi atau melenyapkan Vektor dan Binatang

Pembawa Penyakit (Pengganggu) sebagai faktor risiko penyakit

dan/atau gangguan kesehatan atau gangguan lainnya yang merugikan

manusia karena serangan berupa gigitan/sengatan atau kerusakan

harta benda.

Pengendalian vektor dan Binatang Pembawa Penyakit

(Pengganggu) pada Peraturan Menteri Kesehatan sebelaumnya (PMK

No. 374/Menkes/Per/III/2010 tentang Pengendalian Vektor) adalah

semua kegiatan atau tindakan yang ditujukan untuk menurunkan

populasi vektor serendah mungkin sehingga vektor di suatu wilayah

atau menghindari kontak masyarakat dengan vektor sehingga

penularan penyakit tular vektor dapat dicegah. Jadi pada dasarnya

Page 3: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 3

pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit (pengganggu)

untuk memutuskan rantai penularan antara sumber penyakit dengan

manusia atau mencegah tertularnya suatu penyakit menular kepada

manusia melalui peranan vektor penyakit.

Upaya pengendalian vektor lebih dititikberatkan pada

kebijakan pengendalian vektor terpadu melalui suatu pendekatan

pengendalian vektor dengan menggunakan satu atau kombinasi

beberapa metode pengendalian vektor; Pengendalian Vektor Terpadu

(PVT) merupakan pendekatan yang menggunakan kombinasi

beberapa metode pengendalian vektor yang dilakukan berdasarkan

azas keamanan, rasionalitas dan efektifitas pelaksanaannya serta

dengan mempertimbangkan kelestarian keberhasilannya (Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 tahun 2014 tentang

Kesehatan Lingkungan).

Pengendalian vektor terpadu dilatarbelakangi karena masalah

penggunaan pestisida sintetis yang semakin mahal dan beresiko bagi

manusia dan lingkungan. Pengendalian vektor terpadu

mengintegrasikan semua cara pengendalian hama yang potensial,

ekonomis, efisien dan ekologis untuk mengedalikan serangga (vektor)

pada tingkat yang tidak membahayakan.

Hal-hal yang harus diperhatikan adalah bahwa program

pengendalian vektor terpadu dilaksanakan dalam kurun waktu

tertentu, bukan insidental, populasi vektor (hama) harus dimonitor

secara berkala, tempat perindukan dan perilaku vektor harus dapat

diidentifikasi, strategi, metode serta teknik pengendalian harus

bijaksana dan tepat guna, masyarakat perlu dilibatkan sejauh

mungkin.

Hasil yang diharapkan dalam pengendalian vektor secara

terpadu adalah :

1. Populasi vektor dapat terus ditekan dibawah ambang.

2. Penggunaan pestisida dapat dikurangi sehingga mengurangi

bahaya dan akibat samping.

Page 4: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 4

3. Penggunaan metode non – pestisida dapat ditingkatkan dimana

mungkin diterapkan

4. Keseluruhan program pengendalian itu efektif, efisien, aman, tidak

berbahaya dan diterima masyarakat

Agar dapat memperoleh hasil yang maksimal, maka dalam

pengendalian vektor secara terpadu memperhatikan hal-hal berikut ini :

1. Harus benar-benar mengenal hama sasaran, khususnya : biologi,

ekologi dan perilakunya

2. Strategi pengendalian yg ditempuh harus memperhatikan siapa

sasarannya, bagaimana melaksanakannya, dimana dan kapan

waktu yg paling tepat

3. Penggunaan materi untuk pengendalian harus tepat, apakah

pestisida (toksikologi dan persistensinya), organisme musuh alami

(biologi, ekologi dan perilakunya) ataupun cara-cara non pestisida

lainnya.

4. Kondisi lingkungan, tata ruang dan struktural.

Berdasarkan uraian diatas maka konsep dasar pengendalian

vektor dan binatang pengganggu adalah:

1. Menitikberatkan pada kebijakan pengendalian vektor terpadu

melalui suatu pendekatan pengendalian vektor dengan

menggunakan satu atau kombinasi beberapa metode

pengendalian vektor dan binatang pengganggu.

2. Berdasarkan azas keamanan terhadap semua faktor lingkungan,

rasionalitas dan efektifitas pelaksanaannya serta

mempertimbangkan kelestarian keberhasilannya.

3. Memutuskan rantai penularan antara sumber penyakit dengan

manusia atau mencegah tertularnya suatu penyakit menular

kepada manusia melalui peranan vektor penyakit dan binatang

pengganggu.

Page 5: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 5

C. Faktor Yang Menentukan Keberhasilan Pengendalian Vektor dan

Binatang Pengganggu.

Faktor penting yang terkait dengan keberhasilan pengendalian

vektor dan binatang pengganggu yaitu (Pranoto, 1993) ada 7 :

1. Pengenalan vektor dan binatang pengganggu.

Agar pengendalian vektor dan binatang pengganggu terarah kepada

sasaran yang tepat, maka terlebih dahulu harus mengenal jenisnya

yang menimbulkan masalah disuatu wilayah. Caranya adalah dengan

mengidentifikasi vektor dan binatang penggangu yang ditemukan di

wilayah yang akan dikendalikan.

2. Pemahaman bionomik vektor dan binatang pengganggu.

Dalam ekologi, bionomik (Yunani: bio = hidup, nomos = hukum)

adalah studi komprehensif organisme dan hubungannya dengan

lingkungannya. Diterjemahkan dari kata Prancis Bionomie dan

penggunaan pertama dalam bahasa Inggris pada 1885 -1890.

Dewasa ini kita menyebutnya, "ekologi". (encyclopedia.

thefreeecyclopedia. com, 04-12-2012).

Jadi bionomik vektor dan binatang pengganggu adalah

menyangkut segala sesuatu interaksi vektor dan binatang pengganggu

dengan lingkungan. Dengan mempelajari bionomik akan diketahui

segala sesuatu yang berhubungan dengan kebiasaan hidup atau tata

kehidupan dari vektor dan binatang pengganggu.

Pengetahuan tentang bionomik sangat penting dalam

keberhasilan pengendalian vektor dan binatang pengganggu. Bila

mengetahui bionomik vektor dan binatang pengganggu, maka

pengendaliannya akan efektif dan efisien.

Vektor dan binatang pengganggu sebagai makhluk hidup

mempunyai bermacam-macam kebiasaan hidup, antara lain yang

penting diketahui sehubungan dengan upaya pengendalian yaitu

kebiasaan yang berhubungan dengan:

Page 6: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 6

a) Perkawinan atau berkembang biak, mencari makan dan lamanya

hidup.

b) Mencari tempat berlindung dan bersarang.

c) Kegiatan diwaktu malam dan siang hari.

d) Pemilihan mangsa yang menjadi sasaran

e) Didalam rumah dan diluar (iklim, suhu, kelembaban, pencahayaan

alami dan non alami, dll)

f) Daya tahan terhadap pestisida

3. Pemilihan metode pengendalian.

4. Pemilihan jenis pestisida yang akan digunakan jika direncanakan

akan menggunakan pestisida.

5. Pemilihan peralatan aplikasi yang tepat.

6. Teknik aplikasi pestisida yang benar.

7. Keterampilan Tenaga Pelaksana (SDM)

D. Ringkasan.

1. Latar Belakang.

Penyakit yang ditularkan melalui vektor dan binatang

pengganggu masih menjadi penyakit endemis di Indonesia bahkan

dibeberapa bagian belahan dunia lainnya. Penyakit-penyakit tersebut

jika tidak dicegah dapat menjadi wabah atau kejadian luar biasa (KLB)

serta dapat menimbulkan gangguan kesehatan masyarakat hingga

menyebabkan kematian.

Oleh karena itu pengendalian vektor dan binatang penggangu

untuk mencegah penularan penyakit-penyakit tertentu sangat penting

dilakukan sebagai salah satu upaya meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat.

2. Konsep Dasar Pengendalian Vektor dan Binatang Pengganggu.

Konsep dasar pengendalian vektor dan binatang pengganggu adalah :

a. Menitikberatkan pada kebijakan pengendalian vektor terpadu

melalui suatu pendekatan pengendalian vektor dengan

Page 7: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 7

menggunakan satu atau kombinasi beberapa metode

pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit

(pengganggu).

b. Berdasarkan azas keamanan terhadap semua faktor lingkungan,

rasionalitas dan efektifitas pelaksanaannya serta

mempertimbangkan kelestarian keberhasilannya.

c. Memutuskan rantai penularan antara sumber penyakit dengan

manusia atau mencegah tertularnya suatu penyakit menular

kepada manusia melalui peranan vektor penyakit dan binatang

pengganggu.

3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Pengendalian

Vektor dan Binatang Pengganggu.

a. Pengenalan vektor dan binatang pengganggu yang menjadi

masalah dengan melakukan identifikasi vektor atau binatang

pengganggu.

b. Memahami bionomik vektor dan binatang pengganggu.

c. Pemilihan metode pengendalian.

d. Pemilihan jenis pestisida yang akan digunakan

e. Pemilihan peralatan aplikasi yang tepat.

f. Teknik aplikasi pestisida yang benar.

E. Evaluasi.

1. Apakah latar belakang perlunya pengendlian vektor dan binatang

pengganggu?

2. Bagaimana konsep dasar pengendalian vektor dan binatang pengganggu?

3. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi keberhasilan pengendalian vektor

dan binatang pengganggu?

4. Mengapa perlu mengetahui bionomic vektor dan binatang pengganggu

5. Terkait dengan hal-hal apa saja bionomic vektor dan binatang

pengganggu?

Page 8: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 8

F. Bacaan Lanjutan

1. Bapelkes Lemah Abang (2011). Modul MI-6, Pengendalian Vektor di daerah Tanggap Darurat, Jakarta.

2. Iskandar, Adang, H,SKM dkk (1985). Pedoman Bidang Studi Pemberantasan Serangga dan Binatang Pengganggu, Depkes RI, Jakarta.

3. Peraturan Pemerintah RI Nomor 66 tahun 2014 tentan Kesehatan Lingkungan.

4. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 50 tahun 2017 tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan & Persyaratan Kesehatan Untuk Vektor & Binatang Pembawa Penyakit & Pengendaliannya.

Page 9: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 9

MATERI 2

Pengendalian Vektor Penyakit Malaria

A. Latar Belakang

Upaya pengendalian vektor dengan menggunakan satu atau lebih

metode yang bersinergi sehingga mampu menurunkan potensi penularan

malaria. Pengendalian ini bersifat rasional, ramah lingkungan dan

berkelanjutan. Kegiatan ini dapat dilakukan bersama masyarakat dan dengan

lintas sektor, antara lain : Dinas pertanian, industri pariwisata, KimPraswil, dll.

Pengendalian vektor bertujuan mengendalikan vektor dengan cara :

menurunkan populasi, mencegah gigitan, mencegah nyamuk menjadi infektif

(terbentuk sporozoit dalam kelenjar ludah), atau mengubah lingkungan

sehingga tidak cocok untuk tempat berkembang biak atau tempat istirahat

vektor, sehingga mampu menurunkan tingkat penularan malaria.

Pengendalian vektor malaria dilakukan dengan strategi RESSAA sebagai

berikut :

1. Rational : pelaksanaan pemberantasan vektor pada daerah kasus malaria

tinggi, daerah potensial KLB atau lokasi tertentu yang diprioritaskan.

2. Efektif : Kombinasi dua atau lebih metoda dapat dilakukankan apabila dgn

cara tersebut mampu menurunkan penularan.

3. Efisien : biaya operasionalnya paling murah.

4. Sustainable : dapat dilaksanakan dengan berkesinambungan sampai

mencapai tingkat penularan yang rendah.

5. Acceptable : kegiatan pemberantasan vektor harus diterima masyarakat

hingga masy.setempat mendukung dan ikut berpartisipasi dalam kegiatan

tersebut.

6. Affordable : mampu melaksanakan kegiatan pemberantasan vektor pada

lokasi yang mudah terjangkau, sarana transportasi relatif baik sehingga

bahan dan alat serta keperluan logistik lainnya dapat dibawa ke lokasi

tersebut.

Page 10: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 10

Pengendalian Vektor Penyakit Malaria diawali dengan pengenalan

wilayah (Geographical Reconnaisance) yang meliputi pemetaan langsung

penduduk dan survei tambahan untuk menentukan situasi tempat tinggal

penduduk dari suatu daerah yang dicakup oleh program pengendalian

malaria, pemetaan tempat perindukan, dan aplikasi /penerapan metoda

intervensi : penyemprotan rumah dengan insektisida, penggunaan kelambu,

larviciding, penyebaran ikan pemakan larva nyamuk, pengelolaan lingkungan,

pelatihan SDM. Keterangan yg perlu dikumpulkan tentang wilayah adalah:

Dimana suatu objek (bangunan) berada dan bagaimana cara mencapainya,

Keadaan jalan (dapat dilalui kendaraan roda 4 atau tidak), Ukuran jarak dari

suatu objek (bangunan) ke objek yang lain, Sifat topografi (Daerah datar,

Daerah bergunung, Sumber air seperti sungai, danau, rawa-rawa, sumur,

Tempat perindukan vektor). Sedangkan keterangan yang perlu diketahui

tentang rumah adalah : Letak rumah dan nomor urutnya, Jumlah rumah, Tipe

rumah, Bahan bangunan untuk dinding, langit-langit dan atapnya, Rumah

permanen, sementara, rumah panggung, Luas permukaan rumah yang harus

disemprot, Jumlah kandang dan ternaknya, Letak dan jumlah masjid, gereja,

pos kamling, dangau dan bangunan-bangunan yang digunakan untuk

kegiatan malam hari.

B. Pemetaan Tempat Perindukan Vektor

Untuk mengetahui tempat perindukan vektor malaria di setiap wilayah

desa / dusun yang meliputi : Letak tempat perindukan yang positif jentik &

yang potensial, Jumlah tempat perindukan, Tipe tempat perindukan, Luas

tempat perindukan.

Ada dua type tempat perindukan yaitu : Tipe permanen (Rawa-rawa,

Sawah non teknis dengan aliran air gunung, Mata air, Kolam) dan Tipe

temporer (Muara sungai tertutup pasir di pantai, Genangan air payau di

pantai, Kobakan air di dasar sungai waktu musim kemarau, Genangan air

hujan, Sawah tadah hujan.

Hasil dari pemetaan Tempat Perindukan berupa peta / sket wilayah

desa/dusun yang mencamtumkan : Letak TP yang ada dilengkapi dengan

gambar-gambar Posisi jalan, sungai dan sawah, Letak kelompok rumah /

Page 11: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 11

pemukiman penduduk, Batas wilayah desa/dusun, Garis pantai (bila di

kawasan pantai), Keterangan simbol/kode yang dipakai dalam peta, Tanggal

pembuatan peta, Dilampiri dengan Jumlah Tempat Perindukan, Tipe Tempat

Perindukan, dan Luas Tempat Perindukan.

Peta Tempat Perindukan dibuat atau direvisi pada saat Tempat

Perindukan potensial yang diperkirakan dengan : Grafik median data

klinis/kasus positif selama 3-5 tahun terakhir di Puskesmas setempat.

Pemetaan dilakukan 1-2 bulan sebelum puncak grafik tersebut, Grafik median

indeks curah hujan 3 tahun terakhir. Melihat kondisi lingkungan Tempat

Perindukan di pantai antara lain terdapat ganggang / lumut di permukaan air.

Dalam satu wilayah desa/dusun, bila terdapat 2 tipe Tempat Perindukan yang

potensial pada musim berbeda, harus dilakukan 2 kali pemetaan yaitu pada

musim kemarau dan musim hujan.

Berikut ini daerah dengan indikasi sebagai perindukan beberapa vektor

penyakit Malaria di Jawa Timur.

Gambar 1. Perindukan Berbagai Anophekes di Jawa Timur

Page 12: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 12

Gambar 2. Habitan An. aconitus donitz

KARAKTERISTIK

1. JANGKAUAN LUAS DI SEKITAR KAKI GN. WILIS DAN SEBAGIAN PERSAWAHAN DI JATIM

2. VEKTOR UTAMA PENYAKIT MALARIA DI JATIM.

HABITAT 1. SAWAH TERAS SIRING BERBUKIT & PEMBUANGAN IRIGASI AREA PERSAWAHAN.

2. ALIRAN AIR YANG MENGALIR KE DUSUN KECIL DAN SAWAH 3. PEBIAKAN AIR TERMASUK DENGAN VARIASI ALGAE DAN TANAMAN AIR.

KEBIASAAN

1. MAKAN DI LUAR RUMAH 3 KALI LEBIH TINGGI DARI DLM RUMAH (EXOPHAGIC) 2. WAKTU MAKAN (MENGHISAP DARAH) DI PARUH PERTAMA DIBAWAH PUKUL 22.00.

3. MAYORITAS DITEMUKAN DIKANDANG DI PARUH KEDUA MALAM (ZOOPHILIC)

KEBIASAAN ISTIRAHAT 1. SIANG HARI (BERSIFAT EXOPHILIX), DALAM RUMAH 5 % DAN KANDANG 22 %,

2. DISEPANJANG ALIRAN SUNGAI I DAN PEMBUANGAN IRIGASI

JARAK TERBANG. JARAK TERBANG 1 – 2 KM DARI PERINDUKAN

Page 13: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 13

Gambar 3. Habitan An. malculatus

KARAKTERISTIK 1. DITEMUKAN DI TRENGGALEK, SAMBONG PACITAN DAN SEKITAR KAKI GUNUNG WILIS

2. VEKTOR UTAMA MALARIA DI JAWA-BALI DAN SEBAGIAN SUMATRA

HABITAT 1. GENANGAN AIR JERNIH DIDAERAH PENGUNUNGAN DAN LEBIH SUKA BILA ADA TANAMAN AIR

DAN KENA SINAR MATAHARI. 2. BERUPA MATA AIR,KOLAM KECIL,SUNGAI KECIL YANG MENGALIR PERLAHAN, KOBAKAN

KECIL DIDASAR SUNGAI SAAT MUSIM KEMARAU.

KEBIASAAN 1. MENGIGIT DI DALAM ATAU DI LUAR RUMAH

2. LEBIH SUKA DARAH HEWAN TAPI JUGA MANUSIA BILA POPULASI HEWAN SEDIKIT 3. PENGGIGITAN TERJADI DI MALAM HARI MULAI PUKUL 21.00 – 03.00

4. JARANG DITEMUKAN HINGGAP DIDINDING PADA MALAM HARI

KEBIASAAN BERISTIRAHAT ISTRIRAHAT DI DALAM MAUPUN LUAR RUANGAN

JARAK TERBANG

JARAK TERBANG NYAMUK SEKITAR 2 KM DARI TEMPAT PERINDUKAN

Page 14: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 14

Gambar 4. Habitan An. sundaicus Rodenwaldt

KARAKTERISTIK

1. TERSEBAR DI SEBAGIAN PANTAI JAWA TIMUR DARI PANTAI TELENG PACITAN SAMPAI PLENGKUNG BANYUWANGI.

2. DI PANTAI TELENG MENINGKAT PADA BULAN SEPTEMBER – NOPEMBER DAN KEPADATAN TINGGI DI DAMPAR LUMAJANG

3. VEKTOR UTAMA MALARIA DI DAERAH PESISIR SELATAN JAWA TIMUR ( KOPEM )

HABITAT 1. DI JAWA TIMUR PERINDUKAN DI TAMBAK,DANAU,RAWA,REMBESAN AIR DENGAN ALGAE DAN

GENUS ENTEROMORPHA DAN HETEROMORPHA DAN RERUMPUTAN AIR LAINNYA, TERUTAMA SPESIES PESISIR,LEBIH MENYUKAI ADANYA SINAR MATAHARI ( PROSES

FOTOSINTESIS ) 2. DITAPANULI SELATAN,PEMBIAKAN DI AIR SEGAR KOLAM PEDALAMAN TERDIRI DARI VARIASI

ALGAE DAN TANAMAN AIR.

KEBIASAAN 1. KEBANYAKAN ANHROPOPHILIC, SUKA DARAH MANUSIA DARIPADA HEWAN.

2. MENGIGIT DIDALAM DAN DILUAR RUMAH. 3. MENGIGIT SEPANJANG MALAM DAN PUNCAK GIGITAN SETELAH PUKUL 22.00.

4. HINGGA DIDINDING RUMAH SEBELUM DAN SESUDAH MENGIGIT.

KEBIASAAN BERISTIRAHAT ISTRIRAHAT DI DALAM DAN LUAR RUANG, TEMPAT PERISTIRAHATAN MUNGKIN MENGALAMI

PERUBAHAN

JARAK TERBANG JARAK TERBANG NYAMUK LEBIH DARI 2 KM DARI PERINDUKAN

Page 15: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 15

Gambar 5. Habitan An. subpictus

KARAKTERISTIK

1. TERSEBAR DI SEBAGIAN PANTAI JATIM DARI PANTAI TELENG PACITAN SAMPAI PLENGKUNG BANYUWANGI.

2. DI PANTAI TULUNGAGUNG KEPADATAN TINGGI DI PANTAI KALIDAWIR,SIDEM DAN POPOH KEC.BESUKI

3. VEKTOR UTAMA MALARIA DI DAERAH PESISIR SELATAN JAWA TIMUR ( KOPEM )

HABITAT DI JAWA TIMUR PERINDUKAN DI TAMBAK,RAWA,GENANGAN AIR PAYAU SEPERTI KESUKAAN

An,sundaicus . DAPAT HIDUP DIGENANGAN YANG MENDEKATI TAWAR.

KEBIASAAN 1. KEBANYAKAN SUKA DARAH HEWAN DARIPADA MANUSIA

2. MENGIGIT DIDALAM DAN DILUAR RUMAH. 3. MENGIGIT SEPANJANG MALAM DAN PUNCAK GIGITAN SETELAH PUKUL 22.00.- 23.00

4. HINGGA DIDINDING RUMAH SEBELUM DAN SESUDAH MENGIGIT.

KEBIASAAN BERISTIRAHAT ISTRIRAHAT DI DALAM MAUPUN LUAR RUANGAN

JARAK TERBANG

JARAK TERBANG NYAMUK LEBIH DARI 2 KM DARI PERINDUKAN

Page 16: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 16

Gambar 6. Habitan An. barbirostris

KARAKTERISTIK

1. TERSEBAR DI SEPANJANG PANTAI DAN KAKI GUNUNG WILIS JAWA TIMUR 2. VEKTOR SEKUNDER PADA PENULARAN MALARIA ,HASIL PENELTIAN PUSAT JAKARTA.

HABITAT

SAWAH DAN SALURAN IRIGASINYA, KOLAM DAN RAWA-RAWA DENGAN AIR TAWAR.

KEBIASAAN 1. KEBANYAKAN ZOOPHILIC, SUKA DARAH HEWAN DARIPADA MANUSIA.

2. MENGIGIT DIDALAM DAN DILUAR RUMAH. 3. MENGIGIT SEPANJANG MALAM DAN PUNCAK GIGITAN SETELAH PUKUL 23.00 = 05.00

4. HINGGA DIDINDING RUMAH SEBELUM DAN SESUDAH MENGIGIT.

KEBIASAAN BERISTIRAHAT ISTRIRAHAT DI DALAM MAUPUN LUAR RUANGAN, TEMPAT PERISTIRAHATAN MUNGKIN MENGALAMI

PERUBAHAN

JARAK TERBANG JARAK TERBANG NYAMUK LEBIH DARI 2 Km DARI PERINDUKAN

Page 17: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 17

C. Penerapan Metoda Intervensi

Metoda intervensi pada pengendalian vector malaria diantaranya

adalah : penyemprotan rumah dgn insektisida, penggunaan kelambu,

larviciding, penyebaran ikan pemakan larva nyamuk, pengelolaan lingkungan.

1. Penyemprotan Rumah Dengan Insektisida

Penyemprotan rumah dgn effek residual / IRS (indoor residual

spraying) : suatu cara pemberantasan vektor dengan menempelkan racun

serangga tertentu dengan jumlah (dosis) tertentu secara merata pada

permukaan dinding yg disemprot. Cara ini masih dipakai karena paling

cepat & besar manfaatnya untuk memutuskan rantai penularan.

Sasaran penyemprotan meliputi sasaran lokasi dan sasaran

bangunan. Sasaran Lokasi meliputi daerah desa endemis malaria tinggi,

desa dgn angka positif malaria >5 per seribu penduduk, adanya bayi

positif malaria, daerah potensial KLB, Pernah terjadi KLB 2 tahun terakhir,

terjadi perubahan lingkungan hingga memungkinkan adanya tmpat

perindukan, Daerah bencana, Bercampurnya penduduk dari daerah non

endemis dgn daerah endemis, Penanggulangan KLB, Daerah yg terjadi

peningkatan kasus, Adanya kematian karena malaria. Sasaran bangunan

meliputi semua bangunan yg pada malam hari digunakan sbg tempat

menginap atau kegiatan lain (mesjid, gardu ronda), kandang ternak besar

sekitar rumah tinggal.

Penyemprotan rumah efektif bila, penularan terjadi di dalam rumah

(indoor biting, kejadian bayi positif), vektor resting di dinding, penduduk

menerima penyemprotan dan tidak berada di luar rumah malam hari,

penyebaran rumah tidak menyulitkan operasional penyemprotan. Waktu

pelaksanaan penyemprotan harus berdasarkan datas kasus malaria yaitu :

2 bulan sebelum puncak kasus dan data pengamatan vektor yaitu 1 bulan

sebelum puncak kepadatan vektor.

2. Penggunaan Kelambu

Penggunaan kelambu dalam program pengendalian malaria adalah

dalam rangka melindungi pemakai kelambu dari gigitan dan membunuh

nyamuk yang hinggap pada kelambu untuk mencegah terjadinya

penularan (Satu kelambu untuk 2 orang dewasa). Sasaran penggunaan

Page 18: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 18

kelambu dari aspek lokasi adalah : Daerah atau desa endemis tinggi

malaria, Desa terpencil (remote), Desa / dusun terjadi KLB, Di daerah

yang penyemprotan rumah tidak efektif. Dari aspek penduduk adalah : Ibu

hamil, Bayi dan anak balita, Keluarga miskin.

Agar program ini efektif perlu dipertimbangkan hal berikut:

a. Masyarakat mau menerima pemakaian kelambu.

b. Dari hasil pengamatan entomologi menunjukan adanya kebiasaan

menggigit & istirahat di dalam rumah (endofilik dan endofagik).

c. Daerah tsb memiliki angka malaria tahun terakhir masih tetap tinggi.

d. Pelaksanaan penyemprotan rumah tidak mungkin dilakukan karena

transportasi yg sulit / daerah sulit dijangkau.

e. Konstruksi rumah yg tidak cukup melindungi penghuninya dari gigitan

nyamuk.

f. Kebiasaan tidur masyarakat lebih malam

3. Larvasida

Larvasida adalah aplikasi pestisida untuk larva pada tempat

perindukan potensial vektor guna membunuh / memberantas larva

nyamuk dgn menggunakan bahan kimia seperti Diflubenzuron (Andalin /

Dimilin) atau agen biologis Bacillus thuringiensis H-14 (Bti H-14).

Diflubenzuron adalah suatu zat penghambat pembentukan chitin. Apabila

larva nyamuk terkena dosis yang cukup, maka larva akan mati pada waktu

menjadi pupa atau dapat menetas menjadi nyamuk tidak normal yg tidak

dapat terbang. Sedangkan Bti H-14 adalah sejenis bakteri yang sporanya

bersifat racun / toksin terhadap larva nyamuk. Larva nyamuk akan mati

apabila memakan / menelan toksin ini. Jadi racunnya merupakan racun

perut. Karena itu tidak berpengaruh terhadap larva instar IV akhir dan

pupa yg istirahat makan.

Waktu aplikasi larvaciding ditentukan sebagai berikut:

a. Lagun yang terbentuk dari muara sungai yang tertutup pasir, waktu

aplikasinya adalah : Awal kemarau sampai awal musim hujan atau,

Sejak menutup sampai terbuka kembali karena banjir diwaktu hujan.

Page 19: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 19

b. Genangan air asin di pantai yang terbentuk oleh air laut pasang, waktu

aplikasi adalah : Sejak awal hingga akhir musim hujan atau, sejak air

mulai menjadi payau.

Sesuai dgn jenis larvasida yg dipakai, interval aplikasi dihitung menurut

minggu atau bulan, sedangkan jumlah aplikasi tergantung pada lamanya

genangan air potensial menjadi tempat perindukan.

4. Pemakaian Ikan Pemakan Larva

Penggunaan ikan pemakan larva dalam pengendalian vector yaitu

suatu upaya memanfaatkan ikan sebagai musuh alami larva nyamuk,

yang ditebarkan pada tempat perindukan potensial nyamuk dg tujuan

pengendalian populasi larva nyamuk sehingga dapat mengurangi

penularan. Daerah Sasaran penebaran ikan pemakan larva nyamuk

adalah: Desa dgn tempat perindukan potensial yg memenuhi kriteria

prioritas masalah dan prioritas program. Desa reseptif yg sudah rendah

penularannya karena dilakukan penyemprotan rumah / pemolesan

kelambu / larviciding (untuk maintenance). Tempat/lokasi penebaran ikan

pemakan larva nyamuk adalah: mata air, saluran air di persawahan

bertingkat, anak sungai, bendungan untuk sawah / pengairan, rawa-rawa

daerah pedalaman, rawa daerah pantai dengan air payau. Waktu

penebaran pada akhir musim hujan atau awal musim kemarau atau

selama musim kemarau pada saat luas tempat perindukan minimum.

5. Pengelolaan Lingkungan

Pengelolaan lingkungan dalam pengendalian malaria yang

menyangkut tindakan anti larva meliputi:

a. Modifikasi lingkungan (Penimbunan dan Pengeringan).

b. Manipulasi Lingkungan (Pembuatan saluran penghubung, Pengaturan

pengairan dan penanaman / pencegahan penebangan phon bakau di

tempat perindukan).

Page 20: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 20

D. Evaluasi.

1. Jelaskan perlunya pengendlian vektor penyakit malaria?

2. Mengapa harus dilakukan pemetaan peindukan vektor penyakit malaria ?

3. Bagaimana metode intervendi vektor penyakit malaria ?

E. Bacaan Lanjutan

1. Bapelkes Lemah Abang (2011). Modul MI-6, Pengendalian Vektor di daerah Tanggap Darurat, Jakarta.

2. Iskandar, Adang (1985). Pedoman Bidang Studi Pemberantasan Serangga dan Binatang Pengganggu, Depkes RI, Jakarta.

3. Peraturan Pemerintah RI Nomor 66 tahun 2014 tentan Kesehatan Lingkungan.

4. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 50 tahun 2017 tentang Standar Baku

Mutu Kesehatan Lingkungan & Persyaratan Kesehatan Untuk Vektor & Binatang Pembawa Penyakit & Pengendaliannya.

Page 21: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 21

MATERI 3

PENGENDALIAN VEKTOR PENYAKIT DEMAM BERDARAH

A. Latar Belakang

Vektor penyakit Demam Berdarah adalah nyamuk Aedes aegypti.

Nyamuk ini merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue

penyebab penyakit demam berdarah. Selain dengue, A. aegypti juga

merupakan pembawa virus demam kuning (yellow fever) dan chikungunya.

Penyebaran jenis ini sangat luas, meliputi hampir semua daerah tropis di

seluruh dunia. Sebagai pembawa virus dengue, A. aegypti merupakan

pembawa utama (primary vector) dan bersama Aedes albopictus

menciptakan siklus persebaran dengue di desa dan kota. Mengingat

keganasan penyakit demam berdarah, masyarakat harus mampu mengenali

dan mengetahui cara-cara mengendalikan jenis ini untuk membantu

mengurangi persebaran penyakit demam berdarah.

Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit endemis di

Indonesia, sejak pertama kali ditemukan pada tahun 1968 di Surabaya dan Jakarta,

jumlah kasus terns meningkat baik dalam jumlah maupun luas wilayah yang teriangkit

dan secara sporadis selalu terjadi KLB setiap tahun, KLB yang terbesar terjadi pada

tahun 1998 dilaporkan dari 16 propinsi dengan IR = 35,19 per 100.000 penduduk

dengan CFR 2,0%. Pada tahun 1999 IR menurun tajam sebesar 10.17. namun tahun-tahun

berikutnya IR tampak cenderung meningkat yaitu:15.99; 21.66; 19.24 dan 23.87 ( tahun

2000.2001.2002 dan 2003).

Penyebab meningkatnya jumlah kasus dan semakin bertambahnya wilayah

teriangkit antara lain karena semakin baiknya transportasi penduduk dari suatu daerah

ke daerah lain dalam waktu singkat, adanya pennukiman-permukiman bans,

penyimpanan-penyimpanan air tradisional masih dipertahankan, perilaku masyarakat

terhadap pembersihan sarang nyamuk yang masih kurang, vector nyamuk terdapat di

seluruh pelosok tanah air (kecuali di ketinggian > 1000 M dari pemukaan air laut) dan

adanya 4 sero type virus yang bersirkulasi sepanjang tahun.

Page 22: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 22

B. Ciri Marfologi

Nyamuk Aedes aegypti dewasa memiliki ukuran sedang dengan tubuh

berwarna hitam kecoklatan. Tubuh dan tungkainya ditutupi sisik dengan gari-

garis putih keperakan. Di bagian punggung (dorsal) tubuhnya tampak dua

garis melengkung vertikal di bagian kiri dan kanan yang menjadi ciri dari

spesies ini. Sisik-sisik pada tubuh nyamuk pada umumnya mudah rontok atau

terlepas sehingga menyulitkan identifikasi pada nyamuk-nyamuk tua. Ukuran

dan warna nyamuk jenis ini kerap berbeda antar populasi, tergantung dari

kondisi lingkungan dan nutrisi yang diperoleh nyamuk selama perkembangan.

Nyamuk jantan dan betina tidak memiliki perbedaan dalam hal ukuran

nyamuk jantan yang umumnya lebih kecil dari betina dan terdapatnya rambut-

rambut tebal pada antena nyamuk jantan. Kedua ciri ini dapat diamati dengan

mata telanjang.

Ciri-ciri nyamuk penyebab penyakit demam berdarah (Aedes aegypti)

adalah :

1. Badan kecil, warna hitam dengan bintik-bintik putih.

2. Pertumbuhan telur sampai dewasa ± 10 hari.

3. Menggigit/menghisap darah pada siang hari.

4. Senang hinggap pada pakaian yang bergantungan dalam kamar.

5. Bersarang dan bertelur di genangan air jernih di dalam dan di sekitar

rumah yang agak gelap dan lembab, bukan di got/comberan.

6. Hidup di dalam dan di sekitar rumah.

7. Di dalam rumah: bak mandi, tampayan, vas bungan, tempat minum

burung, perangkap semut dan lain-lain.

8. Di luar rumah: drum, tangki penampungan air, kaleng bekas, ban bekas,

botol pecah, potongan bambu, tempurung kelapa, dan lain-lain.

C. Penyebaran DBD

Penelitian di Malaysia menunjukkan bahwa virus Demam Berdarah

Dengue dapat disebarkan melalui telur dari satu generasi ke generasi

berikutnya oleh nyamuk Aedes aegypti. Korban tewas akibat demam

berdarah dengue terus berjatuhan. Jumlah pengidap DBD yang meninggal

Page 23: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 23

sejak Januari sampai pertengahan Maret 2004 sebanyak 455 orang dan

jumlah kasus 35.166. Korban meninggal dunia sebagian besar dibawah

usia 15 tahun yang masuk kategori anak-anak, kebanyakan mereka

meninggal karena terlambat mendapat perawatan.

Data di Depkes menyebutkan, demam berdarah sudah menyerang

20 provinsi, 12 di antaranya masuk kategori KLB (Kejadian Luar Biasa). Ke-

12 provinsi itu adalah Banten, Jawa Barat (Jabar), DKI Jakarta, Jawa

Tengah, Jawa Timur, DI Yogyakarta, Kalimantan Selatan, Sulawesi

Selatan, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Aceh, dan Jambi.

Kasus terbesar diduduki oleh propinsi DKI Jakarta sebanyak 12.993

dengan jumlah penderita meninggal 72 orang. Kasus ini diperkirakan akan

semakin meningkat pada bulan Maret hingga April seiring dengan musim

hujan yang masih terus berlangsung.

Cara penyemprotan, pengasapan, pengembunan, pemasangan jerat

nyamuk elektronik, dan sebagainya merupakan cara yang masih cukup

popular dalam memberantas nyamuk Aedes Aegypti, namun cara ini belum

efektif. Cara pengendalian yang efektif sebaiknya tidak hanya kepada

nyamuk dewasa saja, tetapi juga kepada penanggulangan larva atau jentik

nyamuk karena nyamuk hanya perlu siklus yang sangat singkat untuk

menjadi dewasa.

Pengendalian jentik nyamuk yang efektif dapat dilakukan dengan

cara abatisasi atau penaburan butiran Abate ke tempat-tempat yang

dicurigai sebagai tempat berkembang biaknya nyamuk.

D. Penularan DBD

Anak yang sakit demam berdarah di dalam darahnya mengandung

virus DBD. Bila anak ini digigit nyamuk Aedes Aegypti maka bibit penyakit

ikut terhisap masuk ke dalam tubuh nyamuk. Selanjutnya bila nyamuk

tersebut menghisap darah anak lain (anak sehat), maka anak itu akan

terinfeksi virus Dengue dan akan dapat tertulari penyakit ini jika ketahanan

tubuh tidak mampu untuk memerangi virus Dengue. Mekanisme penularan

tersebut pada gambar

Page 24: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 24

Gambar 7. Mekanisme Penularan Penyakit DBD

E. Gejala-gejala Dan Tindakan Penanganan Penderita DBD

1. Gejalan (Tanda-tanda) Penyakit Demam Berdarah Dengue :

a. Mendadak panas tinggi selama 2 sampai 7 hari.

b. Tampak bintik-bintik merah pada kulit

c. Kadang-kadang terjadi pendarahan di hidung (mimisan)

d. Mungkin terjadi muntah atau berak darah

e. Gusi berdarah

f. Sering terasa nyeri di ulu hati

g. Bila sudah parah, penderita gelisah.

h. Tangan dan kakinya dingin dan berkeringat.

2. Tindakan Penanganan Penderita DBD

Dalam beberapa hari saja keadaan penderita dapat menjadi parah, dan

dapat menyebabkan kematian. Tindakan yang harus dilakukan bila ada

penderita demam berdarah:

Page 25: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 25

a. Pertolongan pertama yang penting memberi minum sebanyak

mungkin Air masak yang dibubuhi garam oralit atau gula, susu air

kelapa atau air teh.

b. Kompres dengan air es

c. Beri obat turun panas

d. Selanjutnya penderita segera dibawa ke dokter/Puskesmas yang

terdekat untuk diperiksa. Bila diduga terserang Demam Berdarah

akan dikirim ke Rumah Sakit untuk dirawat.

e. Lapor segera ke Puskesmas / Sudin Kesehatan setempat dengan

membawa surat dari Rumah Sakit.

F. Pengendalian Vektor

1. Kegiatan 3 M (Menguras, Menutup dan Mengubur)

Cara yang hingga saat ini masih dianggap paling tepat untuk

mengendalikan penyebaran penyakit demam berdarah adalah dengan

mengendalikan populasi dan penyebaran vektor. Program yang sering

dikampanyekan di Indonesia adalah 3M, yaitu menguras, menutup, dan

mengubur.

a. Menguras bak mandi

Kegitan ini untuk memastikan tidak adanya larva nyamuk yang

berkembang di dalam air dan tidak ada telur yang melekat pada

dinding bak mandi.

b. Menutup

Menutup tempat penampungan air sehingga tidak ada nyamuk yang

memiliki akses ke tempat itu untuk bertelur.

c. Mengubur

Mengubur barang bekas sehingga tidak dapat menampung air hujan

dan dijadikan tempat nyamuk bertelur.

Page 26: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 26

2. Kegiatan dengan memeliharan ikan pemangsa (Secara Biologi)

Beberapa cara alternatif pernah dicoba untuk mengendalikan vektor

dengue ini, antara lain mengintroduksi musuh alamiahnya yaitu larva

nyamuk Toxorhyncites sp. Predator larva Aedes sp. ini ternyata kurang

efektif dalam mengurangi penyebaran virus dengue. Beberapa

menggunakan beberapa jenis ikan pemangsa larva superti : ikan cupang.

3. Penggunaan Insektisida

Penggunaan insektisida yang berlebihan tidak dianjurkan, karena

sifatnya yang tidak spesifik sehingga akan membunuh berbagai jenis

serangga lain yang bermanfaat secara ekologis. Penggunaan insektisida

juga akhirnya memunculkan masalah resistensi serangga sehingga

mempersulit penanganan di kemudian hari.

a. Kontroversi Program Pengasapan dengan Insektisida

Pada musim penghujan selain banjir, penyakit demam berdarah

dengue (DBD) menjadi ancaman terjadinya kepanikan pada

masyarakat. Kantor regional Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di

Asia Tenggara memperkirakan bahwa setiap tahun terdapat sekitar 50-

100 juta kasus demam dengue (DD) dan tidak kurang dari 500.000

kasus DBD memerlukan perawatan di rumah sakit. Dalam kurun waktu

10-25 tahun ini, DBD merupakan penyebab utama kesakitan dan

kematian anak di Asia Tenggara. Waktu penyakit ini menyebar menjadi

kejadian luar biasa (KLB) biasanya akan terjadi kepanikan pada

masyarakat, apalagi bila isu-isu mengenai anak-anak dan orang

dewasa yang sakit atau yang meninggal merebak dengan luas. Sebagai

jawaban atas permasalahan tersebut, pemerintah biasanya bereaksi

pragmatis dengan memilih metodologi yang dianggap pamungkas oleh

rakyatnya dan dapat menunjukkan kinerja dengan kasatmata.

Pilihan yang populer adalah pengasapan insektisida dengan

mesin yang dapat menyemburkan asap tebal insektisida dengan

baunya yang khas dan mesin yang mengeluarkan bunyi yang keras.

Bunyi mesin dan asap tebal yang disertai bau insektisida yang khas

Page 27: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 27

dapat didengar, dilihat, dan dirasakan oleh masyarakat. Hal itu

sekaligus menunjukkan bahwa pemerintah telah melaksanakan

tugasnya dan hal ini dapat menimbulkan "rasa aman" pada masyarakat.

Walaupun kasus masih bermunculan, kepanikan masyarakat untuk

sementara dapat "diredakan", kalaupun petaka akhirnya juga menimpa

keluarga mereka, suratan takdir yang dijadikan rujukan.

Sejalan dengan perjalanan waktu kasus pun berangsur turun dan

masyarakat mulai melupakan KLB tersebut sampai bulan yang sama

tahun depannya, atau tahun-tahun depan berikutnya. Siklus ini

berlangsung terus, dan menurut catatan, siklus seperti ini telah terjadi di

Indonesia sejak tahun 1956, hanya intensitas siklus tahunannya yang

berbeda di berbagai daerah.

Alhasil, angka kesakitan penyakit DBD dari tahun ke tahun

bukannya menunjukkan gejala penurunan, melainkan malah

menunjukkan kecenderungan meningkat. Walaupun ada sebagian

masyarakat (dengan ingatan masa lalu) yang memiliki pendapat skeptis

tentang kegunaan pengasapan tersebut, setiap tahun cara-cara

penanggulangan seperti ini berlangsung terus. Dalam kondisi seperti ini

menarik menyimak pendapat Gubler yang menyatakan bahwa

keberhasilan dalam penanggulangan DBD menurut konsep ilmiah tidak

harus selalu sejalan dengan kaidah politik tentang penanganan KLB

penyakit DBD.

b. Kontroversi mesin "fog"

Pengasapan dengan insektisida untuk membasmi nyamuk

dewasa Aedes aegypti, sebagai pembawa virus dengue penyebab

penyakit DBD, dilakukan dengan menggunakan mesin fog (mesin

pembuat kabut asap) yang dapat dipasang pada pesawat terbang,

kapal ataupun kendaraan bermotor lainnya, dan terdapat pula jenis

mesin fog yang dapat dijinjing (thermal fog). Di Indonesia, yang

digunakan adalah mesin fog yang diangkut dengan mobil (dikenal

dengan mesin ULV) dan mesin fog yang dijinjing.

Page 28: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 28

Pengasapan insektisida dengan mesin ULV dilaksanakan

dengan cara menyemprotkan insektisida ke lahan atau bangunan yang

dilewati di sepanjang jalan yang dapat dilalui kendaraan roda empat.

Dengan daya semprotnya yang kuat, diharapkan nyamuk yang berada

di halaman maupun di dalam rumah terpapar dengan insektisida dan

dapat dibasmi ("knock down effect"). Untuk mencapai hasil yang

optimal, maka sepanjang jalan yang dilalui harus dipastikan tidak ada

penghalang antara mesin dan lahan atau bangunan yang akan

dilakukan pengasapan tersebut.

Studi mengenai keberhasilan pembasmian nyamuk dewasa

Aedes aegypti dengan mesin ULV hanya didapat pada awal

pelaksanaannya di era tahun 1970-an. Penelitian yang dilaksanakan di

Thailand oleh Kilpatrick dan kawan-kawan itu menunjukkan, dengan

pengasapan ULV 2 kali dengan tenggang waktu 4 hari dapat

menurunkan tingkat gigitan nyamuk sampai 90 persen dan penurunan

jumlah telur nyamuk yang terperangkap (ovitrap) dari 50 persen

menjadi 0 persen. Walaupun hingga kini uji keampuhan insektisida

terhadap nyamuk yang dimasukkan kurungan masih menunjukkan

angka kematian nyamuk yang sempurna, keberhasilan pembasmian

nyamuk Aedes aegypti seperti penelitian tersebut tidak pernah dicapai

lagi.

Para peneliti menyimpulkan bahwa kegagalan program

pengasapan tersebut karena teknik pelaksanaan dan kondisi lapangan

yang tidak menunjang, seperti arah angin yang menghalangi

penyebaran asap, struktur pintu atau jendela yang menghalangi

masuknya asap insektisida, struktur bangunan yang terdiri dari banyak

sekat sehingga menghalangi menyebarnya aliran asap, mesin ULV

yang tidak prima, operator yang tidak terampil, bahkan sampai adanya

anggapan bahwa nyamuk telah menjadi kebal terhadap insektisida.

Pengasapan dengan mesin fog jinjing dilaksanakan oleh

petugas dari rumah ke rumah dalam radius 100 meter mengelilingi

rumah penderita ("fogging focus") karena diperkirakan selama

Page 29: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 29

hidupnya nyamuk betina tersebut hanya terbang dalam jarak 50-100

meter. Tidak seperti pengasapan dengan mesin ULV, pada

pengasapan dengan mesin fog jinjing seluruh pintu atau jendela rumah

malah harus ditutup. Pengasapan dilaksanakan oleh petugas dari

dalam rumah untuk membunuh nyamuk dewasa yang berada di dalam

rumah, seperti halnya kita menyemprot menggunakan obat nyamuk.

Metode ini diduga dapat lebih efektif membunuh nyamuk betina

yang memiliki sifat suka berdiam di dalam rumah di daerah yang gelap.

Namun dalam kenyataannya, sifat nyamuk ini yang pandai

bersembunyi di kegelapan disertai dengan kemampuannya terbang

horizontal dan vertikal serta kemungkinan nyamuk tersebut terbawa

oleh alat transportasi ke tempat lain telah membuat metode

pengasapan di dalam rumah tersebut juga kurang dapat berperan

dalam membasmi penyakit DBD.

Hal ini didukung pula oleh adanya tenggang waktu antara

seseorang mulai sakit sampai dilakukan pengasapan sehingga nyamuk

pembawa virus tersebut telah sempat berpindah ke rumah lain dan

menularkan ke orang lain, jauh sebelum dilakukan pengasapan. Selain

itu, dapat juga terjadi bahwa seseorang tertular, tetapi hanya

menunjukkan gejala sakit demam biasa (demam dengue) sehingga

tidak terdeteksi dan tidak dilakukan pengasapan. Hal lain yang dapat

mempengaruhi adalah tingginya mobilitas masyarakat perkotaan

sehingga sulit melacak sumber (tempat) terjadinya penularan. Agaknya

faktor inilah yang berperan dalam kegagalan penanganan epidemi

DBD dengan metode pengasapan insektisida di banyak negara.

4. Pemberantasan sarang nyamuk (PSN)

Pada tahun 1901 Kuba dengan bantuan angkatan bersenjata

Amerika Serikat berhasil membasmi penyakit demam kuning (yang juga

ditularkan melalui nyamuk Aedes aegypti) tanpa menggunakan

insektisida, hanya dengan cara membasmi sarang nyamuk Aedes aegypti.

Keberhasilan tersebut ditunjang dengan program karantina dan

Page 30: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 30

ketersediaan vaksinnya. Upaya ini tercatat merupakan keberhasilan

pertama di dunia melawan penyakit yang ditularkan melalui nyamuk.

Selain Kuba, Singapura tercatat pula sebagai negara yang berhasil

memerangi nyamuk Aedes aegypti dengan program pemberantasan

sarang nyamuk (PSN) melalui penyuluhan yang intensif dan informasi

yang benar tentang pernyamukan (entomologi) serta penegakan hukum.

Tidak seperti halnya penyakit demam kuning, penyakit demam

berdarah dengue hingga kini belum ditemukan vaksinnya. Sambil

menunggu perkembangan vaksin dengue, saat ini program

penanggulangannya lebih banyak bertumpu pada pemberantasan nyamuk

(dewasa) Aedes aegypti-nya. Pemberantasan nyamuk dewasanya dengan

cara pengasapan insektisida menimbulkan banyak kontroversi, sedangkan

pemberantasan sarang nyamuk itu, untuk menghilangkan jentik (larva),

kurang mendapat perhatian dari masyarakat karena dianggap merupakan

upaya yang tidak jelas hasilnya dibanding program pengasapan.

Masyarakat tahu bahwa penyakit DBD ditularkan oleh nyamuk dan

setelah pengasapan masyarakat secara nyata merasakan bahwa jumlah

nyamuk berkurang. Dengan demikian, seharusnya penyakit DBD ikut

terbasmi. Logika tersebut tidak sepenuhnya benar karena belum tentu

nyamuk yang membawa virus dengue ikut terbasmi pada saat tersebut.

Yang sering dilupakan adalah bahwa program pemberantasan penyakit

DBD tidak hanya memberantas nyamuk Aedes aegypti saja, tetapi juga

memberantas virus dengue yang dibawa oleh nyamuk tersebut. Mengingat

hal-hal tersebut di atas, seyogianya penekanan juga diberikan kepada

upaya pengurangan jumlah nyamuk yang dapat membawa virus dengan

cara membunuh jentiknya.

Selain dari faktor nyamuk, ulah manusia ikut menambah subur

populasi nyamuk ini. Kebanyakan kota-kota besar di Indonesia, seperti

halnya kota-kota di negara berkembang lainnya, telah berkembang pesat

dengan segala implikasinya, seperti tumbuhnya daerah kumuh karena

urbanisasi, terbatasnya pasokan air bersih, manajemen pengelolaan kota

yang tidak sempurna, manajemen lingkungan yang tidak profesional.

Page 31: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 31

Semua itu menimbulkan bertambahnya tempat-tempat yang dapat dipakai

bersarang dan berkembang biaknya nyamuk Aedes aegypti.

Hal ini didukung pula oleh tumbuhnya gedung-gedung bertingkat

yang tinggi dan tertutup rapat serta tumbuhnya perumahan gedongan

dengan pagar yang tinggi-tinggi. Akibatnya, nyamuk Aedes aegypti

semakin berkembang pesat sejalan dengan pertumbuhan manusia di

perkotaan yang memiliki segudang permasalahan tersebut. Kurangnya

informasi yang benar tentang penanggulangan penyakit DBD kepada

masyarakat dan disertai kehidupan sosial masyarakat kota yang semakin

individualistis menyebabkan semakin sulitnya komunitas yang ada untuk

dapat saling bekerja sama membasmi nyamuk Aedes aegypti.

Disadari oleh para ahli bahwa pemusnahan makhluk hidup seperti

Aedes aegypti memerlukan pengetahuan tentang ilmu evolusi, ekologi

populasi serta dinamika populasinya. Menurut Tilman, pemusnahan suatu

spesies makhluk hidup hanya dapat dilakukan melalui pemusnahan

habitatnya, bukan pemusnahan persatuan jenis spesies tersebut. Dengan

demikian, masih akan dibutuhkan waktu yang lama bagi manusia untuk

hidup bersama dengan nyamuk Aedes aegypti ini.

Untuk itu, diperlukan manipulasi lingkungan yang terstruktur dan

berkesinambungan, yang tidak merusak habitat manusia sendiri untuk

membasmi nyamuk ini. Kondisi lingkungan yang tertata rapi, halaman

yang bersih dan asri, bak mandi yang hanya dilengkapi shower seperti

laiknya tinggal di cottage-cottage hotel berbintang jelas akan dapat

membantu mengurangi berkembangnya spesies ini. Untuk itu, harapan

satu-satunya memang harus ditumpukan pada PSN dengan gerakan 3 M,

yang harus dilaksanakan serentak oleh seluruh masyarakat kota secara

berkesinambungan dan terus menerus sepanjang tahun

Kejadian Luar Biasa (KLB) Nasional Demam Berdarah yang

melanda Indonesia saat ini perlu segera ditindak lanjuti secara langsung

oleh masyarakat melalui PSN (Pembersihan Sarang Nyamuk). Upaya ini

merupakan cara yang terbaik, ampuh, murah, mudah dan dapat dilakukan

oleh masyarakat, dengan cara sebagai berikut :

Page 32: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 32

1. Kegiatan 3 M

2. Tutuplah lubang-lubang pagar pada pagar bambu dengan tanah atau

adukan semen

3. Lipatlah pakaian/kain yang bergantungan dalam kamar agar nyamuk

tidak hinggap disitu

4. Taburkan bubuk ABATE ke tempat penampungan air yang dicurigai

sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk Demam Berdarah.

G. Evaluasi

1. Jelaskan perlunya pengendlian vektor penyakit DBD ?

2. Mengapa harus dilakukan pemetaan peindukan vektor penyakit DBD ?

3. Jelaskan metode pengendalian vektor penyakit DBD yang aman ?

F. Bacaan Lanjutan

1. Bapelkes Lemah Abang (2011). Modul MI-6, Pengendalian Vektor di daerah Tanggap Darurat, Jakarta.

2. Iskandar, Adang (1985). Pedoman Bidang Studi Pemberantasan Serangga dan Binatang Pengganggu, Depkes RI, Jakarta.

3. Peraturan Pemerintah RI Nomor 66 tahun 2014 tentan Kesehatan

Lingkungan.

Page 33: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 33

4. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 50 tahun 2017 tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan & Persyaratan Kesehatan Untuk Vektor & Binatang Pembawa Penyakit & Pengendaliannya.

Page 34: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 34

MATERI 4

PENGENDALIAN LALAT

A. Latar Belakang.

Di sebuah peternakan, seperti telah menjadi sebuah tradisi,

suatu saat bahkan setiap saat dapat ditemukan sekawanan lalat,

terlebih lagi saat musim penghujan. Kadang kala keberadaan lalat

diabaikan oleh peternak, namun suatu saat adanya lalat ini membuat

peternak pusing dan kebingungan mengusir maupun mengatasinya.

Bahkan belakangan ini, keberadaan lalat telah berhasil memberikan

“kesan dan pesan” tersendiri.

Lalat sejenis serangga yang selalu dan sering kali kita temukan

berterbangan di dalam kandang. Kita telah tahu bahwa lalat bukan

penyebab penyakit pada ayam karena tidak ada “penyakit lalat”

(seperti penyakit Gumboro yang disebabkan oleh virus Gumboro). Oleh

karenanya kita sering mengabaikan keberadaan lalat ini. Tapi,

benarkan lalat tidak perlu memperoleh “hati’ kita (peternak, red.)?

Sudah benarkah kita mengabaikannya?

B. Mengenal Lalat

1. Karakteristik Lalat

Lalat termasuk dalam kelompok serangga yang berasal dari

subordo Cyclorrapha dan ordo Diptera. Secara morfologi, lalat

mempunyai struktur tubuh berbulu, mempunyai antena yang

berukuran pendek dan mempunyai sepasang sayap asli serta

sepasang sayap kecil (berfungsi menjaga kestabilan saat terbang).

Lalat mampu terbang sejauh 32 km dari tempat

perkembangbiakannya. Meskipun demikian, biasanya lalat hanya

terbang 1,6-3,2 km dari tempat tumbuh dan berkembangnya lalat.

Lalat juga dilengkapi dengan sistem penglihatan yang

sangat canggih, yaitu adanya mata majemuk. Sistem penglihatan

lalat ini terdiri dari ribuan lensa dan sangat peka terhadap gerakan.

Bahkan ada beberapa jenis lalat yang memiliki penglihatan tiga

Page 35: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 35

dimensi yang akurat. Model penglihatan lalat ini juga menjadi

“ilham” bagi ilmuwan kedokteran untuk menciptakan sebuah alat

pencitraan (scan) baru.

Mata lalat dapat mengindra getaran cahaya 330 kali per

detik. Ditinjau dari sisi ini, mata lalat enam kali lebih peka daripada

mata manusia. Pada saat yang sama, mata lalat juga dapat

mengindra frekuensi-frekuensi ultraviolet pada spektrum cahaya

yang tidak terlihat oleh kita. Perangkat ini memudahkan lalat untuk

menghindar dari musuhnya, terutama di lingkungan gelap.

Visualisasi seekor lalat

Beberapa jenis lalat dapat menyerang suatu peternakan.

Namun 95% jenis lalat yang sering ditemukan dipeternakan

ialah lalat rumah (Musca domestica) dan little house fly (Fanny

canicularis). Jenis lalat lainnya seperti lalat buah (Lucilia sp.),

lalat sampah berwana hitam (Ophyra aenescens) maupun lalat

pejuang (soldier flies) juga sering mengganggu lingkungan

peternakan.

2. Siklus Hidup Lalat

Siklus hidup semua lalat terdiri dari 4 tahapan, yaitu telur,

larva, pupa dan lalat dewasa. Lalat dewasa akan menghasilkan

telur berwarna putih dan berbentuk oval. Telur ini lalu

berkembang menjadi larva (berwarna coklat keputihan) di feses

yang lembab (basah). Setelah larva menjadi dewasa, larva ini

keluar dari feses atau lokasi yang lembab menuju daerah yang

relatif kering untuk berkembang menjadi pupa. Dan akhirnya,

Page 36: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 36

pupa yang berwarna coklat ini berubah menjadi seekor lalat

dewasa. Pada kondisi yang optimal (cocok untuk

perkembangbiakan lalat), 1 siklus hidup lalat tersebut (telur

menjadi lalat dewasa) hanya memerlukan waktu sekitar 7-10

hari dan biasanya lalat dewasa memiliki usia hidup selama 15-

25 hari.

Gambar 8. Siklus hidup lalat

Dalam waktu 3-4 hari, seekor lalat betina mampu

menghasilkan telur sebanyak 500 butir. Dengan kemampuan

bertelur ini, maka dapat diprediksikan dalam waktu 3-4 bulan,

sepasang lalat dapat beranak-pinak menjadi 191,01 x 1018 ekor

(dengan asumsi semua lalat hidup). Bisa kita bayangkan,

dengan kemampuan berkembang biak lalat tersebut dapat

memberikan ancaman tersendiri.

3. Keberadaan Lalat Sebagai Vektor Penyakit

Pernahkah kita mendengar ada penyakit lalat, seperti

halnya penyakit Newcastle disease (ND) yang menyerang

ayam? Tentu belum pernah. Lalat sebenarnya bukan suatu

agen infeksi melainkan peranannya lebih cenderung sebagai

Page 37: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 37

vektor atau agen pembawa atau penular penyakit. Peranan lalat

menularkan penyakit ini didukung dari bentuk anatomi tubuhnya

yang banyak terdapat bulu sehingga bibit penyakit (virus,

bakteri, protozoa) melekat dan tersebar ke ternak/hewan lain.

Selain itu, lalat juga mempunyai cara makan yang unik, yaitu

lalat meludahi makanannya terlebih dahulu sampai makanan

tersebut cair baru disedot ke dalam perutnya. Cara makan inilah

yang ikut disinyalir sebagai cara bibit penyakit masuk ke dalam

tubuh lalat kemudian menulari/menginfeksi ayam. Terlebih lagi

kita tahu dan tak jarang menemukan lalat sedang hinggap di

ransum ayam.

Dari beberapa literatur juga disebutkan setiap kali lalat

hinggap disuatu tempat, maka + 125.000 bibit penyakit

dijatuhkan pada lokasi tersebut (wikimedia, 2007). Sungguh

mengerikan! Prof. Drh. Hastari Wuryastuty, M.Sc, PhD (2005)

peneliti di fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada

(UGM) Yogyakarta menyatakan jika seekor lalat yang memiliki

berat 20 mg mampu membawa bibit penyakit (virus) sebanyak

10% dari berat badannya, yaitu 2 mg maka lalat tersebut dapat

menulari 2.000 ekor ayam. Hal ini disebabkan setiap 1 gram

virus dapat menginfeksi satu juta ekor ayam.

Prof. Drh. Hastari Wuryastuty, M.Sc, PhD bersama

dengan suaminya, yaitu Prof. Drh. R Wasito, M.Sc, PhD

seorang ahli penyakit hewan di fakultas yang sama telah

melakukan penelitian peranan lalat terhadap penularan

penyakit avian influenza (AI). Dari sampel lalat beku yang telah

dikumpulkannya, diperoleh data bahwa lalat yang berasal dari

Makasar dan Karanganyar telah dinyatakan positif mengandung

virus AI. Penelitian tersebut saat ini masih berlanjut, untuk

mengetahui secara pasti pada posisi manakah peranan lalat

tersebut dalam penularan AI. Apakah lalat berperan sebagai

vektor mekanik atau vektor biologik? Kita tunggu hasil penelitian

Page 38: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 38

berikutnya.

Larva dan lalat dewasa juga menjadi hospes intermediet

atau inang perantara bagi infeksi cacing pita (Raillietina

tetragona dan R. cesticillus) pada ayam. Larva dan lalat dewasa

sering kali termakan oleh ayam sehingga ayam dapat terserang

cacing pita tersebut. Selain itu, lalat juga berperan sebagai

vektor mekanik bagi cacing gilik (Ascaridia galli) maupun bakteri.

Lalat yang hinggap di feses atau litter yang telah tercemar

bakteri kolera maka lalat tersebut sudah berpotensi

menyebarkan kolera pada ayam lainnya.

Gambar 9. Larva Lalat

Larva lalat yang berkembang pada feses yang lembab

berpotensi menularkan beberapa bibit penyakit.

Selain penyakit, keberadaan lalat juga menjadi penyebab

keretakan keharmonisan hubungan sosial antara peternak

dengan warga di sekitar lokasi peternakan. Bukan suatu

keniscayaan, keberadaan lalat ini menjadi penyebab ditutupnya

suatu peternakan. Lalat yang berkembang di peternakan dapat

bermigrasi ke arah perkampungan warga dan warga atau

masyarakat langsung melayangkan tuduhan bahwa peternakan

ayam lah yang menjadi sumber munculnya lalat tersebut.

Page 39: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 39

C. Pengendalian Lalat

Setelah mengetahui akibat berkembangnya lalat di peternakan

kita, sudah merupakan suatu kebutuhan bahwa kita harus bisa

mengendalikan lalat tersebut. Sudah barang tentu, pengendalian lalat

ini membutuhkan teknik yang tepat. Jika tidak, bukan tidak mungkin

gara-gara lalat ini kita akan mengalami kerugian yang besar bahkan

ditutupnya usaha kita.

Lalat tergolong salah satu insect atau serangga yang “bandel”.

Keberadaannya di kandang sangat mudah ditemui, terlebih lagi saat

musim penghujan.

Beberapa hal yang menjadikan lalat bandel, adalah :

1) Mobilitas lalat sangat tinggi karena dilengkapi dengan sepasang

sayap sejati (asli) dan sepasang sayap kecil (yang menstabilkan

terbang lalat)

2) Lalat mempunyai sistem penglihatan yang sangat baik, yaitu mata

majemuk yang tersusun atas lensa optik yang sangat banyak

sehingga lalat mempunyai sudut pandang yang lebar. Kepekaan

penglihatan lalat ini 6 x lebih besar dibandingkan manusia. Selain

itu, lalat juga dapat mengindra frekuensi-frekuensi ultraviolet pada

spetrum cahaya yang tak terlihat oleh manusia. Dengan dua

kemampuan ini (mobilitas dan penglihatan), lalat dapat dengan

mudah mengubah arah geraknya seketika saat ada bahaya yang

mengancam dirinya.

3) Lalat mempunyai kemampuan berkembang biak yang cepat dan

dalam jumlah yang banyak. Terlebih lagi jika kondisi lingkungan

cocok bagi perkembangbiakan lalat.

Melihat ketiga kemampuan lalat tersebut, maka diperlukan

teknik khusus untuk mengatasi atau membasmi lalat. Langkah

pengendalian lalat pun harus dilakukan secara komprehensif

(menyeluruh) dan terintegrasi.

Page 40: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 40

Langkah pengendalian lalat secara garis besar adalah kontrol

manajemen, biologi, mekanik dan kimia, sebagaimana penjelasan

berikut ini.

1. Kontrol manajemen

Penanganan feses dengan baik sehingga feses tetap kering

merupakan teknik pengendalian lalat yang paling efektif. Kita tahu,

feses yang lembab menjadi tempat perkembangbiakan lalat yang

sangat baik (termasuk tempat perkembangbiakan bibit penyakit).

Dalam 0,45 kg feses yang lembab dapat dijadikan tempat

berkembang biak (melangsungkan siklus hidup) 1.000 ekor lalat.

Feses yang baru dikeluarkan oleh ayam yang memiliki kadar air

sebesar 75-80% merupakan kondisi ideal bagi perkembangbiakan

lalat. Feses ini harus segera diturunkan kadar airnya menjadi 30%

atau kurang untuk mencegah perkembangbiakan lalat.

Gambar 10. Membersihkan Kandang Ayam

Lakukan pembersihan feses minimal 1 x seminggu

sehingga dapat memutus siklus perkembangbiakan lalat. Hal ini

berdasarkan periode waktu lalat bertelur, yaitu setiap minggu (4-

7 hari).

Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menghambat

perkembangbiakan lalat ialah :

a. Membersihkan feses minimal setiap minggu sekali. Hal ini

berdasarkan lama siklus hidup lalat, dimana lalat bertelur

setiap seminggu sekali

b. Berikan ransum dengan kandungan zat nutrisi yang sesuai,

Page 41: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 41

terutama kandungan protein kasar dan garam. Ransum

dengan kandungan protein kasar dan garam yang tinggi

dapat memicu ayam minum banyak sehingga feses menjadi

encer (basah)

c. Jika perlu tambahkan batu kapur maupun abu

pada litter sehingga dapat membantu mengembalikan

kemampuan tanah menyerap air

d. Hati-hati saat penggantian atau pengisian tempat minum.

Jangan sampai air minum tumpah. Selain itu perhatikan

kondisi tempat minum atau paralon dan segera perbaiki

kondisi genting yang bocor

e. Jika feses akan disimpan, keringkan feses terlebih dahulu

(kadar air < 30%) dengan cara dijemur diterik matahari (jika

memungkinkan). Feses yang disimpan dalam kondisi lembab

bisa mempercepat perkembangbiakan larva lalat

f. Perhatikan sistem sirkulasi udara (ventilasi). Kondisi ventilasi

kandang yang baik dapat mempercepat proses pengeringan

feses

g. Lakukan perbaikan pada atap yang bocor

h. Pastikan intalasi saluran pembuangan air berfungsi baik,

jangan biarkan air mengendap

Selain menjaga feses tetap kering, melakukan sanitasi

kandang dengan baik juga menjadi langkah tepat untuk

mengendalikan perkembangbiakan lalat. Langkah sanitasi yang

dapat dilakukan yaitu :

a. Segera buang atau singkirkan bangkai ayam mati maupun

telur yang pecah.

Page 42: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 42

Gambar 11. Bangkai Ayam Menjadi Makanan Lalat

b. Segera singkirkan atau jauhkan bangkai (ayam mati) dari

kandang

c. Bersihkan ransum dan feses yang tumpah segera, terlebih lagi

jika kondisinya basah

d. Bersihkan kandang dan peralatan kandang secara rutin

kemudian semprot dengan desinfektan seperti Antisep, Neo

Antisep atau Medisep

2. Kontrol biologi

Terdengar asing ditelinga kita dengan istilah ini. Memang,

karena teknik ini relatif jarang diaplikasikan peternak. Meskipun

demikian, teknik ini terbukti ampuh dalam mengendalikan populasi

lalat. Terbukti, dari sepasang lalat dalam waktu 3-4 hari tidak bisa

menghasilkan lalat sebanyak 191,01 x 1018 ekor karena secara

alami larva lalat telah dibasmi oleh “lawan” lalat. Selain itu,

penggunaan teknik ini akan menjaga keseimbangan ekosistem

kandang.

Parasit lalat biasanya membunuh lalat pada saat fase larva

dan pupa. Spalangia nigroaenea merupakan sejenis tawon (lebah

penyengat) yang menjadi parasit bagi pupa lalat. Mekanismenya

ialah tawon dewasa bertelur pada pupa lalat, yaitu

dibagian puparium (selubung pupa) dan perkembangan dari telur

tawon memangsa pupa lalat (pupa lalat mati). Selain tawon, tungau

(Macrochelis muscaedomesticae danFuscuropoda vegetans) dan

kumbang (Carnicops pumilio, Gnathoncus nanus) juga merupakan

“lawan” lalat.

Page 43: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 43

Aplikasi dari teknik pengendalian lalat ini memerlukan suatu

menajemen yang relatif sulit. Siklus hidup hewan pemangsa lalat

tersebut juga relatif lebih lama. Selain itu, hewan pemangsa lalat ini

dapat juga menjadi agen penularan penyakit. Meskipun demikian,

keseimbangan ekosistem akan tetap terjaga, terlebih lagi

keberadaan lalat di kandang juga membantu dalam proses

dekomposisi (penguraian) feses atau sampah organik lainnya

sehingga baik jika digunakan sebagai pupuk kompos.

3. Kontrol mekanik

Teknik pengendalian lalat ini relatif banyak diaplikasikan oleh

masyarakat pada umumnya. Di pasaran, juga telah banyak dijual

perangkat alat untuk membasmi lalat, biasanya disebut sebagai

perangkap lalat. Perangkap tersebut bekerja secara elektrikal (aliran

arus listrik) dan dilengkapi dengan bahan yang dapat menarik

perhatian lalat untuk mendekat. Perangkap lalat seringkali diletakkan

di tengah kandang. Di tempat penyimpanan telur sebaiknya juga

diletakkan perangkap lalat ini.

Lalat tidak akan bergerak atau terbang melawan arus atau

arah angin. Oleh karenanya tempatkan fan atau kipas angin dengan

arah aliran angin keluar kandang atau ke arah pintu kandang.

Penggunaan plastik yang berisi air (biasanya di warung makan) juga

bisa digunakan untuk mengusir lalat meskipun mekanisme kerjanya

belum diketahui. Teknik pengendalian lalat ini (kontrol mekanik)

relatif kurang efektif untuk diaplikasikan ji-ka populasi lalat banyak.

4. Kontrol kimiawi

Teknik pengendalian lalat ini, seringkali menjadi andalan bagi

peternak. Sedikit terlihat adanya peningkatan populasi lalat,

peternak segera memberikan obat lalat. Namun, saat populasi lalat

tidak menurun meski telah diberikan obat lalat, maka peternak akan

langsung memberikan klaim maupun komplain ke produsen obat

Page 44: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 44

lalat tersebut. Kasus ini relatif sering terjadi. Lalu bagian manakah

yang kurang tepat?

Point dasar yang perlu kita pahami bersama, bahwa

pemberian obat lalat (kontrol kimiawi) bukan merupakan inti dari

teknik pengendalian lalat, melainkan menjadi penyempurna dari

teknik pengendalian lalat melalui teknik sanitasi dan desinfeksi

kandang (teknik manajemen). Oleh karenanya, kita tidak bisa

menggantungkan pembasmian lalat hanya dari pemberian obat lalat

dan teknik pemberian obat lalat juga harus dilakukan dengan tepat.

Dari data yang kami peroleh, obat pembasmi lalat yang

beredar di lapangan (Indonesia) dapat diklasifikasikan (berdasarkan

kerja obat lalat pada tahapan siklus hidup lalat) menjadi 2 kelompok,

yaitu obat lalat yang bekerja membunuh larva lalat dan membasmi

lalat dewasa. Agar daya kerja obat lalat bisa optimal, maka

pemilihan jenis obat harus disesuaikan dengan tahapan siklus hidup

lalatnya. Jika tidak maka daya kerja obat tidak akan

optimal. Cyromazine merupakan zat aktif yang digunakan untuk

membunuh larva lalat, sedangkan azamethipos dan cypermethrin

merupakan zat aktif yang bekerja membunuh lalat dewasa.

Penggunaan cyromazine untuk membasmi lalat dewasa tidak akan

memberikan hasil yang optimal (lalat dewasa tidak bisa mati) dan

begitu juga sebaliknya (pemberian cypermethrin tidak akan bisa

membunuh larva lalat).

Perlu kita sadari bersama, keberadaan lalat di dalam kandang

seperti fenomena gunung es. Lalat yang berkeliaran dan

berterbangan di dalam kandang hanya 20% sedangkan lalat yang

“tersembunyi” (telur, larva dan pupa) sesungguhnya jauh lebih

banyak, yaitu 80%. Selain itu, pembasmian lalat dewasa akan

menjadi lebih sulit karena mobilitas lalat yang tinggi dan kemampuan

lalat untuk menghindar (mata majemuk). Oleh karena itu,

pengendalian lalat sejak dini, yaitu saat stadium larva menjadi

Page 45: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 45

sebuah langkah teknik aplikatif yang bagus dalam membasmi

keberadaan lalat.

Larvatox, mematikan lalat saat stadium larva sehingga pupa

dan lalat tidak akan terbentuk. Untuk mendukung hal itu, Medion

telah me-launching sebuah produk dengan kandungan zat aktif

(cyromazine) yang ampuh dan efektif untuk membunuh larva lalat,

yaitu Larvatox. Aplikasi Larvatox juga mudah, yaitu dicampur

dalam ransum. Percobaan potensi dan keamanan Larvatox telah

dilakukan oleh intern Medion maupun bekerja sama dengan

Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada (UGM).

Page 46: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 46

Gambar 12. Hasil Permberian Larvatox

Grafik 1 - 4 tersebut menunjukkan bahwa

pemberian Larvatox ampuh membasmi larva lalat (sehingga

lalat tidak dapat terbentuk) tanpa menyebabkan gangguan

produksi (tidak menurunkan produksi telur). Selain itu,

Page 47: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 47

pemberian Larvatox juga dapat membuat feses lebih kering

(bisa membentuk “gunung”).

Campurkan 100 gram Larvatox dengan 5 kg ransum

secara bertahap, kemudian campurkan dengan 1 ton ransum

sampai homogen. Larvatox diberikan selama 4-6 minggu

berturut-turut kemudian dihentikan selama 4-8 minggu dan

gunakan kembali jika lalat terlihat mulai berkembang biak.

Teknik pemberian Larvatoxtersebut dimaksudkan untuk

memutuskan siklus hidup lalat secara tuntas.

Hal yang perlu diperhatikan ialah jangan menghentikan

pemberian Larvatox sebelum 4-6 minggu meskipun populasi

lalat telah berkurang karena kita tahu fenomena gunung es dari

lalat (lalat yang nampak hanya 20% dari populasi lalat

sesungguhnya). Selain itu, jangan mengurangi dosis Larvatox

karena bisa mengakibatkan potensi obat tidak optimal dan dapat

memicu resistensi obat.

Pengendalian lalat telah menjadi suatu keharusan.

Terlebih lagi jika kita sudah mengerti tentang akibat yang

ditimbulkannya, termasuk kemungkinan penutupan usaha kita.

Agar lalat bisa terbasmi dengan baik, maka teknik

pengendaliannya harus dilakukan secara sinergis dan

komprehensif, yaitu menerapkan manajemen dengan baik

(terutama penanganan feses) sekaligus melaksanakan kontrol

kimiawi (dan atau kontrol biologi dan mekanik) secara tepat.

Akhirnya, lalat pun terbasmi. (Info Medion Edisi Maret 2008

Medion Online, http://info.medion.co.id).

Page 48: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 48

MATERI 5

PENGENDALIAN KECOAK

A. Latar Belakang

Kecoa termasuk dalam kelompok serangga. Kecoa adalah

kelompok serangga purba, banyak hidup pada zaman karbon (350-270

tahun yang lampau). Kecoa umumnya berada di kawasan tropis, termasuk

serangga malam (nokturnal) dan umumnya berperan sebagai hama

domestik.

Kecoa dianggap sebagai vektor karena dapat mengkontaminasi

makanan dengan bakteri, jamur dan virus sehingga dapat menularkan

secara mekanis berbagai penyakit seperti diare, dysentri, kusta, sampar

dan beberapa penyakit cacing. Makanan yang telah terkontaminasi oleh air

liur kecoa, debu tinja yang kering dan kontak langsung dengan kecoa dapat

memicu reaksi alergi pada manusia. Tinja kecoa juga dilaporkan

mengandung asam xanturenat, asam kinurenat dan asam 8-

hidroksikuinaldat yang ke semua asam tersebut bersifat mutagenic dan

karsinogenik (penyebab kanker).

Kecoa adalah serangga pemakan segala (Coprophagous/Omnivora)

mempunyai kebiasaan aktif pada malam hari (nocturnal) dan terkadang

siang hari apabila merasa tergangu atau telah berkembang dalam populasi

yang besar, serta mempunyai sifat Thigmotatic – istirahat dalam celah-

celah dan retakan untuk waktu yang relatif lama, selalu hidup berkelompok

dan juga bersifat kanibal (pemakan bangkai teman). Kecoa sangat

menyukai makanan yang berkanji dan gula. Selain itu kecoa juga dapat

memakan jilid buku dan sampul buku, darah segar dan kering.

Menurut beberapa penelitian ilmiah dan medis, makhluk yang

menjengkelkan dan menakutkan ini adalah salah satu serangga paling

berbahaya bagi kesehatan seseorang karena membawa alergen yang

memiliki efek internal dan eksternal pada manusia. Kecoak dapat dengan

mudah mencemari makanan dan makanan lainnya, yang berdampak

langsung pada sistem pencernaan kita. Satu dari setiap lima anak di AS

sakit atau mengalami alergi tertentu karena sifat kecoak invasif di rumah.

Page 49: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 49

Berdasarkan kebiasaan kecoa, kesenangan di tempat kotor,

keberadaan mikronba dalam usus kecoak dan peranannya dalam

penularan penyakit, maka pengendalian kecoak penting untuk kesehatan

masyarakat.

B. Deskripsi dan Bionomik Kecoak

Menurut California Departement of Pubich Health Vector Born Desease

Section (2011). Arthropods of Public Health Significance in California.

Version 3,0, bahwa Deskripsi dan Bionomik Kecoak meliputi :

1. Mereka dapat berkembang biak di bawah kondisi yang dipertahankan

dalam bangunan.

2. Istilah domisiliar atau "domestik" mengacu pada kehidupan mereka

dalam struktur.

3. Beberapa spesies telah beradaptasi dengan kondisi perkotaan

sedemikian rupa sehingga mereka hanya hidup di dalam ruangan.

4. Spesies indoor yang wajib biasanya berkembang di tempat-tempat yang

dihuni di mana tersedia banyak makanan dan air. mis., perumahan multi-

unit di bawah standar, dapur komersial, rumah, hotel, rumah sakit, kebun

binatang, dan penjara

5. Kehadiran mereka biasanya mengindikasikan sanitasi yang buruk

6. Beberapa spesies mendapatkan akses ke bangunan dari saluran dan

lubang pembuangan sistem pembuangan, terowongan kereta bawah

tanah, saluran pembuangan badai, atau kotak meteran batu.

7. Kehadiran mereka sering menunjukkan konstruksi yang rusak dan

memburuk

8. Kecoak memiliki fitur adaptasi yang terpercaya

a. Mereka dapat selamat dari kondisi yang keras dengan

menyesuaikan dengan kondisinya.

b. Mereka dapat dengan mudah menanggung situasi stress

c. Mereka dapat bertahan hidup dalam waktu yang lama tanpa

makanan atau air

d. Mereka dapat beradaptasi dengan berbagai rejimen suhu,

kelembaban dan cahaya.

Page 50: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 50

e. Mereka dapat mentoleransi dosis tinggi zat berbahaya

9. Kecoak menunjukkan pola aktivitas sirkadian berulang di mana mereka

diam dalam cahaya dan menjadi aktif dalam gelap.

10. Mereka tetap tersembunyi selama siang hari.

11. Kecoak lebih suka dan mencari tempat gelap

C. Siklus Hidup Kocoak

Siklus Kecoa hidup mungkin tidak sesuatu yang ingin Anda pikirkan ,

tetapi ketika Anda mempertimbangkan hal itu, mungkin saja membantu

Anda menentukan berapa banyak masalah roach Anda berurusan dengan

di rumah Anda . Ketika Anda menganggap bahwa melihat satu roach di

rumah Anda berarti bahwa ada banyak lagi di mana Anda tidak dapat

melihat mereka , siklus hidup kecoa tiba-tiba menjadi jauh lebih penting .

Juga , ketika Anda berpikir tentang bagaimana kecoa beradaptasi , Anda

tidak dapat membantu menjadi agak tertarik dengan bagaimana bentuk

bug ini.

Siklus hidup kecoa sebenarnya memiliki tiga tahap perkembangan .

Tahap ini dikenal sebagai telur , nimfa , dan tahap dewasa . Siklus hidup

dimulai di telur yang dimasukkan ke dalam kasus dengan enam sampai 40

telur pada satu waktu . Kasus-kasus ini sering tersembunyi untuk menjaga

aman. Beberapa kecoak memilih untuk menjaga telur mereka aman secara

internal sementara yang lainnya masih membawa kasus -main dengan

mereka sampai telur siap menetas . Kecoa siklus hidup mendapat sedikit

lebih menarik ketika telur menetas dan kecoak muda sangat kecil dan

dikenal sebagai peri. Anakan harus melalui beberapa tahapan molting , di

mana tubuh mereka akan sangat lembut dan putih. Setiap kali proses

molting selesai kecoa akan menjadi lebih besar , perubahan warna , dan

terlihat lebih seperti kecoa dewasa . Tahap nimfa dari siklus hidup kecoa

bisa berlangsung dari satu setengah bulan untuk beberapa tahun ,

tergantung pada lingkungan , jenis kecoa , dan prevalensi penyakit kecoa

dan parasit .

Ketika kecoa mencapai ukuran dewasa tidak akan meranggas lagi .

Banyak jenis kecoa akan menyelesaikan transformasi mereka menjadi

Page 51: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 51

dewasa dengan sepasang sayap . Dewasa muda mungkin terlihat hampir

persis seperti nimfa , dengan sayap menjadi salah satu ciri khas yang

mudah menetapkan dua terpisah. Ketika Anda menganggap bahwa kecoa

betina dapat memiliki sebanyak empat puluh telur dalam satu kasus, tidak

mengherankan bahwa kecoa dapat mengambil alih rumah Anda dalam

waktu yang sangat sedikit .

Mengetahui siklus hidup akan membantu Anda mengidentifikasi

berapa banyak generasi kecoak Anda mungkin berurusan dengan di rumah

atau tempat kerja . Tidak hanya harus Anda tahu kecoa siklus umum, Anda

juga harus menyadari apa jenis kecoa yang Anda hadapi karena mereka

semua sedikit berbeda. Perbedaan antara spesies akan membantu Anda

menargetkan jenis kecoa Anda berurusan dengan pada setiap titik dalam

siklus hidup, untuk membuat pemusnahan jauh lebih mudah.

Sementara siklus hidup kecoa tidak semua yang menghibur, itu

adalah sesuatu yang orang-orang yang percaya bahwa mereka mungkin

penuh benar-benar bisa mendapatkan keuntungan dari . Juga , ketika Anda

melihat ke dalam cara kecoa hidup , Anda bisa mendapatkan ke dasar

masalah lebih awal daripada kemudian. Melindungi rumah Anda dari kecoa

bisa menjadi tugas yang sangat besar , tetapi memahami siklus hidup

kecoa adalah awal yang baik.

Telur lipas terdapat dalam kapsul disebut ootheca. Telur ini selalu

dibawa-bawa oleh induknya. Stadium telur selama 15-32 hari, nymph

selama 74-194 hari, dewasa selama 260-440 hari. Peranan dalam

menimbulkan masalah kesehatan tidak begitu tampak, namun mengingat

kehidupannya menyenangi tempat-tempat yang kotor memungkinkan dapat

menularkan bibit penyakit tertentu Misalnya, bakteri, cacing, protozoa,

virus, dan jamur. Banyaknya kecoa di suatu pemukiman menunjukkan

masih rendahnya kualitas higiene lingkungan pemukiman tersebut.

Page 52: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 52

Gambar 13. Siklus Hidup Kecoak

Perubahan bentuk dan gaya hidup atau biasa dikenal dengan

METAMORFOSA pada kecoak terjadi secara tidak sempurna. “Kalau telur

menetas akan keluar anak-anak kecoak yang bentuknya sama dengan

kecoak dewasa, hanya saja kecoak muda tidak mempunyai sayap dan

belum bisa dibedakan mana yang jantan dan betina. Dia bisa hidup bebas

dan aktif tapi masih takut pada cahaya sehingga tidak keluar ke tempat

terbuka untuk mencari makanan dan itu memang tidak perlu karena

induknya telah meletakkannya di tempat yang banyak makanan.

Sesudah berganti kulit berkali-kali ia menjadi kecoak dewasa,

sayapnya tumbuh pada pergantian kulit yang terakhir. Dan saat itu juga

dapat dibedakan mana yang betina dan mana yang jantan. Yang jantan

mempunyai tonjolan pada ruas terakhir dari bagian perut, sedangkan yang

betina tidak punya.

D. Cara Pengndalian

Sifat pengendalian kecoak ada 2 (dua) bentuk yaitu (Chasan SK,2006) :

1. Pengendalian untuk Pencegahan (preventive measures)

a. Upaya Sanitasi

Yaitu memperhatikan cara penyimpanan makanan serta kebersihan

lingkungan rumah terutama dari sampah organic (makanan).

b. Mencegah masuknya kecoa kedalam rumah dengan selalu

memeriksa barang-barang dan perbekalan makanan.

Page 53: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 53

c. Menghilangkan tempat persembunyian kecoak, misalnya retakan,

tempat gelap, dsb.

2. Pengendalian Sementara (temporary control)

a. Pemberian umpan

Pemberian umpan (bait) makanan yang mengandung Insektisida di

dekat tempat persembunyian atau sarang kecoak. Bahan kimia

berifat racun perut. Penggunaan umpan (bait) cukup efektif tetapi

hanya sebagai pelengkap.

b. Racun Kontak

Menggunakan bahan kimia (insektisida) dalam formula cair atau

padat (dust). Aplikasi insektisida insektisida ditujukan ketempat

persembunyaian kecoa. Aplikasi insektisida hendaknya

menggunakan nozzle yang sesuai sasaran mampu mecapai tempat

persembunyian kecoa, misalnya di retakan dinding, di bawah lemari

pendingin, dibawah tempat cuci piring, dsb.

E. Evaluasi

1. Mengapa kecoak harus dikendalikan ?

2. Jelaskan metamorposis Kecoak !

3. Jelaskan bionomik Kecoak !

4. Bagiamankah upaya pengendalian Kecoak ?

F. Bacaan lanjutan untuk pengkayaan

1. California Departement of Pubich Health Vector Born Desease Section (2011). Arthropods of Public Health Significance in California.Version 3

2. PP RI No. 66 tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan. 3. Peraturan Menteri KEsehatan RI No.50 Tahun 2017 tentang Standar

Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan Untuk Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit Serta Pengendaliannya.

Page 54: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 54

MATERI 6

PENGENDALIAN TIKUS

A. Latar Belakang

Tikus dan mencit adalah hewan mengerat (rondensia) yang lebih

dikenal sebagai hama tanaman pertanian, perusak barang digudang dan

hewan penggangu yang menjijikan di perumahan. Belum banyak diketahui

dan disadari bahwa kelompok hewan ini juga membawa, menyebarkan dan

menularkan berbagai penyakit kepada manusia, ternak dan hewan

peliharaan. Rodensia komensal yaitu rodensia yang hidup didekat tempat

hidup atau kegiatan manusia ini perlu lebih diperhatikan dalam penularan

penyakit. Penyakit yang ditularkan dapat disebabkan oleh infeksi berbagai agen

penyakit dari kelompok virus, rickettsia, bakteri, protozoa dan cacing. Penyakit

tersebut dapat ditularkan kepada manusia secara langsung oleh ludah, urin

dan fesesnya atau melalui gigitan ektoparasitnya (kutu, pinjal, caplak dan

tungau).

Tikus dan mencit merupakan masalah rutin di mana-mana, karena itu

pengendaliannya harus dilakukan secara rutin. Hewan mengerat ini

menimbulkan kerugian ekonomi yang tidak sedikit, merusak bahan pangan,

instalasi medik, instalasi listrik, peralatan kantor seperti kabel-kabel, mesin-mesin

komputer, perlengkapan laboratorium, dokumen/file dan lain-lain, serta dapat

menimbulkan penyakit. Beberapa penyakit penting yang dapat ditularkan ke

manusia antara lain, pes, salmonelosis, leptospirosis, murin typhus.

Ditinjau dari nilai estetika, keberadaan tikus akan menggambarkan

lingkungan yang tidak terawat, kotor, kumuh, lembab, kurang pencahayaan serta

adanya indikasi penatalaksanaan/ manajemen kebersihan lingkungan Rumah sakit

yang kurang baik.

Mengingat besarnya dampak negatif akibat keberadaan tikus dan

mencit di Rumah Sakit, maka Rumah Sakit harus terbatas dari hewan ini.

Sebagai langkah dalam upaya mencegah kemungkinan timbulnya

penyebaran penyakit serta untuk mencegah timbulnya kerugian sosial dan

ekonomi yang tidak diharapkan, maka perlu disusun pedoman teknis

pengendalian tikus dan mencit di Rumah Sakit.

Page 55: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 55

B. Pengenalan Tikus dan Mencit Serta Ektoparasitnya

Pengenalan terhadap tikus dan mencit serta ektoparasinya sangat

penting dalam menentukan cara pengendaliannya.

1. Biologi dan pencirian tikus dan mencit

a. Klasifikasi

Tikus dan mencit termasuk familia Muridae dari kelompok mamalia

(hewan menyusui). Para ahli zoologi (ilmu hewan) sepakat untuk

menggolongkannya kedalam ordo Rodensia (hewan yang mengerat),

subordo Myomorpha,famili Muridae, dan sub famili Murinae. Untuk lebih

jelasnya, tikus dapat diklasifikasikan sbb :

Dunia : Animalia Filum : Chordata Sub Filum : Vertebrata Kelas : Mammalia Subklas : Theria Ordo : Rodentia Sub ordo : Myomorpha Famili : Muridae Sub famili : Murinae Genus : Bandicota, Rattus, dan Mus

2. Biologi

Anggota Muridae ini dominan disebagian kawasan didunia.

Potensi reproduksi tikus dan mencit sangat tinggi dan ciri yang menarik

adalah gigi serinya beradaptasi untuk mengerat (mengerat + menggigit

benda-benda yang keras).

Gigi seri ini terdapat pada rahang atas dan bawah, masing-masing

sepasang. Gigi seri ini secara tepat akan tumbuh memanjang sehingga

merupakan alat potong yang sangat efektif. Tidak mempunyai taring dan

graham (premolar).

Karakteristik lainnya adalah cara berjalannya dan perilaku hidupnya.

Semua rodensia komensal berjalan dengan telapak kakinya. Beberapa jenis

Rodensia adalah Rattus norvegicus, Rattus rattus diardi, Mus musculus

yang perbandingan bentuk tubuhnya seperti terlihat pada gambar 1.

Rattus norvegicus (tikus got) berperilaku menggali lubang ditanah dan hidup

Page 56: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 56

dilibang tersebut. Sebaliknya Rattus rattus diardii (tikus rumah) tidak

tinggal ditanah tetapi disemak-semak dan atau diatap bangunan.

Bantalan telapak kaki jenis tikus ini disesuaikan untuk kekuatan

menarik dan memegang yang sangat baik. Hal ini karena pada

bantalan telapak kaki terdapat guratan-guratan beralur, sedang pada

rodensia penggali bantalan telapak kakinya halus (Gambar 2). Mus

musculus (mencit) selalu berada di dalam bangunan, sarangnya bisa

ditemui di dalam dinding, lapisan atap (eternit), kotak penyimpanan atau

laci.

Page 57: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 57

Gambar 1.

Beberapa jenis rodensia (tikus dan mencit)

berdasarkan ukuran bentuk tubuhnya

3. Morfologi

Gambar 2.

Tipe kaki rodensia

(tikus dan mencit)

Page 58: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 58

Karakteristik morfologi dari R. norvegicus, R. ratus diardii dan M. musculus

dapat diihat pada tabel 1.

Tabel : 1 Kunci Identifikasi Melalui Ciri Morfologi Tikus Rumah

R.norvegicus R.rattus diardii M.musculus Berat 150-600 gram 80-300 gram 10-21 gram Kepala & badan

Hidung tumpul, badan besar,pendek,18-25 cm

Hidung runcing, badan kecil,16-21 cm

Hidung runcing, badan kecil,6-10 cm

Ekor Lebih pendek dari kepala + badan,bagian atas lebih tua dan warna muda pada bagian bawahnya dengan rambut pendek kaku 16-21 cm

Lebih panjang dari kepala+badan,warna tua merata,tidak berambut,19- 25 cm

Sama atau lebih

panjang sedikit dari

kepala+ badan,tak

berambut,

7-11 cm

Telinga Relatif kecil, separoh tertutup bulu, jarang lebih dari 20-23 mm

Besar,tegak,tipis dan tak berambut, 25-28 mm

Tegak,besar untuk ukuran binatang 15mm/kurang

Bulu Bagian punggung abu-abu kecoklatan, keabu-abuan pada bagian perut

Abu-abu kecoklatan sampai kehitam-hitaman dibagian punggung,bagian perut kemungkinan putih atau abu-abu,hitam keabu-abuan

Satu sub spesies : abu-abu kecoklatan bagian perut,keabu-abuan, Lainnya : keabu-abuan bagian punggung dan putih keabu-abuan bagian perut

4. Reproduksi

Tikus dan mencit mencapai umur dewasa sangat cepat, masa

kebuntingannya sangat pendek dan berulang-ulang dengan jumlah

anak yang banyak pada setiap kebuntingan. Keadaan semacam ini

dapat dilihat pada tabel 2 dan Gambar 3.

Tabel : 2 Perkembangbiakan tikus dan mencit

M A S A Rattus. Norvegicus Rattus rattus Mus. Musculus

Umur dewasa 75 hari 68 hari 42 hari Masa bunting 22 – 24 hari 20 – 22 hari 19 – 21 hari Rata-rata jumlah tikus

Yang bunting (%)

( 0,7 – 34,8) ( 12,9 – 48,8 ) ( 19,8 – 50,5 )

Jumlah embrio rata-rata 8,8 6,2 5,8 Per tikus betina ( 7,9 – 9,9 ) ( 3,8 – 7,9 ) ( 3,9 – 7,4 ) Adanya kebuntingan 4,32 5,42 7,67 Produksi/betina/tahun 38,0 33,6 44,5 Jumlah penelitian 15 18 11

Page 59: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 59

Gambar 3. Siklus hidup tikus

5. Kebiasaan dan habitat.

Tikus dikenal sebagai binatang kosmopolitan yaitu menempati

hampir di semua habitat (Lampiran 1). Habitat dan kebiasaan jenis tikus

yang dekat hubungnnya dengan manusia adalah sebagai berikut :

a. R. norvegicus

Menggali lubang, berenang dan menyelam, menggigit benda-

benda keras seperti kayu bangunan, aluminium dsb. Hidup dalam

rumah, toko makanan dan gudang, diluar rumah, gudang bawah tanah,

dok dan saluran dalam tanah/riol/got.

b. R. ratus diardii

Sangat pandai memanjat, biasanya disebut sebagai pemanjat yang

ulung, menggigit benda-benda yang keras. Hidup dilobang pohon,

tanaman yang menjalar. Hidup dalam rumah tergantung pada cuaca.

c. M. musculus

Termasuk rondensia pemanjat, kadang-kadang menggali lobang,

menggigit hidup didalam dan diluar rumah.

6. Kemampuan alat indera dan fisik

Rodensia termasuk binatang nokturnal, keluar sarangnya dan aktif pada

malam hari untuk mencari makan. Untuk itu diperlukan suatu

kemampuan yang khusus agar bebas mencari makanan dan

menyelamatkan diri dari predator (pemangsa) pada suasana gelap.

a. Kemampuan alat indera

1) Mencium

Page 60: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 60

Rodensia mempunyai daya cium yang tajam, sebelum aktif/keluar

sarangnya ia akan mencium-cium dengan menggerakkan kepala

kekiri dan kekanan. Mengeluarkan jejak bau selama orientasi

sekitar sarangnya sebelum meninggalkannya. Urin dan sekresi genital

yang memberikan jejak bau yang selanjutnya akan dideteksi dan

diikuti oleh tikus lainnya. Bau penting untuk Rodensia karena dari bau

ini dapat membedakan antara tikus sefamili atau tikus asing. Bau

juga memberikan tanda akan bahaya yang telah dialami.

2) Menyentuh

Rasa menyentuh sangat berkembang dikalangan rodensia

komensal, ini untuk membantu pergerakannya sepanjang jejak

dimalam hari. Sentuhan badan dan kibasan ekor akan tetap

digunakan selama menjelajah, kontak dengan lantai, dinding dan

benda lain yang dekat sangat membantu dalam orientasi dan

kewaspadaan binatang ini terhadap ada atau tidaknya rintangan

didepannya.

3) Mendengar.

Rodensia sangat sensitif terhadap suara yang mendadak.

Disamping itu rondesia dapat mendengar suara ultra. Mengirim suara

ultrapun dapat.

4) Melihat.

Mata tikus khusus untuk melihat pada malam hari, Tikus

dapat mendekteksi gerakan pada jarak lebih dari 10 meter

dan dapat membedakan antara pola benda yang sederhana

dengan obyek yang ukurannya berbeda-beda. Mampu melakukan

persepsi/perkiraan pada jarak lebih 1 meter, perkiraan yang tepat

ini sebagai usaha untuk meloncat bila diperlukan.

5) Mengecap.

Rasa mengecap pada tikus berkembang sangat baik. Tikus dan

mencit dapat mendekteksi dan menolak air minum yang

mengandung phenylthiocarbamide 3 ppm,.

b. Kemampuan fisik.

Page 61: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 61

1) Menggali

R. norvegicus adalah binatang penggali lubang. Lubang digali

untuk tempat perlindungan dan sarangnya. Kemampuan menggali

dapat mencapai 2-3 meter tanpa kesulitan.

2) Memanjat.

R. komensal adalah pemanjat yang ulung. Tikus atap atau tikus

rumah yang bentuk tubuhnya lebih kecil dan langsing lebih

beradaptasi untuk memanjat dibandingkan dengan tikus riol/got.

Namun demikian kedua spesies tersebut dapat memanjat kayu

dan bangunan yang permukaannya kasar. Tikus riol/got dap

memanjat pipa baik di dalam maupun di luar.

3) Meloncat dan melompat.

R.norvegicus dewasa dapat meloncat 77 cm lebih (vertikal). Dari

keadaan berhenti tikus got dapat melompat sejauh 1,2 meter.

M. musculus meloncat arah vertikal setinggi 25 cm.

4) Menggerogoti.

Tikus menggerogoti bahan bangunan/kayu, lembaran almunium

maupun campuran pasir, kapur dan semen yang mutunya rendah.

5) Berenang dan menyelam.

Baik R. norvegicus, R. rattus dan M. musculus adalah perenang

yang baik. Tikus yang dusebut pertama adalah perenang dan

penyelam yang ulung, perilaku yang semi akuatik, hidup disaluran

air bawah tanah, sungai dan areal lain yang basah.

C. Biologi dan pencirian ektoparasit

Ektoparasit yang ditemukan menginfestasi rodensia terdiri dari pinjal, kutu,

caplak dan tungau.

1. Pinjal

Pinjal adalah serangga dari ordo Siphonaptera berukuran kecil

(antara 1,5–4 mm), berbentuk pipih dibagian samping (dorso lateral).

Kepala-dada-perut terpisah secara jelas. Pinjal tidak bersayap, berkaki

Page 62: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 62

panjang terutama kaki belakang, bergerak aktif di antara rambut inang

dan dapat meloncat. Serangga ini berwarna coklat muda atau tua,

ditemukan hampir di seluruh tubuh inang yang ditumbuhi rambut. Pinjal

dewasa bersifat parasitik sedang predewasnya hidup di sarang, tempat

berlindung atau tempat-tempat yang sering dikunjungi tikus ( Gambar 4 ).

2. Kutu

Kutu adalah serangga dari ordo Anoplura yang selama hidupnya

menempel pada rambut inang Tubuh kutu terbagi 3 bagian yaitu kepala-

dada-perut berukuran 0,5 mm – 1 mm. Kutu pipih dibagian perut

(dorso ventral) dan kepala lebih sempit daripada dada, tidak bersayap

dan di ujung kaki kakinya terdapat kuku besar untuk bergantung pada

rambut inang bergerak lambat, berwarna putih dan umum ditemukan

menempel pada rambut punggung dan perut ( Gambar 5).

3. Caplak

Caplak adalah sejenis kutu hewan yang termasuk ke dalam kelompok

labalaba (Arachnida). Caplak dibedakan dari serangga (insekta)

karena kepala- dada-perut bersatu menjadi suatu bentuk yang terlihat

sebagai badannya (Gambar 6). Caplak dibedakan atas keluarga (familia)

yaitu Argasidae (caplak lunak) dan Ixodidae (caplak keras). Pada

caplak keras dibagian depan (anterior) terlihat ada semacam kepala

yang sebenarnya adalah bagian dari mulutnya/capitulum, sedangkan

pada caplak lunak bagian mulutnya tidak terlihat dari arah punggung

(dorsal).

4. Tungau

Tungau adalah Arthropoda yang telah mengalami modifikasi pada

anatominya. Kepala-dada-perut bersatu. Ukuran badan 0,5mm-2mm,

termasuk ordo Acariformes, familia Trombiculidae. Tungau aktif

bergerak dan berwarna putih kekuningan atau kecoklatan. Banyak

ditemukan di seluruh tubuh tikus terutama di badan bagian atas dan

bawah. Larva tungau berukuran tidak lebih dari 0,5mm, berkaki tiga

pasang, bergerak pasif, menempel berkelompok di bagian dalam daun

Page 63: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 63

telinga atau pangkal ekor rodensia. Larva tungau trombikulid bersifat

parasitik sedang tungau dewasa hidup bebas ( Gambar 7 ).

Gambar 4. Pinjal Gambar 5. Kutu Gambar 6. CaplakGambar 7. Tungau.

D. Tanda-tanda keberadaan tikus dan mencit

Infestasi rodensia disuatu tempat dapat diketahui secara awal dengan

mengamati adanya kotoran, jejak, bekas gigitan dan baunya yang khas (

Gambar 8).

Gambar 8. Kotoran tikus

Page 64: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 64

E. Bebarapa penyakit bersumber tikus dan mencit

Penyakit bersumber rodensia yang disebabkan oleh berbagai agen penyakit

seperti virus, rickettsia, bakteri, protozoa dan cacing dapat ditularkan

kepada manusia secara langsung, melalui feses,urin dan ludah atau

gigitan rodensia dan pinjal dan tidak Langsung, melalui gigitan vektor

ektoparasit tiku dan mecit (kutu, pinjal, caplak, tungau). Beberapa

penyakit yang ditularkan melalui tikus, pernah dilaporkan secara klinis

dan serologis pada manusia dan hewan rodensia resevoir di Indonesia

dapat diihat pada tabel 3. Cara penularan penyakit pes dapat diihat

pada lampiran 2, penyakit Scrub typhus pada lampiran 3, siklus tungau

Trombiculidae pada lampiran 4 dan penyakit demam caplak pada

lampiran 5.

Tabel 3. Jenis -jenis penyakit yang telah dilaporkan secara klinis atau serologis pada manusia dan hewan rodensia reservoir di Indonesia.

Penyakit Penyebab Penyakit Vektor Cara penularan Pes Bakteri Yersinia pestis Pinjal Melalui gigitan

Murine typhus, Rickettsia mooser Pinjal Melalui sisa hancuran tubuh pinjal terinfeksi lewat luka akibat garukan

Scrub tyohus Rickettsia Tungau trombikulid Melalui gigitan tungau

Spotted fever group rickettsiae

Rickettsia conorii Caplak Melalui gigitan caplak

Sptted fever group rickettsiae

Rickettsia conorii Caplak Melalui gigitan caplak

Leptospirosis Bakteri Leptospira - Melalui selaput lendir atau luka dikulit bila terpapar oleh air yang tercemar dengan urin tikus

Page 65: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 65

Salmonelosis Salamonella - Melalui gigitan tikus atau pencemaran makanan

Demam gigitan tikus Bakteri Spirillum atau Streptobakcillus

- Melalai luka gigitan tikus

Trichinosis Cacing Trichinella spiralis

- Tidak langsung dengan cara memakan hewan pemakan tikus

Angiostongiliasis Cacing Angiostrongilus - Dengan cara memakan se jen is keong yang menjadi inang perantata penyakit ini

Demam berdarah Korea

Virus hantavirus (Hantavirus),

- Melalui udara yang tercemar feses,urin atau ludah tikus yang infektif

F. Surveylance dan Pemberantasan Tikus

Didalam pemberantasa tikus terdapat tiga kegiatan utama yang saling

berurutan dan menunjang, yaitu kegiatan surveilen, pemberantasan dan

pencegahan.

1. Surveylance

a. Tujuan :

Mengamati/memantau secara periodik pada tempat-tempat yang

ditemukan yang merupakan tempat didapatkannya tanda-tanda

adanya tikus. Apabila ditemukan tanda-tanda keberadaan tikus, langkah

selanjutnya adalah melakukan upaya pemberantasan tikus.

b. Tempat

Pertama harus ditetapkan tempat dimana akan dilakukan pengamatan

atau tempat yang merupakan titik-titik pengamatan. Untuk itu

tempat/lingkungan rumah sakit harus dikelompokkan dulu menurut

sifat dan habitat tikus. Selanjutnya pada masingmasing kelompok

tempat tersebut ditentukan tempat-tempat yang merupakan titik-titik

surveilansnya.

Page 66: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 66

1) Pembagian tempat

a) Bangunan tertutup (Core)

b) Lingkungan rumah sakit yang terbuka (Inner Bound) - Lingkungan

di luar rumah sakit (Outer Bound)

2) Tempat dilaksanakannya surveilans

Tempat dilaksanakannya surveilans haya pada daerah Core

dan Inner Bound :

a) Core : misalnya Dapur, , Gudang Kantin, Ruang utama

rumah, Ruang Tunggu, Ruang Administrasi, dan tempat

lainnya.

b) Inner Bound : Tempat Pengumpulan Sampah, Taman/Kebun,

Garasi, Drainage/Sewerage, Tempat Parkir, Lapangan lainnya.

3) Cara Menentukan tempat pengamatan/titik-titik pengamatan

a) Core :

Di lantai pada bagian pertemuan didinding dan lantai,kawat

kasa jendela (ventilasi), jeruji/jelusi ventilasi, pintu/jendela kayu,

rak buku.

b) Inner Bouund :

Lubang drainase, Tumpukan barang bekas (Kayu, batu, dan

lain-lain), TPS, Sela-sela dinding antar bangunan, Taman dekat

bangunan, Garasi, Pos Satpam.

c. Titik-titik pengamatan

Dicatat pada formulir titik pengamatan dengan jelas. Tanda-tanda yang

perlu diperhatikan : Lubang tanah, bangkai tikus, kotoran tikus, bekas

keratan.

d. Pelaksanaan pengamatan

1) Core :

Page 67: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 67

Pemeriksaan secara visual. Yaitu dengan melihat adanya tanda-

tanda keberadaan tikus berupa kotoran tikus (Gambar 8) dan/atau

jejak kaki tikus (Gambar 9). Selain itu harus diperhatikan tanda-tanda

lain seperti : sisa keratan pada pintu/kasa/buku dan kawat kasa

yang berlubang bekas lewat tikus : Pemeriksaan secara nasal

(penciuman), Informasi dari pihak lain.

2) Inner Bound :

Pemeriksaan secara visual, yaitu lubang di tanah, bangkai tikus,

kotoran tikus, serpihan bekas keratan tikus.

Apabila pada titik pengamatan ditemukan tanda-tanda keberadaan

tikus, tanda tersebut dicatat pada form Titik pengamatan pada

kolom yang disediakan dan sesuai.

Tanda-tanda yang perlu diperhatikan : Lubang tanah, bangkai tikus,

kotoran tikus, bekas keratan.

e. Waktu pengamatan

1) Saat pengamatan

Secara fisual dilakukan pada pagi hari yaitu pukul 06.00-08.00 wib.

Pengamatan pada malam hari dilakukan antara pukul 22.00-24.00 wib.

2) Lama pengamatan

Pemeriksaan ruangan 5 sampai 10 menit per ruangan per orang

sehingga petugas dapat malakukan pemeriksaan minimum 12

ruangan per orang.

Keterangan : pemeriksaan minimum dalam dua jam

f. Periode pengamatan.

Pengamatan dilakukan setiap dua bulan pada setiap tahunnya. Dasar

pertimbangannya adalah masa reproduksi tikus.

g. Bahan dan alat

1) Bahan dan alat untuk pengamatan

Page 68: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 68

2)

a) Formulir 1,2 dan 3 (Lampiran)

b) Formulir 1. Formulir pencatatan tanda-tanda keberadaan tikus

pada ruangan yang diperiksa (Lampiran 7).

c) Formulir 2. Pencatatan hasil identifikasi tikus dan mencit

(Lampiran 8)

d) Formulir 3. Survei tikus dan mencit (Rodensia) (Lampiran 9).

2) Senter

3) Sepatu boot

4) Alat-alat tulis dan clib board

h. Indikator

Karena lingkungan rumah harus bebas tikus, maka pada setiap titik

pengamatan tidak terdapat tanda-tanda keberadaan tikus. Apabila

pada salah satu titik pengamatan terdapat tanda-tanda keberadaan

tikus, maka harus upaya pemberantasan tikus.

i. Pelaksanaan atau pengorganisasian

Sanitarian yang sudah terlatih

2. Pemberantasan Tikus

Pemberantasan tikus dan mencit di rumah sakit dilakukan secara fisik

yairu dengan cara penangkapan (trapping) dan secara kimia

menggunakan umpan beracun.

a. Penangkapan tikus dengan perangkap (trapping) a. Cara penempatan

perangkap

Apabila terdapat tanda-tanda keberadaan tikus, pada sore hari

dilakukan pemasangan perangkap yang tempatnya masing-masing lokasi

sebagai berikut. Core perangkap diletakan dilantai pada lokasi

Page 69: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 69

dimana ditemukan tanda-tanda keberadaan tikus, di Inner Bound

perangkap diletakan di pinggir saluran air, taman, kolam, di dalam

semak-semak, sekitar TPS, tumpukan barang bekas. Untuk menentukan

jumlah perangkap dipasang, digunakan rumus sebagai berikut

Untuk setiap ruangan dengan luas sampai dengan 10 m2 dipasang satu

perangkap. Setiap kelipatan 10 m2 ditambah satu perangkap.

Penempatan perangkap untuk masing-masing spesie dapat diihat pada

tabel 4.

Perangkap yang belum berisi tikus dibiarkan sampai tiga malam untuk

memberi kesempatan pada tikus yang ada untuk memasuki perangkap

dan diperiksa setiap pagi harinya untuk mengumpulkan hewan yang

tertangkap. Perangkap bekas terisi tikus dan mencit harus dicuci

dengan air dan sabun dan dikeringkan segera. Pemasangan

perangkap dalam upaya pemberantasan ini dilakukan selama tiga

hari berturut-turut.

b. Bahan dan alat

Bahan dan alat untuk penangkapan tikus terdiri atas :

1) Perangkap tikus bubu.

2) Umpan (selai kacang, keju, umbi-umbian, ikan asin/ikan jambal),

kelapa bakar, dan lain-lain).

c. Prosedur setelah penangkapan

Penangkapan tikus dilakukan untuk mengetahui spesiesnya,

sehingga dapat dilakukan upaya pencegahan yang sesuai dengan spesies

tikus tersebut.

Peralatan yang diperlukan untuk identifikasi tikus adalah :

1) Sarung tangan

2) Penggaris

3) Formulir identifikasi

4) Masker

Page 70: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 70

5) Kantong kain warna putih

6) Eter

7) Kapas

8) Sabun/deterjen

9) Nampan

10) Tang

11) Kawat pengikat

Perangkap yang berhasil (berisi) tikus dimasukan kedalam kantong

kain. Kemudian kantong kain yang berisi perangkap tadi dimasukan

kedalam kantong plastik berisi kapas yang dibasahi eter. Setelah

beberapa saat tikus/mecit yang telah terbius dikeluarkan dan dilakukan

dislokasi ( = menarik tulang leher sampai mati).

Tindakan selanjunya untuk mengetahui jenis tikus yang

tertangkap diidentifikasi dengan cara sebagai berikut :

a) Ukur panjang badan

b) Ukur panjang ekor

c) Ukur panjang telapak kaki

d) U k u r p a n j a n g t e l i n g a

e) Lihat rumus susu atau testis

f) Lihat warna bulu punggung dan perut

g) Lihat warna ekor bagian atas dan bawah

h) Lihat bulu badan (kasar atau halus), terutama bagian pangkal ekor

i) Berat badan

j) Lihat kunci identifikasi

Untuk mengidentifikasi tikus dan mencit berdasarkan

ukuran dan warna bulu badan dapat diihat juga pada

tabel 5. Pencatatan dilakukan menurut formulir 2.

Tabel 4 Cara pengendalian tikus dan mencit di rumah secara Mekanik/fisik dengan

perangkap

TEMPAT SPESIES R. diardi R. novergicus M. musculus

Core, Inner * Pemasangan perangkap * Pemasangan perangkp *Pemasangan

perangkap

Page 71: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 71

- Snap trap utk di dinding - Snap utk di dinding Snap trap utk di dinding - Live trap - Live Trap a. Perangkap bubu di lantai a. Perangkap bubu di lantai a. Perangkap bubu di

lantai b. Sherman trap (pemasang di lantai

b. Sherman trap (pemasang di lantai

b. Sherman trap (pemasang di lantai

c. Core : 10 m2/perangkap c. Core : 10 m2/perangkap c. Core : 10 m2/perangkap

d. Inner : 10 m2/perangkap d. Inner : 10 m2/perangkap

e. Jarak perangkap 10 m/perangkap

e. Jarak perangkap 10 m/perangkap

Tabel : 5 Identifikasi Rodentia Berdasarkan Ukuran dan Warna Bulu

Jenis tikus TL ( mm )

T/Bx100% HF ( mm )

E ( mm )

M Warna bulu badan

R.rattus diardi 220-370 95-1 15 33-38 19-23 2+3=10 Atas-bawah

coklat tua-kelabu

R. Norwegicus 350-400 80-100 42-47 18-23 3+3=10 Atas coklat kelabu bawah kelabu

M. musculus < 75 80-120 12-18 8-12 3+2=10 Atas-coklatkelabu Bawah-cok la t kelabu

Ketterangan : TL = panjang tubuh dari ujung kepala sampai ekor T = panjang ekor HF = panjang telapak kaki belakang E = lebar telinga M = Jumlah pasangan susu (dada + perut) B = panjang badan Untuk menentukan pengukuran panjang ekor, panjang tubuh, panjang kaki belakang dan lebar telinga lihat gambar 10.Tikus dan mencit yang telah selesai diamati/diidentifikasi harus segera dimusnahkan ( dikubur atau dibakar ).

2. Pemberantasan tikus dan mencit secara kimiawi dengan umpan

Pemberantasan tikus secara kimiawi dilakukan dengan menggunakan umpan

beracun. Pengendalian tikus dengan menggunakan umpan beracun atau perangkap

berumpan racun mempunyai efek sementara, racun perut (Rrodentisia campuran,

antikoagulan kronik) adalah umpan beracun yang hanya dianjurkan digunakan

didaerah/tempat yang tidak dapat dicapai oleh hewan

Domestik dan anak-anak. Pengendalian tikus dengan umpan beracun sebaiknya

sebagai pilihan terakhir. Bila tidak teliti cara pengendalian ini sering

menimbulkan bau yang tidak sedap akibat bangkai tikus yang tidak segera

Page 72: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 72

ditemukan. Selain itu racun tikus juga sangat berbahaya bagi manusia

hewan/binatang lainnya. Ada 2 macam racun tikus yang beredar saat ini yaitu

racun akut dan kronis. Racun akut harus diberikan dalam dosis letal, karena kalau

tidak maka tikus tidak mati dan tidak mau lagi memakan umpan yang beracun

sejenis. Sedangkan kalau racun diberikan dalam dosis letal maka tikus akan mati

dalam setengah jam kemudian. Menurut Departemen Pertanian (2001) Pestisida

untuk pengendalian tikus (Rrodentiisida) yang terdaftar dan diizinkan

penggunaannya di Indonesia saat ini dapat dilihat pada tabel 6.

Page 73: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 73

Tabel 6. Jenis Rodentisida yang terdaftar dan diizinkan penggunaannya di Indonesia

NAMA FORMULASI

GOLONGAN BAHAN AKTIF Cara Kerja Racun

ORGANISME SASARAN

DEKABIT 0,025 B Indandion Difasinon :0,025 % Akut

R.argentiventer

DIPHACIN 110 Indandion Difasinon : 0,1 % Kronis

R. argentiventer

KLERAT RM-B Kumarin Brodifakum 0,005%: Kronis

- R.argentiventer - R. Tiomannicus

KOVIN 80 P * Anorganik Seng fosida: 80 % Akut

R.argentiveter

PETROKUM 0,005 RMB

Kumarin Brodifakum 0,005% Kronis

- R. argentiventer dan R. tiomanicus

PYTHON 0,005 RMB

Kumarin Brodifakum 0,005% Kronis

- R. argentiventer dan R.exulans

RAMOLON 0,005 RB

Kumarin Bromandiolon : 0,005 %

Kronis R. argentiventer dan R.tiomanicus

RATIKUS 0,01 RB Indan Klorofasinon : 0.01 %

Kronis R. argentiventer

RATTROPIK 0,005 RB

Kumarin Bromadiolon : 0,005 %

Kronis R. argentiventer

STORM 0,005 RB Kumarin; triflurometil

Flokumafen : 0,005 %

Kronis R. argentiventer dan R.tiomanicus

TIKUMIN 0,0375 RB

Kumarin Kumatetralil : 0,0375 %

Kro nis R.argentiventer

TIRAN 58 PS Anorganik Belerang : 0,005 % Akut

R. argentiventer

YASODION 0,005 B

Indandion Difasion : 0,005 % Kronis

R. argentiventer

BASHTIC-B 0,005 B

Kumarin Bromadiolon : 0,005 %

Kronis Rattus diardi

CONTRAC 0,005 B

Kumarin Bromadiolon 0,005 %

Kro nis

Rattus diardii

Sumber : 1) Dep. Pertanian (2001). Pestisida untuk Pertanian dan Kehutanan 2) Dep. Pertanian (2001). Pestisida Higiene Lingkungan

3. Pencegahan

Pencegahan tikus dan mencit di rumah sakit dilakukan dengan

rat proofing dan sanitasi lingkungan. Pencegahan berdasar sanitasi

lingkungan adalah pengendalian melalui upaya penyehatan lingkungan

di dalam dan di luar ruang/bangunan rumah sakit (lingkungan

sekitarnya),terutama yang menyangkut penyimpanan bahan makanan,

sisa makanan dan pembuangan limbah makanan. Penyehatan

lingkungan di dalam ruang/bangunan yaitu dengan melekukan

penempatan yang tertutup rapat, tempatnya tidak mudah dirusak.

Page 74: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 74

Cara pengendalian tikus dan mencit untuk spesies R.diardi,

R.norvegicus dan M.musculus di dalam bangunan tertutup (core) dan

lingkungan rumah sakit yang terbuka (Inner Bound) dengan tindakan

pencegahan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Cara pengendalian tikus dan mencit di rumah sakit dengan sanitasi lingkungan/pencegahan

No. TEMPAT SPESIES R. diardi R.novergicus M.musculus

1 Bangunan tertutup (Core)

Rat proof (anti tikus)

Rat proof (anti tikus)

Rat proof (anti tikus)

- Pengecatan dinding - Pemasangan kawat Ayam lubang saluran - Penutupan ventilasi - Penutupan - Penutupan lubang Diameter ˃ 6 mm - Penutupan sal. Ter- buka dg kisi-kisi < 6 mm antar kisi

- Pengecatan dinding - Pasang penghalang/barier pd pipa air hujan/kabel2 - Penutupan lubang diameter ˃ 6 mm dg plat. - Penutupan sal. Terbuka dg kisi-kisi < 6 mm antar kisi - Tandon air tertutup & tidak bocor kran air yang rusak segera diganti lubang sal. air dipsng di jeruji ˂ 6 mm

- Pengecatan dinding - Pemasangan peng- halang (barrier pada pipa sal air hujan/kabelkabel - Penutupan lubang Dia meter ˃ 6 mm dg plat. - Penutupan saluran terbuka dengan kisi- kisi < 6 mm antar kisi

Pengelolaan sampah - TPS dari bhn anti

tikus dan tertutup dengan penempatan 45 cm diatas tanah dibuang setiap hari.

Pengelolaan sampah - TPS tersebut dari bahan anti tikus dan tertutup dengan penenpatan 45 cm diatas tanah dibuang setiap hari.

Pengelolaan sampah - TPS tersebut dari bhn anti tikus dan tertutup dg penempatan 45 cm diatas tanah dibuang setiap.

Pengelolaan makanan - Makanan disimpan dalam tempat yang terbuat dari bahan kaca,logam dll dan terutama pada malam hari. - Membersihkan sisa mknan setiap hari

- Penyimp. bhn mknan harus Rat proofing - Cahaya di gudang hrs terang 200 fc

Pengelolaan makanan. - Mknan disimpan dlm temp. yg terbuat dari bhn kaca,logam dll & terutama pd mlm hari. - Membersihkan sisa mknan setiap hari - Penyimpanan bhn makanan harus Rat proofing - Bhn mknan yang disimpan dlm gudang diperiksa secara berkala min. 2 bulan sekali. - Cahaya di gudang hrs terang 200 fc

Pengelolaan makanan - Mknan disimpan dlm temp. yg terbuat dari bhn kaca,logam dll & terutama pd mlm hari. - Membersihkan sisa mknan setiap hari

- Penyimpanan bhn Mkn hrs Rat proofing - Bhn mkn yg disimpan dlm gudang diperiksa min. 2 bln sekali. - Cahaya di gudang hrs terang 200 fc

Page 75: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 75

2 Inner Bound (Lingk. rumah sakit yang terbuka)

- Rodent proof (anti tikus)

- Cabang pohon yg me- nempel di dinding/atap bangunan dipotong shg berjarak lebih dari 1,5 meter. - Pasang kisi-2 pada sal.

- Rodent proof (anti tikus)

- Pasang kisi-2 pada sal. air yang menghubung antara luar dan dalam ruangan seperti saluran buangan dapur - Susun/rapik. barang bekas atau tumpukan batu shg tidak terdapat rongga-2 yg dpt mjadi sarang tikus - Menutup sela dinding dg kayu atau semen

- Rodent proof (anti tikus) - Menutup sela dinding dg kayu atau semen - Menutup semua Lubang dinding,daun pintu dan jendela dg kayu,semen,seng - Tutup ventilasi udara Dengan kawat ayam.

- air yang menghubungi antara luar dan dalam ruangan sepereti sal buangan dapur - Susun atau rapikan barang bekas atau tumpukan batu shg tidak terdpt rongga-2 yg dpt mjd sarang tikus.

- Sampah dibuang ke tempet pengumpulan sampah sementara/ kontainer setiap hari - Tdk membuang sampah terutama sisa makanan di sembarang tempat

- Halaman taman,tempat parkir dibersihkan setiap hari.

- Sampah dibuang ke tempet pengumpulan sampah sementara/ kontainer setiap hari - Tdk membuang sampah terutama sisa mknan di sembarang tempat

4. Evaluasi Pencegahan dan Pemberantasan Tikus

Evaluasi dilakukan untuk melihat apakah upaya

pencegahan dan pemberantasan telah berjalan secara efektif. Evaluasi

dilakukan satu tahun sekali dengan melihat hasil catatan surveilans

selama satu tahun.

Dari catatan hasil pengamatan (surveilans) tersebut dilihat hasinnya

sebagai berikut :

a. Keberadaan tikus selalu tersebar di seluruh ruang pada daerah core,

dan di daerah inner setiap kali selesai upaya pemberantasan tikus,

berarti upaya pencegahan tidak efektif. Upaya pencegahan tikus yang

telah dilakukan harus di kaji ulang (metode,tempat dan waktu).

b. Keberadaan tikus selalu terkonsentrasi di satu atau beberapa ruangan

/ bangunan pada daerah core dan inner setiap kali selesai

pemberantasan tikus. Upaya pencegahan tikus yang telah dilakukan

untuk ruangan/ bangunan tersebut harus di kaji ulang (metode,

tempat dan waktu).

Page 76: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 76

MATERI 7

PESTISIDA

A. Pengertian dan Sejarah Perkembangan Pestisida

1. Pengertian Pestisida

a. Pengertian Pestisida berasal dari kata pest yang berarti hama dan sida

berasal dari kata caedo berarti pembunuh. Pestisida dapat diartikan

secara sederhana sebagai pembunuh hama.

b. Menurut Food Agriculture Organization (FAO) 1986 dan peraturan

pemerintah RI No. 7 tahun 1973, Pestisida adalah campuran bahan kimia

yang digunakan untuk mencegah, membasmi dan mengendalikan

hewan/tumbuhan penggangu seperti binatang pengerat, termasuk

serangga penyebar penyakit, dengan tujuan kesejahteraan manusia.

c. Pestisida juga didefinisikan sebagai zat atau senyawa kimia, zat pengatur

tubuh atau perangsang tumbuh, bahan lain, serta mikroorganisme atau

virus yang digunakan untuk perlindungan tanaman (PP RI No.6 tahun

1995).

2. Sejarah Perkembangan Pestisida.

Penggunaan pestisida kimia pertama kali diketahui sekitar 2.500 SM

yaitu pemanfaatan asap sulfur untuk mengendalikan tungau, sedangkan

penggunaan bahan kimia beracun seperti arsenic, mercury dan serbuk timah

diketahui mulai digunakan untuk memberantas serangga pada abad ke-15.

Pada tahun 1874 Othmar Zeidler adalah orang yang pertama kali mensintesis

DDT (Dichloro Diphenyl Trichloroethane), tetapi fungsinya sebagai insektisida

baru ditemukan oleh ahli kimia Swiss, Paul Hermann Muller pada tahun 1939

yang dengan penemuannya ini dia dianugrahi hadiah nobel dalam bidang

Physiology atau Medicine pada tahun 1948 (Nobel Prize.org). Pada tahun

1940-an mulai dilakukan produksi pestisida sintetik dalam jumlah besar dan

diaplikasikan secara luas (Weir, 1998). Penggunaan pestisida terus

meningkat lebih dari 50 kali lipat semenjak tahun 1950, dan sekarang sekitar

2,5 juta ton pestisida ini digunakan setiap tahunnya. Dari seluruh pestisida

yang diproduksi di seluruh dunia saat ini, 75% digunakan di negara-negara

berkembang (Sudarmo, 1987).

Page 77: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 77

Di Indonesia, pestisida yang paling banyak digunakan sejak tahun

1950-an sampai akhir tahun 1960-an adalah pestisida dari golongan

hidrokarbon berklor seperti DDT, endrin, aldrin, dieldrin, heptaklor dan gamma

BHC. Penggunaan pestisida-pestisida fosfat organik seperti paration pada

masa lampau tidak perlu dikhawatirkan, karena walaupun bahan-bahan ini

sangat beracun (racun akut), akan tetapi pestisida-pestisida tersebut sangat

mudah terurai dan tidak mempunyai efek residu yang menahun. Hal penting

yang masih perlu diperhatikan masa kini ialah dampak penggunaan

hidrokarbon berklor pada masa lampau khususnya terhadap aplikasi derivat-

derivat DDT, endrin dan dieldrin.

B. Formulasi Pestisida

1. Kemasan

a. Technical grade/ active inggredient (AI) adalah bahan active pestisida

b. Dust/ Dustable Powder (DP)

c. Granule (GR)

d. Wettable Powder/Water Dispersible Powder (WP) : DP atau GR +

wetting agent

e. Solution : technical grade + solvent

f. Emulsifiable Concentrate (EC) : Solution + emulsifer

g. Emulsion, oil in water (EW) : EC + water

h. Suspension/ Soluble Concentrate (SL) : WP + water

2. Bahan tambahan :

a. Innert carrier/ diluent : pengencer berbentuk debu (talk, gyps,silica)

b. Wetting agent: bahan yang mempunyai daya larut kuat (alkyl naptaline,

sulfonic acid)

c. Solvent : pelarut untuk memperkecil konsentrasi (xylene,acetone)

d. Emulsifer: cairan yang membuat larutan pekat (triton, tween)

e. Atractance : bahan penarik (gula,susu,ikan)

f. Parfum ; pengharum

g. Adhesive/ stricker : bahan pelekat, sehingga tidak cepat larut oleh air

hujan (gelotin)

Page 78: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 78

h. Spreading : bahan memperluas permukaan kehidupan larva (triton)

C. Aplikasi/penggunaan pestisida

1. Aerosols/ pengasapan

a. Pressure

b. Cold

c. thermal (hot)

2. Misting/ pengkabutan

3. Spraying/ penyemprotan ( Residual dan space )

4. Dusting/ pengabuan

5. Baits/ umpan

6. Fumigation/ fumigasi

Gambar : Berbagai Peralatan Thermal Foger

PROFIL-KESLING 4

Page 79: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 79

D. Bahan asal pestisida

1. Bahan in organik

contoh : belerang, arsen, mercury, flour dll.

2. Bahan organik

a. Natural

contoh : petroleum, alkaloid, ester dll.

b. Sintetik

contoh : Chlorinated hidrocarbon, organo phaspat, carbamate, organo

pyrethroid dll.

E. Mekanisme kerja pestisida

1. Contact poison / Eradicant

Pestida mengenai/ kontak dengan tubuh hama

2. Stomach poison / Protective

Hama memakan umpan/ daun tanaman yang telah disemprot pestisida

3. Fumigant

Hama menghirup fume pestisida yang disemburkan ke udara.

F. Alat aplikasi pestisida

1. Pressurized caniter dispensers - aerosol

2. Ultra Low Volume (ULV) generators dan small ULV electric - cold aerosol

3. Thermal aerosol generator/ foger - thermal aerosol

4. Mist blower- misting

5. Hand sprayers, knapsack sprayers, power operated compression sprayers -

spraying

Page 80: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 80

6. Dusters, high pressure dusters - dusting

7. Shallow containers- baits

8. Tungku, special equipment - fumigation

G. Toksisitas Pestisida

Toksisitas pestisida sangat bervariasi, dari toksisitas yang tinggi (dieldrin

dan parathion) sampai toksisitas yang relative tidak berbahaya (Abate).

Pencegahan dan dan pengamanan dalam penggunaan pestisida sebaiknya

harus dipahami terlebih dahulu konsep tentang toksisitas dan hazard dari

pestisida.

Toksisitas (Toxicity) pestisida diartikan sebagai kemampuan membunuh

kehidupan biologis, sedangkan hazard lebih diartikan sebagai halnya yang

mungkin timbul akibat pemaparan (exposure) pestisida di lingkungan. Kedua-

duanya sering digunakan secara bergantian untuk menyatakan tingkat bahaya

suatu pestisida.

Konsep toksisitas ini untuk mengukur kekuatan pestisida. Pengukuran

toksisitas dilakuakan pada binatang percobaan, dan sering dinyakan sebagai

Lethal Dosis 50 (LD 50) dalam satuan mg/Kg berat badan. LD 50 adalah dosis

pestisida yang dapat membunuh 50% binatang percobaan yang dinyatakan

dalam satuan mg/Kg berat badan pemberian pestisida melalui dermal atau oral.

LD 50 dapat dipakai sebagai ukuran memilih keampuhan/ toksisitas pestisida.

Berikut ini merupakan kriteria toksisitas Pestisida dan Ketentuan labelnya.

Page 81: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 81

Tabel 1

KRITERIA TOKSISITAS PESTISIDA DAN KETENTUAN LABELNYA

TOKSISITAS ACUTE ORAL LD50 KATA-KATA TANDA LARANGAN

DAN ANTIDOTANYA

Racun Kuat

(Highly Toxic)

0 – 50 mg/Kg - “”Danger” “Poison” dengan tanda

tengkorak dan tulang bersilang

- Pernyataan antidote ada “segera

panggil Dokter” atau “Jauhkan dari

anak-anak”

- “WARNING”

Racun Sedang

(Moderately

toxic)

50 – 500 mg/Kg - Tidak ada pernyataan antidote

- “Jauhkan dari anak-anak”

Racun Lemah

(Low order

toxicity)

500 – 5000 mg/Kg - “Caution” atau “perhatian”

- Tidak ada pernyataan antidote

- “Jauhkan dari anak-anak”

Racun yang

tidak

membahayakan

> 5000 mg/Kg - Tidak ada kata-kata larangan

- Tidak ada pernyataan antidote

- “Jauhkan dari anak-anak”

Tabel 2.

HUBUNGAN ANATARA LD50 ORAL AKUT DENGAN JUMLAH

PESTISIDA YANG MENIMBULKAN KEMATIAN PADA MANUSIA

LD50 ORAL AKUT (mg/Kg) Perkiraan Dosis Oral Yang DApat Mematikan

Manusia Dengan Berat Badan 68 Kg (150

Lbs)

5 Beberapa tetes

5 sd/d 50 1 sendok teh

50 s/d 500 1 s/d 2 sendok the

Page 82: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 82

500 s/d 5000 28,35 gram (1 ouns) s/d 453,59 gram (1 pound)

5000 s/d 13.000 453,59 gram s/d 907,18 gram ( 2 Pound)

Tabel 3.

LD 50 PESTISIDA YANG PENTING

Pestisida Oral Dermal

A. Insektisida

A.1. Chlorinated hidro carbon

Aldrin 39-60 98

BHC 600-1250 -

Chlordane 283-590 750

Dieldrin 60 70

DDT 250 2500

Heptachlor 40-188 119-320

Lindane 125 1000

A.2. Organo phosphate

Chlorphoxim 2500

Chlorpyrifos 135

Dichlorvos 56

Fenitrothion 503

Fenthion 330

Malathion 2100

Naled 430

Temephos 8600

A.3 Carbamate

Bendiocarb 55

Landrin 178

Propoxur 95

A.4. Synthetic pyrethoid

Bioresmitrin 7000

Deltamethrin 135

Permethrin 4000

Resmethrin 2000

Page 83: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 83

Pestisida Oral Dermal

B.Rodentisida

Barium carbonate 700

Thallium sulphate 25

Phosphorus 50-100

Zinc phosphide 41

H. Sifat pestisida sintetik

Pestisida sintetik mempunyai sifat sebagai berikut : stabilitas komponen,

efek residu, metabolisme dalam tubuh, gejala keracunan, efek kerja racun dan

konfirmasi diagnosa.

Tabel 4

SIFAT PESTISIDA SINTETIK

Sifat utama Organo

chlorine

Organo

Phospat

Carbamat Sintetik

piretroid

Stabilitas Komponen

Persisten Non persisten Non persisten Non persisten

Efek residu

15 hari - berbulan-bulan

15 hari 3 bulan

15 hari – 3 bulan

2 – 3 bulan

Metabolisme dalam tubuh

Sebag. besar tertimbun dlm jaringan

Cepat keluar bersama urine dan faeces

Cepat keluar bersama urine dan faeces

Cepat keluar bersam urine dan faeces

Gejala keracunan yang timbul

Lambat/kronik Cepat/progresif Cepat/proghresif Lambat/kronik

Obat antidot

Belum ada Atropin atropin Belum ada

Efek kerja racun

Neuro muscular poisons

Cholinesterase inhibitor

Cholinesterase inhibitor

Neuro muscular poisons

Konfirmasi diagnose

Sulit Mudah mudah Mudah

I. Formulasi

1. Membuat suspension/ suspensi dari Wettable powder (WP) dengan air

X = A x B x D

C

X = berat WP dalam Kg

A = konsentrasi suspensi dalam %

B = volume suspensi dalam liter

Page 84: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 84

C = konsentrasi WP dalam %

D = konstanta ( 1 bila kg/l ; 8,33 bila lb/US gal dan 10 bila lb/UK gal)

Contoh : konsentrasi suspensi 1 % volume suspensi 10 liter dan WP 50%,

maka

X = 1 x 10 x 1 = 0,2 kgWP

50

2. Membuat emultion/ emulsi dari emultion concentrate (EC) dan air

X = A - 1

B

X = sejumlah bagian air dengan 1(satu) bagian insektisida EC atau %

A = konsentrasi EC dalam % (yang tersedia)

B = konsentrasi emulsi dalam % (yang direncanakan)

1 = konstanta

contoh : membuat emulsi 5 % dari insectisida 50 EC (50 %)

X = 50 -1 = 9 bagian air dengan 1 bagian insectisida EC 50

5

3. Membuat Larutan untuk foging (Rumus Karung = SAC )

Q = S X A

C

Q = Banyaknya Pestisida yang akang diencerkan ( ml atau Liter)

S = Banyaknya larutan yang akan dibuat (ml atau liter)

A = konsentrasi insektisida yang dikehendaki dalam %

Contoh : membuat larutan Malathion sebanyak 20 liter dengan konsentrasi 5

% dari malathion 50 %

Q = 20 liter X 5 % = 2 liter (ambil 2 liter malathion 50 % + 18 liter solar )

50 %

Page 85: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 85

J. Dampak pestisida terhadap kesehatan manusia

Ada 2 macam kunci yang dapat dipergunakan untuk menentukan apakah

seseorang telah keracunan insektisida, yaitu :

1. Perasaan (feeling) :

Pada dasarnya dirasakan oleh sipenderita sendiri, misalnya pusing, perut

mual, mata berkunang-kunang dan perasaan letih.

2. Tanda-tanda (signs) :

Keadaan yang dapat dilihat orang lain, misalnya muntah, gemetar, muka

pucat, sempoyongan, jalan tidak seimbang dll.

Perlu diketahui bahwa semua jenis pestisida dari golongan yang sama pada

umumnya mempunyai dampak pada manusia dengan gejala-gejala keracunan

yang sama pula.

1. Organo phospor dan karbamat

Terjadi proses phosporisasi enzim acetylcholinesterase dari jaringan , dengan

demikian terjadi akumulasi acetylcholine pada sambungan chlinenergic neuro

effector dan pada sambungan skeletal muscle myoneural dan didalam

ganglion. Racun ini juga mengganggu susunan syaraf pusat. Mengetahui

tingkat paparan insektisida ini dengan melakukan tes cholinsterase.

2. Chlorinated hidro carbon

Mengganggu transmisi axonic dari impul- impul syaraf , sehingga mengganggu

fungsi sistem syaraf terutama syaraf otak. Hal ini akan menyababkan

perubahan tingkat laku, gangguan sensoris dan keseimbangan , hiperaktivitas

otot, meningkatkan rangsangan otot jantung dan perubahan degeneratif hati.

3. Rodentisida

Rodentisida sebagai anti koagulan jenis Walfarin/ coumarine menyebabkan

terjadi penurunan konsentrasi prothrombine dalam serum darah/ Hypo

prothrombine yang merusak permeabilitas kapiler , sehingga terjadi perdarahan

(haemorrhage), sedangkan jenis Indandione sebelum terjadi penurunan

konsentrasi prothrombine lebih dulu terjadi gangguan neurologis.

Page 86: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 86

4. Fumigan

Menyebabkan iritasi pada mata, kulit dan saluran pernafasan, mengurangi

lemak, dermatitis dan oedema pulmonum. Kematian disebabkan oedema

pulmonum dan depresi respirasi.

K. Pertolongan Pertama Pada Keracunan Pestisida

1. Kena Kulit

a. Lepas pakaiannya

b. Cuci kulit & rambut yg terkena racun dg air mengalir

c. Basuh kulit yg terkena pest. dg air bersih dan sabun

d. Keringkan kulit dg handuk, & kenakan pakaian yg bersih

e. Jangan oleskan bhn lain ke kulit terpapar, terutama yg mengandung minyak.

f. Bawa/konsultasikan ke petugas kes. terdekat dan jangan lupa bawa label

pestisida

2. Paparan ke Mata

a. Cuci mata yang terkena pestisida dengan air bersih (sedapatnya air

mengalir) selama sedikitnya 15 menit (tahan lipatan mata supaya tetap

terbuka)

b. Jangan menggosok mata

c. Tutup mata dengan kain kassa bersih

d. Jangan gunakan obat tetes mata atau boorwater

e. Bawa si penderita ke petugas kesehatan terdekat, jangan lupa bawa label

pestisida nya.

3. Paparan Melalui Pernafasan

a. Jika pasien berada di ruang sempit/ tertutup, jangan masuk tanpa alat

pernafasan bantuan

b. Bawa pasien keluar segera untuk mendapatkan udara segar.

c. Buka semua pintu dan jendela.

d. Apabila pasien menggunakan pakaian ketat, segera kendurkan.

e. Jika pasien mengalami kejang, monitor pernafasan dan jaga posisi dagu

tetap ke atas shg tetap dpt bernafas.

f. Jaga kondisi badan tetap normal dan tetap tenang. Segera cari bantuan

medis.

Page 87: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 87

4. Paparan Melalui Mulut

a. Secara umum pasien tidak direkomendasi untuk muntah.

b. Pada kemasan pestisida, biasanya terdapat petunjuk cara pertolongan Jika

pestisida tertelan dengan dimuntahkan.

c. Jika pasien muntah terus menerus, posisikan wajah pasien lebih rendah

daripada badan dalam masa pemulihan. Hal ini mencegah muntah masuk

ke dalam paru-paru. Jangan biarkan pasien berbaring terlentang.

Bersihkan muntahan dari tubuh pasien.

d. Cari bantuan medis! Karbon aktif direkomendasikan oleh dokter untuk

menyerap pestisida yang tersisa di dalam tubuh.

e. Segera cari bantuan medis.

Paparan Mulut, namun pasien tidak sadar :

a. Usahakan saluran pernafasan si penderita tdk tersumbat, bersihkan hidung

dari lendir, bersihkan mulut dari air liur, sisa makanan, dsb. Lepaskan gigi

palsu.

b. Baringkan penderita tengkurap dgn posisi kepala menghadap ke samping

c. Bila penderita berhenti bernafas, lakukan pernafasan buatan, bukan

pernafasan dari mulut ke mulut

d. Bawa ke Petugas kesehatan terdekat, dgn menunjukkan label pestisida yg

tertelan

5. Jika Suhu Tubuh Naik

Beberapa pestisida biasanya akan menyebabkan suhu badan tinggi atau

rendah :

a. Jika badan merasa panas di lap menggunakan air

b. Jika badan merasa kedinginan penderita diselimuti

L. Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Penggunaan Pestisida.

1. Sebelum membeli pestisida.

Pertama-tama sebelum kita membeli insektisida kita mengerti dahulu jenis

serangga/hama apa yang akan kita berantas. Setelah itu, kita pilih dari jenis

insektisida yang cocok/tepat untuk jenis serangga tadi. Disini tidak mustahil kita

memilih lebih satu macam insektisida sehingga untuk menetapkan insektisida

Page 88: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 88

yang paling baik kita memerlukan informasi yang lebih lengkap. Hal ini dapat

diperoleh dari sumber-sumber informasi yang dapat dipercaya yaitu: Dinas

Pertanian, Dinas Kesehatan ataupun pihak pabrik dan distributor yang

mempunyai izin pengedar insektisida.

2. Ketika membeli pestisida.

Setelah kita berada di dalam toko/agent penjual/pengecer, insektisida

maka harus kita tanyakan jenis insektisida Yang ingin kita beli. Kemudian kita

periksa labelnya menyangkut tentang:

a. Larangan-larangan yang tertulis.

b. Sesuaikan insektisida tersebut dengan jenis serangga yang akan kita

berantas.

c. Sesuaikan jenis insektisida tadi dengan keadaan ditempat kita agar aman

dalam pemakaiannya.

d. Adakah larangan-larangan khusus untuk pencegahan

pengotoran/pencemaran lingkungan.

e. Apakah bahan aktif insektisida dan jumlah/konsentrasinya tepat untuk

keperluan kita.

f. Apakah terdapat jenis-jenis pakaian pelindung/pengamanan yang perlu kita

pergunakan dan peralatannya.

g. Jumlah konsentrasi yang diinginkan dalam tubuh formulasi akhir (finished).

3. Sebelum menjamah, memindahkan dan meracik pestisida :

a. Pakailah pakaian pelindung dan peralatan yang baik sesuai dengan jenis

insektisida yang akan kita tangani.

b. Bacalah label yang ditempelkan oleh pabrik dan ikutilah petunjuk-petunjuk

pencampurannya sebelum membuka kontainer.

c. Jangan menyobek kertas tak luput kontainer dengan tangan terbuka, tetapi

pergunakanlah alat pembuka/pisau yang tajam dan khusus untuk tujuan

pembuka kaleng insektisida.

d. Jika mengeluarkan insektisida dari dalam kontainer harus diusahakan agar

tidak memercik ke bagian muka kita dengan cara menuangkan di bawah,

Page 89: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 89

bagian kepala kita. Demikian juga ketika kita membuang sisa-sisa

insektisida. Bila kita terkena percikan insektisida ketika mencampur atau

menuangkan insektisida maka segeralah:

1) berhenti bekerja.

2) lukailah pakaian kerja yang terkena percikan.

3) cuci segera bagian kulit yang terkena percikan dengan air dan

detergent.

4) bersihkan tumpahan insektisida di lantai bila terjadi luapan/tumpahan.

5) Bila mencampur insektisida, maka harus dilakukan dengan perhitungan

yang tepat dan teliti sesuai dengan dosis/konsentrasi yang ditetapkan.

6) Ketika membongkar/menuangkan insektisida harus berdiri tidak

menentang arah angin agar tercegah dari bahaya keracunan melalui

pernafasan.

7) Untuk menjaga agar tidak terjadi tumpahan maka tutuplah segera

kontainer yang baru diambil insektisidanya atau mengganti tutup

kontainer yang rusak.

4. Pada Saat Mencampur Pestisida

Dalam pencampuran dan pemindahan insektisida dari satu botol ke botol

yang lain, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

a. Jauhkan binatang peliharaan, binatang kesayangan dan orang lain

yang tidak berkepentinga dari lempat mencampur Pesstisida.

b. Pada pekerjaan yang dilaksanakan pada malam hari, sebaiknya

bekerja bersama-sama teman (tidak boleh sendirian).

c. Pencampuran insektisida sebaiknya dilakukan di luar ruangan/gudang

atau tempat terbuka yang cukup banyak ventilasi dan cahayanya.

Dilarang mencampur dan memindahkan insektisida di dalam ruangan

yang tidak baik ventilasi dan pencahayaannya, terutama pada malam hari.

5. Sebelum mempergunakan insektisida.

Seperti pada keadaan c), maka sekali lagi kita perlu melihat label

insektisidanya untuk meyakinkan diri kita apakah:

Page 90: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 90

a. perlu pakaian pelindung/pengaman khusus.

b. ada tanda-tanda/peringatan-peringatan dan cara-cara pengarnanan yang

khusus yang harus kita patuhi.

c. jenis pelarut yang tepat untuk insektisida tadi.

d. ada cara-cara pencampuran/peracikan yang diinginkan.

e. Ada ketentuan tentang jumlah/konsentrasi yang ditetapkan untuk jenis

insektisida yang akan kita garap

f. ada cara-cara/tindakan-tindakan pengamanan (antidota dan petunjuk P3K

nya).

g. bila kita pergunakan akan dapat memenuhi toleransi insektisida yang tepat

bagi serangga sasaran.

h. jumlah pemakaiannya yang tepat.

i. Ada insektisida-insektisida khususnya lainnya.

6. Penyimpanan Pestisida.

Pada botol ataunun kaleng pestisida yang asli dari pabrik pasti dilengkapi

dengan label yang memuat cara-cara penyimpanan insektisida tersebut. Bila

insektisida yang kita beli sampai di gudang maka insektisida tersebut harus

segera :

a. Disimpan dalam gudang yang terkunci rapat dan khusus untuk bahan-

bahan beracun.

b. Ditempatkan jauh deri jangkauan anak-anak ataupun orang lain yang tidak

berkepentingan.

7. Persyaratan gudang insektisida adalah sebagai berikut:

a. Gudang insektisida harus; terletak jauh atau terpisah dengan gedung-

gedung/bangunan rumah/kandang-kandang binatang.

b. Dinding gudang dan lantainya harus terbuat dari bahan yang tidak mudah

terbakar ataupun yang kedap air.

c. Gudang harus dilengkapi dengan exhaust-fan untuk penghawaan yang

baik.

d. Penerangan alam atau buatan harus cukup.

Page 91: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 91

e. Mempunyai cukup insulasi yang dapat mencegah terjadinya pembeku

bahan-bahan kimia ataupun pemuaian bahan-bahan kimia akibat udara

yang terlalu dingin ataupun udara yang terlalu panas. Gudang harus

menjamin keutuhan insektisida agar tetap kering dan tidak terkena

langsung sinar matahari.

f. Pintu gudang harus dilengkapi dengan tanda-tanda bahaya dan kunci

gudang yang kuat.

g. Harus tersedia wastafel atau tempat cuci tangan yang cukup banyak

airnya.

h. Tersedia pemadam kebakaran yang siap dipergunakan bilamana terjadi

bahaya kebakaran.

i. Tersedia alat-alat kebersihan/pemeliharaan gudang.

Dalam hal penyimpanan insektisida yang baik maka kita harus dapat

melakukan hal-hal sebagai berikut :

1) Menyimpanan insektisida tidak boleh dicampuradukan dengan makanan

manusia/ternak, peralatan/perabotan rumah tangga maupun alat-alat

pemeliharaan ternak.

2) Menyimpanan insektisida harus dalam botol, kaleng, peti kemas atau

kontainer asli dari pabrik.

3) Meriksalah selalu tiap botol, kaleng, peti kemas ataupun kontainer

tersebut untuk mengetahui apakah terdapat kerusakan/bocor/pecah.

4) Bila menjumpai kaleng yang rusak/bocor/pecah, isinya dapat dipindah-

pindahkan ketempat lain atau kontainer yang kosong berasal dari jenis

insektisida yang sama.

5) Mersihkan tetesan/percikan/tumpahan insektisida yang ada dengan hati-

hati sesuai dengan petunjuk pembersihannya.

6) Usahakan agar selalu tersedia catatan tentang Janis insektisida, pabrik

pembuatannya, tanggal, pembelian dan lain-lain untuk memperoleh

informasi yang diperlukan bila terjadi kecelakaan yang tidak diharapkan.

7) Gudang harus dikunci bila tidak ada kegiatan.

Page 92: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 92

8. Pengangkutan Pestisida.

Bila kita bertugas mengangkut insektisida dari suatu tempat ke tempat lain

dengan kendaraan/alat pengangkutan tertentu, misalnya Truk, maka kita

jugalah orang yang bertanggung jawab penuh terhadap keamanan di Jalan

Raya, masyarakat dan pencemaran lingkungan. Oleh karena itu perlu kita

memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a. Letakkan dan susunlah peti komes/kontainer/botol-botol insektiside

tersebut dengan baik di dalam Truk/kandaraan khusus.

b. Kalau mungkin pergunakan Truk yang mempunyai bak kedep air.

c. Jangan menyampurkan bahan-bahan/barang-barang lain yang langsung

berhubungan dengan konsumsi manusia seperti bahan-bahan makanan.

d. Jangan mengangkut/mengizinkan orang lain selain petugas/crew atau

mengangkut penumpang.

e. Setiap peti kemas hrus dilengkapi dengan label yang jelas dan mudah

dibaca.

f. Seliharalah agar karton-karton/kereta kemas selalu dalam keadaan kering

atau perlu ditutup dengan terpal untuk mencegah kemungkinan basah

oleh air hujan.

g. Bila terjadi tumpah atau ada peti kemas/kontainer dan botol insektisida

yang pecah maka insektisida tersebut harus segera dibersihkan setibanya

ditempat tujuan. Bila tumpahan insektisida meleleh/mengalir ke jalan raya

dalam jumlah yang- banyak maka harus. kita bersihkan segera dengan

cara-cara pembersihan yang telah ditetapkan.

h. Jangan dibiarkan bila ditemukan adanya botol/peti kemas insektisida yang

terbuka.

M. Pembuangan dan pemusnahan pestisida.

Secara pasti, hingga saat ini belum ditemukan cara-cara pembuangan dan

pemusnahan pestisida yang dapat memenuhi standard kwalitas lingkungan

secara sempurna. Baik di negara-negara yang telah maju maupun negara-negara

Page 93: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 93

yang sedang berkembang, masalah pembuangan dan pemusnahan pestisida dan

kontainernya cukup rumit dan serius. Namuh demikian, para ahli kesehatan

lingkungan tidak pernah berhenti mencari metode-metode yang lebih baik dan

aman. Aman bagi manusia maupun lingkungan hidupnya. Dari sekian banyak

cara-cara pemusnahan pestisida yang telah dilakukan, terdapat 4 cara yang

paling baik dipergunakan, yaitu:

1. Dekomposisi Termal (Termal Decomposition).

Pembuatan dan pemusnahan pestisida secara dekomposisi termal

biasanya dilakukan dengan cara membakar sisa-sisa dan kontainer pestisida.

Untuk memperoleh hasil pembakaran yang sempurna, diperlukan panas yang

tinggi. Incinerator yang dipergunakan harus mampu menghasilkan suhu

berkisar antara 900o C s/d 1000o C.

Pembakakaran harus berlangsung dalam tempo yang cukup lama (5-8

jam), tergantung jenis dan jumlah pestisidanya. Pembakaran dengan suhu

tinggi dan waktu yang lama, dapat mengurangi pencemaran udara oleh

kontaminan partikel debu pestisida dan juga menghasilkan tingkat

pembakaran lebih dari 99%.

Walaupun demikian, sebaiknya instalasi pembakarannya (incinerator)

perlu diperlengkapi dengan saringan asap bawah (wet scrubber), saringan

karbon, ataupun dengan "porous clay bed"

Pestisida yang mengandung bahan-bahan aktif air raksa, arsen, timah

hitam atau senyawa-sanyawa analoognya, tidak boleh dibakar kalau memang

belum tersedia sarana khusus untuk membuang abunya.

2. Netralisasi dengan bahan kimia (Chemical Neutralization).

Cara ini hanya tepat dipergunakan untuk jenis-jenis pestisida spesifik

saja, terutama yang termasuk Pada golongan Organofosfat dan Karbamat.

Bagi golongan khlorinated hidrokarbon, cara ini tidak dianjurkan.

Beberapa jenis pestisida dari golongan Organofosfat dan Karbamat

dapat dinetralisir dengan asam nitrit atau asam sulfur. Kemudian sebagian

Page 94: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 94

lagi dapat dinetralisir dengan basa natrium hidroksida maupun amonium

hidroksida. Selain dari itu, ada juga yang dapat dinetralisir dengan

senyawa-senyawa kimia aktif lain.

Dalam hal ini, kalsium hipokhlorit paling banyak dipergunakan untuk

netralisasi racun organofosfat dan karbamat. Sedangkan senyawa-senyawa

yang bersifat asam atau alkaline hidrolisa kuat, biasanya tidak memberikan

hasil yang sempurna

3. Penguburan dalam tanah (Landfilling).

Pemusnahan pestisida dengan cara dikubur dalam tanah (buriral)

sebenarnya merupakan sumber pencemaran badan-badan air yang potensial,

bila penyelenggaraannya tidak terencana baik. Hal ini penting disadari,

karena di dalam tanah partikel-partikel pestisida dapat merembes melalui

pori-pori tanah bersama-sama dengan aliran air hujan. Oleh karena itu, bila

penguburan sisa-sisa pestisida tetap akan dilaksanakan, kita harus

memperhatikan faktor-faktor hidrogeologis, geografis dan ekologis.

Beberapa persyaratan yang harus diperhatikan dalam rangka

pelaksanan pem bungan atau pemusnahan sisa-sisa pestisida dengan cara

dikubur adalah sebagai berikut (lihat Gambar di bawah) :

a. Lokasi lubang pembuangan/pemusnahan harus ditempatkan pada tanah

yang bila musim hujan tinggi permukaan air tanahnya lebih dari 3,25

meter dibawah permukaan tanah.(perlu memperhatikan keaclaan

hidrologi di daerah tersebut)

b. Jenis tanah yang baik adalah tanah liat. Tanah pasir akan memperbesar

pencemaran badan-badan air, karena resiko perembesan sangat besar.

(Perlu data-data geologi setempat).

c. Jarak lokasi lobang pembuangan/pemusnahan pestisida dalam partai

besar, terhadap sumber air penduduk, aliran sungai dan rawa-rawa

diperhitungkan tidak kurang dari 3 (tiga) mil.

Khususnya golongan khlorinated hidrokarbon, termasuk Pestisida natrium

pentakhlorofenol, mempunyai waktu-paruh (half-life time) berkisar 3

tahun. Perjalanan polutant kimia racun dapat mencapai aliran air tanah

Page 95: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 95

dalam waktu 3 tahun sejauh 3 s/d 5 mil. (1 mil = 1,61 km).

d. Jarak lokasi pembuangan/pemusnahan pestisida partai besar dengan

lingkungan pemukiman penduduk, tempat-tempat rekreasi anak-anak,

lapangan olah raga maupun tempat penggembalaan ternak terdekat tidak

kurang dari 3000 ft (1 ft = 0,3048 meter).

e. Jangan menempatkan lobang pembuangan/pernusnahan pestisida pada

tanah yang dipersiapkan untuk pertanian rakyat, perluasan kota, dan

pemukiman, tempat-tempat umum dan lain sebagainya. (Perlu data-data

pengembangan dan perluasan kota).

f. Disekeliling tempat pemusnahan harus didirikan pagar dengan radius 3

meter dengan lobang pembuangan/pemusnahan sebagai titik pusat

lingkaran pagar. Pagar terbuat dari bahan yang kuat dan tidak mudah

patah.

g. Demi keamanan dan keselamatan, maka perlu dipasang tanda-tanda

peringatan/pelarangan, antara lain :

h. Papan peringatan yang memuat tanggal, jumlah, nama dan bahan aktif

pestisida yang dibuang/dimusnahkan.

i. Tanda larangan dengan gambar tengkorak, bertuliskan "AWAS RACUN"

dan kata-kata "DILARANG MASUK".

j. Papan peringatan tersebut dibuat dengan bahan yang tahan lama dan

kuat, dengan ukuran 40 cm x 60 cm. Tulisan dam gambar pada butir 2)

harus dengan warna merah, diatas warna dasar putih.

Pelaksanaan pembuangan/pemusnahan pestisida harus dilakukan oleh

petugas yang berwenang dan petunjuk oleh badan pemerintah dibidang

kesehatan lingkungan. Teknis pemusnahannya harus sesuai dengan

petunjuk-petunjuk yang ditetapkan.

4. Degradasi Biologis dan Alamiah (Biological & Natural Degradation)

Yang dimaksud dengan pemusnahan pestisida secara degradasi

alamiah dan biologis adalah pemusnahan yang berlangsung dengan proses

detoksifisikasi di dalam tanah oleh adanya reaksi biokimia.

Beberapa jenis pestisida dapat dipecahkan senyawanya dengan baik,

Page 96: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 96

terutama pestisida-pestisida yang tidak terlalu persisten di dalam tanah.

Dalam hal ini tingkat persistensinyapun berbeda-beda tergantung dari pada :

a. Reaktifitas pestisidanya.

b. Kelarutan air tanah.

c. Kerentanan (susceptibility) dalam reaksi biokimiawi.

Dari keempat cara pembuangan/pemusnahan pestisida diatas, tidak berarti bahwa

kita tidak mungkin mempergunakan cara-cara pemusnahan kombinasi. Pemilihan

alternative pemusnahan masih diperlukan, sesuai dengan kondisi setempat serta

peraturan – perundangan yang berlaku di Negara kita. Studi kelayakan (fasibility

study) tentang kemungkinan penerapan salah satu atau kombinasi cara-cara

pemusnahan, mutlak diperlukan peranannya. Perencanaan dan penyelenggaraan

yang baik dalam pemusnahan pestisida dapat menjamin resiko pencemaran

lingkungan sekecil mungkin.

Page 97: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 97

Page 98: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 98

Page 99: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 99

N. Evaluasi

1. Mengapa harus menggunakan pestisida ?

2. Jelaskan mekanisme masuknya pestisidan ke Tubuh Manusia !

3. Jelaskan bedanyanya LD 50 dengan LC 50 !

Page 100: MATERI 1 KONSEP DASAR PENGENDALIAN VEKTOR DAN …winbonang.com/wp-content/uploads/2019/12/MATERI-modul... · 2019. 12. 3. · Kaki Gajah, Demam Kuning, Diare, Pes, Salmomeloasis dan

MODUL BAHAN AJAR MK “PENGENDALIAN VEKTOR DAN BIATANG PENGGANGGU –B” Page 100

Daftar pustaka : 1. Bapelkes Lemah Abang (2011). Modul MI-6, Pengendalian Vektor di daerah

Tanggap Darurat, Jakarta.

2. California Departement of Pubich Health Vector Born Desease Section (2011). Arthropods of Public Health Significance in California.Version 3.

3. Departemen Kesehatan RI, Pengenalan dan penatalaksanaan Keracunan

Pestisida, 1983

4. Iskandar, Adang, H,SKM dkk (1985). Pedoman Bidang Studi Pemberantasan Serangga dan Binatang Pengganggu, Depkes RI, Jakarta.

5. Peraturan Pemerintah RI Nomor 66 tahun 2014 tentan Kesehatan

Lingkungan.

6. Peraturan Menteri Pertanian RI Nomor 107/Permentan/SR.140/0/2014 Tentang Pengawasan Pestisida

7. WHO, Chemical Methods for the Control of Vector and Pests of Public Health

Importance, WHO/VBC/82.841

8. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 50 tahun 2017 tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan & Persyaratan Kesehatan Untuk Vektor & Binatang Pembawa Penyakit & Pengendaliannya.

9. Peraturan Meneteri Kesehatan RO No. 70 tahun 2016 tentang Standar dan

Persyaratan Kesehatan Lingkugan Kerja Industri

10. Peraturan Menetri Kesehata RI No. 7 Tahun 2019 tentang Kesehatan Lingkunga Rumah Sakit.