masih bertumpu pada sang pelopor
TRANSCRIPT
1
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
Survei Serikat Pekerja di Perusahaan Media
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
2
KETERANGAN UMUM SURVEI
Metode riset Survei
Wilayah survei Jakarta, Aceh, Medan, Bandung, Surakarta, Lampung, dan Palu
Total responden192 responden survei27 responden indepth interview
Teknik sampling Cluster random samping
Error sampling +/- 6,62% pada interval kepercayaan 95,0%
Pengambilan data Februari-Maret 2010
Desain riset & kuesioner
Aliansi Jurnalis Independen (AJI)
Analisa data Sigma Research Indonesia
Laporan akhir Sigma Research Indonesia
@Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia - 2010
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor: Survei Serikat Pekerja di Perusahaan Media
Editor: Winuranto AdhiTim Penyusun: Jajang Jamaludin, Asep Komarudin, Winuranto AdhiTim Survei: Sigma Reseach IndonesiaDesain: Robby EeborIlustrator Cover dan Isi: Imam YuniantoCetakan Pertama: Mei 2010
Penerbit:Aliansi Jurnalis Independen (AJI) IndonesiaJl. Kembang Raya No.6 Kwitang-SenenJakarta Pusat 10420 – IndonesiaTel. +62 21 3151214, Fax. +62 21 3151261www.ajiindonesia.org
Didukung oleh:
3
KATA PENGANTAR
Konsolidasi Serikat Pekerja Media: “Too little, but not too late”
SELAMA satu dekade ini, kita menyimak ironi dari pertumbuhan serikat pekerja media di Indonesia. Dari segi jumlah, tak ada pertumbuhan dramatis, meskipun pertumbuhan industri media di Indoensia mengalami booming setelah reformasi. Secara kualitatif, kita belum menemukan serikat pekerja media yang punya posisi tawar kuat di hadapan pengusaha media.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menyimak sejumlah serikat pekerja media masih kehilangan arah perjuangan, meskipun keberadaannya sudah dicatatkan pada Dinas Tenaga Kerja (Disnaker). Kita kerap menemukan serikat pekerja tidak dibangun dengan sistem manajemen yang baik. Misalnya, mengakomodir keanggotaan dengan sistem stelsel pasif (seluruh karyawan otomatis menjadi anggota), tidak mampu menghimpun iuran anggota, hingga tidak bisa menunjukkan kemampuannya dalam bernegosiasi.
Serikat seperti tidak tahu apa yang harus diperbuat, bahkan untuk
mempertahankan keberadaannya pun sulit. Akibatnya, konsolidasi serikat
pekerja media kerap berjalan di tempat, involutif, dan perlahan digerus oleh
agresifitas modal pemilik media.
Mungkin karena terlalu lama kata “buruh” absen pada Indonesia
di bawah rezim Suharto, maka kesadaran berserikat bagi buruh dan rakyat
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
4
pekerja pun seperti enggan muncul kendati kesempatan secara legal sudah
terbuka. Misalkan, untuk soal penamaan, ada kecenderungan memakai
nama lebih “akomodatif ”. Ini sekedar contoh, barangkali menghindari kecurigaan dari
manajemen, para aktivis serikat pekerja media “melembutkan” nama organisasinya agar terdengar lebih “bersahabat”. Para pekerja Tempo, misalnya, memilih nama Dewan Karyawan Tempo (DeKaT), pekerja di Kompas menggunakan nama Perkumpulan Karyawan Kompas (PKK), pekerja Indosiar memakai nama Serikat Karyawan (Sekar) Indosiar, pekerja majalah Swa memakai nama Forum Karyawan Swa (FKS), pekerja Hukumonline.com memilih nama WorkerHOLic, pekerja di Solo Pos menggunakan Ikatan Karyawan Solo Pos (Ikaso), atau pekerja Bisnis Indonesia memakai nama Kerukunan Warga Karyawan Bisnis Indonesia.
Tak ada yang salah memang, isi dan semangat tentu jauh lebih
penting dari sekedar nama.
Tapi, ada yang harus dicermati selaku organisasi berwatak ”serikat
pekerja”, bahwa jurnalis dan pekerja media harus mau mengevaluasi
diri. Perjuangan pekerja media di tahun 2010 ini kian terasa berat.
Kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) secara massal
bermunculan di sejumlah media. Jika pada kurun November 2008-April
2009, AJI mencatat hanya ada 100 pekerja media yang dipecat, di tahun ini
data tersebut kian melonjak tajam.
Berdasarkan data AJI Indonesia, PHK massal dan skorsing
bernuansa union busting melanda sedikitnya 200 pekerja stasiun teve
Indosiar, PHK massal juga dialami 144 pekerja koran Berita Kota pasca
diakuisisi Kelompok Kompas Gramedia (KKG), PHK massal terhadap 50-
an pekerja Suara Pembaruan dan grup media kelompok Lippo lainnya, juga
PHK massal atas 40-an pekerja stasiun teve Antv.
5
Konflik ketenagakerjaan sebagai imbas dari ketidakjelasan aturan
kerja hingga masalah kesejahteraan juga mulai bermunculan. Hal ini,
misalnya, terjadi di Koran Jakarta—hingga berujung pada pemogokan kerja
sebagian kecil wartawannya.
Di sejumlah daerah kasus seperti ini juga terjadi. Mei 2009 silam,
60 pekerja harian Aceh Independen juga menjadi korban PHK massal. Di
Kendari, sejumlah wartawan Kendari TV juga mengalami nasib serupa.
Untuk itulah, melaui Survei Serikat Pekerja di Perusahan Media
berjudul ”Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor” ini, AJI Indonesia ingin
memberikan gambaran terbaru kondisi serikat pekerja media di Indonesia.
Survei ini dilakukan di tujuh kota Jakarta, Aceh, Medan, Lampung,
Bandung, Surakarta, dan Palu dengan melibatkan 192 responden dan
27 responden indepth interview, berhasil mengungkap sejumlah hal yang
harus diperhatikan oleh serikat pekerja media. Hasilnya, antara lain, cukup
kondusif:
“Sebagian besar (83.7%) responden, misalnya, menegaskan
perlunya serikat pekerja di media mereka. Dukungan
atas pembentukan serikat pekerja media juga dinyatakan
mayoritas responden (97.1%), dan sebanyak 82.8% responden
mengatakan tertarik untuk bergabung menjadi anggota serikat
pekerja. Hanya 3.25% responden saja yang menyatakan tidak
tertarik bergabung dalam serikat pekerja. Bahkan, banyak pula
responden yang menegaskan keinginannya untuk bisa menjadi
pelopor (organisatoris) dalam pendirian serikat pekerja di
perusahan media yang belum memiliki serikat”.
Kata Pengantar
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
6
Survei ini juga menelaah tingkat keaktifan serikat, efektivitas penyelesaian
masalah yang ditanganinya, serta berbagai aspek yang mestinya diperjuangkan
oleh serikat pekerja media. Termasuk tentang Perjanjian Kerja Bersama, hingga
kepemilikan saham kolektif. Tak hanya itu, survei pun berusaha memotret besaran
upah yang diterima jurnalis, kondisi kerja, hingga kondisi di ruang redaksi.
Mencermati kian intensifnya industri pers, termasuk kemajuan
teknologi informasi yang bisa mengubah relasi industrial antara pemodal dan
pekerja, maka serikat pekerja media harus segera berbenah diri. Pada soal
konvergensi media misalnya, serikat pekerja media semestinya telah bersiap
dengan konsep baru hubungan industrial, dengan mempertimbangkan
kesejahteraan pekerja tak dirugikan.
Memang masih banyak soal internal maupun eksternal yang harus
segera diperbaiki. Butuh usaha ekstra, tapi belum telat memperbaiki dan
membangun kekuatan yang masih terserak di dalam. Banyak pencapaian bisa
kita lakukan dengan memperbaiki berbagai kelemahan. Kita tak ingin semakin
tertinggal ketika mesin kapitalisme media bergerak, dan serikat pekerja menjadi
“too little, and too late” dalam menanggapi problem hubungan industrial.
Semoga hasil survei ini menjadi suatu alat kita ke arah konsolidasi
baru guna memperbaiki kondisi serikat pekerja.
Jakarta, April 2010
Nezar Patria
Ketua Umum AJI Indonesia
7
RINGKASAN EKSEKUTIF
1. Latar belakang
Survei ini ingin menggambarkan bagaimana penilaian jurnalis
terhadap kehadiran serikat pekerja di perusahaan media. Survei menyertakan
jurnalis dari media yang memiliki serikat pekerja dan jurnalis dari media
yang tidak memiliki serikat pekerja. Dari survei ini akan didapatkan data
bagaimana pandangan jurnalis terhadap kehadiran serikat pekerja. Untuk
jurnalis dari media yang memiliki serikat pekerja akan ditanyakan tingkat
kepuasan mereka terhadap kehadiran serikat pekerja, termasuk harapan
dan peran apa saja yang diharapkan dapat dilakukan oleh serikat pekerja di
medianya. Sementara untuk jurnalis dari media tidak atau belum memiliki
serikat pekerja akan ditanyakan apakah mereka juga mempunyai keinginan
membentuk serikat pekerja, termasuk hambatan apa saja yang dihadapi
sehingga serikat pekerja belum terbentuk, dan lain sebagainya.
2. Tujuan penelitian
Secara umum, tujuan dari survei ini adalah ingin mendapatkan data
mengenai penilaian jurnalis terhadap serikat pekerja, baik di media yang
sudah memiliki serikat pekerja maupun di media yang tidak atau belum
memiliki serikat pekerja. Selanjutnya, ingin diketahui pula penilaian umum
dari kalangan jurnalis terhadap serikat pekerja, peran yang harus diemban
di dalamnya, kepuasan terhadap manajemen perusahaan dan serikat pekerja
media terkait.
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
8
3. Metode penelitian
Survei ini dilakukan dengan menggunakan pertanyaan terstruktur
(kuesioner). Survei bersifat eksploratif, artinya berusaha menggambarkan
sebanyak mungkin pendapat jurnalis atas berbagai isu yang terkait dengan
serikat pekerja. Populasi dari survei ini adalah semua jurnalis yang bekerja
di tujuh kota di Indonesia. Jurnalis dalam survei ini didefinisikan sebagai
individu yang bekerja mencari, mengolah, dan mempublikasikan berita
di suatu media. Ketujuh kota tersebut adalah Jakarta, Aceh, Medan,
Lampung, Bandung, Surakarta, dan Palu. Adapun teknik penarikan
sampel yang digunakan dalam survei ini adalah teknik acak klaster (cluster
random sampling). Jumlah sampel dalam survei sebanyak 192 responden
survei dan 27 responden indepth interview. Wawancara secara mendalam
dilakukan secara langsung (face to face interviews), dengan cara pewawancara
mendatangi langsung responden yang terpilih.
4. Temuan penelitian
Temuan penelitian yang diperoleh dirangkum dalam poin-poin
berikut ini:
1. Keberadaan serikat pekerja
a. Persepsi responden terhadap keberadaan serikat pekerja di
perusahaan media sebagian besar menilai sangat penting.
b. Sebagian besar responden dari media yang memiliki serikat
pekerja menjawab, manajemen mendukung keberadaan
serikat pekerja di perusahaan media.
2. Pembentukan serikat pekerja
a. Sebagian besar (83.7%) responden menjawab perlu hadirnya
9
serikat pekerja di media tempat mereka bekerja selama ini.
b. Selain mengatakan perlu membentuk serikat pekerja, sebagian
besar responden (97.1%) juga menyatakan mendukung
terhadap pembentukan serikat pekerja di media tempat
mereka bekerja.
c. Banyak responden yang menyatakan bersedia menjadi pelopor
(organisatoris) pembentukan serikat pekerja.
d. Sebagian besar responden (82.8%) mengatakan tertarik untuk
masuk dan bergabung menjadi anggota serikat pekerja. Hanya
3.25% responden yang tidak tertarik.
3. Permasalahan pekerja dan penyelesaiannya oleh serikat pekerja
a. Sebagian besar responden (80% lebih) tidak pernah
mempunyai masalah, baik itu yang disampaikan ke serikat
pekerja atau ke pihak manajemen.
b. Masalah yang sering dialami oleh pekerja media adalah
masalah upah dan asuransi.
c. Bagi mereka yang pernah mempunyai masalah dan meminta
serikat pekerja untuk membantu mengatasi masalah, sebagian
besar merasa puas (58.3%) dengan kerja advokasi yang
dilakukan serikat pekerja.
4. Perjuangan serikat pekerja
a. Dari media yang memiliki serikat pekerja, 60% responden
melihat serikat pekerja di tempat mereka bekerja aktif dalam
memperjuangkan kesejahteraan dan kepentingan pekerja.
b. Sebanyak 36.0% responden menyatakan merasa tidak puas
dan sangat tidak puas dengan kerja serikat pekerja di tempat
Ringkasan Eksekutif
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
10
mereka bekerja. Sedangkan yang menjawab puas atau sangat
puas tidak ada separuhnya atau hanya 49.0% responden.
c. Sebanyak 31% responden menilai perjuangan serikat pekerja
dirasakan manfaatnya oleh semua pekerja media. Lalu 24%
responden menilai manfaatnya dirasakan sebagian besar
pekerja dan 15% dirasakan hanya sebagian kecil pekerja
media.
d. Aspek yang perlu diperjuangkan serikat pekerja menurut
sebagian besar responden adalah masalah upah atau
kesejahteraan (63%), lalu masalah pemutusan hubungan kerja
(57%), disusul asuransi dan tunjangan kesehatan (47%), dan
status kerja (44%).
5. Aktivitas serikat pekerja
a. Sebesar 51.5% responden melihat serikat pekerja di tempat
mereka bekerja aktif mengadakan kegiatan. Sementara yang
menjawab seriklat pekerja tidak aktif sebesar 31.3%.
b. Serikat pekerja paling banyak mengadakan kegiatan kurang
dari sekali setiap bulan (28.3%).
c. Hanya 26.3% responden yang menyatakan serikat pekerja di
tempat mereka bekerja pernah mengadakan pelatihan internal
untuk meningkatkan kemampuan pekerja dan anggotanya.
d. Sebagian besar responden (68.8%) menjawab tidak ada iuran
bulanan, hanya 31.3% responden yang menjawab ada iuran
bulanan untuk serikat pekerja di tempat mereka bekerja.
6. Perjanjian Kerja Bersama (PKB)
a. Sebagian besar responden, baik dari kelompok yang memiliki
11
serikat pekerja maupun yang tidak memiliki serikat pekerja
menilai, kesepakatan kerja sebaiknya dilakukan secara kolektif
dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
b. Gaji adalah hal yang dianggap paling perlu diatur dalam PKB
(91.9%), sedangkan masalah panjangnya durasi jam kerja
adalah hal yang paling tinggi diabaikan responden (9.1%).
7. Kepemilikan saham bersama
a. Sebagian besar responden, baik dari kelompok responden dari
media yang memiliki serikat maupun responden dari media
yang tidak mempunyai serikat pekerja menganggap perlu
serikat pekerja memperjuangkan kepemilikan saham secara
kolektif di perusahaan media.
b. Ada sejumlah isu berkaitan dengan saham kolektif ini. Pertama,
soal saham minimum bagi pekerja sebesar 20%. Kedua, adanya
wakil pekerja dalam jajaran direksi di perusahaan media.
8. Upah dan fasilitas kerja
a. Di media yang memiliki serikat pekerja sebagian besar
reponden (71.7%) mengatakan, mereka mendapatkan honor
di luar upah bulanan. Namun di media yang tidak memiliki
serikat pekerja lebih banyak responden (58.1%) yang mengaku
tidak mendapatkan honor di luar upah.
b. Terkait upah, meski semua responden menerimanya setiap
bulan namun hanya sekitar 30% responden saja yang menilai
upah tersebut baik atau sangat baik. Sekitar separuh responden
menilai upah yang mereka terima setiap bulannya biasa saja.
c. Temuan yang juga cukup mengagetkan, ternyata separuh lebih
Ringkasan Eksekutif
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
12
responden (60%) menilai upah yang mereka dapatkan dari
perusahaan tempatnya bekerja tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari.
9. Kondisi kerja dan beban kerja
a. Di atas 40% kelompok responden dari media yang memiliki
serikat menilai aturan-aturan seperti status pekerja, cuti, PHK
dan hak cipta sudah baik. Kecuali aturan mengenai jenjang
karier yang lebih banyak dinilai biasa saja oleh responden
(47.4%).
b. Yang menarik dari riset ini, ternyata tidak ada perbedaan beban
kerja di perusahaan responden dari media yang memiliki
serikat dengan perusahaan responden dari media yang tidak
mempunyai serikat pekerja.
13
DAFTAR ISI
Ringkasan Eksekutif
Daftar Isi
Daftar Grafik
Daftar Tabel
Bab 1 Pendahuluan
A. Latar belakang penelitian
B. Tujuan penelitian
C. Metode penelitian
D. Sampel dan responden
Bab 2 Profil Responden
A. Usia dan jenis kelamin
B. Bidang pekerjaan
C. Pendidikan
D. Lama bekerja
E. Keanggotaan di organisasi jurnalis
Bab 3 Keberadaan Serikat Pekerja di Perusahaan Media
A. Keberadaan serikat pekerja di tempat kerja
B. Persepsi terhadap keberadaan serikat pekerja
C. Keanggotaan serikat pekerja
D. Dukungan direksi/manajemen terhadap keberadaan
serikat pekerja
E. Hubungan serikat pekerja dengan manajemen
Bab 4 Pembentukan Serikat Pekerja
A. Persepsi terhadap pembentukan serikat pekerja
7131721252537393945454748484951515557
63667171
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
14
B. Dukungan terhadap pembentukan serikat pekerja
Bab 5 Permasalahan Pekerja dan Penyelesaiannya oleh Serikat
Pekerja
A. Permasalahan/keluhan pekerja di tempat kerja
B. Cara penyelesaian masalah
C. Serikat pekerja sebagai tempat menyampaikan keluhan
D. Kepuasan terhadap tindakan yang dilakukan serikat
pekerja
E. Kecepatan respons serikat pekerja terhadap keluhan
pekerja
F. Keberhasilan serikat pekerja dalam menyeleasikan
masalah
G. Penilaian terhadap penyelesaian masalah oleh serikat
pekerja
Bab 6 Perjuangan Serikat Pekerja
A Keaktifan perjuangan serikat pekerja
B. Kepuasan terhadap perjuangan serikat pekerja
C. Penilaian terhadap manfaat perjuangan serikat pekerja
D. Aspek yang diperjuangkan serikat pekerja
E. Penilaian terhadap efektivitas perjuangan serikat
pekerja
Bab 7 Aktivitas Serikat Pekerja
A. Penilaian terhadap keaktifan serikat pekerja
B. Aktivitas serikat pekerja
C. Pertemuan serikat pekerja
D. Iuran dalam serikat pekerja
72
777779808080
81
82
858585868889
95979799
105107
15
E. Frekuensi pertemuan serikat pekerja
F. Persepsi terhadap aktivitas serikat pekerja
G. Keaktifan pekerja dalam aktivitas serikat pekerja
Bab 8 Perjanjian Kerja Bersama
A. Penilaian terhadap Perjanjian Kerja Bersama
B. Aspek dalam Perjanjian Kerja Bersama
Bab 9 Kepemilikan Saham Kolektif
A. Penilaian terhadap kepemilikan saham kolektif
B. Aspek yang perlu diperjuangkan pada kepemilikan
saham kolektif
Bab 10 Pendapatan dan Fasilitas Kerja
A. Upah
B. Upah dan pemenuhan kebutuhan sehari-hari
C. Pendapatan sampingan
Bab 11 Kondisi Kerja dan Beban Kerja
A. Aturan kerja
B. Beban kerja
C. Berita yang tidak dimuat
D. Kondisi ruang redaksi
Bab 12 Kesimpulan Dan Rekomendasi
A. Kesimpulan
B. Rekomendasi
Daftar Isi
108110112115115118121122
125129130139145147147150157160163163167
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
16
17
DAFTAR GRAFIK
Grafik 2.1 Jenis kelamin
Grafik 2.2 Usia responden
Grafik 2.3 Posisi/jabatan di media
Grafik 2.4 Pendidikan
Grafik 2.5 Lama bekerja
Grafik 2.6 Keanggotaan di organisasi jurnalis
Grafik 2.7 Keanggotaan di organisasi jurnalis
Grafik 3.1 Keberadaan serikat pekerja
Grafik 3.2 Alasan serikat pekerja ada di perusahaan media
Grafik 3.3 Alasan serikat pekerja tidak ada di perusahaan
media
Grafik 3.4 Persepsi terhadap keberadaan serikat pekerja
Grafik 3.5 Alasan serikat pekerja penting
Grafik 3.6 Alasan serikat pekerja tidak penting
Grafik 3.7 Keanggotaan di serikat pekerja
Grafik 3.8 Alasan masuk serikat pekerja
Grafik 3.9 Lama keanggotaan di serikat pekerja
Grafik 3.10 Sistem keanggotaan dalam serikat pekerja
Grafik 3.11 Sistem keanggotaan dalam serikat pekerja
Grafik 3.12 Keharusan menjadi anggota serikat pekerja
Grafik 3.13 Alasan setuju
Grafik 3.14 Alasan tidak setuju
Grafik 3.15 Dukungan direksi/manajemen
464747484950505252
53545657575859606162626364
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
18
65
66697272737474
75767878797980
81828386878990
Grafik 3.16 Bentuk dukungan direksi/manajemen terhadap
serikat pekerja
Grafik 3.17 Direksi/manajemen tidak mendukung serikat
pekerja
Grafik 3.18 Mendukung serikat pekerja atau direksi
Grafik 4.1 Pembentukan serikat pekerja
Grafik 4.2 Dukungan pembentukan serikat pekerja
Grafik 4.3 Kesediaan menjadi pelopor
Grafik 4.4 Minat menjadi anggota serikat pekerja
Grafik 4.5 Alasan berminat menjadi anggota
Grafik 4.6 Alasan tidak berminat menjadi anggota serikat
pekerja
Grafik 4.7 Dukungan pekerja
Grafik 5.1 Permasalahan pekerja media
Grafik 5.2 Permasalahan pekerja media
Grafik 5.3 Permasalahan pekerja media
Grafik 5.4 Cara menyelesaikan masalah
Grafik 5.5 Apakah disampaikan ke serikat pekerja
Grafik 5.6 Penilaian kepuasan terhadap tindakan serikat
pekerja
Grafik 5.7 Kecepatan respons serikat pekerja
Grafik 5.8 Keberhasilan serikat pekerja
Grafik 6.1 Keaktifan perjuangan serikat pekerja
Grafik 6.2 Keanggotaan di organisasi jurnalis
Grafik 6.3 Manfaat perjuangan serikat pekerja
Grafik 6.4 Aspek yang diperjuangkan serikat pekerja
19
Grafik 6.5 Aspek yang menjadi prioritas perjuangan serikat
pekerja
Grafik 6.6 Efektivitas perjuangan serikat pekerja
Grafik 6.7 Alasan perjuangan serikat pekerja tidak efektif
Grafik 7.1 Keaktifan serikat pekerja
Grafik 7.2 Alasan serikat pekerja tidak aktif
Grafik 7.3 Frekuensi aktivitas serikat pekerja
Grafik 7.4 Iuran serikat pekerja
Grafik 7.5 Persepsi terhadap kegiatan serikat pekerja
Grafik 7.6 Keaktifan pekerja pada kegiatan serikat pekerja
Grafik 8.1 Penilaian terhadap kesepakatan kerja
Grafik 8.2 Alasan kesepakatan kerja dibuat individual
Grafik 8.3 Alasan kesepakatan kerja dibuat kolektif
Grafik 9.1 Apakah perlu saham kolektif
Grafik 9.2 Alasan tidak perlu saham kolektif
Grafik 9.3 Keanggotaan di organisasi jurnalis
Grafik 10.1 Upah
Grafik 10.2 Apakah upah yang diterima sesuai dengan beban
kerja
Grafik 10.3 Apakah upah mencukupi kebutuhan hidup sehari-
hari
Grafik 10.4 Apakah mempunyai pekerjaan sampingan
Grafik 10.5 Lebih besar upah atau pendapatan hasil pekerjaan
sampingan
Grafik 11.1 Rata-rata jam kerja dalam sehari
Grafik 11.2 Rata-rata hari kerja dalam seminggu
Daftar Grafik
949596989899
108111113116117118123124125133
137
140145
146152153
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
20
Grafik 11.3 Penilaian jam kerja ideal dalam sehari
Grafik 11.4 Penilaian rata-rata hari kerja ideal dalam seminggu
Grafik 11.5 Penilaian atas beban kerja
Grafik 11.6 Apakah punya kesempatan beraktivitas di luar
pekerjaan
Grafik 11.7 Apakah pernah membuat berita yang tidak disukai
Grafik 11.8 Apakah pernah membuat berita dan tidak dimuat
Grafik 11.9 Alasan berita yang tidak dimuat
154155155
156157158158
21
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Komposisi media dan responden survei
kuantitatif
Tabel 1.2 Komposisi media dan responden indepth interview
Tabel 3.1 Hal yang terdapat di perusahaan media
Tabel 3.2 Hal yang terdapat di perusahaan media
Tabel 5.1 Penyelesaian masalah oleh serikat pekerja
Tabel 6.1 Keberhasilan perjuangan serikat pekerja
Tabel 6.2 Kepuasan terhadap perjuangan serikat pekerja
atas aspek kesejahteraan pekerja
Tabel 7.1 Aktivitas yang dilakukan serikat pekerja
Tabel 7.2 Aktivitas yang dilakukan serikat pekerja
Tabel 7.3 Penilaian aktivitas yang dilakukan serikat pekerja
Tabel 7.4 Pernah mengikuti aktivitas serikat pekerja
Tabel 7.5 Penilaian manfaat mengikuti aktivitas serikat
pekerja
Tabel 7.6 Pertemuan yang dilakukan serikat pekerja
Tabel 7.7 Keikutsertaan pekerja dalam pertemuan serikat
pekerja
Tabel 7.8 Frekuensi pertemuan serikat pekerja membahas
masalah pekerja
Tabel 7.9 Frekuensi keikutsertaan dalam pertemuan tentang
masalah pekerja
Tabel 8.1 Aspek dalam kesepakatan bersama (ada serikat)
404167678491
93100101102103
104106
107
110
109118
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
22
Tabel 8.2 Aspek dalam kesepakatan bersama (tidak ada
serikat)
Tabel 9.1 Aspek yang diperjuangkan dalam kepemilikan
saham (ada serikat)
Tabel 9.2 Aspek yang diperjuangkan dalam kepemilikan
saham (tidak ada serikat)
Tabel 10.1 Upah
Tabel 10.2 Penilaian atas upah (ada serikat)
Tabel 10.3 Penilaian atas upah (tidak ada serikat)
Tabel 10.4 Rata-rata upah berdasarkan posisi/jabatan
Tabel 10.5 Upah berdasarkan wilayah
Tabel 10.6 Upah berdasarkan posisi/jabatan
Tabel 10.7 Upah berdasarkan kelompok umur
Tabel 10.8 Upah berdasarkan pendidikan terakhir
Tabel 10.9 Upah berdasarkan lama bekerja
Tabel 10.10 Penilaian kesesuian gaji dengan beban kerja
berdasarkan jenis kelamin, umur, jabatan, lama
bekerja dan wilayah
Tabel 10.11 Penilaian apakah upah mencukupi
Tabel 10.12 Penilaian apakah upah mencukupi berdasarkan
jenis kelamin, umur, jabatan, lama bekerja dan
wilayah
Tabel 10.13 Tunjangan kerja
Tabel 10.14 Penilaian terhadap fasilitas yang diterima (ada
serikat)
119
126
128130132132133134134135135136
137142
142142
143
23
Tabel 10.15 Penilaian terhadap fasilitas yang diterima (tidak
ada serikat)
Tabel 11.1 Aturan kerja (ada serikat)
Tabel 11.2 Penilaian aturan kerja (ada serikat)
Tabel 11.3 Aturan kerja (tidak ada serikat)
Tabel 11.4 Beban kerja (ada serikat)
Tabel 11.5 Beban kerja (tidak ada serikat)
Tabel 11.6 Tindakan redaktur atas berita yang tidak dimuat
(ada serikat)
Tabel 11.7 Tindakan redaktur atas berita yang tidak dimuat
(tidak ada serikat)
Tabel 11.8 Kondisi ruang redaksi (ada serikat)
Tabel 11.9 Kondisi ruang redaksi (tidak ada serikat)
Daftar Tabel
144148153154153154
159
160161162
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
24
25
A. Latar belakang penelitian
Siang itu, Kamis, 13 Maret 2010, mestinya menjadi titik balik
yang memberi harapan bagi Budi Laksono, Ketua Serikat Pekerja Suara
Pembaruan. Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Jakarta memutuskan
kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh PT Media Interaksi Utama
(MIU) terhadap Budi tidak sah dan batal demi hukum.
Budi, yang sudah mengabdi selama 18 tahun di Suara Pembaruan,
dipecat tak lama setelah mendirikan serikat pekerja di kantornya. Sejumlah
pekerja Suara Pembaruan sepakat membentuk serikat pekerja untuk
mengantisipasi berbagai rencana manajemen, setelah terjadi perubahan
status kepemilikan perusahaan tersebut.
Bab 1 Pendahuluan
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
26
Reaksi manajemen seperti perkiraan Budi dan kawan-kawan.
Manajemen meminta pekerja yang menjadi pengurus serikat untuk
memilih, bergabung dengan serikat pekerja atau tetap dengan perusahaan.
Tak ayal, mereka yang memilih aktif di serikat pekerja mendapat sanksi.
Ada yang diturunkan jabatannya dari redaktur menjadi reporter, ada pula
yang diturunkan gajinya. Yang paling sial, ya, Budi. Ia dipecat dari Suara
Pembaruan.
Budi dan kawan-kawan sempat mengadukan perlakuan
manajemen kepada Dinas Tenaga Kerja Jakarta Timur. Mediasi di Dinas
memenangkan Budi dan rekan-rekannya, serta meminta perusahaan kembali
mempekerjakan Budi. Namun, perusahaan tidak mematuhi rekomendasi
Dinas Tenaga Kerja, sampai akhirnya kasus ini bergulir masuk ke Pengadilan
Hubungan Industrial.
Saat membacakan putusannya, Ketua Majelis Hakim PHI Jakarta,
Sapawi, menyatakan, hubungan kerja antara PT MIU dengan Budi belum
putus. Budi harus dipekerjakan kembali seperti semula sebagai wartawan
harian sore Suara Pembaruan.“Tindakan PHK tidak sah secara hukum,” ujar
Sapawi yang didampingi dua hakim anggota, Juanda Pangaribuan dan M.
Sinufa Zebua.
Menurut hakim, pemecatan sepihak Budi bertentangan dengan
ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan. Selain meminta Budi dipekerjakan kembali, Majelis
Hakim menghukum PT MIU agar membayar gaji Budi sejak Maret 2009
dan membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp 200 ribu per hari jika
manajemen Suara Pembaruan melalaikan putusan tersebut.
Menanggapi putusan Majelis Hakim, Budi Laksono
27
mengaku lega. Selama ini, pimpinan PT MIU selalu sesumbar
bahwa perusahaan tidak bisa dikalahkan karena memiliki banyak
uang. “Ternyata masih ada keadilan di negeri ini yang tidak
bisa dibeli. Putusan ini mematahkan arogansi perusahaan,” ujar Budi.
Perjuangan panjang Budi di jalur hukum memang telah
membuahkan hasil. Tapi, upaya Budi untuk memperoleh haknya tampaknya
masih harus memakan waktu panjang. Pasalnya, perusahaan tempat dia
bekerja berkukuh bahwa pemberhentian itu sudah sesuai peraturan.
“Kami akan mengajukan kasasi,” kata pengacara Suara Pembaruan, Andi
Simangunsong seperti dikutip majalah Tempo edisi 29 Maret-4 April 2010.
Kasus serupa juga terjadi di stasiun televisi Indosiar. Dengan
alasan perusahaan terus merugi, manajemen memecat sepihak sekitar
200 pekerjanya. Manajemen juga menskorsing pekerja yang berunjuk rasa
saat Indosiar merayakan ulang tahun pada Januari lalu. Saat itu, mereka
memprotes kebijakan perusahaan yang tidak menaikkan gaji pekerja sejak
2004. Juru bicara perusahaan, Gufron Sakaril, mengatakan perusahaannya
tengah melakukan efisiensi dengan restrukturisasi usaha dan bisnis.
Untuk menuntut hak dan merespons kebijakan perusahaan, pada
21 April 2008, sekitar 750 orang karyawan Indosiar mendeklarasikan
berdirinya Serikat Karyawan (Sekar) Indosiar. Tapi, tak lama setelah Sekar
berdiri, perusahaan menyokong pendirian serikat pekerja tandingan, Serikat
Karyawan (Sekawan) Indosiar.
Sejak saat itu pula, upaya pengembosan atas serikat pekerja versi
pekerja terus terjadi. Manajer bidang pengamanan (security), misalnya,
secara terang-terangan meminta anak buahnya tidak bergabung dengan
Sekar. Pada saat hampir bersamaan, pimpinan unit pemeliharaan memanggil
Bab 1 Pendahuluan
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
28
satu per satu bawahannya. Hal yang sama dilakukan pimpinan unit art
(seni) di Indosiar. Pesannya sama: agar pekerja bergabung dengan serikat
yang disokong perusahaan. Akibatnya bisa ditebak. Satu per satu anggota
Sekar mundur teratur. Terakhir, pekerja Indosiar yang bertahan di Sekar
tingal 300-an orang.
Namun, semua itu tak menyurutkan langkah aktivis Sekar
untuk memperjuangkan kesejahteraan anggotanya. Berkali-kali mereka
mengajukan permohonan agar perusahaan menyesuaikan gaji karyawan,
paling tidak sesuai laju inflasi tahunan yang jika diakumulasi dari 2004
hingga 2008 saja sudah mencapai 52,82 persen. Namun, semua itu tak
membuahkan hasil.
Pada 7 Januari 2010, aktivis Sekar mengadukan kasusnya
kepada Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Muhaimin Iskandar.
Setelah itu, mereka mengadukan kasusnya ke Komisi Nasional
Hak Asasi Manusia dan Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat.
Selain menolak pemecatan sepihak, mereka pun kembali menyuarakan
pentingnya peningkatan kesejahteraan dan perbaikan kondisi kerja.
Dari lembaga negara dan lembaga kuasi negara itulah para aktivis Sekar
mendapatkan dukungan. Meskipun, perkembangan terakhir sampai laporan
ini ditulis, Ketua Sekar, Dicky Irawan; Sekretaris Sekar , Yanri Silitonga, dan
seluruh pengurus Sekar menerima skorsing dari manajemen. Dalihnya, para
aktivis Sekar tidak mau menandatangani surat pemutusan hubungan kerja.
Dua kasus paling anyar ini menunjukkan betapa upaya pekerja
memperjuangkan hak-haknya melalui serikat pekerja tidaklah mudah. Pihak
perusahaan umumnya masih alergi dengan keberadaan serikat pekerja, tak
terkecuali di perusahaan media. Perusahaan kebanyakan belum menganggap
29
serikat pekerja sebagai salah satu pemangku kepentingan yang mestinya bisa
diajak bersama-sama membangun perusahaan demi kesejahteraan bersama.
Akibatnya, pintu untuk dialog, berunding, atau berembuk kerap dikunci
sebelum pernah dibuka.
Divisi Serikat Pekerja Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia
mencatat sejumlah pola bagaimana perusahaan mencoba mematahkan
perjuangan pekerja media melalui serikat pekerja:
1. Menghalang-halangi pekerja untuk bergabung di dalam serikat
Sering ditemui manajemen melarang pekerjanya untuk bergabung
di dalam serikat. Selalu dipropagandakan, serikat pekerja tukang
menuntut, membuat hubungan kerja tidak harmonis, dan lain
sebagianya. Intinya, ada upaya untuk memberi stigma bahwa
serikat pekerja adalah perongrong perusahaan.
2. Mengintimidasi
Jika penghalang-halangan tidak berhasil, upaya lanjutan yang
sering dilakukan adalah mengintimidasi pekerja. Saat bergabung
dalam serikat, pekerja diancam tidak mendapatkan kenaikan gaji,
tidak mendapatkan bonus, tunjangan, tidak naik pangkat, diputus
kontrak kerjanya, dan lain sebagainya. Bahkan dijumpai pula ada
perusahaan yang menggunakan aparat kepolisian untuk menakut-
nakuti agar pekerjanya di bagian security tidak bergabung menjadi
anggota serikat.
3. Memutasi pengurus atau anggota serikat
Untuk memecah kekuatan serikat, sering pula dilakukan tindakan
mutasi atau pemindahan kerja secara sepihak. Kasus semacam ini
Bab 1 Pendahuluan
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
30
umumnya dilakukan ketika serikat pekerja sedang memperjuangkan
hak-hak pekerja. Tak tanggung-tanggung, kadang mutasi dilakukan
hingga ke luar pulau. Tujuannya jelas, selain untuk melemahkan
serikat juga untuk menghancurkan mental pekerja-karena ia juga
akan jauh dengan keluarganya.
4. Memutus hubungan kerja
Ini cara lama tapi masih menjadi tren hingga sekarang. Anggota
serikat yang sering menjadi korban dari modus ini adalah yang
berstatus karyawan kontrak. Dengan risiko hukum kecil dan biaya
murah (tidak perlu mengeluarkan pesangon gede), tindakan ini
kerap dijadikan pilihan favorit pihak manajemen. Dampaknya,
pekerja tidak berani lagi untuk bergabung dalam serikat pekerja
dan lambat-laun serikat pun menjadi gembos.
5. Membentuk serikat boneka
Upaya ini dilakukan untuk menandingi keberadaan serikat pekerja
sejati. Tujuannya agar pekerja menjadi bingung, mau memilih
serikat yang mana. Serikat boneka ini umumnya dikendalikan
penuh oleh manajemen, termasuk orang-orang yang menjadi
pengurusnya. Cara mengenali serikat model ini sangat gampang.
Biasanya mereka mendapatkan kemudahan dalam menjalankan
aktivitasnya, sementara serikat sejati selalu dihambat saat akan
melakukan aktivitas. Tak terkecuali tidak mendapatkan izin untuk
melakukan rapat di kantor.
6. Menolak diajak berunding PKB
Saat diajak berunding dalihnya macam-macam. Kadang manajemen
beralasan mau mengecek dulu apakah anggota serikat sudah
31
memenuhi syarat 50%+1 dari total pekerja, kadang malah tidak
mau berunding karena di dalam perusahaan terdapat dua serikat
pekerja. Padahal kita tahu serikat yang satu adalah serikat boneka
yang selalu membeo kepada perusahan. Semua itu bertujuan agar
pekerja tidak memiliki Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
7. Membuat peraturan perusahaan sepihak
Walaupun sudah ada serikat pekerja tapi tetap tidak diakui
keberadaannya. Bahkan, kalau perlu manajemen membuat
pernyataan palsu kepada Dinas atau Kementerian Tenaga Kerja
bahwa di perusahaannya tidak terdapat serikat pekerja. Sehingga
dengan demikian peraturan perusahaan pun langsung disahkan
dan diberlakukan.
Berbagai tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai
union busting (pemberangusan serikat pekerja). Menurut pasal 43
ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat
Pekerja/Buruh, “Barang siapa menghalang-halangi aktivitas yang
terkait dengan serikat pekerja, dapat dikenai sanksi pidana penjara
paling singkat satu tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100
juta, dan paling banyak Rp 500 juta.”
Bayangkan saja, jika berjuang secara kolektif lewat serikat pekerja
saja menemui banyak kendala, apalagi jika pekerja berjuang secara individual.
Manajemen akan dengan mudah mematahkan dan menyingkirkan individu-
individu yang mereka anggap rewel dan tidak memiliki basis dukungan.
Betapapun banyak kendalanya, upaya meningkatkan kesejahteraan
pekerja secara keseluruhan akan lebih efektif dilakukan secara kolektif
Bab 1 Pendahuluan
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
32
melalui serikat pekerja. Lewat serikat pekerja dukungan internal bisa
digalang sehingga posisi tawar pun bisa terkerek lebih tinggi.
Hal lain yang perlu dicatat, perjuangan lewat serikat pekerja bukan
perjuangan liar.Undang-undang menjamin ruang perjuangan tersebut.
Karena itu, sepanjang berada dalam koridor undang-undang, upaya para
aktivis serikat pekerja kerap mendapat dukungan dari pihak luar, seperti
parlemen dan Komnas HAM.
Perkembangan positif lain, saat ini di Indonesia sudah berdiri
Federasi Serikat Pekerja Media Independen, wadah yang secara khusus
menghimpun serikat pekerja di sektor media massa. Keberadaan federasi
yang pendiriannya difasilitasi AJI ini mestinya bisa menambah daya ungkit
perjuangan serikat pekerja serta memperkuat solidaritas kepada sesama
pekerja media. Dalam kasus Indosiar dan Suara Pembaruan, misalnya,
Federasi ini memberi dukungan penuh kepada serikat pekerja.
Namun, harus diakui, pertumbuhan serikat pekerja media di
Indonesia masih sangat lamban, bahkan jika dibandingkan serikat pekerja
di sektor industri lainnya. Hingga saat ini, tercatat hanya 27 media yang
mempunyai serikat pekerja. Jumlah ini sangat sedikit dibandingkan dengan
jumlah media cetak dan elektronik di seluruh Indonesia yang berjumlah
2.314. Rinciannya sebanyak 1.008 media cetak, 1.297 radio, 79 stasiun
televisi, dan belum lagi belasan media online yang terus bertumbuh.
Divisi Serikat Pekerja AJI Indonesia juga mengidentifikasi sejumlah
faktor yang menyebabkan lambannya pertumbuhan serikat pekerja sektor
media tersebut, yakni:
33
1. Problem ”kelas” yang belum tuntas
Selama ini mayoritas jurnalis masih mengidentifikasikan dirinya
sebagai kelompok profesional dan eksklusif. Mereka merasa enggan
untuk dikelompokkan menjadi bagian dari kelas buruh. Latar
belakang pendidikan tinggi, kemudahan akses dalam kerja-kerja
jurnalistik, penampilan yang keren dan mentereng adalah beberapa
faktor yang membuat kalangan jurnalis makin membenamkan
dirinya sebagai kelas white collar.
2. Masih bertumpu pada jurnalis
Dalam kepengurusan sebuah serikat pekerja media, jurnalis masih
dianggap sebagai kelompok “kasta brahmana”. Poros sebuah
serikat kerap ditumpukan sepenuhnya kepada kelompok ini.
Sementera pekerja pada bagian lain (administrasi, percetakan,
sirkulasi, marketing, sopir, dll) kerap menempatkan dirinya
sebagai kelompok kasta di bawahnya. Karena itu, dalam pemilihan
pengurus, mayoritas anggota kerap terilusi untuk menempatkan
jurnalis sebagai tumpuan kekuatan di dalam serikat. Mereka
menunggu kepemimpinan dari divisi redaksi atau jurnalis. Padahal,
idealnya, komposisi kepengurusan serikat pekerja media berasal
dari semua lini produksi sehingga kekuatan solidaritasnya bisa
lebih maksimal dan merata.
3. Stigma negatif serikat pekerja
Kerap dilekatkan cap: serikat pekerja-termasuk aktivisnya-adalah
tukang bikin kisruh di perusahaan, suka menuntut dan membuat
disharmoni hubungan kerja. Kerap digambarkan aktivis serikat
juga cenderung jeblok di dalam pekerjaannya. Di samping itu
Bab 1 Pendahuluan
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
34
belum banyaknya contoh kemenangan yang berhasil diraih serikat
pekerja media membuat mayoritas pekerja media enggan untuk
bergabung dalam sebuah serikat. Mereka menganggap belum ada
manfaat konkret berjuang melalui serikat.
4. Lemah secara manajemen dan organisasional
Tak adanya rapat reguler, minimnya perumusan agenda dan
program, hingga lemahnya administrasi keuangan serikat pekerja
media membuat mayoritas anggota mengalami demoralisasi.
Mereka merasa tidak memperoleh keuntungan bergabung dalam
sebuah serikat pekerja. Hal ini tak hanya menyebabkan matinya
serikat, tapi juga merontokkan mental pekerja media.
5. Sanksi dari manajemen
Sanksi yang kerap terjadi pada aktivis maupun anggota serikat
pekerja media adalah mutasi dan penghambatan jenjang karier.
Terkadang manajemen juga memutus kontrak kerja orang-orang
yang teridentifikasi menjadi anggota serikat. Hal ini kian membuat
pekerja media menjadi takut untuk bergabung dalam sebuah
serikat.
6. Rendahnya pembelaan dan solidaritas di dalam serikat
Minimnya pengalaman dan kemampuan bernegosiasi sering
membuat pengurus serikat pekerja media menghindari terlibat
konflik secara langsung dengan manajemen. Akibatnya ketika ada
anggota yang mengadukan masalah, pengurus serikat tak mampu
membantu dan mengadvokasi anggotanya.
7. Terpisah dalam teritori tertentu
Hal ini sering dijumpai pada perusahaan media yang sukses
35
mengembangkan ekspansi bisnis. Contohnya, selain menerbitkan
media, perusahaan tersebut juga memiliki percetakan sendiri.
Lokasi unit usaha pun dibuat berjauhan. Pemisahan teritori unit
usaha ini menyebabkan pekerja di bagian redaksi dan percetakan
tidak mampu bersatu dan cenderung memilih mendirikan serikat
sendiri-sendiri. Padahal jika kedua basis ini disatukan dalam sebuah
serikat, tentunya akan melahirkan kekuatan besar. Apalagi unit
percetakan media adalah jantung produksi dari perusahaan media
(cetak).
8. Tuntutan kerja tinggi
Tuntutan ekspansi perusahaan sering berimbas pada tuntutan
kerja yang semakin tinggi. Situasi seperti ini membuat lemahnya
konsolidasi dan kerja-kerja organisasi. Tanpa militansi yang tinggi
dari para aktivisnya, kisah sukses serikat pekerja media hanya akan
menjadi tinggal cerita.
9. Bimbang atas pilihan loyalitas
Pekerja media sering merasa bimbang: harus loyal kepada
perusahaan atau kepada serikat pekerja. Jika organisasi serikat kuat
memegang teguh fungsinya, tentu kebimbangan seperti ini akan
dengan mudah bisa dijawab. Sebaliknya bila organisasinya lemah
maka dengan sedikit propaganda hitam saja bisa dipastikan pekerja
media akan menjauhi bahkan meninggalkan serikat.
10. Lemahnya kaderisasi
Ini problem usang yang tak kunjung terpecahkan penyelesaiannya.
Tidak banyak muncul kader-kader baru. Dapat dipastikan, dalam
forum-forum serikat pekerja media, yang sering muncul adalah
Bab 1 Pendahuluan
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
36
wajah-wajah lama. Tanpa adanya kaderisasi, cepat atau lambat akan
membuat serikat pekerja mati.
Dari pemetaan problem di atas terlihat bahwa di luar sikap
manajemen media yang masih kurang terbuka dengan serikat pekerja,
kehadiran dan keaktifan serikat pekerja juga ditentukan oleh kalangan jurnalis
dan pekerja media sendiri. Apakah serikat pekerja memang dianggap sebagai
kebutuhan oleh jurnalis atau tidak. Hingga saat ini, belum ada penelitian
yang secara empiris menunjukkan bagaimana jurnalis menilai kehadiran
serikat pekerja. Apakah jurnalis menganggap serikat pekerja penting. Jika
penting, apa harapan mereka terhadap kehadiran serikat pekerja. Dan
apabila dirasakan tidak penting, apa alasannya, dan sebagainya.
Survei ini ingin menggambarkan bagaimana penilaian jurnalis
terhadap kehadiran serikat pekerja. Agar ada perbandingan, survei ini
menyertakan jurnalis dari media yang memiliki serikat pekerja juga jurnalis
di media yang tidak atau belum mempunyai serikat pekerja. Dari survei ini
akan didapatkan data bagaimana pandangan jurnalis terhadap serikat pekerja.
Untuk jurnalis di media yang memiliki serikat pekerja, akan ditanyakan
kepuasan mereka terhadap kehadiran serikat pekerja. Harapan dan peran
apa yang diharapkan akan dilakukan oleh serikat pekerja. Sementara untuk
jurnalis di media yang tidak terdapat serikat pekerja akan ditanyakan apakah
mereka mempunyai keinginan membentuk serikat pekerja di medianya. Dari
dua sisi sudut pandang ini setidaknya akan semakin memperluas penelitian
tentang survei pekerja media ini.
37
B. Tujuan penelitian
Survei ini ingin mendapatkan data mengenai penilaian jurnalis
terhadap serikat pekerja, baik dari jurnalis yang medianya memiliki serikat
pekerja maupun yang belum atau tidak terdapat serikat pekerja. Detail
informasi yang digali dalam survei ini adalah sebagai berikut:
1. Media yang mempunyai serikat pekerja
a. Penilaian umum terhadap serikat pekerja. Bagaimana pendapat
jurnalis terhadap serikat pekerja; apakah serikat pekerja memang
dibutuhkan oleh jurnalis; apakah menurut jurnalis setiap media
seharusnya mempunyai serikat pekerja.
b. Peran serikat pekerja. Bagaimana pendapat jurnalis mengenai
peran yang sebaiknya dijalankan oleh serikat pekerja; apakah
sebaiknya serikat pekerja hanya memperjuangkan kesejahteraan
jurnalis atau juga memperjuangkan hal lain, misalnya melakukan
advokasi terhadap pekerja, peningkatan profesionalisme pekerja
dan sebagainya; setuju atau tidak menjalin hubungan dengan
serikat pekerja lain (misalnya, dalam bentuk federasi serikat pekerja
media) ataukah serikat pekerja media sebaiknya hanya mengurusi
masalah internal di medianya masing-masing.
c. Penilaian terhadap serikat pekerja media di tempat kerja.
Apakah responden mengetahui adanya serikat pekerja; apakah
mengetahui kegiatan-kegiatan serikat pekerja; bagaimana penilaian
terhadap serikat pekerja di media masing-masing; apakah serikat
pekerja sudah menjalankan peran sesuai dengan harapan; apa
harapan terhadap peran serikat pekerja media; peran apa yang
Bab 1 Pendahuluan
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
38
diharapkan akan dilakukan oleh serikat pekerja media.
d. Kepuasan terhadap serikat pekerja media di tempat kerja.
Seberapa puas dengan kinerja serikat pekerja di media masing-
masing; bagaimana kepuasan jurnalis dengan perjuangan yang
telah dilakukan oleh serikat pekerja; dan sebagainya.
2. Media yang tidak atau belum mempunyai serikat pekerja
a. Penilaian umum terhadap serikat pekerja. Bagaimana pendapat
jurnalis terhadap serikat pekerja; apakah serikat pekerja memang
dibutuhkan oleh jurnalis; apakah menurut jurnalis setiap media
seharusnya mempunyai serikat pekerja.
b. Hambatan membentuk serikat pekerja. Apakah jurnalis
menginginkan adanya serikat pekerja di media tempat mereka
bekerja; mengapa hingga saat ini belum ada serikat pekerja
media di tempat mereka bekerja; apakah pernah ada upaya untuk
membentuk serikat pekerja; apakah ada hambatan dari manajemen
yang membatasi pembentukan serikat pekerja.
c. Kepentingan jurnalis. Jika saat ini belum ada serikat pekerja,
bagaimana kepentingan jurnalis dan pekerja lainnya selama ini
diperjuangkan; bagaimana mekanisme yang biasa dilakukan
jika terjadi konflik antara jurnalis dengan manajemen media;
bagaimana konflik itu selama ini diselesaikan; misalnya apakah ada
forum antara pekerja dan manajemen untuk menyelesaikan konflik
yang mungkin terjadi.
d. Peran serikat pekerja. Jika nantinya terdapat serikat pekerja di
tempat mereka bekerja, peran apa yang diharapkan dijalankan
oleh serikat pekerja; apakah sebaiknya serikat pekerja
39
hanya memperjuangkan kesejahteraan jurnalis ataukah juga
memperjuangkan hal lain misalnya melakukan advokasi terhadap
semua pekerja, peningkatan profesionalisme jurnalis dan
sebagainya; apakah setuju atau tidak menjalin hubungan dengan
serikat pekerja lain (misalnya, dalam bentuk federasi serikat pekerja
media) ataukah serikat pekerja media sebaiknya hanya mengurusi
internal di media masing-masing.
C. Metode penelitian
Survei ini dilakukan dengan menggunakan pertanyaan terstruktur
(kuesioner). Survei ini bersifat eksploratif, berusaha menggambarkan
sebanyak mungkin berbagai masalah berdasarkan pendapat jurnalis.
Populasi dari survei ini adalah semua jurnalis yang bekerja di tujuh kota di
Indonesia, yakni Jakarta, Aceh, Medan, Lampung, Bandung, Surakarta, dan
Palu. Jurnalis dalam survei ini didefinisikan sebagai individu yang bekerja
mencari, mengolah dan mempublikasikan berita di suatu media. Pekerja
administrasi atau staf keuangan di satu media tidak dimasukkan dalam
survei ini. Seorang jurnalis freelance juga tidak dimasukkan dalam survei.
Wawancara dilakukan secara langsung (face to face interviews), di mana
pewawancara mendatangi langsung responden terpilih. Untuk menjamin
wawancara dilakukan secara benar, dilakukan spot check, sebanyak 20% dari
jumlah sampel.
D. Sampel dan responden
Teknik penarikan sampel yang dipakai dalam survei ini adalah
teknik acak klaster (cluster random sampling). Teknik penarikan sampel acak
Bab 1 Pendahuluan
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
40
klaster ini dipakai karena dua kondisi. Pertama, tidak tersedia kerangka
sampel (sampling frame) yang bisa dijadikan sebagai dasar dalam penarikan
sampel acak (random). Kerangka sampel yang dimaksud adalah sebuah
daftar yang memuat nama-nama jurnalis di semua media yang ada di tujuh
kota yang menjadi wilayah survei ini. Jumlah sampel dalam survei ini adalah
sebanyak 192 responden survei dan 27 responden indepth interview. Dengan
jumlah sampel sebesar ini, tingkat kesalahan (sampling error) dalam survei ini
adalah ± 6,62% pada interval kepercayaan 95,0%. Artinya derajat perbedaan
antara 95,0% hasil survei dengan populasi diperkirakan plus minus 6,62%.
Tabel 1.1 Komposisi Media dan Responden Survei Kuantitatif
Media Memiliki Serikat Pekerja Media Tanpa Serikat Pekerja
Wilayah Dki Jakarta (= 124 Responden)
1. Kompas 4 19. Rakyat Merdeka 4
2. Republika 4 20. Indo Pos 4
3. Bisnis Indonesia 4 21. Sinar Harapan 4
4. Jakarta Post 4 22. Pos Metro* -
5. Warta Kota 4 23. Pos Kota 4
6. Kontan 4 24. Media Indonesia 4
7. Koran Tempo 4 25. Berita Kota 4
8. Swa Sembada 4 26. Gatra 4
9. Suara Pembaruan 4 27. ScTv 4
10. Antv 4 28. Trans Tv 4
11. TPI 4 29. Metro Tv 4
12. RcTI 4 30. Tv One 4
13. Indosiar 4 31. Delta Fm 4
14. Detik.com 4 32. Sonora Fm 4
15. Hukumonline.com 4
16. Kantor Berita Antara 4
41
17. Kantor Berita Radio 68 H 4
18. Smart FM Jakarta 4
Wilayah Bandung (= 8 Responden)
1. Pikiran Rakyat Bandung 4 2. Tribun Jabar 4
Wilayah Surakarta (= 8 Responden)
1. Solo Pos 4 2. Radar Surakarta 4
Wilayah Medan (= 28 Responden)
1. Sumut Post 4 5. Waspada 4
2. Medan Bisnis 4 6. Sinar Indonesia Baru 4
3. Analisa 4 7. Medan Pos 4
4. Smart FM Medan 4
Wilayah Lampung (= 8 Responden)
1. Lampung Tv 4 2. Lampung Pos 4
Wilayah Palu (= 8 Responden)
1. Harian Mercusuar Palu 4 2. Radar Sulteng 4
Wilayah Aceh (= 8 Responden)
1. Harian Aceh Independen 4 2. Serambi Indonesia 4
Total 7 Kota (= 192 Responden)
Media Memiliki SP (= 108 Reponden) Media Tidak Ada SP (= 84 Reponden)
*Harian Pos Metro yang awalnya ditargetkan disurvei ternyata sudah tidak terbit lagi.
Tabel 1.2 Komposisi Media dan Responden “Indepth Interview”
No. Kota Wilayah Media Memiliki SP Media Tidak Ada SP
1. DKI Jakarta 8 5
2. Banda Aceh 2 2
3. Medan 1 1
4. Lampung 1 1
5. Bandung 1 1
6. Surakarta 1 1
7. Palu 1 1
Total 15 12
Bab 1 Pendahuluan
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
42
Karena daftar nama tidak tersedia, penarikan sampel acak sederhana
(simple random sampling) tidak bisa dipakai. Kedua, kalaupun daftar nama
jurnalis itu tersedia masih diragukan akurasinya. Di samping tidak memuat
nama semua jurnalis, daftar itu acapkali tidak up to date. Karena tiadanya
daftar nama jurnalis tersebut, maka penarikan sampel klaster adalah
alternatif penarikan sampel yang mungkin dilakukan.
Sesuai dengan namanya, penarikan sampel ini didasarkan pada
gugus (klaster). Asumsinya, individu adalah bagian dari gugus atau klaster
tertentu. Kerangka sampel berupa daftar nama individu memang tidak
tersedia, tetapi daftar kelompok (gugus) itu pasti tersedia. Karena itu yang
dilakukan oleh peneliti adalah menarik sampel dari gugus atau klaster itu.
Kemudian dari gugus itu ditarik individu. Dalam survei ini, gugus yang
dimaksud adalah media tempat jurnalis bekerja. Dan daftar nama media di
tujuh kota pasti tersedia. Adapun tahapan penarikan sampel klaster adalah
sebagai berikut:
1. Memilih Primary Sampling Unit (PSU) media
Peneliti memilih media di masing-masing kota. Media yang
$$
$$
$$ $$
MEDIA X
MEDIA Y
MEDIA Z
43
diambil diklasifikasikan ke dalam media yang mempunyai serikat
pekerja dan media yang tidak mempunyai serikat pekerja. Dengan
cara ini diharapkan bisa dibuat perbandingan penilaian jurnalis
yang bekerja di media yang terdapat serikat pekerja dan yang tidak
mempunyai serikat pekerja. Untuk media yang mempunyai serikat
pekerja diambil semua sebagai sampel. Total terdapat 27 media
di tujuh kota yang mempunyai serikat pekerja. Sementara untuk
media yang tidak mempunyai serikat pekerja diambil sampel 23
media. Sehingga total ada 50 media di tujuh kota yang diambil
sebagai sampel. Media yang terpilih itu ditempatkan sebagai
Primary Sampling Unit (PSU).
2. Mendata jurnalis di PSU terpilih dan memilih secara acak (random)
wartawan yang akan menjadi sampel
Setelah PSU terpilih, pewawancara (interviewer) mendatangi
masing-masing PSU tersebut. Pewawancara mendata nama semua
jurnalis yang ada di media terpilih.
3. Mengambil secara acak (random) jurnalis di media sampel
Dengan menggunakan lembar yang telah disediakan, pewawancara
memilih secara random (acak) jurnalis yang terpilih sebagai
sampel. Jumlah responden yang diambil di masing-masing media
ditetapkan sebanyak empat orang jurnalis.
Bab 1 Pendahuluan
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
44
45
RESPONDEN yang menjadi sampel dalam survei ini didesain menjadi dua
kelompok responden. Pertama, kelompok yang memiliki serikat pekerja,
yakni responden yang bekerja sebagai pekerja tetap di perusahaan media
yang terdapat serikat pekerja. Kedua, kelompok yang tidak memiliki
serikat pekerja, yaitu mereka yang bekerja sebagai pekerja tetap di
perusahaan media yang tidak memiliki serikat pekerja.
A. Usia dan jenis kelamin
Secara keseluruhan, responden dalam survei ini lebih banyak laki-
laki (85%) dibandingkan dengan perempuan (15%). Tidak ada perbedaan
signifikan perbandingan jenis kelamin responden di media yang memiliki
Bab 2 Profil Responden
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
46
serikat pekerja dengan media yang tidak memiliki serikat pekerja.
Grafik 2.1 Jenis Kelamin
Base: Ada Serikat Pekerja & Tidak Ada Serikat Pekerja (N= 192)
“Jenis kelamin responden”
Terkait usia, sebagian besar responden berada dalam rentang usia
antara 26-35 tahun, baik di media yang memiliki serikat pekerja maupun
yang tidak memiliki serikat pekerja. Hanya sebagian kecil responden yang
tergolong berusia tua maupun di bawah 25 tahun.
Laki-laki, 85.0%
Perempuan, 15.0%
86.0%
14.0%
83.9%
16.1%
Laki-laki Perempuan
Ada Serikat Pekerja Tidak Ada Serikat Pekerja
47
Grafik 2.2 Usia Responden
Base: Ada Serikat Pekerja & Tidak Ada Serikat Pekerja (N= 192)
“Usia responden”
B. Bidang pekerjaan
Responden dalam survei ini sebagian besar bekerja sebagai
reporter/fotografer. Posisi atau jabatan responden yang juga cukup banyak
dalam survei ini adalah redaktur. Paling sedikit adalah sebagai koordinator
reportase.
Grafik 2.3 Posisi/Jabatan di Media
Base: Ada Serikat Pekerja & Tidak Ada Serikat Pekerja
“Jabatan/posisi Anda di media?”
44.0%
34.0%
12.0% 10.0%
0.0%
57.1%
22.0%
11.0% 8.8%1.1%
26-35 tahun 36-45 tahun 46-55 tahun 17-25 tahun 56-65 tahun
Ada Serikat Pekerja Tidak Ada Serikat Pekerja
59.8%
10.3%
4.6%
23.0%
2.3%
76.3%
1.1%
1.1%
11.8%
9.7%
Reporter/fotografer
Penanganggung jawab rubrik
Koordinator reportase
Redaktur
Redaktur pelaksana
Ada Serikat Pekerja Tidak Ada Serikat Pekerja
Bab 2 Profil Responden
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
48
C. Pendidikan
Sementara untuk tingkat pendidikan, sebagian besar responden
(80%) adalah sarjana. Selebihnya, rata di antara mereka yang lulusan SLTA,
akademi dan pascasarjana.
Grafik 2.4 Pendidikan
Base: Ada Serikat Pekerja & Tidak Ada Serikat Pekerja (N= 192)
“Pendidikan terakhir”
D. Lama kerja
Di media yang memiliki serikat pekerja, responden dalam survei
ini paling banyak (27%) telah bekerja lebih dari 10 tahun. Sementara
di media yang tidak memiliki serikat pekerja, responden paling banyak
(22.8%) adalah mereka yang bekerja 3-4 tahun. Responden paling sedikit
adalah responden yang bekerja kurang dari satu tahun. Artinya sebagian
besar responden sudah cukup lama bekerja di media tempat mereka bekerja
sekarang ini.
80.0%
7.0% 7.0% 6.0%
82.8%
7.5% 8.6%1.1%
Tamat Sarjana Tamat SLTA Tamat Akademi
Tamat PascaSarjana ( S2)
Ada Serikat Pekerja Tidak Ada Serikat Pekerja
49
Grafik 2.5 Lama Bekerja
Base: Ada Serikat Pekerja & Tidak Ada Serikat Pekerja (N= 192)
“Lama kerja”
E. Keanggotaan di organisasi jurnalis
Hal yang sangat menarik untuk diketahui dari profil responden
dalam survei ini adalah apakah mereka juga menjadi anggota di organisasi
jurnalis. Apakah ada perbedaan antara mereka yang bekerja di media yang
memiliki serikat pekerja dengan mereka yang bekerja di media yang tidak
memiliki serikat pekerja. Ternyata di media yang ada serikat pekerja lebih
banyak yang menjadi anggota organisasi jurnalis, meskipun separuh dari
mereka menyatakan tidak aktif. Sementara di media yang tidak ada serikat
pekerja sebagian besar (55.4%) jurnalis tidak menjadi anggota organisasi
jurnalis.
27.0%
19.0%
15.0%
14.0%
13.0%
12.0%
0.0%
21.7%
22.8%
12.0%
14.1%
5.4%
18.5%
5.4%
Lebih dari 10 tahun
3-4 tahun
5-6 tahun
1-2 tahun
9-10 tahun
7-8 tahun
Kurang dari 1 tahun
Ada Serikat Pekerja Tidak Ada Serikat Pekerja
Bab 2 Profil Responden
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
50
Grafik 2.6 Keanggotaan di Organisasi Jurnalis
Base: Ada Serikat Pekerja & Tidak Ada Serikat Pekerja (N= 192)
“Apakah Anda anggota organisasi jurnalis?“
Responden di media yang memiliki serikat pekerja yang menjadi
anggota organisasi jurnalis, sebagian besar (52.7%) adalah anggota dari
Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Sementara responden di media yang
tidak memiliki serikat pekerja, yang menjadi anggota organisasi jurnalis
sebagian besar (54.8%) dari mereka adalah anggota Persatuan Wartawan
Indonesia (PWI).
Grafik 2.7 Keanggotaan di Organisasi Jurnalis
Base: Ada Serikat Pekerja & Tidak Ada Serikat Pekerja (N= 192)
“Apakah Anda anggota organisasi jurnalis?“
39.0%
28.0% 28.0%
5.0%
55.4%
31.5%
9.8%3.3%
Tidak menjadianggota
Ya, anggotaaktif
Anggota, tidakaktif
Tidak tahu /tidak jawab
Ada Serikat Pekerja Tidak Ada Serikat Pekerja
52.7%27.3%
3.6%3.6%
1.8%1.8%
1.8%1.8%
1.8%1.8%
0.0%0.0%
5.5%
19.0%54.8%
7.1%4.8%
2.4%0.0%
2.4%0.0%
0.0%0.0%
2.4%4.8%
7.1%
Aliansi Jurnalis Independen (AJI)
Persatuan Wartawan Indonesia (PWI)
Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI)
Karyawan Jurnalis Indonesia (KJI)
PWI ReformasiForum Komunikasi Serikat Pekerja Media Indonesia
(FKSPMI)Persatuan Jurnalis Indonesia (PJI)
Pewarta Foto Indonesia (PFI)
Asosiasi Jurnalis Asia (AJA)
Forum Wartawan Pertanian (Forwatan)
Siwo
PRSSNI
Lainnya, (sebutkan)
Ada Serikat Pekerja Tidak Ada Serikat Pekerja
51
A. Keberadaan serikat pekerja di tempat kerja
Seluruh responden dalam survei ini mengetahui keberadaan serikat
pekerja di perusahaan tempat mereka bekerja. Dalam penelitian ini, 51.8%
responden bekerja di perusahaan media yang terdapat serikat pekerja.
Selebihnya (48.2%) bekerja di media yang tidak memiliki serikat pekerja.
Bab 3 Keberadaan Serikat Pekerja
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
52
Grafik 3.1 Keberadaan Serikat Pekerja
Base: Ada Serikat Pekerja & Tidak Ada Serikat Pekerja (N= 192)
“Sepengetahuan Anda, apakah ada serikat pekerja di tempat Anda bekerja?”
Keberadaan serikat pekerja di perusahaan tempat responden
bekerja, menurut mereka, karena merupakan aspirasi dari pekerja. Hanya
3.2% responden yang menyatakan bahwa keberadaan serikat pekerja karena
dibentuk oleh manajemen/direksi perusahaan.
Grafik 3.2 Alasan Serikat Pekerja Ada di Perusahaan Media
Base: Ada Serikat Pekerja
“Menurut Anda, apa alasan serikat pekerja didirikan di media Anda?”
Tidak ada, 48.2%
Ada, 51.8%
60.0%
30.5%
3.2%
6.3%
Aspirasi dari pekerja
Aspirasi pekerja tapi didukung oleh direksi
Dibentuk oleh direksi atau pemilik perusahaan
Tidak tahu/tidak jawab
53
Sementara media yang belum terdapat serikat pekerja, menurut
responden, karena tidak ada orang atau pelopor yang menggerakkan
(38.1%). Alasan kedua adalah tidak diperbolehkan oleh manajemen/
direksi (26.2%). Dan alasan lain menurut mereka adalah tidak ada pekerja
yang berminat.
Grafik 3.3 Alasan Serikat Pekerja Tidak Ada di Perusahaan Media
Base: Ada Serikat Pekerja
”Mengapa dimedia tempat Anda bekerja tidak ada serikat pekerja?
Alasan Tidak Ada Serikat Pekerja di Perusahaan Media
Dari hasil wawancara mendalam terhadap sejumlah jurnalis di media yang tidak memiliki serikat pekerja, diketahui beberapa alasan mengapa di media mereka tidak ada serikat pekerja. Hal itu, mulai karena ditentang oleh pihak manajemen hingga tidak ada karyawan yang menggerakkan. Meskipun ide untuk membentuk serikat pekerja selalu ada, hal itu sulit terealisasi karena sering berbenturan dengan pihak manajemen yang menentang pembentukan serikat pekerja.”Selama ini hubungan manajemen dengan pekerja cukup harmonis, kalau ada masalah pasti bisa diselesaikan dengan komunikasi yang baik. Karyawan–terutama bagian redaksi–memang pernah memiliki pemikiran untuk membentuk serikat pekerja. Tapi sampai sekarang, ya, begini-begini saja, belum tercapai program itu. Persoalannya, membentuk serikat kerja enggak gampang. Perlu koordinasi, diskusi, dan harus menyusun rencana-rencana program. Dan, untuk
Bab 3 Keberadaan Serikat Pekerja
38.1%
26.2%
3.6%
2.4%
31.0%
Tidak ada orang yangmenggerakkan
Tidak diperbolehkanoleh direksi
Tidak ada pekerjayang berminat
Lainnya (sebutkan)
Tidak tahu/tidak jawab
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
54
memulainya sampai sekarang belum ada yang menggerakkan. Apalagi, membentuk serikat pekerja ditentang manajemen.” (Laki-laki, Redaktur, Jakarta)
”Usia koran ini memang sudah lama, sekitar 35 tahun. Tapi selama itu pula tidak pernah ada serikat pekerja. Masalahnya perusahaan memang sama sekali tidak menginginkan adanya serikat pekerja. Dari sisi bisnis, keberadaan serikat pekerja dianggap merugikan perusahaan karena seluruh karyawan akan memperoleh 20% saham perusahaan. Ini yang tidak diinginkan manajemen.” (Laki-laki, Redaktur, Jakarta)
”Dari awal memang tidak ada serikat pekerja. Ada pertentangan antara kepentingan manajemen dan karyawan. Di satu sisi, manajemen sangat tidak berkenan atas hadirnya serikat pekerja, sementara di sisi karyawan, pembentukan serikat pekerja mengundang perlawanan terhadap manajemen. Pasti akan berhadapan dengan manajemen. Dan rencana pendirian serikat pekerja ditolak manajemen.” (Laki-laki, Redaktur, Jakarta)
”Enggak ada serikat pekerja. Banyak alasannya. Pertama, dari pihak manajemen memang tidak menginginkan ada serikat pekerja. Jauh-jauh hari, karyawan pernah berencana untuk membentuk serikat pekerja, namun hal ini ditentang keras oleh manajemen. Bentuk reaksi manajemen adalah dengan memanggil karyawan yang akan membentuk serikat pekerja. Jelas, ada intimidasi dari manajemen agar tidak membentuk serikat pekerja. Akhirnya enggak jadi. Kedua, kekompakan antar karyawan kurang. Kita semua tahu, kalau membentuk serikat pekerja akan berbenturan dengan manajemen. Karyawan juga takut akan mendapatkan sanksi dari manajemen jika membentuk serikat pekerja. Karena kondisi ini, sampai sekarang media ini enggak pernah punya serikat pekerja.” (Laki-laki, Redaktur, Jakarta)
”Sejak awal berdiri, media ini memang tidak memiliki serikat pekerja. Karena karyawannya tidak punya niat untuk membentuk serikat pekerja.” (Laki-laki, Redaktur, Jakarta)
”Sepertinya semua karyawan tahu kalau serikat pekerja adalah sesuatu yang ’tabu’ bagi manajemen. Karyawan akan dicap oposisi oleh manajemen. Karena itu, media ini tidak punya serikat pekerja.” (Laki-laki, Redaktur, Jakarta)
55
B. Persepsi terhadap keberadaan serikat pekerja
Persepsi responden terhadap keberadaan serikat pekerja sebagian
besar menilai sangat penting. Responden dari media yang tidak memiliki
serikat pekerja sebagian besar (54.8%) tetap menilai keberadaan serikat
pekerja sangatlah penting. Tidak ada responden yang menilai keberadaan
serikat pekerja tidak penting sama sekali. Meskipun kecil, ada 9.7% responden
dari media yang tidak memiliki serikat pekerja menilai keberadaan serikat
pekerja kurang penting.
Grafik 3.4 Persepsi terhadap Keberadaan Serikat Pekerja
Base: Ada Serikat Pekerja & Tidak Ada Serikat Pekerja (N= 192)
”Menurut penailaian Anda, apakah serikat pekerja di perusahaan media sangat penting, cukup penting, kurang penting atau tidak penting sama sekali?”
Alasan mereka menganggap penting keberadaan serikat pekerja
media sebagian besar karena serikat pekerja memperjuangkan hak dan
kesejahteraan pekerja. Alasan lain yang cukup banyak dikemukakan
responden adalah dengan adanya serikat pekerja, para pekerja memiliki
posisi tawar dengan perusahaan dan ketika mengalami sengketa ada yang
melindungi.
86.0%
11.0%
2.0%
0.0%
1.0%
54.8%
33.3%
9.7%
0.0%
2.2%
Sangat penting
Cukup penting
Kurang penting
Tidak penting
Tidak tahu/tidak jawab
Ada Serikat Pekerja Tidak Ada Serikat Pekerja
Bab 3 Keberadaan Serikat Pekerja
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
56
Grafik 3.5 Alasan Serikat Pekerja Penting
Base: Ada Serikat Pekerja & Tidak Ada Serikat Pekerja (N= 192)
“Mengapa serikat pekerja sangat penting atau cukup penting di perusahaan media?”
Separuh responden (50%) dari media yang memiliki serikat pekerja
yang menjawab keberadaan serikat pekerja kurang penting beralasan, serikat
pekerja tidak efektif dalam memperjuangkan kesejahteraan pekerja, dan
separuh lagi beranggapan kondisi kesejahteraan sudah baik sehingga tidak
perlu diperjuangkan oleh serikat pekerja. Sementara responden dari media
yang tidak memiliki serikat pekerja sebagian besar (72.7%) menganggap,
serikat pekerja kurang penting karena kepentingan mereka sudah diurus oleh
bagian umum atau personalia di perusahaan media. Alasan kedua (27.3%),
serikat pekerja tidak akan efektif dalam memperjuangkan kesejahteraan
pekerja.
40.8%
28.6%
16.3%
9.2%
4.1%
1.0%
42.7%
24.4%
11.0%
14.6%
7.3%
0.0%
Memperjuangkan hak-hak pekerja
Memperjuangkan kesejahteraan pekerja
Memiliki posisi tawar dengan perusahaan media
Mendapat perlindungan saat mengalami sengketa
Solidaritas sesama pekerja media
Tidak tahu/tidak jawab
Ada Serikat Pekerja Tidak Ada Serikat Pekerja
57
Grafik 3.6 Alasan Serikat Pekerja Tidak Penting
Base: Ada Serikat Pekerja & Tidak Ada Serikat Pekerja (N= 192)
“ Mengapa keberadaan serikat pekerja kurang penting atau tidak penting sama sekali di perusahaan media?”
C. Keanggotaan serikat pekerja
Mereka yang bekerja di media yang memiliki serikat pekerja
ditanyakan apakah menjadi anggota serikat pekerja. Sebagian besar (83.%)
responden menjadi anggota serikat pekerja di tempat mereka bekerja.
Hanya 17% responden saja yang menyatakan tidak menjadi anggota serikat
pekerja di tempat mereka bekerja.
Grafik 3.7 Keanggotaan di Serikat Pekerja
Base: Ada Serikat Pekerja
“Apakah Anda menjadi anggota serikat pekerja di media Anda?”
50.0%
50.0%
0.0%
27.3%
0.0%
72.7%
Tidak akan efektif dalam memperjuangkankesejahteraan pekerja
Kondisi kesejehtaraan sudah baik, tidakperlu diperjuangkan
Sudah diurus oleh bagian umum ataupersonalia di perusahaan
Ada Serikat Pekerja Tidak Ada Serikat Pekerja
Ya, 83.0%
Tidak, 17.0%
Bab 3 Keberadaan Serikat Pekerja
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
58
Lebih jauh ditanyakan pula kepada mereka yang menjadi anggota
serikat pekerja, mengapa bergabung dalam serikat pekerja. Sebagian besar
responden (51.0%) mengatakan, mereka masuk dan bergabung dengan
serikat pekerja karena kesadaran sendiri. Selebihnya karena diajak oleh
teman (17.8%) dan diwajibkan oleh perusahaan (14.6%). Fakta ini tentunya
cukup menarik. Berkesadaran sendiri bergabung dalam serikat bisa diartikan
sebagai bentuk dukungan langsung terhadap keberadaan serikat pekerja.
Grafik 3.8 Alasan Masuk Serikat Pekerja
Base: Ada Serikat Pekerja
“Alasan Anda bergabung serikat pekerja?”
Dari pertanyaan berapa lama bergabung menjadi anggota serikat
pekerja, ternyata paling banyak adalah mereka yang belum lama menjadi
anggota serikat pekerja. Jika dihubungkan dengan profil lama mereka
bekerja di perusahaan media saat ini, paling banyak kedua adalah mereka
yang bekerja 3-4 tahun. Hal ini berarti sesuai antara berapa lama mereka
bekerja dengan berapa lama mereka menjadi anggota serikat pekerja.
Responden yang menjadi anggota serikat pekerja lebih dari 10 tahun berarti
mereka juga sudah bekerja di perusahaan itu lebih dari 10 tahun.
Diajak oleh teman, 17.8%
Kesadaran sendiri, 51.0%
Lainnya, 4.2%
Diwajibkan oleh
perusahaan, 14.6%
59
Grafik 3.9 Lama Menjadi Anggota Serikat Pekerja
Base: Ada Serikat Pekerja
“Sudah berapa tahun Anda menjadi anggota serikat pekerja di media sekarang?”
Dilihat dari sistem keanggotaan dalam serikat pekerja tempat
responden bekerja, 41.8% responden menjawab berdasarkan sistem stelsel
aktif. Artinya anggota serikat pekerja adalah mereka yang mendaftar menjadi
anggota, pekerja tidak otomatis menjadi anggota serikat pekerja media. Hal
ini berkaitan dari hasil sebelumnya yang menyatakan bahwa sebagian besar
jurnalis menjadi anggota serikat pekerja karena kesadaran sendiri. Artinya,
serikat pekerja memang tidak memaksakan kepada pekerja untuk menjadi
anggota serikat pekerja. Hanya mereka yang tertarik dan mau mendaftar
sajalah yang menjadi anggota serikat pekerja.
Sebesar 30.1% responden menjawab sistem keanggotaan serikat
pekerja di tempat mereka bekerja adalah stelsel pasif, yaitu setiap pekerja yang
bekerja di media itu akan secara otomatis menjadi anggota serikat pekerja.
Sistem ini bisa jadi berkaitan dengan cara jurnalis menjadi anggota serikat
pekerja, yakni karena diwajibkan. Jadi tanpa mendaftar, ketika mereka bekerja
di media itu, mereka secara otomatis akan menjadi anggota serikat pekerja.
L ama menjadi anggota s erikat pekerja (tahun)
13.6% 14.8%
22.2%
11.1%
2.5%6.2% 4.9% 3.7% 2.5% 2.5%
6.2%9.9%
< 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 > 10
Bab 3 Keberadaan Serikat Pekerja
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
60
Grafik 3.10 Sistem Keanggotaan dalam Serikat Pekerja
Base: Ada Serikat Pekerja
“Bagaimana sistem keanggotaan serikat pekerja di media Anda, stelsel pasif atau stelsel aktif?”
Responden dari media yang memiliki serikat pekerja sebagian
besar (59%) menilai, sebaiknya sistem keanggotaan serikat adalah stelsel
aktif. Sementara responden (21.3%) dari media yang tidak memiliki serikat
pekerja menilai, sistem keanggotaan dalam serikat pekerja sebaiknya juga
stelsel aktif. Sebesar 29% responden dari media yang memiliki serikat
pekerja dan 19.1% responden dari media yang tidak memiliki serikat pekerja
menilai, sistem keanggotaan dalam serikat pekerja sebaiknya stelsel pasif.
Tidak tahu/tidak
jawab, 28.1%
Stelsel Pasif, 30.1%
Stelsel Aktif, 41.8%
61
Grafik 3.11 Sistem Keanggotaan dalam Serikat Pekerja
Base: Ada Serikat Pekerja & Tidak Ada Serikat Pekerja (N= 192)
“Menurut Anda, sebaiknya sistem keanggotaan serikat pekerja media berupa stelsel pasif atau stelsel aktif?”
Menyambung pertanyaan sebelumnya menarik untuk diketahui
bagaimana penilaian responden jika di tempat mereka bekerja setiap pekerja
secara otomatis menjadi anggota serikat pekerja. Ternyata lebih banyak yang
setuju jika setiap pekerja secara otomatis atau diwajibkan menjadi anggota
serikat pekerja. Hal ini tentunya berlawanan jika dibandingkan dengan
hasil sebelumnya di mana lebih banyak responden yang menilai sistem
keanggotaan serikat pekerja sebaiknya adalah stelsel aktif, bukan stelsel
pasif. Artinya meskipun lebih banyak mereka yang menilai sebaiknya sistem
keangotaan stelsel aktif, namun jika diharuskan menjadi anggota serikat
mereka setuju dengan cara tersebut.
Sebesar 35% responden dari media yang memiliki serikat pekerja
dan 33.3% responden dari media tidak memiliki serikat pekerja menyatakan,
tidak setuju jika setiap pekerja diwajibkan menjadi anggota serikat pekerja.
59.0%
29.0%
12.0%
21.3%
19.1%
59.6%
Stelsel Aktif
Stelsel Pasif
Tidak tahu/tidakjawab
Ada Serikat Pekerja Tidak Ada Serikat Pekerja
Bab 3 Keberadaan Serikat Pekerja
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
62
Grafik 3.12 Keharusan Menjadi Anggota Serikat Pekerja
Base: Ada Serikat Pekerja & Tidak Ada Serikat Pekerja (N= 192)
“Apakah Anda sangat setuju, setuju, tidak setuju atau sangat tidak setuju jika setiap pekerja media Anda secara otomatis/diwajibkan menjadi anggota serikat pekerja?”
Alasan mereka setuju jika setiap pekerja otomatis menjadi anggota
serikat pekerja karena serikat pekerja dibutuhkan oleh semua pekerja.
Alasan kedua, agar serikat pekerja media mendapat dukungan secara luas
dari para pekerja. Selain itu agar serikat pekerja juga mendapat dukungan
dari manajemen.
Grafik 3.13 Alasan Setuju
Base: Ada Serikat Pekerja & Tidak Ada Serikat Pekerja (N= 192)
“Anda setuju atau sangat setuju jika pekerja media otomatis/diwajibkan menjadi anggota serikat pekerja media. Apa alasannya?”
45.0%
35.0%
14.0%
3.0%
3.0%
43.0%
33.3%
15.1%
0.0%
8.6%
Setuju
Tidak setuju
Sangat setuju
Sangat tidak setuju
Tidak tahu/tidak jawab
Ada Serikat Pekerja Tidak Ada Serikat Pekerja
68.3%
25.0%
15.0%
1.7%
1.7%
1.7%
0.0%
1.7%
65.5%
19.0%
12.1%
1.7%
0.0%
0.0%
1.7%
0.0%
Serikat pekerja dibutuhkan oleh semua pekerjaAgar serikat pekerja media mendapat dukungan
luas dari semua pihakAgar serikat pekerja mendapat dukungan dari
manajemenMenjadikan tempat untuk menyampaikan aspirasi
para pekerja sSdah diatur dalam undang-undang, kebebasan
berserikat
Mendapatkan perlindungan dalam perusahaan
Supaya ada posisi untuk tawar menawar
Tidak tahu/tidak jawab
Ada Serikat Pekerja Tidak Ada Serikat Pekerja
63
Sementara mereka yang tidak setuju jika setiap pekerja diwajibkan
menjadi anggota serikat pekerja, karena menjadi anggota serikat pekerja
adalah hak yang tidak boleh dipaksakan. Alasan kedua, tidak semua
pekerja bersedia menjadi anggota serikat pekerja. Selain itu keharusan
menjadi anggota serikat pekerja, menurut mereka, sangat sulit untuk
diimplementasikan.
Grafik 3.14 Alasan Tidak Setuju
Base: Ada Serikat Pekerja & Tidak Ada Serikat Pekerja (N= 192)
“Anda tidak setuju atau sangat tidak setuju jika pekerja media otomatis/diwajibkan menjadi anggota serikat pekerja media. Apa alasannya?”
D. Dukungan direksi/manajemen terhadap keberadaan serikat
pekerja
Berkaitan dengan keberadaan serikat pekerja di perusahaannya,
para responden ditanya, menurut mereka apakah manajemen atau direksi
mendukung keberadaan serikat pekerja. Sebagian besar responden dari
media yang memiliki serikat pekerja menjawab, manajemen mendukung
keberadaan serikat pekerja di perusahaan. Sedangkan responden dari media
yang tidak memiliki serikat pekerja banyak yang tidak menjawab atau tidak
Bab 3 Keberadaan Serikat Pekerja
81.6%
28.9%
2.6%
2.6%
0.0%
0.0%
58.1%
25.8%
0.0%
0.0%
9.7%
6.5%
Menjadi anggota serikat pekerja mediaadalah hak
Tidak semua pekerja bersedia menjadianggota
Pekerja jadi kurang merasa memiliki
Kurang mendidik
Sulit dilaksanakan atau diimplementasikan
Tidak tahu/tidak jawab
Ada Serikat Pekerja Tidak Ada Serikat Pekerja
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
64
tahu. Cukup wajar karena mereka belum pernah tahu respons manajemen
jika berdiri serikat pekerja di perusahaannya.
Grafik 3.15 Dukungan Direksi/Manajemen
Base: Ada Serikat Pekerja & Tidak Ada Serikat Pekerja (N= 192)
“Sepengetahuan Anda, apakah manajemen/direksi mendukung keberadaan serikat pekerja media di tempat Anda bekerja? Apakah manajemen/direksi sangat mendukung, mendukung, tidak mendukung atau sangat tidak mendukung keberadaan serikat pekerja?”
Bentuk dukungan manajemen terhadap keberadaan serikat pekerja,
menurut responden, sebagian besar karena manajemen membolehkan
pekerja menjadi anggota serikat pekerja. Kemudian manajemen atau pihak
perusahaan juga memberikan fasilitas untuk kelangsungan atau aktivitas
serikat pekerja. Yang ketiga, manajemen memberikan bantuan operasional
untuk kegiatan serikat pekerja.
50.0%
24.0%
13.0%
2.0%
11.0%
21.5%
26.9%
3.2%
0.0%
48.4%
Mendukung
Tidak mendukung
Sangat mendukung
Sangat tidak mendukung
Tidak tahu/tidak jawab
Ada Serikat Pekerja Tidak Ada Serikat Pekerja
65
Grafik 3.16 Bentuk Dukungan Manajemen/Direksi pada Serikat Pekerja
Base: Ada Serikat Pekerja & Tidak Ada Serikat Pekerja (N= 192)
“ Anda menyatakan, manajemen/direksi mendukung atau sangat mendukung kehadiran serikat pekerja media. Sepengetahuan Anda, apa saja bentuk dukungan atas kehadiran serikat pekerja di media tempat Anda bekerja?”
Sementara responden yang menganggap manajemen tidak
mendukung keberadaan serikat pekerja, dapat dinilai dari tidak diberikannya
fasilitas untuk serikat pekerja, melarang pekerja menjadi anggota serikat
pekerja dan memberikan peringatan kepada mereka yang menjadi anggota
serikat pekerja.
Bab 3 Keberadaan Serikat Pekerja
71.4%
46.0%
14.3%
7.9%
1.6%
4.8%
78.3%
21.7%
4.3%
4.3%
8.7%
0.0%
Membolehkan pekerjamenjadi anggota
Memberikan fasilitas
Memberikan bantuan danauntuk operasional
Memerintahkan/mewajibkansemua pekerja menjadi
Tidak tahu/tidak jawab
Lainnya, (sebutkan)
Ada Serikat Pekerja Tidak Ada Serikat Pekerja
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
66
Grafik 3.17 Manajemen/Direksi Tidak Mendukung Serikat Pekerja
Base: Ada Serikat Pekerja & Tidak Ada Serikat Pekerja (N= 192)
“Anda menyatakan, manajemen/direksi tidak mendukung atau sangat tidak mendukung kehadiran serikat pekerja media. Sepengetahuan Anda, apa saja bentuk halangan dari manajemen/direksi atas kehadiran serikat pekerja di media Anda bekerja?”
E. Hubungan serikat pekerja dengan manajemen
Lebih jauh lagi ditanyakan kepada responden, bagaimana
penilaian mereka mengenai hubungan antara serikat pekerja dengan
direksi/manajemen. Hal yang ditanyakan seperti apakah mereka yang aktif
dalam serikat pekerja akan mendapatkan penilaian buruk dari direksi atau
manajemen. Untuk media yang memiliki serikat pekerja, sebagian besar
(56%) mereka yang aktif dalam serikat pekerja tidak dinilai buruk oleh
direksi/manajemen. Mereka yang aktif dalam serikat pekerja juga merasa
tidak mendapatkan hambatan untuk memperoleh kenaikan jenjang karier.
Namun begitu sebagian besar responden (54%) menyatakan, direksi atau
manajemen lebih menyukai pekerja yang tidak menjadi anggota serikat
pekerja.
66.7%
26.7%
23.3%
6.7%
3.3%
3.3%
3.3%
3.3%
16.7%
28.0%
16.0%
24.0%
0.0%
0.0%
0.0%
0.0%
0.0%
40.0%
Tidak memberikan fasilitas untuk kelangsunganserikat pekerja
Melarang atau menghambat pekerja menjadianggota
Memberikan peringatan kepada pekerja yangmenjadi anggota
Intimidasi dari menajemen
Lainnya, (sebutkan)
Pekerja outsourcing tidak boleh bergabung
Tidak memberi kesempatan untuk berserikat
Memecat pekerja yang menjadi anggota
Tidak tahu/tidak jawab
Ada Serikat Pekerja Tidak Ada Serikat Pekerja
67
Tabel 3.1 Hal yang Terjadi di Perusahaan Media
Base: Ada Serikat Pekerja (N= 192)
Sejumlah hal ini apakah terjadi di media Anda bekerja?
Ya Tidak Ragu-ragu
Tidak tahu/ tidak jawab
Mereka yang aktif dalam serikat pekerja akan dinilai buruk oleh direksi/manajemen (misalnya, dianggap sebagai pembangkang, dsb)
23.0% 56.0% 9.0% 12.0%
Mereka yang aktif dalam serikat pekerja akan sulit mendapatkan kenaikan jenjang karier
19.0% 63.0% 7.0% 11.0%
Direksi/manajemen lebih menyukai pekerja yang tidak menjadi anggota serikat pekerja media dibandingkan dengan mereka yang menjadi anggota serikat pekerja
29.0% 54.0% 6.0% 11.0%
Tabel 3.2 Hal yang Terjadi di Perusahaan Media
Base: Tidak Ada Serikat Pekerja
Sejumlah hal ini apakah kira-kira akan terjadi di media Anda bekerja?
Ya Tidak Ragu-ragu
Tidak tahu/ tidak jawab
Mereka yang nantinya aktif dalam serikat pekerja akan dinilai buruk oleh direksi/manajemen (misalnya, dianggap sebagai pembangkang, dsb)
18.9% 32.2% 23.3% 25.6%
Mereka yang aktif dalam serikat pekerja apakah akan sulit mendapatkan kenaikan jenjang karier
13.3% 33.3% 26.7% 26.7%
Direksi/manajemen lebih menyukai pekerja yang tidak menjadi anggota serikat pekerja media dibandingkan dengan mereka yang menjadi anggota serikat pekerja
14.4% 28.9% 23.3% 33.3%
Bab 3 Keberadaan Serikat Pekerja
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
68
Pertanyaan menarik selanjutnya yang perlu diketahui adalah
seandainya suatu saat serikat pekerja berbeda pandangan dengan pihak
manajemen / direksi, mana yang lebih mereka dukung, apakah serikat
pekerja ataukah pihak direksi / manajemen. Ternyata sebagian besar
(80%) menjawab tergantung mana yang lebih sesuai dengan pemikiran
mereka. Jika lebih benar serikat pekerja mereka akan mendukung serikat
pekerja, sebaliknya jika lebih benar manajemen mereka akan mendukung
manajemen. Hanya 10% yang langsung menjawab mendukung manajemen
dan 10% juga yang menjawab langsung mendukung serikat pekerja.
Hubungan Manajemen dengan Serikat Pekerja
Hubungan manajemen dengan serikat pekerja di beberapa perusahaan media menunjukkan hal yang beragam. Ada yang terjalin dengan baik, namun ada pula yang mengkhawatirkan keberadaan serikat pekerja di perusahaan media.
”Hubungan dengan direksi tidak ada masalah. Misalnya, beberapa waktu lalu salah seorang karyawan hendak di-PHK manajemen. Setelah kami lakukan mediasi dengan manajemen, akhirnya karyawan tidak jadi di-PHK, cuma dikasih Surat Peringatan (SP) saja.” (Laki-laki, Redaktur, Jakarta)
”Selama ini hubungan dengan manajemen cukup harmonis dan kooperatif. Dalam mengeluarkan kebijakan, manajemen juga cukup hati-hati. Yang penting jangan sampai melanggar PKB (Perjanjian Kerja Bersama). Usulan serikat pekerja selalu didengar, mendapat perhatian dan prioritas dari manajemen ketimbang usulan personal.” (Laki-laki, Redaktur, Jakarta)
”Ya, sudah pasti ada tekanan. Karyawan yang masuk menjadi anggota serikat pekerja mendapat peringatan dan tekanan dari manajemen. Dianggap oposisi.” (Laki-laki, Redaktur, Jakarta)
69
Grafik 3.18 Mendukung Serikat Pekerja atau Manajemen?
Base: Ada Serikat Pekerja (N= 192)
“Seandainya suatu saat serikat pekerja berbeda pandangan dengan pihak direksi/manajemen, mana yang Anda dukung, serikat pekerja atau direksi/manajemen?”
Pihak manajemen/
direksi10.0%
Serikat Pekerja10.0%
Tergantung, mana yang lebih sesuai
80.0%
Bab 3 Keberadaan Serikat Pekerja
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
70
71
A. Persepsi terhadap pembentukan serikat pekerja
Seperti yang telah disebutkan, survei ini terbagi dalam media
yang terdapat serikat pekerja dan yang tidak memiliki serikat pekerja. Di
media yang belum terdapat serikat pekerja ditanyakan persepsi responden
jika di tempat mereka bekerja dibentuk serikat pekerja. Sebagian besar
(83.7%) menjawab perlu adanya serikat pekerja di media tempat mereka
bekerja. Hanya 7.6% responden yang menjawab tidak perlu hadirnya serikat
pekerja.
Bab 4 Pembentukan Serikat Pekerja
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
72
Grafik 4.1 Pembentukan Serikat Pekerja
Base: Tidak Ada Serikat Pekerja
“Menurut Anda, apakah di media Anda sangat perlu, perlu, tidak perlu atau sangat tidak perlu hadirnya serikat pekerja?”
B. Dukungan terhadap pembentukan serikat pekerja
Selain menyatakan perlu membentuk serikat pekerja, sebagian
besar responden (97.1%) juga menyatakan mendukung atas pembentukan
serikat pekerja di tempat mereka bekerja. Hanya 2.2% responden saja yang
menyatakan tidak mendukung pembentukan serikat pekerja.
Grafik 4.2 Dukungan Pembentukan Serikat Pekerja
Base: Ada Serikat Pekerja & Tidak Ada Serikat Pekerja (N= 192)
“Apakah Anda sangat mendukung, mendukung, tidak mendukung atau sangat tidak mendukung hadirnya serikat pekerja di media tempat Anda bekerja?”
20.7%
63.0%
7.6%
0.0%
8.7%
Sangat perlu
Perlu
Tidak perlu
Sangat tidak perlu
Tidak tahu/tidak jawab
12.9%
74.2%
2.2%
0.0%
10.8%
Sangat mendukung
Mendukung
Tidak mendukung
Sangat tidak mendukung
Tidak tahu/tidak jawab
73
Lebih jauh juga ditanyakan kepada responden apakah mereka
bersedia menjadi pelopor pembentukan serikat pekerja. Hasilnya diketahui,
ternyata lebih banyak yang menyatakan bersedia menjadi pelopor
pembentukan serikat pekerja dibandingkan yang tidak.
Grafik 4.3 Kesediaan Menjadi Pelopor
Base: Ada Serikat Pekerja & Tidak Ada Serikat Pekerja (N= 192)
“ Saat ini tidak ada serikat pekerja di tempat Anda bekerja. Apakah Anda sangat bersedia, bersedia, tidak bersedia atau sangat tidak bersedia menjadi pelopor pembentukan serikat pekerja di media tempat Anda bekerja?”
Selanjutnya ditanyakan kepada responden, apakah jika sudah ada
serikat pekerja di media tempatnya bekerja, mereka berminat untuk menjadi
anggota serikat pekerja. Sebagian besar responden (82.8%) mengatakan
tertarik untuk masuk dan bergabung menjadi anggota serikat pekerja.
Hanya 3.25% responden yang menyatakan tidak tertarik.
2.2%
38.7%
26.9%
1.1%
31.2%
Sangat bersedia
Bersedia
Tidak bersedia
Sangat tidakbersedia
Tidak tahu/tidakjawab
Bab 4 Pembentukan Serikat Pekerja
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
74
Grafik 4.4 Minat Menjadi Anggota Serikat Pekerja
Base: Ada Serikat Pekerja & Tidak Ada Serikat Pekerja (N= 192)
“Jika ada pekerja di media tempat Anda bekerja yang mempelopori pembentukan serikat pekerja, apakah Anda tertarik menjadi anggota serikat pekerja?”
Alasan yang paling banyak dikemukakan berminat untuk masuk
menjadi anggota serikat pekerja adalah agar bisa memperjuangkan
kesejahteraan pekerja di perusahaan media.
Grafik 4.5 Alasan Minat Menjadi Anggota
Base: Ada Serikat Pekerja & Tidak Ada Serikat Pekerja (N= 192)
“Anda tertarik menjadi anggota serikat pekerja jika ada serikat pekerja media di tempat Anda bekerja. Bisa Anda sebutkan alasannya?”
Tidak tertarik, 3.2%
Tertarik, 82.8%
Tidak tahu/tidak
jawab , 14.0%
100%
0.0%
0.0%
0.0%
0.0%
Bisa memperjuangkan kepentingan karyawan
Dari dulu ingin masuk serikat pekerja
Pernah menjadi anggota serikat pekerja dimedia lain (sebelum masuk ke media saat ini)
Lainnya
Tidak tahu/tidak jawab
75
Dalam survei ini juga diketahui, responden yang tidak tertarik
menjadi anggota serikat pekerja jika di tempat mereka bekerja hadir serikat
pekerja, karena tidak melihat sisi manfaat hadirnya serikat pekerja.
Grafik 4.6 Alasan Tidak Minat Menjadi Anggota Serikat Pekerja
Base: Ada Serikat Pekerja & Tidak Ada Serikat Pekerja
“Anda tidak tertarik menjadi anggota serikat pekerja jika seandainya terdapat serikat pekerja media di tempat Anda bekerja. Bisa Anda sebutkan alasannya?”
Selanjutnya responden ditanya penilaiannya terhadap dukungan
pekerja secara keseluruhan. Sebagian besar responden (57%) menilai
serikat pekerja di tempat mereka bekerja akan didukung oleh sebagian besar
pekerja.
66.3%
0.0%
0.0%
0.0%
33.3%
Tidak melihat kegunaan serikat pekerja
Takut tidak diperbolehkan olehmanajemen/direksi
Tidak banyak didukung oleh karyawan
Lainnya
Tidak tahu/tidak jawab
Bab 4 Pembentukan Serikat Pekerja
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
76
Grafik 4.7 Dukungan Pekerja
Base: Ada Serikat Pekerja & Tidak Ada Serikat Pekerja (N= 192)
“Jika terdapat serikat pekerja media di tempat Anda bekerja, menurut pengamatan Anda, apakah kehadiran serikat pekerja ini akan didukung oleh semua pekerja, sebagian besar pekerja, sedikit pekerja atau tidak didukung oleh pekerja sama sekali?”
57.0%
19.4%
16.1%
7.5%
0.0%
Didukung oleh sebagian BESAR karyawan
Didukung oleh sebagian KECIL karyawan
Akan didukung oleh semua karyawan
Tidak tahu/tidak jawab
Tidak didukung oleh oleh karyawan samasekali
77
A. Permasalahan/keluhan pekerja
Dalam survei ini ditanyakan kepada responden apakah dalam satu
tahun terakhir ini mereka mempunyai permasalahan dengan perusahaan
media tempatnya bekerja. Bagi responden yang bekerja di media yang
memiliki serikat pekerja ditanyakan pula apakah mereka mempunyai
masalah dan menyampaikan keluhannya kepada serikat pekerja media di
tempat mereka bekerja. Sementara responden yang bekerja di media yang
tidak memiliki serikat pekerja, ditanyakan apakah mereka mempunyai
masalah dan menyampaikannya kepada manajemen atau direksi.
Sebagian besar responden (80% lebih) menyatakan tidak pernah
mempunyai masalah, baik yang disampaikan ke serikat pekerja atau ke
pihak manajemen/direksi.
Bab 5 Permasalahan Pekerja dan
Penyelesaiannya oleh Serikat Pekerja
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
78
Grafik 5.1 Permasalahan Pekerja
Base: Ada Serikat Pekerja
“Dalam satu tahun terakhir ini, apakah Anda pernah mempunyai masalah dan menyampaikan keluhan kepada serikat pekerja di media Anda?”
Grafik 5.2 Permasalahan Pekerja
Base: Tidak Ada Serikat Pekerja
“Dalam satu tahun terakhir ini, apakah Anda pernah mempunyai masalah dan menyampaikan keluhan kepada manajemen?”
Bagi mereka yang menjawab pernah mempunyai masalah dan
menyampaikannya ke serikat pekerja atau manajemen, masalah yang sering
dialami oleh pekerja media adalah masalah gaji dan asuransi.
Ya18.7%
Tidak81.3%
Ya15.1%
Tidak84.9%
79
Grafik 5.3 Permasalahan Pekerja
Base: Ada Serikat Pekerja & Tidak Ada Serikat Pekerja (N= 192)
“Jika pernah, bisakah Anda gambarkan masalah apa yang pernah Anda alami dan Anda sampaikan kepada serikat pekerja untuk diselesaikan?”
B. Cara penyelesaian masalah
Bagi responden yang bekerja di media yang tidak memiliki serikat
pekerja, ketika mereka mempunyai masalah biasanya yang dilakukan adalah
langsung menyampaikannya ke manajemen (64.3%). Selebihnya akan
mendiamkan saja (21.4%), dan meminta bantuan atasan (14.3%).
Grafik 5.4 Cara Menyelesaikan Masalah
Base: Tidak Ada Serikat Pekerja (N= 192)
“Bagaimana Anda mengatasi masalah tersebut, dan siapa yang Anda mintai bantuan untuk menyelesaikan masalah Anda?”
100.0%
10.0%
20.0%
30.0%
20.0%
10.0%
80.0%
90.0%
80.0%
70.0%
20.0%
10.0%
Masalah gaji
Masalah asuransi
Masalah ketidak adilan
Masalah honor
Masalah motor hilang
Lainnya
Ada Serikat Pekerja Tidak Ada Serikat Pekerja
64.3%
21.4%
14.3%
Berbicara langsungkepada manajemen
atau direksi
Mendiamkan saja,tidak meminta
bantuan kepadasiapa pun
Meminta bantuankepada atasan
Bab 5 Permasalahan Pekerja dan Penyelesaian oleh Serikat Pekerja
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
80
C. Serikat pekerja sebagai tempat menyampaikan keluhan
Sementara bagi responden yang bekerja di media yang tidak
memiliki serikat pekerja ditanyakan, jika misalnya di media tempat mereka
bekerja terdapat serikat pekerja apakah mereka akan menyampaikannya ke
serikat pekerja. Sebagian besar dari mereka akan berbicara langsung kepada
manajemen (41.3%). Fakta ini cukup menarik karena ternyata para jurnalis
mempunyai cukup keberanian meskipun tidak terdapat serikat pekerja di
media tempatnya bekerja.
Grafik 5.5 Apakah Akan Menyampaikan kepada Serikat Pekerja?
Base: Tidak Ada Serikat Pekerja
“Jika di media tempat Anda bekerja terdapat serikat pekerja, apakah Anda akan menyampaikan keluhan atau masalah Anda kepada serikat pekerja?”
D. Kepuasan terhadap upaya yang dilakukan serikat pekerja
Bagi mereka yang pernah mempunyai masalah dan meminta serikat
pekerja untuk membantu mengatasinya, sebagian besar merasa puas (58.3%)
dengan upaya yang dilakukan serikat pekerja. Sebesar 33.3% responden
menjawab tidak puas terhadap upaya yang dilakukan serikat pekerja untuk
membantu mengatasi masalah pekerja yang sedang mempunyai masalah.
41.3%
17.4%
11.0%
8.7%
21.7%
Bicara langsung kpdmanajemen
Meminta bantuanatasan
Ya
Tidak
Tidak tahu / tidakjawab
81
Grafik 5.6 Penilaian Kepuasan terhadap Upaya Serikat Pekerja
Base: Ada Serikat Pekerja
“Anda pernah mempunyai masalah dan meminta serikat pekerja membantu mengatasi masalah Anda. Apakah Anda merasa puas dengan upaya yang dilakukan oleh serikat pekerja?”
E. Kecepatan respons serikat pekerja terhadap keluhan pekerja
Jika dilihat dari kecepatan respons serikat pekerja dalam
menanggapi permasalahan yang dihadapi para pekerja, sebagian besar
responden menjawab respons serikat pekerja sangat cepat. Hal ini tidak
mengherankan karena sebelumnya sebagian besar responden merasa puas
dengan upaya yang dilakukan serikat pekerja.
Tidak puas, 33.3%
Sangat tidak puas, 4.2%
Sangat puas, 2.1%
Puas, 58.3%
Bab 5 Permasalahan Pekerja dan Penyelesaian oleh Serikat Pekerja
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
82
Grafik 5.7 Kecepatan Respons Serikat Pekerja
Base: Ada Serikat Pekerja
“Anda pernah mempunyai masalah dan meminta serikat pekerja membantu mengatasi masalah Anda. Menurut Anda seberapa cepat serikat pekerja menanggapi (merespons) masalah Anda?”
F. Keberhasilan serikat pekerja menyelesaikan masalah
Jika sebelumnya juga diketahui respons serikat pekerja lambat
(18.5%) dalam menangani masalah yang dihadapi para pekerja, ternyata
hasil kerja yang dilakukan serikat pekerja pun oleh sebagian responden
dianggap tidak jauh berbeda mengecewakannya. Responden yang menjawab
serikat pekerja berhasil dalam menyelesaikan permasalahan yang dialami
oleh pekerja hanya 30.9%, selanjutnya menyebut serikat pekerja gagal
menjalankan fungsinya membantu menyelesaikan masalah pekerja.
Cepat, 74.1%
Sangat cepat, 2.3%
Sangat lambat, 4.6%
Lambat, 18.5%
83
Grafik 5.8 Keberhasilan Serikat Pekerja
Base: Ada Serikat Pekerja & Tidak Ada Serikat Pekerja
“Anda pernah mempunyai masalah dan meminta serikat pekerja membantu mengatasi masalah Anda. Menurut penilaian Anda, seberapa berhasil serikat pekerja memperjuangkan masalah yang Anda alami?”
G. Penilaian terhadap penyelesaian masalah oleh serikat pekerja
Setelah sebelumnya ditanyakan bagaimana pendapat responden
terhadap kerja yang dilakukan serikat pekerja, selanjutnya ditanyakan
lagi kepada responden mengenai pendapat mereka terhadap penyelesaian
masalah yang dilakukan oleh serikat pekerja. Misalnya, apakah responden
setuju terhadap upaya yang dilakukan serikat pekerja dalam menyelesaikan
suatu permasalahan. Kepada responden ditanyakan tiga hal mengenai
apakah penyelesaian masalah oleh serikat pekerja memakan waktu lama,
mekanismenya berbelit-belit dan apakah serikat pekerja sering kalah saat
bernegosiasi dengan manajemen dalam menyelesaikan masalah. Sebagian
besar responden membantah kalau penyelesaian serikat pekerja memakan
waktu lama, berbelit-belit dan sering kalah menghadapi pihak manajemen.
Gagal, 28.9%
Sangat gagal, 6.2%
Sangat berhasil,
7.2%Berhasil, 30.9%
Tidak tahu/tidak
jawab, 26.8%
Bab 5 Permasalahan Pekerja dan Penyelesaian oleh Serikat Pekerja
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
84
Tabel 5.1 Penyelesaian Masalah oleh Serikat Pekerja
Base: Ada Serikat Pekerja
Upaya serikat pekerja Sangat setuju
Setuju Tidak setuju
Sangat tidak setuju
Tidak tahu/ tidak jawab
Penyelesaian oleh serikat pekerja memakan waktu lama
1.0% 25.8% 43.3% 8.2% 21.6%
Mekanisme penyelesaian oleh serikat pekerja berbelit-belit
1.0% 13.5% 52.1% 9.4% 24.0%
Seringkali kalah menghadapi manajemen/direksi
7.2% 30.9% 28.9% 6.2% 26.8%
“Apakah Anda sangat setuju, setuju, tidak setuju atau sangat tidak setuju dengan berbagai penyelesaian masalah yang dilakukan serikat pekerja di atas?”
85
A. Keaktifan perjuangan serikat pekerja
Salah satu tujuan utama didirikannya serikat pekerja di perusahaan
media adalah untuk memperjuangkan kesejahteraan dan kepentingan
pekerja media. Keaktifan perjuangan serikat pekerja tentunya sangat penting
agar tujuan pembentukan serikat pekerja dapat tercapai. Dalam survei
ini ditanyakan kepada responden apakah serikat pekerja di media tempat
mereka bekerja selama ini aktif dalam memperjuangkan kesejahteraan dan
kepentingan pekerja.
Dari media yang terdapat serikat pekerja, 60% responden melihat
serikat pekerja di tempat mereka bekerja memperjuangkan kesejahteraan
dan kepentingan pekerja di media masing-masing. Hal ini menunjukkan
Bab 6 Perjuangan Serikat Pekerja
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
86
perjuangan serikat pekerja media masih cukup terlihat di kalangan pekerja
media sendiri. Namun, cukup besar juga responden (20%) yang tidak
melihat keefektifan serikat pekerja dalam memperjuangkan kesejahteraan
dan kepentingan pekerja di media. Selebihnya, 20% responden tidak tahu/
tidak menjawab atas keaktifan perjuangan serikat pekerja.
Grafik 6.1 Keaktifan Perjuangan Serikat Pekerja
Base: Responden Media Ada SP
“Sepengetahuan Anda, apakah serikat pekerja di media tempat Anda bekerja aktif dalam memperjuangkan kesejahteraan dan kepentingan pekerja?”
B. Kepuasan terhadap perjuangan serikat pekerja
Aktif atau tidaknya serikat pekerja dalam memperjuangkan
kepentingan pekerja tentu akan dilihat dan dinilai para anggotanya. Upaya
yang dilakukan serikat pekerja juga diharapkan dapat membuahkan hasil
yaitu tercapainya kesejahteraan dan kepentingan pekerja media, termasuk
menjadi mitra yang sejajar bagi perusahaan. Keberhasilan perjuangan serikat
pekerja tentu akan memberikan kepuasan terhadap anggotanya. Dalam
survei ini juga ditanyakan kepada responden apakah secara umum mereka
puas dengan upaya serikat pekerja dalam memperjuangkan kesejahteraan
dan kepentingan pekerja media di tempat mereka bekerja.
Tidak tahu/tidak
jawab, 20.0%Ya, 60.0%
Tidak, 20.0%
87
Hasilnya, cukup besar responden yang menjawab tidak puas
(30.0%) dan terdapat responden yang menjawab sangat tidak puas (6.0%).
Bahkan yang menjawab puas atau sangat puas tidak ada separuhnya atau
hanya 49.0%. Selebihnya (15.0%) responden tidak menjawab/tidak tahu.
Hal ini menunjukkan serikat pekerja perlu meningkatkan lagi kapasitas
dan fungsinya agar tujuan dari pembentukan serikat pekerja untuk
memperjuangkan kesejahteraan dan kepentingan pekerja media bisa
tercapai sehingga pada akhirnya akan semakin besar pekerja media yang
merasa puas dengan perjuangan serikat pekerja.
Grafik 6.2 Tingkat Kepuasan terhadap Serikat Pekerja
Base: Responden Media Ada SP
“Secara umum, apakah Anda sangat puas, puas, tidak puas atau sangat tidak puas dengan upaya serikat pekerja dalam memperjuangkan kesejahteraan dan kepentingan pekerja?”
Kepuasan terhadap Kinerja Serikat PekerjaBerdasarkan hasil wawancara, walaupun sebagian responden
menyatakan puas terhadap kinerja serikat pekerja tapi ada juga yang masih merasa belum puas. Mereka yang merasa belum puas umumnya menyebutkan serikat pekerja belum dikelola secara maksimal.“Belum puas, masih harus dibenahi lagi. Internal kami belum tertib, misalnya struktur kepengurusan belum ada ketuanya.” (Laki-laki, Redaktur, Jakarta)
Tidak puas, 30.0%
Sangat tidak puas, 6.0%
Sangat puas, 5.0%
Puas, 44.0%
Tidak tahu/tidak
jawab, 15.0%
Bab 6 Perjuangan Serikat Pekerja
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
88
C. Penilaian terhadap manfaat perjuangan serikat pekerja
Satu indikator lain yang juga bisa digunakan untuk menilai
keberadaan serikat pekerja media adalah manfaat yang dirasakan oleh pekerja
media. Apakah selama ini perjuangan serikat pekerja dirasakan oleh semua
pekerja media, sebagian besar, sebagian kecil atau bahkan tidak dirasakan
sama sekali manfaatnya oleh pekerja media. Dari hasil survei diketahui
bahwa sebesar 31% responden menilai perjuangan serikat pekerja dirasakan
manfaatnya oleh semua pekerja media. Sebanyak 24% responden menilai
manfaatnya dirasakan sebagian besar pekerja media dan 15% responden
menilai manfaatnya hanya dirasakan oleh sebagian kecil pekerja media.
Sementara yang menilai perjuangan serikat pekerja tidak dirasakan
manfaatnya sama sekali oleh pekerja media sebesar 13% responden. Besarnya
responden yang menjawab manfaat perjuangan serikat pekerja dirasakan
oleh sebagian kecil pekerja media dan bahkan tidak dirasakan sama sekali
oleh pekerja media ini seiring dengan dengan besarnya responden yang
merasa tidak puas dengan perjuangan serikat pekerja. Responden yang
“Menurut saya, cukup puas. Indikatornya, kami bisa mnajalankan fungsi kontrol terhadap manajemen sehingga tercipta iklim kerja yang kondusif.” (Laki-laki, Redaktur, Jakarta)
“Saya rasa belum puas, kami masih terus berjuang dan berbenah diri. Banyak program-program kami yang belum sepenuhnya berjalan dan ini perlu waktu untuk mewujudkannya. Tapi, bagaimana pun kami tetap akan memperjuangkannya sehingga apa yang menjadi visi dan tujuan kami dapat terwujud.” (Laki-laki, Redaktur, Jakarta)
”Biasa saja sebab selama ini memang tidak ada masalah.” (Laki-laki, Redaktur, Jakarta)
89
merasa tidak puas inilah yang kemungkinan tidak merasakan manfaat
keberadaan serikat pekerja.
Grafik 6.3 Manfaat Perjuangan Serikat Pekerja
Base: Responden Media Ada SP
“Menurut penilaian Anda, apakah perjuangan serikat pekerja di media tempat Anda bekerja dirasakan oleh semua pekerja, sebagian besar pekerja, sebagian kecil pekerja atau tidak dirasakan sama sekali oleh pekerja?”
D. Aspek yang diperjuangkan serikat pekerja
Lantas aspek apa saja yang diperjuangkan oleh serikat pekerja?
Selama ini yang menjadi fokus perjuangan serikat pekerja lebih banyak
adalah masalah upah. Beberapa hal yang berkaitan dengan kesejahteraan
pekerja media mulai dari upah, fasilitas, beban kerja kerja hingga soal
hak cipta ditanyakan kepada responden. Benarkah sejumlah hal tersebut
diperjuangkan oleh serikat pekerja di tempat mereka bekerja.
Untuk upah, sebagian besar responden (63%) menjawab serikat
pekerja di tempat mereka bekerja memperjuangkan upah yang layak.
Hal kedua yang banyak diperjuangkan oleh serikat pekerja adalah soal
pemutusan hubungan kerja (57%), disusul kemudian soal asuransi dan
Bab 6 Perjuangan Serikat Pekerja
75.0%
15.0%
5.0%
5.0%
0.0%
Dirasakan manfaatnya oleh semua pekerjamedia
Dirasakan manfaatnya oleh sebagian besarpekerja media
Dirasakan manfaatnya oleh sebagian kecilpekerja media
Tidak dirasakan manfaatnya sama sekalioleh pekerja media
Tidak tahu/tidak jawab
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
90
tunjangan kesehatan (47%), lalu status kerja (44%).
Selain soal upah dan pemutusan hubungan kerja, lebih banyak
responden yang menjawab serikat pekerja di tempat mereka bekerja tidak
memperjuangkan sejumlah hal yang juga sangat penting. Hal yang paling
tinggi tidak diperjuangkan oleh serikat pekerja adalah hak cipta (80%).
Kedua, soal biaya liputan (68%), disusul kemudian soal beban dan jam kerja
(66%) dan fasilitas untuk pekerja (66%).
Grafik 6.4 Aspek yang Diperjuangkan Serikat Pekerja
Base: Responden Media Ada SP
“Apakah sejumlah aspek ini pernah diperjuangkan oleh serikat pekerja?”
Menyambung pertanyaan sebelumnya, ditanyakan juga kepada
responden apakah perjuangan serikat pekerja pada aspek-aspek tersebut
berhasil. Atas masalah upah yang selama ini memang menjadi fokus
perjuangan serikat pekerja, ternyata hanya 33.9% responden yang menilai
perjuangan serikat pekerja pada persoalan tersebut berhasil. Masih cukup
tinggi responden yang menilai perjuangan serikat pekerja dalam soal upah
layak gagal (28.9%). Angka 33.9% ini adalah yang paling kecil di antara
63.0%
32.0%
47.0%
35.0%
35.0%
38.0%
44.0%
38.0%
57.0%
20.0%
37.0%
68.0%
53.0%
65.0%
65.0%
62.0%
56.0%
62.0%
43.0%
80.0%
Gaji
Klaim biaya liputan
Asuransi dan tunjangan kesehatan
Beban dan jam kerja
Fasilitas untuk pekerja
Cuti
Status pekerja
Jenjang karier
Pemutusan hubungan kerja
Hak cipta
Ya Tidak
91
angka keberhasilan perjuangan serikat pekerja pada aspek-aspek lain selain
upah. Jika melihat kembali hasil kepuasan pekerja media pada perjuangan
serikat pekerja, maka angka ini tidak jauh selisihnya.
Meskipun banyak yang menilai kegigihan serikat pekerja dalam
memperjuangkan masalah upah, namun yang menilai kegagalan perjuangan
serikat pekerja juga cukup besar. Menurut responden aspek yang dinilai
paling berhasil diperjuangkan oleh serikat pekerja adalah soal cuti (73.3%).
Disusul kemudian soal hak cipta (70%) dan soal status kerja (63.6%).
Meskipun sebelumnya hak cipta dianggap sebagai hal yang paling tidak
diperjuangkan serikat pekerja, namun keberhasilan dalam memperjuangkan
hak cipta ini cukup dianggap berhasil. Perjuangan serikat pekerja yang
paling tinggi dinilai kegagalannya adalah fasilitas untuk pekerja (44.1%).
Disusul kemudian soal upah (28.9%) dan biaya liputan (28.1%). Upah
dan fasilitas untuk pekerja merupakan dua hal yang paling sering menjadi
ukuran kesejahteraan pekerja media. Namun dua hal ini pula yang dianggap
paling tinggi penilaian kegagalannya.
Tabel 6.1 Keberhasilan Perjuangan Serikat Pekerja
Base: Responden Media Ada SP
Isu
Menurut penilaian Anda, apakah perjuangan serikat pekerja dalam aspek:
Sangat berhasil
Berhasil GagalSangat gagal
Tidak tahu/tidak
jawab
Upah 2.9% 31.0% 24.6% 4.3% 29.0%
Biaya liputan 3.1% 46.9% 25.0% 3.1% 21.9%
Bab 6 Perjuangan Serikat Pekerja
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
92
Asuransi dan tunjangan kesehatan 12.8% 44.7% 23.4% 0.0% 19.1%
Beban dan jam kerja 14.3% 42.9% 20.0% 2.9% 20.0%
Fasilitas untuk pekerja 8.8% 38.2% 35.3% 8.8% 8.8%
cuti 7.9% 65.8% 13.2% 2.6% 10.5%
Status kerja 6.8% 56.8% 22.7% 0.0% 13.6%
Jenjang karier 5.3% 44.7% 18.4% 2.6% 28.9%
Pemutusan hubungan kerja 7.0% 47.4% 17.5% 5.3% 22.8%
Hak cipta 10.0% 60.0% 25.0% 0.0% 5.0%
Tentunya berhasil atau tidaknya perjuangan serikat pekerja
pada aspek-aspek yang berkaitan dengan kesejahteraan pekerja media
akan berefek pada kepuasan perjuangan serikat pekerja di tempat mereka
bekerja. Sebelumnya sudah dibahas bahwa secara umum responden yang
menyatakan puas terhadap perjuangan serikat pekerja sebesar 49%. Survei
ini juga menemukan fakta, ternyata kepuasan terhadap perjuangan serikat
pekerja pada aspek yang berkaitan dengan kesejahteraan pekerja media,
seiring dengan keberhasilan serikat pekerja dalam memperjuangkan aspek-
aspek tersebut. Lebih banyak responden yang menyatakan puas dengan
perjuangan serikat pekerja pada tiap-tiap aspek. Jika dibandingkan dengan
kepuasan secara umum, rata-rata kepuasan responden pada tiap-tiap aspek
tidak jauh berbeda juga, yaitu sebesar 55% menyatakan puas. Meskipun
lebih banyak responden yang menyatakan puas, namun cukup besar juga
responden yang menyatakan tidak puas dan ini tentunya perlu mendapat
perhatian khusus dari para aktivis serikat pekerja media.
93
Soal cuti juga menjadi hal yang paling tinggi penilaian kepuasannya
(68.6%). Disusul kemudian soal hak cipta (65%) dan status kepegawaian
(62.4%). Begitu pula dengan yang dinilai paling tidak memuaskan yaitu soal
fasilitas untuk pekerja (41.2%). Disusul kemudian soal gaji (36.2%), juga
soal beban dan jam kerja (31.4%).
Tabel 6.2 Kepuasan terhadap Perjuangan Serikat Pekerja pada Aspek
Kesejahteraan
Base: Responden Media Ada SP
Isu
Apakah Anda puas dengan perjuangan serikat pekerja pada aspek:
Sangat puas
PuasTidak puas
Sangat tidak puas
Tidak tahu/tidak jawab
Upah 7.2% 39.1% 27.5% 8.7% 17.4%
Biaya liputan 9.4% 43.8% 18.8% 9.4% 18.8%
Asuransi dan tunjangan kesehatan 10.6% 44.7% 21.3% 2.1% 21.3%
Beban dan jam kerja 5.7% 45.7% 25.7% 5.7% 17.1%
Fasilitas untuk pekerja 0.0% 52.9% 32.4% 8.8% 5.9%
cuti 2.6% 65.8% 13.2% 5.3% 13.2%
Status kerja 2.3% 59.1% 25.0% 0.0% 13.6%
Jenjang karier 7.9% 42.1% 21.1% 5.3% 23.7%
Pemutusan hubungan kerja 7.0% 47.4% 14.0% 7.0% 24.6%
Hak cipta 10.0% 55.0% 25.0% 5.0% 5.0%
Dari berbagai persoalan pekerja media, menurut sebagian besar
Bab 6 Perjuangan Serikat Pekerja
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
94
responden, baik kelompok responden media yang memiliki serikat maupun
responden media yang tidak memiliki serikat, yang harus didahulukan
untuk diperjuangkan serikat pekerja adalah soal upah. Hal ini harus
menjadi fokus perjuangan serikat pekerja. Sementara aspek kedua yang
perlu diperjuangkan serikat pekerja, terdapat perbedaan pendapat antara
kelompok yang memiliki serikat pekerja dengan kelompok responden yang
tidak mempunyai serikat. Menurut kelompok responden yang mempunyai
serikat hal kedua yang perlu diperjuangkan serikat pekerja adalah soal
pemutusan hubungan kerja (10%), sementara menurut kelompok responden
yang tidak memiliki serikat adalah soal fasilitas untuk pekerja (8.6%). Upah,
fasilitas untuk pekerja dan pemutusan hubungan kerja memang menjadi isu
yang paling sering diusung dalam perjuangan serikat pekerja.
Grafik 6.5 Aspek yang Menjadi Prioritas Perjuangan Serikat Pekerja
Base: Responden Media Ada SP & Responden Media Tidak Ada SP
Dari berbagai persoalan pekerja media, menurut Anda mana yang harus didahulukan untuk diperjuangkan serikat pekerja?
63.0%
10.0%
5.0%
5.0%
4.0%
3.0%
2.0%
2.0%
2.0%
1.0%
1.0%
0.0%
2.0%
64.5%
2.2%
4.3%
3.2%
6.5%
1.1%
5.4%
1.1%
8.6%
2.2%
0.0%
1.1%
0.0%
Gaji
Pemutusan hubungan kerja
Status pekerja
Jenjang karier
Asuransi dan tunjangan kesehatan
Hak cipta
Soal beban kerja
Jam kerja
Fasilitas untuk pekerja
Biaya liputan
Lainnya
Soal cuti
Tidak tahu/tidak jawab
Ada Serikat Pekerja Tidak Ada Serikat Pekerja
95
E. Penilaian terhadap efektivitas perjuangan serikat pekerja
Jika sebelumnya ditanyakan keaktifan perjuangan serikat pekerja,
kali ini akan dibahas bagaimana penilaian responden terhadap efektivitas
perjuangan serikat pekerja. Ditanyakan kepada responden, apakah kehadiran
serikat pekerja efektif dalam memperjuangkan hak pekerja. Bila sebelumnya
juga telah diketahui, lebih banyak yang menilai perjuangan serikat pekerja
berhasil, walau cukup besar pula yang menilai gagal, apakah hal ini juga akan
memengaruhi penilaian atas efektivitas perjuangan serikat pekerja?
Grafik berikut menunjukkan penilaian responden terhadap
efektivitas perjuangan serikat pekerja di perusahaan media. Ternyata
keberhasilan perjuangan serikat pekerja selalu seiring dengan efektivitas
perjuangan serikat pekerja. Dalam situasi seperti itu, lebih banyak responden
yang menilai perjuangan serikat pekerja efektif. Tidak ada perbedaan
signifikan penilaian responden yang bekerja di media yang terdapat serikat
pekerja dengan responden yang bekerja di perusahaan media yang belum
terdapat serikat pekerja.
Grafik 6.6 Efektivitas Perjuangan Serikat Pekerja
Base: Responden Media Ada SP & Responden Media Tidak Ada SP
“Jika di media tempat Anda bekerja terdapat serikat pekerja, menurut penilaian Anda, apakah kehadiran serikat pekerja efektif dalam memperjuangkan hak pekerja?”
53.6%
22.7% 23.7%
43.0%
17.2%
39.8%
Efektif Tidak efektif Tidak tahu/tidakmenjawab
Ada Serikat Pekerja Tidak Ada Serikat Pekerja
Bab 6 Perjuangan Serikat Pekerja
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
96
Alasan perjuangan serikat pekerja tidak efektif menurut kelompok responden media yang memiliki serikat lebih dikarenakan serikat pekerja tidak didukung oleh semua pekerja (52%). Alasan kedua, menurut mereka, adalah tidak didukung oleh pimpinan perusahaan (32%).
Sementara menurut kelompok responden media yang tidak memiliki serikat tidak efektifnya perjuangan serikat pekerja lebih dikarenakan serikat pekerja terlalu bersikap kompromistis terhadap manajemen perusahaan (31.3%). Alasan kedua adalah tidak didukung oleh semua pekerja (25%).
Grafik 6.7 Alasan Perjuangan Serikat Pekerja Tidak Efektif
Base: Responden Media Ada SP & Responden Media Tidak Ada SP
“ Menurut Anda, mengapa kehadiran serikat pekerja di media Anda tidak efektif?”
52.0%
32.0%
8.0%
4.0%
4.0%
0.0%
0.0%
25.0%
18.8%
31.3%
6.3%
6.3%
6.3%
6.3%
Tidak didukung oleh semua pekerja
Tidak didukung oleh pemimpin perusahaanKompromistis dengan manajemen
perusahaan
Lainnya (sebutkan)
Tidak sesuai keinginan
Bukan menjadi skala prioritas
Hadir dalam rentang waktu yang panjang
Ada Serikat Pekerja Tidak Ada Serikat Pekerja
97
A. Penilaian terhadap aktivitas serikat pekerja
Sedikit berbeda dengan perjuangan serikat pekerja, berikut
adalah penilaian atas sejumlah aktivitas yang dilakukan serikat pekerja di
perusahaan media. Perjuangan serikat pekerja merupakan salah satu bagian
dari aktivitas serikat pekerja. Karenanya, aktif tidaknya serikat pekerja
juga akan diukur dari berbagai aktivitas yang dilakukan serikat pekerja di
perusahaan media.
Dari responden yang bekerja di media yang memiliki serikat
pekerja, ditanyakan apakah serikat pekerja di tempat mereka bekerja aktif
atau tidak. Sebesar 51.5% responden melihat, serikat pekerja di tempat
mereka bekerja aktif mengadakan kegiatan. Sementara yang menjawab
Bab 7 Aktivitas Serikat Pekerja
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
98
tidak aktif sebesar 31.3%, selebihnya (17.2%) responden menjawab tidak
tahu/tidak menjawab.
Grafik 7.1 Keaktifan Kegiatan Serikat Pekerja
Base: Responden Media Ada SP
“Menurut penilaian Anda, apakah serikat pekerja di tempat Anda bekerja aktif?”
Responden yang melihat serikat pekerja di tempat mereka bekerja
tidak aktif paling banyak menjawab dikarenakan anggotanya sibuk bekerja
(40.6%), bahkan ada yang menilai serikat pekerja tidak ada gunanya (25%).
Alasan lain mengapa serikat pekerja tidak aktif adalah karena tidak ada
masalah di perusahaan tempat mereka bekerja (21.9%).
Grafik 7.2 Alasan Serikat Pekerja Tidak Aktif
Base: Responden Media Ada SP
“ Menurut Anda, mengapa serikat pekerja tidak bisa aktif?”
Tidak aktif, 31.3%
Aktif, 51.5% Tidak tahu/tidak
jawab, 17.2%
40.6%
25.0%
21.9%
15.6%
Anggota sibuk bekerja
Menilai serikat pekerja tidak ada gunanya
Tidak ada masalah di perusahaan pers
Lainnya
99
Serikat pekerja paling banyak melakukan kegiatan kurang dari
sekali per bulan (28.3%). Sebesar 16.2% responden melihat serikat pekerja
mengadakan kegiatan 1-2 kali per bulan. Sementara yang melihat serikat
pekerja tidak pernah melakukan kegiatan sebesar 14.1% responden.
Grafik 7.3 Frekuensi Kegiatan Serikat Pekerja
Base: Responden Media Ada SP
“Sepengetahuan Anda, seberapa sering kegiatan serikat pekerja di media tempat Anda bekerja dilakukan?”
B. Aktivitas serikat pekerja
Selanjutnya ditanyakan kepada responden apakah dalam
melakukan aktivitas, serikat pekerja memberitahukan kepada semua
anggota, menyertakan dan meminta semua anggota untuk terlibat serta
memberitahukan hasil aktivitasnya kepada semua anggota serikat pekerja.
Dalam memberitahu semua anggota serikat tentang adanya kegiatan,
sebanyak 41% responden menjawab serikat pekerja selalu melakukan
pemberitahuan. Hanya 6% responden yang menjawab serikat pekerja tidak
pernah memberitahukan kepada semua anggota akan adanya kegiatan.
Dalam menyertakan serta meminta semua anggota serikat pekerja
28.3%
16.2%
14.1%
11.1%
9.0%
21.2%
< 1 kali per bulan
1-2 kali per bulan
Tidak pernah
3-5 kali per bulan
lebih dari 5 kali per bulan
Tidak tahu/tidak jawab
Bab 7 Aktifitas Serikat Pekerja
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
100
terlibat atau ikut serta dalam aktivitas, sebanyak 44% responden menyatakan
serikat pekerja selalu menyertakan dan meminta semua anggota untuk
terlibat. Hanya 4% responden yang menjawab serikat pekerja tidak pernah
menyertakan dan meminta semua anggota untuk terlibat. Begitu pula dalam
pemberitahuan hasil kegiatan kepada anggota, sebanyak 37% responden
menjawab serikat pekerja selalu memberitahukan hasil dari kegiatan kepada
semua anggota. Hanya 6% yang menjawab serikat pekerja tidak pernah
memberitahukan hasil kegiatan kepada semua anggota serikat pekerja.
Tabel 7.1 Aktivitas Serikat Pekerja
Base: Responden Media Ada SP
Dalam melakukan kegiatan, apakah serikat pekerja di tempat Anda bekerja:
Selalu SeringKadang-kadang
Tidak pernah
Tidak tahu/tidak jawab
Memberitahukan kepada semua anggota serikat pekerja akan adanya kegiatan
41.0% 25.0% 12.0% 6.0% 7.0%
Menyertakan dan meminta semua anggota serikat pekerja untuk terlibat atau ikut serta dalam kegiatan
44.0% 22.0% 11.0% 4.0% 10.0%
Memberitahukan hasil dari kegiatan kepada semua anggota serikat pekerja
37.0% 20.0% 18.0% 6.0% 9.0%
Berikut adalah sejumlah aktivitas yang ditanyakan kepada
responden. Apakah serikat pekerja di tempat mereka pernah mengadakan
101
pelatihan internal (in house training) untuk meningkatkan kemampuan
pekerja (misalnya, pelatihan fotografi, menulis, teknologi informasi, dll),
mengirimkan anggota serikat pekerja untuk mengikuti pelatihan di tempat
lain; dan melakukan pertemuan dengan anggota serikat pekerja dari media
lain.
Untuk aktivitas mengadakan pelatihan internal, sebagian besar
responden (73.3%) mengatakan serikat pekerja di tempat mereka bekerja
tidak pernah melakukan kegiatan itu. Hanya 26.3% responden yang
menyatakan serikat pekerja di tempat mereka bekerja pernah mengadakan
pelatihan internal untuk meningkatkan kemampuan pekerja. Sedangkan
aktivitas mengirimkan anggota serikat pekerja untuk mengikuti pelatihan
di tempat lain dan melakukan konsolidasi dengan anggota serikat pekerja
dari media lain, separuh dari responden (sekitar 50%) menyatakan serikat
pekerja pernah mengadakan aktivitas tersebut.
Tabel 7.2 Aktivitas Serikat Pekerja
Base: Responden Media Ada SP
Aktivitas Ya Tidak
Mengadakan pelatihan internal (in house training) untuk meningkatkan kemampuan pekerja (misalnya, pelatihan fotografi, menulis, teknologi informasi, dsb)
26.3% 73.3%
Mengirimkan anggota serikat pekerja untuk mengikuti pelatihan di tempat lain (misalnya, pelatihan fotografi, menulis, teknologi informasi, dsb)
44.4% 55.6%
Melakukan konsolidasi dengan anggota serikat pekerja dari media lain
45.9% 54.1%
Menyambung pertanyaan sebelumnya, juga ditanyakan apakah
Bab 7 Aktifitas Serikat Pekerja
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
102
sejumlah aktivitas yang disebutkan tadi penting bagi pekerja media. Dari
ketiga aktivitas yang dilakukan serikat pekerja ini, sebagian besar responden
(di atas 80%) menilai penting aktivitas itu dilaksanakan. Hanya sebagian
kecil (sekitar 5%) responden yang menyatakan aktivitas seperti pelatihan
internal, mengirimkan anggota serikat pekerja untuk mengikuti pelatihan di
tempat lain dan melakukan konsolidasi dengan anggota serikat pekerja dari
media lain, tidak penting atau kurang penting.
Tabel 7.3 Penilaian Aktivitas Serikat Pekerja
Base: Responden Media Ada SP
AktivitasSangat penting
Cukup penting
Kurang penting
Tidak penting sama sekali
Tidak tahu/ tidak jawab
Mengadakan pelatihan internal (in house training) untuk meningkatkan kemampuan pekerja (misalnya, pelatihan fotografi, menulis, teknologi informasi, dsb)
50.0% 39.8% 3.1% 1.0% 6.1%
Mengirimkan anggota serikat pekerja untuk mengikuti pelatihan di tempat lain (misalnya, pelatihan fotografi, menulis, teknologi informasi, dsb)
51.0% 33.7% 4.1% 1.0% 10.2%
Melakukan konsolidasi dengan anggota serikat pekerja dari medi lain
47.9% 33.3% 5.2% 2.1% 11.5%
103
Dari beberapa aktivitas yang diadakan oleh serikat pekerja tadi,
selanjutnya ditanyakan kepada responden apakah mereka mengikuti
aktivitas yang dilaksanakan oleh serikat pekerja itu. Untuk pelatihan internal
sebagian besar responden (79.8%) menjawab tidak pernah mengikutinya
dalam satu tahun terakhir ini. Sedangkan pengiriman anggota serikat pekerja
untuk mengikuti pelatihan di tempat lain, 59.6% responden menjawab
pernah mengikuti, dan 40.4% responden menjawab tidak pernah mengikuti
kegiatan tersebut. Sementara konsolidasi dengan anggota serikat pekerja
dari media lain, 62.4% responden menjawab tidak pernah melakukannya
dan 37.6% responden menjawab pernah mengikutinya. Dari ketiga aktivitas
yang dilakukan oleh serikat pekerja, sebagian besar responden tidak pernah
mengikuti—meskipun sebelumnya banyak yang mengatakan bahwa serikat
pekerja selalu memberitahu kepada semua anggota akan adanya aktivitas
tersebut.
Tabel 7.4 Pernah Mengikuti Aktivitas Serikat Pekerja
Base: Responden Media Ada SP
Pernahkah Anda mengikuti aktivitas yang dilakukan oleh serikat pekerja, misalnya:
Ya Tidak
Mengikuti pelatihan internal (in house training) untuk meningkatkan kemampuan pekerja (misalnya, pelatihan fotografi, menulis, teknologi informasi, dsb)
20.2% 79.8%
Mengikuti pelatihan di tempat lain (misalnya, pelatihan fotografi, menulis, teknologi informasi, dsb)
40.4% 59.6%
Melakukan konsolidasi dengan anggota serikat pekerja dari media lain
37.6% 62.4%
Bab 7 Aktifitas Serikat Pekerja
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
104
Selanjutnya bagi mereka yang pernah mengikuti berbagai aktivitas
yang dilakukan oleh serikat pekerja, ditanyakan pula bagaimana penilaian
mereka terhadap aktivitas yang mereka ikuti itu: bermanfaat atau tidak.
Aktivitas pelatihan internal untuk meningkatkan kemampuan pekerja,
dari responden yang pernah mengikuti sebagian besar (78.9%) menjawab
kegiatan tersebut cukup bermanfaat. Selebihnya 21.1% responden
menjawab, aktivitas tersebut kurang bermanfaat. Hal ini berbeda dari
temuan sebelumnya, di mana hanya 3% responden yang menilai aktivitas
ini kurang penting.
Bagi yang pernah dikirim untuk mengikuti pelatihan di tempat lain,
sebagian besar responden menilai aktivitas yang mereka ikuti bermanfaat.
Hanya sekitar 5% responden yang menjawab kegiatan ini kurang penting.
Sedangkan untuk konsolidasi dengan anggota serikat pekerja dari media
lain, hanya 2.8% responden yang menyatakan aktivitas itu tidak bermanfaat.
Selebihnya mereka menilai aktivitas yang mereka ikuti bermanfaat. Hal
ini juga tidak jauh berbeda dengan hasil sebelumnya yakni hanya 2.1%
responden yang menyatakan pertemuan dengan serikat pekerja dari media
lain tidak penting. Suatu kegiatan pada umumnya akan dianggap penting
karena mempunyai manfaat.
Tabel 7.5 Penilaian Manfaat Mengikuti Aktivitas Serikat Pekerja
Base: Responden Media Ada SPDalam melakukan kegiatan, apakah serikat pekerja di tempat anda bekerja melakukan hal-hal berikut:
Sangat Bermanfaat
Cukup Bermanfaat
Kurang Bermanfaat
Tidak Bermanfaat Sama Sekali
Tidak Tahu/ Tidak Jawab
105
Mengadakan pelatihan internal (in house training) untuk meningkatkan kemampuan pekerja (misalnya, pelatihan fotografi, menulis, teknologi informasi, dsb)
0.0% 78.9% 21.1% 0.0% 0.0%
Mengirimkan anggota serikat pekerja untuk mengikuti pelatihan di tempat lain (misalnya, pelatihan fotografi, menulis, teknologi informasi, dsb)
71.1% 18.4% 2.6% 2.6% 5.3%
Melakukan konsolidasi dengan anggota serikat pekerja dari media lain
69.4% 16.7% 0.0% 2.8% 11.1%
C. Pertemuan serikat pekerja
Selain aktivitas yang telah dibahas di atas, juga ditanyakan kepada
responden mengenai pertemuan atau rapat yang dilakukan serikat pekerja.
Ada dua rapat yang ditanyakan kepada responden, yaitu rapat rutin yang
membicarakan perkembangan serikat pekerja dan rapat yang terkait dengan
permasalahan yang harus diselesaikan oleh serikat pekerja karena ada
masalah yang dihadapi pekerja. Untuk rapat rutin, menurut responden,
paling banyak dilakukan kurang dari sekali per bulan (32.3%). Sedangkan
untuk rapat yang terkait masalah yang harus diselesaikan serikat pekerja,
misalnya karena ada karyawan yang di-PHK, paling banyak responden
(30.3%) menjawab, serikat pekerja tidak pernah melakukannya.
Bab 7 Aktifitas Serikat Pekerja
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
106
Tabel 7.6 Pertemuan Serikat Pekerja
Base: Responden Media Ada SP
Pertemuan Serikat Pekerja
Tidak pernah
Kurang dari
sekali per
bulan
1-2 kali per
bulan
3-5 kali per
bulan
Lebih dari 5
kali per bulan
Tidak tahu/ tidak jawab
Rapat rutin untuk membicarakan perkembangan serikat pekerja
25.3% 32.3% 12.1% 12.1% 3.0% 15.2%
Rapat terkait masalah yang harus diselesaikan serikat pekerja (misalnya, ketika ada pekerja yang di-PHK, dsb)
30.3% 23.2% 9.1% 8.1% 8.1% 21.2%
Tidak jauh berbeda dengan frekuensi rapat yang dilakukan oleh
serikat pekerja, responden paling banyak mengikuti rapat rutin kurang
dari sekali per bulan. Begitu pula dengan rapat terkait masalah yang harus
diselesaikan serikat pekerja, misalnya ketika ada pekerja yang di-PHK,
paling banyak responden menjawab tidak pernah mengikuti rapat itu.
Frekuensi berapa kali rapat dilakukan oleh serikat pekerja dengan frekuensi
berapa kali pekerja mengikuti rapat sudah sewajarnya jika hasilnya tidak
jauh berbeda. Karena pekerja biasanya bisa mengikuti rapat yang dilakukan
serikat pekerja jika serikat pekerja mengadakan rapat.
107
Tabel 7.7 Keikutsertaan Pekerja dalam Pertemuan Serikat Pekerja
Base: Responden Media Ada SP
Pertemuan serikat pekerja
Tidak pernah
Kurang dari
sekali per
bulan
1-2 kali per
bulan
3-5 kali per
bulan
Lebih dari 5
kali per bulan
Tidak tahu/ tidak jawab
Rapat rutin membicarakan perkembangan serikat pekerja
25.8% 32.0% 4.3% 13.4% 3.1% 16.5%
Rapat terkait masalah yang harus diselesaikan serikat pekerja (misalnya ketika ada pekerja yang di-PHK, dsb)
29.2% 21.6% 9.3% 11.3% 6.2% 21.6%
D. Iuran dalam serikat pekerja
Berjalannya aktivitas serikat tidak terlepas dari kebutuhan akan
dana. Karena itulah dalam survei ini ditanyakan pula kepada responden
apakah di media tempat mereka bekerja ada iuran-iuran yang harus
disetorkan ke serikat pekerja tiap bulannya. Ada tiga iuran yang ditanyakan
kepada responden, yaitu iuran bulanan, iuran sukarela dan iuran ketika
serikat pekerja menghadapi masalah yang harus diselesaikan.
Untuk iuran bulanan, sebagian besar responden (68.8%) menjawab
tidak ada iuran bulanan. Selebihnya (31.3%) menjawab ada iuran bulanan
untuk serikat pekerja di tempat mereka bekerja. Sama seperti iuran bulanan,
iuran ketika serikat pekerja menghadapi masalah, sebesar 68.8% responden
menyatakan tidak ditarik iuran dan 31.3% responden menyatakan ada iuran
Bab 7 Aktifitas Serikat Pekerja
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
108
ketika serikat pekerja menghadapi masalah. Sementara iuran sukarela,
sebagian besar responden (77.1%) menjawab ada iuran sukarela, selebihnya
(23%) menjawab tidak ada iuran sukarela.
Grafik 7.4 Iuran Serikat Pekerja
Base: Responden Media Ada SP
“Sepengetahuan Anda, apakah ada iuran di dalam serikat pekerja?”
E. Frekuensi pertemuan serikat pekerja
Pada bab sebelumnya telah diulas, perjuangan serikat pekerja pada
beberapa aspek yang berkaitan dengan kesejahteraan pekerja media mulai
dari upah hingga hak cipta. Bentuk perjuangan serikat pekerja pada aspek-
aspek tersebut bisa dilihat, salah satunya, pada apakah aspek-aspek yang
berkaitan dengan kesejahteraan pekerja media ini pernah dibicarakan dalam
pertemuan serikat pekerja. Kepada responden ditanyakan, dalam satu tahun
terakhir ini seberapa sering dilakukan rapat membicarakan masalah-masalah
yang berkaitan dengan kesejahteraan pekerja.
Dari berbagai persoalan mulai dari gaji hingga hak cipta, semua
aspek tersebut menurut mayoritas responden yang menjawab, serikat
pekerja tidak melakukan pertemuan untuk membicarakannya. Paling sedikit
31.3%
77.1%
31.3%
68.8%
23.0%
68.8%
Iuran bulanan
Iuran sukarela
Iuran ketika SerikatPekerja terkait masalah
Ya Tidak
109
responden yang menjawab, serikat pekerja melakukan pertemuan lebih dari
lima kali dalam sebulan untuk membicarakan persoalan yang berkaitan
dengan kesejahteraan pekerja media.
Pertemuan yang paling sering dilakukan serikat pekerja (lebih dari
lima kali sebulan) adalah membahas pemutusan hubungan kerja. Sedangkan
pertemuan yang jarang dilakukan serikat pekerja (tidak pernah) adalah
pertemuan yang membahas soal hak cipta (60.2%).
Tabel 7.8
Frekuensi Pertemuan Serikat Pekerja Membahas Masalah Pekerja
Base: Responden Media Ada SP
Masalah pekerjaTidak
pernah
< 1 kali per
bulan
1-2 kali per
bulan
3-5 kali per
bulan
Lebih dari 5 kali
Tidak tahu/ tidak jawab
Upah 36.7% 26.5% 6.1% 7.1% 5.1% 18.4%
Biaya liputan 51.0% 16.3% 3.1% 8.2% 1.0% 20.4%
Asuransi dan tunjangan kesehatan
42.9% 23.5% 8.2% 5.1% 3.1% 17.3%
Beban dan jam kerja 48.0% 19.4% 6.1% 7.1% 2.0% 17.3%
Fasilitas untuk pekerja
51.0% 20.4% 4.1% 6.1% 1.0% 17.3%
cuti 49.0% 20.4% 4.1% 6.1% 1.0% 19.4%
Status kerja 43.9% 23.5% 4.1% 6.1% 3.1% 19.4%
Jenjang karier 46.9% 18.4% 5.1% 8.2% 4.1% 17.3%
Pemutusan hubungan kerja
43.9% 15.3% 5.1% 8.2% 10.2% 17.3%
Hak cipta 60.2% 10.2% 4.1% 6.1% 2.0% 17.3%
Bab 7 Aktifitas Serikat Pekerja
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
110
Frekuensi para pekerja mengikuti pertemuan yang membahas
masalah pekerja dilakukan seiring dengan frekuensi diadakannya pertemuan
oleh serikat pekerja. Paling banyak responden menjawab tidak pernah
mengikuti pertemuan dan paling sedikit responden mengikuti pertemuan
lebih dari lima kali per bulan. Dalam pertemuan tersebut yang paling sering
dibahas pekerja adalah soal pemutusan hubungan kerja. Dan yang paling
banyak tidak pernah diikuti adalah pertemuan yang membahas hak cipta
(59.8%).
Tabel 7.9 Frekuensi Keikutsertaan Pertemuan Mengenai Masalah Pekerja
Base: Responden Media Ada SP
Masalah pekerjaTidak
pernah
< 1 kali per
bulan
1-2 kali per
bulan
3-5 kali per
bulan
Lebih dari 5 kali
Tidak tahu/ tidak jawab
Upah 40.6% 27.1% 7.3% 8.3% 1.0% 15.6%
Biaya liputan 53.1% 16.7% 3.1% 8.3% 1.0% 17.7%
Asuransi dan tunjangan kesehatan
45.8% 22.9% 7.3% 5.2% 3.1% 15.6%
Beban dan jam kerja 47.9% 20.8% 5.2% 7.3% 2.1% 16.7%
Fasilitas untuk pekerja
53.1% 20.8% 2.1% 6.3% 1.0% 16.7%
cuti 51.0% 18.8% 4.2% 6.3% 1.0% 18.8%
Status kerja 46.9% 21.9% 5.2% 6.3% 3.1% 16.7%
Jenjang karier 44.3% 19.6% 4.1% 8.2% 4.1% 19.6%
Pemutusan hubungan kerja
41.2% 16.5% 5.2% 9.3% 9.3% 18.6%
Hak cipta 59.8% 9.3% 4.1% 5.2% 4.1% 17.5%
F. Persepsi terhadap aktivitas serikat pekerja
111
Terkait apakah serikat pekerja sebaiknya memfokuskan diri
memperjuangkan kesejahteraan pekerja media atau juga perlu melakukan
aktivitas peningkatkan kemampuan pekerja, sebagian besar responden
(80.8%) menilai serikat pekerja seharusnya memadukan kedua aspek
tersebut. Hanya 8.1% responden yang menilai serikat pekerja sebaiknya
fokus memperjuangkan kesejahteraan pekerja, tidak perlu mengurus
masalah peningkatan kemampuan jurnalis dan pekerja media lainnya.
Hal ini tentunya bisa menjadi pegangan bagi serikat pekerja
untuk lebih banyak melakukan sejumlah aktivitas yang bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan jurnalis dan pekerja media, seperti melakukan
pelatihan internal—karena sebagian besar responden mendukung hal ini.
Grafik 7.5 Persepsi terhadap Aktivitas Serikat Pekerja
Base: Responden Media Ada SP & Responden Media Tidak Ada SP
“Ada sejumlah aktivitas program yang bisa dilakukan serikat pekerja. Program seperti apa yang lebih Anda setujui?”
Bab 7 Aktifitas Serikat Pekerja
80.8%
8.1%
11.1%
87.1%
11.8%
1.1%
Serikat pekerja selain memperjuangkankesejahteraan, juga perlu melakukan
kegiatan peningkatan kapasitas jurnalis
Serikat pekerja sebaiknya fokusmemperjuangkan kesejahteraan, tidak
perlu mengurus masalah kapasitas jurnalis
Tidak tahu/tidak jawab
Ada Serikat Pekerja Tidak Ada Serikat Pekerja
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
112
G. Keaktifan pekerja pada aktivitas serikat pekerja
Kendati keberadaan serikat pekerja perlu dukungan dari para
anggotanya, salah satunya dengan aktif terlibat pada setiap aktivitas yang
Fokus pada Perjuangan Kesejahteraan
Meskipun sebagian besar jurnalis menilai serikat pekerja selain memperjuangkan kesejahteraan pekerja juga harus melakukan aktivitas untuk meningkatkan kemampuan pekerja, namun kenyataannya serikat pekerja selama ini lebih fokus pada perjuangan kesejahteraan pekerja. Sejumlah aktivitas yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan jurnalis dan pekerja lainnya, seperti pelatihan, belum menjadi prioritas program. Hal ini tercermin dari hasil wawancara terhadap sejumlah jurnalis:
”Yang saat ini kami perjuangkan adalah kesejahteraan pekerja, karena kami menilai upah yang didapat pekerja masih jauh dari kondisi sejahtera. Bagi serikat pekerja, ini adalah prioritas. Selain itu, kami juga berkonsentrasi pada hal-hal yang berkaitan dengan hak-hak yang semestinya diperoleh pekerja, tapi manajemen mengabaikannya. Seperti, kontrak pekerja yang sudah bertahun-tahun tapi belum juga diangkat. Inilah yang kami perjuangkan. Ke depan, persoalan-persoalan peningkatan kemampuan pekerja tetap menjadi prioritas. Hal itu kami targetkan dalam program jangka panjang dengan membentuk Perjanjian Kerja Bersama (PKB) antara manajemen dan serikat.” (Laki-laki, Redaktur, Jakarta)
”Untuk saat ini, kami hanya menangani hubungan industrial, termasuk memperjuangkan kesejahteraan pekerja. Untuk peningkatan skill karyawan, nanti dulu karena semua itu perlu dukungan financial. Kami ingin mengursuskan anggota bahasa asing, minimal mendatangkan tenaga pengajar. Tapi sekarang belum, mungkin nanti hal ini bisa direalisasikan.” (Laki-laki, Redaktur, Jakarta)
”Saat ini kami lebih memilih memperjuangkan kesejahteraan pekerja. Ini prioritas. Pertimbangannya, masalah kesejahteraan kerap dilalaikan manajemen.” (Laki-laki, Redaktur, Jakarta)
113
dilakukan serikat pekerja, namun kenyataanya ketika ada kegiatan yang
dilakukan oleh serikat pekerja hanya 38.4% yang selalu mengikutinya.
Selebihnya, 31.3% responden hanya mengikuti sebagian aktivitas yang
dilakukan oleh serikat pekerja. Bahkan yang tidak mengikuti aktivitas sama
sekali tergolong banyak yaitu sekitar 15% responden.
Masalah sosialisasi tentunya bukan menjadi alasan utama mengapa
banyak responden yang hanya mengikuti sebagian atau bahkan tidak pernah
mengikuti aktivitas yang dilakukan serikat pekerja. Karena sebelumnya
sudah diketahui, banyak yang menyatakan dalam setiap aktivitas yang
diadakan oleh serikat pekerja, serikat selalu memberitahu kepada semua
anggota dan menghimbau untuk mengikuti setiap kegiatan tersebut.
Melihat beban kerja seorang jurnalis, sangat dimungkinkan alasan mereka
tidak mengikuti aktivitas serikat adalah karena kesibukan kerja.
Grafik 7.6 Keaktifan Pekerja pada Aktivitas Serikat Pekerja
Base: Responden Media Ada SP
“Bagaimana keikutsertaan Anda dalam serikat pekerja media?”
Bab 7 Aktifitas Serikat Pekerja
38.4%
31.3%
15.2%
15.2%
Saya mengikuti semua kegiatan yang dilakukan olehserikat pekerja
Saya hanya mengikuti sebagian kegiatan yangdilakukan oleh serikat pekerja
Saya tidak pernah mengikuti kegiatan yang dilakukanoleh serikat pekerja
Tidak tahu/tidak jawab
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
114
115
A. Penilaian terhadap Perjanjian Kerja Bersama
Isu yang juga berkaitan dengan perjuangan serikat pekerja adalah
Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Kepada responden ditanyakan apakah
sebaiknya perjanjian kerja dilakukan secara individual ataukah secara kolektif
melalui serikat pekerja. Sebagian besar responden, baik dari kelompok
yang memiliki serikat pekerja maupun tidak memiliki serikat menilai,
kesepakatan kerja sebaiknya dilakukan secara kolektif dalam PKB. Hanya
sekitar 10% responden saja yang beranggapan kesepakatan kerja sebaiknya
dilakukan secara individual (antara pekerja dengan pihak manajemen).
Bab 8 Perjanjian Kerja Bersama
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
116
Grafik 8.1 Penilaian terhadap Kesepakatan Kerja
Base:
Responden Media Ada SP & Responden Media Tidak Ada SP (N= 192)
“Menurut Anda, bagaimana sebaiknya kesepakatan kerja di perusahaan media dilakukan. Sendiri oleh pekerja atau dilakukan secara kolektif dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB)?”
Dari kelompok responden media yang memiliki serikat, mereka
yang menjawab kesepakatan kerja lebih baik dilakukan secara individual
alasannya adalah supaya lebih adil, karena kemampuan dan kapabilitas
pekerja berbeda-beda (45.5%). Alasan kedua, kesepakatan kerja bersifat
rahasia, oleh sebab itu sebaiknya dilakukan secara individual (36.4%).
Sementara dari kelompok responden media yang tidak memiliki serikat,
alasan utama kesepakatan kerja sebaiknya dilakukan secara individual
karena kesepakatan kerja bersifat rahasia (44.4%). Alasan kedua, masalah
yang dihadapi pekerja berbeda-beda (33.3%).
81.4%
11.3%
7.2%
79.6%
9.7%
10.8%
Dilakukan bersamadalam PKB
Dilakukansendiri/individual
Tidak tahu/tidakmenjawab
Ada Serikat Pekerja Tidak Ada Serikat Pekerja
117
Grafik 8.2 Alasan Kesepakatan Kerja Dibuat Individual
Base: Responden Media Ada SP & Responden Media Tidak Ada SP
“Mengapa kesepakatan kerja lebih baik dilakukan oleh pekerja secara individual dengan perusahaan media?”
Sedangkan kelompok responden media yang memiliki serikat
pekerja menganggap, kesepakatan kerja sebaiknya dilakukan secara kolektif
dalam PKB. Mereka beralasan, negosiasi akan lebih berhasil kalau dilakukan
secara bersama-sama melalui serikat pekerja (49.45). Alasan kedua,
kesepakatan kerja harus terbuka dan diketahui oleh semua pekerja (45.8%),
sedangkan alasan ketiga adalah biar lebih mudah dikontrol kalau terjadi
pelanggaran kesepakatan (31.3%).
Alasan kesepakatan kerja sebaiknya dilakukan bersama-sama
menurut kelompok responden yang tidak mempunyai serikat pekerja adalah
kesepakatan kerja dianggap harus terbuka dan diketahui oleh semua pekerja
(47.3%). Alasan kedua, negosiasi akan lebih berhasil kalau dilakukan secara
bersama-sama (27%) dan alasan ketiga, persoalan yang dihadapi oleh semua
jurnalis dan pekerja media hampir sama (20.3%).
Bab 8 Perjanjian Kerja Bersama
45.5%
36.4%
9.1%
9.1%
0.0%
22.2%
44.4%
0.0%
0.0%
33.3%
Lebih adil, karena kemampuan dankapabilitas pekerja berbeda-beda
Kesepakatan kerja rahasia, sebaiknyamemang dilakukan secara individual
Negosiasi lebih berhasil kalau dilakukansendiri
Lainnya
Masalah yang dihadapi pekerja berbeda-beda
Ada Serikat Pekerja Tidak Ada Serikat Pekerja
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
118
Grafik 8.3 Alasan Kesepakatan Kerja Dibuat Kolektif
Base: Responden Media Ada SP & Responden Media Tidak Ada SP
“Mengapa kesepakatan kerja sebaiknya dilakukan secara kolektif antara pekerja dengan perusahaan media?”
B. Aspek dalam Perjanjian Kerja Bersama
Pertanyaan penting selanjutnya adalah aspek-aspek apa sajakah
yang perlu diatur dalam PKB. Dari kelompok responden media yang
memiliki serikat, semua persoalan mulai dari upah hingga hak cipta sebagian
besar responden menganggap perlu diatur dalam PKB. Upah adalah hal
yang dianggap paling perlu diatur dalam PKB (91.9%), sedangkan jam kerja
adalah hal yang paling tinggi dinilai kurang perlu diatur (9.1%).
Tabel 8.1 Aspek dalam Kesepakatan Bersama
Base: Responden Media Ada SP
Masalah pekerja
Menurut Anda apakah aspek berikut sangat perlu, cukup perlu, kurang perlu atau sangat tidak perlu diatur dalam
Perjanjian Kerja Bersama
Sangat perlu
Cukup perlu
Kurang perlu
Sangat tidak perlu
Tidak tahu/tidak jawab
49.4%
45.8%
31.3%
19.3%
27.0%
47.3%
5.4%
20.3%
Negosiasi lebih berhasil kalau dilakukansecara kolektif
Kesepakatan kerja harus terbuka dandiketahui oleh semua pekerja
Lebih mudah dikontrol kalau terjadipelanggaran kesepakatan
Persoalan semua jurnalis/pekerja mediahampir sama
Ada Serikat Pekerja Tidak Ada Serikat Pekerja
119
Gaji 91.9% 5.1% 1.0% 2.0% 0.0%
Biaya liputan 67.7% 24.2% 6.1% 2.0% 0.0%
Asuransi dan tunjangan kesehatan
87.9% 10.1% 0.0% 2.0% 0.0%
Beban kerja 65.7% 25.3% 5.1% 3.0% 1.0%
Jam kerja 66.7% 24.2% 6.1% 3.0% 0.0%
Fasilitas untuk pekerja
67.7% 24.2% 6.1% 1.0% 1.0%
cuti 7787% 18.2% 3.0% 1.0% 0.0%
Status kerja 84.8% 11.1% 1.0% 2.0% 1.0%
Jenjang karier 81.8% 14.1% 2.0% 2.0% 0.0%
Pemutusan hubungan kerja
85.9% 10.1% 1.0% 3.0% 0.0%
Hak cipta 62.6% 27.3% 6.1% 2.0% 2.0%
Tidak jauh berbeda dengan kelompok responden dari media yang
memiliki serikat, kelompok responden yang tidak mempunyai serikat juga
menganggap masalah upah adalah hal yang paling perlu diatur dalam PKB.
Berikutnya adalah soal status kerja dan asuransi tunjangan kesehatan.
Tabel 8.2 Aspek dalam Kesepakatan Bersama
Base: Responden Media Tidak Ada SP
Masalah pekerja
Menurut Anda apakah sejumlah aspek berikut sangat perlu, cukup perlu, kurang perlu atau sangat tidak
perlu diatur dalam Perjanjian Kerja Bersama
Sangat perlu
Cukup perlu
Kurang perlu
Sangat tidak perlu
Tidak tahu/tidak jawab
Upah 89.0% 9.9% 1.1% 0.0% 0.0%
Biaya liputan 62.9 25.3% 3.4% 1.1% 0.0%
Bab 8 Perjanjian Kerja Bersama
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
120
Asuransi dan tunjangan kesehatan
81.1% 16.7% 1.1% 1.1% 0.0%
Beban kerja 63.7% 30.8% 5.5% 0.0% 0.0%
Jam kerja 62.6% 34.1% 3.3% 0.0% 0.0%
Fasilitas untuk pekerja 60.4% 27.5% 11.0% 1.1% 0.0%
cuti 72.5% 25.3% 2.2% 0.0% 0.0%
Status kerja 83.5% 14.3% 2.2% 0.0% 0.0%
Jenjang karier 73.6% 26.4% 0.0% 0.0% 0.0%
Pemutusan hubungan kerja
74.7% 22.0% 2.2% 0.0% 1.1%
Hak cipta 61.5% 35.2% 1.1% 2.2% 0.0%
121
SELAIN isu Perjanjian Kerja Bersama (KKB), salah satu isu yang banyak
diperbincangkan di kalangan aktivis serikat pekerja adalah persoalan
kepemilikan saham kolektif. Isu saham kolektif untuk pekerja ini bermula
dari Permenpen No. 01/PER/MENPEN/1984, pasal 16. Di sana disebutkan
perusahaan media diwajibkan memberikan saham kolektif yang besarnya 20
persen kepada pekerja. Saham kolektif itu umumnya diberikan perusahaan
dalam bentuk saham kosong. Pekerja mendapat bagian saham, tanpa perlu
menyetor modal. Tetapi ini bukan hibah, karena saham diberlakukan
sebagai hutang. Kalau perusahaan untung, deviden tidak dibayarkan kepada
pekerja tetapi dipakai sebagai cicilan utang. Bila bernasib baik, setelah tahun
kesekian, baru cicilan lunas dan pekerja bisa mendapatkan deviden. Saham
Bab 9 Kepemilikan Saham Kolektif
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
122
itu juga bukan saham atas nama, jadi dimiliki secara kolektif dan tidak bisa
diwariskan.
Ada yang menilai saham kolektif perlu diperjuangkan oleh serikat
pekerja karena dengan saham itu pula pekerja bisa ikut menentukan dan
memengaruhi kebijakan perusahaan. Tujuan akhirnya tentu saja agar
perusahaan media lebih memperhatikan kesejahteraan pekerjanya. Tetapi
ada juga yang menilai saham kolektif bukan isu yang harus diperjuangkan
oleh serikat pekerja. Justru yang harus menjadi prioritas adalah kesejahteraan
pekerja, bukan saham kolektif.
Silang sengkarut kepemilikan saham kolektif ini pernah mencuat
saat Perkumpulan Karyawan Kompas (PKK) menuntut kepada manajemen
Kompas untuk mengembalikan saham kepada pekerja di surat kabar terbesar
di Indonesia itu. Setelah melalui negosiasi yang alot, akhirnya manajemen
Kompas menyepakati untuk memberikan deviden sebesar 20% kepada
pekerja.
A. Penilaian terhadap kepemilikan saham kolektif
Sebagian besar responden, baik kelompok responden dari media
yang memiliki serikat maupun dari media yang tidak memiliki serikat
menganggap perlu serikat pekerja memperjuangkan kepemilikan saham
kolektif di perusahaan media. Dari kelompok responden yang memiliki
serikat terdapat 82% responden yang menyatakan demikian, sementara
dari kelompok responden media yang tidak memiliki serikat ada 68.5%
responden yang menyatakan serikat pekerja perlu memperjuangkan saham
kolektif. Hanya 10% dari kelompok responden media yang memiliki serikat
dan 7.6% dari kelompok responden media yang tidak mempunyai serikat
123
yang menganggap serikat pekerja tidak perlu memperjuangkan kepemilikan
saham kolektif.
Grafik 9.1 Apakah Saham Kolektif Perlu?
Base:
Responden Media Ada SP & Responden Media Tidak Ada SP (N= 192)
“Menurut Anda, apakah serikat pekerja perlu memperjuangkan kepemilikan saham kolektif di perusahaan media?”
Dari kelompok responden media yang mempunyai serikat, alasan
utama mereka yang menilai serikat pekerja tidak perlu memperjuangkan
kepemilikan saham kolektif di perusahaan media karena dianggap percuma,
selain itu pekerja pun tidak mendapatkan manfaat ekonomi (40%).
Sementara kelompok reponden dari media yang tidak memiliki serikat
alasan utama mereka menilai serikat pekerja tidak perlu memperjuangkan,
karena pekerjaan jurnalis hanya menulis (42.9%). Alasan kedua percuma,
karena pekerja tidak mendapat manfaat ekonomi (28.6%).
82.0%
10.0% 8.0%
68.5%
7.6%23.9%
Perlu Tidak perlu Tidak tahu/tidakjawab
Ada Serikat Pekerja Tidak Ada Serikat Pekerja
Bab 9 Kepemilikan Saham Kolektif
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
124
Grafik 9.2 Alasan Tidak Perlu Saham Kolektif
Base: Responden Media Ada SP & Responden Media Tidak Ada SP
“Mengapa kepemilikan saham kolektif tidak perlu bagi pekerja?”
Adapun dari kelompok responden media yang mempunyai serikat
yang mengangggap serikat pekerja perlu memperjuangkan kepemilikan
saham kolektif, alasan utamanya agar pekerja juga mempunyai kesempatan
untuk menentukan arah bagi kemajuan perusahaan (58%). Alasan kedua,
pekerja bisa mendapatkan keuntungan ekonomis (29.6%), disusul kemudian
hak-hak pekerja bisa diperjuangkan (24.7%), serta agar lebih mempunyai
posisi tawar (21%). Kelompok responden dari media yang tidak memiliki
serikat memiliki alasan utama agar pekerja bisa mendapatkan keuntungan
ekonomi (40.3%). Kedua, agar pekerja mempunyai kesempatan untuk
menentukan arah kebijakan (32.3%) disusul kemudian supaya lebih
mempunyai posisi tawar (24.2%) dan hak-hak pekerja bisa diperjuangkan
(21%).
40.0%
20.0%
20.0%
10.0%
10.0%
0.0%
28.6%
0.0%
42.9%
0.0%
14.3%
14.3%
Percuma, pekerja tidak dapat manfaat ekonomi
Kalau perusahaan rugi, pekerja ikutmenanggung
Pekerjaan jurnalis hanya menulis
Potensial menjadi ajang intrik dan persainganantar jurnalis
Potensial menjadi sarana perusahaan mediauntuk mengontrol pekerja
Lainnya
Ada Serikat Pekerja Tidak Ada Serikat Pekerja
125
Grafik 9.3 Alasan Perlu Saham Kolektif
Base: Responden Media Ada SP & Responden Media Tidak Ada SP
“Mengapa kepemilikan saham kolektif perlu bagi pekerja?”
B. Aspek yang perlu diperjuangkan pada kepemilikan saham
kolektif
Ada sejumlah isu menarik terkait dengan saham kolektif ini.
Pertama, soal saham minimum bagi pekerja sebesar 20%. Kedua, soal
adanya wakil pekerja dalam jajaran direksi di media. Ada yang berpendapat,
sebagai konsekuensi dari saham kolektif sebaiknya ada wakil pekerja dalam
direksi perusahaan. Tetapi ada pula yang berpendapat sebaliknya. Isu ketiga
berkaitan dengan transparansi kejelasan usaha perusahaan. Misalnya kalau
perusahaan mendapatkan untung, berapa keuntungannya. Isu selanjutnya
yang berkaitan dengan kepemilikan saham kolektif adalah jika ada kerugian
itu menjadi tanggungan manajemen bukan pekerja. Terakhir adalah tentang
pendirian koperasi yang bisa melayani kebutuhan pekerja, contohnya
koperasi simpan pinjam.
Kelompok responden media yang memiliki serikat sebagian
besar menganggap isu-isu tersebut perlu diupayakan dalam perjuangan
kepemilikan saham kolektif. Saham minimum 20% bagi pekerja merupakan
58.0%
29.6%
24.7%
21.0%
1.2%
4.9%
32.3%
40.3%
21.0%
24.2%
3.2%
1.6%
Pekerja mempunyai kesempatan untukmenentukan arah dan kebijakanPekerja bisa mendapat keuntungan
ekonomis
Hak-hak pekerja bisa diperjuangkan
Lebih mempunyai posisi tawar
Merupakan hak pekerja yang harus direbut
Lainnya
Ada Serikat Pekerja Tidak Ada Serikat Pekerja
Bab 9 Kepemilikan Saham Kolektif
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
126
hal yang paling besar dianggap perlu diperjuangkan (97%). Sementara
terkait kerugian menjadi tanggungan manajemen bukan tanggungan
pekerja, mayoritas responden menganggap itu tidak perlu diperjuangkan
(22.2%).
Tabel 9.1 Aspek yang Diperjuangkan dalam Kepemilikan Saham Kolektif
Base: Responden Media Ada SP
Aspek kepemilikan saham kolektif
Menurut Anda perlukah sejumlah hal terkait saham kolektif ini diperjuangkan oleh serikat pekerja?
Sangat perlu
Cukup perlu
Kurang perlu
Sangat tidak perlu
Tidak tahu/tidak jawab
Saham 20% bagi pekerja 55.6% 36.4% 3.0% 0.0% 5.1%
Ada wakil pekerja di dalam direksi
60.6% 24.2% 9.1% 1.0% 5.1%
Pembagian deviden 59.6% 33.3% 1.0% 1.0% 5.1%
Transparansi kejelasan usaha perusahaan (misalnya kalau perusahaan mendapatkan keuntungan, berapa jumlahnya)
75.8% 20.2% 0.0% 0.0% 4.0%
Jika ada kerugian, menjadi tanggungan manajemen bukan pekerja
25.3% 43.4% 18.2% 4.0% 9.1%
Pendirian koperasi yang bisa melayani kebutuhan pekerja (misalnya simpan pinjam)
71.7% 23.2% 1.0% 0.0% 4.0%
127
Dari survei ini diketahui, pendapat kelompok responden yang tidak
memiliki serikat pekerja tidak jauh berbeda dengan kelompok responden
yang mempunyai serikat pekerja. Sebagian besar responden menganggap
perlu isu-isu yang berkaitan dengan kepemilikan saham kolektif tadi
diperjuangkan oleh serikat pekerja. Namun soal saham minimum 20%
bagi pekerja terdapat 9.9% responden yang menganggap hal ini tidak
perlu untuk diperjuangkan. Hal yang paling banyak dianggap perlu (90%)
untuk diperjuangkan adalah soal pendirian koperasi yang bisa memenuhi
Perjuangan Kepemilikan Saham Kolektif Bukan Prioritas
Dari hasil wawancara mendalam diketahui, masalah kepemilikan saham 20% bagi pekerja dianggap bukan menjadi prioritas perjuangan serikat pekerja. Menurut sejumlah responden, serikat pekerja harus lebih fokus untuk memperjuangkan kesejahteraan pekerja yang secara langsung bisa dirasakan seperti upah, bonus atau fasilitas untuk kesejahteraan pekerja.
”Itu belum, masih jauh. Yang menjai prioritas adalah mewujudkan Perjanjian Kerja Bersama antara manajemen dan pekerja.” (Laki-laki, Redaktur, Jakarta)”Tidak, kami tidak mengurusi soal itu karena sudah ditangani yayasan karyawan. Yang kami prioritakan adalah pengaduan, memperjuangkan kesejahteraan seperti bonus, uang lembur, kasus PHK, dan hak-hak pekerja sesuai yang tertuang dalam PKB.” (Laki-laki, Redaktur, Jakarta)
”Program utama kami adalah kesejahteraan dan kebebasan pekerja. Kami tidak mengurusi soal saham karena saham karyawan sudah termaktub dalam saham koperasi karyawan. Jadi, bukan target serikat pekerja untuk mendapatkan saham.” (Laki-laki, Redaktur, Jakarta)
Bab 9 Kepemilikan Saham Kolektif
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
128
kebutuhan pekerja. Sedangkan yang paling banyak dianggap tidak perlu
untuk diperjuangkan adalah soal kerugian yang harus ditanggung pihak
manajemen. Sebanyak 36.7% responden menegaskan pendapatnya terkait
masalah itu.
Tabel 9.2 Aspek yang Diperjuangkan dalam Kepemilikan Saham Kolektif
Base: Responden Media Tidak Ada SP
Aspek kepemilikan saham kolektif
Menurut Anda perlukah sejumlah hal terkait saham kolektif ini diperjuangkan oleh serikat pekerja?
Sangat perlu
Cukup perlu
Kurang perlu
Sangat tidak perlu
Tidak tahu/tidak jawab
Saham 20% bagi pekerja 27.5% 47.3% 8.8% 1.1% 15.4%
Ada wakil pekerja di dalam direksi
32.2% 50.0% 4.4% 1.1% 12.2%
Pembagian deviden 37.8% 45.6% 2.2% 0.0% 14.4%
Transparansi kejelasan usaha perusahaan (misalnya kalau untung, berapa keuntungan perusahaan)
52.2% 36.7% 1.1% 0.0% 1.0%
Jika ada kerugian, menjadi tanggungan manajemen bukan pekerja
20.0% 24.4% 28.9% 7.8% 18.9%
Pendirian koperasi yang bisa melayani kebutuhan pekerja (misalnya simpan pinjam)
54.4% 35.6% 2.2% 0.0% 7.8%
129
UPAH yang rendah—dengan risiko profesi yang sangat tinggi—adalah
problem riil yang saat ini dihadapi oleh jurnalis dan pekerja media pada
umumnya. Penelitian yang dilakukan AJI sebelumnya menunjukkan, masih
ada jurnalis yang diupah Rp 200 ribu per bulan. Sering dijumpai jurnalis lebih
suka memperjuangkan kesejahteraan dengan mencari sumber penghasilan
di luar perusahaan. Celakanya, banyak pula jurnalis yang permisif terhadap
pemberian amplop dan suap dari narasumber.
Rendahnya upah jurnalis tentu akan berdampak pada kualitas
karya jurnalistik. Lebih jauh, kondisi buruknya kesejahteraan jurnalis
akan berimbas pada tugas bersama merawat ruang demokrasi yang sedang
dibangun di negeri ini. Upah yang rendah juga menyebabkan jurnalis
Bab 10 Gaji dan Fasilitas Kerja
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
130
menjadi pragmatis, rentan terhadap suap, dan pada gilirannya menjadi tidak
independen terhadap kekuatan di luar profesinya.
Tentunya, upah dan fasilitas yang diberikan perusahaan media
kepada jurnalisnya menjadi masalah yang paling menarik untuk diketahui.
Berapa upah yang diterima jurnalis dan fasilitas apa saja yang diberikan
perusahaan, serta bagaimana penilaian jurnalis terhadap gaji dan fasilitas
yang mereka terima, survei AJI berusaha menggambarkan masalah
tersebut.
A. Upah
Kepada responden ditanyakan apakah mereka mendapatkan
upah, honor lain di luar gaji, dan bonus di luar tunjangan hari raya (THR)
dari perusahaan media tempatnya bekerja. Terkait upah, semua jurnalis
dalam survei ini menyatakan mendapat upah dari tempat mereka bekerja.
Sedangkan untuk honor di luar gaji, ada perbedaan antara media yang
terdapat serikat pekerja dengan media yang tidak mempunyai serikat
pekerja. Di media yang memiliki serikat pekerja sebagian besar (71.7%)
responden mengatakan mereka mendapatkan honor di luar gaji. Namun di
media yang tidak memiliki serikat pekerja lebih banyak (58.1%) responden
yang menyebutkan tidak mendapat honor di luar upah.
Adapun bonus di luar THR, tidak ada perbedaan antara media
yang memiliki serikat pekerja dengan media yang tidak mempunyai serikat
pekerja. Sebagian besar (70.7%) responden di media yang memiliki serikat
dan tidak memiliki serikat (75.3%) mendapatkan bonus di luar THR.
Selebihnya, (29.3% dan 24.7%) responden menyatakan tidak mendapatkan
bonus di luar THR.
131
Tabel 10.1 Upah
Base: Responden Media Ada SP & Responden Media Tidak Ada SP
FasilitasResponden Media
Ada SPResponden Media
Tidak Ada SP
Ya Tidak Ya Tidak
Upah 100.% 0.0% 100.% 0.0%
Honor lain di luar upah 28.3% 71.7% 58.1% 41.9%
Bonus di luar THR 70.7% 29.3% 75.3% 24.7%
Kepada jurnalis yang memperoleh upah, honor lain di luar upah
dan bonus di luar THR diajukan pertanyaan lanjutan tentang penilaian
mereka terhadap fasilitas tersebut. Terkait upah, meski semua responden
menerimanya tiap bulan, namun hanya sekitar 30% responden saja yang
menilai baik/sangat baik upah yang diterimanya. Sekitar separuh responden
menilai upah yang mereka terima biasa saja. Sedangkan honor lain di luar
upah, separuh responden (50%) dari media yang memiliki serikat menilai
baik/sangat baik dan 46.2% responden menilai biasa saja. Adapun responden
di media yang tidak mempunyai serikat, 45.1% dari mereka menilai baik/
sangat baik dan 43.1% responden menilai biasa saja.
Untuk bonus di luar THR, di media yang memiliki serikat, 47%
responden menilai baik/sangat baik, dan 37.9% responden menilai biasa saja.
Sementara di media yang tidak mempunyai serikat pekerja, 48.5% responden
menilai baik/sangat baik, dan 42.4% responden menilai biasa saja.
Bab 10 Gaji dan Fasilitas Kerja
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
132
Tabel 10.2 Penilaian atas Upah
Base: Responden Media Ada SP
AspekSangat
baikBaik
Biasa saja
BurukSangat buruk
Tidak tahu/ tidak jawab
Upah 7.3% 22.9% 50.0% 16.7% 1.0% 2.1%
Honor lain di luar upah
7.7% 42.3% 46.2% 0.0% 0.0% 3.8%
Bonus di luar THR
6.1% 40.9% 37.9% 10.5% 0.0% 4.5%
Tabel 10.3 Penilaian Atas Upah
Base: Responden Media Tidak Ada SP
AspekSangat
baikBaik
Biasa saja
BurukSangat buruk
Tidak tahu/ tidak jawab
Upah 4.5% 27.0% 52.8% 11.2% 2.2% 2.2%
Honor lain di luar upah
3.9% 41.2% 43.1% 5.9% 2.0% 3.9%
Bonus di luar THR
3.0% 45.5% 42.4% 4.5% 3.0% 1.5%
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh AJI, diketahui ada media yang
bisa memberikan upah yang besar kepada jurnalisnya, namun ada pula media
yang hanya mampu memberikan gaji secara pas-pasan. Survei yang dilakukan
AJI juga menunjukkan perbedaan gaji antar media. Ada jurnalis yang mendapat
upah di atas Rp 8 juta per bulan, tetapi ada jurnalis yang bergaji di bawah Rp 1
juta sebulan. Grafik menunjukkan sebagian upah wartawan. Dari grafik tersebut
terlihat sebagian besar upah wartawan antara Rp 1,3 juta-Rp 1.599 juta per bulan.
133
Grafik 10.1 Upah
Base:
Responden Media Ada SP & Responden Media Tidak Ada SP (N= 192)
“Upah”
Tabel 10.4 Rata-rata Upah Berdasarkan Posisi/Jabatan
Kategori Rata-rata
Reporter/fotografer 2.374.407
Penanggung jawab rubrik 3.337.500
Koordinator reportase 4.800.000
Redaktur 4.950.000
Redaktur pelaksana 7.700.000
Variasi upah jurnalis terjadi di Jakarta. Di Ibu Kota ini ditemui
terdapat jurnalis yang bergaji mulai dari Rp 700 ribu sampai di atas Rp 8 juta.
Di Bandung separuh (50%) jurnalis mendapat gaji Rp 1.3 juta-Rp 1.599 juta
per bulan. Sementara di daerah lain paling tinggi upah yang mereka terima
Rp 3.1 juta-Rp 3.999 juta per bulan.
29.6%
13.4%
8.1%
6.5%
5.9%
5.9%
5.9%
4.8%
3.8%
3.8%
3.2%
2.7%
2.7%
2.2%
1.6%
Tidak tahu/ tidak jawab
1,3-1,599 juta
2,8-3,099 juta
2,5-2,799 juta
1,9-2,199 juta
4 jutaan
5 jutaan
1-1,299 juta
3,1-3,99 juta
>= 8 juta
700-999 ribu
1,6-1,899 juta
2,2-2,499 juta
6 jutaan
7 jutaan
Bab 10 Gaji dan Fasilitas Kerja
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
134
Tabel 10.5 Gaji Berdasarkan Wilayah
Kategori Jakarta Bandung Medan Lampung Palu
700-999 ribu 0.8% 0.0% 0.0% 0.0% 12.5% 50.0%
1-1,299 juta 4.0% 0.0% 25.0% 0.0% 0.0% 25.0%
1,3-1,599 juta 0.8% 50.0% 25.0% 62.1% 0.0% 0.0%
1,6-1,899 juta 3.2% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%
1,9-2,199 juta 5.6% 12.5% 25.0% 0.0% 12.5% 0.0%
2,2-2,499 juta 4.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%
2,5-2,799 juta 6.5% 0.0% 0.0% 6.9% 0.0% 25.0%
2,8-3,099 juta 8.1% 12.5% 0.0% 6.9% 25.0% 0.0%
3,1-3,99 juta 4.0% 0.0% 12.5% 0.0% 12.5% 0.0%
4 jutaan 8.9% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%
5 jutaan 8.9% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%
6 jutaan 3.2% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%
7 jutaan 2.4% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%
>= 8 juta 5.6% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%
Tabel 10.6 Gaji Berasarkan Posisi Jabatan
KategoriReporter/ fotografer
Penanggung jawab rubrik
Koordinator reportase
RedakturRedaktur pelaksana
700-999 ribu 4.3% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%
1-1,299 juta 6.9% 0.0% 0.0% 0.0% 9.1%
1,3-1,599 juta
19.8% 10.0% 0.0% 0.0% 9.1%
1,6-1,899 juta
3.4% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%
1,9-2,199 juta
6.0% 10.0% 0.0% 3.2% 0.0%
2,2-2,499 juta
3.4% 0.0% 0.0% 3.2% 0.0%
2,5-2,799 juta
4.3% 0.0% 0.0% 19.4% 0.0%
2,8-3,099 juta
6.9% 0.0% 60.0% 9.7% 9.1%
135
3,1-3,99 juta 4.3% 0.0% 0.0% 6.5% 0.0%
4 jutaan 6.0% 10.0% 0.0% 9.7% 0.0%
5 jutaan 1.7% 10.0% 20.0% 9.7% 9.1%
6 jutaan 0.9% 0.0% 0.0% 3.2% 0.0%
7 jutaan 0.9% 0.0% 0.0% 6.5% 0.0%
>= 8 juta 0.9% 0.0% 20.0% 9.7% 9.1%
Tabel 10.7 Gaji Berdasarkan Kelompok Umur
Kategori17-25 tahun
26-35 tahun
36-45 tahun
46-55 tahun
56-65 tahun
700-999 ribu 5.9% 5.4% 0.0% 0.0% 0.0%
1-1,299 juta 5.9% 7.6% 0.0% 4.5% 0.0%
1,3-1,599 juta 5.9% 16.3% 11.1% 13.6% 0.0%
1,6-1,899 juta 5.9% 3.3% 0.0% 4.5% 0.0%
1,9-2,199 juta 11.8% 7.6% 3.7% 0.0% 0.0%
2,2-2,499 juta 5.9% 3.3% 0.0% 4.5% 0.0%
2,5-2,799 juta 0.0% 6.5% 9.3% 4.5% 0.0%
2,8-3,099 juta 0.0% 9.8% 7.4% 9.1% 0.0%
3,1-3,99 juta 5.9% 4.3% 1.9% 4.5% 0.0%
4 jutaan 11.8% 3.3% 11.1% 0.0% 0.0%
5 jutaan 0.0% 2.2% 9.3% 18.2% 0.0%
6 jutaan 0.0% 0.0% 3.7% 9.1% 0.0%
7 jutaan 0.0% 1.1% 3.7% 0.0% 0.0%
>= 8 juta 0.0% 0.0% 11.1% 4.5% 0.0%
Tabel 10.8 Gaji Berdasarkan Pendidikan Terakhir
KategoriTamat SLTA
Tamat Akademi
Tamat Sarjana
Tamat Pasca
Sarjana
700-999 ribu 15.4% 0.0% 2.6% 0.0%
1-1,299 juta 7.7% 0.0% 5.3% 0.0%
Bab 10 Gaji dan Fasilitas Kerja
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
136
1,3-1,599 juta 7.7% 14.3% 13.2% 28.6%
1,6-1,899 juta 15.4% 7.1% 1.3% 0.0%
1,9-2,199 juta 7.7% 0.0% 6.6% 0.0%
2,2-2,499 juta 0.0% 0.0% 3.3% 0.0%
2,5-2,799 juta 15.4% 7.1% 5.9% 0.0%
2,8-3,099 juta 0.0% 14.3% 7.9% 14.3%
3,1-3,99 juta 0.0% 0.0% 4.6% 0.0%
4 jutaan 0.0% 0.0% 6.6% 14.3%
5 jutaan 0.0% 7.1% 6.6% 0.0%
6 jutaan 0.0% 7.1% 2.0% 0.0%
7 jutaan 0.0% 7.1% 1.3% 0.0%
>= 8 juta 7.7% 0.0% 3.3% 14.3%
Tabel 10.9 Gaji Berdasarkan Lama Bekerja
Kategori< 1 tahun
1-2 tahun
3-4 tahun
5-6 tahun
7-8 tahun
9-10 tahun
> 10 tahun
700-999 ribu 0.0% 5.6% 7.7% 0.0% 3.4% 0.0% 2.1%
1-1,299 juta 0.0% 5.6% 7.7% 8.0% 6.9% 0.0% 2.1%
1,3-1,599 juta 0.0% 27.8% 3.8% 8.0% 20.7% 5.6% 10.6%
1,6-1,899 juta 0.0% 2.8% 7.7% 4.0% 0.0% 0.0% 2.1%
1,9-2,199 juta 20.0% 11.1% 15.4% 4.0% 0.0% 0.0% 2.1%
2,2-2,499 juta 0.0% 0.0% 15.4% 0.0% 0.0% 0.0% 2.1%
2,5-2,799 juta 0.0% 5.6% 0.0% 8.0% 6.9% 5.6% 10.6%
2,8-3,099 juta 0.0% 11.1% 7.7% 8.0% 6.9% 0.0% 10.6%
3,1-3,99 juta 0.0% 5.6% 3.8% 0.0% 3.4% 16.7% 0.0%
4 jutaan 0.0% 2.8% 3.8% 0.0% 6.9% 16.7% 8.5%
5 jutaan 0.0% 0.0% 0.0% 8.0% 6.9% 11.1% 10.6%
6 jutaan 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 11.1% 4.3%
7 jutaan 0.0% 0.0% 0.0% 4.0% 0.0% 0.0% 4.3%
>= 8 juta 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 3.4% 11.1% 8.5%
137
Apakah gaji yang diterima jurnalis sudah sesuai dengan beban
kerjanya? Sebagian besar (72%) responden jurnalis mengatakan upah yang
mereka terima tidak sesuai dengan beban kerja yang mereka emban.
Grafik 10.2 Apakah Gaji yang Diterima Sesuai dengan Beban Kerja
“Menurut penilaian Anda, apakah gaji yang Anda terima sudah sesuai dengan beban kerja Anda?”
Tabel 10.10 Penilaian Kesesuaian Gaji dengan Beban Kerja Berdasarkan
Jenis Kelamin, Umur, Jabatan, Lama Bekerja dan Wilayah
Kategori Ya Tidak Tidak tahu/tidak jawab
Jenis kelamin
Laki-laki 18.9% 70.1% 11.0%
Perempuan 31.0% 62.1% 6.9%
Umur
17-25 tahun 27.8% 66.7% 5.6%
26-35 tahun 22.9% 67.7% 9.4%
36-45 tahun 14.8% 74.1% 11.1%
46-55 tahun 22.7% 63.6% 13.6%
56-65 tahun 0.0% 100.0% 0.0%
70.0%
18.0%12.0%
66.7%
23.7%
9.7%
Tidak Ya Tidak tahu/tidakjawab
Ada Serikat Pekerja Tidak Ada Serikat Pekerja
Bab 10 Gaji dan Fasilitas Kerja
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
138
Jabatan/posisi di media
Reporter/fotografer 23.6% 67.5% 8.9%
Penanganggung jawab rubrik 10.0% 60.0% 30.0%
Koordinator reportase 20.0% 60.0% 20.0%
Redaktur 12.9% 83.9% 3.2%
Redaktur pelaksana 27.3% 54.5% 18.2%
Pendidikan terakhir
Tamat SLTA atau di bawahnya 35.7% 35.7% 28.6%
Tamat akademi 20.0% 73.3% 6.7%
Tamat sarjana 19.1% 71.9% 8.9%
Tamat pascasarjana 28.6% 57.1% 14.3%
Lama bekerja
Kurang dari 1 tahun 60.0% 20.0% 20.0%
1-2 tahun 30.0% 65.0% 5.0%
3-4 tahun 14.8% 66.7% 18.5%
5-6 tahun 11.5% 73.1% 15.4%
7-8 tahun 24.1% 75.9% 0.0%
9-10 16.7% 66.7% 16.7%
Lebih dari 10 tahun 17.0% 72.3% 10.6%
Wilayah
Jakarta 16.1% 75.0% 8.9%
Bandung 37.5% 50.0% 12.5%
Surakarta 12.5% 75.0% 12.5%
Medan 20.7% 72.4% 6.9%
Lampung 12.5% 50.0% 37.5%
Palu 75.0% 25.0% 0.0%
Banda Aceh 37.5% 37.5% 25.0%
Gaji
700-999 ribu 66.7% 33.3% 0.0%
139
1-1,299 juta 33.3% 66.7% 0.0%
1,3-1,599 juta 12.0% 88.0% 0.0%
1,6-1,899 juta 60.0% 40.0% 0.0%
1,9-2,199 juta 18.2% 63.6% 18.2%
2,2-2,499 juta 0.0% 80.0% 20.0%
2,5-2,799 juta 16.7% 83.3% 0.0%
2,8-3,099 juta 26.7% 66.7% 6.7%
3,1-3,99 juta 28.6% 57.1% 14.3%
4 jutaan 0.0% 100.0% 0.0%
5 jutaan 9.1% 90.9% 0.0%
6 jutaan 0.0% 100.0% 0.0%
7 jutaan 0.0% 100.0% 0.0%
>= 8 juta 28.6% 42.9% 28.6%
B. Upah dan pemenuhan kebutuhan sehari-hari
Dalam survei ini juga ditanyakan apakah upah bersih (take home
pay) yang diterima pekerja cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-
hari. Ternyata separuh lebih (60%) responden menilai upah yang mereka
dapatkan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Bab 10 Gaji dan Fasilitas Kerja
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
140
Grafik 10.3 Apakah Upah Bersih Mencukupi Kebutuhan Hidup Sehari-hari
Base: Responden Media Ada SP & Responden Media Tidak Ada SP
“Menurut penilaian Anda, seberapa mencukupi upah bersih yang Anda terima tiap bulan untuk memenuhi kebutuhan hidup Anda atau keluarga?”
Tabel 10.11 Penilaian apakah Gaji Mencukupi
KategoriSangat
mencukupiMencukupi
Tidak mencukupi
Sangat tidak
mencukupi
Tidak tahu/tidak jawab
700-999 ribu 0.0% 33.3% 66.7% 0.0% 0.0%
1-1,299 juta 0.0% 22.2% 44.4% 33.3% 0.0%
1,3-1,599 juta
0.0% 12.0% 72.0% 16.0% 0.0%
1,6-1,899 juta
0.0% 0.0% 100.0% 0.0% 0.0%
1,9-2,199 juta
9.1% 36.4% 45.5% 9.1% 0.0%
2,2-2,499 juta
0.0% 60.0% 40.0% 0.0% 0.0%
2,5-2,799 juta
0.0% 41.7% 58.3% 0.0% 0.0%
2,8-3,099 juta
0.0% 33.3% 66.7% 0.0% 0.0%
3,1-3,99 juta 0.0% 28.6% 57.1% 0.0% 14.3%
56.6%
35.4%
5.1%1.0% 2.0%
51.6%
37.6%
9.7%
0.0% 1.1%
Tidakmencukupi
Mencukupi Sangat tidakmencukupi
Sangatmencukupi
Tidaktahu/tidak
jawab
Ada Serikat Pekerja Tidak Ada Serikat Pekerja
141
4 jutaan 0.0% 18.2% 72.7% 9.1% 0.0%
5 jutaan 0.0% 18.2% 72.7% 9.1% 0.0%
6 jutaan 0.0% 25.0% 75.0% 0.0% 0.0%
7 jutaan 0.0% 66.7% 33.3% 0.0% 0.0%
>= 8 juta 0.0% 42.9% 57.1% 0.0% 0.0%
Tabel 10.12 Penilaian apakah Upah Mencukupi Berdasarkan Jenis
Kelamin, Umur, Jabatan, Lama Bekerja dan Wilayah
KategoriSangat
mencukupiMencukupi
Tidak mencukupi
Sangat tidak mencukupi
Tidak tahu/tidak jawab
Jenis kelamin
Laki-laki 0.0% 37.4% 53.4% 7.4% 1.8%
Perempuan 3.4% 31.0% 58.6% 6.9% 0.0%
Umur
17-25 tahun 5.9% 29.4% 47.1% 17.6% 0.0%
26-35 tahun 0.0% 37.5% 56.3% 6.3% 0.0%
36-45 tahun 0.0% 37.0% 51.9% 7.4% 3.7%
46-55 tahun 0.0% 31.8% 63.6% 0.0% 4.5%
56-65 tahun 0.0% 100.0% 0.0% 0.0% 0.0%
Jabatan/posisi di media
Reporter/fotografer 0.8% 37.7% 50.8% 9.8% 0.8%
Penanganggung jawab rubrik
0.0% 30.0% 60.0% 10.0% 0.0%
Koordinator reportase
0.0% 20.0% 80.0% 0.0% 0.0%
Redaktur 0.0% 35.5% 61.3% 0.0% 3.2%
Redaktur pelaksana 0.0% 54.5% 45.5% 0.0% 0.0%
Pendidikan terakhir
Tamat SLTA 0.0% 21.4% 64.3% 7.1% 7.1%
Tamat Akademi 0.0% 42.9% 57.1% 0.0% 0.0%
Bab 10 Gaji dan Fasilitas Kerja
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
142
Tamat Sarjana 0.6% 36.9% 53.5% 7.6% 1.3%
Tamat Pasca Sarjana (S2) atau di atasnya
0.0% 42.9% 42.9% 14.3% 0.0%
Lama bekerja di media
Kurang dari 1 tahun 0.0% 40.0% 20.0% 40.0% 0.0%
1-2 tahun 0.0% 25.6% 64.1% 7.7% 2.6%
3-4 tahun 3.7% 40.7% 40.7% 11.1% 3.7%
5-6 tahun 0.0% 38.5% 50.0% 7.7% 3.8%
7-8 tahun 0.0% 41.4% 55.2% 3.4% 0.0%
9-10 tahun 0.0% 33.3% 55.6% 11.1% 0.0%
Lebih dari 10 tahun 0.0% 40.4% 57.4% 2.1% 0.0%
Wilayah
Jakarta 0.0% 22.4% 37.5% 3.6% 1.0%
Bandung 0.0% 2.1% 1.0% 1.0% 0.0%
Surakarta 0.5% 0.5% 1.6% 1.6% 0.0%
Medan 0.0% 5.7% 8.9% 0.5% 0.0%
Lampung 0.0% 2.1% 1.6% 0.0% 0.5%
Palu 0.0% 1.6% 2.6% 0.0% 0.0%
Banda Aceh 0.0% 2.1% 1.0% 0.5% 0.0%
Tabel 10.13 Tunjangan Kerja
Base: Responden Media Ada SP & Responden Media Tidak Ada SP
FasilitasResponden Media
Ada SPResponden Media
Tidak Ada SP
Ya Tidak Ya Tidak
Tunjangan perumahan 12.1% 87.9% 7.6% 92.4%
Tunjangan kendaraan bermotor 22.2% 77.8% 12.1% 87.9%
Tunjangan pendidikan 15.0% 85.0% 13.0% 87.0%
Asuransi kesehatan 35.0% 65.0% 21.7% 78.3%
Klaim biaya kesehatan 29.0% 71.0% 33.7% 66.3%
143
Tunjangan kehamilan 74.0% 26.0% 65.2% 34.8%
Asuransi/pensiun 48.0% 52.0% 67.0% 33.0%
Transportasi 23.0% 77.0% 47.8.% 52.2%
Komunikasi 35.0% 65.0% 58.7% 41.3%
Internet 85.0% 15.0% 91.3% 8.7%
Penggantian/klaim biaya liputan 49.0% 51.0% 66.3% 33.7%
Penggantian/klaim biaya menjamu narasumber
50.0% 50.0% 36.7% 36.3%
Tabel 10.14 Penilaian terhadap Fasilitas yang Diterima
Base: Responden Media Ada SP
FasilitasSangat
baikBaik
Biasa saja
BurukSangat Buruk
Tidak tahu/tidak jawab
Tunjangan perumahan
8.3% 8.3% 75.0% 0.0% 0.0% 8.3%
Tunjangan kendaraan bermotor
9.1% 22.7% 50.0% 18.2% 18.2% 0.0%
Tunjangan pendidikan
0.0% 15.4.0% 30.8% 30.8% 30.8% 7.7%
Asuransi kesehatan
6.5% 43.5% 41.9% 3.2% 0.0% 4.8%
Klaim biaya kesehatan
4.4% 27.9% 39.7% 13.2% 1.5% 13.2%
Tunjangan kehamilan
8.3% 41.7% 25.0% 4.2% 0.0% 20.8%
Asuransi/pensiun 4.2% 18.8% 60.4% 4.2% 0.0% 12.5%
Transportasi 4.0% 18.7% 40.0% 25.3% 2.7% 9.3%
Komunikasi 6.3% 21.9% 31.3% 34.4% 4.7% 1.6%
Internet 14.3% 28.6% 42.9% 0.0% 0.0% 14.3%
Bab 10 Gaji dan Fasilitas Kerja
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
144
Penggantian/klaim biaya liputan
10.2% 36.7% 38.8% 2.0% 0.0% 12.2%
Penggantian/klaim biaya menjamu narasumber
8.2% 36.7% 34.7% 6.1% 2.0% 12.2%
Tabel 10.15 Penilaian terhadap Fasilitas yang Diterima
Base: Responden Media Tidak Ada SP
FasilitasSangat
baikBaik
Biasa saja
Buruk
Tidak tahu/tidak jawab
Tunjangan perumahan 5.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%
Tunjangan kendaraan bermotor
5.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%
Tunjangan pendidikan 0.0% 15.4.0% 30.8% 30.8% 0.0%
Asuransi kesehatan 2.8% 38.0% 39.4% 5.6% 2.8%
Klaim biaya kesehatan 3.3% 41.0% 37.7% 3.3% 1.6%
Tunjangan kehamilan 6.3% 50.0% 34.4% 0.0% 3.1%
Asuransi/pensiun 0.0% 16.7% 73.3% 0.0% 0.0%
Transportasi 2.2% 41.3% 34.8% 17.4% 0.0%
Komunikasi 0.0% 13.2% 60.5% 21.1% 2.6%
Internet 28.6% 14.3% 42.9% 0.0% 0.0%
Penggantian/klaim biaya liputan
6.5% 25.8% 54.8% 3.2% 3.2%
Penggantian/klaim biaya menjamu narasumber
5.3% 35.1% 50.9% 3.5% 1.8%
145
C. Pendapatan sampingan
Beban kerja jurnalis memang cukup tinggi. Kadang mereka
dituntut selalu siap siaga 24 jam untuk melakukan reportase hingga
mengolah berita. Namun di sisi lain, menurut sebagian dari mereka, upah
yang didapatkan tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Tentunya sangat menarik untuk dilihat apakah pekerja media mempunyai
pekerjaan sampingan untuk menambah penghasilan atau sekadar mengisi
waktu luang.
Grafik 10.4 Apakah Mempunyai Pekerjaan Sampingan
Base: Responden Media Ada SP & Responden Media Tidak Ada SP
“Selain bekerja di media ini, apakah Anda mempunyai pekerjaan atau usaha sampingan?”
Mereka yang mempunyai pekerjaan sampingan, sebagian besar
pendapatan yang mereka peroleh dari pekerjaan sampingan itu masih lebih
kecil daripada upah yang mereka terima.
72.0%
22.0%
6.0%
76.3%
18.3%
5.4%
Tidak Ya Tidak tahu/tidakjawab
Ada Serikat Pekerja Tidak Ada Serikat Pekerja
Bab 10 Gaji dan Fasilitas Kerja
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
146
Grafik 10.5 Lebih Besar Upah atau Hasil Pekerjaan Sampingan
Base: Responden Media Ada SP & Responden Media Tidak Ada SP
“Mana yang lebih besar, upah dari tempat Anda bekerja atau hasil pekerjaan sampingan?”
61.9%
14.3%23.8%
70.6%
17.6% 11.8%
Lebih besar gaji Lebih besar uanghasil pekerjaan
sampingan
Tidak tahu/tidakjawab
Series1 Series2
147
A. Aturan kerja
Dalam survei ini juga ditanyakan permasalahan aturan kerja. Ada
berbagai aturan kerja yang ditanyakan dalam survei, mulai dari status pekerja
hingga soal pemutusan hubungan kerja (PHK). Tabel 11.1 menyajikan
apakah aturan-aturan yang disebutkan ada di perusahaan tempat mereka
bekerja. Aturan-aturan kerja itu, kecuali aturan soal hak cipta, sebagian besar
dinilai responden ada di perusahaan mereka bekerja, baik itu di perusahaan
media yang memiliki serikat pekerja ataupun yang belum memiliki serikat
pekerja media. Sepertiga responden dari kelompok media yang memiliki
serikat dan separuh responden dari kelompok media yang tidak mempunyai
serikat menyatakan, aturan tentang hak cipta itu tidak ada di perusahaan
tempat mereka bekerja.
Bab 11 Kondisi Kerja dan Beban Kerja
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
148
Tabel 11.1 Aturan Kerja
Base: Responden Media Ada SP
Aturan kerjaResponden Media
Ada SPResponden Media
Tidak Ada SP
Ya Tidak Ya Tidak
Status pekerja (tanggal pengangkatan, magang, masa percobaan, dsb)
96.0% 4.0% 97.8% 2.2%
Aturan mengenai cuti (misalnya aturan lama cuti, cuti melahirkan, apakah mendapat gaji selama cuti, dsb)
100% 0.0% 90.1% 9.9%
Standar dan aturan jenjang karier 78.0% 22.0% 81.3% 18.7%
Aturan peringatan, sanksi dan pemutusan hubungan kerja
87.9% 12.1% 82.4% 17.6%
Aturan hak cipta atas nama pembuat karya
33.3% 66.7% 49.5% 50.5%
Selanjutnya juga ditanyakan kepada responden bagaimana
penilaian mereka terhadap aturan-aturan yang ada di perusahaan media
tempat mereka bekerja. Apakah aturan itu baik atau buruk. Lebih banyak
responden (di atas 40%) dari kelompok media yang memiliki serikat yang
menilai aturan-aturan seperti status pekerja, cuti, jenjang karier, PHK dan
hak cipta, sudah baik. Namun khusus tentang aturan jenjang karier, oleh
47.4% reponden dinilai biasa saja.
149
Tabel 11.2 Penilaian Aturan kerja
Base: Responden Media Ada SP
Aturan kerjaSangat
baikBaik
Biasa saja
BurukSangat buruk
Tidak tahu/tidak jawab
Status pekerja (tanggal pengangkatan, magang, masa percobaan, dsb)
11.7% 37.2% 39.4% 10.6% 0.0% 1.1%
Aturan mengenai cuti (misalnya aturan lama cuti, cuti melahirkan, apakah mendapat gaji selama cuti, dsb)
14.3% 40.8% 40.8% 3.1% 0.0% 1.0%
Standar dan aturan jenjang karier
5.3% 28.9% 47.4% 14.5% 3.9% 0.0%
Aturan peringatan, sanksi dan pemutusan hubungan kerja
2.4% 37.2% 36.0% 16.3% 5.8% 2.3%
Aturan hak cipta atas nama pembuat karya
12.9% 35.5% 35.5% 6.5% 3.2% 6.5%
Begitu pula menurut responden dari media yang tidak memiliki
serikat pekerja. Menurut mereka aturan-aturan yang ada di perusahaan
medianya bisa dikatakan sudah baik.
Bab 11 Kondisi Kerja dan Beban Kerja
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
150
Tabel 11.3 Aturan Kerja
Base: Responden Media Tidak Ada SP
Aturan kerjaSangat
baikBaik
Biasa saja
Buruk
Sangat buruk
Tidak tahu/tidak jawab
Status pekerja (tanggal pengangkatan, magang, masa percobaan, dsb)
9.1% 46.6% 34.1% 6.8% 1.1% 2.3%
Aturan mengenai cuti (misalnya, aturan lama cuti, cuti melahirkan, apakah mendapat gaji selama cuti, dsb)
8.4% 45.8% 36.1% 6.0% 0.0% 3.6%
Standar dan aturan jenjang karier
5.3% 44.0% 29.3% 13.3% 2.7% 5.3%
Aturan peringatan, sanksi dan pemutusan hubungan kerja
3.9% 44.7% 38.2% 3.9% 3.9% 5.3%
Aturan hak cipta atas nama pembuat karya
8.5% 44.7% 31.9% 4.3% 6.4% 4.3%
B. Beban kerja
Salah satu masalah yang banyak dikeluhkan jurnalis di
Indonesia adalah beban kerja yang terlalu tinggi, terutama di media lokal.
Yang menarik dari riset ini, ternyata tidak ada perbedaan beban kerja di
perusahaan media yang memiliki serikat dengan perusahaan media yang
tidak memiliki serikat pekerja. Sekitar separuh responden menyatakan
151
ada jatah menulis berita dalam jumlah tertentu tiap hari dan sebagian
besar responden (80%) menyatakan di perusahaan media mereka bekerja
menerapkan sistem rolling (perpindahan) jurnalis dari satu tempat liputan
ke tempat liputan yang baru. Sementara tentang total jam kerja yang lebih
dari 10 jam per hari, sekitar 60% responden baik kelompok responden
dari media yang memiliki serikat ataupun yang tidak mempunyai serikat
pekerja menyatakan, selama ini hal itu terjadi di perusahaan mereka bekerja.
Menurut mereka, hal ini tergolong wajar mengingat beban kerja jurnalis
memang berat sehingga lebih banyak yang bekerja hari lebih dari 10 jam per
hari.
Tabel 11.4 Beban Kerja
Base: Responden Media Ada SP
Beban kerja Ya TidakRagu-ragu
Tidak tahu/ tidak jawab
Tiap hari mendapat tugas menulis berita dalam jumlah tertentu
50.0% 26.0% 9.0% 15.0%
Ada rolling (perpindahan) jurnalis dari satu tempat liputan ke tempat liputan yang baru
79.0% 7.0% 3.0% 11.0%
Total jam kerja per hari lebih dari 10 jam 60.6% 22.2% 8.1% 9.1%
Bab 11 Kondisi Kerja dan Beban Kerja
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
152
Tabel 11.5 Beban Kerja
Base: Responden Media Tidak Ada SP
Beban kerja Ya TidakRagu-ragu
Tidak tahu/ tidak jawab
Tiap hari mendapat tugas menulis berita dalam jumlah tertentu
56.5% 34.8% 6.5% 2.2%
Ada rolling (perpindahan) jurnalis dari satu tempat liputan ke tempat liputan yang baru
81.5% 8.7% 8.7% 1.1%
Total jam kerja per hari lebih dari 10 jam
66.3% 26.1% 4.3% 3.3%
Terkait dengan beban kerja seorang jurnalis, hal yang juga sangat
menarik untuk ditanyakan adalah mengenai waktu beban kerja mereka.
Berapa jam rata-rata mereka tiap hari bekerja dan berapa hari bekerja dalam
satu mingggu.
Grafik 11.1 Rata-rata Berapa Jam Sehari Bekerja
Base: Responden Media Ada SP & Responden Media Tidak Ada SP
“Rata-rata berapa jam dalam sehatri Anda bekerja?”
Grafik di atas memperlihatkan distribusi rata-rata berapa jam
5.1%
37.4%
26.3%22.2%
4.0%3.2%
25.8%21.5%
30.1%
8.6%
< 8 jam 8-9 jam 10-11 jam 12-13 jam > 14 jam
Ada Serikat Pekerja Tidak Ada Serikat Pekerja
153
jurnalis bekerja setiap hari. Hal ini sedikit berbeda dengan hasil sebelumnya
yang menyatakan bahwa sekitar 60% responden total jam kerjanya lebih
dari 10 jam per hari. Dalam grafik itu terlihat, kelompok responden dari
media yang memiliki serikat yang paling banyak (37.4%) adalah mereka
yang bekerja selama 8-9 jam per hari. Sementara dari kelompok responden
dari media yang tidak memiliki serikat yang paling banyak (30.1%) adalah
mereka yang bekerja 12-13 jam per hari.
Sementara rata-rata berapa hari dalam seminggu jurnalis biasanya
bekerja, dari kelompok responden dari media yang memiliki serikat paling
banyak (45.5%) mereka bekerja lima hari dalam satu minggu. Sedangkan
dari kelompok responden yang tidak mempunyai serikat pekerja, paling
banyak (32.3%) bekerja tujuh hari dalam satu minggu.
Grafik 11.2 Rata-rata Berapa Hari Bekerja
Base: Responden Media Ada SP & Responden Media Tidak Ada SP
“Rata-rata berapa hari dalam seminggu Anda bekerja?
Ketika ditanyakan kepada responden berapa jam idealnya jurnalis
bekerja dalam sehari, sebagian besar responden menyatakan sekitar 8-9 jam.
Diurutan kedua, idealnya jurnalis bekerja selama 10-11 jam sehari. Dalam
3.0%
45.5%
36.4%
15.2%
0.0%0.0%
30.1% 31.2% 32.3%
6.5%
< 5 hari 5 hari 6 hari 7 hari Tidaktahu/tidak
jawab
Ada Serikat Pekerja Tidak Ada Serikat Pekerja
Bab 11 Kondisi Kerja dan Beban Kerja
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
154
survei ini juga ditemukan ada responden yang menjawab idealnya jurnalis
bekerja kurang dari delapan jam dan sebaliknya ada pula yang menjawab
mestinya bekerja lebih dari 14 jam.
Grafik 11.3 Penilaian Jam Kerja Ideal
Base: Responden Media Ada SP & Responden Media Tidak Ada SP
“Menurut penilaian Anda, berapa jam dalam sehari idealnya jurnalis bekerja?”
Kemudian ditanyakan juga berapa hari idealnya seorang jurnalis
bekerja dalam satu minggu. Sebagian besar responden menganggap idealnya
bekerja lima hari dalam seminggu. Jumlah kelompok responden yang tidak
memiliki serikat hampir sama, mereka yang menjawab lima hari dan enam
hari. Meskipun sedikit, tapi ada juga yang menjawab idealnya jurnalis
bekerja kurang dari lima hari dalam seminggu.
7.1%
66.7%
14.1%
2.0% 1.0%9.1%
2.2%
44.1%
24.7%
5.4% 4.3%
19.4%
< 8 jam 8-9 jam 10-11 jam 12-13 jam > 14 jam Tidaktahu/tidak
jawab
Ada Serikat Pekerja Tidak Ada Serikat Pekerja
155
Grafik 11.4 Penilaian Ideal Berapa Hari Bekerja dalam Satu Minggu
Base: Responden Media Ada SP & Responden Media Tidak Ada SP
“Menurut penilaian Anda, berapa hari dalam seminggu idealnya jurnalis bekerja?”
Dibanding profesi lainnya, tugas seorang jurnalis memang
mempunyai perbedaan karakteristik tersendiri. Sering kali jurnalis dituntut
selalu awas 24 jam, tak ubahnya seperti seperti polisi. Seorang jurnalis juga
dituntut untuk selalu peka terhadap kejadian-kejadian di sekitar mereka.
Tidak mengherankan jika sebagian besar responden menilai beban kerja
yang mereka panggul tergolong berat.
Grafik 11.5 Penilaian Atas Beban Kerja
Base: Responden Media Ada SP & Responden Tidak Ada SP
“Bagaimana Anda menilai beban kerja Anda, sangat berat, berat, ringan atau sangat ringan?”
3.0%
64.6%
22.2%
6.1% 4.0%2.2%
38.7% 35.5%
18.2%5.4%
< 5 hari 5 hari 6 hari 7 hari Tidaktahu/tidak
jawab
Ada Serikat Pekerja Tidak Ada Serikat Pekerja
66.0%
27.0%
4.0% 0.0% 3.0%
54.3%
33.7%
2.2% 2.2%7.6%
Berat Ringan Sangat berat Sangatringan
Tidaktahu/tidak
jawab
Ada Serikat Pekerja Tidak Ada Serikat Pekerja
Bab 11 Kondisi Kerja dan Beban Kerja
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
156
Dengan beban kerja yang menuntut harus selalu tanggap terhadap
suatu kejadian, menarik untuk ditanyakan apakah mereka masih punya
kesempatan untuk melakukan aktivitas di luar pekerjaannya. Ternyata
sebagian besar (60%) responden masih punya kesempatan untuk melakukan
aktivitas di luar pekerjaan. Hanya ada sepertiga dari responden yang karena
beban kerjanya, mereka menyatakan tidak memiliki kesempatan untuk
melakukan aktivitas lain di luar pekerjaan.
Grafik 11.6 Apakah Punya Kesempatan Beraktivitas di Luar Pekerjaan
Base: Responden Media Ada SP & Responden Media Tidak Ada SP
“Dengan beban kerja Anda saat ini, apakah Anda masih mempunyai kesempatan untuk melakukan aktivitas lain di luar pekerjaan Anda?”
Hal yang juga cukup menarik untuk diketahui terkait dengan beban
kerja jurnalis adalah membuat berita yang tidak mereka sukai. Ternyata
sebagian besar jurnalis tidak pernah membuat berita yang tidak mereka
sukai. Hanya sekitar 10% responden yang menyatakan pernah membuat
berita yang tidak mereka sukai.
66.0%
31.0%
3.0%
62.0%
29.3%
8.7%
Masih ada waktu atau kesempatanuntuk melakukan aktivitas lain
Beban kerja tidak ada kesempatanuntuk melakukan aktivitas lain
Tidak tahu/tidak jawab
Ada Serikat Pekerja Tidak Ada Serikat Pekerja
157
Grafik 11.7 Apakah Pernah Membuat Berita yang Tidak Disukai
Base: Responden Media Ada SP & Responden Media Tidak Ada SP
“Dalam enam bulan terakhir ini, apakah Anda pernah diminta oleh redaktur untuk membuat liputan atau wawancara yang sebenarnya tidak Anda sukai?”
Berita-berita yang tidak mereka sukai yang pernah dibuat misalnya
berita yang narasumbernya sulit untuk ditemui, berita yang mengandung
promosi atau iklan, dan berita yang berkaitan dengan kriminalitas.
C. Berita yang tidak dimuat
Selain membuat berita yang tidak disukai, isu yang tidak kalah
menarik berkaitan dengan profesi jurnalis adalah berita yang tidak dimuat.
Dalam survei ini ditanyakan apakah responden pernah terlanjur membuat
berita (liputan, wawancacara) namun tidak publikasikan oleh medianya.
Sebagian besar (60%) responden menyatakan tidak pernah mengalaminya.
Namun sekitar 30% responden pernah mengalami kejadian seperti itu.
72.4%
15.3%
12.2%
82.4%
11.0%
6.6%
Tidak pernah
Pernah
Tidak tahu/tidakjawab
Ada Serikat Pekerja Tidak Ada Serikat Pekerja
Bab 11 Kondisi Kerja dan Beban Kerja
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
158
Grafik 11.8 Pernah Membuat Berita namun Tidak Dimuat
Base: Responden Media Ada SP & Responden Media Tidak Ada SP
“Dalam enam bulan terakhir ini, apakah Anda pernah membuat berita (liputan, wawancara) namun tidak dpublikasikan oleh media Anda?”
Lebih jauh kepada mereka yang pernah membuat berita namun
tidak dipublikasikan ditanyakan, menurut penilaian mereka apa alasan
berita itu tidak dimuat. Dari beberapa alasan yang muncul, alasan yang
paling banyak dikemukakan oleh jurnalis adalah karena berita itu memang
tidak layak muat (15.3%) dan tidak sesuai keinginan redaktur (11.4%).
Grafik 11.9 Alasan Berita Tidak Dimuat
Base: Responden Media Ada SP & Tidak ada serikat pekerja
”Menurut penilaian Anda, apa alasan berita itu tidak dimuat?”
63.0%
27.0%
10.0%
60.4%
31.9%
7.7%
Tidak pernah
Pernah
Tidak tahu/tidakmenjawab
Ada Serikat Pekerja Tidak Ada Serikat Pekerja
15.3%
11.4%
9.1%
7.4%
7.4%
6.8%
6.8%
5.7%
4.0%
2.8%
Tidak layak muat
Tidak sesuai keinginan redaktur
Kurang menarik
Skala prioritas
Ada berita yg lebih baru
Secara jurnalistik blm lengkap
Halaman terpakai iklan
Durasi terlalu panjang
Karena kurang berkualitas
Beriatanya sensisitif (misalnya menyangkut SARA)
159
Terhadap berita yang tidak dimuat, ditanyakan kepada responden
alasan kenapa berita tersebut tidak dimuat, termasuk apa saja tindakan yang
dilakukan oleh redaktur. Dari kelompok responden media yang memiliki
serikat, lebih banyak responden yang menyebutkan reporter diminta untuk
memperbaiki dan reporter diminta untuk melupakan berita itu. Namun atas
dasar alasan apa berita itu tidak dimuat, lebih banyak redaktur yang tidak
memberitahukannya kepada reporter.
Tabel 11.6 Tindakan Redaktur atas Berita yang Tidak Dipublikasikan
Base: Responden Media Ada SP
Hal yang dilakukan Ya TidakTidak tahu/ tidak jawab
Pemberitahuan terhadap berita atau liputan yang tidak dipublikasikan
38.7% 35.5% 25.8%
Memberikan alasan kenapa berita dipublikasikan
30.1% 48.4% 21.5%
Meminta reporter memperbaiki materi berita agar bisa dipublikasikan
38.7% 32.3% 29.0%
Meminta reporter melupakan berita itu dan mengganti dengan berita lain
50.5% 19.4% 30.1%
Sementara dari kelompok responden media yang tidak mempunyai
serikat, sebagian besar redaktur melakukan sejumlah tindakan atas berita
yang tidak dipublikasikan.
Bab 11 Kondisi Kerja dan Beban Kerja
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
160
Tabel 11.7 Tindakan Redaktur atas Berita yang Tidak Dipublikasikan
Base: Responden Media Tidak Ada SP
Hal yang dilakukan Ya TidakTidak tahu/ tidak jawab
Pemberitahuan terhadap berita atau liputan yang tidak dipublikasikan
56.7% 27.8% 15.6%
Memberikan alasan kenapa berita tidak dipublikasikan
48.9% 37.8% 13.3%
Meminta reporter memperbaiki materi berita agar bisa dipublikasikan
58.9% 25.6% 15.6%
Meminta reporter melupakan berita itu dan mengganti dengan berita lain
61.1% 18.9% 20.0%
D. Kondisi ruang redaksi
Dari survei ini diketahui, secara umum kondisi ruang redaksi di
media telah berjalan demokratis, terjadi interaksi secara terbuka antara
jurnalis dan redaktur. Hampir seluruh responden (91.9%) dari kelompok
media yang memiliki serikat menilai, setiap jurnalis bebas mengajukan
usulan tema liputan. Usulan liputan bisa berasal dari redaktur tetapi juga
bisa berasal dari jurnalis. Sebagian besar menolak jika usulan liputan hanya
menjadi hak redaktur. Sebagian besar responden juga menilai topik atau
tema liputan didiskusikan secara terbuka kepada semua anggota redaksi.
Ruang redaksi yang demokratis juga bisa dilihat dari penilaian terhadap
peran redaktur. Sebagian besar responden menilai redaktur tidak sering
meminta membuat berita yang tidak disetujui. Begitu pula jika redaktur
atau penanggung jawab redaksi memiliki agenda tesendiri atas berita yang
diturunkan, maka sebagian besar anggota redaksi akan menolaknya.
161
Tabel 11.8 Kondisi Ruang Redaksi
Base: Responden Media Ada SP
Ruang redaksi Ya TidakRagu-ragu
Tidak tahu/ tidak jawab
Setiap jurnalis bisa bebas mengajukan usulan tema atau isu liputan
87.9% 4.0% 3.0% 5.1%
Usulan liputan hanya menjadi hak redaktur
22.2% 65.7% 6.1% 6.1%
Tema liputan didiskusikan secara terbuka kepada semua anggota redaksi
79.8% 5.1% 7.1% 8.1%
Redaktur kerap meminta membuat berita yang tidak saya setujui
20.2% 54.5% 16.2% 9.1%
Redaktur atau penanggungjawab redaksi punya agenda tersendiri atas berita yang dipublikasikan
46.5% 28.3% 14.1% 11.1%
Kondisi itu tidak jauh berbeda dengan media yang belum terdapat
serikat pekerja. Ketiadaan serikat pekerja tidak lantas membuat redaktur
sewenang-wenang dalam menentukan liputan. Sebagian besar reponden
menyatakan, kondisi demokratis tetap tercipta meskipun di media tersebut
tidak memiliki serikat pekerja.
Bab 11 Kondisi Kerja dan Beban Kerja
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
162
Tabel 11.9 Kondisi Ruang Redaksi
Base: Responden Media Tidak Ada SP
Ruang redaksi Ya TidakRagu-ragu
Tidak tahu/ tidak jawab
Setiap jurnalis bisa bebas mengajukan usulan tema atau isu liputan
87.0% 3.3% 6.5% 3.3%
Usulan liputan hanya menjadi hak redaktur
34.8% 53.3% 6.5% 5.4%
Topik liputan didiskusikan secara terbuka kepada semua anggota redaksi
87.0% 4.3% 3.3% 5.4%
Redaktur kerap meminta membuat berita yang tidak saya setujui
17.4% 54.3% 19.6% 8.7%
Redaktur atau penanggungjawab redaksi punya agenda tersendiri atas berita yang dipublikasikan
46.7% 25.0% 20.7% 7.6%
163
A. Kesimpulan
Berdasarkan temuan survei yang telah dipaparkan sebelumnya,
dapat disarikan dalam kesimpulan berikut:
1. Keberadaan serikat pekerja
a. Persepsi responden terhadap keberadaan serikat pekerja
sebagian besar menilai sangat penting.
b. Sebagian besar responden dari media yang memiliki serikat
pekerja menjawab manajemen mendukung keberadaan serikat
pekerja di perusahaan media.
2. Pembentukan serikat pekerja
a. Sebagian besar responden (83.7%) menjawab, perlu hadirnya
serikat pekerja di media tempat bekerja selama ini.
Bab 12 Kesimpulan dan Rekomendasi
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
164
b. Selain mengatakan perlu membentuk serikat pekerja, sebagian
besar responden (97.1%) juga menyatakan mendukung
pembentukan serikat pekerja di tempat mereka bekerja. Dan
cukup banyak pula responden yang menyatakan bersedia
menjadi pelopor pembentukan serikat pekerja.
c. Sebagian besar responden (82.8%) mengatakan tertarik
untuk masuk menjadi anggota serikat pekerja, hanya 3.25%
responden saja yang menyatakan tidak tertarik bergabung.
3. Permasalahan pekerja dan penyelesaian oleh serikat pekerja
a. Sebagian besar responden (80% lebih) tidak pernah
mempunyai masalah, baik yang disampaikan ke serikat pekerja
atau ke pihak manajemen.
b. Masalah yang sering dialami oleh pekerja media adalah
masalah gaji dan asuransi.
c. Bagi mereka yang pernah mempunyai masalah dan meminta
serikat pekerja untuk membantu mengatasi masalah, sebagian
besar merasa puas (58.3%) dengan kerja yang dilakukan
serikat pekerja.
4. Perjuangan serikat pekerja
a. Dari media yang memiliki serikat pekerja, 60% responden
melihat serikat pekerja di tempat mereka bekerja aktif dalam
memperjuangkan kesejahteraan dan kepentingan pekerja di
media.
b. Sebanyak 36.0% responden menyatakan tidak puas dan sangat
tidak puas dengan kerja serikat pekerja di media tempat
mereka bekerja. Sedangkan yang menjawab puas atau sangat
165
puas tidak ada separuhnya atau hanya 49.0%.
c. Terdapat 31% responden yang menilai perjuangan serikat
pekerja dirasakan manfaatnya oleh semua pekerja media. Lalu
24% responden menilai manfaatnya dirasakan sebagian besar
pekerja dan hanya 15% yang menganggap hasilnya dirasakan
sebagian kecil pekerja media.
d. Aspek yang perlu diperjuangkan serikat pekerja menurut
sebagian besar responden adalah masalah gaji/kesejahteraan
(63%), lalu masalah pemutusan hubungan kerja (57%),
disusul asuransi dan tunjangan kesehatan (47%), dan status
kerja (44%).
5. Aktivitas serikat pekerja
a. Sebesar 51.5% responden melihat serikat pekerja di tempat
mereka bekerja aktif mengadakan kegiatan. Sementara yang
menjawab tidak aktif sebesar 31.3%.
b. Serikat pekerja paling banyak mengadakan kegiatan kurang
dari sekali setiap bulan (28.3%).
c. Hanya 26.3% responden yang menyatakan serikat pekerja di
tempat mereka bekerja pernah mengadakan pelatihan internal
untuk meningkatkan kemampuan profesional pekerja.
d. Sebagian besar responden (68.8%) menjawab tidak ada iuran
bulanan, hanya 31.3% yang menjawab ada iuran bulanan untuk
serikat pekerja di tempat mereka bekerja.
6. Perjanjian Kerja Bersama
a. Sebagian besar responden, baik dari kelompok yang memiliki
serikat pekerja maupun yang tidak mempunyai serikat pekerja
Bab 12 Kesimpulan dan Rekomendasi
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
166
menilai kesepakatan kerja sebaiknya dilakukan secara kolektif
dalam PKB.
b. Upah merupakan hal yang dianggap paling perlu diatur dalam
PKB (91.9%), sedangkan jam kerja adalah hal yang paling
dianggap kurang perlu diatur dalam PKB (9.1%).
7. Kepemilikan saham kolektif
a. Sebagian besar responden, baik dari media yang mempunyai
serikat maupun yang tidak memiliki serikat menganggap
serikat pekerja perlu memperjuangkan kepemilikan saham
kolektif di perusahaan media.
b. Ada sejumlah isu berkaitan dengan saham kolektif ini. Pertama,
soal saham minimum bagi pekerja sebesar 20%. Kedua, soal
adanya wakil pekerja dalam jajaran direksi di media.
8. Upah dan fasilitas kerja
a. Di media yang memiliki serikat pekerja sebagian besar (71.7%)
responden mengatakan mereka mendapat honor di luar upah.
Namun di media yang tidak ada serikat pekerjanya lebih
banyak responden (58.1%) yang tidak mendapatkan honor di
luar upah.
b. Terkait upah, meski semua responden menerima upah tiap
bulan, hanya sekitar 30% responden saja yang menilai baik/
sangat baik upah tersebut. Sekitar separuh responden menilai
upah yang mereka terima biasa saja.
c. Ternyata separuh lebih responden (60%) menilai upah yang
mereka dapatkan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari.
167
9. Kondisi kerja dan beban kerja
a. Di atas 40% responden dari kelompok media yang memiliki
serikat menilai aturan-aturan seperti status pekerja, cuti, PHK
dan hak cipta, sudah baik. Kecuali aturan mengenai jenjang
karier yang lebih banyak dinilai biasa saja oleh responden
(47.4%).
b. Yang menarik dari riset ini, ternyata tidak ada perbedaan beban
kerja di perusahaan yang memiliki serikat pekerja dengan
perusahaan media yang tidak memiliki serikat pekerja.
B. Rekomendasi
Berdasarkan kesimpulan temuan survei di lapangan, dapat
direkomendasikan beberapa hal yang dapat menjadi program atau
kampanye AJI Indonesia maupun AJI-AJI Kota. Aspek-aspek tersebut
dikategorisasikan berdasarkan target sasaran: pertama, pekerja media yang
memiliki serikat pekerja dan kedua, kepada pekerja media yang belum
mempunyai serikat pekerja.
1. Rekomendasi bagi pekerja media yang telah memiliki serikat
pekerja
a. Program peningkatan kapasitas pengurus serikat
pekerja. Keluhan atas ketidakpuasan kinerja serikat pekerja
dan kurangnya aktivitas kepengurusan serikat pekerja di
masing-masing media dapat dioptimalkan dengan program
peningkatan kapasitas pengurus serikat pekerja. Antara
lain dalam manajemen organisasi, hukum ketenagakerjaan,
komunikasi perusahaan, atau melakukan sesi tukar pengalaman
Bab 12 Kesimpulan dan Rekomendasi
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
168
(sharring time) antar serikat pekerja media.
b. Penetapan isu utama pekerja media. Efektivitas program
salah satunya ditentukan oleh isu utama yang terfokus dengan
meluaskan dukungan melalui penyebaran isu secara masif.
Masalah utama yang menjadi momok kekhawatiran para
pekerja media adalah masalah kesejahteraan (upah layak,
tunjangan kesehatan, dll) serta masalah PHK. Masalah ini
dapat ditetapkan sebagai isu utama bagi seluruh serikat pekerja
media.
c. Federasi. Melanjutkan langkah pengintagrasian serikat-
serikat pekerja media yang sudah berdiri di seluruh Indonesia
ke dalam wadah yang lebih besar, Federasi Serikat Pekerja
Media Independen. Melalui federasi inilah perjuangan pekerja
media bisa lebih diintensifkan.
2. Rekomendasi bagi pekerja media yang belum memiliki serikat
pekerja
a. Mengidentifikasi pelopor/organisatoris serikat pekerja.
Dari hasil survei ditemukan adanya pekerja media yang
bersedia menjadi pelopor pendirian serikat pekerja di
medianya. Para pelopor ini perlu diidentifikasi agar dapat
membantu pendirian serikat pekerja dengan program yang
terstruktur sehingga mampu mengurangi dampak konflik dari
manajemen media.
b. Kampanye aktif dan partisipatif. AJI dapat menjadi
pendorong kampanye massif yang berkesinambungan namun
juga melibatkan partisipasi pekerja media yang ditargetkan.
169
Secara tidak langsung kampanye ini juga dapat menjadi wahana
edukasi bagai para pekerja media.
Bab 12 Kesimpulan dan Rekomendasi
Masih Bertumpu Pada Sang Pelopor
170