masalah keanggotaan dalam organisasi internasional.doc

97

Click here to load reader

Upload: ichsan-suryo-praramadhani

Post on 20-Oct-2015

453 views

Category:

Documents


109 download

TRANSCRIPT

MASALAH-MASALAH KEANGGOTAAN DALAM ORGANISASI INTERNASIONAL

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Organisasi Internasional dan Regional. Disusun oleh:Ichsan Suryo Praramadhani (1106072002) Khalid Faruqi (1106056056)M. Bisma Abiyoga (0906520036)Fakultas Hukum Universitas Indonesia2013Penerimaan dan Dimulainya KeanggotaanPenerimaan KeanggotaanSatu elemen yang sama-sama dimiliki oleh seluruh organisasi internasional adalah anggota. Di sebagian besar organisasi, hanya negara yang dapat menjadi anggotanya. Namun terdapat kecenderungan peningkatan organisasi internasional yang menjadi anggota dari organisasi internasional lainnya, seperti Uni Eropa.

Negara anggota memiliki dua peranan dalam organisasi internasional, yaitu peran internal dan eksternal. Peran internal terkait dengan penempatan dan fungsi dari negara anggota di dalam badan eksekutif atau badan nonpleno dari suatu organisasi internasional. Negara-negara yang menjadi anggota dari badan-badan tersebut bertindak atas nama seluruh anggota dari organisasi internasional tersebut. Oleh karenanya, konstitusi dari organisasi-organisasi internasional yang universal menyatakan pengaturan yang mengharuskan adanya representasi yang mencakup seluruh area geografis di seluruh dunia dalam badan-badan nonpleno. Pada praktiknya, sebagai contoh, anggota tidak tetap dari DK PBB kadang-kadang mendasarkan tindakannya bukan hanya atas kepentingannya semata melainkan juga mencakup kepentingan dari regionnya.1 Sedangkan peran eksternal, terkait dengan negara yang berkedudukan sebagai rekan kerja dari organisasi internasional. Dalam hal ini, negara-negara anggota organisasi internasional dihadapkan pada keputusan-keputusan yang memiliki dampak, baik langsung maupun tidak langsung terkait pelaksanaan kebijakan organisasi, dan mereka haruslah menghormati keputusan organisasi yang tentu akan berimplikasi dengan adanya konsekuensi hukum.

Pembedaan antara peran internal dan eksternal dari negara anggota dalam organisasi internasional tidaklah selalu mudah, walaupun perbedaan yang ada bersifat mendasar dan bisa jadi memiliki konsekuensi hukum yang penting. Hanya ada pada peran internal saja, para negara anggota bekerja sama sesuai dengan kerangka kerja dari sebuah badan, dan wajib menghormati aturan internal dari

organisasi internasional tersebut. Salah satu contohnya terkait dengan upaya1 Henry G. Schemers, Niels M. Blokker, International Institutional Law, Fifth Revised Version, (Leiden: Martinus Nijhoff Publishers, 2011), h. 62-63.

pembatalan keputusan Konsili European Community oleh Parlemen (European Community) terkait pemberian bantuan atas siklon yang terjadi di Bangladesh, karena berdasarkan aturan dalam pasal 203 Traktat European Community (sekarang pasal 313-314 Treaty on the Functioning of the European Union) secara prosedural harus melibatkan Parlemen (European Community), akan tetapi ditolak oleh Court of Justice karena tindakan pemberian bantuan tersebut dikategorikan sebagai tindakan negara-negara anggota, bukan Konsili (berdasarkan interpretasi substantif).2Terkait dengan tingkat partisipasinya dalam organisasi internasional, akan dibedakan lima macam anggota, yaitu sebagai berikut:

- Anggota Penuh

Subjek keanggotaan penuh: Negara

Negara adalah anggota terpenting dalam organisasi internasional. Banyak konstitusi organisasi internasional yang menekankan pentingnya syarat de facto dan de jure dipenuhi sebuah negara sebagai syarat keanggotaan3. Secara umum, tidak ada perbedaan pendapat mengenai syarat ini.

Akan tetapi, di era 1960-1970an, permasalahan negara mikro yang menjadi anggota organisasi internasional mengemuka4. Hal ini menjadi masalah karena tiga hal: (1) Negara-negara tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai negara (yang menjadi subjek hukum internasional); (2) Signifikansi keanggotaan negara-negara tersebut tidak jelas; (3) Keanggotaan negara-negara tersebut menyebabkan disproporsionalitas pada voting yang menggunakan prinsip one-state-one-vote. Di sisi lain,

dengan keanggotaan negara-negara tersebut, memberikan keuntungan2 Ibid.3 Seperti yang dinyatakan pada artikel 3 dan 4 UN Charter, pasal 4 Statute of the Council ofEurope, pasal 4 Organization of American States, dan pasal 4 Organization of African Unity4 Ibid., h. 65-66.

antara lain sebagai bukti kemerdekaan (secara de jure) dan instrumen yang menjamin kemerdekaan atas agresi eksternal.

Upaya untuk menyelesaikan masalah ini sebenarnya sudah dilakukan oleh DK PBB dengan membentuk Komite Khusus Negara Mikro pada 1969. Akan tetapi, sejak badan tersebut terakhir aktif pada April 1971 hingga saat ini, permasalahan (keanggotaan) negara mikro belum terselesaikan. Sehingga, sampai dengan saat ini, organisasi- organisasi internasional masih perlu mencari solusi terkait prinsip persamaan kedaulatan dari anggota dan one-state-one-vote dengan perbedaan sifat (de facto dan de jure) dari negara anggota dalam masalah penerimaan anggota ini5.

Wilayah yang belum/ tidak merdeka

Ada beberapa organisasi internasional yang memiliki anggota penuh yang bukan hanya berasal dari negara (merdeka), melainkan juga mencakup wilayah yang belum merdeka. Ini terlihat dari konstitusi organisasi-organisasi negara lain yang membedakan keanggotaan secara tegas berdasarkan bentuk negaranya, dan memberikan kesempatan bergabung bagi wilayah yang belum/ tidak merdeka sebagai anggota.

Pada prinsipnya, bagian dari suatu negara tak dapat menjadi pihak independen (lepas dari negara induknya) dari traktat yang membentuk konstitusi organisasi internasional. Timbullah pertanyaan, apakah dapat dibenarkan menerima wilayah tersebut sebagai anggota penuh?

Terdapat contoh dari UPU dan ITU yang dahulu (sekarang keanggotaan tersebut dihapus) memungkinkan menerima wilayah nonotonom (seperti teritorial Portugis di Afrika Timur)6. Penerimaan ini dimaksudkan untuk memberikan negara induk yang secara penuh menentukan suara dari koloninya kekuatan suara yang lebih. Bagi

teritorial nonotonom, keanggotaan ini penting terkait dengan kemampuan5 Ibid.6 Ibid, h. 70.

mereka secara otonom mengelola fungsi-fungsi publik yang spesifik (UPU untuk layanan pos dan ITU untuk layanan telekomunikasi), namun tidak mampu melakukan hubungan internasional secara umum. Contoh lain, WMO (organisasi terkait meteorologis internasional) yang memberikan keanggotaan (pada wilayah nonotonom), akan tetapi membatasi hak-hak mereka hanya pada hal-hal meteorologis saja, tidak pada hal-hal terkait penambahan keanggotaan atau pengubahan konstitusi7. Selain alasan teknis, juga terdapat alasan psikologis berupa kesamaan rasa sebagaimana pada kasus penerimaan keanggotaan Palestina (yang direpresentasikan PLO) pada Liga Arab8.

Seiring dengan waktu, keanggotaan wilayah nonotonom berkurang karena makin banyak dari mereka yang telah merdeka. Akan tetapi, jika masih ada permasalahan penerimaan wilayah-wilayah ini, penerimaan keanggotaan dengan pemberian hak terbatas akan menjadi lebih tepat. Walaupun, tetap sulit memutuskan keanggotaan mereka menjadi anggota penuh.

Kelompok negara

Pada dasarnya, dimungkinkan bagi negara-negara bergabung menjadi sebuah kelompok (hanya dalam satu organisasi internasional tertentu), dan kelompok tersebut menjadi anggota suatu organisasi internasional. Keanggotaan mereka bisa didasarkan alasan teknis (keperluan dalam kontrak, sebagaimana dahulu pada Organisasi Kopi Internasional9) maupun kapabilitas (ada negara yang tidak mampu memenuhi persyaratan/ kondisi yang ditentukan oleh suatu organisasi internasional). Dengan adanya keanggotaan dari kelompok negara, ini bisa memenuhi fungsi di antara keanggotaan negara dan organisasi internasional.

Organisasi internasional7 Ibid, h. 70-71.

8 Ibid, h. 67.

9 Ibid, h. 71.

Secara umum, dimungkinkan organisasi-organisasi internasional untuk mengambil peran dalam organisasi internasional yang lain, bukan sebagai anggota penuh melainkan pengamat ataupun penasihat. Namun terdapat pengecualian seperti European Investment Bank yang menjadi anggota penuh European Bank for Reconstruction and Development10. Bahkan bisa saja beberapa organisasi internasional mendirikan sebuah organisasi internasional yang lain, seperti The Joint Vienna Institute yang didirikan lima organisasi internasional. 11Tentu, pengecualian terpenting adalah Uni Eropa, yang menjadi anggota penuh dari banyak organisasi internasional (per 1 Desember 200912).

Dalam sebuah organisasi internasional, segera setelah terjadi atribusi kewenangan oleh negara anggotanya, organisasi tersebut memiliki kompetensi eksklusif baik internal maupun eksternal, sehingga negara anggota tersebut tidak memiliki kompetensi untuk bertindak (dalam hal kewenangan yang telah diatribusikan), karena kewenangan internal dan eksternal dari organisasi internasional tidak dapat dipisahkan. Selain itu, meskipun secara logis berdasarkan kompetensi eksklusifnya sebuah organisasi internasional dapat menjadi pihak dalam suatu perjanjian internasional, akan tetapi tetap membutuhkan pengakuan dari pihak lain terhadap organisasi internasional tersebut, baik dalam traktat maupun organisasi terkait. Walaupun, pada praktiknya saat ini organisasi internasional dapat berpartisipasi baik pada traktat maupun organisasi internasional bersamaan (kedudukannya) dengan negara.

Salah satu permasalahan yang cukup menghambat terkait diterimanya suatu organisasi internasional dalam keanggotaan organisasi internasional yang lain, adalah bahwa dalam konstitusi organisasi internasional tersebut belum mengatur kemungkinan bergabungnya organisasi internasional lain ke dalam organisasi tersebut. Sehingga, untuk

menyelesaikan permasalahan ini, dilakukannya amandemen terhadap10 Ibid, h. 72.

11 Ibid.organisasi internasional tersebut, sebagaimana yang ditemukan pada kasus penerimaan European Community (sekarang Uni Eropa) pada WTO dan FAO13.

Hak dan kewajiban dari anggota penuh Hak dan kewajiban individu

Ada beberapa hak dan kewajiban individu yang dimiliki setiap anggota organisasional sebagai konsekuensi dari keanggotaannya. Sebagai contoh adalah (kewajiban) anggota untuk berperilaku baik, sebuah kewajiban yang menjadi bagian dari prinsip umum hukum modern (kewajiban bekerja sama). Kewajiban ini seringkali dinyatakan secara eksplisit dalam berbagai konstitusi, beberapa contohnya seperti pada Pasal

2. 2 dari UN Charter dan Pasal 29. 1 dari konstitusi International Tropical Timber Organization 200614. Selain itu terdapat beberapa kewajiban yang secara umum juga dapat ditemukan dalam berbagai konstitusi organisasi internasional, seperti larangan untuk tidak hadir secara kontinu dalam berbagai pertemuan, larangan pemblokiran sistematis terkait pengambilan keputusan yang mengharuskan suara bulat, berpartisipasi sesuai porsi mereka dalam pengeluaran organisasi, dan menjamin keistimewaan dan imunitas dari organisasi dan stafnya.

Walaupun kewajiban adalah bagian utama dari keanggotaan (dalam organisasi internasional), pada dasarnya memungkinkan apabila sebuah organisasi internasional tidak meminta (waive, Eng.) negara anggotanya untuk memenuhi kewajibannya, asalkan bukan kewajiban esensial, sebagaimana menurut Gold (Schermers, Blokker: 2011, 123). 15Oleh karena itu, diangkatnya suatu kewajiban dari negara anggota

oleh organisasi internasional, haruslah dinyatakan sesegera mungkin. Ini karena dengan pelanggaran secara sepihak terhadap kewajiban dari negara anggota, bahkan jika anggota lain melakukannya dan organisasi

menoleransi itu, ini tidak dapat diinterpretasikan sebagai pengangkatan13 Ibid, h. 74-75.

14 Ibid, h. 121-122.

15 Ibid, h. 122.

kewajiban. Walaupun, apabila pelanggaran ini terjadi berulang atau kontinu, bisa saja terdapat toleransi. Ini dapat menjadi preseden yang tidak baik, karena dapat mengantarkan pada toleransi atas berbagai macam pelanggaran terhadap konstitusinya yang bisa berimplikasi pada pengubahan konstitusi secara tersembunyi.

Selain kewajiban yang terbagi pada seluruh anggota, baik hak maupun kewajiban bisa saja diberikan hanya pada anggota tertentu saja. Sebagai contoh, hanya beberapa anggota yang terlibat dalam organ-organ nonpleno, juga hak veto yang dimiliki negara anggota tetap DK PBB. Sebagai quid pro quo atas kewajibannya, satu anggota bisa saja diberikan

keistimewaan dalam hak dan kewajibannya. Bisa saja suatu organisasi tidak melarang suatu organisasi dari semua sesi (pertemuannya) atau mengirimkan dokumen terkait kepada seluruh anggota yang lain (terkait tekanan yang diambil sebagai sanksi).

Umumnya, anggota yang tidak berlaku layaknya anggota biasa masih dianggap sebagai anggota, tetapi bisa saja dikategorikan sebagai anggota tidak aktif atau dorman, sebagai posisi khusus diantara (masih terikat) keanggotaan dan bukan anggota. Secara khusus, pada beberapa organisasi yang mengedepankan universalitas, keanggotaan yang tidak aktif akan cenderung dianggap bukan (menjadi) anggota. Anggota yang tidak aktif setidaknya memiliki beberapa hubungan dengan organisasi tersebut, yang memungkinkan kembalinya keanggotaan aktif.

Hak dan kewajiban bersama

Dalam praktiknya, seluruh anggota secara bersama mengontrol seluruh kekuasaan dalam setiap organisasi internasional, sehingga mereka dapat memodifikasi dan bahkan membubarkan organisasi terlepas bagaimana pengaturannya secara konstitutif. Salah satu contoh yang paling menonjol terkait dengan hal ini adalah Uni Eropa16.

Kekuatan ini hanya diberikan pada anggota secara kolektif dan bukan pada pemerintahan mereka, juga terhadap delegasi dari pemerintahan tersebut yang berpartisipasi dalam badan-badan dalam

organisasi. Pemerintah dan organisasi terikat dengan ketentuan dalam konstitusi organisasi. Pengecualian dalam ketentuan ini hanya memungkinkan melalui pengangkatan oleh organisasi, atau dengan persetujuan dari seluruh negara anggota yang diberikan sesuai dengan persyaratan konstitusional mereka untuk mengikat suatu negara dalam hukum internasional.

Satu-satunya pengecualian teoretis dalam kemahakuasaan dari anggota secara bersama dapat ditemukan dalam organisasi supranasional yang tentunya memiliki kekuatan independen, dan mampu mengatasi kekuasaan dari para anggotanya. Satu langkah menuju arah organisasi internasional ini telah ditempuh oleh Uni Eropa, yang dalam amandemen dari Traktat Uni Eropa bukan hanya melibatkan negara-negara anggota melainkan juga badan-badan didalamnya.

Dalam beberapa organisasi, beberapa kekuasaan tidak dapat dilakukan oleh badan (internal) apapun, melainkan hanya oleh aksi bersama dari seluruh anggotanya. Ini sebagaimana yang ada pada konstitusi UPU, yang menyatakan bahwa seluruh negara anggota secara bersama dapat menggunakan seluruh kewenangan dari organisasi yang tidak diatribusikan pada organ apapun secara spesifik, kecuali konstitusi menyatakan sebaliknya.

Sebagaimana pada kewajiban individu (anggota), kewajiban bersama juga dapat diangkat. Ini akan merujuk pada penangguhan keanggotaan.

Pembentukan keputusan oleh seluruh anggota secara bersama sulit dicapai. Oleh karena itu, dalam beberapa organisasi sebagaimana pada WMO dan IMO dimungkinkan mayoritas yang memenuhi syarat yang diatur diberikan kekuasaan tertentu17.

- Anggota Terasosiasi

Beberapa organisasi internasional memiliki bentuk keanggotaan khusus dengan hak-hak yang terbatas. Dalam banyak kasus, keanggotaan ini diberikan pada negara koloni atau wilayah yang belum merdeka lain untuk membolehkan

mereka berpartisipasi dalam kegiatan organisasi tanpa memberikan mereka hak-hak dari negara mereka. Setelah merdeka, wilayah-wilayah tersebut melanjutkan keanggotaan terasosiasi mereka hingga mereka diterima sebagai anggota penuh. Signifikansi keanggotaan ini berkurang seiring penurunan jumlah wilayah-wilayah ini (seperti Netherlands Antilles yang bubar pada

2010), walaupun pada beberapa organisasi masih digunakan, seperti pada

WHO18.

Lebih terkini, keanggotaan terasosiasi, atau sebuah status yang lebih dekat dengannya, diberikan kepada gerakan pembebasan, pemerintahan yang diasingkan, dan kepada entitas hukum privat, atau pada nonanggota. Sebagai contohnya, Western European Union memberikan keanggotaan terasosiasi pada Norwegia dan Turki pada 1992 dan Bolivia dan Cili yang menjadi anggota terasosiasi dari Mercosur pada 199619.

Pada umumnya keanggotaan terasosiasi tidak menyertakan hak untuk

memilih dan mendirikan kantor dari organ-organ penting dari organisasi, yang dalam hal ini membantu delegasi dari negara-negara yang baru merdeka yang akan mendapatkan pengalaman terkait dengan kemerdekaan negara mereka.

Beberapa organisasi regional menerima anggota terasosiasi sebagaimana organisasi dalam lingkungan PBB. Beberapa organisasi regional menggunakan

asosiasi dalam kebutuhan lain, baik untuk keanggotaan parsial (seperti Council of Europe) maupun pembentukan persetujuan hubungan eksternal (seperti antara Uni Eropa dengan Turki)20.

- Anggota Parsial

Keanggotaan parsial adalah sebuah bentuk partisipasi dalam organisasi internasional, dimana mereka menjadi anggota penuh dalam beberapa badan namun tidak menjadi anggota penuh dalam organisasi internasional (induk) tersebut. Keanggotaan parsial seringkali digunakan di PBB, dengan alasan politis, dimana tidak semua negara selalu menjadi anggota. Ini memberikan

solusi yang berguna bagi beberapa badan PBB terkait keberadaan negara-18 Ibid., h. 126.

19 Ibid.20 Ibid., h. 128.

negara tertentu begitu penting, akan tetapi keberatan politik terkait keanggotaannya tidak terlalu besar.

Biasanya, jika suatu badan PBB terbuka untuk negara yang bukan anggota PBB, ketentuan yang menyatakannya dituliskan dalam resolusi yang membentuk badan ini. Mengacu pada UN Office of Legal Affairs, jika tidak dinyatakan suatu ketentuan (terkait penerimaan anggota parsial), negara nonanggota PBB tidak secara otomatis dinyatakan bisa menjadi anggota badan tersebut.21Keanggotaan parsial juga ditemukan dalam organisasi regional, seperti

OECD.22 Hal ini juga bisa ditemukan pada Statuta Council of Europe23.Keanggotaan parsial menawarkan bentuk fleksibel dari partisipasi dalam organisasi internasional, memungkinkan negara nonanggota untuk berpartisipasi penuh dalam satu atau beberapa badan saja, terkait kepentingan bersama dari organisasi dan negara. Akan tetapi, hal ini menimbulkan beberapa masalah administratif. Konsekuensinya, anggota parsial memiliki posisi yang lemah jika dibandingkan anggota penuh dalam organisasi. di sisi lain, organisasi internasional lebih lemah dalam menggunakan kekuasaannya terhadap beberapa anggota.

- Anggota Terafiliasi

The World Tourism Organization memiliki kategori khusus dalam keanggotaan: keanggotaan terafiliasi, yang terbuka untuk badan organisasional, baik antarpemerintahan dan nonpemerintahan, terkait dengan kepentingan- kepentingan khusus terkait turisme, sebagaimana badan dan asosiasi komersial yang aktivitasnya terkait tujuan dari organisasi. Anggota terafiliasi ada pada Committee of Affiliate Members dimana terdapat tiga pengamat yang ditujukan untuk kongres umum dari organisasi, dan satu untuk pimpinan24.

Anggota terafiliasi juga dapat berpartisipasi sebagai anggota individu

dalam aktivitas World Tourism Organization. Mereka bisa secara individu21 Ibid., h. 129.

22 Ibid.23 Ibid., h. 130.

24 Ibid., h. 131.

merepresentasikan sebagai pengamat dalam kongres umum, tetapi bukan di pimpinan.

Hal yang menarik dalam keanggotaan ini adalah representasi bersama dari anggota terafiliasi dalam organisasi. Ini memiliki keuntungan yaitu melibatkan banyak anggota terafiliasi dalam kerja organisasi tanpa membebani berlebihan badan dengan jumlah yang besar dari pengamat yang berpartisipasi. Selain itu, keanggotaan terafiliasi juga terbuka untuk organisasi privat internasional dan bahkan untuk badan nasional.

Selain itu, keanggotaan terafiliasi juga dapat ditemukan pada Asia-PasificTelecommunity25.

- Pengamat

Kebanyakan organisasi internasional memberikan beberapa bentuk status pengamat pada negara nonanggota, beberapa organisasi publik internasional, organisasi privat, atau individu. Akan tetapi, definisi pengamat ini tidak selalu merujuk pada kerja negara/ entitas anggotanya pasif, akan tetapi bisa saja berpartisipasi aktif, bahkan amat menentukan dalam berbagai diskusi dan pembicaraan.

Sebagaimana diuraikan oleh Suy, seorang mantan konsultan hukum untuk PBB, pada praktiknya terkait dengan partisipasi pengamat dalam organisasi internasional tidaklah jelas dan sempurna. Hal ini disebabkan, masih menurutnya, oleh dua faktor: variasi dari (bentuk) pengamat (negara, gerakan pembebasan, organisasi antarpemerintahan, dan sebagainya), dan kondisi- kondisi berbeda yang menyebabkan mereka mendapatkan status tersebut di suatu organisasi internasional. Keuntungannya, ini akan meminimalisasi tensi politik, seiring dengan sistem yang tidak jelas ini membuat proses lebih fleksibel dalam hal perubahan dan penyusunan kembalinya. Akan tetapi kerugiannnya, yaitu pada praktiknya menjadi kacau: praktiknya akan tepat sasaran jika badan induk dari suatu organisasi internasional mendapatkan keuntungannya.26Memberikan status pengamat seringkali tergantung dari sesi yang

diselenggarakan oleh badan-badan tertentu dari sebuah organisasi25 Ibid.26 Ibid., h. 132.

internasional. Beberapa organisasi memberikan status ini tidak berdasarkan sesi-sesi tertentu. Undangan untuk para pengamat membentuk bagian dari kebijakan dari suatu organisasi internasional, tetapi tidak tergantung dengan kompetensi dari sekretariatnya. Apakah sebuah badan tambahan kompeten untuk mengundang pengamat ke dalam pertemuannya tergantung dari kewenangan yang diberikan pada badan tersebut. Ini dikarenakan undangan yang diberikan pada pengamat (khususnya terhadap beberapa negara yang tidak secara umum diakui secara de jure) akan dapat meningkatkan kontroversi politis, sebuah peringatan yang harus dihadapi terkait pemberian kewenangan pada organ tambahan untuk memberikan undangan ini.27 Organisasi yang hendak mengirimkan pengamat haruslah mengirimkan surat pada organisasi (yang dituju) yang menyatakan orang-orang yang bertindak atas namanya. Surat ini berfungsi seperti surat mandat (credentials, Eng.) dari delegasi- delegasi (dari anggota penuh), akan tetapi umumnya tidak membutuhkan persetujuan dari komite mandat.28Kedudukan hukum yang tepat serta hak dan kewajiban dari para

pengamat beragam dari satu organisasi ke organisasi lain, bahkan dari satu pengamat ke pengamat lain. Ini biasanya diatur dengan persetujuan dari organisasi yang menerima pengamat tersebut, walaupun persetujuan tersebut tidak selalu ada. Lebih lanjut lagi, pengamat-pengamat dari negara seringkali diterima secara sementara tanpa pengaturan terhadap hak dan kewajiban mereka.29Secara umum terdapat dua karakteristik yang sama-sama dimiliki

pengamat: mereka memiliki akses dalam pertemuan-pertemuan dan tidak memiliki hak suara. Dalam sesi publik, akses terhadap pertemuan tidak terlalu terlihat signifikan dalam diskusi yang ada, tetapi menjadi signifikan dalam kehadiran pada pertemuan itu sendiri. Pengamat seringkali memiliki kesempatan untuk berbicara dengan para delegasi, untuk menyampaikan ide pada mereka, dan bahkan dapat mendorong mereka menerapkan kebijakan

tertentu. Akan tetapi, pada kasus lain, mereka tidak dapat berpartisipasi dalam27 Ibid.28 Ibid., h. 133.

29 Ibid.debat: seperti contoh pada FAO, beberapa organ menetapkan kebijakan silent- observer, yaitu para pengamat yang tidak mengambil peran dalam perdebatan apapun. Pengamat umumnya duduk dalam ruang konferensi, akan tetapi terpisah dari para delegasi. Mereka menerima dokumen kerja dari suatu sesi sebagaimana para anggota penuh melalui pigeon-holes. Umumnya, pengamat dapat menyebarkan dokumen pada badan dimana mereka berpartisipasi, dimana covering note dari ketua (badan) ada. Secara formal, ketua menyebarkan sebuah surat dimana ia menyatakan bahwa ia menerima tambahan komunikasi dari pengamat untuk disebarkan. Serupa dengan itu, proposal dari pengamat biasanya hanya dapat dipilih ketika dipilih oleh para anggota penuh dari suatu badan. Pengamat kadang-kadang memiliki hak untuk menyampaikan proposalnya (dan amandemen-amandemen) dalam organisasi.30Pengaruh dari para pengamat tergantung, antara lain pada organisasi

tempat mereka berpartisipasi, dan besar badan tempat mereka diterima. Tentu saja, secara umum pengaruh mereka lebih kecil jika dibandingkan dengan anggota penuh. Pengamat kadang-kadang dapat berpartisipasi penuh dalam perdebatan dari badan-badan kecil, pada besar biasanya tidak. Sebagai sebuah aturan umum, dapat dikatakan bahwa semakin kecil dan teknis suatu organisasi internasional, semakin besar potensi pengaruh dari pengamat. Dalam beberapa kasus, pengamat memegang posisi penting karena situasi faktual. Sebagai contoh, Italia yang berkedudukan sebagai pengamat pada Badan Perwalian PBB (UN Trusteeship Council, sebelum penerimaan Italia di PBB pada 1955) memegang peranan penting, karena Italia mengelola sebuah wilayah perwalian (Somalia). 31 Walaupun pada kenyataannya pengamat memiliki pengaruh terbatas dalam sesi resmi, mereka bisa saja memiliki pengaruh besar dalam pertemuan informal.

Kategorisasi (bentuk) pengamatPengamat dalam organisasi internasional secara umum dapat dikategorikan berdasarkan bentuknya walaupun dalam kondisi tertentu tidak bisa secara mutlak dimasukkan dalam satu kategori yaitu sebagai berikut:

30 Ibid., h. 133-134.

31 Ibid., h. 134.

Negara dan entitas yang bukan anggota

Organisasi internasional seringkali menerima delegasi dari negara dan entitas yang bukan anggotanya sebagai pengamat ketika terdapat permasalahan yang didiskusikan yang menjadi kepentingan mereka. Majelis Umum PBB memberikan status pengamat permanen pada Vatikan dan Palestina. Badan-badan PBB dan organisasi internasional lainnya juga memberikan status yang sama kepada mereka yang bukan anggotanya. Pada 2009, setelah beberapa tahun konsultasi, Taiwan diterima sebagai pengamat oleh kongres umum WHO, dengan nama Chinese Taipei.

Bentuk partisipasi ini memungkinkan mereka yang bukan anggota dari suatu organisasi internasional mengetahui kerja dari organisasi internasional tersebut. Status pengamat bagi negara dan entitas yang bukan anggota kadang-kadang menjadi batu loncatan menuju keanggotaan penuh. Dalam WTO, pemerintahan (negara/ entitas) pengamat haruslah dengan pengecualian Vatikan memulai negosiasi penerimaan paling lama 5 tahun setelah menjadi pengamat.

Status pengamat seperti negara bukan anggota seringkali diberikan pada anggota (suatu organisasi internasional) untuk memungkinkan mereka berpartisipasi pada badan nonpleno dimana mereka bukanlah anggotanya. Dalam beberapa organisasi, anggota memiliki hak yang sama untuk mengirimkan pengamat pada badan-badan dimana mereka tidak menjadi anggotanya, sedangkan pada organisasi-organisasi yang lain tidak ada hak demikian.

Dalam sejarahnya, pada 1989, Majelis Parlementer Council of Europe membentuk kategori khusus dari pengamat yang berasal dari negara yang bukan anggotanya, yang dinamakan anggota khusus, untuk memungkinkan majelis legislatif nasional dari negara-negara Eropa Tengah dan Timur untuk mengambil peran

dalam berbagai pertemuannya.32 Status pengamat yang telah ada, yang diberikan pada Israel, dinyatakan tidak cocok dengan keperluan ini, karena Majelis hendak memberikan beberapa kondisi khusus dalam partisipasi dari negara-negara Eropa Tengah dan Timur ini, dan kapasitas Israel untuk memenuhi kondisi ini menjadi dipertanyakan. Setelah diterima, posisi dari anggota dengan status kategori khusus ini sama layaknya dengan pengamat pada Majelis.

Gerakan pembebasan (kemerdekaan)

Pada awal 1970-an, gerakan pembebasan perlahan menjadi sebuah kategori penting dari pengamat dalam berbagai organisasi internasional. Ini bisa dibuktikan dengan beberapa contoh, seperti penerimaan South West Africa Peoples Organization pada UN Council for Namibia dan Majelis Umum PBB.33 Tentu, contoh yang paling mengemuka terkait dengan hal ini adalah penerimaan Palestine Liberation Organization oleh Majelis Umum PBB sebagai pengamat sejak 1974. 34Permasalahan undangan terhadap sebuah gerakan pembebasan untuk mengirimkan pengamat bagi wilayah tertentu tidak secara langsung berimplikasi bahwa sebuah organisasi mengakui gerakan pembebasan sebagai perwakilan resmi dari sebuah wilayah, atau sekurang-kurangnya sebagai pemerintahan yang berdaulat. Terdapat beberapa otoritas yang mengklaim sebagai representasi dari suatu wilayah, akan tetapi kriteria-kriteria yang harus dipenuhi gerakan pembebasan untuk diterima sebagai pemerintahan yang berdaulat dari sebuah wilayah belum pernah dibahas.

Pada 1980, Majelis Umum PBB menetapkan sebuah resolusi dimana, antara lain memerintahkan seluruh negara untuk

memberikan berbagai fasilitas, hak-hak istimewa, dan imunitas32 Ibid., h. 136.

33 Ibid., h. 136-137.

34 Ibid., h. 137.

yang dibutuhkan oleh delegasi-delegasi dari gerakan pembebasan yang telah diakui oleh Organization of African Union dan/ atau oleh Liga Arab, dan telah diberikan status pengamat oleh organisasi-organisasi internasional, sesuai dengan ketentuan- ketentuan pada Konvensi Wina tentang Perwakilan Negara-negara dalam Hubungannya dengan Organisasi-organisasi Internasional dalam Karakter yang Universal tahun 1975. Resolusi serupa juga ditetapkan Majelis Umum PBB dalam beberapa tahun berikutnya, disamping kritik keras dari negara-negara Barat yang menunjuk pada fakta bahwa Konvensi Wina 1975 belum mengikat dan hanya diratifikasi oleh sedikit negara, dan belum oleh negara-negara tuan rumah dari organisasi-organisasi internasional.35 Organisasi internasional publikPersetujuan diantara organisasi-organisasi internasional seringkali memungkinkan mereka berpartisipasi dalam kegiatan satu sama lain. Persetujuan terpenting dalam hal ini adalah persetujuan antara PBB dan badan-badan khusus.

Persetujuan diantara badan-badan khusus menjamin representasi dua arah dalam pertemuan badan-badan penting mereka dimana hal-hal yang menjadi kepentingan dari organisasi lain menjadi pembicaraan. Persetujuan ini juga menjamin pertukaran informasi dan dokumen, juga seringkali untuk membentuk joint-committee dalam hal-hal yang menjadi kepentingan bersama. Beberapa pengaturan juga dibuat dalam persetujuan antara badan-badan khusus dan organisasi internasional lainnya. Banyak organisasi regional yang mengakhiri persetujuan dengan konsultasi bersama dengan organisasi internasional publik lainnya.

Persetujuan diantara organisasi internasional seringkali menyatakan bahwa pengamat dari organisasi internasional lainnya

diundang untuk menghadiri berbagai pertemuan. Organisasi tuan35 Ibid.rumah kemudian menentukan poin-poin dalam suatu agenda yang menjadi kepentingan dari organisasi lain. Aturannya, organisasi yang diundang direpresentasikan oleh anggota dari sekretariatnya, namun dalam pertemuan penting mereka direpresentasikan oleh Direktur Jenderalnya. Walaupun kadang-kadang, bisa saja sebuah organisasi mengirimkan perwakilan pemerintah.

Organisasi privat

Aktivitas dari organisasi internasional secara tradisional terbatas hanya berupa kerangka kerja untuk kerja sama antarpemerintahan. Jarang sekali ada individu pribadi dan organisasi privat yang terlibat dalam kerja mereka. Situasi ini meningkat seiring berjalannya waktu, dimana saat ini banyak organisasi mencoba untuk mencari jalan yang pantas untuk membentuk hubungan yang lebih baik dengan organisasi nonpemerintahan yang relevan dengan kerja mereka. Hal ini juga didukung fakta bahwa dalam menjalankan fungsi dari suatu organisasi internasional, organisasi privat memiliki peranan penting, terkait dengan keahlian profesional mereka yang bisa berguna bagi organisasi internasional. Sebagai contoh, sebuah organisasi internasional yang terkait dengan aturan lalu lintas dapat diuntungkan dengan pengalaman dari International Road Federation dan International Road Transport Union, keduanya adalah organisasi internasional privat.36Organisasi internasional yang memiliki sistem yang detil

dalam kerja sama dengan organisasi privat adalah ECOSOC. ECOSOC mengatur konsultasi dengan organisasi-organisasi privat yang terkait dengan kompetensinya dan memenuhi beberapa kondisi. Beberapa pengaturan telah diperbaiki dari waktu ke waktu, dan posisi organisasi-organisasi ini telah dikuatkan oleh PBB.

Perubahan besar dilakukan pertama kali pada 1968 dan terakhir36 Ibid., h. 141.

kali pada 1996. Pada amandemen 1996, terdapat dua perubahan besar, yaitu sebagai berikut:37-Sementara pengaturan yang telah ada sebelumnya terkait konsultasi dengan organisasi internasional privat, saat ini (mulai 1996) pengaturan tersebut juga mencakup organisasi berskala nasional.

-Aturan umum terkait partisipasi NGO dalam konferensi internasional yang diselenggarakan oleh PBB dan berbagai prosedur persiapannya.

Dalam pengaturan saat ini, organisasi internasional, sebagai contoh, telah memiliki kantor pusat yang telah berdiri dengan seorang ketua pelaksana, memiliki konstitusi yang diterapkan secara demokratis, dan memiliki kewenangan berbicara mewakili anggotanya. Bentuk dari konsultasi dengan organisasi privat berbeda dengan hak partisipasi tanpa hak suara yang diberikan pada pengamat yang bukan anggota, gerakan pembebasan, dan badan-badan khusus. Terdapat pelarangan untuk mencegah pembebanan berlebih dari ECOSOC atau transformasi dari ECOSOC menjadi badan diskusi umum. Dalam membentuk hubungan konsultatif, ECOSOC membagi organisasi privat menjadi tiga golongan, yaitu:38-Organisasi dalam status konsultasi umum, yang terkait dengan sebagian besar aktivitas ECOSOC dan badan- badan tambahannya, dan dapat menunjukkan kontribusinya untuk mencapai tujuan PBB dalam hal sosial-ekonomi. Selain itu, mereka harus terlibat mendalam dengan kehidupan ekonomi dan sosial dari orang-orang di wilayah yang mereka wakili. Keanggotaan mereka secara umum merepresentasikan sektor penting dari masyarakat di banyak negara di

berbagai region di dunia. Contohnya seperti37 Ibid., h. 143-144.

38 Ibid., h. 144-145.Greenpeace International dan Medecins sainsFrontieres.

-Organisasi dalam status konsultatif khusus, yaitu yang memiliki kompetensi tertentu dan terlibat secara khusus dalam beberapa aktivitas yang dicakup oleh ECOSOC dan badan-badan tambahannya. Contohnya seperti Amnesty International, Salvation Army, dan International Air Transport Association.-Organisasi yang di luar kelompok tersebut, yang tidak terlibat secara langsung dengan kerja ECOSOC akan tetapi memiliki importansi yang cukup terkait PBB, seperti World Hypertension League dan International Association of University Professors and Lecturers. Individu dan perusahaan pribadi

Individu memegang peranan penting dalam organisasi internasional ketika mereka memegang posisi penting dalam suatu organisasi, seperti anggota delegasi, ahli dari organisasi, atau anggota sekretariat. Beberapa organisasi memungkinkan individu untuk menyampaikan pernyataan tertulis (petisi), dan pembuat petisi kadang-kadang diperbolehkan dalam sebuah sesi menyatakan pernyataannya secara lisan. Dalam praktiknya, kapasitas mereka menyampaikan pendapat dibatasi pada apakah negara anggota telah memenuhi kewajiban mereka terhadap organisasi tersebut. 39Dimulainya KeanggotaanPendirian OrganisasiSebuah negara dapat menjadi anggota organisasi internasional melalui keikutsertaan dalam pembentukannya atau melalui permohonan yang terjadi setelah pendiriannya. Beberapa organisasi membedakan antara

anggota asli (awal) dengan anggota tambahan/ lainnya40, walaupun hal ini39 Ibid., h. 148.

40 Seperti pada pasal 3-4 UN Charter.

tidaklah signifikan segala yuridis, karena pada umumnya hak dan kewajiban antara anggota-anggota tersebut sama.

Konstitusi dari berbagai organisasi internasional barulah bisa mengikat setelah tercapai jumlah tertentu dari negara pendiri yang telah meratifikasinya. Lalu bagaimana posisi negara pendiri yang belum? Secara umum, pada praktiknya negara-negara tersebut diperbolehkan berpartisipasi dalam kegiatan organisasi tersebut, hanya saja hak-hak tertentu dikurangi seperti hak pilihnya (sebagaimana dalam European Molecular Biology Laboratory).

Terkait dengan itu, saat konstitusi organisasi itu telah mengikat para anggotanya, apakah negara pendiri yang bukan anggota harus mengikatkan diri segera atau tidak? Beberapa organisasi memungkinkan pengikatan diri menyusul dalam waktu tak terbatas, dan hal ini cenderung lebih diterima. Sebagai konsekuensinya, sebuah negara dapat berpartisipasi dalam pembentukan konstitusi, tidak secara aktif berpartisipasi dalam beberapa tahun, namun tetap menempatkan posisinya sejajar dengan negara nonanggota yang lain. Ini menjustifikasi penerimaan negara (pendiri) dengan prosedur yang sama dengan calon anggota.

Penerimaan Kembali Mantan AnggotaKadang-kadang, anggota yang telah keluar dari sebuah organisasi internasional menginginkan bergabung kembali. Menjadi pertanyaan, apakah mantan anggota ini dapat diterima dengan prosedur yang sama dengan negara nonanggota? Tidak ada aturan khusus dalam masalah ini yang ditemukan dalam berbagai organisasi internasional, karena aturan penerimaan ditulis untuk negara nonanggota secara umum, termasuk juga negara anggota. Salah satu contohnya adalah penerimaan kembali

beberapa negara Eropa Timur ke dalam FAO41. Sedikit berbeda, Tiongkok41 Ibid, h. 115.

melakukan sebuah deklarasi biasa untuk kemudian kembali pada keanggotaan awalnya di FAO pada 197142.

Penerimaan Anggota BaruPenerimaan yang memerlukan amandemen konstitusi43Penerimaan anggota selain mereka yang ada saat pendirian sebuah organisasi berarti modifikasi pada struktur organisasi, yang berimplikasi pada dibutuhkannya amandemen organisasi. Ini juga terjadi bahkan dalam organisasi yang membuat persiapan konstitutif terkait penerimaan anggota baru. Hal ini disebabkan karena dengan penambahan keanggotaan, maka akan berimplikasi luas secara internal, seperti penambahan hak dan kewajiban, pemasukan dan biaya, sulitnya mencapai suara bulat, dan waktu pertemuan yang lebih lama. Selain perlunya amandemen konstitusinya, terkadang juga diperlukan suara buat dari anggota yang telah ada dari suatu organisasi internasional untuk menerima anggota baru, sebagaimana syarat yang sama diperlukan untuk melakukan amandemen konstitusi.

Dalam hal adanya larangan bagi kelompok negara-negara tertentu, maka amandemen konstitusi diperlukan untuk memperluas calon anggotanya.

(Berdasarkan) kondisi yang disyaratkan konstitusi44Beberapa konstitusi organisasi internasional mengatur bahwa suatu negara dapat bergabung dengan memberitahukan pemberitahuan (atau pernyataan) sepihak terkait keinginannya untuk bergabung, tanpa perlu persetujuan organisasi. Jelas ini memberikan jalan termudah bagi suatu negara untuk menjadi anggota dari satu organisasi internasional tertentu. Ini diasumsikan, bahwa dengan tertariknya negara-negara untuk bergabung

dengannya, suatu organisasi akan lebih mudah mencapai tujuannya. Akan42 Ibid.

43 Ibid., h. 116-117.

44 Ibid., h. 117-118.tetapi ini bisa menimbulkan kesulitan jika entitas yang menyatakan diri tidak secara umum dikenal (diakui) sebagai negara.

Konstitusi dari beberapa organisasi internasional lain tidak secara bebas menerima negara, maupun tidak mengatur kondisi (untuk penerimaan)nya, sehingga penerimaan anggota diberikan dengan keputusan organisasi. ini diasumsikan, bahwa dengan penerimaan anggota baru, tidak secara langsung membantu organisasi mencapai tujuannya. Barulah seandainya mencapai tujuannya, permohonan diterima organisasi tersebut.

Persetujuan keanggotaan45Terjadinya keanggotaan dalam organisasi internasional biasanya adalah tindakan bilateral: bukan hanya persetujuan organisasi untuk memberikan keanggotaan, tetapi juga persetujuan negara itu sendiri penting. Hukum konstitusi nasional memberikan ketentuan, bagaimana persetujuan nasional diberikan. Organisasi internasional tidak ikut campur proses ini: terkait tujuan mereka, sudah cukup ketika seseorang yang kompeten (kepala negara, kepala pemerintahan, menteri luar negeri, atau perwakilan diplomatik yang telah ditunjuk untuk organisasi tersebut menyatakan bahwa negara menerima konstitusi organisasi.

Tindakan nasional dan internasional saling terkait. Risiko dari penolakan yang dilakukan organisasi akan mencegah sebuah negara memulai prosedur domestik dalam penerimaan keanggotaan; adanya penolakan nasional yang kuat terhadap (upaya) keanggotaan akan mempengaruhi prosedur penerimaan dalam suatu organisasi. banyak konstitusi mensyaratkan calon anggota terkait dengan keanggotaannya haruslah menerima konstitusinya sesuai dengan proses dalam konstitusi nasionalnya. Berdasarkan aturan umum dalam hukum perjanjian, sebagaimana dalam 1969 Vienna Convention on the Law of Treatiesbahwa sebuah negara tidak dapat menggugat keanggotaannya ketika45 Ibid., h. 87-88.

representasinya telah meratifikasi konstitusi organisasi tersebut, sebelum prosedur konstitusional dari negara tersebut selesai.46Jika suatu negara yang telah menjadi anggota dalam waktu tertentu, ia tidak akan bisa lari dari kewajiban yang diembankan konstitusinya walaupun penerimaan (atas konstitusi organisasi internasionalnya) tidak tunduk sesuai dengan aturan hukum dari negaranya. Jika sebuah negara belum berfungsi sebagai anggota, ia hanya bisa menghindari tanggungjawabnya, jika ketidaktundukan terhadap konstitusi nasionalnya diketahui negara-negara lain dalam organisasi. Dalam kasus tertentu, sebuah negara tidak akan pernah terikat, terlepas dari formulasi khusus yang digunakan dalam konstitusi dari suatu organisasi internasional secara individu. Dalam hal ini, setiap negara bisa menjadi anggota dengan cara apapun.

Waktu dimulainya keanggotaan47Dua kondisi haruslah dipenuhi sebelum keanggotaan efektif: organisasi haruslah mengakui anggota tersebut, dan anggota tersebut harus meratifikasi konstitusinya. Sebuah organisasi internasional haruslah dengan jelas menentukan setelah dua kondisi tersebut terpenuhi keanggotaan menjadi efektif. Pengaturan konstitusi dari sebagian besar organisasi internasional sudah cukup terkait hal ini.

Pendirian negara baru48Tidak perlu adanya pengajuan permohoan keanggotaan baru yang dilakukan oleh gabungan dua negara yang menyebabkan pembentukan satu negara baru, bahkan dimana salah satu anggota dari federasi tersebut sebelumnya bukan anggota dari organisasi tersebut. Ini dapat ditemui dalam kasus penggabungan Mesir dan Suriah menjadi Republik Uni Arab

di Februari 1958 atau Tanganyika dan Zanzibar yang menjadi Republik46 Ibid., h. 88.

47 Ibid., h. 88-89.

48 Ibid., h. 89-98.Uni Tanzania. Prosedur yang serupa juga ditemui terkait penyatuan

Jerman, baik pada berbagai organisasi internasional termasuk Uni Eropa.

Apabila sebuah negara pecah menjadi dua atau lebih, bagian terpenting umumnya dinyatakan sebagai suksesor dari negara yang lebih besar. Contoh ini dapat ditemukan dalam kasus India (saat ini) yang meneruskan India (yang lama) yang terdiri dari India dan Pakistan. Selain itu contoh yang sama dapat ditemukan terkait keanggotaan Mesir yang meneruskan Republik Uni Arab.

Penundaan KeanggotaanPenundaan keanggotaan dituangkan dalam anggaran dasar organisasi internasional. Misalnya ketentuan pasal 5 Piagam PBB yang menetukan bahwa suatu anggota yang tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana yang ditentukan dalam anggran dasar, keanggotaannya dapat ditunda untuk sementara. Jika pada suatu saat negara tersebut dapat memenuhi kewajibannya sesuai dengan anggaran dasar, maka hak negara anggota tersebut akan dipulihkan kembali. Selama masa penundaan, negara tersebut tidak dapat menikmati hak-haknya sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar, tetapi tetap dibebani kewajiban.

Suatu organisasi internasional dapat berhenti karena bubarnya organisasi internasional tersebut. Penangguhan keanggotaan pada umumnya adalah cara yang lebih halus untuk mendorong agar suatu negara berhenti melakukan pelanggaran. Namun, tidak semua organisasi internasional memberikan ketentuan mengenai hal ini. Penangguhan keanggotaan disini maksudnya adalah penangguhan hak-hak dan keistimewaan dari keanggotaan. Belakangan ini berkembang suatu praktek dimana dilakukan pembuatan pengaturan bagi negara anggota yang melanggar peraturan-peraturan organisasi. Bukannya menggunakan ketentuan mengenai pelanggaran material (sebagaimana yang terdapat di dalam Pasal 60 dari Vienna Convention on the Law of Treaties), justru instrumen-instrumen pokok organisasi semakin banyak yang menentukan sistem sanksinya sendiri, dan biasanya mereka mengacu pada penangguhan hak-hak dan keistimewaan-keistimewaan.

Perserikatan Bangsa-Bangsa juga memiliki ketentuan yang menentukan sistem sanksinya sendiri bagi negara-negara anggota yang tidak patuh. Sistem sanksi tersebut adalah penangguhan hak-hak dan keistimewaan dan pengeluaran keanggotaan. Penangguhan ini diberikan sebagai alternatif sanksi yang lebih halus dibandingkan pengeluaran keanggotaan. Dikarenakan pengeluaran merupakan suatu cara yang sangat ekstrim, maka dimasukkan pula ketentuan mengenai penangguhan hak dan keistimewaan sebagai sanksi yang tidak terlalu berlebihan.Penghentian KeanggotaanBerkaitan dengan penghentian atau pengakhiran keanggotaan pada suatu organisasi internasional ini terdapat beberapa cara bagaimana suatu keanggotaan dapat berakhir. Pertama, pengeluaran anggota seperti yang terdapat di dalam PBB, yang juga mencontoh dari Liga Bangsa-Bangsa. Pada Pasal 6 Piagam PBB dinyatakan bahwa Majelis Umum, berdasarkan rekomendasi dari Dewan Keamanan, dapat mengeluarkan suatu anggota jika anggota yang bersangkutan telah secara terus menerus melanggar prinsip-prinsip yang tercantum di dalam Piagam.

Pengeluaran anggota mungkin merupakan cara yang paling dramatis dalam pengakhiran keanggotaan suatu organisasi internasional, namun ini bukanlah satu-satunya cara. Tentunya, pengakhiran dari keanggotaan dapat juga terjadi ketika suatu organisasi bubar. Hal ini tidak terjadi setiap hari, dan salah satu contoh yang paling terkenal adalah bubarnya Liga Bangsa-Bangsa. Meskipun secara praktek sudah tidak berfungsi, dan telah tergantikan dengan PBB, namun Majelis Liga secara formal membubarkan Liga pada suatu pertemuan pada April 1946, setelah menyelesaikan beberapa permasalahan yang menarik perhatian.

Keanggotaan juga dapat berakhir dengan adanya pengunduran diri, atau sehubungan dengan amandemen dari suatu perjanjian yang membentuk konstitusi organisasi internasional yang bersangkutan. Beberapa organisasi secara jelas mengizinkan adanya hak untuk mengundurkan diri, biasanya setelah memberikan pemberitahuan dalam jangka waktu tertentu, dan dengan memenuhi persyaratan bahwa semua kewajiban anggota tersebut telah terpenuhi. Namun, apabila tidak terdapat pengaturan spesifik mengenai pengunduran diri di dalam instrumen pokok suatu organisasi internasional, maka hukum perjanjian internasional kemungkinan besar akan berlaku.

Pengunduran Diri Dalam Vienna Convention on the Law of Treaties

Ketentuan tertentu dalam VCLT menggunakan aturan yang sama pada denunciation dan suspension dari suatu perjanjian internasional. Istilah withdrawal memiliki arti yang lebih sempit berkaitan dengan keluar dari kewajiban prosedural, dan istilah denunciation pada umumnya mengacu secara lebih luas kepada keluar dari beberapa atau semua ketentuan substantif perjanjian internasional.

Dalam VCLT pengunduran diri diatur dalam pasal 54. Berdasarkan pasal tersebut pengunduran diri dapat dilakukan sesuai ketentuan yang ditentukan oleh perjanjian internasional yang bersangkutan, atau sewaktu-waktu dengan persetujuan dari pihak-pihak lainnya di dalam perjanjian yang bersangkutan. Jadi, suatu perjanjian internasional dapat diakhiri, atau suatu pihak dapat mengundurkan diri darinya, kapanpun dengan persetujuan dari semua pihak. Hal ini dapat dilakukan bahkan jika perjanjian internasional yang bersangkutan memberikan jangka waktu minimum untuk pemberitahuan. Meskipun lebih diharapkan agar persetujuan para pihak tidak harus dituangkan dalam bentuk yang sama dengan perjanjian internasional. Apabila perjanjian internasional yang bersangkutan memberikan hak kepada pihak ketiga berdasarkan pasal 36 VCLT, atau suatu kewajiban timbul bagi pihak ketiga dari perjanjian internasional yang bersangkutan sesuai dengan Pasal 37 VCLT, maka persetujuan dari pihak ketiga ini juga diperlukan. Persetujuan tersebut tidak harus diungkapkan dalam bentuk yang tertentu. Pasal 54 (b) membebankan satu prasyarat yang hanya dapat diberlakukan terhadap suatu perjanjian multilateral, yaitu sebelum mengambil tindakan para pihak harus mengkonsultasikan semua pihak di dalam perjanjian tersebut, yaitu negara yang telah memberikan persetujuan untuk terikat sewaktu perjanjian tersebut belum berlaku. Meskipun ketentuan-ketentuan ini tampak seperti memberikan gambaran bahwa kewenangan yang ada adalah untuk mengakhiri atau menangguhkan perjanjian internasional secara keseluruhan, namun para pihak tentunya bebas untuk sepakat untuk mengakhiri atau menangguhkan hanya bagian tertentu dari perjanjian internasional. Namun, bagaimana halnya apabila di dalam suatu perjanjian internasional tidak terdapat ketentuan mengenai pengunduran diri ini.

Selanjutnya Pasal 56 VCLT memberikan ketentuan apabila di dalam suatu perjanjian internasional yang bersangkutan tidk terdapat ketentuan mengenai pengunduran diri. Pasal 56 ayat (1) VCLT mengandung ketentuan umum bahwa negara-negara tidak boleh mengundurkan diri dari perjanjian internasional yang tidak memiliki ketentuan mengenai pengunduran diri. Namun, ketentuan ini memiliki dua pengecualian. Pertama, suatu perjanjian internasional yang tidak memiliki ketentuan mengenai pengunduran diri tetap dapat dilakukan pengunduran diri terhadapnya apabila para pihak di dalam perjanjian tersebut menghendaki adanya kemungkinan terhdap hal tersebut. Ada atau tidaknya kehendak terhdap hal tersebut dapat dilihat dari bahan-bahan seperti travaux preparatoires dari perjanjian tersebut. Kedua, hak untuk mengunduhkan diri dari perjanjian internasional yang bersangkutan bisa tersirat dalam sifat dari perjanjian tersebut. Pada VCLT ini terbentuk, ketentuan ini tidak mencerminkan hukum kebiasaan internasional. Setelah VCLT ini terbentuk, International Court of Justice telah menerima Pasal 56 dari Konvensi Wina sebagai mencerminkan hukum kebiasaan internasional di dalam perkara Case Concerning Military and Paramilitary Activities In and Against Nicaragua (Nicaragua v United States).

Suatu cara lebih teknis yang dapat mengakibatkan berakhirnya suatu keanggotaan adalah dengan mengamandemen instrumen pokok suatu organisasi internasional. Beberapa organisasi internasional memberikan hak kepada anggotanya untuk berhenti jadi anggota apabila telah terjadi suatu amandemen terhadap instrumen pokok dan anggota yang bersangkutan tidak dapat menerima amandemen tersebut. Pada akhirnya, suatu keanggotaan dapat berakhir apabila suatu negara yang menjadi anggota dari suatu organisasi internasional yang bersangkutan bubar. Sebagai contoh dapat dilihat negara bekas USSR dan Yugoslavia yang sudah tidak lagi menjadi anggota dari anggota dari organisasi internasional apapun .

Praktek Pada Liga Bangsa-Bangsa

Pengakhiran dari keanggotaan Liga Bangsa-Bangsa dapat terjadi karena dua hal. Pertama, suatu negara anggota diperbolehkan, berdasarkan Pasal 1 ayat 3, untuk melakukan pengunduran diri dari keanggotaan Liga Bangsa-Bangsa. Pasal 1 ayat 3 tersebut menyebutkan bahwa:

Any Member of the League may, after two years notice of its intention so to do, withdraw from the League, provided that all its international obligations and all its obligations under this Covenant shall have been fulfilled at the time of its withdrawal.

Berdasarkan ketentuan tersebut maka pengunduran diri tersebut dapat dilakukan setelah memberikan pemberitahuan dua tahun sebelum pengunduran diri tersebut akan dilakukan dan setelah memenuhi kewajiban internasionalnya dan kewajibannya berdasarkan Covenant. Selain itu, pada Pasal 26 dari Covenant diberikan kemungkinan untuk pengunduran diri secara tidak langsung. Berdasarkan pasal ini, suatu amandemen terhadap Covenant yang tidak disetujui oleh suatu anggota dari Liga yang telah menyatakan ketidaksetujuannya tersebut, tidak akan mengikat tersebut. Namun, konsekuensinya adalah negara tersebut dengan demikian berhenti menjadi anggota dari Liga.

Cara pengakhiran keanggotaan yang kedua dapat terjadi dngan dilakukannya pengeluaran anggota secara paksa oleh Liga. Ketentuan mengenai hal ini terdapat dalam Pasal 16 ayat 4 dari Covenant. Di dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa apabila suatu negara anggota melanggar ketentuan di dalam Covenant, maka negara anggota tersebut akan dikeluarkan dari keanggotaan Liga.

Praktek Pada Perserikatan Bangsa-Bangsa

Menurut Pasal 5 Piagam PBB, anggota PBB yag dikenakan tindakan pencegahan dan paksaan oleh Dewan Keamanan, terhadap hak-hak dan keistimewaannya sebagai anggota dapat ditangguhkan atas rekomendasi Dewan Keamanan. Namun penangguhan hak-hak ini dapat dipulihkan kembali oleh Dewan Keamanan. Hak dan keistimewaan suatu anggota bisa ditangguhkan apabila Dewan Keamanan sudah memutuskan untuk mengambil tindakan pencegahan dan pemaksaan terhadap anggota tersebut. Penangguhan hak-hak dan keistimewaan sebagai anggota tersebut ada dua segi, yakni sebagai langkah untuk menghindarkan anggota untuk merintangi tindakan pencegahan dan pemaksaan yang dilakukan oleh Dewan Keamanan, dan sebagai cara-cara untuk menerapkan penekanan-penekanan tambahan terhadap negara tersebut agar mentaati perintah Dewan Keamanan.

Selain penangguhan, Praktek Pengunduran Diri Pada Perserikatan Bangsa-Bangsa juga bisa terjadi. Di dalam Piagam PBB tidak tercantum ketentuan mengenai pengunduran diri negara anggota, sehingga pengunduran diri dari keanggotaan tidak dapat dilakukan oleh negara anggota PBB. Namun, terhadap hal ini terdapat pengecualian. Pengecualian ini terdapat di dalam penjelasan atas pengunduran diri tersebut yang sering disebut sebagai sebuah Deklarasi interpretatif. Di dalam United Nations Conference on International Organiztion, sub komite dari Committe I/2 berpendapat bahwa Dumbarton Oaks Proposals telah sengaja menghilangkan ketentuan-ketentuan mengenai pengunduran diri untuk menghindari kelemahan yang terkandung di dalam Covenant Liga Bangsa-Bangsa. Dumbarton Oaks Proposals menginginkan untuk membentuk organisasi yang sangat permanen. Ketika pertanyaan mengenai apakah klausul pengunduran diri dimasukkan ke dalam Piagam muncul di dalam Committee I/2, sembilan belas negara memberikan suara setuju dan dua puluh dua negara memberikan suara negatif .

Berdasarkan penjelasan ini yang telah dimasukkan ke dalam laporan dari Commission I ke dalam sesi pleno dari konferensi tersebut, maka setiap negara tidak memiliki hak untuk mengundurkan diri dari PBB, namun apabila terdapat keadaan yang istimewa dan negara yang bersangkutan merasa harus mengundurkan diri maka PBB tidak dapat memaksa negara yang bersangkutan untuk terus menjadi anggotanya. Namun, timbul permasalahan mengenai siapa yang berwenang untuk menentukan masalah apakah yang termasuk keadaan istmewa itu.

Dalam penjelasan dari Piagam telah dicoba untuk dijelaskan mengenai istilah exceptional circumstances ini dengan mengilustrasikan beberapa contoh. Pertama, keadaan istimewa tersebut akan muncul apabila PBB dianggap tidak lagi dapat menjalankan fungsinya dalam mempertahankan kedamaian, atau hanya dapat menjalankan fungsinya dengan melanggar hukum dan keadilan. Dalam hal ini maka masih terdapat masalah mengenai siapakah yang berwenang untuk menentukan apakah PBB tidak lagi dapat menjalankan fungsinya untuk mempertahankan keamanan.

Contoh kedua dari exceptional circumstances adalah apabila terdapat suatu perubahan hak dan kewajiban anggota berdasarkan amandemen Piagam dan perubahan tersebut tidak dapat disetujui oleh anggota yang bersangkutan.Contoh ketiga dari exceptional circumstances adalah ketika amandemen yang telah diterima oleh suara mayoritas yang diperlukan di dalam Majelis atau di dalam General Conference telah gagal untuk mendapatkan jumlah ratifikasi yang diperlukan agar amandemen tersebut dapat berlaku

Kenyataannya, satu-satunya kasus pengunduran diri negara anggota PBB dari keanggotaan PBB. Dengan surat tertanggal 20 Januari 1965, Wakil Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri Indonesia memberitahukan kepada Sekretaris Jenderal PBB bahwa pada tanggal 7 Januari 1965, setelah masuknya negara neo-kolonial Malaysia sebagai salah satu anggota Dewan Keamanan, maka Pemerintah Indonesia, setelah melakukan pertimbangan dengan cermat, mengambil keputusan untuk mengundurkan diri dari PBB.

Salah satu kalimat dalam pernyataan Sekretaris Jenderal bahwa the earnest hope that in due time Indonesia will resume full cooperation with the United Nations tidak memberikan jawaban apapun, mengenai permasalahan keabsahan dari tindakan pengunduran diri Indonesia. Kalimat tersebut diinterpretasikan bahwa Indonesia tidak berhenti menjadi anggota, karena suatu non-anggota tidak dapat melanjutkan kerjasama penuh, kecuali apabila anggota yang bersangkutan telah diterima kembali ke dalam PBB.Salah satu pandangan resmi yang diberikan oleh anggota PBB adalah berasal dari Pemerintah Britania Raya. Ia menyatakan bahwa alasan yang dikemukakan Indonesia untuk mengundurkan diri, yakni dikarenakan masuknya Malaysia sebagai salah satu anggota Dewan Keamanan, bukanlah merupakan suatu keadaan yang sangat istimewa sifatnya yang dapat menjustifikasi pengunduran diri dari PBB yang dilakukan oleh Indonesia. Selanjutnya ia juga menyatakan bahwa suatu negara yang telah secara jelas menyatakan kehendaknya untuk mengundurkan diri dari PBB, juga tetap terikat prinsip fundamental yang terkandung dalam Pasal 2 dari Piagam yang berkaitan dengan mempertahankan kedamaian dan keamanan internasional.

Pada tanggal 1 Maret 1965, Sekretariat mengambil suatu tindakan administratif, yakni penghilangan plat nama dan bendera Indonesia, serta tidak dimasukkannya Indonesia ke dalam daftar sebagai anggota dari PBB. Pernyataan pengunduran diri yang dilakukan Indonesia juga memiliki implikasi terhadap rencana kewajiban finansial negara anggota tahun 1965. Tindakan ini sepertinya tidak harus diinterpretasikan sebagai suatu pengakuan dari Majelis Umum mengenai legalitas dari pengunduran diri ndonesia. Hal ini dikarenakan apabila Majelis Umum mengantisipasi pemasukan dari Indonesia, maka hal tersebut bukan merupakan suatu perencanaan budget yang terencana karena Majelis Umum tidak memiliki cara untuk memaksa Indonesia untuk membayar kontribusinya.

Di dalam surat yang disampaikan oleh Indonesia pada tanggal 20 Januari 1965, telah beberapa kali disebutkan bahwa Indonesia telah mengambil keputusan untuk mengundurkan diri dari PBB dan tidak hanya berhenti bekerjasama dengan PBB. Kehendak ini telah dinyatakan secara jelas. Namun dari sisi PBB posisi bahwa Indonesia dapat atau telah mengundurkan diri ini tidak diberikan konfirmasi. Selain itu Presiden dari Majelis Umum menyatakan bahwa tindakan yang dilakukan oleh PBB dalam hal ini tidak tampak bertantangan dengan pandangan bahwa yang telah dilakukan Indonesia adalah suatu penangguhan kerjasama saja. Apabila Indonesia telah secara sah mengundurkan diri, penglanjutan dan partisipasi penuhnya di dalam aktifitas PBB, kembalinya, dan partisipasi ulangnya tidak akan terjadi secara sah, kecuali sebagai konsekuensi dari penerimaan kembalinya ke dalam keanggotaan selayaknya anggota baru, berdasarkan prosedur yang ditetapkan dalam Pasal 4 Piagam. Jika Indonesia sekarang merupakan anggota dari PBB, maka ini disebabkan oleh adanya kenyataan bahwa sejak penerimaan pertamnya pada tahun 1950, Indonesia tidak pernah berhenti menjadi anggota. Pengunduran diri Indonesia menjadi tidak efektif didasarkan atas alasan Indonesia untuk mengundurkan diri, yakni yang dikarenakan terpilihnya Malaysia sebagai anggota tidak tetap dari Dewan Keamanan. Alasan tersebut bukanlah merupakan alasan yang tergolong atas keadaan istimewa yang dapat menjustifikasi pengunduran diri dari PBB tersebut. Alasan-alasan yang terdapat di dalam Deklarasi interpretatif yang dapat menyebabkan suatu negara mengundurkan diri dari PBB, yaitu dua keadaan yang berhubungan dengan proses amandemen, sama sekali tidak sesuai dengan kasus pengunduran diri Indonesia. Suatu pengunduran diri berdasarkan suatu alasan yang tidak termasuk keadaan istimewanya tidaklah diizinkan dan merupakan suatu pelanggaran terhadap kewajiban internasional anggota yang bersangkutan. Tidak dapat diragukan lagi bahwa istilah keadaan istimewa tidaklah terlalu tepat termasuk juga penjelasan mengenai istilah ini yang terkandung di dalam Deklarasi interpretatif.

Di dalam keadaan yang terdapat sekarang pada praktek organisasi internasional, secara umum tidak mungkin dapat dicegah suatu negara anggota dari melakukan pelanggaran kewajibannya dan juga untuk memaksa keberadaannya untuk terus berada di dalam Organisasi. Apabila keadaan yang ada bukan merupakan keadaan yang dapat menjadi suatu ancaman atas kedamaian atau pelanggaran keamanan, maka PBB tidak memiliki cara yang legal untuk memaksakan negara yang ingin mengundurkan diri untuk terus melanjutkan keanggotaannya.

Terakhir, Pengusiran juga dapat dianggap sebagai cara yang terakhir diambil jika suatu negara anggota PBB secara terus menerus mengabaikan kewajiban-kewajibannya. Pengusiran ini bukan merupakan tindakan otomatis, tetapi suatu tindakan yang diputuskan oleh dua badan utama PBB seperti Majelis Umum PBB melalui duapertiga suara dan atas rekomendasi Dewan Keamanan. Sementara itu, Piagam PBB tidak memberikan ketentuan mengenai pengunduran diri

Praktek Pada European Union

Anggota EU juga dapat dilakukan penangguhan terhadap hak-hak tertentu dari keanggotaannya. Penangguhan ini dapat diputuskan oleh Council untuk diterapkan terhadap anggotanya apabila suatu negara anggota tersebut terbukti telah melakukan pelanggaran terhadap nilai-nilai yang terdapat di dalam Pasal 2 TEU. Hak-hak yang ditangguhkan tersebut merupakan hak-hak yang muncul dari TEU dan TFEU, termasuk hak untuk memberikan suara untuk memilih representatif pemerintahannya di dalam Council. Akan tetapi, selama penangguhan hak-hak anggota ini, kewajiban dari anggota yang bersangkutan berdasarkan TEU tetap berlaku

TEU ini memiliki jangka waktu yang tidak terbatas. Akan tetapi, di dalam TEU terdapat suatu mekanisme pengunduran diri dari keanggotaan yang terdapat di dalam Pasal 50 TEU. Suatu negara anggota dapat mengundurkan diri dari EU sesuai dengan persyaratan konstitusionalnya sendiri. Kehendak untuk mengundurkan diri ini harus diberitahukan kepada European council. Kemudian, EU akan melakukan negosiasi dan membuat suatu perjanjian dengan negara yang ingin mengundurkan diri tersebut, membuat pengaturan mengenai pengunduran diri tersebut, serta membuat suatu kerangka hubungan dengan negara yang bersangkutan setelah negara tersebut mengundurkan diri dari EU. Perjanjian tersebut harus dinegosiasikan sesuai dengan ketentuan yang terdapat di dalam Pasal 218 (3) TFEU. Perjanjian tersebut harus dibuat oleh Council dengan mengatasnamakan EU setelah memperoleh persetujuan dari European Parliament. TEU dan TFEU akan berhenti berlaku bagi negara yang mengundurkan diri tersebut dimulai saat tanggal berlakunya peranjian pengunduran diri tersebut, kecuali European Council bersama dengan negara yang bersangkutan sepakat untuk memperpanjang masa ini. Apabila negara yang telah mengundurkan diri ini ingin bergabung kembali dengan EU, maka negara tersebut harus mengajukan kembali keanggotaannya ssuai ddengan prosedur pasal 49 TEU.Representasi AnggotaPersoalan tentang representasi dari anggota suatu organisasi internasional harus dipisahkan secara tegas dari persoalan tentang penerimaan keanggotaan; representasi anggota mensyaratkan penerimaan di organisasi dan berkaitan dengan persoalan bagaimana agar perwakilan- perwakilan ini diakui sebagai yang berhak mewakili anggota di dalam organ suatu organisasi.

Tiap organisasi membatasi jumlah perwakilan yang berada di dalam suatu delegasi, misalnya: tiap negara anggota hanya bisa menempatkan hingga lima wakilnya dalam delegasinya di Majelis Umum PBB (Charter, Art. 9 (2)), sedangkan IAEA hanya membolehkan satu wakil per negara pada Konferensi Umum (Statute, Art. VB). Umumnya tidak ada suatu pembatasan kualitatif terhadap siapa saja yang bisa menjadi perwakilan, namun beberapa organisasi mengharuskan anggota dari tiap delegasi mempunyai kualifikasi tertentu, misalnya: pada konferensi ILO, dimana tiap negara memiliki empat wakil, dua dari pemerintah dan dua lainnya dari pihak pengusaha dan pihak pekerja (Art. 3 (1)). WMO mensyaratkan harus ada pimpinan dari badan meteorologi nasional masing-masing negara anggota pada tiap delegasinyanya. (Art. 6 (a)). Lalu WHO mengharuskan bahwa tiga anggota delegasi pada World Health Assembly harus dipilih berdasarkan kompetensinya di bidang kesehatan (Art. 11).

Terlepas dari peraturan seperti di atas, pada dasarnya anggota organisasi bebas untuk mencalonkan siapa pun sebagai wakilnya demi kepentingannya di dalam organisasi internasional. Namun terkadang, timbul permasalahan seperti pada peristiwa yang terjadi di Dispute Settlement Panel yang didirikan oleh WTO Dispute Settlement Body. Sengketa ini antara Amerika Serikat dengan European Union (terkait dengan hal impor pisang), dan sejumlah negara ketiga (termasuk St. Lucia) sebagai pihak ketiga. Pada sidang Panel tahun 1997, Duta Besar St. Lucia hadir dengan ditemani oleh penasihatnya yang berasal dari pihak swasta, yang bukan warga negara dari St. Lucia. Amerika Serikat memprotes untuk mencabut hak kedua penasihatnya, dengan alasan bahwa prosedur penyelesaian sengketa di bawah sistem WTO adalah sistem antar pemerintahan, bukan pihak non-negara, dalam hal ini pengacara swasta, tidak berhak berpatisipasi. Pendapat tersebut didukung oleh Panel WTO. Namun di sisi lain, the Appellate Body berpendapat sebaliknya, menegaskan bahwa terlepas dari sifat antar pemerintahan pada sistem penyelesaian sengketa tersebut, tiap negara anggota bebas untuk

menentukan siapa pun yang diinginkannya sebagai wakilnya demi kepentingannya, selama sejalan dengan hukum kebiasaan internasional dan ketiadaan aturan tegas yang bertentangan.58Pembatasan seperti itu bisa ada pada suatu delegasi bisa juga tidak, namun seringkali menimbulkan masalah hukum atau sengketa. Seperti misalnya masalah representasi yang pernah diperdebatkan dalam situasi di mana ada dua pemerintahan yang saling bersaingan dalam satu negara, keduanya mengklaim mewakili negara yang bersangkutan, atau saat terjadi protes terhadap situasi di mana salah satu pemerintahan memperoleh kekuasaan, atau ketika suatu pemerintahan negara dialihkan ke pemerintahan lain. Contohnya adalah China (sampai tahun 1971), Kamboja, Jerman, Hungaria, Rusia (setelah pembubaran Uni Soviet), Yugoslavia (isu representasi dan keanggotaan), dan Afghanistan. Persoalan representasi anggota ini biasanya akan timbul dalam rangka pemeriksaan surat kepercayaan yang diberikan kepada individu tertentu oleh kepala negara atau pemerintah atau oleh Departemen Luar Negeri. Sebagian besar organisasi memiliki Credentials Committee-nya sendiri: misalnya Majelis Umum PBB, terdiri dari sembilan anggota yang ditunjuk oleh Majelis atas usul Pimpinan, yang dapat menetapkan wewenang untuk mewakili anggota sesuai dengan r . 27 the Rules of the Procedure of the General Assembly. Persoalan tentang representasi biasanya timbul dalam sengketa antar pemerintahan seperti ini, dan seringkali diselesaikan melalui Credentials Committee.

Persoalan representasi antar pemerintahan yang saling bersaing ini diawali saat Pemerintah Nasionalis dan Pemerintah Republik Rakyat Cina saling mengklaim sebagai representasi Cina di PBB, antara tahun 1949-

1971. Permasalahan ini ditangani menurut ketentuan prosedur di tiap-tiap organ PBB, karena tidak ada ketentuan yang mengaturnya dalam Piagam. Maka, menurut Dewan Keamanan, representasi adalah persoalan seputar

surat kepercayaan dan menurut Rule 17perwakilan, yang kepada siapa ia58 WTO, European Communities, regime applicable to the import, sale and distribution of bananas, September 9, 1997, WT/DS27/AB/R (97-3593).

mengajukan keberatan harus menunggu sampai Dewan, dengan voting sederhana, memutuskannya. Oleh karena itu perwakilan pihak Nasionalis terus menunggu sampai sembilan anggota dewan siap untuk kemudian berhadapan dengannya. Dalam Majelis, pada awalnya voting untuk representasi Cina dianggap prosedural, tetapi pada tahun 1962 telah diubah sebagai persoalan penting yang memerlukan mayoritas dua pertiga untuk perubahan apapun.59Berbagai upaya telah didiskusikan mengenai permasalahan subtantif yang ada pada persoalan seputar representasi, yang umumnya ditangani sesuai dengan prosedur. Memorandum Sekjen PBB pada tahun

195060 berusaha memisahkan masalah representasi dari persoalan

pengakuan/penerimaan dari negara-negara anggota lain dan mengusulkan bahwa masalah dua rival pemerintahan yang saling bersaing tersebut harus diselesaikan sesuai dengan tes efektivitas. Pada tahun 1950 Majelis Umum menerapkan resolusi 396 (V), yang di dalamnya merekomendasikan bahwa setiap kali lebih dari satu otoritas mengklaim sebagai pemerintahan yang berhak mewakili suatu negara dalam PBB, permasalahan ini harus dipertimbangkan berdasarkan tujuan dan prinsip- prinsip Piagam serta keadaan masing-masing kasus. Resolusi tersebut tidak memberikan banyak solusi dalam kasus-kasus rumit seperti ini, dalam hal ini kasus Republik Rakyat Cina. Oposisi terhadap representasi RRC dipimpin oleh Amerika Serikat, tetapi dukungan untuk pihaknya terus berkurang, sampai pada akhirnya pada tanggal 25 Oktober 1971, Majelis Umum mengakui representasi RRC adalah "satu-satunya wakil sah Cina" dan menetapkan bahwa RRC adalah "salah satu dari lima anggota tetap Dewan Keamanan".61 Dengan demikian Majelis menolak setiap

gagasan Taiwan atas permintaan representasi terpisah dari RRC (meskipun59 (1962) UN Review, January, 38.

60 S/1466. In connection with the Chinese representation problem see Quincy Wright, The Chinese Recognition Problem, (1955) 49 A.J.I.L. 320; OConnell, The status of Formosa and the Chinese Recognition Problem ibid. (1956) Vol.50, 405; Steiner Communist China in the world community (1961) 533 Int. Council.; Stone, Legal Control of International Conflict(1959), pp.238-242; Fitzmaurice, Chinese representation in the UN (1952) Y.B.W.A. 36.

61 G.A. res.2758 (XXVI); see UNYB (1971), pp.126-137.

persoalan ini belum diselesaikan dengan tegas sehingga Taiwan terus berusaha menempatkan representasinya). Alhasil, keputusan Majelis tersebut dengan cepat diterima dan ditaati oleh Dewan Keamanan dan berbagai badan khusus.62 Meskipun persoalan Cina ini merupakan hal yang sangat penting, peristiwa seperti ini bukan satu-satunya yang terjadi. Kasus yang serupa, seputar klaim atas representasi negara antar pemerintahan yang ada, terjadi di Kongo pada tahun 1960, Yaman pada tahun 1962, Kamboja (dari 1970-1991),63 serta Zaire pada tahun 1993 dan Afghanistan pada tahun 1999.

Persoalan seputar representasi juga muncul tidak hanya dimana terdapat persoalan saling klaim ini, namun juga di mana saat kewenangan suatu pemerintahan sedang dialihkan. Hal ini terjadi sehubungan dengan representasi Hungaria di PBB setelah invasi Soviet 1956: karena representasi dari rezim baru adalah satu-satunya wakil yang layak, mereka diizinkan untuk menunggu persetujuan resmi atas surat kepercayaan mereka untuk waktu yang ditentukan PBB melalui Credentials Committee, sehubungan Majelis tidak mengambil keputusan mengenai hal tersebut (namun tidak menentang mereka juga). Contoh lain misalnya representasi Israel, Portugal dan Chile, serta Afrika Selatan. Sebelum tahun 1974, telah ditentukan, baik di PBB dan badan-badan khusus, bahwa kegagalan dalam menyetujui surat kepercayaan dari Afrika Selatan (karena penolakannya untuk mematuhi resolusi di Namibia) tidak mempengaruhi hak-hak dan keistimewaan keanggotaan: berarti, tidak disetujuinya surat kepercayaan merupakan masalah prosedural, tidak bisa dijadikan suatu cara tidak langsung untuk mendapatkan hal yang sama seperti disangsikan dalam Arts 5, 6, atau 19 dari Piagam PBB. Pada tahun 1974, setelah gagal menghasilkan resolusi untuk mengeluarkan Afrika Selatan dari

keanggotaan PBB, blok Afro-Asian berhasil membuat Majelis Umum62 UN Yearbook (1971) 126-137. Although the PRCs acceptance into the other agendas was not immediate in all cases, depending on Chinas own wishes. For the arrangements with the IBRD in 1980 see (1981) 20 ILM 777.

63 See, respectively, G.A. res. 1498 (XV), G.A. res. 1871 (XVII), and Warbrick, Kampuchea: Representation and Recognition, 30 ICLQ 234-46 (1981).

menginterpretasikan, di bawah pimpinan Mr Bouteflika, tidak disetujuinya surat kepercayaan, mengakibatkan, penangguhan Afrika Selatan dari berbagai partisipasi dalam sidang. Keputusan tersebut, yang berlanjut sampai pergantian rezim di Afrika Selatan pada tahun 1994, dianggap oleh beberapa pihak tidak konstitusional.64Masalah seperti ini tidak terjadi di PBB saja. Contoh lain adalah tindakan yang diambil Konferensi Umum ILO dalam menolak surat kepercayaan dari perwakilan pemerintahan, perwakilan pengusaha, serta perwakilan pekerja dari Hungaria pada tahun 1958 dan 1959.65 Pada tahun

1981, Konferensi Umum IAEA mengancam Israel dengan penangguhan jika tidak mematuhi resolusi Dewan Keamanan yang mengutuk serangan terhadap reaktor nuklir di Irak dan menyerahkan instalasi nuklir mereka ke IAEA Control. Tahun berikutnya, dengan tidak adanya kepatuhan tersebut, Konferensi Umum IAEA memutuskan dengan 43 suara melawan 27 suara (dengan 16 abstein) untuk menangguhkan Israel. Namun, mayoritas tersebut tidak cukup untuk resolusi tersebut terlaksana, sehingga diambil langkah untuk menolak perwakilan dari delegasi Israel, yang didasarkan atas pengambilan suara sederhana.66 The Credentials Committee memutuskan dengan 7 berbanding 6 suara untuk menolak surat kepercayaan dari delegasi Israel.

Representasi Kepentingan LainDalam prakteknya banyak organisasi, selain mengatur ketentuan dalam hal representasi anggota, mereka juga mengatur ketentuan dalam hal merepresentasikan kepentingannya. Hal ini dapat dibagi antara representasi kepentingan negara (atau sekelompok negara) yang bukan

anggota organisasi, dan representasi kepentingan non-negara, termasuk64 See 4th edn of this book (1982) at p.397. Also Simma (ed.), The Charter of the United Nations(2nd. edn, 2002), p.225.

65 On the procedures of the ILO (somewhat complicated because of the tripartite structure) see Jenks, The International Protection of Trade Union Freedom (1957), Ch.4, and in March 1971 the OAU failed to agree when faced with rival delegations from Uganda.

66 See Gross, On the Degradation of the Contitutional Environment of the UN 77 A.J.I.L. 569-

88 (1983).

organisasi internasional, gerakan pembebasan nasional, dan organisasi non-pemerintah / NGO (termasuk sektor korporasi).

Berkenaan dengan representasi non-negara anggota, telah dipertimbangkan bentuk partisipasi bagi negara-negara yang tidak termasuk dalam keanggotaan, seperti associate membership.67 Negara merupakan aktor utama dalam kehidupan organisasi internasional, tetapi dengan hadirnya organisasi internasional banyak perubahan telah terjadi. Kita telah mengetahui bagaimana suatu organisasi internasional menjadi anggota organisasi internasional yang lain, dan associate membership sebagai bagian dari keanggotaan organisasi internasional. Namun sekarang ini, negara dan organisasi internasional bukan hanya aktor internasional yang ada: gerakan pembebasan nasional (seperti Palestine Liberation Organisation), entitas yang merupakan bagian dari negara federal, aktor non-negara seperti perusahaan, individu dan NGO kini sering terlibat dalam urusan internasional, termasuk kegiatan organisasi internasional. Seiring waktu, kehadiran mereka dalam kegiatan yang dilakukan organisasi internasional semakin disadari dan sekarang merupakan bagian dalam urusan banyak organisasi, termasuk PBB.

Pemberian status pemantau merupakan cara lain yang memungkinkan dalam merepresentasikan kepentingan bagi entitas negara maupun entitas non-negara. Status ini memungkinkan negara non-anggota atau entitas non-negara untuk menyerahkan dokumen atau mungkin bersuara dalam debat, meskipun tanpa hak untuk melakukan voting atau diberi pertanggung jawaban finansial dan hak. Namun, dalam sebuah organisasi dimana keanggotaannya terbatas pada negara-negara yang berdaulat, hal ini menimbulkan kontroversi. Contohnya adalah keputusan Majelis Umum PBB untuk memperluas undanganmelalui resolusi 3237 (XXIX)bagi PLO pada tahun 1974, untuk berpatisipasi dalam sidang dan kegiatan Majelis Umum dalam kapasitas sebagai pemantau dan juga

dalam konferensi internasional. Hal ini ditentang oleh beberapa anggota,67 See supra. Para. 16-008.

sama halnya seperti pada undangan Dewan Keamanan PBB kepada PLO untuk turut berpatisipasi dalam debat prihal komplain Lebanon terhadap serangan udara Israel di kamp-kamp pengungsian Palestina pada tahun

1975.68 PLO juga telah diterima sebagai pemantau pada Konferensi ILO,

tahun 1975, yang mengamandemen Standing Orders-nya untuk memungkinkan representasi gerakan pembebasan diakui, baik oleh OAU atau Liga Arab. Ketentuan ini juga telah dilakukan oleh Majelis Umum pada tahun 1974.69Permasalahan hukum yang bisa timbul dari status pemantau ini dapat kita lihat pada perkembangan selanjutnya terkait tugas pemantau PLO di PBB, yang telah didirikan pada tahun 1974 dibawah pengawasan kantor di New York City di luar Markas Besar PBB. Pada Mei 1987 RUU itu diperkenalkan kepada Senat Amerika Serikat yang tujuannya adalah untuk tidak mensahkan pembentukan dan pemeliharaan kantor PLO di Amerika Serikat. Naskah RUU ini merupakan amandemen terhadap Foreign Relations Authorisation Act, Fiscal Years 1988-1989, berdasarkan ketentuan yang ada, Pemerintah Amerika Serikat akan, jika RUU tersebut di undang-undangkan, berusaha untuk menutup kantor pengawasan PLO. Pada tanggal 13 Oktober 1987, Sekretaris Jenderal PBB menyatakan kepada Perwakilan Tetap Amerika Serikat bahwa RUU tersebut berlawanan dengan kewajiban yang timbul dari Headquarters Agreement, hari berikutnya pihak PLO membawa masalah tersebut kepada Komite PBB bidang Hubungan dengan negara tuan rumah. Selanjutnya juru bicara Sekjen mengeluarkan pernyataan yang menyatakan bahwa ss.11-13 dari Headquarters Agreement menyatakan bahwa sudah kewajiban bagi Amerika Serikat untuk mengizinkan personil tugas

pemantau untuk masuk dan tetap berada di Amerika Serikat untuk68 Banyak Agreement di Dewan Keamanan ditentukan bahwa Rules 37 dan 39 dari Peraturan Prosedur tidak mengatur partisipasi tersebut. Namun, jika organ tersebut adalah pemimpin dari prosedur itu sendiri, ini merupakan hal yang mudah: Hal yang lebih mendasar adalah apakah keputusan itu bertentangan dengan pembatasan keanggotaan terhadap negara-negara seperti yang diatur dalam Piagam.

69 G.A. res. 3280 (XXIX) granted UN observer status automatically to African national liberation movements recognised by the AU.

melaksanakan fungsi resmi mereka. Pada bulan Desember 1987, Foreign Relations Authorisation Act Fiscal Years 1988-1989 di undang- undangkan. Setelah konsultasi, Sekjen PBB berpendapat bahwa Amerika Serikat tidak sepenuhnya menghormati Headquarters Agreement dan memohon prosedur penyelesaian sengketa seperti yang diatur dalam s.21

Agreement. PBB berpendapat bahwa langkah-langkah yang telah dipertimbangkan oleh Kongres yang akhirnya diterapkan oleh United States Administration akan bertentangan dengan Headquarters Agreement jika diterapkan pada PLO, dan penerapannya menimbulkan perselisihan berkaitan dengan interpretasi dan penerapan Agreement ini. Amerika Serikat tidak membantah bahwa beberapa ketentuannya diterapkan pada tugas pemantau PLO, dan telah diambil sejumlah langkah yang dianggap oleh Sekretaris Jenderal bertentangan dengan Agreement. Amerika Serikat telah menyatakan bahwa langkah-langkah tersebut telah diambil "terlepas dari kewajiban yang mungkin AS miliki menurut Agreement". Melalui advisory opinion, ICJ dengan suara bulat memutuskan bahwa karena kedua pihak tidak bisa didamaikan, dan juga ada perselisihan antara PBB dan Amerika Serikat mengenai penerapan Headquarters Agreement dimana Amerika Serikat memiliki beberapa kewajiban, sesuai dengan s.21

Agreement, maka para pihak masuk ke arbitrase untuk penyelesaian sengketa antara dirinya dan PBB.70 Namun, pemerintahan Reagan menolak untuk menengahi dengan alasan bahwa sampai PLO Observer Mission ditutup, sebagai akibat dari penerapan Foreign Relations Authorisation Act, maka tidak ada perselisihan antara Amerika Serikat dan PBB. Masalah ini akhirnya ditutup pada bulan Juni 1998 ketika Pengadilan Distrik Federal di Manhattan memutuskan tanpa "ungkapan yang jelas dari pihak Kongres",71 pengadilan diminta untuk menafsirkan the Foreign Relations Authorisation Act tidak berlaku lagi terhadap Headquarters

Agreement.70 Applicability of the Obligation to Arbitrate under s.21 of the United Nations HeadquartersAgreement of June 26, 1947, Advisory Opinion, I.C.J. Reps. 1988, p.12, at p.33.71 United States of America v The Palestine Liberation organization 690 F. Supp. 1243.

Kasus PLO menunjukkan permasalahan-permasalahan hukum yang dapat timbul dalam kaitannya dengan hak-hak dalam tugas pemantau. Tidak ada ketentuan umum mengenai fungsi dan hak-hak pemantau. Konvensi 1975 tentang Representation of States in their Relations with International Organisations of a Universal Character72 mencerminkan pandangan bahwa pemantau tetap negara memiliki fungsi sebagai berikut:

(a) memastikan representasi dari negara pengirim dan menjaga kepentingannya dalam kaitannya dengan organisasi dan menjalin hubungan dengannya;

(b) mengawasi kegiatan di dalam organisasi dan melaporkannya kepada Pemerintah negara pengirim;

(c) meningkatkan kerjasama dengan organisasi dan melakukan

negosiasi dengannya.73Namun, konvensi ini belum mulai diberlakukan, dan mungkin bukan merupakan gambaran umum terhadap hukum kebiasaan internasional.

Hak-hak pemantau jarang dibahas dalam konstituen suatu organisasi, penerapannya ditentukan dalam praktek keorganisasian atau melalui penerapan aturan tertentu. Oleh karena itu, hak dan keistimewaan pemantau bervariasi tergantung pada proses perolehannya dan ketentuan pemberiannya.74 Secara umum peraturan yang mengatur pemantau mengakui hak untuk berpartisipasi dalam aktivitas organisasi, termasuk organ tertentu, tetapi tanpa hak suara dalam pengambilan keputusan atau,

biasanya, untuk mendukung suatu keputusan atau resolusi. Partisipasinya72 596 261.

73 69 A.J.I.L. 730 (1975).

74 See, e.g. G.A. (July 7, 1988) granting to Palestine the rights to participate in the general debate of the General Assembly, inscription on the list of speakers under agenda, reply, raise points of order related to proceedings on Palestinian and Middle East issues, and co-sponsor draft resolutions and decisions on Palestinian and Middle East issues, but not the right to vote or put forward candidates (for more on this matter, see infra). In the Council of Europe, states granted

observers status are only entitled to send observers (Statutory Resolution (93)26 on observer

status, May 14, 1993).

dapat mencakup akses ke sidang organ, pemberitahuan rapat dan sidang, sirkulasi pernyataan tertulis dan akses ke dokumen-dokumen resmi dan, dalam beberapa kesempatan, hak untuk membuat pernyataan lisan. Dalam beberapa kasus dimungkinkan pemantau menerima dukungan finansial untuk memungkinkan partisipasi mereka.75 Pemantau juga berhak untuk menentukan komposisi delegasi mereka.76 Terlebih lagi persoalan tentang hak hak istimewa dan immunities pemantau, hal ini ditangani oleh Konvensi Wina 1975 di Art.30 nya. Pendekatan Konvensi 1975 belum diterima masyarakat luas, inilah salah satu alasan mengapa belum ada negara tuan rumah PBB yang meratifikasi Konvensi 1975.77 Pendekatan yang dilakukan dalam PBB, di mana masing-masing organ tunduk pada praktek dan aturan sendiri, mencerminkan berbagai kemungkinan.

Piagam PBB tidak mengatur mengenai status pemantau di Majelis Umum. Prakteknya dikembangkan dari Art.35 (2) Piagam, yang memungkinkan negara-negara non-anggota untuk berpartisipasi dalam debat yang sesuai dengan kepentingan mereka. Selanjutnya, negara-negara non-anggota memperoleh status pemantau melalui komunikasi dengan Sekretaris Jenderal, dan sekarang ini status pemantau bagi suatu negara dianggap sebagai "lembaga hukum konstitusional tidak tertulis dari PBB", bahkan jika dalam kasus dimana suatu negara terpecah maka terhadap pemberian status pemantau dilakukan penundaan, misalnya dalam kasus Republik Demokratik Vietnam (yang harus menunggu 23 tahun setelah Republik Vietnam telah menjadi seorang pemantau) dan Republik Demokratik Jerman (yang menunggu 20 tahun setelah Republik Federal Jerman telah diberikan status pemantau).78 Saat ini, Vatikan adalah satu- satunya negara non-anggota dengan status pemantau di PBB.79 Majelis

Umum memungkinkan entitas non-negara tertentu untuk berpartisipasi75 See, e.g. G.A. res. 3280, supra at para.6.

76 See G.A. res. 43/48, concerning the refusal by US authorities to grant a visa to a member of the

PLO delegations.

77 Simma (ed). The Charter of the United Nations, (2nd, edn, 2002), p.171.

78 ibid.79 See G.A. res. 58/314 acknowledging the Holy See as an observer state and accords the rights and privileges of participation in the sessions and work of the General Assembly. A permanent

observer since 1948, Switzerland became a UN member on September 10, 2002.

sebagai pemantau. Sejumlah organisasi sosial, politik dan ekonomi, termasuk kelompok negara, telah diberikan status pemantau di PBB berdasarkan berbagai resolusi Majelis Umum.80 Gerakan Pembebasan Nasional juga telah diberikan status pemantau, termasuk PLO (seperti dijelaskan di atas) dan the South West African Peoples Organisation (SWAPO).81Dalam Dewan Keamanan persoalan status pemantau diatur dalam Arts 31 dan 32 Piagam PBB. Ketentuan yang pertama memungkinkan partisipasi tanpa hak suara anggota PBB dalam pembahasan permasalahan yang dibawa ke hadapan Dewan kapanpun Dewan menganggap bahwa "terkait dengan kepentingan anggota tersebut secara khusus. Ketentuan ini diperkuat oleh Councils Rules of Procedure, termasuk r.39 yang memungkinkan Dewan untuk mengundang orang lain (termasuk anggota sekretariat) untuk berpartisipasi dalam pembahasan jika orang-orang tersebut dapat memberikan informasi atau bantuan lainnya. Article 32 mensyaratkan bahwa anggota PBB dan negara-negara non-anggota diundang untuk berpartisipasi tanpa hak suara dalam diskusi yang berkaitan dengan sengketa yang sedang dipertimbangkan oleh Dewan Keamanan dimana ia sendiri berkaitan. Dimana entitas yang merupakan pihak yang bersengketa adalah bukan negara, partisipasinya akan disesuaikan dengan r.39 ketimbang Art.32. Dalam penerapan Arts 31, 32 dan Prosedur Peraturannya, undangan untuk berpartisipasi dalam pertemuan Dewan telah diperluas ke berbagai entitas, termasuk negara non-anggota yang berusaha untuk diterima masuk ke PBB, lalu pemerintahan atau rezim lainnya yang berada dalam kekuasaan de facto dari negara yang merupakan anggota PBB, dan gerakan pembebasan

nas