marketing mix

26
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dalam era globalisasi, persaingan bisnis menjadi sangat tajam, baik di pasar domestik (nasional) maupun di pasar internasional atau global. Tanpa terkecuali di negara kita, dunia usaha di Indonesia juga berkembang dengan pesat. Perdagangan bebas AFTA di tahun 2003 dan APEC mulai tahun 2020 memberikan kesempatan para produsen untuk memasarkan produknya secara bebas. Adanya pasar bebas yang mengakibatkan dunia perdagangan menjadikan persaingan promosi yang lebih tajam, karena banyaknya jenis produk yang ditawarkan. Berbagai jenis produk yang ditawarkan sangat berhati-hati dalam mengisi celah-celah bisnis melalui berbagai macam strategi pemasaran. Hal ini merupakan tantangan bagi perusahaan terutama perusahaan baru untuk bertahan di dalam dunia kompetisi ini dan bersaing dengan perusahaan-perusahaan lama yang telah lebih dahulu dikenal masyarakat. Masing-masing perusahaan berupaya untuk dikenal, diperhatikan serta diminati banyak orang demi kelangsungan usahanya. Mencuri perhatian khalayak merupakan tugas yang tidak mudah. Diperlukan kerjasama dan komitmen yang tinggi dari perusahaan yang ingin sukses, dikenal dan diminati banyak orang. Persaingan yang ketat antar perusahaan membuat para pelaku dunia bisnis tersebut terus melakukan inovasi dan berani tampil beda dari para pesaingnya. Setiap perusahaan juga harus menampilkan ciri khas yang tidak dimiliki oleh perusahaan lain. Universitas Sumatera Utara

Upload: toto-parwono

Post on 26-Jul-2015

202 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Marketing Mix

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Dalam era globalisasi, persaingan bisnis menjadi sangat tajam, baik di

pasar domestik (nasional) maupun di pasar internasional atau global. Tanpa

terkecuali di negara kita, dunia usaha di Indonesia juga berkembang dengan pesat.

Perdagangan bebas AFTA di tahun 2003 dan APEC mulai tahun 2020

memberikan kesempatan para produsen untuk memasarkan produknya secara

bebas. Adanya pasar bebas yang mengakibatkan dunia perdagangan menjadikan

persaingan promosi yang lebih tajam, karena banyaknya jenis produk yang

ditawarkan. Berbagai jenis produk yang ditawarkan sangat berhati-hati dalam

mengisi celah-celah bisnis melalui berbagai macam strategi pemasaran. Hal ini

merupakan tantangan bagi perusahaan terutama perusahaan baru untuk bertahan

di dalam dunia kompetisi ini dan bersaing dengan perusahaan-perusahaan lama

yang telah lebih dahulu dikenal masyarakat. Masing-masing perusahaan berupaya

untuk dikenal, diperhatikan serta diminati banyak orang demi kelangsungan

usahanya.

Mencuri perhatian khalayak merupakan tugas yang tidak mudah.

Diperlukan kerjasama dan komitmen yang tinggi dari perusahaan yang ingin

sukses, dikenal dan diminati banyak orang. Persaingan yang ketat antar

perusahaan membuat para pelaku dunia bisnis tersebut terus melakukan inovasi

dan berani tampil beda dari para pesaingnya. Setiap perusahaan juga harus

menampilkan ciri khas yang tidak dimiliki oleh perusahaan lain.

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Marketing Mix

2

Ada banyak strategi yang dapat dilakukan oleh perusahaan dalam rangka

merebut perhatian dari khalayaknya salah satunya yakni melalui konsep

experiential marketing. Pemikiran Bernd H. Schmitt tentang hubungan antara

produk dan konsumennya yang dituangkan dalam buku Experiential Marketing

(EM) memang sudah lama ada, sejak 1999 (http://202.59.162.82/swamajalah).

Namun, rupanya dari tahun ke tahun ide memberi perhatian khusus terhadap

perilaku dan aspirasi konsumen terus berkembang. Pemikiran dosen di Columbia

Business School New York ini banyak dimanfaatkan untuk mendekati,

mendapatkan dan mempertahankan konsumen loyal. Melalui konsep ini,

perusahaan mencoba melibatkan konsemen melalui emosi, perasaan, mendorong

mereka untuk berpikir, melakukan tindakan, maupun untuk menjalin komunitas.

Keberhasilan mengeksekusi lima elemen ini akan membuat merek tertanam lebih

dalam di hati konsumen. Kini, para produsen beramai-ramai menghadirkan

pengalaman yang unik, positif dan mengesankan kepada konsumen.

Dewasa ini, persaingan perusahaan untuk memperebutkan pelanggan tidak

lagi terbatas pada atribut fungsional produk, melainkan juga sudah dikaitkan

dengan merek yang mampu memberikan citra khusus bagi pemakainya. Merek

dapat diistilahkan dengan ekuitas merek. Untuk memenangi persaingan,

perusahaan harus berusaha untuk berada di deretan terdepan dalam benak

konsumen pada saat konsumen membutuhkan. Untuk mencapai hal tersebut,

produk harus memiliki ekuitas merek yang kuat.

Meskipun porsi anggarannya masih relatif kecil dibandingkan dengan dua

bauran komunikasi utama – iklan dan promosi – namun pengeluaran untuk event

marketing semakin meningkat. Menurut Adi Wijaya, Presiden Direktur Redline,

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Marketing Mix

3

saat ini porsi brand activation di perusahaan semakin besar. Misalnya billing di

Unilever untuk seluruh aktivitas mereknya anggarannya diperkirakan mencapai

Rp 100 miliar. Sementara itu, Indofood, tahun ini telah memutuskan anggaran

marketing-nya, 70% untuk event dan 30% untuk iklan (MIX (Marketing Xtra)

edisi 07 / VI / Juli 2009).

Event marketing activities (brand activation) adalah salah satu bentuk

promosi merek yang mendekatkan dan membangun interaksi merek dengan

penggunanya melalui aktivitas pertandingan olahraga, hiburan, kebudayaan,

sosial, atau aktivitas publik yang menarik perhatian lainnya (Terence A. Shimp,

2003: 263). Event marketing / brand activation kini semakin diakui sebagai salah

satu cara yang efektif dalam membangun ekuitas merek.

Event marketing memiliki pengaruh yang besar karena keterlibatan

customer di dalamnya. Menurut Sumardy dan Yoris Sebastian, pengamat

marketing, dalam dua tahun terakhir, event atau brand activation memiliki

peranan yang cukup besar dalam kegiatan komunikasi pemasaran. Padahal,

sebelumnya event dianggap sebagai pelengkap kegiatan komunikasi lainnya

karena perusahaan masih banyak mengandalkan kegiatan above the line atau

pemasangan iklan pada media massa.

Dalam perspektif membangun merek, brand activation mempunyai

banyak peluang untuk mencapai keberhasilan. Ini karena event pada dasarnya

diselenggarakan untuk menciptakan suasana hati yang santai dan bahagia. Pada

saat itulah orang lebih mudah menerima pesan persuasi yang disampaikan pemilik

merek (Terence A. Shimp, 2003: 263). Selain itu, seperti yang dikatakan oleh

pengamat pemasaran yang juga konsultan OctoBrand, Sumardy, saat ini telah

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Marketing Mix

4

terjadi perubahan perilaku konsumen dalam membeli produk. Faktor yang sangat

memengaruhi pembelian produk adalah bagaimana produk tersebut bisa dirasakan

pelanggan. Selama ini pelanggan hanya melihat iklan dan kemasan produk, tapi

tidak bisa merasakan produknya. Akibatnya pola ini bisa berdampak menjadi

pedang bermata dua. Dengan memberikan pengalaman kepada konsumen, citra

bisa meningkat dan loyalitas konsumen terjaga. Karena mereka bisa mendapatkan

customer information yang kuat (http://202.59.162.82/swamajalah).

Tujuan para pemasar menggunakan brand activation atau event marketing

untuk membina hubungan dengan para konsumen, meningkatkan ekuitas merek,

dan memperkuat ikatan dengan dunia perdagangan. Keberhasilan event sangat

tergantung pada kesesuaian antara merek, event, dan pasar sasaran. Karena itu,

sebagaimana halnya dengan setiap keputusan komunikasi pemasaran lainnya, titik

awal brand activation yang efektif adalah menentukan pasar sasaran dan

menjelaskan tujuan yang akan dicapai oleh suatu event. Event pemasaran tidak

akan bernilai kecuali mencapai tujuan dari event tersebut (Terence A. Shimp,

2003: 264).

Salah satu perusahaan yang aktif melakukan event marketing untuk

menjaga loyalitas konsumennya adalah PT. Unilever Indonesia Tbk. Unilever

memperkenalkan wahana bagi konsumennya untuk menggali lebih jauh berkaitan

dengan salah satu produk perawatan kulitnya, Citra. Wahana yang dikenal dengan

sebutan Rumah Cantik Citra (RCC) ini memang tidak menetap di satu tempat,

melainkan berkeliling ke berbagai kota untuk menyambangi konsumennya.

Erni Kertasasmita, Manajer Merek Senior Citra Unilever Indonesia

mengatakan kehadiran RCC adalah wujud kepedulian Citra yang ingin membantu

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Marketing Mix

5

perempuan Indonesia meraih kecantikan jiwa-raga. Selain itu, Citra juga

mencerminkan citarasa kecantikan lokal wanita Indonesia yang dikepung oleh

produk perawatan kulit dan muka dari luar negeri karena Citra mengedepankan

bahan baku tradisional yang diolah dan dikemas secara modern. Hal ini sesuai

dengan semangat wanita Indonesia yang semakin modern tanpa harus

menanggalkan kecantikan khas Indonesianya (http://202.59.162.82/swamajalah).

Rumah Cantik Citra adalah suatu perwujudan dari misi Citra pada tahun

2006. Misi tersebut ada dua, yang pertama yakni menjadi merek perawatan kulit

secara menyeluruh. Hal ini dapat dilihat dari daftar produk perawatan kulit yang

dimiliki Citra saat ini yakni untuk perawatan badan; Citra Hand & Body Lotion,

Citra Body Scrub, Citra Liquid Soap dan untuk perawatan muka; Citra Face

Cleanser, Citra Hazeline Moisturizer. Misi yang kedua, Citra ingin membantu

perempuan Indonesia menyeimbangkan kecantikan jiwa dan raga. Berdasarkan

alasan tersebut, Citra memproduksi produk-produknya dengan menambahkan

berbagai wewangian aromatherapy

(http://www.unilever.co.id/ourbrands/personalcare/citra.asp). RCC didesain

sedemikian rupa untuk mengkomunikasikan semua produk-produk perawatan

kulit antara lain melalui desain ruangan ala Cina, Jepang dan Jawa. RCC juga

memberikan terapi kecantikan dengan menggunakan berbagai teknik pijatan

antara lain Shiatsu Massage, Tuina Massage, Himalayan Massage, Javanese

Massage, Ayurveda Massage. Selain itu ada juga kelas Soul & Spirit Theraphy

gratis yang diadakan setiap hari minggu, antara lain; terapi warna, senam refleksi

ala cina, relaksasi, Yogalates, Javanese aura healing, Japanese aura healing,

Anger Management ala Cina, dll. Terapi-terapi dan desain ruangan tersebut sesuai

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Marketing Mix

6

dengan tiap-tiap kandungan yang ada dalam produk Citra yakni Mangir dan

Bengkoang dari Jawa (Indonesia), Teh Hijau Jepang, Bubuk Mutiara Cina.

Event Marketing RCC ini mulai digelar pada pertengahan 2006 di Jakarta,

Bandung dan Surabaya, Event ini telah dilakukan beberapa kali selama beberapa

tahun. Awalnya memang kurang ‘menggigit’, namun belakangan event ini

ditunggu para pelanggannya (http://202.59.162.82/swamajalah). Kemudian karena

melihat respon konsumen yang dinilai baik, RCC kembali hadir di Jakarta dari 27

November 2006 sampai 31 Mei 2007, dan dari awal Juli sampai akhir Agustus

2007 RCC di Medan. Selanjutnya RCC kembali diadakan di empat kota besar di

Indonesia, yakni di Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Medan dengan periode yang

lebih panjang dari tahun sebelumnya. Di kota Medan sendiri RCC hadir mulai

bulan Mei 2009 sampai Mei 2010. Dengan menyewa sebuah rumah di daerah Jl.

Dr. Mansyur dan “menyulapnya” menjadi tempat perawatan kecantikan diri yang

nyaman, Citra berusaha untuk mencuri dan mempertahankan hati konsumennya.

Menurut Erni, RCC adalah bagian dari aktivitas brand image building

Citra. Tujuannya, untuk memperkuat citra merek Citra di benak konsumen,

khususnya pencinta produk perawatan kulit dan muka lokal. Citra bukanlah

sekedar produk perawatan tradisional, tapi juga sudah dikemas dan diolah secara

modern seiring dengan kemajuan pola berpikir dan sikap wanita Indonesia itu

sendiri yang semakin mandiri dan modern. Alasan utama kehadiran RCC, agar

konsumen semakin kenal produk-produk Citra dan merasakan efek langsungnya

pada kulit dengan menikmati berbagai macam perawatan spa. Dan, tentu saja

meningkatkan angka penjualan (http://202.59.162.82/swamajalah).

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Marketing Mix

7

Menurut survei yang dilakukan oleh majalah marketing, Citra mempunyai

indeks Top Brand 2010 yang paling tinggi dalam kategori Hand & Body Lotion

yakni 54,7%. Angka tersebut jauh di atas pesaingnya yang menduduki peringkat 2

yakni Marina yang muncul dengan indeks 12,8%. Hal ini membuat Hand & Body

Lotion Citra meraih Top Brand Award 2010 dan semakin mengukuhkan posisi

Citra sebagai pemimpin pasar Hand & Body Lotion di Indonesia. Akan tetapi

produk Citra yang lainnya yang juga diandalkan Citra sebagai produk perawatan

kulit belum mendapatkan posisi yang kuat di benak konsumen. Sabun mandi Citra

hanya mendapatkan Top Brand Indeks 2,6 %, namun untuk susu pembersih wajah

Citra mendapatkan posisi keempat dengan indeks 8.0% dipimpin oleh Pond’s,

Viva, dan Ovale (MARKETING, Februari 2010: 60-61).

Peneliti memilih untuk meneliti tentang event marketing Rumah Cantik

Citra karena peneliti merasa bahwa RCC cukup sukses sebagai sebuah event. Hal

ini dibuktikan dengan dibangunnya kembali RCC selama beberapa kali di

beberapa kota di Indonesia. Dari publisitas yang memuat RCC dapat dilihat

bahwa RCC tidak pernah sepi dari pengunjung. Hal ini mengindikasikan bahwa

konsumen sudah mulai aware dan menyukai produk yang ditawarkan. Namun ada

beberapa pengunjung RCC kota Medan yang telah beberapa kali mengunjungi

RCC menyatakan bahwa mereka tidak tertarik untuk tetap menggunakan produk

Citra jika event RCC telah berakhir (Observasi peneliti pada November 2009).

Padahal secara teoretis suatu event bermanfaat selain membina hubungan dengan

konsumen juga berfungsi untuk meningkatkan ekuitas merek.

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Marketing Mix

8

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti seberapa

efektif pengadaan event marketing rumah Cantik Citra dalam mencapai tujuannya

yakni peningkatan brand equity pada pengguna produk Citra di Kota Medan.

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut :

“Apakah event marketing Rumah Cantik Citra efektif dalam meningkatkan brand

equity pada pengunjung Rumah Cantik Citra di Kota Medan?”

1.3 PEMBATASAN MASALAH

Untuk menghindari ruang lingkup penelitian yang terlalu luas sehingga

dapat mengaburkan penelitian, maka penulis membatasi masalah yang akan

diteliti. Adapun pembatasan masalah tersebut yaitu sebagai berikut :

1. Penelitian ini menggunakan metode korelasional, yang bersifat mencari

atau menjelaskan hubungan, yakni antara efektifitas program event

marketing Rumah Cantik Citra dalam meningkatkan brand equity pada

pengunjung citra di Kota Medan.

2. Objek penelitian ini adalah pengunjung Rumah Cantik Citra yang berjenis

kelamin perempuan.

3. Pengunjung tersebut minimal telah tiga kali melakukan perawatan

kecantikan di Rumah Cantik Citra.

4. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret – April 2010.

1.4 TUJUAN dan MANFAAT PENELITIAN

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Marketing Mix

9

1. Untuk mengetahui kemampuan event marketing Rumah Cantik Citra

dalam mengenalkan merek Citra.

2. Untuk mengetahui pengaruh event marketing Rumah Cantik Citra pada

pengunjungnya.

3. Untuk mengetahui brand equity yang dimiliki pengunjung Rumah Cantik

Citra terhadap brand Citra.

4. Untuk mengetahui efektifitas event marketing Rumah Cantik Citra dalam

meningkatkan brand equity pada pengunjung Rumah Cantik Citra di Kota

Medan.

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memperluas dan

memperkaya bahan referensi, bahan penelitian serta sumber bacaan

khususnya mengenai di lingkungan Universitas Sumatera Utara.

2. Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi tempat bagi

penulis untuk menerapkan ilmu yang diperoleh selama masa kuliah serta

menambah wawasan peneliti tentang efektifitas event marketing suatu

brand terhadap peningkatan brand equity di kalangan konsumennya.

3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan memberikan masukan kepada

pihak-pihak yang membutuhkan khususnya lembaga atau para pelaku

event marketing (brand activation) di dalam mengkomunikasikan suatu

merek kepada konsumen.

1.5 KERANGKA TEORI

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Marketing Mix

10

Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berpikir

dalam memecahkan atau menyoroti masalah. Untuk itu perlu disusun kerangka

teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana

masalah penelitian akan disoroti (Nawawi, 2001:39).

Kerangka teori bermanfaat sebagai dasar dalam menjelaskan berbagai

fenomena-fenomena yang penting dalam bidang yang diteliti. Kerlinger

menyebutkan, teori adalah himpunan konstruk (konsep), defenisi dan proposisi

yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan

relasi di antara variabel, untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut

(Rakhmat, 2004:6).

Dalam penelitian ini, teori-teori yang dianggap relevan adalah Komunikasi

Pemasaran, IMC (Integrated Marketing Communication) Event Marketing (brand

activation), Teori AIDDA, Brand dan Brand Equity.

1.5.1 Komunikasi Pemasaran

William G. Nickels dalam bukunya Marketing Communication and

Promotion, mendefinisikan komunikasi pemasaran sebagai berikut: proses

pertukaran informasi yang dilakukan secara persuasif sehingga proses pemasaran

dapat berjalan secara efektif dan efisien (Purba, 2006: 126).

Menurut Philip Kotler, pemasaran adalah sebagai proses sosial dan

manajerial dimana individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka

butuhkan dan inginkan melalui penciptaan dan pertukaran produk serta nilai

dengan pihak lain (Kotler dan Amstrong, 2004: 7). Berdasarkan definisi tersebut

dapat diketahui beberapa istilah seperti kebutuhan (needs), keinginan (wants),

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Marketing Mix

11

permintaan (demands), produk (products), pertukaran (exchange), transaksi

(transactions), dan pasar (markets).

Marketing communication atau komunikasi pemasaran adalah segenap

elemen dan teknik yang diperlukan untuk berkomunikasi dengan pasar, yakni

mulai dari pembuatan kartu nama, label atau merek dagang, pengemasan produk,

sampai pada periklanan, penyelenggaraan kegiatan-kegiatan humas dan pelayanan

purna jual (Jefkins, 1995: 169).

Komunikasi pemasaran adalah kegiatan komunikasi yang dilakukan antara

pembeli dan penjual yang berpengaruh terhadap pengambilan keputusan

pemasaran perusahaan. Tujuan komunikasi pemasaran mengkomunikasikan

keberadaan produk beserta mutu, komposisi, bentuk, warna, dan mereknya kepada

khalayak sasaran dan diharapkan ada tanggapan balik dari konsumen sebagai

lawan komunikasi. Pada umumnya, tanggapan dari khalayak yang dikehendaki

adalah keputusan untuk membeli dan menghasilkan produk yang dihasilkan

perusahaan.

Marketing mix mendeskripsikan suatu kumpulan alat-alat yang dapat

digunakan untuk mempengaruhi penjualan. Formula tradisional dari marketing

mix ini disebut 4P, yaitu product (produk), price (harga), place (tempat atau

distribusi), dan promotion (promosi / komunikasi pemasaran).

Dalam komunikasi pemasaran, promosi merujuk pada semua bentuk

komunikasi yang digunakan oleh organisasi untuk memberitahukan sesuatu dan

mempengaruhi tingkah laku membeli dari pelanggan yang sudah ada dan

pelanggan yang sudah ada menjadi pelanggan potensial. Komunikasi pemasaran

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Marketing Mix

12

harus dirancang untuk memberitahukan pelanggan mengenai manfaat dan nilai

dari produk atau jasa yang ditawarkan.

Program atau strategi komunikasi pemasaran total sebuah perusahaan bisa

terdiri dari iklan (advertising), penjualan langsung (direct selling), penjualan

pribadi (personal selling), promosi penjualan (sales promotion), aktivitas

hubungan masyarakat yang digunakan perusahaan untuk mencapai tujuan iklan

dan pemasarannya serta publisitas (Public Relation & Publicity) (Kotler dan

Amstrong, 1997: 77). Hal ini sering disebut dengan bauran promosi (Promotion

Mix).

1.5.2 IMC (Integrated Marketing Communication)

Ada dua faktor yang mengubah wajah komunikasi pemasaran dewasa ini.

Pertama, seiring terbagi-baginya pasar massal, pemasar mulai menjauh dari

pemasar massal. Semakin lama mereka semakin mengembangkan program

pemasaran terfokus yang dirancang untuk membangun hubungan yang lebih erat

dengan pelanggan di pasar mikro yang cakupannya lebih sempit. Kedua, pesatnya

perkembangan teknologi informasi semakin mempercepat gerakan ke arah

pemasaran yang tersegmentasi. Teknologi informasi dewasa ini membantu

pemasar untuk tetap dekat dengan kebutuhan pelanggan – informasi mengenai

konsumen di tingkat individu dan rumah tangga tersedia dalam jumlah yang jauh

lebih banyak daripada yang pernah ada sebelumnya. Teknologi baru juga

menyediakan jalur komunikasi baru untuk menjangkau segmen pelanggan yang

lebih kecil dengan pesan yang lebih disesuaikan (Kotler & Amstrong, 2001: 134).

Pergeseran dari pemasar massal ke pemasaran tersegmentasi berdampak

besar pada komunikasi pemasaran. Sebagaimana pemasaran massal melahirkan

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Marketing Mix

13

generasi baru komunikasi massa, pergeseran ke arah pemasaran satu-satu pun

akan melahirkan generasi baru yakni upaya komunikasi yang lebih khusus dengan

sasaran yang lebih tinggi (Kotler & Amstrong, 2001: 134-135).

Dengan adanya lingkungan komunikasi yang baru ini pemasar harus

memikirkan ulang peran berbagai jenis media dan alat-alat bauran promosi.

Meskipun secara umum bentuk-bentuk promosi memiliki fungsi yang sama

namun, tetapi bentuk-bentuk tersebut dapat dibedakan berdasarkan tugas-tugas

khususnya.

Perubahan lingkungan bisnis yang sarat dengan ketidakpastian dan

perkembangan teknologi di zaman modern saat ini dan pemasaran telah dipandang

dan didudukkan secara strategis dalam proses bisnis, dengat mengingat bahwa

komunikasi merupakan determinant faktor dari pemasaran, bahkan, menurut

pandangan Shimp (2003) dengan mengutip pemikiran Schultz, Tannebaum, dan

Lauterborn (1996: 46), telah mengklaim bahwa pemasaran di era reformasi ini

adalah komunikasi dan komunikasi adalah pemasaran, di mana keduanya tidak

pernah bisa dipisahkan. Dengan demikian, sudah seharusnyalah komunikasi

pemasaran juga dipandang sebagai “proses bisnis strategis”. Dari titik inilah

konsep IMC mulai berkembang, yang melakukan revisi kritis terhadap

keseluruhan pemikiran dan pendekatan komunikasi dalam konteks bisnis dan

pemasaran modern (Estaswara, 2008 : 11 ).

Menurut Estaswara, IMC merupakan proses dan konsep manajemen pesan

untuk menyelaraskan persepsi tentang nilai merek melalui interaksi dengan semua

significant audience perusahaan dalam jangka panjang dengan

mengkoordinasikan secara sinergis semua elemen komunikasi guna mendukung

Universitas Sumatera Utara

Page 14: Marketing Mix

14

efisiensi dan efektifitas kinerja bisnis dan pemasaran dalam mencapai tujuannya

(Estaswara, 2008 : 224-225 ).

1.5.3 Event Marketing

Salah satu cara yang ampuh dalam menyampaikan pesan sebuah brand

adalah dengan mengajak customer dan potential customer untuk terlibat dalam

sebuah event yang diselenggarakan perusahaan. Hal ini dijelaskan oleh Tom

Duncan dalam bukunya “IMC: Using Advertising & Promotion to Build Brands”,

“event marketing is a significant situation or promotional happening that has a

central focus and chapters the attention and involvement of the target audience.”

Event marketing yang diselenggarakan harus memiliki pengaruh (impact) serta

memberikan kesan mendalam kepada setiap orang yang hadir sehingga customer

maupun potential customer bisa cukup lama mengingat pengalaman yang

menyenangkan tersebut.

Salah satu bentuk aktivitas pemasaran kategori below the line (lini bawah)

yakni berupa aktivitas merek (brand activation). Marketing event (brand

activation) adalah salah satu bentuk promosi merek yang mendekatkan dan

interaksi merek dengan penggunanya melalui aktivitas pertandingan olahraga,

hiburan, kebudayaan, sosial, atau aktivitas publik yang menarik perhatian lainnya.

Dalam konsep Connected Marketing seperti yang dikemukakan penulisnya, Justin

Kirby dan Paul Marsden, event atau brand activation merupakan salah satu upaya

dalam menciptakan buzz marketing atau pembicaraan (word of mouth) yang

positif tentang perusahaan, produk atau jasa oleh media dan publik (MIX

(Marketing Xtra) edisi 07 / VI / Juli 2009).

Universitas Sumatera Utara

Page 15: Marketing Mix

15

Adapun beberapa fungsi event marketing antara lain memperkenalkan

suatu merek produk tertentu, menjaga dan meningkatkan loyalitas pelanggan,

memperkenalkan keunggulan suatu produk, dan juga terjadinya penjualan saat

event.

Selain fungsi-fungsi diatas, menurut www.pengusaha-indonesia.com

terdapat beberapa fungsi lain dari event marketing yang digunakan perusahaan,

yaitu:

- Memperkuat brand positioning dan image sebuah merek.

- Untuk menarik pelanggan pesaing (brand switching).

- Menunjukkan kelebihan dibandingkan kompetitor.

- Menjaga dan meningkatkan loyalitas dari pelanggan.

- Menciptakan brand awareness yang tinggi dan instan.

1.5.4 Teori AIDDA

Sehubungan dengan uraian di atas, maka teori yang juga dipandang

mendekati permasalahan penelitian ini adalah AIDDA. Teori AIDDA atau biasa

dikenal dengan sebutan A-A Procedure adalah akronim dari kata-kata attention

(perhatian), interest (minat), desire (hasrat), decision (keputusan), action

(tindakan). Proses penahapan komunikasi ini mengandung maksud bahwa

komunikasi hendaknya dimulai dengan membangkitkan perhatian. Dalam

hubungan ini, komunikator harus menimbulkan daya tarik. Apabila perhatian

komunikan telah terbangkitkan, hendaknya disusul dengan upaya menumbuhkan

minat atau interest. Minat adalah kelanjutan dari perhatian yang merupakan titik

tolak bagi timbulnya hasrat atau desire untuk melakukan suatu kegiatan yang

diharapkan komunikator. Hasrat ada pada diri komunikan harus dilanjutkan

Universitas Sumatera Utara

Page 16: Marketing Mix

16

dengan datangnya keputusan atau decision, yakni untuk melakukan kegiatan atau

action sebagaimana diharapkan komunikator (Effendy, 1992: 304-305).

Berkaitan dengan menumbuhkan tindakan membeli atau mengkonsumsi

merek Citra, tahapan selektivitas masyarakat sebagai sikap penentuan pilihan

mereka dapat dilihat melalui tahapan-tahapan konsep AIDDA, yang digambarkan

sebagai berikut:

• Attention; dalam tahap ini, kegiatan mulai dilakukan dengan maksud untuk

menumbuhkan perhatian khalayak terhadap event Rumah Cantik Citra

(RCC).

• Interest; ini adalah tahap kedua di mana khalayak tidak hanya menaruh

perhatian terhadap event RCC tetapi juga mulai tertarik atau berminat.

• Desire; dalam tahap ini khalayak telah mempunyai motivasi untuk

mendatangi RCC dan mencoba perawatan diri yang ditawarkan di event

tersebut.

• Decision; pada tahap ini sikap sesungguhnya khalayak terhadap event

mulai terlihat. Di tahap ini juga konsumen mengambil keputusan untuk

menyukai atau membenci hal tersebut.

• Action; ini merupakan tahap akhir dari formula ini. Pada tahap ini

tercermin action atau tindakan khalayak untuk menggunakan merek yang

telah dicobanya melalui event RCC (Kurniawati, 2006: 19).

1.5.5 Brand dan Brand equity

Praktik branding telah berlangsung berabad-abad. Kata “brand” dalam

bahasa Inggris berasal dari kata “brandr” dalam bahasa Old Norse, yang berarti

“to turn”, mengacu pada pengidentifikasian ternak (Tjiptono, 2005:23). Pada

Universitas Sumatera Utara

Page 17: Marketing Mix

17

waktu itu, pemilik peternakan menggunakan “cap” khusus untuk menandai ternak

miliknya dan membedakan dari ternak milik orang lain. Melalui cap seperti ini

konsumen menjadi lebih mudah mengidentifikasikan ternak-ternak berkualitas

yang ditawarkan oleh para peternak bereputasi bagus. Manfaat merek sebagai

pedoman yang memudahkan konsumen memilih produk tetap berlaku hingga saat

ini. Menurut Kotler merek dipandang sebagai bagian dari produk sehingga

branding dianggap sebagai aktivitas yang memberi nilai tambah bagi produk

(Tjiptono, 2005: 10).

Selanjutnya, ada beberapa pengertian brand equity yang dikemukakan

oleh beberapa ahli. Menurut Susanto dan Wijanarko (2004: 127) ekuitas merek

adalah seperangkat aset dan liabilitas merek yang berkaitan dengan suatu merek,

nama dan simbolnya, yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh

suatu barang atau jasa kepada perusahaan atau pelanggan.

Kemudian menurut East (1997: 29), “Brand equity or brand strength is

the control on purchase exerted by a brand, and, by virtue of this, the brand as an

asset that can be exploited to produce revenue” yang berarti ekuitas merek atau

kekuatan merek adalah kontrol dari pembelian dengan menggunakan merek, dan,

kebaikan dari merek, merek sebagai aset yang dapat dimanfaatkan untuk

menghasilkan pendapatan.

Sedangkan menurut Kotler dan Armstrong (2004: 292), “Brand equity is

the positive differential effect that knowing the brand name has on customer

response to the product or service”, yang artinya ekuitas merek adalah efek

diferensiasi yang positif yang dapat diketahui dari respon konsumen terhadap

barang atau jasa. Jadi brand equity adalah kekuatan suatu brand yang dapat

Universitas Sumatera Utara

Page 18: Marketing Mix

18

menambah atau mengurangi nilai dari brand itu sendiri yang dapat diketahui dari

respon konsumen terhadap barang atau jasa yang dijual.

Susanto dan Wijanarko (2004) yang mengadaptasi teori Aaker,

menyatakan bahwa brand equity dapat dikelompokkan ke dalam beberapa

kategori:

a. Brand awareness, adalah kesanggupan seorang calon pembeli untuk

mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari

kategori merek tertentu. Sedangkan pendapat lain dari East (1997: 29),

“Brand awareness is the recognition and recall of a brand and its

differentiation from other brands in the field” yang berarti adalah pengakuan

dan pengingatan dari sebuah merek dan pembedaan dari merek yang lain yang

ada di lapangan. Jadi brand awareness adalah kemampuan konsumen untuk

mengingat suatu brand dan yang menjadikannya berbeda bila dibandingkan

dengan brand lainnya.

Bagan piramida brand awareness

Sumber: David A. Aaker (1997: 92)

Gambar 1.1 Piramida Kesadaran

Puncak pikiran

Pengingatan

kembali merek

Pengenalan merek

Tidak menyadari merek

Universitas Sumatera Utara

Page 19: Marketing Mix

19

Ada 4 tingkatan brand awareness seperti yang dapat dilihat pada gambar

di atas, yaitu:

1. Tidak menyadari merek (Unaware of brand); tingkat yang paling rendah

dalam piramida kesadaran merek, dimana konsumen tidak menyadari

adanya suatu merek.

2. Pengenalan merek (Brand recognition); tingkat minimal dari kesadaran

merek. Hal ini penting pada saat pembeli memilih suatu merek pada

saat melakukan pembelian.

3. Pengingatan kembali terhadap merek (Brand recall); didasarkan pada

permintaan seseorang untuk menyebutkan merek tertentu dalam suatu

kelas produk. Hal ini diistilahkan dengan pengingatan kembali tanpa

bantuan, karena berbeda dari tugas pengenalan, responden tidak perlu

dibantu untuk memunculkan merek tersebut.

4. Puncak pikiran (Top of mind); apabila seseorang ditanya secara

langsung tanpa diberi bantuan pengingatan dan orang tersebut dapat

menyebutkan satu nama merek, maka merek yang paling banyak

disebutkan pertama kali merupakan puncak pikiran. Dengan kata lain,

merek tersebut merupakan merek utama dari berbagai merek yang ada

di dalam benak konsumen.

b. Perceived quality, yaitu persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas

atau keunggulan suatu produk atau jasa berkenaan dengan maksud yang

diharapkan.

c. Brand association, adalah sesuatu yang berkaitan dengan ingatan mengenai

sebuah produk. Asosiasi ini tidak hanya eksis, namun juga memiliki suatu

Universitas Sumatera Utara

Page 20: Marketing Mix

20

tingkat kekuatan. Keterikatan pada suatu merek akan lebih kuat apabila

dilandasi pada banyak pengalaman atau penampakan untuk

mengkomunikasikannya.

d. Brand loyalty; merupakan ukuran kesetiaan seorang pelanggan pada sebuah

merek.

Menurut Susanto dan Wijanarko (2004: 2), dalam menghadapi persaingan

yang ketat, merek yang kuat merupakan suatu pembeda yang jelas, bernilai, dan

berkesinambungan, menjadi ujung tombak bagi daya saing perusahaan dan sangat

membantu strategi pemasaran. Keller menyatakan brand equity adalah keinginan

seseorang untuk melanjutkan menggunakan suatu brand atau tidak. Pengukuran

dari brand equity sangatlah berhubungan kuat dengan kesetiaan dan bagian

pengukuran dari pengguna baru menjadi pengguna yang setia. Brand equity baru

terbentuk jika pelanggan mempunyai tingkat awareness yang dan familiaritas

yang tinggi terhadap sebuah merek dan memiliki asosiasi merek yang kuat, positif

dan unik dalam memorinya (Tjiptono, 2005: 39).

1.6 KERANGKA KONSEP

Kerangka merupakan hasil pemikiran yang rasional yang merupakan

uraian yang bersifat kritis dan memperkirakan kemungkinan hasil penelitian

yang dicapai dan dapat mengantarkan penelitian pada rumusan hipotesa

(Nawawi, 2001:40).

Konsep adalah penggambaran secara tepat fenomena yang hendak diteliti

yakni istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak

kejadian, keadaan, kelompok atau individu, yang menjadi pusat perhatian ilmu

sosial (Singarimbun, 1995: 57). Jadi kerangka konsep adalah hasil pemikiran

Universitas Sumatera Utara

Page 21: Marketing Mix

21

yang rasional dalam menguraikan rumusan hipotesis yang merupakan jawaban

sementara dari masalah yang diuji kebenarannya.

Pembatasan konsep dalam penelitian ini tidak saja untuk menghindari

salah maksud dalam memahami konsep penelitian dalam penelitian, tetapi

batasan konsep diperlukan untuk penjabaran variabel penelitian maupun

indikator variabel (Bungin, 2005:92).

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Variabel bebas (X)

Variabel bebas adalah segala gejala, faktor, atau unsur yang menentukan

atau mempengaruhi munculnya variabel kedua yang disebut variabel

terikat. Tanpa variabel ini maka variabel berubah sehingga akan muncul

variabel terikat yang berbeda atau yang lain bahkan sana sekali tidak ada

atau tidak muncul (Nawawi, 2001:57). Variabel bebas dalam penelitian ini

adalah aktivitas event marketing atau brand activation Rumah Cantik

Citra.

2. Variabel terikat (Y)

Variabel terikat adalah sejumlah gejala atau faktor maupun unsur yang ada

ataupun muncul dipengaruhi atau ditentukan adanya variabel bebas dan

bukan karena adanya variabel lain (Nawawi, 2001:57). Variabel terikat

dalam penelitian ini adalah brand equity.

3. Variabel antara (Z)

Sejumlah gejala yang tak dapat dikontrol tetapi dapat diperhitungkan

dalam pengaruhnya terhadap variabel bebas (Nawawi, 2001: 58). Variabel

antara adalah variabel yang berada diantara variabel bebas dan variabel

Universitas Sumatera Utara

Page 22: Marketing Mix

22

terikat yang berfungsi sebagai penguat atau pelemah hubungan antar

variabel terikat. Variabel antara pada penelitian ini adalah karakteristik

responden

1.7 MODEL TEORETIS

Berdasarkan kerangka konsep di atas maka dapat dibentuk model teoretis

sebagai berikut:

Gambar 1.2 Model Teoritis

1.8 OPERASIONAL VARIABEL

Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep yang telah diuraikan di

atas, maka untuk lebih memudahkan penelitian diperlukan suatu operasional

variabel terkait yaitu sebagai berikut:

Variabel Bebas (X) Event Marketing Rumah Cantik Citra

Variabel Terikat (Y)

Brand Equity

Variabel Antara (Z)

Karakteristik Responden

Universitas Sumatera Utara

Page 23: Marketing Mix

23

Tabel 1.1

Operasional Variabel

Variabel Teoritis Variabel Operasioanal

1. Variabel Bebas (X)

Event Marketing Rumah

Cantik Citra

1. Product (produk)

2. Price (harga)

3. Place (tempat / distribusi)

4. Promotion (promosi /

komunikasi pemasaran)

2. Variabel Terikat (Y)

Brand equity

1. Brand awareness

2. Perceived quality

3. Brand associations

4. Brand loyalty

3. Variabel Antara (Z)

Karakteristik Responden

1. Usia

2. Pekerjaan

3. Pendapatan / Uang saku

4. Frekuensi

1.9 DEFINISI VARIABEL OPERASIONAL

Definisi operasional merupakan unsur yang memberitahukan bagaimana

caranya mengukur suatu variabel (Singarimbun, 1995: 46). Dengan kata lain,

defenisi operasional adalah suatu informasi ilmiah atau semacam petunjuk

pelaksana bagaimana caranya mengukur suatu variabel. Maka variabel-variabel

dalam operasionalisasi penelitian ini didefinisikan sebagai berikut:

1. Variabel bebas (Rumah Cantik Citra), terdiri dari:

Universitas Sumatera Utara

Page 24: Marketing Mix

24

a. Product (produk), yaitu sesuatu yang ditawarkan oleh Rumah

Cantik Citra kepada pelanggannya sebagai pertimbangan untuk

mengkonsumsinya.

b. Price (harga), yaitu besarnya nilai yang harus dikeluarkan oleh

konsumen untuk membeli produk beserta persyaratannya.

c. Place (tempat / distribusi), yaitu berkaitan dengan kemudahan

konsumen dalam memperoleh produk.

d. Promotion (promosi / komunikasi pemasaran), yaitu informasi

yang dipublikasikan kepada masyarakat tentang keberadaan

Rumah Cantik Citra dan fasilitas yang ditawarkan guna

merangsang konsumen untuk melakukan perawatan kecantikan di

Rumah Cantik Citra.

2. Variabel terikat (brand equity), terdiri dari:

1. Brand awareness, yaitu kemampuan konsumen untuk mengingat suatu

brand dan yang menjadikannya berbeda bila dibandingkan dengan

brand lainnya.

Tingkatan brand awareness (kesadaran merek) yaitu:

a. Unaware of brand; konsumen tidak menyadari akan adanya suatu

merek.

b. Brand recognition (pengenalan merek); responden dibantu dengan

pilihan merek.

c. Brand recall (pengingatan kembali terhadap merek); merek yang

disebutkan oleh responden tanpa dibantu dengan pilihan merek.

Universitas Sumatera Utara

Page 25: Marketing Mix

25

d. Top of mind (puncak pikiran); responden menyebut nama merek

tersebut pertama kali.

2. Perceived quality; yaitu persepsi pelanggan terhadap keseluruhan

kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa berkenaan dengan maksud

yang diharapkan.

3. Brand association; yaitu sesuatu yang berkaitan dengan ingatan

mengenai sebuah produk.

4. Brand loyalty; merupakan ukuran kesetiaan seorang pelanggan pada

sebuah merek.

3. Variabel antara (karakteristik responden), terdiri dari :

a. Usia, yakni umur responden.

b. Pekerjaan, yaitu bidang kerja responden sehari-hari.

c. Pendapatan / Uang saku, yaitu jumlah uang saku yang

diterima/dimiliki responden, baik per hari, per minggu atau per

bulan.

d. Frekuensi, yaitu frekuensi responden mengunjungi rumah cantik

citra selama satu bulan.

1.10 HIPOTESIS

Secara etimologis hipotesis dibentuk dari dua kata, yaitu hypo dan thesis.

Hypo berarti kurang dan thesis berarti pendapat. Jadi hipotesis merupakan

kesimpulan yang belum sempurna, sehingga disempurnakan dengan membuktikan

kebenaran hipotesis yaitu dengan menguji hipotesis dengan data di lapangan

(Bungin, 2005:90). Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

Page 26: Marketing Mix

26

Ho: Tidak terdapat hubungan event marketing Rumah Cantik Citra dengan

peningkatan brand equity Citra di kalangan pengunjung RCC Kota Medan.

Ha: Terdapat hubungan event marketing Rumah Cantik Citra dengan

peningkatan brand equity Citra di kalangan pengunjung RCC Kota Medan.

Universitas Sumatera Utara