ma'rifatulloh dalam keseharian.doc
TRANSCRIPT
Ma’rifatullah dalam keseharian
A. Pengertian Ma’fatulloh
Ma’rifatullah berasal dari kala ma’rifah dan Allah. Ma’rifah berarti
mengetahui, mengenal. Mengenal Allah bukan melalui zat Allah tetapi
mengenal-Nya lewat tanda-tanda kebesaranNya (ayat-ayatNya).
B. Pentingnya Mengenal Allah
1. Seseorang yang mengenal Allah pasti akan tahu tujuan hidupnya (QS
51:56) dan tidak tertipu oleh dunia . Ma’rifatullah merupakan ilmu yang
tertinggi yang harus difahami manusia (QS 6:122).
2. Hakikat ilmu adalah memberikan keyakinan kepada yang mendalaminya.
Ma’rifatullah adalah ilmu yang tertinggi sebab jika difahami memberikan
keyakinan mendalam. Memahami Ma’rifatullah juga akan mengeluarkan
manusia dari kegelapan kebodohan kepada cahaya hidayah yang terang
[6:122] .
3. Berilmu dengan ma’rifatullah sangat penting karena:
a. Berhubungan dengan obyeknya, yaitu Allah Sang Pencipta.
b. Berhubungan dengan manfaat yang diperoleh, yaitu meningkatkan
keimanan dan ketaqwaan, yang dengannya akan diperoleh
keberuntungan dan kemenangan.
Jalan untuk mengenal Allah
1. Lewat akal:
o Ayat Kauniyah / ayat Allah di alam ini:
a. Fenomena terjadinya alam (52:35)
b. Fenomena kehendak yang tinggi(67:3)
c. Fenomena kehidupan (24:45)
d. Fenomena petunjuk dan ilham (20:50)
e. Fenomena pengabulan doa (6:63)
o Ayat Qur’aniyah/ayat Allah di dalam Al-Qur’an:
a. Keindahan Al-Qur’ an (2:23)
b. Pemberitahuan tentang umat yang lampau [9:70]
c. Pemberitahuan tentang kejadian yang akan datang (30:1-3, 8:7, 24:55)
2.Lewat memahami Asma’ul Husna:
a. Allah sebagai Al-Khaliq (40:62)
b. Allah sebagai pemberi rizqi (35:3, 11:6)
c. Allah sebagai pemilik (2:284)
d. dll. (59:22-24)
C. Hal-hal yang menghalangi ma’rifatullah
a. Kesombongan (QS 7:146; 25:21).
b. Dzalim (QS 4:153) .
c. Bersandar pada panca indera (QS 2:55) .
d . Dusta (QS 7:176) .
e. Membatalkan janji dengan Allah (QS 2:2&-27) .
f. Berbuat kerusakan/Fasad .
g. Lalai (QS 21:1-3) .
h. Banyak berbuat ma’siyat .
i. Ragu-ragu (QS 6:109-110)
Semua sifat diatas merupakan bibit-bibit kekafiran kepada Allah yang harus
dibersihkan dari hati. Sebab kekafiranlah yang menyebabkan Allah mengunci
mati, menutup mata dan telinga manusia serta menyiksa mereka di neraka. (QS
2:6-7)
Berbagai usaha dilakukan para ulama dari berbagai zaman untuk menggali
dan merumuskan manhaj Rasulullah serta tahap-tahapnya mandidik muslim
generasi pertama menjadi manusia-manusia unggulan sepanjang masa. diantara
para ulama agung itu adalah Ibnu Qayyim al-Jauziyah (lahir di Damaskus 691 H)
Hasan bin Ali Hasan al-Hijasy merangkum pemikiran Ibnu Qayyim yang tersebar
itu dalam sebuah disertasi doktornya di fakultas ilmu-ilmu sosial jurusan tarbiyah
Universitas Imam Muhammad bin Su’ud, Arab Saudi (Manhaj Tarbiyah Ibnu
Qayyim, penerbit al-Kautsar, Jakarta Februari 2001)
Dibawah ini adalah tips untuk melakukan 9 jenis tarbiyah yang digali Ibnu
Qayyim rangkuman DR Hasan al-Hijazy.
1. Tarbiyah Imaniyah (mendidik iman)
Ada tiga sarana (wasilah) untuk mendidik iman kita yaitu;
Pertama, selalu mentadaburi (mengamati, mempelajari, menghayati)
tanda-tanda kekuasaan Allah Dzat Pencipta serta keluasan rahmat dan hikmah
perbuatan-Nya. Tadabur itu bisa dilakukan dengan penglihatan biasa (bashirah),
bisa juga denga penalaran akal sehat, dengan mentadabur kekuasaan Allah, hasil-
hasil ciptaan-Nya, gejala-gejala alam, kesempurnaan manusia, juga ayat-ayat al-
qur’an.
Kedua, selalu mengingat kematian yang penuh kepastian. Hendaknya kita
harus bisa menempatkan kapan harus ingat mati, agar tibul keshusyukan dalam
diri kita.
Ketiga, mendalami fungsi semua jenis ibadah sebagai salah satu cara
mendidik iman. Caranya denga banyak mengerjakan amal shalih yang sendi
utamanya adalah keikhlasan; juga memperbanyak do’a dan harapan kepada Allah
semata, menghindari riya’ dalam berbakti dan bertindak, mencintai firman Allah,
berkeyakinan bahwa kelak akan berjumpa langsung dengan Allah, dan terakhir
melanggengkan ridlo dan rasa syukur dalam keadaan apapun serta dalam keadaan
bagaimanapun.
2. Tarbiyah Ruhiyah (mendidik ruhani)
Ibnu Qayyim mencatat 7 cara melakukan tarbiyah ruhiyah, yaitu:
memperdalam iman kepada hal-hal (ghaib) yang dikabarkan Allah seperti azab
kubur, alam barzah, akhirat, hari perhitungan; memperbanyak dzikir dan sholat;
melakukan muhasabah (intropeksi diri) setiap hari sebelum tidur; mentadaburi
makhluk Allah yang banyak menyimpan bukti-bukti kekuasaan, ketauhidan, dan
kesempurnaan sifat Allah; serta mengagungkan, menghormati, dan mengindahkan
seluruh perintah dan larangan Allah.
3. Tarbiyah Fikriyah (mendidik pikiran)
Kegiatan tafakkur (merenung/berkonsentrasi) menurut Ibnu Qayyim
adalah menyingkap beberapa perkara da membedakan tingkatannya dalam
timbangan kebaikan dan keburukan. dengan tafakkur, seseorang bisa
memebedakan antara yang hina dan yagn mulia, dan antara yg lebih buruk dari
yang buruk. kata Imam Syafi’i “Minta tolonglah atas pembicaraan mu dengan
diam dan atas analisamu dengan tafakur .” Ibnu Qayyim mengomentari kalimat
itu dengan berkata “yang demikian itu dikarenakan tafakur adalah amalan hati,
dan ibadah adalah amalan juwariyah(fisik), sedang kedudukan hati itu lebih muia
daripada jawariyah, maka amal hati lebih mulia dari pada jawariya. disamping
itu, tafakur bisa membawa seseorang pada keimanan yagn tak bisa diraih oleh
amal semata.” Sebaik-baik tafakur adalah saat membaca Al-qur’an, yang akan
mengantar manusia kepada ma’rifatullah (menganal Allah).
4. Tarbiyah ‘Athifiyah (mendidik perasaan)
Naluri (insting), kesediahan, kegambiraan, kemarahan, ketakutan, dan
cinta merupakan perasaan-perasaan utama yagn selalu mendera manusia.
sedangkan cinta adalah perasaan yang bisa menjadi motivasi paling kuat untuk
menggerakkan manusia malakukan apapun. Maka Ibnu Qayyim memberi 11 resep
menundukan perasaan cinta, yaitu: menanamkan perasaan yang kuat bahwa
seorang hamba sangat buth Allah, bukan yagn lain; meyakinkan diri sendiri
bahwa satu hati yang menjadi milik manusia harus dipenuhi hanya oleh satu cinta;
mengokohkan perasaan bahwapemilik segala sesuatu di dunia ini hanya Allah
semata; beribadah kepada Allah dengan nama-nama Yang Maha Awal, Maha
Akhir, Maha Zhahir, dan Maha Batin demi menumbuhkan rasa fakir (butuh)
kepada Allah; bersikap tegas bahwa tak ada yang lebih tinggi dan mulia
kedudukannya sesudah Allah; menanamkan ma’rifat tentang betapa banyak
nikmat Allah dan batapa banyak kelemahan kita; menanamkan ma’rifat bahwa
Allah lah yang telah yang telah menciptakan semua perbuatan hambanya dan telah
menanamkan iman didalam hatinya; menanamkan perasaan butuh pada hidayah
Allah dalam setiap detik kehidupannya; serius memanjatkaqn do’a-do’a yagn
meminta pertolongan Allah dalam menghadapi apapun; mananakan kesadaran
penuh akan nikmat dan karunia-Nya yagn begitu banyak; serta, menanamkan ilmu
bahwa cinta kepada Allah merupakan tuntutan iman.
5. Tarbiyah Khuluqiyah (mendidik akhlaq)
Misi utama Rasulullah dimuka bumi untuk menyempurnakan akhlaq
manusia. contoh-contoh utama akhlak mulia yang diharapkan dari seorang
manusia adalah sabar, syaja’ah(keberanian), al-itsar (mendahulukan kepentingan
orang lain), syukur, jujur, dan amanah. Cara mendidikkan akhlaq yang mulia itu
adalah:
Pertama, mengosongkan hati dari itikad dan kecintaan kepada segala hal
yang bathil.
Kedua mengaktifkandan menyertakan seseorang dalam perbuatan baik (al-
birr) serta melatih dan membiasakan seseorang dalam perbuatan baik itu
ketiga, memberi gambaran yagn buruk tentang akhlaq tercela. Dan
menunjukan bukti-bukti nyata sebagai buah dari akhlaq yang mulia.
6. Tarbiyah Ijtimaiyah (mendidik bermasyarakat)
Pendidikan kemasyarakatan yang baik adalah yang selalu
memperhatikan perasaan orang lain. Seorang muslim dalam masyarakat tidak
dibenarkan menyakiti saudaranya walaupun hanya dengan menebar bau yang
tidak enak. Ibnu Qayyim berpendapat, tidak cukup hanya tidak menyakiti
perasaan, seorang muslim harus mampu membahagiakan dan menyenangkan hati
saudara-saudara di sekiarnya.
7. Tarbiyah Iradiyah (mendidik cita-cita)
Tarbiyah Iradiyah berfungsi mendidik setiap muslim untuk memiliku
kecintaan terhadap sesuatu yang dicita-citakan, tegar menanggung erita di jalanny,
sabar dalam menempuhnya mengingat hasil yang kelak akan diraihnya serta
melatih jiwa dengan kesungguhan dalam beramal. Tanda-tanda iradah yang sehat
adalah kegelisahan hati dalam mencari keridhaan Allah dan persiapan untuk
bertemu dengan-Nya. seseorang yang iradahnya sehat juga aka bersedih karena
menghabiskan waktu untuk sesuatu yang tidak diRidhai Allah. sedangkan iradah
yang rusak akan lahir dalam bentuk penyakit ilmu, pengetahuan, dan keahlian
yang berlawanan dengan syari’at Allah.
8. Tarbiyah Badaniyah (mendidik jasmani)
Seorang muslim harus secara terprogram memeperhatikan unsur badan
menjaganya dan memnuhi hak-haknya secara sempurna. Perhatikan yag demikian
akan mengantarkan seseorang pada ketaatan penuh dan kesempurnaan dalam
menjalankan semua yang diwajibkan Allah kepadanya. Tarbiyah badaniyah ini
meliputi: pembinaan badan di waktu sehat; pengobatan di waktu sakit; pemenuhan
kebutuhan gizi; serta olah raga (Tarbiyah riyadhah).
9. Tarbiyah Jinsiyah (pendidikan seks)
Insting seks merupakan sesuatu yang diciptakan Allah, yan gsegera
diwadahi ielh satu-satunya lembaga halal yaitu pernikahan. Faedah dari seks
(jima’) menurut Ibnu Qayyim adalah: pertama, menjaga dan melestarikan
kehidupan manusia; kedua, mengeluarkan sperma yang jika tertimbun terlalu lama
dalam tubuh akan membahayakan kesehatan manusia; ketiga, wasilah untuk
memenuhi hajat seksual dan untuk meraih kenikmatan batin dan biologis.
Tarbiyah Jinsiyah bisa dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:
memperbanyak pembicaraan tentang bahaya zinaq dan berbagai kerusakan yang
ditimbulkan nya, termasuk ancaman terhadap dosa zina; menyebarluaskan
peringatan dan penjelasan tentang bahaya serta kerusakan-kerusakan yang
ditimbulkan perilaku homoseksual; menjadikan kebiasaan untuk membatasi
pandangan mata sebagai kebudayaan di tengah masyarakat; tidak berkata-kata
maupun melangkahkan kaki kecuali kepada hal-hal yang pasti mendapat pahala
Allah; menyatakan perang terhadap semua bentuk nafsu dan keinginan yang
buruk; meniadakan waktu yang kosong; memerbanyak ibadah sunnah; melarang
anak-anak bergaul dengan teman yang buruk akhlaknya; melarang anak-anak
dengan keras untuk mendekati khamr (minuman keras); serta melindungi anak-
anak dari penyimpangan fitrah kelaminnya.
Masyarakat adalah sekelompok individu yang hidup dan menetap
secara bersama. Di dalam kesatuan sebuah masyarakat, terdapat sistem yang
senantiasa berjalan atas dasar konsesnsus masing-masing “aktor”, sehingga
dengan demikian diperlukan sebuah keselerasan bagi tiap-tiap individu dalam hal
menjalankan peranannya masing-masing. Seperti halnya sistem yang ada ditubuh
manusia, ketika terdapat salah satu organ yang tidak lagi berfungsi, maka akan
terjadi kemandegan didalam saluran tertentu. Begitu juga dengan masyarakat,
apabila setiap individu tidak mampu lagi untuk menjalankan peranannya, maka
sistem yang ada tadi akan rusak. Hambatan-hambatan tersebut merupakan sebuah
bukti bahwa masyarakat bukanlah sebuah komunitas yang statis. Masyarakat
memiliki dinamika dari waktu ke waktu yang pada akhirnya menyimbolkan sifat
dinamis bagi setiap aktor didalamnya, dan yang perlu diingat adalah dinamika tadi
juga mampu membawa masyarakat ke dalam malapetaka yang justru akan
memecahbelahkan mereka.
Konsepsi Masyarakat Islami
Menurunkan kembali apa yang telah kita pamahami tentang kosep sebuah
masyarakat sebagai kesatuan individu, maka konsep masyarakat islam dapat
diartikan sebagai sebuah kondisi yang merujuk kepada penerapan nilai-nilai islam
disetiap tindak tanduk individunya. Dalam hal ini berarti masyarakat islami adalah
masyarakat yang menjadikan Al Qur’an dan Sunnah sebagai pedoman hidup
mereka dan senantiasa selalu menjaga nilai-nilai keislaman bagi tiap-tiap individu
dalam hal menjalankan peranannya didalam struktur masyarakat. Lebih sempit
lagi konsepsi terkait masyarakat islami dapat pula merujuk kepada sebuah kondisi
di dalam kehidupan masyarakat yang menempatkan syariat islam sebagai aturan
tertinggi dalam tata kehidupan duniawi yang mana sepenuhnya memiliki orientasi
kepada kehidupan akhirat. Nampaknya ini merupakan sebuah penegasan tentang
apa yang kita sebut dengan dinamika kehidupan masyarakat dari waktu ke waktu
tadi. Bahwa dalam memandang sebuah perubahan, masyarakat islam selalu
berhati-hati dalam memilih, karena tujuan utamanya bukanlah dunia melainkan
kehidupan yang abadi setelah dunia.
Urgensi Meyakini Hidup Sebagai Ibadah
Umat muslim harus meyakini bahwa setiap jengkal kehidupannya adalah wujud
dari ibadah. Ketika semua telah yakin akan hal itu, maka pada waktu itu pulalah
Allah SWT mengangkat derajat umatnya. Menyamakan hidup dengan ibadah
bukanlah suatu hal yang kolot atau kuno jika diwujudkan dalam bentuk perbuatan.
Justru inilah yang menjadi turning point perbedaan umat muslim dengan umat
lainnya. Bahwa hidup mereka adalah pengabdian kepada Sang Pencipta,
pengabdian yang tercermin dari aktivitas-aktivitas dalam kesehariannya guna
mencari ridho dari Allah semata.
Ibadah secara etimologis berasal dari kata ‘abada yang berarti menyembah atau
mengabdi. Secara garis besar kita dapat mengartikan ibadah sebagai segala bentuk
perbuatan yang diridhoi oleh Allah. Konsep ini sangat perlu dimatangkan oleh
setiap umat muslim karena pada dasaranya Allah telah menegaskan didalam
AlQur’an bahwa tujuan penciptaan jin dan manusia adalah untuk beribadah
kepada Allah SWT (51:56). Berangkat darisanalah, betapa pentingnya setiap
muslim untuk mengerti betul bahwa hidupnya adalah ibadah. Ketika aktivitas
duniawinya bukan merupakan wujud pengabdian kepada Allah maka disanalah
letak kedzaliman dan behih-benih kemaksiatan yang sesungguhnya. Astagfirullah.
Ibadah secara umum terdiri atas Ibadah Maghdah (ritual) dan Ibadah ‘Amah
(Non-Ritual) atau muamalah. Keduanya dibedakan dari sudut pandang
keterikatannya dengan syarat dan rukun yang berlaku. Ibadah Magdhah
merupakan ibadah khusus yang pelaksanaannya sangat terikat dengan rukun dan
syarat seperti sholat, puasa, zakat dan haji. Sementara Ibadah ‘Amah adalah
ibadah dalam arti umum, yaitu segala bentuk perbuatan baik yang dilakukan
manusia. Namun dalam uraian singkat ini, kita akan lebih banyak
memperbincangkan keterkaitan Ibadah Maghdah atau ibadah yang bersifat ritual
dalam membentuk karakter masyarakat islami.
Penting bagi umat muslim dalam menjaga kualitas ibadah wajibnya, karena
ibadah tidak akan bernilai sebagai bentuk pengabdian kepada Allah jika
dilaksanakan dengan asal-asalan atau justru terdapat hal-hal yang merusak
didalam pelaksanaan ibadah tersebut. Banyak diantara kita ketika mengerjakan
ibadah wajib justru tidak diniatkan tulus karena Allah, atau terjadi sebuah
pergeseran niat yang bukan lagi karena Allah tapi justru karena makhluk-Nya.
(Astagfirullah). Seperti halnya sholat sebagai Ibadah utama yang nantinya akan
ditanyakan pertama kali didalam alam kubur, ketika sendirian kita begitu cepat
dalam melaksanakannya, namun disaat ada orang lain kita seolah-olah
melaksanakan sholat dengan kusyuk dan lama. Hal tersebut mendefinisikan
bahwa ibadah sholat yang kita kerjakan adalah untuk orang lain dan bukan semata
karena Allah lillahit’ala. Bukan lagi pahala yang kita harapkan datang
menghampiri, tapi justru benih-benih dosalah yang mulai muncul dan mengotori
ruang hati kita. Contoh ini tidak bisa kita elakkan dalam realita kehidupan yang
kita lalui, bahkan mungkin kita sendiri pernah berada dalam kesesatan tadi.
Semoga Allah mengampuninya.
Inilah yang dikatakan diawal sebagai orientasi seorang muslim terhadap kualitas
ritual rutin yang dikerjakannya. Mengapa disebuah negri yang penduduknya rajin
dalam beribadah wajib, namun justru malapetaka tak pernah lepas dari masyarakat
itu. Salah satu jawabannya adalah karena penduduk di negeri tadi lupa bahkan
tidak tahu sama sekali akan kualitas ibadah yang ia kerjakan. Mereka melakukan
ibadah bukan lagi karena Allah, atau disatu sisi ia ta’at dalam beribadah namun
disisi lain mereka tidak menjaga hubungan baik dengan sesama umat muslim,
mereka saling hasut, iri dan saling mencurigai satu sama lain. Oleh karena itu
merupakan sebuah keperluan mendesak bagi pribadi seorang muslim untuk
mengetahui hal-hal yang mampu merusak ibadahnya.
Sungguh ibadah adalah praktik bagaimana ikhlas dilakukan. Melalui keikhlasan
dalam beribadah, seorang hamba dapat membebaskan diri dari Tuhannya dan
membuatnya memperoleh cinta dan ridha-Nya. Jadi sesungguhnya ketika
pelaksanaan ibadah jauh dari representasi sifat ikhlas yang dilakukan seorang
hamba Allah maka aktivitas yang ia lakukan tersebut tidak bernialai apa-apa bagi
Allah SWT. Amat sangat bertolak belakang dengan fungsi ibadah yang masing-
masingnya telah jelas di dalam AlQur’an. Bahwa ibadah wajib seperti shalat, haji
dan zakat dapat membersihkan dan menyucikan jiwa serta membeningkan hati
dan menyiapkannya untuk menerima musyahadah (penampakan keagungan) Allah
berupa cahaya, hidayah dan hikmah (Najati : 2002). Jadi pada intinya niat yang
ikhlas merupakan syarat dasar bagi setiap muslim dalam menjaga kualitas ibadah
wajibnya.
Kualitas pelaksanaan ibadah juga sangat ditentukan oleh sejauh mana kita dalam
konteks masyarakat islam mengenal Allah SWT (Ma’rifatullah). Ma’rifatullah
merupakan hal utama yang harus dismpurnakan oleh setiap muslim. Harus
tertanam di dalam hati sanubari bahwa Allah adalah Rabb sekalian alam. Walau
setiap manusia telah bersaksi bahwa Allah sebagai Rabb (7:172) dan hadist nabi
yang megatakan bahwa jiwa manusia adalah fitrah. Keyakinan ini harus bersandar
kepada berbagai dalil dan bukti kut agar menghasilkan peningkatan kwalitas iman
dan takwa, juga pribadi merdeka dan bebas. Ketika hal ini telah tertanam kuat
dalam hati seorang muslim maka segala bentuk pengabdian yang di lakukan pasti
semata karena Allah SWT. Hal ini terwujud dari bagaimana masyarakat tadi
menempatkan ibadah sebagai satu-satunya jalan untuk mendekatkan diri dengan
sang kholiknya.
Wujud Cinta Kepada Allah (Mahabatullah)
Kecintaan kepada Allah sebagai dasar utuk menjadikan amal yang saleh dan
ibadah yang sahih. Amal dan ibadah tanpa didasari rasa cinta akan merusak amal
yang dikerjakannya, tetapi sebaliknya apabila ibadah yang dikerjakan berdasarkan
cinta, maka akan menghasilkan sebuah amal yang saleh yang akan dihayati
dengan mendalam. Ibadah kepada Allah perlu didasari rasa kecintaan.
(Prayitno:2003) Cinta kepada Allah maka akan rela dan ikhlas melaksanakan
segala perintahNya. Bahkan denga cinta, rela mengorbankan jiwa jiwa dan harta
untuk mengikuti perintah yang kita cintai. Banyak ayat Al Qur’an yang
menjelaskan bahwa dibutuhkan sebuah pengorbanan untuk melaksanakan nilai-
nilai islam seperti yang telah dijelaskan dalam surat 49:15 dan surat 9:111.
Didalam Islam, ibadah merupkan puncak ketundukan dan pengakuan atas
keagungan dzat yang diibadahi. Ibadah adalah suatu tangga penghubung antara
Al-Kholik dengan makhlukNya. Ibadah juga memiliki dampak yang besar
terhadap masyarakat islam dalam berinteraksi dengan sesama makhlukNya. Utuk
mewujudkannya, terdapat beberapa hal yang harus dilakukan seorang muslim
dalam rangka meningkatkan kualitas ibadahnya tadi. Pertama, Menjadikan Ibadah
tersebut hidup dan bersambung dengan Al-Ma’bud (Allah). Dan ini merupakan
taraf ihsan dalam beribadah. Kedua Menjadikan ibadah penuh dengan
kekusyu’kan sehingga kita dapat merasakan hangatnya hubungan dan mesranya
buah kekusyu’kan tadi. Ketiga, Beribadahlah dengan hati yang hadhir (penuh
kesadaran) dan menjauhkan pemikiran tentang kesibukan dunia dan probelamatik
yang terjadi disekitar. Keempat, janganlah merasa puas dan kenyang dalam
beribadah. Haruslah kita sebagai seorang muslim untuk terus mendekatkan diri
kepada Allah dengan ibadah-ibadah nafilah. Kelima, dengan memilhara
Qiyamullail dan melatih diri agar terbiasa melakukannya, karena sungguh
Qiyamullail itu salah satu pembangkit iman yang paling kuat. Dan yang keenam
adalah menjadikan do’a sebagai mi’roj kepada Allah dalam setiap unsur
kehidupan, karean sesungguhnya do’a adalah sum-sum dari Ibadah (Yakan:1999)
Dalam konteks masyarakat islami, ibadah yang dilakukan dengan penuh
keikhlasan dan beorientasi pada kualitas pelaksanan merupakan sebuah proses
yang merujuk kepada aktivitas menghapus segala bentuk dosa dan
membangkitkan harapan mendapat ampunan Allah dalam diri masyarakat
tersebut. Abu Hurairah meriwayatkan, ada seorang laki laki datang kepada Nabi
Saw dan bertanya “Ya Rasulullah tunjukan padaku sebuah amal yang jika
kukerjakan aku masuk surga”. Jawab beliau; “Kau menyembah Allah dan tidak
menyekutukanNya, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat yang diwajibkan dan
berpuasa di bulan Ramadhan”. Ia berkata; “Demi diriku yang ada di tanganNya,
aku tidak akan menambah hal ini”. Ketika ia pergi, Nabi bersaba: “Barang siapa
ingin melihat laki-laki penghuni syurga, lihatlah dia”(HR Bukhari, Muslim dan
Al-Nasai)
Daftar pustaka
Said Hawwa, Allah Jalla Jalaluhu, 2009
Aqidah Seorang Muslim 1, Al-Umma, 2009
Hoeda Salam, Ma'had 'Aly Hasyim Asy'ari PP. Tebuireng, 2005
Vandy Yoga Swara
Kepala Pusat Litbang LDK Jama'ah Shalahuddin UGM,2009