manuel, ayah hebat & bapak paud dari ujung i-learn ......sian bisa menjadi lebih baik dari pada...

1
“Saya tidak punya uang dan harta tapi saya punya semangat dan tujuan agar anak-anak yang ada di wilayah pengung- sian bisa menjadi lebih baik dari pada kami yang sekarang ini” kata Manuel Bapak Manuel Dos Santos Martins, pria berumur 46 tahun ini adalah seorang ayah dari 5 anak yang tinggal di Dusun Wemori 1, Desa Tohe, Kecamatan Raihat, Kabupaten Belu, Provinsi NTT, Bapak Manuel bukan sekedar ayah, namun beliau adalah penggerak pendidikan dan pengasuhan anak di wilayah perbatasan Indonesia – Timor Leste yang mayoritas mas- yarakatnya merupakan pengungsi dari Timor Leste saat terjadi konflik tahun 1999. Keprihatinan Manuel muncul ketika melihat anak-anak di wilayah perbatasan ini tumbuh di lingkungan yang menerapkan kekerasan sebagai kebiasaan dalam bentuk pendisiplinan anak di keluarga. Rendahnya tingkat Pendidikan di masyarakat dan minimnya layanan Pendidikan anak di wilayah ini semakin menambah keprihatinannya. Hal inilah yang men- dorong Pak Manuel yang mempunyai anak usia dini tahun 2010 mendirikan PAUD Matahari agar anak-anak di wilayah ini bisa tumbuh kembang opti- mal di lingkungan belajar yang lebih baik. Awalnya banyak orang yang beranggapan bahwa apa yang dilakukan oleh pak Manuel yang hanya lulusan SMA adalah hal gila karena latar belakang Pendidikannya dan tidak punya pengalaman di bidang Pendidikan anak, apalagi Pendidikan untuk anak usia dini. Cibiran masyarakat ini tidak menyurutkan semangat Manuel untuk memajukan Pendidikan anak di wilayah bekas pengungsian ini. Memanfaatkan rumahnya, pria yang biasa disapa Tiu Manuel ini rela berbagi rumah yang berukuran 7 x 5 meter itu untuk kegiatan bermain anak dan merelakan tanah miliknya yang beruku- ran 10 x 10 meter untuk membangun POSYANDU agar layanan terhadap bayi balita yang berada di Dusun wemori A menjadi lebih maksimal. Tahun 2012 Save the Children melalui program SPESIAL 3 menjadikan PAUD Matahari sebagai salah satu PAUD mitra. Selama pendampingan banyak kegiatan yang dilakukan baik pelatihan untuk guru dan pengelola PAUD maupun pertemuan orang tua. Hal ini sejalan dengan visi yang diharapkan oleh Pak Manuel. Save the Children juga menfasilitasi pertemuan pemerintah kecamatan dan para orang tua yang berujung pada satu kesepakatan bersama dimana salah satu bangunan yang ada di Kecamatan Raihat yang tidak dimanfaatkan untuk dialih fungsikan menjadi PAUD. Setelah mendapat dukungan dari Save the Children dan Pemerintah Kecamatan Raihat, masyarakt setem- pat mulai menaruh kepercayaan kepada lembaga yang dimotori oleh Pak Manuel ini sehingga banyak orang tua yang mendaftarkan anak-anak mereka di PAUD Matahari tesebut. Menjadi pengelola PAUD membuat Pak Manuel harus berbagi waktu baik bekerja untuk memenuhui kebutuhan keluarga, mengkoordinir kelom- pok tani maupun mengontrol kegiatan yang ada di PAUD. Manuel Sebagai Motor Penggerak Kelas Ayah Tahun 2017 Save the Children kembali mendampingi PAUD Matahari melalui program CERIA 2. Kesempatan ini kembali membakar semangat Pak Manuel untuk terus membangun kualitas sumber daya manusia masyarakat di perbatasan Timor Leste ini yang lebih baik. Pendampingan Save the Children yang dilakukan melalui program CERIA 2 memastikan anak-anak dapat mengakses layanan PAUD, peningkatan kapasitas guru dan pengelola serta pertemuan orang tua secara regular. Yang menarik dari kegiatan parenting dalam program CERIA 2 ini adalah dimulainya piloting Kelas Ayah di 2 dusun di Desa Tohe yaitu Dusun wemori A yang dikoordinir oleh Manuel dan Dusun Bundara yang dikoordinir oleh Armindo Marques yang masih sepupu dari Pak Manuel. Kegiatan Kelas Ayah ini adalah pertemuan regular yang membahas tentang peran dan tanggung jawab orang tua dalam pengasuhan, perlindun- gan anak dan Pendidikan anak. Kelas Ayah merupakan sebuah kegiatan baru di Desa Tohe. Pak Manuel sebagai penggerak Kelas Ayah harus mendatangi satu persatu para ayah di wilayahnya untuk mengajak mengikuti kelas parenting ini. Bukan hal yang mudah bagi Pak Manuel untuk meyakinkan para ayah, karena norma masyarakat selama ini menganggap bahwa pengasuhan dan pendidikan anak khususnya anak usia dini adalah tugas perempuan, sedangkan peran ayah adalah pencari nafkah. Berdasarkan hasil Participatory Rapid Assessment (PRA) yang dilakukan Save the Children tahun 2018, para ayah ini hanya 1 jam berinteraksi dengan anak dalam keseharian dikare- nakan mereka harus pergi berladang. Namun berkat dukungan dari Save the Children, Pak Manuel melalui beberapa kali pertemuan disepakati pembentukan Kelas Ayah dilakukan sesi parenting setiap Hari Rabu (hari pasaran) usai mereka menjual hasil kebun di pasar. Kelas ayah yang awalnya hanya 2 kelompok, saat ini telah berkembang menjadi 7 kelom- pok di 5 desa di Kabupaten Belu yang melibatkan 454 orang (278 laki-laki and perempuan). Pemerintah Kabupaten Belu, sangat mendukung keberadaan Kelas Ayah ini, sehingga Pak Manuel untuk menggerakkan keterlibatan ayah pada issue anak yang lebih luas misalnya stunting. Topik parenting Kelas Ayah ini dian- taranya: Upaya pencegahan kekerasan terhadap anak; Bagaimana bermain dengan anak dan menemani belajar keaksaraan & matematika awal dengan cara bermain; serta kesehatan dasar anak. “Dulu kalo saya ajar anak atau pukul anak, istri jangan ikut campur kalo ikut campur saya tampar anak dan ibu 1 kali namun sekarang saya tidak melakukannya lagi. Dulu saya main perintah-perintah baik anak maupun istri tapi sekrang jika saya ingin sesuatu, saya minta tolong dan jika saya marah, saya minta maaf dan gendong” kata Armindo Hendriques dari Kelas Ayah di Wemori A. Kelas Ayah ini dibentuk dikarenakan temuan dari evaluasi dari Project SPECIAL 3 dan project PAUD lainnya yang dilakukan Save the Children di berbagai area di Indonesia yang menunjukan tingkat keterlibatan ayah dalam kegiatan parenting rendah yaitu rata-rata 8 %. Selain itu, hanya 18% ayah yang mendongeng/ber- cerita kepada anaknya, dan hanya 23% ayah yang men- gajari anaknya berhitung dan mengenal huruf. Dengan terbentuknya Kelas Ayah ini terbukti mampu mening- katkan tingkat keterlibatan laki-laki dalam parenting sebesar 47 %. Save the Children percaya bahwa keterlibatan peran laki-laki dalam mendukung tumbuh kembang dan perlindungan anak seperti yang dilakukan oleh Pak Manuel beserta para laki-laki yang melakukan kegiatan parenting di 7 Kelas Ayah ini berkontribusi pada promosi kesetaraan gender di tingkat local, nasional maupun global. Save the Children percaya akan bermunculan male caregiver champion seperti Pak Manuel ini di tempat yang lain. Project Transisi saat ini sedang mereplikasi pembentukan Kelas Ayah di Kabu- paten Lombok Utara. Manuel, Ayah Hebat & Bapak PAUD Dari Ujung Timur Perbatasan Indonesia I-LE ARN Cerita ditulis oleh Lusi Margiyani (ECCD Adviser) dan Ferdinand Dule Riwu (CERIA 2 Project Coordinator)

Upload: others

Post on 04-Dec-2020

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Manuel, Ayah Hebat & Bapak PAUD Dari Ujung I-LEARN ......sian bisa menjadi lebih baik dari pada kami yang sekarang ini” kata Manuel Bapak Manuel Dos Santos Martins, pria berumur

“Saya tidak punya uang dan harta tapi saya punya semangat dan tujuan agar

anak-anak yang ada di wilayah pengung-sian bisa menjadi lebih baik dari pada kami

yang sekarang ini” kata Manuel

Bapak Manuel Dos Santos Martins, pria berumur 46 tahun ini adalah seorang ayah dari 5 anak yang tinggal di Dusun Wemori 1, Desa Tohe, Kecamatan Raihat, Kabupaten Belu, Provinsi NTT, Bapak Manuel bukan sekedar ayah, namun beliau adalah penggerak pendidikan dan pengasuhan anak di wilayah perbatasan Indonesia – Timor Leste yang mayoritas mas-yarakatnya merupakan pengungsi dari Timor Leste saat terjadi konflik tahun 1999.

Keprihatinan Manuel muncul ketika melihat anak-anak di wilayah perbatasan ini tumbuh di lingkungan yang menerapkan kekerasan sebagai kebiasaan dalam bentuk pendisiplinan anak di keluarga. Rendahnya tingkat Pendidikan di masyarakat dan minimnya layanan Pendidikan anak di wilayah ini semakin menambah keprihatinannya. Hal inilah yang men-dorong Pak Manuel yang mempunyai anak usia dini tahun 2010 mendirikan PAUD Matahari agar anak-anak di wilayah ini bisa tumbuh kembang opti-mal di lingkungan belajar yang lebih baik.

Awalnya banyak orang yang beranggapan bahwa apa yang dilakukan oleh pak Manuel yang hanya lulusan SMA adalah hal gila karena latar belakang Pendidikannya dan tidak punya pengalaman di bidang Pendidikan anak, apalagi Pendidikan untuk anak usia dini. Cibiran masyarakat ini tidak menyurutkan semangat Manuel untuk memajukan Pendidikan anak di wilayah bekas pengungsian ini. Memanfaatkan rumahnya, pria yang biasa disapa Tiu Manuel ini rela berbagi rumah yang berukuran 7 x 5 meter itu untuk kegiatan bermain anak dan merelakan tanah miliknya yang beruku-

ran 10 x 10 meter untuk membangun POSYANDU agar layanan terhadap bayi balita yang berada di Dusun wemori A menjadi lebih maksimal.

Tahun 2012 Save the Children melalui program SPESIAL 3 menjadikan PAUD Matahari sebagai salah satu PAUD mitra. Selama pendampingan banyak kegiatan yang dilakukan baik pelatihan untuk guru dan pengelola PAUD maupun pertemuan orang tua. Hal ini sejalan dengan visi yang diharapkan oleh Pak Manuel. Save the Children juga menfasilitasi pertemuan pemerintah kecamatan dan para orang tua yang berujung pada satu kesepakatan bersama dimana salah satu bangunan yang ada di Kecamatan Raihat yang tidak dimanfaatkan untuk dialih fungsikan menjadi PAUD.

Setelah mendapat dukungan dari Save the Children dan Pemerintah Kecamatan Raihat, masyarakt setem-pat mulai menaruh kepercayaan kepada lembaga yang dimotori oleh Pak Manuel ini sehingga banyak orang tua yang mendaftarkan anak-anak mereka di PAUD

Matahari tesebut. Menjadi pengelola PAUD membuat Pak Manuel harus berbagi waktu baik bekerja untuk memenuhui kebutuhan keluarga, mengkoordinir kelom-pok tani maupun mengontrol kegiatan yang ada di PAUD.

Manuel Sebagai Motor Penggerak Kelas Ayah

Tahun 2017 Save the Children kembali mendampingi PAUD Matahari melalui program CERIA 2. Kesempatan ini kembali membakar semangat Pak Manuel untuk terus membangun kualitas sumber daya manusia masyarakat di perbatasan Timor Leste ini yang lebih baik. Pendampingan Save the Children yang dilakukan melalui program CERIA 2 memastikan anak-anak dapat mengakses layanan PAUD, peningkatan kapasitas guru dan pengelola serta pertemuan orang tua secara regular.

Yang menarik dari kegiatan parenting dalam program CERIA 2 ini adalah dimulainya piloting Kelas Ayah di 2 dusun di Desa Tohe yaitu Dusun wemori A yang dikoordinir oleh Manuel dan Dusun Bundara yang dikoordinir oleh Armindo Marques yang masih sepupu dari Pak Manuel. Kegiatan Kelas Ayah ini adalah pertemuan regular yang membahas tentang peran dan tanggung jawab orang tua dalam pengasuhan, perlindun-gan anak dan Pendidikan anak.

Kelas Ayah merupakan sebuah kegiatan baru di Desa Tohe. Pak Manuel sebagai penggerak Kelas Ayah harus mendatangi satu persatu para ayah di wilayahnya untuk mengajak mengikuti kelas parenting ini. Bukan hal yang mudah bagi Pak Manuel untuk meyakinkan para ayah, karena norma masyarakat selama ini menganggap bahwa pengasuhan dan pendidikan anak khususnya anak usia dini adalah tugas perempuan, sedangkan peran ayah adalah pencari nafkah. Berdasarkan hasil Participatory Rapid Assessment (PRA) yang dilakukan Save the Children tahun 2018, para ayah ini hanya 1 jam berinteraksi dengan anak dalam keseharian dikare-nakan mereka harus pergi berladang.

Namun berkat dukungan dari Save the Children, Pak Manuel melalui beberapa kali pertemuan disepakati pembentukan Kelas Ayah dilakukan sesi parenting setiap Hari Rabu (hari pasaran) usai mereka menjual hasil kebun di pasar. Kelas ayah yang awalnya hanya 2 kelompok, saat ini telah berkembang menjadi 7 kelom-pok di 5 desa di Kabupaten Belu yang melibatkan 454

orang (278 laki-laki and perempuan). Pemerintah Kabupaten Belu, sangat mendukung keberadaan Kelas Ayah ini, sehingga Pak Manuel untuk menggerakkan keterlibatan ayah pada issue anak yang lebih luas misalnya stunting. Topik parenting Kelas Ayah ini dian-taranya: Upaya pencegahan kekerasan terhadap anak; Bagaimana bermain dengan anak dan menemani belajar keaksaraan & matematika awal dengan cara bermain; serta kesehatan dasar anak.

“Dulu kalo saya ajar anak atau pukul anak, istri jangan ikut campur kalo ikut campur saya tampar anak dan ibu 1 kali namun sekarang saya tidak melakukannya lagi. Dulu saya main perintah-perintah baik anak maupun istri tapi sekrang jika saya ingin sesuatu, saya minta tolong dan jika saya marah, saya minta maaf dan gendong” kata Armindo Hendriques dari Kelas Ayah di Wemori A.

Kelas Ayah ini dibentuk dikarenakan temuan dari evaluasi dari Project SPECIAL 3 dan project PAUD lainnya yang dilakukan Save the Children di berbagai area di Indonesia yang menunjukan tingkat keterlibatan ayah dalam kegiatan parenting rendah yaitu rata-rata 8 %. Selain itu, hanya 18% ayah yang mendongeng/ber-cerita kepada anaknya, dan hanya 23% ayah yang men-gajari anaknya berhitung dan mengenal huruf. Dengan terbentuknya Kelas Ayah ini terbukti mampu mening-katkan tingkat keterlibatan laki-laki dalam parenting sebesar 47 %.

Save the Children percaya bahwa keterlibatan peran laki-laki dalam mendukung tumbuh kembang dan perlindungan anak seperti yang dilakukan oleh Pak Manuel beserta para laki-laki yang melakukan kegiatan parenting di 7 Kelas Ayah ini berkontribusi pada promosi kesetaraan gender di tingkat local, nasional maupun global. Save the Children percaya akan bermunculan male caregiver champion seperti Pak Manuel ini di tempat yang lain. Project Transisi saat ini sedang mereplikasi pembentukan Kelas Ayah di Kabu-paten Lombok Utara.

Manuel, Ayah Hebat & Bapak PAUD Dari Ujung Timur Perbatasan IndonesiaI-LEARN

Cerita ditulis oleh Lusi Margiyani (ECCD Adviser) dan Ferdinand Dule Riwu (CERIA 2 Project Coordinator)