manual blu | i · sebagai pembina keuangan satker blu, menteri keuangan dalam hal ini direktorat...
TRANSCRIPT
MANUAL BLU | i
ii | MANUAL BLU MANUAL BLU | iii
iv | MANUAL BLU MANUAL BLU | i
KATA PENGANTAR
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara telah memberikan koridor
baru bagi instansi pemerintah yang tugas pokok dan fungsinya memberikan pelayanan kepada
masyarakat untuk dapat menerapkan pola keuangan yang fleksibel dengan menonjolkan produktivitas,
efisiensi, dan efektivitas dengan sebutan umum sebagai satuan kerja Badan Layanan Umum
(satker BLU). Peluang ini diberikan kepada instansi pemerintah yang melaksanakan tugas melayani
masyarakat publik (seperti layanan kesehatan, pendidikan, pengelolaan kawasan, dan pengelola dana
khusus) untuk mengelola kegiatannya dengan ala bisnis (business like) sehingga pemberian layanan
kepada masyarakat dapat lebih efisien dan efektif.
Sebagai pembina keuangan satker BLU, Menteri Keuangan dalam hal ini Direktorat Jenderal
Perbendaharaan mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi
teknis di bidang pembinaan pengelolaan keuangan satker BLU. Dalam kerangka pembinaan tersebut,
maka disusun manual yang mengacu pada paparan kebijakan teknis. Manual ini memiliki makna yang
sangat penting sebagai pedoman dan informasi bagi satker BLU, pembina keuangan, Kementerian
Negara/Lembaga, Dewan Pengawas, dan pemangku kepentingan lainnya terkait dengan penerapan
pengelolaan satker BLU untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
Manual ini terdiri atas lima bagian yaitu (1) Memahami BLU, (2) Membentuk Satker BLU, (3) Menata
Kelembagaan BLU, (4) Mengelola Keuangan BLU, dan (5) Akuntabilitas BLU. Dengan manual ini,
semua pihak diharapkan dapat lebih memahami mengenai bagaimana BLU dibentuk dan dikelola.
Akhirnya, semoga manual ini dapat bermanfaat bagi satker BLU, pembina keuangan, Kementerian
Negara/Lembaga, Dewan Pengawas, dan pemangku kepentingan lainnya sehingga pengelolaan
BLU dapat berjalan dengan baik untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka
memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Jakarta, Juni 2013
Direktur Jenderal Perbendaharaan
Agus Suprijanto
ii | MANUAL BLU MANUAL BLU | iii
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR BOKS
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
SINGKATAN DAN AKRONIM
- Bagaimana BLU Dikembangkan di
Indonesia?
- Apa BLU itu?
- Bagaimana Karakteristik BLU Bidang
Pengelola Kawasan?
- Apa Maksud dan Tujuan Penyusunan
Manual BLU ini?
- Bagaimana Sistematika Penyajian
Manual BLU ini?
I. MEMAHAMI BLU
2
4
7
9
9
- Apa Persyaratan Substantif Menjadi
Satker BLU?
- Apa Persyaratan Teknis Menjadi
Satker BLU?
- Apa Persyaratan Administratif
Menjadi Satker BLU?
- Bagaimana Pengkajian oleh
Kementerian Negara/Lembaga?
- Bagaimana Penilaian dan Penetapan
Menteri Keuangan?
- Kapankah Status Satker BLU
Berakhir?
12
14
15
21
21
22
1
- Bagaimanakah Menata Organisasi
BLU Bidang Pengelolaan
Kawasan?
- Siapa Unsur Pengelola BLU?
1. Pemimpin BLU
2. Pejabat Keuangan BLU
3. Pejabat Teknis BLU
4. Satuan Pemeriksa Intern
5. Dewan Pengawas
- Bagaimana menata Kepegawaian
BLU?
24
28
28
29
29
29
30
36
- Siapakah Unsur Pejabat
Perbendaharaan BLU?
1. Kuasa Pengguna Anggaran
2. Pejabat Pembuat Komitmen
3. Pejabat Penguji dan
Penandatangan SPM
4. Pejabat Penerbit SP3B BLU
5. Bendahara Pengeluaran
6. Pejabat Pengelola Dana BLU
38
38
39
40
41
42
42
II. MEMBENTUK SATKER
BLU
11 III. MENATA KELEMBAGAAN
BLU
23
i
ii
vi
vii
viii
ix
DAFTAR ISI
iv | MANUAL BLU MANUAL BLU | v
- Bagaimana Proses Perencanaan
dan Penganggaran BLU?
1. Mengidentifikasi Tarif Layanan
BLU
2. Mengajukan Target PNBP BLU
3. Menyusun dan Mengajukan
Usul Standar Biaya
4. Menyusun dan Mengajukan
Pengesahan Rencana Bisnis
Anggaran
5. Mengkaji dan Menetapkan RBA
Berdasarkan Pagu Anggaran
6. Menyusun RBA Definitif
7. Menyusun RBA dalam kerangka
Penyusunan APBN
44
44
47
48
49
53
54
54
IV. MENGELOLA KEUANGAN
BLU
43
- Bagaimana Proses Pelaksanaan
Anggaran BLU?
1. Menyusun DIPA BLU
2. Mengajukan Pengesahan DIPA
BLU
3. Mengelola Kas
4. Mengelola Keuangan Intern
Satker BLU
5. Mengajukan Pengesahan
Pendapatan dan Belanja BLU
56
56
57
57
60
60
63
65
82
82
83
84
- Bagaimana Menerapkan
Remunerasi BLU?
1. Umum
2. Teknis Penerapan Sistem
Remunerasi
3. Penyusunan Usulan Remunerasi
67
67
69
71
- Bagaimana Proses Pengelolaan
Piutang dan Utang BLU?
1. Menyusun dan Menentukan
Kualitas Piutang
2. Menyetujui dan Menghapus
Piutang Bersyarat
3. Kriteria dan Batasan Utang BLU
6. Mengajukan dan Menyetujui
Revisi RBA
7. Mengajukan Pengesahan Revisi
DIPA BLU
- Bagaimanakah Mengelola Risiko
BLU Bidang Pengelolaan Kawasan?
1. Menerapkan Manajemen Risiko
Pada BLU
2. Tujuan dan Manfaat Penerapan
Manajemen Risiko
3. Struktur Manajemen Risiko
4. Proses Manajemen Risiko
5. Mitigasi Risiko
6. Risiko-Risiko Utama Satker BLU
Bidang Pengelolaan Kawasan
73
73
73
75
76
77
78
vi | MANUAL BLU MANUAL BLU | vii
3
6
8
13
45
61
62
74
85
96
100
DAFTAR BOKS
Perbandingan Penerapan BLU di Beberapa Negara
Kelembagaan Sektor Publik di Indonesia
Data dan Fakta BLU Pengelola Kawasan
Beberapa Kasus Persiapan Menjadi BLU
Sistematika Usulan Tarif Layanan BLU kepada Menteri Keuangan
Ilustrasi penyampaian SP3B BLU ke KPPN adalah triwulanan
Ilustrasi penyampaian SP3B BLU ke KPPN lebih dari satu kali dalam satu triwulan
Risiko, Manajemen Risiko, Kemungkinan dan Dampak Risiko
Proposal Usulan Remunerasi
Balanced Scorecard
Contoh Penilaian Kinerja Layanan untuk BLU Bidang Pengelolaan Kawasan
Tabel 3.1
Tabel 4.1
Tabel 4.2
Tabel 4.3
Tabel 4.4
Tabel 4.5
31
64
68
70
72
79
Keanggotaan Dewas
Perubahan Akibat Revisi RBA Definitif
Penggolongan Kualitas Piutang PNBP
Kewenangan Penghapusan secara bersyarat terhadap Piutang BLU
Kewenangan Persetujuan atas Pinjaman Jangka Pendek BLU
Contoh Risiko dan Mitigasi Risiko pada BLU Bidang Pengelolaan Kawasan
DAFTAR TABEL
- Bagaimana Bentuk
Pertanggungjawaban BLU?
1. Laporan Keuangan
2. Laporan Kinerja
- Bagaimana Pengawasan dan
Pemeriksaan BLU?
1. Reviu Laporan Keuangan BLU
2. Audit Keuangan dan Kinerja
88
88
95
102
102
106
V. AKUNTABILITAS BLU 87
Aspek Yang Dinilai Menurut Pedoman Penilaian Kinerja Untuk Pelayanan Publik 101
DAFTAR PUSTAKA 109
viii | MANUAL BLU MANUAL BLU | ix
Gambar 3.1
Gambar 3.2
Gambar 4.1
Gambar 4.2
Gambar 4.3
Gambar 4.4
Gambar 4.5
Gambar 4.6
Gambar 4.7
Gambar 4.8
Gambar 4.9
Gambar 4.10
Gambar 4.11
Gambar 4.12
Gambar 4.13
Gambar 4.14
Gambar 4.15
Gambar 4.16
Gambar 4.17
Gambar 5.1
Gambar 5.2
26
27
49
50
52
53
53
54
55
56
57
58
59
59
65
66
71
75
84
89
93
DAFTAR GAMBAR
Kriteria Struktur Organisasi BLU
Ilustrasi Struktur Organisasi Satker BLU
Penyusunan RBA
Skema Penyusunan RBA
Belanja pada Ikhtisar RBA
Pengajuan dan Pengesahan RBA
Pengkajian dan Penetapan RBA Pagu Anggaran
Penyusunan RBA Definitif
Penyusunan RBA dalam Kerangka Penyusunan APBN
DIPA BLU
Saldo Awal Kas
Pembukaan Rekening
Permohonan Persetujuan Pembukaan Rekening
Pembukaan Rekening Pengelolaan Kas
Kewenangan Pengesahan Revisi RBA Definitif
Revisi DIPA
Alur Penghapusan Piutang BLU
Model Tiga Tingkat Pengendalian
Tahapan Penyusunan Usulan Remunerasi
Prosedur Akuntansi
Mapping Laporan SAK ke Laporan SAP
SINGKATAN DAN AKRONIM
ADK
APBN
BAP
BAS
BPK
BLU
BUN
BUMN
CaLK
Dewas
DIPA
Dit. PKN
DJA
DJPBN
DPR
IAI
K/L
KAK
KAP
KEM
KMK
KPA
KPKNL
KPPN
Arsip Data Komputer
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Berita Acara Penilaian
Bagan Akun Standar
Badan Pemeriksa Keuangan
Badan Layanan Umum
Bendahara Umum Negara
Badan Usaha Milik Negara
Catatan atas Laporan Keuangan
Dewan Pengawas
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran
Direktorat Pengelolaan Kas Negara
Direktorat Jenderal Anggaran
Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Dewan Perwakilan Rakyat
Ikatan Akuntan Indonesia
Kementerian Negara/Lembaga
Kerangka Acuan Kegiatan
Kantor Akuntan Publik
Kerangka Ekonomi Makro
Keputusan Menteri Keuangan
Kuasa Pengguna Anggaran
Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara
x | MANUAL BLU MANUAL BLU | xi
KPS
LAKIP
LK
Kerjasama Pemerintah Swasta
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
Laporan Keuangan
Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga
Laporan Keuangan Pokok
Laporan Realisasi Anggaran
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
Pengguna Anggaran
Pinjaman Hibah Luar Negeri
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
Penerimaan Negara Bukan Pajak
Pegawai Negeri Sipil
Pejabat Pembuat Komitmen
Pejabat Penguji dan Penandatangan Surat Perintah Membayar
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
SINGKATAN DAN AKRONIM
LKKL
LKP
LRA
Menpan dan RB
PA
PHLN
PK BLU
PNBP
PNS
PPK
PP-SPM
PSAK
SINGKATAN DAN AKRONIM
SAI
SAK
SAK-ETAP
SAKIP
SAKPA
SAP
Satker
SBK
SBM
Sistem Akuntansi Instansi
Sistem Akuntansi Keuangan
Standar Akuntansi Keuangan - Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik
Sistem Akuntansi Kinerja Instansi Pemerintah
Sistem Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran
Standar Akuntansi Pemerintah
Satuan Kerja
Standar Biaya Keluaran
Standar Biaya Masukan
Sumber Daya Manusia
Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara
Standard Operating Prosedure
Surat Pengesahan DIPA BLU
Surat Pengesahan Pendapatan dan Belanja
Surat Perintah Pencairan Dana
Surat Perintah Pengesahan Pendapatan dan Belanja
Satuan Pemeriksa Intern
Standar Pelayanan Minimal
Surat Pernyataan Tanggung Jawab
Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak
RAB
RAPBN
RBA
Renja K/L
Renstra Bisnis
RKA-KL
RKP
RM APBN
RPJMN
RUU APBN
Rencana Anggaran Biaya
Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Rencana Bisnis dan Anggaran
Rencana Kerja Kementerian Negara/Lembaga
Rencana Strategis Bisnis
Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga
Rencana Kerja Pemerintah
Rupiah Murni Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
SDM
SIMAK-BMN
SOP
SP DIPA BLU
SP2B
SP2D
SP3B
SPI
SPM
SPTJ
SPTJM
SWOT
TGR
TOR
Tupoksi
UAPA
UAPPA-E1
Strengths, Weaknesses, Opportunities, and Threats
Tuntutan Ganti Rugi
Term of Reference
Tugas Pokok dan Fungsi
Unit Akuntansi Pengguna Anggaran
Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran Eselon I
xii | MANUAL BLU MANUAL BLU | 1
1
MEMAHAMIBLU
latar belakang
definisi dan karakteristik
karakteristik BLU bidang pengelolaan kawasan
maksud dan tujuan
sistematika penyajian 1
2 | MANUAL BLU MANUAL BLU | 3
Mem
aham
i BLU
Mem
aham
i BLU
Instansi pemerintah dapat ditinjau dari sudut
mechanic view, sebagai bagian dari birokrasi,
atau organic view, sebagai organisasi yang
berkembang dinamis. Dari kacamata organic
view, instansi pemerintah dapat dipersepsikan
sebagai agen pemerintah untuk melayani
masyarakat (public service agency). Fungsi ini
bersifat dinamis dan dapat ditransformasikan
ke dalam bentuk autonomous agency, yaitu
semacam badan otonom yang tetap menjadi
bagian pemerintah dan melaksanakan
kaidah-kaidah bisnis yang sehat, namun tidak
mengutamakan mencari keuntungan.
Sejalan dengan terbitnya Undang-Undang
nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara, pemerintah memperkenalkan Pola
PK-BLU bagi satker yang menyediakan layanan
kepada masyarakat. Secara khusus ketentuan
mengenai PK BLU diatur pada pasal 68 dan
69 Undang-Undang dimaksud, yang kemudian
diterjemahkan dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 23 tahun 2005 tentang PK BLU. Hal ini
membuka koridor baru bagi penerapan basis
kinerja ini di lingkungan pemerintah. Dengan
Pasal 68 dan Pasal 69 dari undang-undang
tersebut, instansi pemerintah yang tugas
pokok dan fungsinya memberi pelayanan
kepada masyarakat dapat menerapkan pola
pengelolaan keuangan yang fleksibel dengan
menonjolkan produktivitas, efisiensi, dan
efektivitas. Instansi BLU ini diharapkan menjadi
contoh konkrit yang menonjol dari penerapan
manajemen keuangan berbasis pada hasil
kinerja.
Secara khusus, peluang menjadi satker
BLU terbuka bagi satker pemerintah yang
melaksanakan tugas operasional pelayanan
publik (seperti layanan kesehatan, pendidikan,
pengelolaan kawasan, dan lisensi), untuk
membedakannya dari fungsi pemerintah
sebagai regulator dan penentu kebijakan.
Praktik ini telah berkembang luas di
manca negara berupa upaya pengagenan
(agencification) aktivitas yang tidak harus
dilakukan oleh lembaga birokrasi murni, tetapi
diselenggarakan oleh instansi yang dikelola
ala bisnis (business like) sehingga pemberian
layanan kepada masyarakat menjadi lebih
efisien dan efektif.
Bagaimana BLU
Dikembangkan di Indonesia?Perbandingan Penerapan BLU di Beberapa NegaraIdeologi dan doktrin new public management telah mengilhami banyak negara di dunia untuk
membentuk unit organisasi pemerintah yang bertindak sebagai agen dalam memberikan layanan
kepada masyarakat. Tren agencification yang dimulai awal tahun 1990-an di beberapa negara maju
memiliki beberapa karakteristik yang unik, antara lain:
• Entitas di dalam pemerintah/kekayaan negara yang tidak
terpisahkan.
• Pembiayaan dapat dilakukan sendiri tanpa persetujuan
parlemen.
• Pendapatan dari jasa layanan dan tidak memerlukan
pendanaan APBN.
• Diupayakan menyetorkan sebagian pendapatan
kepada negara.
• Tarif dalam full cost, meski tidak berupaya mengejar
keuntungan.
• Profit bukan merupakan objek pajak.
• Entitas tidak terpisah.
• Memiliki otonomi pengelolaan, namun dibatasi pada
pengeluaran pegawai dan investasi.
• Pendapatan berasal dari anggarannya sendiri.
• Pengawasan anggaran hanya merupakan evaluasi
anggaran, karena bergantung pada anggarannya sendiri.
• Bagian dari kementerian induknya.
• Otonomi pengelolaan, namun bekerja berdasarkan
kontrak kinerja dengan principal.
• Pendapatan sebagian berasal dari kementerian induknya,
sehingga barang/jasa yang dihasilkan harus disetujui
kementerian keuangan dan dewan kementerian.
• Anggaran diterbitkan terpisah dari anggaran kementerian.
Trading fundINGGRIS
Industrial and Commercial Establishment Publique
PERANCIS
State agencies (agentschappen)
BELANDA
4 | MANUAL BLU MANUAL BLU | 5
Mem
aham
i BLU
Mem
aham
i BLU
Dengan Pola PK BLU, fleksibilitas diberikan
dalam rangka pelaksanaan anggaran, termasuk
pengelolaan pendapatan dan belanja,
pengelolaan kas, dan pengelolaan aset.
Kepada satker BLU juga diberikan kesempatan
untuk mempekerjakan tenaga profesional
non PNS serta kesempatan pemberian
imbalan jasa kepada pegawai sesuai dengan
kontribusinya. Sebagai penyeimbang,
satker BLU dikendalikan secara ketat dalam
perencanaan dan penganggarannya, serta
dalam pertanggungjawabannya. BLU berperan
sebagai agen dari menteri/pimpinan lembaga
induknya dengan menandatangani kontrak
kinerja (a contractual performance agreement),
di mana menteri/pimpinan lembaga induk
bertanggung jawab atas kebijakan layanan
yang hendak dihasilkan, dan satker BLU
bertanggung jawab untuk menyajikan layanan
yang diminta.
Apa BLU itu?
Badan Layanan Umum adalah instansi di
lingkungan pemerintah yang dibentuk
untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat berupa penyediaan barang dan/
atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan
mencari keuntungan dan dalam melakukan
kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi
dan produktivitas.
Dalam pengelolaan keuangannya, BLU
diberikan fleksibilitas berupa keleluasaan
untuk menerapkan praktik-praktik bisnis
yang sehat untuk meningkatkan pelayanan
kepada masyarakat, sebagai pengecualian
dari ketentuan pengelolaan keuangan negara
pada umumnya. Instansi pemerintah yang
menerapkan Pola PK BLU menyelenggarakan
kegiatan yang bersifat operasional.
Instansi dimaksud dapat berasal dari dan
berkedudukan pada berbagai jenjang eselon
(struktural) atau non eselon (non struktural).
Berdasarkan jenis layanan yang diberikan,
satker BLU dapat dikelompokkan menjadi 3
(tiga) golongan besar:
1. Penyedia layanan barang dan/atau jasa,
misalnya: pendidikan dan pelatihan,
kesehatan, penelitian dan pengembangan,
serta bidang penyiaran publik.
2. Pengelola wilayah/kawasan tertentu,
misalnya: otorita, kawasan pengembangan
ekonomi terpadu.
3. Pengelola dana khusus, misalnya:
pengelola dana bergulir, rekening dana
investasi, dan rekening pembangunan
daerah.
BLU bertujuan untuk meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat dalam
rangka memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa dengan
memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan
keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan
produktivitas serta penerapan praktik bisnis
yang sehat.
Satker BLU mempunyai karakteristik sebagai
berikut :
1. Berkedudukan sebagai lembaga
pemerintah (bukan kekayaan negara yang
dipisahkan).
2. Menyelenggarakan pelayanan umum yang
menghasilkan semi barang/jasa publik
(quasi public goods).
3. Tidak mengutamakan mencari keuntungan/
laba.
4. Dikelola secara otonom dengan prinsip
efisiensi dan produktivitas ala bisnis
(business like).
5. Rencana kerja/anggaran dan
pertanggungjawaban dikonsolidasikan
pada instansi induk.
6. Pendapatan BLU dapat digunakan
langsung.
7. Pegawai dapat terdiri atas PNS dan
profesional non-PNS.
Dalam pengelolaan keuangannya,
BLU diberikan fleksibilitas berupa
keleluasaan untuk menerapkan praktik-
praktik bisnis yang sehat untuk
meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat”
“
“
6 | MANUAL BLU MANUAL BLU | 7
Mem
aham
i BLU
Mem
aham
i BLU
Pola transformasi kelembagaan sektor publik pada tahun 1990an dan awal 2000 terjadi dalam
berbagai cara, antara lain: (1) rightsizing (cut the government), yaitu reorganisasi untuk mengurangi
birokrasi demi meningkatkan efisiensi; (2) corporatization (managing for results), yaitu membuat
autonomous agency di instansi pemerintah yang bekerja ala korporasi; atau (3) privatization, yaitu
menjadikan sektor publik terbuka untuk dimiliki masyarakat/swasta. Dalam kasus Pola PK BLU, pola
transformasi mengikuti pola corporatization.
Sebagai agen yang otonom, satker BLU memiliki karakteristik yang berbeda dibandingkan dengan
instansi lainnya. Berikut ini merupakan perbandingan kelembagaan sektor publik di Indonesia.
Kelembagaan Sektor Publik
di Indonesia
Kriteria
Status hukum
Tujuan
Manajemen
Pengelolaan
keuangan
Sumber dana
SDM
Satker
Bagian K/L
Non profit
Kepemerintahan
Asas universalitas
RM APBN
PNS
BLU
Bagian K/L
Not for profit
Otonom ala korporasi
Nomenklatur
kepemerintahan
Dikecualikan asas
universalitas
RM APBN
PNBP BLU
PNS
Non PNS
BUMN
Badan Hukum/ kekayaan
negara dipisahkan
Profit
Korporasi,
Perum, Persero
Bisnis
RM APBN (PMN)
Pendapatan usaha
Pegawai persero
(Diolah dari berbagai sumber)
Fleksibilitas diberikan dalam rangka
pelaksanaan anggaran, termasuk pengelolaan
pendapatan dan belanja, pengelolaan kas,
dan kesempatan untuk mempekerjakan
tenaga profesional non-PNS serta kesempatan
pemberian imbalan jasa kepada pegawai
sesuai dengan kontribusinya. Fleksibilitas
tersebut disesuaikan dengan kebutuhan
masing-masing satker BLU, karena tidak
semua satker BLU membutuhkan suatu
fleksibilitas tertentu.
Bagaimana Karakteristik BLU Bidang Pengelola Kawasan?
BLU bidang pengelola kawasan
menyelenggarakan layanan dalam bidang
pengelolaan wilayah/kawasan tertentu.
Sampai dengan saat ini terdapat 3 BLU
yang mempunyai rumpun layanan pengelola
Kawasan yaitu:
1. BLU Pusat Pengelola Komplek Gelora Bung
Karno (PPK-GBK)
2. BLU Pusat Pengelola Komplek Kemayoran
(PPK Kemayoran)
3. BLU Badan Pengusahaan Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
Batam (BP Batam)
Ketiga BLU pengelola kawasan tersebut pada
prinsipnya mempunyai karakteristik yang sama
yaitu mengelola aset yang sangat besar dan
mempunyai potensi pendapatan yang besar.
Penetapan pengelola kawasan tersebut
menjadi satker BLU pada dasarnya bertujuan
membenahi tata kelola ke arah clear and clean
corporate governance, pengamanan aset
negara, serta mengoptimalkan pendapatan
untuk dapat berkontribusi maksimal terhadap
keuangan negara.
8 | MANUAL BLU MANUAL BLU | 9
Mem
aham
i BLU
Mem
aham
i BLU
MManual ini ditujukan bagi satker
BLU Pengelola Kawasan di
lingkungan Pemerintah Pusat. Penyusunan
manual dimaksudkan untuk memberikan
petunjuk bagi pelaksanaan PK BLU
pada satker BLU Pengelola Kawasan.
Secara khusus, tujuan dari manual ini antara
lain:
1. Memberikan pedoman sekaligus
informasi bagi satker BLU Pengelola
Kawasan terkait dengan kewajiban dan
fleksibilitas dalam menerapkan PK BLU,
untuk meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat.
Sistematika penyajian manual ini sebagai
berikut:
1. Memahami BLU, memuat bagaimana
BLU dikembangkan di Indonesia, apa
BLU itu, bagaimana karakteristik BLU
bidang pengelolaan kawasan, apa maksud
dan tujuan penyusunan manual BLU ini,
bagaimana sistematika penyajian manual
BLU ini.
Apa Maksud dan Tujuan
Penyusunan Manual BLU ini?
Bagaimana Sistematika Penyajian Manual BLU ini?
2. Memberikan pedoman bagi pembina
keuangan untuk melaksanakan pembinaan
PK BLU.
3. Memberikan pedoman sekaligus informasi
bagi K/L/Dewan Kawasan sebagai pembina
teknis bagi satker BLU yang berada di
bawah kewenangannya.
4. Memberikan pedoman dan informasi
bagi Dewas dalam rangka pengawasan
pengelolaan BLU terhadap Satker BLU.
5. Memberikan informasi kepada pemangku
kepentingan lainnya.
6. Memberikan informasi kepada pemangku
kepentingan lainnya.
2. Membentuk Satker BLU, memuat apa
persyaratan substantif menjadi satker BLU,
apa persyaratan teknis menjadi satker
BLU, apa persyaratan administratif menjadi
satker BLU, bagaimana pengkajian oleh
kementerian negara/lembaga, bagaimana
penilaian dan penetapan oleh Menteri
Keuangan, kapankah status satker BLU
berakhir.
3. Menata Kelembagaan BLU, memuat
bagaimanakah menata organisasi BLU
BLU pengelola kawasan adalah BLU dengan jumlah aset yang sangat besar. Sebagai contoh PPK
GBK mempunyai aset ± 50 Trilyun sementara PPK Kemayoran mempunyai aset ± 25 Trilyun, namun
besarnya pendapatan yang dihasilkan BLU Pengelola Kawasan (BLU PPK-GBK dan PPK Kemayoran)
dimaksud pada tahun 2011 baru mencapai 1% dari keseluruhan pendapatan BLU dari berbagai jenis
layanan.
Data dan Fakta
BLU Pengelola Kawasan
Grafik Persentase Pendapatan (PNBP) Per Jenis Layanan Tahun 2011
57%Pendidikan
24%Kesehatan
8%Pengelola
Dana
10%Barang/jasa
Lainnya
1%Pengelola Kawasan
MANUAL BLU | 11
Mem
bent
uk S
atke
r BLU
10 | MANUAL BLU
Mem
aham
i BLU
bidang pengelolaan kawasan, siapa
unsur pengelola BLU, bagaimana menata
kepegawaian BLU, siapa unsur pejabat
perbendaharaan BLU.
4. Mengelola Keuangan BLU, memuat
bagaimana proses perencanaan dan
penganggaran BLU, bagaimana proses
pelaksanaan anggaran BLU, bagaimana
proses pengelolaan piutang dan utang
BLU, bagaimanakah mengelola risiko BLU
bidang pengelolaan kawasan, bagaimana
menerapkan remunerasi BLU.
5. Akuntabilitas BLU, memuat bagaimana
bentuk pertanggungjawaban BLU,
bagaimana pengawasan dan pemeriksaan
BLU.
MEMBENTUKSATKER BLU
persyaratan substantif
persyaratan teknis
persyaratan administratif
pengusulan
penilaian dan penetapan
pencabutan/perubahan status BLU
2
12 | MANUAL BLU MANUAL BLU | 13
Mem
bent
uk S
atke
r BLU
Mem
bent
uk S
atke
r BLU
Apa Persyaratan Substantif
Menjadi Satker BLU?
Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh
calon BLU sebelum melakukan penilaian
pemenuhan persyaratan substantif:
1. Merupakan satker pemerintah yang
dibentuk berdasarkan peraturan menteri/
pimpinan lembaga atau peraturan lainnya
yang lebih tinggi, dan disetujui oleh Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi baik bersifat struktural
(memiliki eselonering tertentu) maupun
non struktural (tidak memiliki eselonering
tertentu).
2. Mempunyai pengelolaan keuangan yang
mandiri dan dicirikan dengan:
a. Memiliki kode satker dari Kementerian
Keuangan,
b. Memiliki alokasi anggaran tersendiri
dalam dokumen pelaksanaan anggaran
yang terpisah dari instansi vertikalnya,
dan
c. Membuat laporan keuangan sebagai
pertanggungjawaban anggaran.
3. Mempunyai pendapatan fungsional yang
signifikan dari hasil layanan yang diberikan
kepada masyarakat berupa PNBP.
4. Merupakan satker yang telah berdiri
sekurang-kurangnya dalam 2 tahun
anggaran atau satker baru yang
diamanatkan Peraturan Pemerintah atau
peraturan lainnya yang lebih tinggi.
Kasus 3
Berdasarkan Undang Undang APBN tahun
anggaran berjalan, DPR mengamanatkan
pembentukan satker BLU. Potensi
pendapatan yang akan diperoleh di masa
depan cukup signifikan untuk menjamin
kontinuitas layanan.
Beberapa Kasus
Persiapan Menjadi BLU
Analisis
Seyogyanya fokus pada memperjelas
bentuk kelembagaan satkernya terlebih
dahulu, sebelum dikembangkan menjadi
satker BLU.
Kasus 1
Sebuah balai diklat di bawah K/L akan
dikembangkan menjadi satker BLU. Diklat
tersebut sudah berjalan selama lebih dari
2 tahun anggaran. Seluruh pembiayaan
balai diklat diperoleh dari alokasi rupiah
murni APBN dan menginduk pada satker
Sekretariat Jenderal K/L. Ke depan, balai
diklat dimaksud akan diarahkan untuk
melayani masyarakat luas dan memperoleh
pendapatan yang signifikan.
Analisis
Seyogyanya tidak dikembangkan
menjadi satker BLU, mengingat balai
diklat dimaksud bukan merupakan
satker mandiri dan tidak mempunyai
pendapatan yang signifikan.
Kasus 2
Sebuah satker PNBP yang telah berdiri
selama 5 tahun mempunyai pendapatan
yang cukup signifikan, namun sebagian
besar pendapatannya dikelola di luar
mekanisme anggaran yang berlaku
(off-budget). Untuk menghindari temuan
pemeriksaan satker ingin berubah bentuk
menjadi satker BLU, sehingga menjadi
lebih akuntabel.
Analisis
Seyogyanya memperbaiki tata kelola
satker PNBP terlebih dahulu dengan
mengelola seluruh pendapatan sesuai
peraturan yang berlaku (on budget),
sebelum mengusulkan menjadi satker
BLU.
(Diolah dari berbagai sumber)
14 | MANUAL BLU MANUAL BLU | 15
Mem
bent
uk S
atke
r BLU
Mem
bent
uk S
atke
r BLU
Persyaratan substantif bagi BLU Pengelola
Kawasan terpenuhi apabila instansi pemerintah
bersangkutan:
1. Menyelenggarakan layanan umum yang
berhubungan dengan pengelolaan
wilayah/kawasan tertentu untuk
tujuan meningkatkan perekonomian
masyarakat atau layanan umum. Contoh
instansi yang melaksanakan kegiatan
pengelolaan wilayah atau kawasan secara
otonom adalah otorita dan Kawasan
Pengembangan Ekonomi Terpadu (Kapet).
2. Menyelenggarakan layanan yang sebagian
besar dinikmati oleh masyarakat atau pihak
lain di luar pemerintah, dan bukan layanan
kepada satker pemerintah lainnya (internal
service).
3. Bukan merupakan pelayanan yang
bersifat administratif dan mandatory yang
hanya dapat dilaksanakan oleh instansi
pemerintah. Contoh instansi pemerintah
penyelenggara layanan penerbitan SIM,
STNK, paspor, KTP, surat nikah, akta
kelahiran, sertifikat tanah dan pemberian
hak atas tanah, ijin pendirian perusahaan,
ijin usaha, dan bentuk-bentuk perijinan
lainnya, layanan di bidang pertahanan dan
keamanan, layanan di bidang kejaksaan,
serta layanan di bidang peradilan tidak
dapat dikembangkan menjadi satker BLU.
Penilaian persyaratan teknis calon BLU
terpenuhi apabila satker bersangkutan:
a. Mempunyai kinerja layanan di bidang tugas
pokok dan fungsinya yang layak dikelola
dan ditingkatkan pencapaiannya melalui
BLU sebagaimana direkomendasikan oleh
menteri/pimpinan lembaga. Hal ini dicirikan
dari pengaruh (impact) layanan terhadap
masyarakat yang cukup besar atau
layanannya mempengaruhi pencapaian
sasaran program K/L.
b. Mempunyai kinerja keuangan satker yang
sehat dan memenuhi batasan threshold
tertentu
Apa Persyaratan Teknis Menjadi Satker BLU?
Agar dapat menghasilkan dokumen
persyaratan administratif yang
memuaskan, satker harus memenuhi unsur-
unsur:
1. Menyusun Pernyataan Kesanggupan untuk
meningkatkan kinerja layanan, keuangan,
dan manfaat bagi masyarakat. Pernyataan
kesanggupan tersebut disusun sesuai
dengan format yang ditetapkan Menteri
Keuangan, bermaterai, ditandatangani oleh
pimpinan satker yang mengajukan usulan
untuk menjadi satker BLU, dan disetujui
oleh menteri/pimpinan lembaga terkait
2. Menyusun dokumen Pola Tata Kelola yang
menjelaskan hal-hal berikut ini:
a. Organisasi dan tata laksana yang
memuat mengenai struktur organisasi
yang menggambarkan posisi satker
dalam kerangka organisasi K/L, serta
hubungan, wewenang, dan tanggung
jawab di antara unit kerja atau jabatan
di dalamnya. Uraian di dalamnya harus
mencerminkan pengelompokkan fungsi
yang logis. Isi dari sub bab ini harus
dapat menjelaskan antara lain:
1) Dasar hukum atau ketentuan
perundang-undangan yang diacu
dalam pembentukan satker.
2) Bagan struktur organisasi sebelum
dan sesudah menjadi satker BLU
secara memadai.
3) Justifikasi bahwa penambahan
dan/atau penghapusan unit kerja
telah mempertimbangkan prinsip
efisiensi dan efektifitas pelayanan.
4) Uraian tupoksi organisasi secara
rinci pada berbagai jenjang
jabatan.
5) Uraian tugas jabatan yang meliputi
nama jabatan, persyaratan jabatan,
standar kompetensi, ikhtisar
jabatan, tujuan jabatan, uraian
tugas dan kegiatan, hasil kerja,
wewenang, tanggung jawab,
dan hubungan kerja yang tidak
duplikatif.
6) Pembagian tugas, wewenang,
dan tanggung jawab di antara
pemimpin BLU, pejabat teknis dan
pejabat keuangan secara logis
dan telah mengikuti aturan yang
berlaku.
7) Pembentukan SPI dan Dewas
sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
b. Prosedur kerja yang menggambarkan
alur proses dan prosedur penyelesaian
tugas sesuai wewenang dan tanggung
jawab masing-masing jabatan. Satker
Apa Persyaratan Administratif Menjadi Satker BLU?
16 | MANUAL BLU MANUAL BLU | 17
Mem
bent
uk S
atke
r BLU
Mem
bent
uk S
atke
r BLU
harus mempunyai prosedur kerja untuk
semua kegiatannya, terutama untuk
kegiatan utama (core business). Isi dari
sub bab ini harus dapat menjelaskan
antara lain:
1) Cakupan prosedur kerja sesuai
dengan tupoksi.
2) Uraian prosedur kerja meliputi
definisi, tujuan pembentukan
prosedur kerja, ruang lingkup,
pejabat yang bertanggungjawab,
batas waktu penyelesaian, dan
penjelasan lainnya.
3) Prosedur kerja yang digambarkan
dalam bagan alur.
4) Prosedur kerja layanan yang
mengedepankan prinsip efisiensi.
c. Ketersediaan dan pengembangan
SDM yang memadai untuk
menjalankan kegiatan dalam rangka
mencapai tujuannya. Ketersediaan
SDM mencakup kuantitas SDM,
standar kompetensi, pola rekruitmen,
dan rencana pengembangan SDM.
Isi dari sub bab ini harus dapat
menjelaskan antara lain:
1) Uraian profil SDM secara jelas,
sekurang-kurangnya memuat
statistik pegawai berdasarkan
pendidikan atau kompetensi yang
dimiliki, jabatan, dan usia.
2) Analisis terhadap ketersediaan dan
kondisi ideal (gap analysis) pegawai
sesuai dengan kebutuhan/
perkembangan organisasi ke
depan.
3) Kebijakan pengembangan pegawai
terkait pola rekrutmen, promosi,
demosi, pemberhentian, dan
mutasi.
4) Upaya peningkatan kompetensi
pegawai di masing-masing
unit, antara lain pendidikan dan
pelatihan, tugas belajar, dan in-
house training.
d. Akuntabilitas satker yang memadai,
meliputi penjelasan mengenai
mekanisme pengukuran kinerja yang
telah dan akan dilakukan dengan
pendekatan keluaran (output-based
approach). Mekanisme pengukuran
kinerja yang menggunakan pendekatan
masukan dapat dipergunakan
sepanjang sesuai dengan ketentuan
yang berlaku. Isi dari sub bab ini harus
dapat menjelaskan antara lain:
1) Kebijakan pengukuran kinerja
program, kegiatan dan keuangan
yang efektif.
2) Mekanisme pengukuran dan
penilaian kinerja program, kegiatan
dan keuangan.
3) Media pertanggungjawaban kinerja
program, kegiatan dan keuangan
yang tersedia untuk pihak internal
dan eksternal.
4) Laporan akuntabilitas program,
kegiatan dan keuangan dilakukan
secara periodik.
Persyaratan Administratif Menjadi Satker BLU
e. Transparansi layanan yang diberikan,
meliputi komitmen satker untuk
menginformasikan layanan dan
kinerjanya kepada masyarakat luas
melalui pengelolaan media publikasi
yang memadai. Isi dari sub bab ini
harus dapat menjelaskan antara lain:
1) Media publikasi yang permanen
yang digunakan, seperti website,
surat kabar, dan media lainnya.
2) Pemuktahiran informasi secara
berkala yang dilakukan.
3) Umpan balik yang menyatakan
publikasi sudah cukup informatif.
4) Mekanisme penanganan saran/
masukan dan pengaduan/keluhan
masyarakat.
5) Adanya kebijakan terkait
keterbukaan informasi kepada
publik.
3. Menyusun Renstra Bisnis BLU yang
menunjukkan adanya peningkatan kinerja
layanan dan keuangan sesudah satker
tersebut menjadi satker BLU ke depan.
Renstra ini harus menggambarkan:
a. Kinerja yang telah dicapai sampai
dengan tahun berjalan, yang
menyiratkan adanya tata kelola yang
baik dalam penyelenggaran tupoksi.
Isi dari sub bab ini harus dapat
menjelaskan antara lain:
1) Kinerja tahun berjalan dalam
berbagai aspek secara memadai,
yaitu dari aspek layanan,
keuangan, SDM, serta sarana dan
prasarana.
2) Kinerja tahun berjalan yang
menunjukkan tren peningkatan
dibandingkan dengan kondisi
tahun-tahun sebelumnya.
3) Laporan kondisi kinerja tahun
terakhir yang diperinci sesuai
dengan kegiatan, indikator kinerja
kegiatan, rencana belanja, realisasi
belanja, target keluaran, dan
realisasi keluaran.
4) Pengukuran kinerja yang telah
mengikuti metode yang lazim
atau sesuai dengan ketentuan
yang berlaku, misalnya Laporan
Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah (LAKIP) atau BSC.
5) Analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi capaian kinerja
secara memadai.
b. Strategi bisnis dalam 5 tahun ke
depan yang menggambarkan capaian
rasional yang dapat diraih oleh satker
apabila berubah menjadi satker BLU
berdasarkan analisis kemampuan
yang dimiliki saat ini. Secara terperinci
strategi bisnis ini harus menjelaskan:
1) Analisis situasi/lingkungan
yang realistis dan memadai
menggunakan metode yang
berlaku umum, misal: Strengths,
Weaknesses, Opportunities and
Threats (SWOT)/Boston Consulting
Group (BCG) analysis.
2) Strategi besar (grand strategy)
pengembangan layanan BLU
Persyaratan Administratif Menjadi Satker BLU
18 | MANUAL BLU MANUAL BLU | 19
Mem
bent
uk S
atke
r BLU
Mem
bent
uk S
atke
r BLU
secara memadai berdasarkan
hasil identifikasi analisis situasi/
lingkungan.
3) Visi dan misi sesuai dengan visi
dan misi K/L dengan penjelasan
yang cukup memadai. Visi
organisasi ke depan harus
menantang organisasi untuk
mewujudkan cita dan citra yang
dikehendaki. Sedangkan misi
menggambarkan sesuatu yang
harus diemban atau dilaksanakan
sesuai visi yang ditetapkan, agar
tujuan organisasi dapat terlaksana
dan berhasil dengan baik. Visi dan
misi yang dibuat dapat berbeda
dengan visi dan misi saat ini.
4) Tujuan, sasaran, dan indikator
sasaran secara memadai.
5) Kebijakan yang menggambarkan
pilihan strategi yang cocok dan
dapat dilaksanakan secara efisien
dan efektif.
6) Indikator kinerja program dan
kegiatan lima tahunan yang jelas
dan sesuai dengan kebijakan
berupa indikator layanan,
keuangan, SDM, serta sarana dan
prasarana.
7) Matriks keterkaitan antara visi,
misi, tujuan, sasaran, kebijakan,
program dan kegiatan (termasuk
kegiatan rutin).
c. Proyeksi layanan dan keuangan
dari satker BLU ke depan
yang menggambarkan potensi
perkembangan yang signifikan apabila
berubah menjadi satker BLU, sehingga
dapat berkontribusi dalam penyediaan
layanan publik. Proyeksi ini berisikan:
1) Asumsi ekonomi yang dapat
diperbandingkan berdasarkan
kemampuan riil atau sumber daya
yang dimiliki.
2) Anggaran indikatif yang disusun
secara realistis dan memadai.
3) Analisis proyeksi keuangan yang
sesuai dengan bidang layanan
menggunakan metode yang tepat.
4) Analisis proyeksi peningkatan
volume dan/atau kualitas layanan
yang logis dan signifikan.
5) Analisis proyeksi peningkatan
PNBP yang realistis dan signifikan
yang disertai indikasi tarif yang
akan diberlakukan.
6) Analisis peningkatan proporsi
belanja dari PNBP.
4. Menyusun laporan keuangan pokok sesuai
dengan ketentuan yang berlaku bagi satker
pemerintah. Kriteria utama yang harus
dipenuhi adalah penyajian yang lengkap
dan sesuai dengan SAP yang berlaku.
Untuk satker instansi pemerintah yang
baru atau satker lainnya yang berasal dari
non instansi pemerintah dapat menyusun
laporan keuangan sesuai ketentuan SAK
yang berlaku. Materi laporan keuangan
pokok ini harus memenuhi unsur-unsur:
a. Disajikan dengan lengkap mengikuti
ketentuan mengenai penyusunan
laporan keuangan K/L/satker.
Persyaratan Administratif Menjadi Satker BLU
Komponen dari laporan keuangan
sesuai SAP memuat:
1) Laporan Realisasi Anggaran, yaitu
laporan yang menyajikan ikhtisar
sumber, alokasi, dan pemakaian
sumber daya ekonomi yang
dikelola, serta menggambarkan
perbandingan antara anggaran dan
realisasinya dalam suatu periode
pelaporan yang terdiri dari unsur
pendapatan dan belanja.
2) Neraca, yaitu laporan yang
menggambarkan posisi keuangan
mengenai aset, kewajiban, dan
ekuitas pada tanggal tertentu.
3) Catatan atas Laporan Keuangan
(CaLK), yaitu laporan yang berisi
penjelasan naratif atau rincian dari
angka yang tertera dalam Laporan
Realisasi Anggaran, dan Neraca,
disertai laporan mengenai kinerja
keuangan.
b. Terdapat analisis laporan keuangan
yaitu berupa analisis tren, analisis
persentase per komponen, analisis
rasio, dan analisis sumber penggunaan
dana. Penggunaan metode analisis
dapat disesuaikan dengan bidang
layanan satker yang bersangkutan.
Metode analisis tersebut digunakan
untuk menguraikan lebih lanjut
tentang informasi keuangan satker,
sehingga pengguna laporan keuangan
mempunyai informasi tambahan
mengenai tren posisi keuangan, tren
pendapatan dan biaya, tren arus kas,
potensi kemampuan pelayanan publik
dan pemenuhan kewajiban dengan
sumber daya yang ada di masa
yang akan datang, serta kontribusi
satker BLU terhadap kesejahteraan
masyarakat di masa sekarang dan di
masa depan.
5. Menyusun Standar Pelayanan Minimal
yang menggambarkan ukuran pelayanan
yang harus dipenuhi oleh satker instansi
pemerintah yang akan menerapkan PK
BLU dengan mempertimbangkan kualitas
layanan, pemerataan, dan kesetaraan
layanan serta kemudahan memperoleh
layanan. Standar Pelayanan Minimal
tersebut harus ditetapkan oleh menteri/
pimpinan lembaga yang sekurang-
kurangnya mengandung unsur:
a. Persetujuan berupa tanda tangan dari
pimpinan satker yang bersangkutan
dan menteri/pimpinan lembaga.
b. Jenis kegiatan atau layanan yang
diberikan satker, yaitu uraian mengenai
seluruh layanan yang diberikan oleh
satker baik yang bersifat internal
satker maupun layanan yang diberikan
kepada masyarakat. Jenis kegiatan ini
merupakan tupoksi dari satker yang
bersangkutan. Pemahaman layanan ini
harus menjelaskan antara lain:
1) Layanan secara komprehensif
yang mencakup uraian mengenai
jenis layanan, standar layanan,
standar SDM, standar sarana dan
prasarana, serta standar lainnya.
2) Kualitas, pemerataan, dan
Persyaratan Administratif Menjadi Satker BLU
20 | MANUAL BLU MANUAL BLU | 21
Mem
bent
uk S
atke
r BLU
Mem
bent
uk S
atke
r BLU
kesetaraan layanan, serta
kemudahan untuk mendapatkan
layanan.
3) Kebutuhan para pemangku
kepentingan (internal dan
eksternal).
4) Pengalaman empiris untuk
menjalankan Standar Pelayanan
Minimal.
5) Kesesuaian dengan tupoksi satker.
c. Rencana Pencapaian Standar
Pelayanan Minimal, yaitu uraian
mengenai target tahunan pencapaian
Standar Pelayanan Minimal dengan
mengacu pada batas waktu
pencapaian Standar Pelayanan Minimal
sesuai dengan peraturan yang ada dan
merincinya ke dalam uraian rencana
pencapaian Standar Pelayanan
Minimal untuk masing-masing unit
layanan secara memadai. Rencana
Standar Pelayanan Minimal ini harus
menjelaskan antara lain:
1) Rencana pencapaian Standar
Pelayanan Minimal yang telah
mencantumkan target waktu.
2) Acuan pada standar pelayanan
tertinggi yang telah dicapai dalam
bidang terkait contoh ISO.
d. Indikator pelayanan yang memuat jenis
layanan, indikator Standar Pelayanan
Minimal, dan batas waktu pencapaian
Standar Pelayanan Minimal. Indikator
layanan ini harus memuat antara lain:
1) Indikator pelayanan yang realistis
sesuai sumber daya.
2) Rincian jenis layanan, indikator, dan
batas waktu penyelesaian layanan.
3) Kesesuaian dengan prinsip-prinsip
SMART criteria yaitu : Specific
(fokus pada layanan), Measurable
(dapat diukur), Attainable (dapat
dicapai), Relevant (relevan dan
dapat diandalkan), Timely (tepat
waktu).
6. Menyampaikan laporan keuangan hasil
audit tahun terakhir sebelum satker
diusulkan untuk menjadi satker BLU
dari pemeriksa eksternal. Satker harus
membuat pernyataan bersedia untuk
diaudit secara independen yang disusun
dengan mengacu pada format yang telah
ditetapkan oleh Menteri Keuangan, serta
ditandatangani oleh pemimpin satker dan
disetujui oleh menteri/pimpinan lembaga
terkait.
7. Terdapat konsistensi penyajian data dan
informasi antar dokumen administratif.
Persyaratan Administratif Menjadi Satker BLU
Pemimpin satker secara berjenjang
menyampaikan usulan dengan dilampiri
dokumen persyaratan administratif di atas
kepada menteri/pimpinan lembaga untuk
kemudian dilakukan pengkajian/penilaian
Bagaimanakah Pengkajian oleh Kementerian Negara/Lembaga?
pertimbangan penetapan satker bersangkutan
menjadi satker BLU. Menteri Keuangan
menetapkan keputusan penetapan satker
tersebut menjadi satker BLU berdasarkan
rekomendasi dari Tim Penilai. Hasil keputusan
Menteri Keuangan disampaikan kepada
1. Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
2. Menteri/pimpinan lembaga beserta
Sekretaris Jenderal, Inspektur Jenderal,
dan Unit Eselon I yang membawahi satker
yang bersangkutan.
3. Unit Eselon I lain lingkup Kementerian
Keuangan terkait.
4. Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan KPPN
setempat.
5. Satker BLU yang ditetapkan.
Bagaimanakah Penilaian dan Penetapan Menteri Keuangan?
Penilaian persyaratan administratif calon
satker BLU dan penetapan menjadi satker
BLU dilakukan oleh Menteri Keuangan. Menteri
Keuangan memberi keputusan penetapan atau
surat penolakan terhadap usulan penetapan
satker BLU paling lambat 3 bulan sejak
diterimanya usulan dari menteri/pimpinan
lembaga.
Proses penilaian dilakukan dalam 2 tahap, yaitu
penilaian kelengkapan dan akurasi penyajian
oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q.
Direktorat Pembinaan PK BLU, dan penilaian
material oleh Tim Penilai yang dibentuk Menteri
Keuangan.
Hasil penilaian Tim Penilai dituangkan dalam
Berita Acara Penilaian dan disampaikan
kepada Menteri Keuangan sebagai bahan
oleh K/L bersangkutan. Berdasarkan hasil
pengkajian/penilaian tersebut K/L selanjutnya
mengajukan usulan penetapan menjadi satker
BLU bagi calon satker BLU yang dianggap
layak kepada Menteri Keuangan.
MANUAL BLU | 23
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
22 | MANUAL BLU
Mem
bent
uk S
atke
r BLU
Sementara itu, status satker BLU akan
berakhir apabila:
1. Dicabut oleh Menteri Keuangan sesuai
dengan kewenangannya,
2. Dicabut oleh Menteri Keuangan
berdasarkan usul dari menteri/pimpinan
lembaga sesuai dengan kewenangannya,
atau
3. Berubah statusnya menjadi badan hukum
dengan kekayaan negara yang dipisahkan.
Pencabutan status satker BLU oleh Menteri
Keuangan dilakukan apabila satker BLU sudah
tidak lagi memenuhi persyaratan substantif,
teknis, dan/atau administratif, antara lain
diakibatkan perubahan orientasi layanan
sehingga tidak menghasilkan PNBP, tidak
terpenuhinya target kinerja, dan hal-hal lainnya
yang mengganggu kontinuitas penerapan Pola
PK BLU. Perubahan menjadi badan hukum
dengan kekayaan negara yang dipisahkan
antara lain apabila BLU Pengelola Kawasan
berubah status menjadi Badan Usaha Milik
Negara (BUMN).
Kapankah Status Satker BLU Berakhir?
MENATA KELEMBAGAAN
BLUmenata organisasi
unsur pengelola
menata kepegawaian
unsur pejabat perbendaharaan
3
24 | MANUAL BLU MANUAL BLU | 25
Men
ata
Kel
emba
gaan
BLU
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
Struktur organisasi menggambarkan posisi
jabatan yang ada pada organisasi dan
hubungan wewenang/tanggung jawab antar
jabatan dalam pelaksanaan tugasnya. Melalui
struktur organisasi, budaya dan prinsip-prinsip
organisasi diterapkan dalam menjalankan roda
kehidupannya.
Desain organisasi harus memperhatikan
keserasian antara besaran organisasi dengan
beban tugas, kemampuan dan sumber
daya yang dimiliki. Dalam rangka menjamin
kejelasan mekanisme kerja dan akuntabilitas
organisasi, maka desain organisasi satker BLU
harus menggambarkan secara jelas bagan
organisasi meliputi kedudukan, susunan
jabatan, dan hubungan kerja antar unit. Tugas
dan wewenang tiap jabatan harus diuraikan
secara jelas, berikut persyaratan menduduki
jabatannya.
Satker BLU harus mempunyai struktur
organisasi dengan kriteria sebagai berikut:
1. Menggambarkan pengendalian internal
yang memadai, dapat dilihat antara lain
dari:
a. Pemisahan tugas yang memadai;
Harus ada pemisahan fungsi antara
fungsi pemimpin, sebagai penanggung
jawab atas seluruh kegiatan dalam
suatu organisasi, fungsi keuangan,
fungsi operasional/pelaksanaan, dan
fungsi pengawasan.
b. Adanya badan/unit yang berfungsi
sebagai internal audit; Fungsi tersebut
dapat dilaksanakan oleh SPI ataupun
Inspektorat Jenderal pada K/L. Bentuk
unit tersebut disesuaikan dengan
kebutuhan satker yang bersangkutan
2. Menunjukkan kejelasan garis komando
Bagaimanakah Menata Organisasi BLU Bidang Pengelolaan Kawasan?
atau koordinasinya, yaitu agar dalam
struktur organisasi tersebut terlihat
garis komando, sehingga jelas pola
pertanggungjawabannya.
3. Menggambarkan pengelompokan fungsi
yang logis
Bidang-bidang yang ada dalam suatu
organisasi harus dikelompokkan sesuai dengan
fungsinya. Pengelompokan fungsi-fungsi dalam
struktur organisasi harus dilakukan secara logis
dan sesuai dengan prinsip pengendalian intern.
Untuk mencapai kriteria diatas, satker BLU
perlu memperhatikan prinsip-prinsip dalam
menyusun struktur organisasi sesuai dengan
kaidah organisasi modern, yaitu:
1. Adanya persamaan visi di semua
level organisasi, namun manajemen
puncaklah yang bertanggung jawab untuk
memastikan bahwa visi tersebut ada dan
dipelihara.
2. Peran pemimpin adalah membangun visi
bersama, memberdayakan karyawan,
menginspirasikan komitmen, dan
mendorong pengambilan keputusan
secara efektif melalui pemberdayaan dan
kepemimpinan yang kharismatik.
3. Perumusan dan implementasi ide terjadi di
semua level organisasi.
4. Pegawai memahami tugas masing-masing,
termasuk kaitan pekerjaan masing-masing
pegawai dengan pegawai lainnya.
5. Organisasi menjalankan proses, bukan
tugas. Masing-masing proses mempunyai
‘pemilik’ dan tujuan kinerja khusus.
6. Pengguna jasa layanan sebagai faktor
pengendali kinerja. Kepuasan masyarakat
sebagai penggerak utama dan ukuran
kinerja, bukan keuntungan semata.
7. Semua pegawai mendapat informasi penuh
dan mendapat kesempatan pelatihan.
8. Membangun budaya keterbukaan,
kerjasama dan kolaborasi, budaya yang
fokus pada peningkatan kinerja yang terus-
menerus, tanggung jawab pegawai, dan
lain-lain.
Prinsip penyusunan organisasi satker BLU
adalah:
1. Mempunyai visi, misi dan tujuan yang
spesifik di bidang peningkatan mutu
pelayanan masyarakat.
2. Pembagian jumlah unit organisasi harus
memperhatikan sifat pekerjaan dalam
organisasi dalam arti untuk mendukung
terwujudnya institutional coherence, maka
tugas-tugas yang bersesuaian tidak perlu
dipecah-pecah ke dalam beberapa unit
3. Adanya kepastian bahwa tugas-tugas
dalam organisasi akan terus berlangsung
dalam jangka waktu yang lama (tidak
bersifat adhoc).
4. Semua tugas organisasi harus dibagi habis
ke dalam unit-unit organisasi dibawahnya,
sehingga tidak ada tugas yang tidak
ditangani oleh suatu unit organisasi dan
tidak ada tugas yang ditangani oleh lebih
dari satu unit organisasi.
5. Setiap unit organisasi harus mempunyai
hubungan yang jelas antara satu dengan
yang lain sehingga terdapat kesatuan arah
dan tindakan dalam mencapai visi dan misi
26 | MANUAL BLU MANUAL BLU | 27
Men
ata
Kel
emba
gaan
BLU
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
organisasi.
6. Setiap unit organisasi harus mempunyai
kewenangan yang jelas sehingga
mekanisme pengambilan keputusan
pada masing-masing unit organisasi
dapat menunjukkan keseimbangan antara
kewenangan dan tanggungjawab.
7. Desain organisasi harus memperhatikan
keserasian antara besaran organisasi
dengan beban tugas, kemampuan dan
sumber daya yang dimiliki.
8. Dalam rangka menjamin kejelasan
mekanisme kerja dan akuntabilitas
organisasi, maka desain organisasi BLU
harus menggambarkan secara jelas
pembaganan mengenai kedudukan,
susunan jabatan, dan hubungan kerja antar
unit organisasi.
KriteriaStrukturOrganisasiBLUSTRUKTUR
ORGANISASI BLU
KR ITERIA
Menggambarkan pengendalian internal
yang memadai
Menunjukkan kejelasan garis komando
atau koordinasinya
Menggambarkan pengelompokan fungsi
yang logis
Kriteria Struktur Organisasi BLU
Gambar 3.1
Jika struktur organisasi yang ada saat
ini (existing) belum menggambarkan
pengendalian internal yang memadai, maka
harus diajukan format struktur organisasi
yang baru yang memenuhi ketentuan dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun
2005. Penyusunan struktur organisasi yang
baru hendaknya memperhatikan kebutuhan
terhadap fleksibilitas, kemampuan untuk
menyesuaikan diri dengan perubahan,
kreativitas, pengetahuan dan kemampuan
dalam mengatasi ketidakpastian lingkungan.
Satker BLU dapat melakukan perubahan/
penyesuaian tata kelola maupun perubahan
PIMP. BLU
SPI
DEWAS
PJBT BID TEKNIS 1
PJBT BID TEKNIS 2
PJBT BID TEKNIS 3
PEJABATKEU
PJBT SUBID TEKNIS
1A
PJBT SUBID TEKNIS
1B
PJBT SUBID TEKNIS
1C
PJBT SUBID TEKNIS
2A
PJBT SUBID TEKNIS
2B
PJBT SUBID TEKNIS
2C
PJBT SUBID TEKNIS
3A
PJBT SUBID TEKNIS
3B
PJBT SUBID TEKNIS
3C
PJBT KEU
1
PJBT KEU
2
Ilustrasi Struktur Organisasi Satker BLU
Gambar 3.2
28 | MANUAL BLU MANUAL BLU | 29
Men
ata
Kel
emba
gaan
BLU
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
struktur organisasi. Perubahan tata kelola dan
struktur organisasi tersebut dilakukan dengan
mengikuti mengikuti peraturan atau ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
Tata laksana atau prosedur kerja merupakan
urutan pekerjaan yang dilakukan oleh satker
BLU dalam melaksanakan kegiatannya.
Prosedur kerja ini menggambarkan wewenang/
tanggung jawab masing-masing jabatan dan
prosedur yang dilakukan dalam pelaksanaan
tugasnya. Secara sederhana, prosedur
kerja dapat diartikan sebagai pedoman yang
menunjukkan apa yang harus dilakukan,
kapan hal tersebut dilakukan, dan siapa yang
melakukannya. Sehingga, adanya prosedur
kerja sangat dibutuhkan oleh setiap organisasi,
baik dari tingkat pimpinan hingga level
organisasi yang terendah.
Prosedur kerja dapat memberikan arah bagi
BLU dalam upaya peningkatan kinerja BLU
yang bersangkutan, disamping menghindarkan
adanya tumpang tindih dalam pelaksanaan
pekerjaan. Disamping itu, prosedur kerja
dapat digunakan untuk menelusuri kesalahan-
kesalahan prosedural, baik dalam pemberian
pelayanan kepada publik maupun pelaksanaan
pekerjaan rutin.
Satker pemerintah yang menjadi satker BLU
harus mempunyai prosedur kerja untuk semua
kegiatannya, terutama kegiatan utama (core
business). Prosedur kerja disajikan dalam
bentuk bagan arus (flowchart) diikuti dengan
narasi yang menjelaskan bagan arus tersebut.
Prosedur kerja mencakup empat aspek, yaitu
aspek pelayanan, keuangan, administrasi
(termasuk aspek sarana dan prasarana) dan
SDM.
BLU dikelola oleh pejabat pengelola
BLU yang terdiri dari Pemimpin BLU,
Pejabat Keuangan, dan Pejabat Teknis.
Sebutan tersebut dapat disesuaikan dengan
nomenklatur yang berlaku pada instansi
pemerintah yang bersangkutan. Kedudukan
Pejabat Keuangan dan Pejabat Teknis dalam
struktur organiasi harus setara untuk menjamin
adanya mekanisme saling uji (check and
balance). Selain itu, dalam rangka pembinaan
dan pemeriksaan intern BLU juga dilengkapi
dengan Dewas dan SPI.
Siapa Unsur Pengelola BLU?
Kepala satker berkedudukan sebagai
Pemimpin BLU yang berfungsi sebagai
penanggung jawab umum operasional serta
keuangan BLU, dan berkewajiban:
a. menyiapkan Renstra Bisnis BLU,
b. menyiapkan RBA tahunan,
c. mengusulkan calon pejabat keuangan dan
pejabat teknis sesuai dengan ketentuan
yang berlaku, dan
d. menyampaikan pertanggungjawaban
kinerja operasional dan keuangan BLU.
Pejabat keuangan BLU berfungsi sebagai
penanggung jawab keuangan yang
berkewajiban:
a. mengkoordinasikan penyusunan RBA,
b. menyiapkan dokumen pelaksanaan
anggaran satker BLU,
c. melakukan pengelolaan pendapatan dan
belanja,
d. menyelenggarakan pengelolaan kas,
e. melakukan pengelolaan utang-piutang,
f. menyusun kebijakan pengelolaan barang,
aset tetap, dan investasi BLU,
g. menyelenggarakan sistem informasi
manajemen keuangan, dan
h. menyelenggarakan akuntansi dan
penyusunan laporan keuangan.
Pejabat Teknis BLU berfungsi sebagai
penanggung jawab teknis di bidang masing-
masing yang berkewajiban:
a. menyusun perencanaan kegiatan teknis di
bidangnya,
b. melaksanakan kegiatan teknis sesuai RBA,
dan
c. mempertanggungjawabkan kinerja
operasional di bidangnya.
Pemimpin BLU
Pejabat Keuangan BLU
Pejabat Teknis BLU
Satuan Pemeriksaan Intern
Fungsi pengawasan dan pemeriksaan
intern dalam pelaksanaan kegiatan harus
dilaksanakan oleh satker BLU. Fungsi tersebut
dapat dilaksanakan oleh SPI sebagai unit yang
melakukan fungsi pemeriksaan intern BLU,
dan sebagai unit kerja yang berkedudukan
langsung di bawah pemimpin BLU untuk
menjamin independensinya dari kegiatan atau
unit kerja yang diaudit.
Secara umum, fungsi SPI antara lain:
d. Membantu Pemimpin BLU dalam
menyelenggarakan penilaian atas sistem
pengendalian, pengelolaan manajemen
serta memberikan saran perbaikan.
e. Sebagai konsultan dan juga melaksanakan
pengawasan dalam rangka pengelolaan
risiko, pengendalian dan penerapan
prinsip-prinsip good governance.
f. Sebagai mitra kerja strategis unit kerja
dalam mencapai sasaran kegiatan.
g. Sebagai mitra kerja dari auditor eksternal.
Kepala SPI harus memiliki kualifikasi akademis
dan kompetensi yang memadai agar dapat
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya.
Kepala SPI diangkat dan diberhentikan oleh
Pemimpin BLU. Pembentukan SPI disesuaikan
dengan kondisi satker yang bersangkutan. Jika
satker belum mampu membentuk SPI, maka
30 | MANUAL BLU MANUAL BLU | 31
Men
ata
Kel
emba
gaan
BLU
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
fungsi pengawasan intern dapat diserahkan
kepada Inspektorat Jenderal pada K/L
bersangkutan, atau unit lain yang mendapat
kewenangan dari Pemimpin BLU untuk
melakukan fungsi pengawasan.
Tugas-tugas SPI antara lain:
a. Pemeriksaan dan penilaian terhadap baik
atau tidaknya pengendalian akuntansi dan
pengendalian administratif dan mendorong
penggunaan cara-cara yang efektif dengan
biaya yang minimum.
b. Menilai sampai seberapa jauh pelaksanaan
kebijakan manajemen puncak/ Pemimpin
BLU dipatuhi.
c. Menilai sampai seberapa jauh aset
dipertanggungjawabkan dan dilindungi dari
segala macam kerugian.
d. Menilai keandalan informasi yang dihasilkan
oleh berbagai unit.
e. Memberikan rekomendasi perbaikan
kegiatan-kegiatan satker BLU.
Ruang lingkup SPI meliputi audit keuangan
dan audit manajemen. Audit keuangan melihat
kewajaran atas laporan keuangan yang telah
disajikan manajemen dengan fokus pada
audit operasional organisasi. Sementara audit
manajemen melihat segi efisiensi, efektivitas,
ekonomi, dengan tujuan menguji apakah
pelaksanaan/kegiatan telah sesuai dengan
ketentuan/peraturan yang berlaku.
SPI mempunyai wewenang antara lain:
a. Menyusun, mengubah dan melaksanakan
kebijakan audit internal termasuk antara
lain menentukan prosedur dan lingkup
pelaksanaan pekerjaan audit.
b. Mengakses seluruh dokumen, pencatatan,
personal dan fisik, informasi tempat atas
obyek audit yang dilaksanakannya, untuk
mendapatkan data dan Informasi yang
berkaitan dengan pelaksanaan tugasnya.
c. Melakukan verifikasi dan uji kehandalan
terhadap informasi yang diperolehnya,
dalam kaitan dengan penilaian efektifitas
sistem yang diauditnya. SPI tidak
mempunyai kewenangan pelaksanaan
dan tanggung jawab atas aktivitas yang
direviu/diperiksa, tetapi tanggung jawab
SPI adalah pada penilaian dan analisa atas
aktivitas tersebut
Dewas adalah organ BLU yang bertugas untuk
melakukan pengawasan terhadap BLU.
Adapun tugas, keanggotaan, persyaratan dan
hal-hal terkait Dewas dapat dijelaskan sebagai
berikut :
a. Keanggotaan dan Persyaratan
Pembentukan Dewas
Dewas untuk BLU di lingkungan
pemerintah pusat dibentuk dengan
keputusan menteri/pimpinan lembaga/
Dewan Kawasan atas persetujuan Menteri
Keuangan. Unsur-unsur Anggota Dewas
terdiri dari pejabat K/L/Dewan Kawasan
sebagai unsur pembina teknis, pejabat
dari Kementerian Keuangan sebagai
unsur pembina keuangan dan tenaga ahli
yang sesuai dengan kegiatan satker BLU
sebagai unsur profesional.
Dewan Pengawas
2
Omset di atas Rp 30
milyar atau aset di
atas Rp 200 milyar.
No Nilai omset dan aset
1
Omset antara Rp 15
s.d. 30 milyar atau
aset antara Rp 75
s.d. 200 milyar.
3 orang tsb. di atas, atau 5 orang terdiri dari: :• 2 dari kementerian
teknis• 2 dari Kementerian
Keuangan• 1 tenaga ahli
Jumlah Dewas Keterangan
3 orang terdiri dari :• 1 dari kementerian
teknis• 1 dari Kementerian
Keuangan• 1 tenaga ahli
Nilai omset berdasarkan jumlah PNBP pada LRA tahun terakhir.Nilai aset berdasarkan nilai aset dalam Neraca tahun terakhir.
Jumlah Dewas tersebut dapat ditinjau kembali apabila realisasi nilai omset dan/atau nilai aset mengalami penurunan selama 2 (dua) tahun berturut turut lebih rendah dari persyaratan.
Tabel 3.1 Keanggotaan Dewas
Dewan Pengawas
Dewas dibentuk apabila satker BLU
memenuhi syarat minimum nilai omzet dan/
atau nilai aset, yang dapat dijelaskan pada
tabel berikut ini:
Dewan Pengawas
` Keanggotaan Dewas dari unsur K/L/Dewan
Kawasan dan dari unsur Kementerian
Keuangan adalah wakil menteri atau
pejabat struktural maupun pejabat
fungsional yang bukan pegawai BLU yang
masih aktif.
Keanggotaan Dewas dari unsur profesional
merupakan orang yang mempunyai
kompetensi pada bidang tugas sesuai jenis
BLU akan tetapi bukan pegawai BLU yang
bersangkutan
b. Persyaratan Keanggotaan Dewas
Yang dapat diangkat sebagai anggota
Dewas adalah orang perseorangan
dengan persyaratan:
1) memiliki integritas, dedikasi, itikad baik
dan rasa tanggung jawab;
2) memahami masalah-masalah yang
berkaitan dengan kegiatan BLU;
3) dapat menyediakan waktu yang cukup
untuk melaksanakan tugasnya;
4) bukan sebagai kepala daerah, anggota
32 | MANUAL BLU MANUAL BLU | 33
Men
ata
Kel
emba
gaan
BLU
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
legislatif, anggota Parpol, anggota
DPD, staff khusus menteri/ penasehat
menteri;
5) bukan merupakan pegawai BLU; dan
6) mampu melaksanakan perbuatan
hukum dan tidak pernah dinyatakan
pailit atau tidak pernah menjadi
anggota direksi atau komisaris atau
Dewas yang dinyatakan bersalah
sehingga menyebabkan suatu badan
usaha pailit, atau orang yang tidak
pernah dihukum karena melakukan
tindak pidana yang merugikan
keuangan negara.
Dalam rangka memenuhi persyaratan
tersebut dilakukan penilaian internal oleh
K/L terhadap calon anggota Dewas dari
unsur pejabat K/L dan dari unsur tenaga
ahli yang sesuai dengan layanan BLU
sementara penilaian oleh Kementerian
Keuangan dilakukan terhadap calon
anggota Dewas dari unsur pejabat
Kementerian Keuangan.
c. Kewenangan, Tugas, Kewajiban, dan Hak
Dewan Pengawas
Dewas mempunyai kewenangan meliputi:
1. Menilai Renstra Bisnis/Revisi Renstra
2) Menilai RBA/Revisi RBA
3) Menandatangani sebagai pihak yang
mengetahui RBA
4) Menyetujui atas pinjaman jangka pendek
yang bernilai diatas 10% sampai dengan
15% dari jumlah pendapatan BLU
tahun anggaran sebelumnya yang tidak
Dewan Pengawas
bersumber dari APBN dan hibah.
5) Menyetujui penghapusan secara
bersyarat terhadap piutang BLU untuk
jumlah lebih dari Rp.200.000.000,- s.d.
Rp.500.000.000,- per penanggung
piutang.
Dewas bertugas melakukan pengawasan
terhadap pengelolaan BLU yang dilakukan
oleh Pejabat Pengelola BLU yang meliputi
aspek pengelolaan keuangan, layanan,
organisasi dan SDM, sarana dan prasarana
serta kepatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan.
Dalam menjalankan tugas Dewas
berkewajiban:
1) memberikan pendapat dan saran
secara tertulis kepada menteri/pimpinan
lembaga/ ketua Dewan Kawasan dan
Menteri Keuangan mengenai Renstra
Bisnis dan RBA yang diusulkan oleh
Pejabat Pengelola BLU;
2) melaporkan dengan segera kepada
menteri/pimpinan lembaga/ ketua
Dewan Kawasan dan Menteri
Keuangan apabila terjadi gejala
menurunnya kinerja BLU;
3) mengikuti perkembangan kegiatan
BLU, memberikan pendapat dan saran
secara tertulis kepada menteri/pimpinan
lembaga/ketua Dewan Kawasan dan
Menteri Keuangan mengenai setiap
masalah yang dianggap penting bagi
pengelolaan BLU;
4) memberikan nasihat kepada Pejabat
Pengelola BLU dalam melaksanakan
pengelolaan BLU termasuk kepatuhan
peraturan perundang-undangan;
5) menyampaikan laporan kepada
menteri/pimpinan lembaga/ketua
Dewan Kawasan dan Menteri
Keuangan terkait kepatuhan terhadap
peraturan perundang-undangan dalam
pengelolaan BLU;
6) meneliti dan mengkaji laporan berkala
yang disiapkan oleh Pejabat Pengelola
BLU antara lain laporan keuangan dan
laporan kinerja, termasuk laporan hasil
audit SPI;
7) menyelenggarakan pertemuan dengan
Pejabat Pengelola BLU paling sedikit
setiap triwulan untuk mengawasi
pengelolaan BLU;
8) menyampaikan laporan
pertanggungjawaban pelaksanaan
tugas, kewajiban dan hak Dewas
minimal setiap semester kepada
menteri/pimpinan lembaga/ketua
Dewan Kawasan dan Menteri
Keuangan;
9) menyusun program kerja tahunan
Dewas mempunyai hak sebagai berikut:
1) memperoleh data dan informasi
mengenai pengelolaan satker BLU
secara berkala dan tepat waktu
sesuai dengan peraturan perundang-
undangan;
2) bertanya kepada Pejabat Pengelola
BLU mengenai pengelolaan satker
BLU;
3) meminta kepada Pejabat Pengelola
BLU menghadiri rapat Dewas untuk
Dewan Pengawas
memperoleh penjelasan tentang
pengelolaan satker BLU;
4) mendapatkan tenaga ahli/staf khusus
dalam jangka waktu tertentu apabila
diperlukan dalam melaksanakan
tugasnya
Pertanggungjawaban Dewan Pengawas
Dewas melaporkan pelaksanaan tugas,
kewajiban dan haknya sebagai bentuk
pertanggungjawaban berkala kepada
menteri/pimpinan lembaga/ketua Dewan
Kawasan dan Menteri Keuangan yang
disampaikan paling sedikit 1 kali dalam satu
semester dan sewaktu-sewaktu apabila
diperlukan.
Menteri/pimpinan lembaga/ketua Dewan
Kawasan melakukan evaluasi setiap
semester atas kinerja Dewas dan hasil
evaluasi tersebut disampaikan kepada
Menteri Keuangan. Menteri Keuangan
dapat menggunakan hasil evaluasi sebagai
bahan pertimbangan dalam melakukan
evaluasi kinerja Dewas. Dalam hal hasil
evaluasi menunjukkan bahwa anggota
Dewas tidak melaksanakan tugas dan
kewajibannya dengan baik, maka Menteri
Keuangan dapat:
1) menyampaikan rekomendasi
pemberhentian antar waktu anggota
Dewas dari unsur pejabat K/L/Dewan
Kawasan dan tenaga ahli kepada
menteri/pimpinan lembaga/ketua
Dewan Kawasan terkait.
2) melakukan pemberhentian dan
penggantian antar waktu anggota
34 | MANUAL BLU MANUAL BLU | 35
Men
ata
Kel
emba
gaan
BLU
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
Dewas dari unsur pejabat Kementerian
Keuangan
d. Pengangkatan Dewas
Dengan memperhatikan tugas, fungsi dan
kewenangan Dewas, Dewas dari unsur
pejabat Kementerian Keuangan haruslah
benar-benar yang memahami mengenai
peraturan-peraturan, pengelolaan
keuangan, RBA, Renstra Bisnis, dan
lain-lain terkait BLU. Bagi Dewas dari
K/L/ Dewan Kawasan
haruslah yang kompeten dan profesional
dibidang layanan. Untuk pencalonan
menjadi Dewas dari unsur pejabat K/L/
Dewan Kawasan dan unsur tenaga ahli/
profesional merupakan kewenangan
menteri/pimpinan lembaga/ketua Dewan
Kawasan. Pengangkatan anggota Dewas
dari unsur pejabat Kementerian Keuangan
merupakan kewenangan Menteri Keuangan
Masa jabatan anggota Dewas ditetapkan
selama 5 tahun dan dapat diangkat
kembali untuk 1 kali masa jabatan
berikutnya. Pengangkatan anggota Dewas
tidak bersamaan waktunya dengan
pengangkatan Pejabat Pengelola BLU,
kecuali pengangkatan untuk pertama
kalinya pada waktu pembentukan BLU.
Menteri/pimpinan lembaga/ketua
Dewan Kawasan menyampaikan usulan
pengangkatan calon ketua/anggota
Dewas dari unsur pejabat K/L/Dewan
Kawasan dan unsur tenaga ahli/profesional
kepada Menteri Keuangan untuk
mendapatkan persetujuan.
Menteri/pimpinan lembaga/ketua
Dewan Kawasan dapat menyampaikan
rekomendasi nama calon anggota
Dewas yang berasal dari unsur pejabat
Kementerian Keuangan dalam usulan.
Usulan pengangkatan anggota Dewas
disertai dengan informasi kompetensi yang
paling sedikit terdiri dari:
1) Daftar Riwayat Hidup;
2) Salinan/fotocopy ijazah terakhir yang
dimiliki yang disahkan oleh pejabat
berwenang pada K/L bersangkutan;
dan
3) Surat Pernyataan dari menteri/pimpinan
lembaga bahwa calon anggota Dewas
yang diusulkan telah dilakukan proses
penilaian internal
Setelah mendapatkan persetujuan
Menteri Keuangan, menteri/pimpinan
lembaga/ketua Dewan Kawasan segera
menerbitkan keputusan tentang penetapan
pengangkatan anggota Dewas. Keputusan
penetapan tersebut ditembuskan kepada
Menteri Keuangan dan Direktur Jenderal
Perbendaharaan.
Apabila Menteri Keuangan menolak usulan
pengangkatan calon ketua/anggota
Dewas, menteri/pimpinan lembaga/ketua
Dewan Kawasan segera mengajukan
usulan calon dewas lainnya selambat-
lambatnya 1 bulan sejak disampaikannya
keputusan penolakan oleh Menteri
Keuangan
e. Pemberhentian Dan Penggantian Anggota
Dewas
Menteri/pimpinan lembaga/ketua Dewan
Kawasan berwenang memberhentikan
dan mengganti anggota Dewas dari
unsur pejabat K/L/Dewan Kawasan
dan unsur tenaga ahli/profesional.
Menteri/pimpinan lembaga/ketua
Dewan Kawasan dapat mengusulkan
pemberhentian dan penggantian anggota
Dewas dari unsur pejabat Kementerian
Keuangan. Menteri Keuangan berwenang
mengusulkan pemberhentian dan
mengganti anggota Dewas dari unsur
pejabat Kementerian Keuangan.
Pemberhentian dan penggantian Dewas
dapat dikarenakan:
1) Pemberhentian dan Penggantian Antar
Waktu
Dapat dilakukan apabila anggota
Dewas tidak dapat meneruskan masa
jabatannya karena:
a) tidak melaksanakan tugasnya
dengan baik;
b) tidak melaksanakan ketentuan
perundang-undangan;
c) terlibat dalam tindakan yang
merugikan BLU;
d) dipidana penjara;
e) berhalangan tetap;
f) fmengundurkan diri; atau
g) menduduki jabatan lain yang
berakibat terjadi benturan
kepentingan dalam pengawasan
BLU atau munculnya halangan
Dewan PengawasDewan Pengawas
yang menganggu kemampuan
untuk bertindak secara bebas
dalam pengawasan BLU.
Masa jabatan anggota Dewas
Pengganti Antar Waktu ditetapkan
selama sisa masa jabatan anggota
Dewas yang diganti.
2) Pemberhentian karena Berakhir Masa
Jabatan
Menteri/pimpinan lembaga/ketua
Dewan Kawasan menerbitkan
keputusan pemberhentian anggota
Dewas yang berakhir masa jabatannya
tanpa persetujuan Menteri Keuangan
dengan tembusan kepada Menteri
Keuangan dan Direktur Jenderal
Perbendaharaan.
Menteri/pimpinan lembaga/ketua
Dewan Kawasan mengajukan usulan
pengangkatan untuk masa jabatan
Dewas berikutnya kepada Menteri
Keuangan selambat-lambatnya 3 bulan
sebelum berakhirnya masa jabatan
anggota Dewas
3) Pemberhentian Anggota Dewas karena
status satker BLU Berakhir
Dalam hal status satker BLU berakhir,
menteri/pimpinan lembaga/ketua
Dewan Kawasan menerbitkan
keputusan pemberhentian anggota
Dewas tanpa persetujuan Menteri
Keuangan dengan tembusan kepada
Menteri Keuangan dan Direktur
36 | MANUAL BLU MANUAL BLU | 37
Men
ata
Kel
emba
gaan
BLU
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
Jenderal Perbendaharaan.
Status satker BLU berakhir karena:
a) dicabut oleh Menteri Keuangan;
b) dicabut oleh Menteri Keuangan
berdasarkan usul dari menteri/
pimpinan lembaga/ketua Dewan
Kawasan; atau
c) berubah statusnya menjadi badan
hukum dengan kekayaan negara yang
dipisahkan
g. Sekretaris Dewas
Sekretaris Dewas BLU, adalah organ
Dewas yang membantu pelaksanaan
tugas, kewajiban dan hak Dewas di bidang
kesekretariatan. Sekretaris Dewas diangkat
dan diberhentikan oleh Pemimpin BLU atas
persetujuan Dewas.
Sekretaris Dewas memiliki kewajiban antara
lain:
1) menyiapkan penyelenggaraan rapat
Dewas, termasuk menyiapkan
undangan dan bahan-bahan rapat
Dewas;
2) menghadiri rapat Dewas dan rapat
gabungan antara Dewas dan Pejabat
Pengelola BLU;
3) mengelola, memutakhirkan dan
menyimpan dokumen dan informasi
yang terkait dengan pelaksanaan tugas
Dewas;
4) menyusun notulen rapat;
5) mengumpulkan data atau informasi
Dewan Pengawas
yang relevan dengan pelaksanaan
tugas Dewas;
6) melaporkan pelaksanaan tugas kepada
Dewas secara berkala;
7) membantu Dewas dalam menyusun
program kerja, laporan, pendapat,
kajian dan saran Dewas; dan
8) melaksanakan kegiatan-kegiatan lain
yang mendukung pelaksanaan tugas,
kewajiban dan hak Dewas.
Sekretaris Dewas memiliki kewajiban antara
lain:
1) menyiapkan penyelenggaraan rapat
Dewas, termasuk menyiapkan
undangan dan bahan-bahan rapat
Dewas;
2) menghadiri rapat Dewas dan rapat
gabungan antara Dewas dan Pejabat
Pengelola BLU;
3) mengelola, memutakhirkan dan
menyimpan dokumen dan informasi
yang terkait dengan pelaksanaan tugas
Dewas;
4) menyusun notulen rapat;
5) mengumpulkan data atau informasi
yang relevan dengan pelaksanaan
tugas Dewas;
6) melaporkan pelaksanaan tugas kepada
Dewas secara berkala;
7) membantu Dewas dalam menyusun
program kerja, laporan, pendapat,
kajian dan saran Dewas; dan
8) melaksanakan kegiatan-kegiatan lain
yang mendukung pelaksanaan tugas,
kewajiban dan hak Dewas.
Sekretaris Dewas adalah orang
perseorangan yang:
1) memiliki integritas, dedikasi, itikad baik
dan rasa tanggung jawab;
2) dapat menyediakan waktu yang cukup
untuk melaksanakan tugasnya;
3) tidak pernah dihukum karena melakukan
tindak pidana yang merugikan keuangan
Negara; dan
4) menguasai Teknologi Informasi.
Bagaimana menata Kepegawaian BLU?
Pejabat pengelola BLU dan pegawai BLU
dapat terdiri atas PNS dan/atau tenaga
profesional non PNS sesuai dengan kebutuhan
BLU. Pejabat pengelola BLU dan pegawai
BLU yang berasal dari tenaga profesional non
PNS dapat dipekerjakan secara tetap atau
berdasarkan kontrak. Pejabat perbendaharaan
pada BLU pada K/L yang meliputi KPA,
Bendahara Penerimaan, dan Bendahara
Pengeluaran harus dijabat oleh PNS.
Syarat pengangkatan dan pemberhentian
pejabat pengelola dan pegawai BLU yang
berasal dari PNS sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang
kepegawaian.
Syarat pengangkatan dan pemberhentian
pejabat pengelola dan pegawai BLU di
lingkungan K/L yang berasal dari tenaga
profesional non PNS diatur oleh pemimpin BLU.
Kebutuhan tenaga profesional non PNS
disesuaikan dengan Renstra Bisnis, Pola Tata
Kelola, dan Standar Pelayanan Minimal satker
BLU.
BLU menerapkan standar kompetensi bagi
pejabat pengelola dan pegawai BLU. Adanya
standar kompetensi menunjukkan aspek
transparansi dalam penempatan posisi jabatan,
dan memenuhi aspek keadilan. Sedangkan
terkait tenaga profesional non PNS, selain
standar kompetensi BLU perlu mengatur
mengenai batasan usia, jumlah/proporsi tenaga
profesional non PNS yang dianggap layak dan
jangka waktu kontrak non PNS.
K/L hendaknya memiliki pertimbangan khusus
terhadap pola mutasi para pejabat BLU,
yaitu dalam rangka promosi dan demosi
berdasarkan kinerja yang telah dicapai.
38 | MANUAL BLU MANUAL BLU | 39
Men
ata
Kel
emba
gaan
BLU
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
Siapa Unsur Pejabat Perbendaharaan BLU?
1. Kuasa Pengguna Anggaran
KPA adalah pejabat yang memperoleh
kuasa dari PA untuk melaksanakan
sebagian kewenangan dan tanggung
jawab penggunaan anggaran pada K/L
yang bersangkutan.
Kepala Satker BLU berkedudukan
sebagai KPA dan menetapkan Pejabat
Perbendaharaan Negara lainnya yaitu PPK
dan PP-SPM. Dalam hal kepala satker BLU
berkedudukan sebagai PA, pimpinan satker
BLU dapat menunjuk pejabat lain yang
berstatus PNS sebagai KPA. Setiap terjadi
pergantian jabatan kepala Satker, setelah
serah terima jabatan pejabat kepala Satker
yang baru langsung menjabat sebagai
KPA.
Dalam pelaksanaan anggaran pada
Satker BLU, KPA memiliki tugas dan
wewenang:
a. menyusun RBA, RKA-K/L, dan DIPA;
b. menetapkan PPK untuk melakukan
tindakan yang mengakibatkan
pengeluaran anggaran belanja Negara
(untuk 1 DIPA, KPA menetapkan 1 atau
lebih PPK);
c. menetapkan PPSPM untuk melakukan
pengujian tagihan dan menerbitkan
SPM atas beban anggaran belanja
Negara (untuk 1 DIPA, KPA menetapkan
1 PP-SPM);
d. menetapkan panitia/pejabat yang
terlibat dalam pelaksanaan kegiatan
dan pengelola anggaran/keuangan;
e. menetapkan rencana pelaksanaan
kegiatan dan rencana penarikan
dana;
f. memberikan supervisi dan
konsultasi dalam pelaksanaan
kegiatan dan penarikan dana;
g. mengawasi penatausahaan
dokumen dan transaksi
yangberkaitan dengan pelaksanaan
kegiatan dan anggaran;
h. menyusun laporan keuangan
dan kinerja atas pelaksanaan
anggaran sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
KPA bertanggung jawab atas
pelaksanaan kegiatan dan anggaran
yang berada dalam penguasaannya
kepada PA. Pelaksanaan tanggung
jawab KPA dilakukan dalam bentuk:
a. mengesahkan rencana
pelaksanaan kegiatan, rencana
penerimaan PNBP BLU dan
rencana penarikan dana;
b. merumuskan standar operasional
yang diperlukan dalam rangka
pengelolaan BLU;
c. menyusun sistem pengawasan
dan pengendalian agar proses
penyelesaian tagihan atas beban
APBN, baik RM maupun pendapatan
BLU (PNBP) dilaksanakan sesuai
dengan peraturan perundang-
undangan;
d. melakukan pengawasan agar
pelaksanaan kegiatan dan pengadaan
barang/jasa sesuai dengan keluaran
(output) yang ditetapkan dalam DIPA;
e. melakukan monitoring dan evaluasi
agar pembuatan perjanjian/kontrak
pengadaan barang/jasa dan
pembayaran atas beban APBN
sesuai dengan keluaran (output) yang
ditetapkan dalam DIPA serta rencana
yang telah ditetapkan;
f. merumuskan kebijakan agar
pembayaran atas beban APBN
sesuai dengan keluaran (output) yang
ditetapkan dalam DIPA; dan
g. Melakukan pengawasan,
monitoring, dan evaluasi atas
pertanggungjawaban pelaksanaan
anggaran dalam rangka penyusunan
laporan keuangan.
KPA menetapkan PPK dan PP-SPM
dengan surat keputusan. Penetapan
PPK dan PP-SPM tersebut tidak terikat
periode tahun anggaran. Artinya, dalam
hal tidak terdapat perubahan pejabat
yang ditetapkan sebagai PPK dan/atau
PP-SPM pada saat pergantian periode
tahun anggaran, penetapan PPK dan/
atau PP-SPM tahun yang lalu masih
tetap berlaku. Dalam hal PPK atau
PP-SPM dipindahtugaskan/pensiun/
diberhentikan dari jabatannya/
berhalangan sementara, KPA
menetapkan PPK atau PP-SPM
pengganti dengan surat keputusan
dan berlaku sejak serah terima jabatan.
PPK dan PP-SPM yang penunjukannya
berakhir harus menyelesaikan seluruh
administrasi keuangan yang menjadi
tanggung jawabnya pada saat menjadi
PPK atau PP-SPM.
KPA menyampaikan surat keputusan
penunjukkan PP-SPM dan PPK kepada:
a. Kepala KPPN selaku Kuasa BUN
beserta spesimen tanda tangan PP-
SPM dan cap/stempel Satker;
b. PP-SPM disertai dengan spesimen
tanda tangan PPK; dan
c. PPK.
Dalam hal tidak terdapat penggantian
PPK dan/atau PPSPM, pada awal
tahun anggaran, KPA menyampaikan
pemberitahuan kepada pejabat tersebut
pada huruf a, b dan c diatas
2. Pejabat Pembuat Komitmen
PPK adalah pejabat yang ditetapkan
oleh KPA dalam rangka melaksanakan
kewenangan PA/KPA untuk
mengambil keputusan dan/atau
tindakan yang dapat mengakibatkan
Unsur Pejabat BLU
40 | MANUAL BLU MANUAL BLU | 41
Men
ata
Kel
emba
gaan
BLU
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
pengeluaran atas beban APBN. Dalam
melaksanakan kewenangan dimaksud,
PPK mempedomani pelaksanaan tanggung
jawab KPA kepada PA. PPK tidak dapat
merangkap sebagai PP-SPM. Untuk satu
DIPA, KPA dapat menetapkan beberapa
PPK. Dalam melakukan tindakan yang
dapat mengakibatkan pengeluaran
anggaran belanja negara, PPK memiliki
tugas dan wewenang:
a. menyusun rencana pelaksanaan
kegiatan dan rencana penarikan dana
berdasarkan DIPA;
b. menerbitkan Surat Penunjukan
Penyedia Barang/Jasa;
c. membuat, menandatangani dan
melaksanakan perjanjian/kontrak
dengan Penyedia Barang/Jasa;
d. melaksanakan kegiatan swakelola;
e. memberitahukan kepada Kuasa
BUN atas perjanjian/ kontrak yang
dilakukannya;
f. mengendalikan pelaksanaan perjanjian/
kontrak;
g. menguji dan menandatangani surat
bukti mengenai hak tagih kepada
negara;
h. membuat dan menandatangani SPP;
i. melaporkan pelaksanaan/penyelesaian
kegiatan kepada KPA;
j. menyerahkan hasil pekerjaan
pelaksanaan kegiatan kepada KPA
dengan Berita Acara Penyerahan;
k. menyimpan dan menjaga keutuhan
seluruh dokumen pelaksanaan
kegiatan; dan
l. melaksanakan tugas dan
wewenang lainnya yang
berkaitan dengan tindakan yang
mengakibatkan pengeluaran
anggaran belanja negara.
Penyusunan rencana pelaksanaan
kegiatan dan rencana penarikan dana
berdasarkan DIPA di atas, dilakukan
dengan:
a. menyusun jadwal waktu
pelaksanaan kegiatan termasuk
rencana penarikan dananya;
b. menyusun perhitungan kebutuhan
UP/ TUP sebagai dasar pembuatan
SPP-UP/TUP; dan
c. mengusulkan revisi Petunjuk
Operasional Kegiatan (POK)/DIPA
kepada KPA.
Sementara pengujian atas surat bukti
mengenai hak tagih kepada negara
dilakukan dengan :
a. menguji kebenaran materiil dan
keabsahan surat-surat bukti
mengenai hak tagih kepada negara;
dan/atau
b. menguji kebenaran dan keabsahan
dokumen/surat keputusan yang
menjadi persyaratan/kelengkapan
pembayaran belanja pegawai
3. Pejabat Penguji dan Penandatangan
SPM
Unsur Pejabat BLU
PP-SPM melaksanakan kewenangan KPA
untuk melakukan pengujian tagihan dan
perintah pembayaran atas beban anggaran
negara.
Dalam rangka melakukan pengujian tagihan
dan perintah pembayaran, PP-SPM
memiliki tugas dan wewenang:
• menguji kebenaran SPP atau dokumen
lain yang dipersamakan dengan SPP
beserta dokumen pendukung;
• menolak dan mengembalikan SPP,
apabila tidak memenuhi persyaratan
untuk dibayarkan;
• membebankan tagihan pada mata
anggaran yang telah disediakan;
• menerbitkan SPM atau dokumen lain
yang dipersamakan dengan SPM;
• menyimpan dan menjaga keutuhan
seluruh dokumen hak tagih;
• melaporkan pelaksanaan pengujian
dan perintah pembayaran kepada
KPA; dan
• melaksanakan tugas dan wewenang
lainnya yang berkaitan dengan
pelaksanaan pengujian dan perintah
pembayaran.
PP-SPM bertanggung jawab terhadap:
• kebenaran administrasi;
• kelengkapan administrasi; dan
• keabsahan administrasi dokumen
hak tagih pembayaran yang
menjadi dasar penerbitan SPM dan
akibat yang timbul dari pengujian
yang dilakukan
4. Pejabat Penerbit SP3B BLU
Tata cara pencairan dana yang
berasal dari RM mengikuti ketentuan
sebagaimana diatur dalam PMK
190/PMK.05/2012 tentang Tata
Cara Pembayaran Dalam Rangka
Pelaksanaan Anggaran Pendapatan
Dan Belanja Negara. Sementara itu,
penggunaan dan pertanggungjawaban
PNBP BLU berpedoman pada
Peraturan Menteri Keuangan Nomor
92/PMK.05/2011 tentang Rencana
Bisnis dan Anggaran serta Pelaksanaan
Anggaran Badan Layanan Umum
dan Peraturan Direktur Jenderal
Perbendaharaan Nomor PER-30/
PB/2011 tentang Mekanisme
Pengesahan Pendapatan dan Belanja
Satker BLU.
Pendapatan yang diperoleh oleh
BLU dapat dikelola langsung untuk
membiayai pengeluaran BLU sesuai
dengan RBA definitif. Pengelolaan
pendapatan dan belanja BLU
dilaksanakan secara tertib, efisien,
transparan dan bertanggung jawab
sesuai ketentuan perundang-undangan
yang berlaku.
Unsur Pejabat BLU
42 | MANUAL BLU MANUAL BLU | 43
Men
ata
Kel
emba
gaan
BLU
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
Untuk SPM bagi pelaksanaan
pembayaran yang bersumber dari RM (baik
UP maupun LS), ditandatangani oleh PP-
SPM, kemudian diajukan ke KPPN untuk
diterbitkan SP2D, sedangkan untuk yang
bersumber dari Pendapatan BLU setelah
diterbitkan SPM Internal dapat diterbitkan
SP2D Internal (bisa juga dengan sebutan
lain yang dirasa lebih sesuai, misal: Surat
Perintah Transfer Dana, Cek, dan lain-lain
yang sejenis).
Dalam rangka pertanggungjawaban
pendapatan dan/atau belanja atas PNBP
BLU, BLU mengajukan SP3B BLU kepada
KPPN untuk diterbitkan SP2B BLU. Pejabat
penandatangan SP3B BLU adalah juga
Pejabat Penguji/Penandatangan SPM.
Demikian juga petugas pengantar SP3B
BLU adalah petugas pengantar SPM.
5. Bendahara Pengeluaran
Bendahara Pengeluaran mengelola
rekening pengeluaran untuk
menampung uang yang bersumber
dari RM, dan pengelolaannya mengikuti
ketentuan PMK 190/PMK.05/2012
tentang Tata Cara Pembayaran Dalam
Rangka Pelaksanaan Anggaran
Pendapatan Dan Belanja Negara.
6. Pejabat Pengelola Dana BLU
Pejabat pengelola dana BLU
bertugas untuk mengelola dana BLU
yang ditampung dalam Rekening
Operasional, Rekening Pengelolaan
Kas, dan Rekening Dana Kelolaan.
Pemimpin BLU dapat menunjuk
Bendahara Penerimaan yang sudah
ada sebelumnya (ketika satker masih
berbentuk satker PNBP) untuk
menjadi pejabat pengelola dana BLU.
Pengelolaan belanja yang bersumber
dari pendapatan BLU, mengacu
pada peraturan yang ditetapkan oleh
pemimpin Satker BLU.
Unsur Pejabat BLU
1
MENGELOLAKEUANGAN
BLUperencanaan dan penganggaran
pelaksanaan anggaran 4pengelolaan piutang dan utang
mengelola risiko
menerapkan remunerasi
44 | MANUAL BLU MANUAL BLU | 45
Men
ata
Kel
emba
gaan
BLU
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
1. Mengidentifikasi Tarif Layanan BLU
BLU dapat memungut biaya kepada
masyarakat sebagai imbalan atas barang/
jasa layanan yang diberikan dalam bentuk tarif
yang disusun atas dasar perhitungan biaya per
unit layanan atau hasil per investasi dana. Tarif
layanan tersebut harus mempertimbangkan 4
aspek yaitu :
a. Kontinuitas dan pengembangan layanan
yaitu pengaruh pengenaan tarif secara
keseluruhan terhadap kelangsungan
hidup (going concern) dan pertumbuhan
satker BLU. Keberlangsungan dan tingkat
pertumbuhan dapat dilihat dari proyeksi
kinerja layanan/keuangan yang akan
datang yang tercermin dari proyeksi
laporan keuangan di masa yang akan
datang
b. Daya beli masyarakat yaitu pertimbangan
yang berorientasi kepada kemauan
dan kemampuan daya beli masyarakat
penerima layanan (ability and willingness to
pay) terhadap masing-masing tarif layanan.
c. Asas keadilan dan kepatutan
memperhatikan antara lain :
1. Pengenaan tarif kepada masyarakat
penerima layanan mencerminkan
keadilan dan kepatutan sesuai dengan
golongan masyarakat penerima
layanan tersebut.
2. Tarif yang dikenakan tidak bertentangan
dengan kebijakan dan peraturan
pemerintah yang berlaku.
c. Kompetisi yang sehat yaitu apabila
dibandingkan dengan industri sejenis
dan dengan mempertimbangkan antara
lain faktor lokasi dan nilai tambah yang
diberikan, tarif yang dikenakan merupakan
tarif yang wajar untuk diberlakukan kepada
masyarakat.
Menteri Keuangan mengatur pedoman umum
penyusunan tarif layanan. Menteri/pimpinan
lembaga/ketua Dewan Kawasan mengatur
pedoman teknis penyusunan tarif layanan
BLU. BLU menyusun tarif layanan dengan
memperhatikan pedoman umum dan pedoman
teknis tersebut.
Tarif layanan diusulkan oleh pemimpin BLU
kepada menteri/pimpinan lembaga/ketua
Dewan Kawasan. Menteri/pimpinan lembaga/
ketua Dewan Kawasan menyampaikan usulan
tarif layanan kepada Menteri Keuangan untuk
ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan.
Bagaimana Perencanaan dan Penganggaran BLU? Sistematika Usulan Tarif Layanan BLU kepada
Menteri Keuangan
Boks 4.1
Sistematika Usulan Tarif Layanan BLU kepada Menteri Keuangan
I. PENDAHULUAN
a. Kondisi umum b. Potensi dan permasalahan
II. Karakteristik BLU a. Visi, misi dan tujuan b. Tupoksi, struktur organisasi, pusat biaya dan unit-unit layanan c. Produk/layanan
III. Perhitungan biaya per unit/hasil per investasi dana
a. Kebijakan dalam perhitungan biaya per unit /hasil per investasi dana
b. Perhitungan biaya per unit hasil per investasi dana per produk/layanan
IV. Usulan Tarif a. Kebijakan tarif b. Tarif yang diusulkan
V. Dasar Pertimbangan Tarif
a. Kontinuitas dan pengembangan layanan b. Daya beli masyarakat c. asas keadilan dan kepatutan d. Kompetisi yang sehat
VI. PENUTUP Lampiran-Lampiran
46 | MANUAL BLU MANUAL BLU | 47
Men
ata
Kel
emba
gaan
BLU
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
Penyusunan usulan tarif BLU dilakukan melalui
tahap-tahap antara lain :
a. Persiapan usulan tarif layanan yaitu:
1) Mengidentifikasi tarif-tarif yang
sesuai dengan tugas, fungsi dan
kewenangannya
2) Mengidentifikasi tujuan penentuan tarif
dan bagaimana keterkaitan penentuan
tarif tersebut dengan strategi satker
BLU.
3) Mengumpulkan data-data dan
informasi yang diperlukan dalam
penyusunan usulan tarif.
b. Menyusun analisis mengenai kondisi
umum, potensi dan permasalahan, yaitu :
1) menyusun analisis mengenai
kondisi tarif BLU yang saat ini telah
diberlakukan, apabila dibandingkan
dengan aspek legalitas, kesesuaian
dengan kebijakan dan regulasi dalam
lingkup kewenangan K/L, serta
kesesuaian dengan ke-4 aspek yang
harus diperhatikan dalam tarif layanan,
dan
2) Menyusun analisis permasalahan,
potensi, kelemahan, peluang, serta
tantangan jangka menengah yang akan
dihadapi apabila tarif yang ada selama
ini tetap diberlakukan, serta bagaimana
tarif yang diusulkan oleh BLU dapat
mendorong terwujudnya visi dan misi
BLU
c. Menyusun perhitungan biaya per unit
dengan tahapan antara lain:
1) Mengidentifikasi pusat-pusat biaya
(cost center) dan pusat-pusat
pendapatan (revenue center)
2) Mengidentifikasi layanan pada pusat
pendapatan dan target layanan sesuai
dengan RBA
3) Mengidentifikasi biaya masing-masing
pusat pendapatan. Biaya dalam
masing-masing kegiatan diklasifikasikan
dalam biaya langsung, tidak langsung,
biaya variabel dan biaya tetap sesuai
RBA serta klasifikasi biaya dari RM dan
PNBP sesuai dengan kebutuhan dan
kebijakan tarif.
4) Melakukan distribusi biaya dari pusat
biaya kepada pusat pendapatan
Tahapan penyusunan perhitungan biaya
per unit tersebut dilakukan dengan
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1) Perhitungan biaya per unit adalah
perhitungan biaya per unit layanan
dengan ketentuan kebijakan dan
asumsi-asumsi yang digunakan.
2) Metode perhitungan biaya per unit
dapat menggunakan sistem biaya
tradisional, activity base costing atau
metode costing yang lain.
3) Asumsi biaya, volume, pendapatan
sesuai dengan asumsi-asumsi dalam
RBA.
4) Klasifikasi biaya sesuai dengan
metode costing yang digunakan dan
disesuaikan dengan karakteristik BLU,
dan kebutuhan manajemen.
5) Perhitungan biaya per unit bersifat
full costing yaitu perhitungan semua
biaya secara akrual terdiri dari biaya
yang langsung berhubungan dengan
layanan dan biaya yang tidak langsung
Perencanaan dan Penganggaran BLU
berhubungan dengan layanan.
6) Distribusi kegiatan tidak langsung
terhadap kegiatan langsung yang
menghasilkan layanan dapat
mengunakan beberapa metode
costing antara lain: Simple Distribution,
Step Down Method, Activity Based
Costing, Double Distribution atau yang
lain.
d. Penyusunan usulan tarif BLU
Penyusunan usulan tarif BLU dilakukan
dengan memperhatikan kebijakan tarif yang
akan dilakukan. Tarif layanan BLU yang
ditetapkan dapat lebih besar dari biaya
per unit layanan (cost plus), lebih kecil dari
biaya per unit layanan (cost minus) atau
sama dengan biaya per unit layanan (cost
recovery).
Setelah usulan tarif layanan tersusun, satker
BLU mengajukan usulan tersebut kepada
menteri/pimpinan lembaga/Dewan Kawasan.
Selanjutnya menteri/pimpinan lembaga /Dewan
Kawasan melakukan penelahaan usulan tarif
dengan memperhatikan justifikasi 4 aspek tarif
dan kesesuaian tarif yang dikenakan dengan
kebijakan dan peraturan teknis K/L.
Dalam proses penelaahan menteri/pimpinan
lembaga/ Dewan Kawasan dapat meminta
satker BLU untuk membahas dan memperbaiki
usulan tarif yang diajukan. Hasil pembahasan
tersebut selanjutnya digunakan sebagai bahan
penyempurnaan usulan tarif BLU. Usulan tarif
yang telah disempurnakan diajukan menteri/
pimpinan lembaga/ Dewan Kawasan kepada
Menteri Keuangan untuk ditetapkan.
Menteri Keuangan c.q. Ditjen Perbendaharaan
c.q. Direktorat PPK BLU melakukan pengkajian
atas kelengkapan dan kelayakan usulan tarif
satker BLU. Hasil kajian kemudian disampaikan
kepada tim penilai tarif untuk dinilai dengan
memperhatikan justifikasi atas 4 aspek tarif
layanan. Dalam melakukan penilaian terhadap
usulan tarif, tim penilai tarif dapat mengundang
narasumber atau pihak tekait yang kompeten di
bidangnya apabila diperlukan.
Hasil penilaian berupa rekomendasi
diserahkan kepada Menteri Keuangan melalui
Dirjen Perbendaharaan. Menteri Keuangan
menetapkan/menolak usulan tarif berdasarkan
rekomendasi yang disampaikan oleh tim penilai
tarif.
Selain ditetapkan oleh Menteri Keuangan,
penetapan tarif BLU dapat didelegasikan
oleh Menteri Keuangan kepada menteri/
pimpinan lembaga dan/atau pemimpin BLU.
Pendelegasian kewenangan penetapan tarif
layanan ditetapkan dalam Peraturan Menteri
Keuangan mengenai penetapan tarif layanan
satker BLU.
2. Mengajukan Target PNBP BLU
Target PNBP BLU merupakan hasil
penghitungan atau penetapan PNBP BLU,
yang diperkirakan akan diterima dalam 1 tahun
yang akan datang (1 Januari s.d. 31 Desember
tahun yang akan datang). Penyusunan target
(rencana) PNBP BLU dikoordinasikan oleh
masing – masing K/L. Target (rencana) PNBP
Perencanaan dan Penganggaran BLU
48 | MANUAL BLU MANUAL BLU | 49
Men
ata
Kel
emba
gaan
BLU
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
BLU disusun serealistis mungkin dengan
memperhitungkan seluruh potensi pendapatan
yang akan diperoleh pada tahun berkenaan
3. Menyusun dan Mengajukan Usul Standar
Biaya
Standar Biaya adalah satuan biaya yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan selaku
pengelola fiskal (chief financial officer) baik
berupa standar biaya masukan maupun
standar biaya keluaran, sebagai acuan
perhitungan kebutuhan anggaran dalam
penyusunan RKA-K/L.
a. Standar Biaya Masukan (SBM)
SBM adalah satuan biaya yang ditetapkan
untuk menyusun biaya komponen keluaran
(output).
SBM terdiri atas:
1) harga satuan;
2) tarif; dan
3) indeks.
SBM berfungsi sebagai:
1) batas tertinggi untuk menghasilkan biaya
komponen keluaran (output) (merupakan
besaran biaya yang tidak dapat dilampaui), dan
2) alat reviu angka dasar (baseline), yang
digunakan untuk menghitung alokasi kebutuhan
besaran biaya komponen keluaran (output)
sebagai bahan penyusunan pagu indikatif.
Dalam rangka pelaksanaan anggaran, SBM
berfungsi sebagai:
1) batas tertinggi, merupakan besaran biaya
yang tidak dapat dilampaui, atau
2) estimasi, merupakan prakiraan besaran
biaya yang dapat dilampaui dengan
mempertimbangkan:
a) harga pasar;
b) proses pengadaannya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
c) ketersediaan alokasi anggaran; dan
d) prinsip ekonomis, efisiensi dan efektifitas.
PA/kuasa PA dalam menyusun RKA-K/L
menggunakan SBM yang telah ditetapkan atau
disetujui Menteri Keuangan. Dalam rangka
penyusunan RKA-K/L, PA/kuasa PA dapat
menggunakan satuan biaya masukan lainnya
yang antara lain didasarkan pada:
1) harga pasar; dan
2) satuan harga yang ditetapkan oleh menteri/
pimpinan lembaga/instansi teknis yang
berwenang.
Penggunaan satuan biaya masukan lainnya
tidak termasuk untuk satuan biaya yang
menambah penghasilan dan/atau fasilitas
bagi pejabat negara, pegawai negeri, dan
non pegawai negeri yang dipekerjakan
dalam rangka melaksanakan tugas rutin K/L.
Penggunaan satuan biaya masukan lainnya
yang menambah penghasilan dan/atau fasilitas
tersebut harus mendapat persetujuan Menteri
Keuangan.
Dalam rangka penyusunan RBA, pemimpin
satker BLU dapat menetapkan SBM untuk
satker BLU. Penetapan SBM oleh pemimpin
satker BLU harus memenuhi kriteria sebagai
berikut:
1) untuk kegiatan yang sumber dananya
berasal dari PNBP BLU;
2) merupakan komponen biaya dari tarif
Perencanaan dan Penganggaran BLU
layanan; dan
3) mempertimbangkan standar biaya pasar.
Satuan biaya bagi satker BLU berupa satuan
biaya yang menambah penghasilan dan/
atau fasilitas di luar komponen remunerasi
bagi dewan pengawas, pejabat pengelola,
dan pegawai satker BLU dan satuan biaya
perjalanan dinas dalam negeri dan luar negeri,
mengacu pada ketentuan SBM.
SBM untuk satker BLU untuk kegiatan yang
sumber dananya tidak berasal dari penerimaan
PNBP BLU, mengacu pada ketentuan SBM
dan satuan biaya masukan lainnya.
Dalam rangka pelaksanaan anggaran, SBM
yang ditetapkan oleh pemimpin satker BLU
merupakan estimasi yang dapat dilampaui,
dengan mempertimbangkan:
a. harga pasar;
b. proses pengadaannya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. ketersediaan alokasi anggaran; dan
d. prinsip ekonomis, efisiensi dan efektifitas.
Pemimpin satker BLU bertanggung jawab
atas kesesuaian penggunaan SBM, dan
bertanggung jawab atas kebenaran formal
dan material terhadap satuan biaya masukan
lainnya dalam penyusunan RBA.
Dalam hal SBM Satker BLU belum ditetapkan,
satker BLU menggunakan SBM dan/atau
satuan biaya masukan lainnya.
2. Standar Biaya Keluaran (SBK)
SBK terdiri atas:
a. indeks biaya keluaran, merupakan SBK
untuk menghasilkan satu volume keluaran
(output).
b. total biaya keluaran, merupakan SBK untuk
Gambar 4.1 Penyusunan RBA
Perencanaan dan Penganggaran BLU
50 | MANUAL BLU MANUAL BLU | 51
Men
ata
Kel
emba
gaan
BLU
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
prakiraan besaran biaya yang dapat dilampaui,
antara lain karena perubahan komponen
tahapan dan/atau penggunaan satuan biaya
yang dipengaruhi harga pasar.
Besaran biaya yang dapat dilampaui
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. proses pengadaannya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. ketersediaan alokasi anggaran; dan
c. prinsip ekonomis, efisiensi, dan efektifitas
Dalam hal besaran SBK yang dilampaui
tersebut memerlukan revisi anggaran,
Gambar 4.2 Skema Penyusunan RBA
Perencanaan dan Penganggaran BLU
pelaksanaannya mengacu pada ketentuan
dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai
revisi anggaran.
Mekanisme pengajuan dan penetapan SBK
lebih lanjut agar mengikuti ketentuan Peraturan
Menteri Keuangan yang mengatur mengenai
Satuan Biaya.
4. Menyusun dan Mengajukan Pengesahan
Rencana Bisnis Anggaran
RBA disusun dengan mengacu pada Renstra
Bisnis lima tahunan, sementara Renstra Bisnis
mengacu pada Renstra K/L. RBA memuat
program, kegiatan, anggaran pendapatan dan
belanja termasuk estimasi saldo kas.
RBA disusun berdasarkan usulan dari
masing-masing unit kerja pada satker BLU.
Masing-masing unit kerja tersebut mengajukan
kebutuhan anggaran yang diperlukan
beserta target pendapatannya. Penyusunan
kebutuhan anggaran yang akan diajukan harus
berada dalam koridor program, kegiatan,
dan kebijakan yang telah dituangkan dalam
Renstra Bisnis. Pemimpin BLU bertugas untuk
menerjemahkan dan mensosialisasikan Renstra
Bisnis tersebut kepada unit-unit kerja yang ada
serta menghimpun rencana dan anggaran yang
telah diajukan oleh masing-masing unit kerja untuk
kemudian ditransformasikan dalam bentuk RBA.
RBA disusun berdasarkan :
1. Basis kinerja dan perhitungan akuntansi biaya
menurut jenis layanannya.
2. Kebutuhan dan kemampuan pendapatan
yang diperkirakan akan diterima.
3. Basis akrual.
RBA menganut pola anggaran fleksibel dengan
persentase ambang batas belanja tertentu. Pola
anggaran fleksibel merupakan pola anggaran
yang penganggaran belanjanya dapat bertambah
atau berkurang dari yang dianggarkan sepanjang
pendapatan terkait bertambah atau berkurang
setidaknya proporsional. Hal ini hanya berlaku
untuk belanja yang bersumber dari pendapatan
PNBP BLU.
Persentase ambang batas merupakan besaran
persentase realisasi belanja yang dapat
melampaui anggaran dalam DIPA BLU. Besaran
ini ditentukan tanpa memperhitungkan saldo awal
kas dan tercantum dalam RKA-K/L dan DIPA BLU.
Konsolidasi RBA kedalam RKA-K/L memerlukan
ikhtisar RBA mengingat RBA berbasis akrual
sementara RKA-K/L berbasis kas. Ikhtisar RBA
adalah ringkasan RBA yang berisikan program,
kegiatan, sumber pendapatan dan jenis belanja
Perencanaan dan Penganggaran BLU
menghasilkan total volume keluaran (output).
Penyusunan SBK dilakukan pada level keluaran
(output)/sub keluaran (suboutput) yang menjadi
tugas dan fungsi K/L.
Keluaran (output)/sub keluaran (suboutput)
yang dapat diusulkan menjadi SBK mempunyai
kriteria sebagai berikut:
a. bersifat berulang;
b. mempunyai jenis dan satuan yang jelas serta
terukur; dan
c. mempunyai komponen/tahapan yang jelas.
SBK berfungsi sebagai:
a. batas tertinggi yang besarannya tidak dapat
dilampaui.
b. referensi penyusunan prakiraan maju.
c. bahan penghitungan pagu indikatif K/L, dan/
atau
d. referensi penyusunan Standar Biaya
Keluaran untuk keluaran (output) sejenis pada
kementerian negara/ lembaga yang berbeda.
Dalam rangka pelaksanaan anggaran, SBK
berfungsi sebagai estimasi, yaitu merupakan
52 | MANUAL BLU MANUAL BLU | 53
Men
ata
Kel
emba
gaan
BLU
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
Penjelasan untuk *) pada gambar 4.3 mengenai belanja adalah sebagai berikut:
Gambar 4.3 Belanja pada Ikhtisar RBA
Selanjutnya, pengajuan usulan RBA
oleh Pemimpin BLU untuk mendapatkan
persetujuan dan pengesahan dari menteri/
pimpinan lembaga dapat digambarkan sebagai
berikut :
Perencanaan dan Penganggaran BLU
Gambar 4.4 Pengajuan dan Pengesahan RBA
5. Mengkaji dan Menetapkan RBA Berdasarkan
Pagu Anggaran
Proses pengkajian dan penetapan RBA berdasarkan Pagu Anggaran dapat dijelaskan
sebagai berikut :
Gambar 4.5 Pengkajian dan Penetapan RBA Pagu Anggaran
Perencanaan dan Penganggaran BLU
Belanja Pegawai
Belanja barang
Belanja modal
- Belanja Gaji dan Tunjangan, - Belanja Barang, - Belanja Jasa, - Belanja Pemeliharaan, - Belanja Perjalanan, dan - Belanja Penyediaan Barang dan Jasa
BLU Lainnya yang berasal dari PNBP BLU termasuk Belanja Pengembangan SDM
- Belanja Modal tanah, - Belanja Modal Gedung dan Bangunan - Belanja Modal Peralatan dan Mesin,
Belanja Modal jalan, Irigasi dan Jaringan dan
- Belanja Modal Fisik Lainnya
pengeluaran untuk perolehan asset tidak berwujud, pengembangan aplikasi/software yang memenuhi kriteria aset tak berwujud
Belanja pegawai yang berasal dari APBN
- Belanja pegawai yang didanai dari PNBP
- Belanja Barang yang didanai APBN
- Belanja Barang yang didanai PNBP
- Belanja Modal yang didanai APBN
- Belanja Modal yang didanai PNBP BLU
serta pembiayaan sesuai dengan format RKA-
K/L.
54 | MANUAL BLU MANUAL BLU | 55
Men
ata
Kel
emba
gaan
BLU
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
7. Menyusun RBA dalam kerangka
Penyusunan APBN
Dalam rangka penyusunan APBN, terdapat tiga
kali penetapan pagu dana untuk K/L yaitu pagu
indikatif, pagu anggaran, dan alokasi anggaran.
Angka yang tercantum dalam ketiga ketentuan
tersebut merupakan angka tertinggi yang tidak
boleh dilampaui oleh K/L sebagi acuan dalam
menyusun RKA-K/L.
Pagu Indikatif adalah ancar-ancar pagu
6. Menyusun RBA Definitif
Setelah alokasi anggaran ditetapkan satker
BLU sekali lagi menyesuaikan RBA yang telah
dibuat menjadi RBA Definitif. Penyusunan RBA
Definitif dapat dijelaskan sebagai berikut :
Gambar 4.6. Penyusunan RBA Definitif
Gambar 4.7 Penyusunan RBA dalam kerangka Penyusunan APBN
Perencanaan dan Penganggaran BLU
anggaran yang diberikan kepada K/L sebagai
pedoman dalam penyusunan Renja-K/L. Pagu
indikatif diperoleh dari angka prakiraan maju
yang sudah dicantumkan tahun sebelumnya
yang telah melalui proses penyesuaian
ditambah dengan inisiatif baru pada
kesempatan pertama yang diakomodir/disetujui
Pagu Anggaran K/L adalah batas tertinggi
anggaran yang dialokasikan kepada K/L
dalam rangka penyusunan RKA-K/L. Pagu
anggaran ditetapkan Menteri Keuangan dengan
berpedoman pada kapasitas fiskal, besaran
pagu indikatif, Renja-K/L, dan memperhatikan
hasil evaluasi kinerja K/L. Angka yang
tercantum dalam pagu anggaran adalah angka
di pagu indikatif, penyesuaian angka dasar (jika
diperlukan lagi) ditambah dengan inisiatif baru
pada kesempatan kedua yang diakomodir/
disetujui. Pagu anggaran K/L disampaikan
kepada setiap K/L paling lambat pada akhir
bulan Juni.
Alokasi Anggaran K/L adalah batas tertinggi
anggaran pengeluaran yang dialokasikan
kepada K/L berdasarkan hasil pembahasan
Rancangan APBN yang dituangkan dalam
berita acara hasi kesepakatan Pembahasan
Rancangan APBN antara Pemerintah dan DPR.
Angka yang tercantum dalam alokasi anggaran
adalah angka yang tertuang dalam berita acara
hasil kesepakatan pembahasan RUU APBN,
penyesuaian angka dasar (jika diperlukan
lagi), ditambah dengan inisiatif baru pada
kesempatan ketiga yang diakomodir/disetujui.
Penyusunan RBA oleh satker BLU tidak dapat
dilepaskan dari kerangka penyusunan APBN.
Penyusunan RBA harus sejalan dengan timeline
penetapan pagu indikatif, pagu anggaran dan
alokasi anggaran pada penyusunan APBN.
56 | MANUAL BLU MANUAL BLU | 57
Men
ata
Kel
emba
gaan
BLU
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
Bagaimana Pelaksanaan Anggaran BLU?
1. Menyusun DIPA BLU
DIPA BLU disusun dengan mengacu pada RBA
Definitif dan Ikhtisar RBA Definitif. DIPA BLU
merupakan dokumen pelaksanaan anggaran
BLU, dan menjadi dasar pencairan/penarikan
dana dari APBN.
Gambar 4.8 DIPA BLU
Penjelasan untuk tanda *) di poin saldo awal kas pada Gambar 4.8 diatas dapat dijelaskan sebagai
berikut :
Gambar 4.9 Saldo Awal Kas
2. Mengajukan Pengesahan DIPA BLU
DIPA BLU disampaikan oleh menteri/pimpinan
lembaga kepada Menteri Keuangan c.q. Dirjen
Anggaran. Selanjutnya Menteri Keuangan c.q.
Direktur Jenderal Anggaran mengesahkan
DIPA BLU paling lambat tanggal 31 Desember
dengan menerbitkan Surat Pengesahan DIPA
BLU (SP-DIPA BLU).
3. Mengelola Kas
BLU perlu melakukan pengelolaan kas
terhadap pendapatan yang bersumber dari
pendapatan PNBP. Pengelolaan kas BLU
dilaksanakan berdasarkan praktik bisnis yang
sehat. Artinya, pengelolaan kas BLU harus
ditujukan dan mampu untuk meningkatkan
layanan kepada masyarakat secara
berkesinambungan.
Secara sederhana pengelolaan kas BLU
adalah seluruh aktivitas yang bertujuan untuk
menjamin ketersediaan kas dalam jumlah
dan waktu tertentu dalam rangka pemberian
layanan. Dalam hal pengelolaan kas, BLU
menyelenggarakan hal-hal sebagai berikut:
• Merencanakan penerimaan dan
pengeluaran kas berdasarkan rencana
kegiatan yang tercantum dalam RBA.
• Menerima pendapatan yang
bersumber dari PNBP satker BLU.
Pendapatan PNBP tersebut berasal
dari tarif layanan termasuk pendapatan
yang berasal dari pemanfaatan aset
Pelaksanaan Anggaran BLU
58 | MANUAL BLU MANUAL BLU | 59
Men
ata
Kel
emba
gaan
BLU
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
yang dimiliki.
• Menyimpan kas, melakukan
pembayaran dan
mengelola rekening bank.
Dalam rangka mengelola pendapatan
dan belanja, satker BLU membuka
rekening yang terdiri dari rekening
pengeluaran untuk menampung dana
yang bersumber dari RM dan rekening
lainnya untuk mengelola pendapatan
dan belanja yang bersumber dari
PNBP BLU. Pembukaan rekening
pengeluaran harus mendapat ijin
terlebih dahulu dari Kuasa BUN.
Sementara untuk pembukaan rekening
lainnya harus mendapat ijin dari Kuasa
BUN Pusat (DJPBN).
Rekening lainnya pada BLU terdiri
dari rekening operasional BLU untuk
mengelola pendapatan dan BLU, rekening
pengelolaan kas BLU untuk penempatan
idle cash BLU dan rekening dana kelolaan
menampung dana yang tidak dimasukkan
ke dua rekening pengelolaan kas dan
operasional BLU.
kas dan operasional BLU.
Gambar 4.10 Pembukaan Rekening
Pelaksanaan Anggaran BLU Gambar 4.11 Permohonan Persetujuan Pembukaan Rekening
Gambar 4.12 Pembukaan Rekening Pengelolaan Kas
60 | MANUAL BLU MANUAL BLU | 61
Men
ata
Kel
emba
gaan
BLU
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
Dalam rangka pengelolaan kas, pemimpin
BLU dapat menutup rekening pengelolaan
kas BLU untuk dipindahkan ke rekening
operasional BLU
d. Menatausahakan dan
mempertanggungjawabkan pengelolaan
kas. Pemimpin BLU bertanggung jawab
terhadap seluruh dana yang berada pada
penguasaaannya dan bertanggung jawab
atas pembayaran yang dilaksanakannya.
Pemimpin BLU juga perlu melakukan
pemeriksaan jumlah kas yang berada
dalam penguasaannya secara rutin. Selain
pemeriksaan kas secara rutin, setiap
transaksi keuangan yang dilakukan oleh
satker BLU juga harus dibukukan.
Pertanggungjawaban terhadap pengelolaan
kas yang dilakukan oleh BLU disusun
dalam bentuk laporan. BLU perlu
membuat laporan pertanggungjawaban
pengelolaan kas secara rutin minimal 1
bulan sekali. Laporan pertanggungjawaban
sekurang-kurang memuat informasi
mengenai keadaan pembukuan pada
bulan pelaporan, meliputi saldo awal,
penambahan, penggunaan, dan saldo
akhir, penjelasan atas selisih (jika ada);
4. Mengelola Keuangan Intern Satker BLU
Salah satu fleksibilitas yang dimiliki oleh BLU
adalah dapat menggunakan pendapatan
yang diperoleh secara langsung. Untuk
menjamin akuntabilitas keuangan dan
mencegah terjadinya penyimpangan pencairan
kas, pemimpin BLU wajib menyusun SOP
pengelolaan kas.
SOP ini setidaknya terdiri dari prosedur
penerimaan dan prosedur pengeluaran kas.
Prosedur penerimaan menjadi pedoman bagi
masyarakat/mitra kerja dalam melakukan
penyetoran PNBP BLU dan bagi bendahara
dalam melakukan pencatatan atas penerimaan
BLU. Prosedur penerimaan tidak hanya
mengatur mekanisme penerimaan pada
satker BLU, tetapi juga mengatur prosedur
pencatatan/pengakuan atas PNBP tersebut.
Prosedur pengeluaran menjadi pedoman
bagi bendahara dalam melakukan pencatatan
pengeluaran dan bagi unit-unit kerja pada
satker BLU ketika akan mencairkan dana BLU
untuk membiayai kegiatannya.
5. Mengajukan Pengesahan Pendapatan dan
Belanja BLU
Dalam rangka mempertanggungjawabkan
pendapatan dan belanja PNBP BLU yang
dapat digunakan langsung, BLU mengajukan
SP3B BLU.
Penyampaian SP3B BLU tersebut dapat
dilakukan satu kali atau lebih dalam satu
triwulan, sehingga BLU dapat mengajukan
SP3B BLU ke KPPN secara mingguan,
bulanan dan/atau triwulanan disesuaikan
dengan kebutuhan.
Pelaksanaan Anggaran BLU
Ilustrasi penyampaian SP3B BLU ke KPPN adalah triwulanan
1) Cut off
a) Triwulan I adalah untuk realisasi pendapatan dan
belanja mulai tanggal 1 Januari s/d 27 Maret 20xx.
Cut off triwulan I adalah tanggal 28 Maret 20xx (3
hari kerja sebelum akhir triwulan I)
b) Triwulan II adalah untuk realisasi pendapatan dan
belanja sejak cut off triwulan I, yaitu tanggal 28
Maret 20xx s/d 26 Juni 20xx. Cut off triwulan II adalah
tanggal 27 Juni 20xx (3 hari kerja sebelum akhir
triwulan II).
c) Triwulan III adalah untuk realisasi pendapatan dan
belanja sejak cut off triwulan II, yaitu tanggal 27 Juni
20xx s/d 26 September 20xx. Cut off triwulan
III adalah tanggal 27 September 20xx (3 hari kerja
sebelum akhir triwulan III).
d) Triwulan IV adalah untuk realisasi pendapatan dan
belanja sejak cut offt riwulan III, yaitu tanggal 27
September 20xx s/d 31 Desember 20xx.
2) Pengajuan SP3B BLU
a) Pengajuan SP3B BLU Triwulan I adalah mulai tanggal
28, 29, 30, dan paling lambat tanggal 31 Maret
20xx pada pukul 10.00 waktu setempat.
b) Pengajuan SP3B BLU Triwulan II adalah mulai tanggal
27, 28, 29, dan paling lambat tanggal 30 Juni 20xx
pada pukul 10.00 waktu setempat.
c) Pengajuan SP3B BLU Triwulan III adalah mulai
tanggal 27, 28, 29, dan paling lambat tanggal 30
September 20xx pada pukul 10.00 waktu setempat.
d) Pengajuan SP3B BLU Triwulan IV mengikuti
ketentuan mengenai langkah-langkah menghadapi
akhir tahun anggaran.
62 | MANUAL BLU MANUAL BLU | 63
Men
ata
Kel
emba
gaan
BLU
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
Ilustrasi penyampaian SP3B BLU ke KPPN lebih dari satu kali dalam satu triwulan
Pada triwulan II, SP3B BLU pertama diajukan pada
tanggal 29 Juli 20xx untuk realisasi sejak cut off
pada triwulan II yaitu tanggal 27 Juni 20xx sampai
dengan realisasi pendapatan dan/atau belanja yang
dipertanggungjawabkan dalam SP3B dimaksud yaitu
tanggal 28 Juli 20xx
1) BLU menyampaikan SP3B BLU kedua pada tanggal
25 Agustus 20xx untuk realisasi sejak tanggal 29 Juli
20xx sampai dengan realisasi pendapatan dan/atau
belanja yang dipertanggungjawabkan dalam SP3B
dimaksud yaitu tanggal 24 Agustus 20xx).
2) Dalam hal sampai dengan cut off triwulan III
(27 September 20xx) masih terdapat realisasi
pendapatan dan/atau belanja, maka satker BLU
menyampaikan SP3B BLU ketiga dengan ketentuan
sebagai berikut:
a) SP3B BLU yang ketiga merupakan
pertanggungjawaban realisasi pendapatan dan/atau
belanja sejak tanggal 25 Agustus 20xx s.d. tanggal 26
September 20xx.
b) Pengajuan SP3B BLU yang ketiga adalah mulai
tanggal 27, 28, 29 dan paling lambat tanggal
30September 20xx.
c) Realisasi pendapatan dan/atau belanja
tanggal 27, 28, 29dan 30 September 20xx
dipertanggungjawabkan dalam SP3B BLU Triwulan
berikutnya.
d) Dalam hal sampai dengan cut off triwulan III
(tanggal 27 September 20xx) tidak terdapat realisasi
pendapatan dan/atau belanja, maka satker BLU
tidak menyampaikan SP3B BLU ketiga.
e) Pengajuan SP3B BLU pertama pada triwulan IV
adalah realisasi pendapatan dan belanja sejak cut
off triwulan III (tanggal 27 September 20xx) s.d
realisasi yang akan dipertanggungjawabkan pada
SP3B BLU berikutnya.
a. Pengajuan dan Pengujian SP3B BLU
BLU menyampaikan SP3B BLU ke KPPN
dilampiri:
1. Surat Pernyataan Tanggung Jawab
(SPTJ) yang ditandatangani oleh
Kuasa PA/Pemimpin BLU, dan
2. ADK SP3B BLU yang dihasilkan dari
aplikasi yang telah disediakan oleh
DJPBN.
3. KPPN selanjutnya menerbitkan SP2B
BLU berdasarkan SP3B BLU yang
diajukan oleh BLU.
Dalam hal terjadi kesalahan pada SP3B
BLU, BLU mengajukan ralat SP3B BLU
ke KPPN. Kesalahan SP3B BLU dapat
berupa kesalahan administrasi dan/
atau kesalahan pencantuman jumlah
nominal pendapatan dan/atau belanja
BLU, termasuk kesalahan pencantuman
kegiatan, output, jenis belanja, dan akun.
Pengajuan ralat SP3B BLU dilampiri:
1) Fotokopi SP3B BLU yang akan diralat.
2) SPTJ yang ditandatangani oleh KPA/
Pemimpin BLU.
3) ADK dan hard copy ralat SP3B BLU.
4) penjelasan penyebab terjadinya
kesalahan yang ditandatangani KPA/
Pemimpin BLU.
KPPN selanjutnya menerbitkan ralat
SP2B BLU berdasarkan ralat SP3B
BLU.
b. Pejabat Penandatangan dan Petugas
Pengantar SP3B BLU
Pejabat penandatangan, petugas pengantar
SP3B BLU, dan petugas pengambil SP2B
BLU adalah PP- SPM, petugas pengantar
SPM dan petugas pengambil SP2D pada
BLU. Pada surat Keputusan PA/Kuasa PA
tentang penunjukan PP-SPM, petugas
pengantar SPM dan petugas pengambil SP2D
agar ditambahkan kewenangan sebagai
penandatangan SP3B, pengantar SP3B BLU
dan pengambil SP2B BLU..
6. Mengajukan dan Menyetujui Revisi RBA
Revisi RBA Definitif dapat dilakukan sepanjang
tidak mengubah program pada DIPA BLU serta
dapat dilakukan:
1) dalam rangka percepatan pencapaian
sasaran kinerja.
2) dalam rangka penggunaan saldo awal kas
untuk menambah pagu belanja. dan/atau
3) akibat terlampauinya target PNBP BLU.
Dalam hal untuk memenuhi kebutuhan biaya
operasional, atau merupakan hasil optimalisasi
dan digunakan untuk hal-hal yang bersifat
prioritas, mendesak, kedaruratan atau yang
tidak dapat ditunda, dapat dilakukan antar
program.
Pelaksanaan Anggaran BLU
64 | MANUAL BLU MANUAL BLU | 65
Men
ata
Kel
emba
gaan
BLU
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
Tabel 4.1 Perubahan Akibat Revisi RBA Definitif
No.Akibat Revisi
RBA Definitif
Menyusun Ikhtisar
RBA
Updating
Data RKA K/L
Revisi
DIPA BLU
1.
Tidak merubah data
RKA K/L dan DIPA
BLU
Tidak Tidak Tidak
2.Hanya merubah data
RKA K/LYa Ya Tidak
3.Merubah data RKA
K/L dan DIPA BLUYa Ya Ya
Pelaksanaan Anggaran BLU
Gambar 4.13 Kewenangan Pengesahan Revisi RBA Definitif
Revisi RBA Definitif disampaikan kepada
menteri/pimpinan lembaga/ketua Dewan
Kawasan dan Menteri Keuangan (DJA dan
DJPBN). Revisi RBA Definitif yang telah
mendapatkan pengesahan tersebut di atas
merupakan dasar melakukan kegiatan BLU.
7. Mengajukan Pengesahan Revisi DIPA BLU
Revisi DIPA BLU yang sumber dananya berasal
dari PNBP dilakukan akibat adanya Revisi RBA
Definitif, perubahan/ralat karena kesalahan
administrasi dan hal-hal khusus yang dapat
dijelaskan sebagai berikut :
Ikhtisar RBA Definitif sebagaimana dijelaskan
pada tabel diatas digunakan sebagai dasar
untuk pemutakhiran RKA K/L atau Revisi DIPA
BLU.
Usul Revisi RBA Definitif yang akan
dilakukan oleh BLU disampaikan unit
kerja BLU bersangkutan kepada pejabat
keuangan BLU, selanjutnya pejabat
keuangan BLU menelaah usulan untuk
kemudian disampaikan kepada pemimpin
BLU guna mendapatkan pengesahan.
Pengaturan mengenai kewenangan
pengesahan Revisi RBA Definitif diatur sebagai
berikut:
Pelaksanaan Anggaran BLU
Adapun perubahan yang terjadi akibat revisi
RBA Definitif dan pengaruhnya terhadap
penyusunan Ikhtisar RBA, data RKA-K/L dan
DIPA BLU dapat dijelaskan pada tabel berikut :
66 | MANUAL BLU MANUAL BLU | 67
Men
ata
Kel
emba
gaan
BLU
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
Gambar 4.14 Revisi DIPA
Revisi DIPA BLU dapat dilakukan
sepanjang:
a. dalam program yang sama.
Dalam hal untuk memenuhi kebutuhan
biaya operasional, atau merupakan hasil
optimalisasi dan digunakan untuk hal-
hal yang bersifat prioritas, mendesak,
kedaruratan atau yang tidak dapat
ditunda, dapat dilakukan antar program.
b. tidak mengurangi volume Keluaran
Kegiatan Prioritas Nasional
dan/atau Prioritas Bidang, dan
c. tidak mengakibatkan pengurangan
alokasi anggaran terhadap:
1) pembayaran berbagai tunggakan.
2) paket pekerjaan yang bersifat
multiyears, dan
3) paket pekerjaan yang telah
dikontrakkan dan/atau
direalisasikan dananya sehingga
menjadi minus.
Revisi DIPA BLU yang berakibat menambah
keluaran (output) baru, dapat dilakukan
Pelaksanaan Anggaran BLU sepanjang sejalan dengan indikator kinerja
kegiatan dalam DIPA BLU.
Revisi DIPA BLU yang memenuhi
batasan-batasan tersebut diatas dilakukan
tanpa perubahan SP RKA-K/L, sementara
apabila batasan-batasan tidak terpenuhi
maka revisi DIPA BLU dilakukan dengan
berpedoman pada ketentuan yang berlaku,
sebagai contoh revisi penggunaan saldo
awal dan revisi pagu belanja yang melewati
ambang batas dengan menambah output
baru harus mendapat persetujuan Menteri
Keuangan.
Bagaimana Pengelolaan Piutang dan Utang BLU?1. Menyusun dan Menentukan Kualitas Piutang
BLU dapat memberikan piutang sehubungan
dengan penyerahan barang, jasa, dan/atau
transaksi lainnya yang berhubungan langsung
atau tidak langsung dengan kegiatan BLU.
Piutang BLU merupakan piutang negara dan
terjadi sehubungan dengan penyerahan barang
dan/atau jasa (tidak dalam bentuk uang).
Piutang BLU dikelola dan diselesaikan secara
tertib, efisien, ekonomis, transparan, dan
bertanggung jawab serta dapat memberikan
nilai tambah, sesuai dengan praktik bisnis yang
sehat. Untuk itu Pemimpin BLU wajib membuat
SOP pengelolaan piutang BLU yang disetujui
menteri/pimpinan lembaga/Dewan Kawasan
yang bersangkutan. SOP pengelolaan piutang
BLU paling kurang mencakup :
a. Prosedur dan persyaratan pemberian
piutang;
b. Penatausahaan dan akuntansi piutang;
c. Tata cara penagihan piutang; dan
d. Pelaporan piutang
Piutang BLU merupakan aset di neraca yang
harus terjaga agar nilainya sama dengan nilai
bersih yang dapat direalisasikan (net realizable
value). Untuk itu, diperlukan penyesuaian
dengan membentuk penyisihan piutang tidak
tertagih yaitu cadangan yang harus dibentuk
sebesar persentase tertentu dari akun piutang
berdasarkan penggolongan kualitas piutang.
Kualitas piutang adalah hampiran atas
ketertagihan piutang yang diukur berdasarkan
kepatuhan membayar kewajiban oleh
debitor. Penilaian kualitas piutang dilakukan
berdasarkan kondisi piutang pada tanggal
laporan keuangan. Kualitas piutang
menentukan besarnya cadangan yang harus
dibentuk dari akun piutang.
68 | MANUAL BLU MANUAL BLU | 69
Men
ata
Kel
emba
gaan
BLU
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
Tabel 4.2 Penggolongan Kualitas Piutang PNBP
Penggolongan
Kualitas PiutangKondisi Piutang
Kualitas lancarApabila belum dilakukan pelunasan sampai dengan tanggal jatuh
tempo yang ditetapkan
Kualitas kurang lancarApabila dalam jangka waktu 1 bulan terhitung sejak tanggal
Surat Tagihan Pertama tidak dilakukan pelunasan
Kualitas diragukanApabila dalam jangka waktu 1 bulan terhitung sejak tanggal
Surat Tagihan Kedua tidak dilakukan pelunasan
Kualitas macet
Apabila dalam jangka waktu 1 bulan terhitung sejak tanggal
Surat Tagihan Ketiga tidak dilakukan pelunasan; atau Piutang
telah diserahkan kepada Panitia Urusan Piutang Negara/DJKN
Dalam rangka penyisihan piutang tidak tertagih
pada BLU, Pemimpin BLU wajib menilai kualitas
piutang serta memantau dan mengambil
langkah-langkah yang diperlukan agar hasil
penagihan piutang yang telah disihkan
senantiasa dapat direalisasikan.
Penilaian kualitas piutang dilakukan dengan
mempertimbangkan sekurang-kurangnya :
a. Jatuh tempo piutang
b. Upaya penagihan
Dalam pengelolaan piutang, BLU wajib
membentuk penyisihan piutang tidak tertagih
yang umum dan yang khusus. Besarnya
cadangan yang harus dibentuk untuk
penyisihan piutang tidak tertagih yang umum
dan yang khusus ini adalah sebagai berikut :
• Penyisihan piutang tidak tertagih yang
umum ditetapkan paling sedikit sebesar
0,5% dari piutang yang memiliki kualitas
lancar.
• Penyisihan piutang tidak tertagih yang
khusus ditetapkan sebesar:
1. 10% dari piutang dengan kualitas
kurang lancar setelah dikurangi dengan
nilai agunan atau nilai barang sitaan;
2. 50% dari piutang dengan kualitas
diragukan setelah dikurangi dengan
Pengelolaan Utang dan Piutang BLU
nilai agunan atau nilai barang sitaan;
dan
3. 100% dari piutang dengan kualitas
macet setelah dikurangi dengan nilai
agunan atau nilai barang sitaan.
K/L/Dewan Kawasan dapat melakukan
restrukturisasi terhadap debitur sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan
dalam hal:
• Debitur mengalami kesulitan pembayaran;
dan/atau
• Debitur memiliki prospek usaha
yang baik dan diperkirakan mampu
memenuhi kewajiban setelah dilakukan
Restrukturisasi.
Kualitas piutang setelah persetujuan
restrukturisasi dapat diubah oleh K/L/Dewan
Kawasan, yaitu:
• setinggi-tingginya kualitas kurang lancar
untuk piutang yang sebelum restrukturisasi
memiliki kualitas diragukan atau kualitas
macet; dan
• tidak berubah, apabila piutang yang
sebelum restrukturisasi memiliki kualitas
kurang lancar
Apabila kewajiban yang ditentukan dalam
restrukturisasi tidak dipenuhi oleh debitur, maka
kualitas piutang dinilai kembali seakan-akan
tidak terdapat restrukturisasi.
2. Menyetujui dan Menghapus Piutang
Bersyarat
Satker BLU harus melakukan penagihan
secara maksimal terhadap piutang BLU. Dalam
hal piutang BLU tidak terselesaikan setelah
dilakukan penagihan secara maksimal maka
tahap-tahap yang dilakukan adalah:
• BLU menyerahkan pengurusan piutang
kepada PUPN/DJKN sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang
pengurusan piutang negara,
• PUPN mengurus sampai lunas, selesai,
optimal/dinyatakan PSBDT, atau
• Pemimpin BLU melakukan penghapusan
secara bersyarat terhadap piutang
BLU yang dinyatakan PSBDT
dengan menerbitkan surat keputusan
penghapusan.
Penghapusan secara bersyarat terhadap
piutang BLU yang telah dinyatakan PSBDT
oleh PUPN dilakukan dengan menghapuskan
Piutang BLU dari pembukuan BLU tanpa
menghapus hak tagih negara. Penghapusan
secara bersyarat terhadap piutang BLU
dilakukan dengan dilengkapi :
• Daftar nominatif para penanggung utang
• Besaran piutang yang dihapuskan; dan
• Surat pernyataan PSBDT dari PUPN
Pemimpin BLU diberikan kewenangan
penghapusan secara bersyarat sesuai jenjang
Pengelolaan Utang dan Piutang BLU
70 | MANUAL BLU MANUAL BLU | 71
Men
ata
Kel
emba
gaan
BLU
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
No. Jumlah Piutang Kewenangan Keterangan
1.
≤ Rp.200.000.000
per penanggung
utang.Pemimpin BLU
Penghapusan piutang BLU
dilaporkan kepada Dewas atau
pejabat yang ditunjuk dengan
tembusan kepada menteri/
pimpinan lembaga
2.
Rp. 200.000.001
sd. 500.000.000 per
penanggung utang.
Pemimpin BLU dengan
persetujuan Dewas atau pejabat
yang ditunjuk oleh menteri/
pimpinan lembaga yang
bersangkutan
Ya
3.
> Rp.500.000.000
per penanggung utang
Sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang
penghapusan Piutang Negara
Ya
Tabel 4.3 Kewenangan Penghapusan secara bersyarat terhadap PiutangBLU
Perlakuan akuntansi penghapusan piutang
dilakukan dengan cara mengurangi akun
piutang dan akun penyisihan piutang tidak
tertagih sebesar jumlah yang tercantum dalam
surat keputusan.
Selanjutnya pemimpin BLU menyampaikan
laporan penghapusan secara bersyarat
terhadap piutang BLU kepada Menteri
Keuangan c.q. Direktur Jenderal Kekayaan
Negara dan Direktur Jenderal Perbendaharaan
paling lambat 5 hari kerja setelah surat
keputusan penghapusan diterbitkan.
Penghapusan secara mutlak terhadap piutang
BLU dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang penghapusan
piutang negara.
Pengelolaan Utang dan Piutang BLU
kewenangannya. Kewenangan penghapusan
secara bersyarat terhadap piutang BLU adalah
sebagai berikut:
Alur penghapusan piutang BLU adalah sebagai berikut:
Gambar 4.15 Alur Penghapusan Piutang BLU
3. Kriteria dan Batasan Utang BLU
Dalam kegiatan operasional dengan
pihak lain, BLU dapat memiliki utang yang
dikelola secara tertib, efisien, ekonomis,
transparan, dan bertanggung jawab,
sesuai dengan praktik bisnis yang sehat.
Pembayaran utang BLU pada prinsipnya
menjadi tanggung jawab BLU dan harus
dibayarkan dari PNBP BLU. Secara umum,
terdapat dua jenis utang pada BLU yaitu
utang jangka pendek dan utang jangka
panjang. Utang jangka pendek ditujukan
hanya untuk belanja operasional, dan utang
jangka panjang dapat dilakukan apabila
mendapatkan ijin dari Menteri Keuangan.
BLU dapat melakukan pinjaman jangka
pendek atas namanya sendiri sesuai
kebutuhan. Pinjaman jangka pendek
merupakan pinjaman dalam rangka
menutup selisih antara jumlah kas yang
tersedia ditambah aliran kas masuk yang
diharapkan dengan jumlah pengeluaran
yang diproyeksikan dalam suatu tahun
anggaran (mismatch). Pinjaman jangka
pendek digunakan untuk memenuhi
kebutuhan belanja operasional/memberikan
manfaat jangka pendek
BLU dapat melakukan perikatan pinjaman
jangka pendek dengan pihak lain yaitu
badan usaha dalam negeri baik berupa
lembaga keuangan perbankan maupun
non perbankan, badan usaha lainnya atau
BLU. Dalam melakukan perikatan pinjaman
Pengelolaan Utang dan Piutang BLU
72 | MANUAL BLU MANUAL BLU | 73
Men
ata
Kel
emba
gaan
BLU
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
dimaksud aset tetap dilarang dijadikan
jaminan.
Persyaratan yang harus dipenuhi dalam
melakukan pinjaman jangka pendek
adalah:
a. Kegiatan tersebut telah tercantum
dalam RBA tahun anggaran berjalan,
namun dana yang tersedia dari PNBP
tidak/belum mencukupi untuk menutup
kebutuhan atau kekurangan dana
untuk membiayai kegiatan dimaksud.
b. Kegiatan yang akan dibiayai bersifat
mendesak dan tidak dapat ditunda.
c. Saldo kas dan setara kas BLU tidak
mencukupi atau tidak memadai untuk
membiayai pengeluaran dimaksud, dan
d. Jumlah pinjaman jangka pendek yang
masih ada ditambah dengan jumlah
pinjaman jangka pendek yang akan
ditarik tidak melebihi 15% (lima belas
persen) dari jumlah pendapatan BLU
tahun anggaran sebelumnya yang
tidak bersumber langsung dari APBN
(Rupiah Murni) dan hibah terikat.
Tabel 4.4 Kewenangan Persetujuan atas Pinjaman Jangka Pendek BLU
No. Jumlah Pinjaman Kewenangan
1.
≤ 10% jumlah pendapatan BLU
tahun anggaran sebelumnya yang
tidak bersumber dari APBN (Rupiah
Murni) dan hibah terikat.
Pemimpin BLU
2.
10% < X ≤ 15% jumlah pendapatan
BLU tahun anggaran sebelumnya
yang tidak bersumber dari APBN
(Rupiah Murni) dan hibah terikat..
Pemimpin BLU atas persetujuan Dewan
Pengawas
3.
10% < X ≤ 15% jumlah pendapatan
BLU tahun anggaran sebelumnya
yang tidak bersumber dari RM dan
hibah terikat.
Pemimpin BLU atas persetujuan
menteri/pimpinan lembaga atau
pejabat yang ditunjuk oleh menteri/
pimpinan lembaga bagi BLU yang
tidak memiliki Dewas
Pengelolaan Utang dan Piutang BLU Bagaimanakah Mengelola Risiko BLU Bidang Pengelolaan Kawasan?
1. Menerapkan Manajemen Risiko Pada BLU
Manajemen risiko adalah kegiatan kunci bagi
suatu organisasi. Manajemen risiko yang
berhasil akan menjamin pencapaian tujuan
organisasi secara efektif dan efisien. Tujuan
organisasi tersebut dicapai melalui serangkaian
aktivitas dari penetapan perencanaan
strategis, pelaksanaan tugas dan fungsi,
dan pengelolaan sumber daya. Keseluruhan
aktivitas tersebut melibatkan risiko. Manajemen
risiko membantu pengambilan keputusan
dengan mempertimbangkan ketidakpastian dan
pengaruhnya terhadap pencapaian tujuan.
Dengan perkembangan kompleksitas
pengelolaan keuangan BLU, perlu diterapkan
manajemen risiko pada BLU. Manajemen
Risiko dimaksudkan sebagai salah satu upaya
untuk mendukung pencapaian tujuan dan misi
organisasi secara efektif, efisien, dan produktif.
2. Tujuan dan Manfaat Penerapan Manajemen
Risiko
a. Penerapan manajemen risiko bagi BLU
bertujuan untuk:
1) Mengantisiapsi dan menangani segala
bentuk risiko secara efektif dan efisien;
2) Mengidentifikasi, mengukur, dan
mengendalikan risiko serta memantau
kinerja manajemen risiko, dan
3) Mengintgrasikan proses manajemen risiko
ke dalam perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi kinerja.
b. Manfaat penerapan manajemen risiko:
1) Menghindari terjadinya hal-hal yang tidak
diharapkan dalam bentuk keluhan maupun
keberatan dari stakehokders;
2) Memberikan perlindungan bagi satker
BLU sebagai akibat kegagalan manusia,
proses, dan sistem, dan
3) Meningkatkan efektifitas, efisiensi, dan
produktivitas
74 | MANUAL BLU MANUAL BLU | 75
Men
ata
Kel
emba
gaan
BLU
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
Risiko, Manajemen Risiko,
Kemungkinan dan Dampak Risiko
Risiko adalah segala sesuatu yang berdampak negatif terhadap pencapaian tujuan yang diukur
berdasarkan kemungkinan dan dampaknya sementara manajemen risiko adalah pendekatan
sistematis untuk menentukan tindakan terbaik dalam kondisi ketidakpastian.
Kemungkinan Keterangan
Rendah Tidak Pernah-Jarang Terjadi
Sedang Kemungkinan terjadinya Sedang
Tinggi Kemungkinan Tinggi terjadi/Hampir Pasti terjadi
Kemungkinan Resiko
Dampak Risiko
Tingkat Konsekuensi Risiko Keterangan
Rendah
- Pengaruhnya terhadap strategi dan aktivitas operasi
rendah
- Pengaruhnya terhadap kepentingan para pemangku
kepentingan (stakeholders) rendah
Sedang
- Pengaruhnya terhadap strategi dan aktivitas operasi
sedang
- Pengaruhnya terhadap kepentingan para pemangku
kepentingan (stakeholders) sedang
Tinggi
- Pengaruhnya terhadap strategi dan aktivitas operasi
tinggi
- Pengaruhnya terhadap kepentingan para pemangku
kepentingan (stakeholders) tinggi
3. Struktur Manajemen Risiko
Pengelolaan risiko BLU mengadopsi model tiga
tingkatan pengendalian sebagaimana terlihat
pada gambar berikut:
Gambar 4.16 Model Tiga Tingkat Pengendalian
Mengelola Resiko BLU
Model tersebut bekerja sebagai berikut:
1. Pengendalian di tingkat kebijakan
bertanggung jawab untuk
mengkoordinasikan, memfasilitasi, dan
mengawasi efektifitas dan integritas proses
manajemen risiko.
2. Pejabat di tingkat pengendalian operasional
bertanggung jawab langsung atas
pengelolaan dan pengendalian risiko
sehari-hari.
3. Tingkatan pengawasan pengendalian
berfungsi memberikan penilaian
76 | MANUAL BLU MANUAL BLU | 77
Men
ata
Kel
emba
gaan
BLU
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
independen atas efektivitas pelaksanaan
manajemen risiko.
Secara umum, risiko yang berpotensi
muncul dalam organisasi dan perlu
memperoleh perhatian dapat dikategorikan
sebagai berikut:
a. Fraud adanya tindak kecurangan.
Ciri-cirinya: disengaja, melanggar hukum,
merugikan negara.
b. Stratejik dan kebijakan, risiko ini
disebabkan oleh:
1) Perubahan kebijakan lingkungan
organisasi
2) Kebijakan organisasi sebagai respon
terhadap perubahan kebijakan
lingkungan organiasasi
c. Operasional, risiko ini disebabkan terjadinya
kegagalan pada:
1) SDM
2) Proses
3) Sistem
d. Kepatuhan, munculnya risiko ini karena
adanya pelanggaran terhadap peraturan
perundang-undangan dan ketentuan yang
berlaku
e. Finansial, adalah risiko yang disebabkan
oleh adanya kegagalan pihak ketiga dalam
memenuhi kewajibannya kepada BLU.
4. Proses Manajemen Risiko
Proses manajemen risiko adalah sebagai
berikut :
a. Penetapan konteks dilakukan dengan
cara menjabarkan latar belakang, ruang
lingkup, tujuan, dan kondisi lingkungan
pengendalian dimana manajemen
risiko akan diterapkan.
b. Identifikasi risiko dilakukan dengan cara
mengidentifikasi lokasi, waktu, sebab
dan proses terjadinya peristiwa risiko
yang dapat menghalangi, menurunkan,
atau menunda tercapainya sasaran
BLU.
c. Analisis risiko dilakukan dengan
cara mencermati sumber risiko dan
tingkat pengendalian yang ada serta
dilanjutkan dengan menilai risiko dari
sisi konsekuensi dan kemungkinan
terjadinya.
d. Evaluasi risiko dilakukan untuk
pengambilan keputusan mengenai
perlu tidaknya dilakukan penanganan
risiko lebih lanjut serta prioritas
penanganannya.
e. Penanganan risiko dilakukan dengan
mengidentifikasi berbagai opsi
penanganan risiko yang tersedia dan
memutuskan opsi penanganan risiko
yang terbaik yang dilanjutkan dengan
pengembangan rencana mitigasi risiko.
f. Monitoring dan Reviu dilakukan dengan
cara memantau efektivitas rencana
penanganan risiko, strategi, dan sistem
manajemen risiko.
g. Komunikasi dan konsultasi dilakukan
dengan cara mengembangkan
komunikasi kepada stakeholder internal
maupun eksternal.
Mengelola Resiko BLU Mengelola Resiko BLU
5. Mitigasi Risiko
Risiko-risiko yang telah diidentifikasi dan
dianalisis, langkah selanjutnya adalah
dilakukan mitigasi atas risiko-risiko
tersebut. Mitigasi risiko ini ditujukan untuk
menentukan jenis penanganan yang efektif
dan efisien untuk setiap risiko tersebut.
Manajemen memilih serangkaian aksi
tindak lanjut selaras dengan toleransi risiko
perusahaan.
Strategi yang dapat diambil antara lain:
a. Menghindari aktivitas yang
mengandung risiko. Opsi ini dipilih
apabila dampak risiko lebih besar
daripada dampak tercapainya tujuan
organisasi, opportunity loss, dan biaya
untuk menghindari risiko.
b. Mengurangi baik kemungkinan dan/
atau dampak. Opsi ini dilakukan
dengan membuat membuat analisis
biaya manfaat terlebih dahulu.
c. Memindahkan (transfer), yaitu
melakukan transfer risiko dengan pihak
ketiga. Opsi ini dilakukan apabila
kemampuan pemilik risiko dalam
mengelola risiko lebih kecil daripada
kemampuan pihak ketiga yang akan
dibagi risikonya. Selain itu, biaya untuk
membagi risiko lebih kecil daripada
dampak risiko yang akan diterima.
Contoh: asuransi dan kontrak kerja
dengan pihak ketiga (outsourcing).
d. Menerima risiko dengan tidak melakukan
tindakan apapun untuk mempengaruhi
dampak dan kemungkinan risiko. Opsi ini
dipilih apabila kapasitas untuk menerima
risiko lebih besar daripada dampak risiko
yang diterima. Pelaksanaan manajemen
risiko haruslah menjadi bagian integral dari
pelaksanaan sistem manajemen BLU.
Proses manajemen risiko ini merupakan
salah satu langkah yang dapat dilakukan
untuk terciptanya perbaikan berkelanjutan
(continuous improvement).
Monitoring selama pengendalian risiko
berlangsung perlu dilakukan untuk
mengetahui perubahan-perubahan yang
bisa terjadi. Perubahan-perubahan tersebut
kemudian perlu ditelaah ulang untuk
selanjutnya dilakukan perbaikan-perbaikan.
Pada prinsipnya pemantauan dan telaah
ulang perlu untuk dilakukan untuk menjamin
terlaksananya seluruh proses manajemen
risiko dengan optimal
Adapun kriteria risiko-risiko yang diretensi
antara lain:
a. Maksimal memiliki tingkat konsekuensi
pada level yang telah ditetapkan untuk
diretensi sesuai dengan toleransi dan
selera risiko instansi yang telah ditetapkan.
b. Terdapat perlindungan hukum yang
memadai mencakup regulasi dan/atau
kontrak/perjanjian, dan
c. Unit Pengambil Risiko dan Pemilik Risiko
terkait dapat memastikan dengan tingkat
keyakinan di atas 85% bahwa tidak akan
terjadi kegagalan pada orang, proses dan
78 | MANUAL BLU MANUAL BLU | 79
Men
ata
Kel
emba
gaan
BLU
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
Tabel 4.5. Contoh Risiko dan Mitigasi Risiko pada BLU Pengelola Kawasansistem yang ada.
Sementara itu, kriteria risiko-risiko yang harus
ditransfer antara lain:
d. Risiko-risiko residual dengan tingkat
konsekuensi pada level yang tidak dapat
diterima sesuai denga toleransi dan risiko
instansi yang dapat diterima, dan
e. Instansi tidak memiliki sumber daya yang
memadai untuk membiayai konsekuensi
risiko yang diperkirakan.
6. Risiko-Risiko Utama Satker BLU Bidang
Pengelolaan Kawasan
Secara umum, terdapat risiko-risiko utama
yang harus dimitigasi oleh satker BLU bidang
pendidikan. Laporan mengenai mitigasi risiko-
risiko utama tersebut harus disampaikan
kepada Dewas setiap semesternya sebagai
bahan pengawasan.
Selain memonitor risiko-risiko di atas, satker
BLU dapat membuat dan memonitor risiko-
risiko lainnya yang mungkin timbul, sesuai
selera risiko (risk appetite) pemilik risiko.
No Jenis Risiko Mitigasi Risiko1 Fraud
Mark up harga pada saat perencanaan dan pelaksanaan
pengadaan barang/jasa
Mengoptimalkan pengawasan
dan pengendalian dalam
proses penganggaran dan
pelaksanaan pengadaan
2 Stratejik
Kebijakan mengenai pertanahan yang akan sangat
berpengaruh terhadap kebijakan terkait layanan yang
akan diambil oleh BLU pengelola kawasan
Melakukan cost and benefit
analysis ketika BLU Pengelola
Kawasan akan mengeluarkan
kebijakan terkait layanan
3 Operasional
• Kurangnya kompetensi SDM • Capacity building bagi SDM
• Assessment SDM
• Rekruitment SDM yang
sesuai dengan kebutuhan
• SOP dalam pengelolaan keuangan BLU yang belum
jelas ( misal SOP pengelolaan piutang) sehingga dapat
menghambat pemecahan terhadap masalah piutang tak
tertagih
SOP yang terinci dan jelas
• Perangkat dalam melaksanakan pekerjaan yang belum
lengkap misal sistem informasi manajemen pengelolaan
SDM yang masih kurang memadai sehingga dapat
berpengaruh terhadap pengelolaan SDM
Penyempurnaan sistem
informasi
4 Kepatuhan
• SOP yang tidak dijalankan dengan sempurna.
• SPM yang tidak dijalankan dengan sempurna
Pengawasan dan Pengendalian
oleh internal BLU
5 Finansial
• Pihak ketiga yang mengikat kontrak dengan BLU
pengelola kawasan tidak mempunyai komitmen untuk
memenuhi kewajiban membayar biaya sewa kawasan,
• Kontrak-kontrak dengan pihak ketiga yang kontraktor
pelaksana-nya tidak bisa menyelesaikan pekerjaannya
sesuai dengan kontrak yang disepakati.
Kontrak yang jelas baik
mengenai kewajiban pihak
ketiga dan sanksi apabila pihak
ketiga tidak menyelesaikan
kewajiban
• Perubahan nilai kurs Diatur dalam kontrak
80 | MANUAL BLU MANUAL BLU | 81
Men
ata
Kel
emba
gaan
BLU
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
Pelaksanaan manajemen risiko haruslah
menjadi bagian integral dari pelaksanaan
sistem manajemen BLU. Proses manajemen
risiko ini merupakan salah satu langkah yang
dapat dilakukan untuk terciptanya perbaikan
berkelanjutan (continuous improvement).
Monitoring selama pengendalian risiko
berlangsung perlu dilakukan untuk mengetahui
perubahan-perubahan yang bisa terjadi.
Perubahan-perubahan tersebut kemudian
perlu ditelaah ulang untuk selanjutnya dilakukan
perbaikan-perbaikan. Pada prinsipnya
pemantauan dan telaah ulang perlu untuk
dilakukan untuk menjamin terlaksananya
seluruh proses manajemen risiko dengan
optimal.
82 | MANUAL BLU MANUAL BLU | 83
Men
ata
Kel
emba
gaan
BLU
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
1. Umum
Remunerasi merupakan imbalan kerja yang
dapat berupa gaji, honorarium, tunjangan tetap,
insentif, bonus atas prestasi, pesangon, dan/
atau pensiun. Remunerasi diberikan kepada
Pejabat Pengelola, Dewas, dan Pegawai BLU
berdasarkan tingkat tanggung jawab dan
tuntutan profesionalisme yang diperlukan.
Remunerasi dapat juga diberikan kepada
Sekretaris Dewas.
Penentuan besaran gaji Pemimpin BLU
ditetapkan dengan mempertimbangkan faktor-
faktor sebagai berikut :
• Proporsionalitas, yaitu pertimbangan atas
ukuran (size) dan jumlah aset yang dikelola
BLU serta tingkat pelayanan;
• Kesetaraan, yaitu dengan memperhatikan
industri pelayanan sejenis;
• Kepatutan, yaitu menyesuaikan
kemampuan pendapatan BLU yang
bersangkutan;
Kinerja operasional BLU yang ditetapkan
oleh menteri/pimpinan lembaga/ketua
Dewan Kawasan sekurang-kurangnya
mempertimbangkan indikator keuangan,
pelayanan, mutu dan manfaat bagi masyarakat.
Dalam rangka pemberian remunerasi tersebut,
maka BLU harus memperhatikan komponen
sistem remunerasi sebagai berikut:
• Pay for position
Penghargaan pelaksanaan pekerjaan
(pay for position) untuk mendorong dan
menghargai berlangsungnya kewajiban
pelaksanaan proses bekerja. Komponen ini
dikaitkan dengan harga jabatan.
Untuk PNS, struktur remunerasinya
terdiri dari gaji pokok dan tunjangan
tunjangan struktural/fungsional yang
dibayarkan dari RM ditambah tunjangan
yang dibayarkan dari pendapatan BLU
(PNBP). Sementara untuk non PNS
profesional struktur remunerasinya
merupakan penyetaraan sebagai PNS
ditambah tunjangan yang semuanya
dibayarkan dari pendapatan BLU (PNBP).
Besaran remunerasi bersifat tetap dan
dibayarkan rutin setiap bulan.
• Pay for performance
Penghargaan kinerja (pay for performance)
bertujuan untuk mendorong motivasi
perwujudan kinerja. Komponen remunerasi
ini dikaitkan dengan pencapaian
target kinerja sebagaimana yang telah
dikontrakkinerjakan. Komponen ini
diberikan sebagai penghargaan atas
capaian kinerja individu yang dikaitkan
dengan kinerja unit kerja/organisasi.
Komponen ini berupa insentif dan/atau
bonus. Besarannya tergantung pada
tingkat capaian target dan dibayarkan
secara periodik sesuai kebijakan unit kerja/
organisasi.
Bagaimana Menerapkan
Remunerasi BLU? • Pay for people
Program perlindungan keamanan, fasilitas
untuk mendukung kenyamanan dan
kesejahteraan yang ditetapkan dengan
kriteria yang bersifat individual (pay for
people) atau disebut dengan program
benefit. Komponen remunerasi ini terkait
dengan kondisi perorangan/individu, yang
dapat berupa premi asuransi, pesangon,
pensiun.
Contoh :
Pemberian remunerasi dalam bentuk fasilitas
dalam rangka mendorong motivasi dan
penghargaan kepada pegawai BLU atas kinerja
yang telah dicapai (misalnya fasilitas kendaraan
dinas atau kepesertaan dalam sebuah
asuransi).
Hal utama yang perlu pula diperhatikan
dalam rangka pemberian remunerasi adalah
pelaksanaan proses analisis jabatan yang
terdapat pada BLU. Proses ini dimulai dari
aktivitas analisis jabatan, menyusun uraian
jabatan, dan melaksanakan evaluasi jabatan.
Rangkaian proses analisis jabatan dilakukan
dalam rangka mengidentifikasi :
• Tingkat risiko jabatan yang disandang
(misalnya risiko terkait dengan masalah
penggunaan dana/uang, risiko
penyalahgunaan wewenang);
• Tingkat kompleksitas jabatan;
• Peringkat jabatan;
Analisis jabatan dilaksanakan dengan cara
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
• Kompetensi jabatan (misalnya jenjang
pendidikan minimal pascasarjana untuk
Direktur Utama);
• Tingkat urgensi tugas sebuah jabatan
dalam sebuah proses bisnis (misalnya
seorang Kepala Bagian Keuangan yang
memiliki kewenangan melakukan otorisasi
pengeluaran unit kerja).
Hal-hal tersebut diatas perlu mendapatkan
perhatian dalam menerapkan sistem
remunerasi pada pegawai BLU
2. Teknis Penerapan Sistem Remunerasi
Perhitungan besaran gaji Pejabat Keuangan
dan Pejabat Teknis ditetapkan sebesar
90% dari gaji Pemimpin BLU. Sedangkan
perhitungan honorarium Dewas ditetapkan
sebagai berikut :
• Honorarium Ketua Dewas sebesar 40%
dari gaji Pemimpin BLU.
• Honorarium anggota Dewas sebesar 36%
dari gaji Pemimpin BLU.
• Honorarium Sekretaris Dewas sebesar
15% dari gaji Pemimpin BLU
Bagi Pejabat Pengelola, Dewas dan Sekretaris
Dewas yang diberhentikan sementara dari
jabatannya memperoleh penghasilan sebesar
50% dari gaji/honorarium bulan terakhir yang
berlaku sejak tanggal diberhentikan sampai
dengan ditetapkannya keputusan definitif
tentang jabatan yang bersangkutan.
Disamping pemberian gaji/honorarium, Pejabat
Pengelola, Dewas, Sekretaris Dewas, dan
Pegawai BLU dapat memperoleh tunjangan
tetap, insentif, bonus atas prestasi, pesangon
dan/atau pensiun dengan memperhatikan
Menerapkan Remunerasi BLU
84 | MANUAL BLU MANUAL BLU | 85
Men
ata
Kel
emba
gaan
BLU
Men
gelo
la K
euan
gan
BLU
kemampuan pendapatan BLU yang
bersangkutan.
Apabila Pejabat Pengelola, Dewas, dan
Sekretaris Dewas telah berakhir masa
jabatannya, dapat diberikan pesangon
berupa santunan purna jabatan dengan
pengikutsertaan dalam program asuransi
atau tabungan pensiun yang beban premi/
iuran tahunannya ditanggung oleh BLU yang
besarannya ditetapkan paling banyak sebesar
25% dari gaji/honorarium dalam satu tahun.
Besaran remunerasi untuk Pejabat Pengelola,
Dewas, Sekretaris Dewas, dan Pegawai BLU
pada masing-masing BLU ditetapkan oleh
Menteri Keuangan berdasarkan usulan menteri/
pimpinan Lembaga
3. Penyusunan Usulan Remunerasi
Proses penyusunan usulan remunerasi dapat
djelaskan sebagai berikut :
Gambar 4.17 Tahapan Penyusunan Usulan Remunerasi
Dokumen sumber yang diperlukan dalam
rangka penyusunan proposal remunerasi:
1. Tugas Dan Fungsi BLU
2. Struktur Organisasi BLU
3. Diskripsi Pekerjaan/Job Desk
4. Kompetensi Jabatan/Job Competency
5. Data Pembanding/Benchmarking
6. Data Keuangan
7. Data Kinerja
Menerapkan Remunerasi BLU
Bab I. Pendahuluan
1. Latar Belakang :
Menjelaskan latar belakang, urgensitas dan pertimbangan usulan pengusulan remunerasi
2. Maksud dan Tujuan :
Maksud dan tujuan sistem remunerasi dengan sistem kinerja BLU berdasarkan visi dan
misi organisasi.
3. Landasan hukum
Ketentuan dan peraturan yang menjadi landasan hukum penetapan sistem remunerasi
baru ini adalah segala ketentuan dan peraturan terbaru dan atau yang masih berlaku
Bab II. Data Umum BLU
1. Visi, misi, tujuan, dan budaya kerja organisasi
2. Tugas dan fungsi organisasi
3. Struktur organisasi
4. Komposisi pegawai
(PNS, non PNS Profesional, dan rencana pengembangan pegawai
5. Data Kinerja
a. Data Keuangan (3 tahun sebelum, tahun berjalan, dan 3 tahun kedepan)
- Rupiah Murni
Pagu, Realisasi Belanja (Belanja Pegawai, Belanja Barang dan
BelanjaModal)
- PNBP
Target, Realisasi Belanja (Belanja Barang dan Belanja Modal)
b. Data Keuangan
- Belanja Pegawai terdiri dari Rupiah Murni (akun 51 dan 52) dan PNBP
- proyeksi keuangan
c. Kinerja Operasional
Bab III. Sistem Remunerasi
1. Kebijakan eksisting remunerasi
2. Rencana kebijakan remunerasi
3. Identifikasi komponen remunerasi
Proposal
Usulan Remunerasi
MANUAL BLU | 87
Aku
ntan
si B
LU
86 | MANUAL BLU
Men
ata
Kel
emba
gaan
BLU
Proposal
Usulan Remunerasi
4. Perhitungan remunerasi
a. komponen pay for position
b. komponen pay for performance
c. komponen pay for people
5. Penyusunan skala/struktur jabatan (struktural dan fungsional)
6. Penyusunan skala besaran remunerasi
a. Besaran remunerasi mencerminkan nilai jabatan dan/atau
b. benchmarking dari jabatan yang selevel pada industri yang sejenis
yang memiliki skala/kompleksitas mendekati sama
7. Perhitungan kebutuhan remunerasi
Menyajikan perhitungan kebutuhan remunerasi untuk 1 bulan dan 1 tahun termasuk gaji ke
13 dan sumber pembiayaan remunerasi (RM dan PNBP)
Bab IV : Analisa Remunerasi
Analisa di dasarkan pada empat faktor :
- Proporsionalitas,yaitu pertimbangan atas ukuran (size) dan jumlah aset yang dikelola BLU
serta tingkat pelayanan;
- Kesetaraan, yaitu dengan memperhatikan industri pelayanan sejenis;
- Kepatutan, yaitu menyesuaikan dengan kemampuan pendapatan BLU yang bersangkutan;
- Kinerja operasional BLU, ditetapkan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga/Dewan Kawasan
Bab V : Penutup
AKUNTABILITASBLU
pertanggungjawaban BLU
pengawasan dan pemeriksaan BLU 5
88 | MANUAL BLU MANUAL BLU | 89
Aku
ntan
si B
LU
Aku
ntan
si B
LU
Bagaimana
Pertanggungjawaban BLU?
BLU menyusun menyajikan laporan
keuangan dan laporan kinerja sebagai
bentuk pertanggungjawaban dan transparansi
dalam pengelolaan keuangan dan kegiatan
pelayanannya.
1. Laporan Keuangan
Laporan keuangan adalah catatan informasi
dari transaksi keuangan suatu entitas pada
suatu periode akuntansi tertentu yang dapat
digunakan untuk menggambarkan kinerja BLU.
Laporan keuangan menyediakan informasi
mengenai posisi keuangan, operasional
keuangan, dan arus kas BLU yang bermanfaat
bagi pengguna laporan keuangan dalam
membuat dan mengevaluasi keputusan
ekonomi. Pemimpin BLU bertanggung jawab
atas penyusunan dan penyajian laporan
keuangan BLU. Laporan Keuangan dilengkapi
dengan surat pernyataan tanggung jawab
pemimpin BLU yang berisikan pernyataan
bahwa pengelolaan anggaran telah
dilaksanakan berdasarkan sistem pengendalian
intern yang memadai, akuntansi keuangan
telah diselenggarakan sesuai dengan standar
akuntansi keuangan, dan kebenaran isi
laporan keuangan merupakan tanggung jawab
pemimpin BLU.
a. Prosedur Akuntansi
Untuk menyajikan laporan keuangan, BLU perlu
melakukan langkah-langkah sesuai prosedur
akuntansi yang dimulai dengan pencatatan,
penggolongan, pengikhtisaran hingga
pelaporan, yang dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1) Pencatatan
` Penyusunan laporan keuangan didasari
atas transaksi keuangan yang dapat
mengakibatkan perubahan pada aset,
utang, modal, pendapatan dan biaya,
sebagai contoh penerimaan bunga
pinjaman, pembelian inventaris kantor, dan
sebagainya.
Dasar pencatatan transaksi keuangan
adalah bukti transaksi, contohnya kuitansi
pembelian inventaris, rekening koran
pembayaran bunga pinjaman.
Bukti transaksi tersebut dijurnal secara
historis dengan menyebutkan akun yang
didebet dan dikredit disertai dengan jumlah
masing-masing.
2) Penggolongan
Penggolongan merupakan proses
memindahkan data (posting) dari jurnal
ke Buku Besar secara periodik, sebagai
contoh memindahkan catatan penerimaan
bunga pinjaman ke Buku Besar
penerimaan bunga pinjaman.
3) Pengikhtisaran
Pengikhtisaran Buku Besar dilakukan pada
akhir periode akuntansi yang mencakup
kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a) Pembuatan Neraca Percobaan (Neraca
Saldo)
Merupakan ringkasan dari akun-akun
buku besar. Pembuatan Neraca Saldo
ini untuk membuktikan bahwa jumlah
debet dan kredit pada buku besar telah
sama.
b) Pembuatan Jurnal Penyesuaian untuk
mengoreksi perkiraan-perkiraan tertentu
sehingga mencerminkan keadaan aset,
kewajiban, biaya, pendapatan dan
modal yang sebenarnya. Contoh jurnal
penyesuaian adalah jurnal penyusutan,
biaya inventaris kantor.
4) Pelaporan
Pelaporan merupakan proses menyusun
laporan keuangan berupa Laporan
Aktivitas, Neraca, Laporan Arus Kas dan
Catatan atas Laporan Keuangan.
Gambar 5. 1. Prosedur Akuntansi
Pertanggungjawaban BLU
90 | MANUAL BLU MANUAL BLU | 91
Aku
ntan
si B
LU
Aku
ntan
si B
LU
b. Standar Akuntansi
Suatu pedoman agar laporan keuangan dapat
dibandingkan baik dengan laporan keuangan
periode sebelumnya maupun dengan
laporan keuangan satker BLU yang lain. BLU
menerapkan dua standar akuntansi SAK dan
SAP
1) Standar Akuntansi Keuangan
Standar akuntansi adalah prinsip akuntansi
dalam menyusun dan menyajikan laporan
keuangan suatu entitas.
Satker BLU merupakan instansi
pemerintah yang menerapkan paradigma
mewiraswastakan pemerintah (enterprising
the government), sehingga dikelola
ala bisnis (business like). Sebagai
konsekuensinya, akuntansi dan pelaporan
keuangan satker BLU juga dilakukan
layaknya entitas bisnis dengan menerapkan
SAK yang diterbitkan oleh asosiasi profesi
akuntansi Indonesia (Ikatan Akuntan
Indonesia/IAI). SAK yang diterbitkan oleh
IAI tersebut berupa Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK). Satker BLU
menerapkan SAK yang telah ada tersebut
disesuaikan dengan jenis industrinya
masing-masing.
Apabila SAK yang sudah ada dianggap
tidak sesuai atau tidak cocok untuk
diterapkan pada suatu BLU, maka BLU
tersebut dapat mengembangkan sendiri
standar akuntansi yang spesifik sesuai
dengan jenis industrinya, dengan mengacu
pada pedoman akuntansi BLU yang
berlaku. Standar akuntansi yang telah
dikembangkan tersebut harus ditetapkan
oleh menteri/pimpinan lembaga setelah
mendapatkan persetujuan dari Menteri
Keuangan.
Laporan keuangan berdasarkan SAK terdiri
dari Laporan Operasional, Neraca, Laporan
Arus Kas, dan Catatan atas Laporan
Keuangan.
2) Standar Akuntansi Pemerintahan
Sebagai satker yang masih merupakan
satker pemerintah, satker BLU merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari
K/L induknya. Oleh karena itu, laporan
keuangan BLU harus dikonsolidasikan
dengan laporan keuangan K/L. Laporan
keuangan untuk tujuan konsolidasi tersebut
disusun dan disajikan sesuai dengan
Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).
Laporan keuangan berdasarkan SAP yaitu
Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan
Catatan atas Laporan Keuangan.
c. Sistem Akuntansi BLU
Sistem akuntansi BLU adalah serangkaian
prosedur manual maupun yang
terkomputerisasi mulai dari proses
pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran
dan pelaporan keuangan BLU yang mencakup
semua pendapatan dan belanja BLU, baik
yang bersumber dari pendapatan usaha dari
jasa layanan, hibah, pendapatan RM dan
pendapatan usaha lainnya.
BLU setidak-tidaknya mengembangkan 3
sistem akuntansi yang merupakan subsistem
dari sistem akuntansi BLU, yaitu sistem
Pertanggungjawaban BLU
akuntansi keuangan, sistem akuntansi aset
tetap, dan sistem akuntansi biaya.
1) Sistem Akuntansi Keuangan
Sistem Akuntansi Keuangan adalah
sistem akuntansi yang menghasilkan
laporan keuangan pokok untuk tujuan
umum (general purpose). Tujuan laporan
keuangan adalah:
a) Akuntabilitas, yaitu
mempertanggungjawabkan
pengelolaan sumber daya serta
pelaksanaan kebijakan yang
dipercayakan kepada BLU dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan
secara periodik.
b) Manajemen, yaitu membantu para
pengguna untuk mengevaluasi
pelaksanaan kegiatan suatu BLU
dalam periode pelaporan sehingga
memudahkan fungsi perencanaan,
pengelolaan, dan pengendalian atas
seluruh penerimaan, pengeluaran,
aset, kewajiban, dan ekuitas BLU untuk
kepentingan stakeholders.
c) Transparansi, yaitu memberikan
informasi keuangan yang terbuka dan
jujur kepada masyarakat berdasarkan
pertimbangan bahwa masyarakat
memiliki hak untuk mengetahui
secara terbuka dan menyeluruh
atas pertanggungjawaban BLU
dalam pengelolaan sumber daya
yang dipercayakan kepadanya
dan ketaatannya pada peraturan
perundang-undangan
Sistem akuntansi keuangan mencakup
antara lain:
a) Kebijakan akuntansi
Kebijakan akuntansi meliputi pilihan
prinsip-prinsip, dasar-dasar, konvensi,
peraturan dan prosedur yang
digunakan BLU dalam penyusunan
dan penyajian laporan keuangan.
b) Sub sistem akuntansi
Sub sistem akuntansi merupakan
bagian dari sistem akuntansi.
Contohnya sub sistem penerimaan
kas, sub sistem pengeluaran kas.
c) Prosedur Akuntansi
Prosedur akuntansi adalah prosedur
yang digunakan untuk menganalisa,
mencatat, mengklasifikasi dan
mengikhtisarkan informasi untuk
disajikan di laporan keuangan.
d) Bagan Akun Standar
BAS merupakan daftar perkiraan Buku
Besar yang ditetapkan dan disusun
secara sistematis oleh pemimpin BLU
untuk memudahkan perencanaan,
penganggaran, pelaksanaan anggaran
serta akuntansi dan pelaporan
keuangan. Untuk tujuan konsolidasi
laporan keuangan BLU dengan
laporan keuangan K/L, digunakan BAS
yang telah ditetapkan oleh Menteri
Keuangan.
Sistem Akuntansi Keuangan BLU wajib
dikembangkan oleh BLU paling lama
2 tahun setelah ditetapkan sebagai
sebagai satker BLU.
2) Sistem Akuntansi Aset Tetap
Sistem Akuntansi Aset Tetap menghasilkan
laporan tentang aset tetap untuk keperluan
Pertanggungjawaban BLU
92 | MANUAL BLU MANUAL BLU | 93
Aku
ntan
si B
LU
Aku
ntan
si B
LU
manajemen aset. Sistem ini menyajikan
informasi tentang jenis, kuantitas, nilai,
mutasi, dan kondisi aset tetap milik BLU
ataupun bukan milik BLU tetapi berada
dalam pengelolaan BLU.
Pengembangan Sistem Akuntansi Aset
Tetap diserahkan sepenuhnya kepada
BLU yang bersangkutan. Namun demikian,
BLU dapat menggunakan sistem yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan
seperti Sistem Informasi Manajemen dan
Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK-
BMN).
3) Sistem Akuntansi Biaya
BLU mengembangkan Sistem Akuntansi
Biaya yang menghasilkan informasi tentang
harga pokok produksi, biaya satuan
(unit cost) per unit layanan, dan analisis
varian. Sistem Akuntansi Biaya berguna
dalam perencanaan dan pengendalian,
pengambilan keputusan, dan perhitungan
tarif layanan.
d. Penyajian Laporan Keuangan
Dalam penyajian laporan keuangan, setiap
komponen harus diidentifikasi secara jelas dan
menyajikan informasi antara lain mencakup:
1) nama BLU atau identitas lain.
2) cakupan laporan keuangan, apakah
mencakup hanya satu unit usaha atau
beberapa unit usaha.
3) tanggal atau periode pelaporan.
4) mata uang pelaporan dalam Rupiah.
5) satuan angka yang digunakan dalam
penyajian laporan keuangan.
e. Konsolidasi Laporan Keuangan BLU ke
dalam Laporan Keuangan K/L.
Laporan keuangan BLU yang dikonsolidasikan
adalah laporan keuangan berdasarkan
SAP. Komponen laporan keuangan yang
dikonsolidasi yaitu Laporan Realisasi Anggaran
dan Neraca.
Laporan Realisasi Anggaran menyajikan
informasi mengenai realisasi anggaran BLU.
Informasi yang wajib disampaikan dalam
laporan realisasi anggaran adalah transaksi
keuangan BLU yang bersumber dari
pendapatan usaha dari jasa layanan, hibah,
pendapatan RM, dan pendapatan usaha
lainnya. Dalam mengkonsolidasikan laporan
realisasi anggaran ke laporan K/L, satker BLU
mengesahkan pendapatan dan belanjanya ke
KPPN dengan mekanisme SP3B/SP2B.
Pos-pos neraca juga dikonsolidasikan ke
neraca K/L. Untuk tujuan ini perlu dilakukan
reklasifikasi pos-pos neraca agar sesuai
dengan SAP dengan menggunakan BAS yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Dalam hal sistem akuntansi keuangan BLU
belum dapat menghasilkan laporan keuangan
untuk tujuan konsolidasi dengan laporan
keuangan K/L, BLU perlu melakukan konversi
laporan keuangan BLU berdasarkan SAK ke
dalam laporan keuangan berdasarkan SAP.
Proses konversi laporan keuangan dari SAK
ke SAP mencakup pengertian, klasifikasi,
Pertanggungjawaban BLU
pengakuan, pengukuran, dan pengungkapan
atas akun-akun neraca dan laporan aktivitas/
operasi, yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Pengertian
Pada umumnya, pengertian akun-akun
menurut SAK tidak jauh berbeda dengan
SAP. Apabila ada pengertian yang berbeda,
maka untuk tujuan konsolidasi pengertian
akun menurut SAP, yaitu berdasarkan
Peraturan Pemerintah mengenai SAP.
2) Klasifikasi
Klasifikasi aset, kewajiban, ekuitas,
pendapatan, dan biaya perlu disesuaikan
dengan klasifikasi aset sesuai dengan BAS
yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri
Keuangan. Penyesuaian tersebut dilakukan
dengan cara mapping laporan SAK ke
laporan SAP.
Gambar 5. 2. Mapping Laporan SAK ke Laporan SAP
3) Pengakuan dan pengukuran
SAK menggunakan basis akrual dalam
pengakuan aset, kewajiban, ekuitas,
pendapatan, dan biaya. Pendapatan
diakui pada saat diterima atau hak untuk
menagih timbul sehubungan dengan
adanya barang/jasa yang diserahkan
kepada masyarakat. Biaya diakui jika
penurunan manfaat ekonomi masa depan
yang berkaitan dengan penurunan aset
atau peningkatan kewajiban telah terjadi
dan dapat diukur dengan andal. Ini berarti
pengakuan biaya terjadi bersamaan
dengan pengakuan kenaikan kewajiban
atau penurunan aset, misalnya akrual hak
karyawan atau penyusutan aset tetap.
SAP menggunakan basis akrual dalam
pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas
serta basis kas dalam pengakuan
pendapatan dan belanja. Pendapatan
diakui pada saat kas diterima pada
Pertanggungjawaban BLU
94 | MANUAL BLU MANUAL BLU | 95
Aku
ntan
si B
LU
Aku
ntan
si B
LU
rekening Kas Umum Negara. Belanja
diakui pada saat terjadinya pengeluaran
dari rekening Kas Umum Negara dan
dipertanggungjawabkan. Pendapatan
(tidak termasuk pendapatan yang ditransfer
dari APBN) dan belanja BLU diakui
jika pendapatan dan belanja tersebut
dilaporkan dengan mekanisme SP3B BLU
dan SP2B BLU atas pendapatan dan
belanja tersebut. Belanja yang didanai
dari pendapatan BLU diakui sebagai
belanja oleh Bendahara Umum Negara jika
belanja tersebut telah dilaporkan dengan
mekanisme SP3B BLU dan SP2B BLU.
Untuk kepentingan konsolidasi dengan
laporan keuangan K/L, perlu dilakukan
penyesuaian atas akun pendapatan dan
belanja yang berbasis akrual menjadi akun
pendapatan dan belanja berbasis kas.
Formula penyesuaian pendapatan dan
belanja berbasis akrual menjadi berbasis
kas adalah sebagai berikut:
4) Pengungkapan
Pengungkapan laporan keuangan
berpedoman pada ketentuan mengenai
SAP.
f. Rekonsiliasi Laporan Keuangan
Sebelum laporan keuangan disampaikan
kepada pihak-pihak yang berwenang maka
harus dilaksanakan proses rekonsiliasi internal
dan rekonsiliasi ekternal.
1) Rekonsiliasi Internal
a) Rekonsiliasi antara Buku Bank dengan
Rekening Koran;
b) Rekonsiliasi antara Laporan Barang
(SIMAK-BMN) dengan Laporan
Keuangan berdasarkan SAP (SAKPA);
c) Rekonsiliasi antara Laporan Keuangan
SAP dengan Laporan Keuangan SAK.
2) Rekonsiliasi eksternal
a) Rekonsiliasi dengan KPPN dilakukan
setiap bulan yaitu :
(1) Rekonsiliasi rekening Koran BLU
dengan Saldo Kas BLU pada SAU
Pertanggungjawaban BLU
KPPN
(2) Rekonsiliasi data SAI dengan SAU
yaitu:
• Rekonsiliasi Laporan Realisasi
Anggaran yaitu rekonsiliasi
data estimasi pendapatan,
pagu belanja, realisasi
pendapatan, realisasi belanja,
realisasi pengembalian
pendapatan, realisasi
pengembalian belanja
• Rekonsiliasi Neraca yaitu
rekonsiliasi data kas di
bendahara pengeluaran; Kas
pada Badan Layanan Umum
dan investasi jangka pendek
BLU.
b) Rekonsiliasi Laporan Barang dengan
KPKNL berdasarkan Perdirjen
Kekayaan Negara tentang Rekonsiliasi
Barang Milik Negara
g. Penyampaian Laporan Keuangan BLU
1) Laporan keuangan BLU berdasarkan SAK
Disampaikan secara berjenjang kepada
eselon I kementerian teknis serta kepada
Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal
Perbendaharaan c.q. Direktur PPK BLU
setiap triwulan, semester, dan tahunan.
Penyampaian laporan keuangan
dilaksanakan dengan ketentuan sebagai
berikut:
a) laporan triwulanan paling lambat
tanggal 15 setelah triwulan berakhir,
terdiri dari laporan operasional, laporan
arus kas, dan catatan atas laporan
keuangan, disertai laporan kinerja.
b) laporan semesteran paling lambat
tanggal 10 setelah semester berakhir,
terdiri dari laporan operasional, neraca,
laporan arus kas, dan catatan atas
laporan keuangan, disertai laporan
kinerja.
c) laporan tahunan (unaudited) paling
lambat tanggal 20 setelah tahun
berakhir, terdiri dari laporan realisasi
anggaran/laporan operasional, neraca,
laporan arus kas, dan catatan atas
laporan keuangan, disertai laporan
kinerja.
d) laporan keuangan tahunan (audited)
disampaikan kepada Dit PPK BLU
paling lambat tanggal 30 April setelah
tahun berakhir harus diaudit oleh
auditor ekstern, yaitu oleh BPK atau
Kantor Akuntan Publik (KAP).
Dalam hal tanggal penyampaian
Laporan Keuangan jatuh pada hari libur,
penyampaian Laporan Keuangan paling
lambat dilaksanakan pada hari kerja
berikutnya.
2) Laporan Keuangan BLU berdasarkan SAP
Penyusunan, penyampaian dan
kelengkapan Laporan Keuangan BLU
untuk konsolidasian dilaksanakan secara
berjenjang berdasarkan peraturan yang
berlaku.
Laporan Keuangan tahunan (unaudited)
disampaikan kepada Dit PPK BLU dan
UAPPA-Es1 terdiri dari Laporan keuangan
berdasarkan SAK dan Laporan Keuangan
berdasarkan SAP, sedangkan Laporan
Keuangan tahunan (audited) disampaikan
kepada Dit PPK BLU paling lambat tanggal
Pertanggungjawaban BLU
Pendapatan Berbasis Kas
Belanja Berbasis Kas
(Pendapatan BLU + pendapatan
diterima di muka) – pendapatan
yang masih harus diterima.
Biaya BLU – Biaya yang dibayar
tidak tunai termasuk Penyusutan
+ utang biaya yang dibayar +
biaya dibayar di muka.
96 | MANUAL BLU MANUAL BLU | 97
Aku
ntan
si B
LU
Aku
ntan
si B
LU
30 April setelah tahun berakhir harus
diaudit oleh auditor ekstern, yaitu oleh BPK
atau Kantor Akuntan Publik (KAP).
2. Laporan Kinerja
a. Pengelolaan Kinerja BLU sesuai dengan
Balanced Scorecard (BSC).
BSC adalah suatu alat manajemen
strategis yang secara komprehensif
menjelaskan tentang sasaran strategis
dan kinerja suatu institusi dari beberapa
perspektif stakeholder, customer, internal
process dan learning and growth.
Proses penyusunan BSC pada satker BLU
adalah sebagai berikut:
1) Menentukan Perspektif Peta Strategi
Dalam menentukan peta strategi, satker
BLU
a) Menentukan pemangku kepentingan
(stakeholders) dan ekspektasinya atas
layanan yang dilakukan oleh BLU
b) Menentukan perspektif pelanggan
(customers)
c) Menentukan perspektif bisnis proses
internal
d) Menentukan perspektif pembelajaran
dan pertumbuhan
2) Menentukan Sasaran Strategis
Balanced Scorecarda) Menentukan kata kunci dari Visi dan
Misi unit organisasi
b) Menerjemahkan kata kunci ke dalam
Sasaran Strategis. Berdasarkan kata
kunci yang terdapat pada Visi dan Misi,
satker BLU menentukan kondisi ideal
yang dan realistis yang ingin dicapai.
Sasaran strategis ini merupakan
sasaran yang bersifat penting dan
memperoleh prioritas tinggi dan jajaran
manajemen.
c) Mengelompokkan Sasaran Strategis
(1) Sasaran Strategis pada perspektif
stakeholders
(2) Sasaran strategis pada perspektif
pelanggan (customers)
(3) Sasaran Strategis pada perspektif
Bisnis Proses Internal
(4) Sasaran Strategis pada perspektif
Pembelajaran dan Pertumbuhan
d) Menggambarkan kedalam peta strategi
3) Menyusun Indikator Kinerja Utama
Dalam menyusun IKU menganut prinsip
sebagai berikut:
a) Specific yaitu indikator kinerja harus
mampu menyatakan sesuatu yang
khas/unik dalam menilai kinerja suatu
unit kerja;
b) Measurable yaitu indikator kinerja harus
dapat diukur dengan jelas, memiliki
satuan pengukuran, dan jelas pula cara
pengukurannya;
c) Agreeable yaitu indikator kinerja harus
disepakati antara bawahan dan atasan;
d) Realisitic yaitu indikator kinerja harus
dapat dicapai, namun menantang.
e) Time-bouded yaitu indikator
kinerja harus memiliki batas waktu
penyampaian;
f) Continuously improved yaitu indikator
kinerja dapat menyesuaikan dengan
perkembangan strategi organisasi.
Sementara itu, unsur-unsur yang harus
dipertimbangkan dalam menyusun indikator
kinerja antara lain:
(a) Biaya pelayanan (cost of service)
(b) Penggunaan (utilization)
(c) Kualitas dan standar pelayanan (quality
and standards)
(d) Cakupan pelayanan (coverage)
(e) Kepuasan (satisfaction)
b. Penilaian Kinerja Keuangan BLU
Ditjen Perbendaharaan cq. Direktorat
Pembinaan Pengelolaan Keuangan BLU
melakukan penilaian kinerja BLU. Penilaian
kinerja BLU meliputi penilaian kinerja keuangan
dan kinerja layanan. Penilaian kinerja keuangan
meliputi aspek keuangan, dan aspek
kepatuhan pengelolaan keuangan BLU.
c. Penilaian Kinerja Layanan
Penilaian kinerja layanan sangat tergantung
dari jenis layanan dari Satker BLU tersebut
sesuai dengan tujuan pelayanannya. Penilaian
kinerja layanan selanjutnya digabungkan
dengan penilaian kinerja keuangan sehingga
menghasilkan penilaian kinerja BLU secara
keseluruhan. Penilaian kinerja layanan BLU
akan terdiri dari beberapa aspek yang antara
lain meliputi penilaian terhadap produktivitas,
efisiensi, mutu layanan, pengembangan
organisasi dan pengelolaan SDM dan aspek
lain yang sesuai dengan karakteristik BLU
bidang pendidikan.
98 | MANUAL BLU MANUAL BLU | 99
Aku
ntan
si B
LU
Aku
ntan
si B
LU
No. Indikator Rumus/Unsur Penilaian
A. Aspek Keuangan
1. Rasio Keuangan
1.1. Rasio Kas (cash ratio) Kas dan Setara KasX 100%
Kewajiban Jangka Pendek
1.2. Rasio Lancar (current ratio) Aset LancarX 100%
Kewajiban Jangka Pendek
1.3. Periode Panagihan Piutang
(collection period)Piutang Usaha x 360
X 1 hariPendapatan Operasional
1.4. Perputaran Aset Tetap (fixed
asset turnover)Pendapatan Operasional
X 100%Aset Tetap
1.5. Imbalan atas Aktiva Tetap
(return on asset)Surplus atau Defisit sebelum Pos
Keuntungan atau Kerugian X 100%
Total Aset Tetap
1.6. Imbalan Ekuitas (return on
equity)Surplus atau Defisit sebelum Pos
Keuntungan atau Kerugian X 100%
Total Ekuitas
2. Rasio Biaya Operasional
Pendapatan Operasional
(BOPO)
Pendapatan BLUX 100%
Biaya Operasional
B. Aspek Kepatuhan Pengelolaan Keuangan BLU
1. Rencana Bisnis dan Anggaran
(RBA) Definitif
Jadwal Penyusunan dan Kelengkapan
No. Indikator Rumus/Unsur Penilaian
2. Laporan Keuangan
Berdasarkan SAK
Laporan Triwulan I, Semester I, Triwulan III, Tahunan, dan
Audit Laporan Keuangan serta Opini Audit atas Laporan
Keuangan
3. Surat Perintah Pengesahan
Pendapatan dan Belanja BLU
(SP3B BLU)
Penyampaian SP3B BLU minimal sekali dalam Satu
Triwulan dan kesesuaian jumlah saldo awal kas dengan
saldo akhir kas triwulan sebelumnya
4. Tarif Layanan Peraturan yang digunakan sebagai dasar dalam
memungut tarif atas layanan yang diberikan
5. Sistem Akuntansi Memiliki Sistem Akuntansi Keuangan, Sistem Akuntansi
Biaya, dan Sistem Akuntansi Aset
6. Persetujuan Rekening Rekening sudah mendapatkan persetujuan Bendahara
Umum Negara baik Rekening Pengelolaan Kas BLU,
Rekening Operasional BLU dan Rekening Dana Kelolaan
7. Standard Operating Procedure
(SOP)
Memiliki SOP Pengeloaan Kas, SOP Pengelolaan Piutang,
SOP Pengelolaan Utang, SOP Pengadaan Barang dan/
atau Jasa, dan SOP Pengelolaan Barang Inventaris.
Penilaian kinerja layanan
sangat tergantung
dari jenis layanan
dari Satker BLU tersebut
sesuai dengan tujuan
pelayanannya.
“
“
100 | MANUAL BLU MANUAL BLU | 101
Aku
ntan
si B
LU
Aku
ntan
si B
LU
Contoh Penilaian Kinerja Layanan untuk BLU
Bidang Pengelolaan Kawasan
NO URAIAN / INDIKATOR
1. Pertumbuhan
Produktivitas Layanan
Seberapa produktif layanan yang dihasilkan dari aset yang ada dan seberapa
besar peningkatan produktivitas tersebut dari tahun ke tahun, contoh :
Tingkat occupancy rate, pertumbuhan occupancy rate, perbandingan
luas kawasan dengan jumlah layanan yang diberikan, dan sebagainya.
2. Efisiensi Pelayanan Seberapa efisien BLU dalam memberikan pelayanan kepada konsumen
misalnya efisiensi dalam hal waktu pelayanan, jumlah SDM berbanding dengan
aset yang dikelola, Optimalisasi pemanfaatan sumber daya baik eksternal
maupun internal, Pelaksanaaan SOP layanan sesuai SPM, dan sebagainya
3. Mutu layanan Seberapa baik kualitas layanan yang diberikan kepada masyarakat misalnya:
tingkat kenyamanan, keamanan, ketertiban kawasan, tingkat kepuasan
konsumen, Tingkat keterbukaan informasi pelayanan kepada pengguna,
Standar pelayanan sesuai kebutuhan masyarakat, dan sebagainya
4. Pengembangan
organisasi dan
pengelolaan SDM
Apa yang telah dilakukan satker BLU untuk mengembangkan organisasi dan
mengelola SDM misalnya : dalam hal pengembangan sistem manajemen,
pengembangan sistem rekrutmen , pendidikan dan Pelatihan Pegawai dan
penerapan Reward and Punishment, Assessment SDM, dan sebagainya
(data indikator diolah berdasarkan analisa terhadap karakteristik BLU Pengelola Kawasan dan hasil
masukan dari BLU Pengelola Kawasan)
Boks 5.3
Aspek yang dinilai menurut Pedoman Penilaian Kinerja Unit Pelayanan Publik (Permenpan 38/2012)
1. Visi, misi, dan motto pelayanan. Indikator penilaian untuk komponen ini meliputi: a. Adanya visi dan misi yang dijabarkan dalam perencanaan (Renstra, Renja) mengacu UU Nomor 25
Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. b. Penetapan motto pelayanan yang mampu memotivasi pegawai untuk memberikan pelayanan terbaik. c. Motto pelayanan diumumkan secara luas kepada pengguna layanan.
2. Standar Pelayanan dan Maklumat Pelayanan Indikator penilaian untuk komponen ini meliputi: a. Penyusunan, penetapan, dan penerapan standar pelayanan yang mengacu Undang-undang Nomor
25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. b. Maklumat Pelayanan yang dipublikasikan.
3. Sistem, Mekanisme, dan Prosedur Indikator penilaian untuk komponen ini meliputi: a. Memiliki sertifikat ISO 9001:2008 dalam menyelenggarakan pelayanan publik dengan ruang lingkup
semua jenis mengacu UU 25/2009 (Catatan: Bila belum memiliki sertifikat ISO 9001:2008, lanjutkan ke pertanyaan b)
b. Menerapkan Sistem Manajemen Mutu (SMM), namun tidak memiliki sertifikat ISO 9001:2008 (Catatan: Bila belum memiliki sistem manajemen mutu, lanjutkan ke pertanyaan c)
c. Penetapan Standar Operasional Prosedur (SOP) d. Penetapan uraian tugas yang jelas
4. Sumber Daya Manusia Indikator penilaian untuk komponen ini meliputi: a. Penetapan dan penerapan pedoman kode etik pegawai b. Sikap dan perilaku pegawai dalam memberikan pelayanan kepada pengguna layanan c. Tingkat kedisiplinan pegawai dalam memberikan pelayanan kepada pengguna layanan d. Tingkat kepekaan/ respon pegawai dalam memberikan pelayanan kepada pengguna layanan e. Tingkat keterampilan pegawai dalam memberikan pelayanan kepada pengguna layanan f. Penetapan kebijakan pengembangan pegawai dalam rangka peningkatan keterampilan/
profesionalisme pegawai dengan tujuan meningkatkan kualitas pelayanan kepada pengguna pelayanan
5. Sarana dan Prasarana Pelayanan Indikator penilaian untuk komponen ini meliputi: a. Sarana dan prasarana yang dipergunakan untuk proses pelayanan telah didayagunakan secara
optimal b. Sarana dan prasarana pelayanan yang tersedia memberikan kenyamanan kepada pengguna layanan
(perhatikan: kebersihan, kesederhanaan, kelayakan dan kemanfaatan) c. Sarana pengaduan (Kotak pengaduan, loket pengaduan, telepon tol, email dan lainnya)
6. Penanganan Pengaduan (10%) Indikator penilaian untuk komponen ini meliputi: a. Sistem/prosedur pengelolaan pengaduan pengguna layanan b. Petugas khusus/ unit yang menangani pengelolaan pengaduan c. Persentase jumlah pengaduan yang dapat diselesaikan d. Pengelolaan pengaduan yang mengacu Peraturan Menteri PAN-RB Nomor 13 Tahun 2009 tentang
Pedoman Peningkatan Kualitas Pelayanan Dengan Partisipasi Masyarakat dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan
7. Indeks Kepuasan Masyarakat Indikator penilaian untuk komponen ini meliputi: a. Pelaksanaan survei IKM dalam periode penilaian b. Survei IKM yang dilakukan yang mengacu Kepmenpan 25 Tahun 2004 dalam periode penilaian c. Rata –rata skor IKM yang diperoleh d. Tindak lanjut dari hasil survei IKM
8. Sistem Informasi Pelayanan Publik Indikator penilaian untuk komponen ini meliputi: a. Sistem informasi pelayanan secara elektronik
b. Penyampaian informasi pelayanan publik kepada pengguna layanan
c. Tingkat keterbukaan informasi pelayanan kepada pengguna layanan 9. Produktivitas dalam pencapaian target pelayanan
Indikator penilaian untuk komponen ini meliputi: a. Penetapan target kinerja pelayanan
b. Tingkat Pencapaian target kinerja
102 | MANUAL BLU MANUAL BLU | 103
Aku
ntan
si B
LU
Aku
ntan
si B
LU
Sebelum pelaksanaan reviu, aparat
pengawasan intern perlu melakukan
persiapan-persiapan agar reviu dapat
dilaksanakan secara efektif dan terpadu.
Adapun persiapan yang dilakukan dalam
rangka pelaksanaan reviu adalah sebagai
berikut:
1) Pengumpulan informasi keuangan
SPI mengumpulkan informasi
keuangan seperti laporan bulanan,
triwulanan, semester dan tahunan serta
kebijakan akuntansi dan keuangan
yang telah ditetapkan. Informasi ini
diperlukan untuk memperoleh informasi
awal tentang laporan keuangan entitas
yang bersangkutan serta ketentuan-
ketentuan yang berlaku dalam
akuntansi dan pelaporan keuangan.
2) Persiapan penugasan
Sebelum dilakukan penugasan reviu
perlu persiapan yang memadai antara
lain penyusunan tim reviu. Tim ini
secara kolektif harus mempunyai
kemampuan teknis yang memadai
di bidang akuntansi dan pelaporan
keuangan pemerintah. Jadwal dan
jangka waktu pelaksanaan reviu
disesuaikan dengan kebutuhan
dan batas waktu penyelesaian dan
penyampaian laporan keuangan.
3) Penyiapan program kerja reviu
Tim yang ditugasi untuk melakukan
reviu perlu menyusun program kerja
reviu yang berisi langkah-langkah
dan teknik reviu yang akan dilakukan
selama proses reviu.
e. Pelaksanaan Reviu
1) Penelusuran angka-angka dalam
laporan keuangan
SPI menelusuri angka-angka yang
disajikan dalam laporan keuangan
ke buku atau catatan-catatan yang
digunakan untuk meyakini bahwa
angka-angka tersebut benar.
Penelusuran ini dapat dilakukan
dengan:
a) Membandingkan angka pos
laporan keuangan terhadap saldo
buku besar,
b) Membandingkan saldo buku besar
terhadap buku pembantu,
c) Membandingkan angka-angka
pos laporan keuangan terhadap
laporan pendukung, misalnya Aset
Tetap terhadap Laporan Mutasi
Aset Tetap dan Laporan Posisi
Aset Tetap.
2) Permintaan keterangan
Dalam menentukan permintaan
keterangan, SPI dapat
mempertimbangkan:
a) Sifat dan materialitas suatu pos;
b) Kemungkinan salah saji;
c) Pengetahuan yang diperoleh
selama persiapan reviu;
d) Pernyataan tentang kualifikasi para
personel bagian akuntansi entitas
tersebut;
e) Seberapa jauh pos tertentu
dipengaruhi oleh pertimbangan
manajemen;
f) Ketidakcukupan data keuangan
Pengawasan dan Pemeriksaan BLUBagaimana Pengawasan dan Pemeriksaan BLU?
1. Reviu Laporan Keuangan BLU
Reviu dilakukan oleh SPI. Tujuan reviu adalah
untuk memberikan keyakinan terbatas
atas akurasi, keandalan, dan keabsahan
informasi yang disajikan dalam laporan
keuangan sebelum disampaikan kepada
menteri/pimpinan lembaga dan Menteri
Keuangan. Reviu tidak memberikan dasar
untuk menyatakan pendapat seperti dalam
audit, karena dalam reviu tidak mencakup
suatu pemahaman atas pengendalian intern,
penetapan resiko pengendalian, pengujian
catatan akuntansi dan pengujian atas respon
terhadap permintaan keterangan dengan cara
pemerolehan bahan bukti yang menguatkan
melalui inspeksi, pengamatan atau konfirmasi
dan prosedur tertentu lainnya yang biasa
dilakukan dalam suatu audit.
Reviu hanya mengumpulkan keterangan yang
dapat menjadi bahan untuk penyusunan
Statement of Responsibility (Pernyataan
Tanggung Jawab) oleh Pemimpin BLU. Reviu
dapat mengarahk an perhatian SPI kepada
hal-hal penting yang mempengaruhi laporan
keuangan, namun tidak memberikan keyakinan
bahwa SPI akan mengetahui semua hal
penting yang akan terungkap melalui suatu
audit.
Dalam melakukan reviu atas laporan keuangan,
SPI harus memahami secara garis besar sifat
transaksi entitas, sistem dan prosedur
akuntansi, bentuk catatan akuntansi dan basis
akuntansi yang digunakan untuk menyajikan
laporan keuangan.
a. Ruang Lingkup Reviu
Ruang lingkup reviu hanya terbatas pada
penelaahan laporan keuangan dan catatan
akuntansi. Hal ini diperlukan dalam rangka
menguji kesesuaian antara angka-angka
yang disajikan dalam laporan keuangan
terhadap catatan, buku, laporan yang
digunakan dalam sistem akuntansi di
lingkungan BLU yang bersangkutan.
b. Sasaran Reviu
Sasaran reviu adalah untuk memperoleh
keyakinan terbatas bahwa laporan
keuangan entitas pelaporan telah disusun
dan disajikan sesuai dengan Standar
Akuntansi yang digunakan.
c. Jadwal Pelaksanaan Reviu
Jadwal pelaksanaan reviu dilakukan secara
paralel dengan pelaksanaan anggaran dan
penyusunan laporan keuangan BLU. SPI
membuat Pernyataan Telah Direviu atas
laporan keuangan BLU dan dilampirkan
sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari
laporan keuangan yang disampaikan ke
Menteri/Pimpinan Lembaga dan Menteri
Keuangan. Dalam hal satker BLU belum
memiliki SPI reviu dilakukan oleh Itjen K/L
yang bersangkutan. Pernyataan Telah
Direviu diterbitkan setidak-tidaknya sekali
dalam setahun terhadap laporan keuangan
tahunan BLU.
d. Persiapan Reviu
104 | MANUAL BLU MANUAL BLU | 105
Aku
ntan
si B
LU
Aku
ntan
si B
LU
entitas yang mendasari;
g) Ketidaklengkapan informasi yang
disajikan dalam laporan keuangan.
Permintaan keterangan dapat meliputi:
a) Kesesuaian antara sistem akuntansi
dan pelaporan keuangan yang
diterapkan oleh entitas tersebut
dengan peraturan yang berlaku.
b) Kebijakan dan metode akuntansi
yang diterapkan oleh entitas yang
bersangkutan.
c) Prosedur pencatatan, pengklasifikasian
dan pengikhtisaran transaksi serta
penghimpunan informasi untuk
diungkapkan dalam laporan keuangan
d) Keputusan yang diambil oleh pimpinan
entitas pelaporan/pejabat keuangan
yang mungkin dapat mempengaruhi
laporan keuangan
e) Informasi dari hasil audit atau reviu
atas laporan keuangan periode
sebelumnya.
f) Personel yang bertanggung jawab
terhadap akuntansi dan pelaporan
keuangan, mengenai:
(1) Apakah pelaksanaan anggaran telah
dilaksanakan sesuai dengan sistem
pengendalian intern yang memadai.
(2) Apakah laporan keuangan telah
disusun dan disajikan sesuai dengan
Standar Akuntansi.
(3) Apakah terdapat perubahan kebijakan
akuntansi pada entitas pelaporan
tersebut.
(4) Apakah ada masalah yang timbul
dalam implementasi Standar Akuntansi
dan pelaksanaan sistem akuntansi.
(5) Apakah terdapat peristiwa setelah
tanggal neraca yang berpengaruh
secara material terhadap laporan
keuangan.
Daftar pertanyaan tersebut merupakan
ilustrasi pertanyaan-pertanyaan yang
dapat diajukan dalam rangka memperoleh
keterangan dari personel yang kompeten
dalam penyusunan dan penyajian laporan
keuangan entitas. Namun demikian perlu
diingat bahwa pertanyaan-pertanyaan
tersebut tidak harus diterapkan untuk
setiap reviu dan juga tidak dimaksudkan
untuk mencakup seluruh aspek yang
direviu.
f. Prosedur analitik
Prosedur analitik dilakukan pada akhir
reviu. Prosedur analitik dirancang untuk
mengidentifikasi adanya hubungan antar
pos dan hal-hal yang kelihatannya tidak
biasa. Prosedur analitik dapat dilakukan
dengan:
1) Mempelajari laporan keuangan untuk
menentukan apakah laporan keuangan
sesuai dengan Standar Akuntansi.
2) Membandingkan laporan keuangan
dalam beberapa periode yang setara.
3) Membandingkan realisasi terhadap
anggaran.
4) Mempelajari hubungan antara unsur-
unsur dalam laporan keuangan yang
diharapkan akan sesuai dengan pola
yang dapat diperkirakan atas dasar
pengalaman entitas tersebut.
Dalam menerapkan prosedur ini, SPI
Pengawasan dan Pemeriksaan BLU
harus mempertimbangkan jenis masalah
yang membutuhkan penyesuaian, seperti
adanya peristiwa luar biasa dan perubahan
kebijakan akuntansi. Jumlah-jumlah yang
disebabkan karena adanya peristiwa luar
biasa atau perubahan kebijakan tersebut
harus dieliminasi dari laporan keuangan
sebelum dilakukan proses reviu.
g. Pelaporan
SPI membuat kertas kerja yang memuat
hal-hal berikut ini:
1) Kertas kerja penelusuran angka-angka
pos laporan keuangan.
2) Daftar pertanyaan reviu dan kertas kerja
permintaan keterangan.
3) Kertas kerja prosedur analitik.
4) Masalah yang tercakup dalam
permintaan keterangan dan prosedur
analitik.
5) Masalah yang dianggap tidak biasa
oleh aparat pengawasan intern
selama melaksanakan reviu, termasuk
penyelesaiannya.
Kertas kerja ini menjadi dasar untuk
pembuatan laporan hasil reviu dan
Pernyataan Telah Direviu oleh SPI. Laporan
hasil reviu memuat masalah yang terjadi
dalam penyusunan dan penyajian laporan
keuangan, rekomendasi untuk pelaksanaan
koreksi, dan koreksi yang telah dilakukan
oleh entitas yang direviu. Hasil pelaksanaan
reviu dituangkan dalam Pernyataan Telah
Direviu, yang menyatakan bahwa:
1) Reviu dilaksanakan sesuai dengan
Standar Akuntansi dan peraturan
terkait.
2) Semua informasi yang dimasukkan
dalam laporan keuangan adalah
penyajian manajemen entitas
pelaporan tersebut.
3) Reviu terutama mencakup penelusuran
angka-angka dalam laporan keuangan,
permintaan keterangan kepada para
pejabat/petugas yang terkait dan
prosedur analitik yang diterapkan
terhadap data keuangan.
4) Lingkup reviu jauh lebih sempit
dibandingkan dengan lingkup audit
yang tujuannya untuk menyatakan
pendapat atas laporan keuangan
secara keseluruhan. Dengan demikian,
reviu tidak bertujuan untuk menyatakan
pendapat seperti dalam audit.
5) SPI tidak menemukan adanya suatu
modifikasi material yang harus
dilakukan atas laporan keuangan
agar laporan tersebut sesuai dengan
Standar Akuntansi.
6) Tanggal penyelesaian permintaan
keterangan dan prosedur analitik
yang dilakukan oleh akuntansi harus
digunakan sebagai tanggal laporannya.
Laporan hasil reviu mencakup hal-hal
sebagai berikut:
1) Hasil penilaian mengenai pengendalian
akuntansi dan pengendalian
administratif.
2) Hasil atas penilaian kepatuhan atas
pelaksanaan kebijakan manajemen
pemimpin BLU.
3) Hasil reviu mengenai penggunaan aset.
Pengawasan dan Pemeriksaan BLU
106 | MANUAL BLU MANUAL BLU | 107
Aku
ntan
si B
LU
Aku
ntan
si B
LU
4) Rekomendari perbaikan kegiatan-
kegiatan satker BLU.
Laporan hasil reviu dan Pernyataan Telah
Direviu disampaikan kepada Pemimpin BLU
terkait dalam rangka penandatanganan
Pernyataan Tanggung Jawab (Statement of
Responsibility). Laporan Keuangan yang direviu
oleh SPI harus disertai dengan Pernyataan
Telah Direviu yang ditandatangani oleh Ketua
SPI.
Prosedur lain yang dilaksanakan sebelum
atau selama reviu tidak boleh diungkapkan
dalam laporan audit. Apabila SPI tidak dapat
melaksanakan penelusuran angka-angka
pos dalam laporan keuangan, pengajuan
pertanyaan dan prosedur analitik yang
dipandang perlu untuk memperoleh keyakinan
terbatas yang seharusnya ada dalam suatu
reviu, maka reviu dianggap tidak lengkap.
Suatu reviu yang tidak lengkap bukanlah dasar
yang memadai untuk menerbitkan laporan reviu
dan/atau Pernyataan Telah Direviu.
2. Audit Keuangan dan Kinerja
Laporan Pertanggungjawaban BLU diaudit oleh
pemeriksa ekternal (BPK atau KAP). Audit atas
laporan pertanggungjawaban BLU meliputi:
a. Audit Keuangan
Audit keuangan merupakan audit atas
laporan keuangan. Audit keuangan
menghasilkan laporan hasil audit yang
memuat opini atas laporan keuangan.
Opini merupakan pernyataan profesional
auditor mengenai kewajaran informasi yang
disajikan dalam laporan keuangan yang
didasarkan pada kriteria:
1) Standar Akuntansi Keuangan (SAK)
2) Kecukupan pengungkapan (adequate
disclosures)
3) Kepatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan
4) Efektivitas sistem pengendalian internal
Opini yang dapat diberikan oleh auditor
yaitu:
1) Opini wajar tanpa pengecualian
(unqualified opinion)
2) Opini wajar dengan pengecualian
(qualified opinion)
3) Pernyataan menolak memberikan opini
(disclaimer of opinion), atau
4) Opini tidak wajar (adversed opinion)
Audit keuangan dirancang untuk
memberikan keyakinan memadai atas
pendeteksian salah saji yang material
dalam laporan keuangan. Konsep
keyakinan memadai menunjukkan bahwa
auditor bukan seorang penjamin kebenaran
laporan keuangan. Salah saji dibedakan
menjadi dua yaitu kekeliruan (errors) dan
ketidakberesan (irregularities) . Kekeliruan
adalah salah saji yang tidak disengaja
sedangkan ketidakberesan adalah salah
saji yang disengaja.
b. Audit Kinerja
Audit kinerja merupakan audit atas
pengelolaan keuangan negara yang
terdiri atas audit aspek ekonomi dan
efisiensi serta audit aspek efektivitas.
Pengawasan dan Pemeriksaan BLU
Audit kinerja menghasilkan laporan hasil
audit yang memuat temuan, kesimpulan,
dan rekomendasi. Dalam audit kinerja,
tinjauan yang dilakukan tidak terbatas pada
masalah-masalah akuntansi saja namun
juga meliputi evaluasi terhadap struktur
organisasi, pemanfaatan komputer, metode
produksi, pemasaran, dan bidang-bidang
lain sesuai dengan keahlian auditor.
c. Audit dengan Tujuan Tertentu
Audit dengan tujuan tertentu merupakan
audit yang tidak termasuk dalam audit
keuangan dan audit kinerja. Audit ini
meliputi antara lain audit atas hal-hal lain di
bidang keuangan negara, audit investigatif
dan pengawasan atas pengendalian intern.
b. Pengawasan oleh Dewas
Pengawasan oleh Dewas meliputi aspek:
1) Pengelolaan keuangan.
2) Layanan.
3) Organisasi dan SDM.
4) Sarana dan prasarana.
5) Kepatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan.
Kewajiban dan tugas dewas sebagaimana
dijelaskan pada bagian Kelembagaan.
Pengawasan dan Pemeriksaan BLU
MANUAL BLU | 109 108 | MANUAL BLU
Aku
ntan
si B
LU
DAFTAR PUSTAKA
1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
2. Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
3. Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan Dan Tanggung Jawab
Keuangan Negara.
4. Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 23
Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.
5. Peraturan Pemerintah No. 49 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah.
6. Peraturan Pemerintah No. 90 Tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja Dan Anggaran
Kementerian Negara/Lembaga.
7. Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2008 tentang Pusat Investasi Pemerintah
8. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi
Pemerintah
9. Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.
10. Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan Dan Penerapan Stándar
Pelayanan Minimal.
11. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah.
12. Peraturan Menteri Keuangan No. 92/PMK.05/2011 tentang Rencana Bisnis Anggaran serta
Pelaksanaan Anggaran Badan Layanan Umum.
13. Peraturan Menteri Keuangan No. 230/PMK.05/2009 tentang Penghapusan Piutang BLU.
14. Peraturan Menteri Keuangan No. 77/PMK.05/2009 tentang Pinjaman pada Badan Layanan
Umum.
15. Peraturan Menteri Keuangan No. 99/PMK.05/2008 tentang Pedoman Pengelolaan Dana Bergulir.
16. Peraturan Menteri Keuangan No. 76/PMK.05/2008 tentang Pedoman Akuntansi dan Pelaporan
Keuangan Badan Layanan Umum.
17. Peraturan Menteri Keuangan No. 119/PMK.05/2007 tentang Persyaratan Administratif dalam
Rangka Pengusulan dan Penetapan Satuan Kerja Instansi Pemerintah untuk Menerapkan Pola
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.
18. Peraturan Menteri Keuangan No. 109/PMK.05/2007 tentang Dewan Pengawas pada Badan
Layanan Umum.
19. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 57/PMK.05/2007 tentang Pengelolaan Rekening Milik
Kementerian Negara/Lembaga/ Kantor/Satuan Kerja sebagaimana telah dirubah terakhir kali
dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 05/PMK.05/2010.
20. Peraturan Menteri Keuangan No. 10/PMK.02/2006 tentang Pedoman Penetapan Remunerasi
bagi Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas, dan Pegawai Badan Layanan Umum sebagaimana
110 | MANUAL BLU
telah dirubah terakhir kali dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 73/PMK.05/2007.
21. Peraturan Menteri Keuangan No. 8/PMK.02/2006 tentang Kewenangan Pengadaan Barang/Jasa
pada Badan Layanan Umum.
22. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara nomor Per/02/M.PAN/1/2007 tentang
Pedoman Organisasi Satuan Kerja di Lingkungan Instansi Pemerintah yang Menerapkan Pola
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.
23. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara nomor 38/2012 tentang Pedoman
Penilaian Kinerja Unit Pelayanan Publik
24. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-55/PB/2011 tentang Tata Cara Revisi
RBA Definitif dan Revisi DIPA BLU.
25. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-30/PB/2011 tentang Mekanisme
Pengesahan Pendapatan dan Belanja Satker BLU.
26. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-58/PB/2008 tentang Mekanisme
Pengembalian Sisa Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Perguruan Tinggi Negeri (PTN) Yang
Diterima Sebelum Ditetapkan Sebagai Satuan Kerja Yang Menerapkan Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum.
27. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-08/PB/2008 tentang Pedoman
Penyusunan Laporan Dewan Pengawas Badan Layanan Umum Dilingkungan Pemerintah Pusat.
28. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-67/PB/2007 tentang Tata Cara
Pengintegrasian Laporan Keuangan BLU ke dalam Laporan Keuangan Kementerian Negara/
Lembaga.
29. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-62/PB/2007 tentang Pedoman Penilaian
Usulan Penerapan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.
30. Lembaga Administrasi Negara, Modul Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, Penerbit Lembaga
Administrasi Negara, Jakarta, 2004.
31. LAN dan BPKP, Perencanaan Strategis Instansi Pemerintah, cetak ke-2, Lembaga Administrasi
Negara Jakarta, 2000.
32. Deputi IV – Pengawasan Bidang Penyelenggaraan Keuangan Daerah BPKP, Pedoman
Penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan,
Jakarta.
33. Nasution, Mulia P., Kebijakan Kerjasama Operasional dan Utang pada Rumah Sakit Badan
Layanan Umum, paper seminar, Jakarta, 2007.
MANUAL BOOK BLU
PengawasDirektur Jenderal Perbendaharaan
Penanggung JawabDirektur PPK BLU
PenyusunTim Direktorat PPK BLU
Desain dan LayoutDaryono
Muhammad Fithrah
Bayu Candra Setiawan
Sukmawan Wachida
Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Kementerian Keuangan Republik Indonesia
Jl. Lapangan Banteng Timur 2-4 Jakarta Pusat
Telepon (021) 3812767, 3449230 ext 5632
Faximile (021) 3812767