manu skrip

16
1 HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEROKOK DENGAN KUALITAS TIDUR PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN Muhammad Reza Aditya 1 Noviani 2 1 Progam Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti 2 Bagian Ilmu Penyakit MataFakultas Kedokteran Universitas Trisakti Alamat korespondensi: 1 Jalan Roda Rt 004/012 Kp. Sawah lama ciputat Tangerang selatan Telp: 081294060600, Email: [email protected] 2 Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti, Jalan Kyai Tapa, Grogol, Jakarta Barat.

Upload: muhammad-reza-aditya

Post on 27-Dec-2015

19 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

MANUSKRIP SKRIPSI SAYA

TRANSCRIPT

Page 1: Manu Skrip

1

HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEROKOK DENGAN KUALITAS TIDUR

PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN

Muhammad Reza Aditya1

Noviani2

1Progam Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

2Bagian Ilmu Penyakit MataFakultas Kedokteran Universitas Trisakti

Alamat korespondensi:

1 Jalan Roda Rt 004/012 Kp. Sawah lama ciputat Tangerang selatan Telp: 081294060600,

Email: [email protected]

2 Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti, Jalan Kyai Tapa, Grogol, Jakarta Barat.

Page 2: Manu Skrip

2

ABSTRAK

LATAR BELAKANG: faktor pencahayaan, suhu, Jenis kelamin, umur, lama bekerja, serta

psikososial pegawai memiliki hubungan terhadap kejadian Sick Building Syndrome.

METODE: Penelitian menggunakan studi observasional dengan desain potong lintang

dengan 200 pegawai gedung baru Badan Pemeriksaan Keuangan di Jakarta sebagai sampel.

Data dikumpulkan dengan pengisian kuesioner penggabungan dari NIOSH indoor air quality

survey questionnaire, AIHA occaputional health and comfort questionnaire dan Danish

building research institute building diagnostic human resource questionnaire. Variabel yang

diteliti ialah suhu ruangan, Pencahayaan ruangan, Jenis kelamin, Usia, Lama bekerja dan

Psikososial HASIL: Seluruh faktor risiko dihitung dengan uji Chi-Square dengan nilai P =

0,05. Faktor suhu didapatkan p = 0,000 yang artinya faktor suhu berhubungan dengan Sick

Building Syndrome. Faktor pencahayaan memiliki nilai signifikansi 0,000 artinya faktor

pencahayaan berhubungan dengan Sick Building Syndrome, faktor jenis kelamin

berhubungan dengan Sick Building Syndrome (p=0,032), faktor psikososial memiliki nilai

signifikansi 0,019 yang artinya faktor psikososial berhubungan dengan Sick Building

Syndrome tetapi untuk faktor lama bekerja memiliki nilai signifikansi 0,592 sehingga faktor

lama bekerja tidak berhubungan dengan kejadian Sick Building Syndrome.

KESIMPULAN: Faktor usia, psikososial, suhu, pencahayaan, dan jenis kelamin berhubungan

dengan kejadian Sick Building Syndrome tetapi untuk faktor lama bekerja tidak berhubungan

dengan kejadian Sick Building Syndrome.

Kata kunci: Usia, jenis kelamin, lama bekerja, psikososial, Sick Building Syndrome

Page 3: Manu Skrip

3

ABSTRACT

BACKGROUND: Lighting, temperature, gender, age, duration of work, as well as

employee’s psychosocial factors is related to the incidence of Sick Building Syndrome.

METHODS: The study uses an observational study with cross-sectional design with 200

employees in Gedung Baru Badan Pemeriksaan Keuangan) in Jakarta as samples. Data were

collected with a combined questionnaire from NIOSH indoor air quality survey

questionnaire, AIHA occupational health and comfort questionnaire and Danish building

research institute building diagnostic human resource questionnaire. The variables studied are

room temperature, room lighting, gender, age, duration of work, and psychosocial .

RESULTS: All risk factors are calculated by Chi-square test with p-value = 0.5. The p-value

for age factor is 0,000 which is less than 0.05, which means age is related to Sick Building

Syndrome. Factor of lighting also has the significance value of 0,000 which indicates that

lighting is related to Sick Building Syndrome. As for gender, the significance level is 0,032

which also indicate that gender is related to Sick Building Syndrome. Psychosocial factor is

also related to Sick building Syndrome with significance level of 0,019. On the other hand,

duration of work is not related to Sick Building Syndrome because its significance level is

0,592, which is >0,05, which means there is no correlation between the two variables.

CONCLUSION: There is a significant correlation between age, psychosocial, temperature,

lighting and gender with Sick Building Syndrome but there is no significant correlation

between duration of work and Sick Building Syndrome.

Keywords: Age, Gender, Duration of work, Psychosocial, Sick Building Syndrome

Page 4: Manu Skrip

4

PENDAHULUAN

Pemikiran modernisasi di dunia yang makin berkembang saat ini memberikan dampak

terhadap masyarakat dimana masyarakat berlomba-lomba untuk terus menjadi lebih

maju,terlebih di ibu kota Jakarta. Salah satunya dalam bidang pekerjaan,sebagai pusat tujuan

urbanisasi, DKI Jakarta harus terus dituntut memberikan lapangan Untuk perkiraan atau

proyeksi jumlah penduduk, Badan Kependudukan Nasional dalam jangka waktu tahun 2005 -

2025 kenaikan penduduk di Indonesia secara umum terus meningkat dari 219,8 juta menjadi

270,5 juta penduduk.1 Sedangkan untuk fokus di DKI Jakarta penilitian dari BAPPENAS

menunjukan peningkatan penduduk dari 8.892 juta penduduk menjadi 9.850 jiwa.2

Untuk kenyamanan pegawai dalam bekerja, pihak-pihak terkait memberikan fasilitas

yang menunjang dalam pegawai seperi AC, Alat fotocopy,Printer dan lain lain. Dampaknya

adalah ruang-ruang kerja perkantoran terutama di Jakarta dituntut menggunakan ventilasi

tertutup serta menggunakan sistem pendingin atau Air Conditioner (AC) untuk kenyamanan

pegawai dalam bekerja. Sehingga banyak sekali dampak-dampak dari segi kesehatan

terhadap pegawai-pegawai akibat penggunaan alat modern tersebut, tidak hanya sistem

pendingin, alat printer, fotokopi, hingga sirkulasi udara yang kurang baik juga mempunyai

dampak yang kurang baik bagi kesehatan pegawai, seperti Sick Building Syndrome bahkan

hinggan Building Related Illness.

Sehingga dengan adanya kesenjangan antara harapan hidup yang sehat dengan kondisi

sosial yang semakin modern, peniliti akan melakukan penilitian untuk mengindentifikasi

faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kejadian Sick Building Syndrome di Jakarta.

Page 5: Manu Skrip

5

METODE PENELITIAN

Penelitian menggunakan studi analitik observasional dengan desain penelitian potong

silang. Lokasi penelitian dilakukan di Penilitian ini dilaksanakan di gedung baru Badan

Pemeriksaan Keuangan pusat di Jakarta pada bulan September – Oktober 2013.

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pegawai BPK di gedung baru yang

berjumlah 416 jiwa. Sedangkan sampel dari penelitian adalah sebagian dari populasi yang

memiliki kriteria inklusi sebagai berikut: 1) Pegawai yang bersedia menjadi sampel

penilitian; 2) Pegawai yang bekerja di dalam kantor dari pukul 08.00 – 17.00 setiap harinya,

artinya dengan sistem pekerjaan non-shift.; 3) Pegawai yang bekerja di dalam ruang kerja

dengan sistem pendingin sentral.; 4) Pegawai yang bekerja di dalam ruangan dengan

penggunaan meja,baik itu meja komputer maupun meja untuk menulis.; 5) Pegawai yang

bekerja di dalam ruangan dengan pencahayaan yang sama, artinya tanpa menggunakan

tambahan cahaya lain seperti lampu meja dll.; 6) Pegawai yang tidak bekerja dinas keluar

dalam waktu 1 bulan terakhir.

Tehnik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah peneliti menggunakan simple

random sampling. Berdasarkan hasil perhitungan, sampel yang dibutuhkan pada penelitian

ini adalah 200 orang. Data yang diperoleh langsung dari responden dengan menggunakan

kuesioner. Kuesioner ini memuat pertanyaan yang terdiri dari empat bagian. Bagian pertama

merupakan karakteristik demografi responden yaitu umur, dan jenis kelamin, Bagian kedua

merupakan pertanyaan terkait durasi lama bekerja di ruangan tersebut. Bagian ketiga

merupakan pertanyaan terkait psikososial. Bagian ke empat mengenai gejala gejala dari Sick

Building Syndrome, Yang diadopsi dari 3 sumber yaitu NIOSH indoor air quality survey

questionnaire, AIHA occaputional health and comfort questionnaire dan Danish building

research institute building diagnostic human resource questionnaire untuk suhu dan

intensitas cahaya di ukur menggunakan alat ukur Thermometer dan Luxmeter Analisis data

Page 6: Manu Skrip

6

yang dilakukan pada penelitian ini, menggunakan program software SPSS. Untuk

mengetahui hubungan antara kebiasaan merokok dengan kualitas tidur digunakan uji statistik

Chi Square, dilakukan dalam batas kepercayaan (α = 0,05) yang artinya apabila diperoleh

nilai p ≤ 0,05 berarti ada hubungan yang signifikan antara variabel bebas dan variabel

tergantung.

HASIL

Kualitas Udara

Tabel 5. Gambaran kualitas udara( suhu dan Pencahayaan )

median Mean SD Min - Max

Suhu 24 oC 24.33oC 1.53oC 23 – 26 oC

Pencahayaan 98 lux 98.33 lux 11.5 lux 87 – 110 lux

Berdasarkan tabel 5 didapatkan gambaran disribusi rata-rata suhu ditempat kerja adalah 24

°C dengan standar deviasi 1.53 °C. Suhu ditempat kerja terendah adalah 23 °C dan tertinggi

26 °C. Rata-rata pencahayaan ditempat kerja adalah 98 lux dengan standar deviasi 11,5 lux.

Pencahayaan ditempat kerja terendah adalah 87 lux dan tertinggi 110 lux.

Karakteristik Responden dan Psikososial

Tabel 6. Gambaran karakteristik dan psikososial responden

Variabel Jumlah Presentasi

Jenis kelamin L 113 56,5 %

P 87 53,5 %

Psikososial Buruk 2 1 %

Sedang 96 48 %

Baik 102 51 %

Lama bekerja 0- <6 Th 164 82 %

Page 7: Manu Skrip

7

6- <11 Th 22 11 %

11-<15 Th 12 6 %

>15 Th 2 1 %

Usia 21 – 30 th 79 39,5 %

31 – 40 th 107 53,5 %

41 – 50 th 14 7 %

Berdasarkan tabel 6 Jumlah responden yang di teliti sebanyak 200 responden, dengan

distribusi jenis kelamin laki-laki 113 pegawai dan perempuan 87 pegawai. Lalu responden

yang di klasifikasikan psikososial buruk ada 2 pegawai, sedang 96 jiwa, dan baik 102 jiwa.

Lalu distribusi lama bekerja responden yaitu 164 pegawai telah bekerja selama 0-5 tahun, 22

pegawai telah bekerja selama 6 – 10 tahun, 12 pegawai telah bekerja selama 11 – 15 tahun,

serta 2 pegawai telah bekerja selama > 15 tahun.

Distribusi usia responden terbagi 3 yaitu 79 pegawai berusia 21 – 30 th, 107 pegawai berusia

31 – 40 tahun, 14 pegawai berusia 41 – 50 tahun.

Gambaran Sick Building Syndrome

Peneliti mengklasifikasikan dari keluhan SBS itu sendiri menjadi 2 sub besar yaitu tidak ada

keluhan dan ada keluhan, lalu sub bagian ada keluhan di bagi 3 sub kecil yaitu ringan, sedan,

serta berat. Disimpulkan bahwa dari total 200 pegawai yang di jadikan sampel, sekitar 6%

tidak mengalami keluhan Sick Building Syndrome yaitu sekitar 12 pegawai, lalu yang

mengalami gejala Sick Building Syndrome totalnya 94 % yaitu sekitar 188 pegawai dimana

saya mengklasifikasikan menjadi 3 klasifikasi yaitu ringan sekitar 38% atau sama dengan 76

pegawai, lau sedang sekitar 23% atau sama dengan 46 pegawai, dan klasifikasi yang terakhir

adalah berat sekitar 33% atau sama dengan 66 pegawai

Hubungan antara kualitas udara ( Suhu dan Pencahayaan ) dengan Sick Building

Syndrome

Page 8: Manu Skrip

8

Tabel 7. Hubungan antara kualitas udara ruangan dengan kejadian SBS pada pegawai gedung

baru BPK pusat di Jakarta.

keluhan kesehatan Total

tidak ada ringan sedang berat

Suhu

23,00 - 23,99 3 43 25 18 89

24,00 - 24,99 6 15 13 10 44

25,00 - 26 3 18 8 38 67

Total 12 76 46 66 200

< 1002 10 7 48 67

Intensitas cahaya

>100 10 66 39 18 133

Total 12 76 46 66 200

Berdasarkan output tabel SPSS diatas, didapatkan nilai signifikansi Chi-Square

sebesar 0,000. Nilai signifikansi tersebut kurang dari 0,05 yang berarti dapat disimpulkan

bahwa terdapat hubungan antara Suhu Ruangan terhadap Keluhan Kesehatan pegawai

dimana semakin tinggi suhu ruangan, akan menambah keluhan kesehatan pegawai.

Perihal intensitas cahaya berdasarkan output tabel SPSS diatas, didapatkan nilai

signifikansi Chi-Square sebesar 0,000 (mendekati nol). Nilai signifikansi tersebut kurang dari

0,05 yang berarti dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara Intensitas Cahaya

terhadap Keluhan Kesehatan pegawai dimana pada saat intensitas cahaya memenuhi syarat

(minimal 100 lux) akan mengurangi keluhan kesehatan pegawai.

Tabel 7. Hubungan antara Suhu dan Cahaya dalam satu ruangan dengan

dengan kejadian SBS

Page 9: Manu Skrip

9

Keluhan SBS Total

Tidak

ada

Ringan Sedang Berat

23,00 – 23,99 dan

< 100lux

0 6 6 13 25

23,00 – 23,99 dan

> 100lux

3 37 19 5 64

24,00-24,99 dan

< 100lux

2 4 1 9 16

24,00-24,99 dan

> 100lux

4 11 12 1 28

25,00-26,00 dan

< 100lux

0 0 0 26 26

25,00-26,00 dan

> 100lux

3 18 8 12 41

Total 12 76 46 66 200

Selanjutnya peneliti akan menggabungkan kedua faktor kualitas ruangan diatas untuk

di teliti keterkaitannya dengan keluhan Sick Building Syndrome. dimana hasil yang di dapat

pada tabel 7, menunjukan bahwa ruangan pada suhu 25,00-26,00 oC dan intensitas cahaya

kurang dari 100 lux memiliki resiko tertinggi terhadap keluhan Sick Building Syndrome.

Hubungan antara karakteristik responden dan psikososial dengan Sick Building

Syndrome

Tabel 8. Hubungan antara karakteristik pegawai dan psikososial dengan kejadian SBS

Page 10: Manu Skrip

10

Gejala SBS Total

tidak

ada

ringan sedang berat

jenis

kelamin

laki-laki 4 52 25 32 113

perempuan 8 24 21 34 87

Total 12 76 46 66 200

21- 30 tahun 7 35 16 21 79

Usia 31 – 40tahun 5 39 28 35 107

41 – 50 tahun 0 2 2 10 14

Total 12 75 46 66 200

0 - <6 Tahun 9 60 41 54 164

Lama Bekerja 6 - <11 Tahun 1 11 3 7 22

11- <15 Tahun 2 4 1 5 12

>15 Tahun 0 1 1 0 2

Total 12 76 46 66 200

Buruk 0 1 0 1 2

Psikososial Biasa 3 27 24 42 96

Baik 9 48 22 23 102

Total 12 76 46 66 200

Berdasarkan output tabel SPSS diatas, untuk faktor jenis kelamin didapatkan nilai

signifikansi SPSS sebesar 0,032. Nilai signifikansi tersebut besar dari 0,05 yang berarti dapat

disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara Jenis Kelamin terhadap Keluhan Kesehatan.

Page 11: Manu Skrip

11

Yaitu jenis kelamin perempuan mempunyai keluhan SBS yang lebih berat daripada jenis

kelamin laki-laki.

Sedangkan, untuk faktor usia didapatkan nilai signifikansi Chi-Square sebesar 0,034.

Nilai signifikansi tersebut kurang dari 0,05 yang berarti dapat disimpulkan bahwa terdapat

hubungan antara Usia terhadap Keluhan Kesehatan dimana semakin tua seorang pegawai,

akan semakin banyak keluhan kesehatan yang dirasakan oleh pegawai tersebut.

Selanjutnya, untuk faktor lama bekerja didapatkan nilai signifikansi SPSS sebesar

0,592. Nilai signifikansi tersebut besar dari 0,05 yang berarti dapat disimpulkan bahwa tidak

terdapat hubungan antara Lama Bekerja terhadap Keluhan Kesehatan oleh Pegawai.

Terakhir, untuk faktor Psikososial didapatkan nilai signifikansi Chi-Square sebesar

0,019. Nilai signifikansi tersebut kurang dari 0,05 yang berarti dapat disimpulkan bahwa

terdapat hubungan antara Kategori Psikososial terhadap Keluhan Kesehatan pegawai dimana

semakin baik keadaan psikososial seorang pegawai, akan mengurangi keluhan kesehatan

yang dirasakan oleh pegawai tersebut.

Page 12: Manu Skrip

12

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan menunjukkan bahwa gejala SBS yang

paling banyak dikeluhkan responden adalah mengantuk sebanyak 84 responden (14,92%),

kemudian pegal pada leher sebanyak 59 responden (10,48%), Kelelahan sebanyak 45

responden (7,99%), Nyeri Punggung sebanyak 39 responden (6,93%), konsentrasi buruk

sebanyak 36 responden (6,39%).

Hubungan Antara Suhu Ruangan Dengan Kejadian Sick Building Sydrome Pada

Pegawai Gedung Baru BPK Pusat di Jakarta

Didapatkan rata-rata suhu ditempat kerja yang mengalami keluhan SBS yang lebih

berat adalah 25,5 °C. Sedangkan rata-rata suhu di tempat kerja pada pegawai yang

mengalami keluhan SBS lebih ringan adalah 23,5°C. Hasil uji statistik menunjukan bahwa

terlihat ada perbedaan yang signifikan rata-rata suhu antara pegawai yang mengalami keluhan

SBS dengan yang tidak mengalami keluhan SBS. Jika peniliti merujuk kepada KepMenKes

No.1405/MENKES/SK/XI/2002 bahwa suhu yang standart 18 – 28°C maka suhu di gedung

ini dalam batas normal, tetapi peniliti ingin lebih mengetahui pada suhu berapa Sick Building

Syndrome akan lebih berat di alami oleh responden.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Setyaningsih dkk pada

tahun 2003, yang menyatakan suhu berhubungan dengan terjadinya SBS.(3)

Hubungan Antara Pencahayaan Ruangan Dengan Kejadian Sick Building Sydrome

Pada Pegawai Gedung Baru BPK Pusat di Jakarta

Pegawai yang mendapatkan pajanan cahaya yang intensitasnya di bawah 100lux

mempunyai resiko mengalami Sick Building Syndrome dengan jumlah pegawai yang

mempunyai keluhan Sick Building Syndrome sebanyak 65 pegawai dari total 67 pegawai di

bandingkan dengan pegawai yang mendapatkan pajanan cahaya dimana intensitasnya di atas

100lux yaitu dengan jumlah pegawai yang mempunyai keluhan Sick Building Syndrome 123

Page 13: Manu Skrip

13

dari 133 pegawai.

Hal ini sejalan dengan penilitian dari Wahab dari tahun 2010 dimana dikatakan bahwa

pencahayaan yang tidak memadai dapat menyebabkan sakit kepala, ketegangan mata dan

gejala lain dari sakit building syndrome. Dan biasanya gejala tersebut akan menghilang

ketika meninggalkan gedung kantor.(4)

Hubungan Antara Jenis Kelamin Dengan Kejadian Sick Building Sydrome Pada

Pegawai Gedung Baru BPK Pusat di Jakarta

Untuk hubungan jenis kelamin dengan Sick Building Syndrome didapatkan nilai

signifikansi SPSS sebesar 0,032. Nilai signifikansi tersebut besar dari 0,05 yang berarti dapat

disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara Jenis Kelamin terhadap Keluhan Kesehatan.

Yaitu jenis kelamin aperempuan memiliki kecenderungan mengalami keluhan SBS yang

lebih berat daripada jenis kelamin laki-laki.

Telah dikatakan bahwa laki-laki dan perempuan berbeda dalam hal dari mewarisi risiko

biologis, risiko yang diperoleh berhubungan dengan pekerjaan, waktu luang dan gaya hidup,

persepsi yang ada terhadap gejala dan mencari bantuan, serta perilaku kesehatan, Selain itu

Perempuan juga mungkin lebih sensitif dengan berbagai faktor yang berhubungan dengan

lingkungan kerja fisik dan psikososial.(4)

Hubungan Antara Usia Dengan Kejadian Sick Building Sydrome Pada Pegawai Gedung

Baru BPK Pusat di Jakarta

faktor usia didapatkan nilai signifikansi Chi-Square sebesar 0,034. Nilai signifikansi

tersebut kurang dari 0,05 yang berarti dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara

Usia terhadap Keluhan Kesehatan dimana semakin tua seorang pegawai, akan semakin

banyak keluhan kesehatan yang dirasakan oleh pegawai tersebut. Dimana dari usia 41 – 50

tahun memiliki lebih banyak keluhan Sick Building Syndrome.

Page 14: Manu Skrip

14

Hubungan Antara Lama Bekerja Dengan Kejadian Sick Building Sydrome Pada

Pegawai Gedung Baru BPK Pusat di Jakarta

Dalam penyajian tabel 8, didapatkan hasil bahwa tidak adanya hubungan yang cukup

signifikan antara lama bekerja dengan keluhan Sick Building Syndrome. Dimana hasil ini

tidak sesuai dengan hipotesis peneliti yang mengatakan bahwa faktor lama bekerja

berhubungan dengan terjadinya Sick Building Syndrome. Hal ini kemungkinan terjadi karena

pegawai sudah terbiasa dengan keadaan ruangan sedemikian rupa, seperti cahaya yang agak

redup atau keadaan yang lainnya.

Hubungan Antara Psikososial Dengan Kejadian Sick Building Sydrome Pada Pegawai

Gedung Baru BPK Pusat di Jakarta

Berdasarkan hasil tabel 8, faktor psikosoial mempunyai hubungan yang cukup

signifikan terhadap terjadi Sick Building Syndrome dimana untuk pegawai yang mempunyai

psikososial yang buruk mengalami keluhan Sick Building Syndrome, yaitu dari 2 pegawai

yang memiliki piskososial buruk, 100% mengalami Sick Building Syndrome.

Sejalan dengan penilitian yang dilakukan Marmot tahun 2006 menyatakan bahwa

kasus Sick Building Syndrome muncul ketika adanya pekerjaan yang berlebihan yang

dilakukan oleh pegawai, lalu adanya hubungan yang kurang baik antar pegawai dan

pengawasan yang cukup rendah dilakukan oleh atasan juga berpengaruh atas terjadinya

keluhan ini.(5)

Page 15: Manu Skrip

15

KESIMPULAN

1. Gambaran parameter kualitas udara dalam ruangan secara keseluruhan masih

sesuai dengan standar yang telah di tentukan, adapun distribusinya adalah antara

lain :

A. Suhu rata-rata di ruangan kerja adalah 24,5°C

B. Pencahayaan rata-rata di ruangan kerja adalah 98,5 lux

2. Gambaran karateristik responden antara lain :

A. Lebih banyak responden laki-laki dibandingkan dengan wanita.

B. Pekerja lebih banyak berusia 31 – 40 tahun

C. Pekerja mayoritas telah bekerja di ruangan tersebut selama 0 – 5 tahun

D. Sebagian besar kondisi psikososial responden adalah baik.

3. Hubungan antara parameter suhu dalam ruangan dengan keluhan Sick

Building Syndrome pada pegawai gedung baru BPK pusat di Jakarta mempunyai hubungan

yang bermakna dengan keluhan SBS pada pegawai.

4. Hubungan antara parameter pencahayaan dalam ruangan dengan keluhan Sick

Building Syndrome pada pegawai gedung baru BPK pusat di Jakarta mempunyai hubungan

yang bermakna dengan keluhan SBS pada pegawai.

5. Hubungan karateristik responden pada pegawai di Gedung Baru BPK pusat di Jakarta yaitu

ada hubungan yang bermakna antara Jenis Kelamin, usia dan psikososial dengan keluhan

SBS pada pegawai.

UCAPAN TERIMAKASIH

Allah SWT, Orangtua dan keluarga, Dosen pembimbing, Dosen Penguji, Dosen PA, Sahabat

dan teman.

Page 16: Manu Skrip

16

DAFTAR PUSTAKA

1. Badan Kependudukan Nasional. Proyeksi Penduduk Indonesia 2005-2025.

2008:2;144-5

2. Badan Kependudukan Nasional. Proyeksi Penduduk Indonesia 2005-2025.

2008:2;156-7

3. Setyaningsih, Yuliani, Soebijanto, Soedirman. Hubungan antara kualitas udara

dalam ruangan berpendingin sentral dan Sick Building Syndrome. Program

Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. Jurnal Sains Kesehatan. 2003; 16 (3).

Available : ilib.ugm.ac.id/jurnal/download.php?dataId=3319

4. Wahab, Sabah A, Abdul. Sick Building Syndrome in public Buildings and

Workplaces. London-New York; Springer. 2011;p.120-123

5. Marmot AF, Eley J, Stafford M, Stansfeld SA, Warwick E, Marmot MG. Building

health: an epidemiological study of "Sick Building Syndrome" in the Whitehall II

study. Occup Environ Med. 2006; 63(4):283-289.