manajemen pemerintahan menuju pelayanan optimum

19
Strategi Manajemen Pemerintahan Menuju Pelayanan Publik M. Nur Alamsyah Abstrak Pelayanan publik sebagai salah satu tujuan organisasi pemerintahan, merupakan problem pemerintahan yang tidak pernah dapat memperoleh pertautan secara maksimal dengan tingkat penerimaan dari masyarakat. Perkembangan masyarakat yang terpengaruh dari dalam karakter pergaulan dunia global yang dimotori oleh paradigma Anglo Saxxon dan Continental ataupun pergulatan sudut pandang secara ideologis antara mashab positivis dengan Marxis. Pergulatan perkembangan akan kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan masyarakat tersebut, menjadi paradigma yang silih berganti saling mempengaruhi. Ekspektasi masyarakat yang dibangun oleh kuatnya sistem globalisasi mencengkram berbagai aspek kehidupan masyarakat bangsa diseluruh dunia, menjadi duplikasi pengelolaan manajemen peemerintahan yang dijadikan sebuah orientasi. Akibatnya paradigma yang berkembang menjadi sebuah arah pengembangan, sementara dilema birokrasi pemerintahan yang hierarkis mengakibatkan tidak tersimpulnya antara harapan masyarakat dan kenyataan yang dihasilkan dari kehidupan budaya strukturalisme birokrasi yang masih tercengkram dengan model Weberian. Staf Pengajar Pada Program Studi Ilmu Pemerintahan FISIP UNIV. Tadulako Palu, Sulteng

Upload: muhammad-nur-alamsyah

Post on 06-Jun-2015

13.487 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: MANAJEMEN PEMERINTAHAN MENUJU PELAYANAN OPTIMUM

Strategi Manajemen Pemerintahan Menuju Pelayanan PublikM. Nur Alamsyah

Abstrak

Pelayanan publik sebagai salah satu tujuan organisasi pemerintahan, merupakan

problem pemerintahan yang tidak pernah dapat memperoleh pertautan secara maksimal

dengan tingkat penerimaan dari masyarakat. Perkembangan masyarakat yang terpengaruh

dari dalam karakter pergaulan dunia global yang dimotori oleh paradigma Anglo Saxxon

dan Continental ataupun pergulatan sudut pandang secara ideologis antara mashab

positivis dengan Marxis.

Pergulatan perkembangan akan kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan

masyarakat tersebut, menjadi paradigma yang silih berganti saling mempengaruhi.

Ekspektasi masyarakat yang dibangun oleh kuatnya sistem globalisasi mencengkram

berbagai aspek kehidupan masyarakat bangsa diseluruh dunia, menjadi duplikasi

pengelolaan manajemen peemerintahan yang dijadikan sebuah orientasi. Akibatnya

paradigma yang berkembang menjadi sebuah arah pengembangan, sementara dilema

birokrasi pemerintahan yang hierarkis mengakibatkan tidak tersimpulnya antara harapan

masyarakat dan kenyataan yang dihasilkan dari kehidupan budaya strukturalisme

birokrasi yang masih tercengkram dengan model Weberian.

Fenomena pelayanan publik di Indonesia, juga terpengaruh oleh hal diatas. Dalam

era otonomi daerah yang kian maju, maka problematika pelayanan tidak dengan serta

merta terselesiakan oleh kebijakan politik tersebut. pergeseran ke arah penciptaan

birokrasi yang semakin tidak jelas terutama dalam manajemen pengelolaan yang

dibutuhkan masyarakat, semakin disulitkan oleh fenomena latah-latahan yang

dikembangkan oleh birokrasi yang terjebak dalam tindakan inefisiensi yang dalam

keadaan berbagai kendala keterbatasan untuk penciptaan pelayanan publik yang baik,

dimana terpaut kuat pada masalah klasik dengan keterbatasan dana daerah.

Kata kunci: Paradigma, Manajemen, Pemerintahan, Pelayanan Publik

A. Pendahuluan

Setiap disiplin ilmu memiliki suatu standarisasi yang mencakup fokus dan lokus.

Focus mempersoalkan tentang “what of the field” atau metode dasar yang digunakan

Staf Pengajar Pada Program Studi Ilmu Pemerintahan FISIP UNIV. Tadulako Palu, Sulteng

Page 2: MANAJEMEN PEMERINTAHAN MENUJU PELAYANAN OPTIMUM

atau cara-cara ilmiah apa yang dapat digunakan untuk memecahkan suatu persoalan.

Sedangkan Lokus mencakup “where of the field” atau medan atau tempat dimana metode

tersebut digunakan atau diimplementasikan (Keban, 2004). Dengan dua kategoorisasi

standar yang dimiliki sebuah disiplin ilmu tersebut maka setiap ilmu akan mengalami

sebuah “anomalies”.

Perkembangan suatu kajian, adalah perwujudan dari respons terhadap kondisi

kebutuhan masyarakat sebagai suatu fenoemna kajian ilmu pemerintahan yang semakin

diperhadapkan oleh kompleksitas permasalahan yang terjadi oleh perkembangan yang

terdapat dalam masyarakat. Ilmu pemerintahan yang merupakan kajian ilmu yang

memadukan kajian ilmu murni yang diharapkan dapat diimplementasikan sebagai reaksi

terhadap kondisi kemasyarakatan yang terdapat dalam kajian formal Ilmu Pemerintahan.

Ini mengharuskan birokrasi dan pengkaji pemerintahan memiliki perhatian dan komitmen

terhadap berbagai sudut pandang yang memungkinkan berbagai hal yang dapat

ditimbulkannya sebagai konsekwensi implementasi kebijakan dalam masyarakat terbaca.

Hal ini dimungkinkan dengan metode dan cara yang tentunya dapat secara dini dapat

mengetahui eksesnya secara komprehensif.

Fenomena prinsipil yang terjadi dalam kajian keilmuan yang terkait dengan

pelayanan publik, juga mengalami hal tersebut. Seperti dalam kajian administrasi yang

banyak dipinjam dalam beberapa metode yang digunakan oleh Ilmu Pemerintahan.

Paradigma sederhana yang hanya menekankan kepada Government Bureaucratic sebagai

locus, berubah kearah yang semakin kompleks sehingga memiliki kedua hal tersebut

sampai kepada paradigma kekinian yang telah memasuki paradigma postmodernisme.

Sangat cepatnya perkembangan tersebut, menjadi tantangan bagi institusi

pemerintahan untuk tampil mengikuti lahirnya berbagai paradigma secara global.

Keterbatasan pendanaan dan sumber daya manusia yang memiliki tingkat inovasi yang

berorientasi kepada pelayanan masyarakat dalam tubuh birokrasi negara dunia ketiga

khususnya Indonesia, realitas tersebut merupakan sesuatu yang menjadi kondisi empirik

yang tidak dapat dihindari. Sementara, kautnya perkembangan paradigma tersebut juga

terjadi dimasyarakat dan menjadi harapan masyarakat Indonesia yang semakin tinggi.

Ini dapat dipahami sebagai sebuah kesuksesan dari kelompok menengah Indonesia

memposisikan diri dalam dilematika kehidupan kebangsaan, dimana pada umumnya

ditandai dengan keberhasilan advokasi dari berbagai kelompok NGOs, Civil Society yang

2

Page 3: MANAJEMEN PEMERINTAHAN MENUJU PELAYANAN OPTIMUM

secara intens melibatkan diri dalam kehidupan kemasyarakatan meskipun dengan

berbagai agenda kepentingan masing-masing.

B. Perubahan Paradigma Pelayanan Publik

Prinsip-prinsip yang hanya mengedepankan kepada perkenalan prinsip

POSDCORB (Planning, Organizing, Staffing, Directing, Coordinating, Reporting And

Budgeting) kemajuan paradigma terjadi ditahun 1983an dimana terjadi revisi dalam

prinsip POSDCORB diatas menjadi PAHFRIER (Policy Analysis, Financial, Human

Resources, Information Dan External Relations) yang menjadi perhatian utama

manajemen publik (Garson & Overman,1991). Perkembangan tercanggih kemudian yang

menjadi orientasi pembentukan paradigma pemerintahan di dunia adalah terjadi di era

tahun 90an dimana lahir konsep wira usaha dan pemangkasan birokrasi dari Osborne dan

Gaebler, atau paradigma “Post Bureucratic Paradigm” dimana paradigma birokratik lama

menekankan kepada kepentingan publik, efisiensi, administrasi dan kontrol maka

paradigma ini berubah penekanan kepada hasil guna bagi masyarakat, kualitas dan nilai,

produk.

Untuk keterkaitan terhadap norma paradigma lama menekankan fungsi, otoritas

dan struktur paradigma baru lebih kepada misi pelayanan dan hasil akhir (out come),

terkait dengan biaya maka birokratik menekankan kepada tanggung jawab

(responsibility), post birokratik kepada pemberian nilai bagi masyarakat, Sedangkan

untuk membangun akuntabilitas dan memperkuat hubungan kerja, birokratik

mengutamakan ketaatan kepada aturan dan prosedur, paradigma post menekankan kepada

pemahaman dan penerapan norma-norma, tentang hal terkait dengan identifikasi dan

pemecahan masalah serta proses perbaikan yang berkesinambungan, paradigma birokratik

mengutamakan berlangsungnya sistem-sistem administrasi, post lebih kepada pemisahan

antara pelayanan dengan kontrol, membangun dukungan terhadap norma-norma,

memperluas pilihan pelanggan, mendorong kegiatan kolektif, memberikan insentif,

mengukur dan menganalisis hasil dan memperkaya umpan balik (Barzelay & Armajani,

1997)

Perkembangan terbaru dalam penyelenggaraan pelayanan publik hadir di Tahun

2003 (Keban, 2004) yang dibawa oleh J.V. Denhardt dan R.B. Denhardt yang secara

mengejutkan, menyarankan untuk meninggalkan prinsip administrasi klasik dan

3

Page 4: MANAJEMEN PEMERINTAHAN MENUJU PELAYANAN OPTIMUM

reinventing government atau new public management dan beralih kepada prinsip New

Public Service. Bagi mereka, pelayanan publik harus : 1). Serve citizen no customers

(melayani warga masyarakat bukan pelanggan, 2). Seek the public interest

(Mengutamakan kepentingan publik), 3). Value citizenship over enterpreneurship (lebih

menghargai warga negara daripada kewirausahaan), 4.). Think strategically, act

democratically (berpikir strategis, dan bertindak demokratis), 5). Recognize that

accountability is not simple (menyadari bahwa akuntabilitas bukan merupakan suatu yang

mudah), 6). Serve rather than steer (melayani daripada mengendalikan), 7). Value people

not just productivity (menghargai orang bukan hanya karena tingkat produktifitasnya

semata).

Bagaimana fokus ini dapat diimplementasikan dalam Lokus birokrasi negara,

yang secara ril dikatakan memiliki sistem dan struktur organisasi patronage yang kaku

dengan budaya demokrasi masyarakat yang belum tumbuh dengan subur. Ini karena

terkait dengan sangat kuatnya dominasi kebijakan politik dalam pengambilan kebijakan

strategis dalam sebuah wilayah negara dari sebuah sistem autoritarian birookrasi masa

lalu. Tetapi, secara singkat kita dapat katakan bahwa, terdapat satu sudut pandang utama

(core) yang dapat dijadikan stressing point dalam tiap paradigma diatas.

Perubahan dari 20 tahun terakhir diatas, dimana tiap paradigma membawa

kesadarnnya sendiri, dimana kelahirannya bagi saya, merupakan sesuatu proses yang

dengan tendensi ideologis yang kuat. Ini sebagai puncak untuk meredam gerakan sistem

pasar yang mengglobal yang menggunakan instrumen ilmu pengetahuan dan kekuatan

ekonomi untuk penguasaan dan dipandang banyak menimbulkan kesenjangan.

Terciptanya paradigma tersebut akan menjadi alat perlawanan terhadap sistem pasar

sebagai satu-satunya sistem terbaik yang secara global telah merusak batas-batas wilayah

ideologi negara bangsa menjadi sebatas satu ruang yang sempit dimana seluruh

komunitas dapat berinteraksi yang penting memiliki alat untuk itu, yang didukung oleh

kemajuan sistem informasi dan tekhnologi yang mengglobal. Kecemasan tersebut,

kemudian melahirkan sebuah paradigma baru seperti yang telah digambarkan diatas.

C. Sosok Pelayanan Publik Di Indonesia

Pertanyaannya kemudian adalah, apa relevansi dari perkembangan paradigma

pelayanan tersebut atau secara khusus inti prinsip-prinsip manajemen pelayanan tersebut

4

Page 5: MANAJEMEN PEMERINTAHAN MENUJU PELAYANAN OPTIMUM

terhadap kehidupan sistem pemerintahan di Indonesia dan masyarakat?. Mungkin sudah

tidak pantas lagi untuk mengemukakan pertanyaan seperti itu, jika setiap hari kita

mendengarkan berbagai problematika sistem pemerintahan yang rasa-rasanya tidak

pernah dapat terselesaikan secara utuh. Selalu terdapat ganjalan dan problematika dalam

setiap penerapan strategi tertentu dalam mewujudkan sistem pelayanan pemerintahan

yang baik.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Pusat Studi Kependudukan Dan Kebijakan

(PSKK) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta tahun 2001 yang dilakukan pada 3

Provinsi yang mewakili 3 wilayah kawasan Indonesia yaitu Indonesia bagian Barat,

Tengah dan Timur yaitu masing-masing Sumatera Barat, Yogyakarta dan Sulawesi

Selatan, maka diperoleh hasil tentang kondisi pelayanan menurut pengguna pelayanan

seperti pada tabel dibawah:

Tabel 1

Efisiensi Palayanan Menurut Pengguna Pelayanan Publik di Indonesia

No. Provinsi Tanggapan Prosentase %

1. Sulawesi Selatan Buruk 62 %

Baik 38 %

2. DI Yogyakarta Buruk 44 %

Baik 56 %

3. Sumatera Barat Buruk 66 %

Baik 34 %

Sumber : Pusat Studi Kependudukan Dan Kebijakan (PSKK) UGM Yogyakarta, 2001

Dari tampilan image publik atas wajah penyelenggaraan pelayanan diatas, maka

nampak bahwa harapan untuk terciptanya pelayanan yang berorientasi kepada kepuasan

masyarakat masih sangat jauh dari yang diharapkan. Hal ini menjadi kontroversial jika

melihat pelayanan sebagai tujuan dari penciptaan manajemen organisasi pemerintahan.

Fakta yang ditampilkan diatas, terlihat bahwa dari 3 (tiga) daerah yang dijadikan sampel

penelitian. Maka hanya didaerah Yogyakarta terlihat pelayanan kepada publik direspons

dengan tanggapan baik oleh masyarakat. Ini terbukti dengan 56 % responden menyatakan

baik.

5

Page 6: MANAJEMEN PEMERINTAHAN MENUJU PELAYANAN OPTIMUM

Secara reflektif maka kondisi ketiga daerah, memang memiliki kesenjangan

terutama dalam hal pemilikan sumber daya manusia yang memadai. Maka Yogyakarta

memang tidak diragukan lagi memiliki kapasitas dalam pengertian jumlah dan kualitas

cendekiawan yang sangat tersedia. Dampaknya adalah gesekan yang diciptakan oleh

pengaruh lingkungan illmiah yang memperoleh pengaruh respon perubahan paradigma

terkait dengan pelayanan publik tersebut terbukti dapat mempengaruhi kinerja birokrasi

pemerintah di daerah Yogyakarta, disamping adanya keinginan (good will) dari

pemerintah untuk dapat mengimplementasikan sebuah paradigma perubahan yang

berkembang di dunia.

Bagi daerah lain seperti yang nampak dalam tabel diatas (Sulsel dan Sumbar)

maka nampak bahwa tingkat kepuasan yang ditandai dengan tanggapan masyarakat akan

pelayanan buruk pada tataran 62% dan 66%. Sangat tidak mengherankan jika terjadi

kesenjangan dengan daerah pertama yang dikemukakan diatas tadi. Ini merupakan sebuah

konsekwensi yang memang sangat berat yang harus dialami oleh para state apparatus

sebuah bangsa, karena mereka mengelola bukan barang atau benda, tetapi mengelola

manusia. Dan secara utuh dikatakan tidak terdapat satu sistempun yang dapat berfungsi

secara baik dan tepat untuk individu, komunitas atau bangsa yang berbeda.

Untuk itu, maka organisasi pemerintahan yang hidup dalam sebuah lingkungan

tentunya harus berinteraksi dengan sistem tersebut untuk dapat memperoleh sebuah

model yang terbaik yang dapat digunakan untuk implementasi pelayanan kepada

masyarakat dalam lingkungan tersebut. Lingkungan internal yang mempenaruhi ini, akan

terdiri dari structure, culture dan resources (Wheeler dan Hunger, 1992).

Faktor-faktor tersebut, memang rasanya akan sangat sulit diberlakukan untuk

sebuah model birokrasi negaraa yang dilaksanakan secara terpusat seperti Indonesia saat

ini, yang mestipun dengan keluarnya Kebijakan Politik tentang Otonomi daerah tetapi

secara adminsitratip kenegaraan, sistem pengelolaan pelayanan pengorganisasian

terhadap masyarakat, masih terpusat. Ini terbukti dengan masih dikleuarkannya berbagai

juklak dan juknis tentang hal ini.

Fenomena tersebut, merupakan bukti kuat masih berlakunya sistem pelayanan

birokrasi ketergantungan di Indonesia yang dogerakkan oleh aturan (rule driven).

Pemberlakuan sistem pelayanan publik yang tidak terkomunikasikan dengan baik dengan

masyarakat, menjadi kendala yang timbul. Hasilnya adalah penerimaan masyarakat

6

Page 7: MANAJEMEN PEMERINTAHAN MENUJU PELAYANAN OPTIMUM

(Society Acceptance) terhadap kebijakan tersebut menjadi beragam. Realitas tersebut

memaksa masyarakat membaca kebijakan tersebut secara terpisah-pisah sesuai kebutuhan

tiap-tiap individu, sehingga membangun asumsi sendiri terhadap sebuah terminologi

pelayanan publik atas mereka.

Realitas akan akuntabilitas pelayanan publik tersebut secara empirik masih sangat

kuat terjadi dimasyarakat. Dari data hasil penelitian PSKK UGM kembali terlihat bahwa

budaya lama yang selama ini dijadikan trend mark yang dijadikan acuan dalam pelayanan

publik tetap masih bertumpu pada tingkatan aturan secara formal. Hal ini sangat bertolak

belakang dengan kenyataan bahwa perubahan paradigma manajemen pemerintahan yang

dikembangkan saat ini adalah paradigma pemerintahan yang lebih berorientasi kepala

pelayanan, yang mana telah menghabiskan beratus-ratus uang rakyat untuk pelaksanaan

sosialisasi metode dan tata cara pelayanan yang menempatkan masyarakat sebagai tujuan

pelayanan. Data tentang acuan tugas yang dijadikan pegangan pelaksanaan pelayanan

kepada masyarakat di Indonesia adalah seperti nampak pada tabel dibawah:

Tabel 2

Acuan Petugas dalam Pelayanan Publik Di Indonesia

No. Acuan Pelayanan %

1. Peraturan (juklak) 80%

2. Kepuasan Masyarakat 16%

3. Insisiatif Sendiri 3%

4. Visi-Misi 1%

Sumber : Pusat Studi Kependudukan Dan Kebijakan (PSKK) UGM Yogyakarta, 2001

Kemampuan dan keinginan masyarakat yang berbeda dalam menerima dan

menangkap sebuah perubahan menjadi pernagkap baru bagi birokrasi itu sendiri. Tipe

perbedaan penerimaan masyarakat tersebut dapat dikelompokkan dengan: Defender,

Proaktif, Reaktif, Analyzer dan Challenger. Semua karakter tersebut, akan dihadapi oleh

para penyelenggara jasa pelayanan publik dalam hal ini aparatur pemerintah dalam

berbagai jenjang dan tingkatan pemerintahan.

Birokrasi yang stagnan dan hidup dalam kekakuannya, merupakan bentuk

birokrasi autoritarian yang telah lama ditinggalkan. Saat ini, birokrasi dituntut untuk

7

Page 8: MANAJEMEN PEMERINTAHAN MENUJU PELAYANAN OPTIMUM

senantiasa dapat berubah, seperti dengan sangat cepatnya perubahan paradigma yang

berkembang sebagai wujud reaksi atas realitas yang terjadi di masyarakat. Perbaikan

terus menerus (Continous Improvement) menjadi kebutuhan dan keharusan yang dimiliki

oleh sebuah institusi birokrasi yang terdiri dari seluruh sistem organisasinya.

Kenyataan tersebut, juga sangat terkait dengan bagaimana mentalitas pelaksana

pelayanan publik memperlakukan dan memandang aktivitasnya untuk memposisikan diri

terhadap masyarakat sebagai pengguna jasa dalam pelayanan yang dilaksanakan. Hal ini

terlihat dari data penelitian yang dperoleh oleh PSKK UGM,2001 seperti yang tampil

dibawah ini menunjukkan

Tabel 3

Posisi pengguna jasa dalam pelayanan Publik di Indonesia

No. Pandangan Petugas

Terhadap Pengguna Jasa

%

1. Obyek Pelayanan 72%

2. Mitra Petugas 6%

3. Raja yang harus dilayani 6%

4. Lain-Lain 16%

Sumber : Pusat Studi Kependudukan Dan Kebijakan (PSKK) UGM Yogyakarta, 2001

Kenyataan diatas, merupakan indikator pelayanan publik yang akan melahirkan

pelayanan yang tidak prima atau dari konteks masyarakat, hal ini menghasilkan

diskriminasi pelayanan terhadap masyarakat. Pendorong terjadinya hal tersebut tentunya

tidak akan lepas dari beberapa hal seperti masalah struktural dengan adanya

ketergantungan diats tadi atau paternalisme dalam birokrasi yang menempatkan parat

pemerintah sebagai pelaksana tunggal terhadap pelayanan. Pendorong lain adalah terkait

dengan budaya atau kultural dimana dalam kondisi kemasyarakatan di Indonesia yang

ditandai masih eratnya ikatan kekerabatan, maka sangat memungkinkan terjadinya

semacam dilema psikologis yang berdampak terhadap ketidakprofesionalan pelaksanaan

sebuah proses pelayanan. Bahkan terkadang hal ini mendorong suatu upaya ke arah

Honest Graft (korupsi jujur).

8

Page 9: MANAJEMEN PEMERINTAHAN MENUJU PELAYANAN OPTIMUM

Adapun faktor ketiga yang mendorong dan menciptakan diskriminasi pelayanan

adalah keadaan ekonomi. Ini terkait dengan sangat rendahnya pendapatan yang diperoleh

seorang tenaga pelayanan jasa pada institusi pemerintahan. Akibatnya adalah petugas

mencari alternatif lain, yang memungkinkan dirinya untuk dapat survive dalam

kehidupannya. Ditambah pula dengan tidak adanya reward yang diberikan atas prestasi

yang dicapai tenaga pelaksana menejemen pemerintahan, baik dari institusinya sebagai

penyelenggara maupun dari masyarakat sebagai pengguna pelayanan.

Hal ini tentunya kenyataan yang tidak kemudian menjadi kondisi yang mudah

bagi manajemen pemerintah dalam melakukan upaya perbaikan secara terus menerus

sebagai sebuah kebutuhan. Banyak kendala yang akan dihadapi dalam mencapai kearah

tersebut, unutk itu sebuah sistem manajemen pemerintahan mesti memiliki orientasi dlam

pencapaian tujuan organisasi. Salah satu alat manajemen yang digunakan saat ini

katakanlah benchmarking.

D. Mencari Model Alternatif Penciptaan Manajemen Pelayanan Publik

Beberapa ahli memandang bahwa salah satu model alternatif yang baik untuk

digunakan adalah benchmarking. Model ini merupakan salah satu proses pencarian secara

kontinu akan ide-ide baru dan metode-metode baru dalam pelaksanaan manajemen

pemerintahan yang baik. Praktek dan proses dan salah satu metode yang digunakan

adalah dengan mengadopsi berbagai praktek-praktek, atau adaptasi dari features terbaik.

Model ini dapat dikatakan merupakan bentuk pencarian untuk praktek terbaik yang

pernah dilakukan (best practice).

Untuk mendukung bentuk ini, beberapa lembaga penelitian pernah melakukan

sebuah model penilaian pelaksanaan otonomi daerah yang berupaya memperoleh input

dari berbagai daerah di Indonesia tentang best practice yang dilakukan pada daerah

tertentu. Indonesia Rapid And Decentralization Survey (IRDA) merupakan sebuah bentuk

survey yang mencoba memperoleh hal ini (Best Praktis) dengan mewadahi riset ini, yang

mungkin dapat diterapkan di daerah lain atau menjadi sebuah strategi tertentu yang

dimiliki oleh sebuah daerah untuk dapat melakukan pelayaanan terhadap masyarakatnya.

Jenis pencarian best practice seperti ini, dapat dilakukan secara internal maupun secara

competitive.

9

Page 10: MANAJEMEN PEMERINTAHAN MENUJU PELAYANAN OPTIMUM

Banyak strategi yang dapat diterapkan oleh pemerintah untuk menciptakan

pelayanan terbaik dan yang terbaik tersebut (creating the best of the best) salah satunya

adalah bentuk benchmarking diatas, sebab tanpa melakukan sebuah perubahan secara

kontinu untuk mengikuti sebuah perubahan sebab mesti diingat bahwa tidak ada yang

abadi kecuali perubahan itu sendiri. Birokrasi yang tidak berubah berarti birokrasi yang

telah membawa dirinya dalam sebuah kehancuran.

Hal terpenting yang mesti senantiasa di lakukan up date terhadap kemampuan

dirinya terkait dengan palayanan publik adalah pemimpin institusi sebagai satu motivator

dalam menjalankan proses pemerintahan. Seorang pemimpin dalam organisasi

manajemen pemerintahan sebagai (publik administration) sebagai salah satu fungsi

pemerintah mestilah (Keban, 2004;21) orang-orang yang menguasai berbagai prinsip,

metode, dan teknik yang dibutuhkan dalam mencapai tujuan organisasi publik. Hal yang

mesti dimiliki pemimpin seperti itu, tentulah harus merupakan sosok yang etis, rasional,

pandai menggunakan prinsip, metode dan teknik-teknik yang ada sesuai kebutuhan

sehingga responsifitas seorang pemimpin menjadi sebuah kemutlakan.

Pendapat yang penting menggambarkan sosok pemeimpin seperti dikemukakan

diatas adalah dikemukakan oleh James L. Perry (Keban, 2004;21) bahwa manajer atau

pemimpin yang baik atau ideal itu, mesti memiliki technical skills, human skills,

conceptual skills, responsif terhadap institusi-institusi demokratis, berorientasi pada hasil,

mampu mengembangkan jaringan kerja dan komunikatif serta dapat menjaga

keseimbangan keputusan dan kegiatan.

Sosok birokrasi pemerintahan seperti dikemukakan Perry ataupun Keban diatas,

menjadi dambaan masyarakat secara luas untuk dapat menemukan nilai hakiki dari salah

satu tugas pelayanan publik yang dilakukan oleh birokrasi. Menjadi seorang pemimpin,

memang menjadi sesuatu yang secara kunatitatif dan kualitatif adalah hal yang teramat

sulit untuk dapat didekati oleh orang-orang yang tidak memiliki prasyarat diatas.

Sehingga perwujudan akan sosok seorang manajer birokrasi adalah benar-benar

merupakan ‘pilihan’ dari sebuah proses yang kompetitive.

Salah satu fungsi pokok dari pemerintah modern yang demokratis adalah menjadi

sebuah motor atau agen bagi perubahan (Agent Of Change). Dengan ditempatkannya

Aparat pemerintah sebagai agen perubahan maka secara langsung memposisikan aparat

10

Page 11: MANAJEMEN PEMERINTAHAN MENUJU PELAYANAN OPTIMUM

birokrasi yang senantiasa digerakkan oleh misi dan orientasi terhadap sebuah tujuan

tertentu yaitu pelayanan kepada masyarakat.

E. Kesimpulan

Pemerintahan sebagai sebuah institusi yang melayani kebutuhan publik, sangat

penting untuk senantiasa menciptakan suatu mekanisme-mekanisme baru untuk dapat

menghasilkan kinerja yang maksimal terhadap pelayanannya kepada masyarakat

pengguna jasa. Organisasi yang berubah, menjadi stimulus yang kuat, terkait fungsi

pemerintah sebagai agent yang melakukan fungsi perubahan bagi masyarakat, sekaligus

juga bertugas untuk menerima perubahan yang terdapat dimasyarakat yang merupakan

dampak dari perkembangan paradigma pelayanan akuntabilitas publik yang berkembang

secara global.

Fenomena empirik yang merupakan realitas penerimaan di masyarakat (society

acceptance) dengan beberapa hasil temuan yang ada diatas terkait dengan pelayanan

publik di Indonesia, merupakan kenyataan yang menunjukkan bahwa betapa paradigma

pelayanan publik yang secara luas menjadi wacana dalam penciptaan atmosfir birokrasi

yang modern di Indonesia, masih mengalami masa-masa sulit atau transisi. Akibatnya

adalah kuatnya mentalitas paradigma lama yang mengisi mentalitas pelaksana pelayanan

publik tidak mengalami perubahan.

Penting sebuah komitmen dan konsistensi serta strategi yang jelas dalam upaya

memperoleh model yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, tanpa meninggalkan

perkembangan paradigma pelayanan publik yang terkadang menjadi sesuatu yang jauh

lebih cepat dari kemampuan responsivitas pemerintahan yang memiliki mekanisme dan

sistem yang bersifat hierarkis dan terbatas. Namun dengan demikian orientasi manajemen

pemerintahan dalam melakukan tugas pelayanan publik menjadi suatu hal yang sangat

mutlak untuk senantiasa melakukan inovasi-inovasi yang secara empirik dapat diterima

oleh komunitas masyarakat.

Daftar Pustaka

Abrahamsen, Rita.,2004 (terj). Sudut Gelap Kemajuan Relasi Kuasa Dalam Wacana Pembangunan, Lafald pustaka, Yogyakarta

11

Page 12: MANAJEMEN PEMERINTAHAN MENUJU PELAYANAN OPTIMUM

Bowman, Ann O’M. & Kearney, Richard C.,2000. The Essentials State And Local Government, Houghton Mifflin Company, Boston

Dhal, Robert., 2001. Perihal Demokrasi Menjelajahi Teori Dan Praktek Demokrasi Secara Singkat, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta

Etzioni-Halevy, Eva., 1983. Buruecracy And Democracy A Political Dilemma, Routledge & Kegan Paul, London

Gazpers, Vincent., 1997. Manajemen Bisnis Total Dalam Era Globalisasi, Gramedia Pustaka utama, Jakarta

Held, David., 2004 (terj). Demokrasi Dan Tatanan Global Dari Negara Modern Hingga Pemerintahan Kosmopolitan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta

Keban, Yeremias T., 2004, Enam Dimensi Strategis Adminsitrasi Publik Konsep, Teori Dan Isu, Gaya Media, Yogyakarta

Mochtar, Hilmy, DR. MS., 2004. Politik Lokal dan pembangunan, Pustaka Pelajar Yogyakarta

Petras, James & Veltmeyer, Henry., 2002. Imperialisme Abad 21, Kreasi Wacana, Yogyakarta

Philpott, Simon., 2003 (terj). Meruntuhkan Indonesia Politik Postkolonial Dan Otoritarianisme, LkiS, Yogyakarta

PSKK UGM , 2001. Policy Brief, No. 01/PB/2001, Kinerja Pelayanan Publik, Yogyakarta

--------------, No. 05/PB/2001, Diskriminasi Dalam Pemberian Pelayanan Publik, PSKK UGM, Yogyakarta

Smith, B.C., 1988. Buruecracy And Political Power, ST. Martin’s Press, New York

Winarno, Budi., 2004. Globalisasi Wujud Imperialisme Baru Peran Negara Dalam Pembangunan, Tajidu Press, Yogyakarta

12