kontrol optimum virus hiv melalui penggunaan dua …

32
KONTROL OPTIMUM VIRUS HIV MELALUI PENGGUNAAN DUA JENIS OBAT FAJAR SATRIATAMA DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

Upload: others

Post on 17-Oct-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KONTROL OPTIMUM VIRUS HIV MELALUI PENGGUNAAN DUA …

KONTROL OPTIMUM VIRUS HIV MELALUI

PENGGUNAAN DUA JENIS OBAT

FAJAR SATRIATAMA

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

Page 2: KONTROL OPTIMUM VIRUS HIV MELALUI PENGGUNAAN DUA …
Page 3: KONTROL OPTIMUM VIRUS HIV MELALUI PENGGUNAAN DUA …

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kontrol Optimum Virus

HIV Melalui Penggunaan Dua Jenis Obat adalah benar karya saya dengan arahan

dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada

perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya

yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam

teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014

Fajar Satriatama

NIM G54100099

Page 4: KONTROL OPTIMUM VIRUS HIV MELALUI PENGGUNAAN DUA …

ABSTRAK

FAJAR SATRIATAMA. Kontrol Optimum Virus HIV Melalui Penggunaan Dua

Jenis Obat. Dibimbing oleh TONI BAKHTIAR dan FARIDA HANUM.

Dalam karya ilmiah ini dipelajari model interaksi sel CD4+T sehat dengan

sel HIV serta menambahkan dua jenis kontrol, yaitu obat penambah kekebalan

tubuh dan obat anti virus. Masalah interaksi ini diformulasikan dalam bentuk model

kontrol optimum dengan fungsional objektif memaksimumkan populasi sel CD4+T

sehat serta meminimumkan biaya pemakaian obat-obatan tersebut. Penerapan

prinsip maksimum Pontryagin memberikan empat persamaan diferensial sebagai

syarat penyelesaian, yaitu dua persamaan diferensial untuk sistem dan dua

persamaan diferensial untuk fungsi adjoin. Selanjutnya, penerapan kondisi

Berkovitz memberikan dua buah fungsi kontrol optimum. Solusi numerik diperoleh

dengan menyelesaikan sistem persamaan diferensial menggunakan metode Runge-

Kutta orde-4. Pemberian kontrol pada sistem membuat populasi sel CD4+T sehat

bertambah dan membuat populasi sel HIV berkurang. Semakin besar bobot kontrol

obat penambah kekebalan menyebabkan peningkatan sel CD4+T sehat semakin

lambat. Hal tersebut menandakan bahwa semakin besar bobot diberikan maka

berefek negatif pada tubuh, sehingga pemberian obat sebaiknya segera dikurangi.

Kata Kunci: dua fungsi kontrol, masalah kontrol optimum, model interaksi sel

CD4+T sehat dengan sel HIV, solusi numerik.

ABSTRACT

FAJAR SATRIATAMA. Optimum Control of HIV Virus through the Use of Two

Drugs. Supervised by TONI BAKHTIAR and FARIDA HANUM.

This paper studied a mathematical interactions model of healthy CD4+T

cells with HIV cells by involving two types of control strategies, i.e. increasing

body’s immune drugs and using antiviral drugs. The interaction problem is

formulated in term of optimal control model, where the objective functional is

maximizing the population of healthy CD4+T cells and to minimize the systematic

cost of using drugs. Application of Pontryagin maximum principle provides four

differential equations as solution conditions: two differential equations for the

system and two differential equations for the adjoint function. Next, applications of

Berkovitz conditions provide two optimal control functions. Numerical solution

was conducted using the 4th order Runge-Kutta method. Application of control to

the system makes the population of healthy CD4+T cells increase and the HIV cells

population decrease. As the larger weight in the control of immune drugs increase

cause decrease in healthy CD4+T cells growth rate. It indicates that a larger weight

provides negative effects on the body, so that drugs administration would be

reduced.

Keywords: two control functions, optimum control problem, interaction

model of CD4+T cells healthy with HIV cells, numerical solutions.

Page 5: KONTROL OPTIMUM VIRUS HIV MELALUI PENGGUNAAN DUA …
Page 6: KONTROL OPTIMUM VIRUS HIV MELALUI PENGGUNAAN DUA …

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains

pada

Departemen Matematika

KONTROL OPTIMUM VIRUS HIV MELALUI

PENGGUNAAN DUA JENIS OBAT

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

FAJAR SATRIATAMA

Page 7: KONTROL OPTIMUM VIRUS HIV MELALUI PENGGUNAAN DUA …
Page 8: KONTROL OPTIMUM VIRUS HIV MELALUI PENGGUNAAN DUA …

Judul Skripsi : Kontrol Optimum Virus HIV Melalui Penggunaan Dua Jenis Obat

Nama : Fajar Satriatama

NIM : G54100099

Disetujui oleh

Dr Toni Bakhtiar, MSc

Pembimbing I

Dra Farida Hanum, MSi

Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Toni Bakhtiar, MSc

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Page 9: KONTROL OPTIMUM VIRUS HIV MELALUI PENGGUNAAN DUA …

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang

dipilih dalam penelitian ini ialah kontrol optimum, dengan judul Kontrol Optimum

Virus HIV Melalui Penggunaan Dua Jenis Obat.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Toni Bakhtiar, MSc dan Ibu

Dra Farida Hanum, MSi selaku pembimbing, serta Bapak Ruhiyat, MSi selaku

penguji yang telah banyak memberi saran. Ungkapan terima kasih juga

disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih

sayangnya serta kepada teman-teman Matematika Angkatan 47 atas segala

dukungan dan bantuannya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2014

Fajar Satriatama

Page 10: KONTROL OPTIMUM VIRUS HIV MELALUI PENGGUNAAN DUA …

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

LANDASAN TEORI 2

Kontrol Optimum 2

Prinsip Maksimum Pontryagin 3

Metode Runge-Kutta Orde Empat 4

MODEL MATEMATIKA 4

Model Tanpa Kontrol 4

Model dengan Kontrol 6

Masalah Kontrol Optimum 6

SOLUSI NUMERIK 9

Metode Runge-Kutta Orde-4 9

Hasil Numerik 11

SIMPULAN 14

Simpulan 14

Saran 14

DAFTAR PUSTAKA 14

LAMPIRAN 15

RIWAYAT HIDUP 20

Page 11: KONTROL OPTIMUM VIRUS HIV MELALUI PENGGUNAAN DUA …

DAFTAR TABEL

1 Variabel dan parameter 5 2 Nilai parameter 11

DAFTAR GAMBAR

1 Populasi Sel 𝐶𝐷4+𝑇 dengan 𝐴1 = 250000 12

2 Populasi Sel HIV dengan 𝐴1 = 250000 12

3 Fungsi kontrol dengan A1 = 250000 13

4 Populasi Sel 𝐶𝐷4+𝑇 dengan 𝐴1 = 500000 13

5 Populasi Sel HIV dengan A1 = 250000 13

6 Fungsi kontrol dengan A1 = 500000 13

DAFTAR LAMPIRAN

1 Penentuan solusi numerik model tanpa kontrol 15 2 Penentuan solusi numerik model dengan kontrol 16 3 Pembuatan gambar solusi numerik dengan nilai 𝐴1 = 250000 18 4 Pembuatan gambar solusi numerik dengan nilai 𝐴1 = 500000 19

Page 12: KONTROL OPTIMUM VIRUS HIV MELALUI PENGGUNAAN DUA …
Page 13: KONTROL OPTIMUM VIRUS HIV MELALUI PENGGUNAAN DUA …

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Virus adalah parasit berukuran mikroskopik yang menginfeksi sel

organisme biologis. Virus hanya dapat bereproduksi di dalam material hidup

dengan menginvasi dan memanfaatkan sel makhluk hidup karena virus tidak

memiliki perlengkapan selular untuk bereproduksi sendiri. Dalam sel inang, virus

merupakan parasit obligat dan di luar inangnya menjadi tak berdaya. Biasanya virus

mengandung sejumlah kecil asam nukleat yang diselubungi semacam bahan

pelindung yang terdiri atas protein, lipid, glikoprotein, atau kombinasi ketiganya.

Genom virus akan diekspresikan menjadi baik protein yang digunakan untuk

memuat bahan genetik maupun protein yang dibutuhkan dalam daur hidupnya.

Istilah virus biasanya merujuk pada partikel-partikel yang menginfeksi sel-sel

eukariota, sementara istilah bakteriofage atau fage digunakan untuk jenis yang

menyerang jenis-jenis sel prokariota (Hogg 2005).

Salah satu virus yang mematikan yaitu HIV (Human Immunodeficiency

Virus). HIV masih menjadi virus penyakit paling berbahaya di dunia yang telah

merenggut nyawa lebih dari 25 juta orang sejak tahun 1981. HIV dapat menular

dengan berbagai cara, seperti jarum suntik, transfusi darah, dan hubugan seksual.

Dalam jangka waktu lama virus telah mengakar, secara sistematis telah membunuh

sel-sel, dan merusak kekebalan orang yang terinfeksi. Hal tersebut membuat

penderita lebih berisiko terinfeksi penyakit lain. HIV sampai ke sistem kekebalan

tubuh dengan menginfeksi sel-sel penting, termasuk sel-sel pembantu yang disebut

sel 𝐶𝐷4+𝑇. Pada saat sel 𝐶𝐷4+𝑇 yang terinfeksi bereplikasi untuk melawan infeksi

apa pun, sel HIV melakukan pengkodean sehingga ikut melakukan replikasi.

Setelah manusia terinfeksi HIV, jumlah sel 𝐶𝐷4+𝑇 semakin menurun. Ini tanda

bahwa sistem kekebalan tubuh manusia semakin rusak. Semakin rendah jumlah

𝐶𝐷4+𝑇, manusia akan semakin jatuh sakit.

Sel 𝐶𝐷4+𝑇 merupakan bagian dari sel T. Sel tersebut adalah bagian yang

penting dari sistem kekebalan tubuh manusia. Sel T memainkan peran utama pada

kekebalan seluler. Sel T mampu membedakan jenis patogen dengan kemampuan

berevolusi sepanjang waktu demi peningkatan kekebalan setiap kali tubuh terpapar

patogen. Hal ini dimungkinkan karena sejumlah sel T teraktivasi menjadi sel T

memori dengan kemampuan untuk berkembang biak dengan cepat untuk melawan

infeksi yang mungkin terulang kembali. Aktivasi sel T memberikan respons

kekebalan seperti produksi antibodi, aktivasi sel fagosit atau penghancuran sel

target dalam seketika. Sel T yang telah disintesis dari kelenjar timus disebut sel

𝐶𝐷4+𝑇. Sel 𝐶𝐷4+𝑇 adalah sel T yang memiliki protein CD4 pada permukaannya.

Protein itu bekerja sebagai ‘reseptor’ untuk HIV. HIV mengikat pada reseptor CD4

itu seperti kunci dengan gembok (Baratawidjaja 2000).

Pada karya ilmiah ini akan dibahas model interaksi sel T, oleh Kirschner

dan Webb (1998) dengan dua variabel kontrol yaitu obat penambah kekebalan

tubuh dan obat penekan virus (antiviral). Model tersebut merepresentasikan laju

pertumbuhan sel 𝐶𝐷4+𝑇 yang sehat dan sel HIV, dengan adanya pemberian kontrol

ini akan dilihat bagaimana pengaruhnya terhadap laju pertumbuhan kedua sel

tersebut. Sumber utama karya ilmiah ini ialah artikel yang ditulis oleh Joshi (2002).

Page 14: KONTROL OPTIMUM VIRUS HIV MELALUI PENGGUNAAN DUA …

2

Tujuan Penelitian

Penulisan karya ilmiah ini bertujuan:

1 mengonstruksi model interaksi sel 𝐶𝐷4+𝑇 normal dan sel HIV di bawah

pengaruh dua buah variabel kontrol,

2 menentukan variabel kontrol optimum, yaitu obat penambah kekebalan dan

pemberian antiviral yang memaksimumkan banyaknya sel 𝐶𝐷4+𝑇 normal,

serta meminimumkan dosis obat yang dikonsumsi.

LANDASAN TEORI

Kontrol Optimum

Teori kontrol optimum berkembang secara pesat pada akhir tahun 1950. Ada

dua metode penyelesaian masalah kontrol optimum, yaitu dynamic programming

yang diperkenalkan oleh Bellman pada tahun 1957 dan maximum principle yang

diperkenalkan oleh Pontryagin pada tahun 1962 (Pontryagin et al. 1986). Masalah

kontrol optimum adalah memilih variabel kontrol u(t) di antara semua variabel

kontrol yang admissible, yaitu kontrol yang membawa sistem dari state awal x(𝑡0)

pada waktu 𝑡0 kepada state akhir x(𝑡𝑓 ) pada waktu akhir 𝑡𝑓 , sedemikian rupa

sehingga memberikan nilai maksimum atau nilai minimum bagi fungsional objektif

tertentu.

Pada masalah nyata yang berkembang menurut waktu t, sistem berada

dalam keadaan atau kondisi (state) tertentu, yang dapat diungkapkan dengan

variabel keadaan (state variables) 𝐱1(𝑡), 𝐱2(𝑡), . . , 𝐱𝑛(𝑡) atau dalam bentuk vektor

x(t) ∈ ℝ𝑛 . Dengan nilai t yang berbeda, vektor x(𝑡) menempati posisi yang

berbeda di ruang ℝ𝑛 sehingga dapat dikatakan bahwa sistem bergerak sepanjang

kurva x(𝑡) di ℝ𝑛.

Sistem dinamika dapat dinyatakan secara matematik oleh sistem persamaan

diferensial:

�̇� = 𝑓(𝐱(𝑡), 𝐮(𝑡), 𝑡), (1)

dengan x variabel state dan u variabel kontrol. Jika kondisi sistem diketahui pada

waktu 𝑡0 , maka x( 𝑡0 )= 𝐱0 , 𝐱0 ∈ ℝ𝑛 . Jika dipilih kontrol 𝐮(𝑡) ∈ ℝ𝑛 yang

terdefinisi untuk waktu 𝑡 ≥ 𝑡0, maka diperoleh sistem persamaan diferensial orde

satu dengan variabel taktentu x(t). Karena 𝐱0 diberikan, maka persamaan (1)

memiliki solusi tunggal.

Solusi yang diperoleh merupakan respons terhadap u yang dilambangkan

dengan 𝐱𝐮(𝑡). Dengan memiliki fungsi kontrol yang sesuai, berbagai solusi dapat

diperoleh. Agar solusi yang diperoleh adalah solusi yang diinginkan, diperlukan

adanya kriteria bagi solusi, artinya setiap kontrol u(t) dan variabel state x(t)

dihubungkan dengan fungsional berikut:

𝐽 = ∫ 𝑓(𝐱(𝑡), 𝐮(𝑡), 𝑡)𝑇

0

𝑑𝑡, (2)

Page 15: KONTROL OPTIMUM VIRUS HIV MELALUI PENGGUNAAN DUA …

3

dengan f fungsi yang diberikan, 𝑡𝑓 tidak harus ditentukan dan x(𝑡𝑓 ) memiliki

kondisi tertentu.

Di antara semua fungsi atau variabel kontrol yang diperoleh, ditentukan

salah satu sehingga J mencapai nilai maksimum atau minimum. Kontrol yang

bersifat demikian disebut kontrol optimum. Permasalahan kontrol optimum dapat

dinyatakan sebagai masalah memaksimumkan atau meminimumkan suatu

fungsional (2) dengan kendala (1) (Tu 1994).

Prinsip Maksimum Pontryagin

Tinjau masalah kontrol optimum dengan kendala pada variabel kontrol

berikut:

max 𝐽 = ∫ 𝑓(𝑥(𝑡), 𝑢(𝑡), 𝑡)𝑡𝑓

𝑡0

𝑑𝑡,

�̇�(𝑡) = 𝑔(𝑥(𝑡), 𝑢(𝑡), 𝑡), ℎ(𝑢, 𝑥, 𝑡) ≥ 0,

𝑥(0) = 𝑥0, 𝑥(𝑇) = 𝑥𝑇 .

Didefinisikan fungsi Lagrange sebagai berikut:

𝐿(𝑥(𝑡), 𝑢(𝑡), 𝜆(𝑡), 𝑡) = 𝑓(𝑥(𝑡), 𝑢(𝑡), 𝑡) + 𝜆(𝑡)𝑔(𝑥(𝑡), 𝑢(𝑡), 𝑡) +

𝑤(𝑡)ℎ(𝑥(𝑡), 𝑢(𝑡), 𝑡),

dengan 𝜆(𝑡) merupakan “pengali Lagrange” atau costate variable. Misalkan 𝑢∗(𝑡) adalah variabel kontrol admissible yang membawa state awal (𝑥0(𝑡0), 𝑡0) kepada

state akhir (x(𝑡𝑓), 𝑡𝑓) dan 𝑥∗(𝑡) merupakan trajektori dari sistem yang berkaitan

dengan 𝑢∗(𝑡) , serta w(t) merupakan pengali penalti h (𝑥(𝑡), 𝑢(𝑡), 𝑡) , dengan

h(𝑥(𝑡), 𝑢(𝑡), 𝑡) = 𝑢(𝑡) − 𝑎 ≥ 0.

Agar kontrol 𝑢∗(𝑡) merupakan kontrol optimum, maka prinsip maksimum

Pontryagin, syarat transversalitas, dan kondisi Berkovitz terpenuhi, yaitu

1 Prinsip maksimum Pontryagin:

a. 𝜕𝐿

𝜕𝑢= 0,

b. �̇�(𝑡) = 𝜕𝐿

𝜕𝜆,

c. �̇�(𝑡) = − 𝜕𝐿

𝜕𝑥.

2 Syarat transversalitas:

−𝜆(𝑡𝑓) = 0.

3 Kondisi Berkovitz:

𝑤 ≥ 0, ℎ ≥ 0,𝑤ℎ = 0. (Pontryagin et al. 1986)

Page 16: KONTROL OPTIMUM VIRUS HIV MELALUI PENGGUNAAN DUA …

4

Metode Runge-Kutta Orde Empat

Penyelesaian persamaan diferensial biasa dengan metode deret Taylor tidak

praktis karena metode tersebut membutuhkan perhitungan turunan 𝑓(𝑥, 𝑦) .

Lagipula, tidak semua fungsi mudah dihitung turunannya, terutama bagi fungsi

yang bentuknya rumit. Semakin tinggi orde deret Taylor, semakin tinggi turunan

fungsi yang harus dihitung. Karena pertimbangan ini, metode deret Taylor yang

berorde tinggi pun tidak dapat diterima dalam masalah praktik.

Metode Runge-Kutta adalah alternatif lain dari metode deret Taylor yang

tidak membutuhkan perhitungan turunan. Metode ini berusaha mendapatkan derajat

ketelitian yang lebih tinggi, dan sekaligus menghindarkan keperluan mencari

turunan yang lebih tinggi dengan jalan mengevaluasi fungsi 𝑓(𝑥, 𝑦) pada titik

terpilih dalam setiap langkah (Munir 2003).

Perhatikan masalah nilai awal berikut:

�̇� = 𝑓(𝑡, 𝑦); 𝑦(𝑡0) = 𝑦0 dengan y merupakan fungsi/sistem yang belum diketahui dan bergantung pada

variabel t.

Untuk suatu ℎ > 0 yang disebut riap (increment), untuk 𝑛 = 0, 1, 2, …

didefinisikan

𝑦𝑛+1 = 𝑦𝑛 +1

6(𝑘1 + 2𝑘2 + 2𝑘3 + 𝑘4)

𝑡𝑛+1 = 𝑡𝑛 + ℎ,

dengan 𝑘1 = ℎ 𝑓(𝑡𝑛, 𝑦𝑛),

𝑘2 = ℎ 𝑓 (𝑡𝑛 +1

2ℎ, 𝑦𝑛 +

1

2𝑘1),

𝑘3 = ℎ 𝑓 (𝑡𝑛 +1

2ℎ, 𝑦𝑛 +

1

2𝑘2),

𝑘4 = ℎ 𝑓(𝑡𝑛 + ℎ, 𝑦𝑛 + 𝑘1),

Pada skema di atas, 𝑦𝑛+1 merupakan aproksimasi Runge-Kutta orde empat

bagi 𝑦(𝑡𝑛+1).

MODEL MATEMATIKA

Model Tanpa Kontrol

Misalkan T adalah populasi sel 𝐶𝐷4+𝑇 sehat dan V merupakan populasi virus.

Model Kirschner dan Webb tanpa kontrol diberikan oleh sistem persamaan

diferensial berikut.

𝑑𝑇(𝑡)

𝑑𝑡= 𝑠1 −

𝑠2𝑉(𝑡)

𝐵1 + 𝑉(𝑡)− 𝜇𝑇(𝑡) − 𝑘𝑉(𝑡)𝑇(𝑡) (3)

𝑑𝑉(𝑡)

𝑑𝑡=

𝑔𝑉(𝑡)

𝐵2 + 𝑉(𝑡)− 𝑐𝑉(𝑡)𝑇(𝑡) (4)

Page 17: KONTROL OPTIMUM VIRUS HIV MELALUI PENGGUNAAN DUA …

5

(Kirschner dan Webb 1998)

Deskripsi variabel dan parameter dari persamaan (3) dan (4) diberikan pada

tabel berikut.

Tabel 1 Variabel dan parameter

Notasi Deskripsi Satuan

𝑇 banyaknya populasi sel 𝐶𝐷4+𝑇 yang tidak terinfeksi per ml

𝑉 banyaknya populasi virus per ml

𝑢1

banyaknya obat penambah kekebalan tubuh ml

𝑢2

banyaknya obat antiviral ml

𝑠1 sumber / produksi sel 𝐶𝐷4+𝑇 ml/hari

𝑠2 sumber / produksi sel 𝐶𝐷4+𝑇 ml/hari

𝜇 laju kematian populasi sel 𝐶𝐷4+𝑇 yang tidak

terinfeksi

per hari

𝑘 laju infeksi sel 𝐶𝐷4+𝑇 oleh virus bebas V ml/hari

𝑔 tingkat masukan virus dari sumber eksternal ml/hari

𝑐 angka kehilangan virus ml/hari

𝐵1

konstanta produksi virus pada getah bening ml

𝐵2

konstanta produksi virus pada plasma ml

Pada persamaan (3) suku 𝑠1 −𝑠2𝑉(𝑡)

𝐵1+𝑉(𝑡) merepresentasikan sumber dari sel

𝐶𝐷4+𝑇 yang sehat yang meliputi dari kontribusi eksternal sel timus serta

kontribusi internal dari sel 𝐶𝐷4+𝑇 yang berbeda. Terjadi pengurangan secara

alami dari sel 𝐶𝐷4+𝑇 yang sehat yang direpresentasikan dengan suku – 𝜇𝑇(𝑡), pengurangan ini diakibatkan oleh kematian sel secara alami atau perpindahan sel

dari plasma menuju limpa. Terdapat pula pengurangan sel yang diakibatkan oleh

perubahan sel yang sehat menjadi terserang virus yang direpresentasikan oleh

– 𝑘𝑉(𝑡)𝑇(𝑡) (Kirschner dan Webb 1998).

Pada persamaan (4) suku 𝑔𝑉(𝑡)

𝐵2+𝑉(𝑡) merepresentasikan sumber virus yang

dihasilkan dari kedua kompartemen eksternal seperti getah bening serta virus yang

diproduksi oleh sel yang terinfeksi dalam plasma. Pada persamaan (4) juga ada suku

– 𝑐𝑉(𝑡)𝑇(𝑡) yang merepresentasikan pengurangan virus yang dipengaruhi oleh

respons kekebalan tubuh serta kematian virus (Kirschner dan Webb 1998).

Page 18: KONTROL OPTIMUM VIRUS HIV MELALUI PENGGUNAAN DUA …

6

Model dengan Kontrol

Model Kirschner dan Webb yang dikendalikan dengan kontrol diberikan

oleh sistem persamaan diferensial berikut:

(Joshi 2002)

Masalah Kontrol Optimum

Masalah kontrol optimum yang dihadapi ialah menentukan fungsi kontrol 𝑢1

dan 𝑢2 , yang membawa sistem dari kondisi awal (𝑇0, 𝑉0) ke kondisi akhir

(𝑇𝑡𝑓 , 𝑉𝑡𝑓). Didefinisikan fungsional objektif sebagai berikut:

dengan T menyatakan banyaknya sel 𝐶𝐷4+𝑇 dan suku lainnya menyatakan biaya

sistematis dari pemakaian obat. Konstanta positif 𝐴1 dan 𝐴2 merupakan parameter

bobot yang dikenakan pada kontrol, dan 𝑢12, 𝑢2

2 mencerminkan dosis dari obat.

Ketika obat dikonsumsi pada dosis yang tinggi, obat tersebut akan menjadi racun

bagi tubuh. Memaksimumkan fungsi objektif adalah dengan memaksimumkan

banyaknya sel 𝑇 . Dengan demikian masalah kontrol optimum dapat dituliskan

sebagai berikut:

max 𝐽, (8)

dengan kendala:

𝑇(0) = 𝑇0, 𝑉(0) = 𝑉0 , 𝑇(𝑡𝑓), 𝑉(𝑡𝑓) tidak ditentukan (bebas), 0 ≤ 𝑎1 ≤ 𝑢1 ≤ 𝑏1

dan 0 ≤ 𝑎2 ≤ 𝑢2 ≤ 𝑏2.

Keterbatasan fungsi kontrol 0 ≤ 𝑎𝑖 ≤ 𝑢𝑖 ≤ 𝑏𝑖, 𝑖 = 1,2 , dapat dituliskan

kembali dalam bentuk

𝑢𝑖 − 𝑎𝑖 ≥ 0,

𝑑𝑇(𝑡)

𝑑𝑡= 𝑠1 −

𝑠2𝑉(𝑡)

𝐵1 + 𝑉(𝑡)− 𝜇𝑇(𝑡) − 𝑘𝑉(𝑡)𝑇(𝑡) + 𝑢1(𝑡)𝑇(𝑡), 𝑇(0) = 𝑇0, (5)

𝑑𝑉(𝑡)

𝑑𝑡=𝑔(1 − 𝑢2(𝑡))𝑉(𝑡)

𝐵2 + 𝑉(𝑡)− 𝑐𝑉(𝑡)𝑇(𝑡), 𝑉(0) = 𝑉0, (6)

𝐽(𝑢1, 𝑢2) = ∫ [𝑇 − (𝐴1𝑢12 + 𝐴2𝑢2

2)] 𝑑𝑡𝑡𝑓

0

, (7)

𝑑𝑇(𝑡)

𝑑𝑡= 𝑠1 −

𝑠2𝑉(𝑡)

𝐵1 + 𝑉(𝑡)− 𝜇𝑇(𝑡) − 𝑘𝑉(𝑡)𝑇(𝑡) + 𝑢1(𝑡)𝑇(𝑡), (9)

𝑑𝑉(𝑡)

𝑑𝑡=𝑔(1 − 𝑢2(𝑡))𝑉(𝑡)

𝐵2 + 𝑉(𝑡)− 𝑐𝑉(𝑡)𝑇(𝑡), (10)

Page 19: KONTROL OPTIMUM VIRUS HIV MELALUI PENGGUNAAN DUA …

7

𝑏𝑖 − 𝑢𝑖 ≥ 0. Dengan mendefinisikan

ℎ1(𝑢1) = 𝑏1 − 𝑢1, ℎ2(𝑢1) = 𝑢1 − 𝑎1, ℎ3(𝑢2) = 𝑏2 − 𝑢2, ℎ4(𝑢2) = 𝑢2 − 𝑎2, maka fungsi Lagrange dari masalah kontrol optimum (7) didefinisikan sebagai

berikut:

dengan 𝑤11(𝑡),𝑤12(𝑡), 𝑤21(𝑡), 𝑤22(𝑡) ≥ 0 adalah pengganda penalti dan 𝜆1 , 𝜆2

adalah fungsi adjoin.

Untuk mendapatkan fungsi kontrol 𝑢1∗ dan 𝑢2

∗ digunakan syarat (1) teorema

prinsip maksimum Pontryagin pada masalah kontrol optimum. Syarat pertama

prinsip maksimum Pontryagin memberikan:

𝐿𝑢1(𝑡) = 0 ⇔ −2𝐴1𝑢1(𝑡) + 𝜆1𝑇(𝑡) − 𝑤11(𝑡) + 𝑤12(𝑡) = 0,

𝐿𝑢2(𝑡) = 0 ⇔ −2𝐴2𝑢2(𝑡) + 𝜆2 (−𝑔𝑉(𝑡)

𝐵2 + 𝑉(𝑡)) − 𝑤21(𝑡) + 𝑤22(𝑡) = 0,

sehingga diperoleh kontrol-kontrol optimum

serta 𝑇(𝑡), 𝑉(𝑡) harus memenuhi

Pada fungsi Lagrange juga terdapat fungsi adjoin 𝜆1̇ dan 𝜆2̇ yang memenuhi

sistem persamaan berikut:

𝜆1̇ = −1 + 𝜆1(𝜇 + 𝑘𝑉∗(𝑡) − 𝑢1

∗(𝑡)) + 𝜆2𝑐𝑉∗(𝑡), (16)

(11)

𝐿 = (𝑇 − (𝐴1𝑢12 + 𝐴1𝑢2

2)) + 𝜆1(𝑡) (𝑠1 −𝑠2 𝑉

𝐵1 + 𝑉− 𝜇𝑇 − 𝑘𝑉𝑇 + 𝑢1𝑇)

+ 𝜆2(𝑡) ( 𝑔(1 − 𝑢2)𝑉

𝐵2 + 𝑉− 𝑐𝑉𝑇) + 𝑤11(𝑡)ℎ1 + 𝑤12(𝑡)ℎ2

+ 𝑤21(𝑡)ℎ3 + 𝑤22(𝑡)ℎ4,

𝑢1∗(𝑡) =

1

2𝐴1(𝜆1𝑇(𝑡) − 𝑤11 + 𝑤12), (12)

𝑢2∗(𝑡) =

1

2𝐴2((−𝑔𝑉(𝑡)𝜆2𝐵2 + 𝑉(𝑡)

) − 𝑤21(𝑡) + 𝑤22(𝑡)), (13)

�̇�(𝑡) = 𝑠1 −𝑠2𝑉(𝑡)

𝐵1 + 𝑉(𝑡)− 𝜇𝑇(𝑡) − 𝑘𝑉(𝑡)𝑇(𝑡) + 𝑢1(𝑡)𝑇(𝑡), (14)

�̇�(𝑡) =𝑔(1 − 𝑢2(𝑡))𝑉(𝑡)

𝐵2 + 𝑉(𝑡)− 𝑐𝑉(𝑡)𝑇(𝑡). (15)

𝜆2̇ = 𝜆1(𝐵1𝑠2

(𝐵1 + 𝑉∗(𝑡))2 + 𝑘𝑇

∗(𝑡)) − 𝜆2(𝐵2𝑔(1 − 𝑢2

∗(𝑡))

(𝐵2 + 𝑉∗(𝑡))2 − 𝑐𝑇∗(𝑡)). (17)

Page 20: KONTROL OPTIMUM VIRUS HIV MELALUI PENGGUNAAN DUA …

8

Karena diasumsikan 𝑇(𝑡𝑓) dan 𝑉(𝑡𝑓) bebas maka harus dipenuhi syarat

transversalitas berikut (syarat kedua pada prinsip maksimum Pontryagin):

𝜆1(𝑡𝑓) = 0 dan 𝜆2(𝑡𝑓) = 0 (18)

Karena 𝑢1∗(𝑡) dan 𝑢2

∗(𝑡) berbatas, maka dilakukan analisis berikut sehingga

kondisi Berkovitz terpenuhi.

1. Kasus 0 ≤ 𝑎1 ≤ 𝑢1 ≤ 𝑏1

Jika dimisalkan 𝑢1 = 𝑏1 maka ℎ1(𝑢1) = 𝑏1 − 𝑢1 = 0 dan ℎ2(𝑢1) = 𝑢1 −𝑎1 ≥ 0 . Kondisi Berkovitz (syarat ketiga prinsip maksimum Pontryagin)

memberikan 𝑤11(𝑡) ≥ 0 dan 𝑤12(𝑡) = 0 , sehingga kontrol optimum (12)

menjadi

𝑢1 =1

2𝐴1(𝜆1𝑇 − 𝑤11).

Karena 𝑤11(𝑡) ≥ 0 dan 𝑢1(𝑡) ≥ 0, maka dapat disimpulkan 𝑢1 ≤𝜆1𝑇

2𝐴1 atau

𝑏1 ≤𝜆1𝑇

2𝐴1. Dengan demikian kontrol optimum 𝑢1

∗ diberikan oleh

Jika dimisalkan 𝑢1 = 𝑎1 maka ℎ1(𝑢1) = 𝑏1 − 𝑢1 ≥ 0 dan ℎ2(𝑢1) = 𝑢1 −𝑎1 = 0 . Kondisi Berkovitz (syarat ketiga prinsip maksimum Pontryagin)

memberikan 𝑤11(𝑡) = 0 dan 𝑤12(𝑡) ≥ 0 , sehingga kontrol optimum (12)

menjadi

𝑢1 =1

2𝐴1(𝜆1𝑇 + 𝑤12).

Karena 𝑤12(𝑡) ≥ 0 dan 𝑢1(𝑡) ≥ 0, maka dapat disimpulkan 𝑢1 ≥𝜆1𝑇

2𝐴1 atau

𝑎1 ≥𝜆1𝑇

2𝐴1. Dengan demikian kontrol optimum 𝑢1

∗ diberikan oleh

Jika dimisalkan 𝑎1 < 𝑢1 < 𝑏1 maka ℎ1(𝑢1) = 𝑏1 − 𝑢1 > 0 dan ℎ2(𝑢1) = 𝑢1 − 𝑎1 > 0 . Kondisi Berkovitz (syarat ketiga prinsip maksimum

Pontryagin) memberikan 𝑤11(𝑡) = 0 dan 𝑤12(𝑡) = 0 , sehingga kontrol

optimum 𝑢1∗ diberikan oleh

Dengan demikian, berdasarkan (19), (20), dan (21) dapat dituliskan

𝑢1∗(𝑡) = 𝑏1; 𝑏1 ≤

𝜆1𝑇

2𝐴1. (19)

𝑢1∗(𝑡) = 𝑎1; 𝑎1 ≥

𝜆1𝑇

2𝐴1. (20)

𝑢1∗(𝑡) =

𝜆1𝑇

2𝐴1 ; 𝑎1 ≤

𝜆1𝑇

2𝐴1≤ 𝑏1. (21)

Page 21: KONTROL OPTIMUM VIRUS HIV MELALUI PENGGUNAAN DUA …

9

𝑢1∗ =

{

1

2𝐴1𝜆1𝑇

∗(𝑡) ; 𝑎1 ≤1

2𝐴1𝜆1𝑇(𝑡) ≤ 𝑏1

𝑎1; 1

2𝐴1(𝜆1𝑇(𝑡)) ≤ 𝑎1

𝑏1;1

2𝐴1(𝜆1𝑇(𝑡)) ≥ 𝑏1,

atau secara ringkas dapat ditulis

2. Kasus 0 ≤ 𝑎2 ≤ 𝑢2 ≤ 𝑏2

Dengan cara serupa yang digunakan pada kasus sebelumnya diperoleh

kontrol optimum

𝑢2∗ =

{

1

2𝐴2(𝜆2) (

−𝑔𝑉(𝑡)

𝐵2 + 𝑉(𝑡)) ; 𝑎2 ≤

1

2𝐴2(−𝑔𝑉(𝑡)𝜆2𝐵2 + 𝑉(𝑡)

) ≤ 𝑏2

𝑎2; 1

2𝐴2(−𝑔𝑉(𝑡)𝜆2𝐵2 + 𝑉(𝑡)

) ≤ 𝑎2

𝑏2; 1

2𝐴2(−𝑔𝑉(𝑡)𝜆2𝐵2 + 𝑉(𝑡)

) ≥ 𝑏2,

atau dalam notasi padu dapat ditulis

SOLUSI NUMERIK

Metode Runge-Kutta Orde-4

Solusi numerik dari sistem optimumitas diselesaikan dengan menggunakan

metode Runge-Kutta orde 4. Sistem state diselesaikan dengan metode maju

sedangkan sistem adjoin diselesaikan dengan metode mundur, sehingga untuk

menentukan solusi dibutuhkan dua tahap. Fungsi kontrol diperbaharui pada akhir

iterasi dengan menggunakan rumus kontrol optimum (22) dan (23). Tuliskan

kembali sistem (14), (15), (16), dan (17) dalam bentuk berikut:

𝑑𝑇(𝑡)

𝑑𝑡= 𝐹(𝑡, 𝑇, 𝑉), 𝑇(0) = 𝑇0,

𝑑𝑉(𝑡)

𝑑𝑡= 𝐺(𝑡, 𝑇, 𝑉), 𝑉(0) = 𝑉0,

𝑢1∗ = min {max {𝑎1,

1

2𝐴1(𝜆1𝑇(𝑡))} , 𝑏1}. (22)

𝑢2∗ = min {max {𝑎2,

1

2𝐴2(−𝑔𝑉(𝑡)𝜆2𝐵2 + 𝑉(𝑡)

)} , 𝑏2}. (23)

Page 22: KONTROL OPTIMUM VIRUS HIV MELALUI PENGGUNAAN DUA …

10

𝜆1̇ = 𝐻(𝑡, 𝜆1, 𝜆2), 𝜆1(𝑡𝑓) = 0,

𝜆2̇ = 𝐼(𝑡, 𝜆1, 𝜆2), 𝜆2(𝑡𝑓) = 0,

dengan

𝐹 = 𝑠1 −𝑠2𝑉(𝑡)

𝐵1 + 𝑉(𝑡)− 𝜇𝑇(𝑡) − 𝑘𝑉(𝑡)𝑇(𝑡) + 𝑢1(𝑡)𝑇(𝑡),

𝐺 =𝑔(1 − 𝑢2(𝑡))𝑉(𝑡)

𝐵2 + 𝑉(𝑡)− 𝑐𝑉(𝑡)𝑇(𝑡),

𝐻 = −1 + 𝜆1(𝑡)(𝜇 + 𝑘𝑉∗(𝑡) − 𝑢1

∗(𝑡)) + 𝜆2(𝑡)𝑐𝑉∗(𝑡),

𝐼 = 𝜆1(𝑡) (𝐵1𝑠2

(𝐵1 + 𝑉∗(𝑡))2 + 𝑘𝑇

∗(𝑡)) − 𝜆2(𝑡) (𝐵2𝑔(1 − 𝑢2

∗(𝑡))

(𝐵2 + 𝑉∗(𝑡))2 − 𝑐𝑇∗(𝑡)).

Algoritme untuk menentukan solusi diberikan seperti berikut:

1. Inisialisasi nilai awal untuk fungsi state, nilai akhir untuk fungsi adjoin, dan nilai

awal fungsi kontrol.

𝑇(0) = 𝑇0, 𝑉(0) = 𝑉0, 𝜆1(𝑡𝑓) = 0, 𝜆2(𝑡𝑓) = 0, 𝑢1(0) = 𝑢2(0) = 0

2. Menentukan solusi dari fungsi state menggunakan metode maju selama

𝑛 − 1 iterasi .

ℎ =𝑡𝑓 – 𝑡0

𝑛

for 𝑖 = 0,........, 𝑛 -1, do:

𝑛11 = 𝐹(𝑖, 𝑇(𝑖), 𝑉(𝑖));

𝑛12 = 𝐹(𝑖 +ℎ

2, 𝑇(𝑖) + 𝑛11

2 , 𝑉(𝑖) + 𝑛11

2);

𝑛13 = 𝐹(𝑖 +ℎ

2, 𝑇(𝑖) + 𝑛12

2 , 𝑉(𝑖) + 𝑛12

2);

𝑛14 = 𝐹(𝑖 + ℎ, 𝑇(𝑖) + 𝑛13 ℎ , 𝑉(𝑖) + 𝑛13 ℎ);

𝑛1 = 1

6(𝑛11 + 2 𝑛12 + 2 𝑛13 + 𝑛14);

𝑛21 = 𝐺(𝑖, 𝑇(𝑖), 𝑉(𝑖));

𝑛22 = 𝐺(𝑖 +ℎ

2, 𝑇(𝑖) + 𝑛21

2 , 𝑉(𝑖) + 𝑛21

2);

𝑛23 = 𝐺(𝑖 +ℎ

2, 𝑇(𝑖) + 𝑛22

2 , 𝑉(𝑖) + 𝑛22

2);

𝑛24 = 𝐺(𝑖 + ℎ, 𝑇(𝑖) + 𝑛23 ℎ , 𝑉(𝑖) + 𝑛23 ℎ);

𝑛2 = 1

6(𝑛21 + 2 𝑛22 + 2 𝑛23 + 𝑛24);

𝑇(𝑖 + 1) = 𝑇(𝑖) + ℎ 𝑛1;

𝑉(𝑖 + 1) = 𝑉(𝑖) + ℎ 𝑛2;

end

3. Menentukan solusi dari fungsi adjoin dengan metode mundur selama

𝑛 − 1 iterasi.

ℎ =𝑡𝑓 – 𝑡0

𝑛

for i = 0,........, 𝑛 -1,

j = (𝑛 − 1) − 𝑖 do:

𝑛11 = 𝐻(𝑗 + 1, 𝜆1(𝑗 + 1), 𝜆2(𝑗 + 1));

Page 23: KONTROL OPTIMUM VIRUS HIV MELALUI PENGGUNAAN DUA …

11

𝑛12 = 𝐻(𝑗 + 1 +ℎ

2, 𝜆1(𝑗 + 1) + 𝑛11

2 , 𝜆2(𝑗 + 1) + 𝑛11

2);

𝑛13 = 𝐻(𝑗 + 1 +ℎ

2, 𝜆1(𝑗 + 1) + 𝑛12

2 , 𝜆2(𝑗 + 1) + 𝑛12

2);

𝑛14 = 𝐻(𝑗 + 1 + ℎ, 𝜆1(𝑗 + 1) + 𝑛13 ℎ , 𝜆2(𝑗 + 1) + 𝑛13 ℎ);

𝑛1 = 1

6(𝑛11 + 2 𝑛12 + 2 𝑛13 + 𝑛14);

𝑛21 = 𝐼(𝑗 + 1, 𝜆1(𝑗 + 1), 𝜆2(𝑗 + 1));

𝑛22 =𝐼(𝑗 + 1 +ℎ

2, 𝜆1(𝑗 + 1) + 𝑛21

2 , 𝜆2(𝑗 + 1) + 𝑛21

2);

𝑛23 = 𝐼(𝑗 + 1 +ℎ

2, 𝜆1(𝑗 + 1) + 𝑛22

2 , 𝜆2(𝑗 + 1) + 𝑛22

2);

𝑛24 = 𝐼(𝑗 + 1 + ℎ, 𝜆1(𝑗 + 1) + 𝑛23 ℎ , 𝜆2(𝑗 + 1) + 𝑛23 ℎ);

𝑛2 = 1

6(𝑛21 + 2 𝑛22 + 2 𝑛23 + 𝑛24);

𝜆1(𝑗) = 𝜆1(𝑗 + 1) − ℎ 𝑛1;

𝜆2(𝑗) = 𝜆2(𝑗 + 1) − ℎ 𝑛2;

end

4. Setelah nilai numerik dari fungsi state dan adjoin diketahui, nilai dari fungsi

kontrol dapat ditentukan menggunakan persamaan (23) dan (26)

for i = 0,........, 𝑛, do:

𝑢1(𝑖) = min {max {𝑎1,1

2𝐴1(𝜆1(𝑖) 𝑇(𝑖))} , 𝑏1};

𝑢2(𝑖) = min {max {𝑎2,1

2𝐴2(−𝑔𝑉(𝑖)𝜆2(𝑖)

𝐵2+𝑉(𝑖))} , 𝑏2};

end

Hasil Numerik

Karya ilmiah ini menggambarkan kasus untuk dua nilai 𝐴1 yang berbeda

untuk jadwal perawatan selama 50 hari. Sintaks penentuan solusi numerik dapat

dilihat pada Lampiran 1 dan Lampiran 2. Sintak untuk pembuatan gambar solusi

numerik dapat dilihat pada Lampiran 3 dan Lampiran 4. Gambar 1-4 menggunakan

𝐴1 = 250000 sedangkan Gambar 5-8 menggunakan 𝐴1 = 500000 dan nilai

parameter lain tetap sama. Nilai parameter pada sistem diberikan sebagai berikut:

Tabel 2 Nilai parameter

Notasi Nilai

𝐴2 75

𝑎1 0

𝑎2 0

𝑏1 0.02

𝑏2 0.9

𝑠1 2.0

𝑠2 1.5

𝜇 0.002

K 2.5 x 10−4

G 30

C 0.007

Page 24: KONTROL OPTIMUM VIRUS HIV MELALUI PENGGUNAAN DUA …

12

Tabel 2 Nilai parameter (lanjutan)

Notasi Nilai

𝐵1 14.0

𝐵2 1.0

Berdasarkan jenis obat yang dijadikan kontrol nilai 𝑏1 , yaitu batas atas

kontrol 𝑢1 , jauh lebih kecil dari nilai 𝑏2 yaitu batas atas kontrol 𝑢2 . Untuk

menyeimbangkan efek perbedaan nilai ini maka koefisien penyeimbang 𝐴1 diambil

jauh lebih besar dari pada 𝐴2.

Gambar 1 mewakili jumlah sel 𝐶𝐷4+𝑇 selama 50 hari. Grafik sel 𝐶𝐷4+𝑇

tanpa kontrol mengalami penurunan sedangkan sel 𝐶𝐷4+𝑇 dengan kontrol

mengalami kenaikan signifikan sampai hari ke-45 lalu mendekati kestabilan pada

periode selanjutnya. Gambar 2 mewakili populasi HIV selama 50 hari, populasi HIV

tanpa kontrol terus mengalami kenaikan sampai hari ke-50 sedangkan populasi HIV

dengan kontrol mengalami kenaikan sampai hari ke-2 lalu mengalami fluktuasi

sehingga mengalami penurunan tajam sampai hari ke-40 lalu mendekati kestabilan

pada periode selanjutnya. Gambar 3 mewakili kontrol 𝑢1 dan 𝑢2 untuk jadwal

pemberian obat selama 50 hari, obat peningkat kekebalan tubuh diberikan dalam

skala penuh selama 38 hari dan kemudian dikurangi sampai nol di hari ke-50

berbeda dengan obat penekan virus yang konsumsinya selalu berkurang sampai nol

di hari ke-50.

Gambar 4 dan 5 mewakili jumlah sel 𝐶𝐷4+𝑇 dan HIV dengan nilai 𝐴1 yang

berbeda yaitu sebesar 500000. Ketika Gambar 1 dan 2 dibandingkan dengan

Gambar 4 dan 5, terlihat bahwa nilai 𝐴1 yang lebih tinggi dapat mengurangi

populasi sel 𝐶𝐷4+𝑇 . Gambar 6 mewakili kontrol 𝑢1 dan 𝑢2 untuk jadwal

pemberian obat selama 50 hari dengan nilai 𝐴1 = 500000. Terlihat pada Gambar 6

bahwa obat peningkat kekebalan tubuh hanya bisa dikonsumsi penuh selama 23

hari.

Gambar 1 Populasi Sel 𝐶𝐷4+𝑇 dengan

𝐴1 = 250000

Gambar 2 Populasi Sel HIV

dengan 𝐴1 = 250000

Page 25: KONTROL OPTIMUM VIRUS HIV MELALUI PENGGUNAAN DUA …

13

Gambar 3 Fungsi kontrol dengan

𝐴1 = 250000

Gambar 4 Populasi Sel 𝐶𝐷4+𝑇 dengan

𝐴1 = 500000

Gambar 5 Populasi Sel HIV dengan

𝐴1 = 500000 Gambar 6 Fungsi kontrol dengan

𝐴1 = 500000

Page 26: KONTROL OPTIMUM VIRUS HIV MELALUI PENGGUNAAN DUA …

14

SIMPULAN

Simpulan

Pemberian kontrol pada model interaksi sel 𝐶𝐷4+𝑇 memberikan pengaruh

yang baik karena dapat membuat jumlah sel 𝐶𝐷4+𝑇 menjadi semakin naik,

sedangkan jumlah sel HIV menjadi semakin menurun. Namun, semakin tinggi

parameter bobot, semakin cepat pengobatan harus dihentikan. Parameter bobot

yang tinggi menunjukkan bahwa obat tersebut semakin beracun atau dapat

mengakibatkan overdosis.

Saran

Karya ilmiah ini hanya membahas interaksi antara sel 𝐶𝐷4+𝑇 yang sehat

dengan sel HIV. Ada baiknya dibahas persamaan lainnya pada model Kirschner dan

Webb yaitu persamaan yang merepresentasikan laju sel 𝐶𝐷4+𝑇 yang sakit

(terinfeksi), sehingga tidak hanya jumlah sel 𝐶𝐷4+𝑇 yang sehat atau jumlah sel

HIV yang bisa diketahui tetapi dapat pula diketahui jumlah sel 𝐶𝐷4+𝑇 yang

terinfeksi. Dengan begitu dapat dibandingkan sel 𝐶𝐷4+𝑇 yang sehat dengan sel

𝐶𝐷4+𝑇 yang sakit pada waktu 𝑡𝑓.

DAFTAR PUSTAKA

Baratawidjaja KG. 2000. Imunologi Dasar. Jakarta (ID): Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia.

Hogg S. 2005. Essential Microbiology. Oxford (UK): John Wiley & Sons Ltd.

Joshi HR. 2002. Optimum control of an HIV immunology model. Optimum Control

Applications and Methods. 23(4):199-213.doi: 10.1002/oca.710

Kirschner D, Webb GF. 1998. Immunotheraphy of HIV-1 infection. Journal of

Biological Systems. 6(1):71-83.doi: 10.1142/S0218339098000091.

Munir R. 2003. Metode Numerik. Bandung (ID): Informatika.

Pontryagin LS, Boltyanskii VG, Gamkrelidze RV, Mischenko, EF. 1986. The

Mathematical Theory of Optimal Process. Montreux (CH): Gordon and Breach

Science Publisher.

Tu PNV. 1994. Dynamical Systems: An Introduction with Applications in

Economics and Biology. Heidelberg (DE): Springer-Verlag.

Page 27: KONTROL OPTIMUM VIRUS HIV MELALUI PENGGUNAAN DUA …

15

Lampiran 1 Penentuan Solusi Numerik Model tanpa Kontrol

function [T,V] = hiv_nocontrol(s1,s2,mu,k,g,c,B1,B2,T0,V0,t0,tf,n)

h = (tf-t0)/n; T = zeros(1,n+1); V = zeros(1,n+1); T(1) = T0; V(1) = V0;

for i = 1:n n11 = s1 - s2*V(i)/(B1+V(i)) - mu*T(i) - k*V(i)*T(i); n12 = s1 - s2*(V(i)+n11*h/2)/(B1+(V(i)+n11*h/2)) -

mu*(T(i)+n11*h/2) - k*(V(i)+n11*h/2)*(T(i)+n11*h/2); n13 = s1 - s2*(V(i)+n12*h/2)/(B1+(V(i)+n12*h/2)) -

mu*(T(i)+n12*h/2) - k*(V(i)+n12*h/2)*(T(i)+n12*h/2); n14 = s1 - s2*(V(i)+n13*h)/(B1+(V(i)+n13*h)) - mu*(T(i)+n13*h)

- k*(V(i)+n13*h)*(T(i)+n13*h); n1 = (n11+2*n12+2*n13+n14)/6; n21 = g*V(i)/(B2+V(i)) - c*V(i)*T(i); n22 = g*(V(i)+n21*h/2)/(B2+(V(i)+n21*h/2)) -

c*(V(i)+n21*h/2)*(T(i)+n21*h/2); n23 = g*(V(i)+n22*h/2)/(B2+(V(i)+n22*h/2)) -

c*(V(i)+n22*h/2)*(T(i)+n22*h/2); n24 = g*(V(i)+n23*h)/(B2+(V(i)+n23*h)) -

c*(V(i)+n23*h)*(T(i)+n23*h); n2 = (n21+2*n22+2*n23+n24)/6; T(i+1) = T(i) + h*n1; V(i+1) = V(i) + h*n2;

end

Page 28: KONTROL OPTIMUM VIRUS HIV MELALUI PENGGUNAAN DUA …

16

Lampiran 2 Penentuan Solusi Numerik Model dengan Kontrol

function [T,V,lambda1,lambda2,u1,u2,J] =

hiv_withcontrol(s1,s2,mu,k,g,c,B1,B2,A1,A2,a1,a2,b1,b2,T0,V0,t0,tf

,n)

tol = 0.000001; error1 = tol + 1; error2 = tol + 1;

h = (tf-t0)/n; T = zeros(1,n+1); V = zeros(1,n+1); lambda1 = zeros(1,n+1); lambda2 = zeros(1,n+1);

T(1) = T0; V(1) = V0;

u1 = zeros(1,n+1)+0.5; u2 = zeros(1,n+1)+0.5;

while(error1 > tol && error2 > tol)

oldu1 = u1; oldu2 = u2;

for i = 1:n n11 = s1 - s2*V(i)/(B1+V(i)) - mu*T(i) - k*V(i)*T(i) +

u1(i)*T(i); n12 = s1 - s2*(V(i)+n11*h/2)/(B1+(V(i)+n11*h/2)) -

mu*(T(i)+n11*h/2) - k*(V(i)+n11*h/2)*(T(i)+n11*h/2) +

u1(i)*(T(i)+n11*h/2); n13 = s1 - s2*(V(i)+n12*h/2)/(B1+(V(i)+n12*h/2)) -

mu*(T(i)+n12*h/2) - k*(V(i)+n12*h/2)*(T(i)+n12*h/2) +

u1(i)*(T(i)+n12*h/2); n14 = s1 - s2*(V(i)+n13*h)/(B1+(V(i)+n13*h)) -

mu*(T(i)+n13*h) - k*(V(i)+n13*h)*(T(i)+n13*h) +

u1(i)*(T(i)+n13*h); n1 = (n11+2*n12+2*n13+n14)/6; n21 = g*(1-u2(i))*V(i)/(B2+V(i)) - c*V(i)*T(i); n22 = g*(1-u2(i))*(V(i)+n21*h/2)/(B2+(V(i)+n21*h/2)) -

c*(V(i)+n21*h/2)*(T(i)+n21*h/2); n23 = g*(1-u2(i))*(V(i)+n22*h/2)/(B2+(V(i)+n22*h/2)) -

c*(V(i)+n22*h/2)*(T(i)+n22*h/2); n24 = g*(1-u2(i))*(V(i)+n23*h)/(B2+(V(i)+n23*h)) -

c*(V(i)+n23*h)*(T(i)+n23*h); n2 = (n21+2*n22+2*n23+n24)/6; T(i+1) = T(i) + h*n1; V(i+1) = V(i) + h*n2; end

for i = 1:n j = (n+1)-i; n11 = -1 + lambda1(j+1)*(mu+k*V(j+1)-u1(j+1)) +

lambda2(j+1)*c*V(j+1);

Page 29: KONTROL OPTIMUM VIRUS HIV MELALUI PENGGUNAAN DUA …

17

n12 = -1 + (lambda1(j+1)+n11*h/2)*(mu+k*V(j+1)-u1(j+1)) +

(lambda2(j+1)+n11*h/2)*c*V(j+1); n13 = -1 + (lambda1(j+1)+n12*h/2)*(mu+k*V(j+1)-u1(j+1)) +

(lambda2(j+1)+n12*h/2)*c*V(j+1); n14 = -1 + (lambda1(j+1)+n13*h)*(mu+k*V(j+1)-u1(j+1)) +

(lambda2(j+1)+n13*h)*c*V(j+1); n1 = (n11+2*n12+2*n13+n14)/6; n21 = lambda1(j+1)*(B1*s2/(B1+V(j+1))^2+k*T(j+1)) -

lambda2(j+1)*(B2*g*(1-u2(j+1))/(B2+V(j+1))^2 - c*T(j+1)); n22 =

(lambda1(j+1)+n21*h/2)*(B1*s2/(B1+V(j+1))^2+k*T(j+1)) -

(lambda2(j+1)+n21*h/2)*(B2*g*(1-u2(j+1))/(B2+V(j+1))^2 -

c*T(j+1)); n23 =

(lambda1(j+1)+n22*h/2)*(B1*s2/(B1+V(j+1))^2+k*T(j+1)) -

(lambda2(j+1)+n22*h/2)*(B2*g*(1-u2(j+1))/(B2+V(j+1))^2 -

c*T(j+1)); n24 = (lambda1(j+1)+n23*h)*(B1*s2/(B1+V(j+1))^2+k*T(j+1))

- (lambda2(j+1)+n23*h)*(B2*g*(1-u2(j+1))/(B2+V(j+1))^2 -

c*T(j+1)); n2 = (n21+2*n22+2*n23+n24)/6; lambda1(j) = lambda1(j+1) - h*n1; lambda2(j) = lambda2(j+1) - h*n2; end

temp1 = lambda1.*T/(2*A1); uu1 = min(b1,max(a1,temp1)); temp2 = -lambda2.*V./(2*A2*(B2+V)); uu2 = min(b2,max(a2,temp2)); u1 = 0.5*(uu1+oldu1); u2 = 0.5*(uu2+oldu2);

error1 = sum(abs(oldu1-u1)); error2 = sum(abs(oldu2-u2)); [error1, error2] end

f = T - (A1*u1.^2 + A2*u2.^2); J = sum(f*h);

Page 30: KONTROL OPTIMUM VIRUS HIV MELALUI PENGGUNAAN DUA …

18

Lampiran 3 Pembuatan Gambar Solusi Numerik dengan Nilai 𝐴1 = 250000

clear all close all

s1 = 2.0; s2 = 1.5; mu = 0.002; k = 2.5e-4; g = 30; c = 0.007; B1 = 14.0; B2 = 1.0; A1 = 25e+4; A2 = 75; a1 = 0; a2 = 0; b1 = 0.02; b2 = 0.9;

T0 = 400; V0 = 3.5; t0 = 0; tf = 50; n = 2000;

[Tc,Vc,lambda1,lambda2,u1,u2,J] =

hiv_withcontrol(s1,s2,mu,k,g,c,B1,B2,A1,A2,a1,a2,b1,b2,T0,V0,t0,tf

,n); [T,V] = hiv_nocontrol(s1,s2,mu,k,g,c,B1,B2,T0,V0,t0,tf,n);

t = linspace(0,tf,n+1);

plot(t,T,t,Tc,'--','LineWidth',2); title('Populasi Sel CD4^+ T

Sehat (T)'); legend('tanpa kontrol','dengan kontrol',2); grid; xlabel('hari'); ylabel('konsentrasi (per mm^3)'); figure; plot(t,V,t,Vc,'--','LineWidth',2); title('Populasi HIV (V)');

legend('tanpa kontrol','dengan kontrol',3); grid; xlabel('hari'); ylabel('konsentrasi (per ml)'); figure; plot(t,u1,t,u2,'--','LineWidth',2); title('Kontrol Optimum (u_1

dan u_2)'); legend('u_1','u_2'); grid; xlabel('hari'); figure; plot(t,lambda1,t,lambda2,'--','LineWidth',2); title('Fungsi Adjoin

(\lambda_1 dan \lambda_2)'); legend('\lambda_1','\lambda_2'); grid; xlabel('hari');

Page 31: KONTROL OPTIMUM VIRUS HIV MELALUI PENGGUNAAN DUA …

19

Lampiran 4 Pembuatan Gambar Solusi Numerik dengan Nilai 𝐴1 = 500000

clear all close all

s1 = 2.0; s2 = 1.5; mu = 0.002; k = 2.5e-4; g = 30; c = 0.007; B1 = 14.0; B2 = 1.0; A1 = 50e+4; A2 = 75; a1 = 0; a2 = 0; b1 = 0.02; b2 = 0.9;

T0 = 400; V0 = 3.5; t0 = 0; tf = 50; n = 2000;

[Tc,Vc,lambda1,lambda2,u1,u2,J] =

hiv_withcontrol(s1,s2,mu,k,g,c,B1,B2,A1,A2,a1,a2,b1,b2,T0,V0,t0,tf

,n); [T,V] = hiv_nocontrol(s1,s2,mu,k,g,c,B1,B2,T0,V0,t0,tf,n);

t = linspace(0,tf,n+1);

plot(t,T,t,Tc,'--','LineWidth',2); title('Populasi Sel CD4^+ T

Sehat (T)'); legend('tanpa kontrol','dengan kontrol',2); grid; xlabel('hari'); ylabel('konsentrasi (per mm^3)'); figure; plot(t,V,t,Vc,'--','LineWidth',2); title('Populasi HIV (V)');

legend('tanpa kontrol','dengan kontrol',3); grid; xlabel('hari'); ylabel('konsentrasi (per ml)'); figure; plot(t,u1,t,u2,'--','LineWidth',2); title('Kontrol Optimum (u_1

dan u_2)'); legend('u_1','u_2'); grid; xlabel('hari'); figure; plot(t,lambda1,t,lambda2,'--','LineWidth',2); title('Fungsi Adjoin

(\lambda_1 dan \lambda_2)'); legend('\lambda_1','\lambda_2'); grid; xlabel('hari');

Page 32: KONTROL OPTIMUM VIRUS HIV MELALUI PENGGUNAAN DUA …

20

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 19 November 1992 dari ayah

Bastaman dan ibu Sonaningsih. Penulis adalah putra pertama dari dua bersaudara.

Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 26 Bandung dan pada tahun yang sama

penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Ujian

Talenta Masuk IPB dan diterima di Departemen Matematika, Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten dosen Kalkulus II

pada tahun ajaran 2011/2012 dan 2013/2014, asisten praktikum Pengantar Metode

Komputasi pada tahun ajaran 2012/2013, dan asisten dosen Pemodelan Matematika

pada tahun ajaran 2013/2014. Penulis juga pernah aktif sebagai staf Departemen

MATH EVENT GUMATIKA IPB pada periode kepengurusan 2012 dan Kepala

Departemen MATH EVENT GUMATIKA IPB pada periode kepengurusan 2013.