solusi numerik masalah kontrol optimum … · pada karya ilmiah ini, model matematika sir digunakan...

45
SOLUSI NUMERIK MASALAH KONTROL OPTIMUM PENYEBARAN PENYAKIT INFLUENZA A SYAHRUL AGUS NASIFA DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

Upload: vodiep

Post on 22-Mar-2019

228 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

SOLUSI NUMERIK MASALAH KONTROL OPTIMUM

PENYEBARAN PENYAKIT INFLUENZA A

SYAHRUL AGUS NASIFA

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Solusi Numerik

Masalah Kontrol Optimum Penyebaran Penyakit Influenza A adalah benar karya

saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk

apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau

dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014

Syahrul Agus Nasifa

G54090030

ABSTRAK

SYAHRUL AGUS NASIFA. Solusi Numerik Masalah Kontrol Optimum

Penyebaran Penyakit Influenza A. Dibimbing oleh TONI BAKHTIAR dan ALI

KUSNANTO.

Influenza A merupakan penyakit pernapasan akut yang disebabkan oleh

virus H1N1. Penyebaran utama H1N1 adalah melalui udara dan dapat menular

dari manusia ke manusia. Pada karya ilmiah ini, model matematika SIR digunakan

untuk membahas penyebaran H1N1, di mana populasi terbagi ke dalam tiga kelas

yaitu rentan, terinfeksi, dan sembuh. Analisis dilakukan terhadap dua kasus, yaitu

model tanpa dan dengan pemberian kontrol yakni perlakuan vaksinasi. Model

penyebaran H1N1 ini diterapkan di Kabupaten dan Kota Bogor dengan total

populasi sebanyak 6 juta orang. Pada model tanpa kontrol diperoleh dua titik

tetap, kemudian dari nilai batas kestabilan untuk titik tetap bebas penyakit

diperoleh bilangan reproduksi dasar . Penyakit akan menghilang untuk

dan akan mewabah untuk . Pada model dengan pemberian kontrol

diminimumkan banyaknya populasi terinfeksi dan biaya vaksinasi. Solusi numerik

sistem persamaan diferensial taklinear yang diperoleh dari penerapan prinsip

minimum Pontryagin diselesaikan dengan metode Runge-Kutta orde-4. Hasil

simulasi numerik menunjukkan bahwa tanpa pemberian kontrol, bilangan

reproduksi dasar menyebabkan jumlah individu terinfeksi H1N1 lebih

banyak dibandingkan dengan bilangan reproduksi dasar . Pemberian

kontrol menurunkan jumlah individu terinfeksi H1N1 hingga .

Kata kunci: analisis kestabilan, influenza A (H1N1), kontrol optimum, prinsip

minimum Pontryagin, Runge-Kutta orde-4

ABSTRACT

SYAHRUL AGUS NASIFA. Numerical Solution of an Optimal Control Problem

of Transmission of the Influenza A Disease. Supervised by TONI BAKHTIAR

and ALI KUSNANTO.

Influenza A is an acute respiratory disease caused by a virus H1N1. The

virus is mainly transmitted by air and can be contagious from human to human. In

this work, a mathematical model of SIR is used to describe the disease

transmission, where the population is divided into three classes namely

susceptible, infected, and recovered. Analysis was performed on two cases, those

are models without and with control, i.e. vaccination treatments. The model of

H1N1 transmission is applied at regency and city of Bogor with a total population

of six million people. Model without control provides two equilibrium points,

where from stability threshold for disease free equilibrium point is obtained a

basic reproductive number . The disease will die out if and may become

endemic if . On the model with administration of control we minimized the

infected population and the vaccination cost. Numerical solutions of nonlinear

system of differential equations derived from the conditions of Pontryagin

minimum principle are conducted by Runge-Kutta 4th order method. The results

of numerical simulation show that the model without control administration, basic

reproductive number causes more infected individuals than that of

. Meanwhile, the effect of the treatment above decreased the number of

H1N1 infected down to .

Keywords: stability analysis, influenza A (H1N1), optimal control, Pontryagin

minimum principle, Runge-Kutta 4th order

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains

pada

Departemen Matematika

SOLUSI NUMERIK MASALAH KONTROL OPTIMUM

PENYEBARAN PENYAKIT INFLUENZA A

SYAHRUL AGUS NASIFA

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

Judul Skripsi : Solusi Numerik Masalah Kontrol Optimum Penyebaran Penyakit

Influenza A

Nama : Syahrul Agus Nasifa

NIM : G54090030

Disetujui oleh

Dr Toni Bakhtiar, MSc

Pembimbing I

Drs Ali Kusnanto, MSi

Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Toni Bakhtiar, MSc

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang

dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2013 ini ialah kontrol

optimum, dengan judul Solusi Numerik Masalah Kontrol Optimum Penyebaran

Penyakit Influenza A.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Toni Bakhtiar, M.Sc dan

Bapak Drs. Ali Kusnanto, M.Si selaku pembimbing, serta Bapak Ir. Ngakan

Komang Kutha Ardana, M.Sc selaku penguji ujian skripsi yang telah banyak

memberi saran. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta

seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Di samping itu, ungkapan

terima kasih penulis sampaikan kepada Lola Oktasari, lalu rekan satu bimbingan

(Meda, Sonia, Sevira, bang Chastro dan Kak Vivi), teman belajar kompre

(Syaepul, Rio, Qowi, Ichsan, Galih, Nisa dan Windi), teman-teman Matematika

46, adik-adik Matematika angkatan 47, 48, dan 49 dan semua pihak yang turut

berpartisipasi dalam penelitian ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2014

Syahrul Agus Nasifa

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR LAMPIRAN

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

LANDASAN TEORI 2

Sistem Persamaan Diferensial 2

Titik Tetap 2

Pelinearan 2

Nilai Eigen dan Vektor Eigen 3

Kestabilan Titik Tetap 3

Runge-Kutta Orde-4 4

Bilangan Reproduksi Dasar 4

Kontrol Optimum 4

Prinsip Minimum Pontryagin 5

MODEL PENYEBARAN VIRUS H1N1 6

Persamaan Model H1N1 6

Penentuan Titik Tetap Model 8

Analisis Kestabilan Titik Tetap 9

MASALAH KONTROL OPTIMUM 11

SIMULASI NUMERIK 13

Nilai Parameter 13

Hasil Simulasi 14

SIMPULAN 21

DAFTAR PUSTAKA 21

LAMPIRAN 23

RIWAYAT HIDUP 33

DAFTAR TABEL

1 Kondisi kestabilan titik tetap 11 2 Nilai-nilai parameter 14 3 Nilai awal untuk model penyebaran virus H1N1 14

DAFTAR GAMBAR

1 Kompartemen model penyebaran virus H1N1 tanpa kontrol 7 2 Kompartemen model penyebaran virus H1N1 dengan kontrol 8

3 Dinamika populasi terinfeksi tanpa dan dengan kontrol untuk 15

4 Dinamika populasi terinfeksi tanpa dan dengan kontrol untuk 15

5 Dinamika populasi terinfeksi tanpa kontrol untuk dan

16

6 Dinamika populasi rentan tanpa dan dengan kontrol untuk 17

7 Dinamika populasi rentan tanpa dan dengan kontrol untuk 17

8 Dinamika populasi sembuh tanpa dan dengan kontrol untuk 18

9 Dinamika populasi sembuh tanpa dan dengan kontrol untuk 18

10 Kontrol optimum 19 11 Dinamika populasi individu terinfeksi dengan kontrol untuk

, , dan 20

DAFTAR LAMPIRAN

1 Bukti teorema 1 (prinsip minimum Pontryagin) 23

2 Penentuan titik tetap 24 3 Analisis kestabilan titik tetap dan nilai bilangan reproduksi dasar 26 4 M-file Matlab Runge-Kutta orde-4 28

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Influenza A (H1N1) merupakan penyakit pernapasan akut pada manusia

yang memengaruhi hidung, tenggorokan, dan paru-paru. Penyakit ini disebabkan

oleh virus H1N1 yang merupakan subtipe dari virus influenza A. Virus ini pada

mulanya diketahui beredar di antara populasi babi dan unggas, kemudian

ditemukan dapat menular kepada manusia (Sitepoe 2009).

Pandemi flu merupakan wabah global dari strain baru virus influenza A

H1N1, virus ini sering disebut sebagai “flu babi” di media. Virus ini pertama kali

ditemukan pada April 2009 yang mengandung kombinasi gen dari babi, burung,

dan manusia. Penyebaran virus H1N1 yang paling utama adalah melalui udara (El

Hia et al. 2012).

Pada Juni 2009, organisasi kesehatan dunia (WHO) menyatakan virus H1N1

sebagai pandemi karena sudah memasuki tahap penularan dari manusia ke

manusia dan menyebar keseluruh dunia. Kasus H1N1 di Indonesia sampai pada

tanggal 1 Agustus 2009 terdapat 520 kasus positif H1N1 yang terdiri atas 291

laki-laki dan 229 perempuan (Kompas 2009). Pada 22 November 2009, lebih dari

207 negara telah melaporkan kasus yang dikonfirmasi terinfeksi virus H1N1

(WHO 2009).

Sebagian besar pemerintah dari banyak negara merencanakan untuk

melakukan vaksinasi secara massal sebagai tindakan pencegahan pandemi virus

H1N1. Vaksinasi massal diharapkan dapat mengurangi jumlah individu yang

terinfeksi. Teori kontrol optimum digunakan untuk meminimumkan biaya yang

dikeluarkan selama vaksinasi, meminimumkan populasi yang terinfeksi, dan

menentukan fungsi kontrol ( ) yang optimum.

Pada karya ilmiah ini akan dibahas model penyebaran virus H1N1. Model

untuk penyebaran virus H1N1 yang digunakan adalah model Susceptible Infected

Recovered (SIR) yang dibahas oleh Hattaf dan Yousfi (2009). Model SIR dengan

pemberian kontrol ke dalam sistem dibahas oleh El Hia et al. (2012).

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan karya ilmiah ini adalah:

1. Merekonstruksi model penyebaran influenza A (H1N1) menggunakan model

SIR dengan dan tanpa kontrol.

2. Menentukan fungsi kontrol yang optimum yang meminimumkan populasi

terinfeksi dan membandingkan nilai bilangan reproduksi dasar yang berbeda

terhadap dinamika populasi dengan dan tanpa kontrol.

3. Membandingkan efek penyembuhan yang berbeda terhadap penurunan

jumlah individu yang terinfeksi setelah pemberian kontrol.

2

LANDASAN TEORI

Pada bagian ini akan dibahas teori-teori yang digunakan untuk menyusun

karya ilmiah ini. Teori-teori tersebut meliputi sistem persamaan diferensial, titik

tetap, pelinearan, kestabilan titik tetap, nilai eigen dan vektor eigen, metode

Runge-Kutta orde-4, bilangan reproduksi dasar, kontrol optimum, dan prinsip

minimum Pontryagin.

Sistem Persamaan Diferensial

Sistem persamaan diferensial orde satu dengan persamaan dan buah

fungsi yang tak diketahui dapat ditulis sebagai berikut

(1)

dengan

(

) (

)

Jika linear maka sistem persamaan diferensial di atas disebut linear dan

sebaliknya jika taklinear.

(Tu 1994)

Titik Tetap

Misalkan diberikan sistem persamaan diferensial sebagai berikut

maka suatu titik yang memenuhi disebut titik kesetimbangan atau

titik tetap dari sistem persamaan diferensial tersebut.

(Tu 1994)

Pelinearan

Analisis kestabilan untuk sistem persamaan diferensial taklinear dilakukan

dengan menggunakan teknik pelinearan. Sistem persamaan diferensial taklinear

didefinisikan sebagai berikut

. (2)

Dengan menggunakan ekspansi Taylor di sekitar titik tetap , maka persamaan

(2) dapat ditulis sebagai berikut

. (3)

Persamaan (3) merupakan bentuk sistem persamaan diferensial taklinear

dengan adalah matriks Jacobi,

[

]

3

dan merupakan suku berorde tinggi yang mempunyai sifat .

Bentuk sistem persamaan diferensial taklinear setelah dilakukan pelinearan

menjadi sebagai berikut

.

(Tu 1994)

Nilai Eigen dan Vektor Eigen

Misalkan adalah matriks berukuran , maka suatu vektor taknol di

disebut vektor eigen dari dan suatu skalar disebut nilai eigen dari jika

berlaku hubungan berikut

(4)

Vektor disebut vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen . Nilai

eigen dari matriks berukuran dapat diperoleh dari persamaan (4) yang

dapat dituliskan sebagai berikut:

(5)

di mana adalah matriks identitas. Persamaan (5) mempunyai solusi taknol jika

dan hanya jika

(6)

Persamaan (6) disebut persamaan karakteristik.

(Anton dan Rorres 2004)

Kestabilan Titik Tetap

Diberikan sistem persamaan diferensial sembarang

Analisis kestabilan titik tetap dilakukan dengan menggunakan matriks Jacobi

yaitu matriks . Titik tetap disubstitusikan ke dalam persamaan matriks Jacobi

sehingga diperoleh nilai-nilai eigennya dengan dari

persamaan karakteristik

Secara umum kestabilan titik tetap mempunyai tiga perilaku sebagai berikut:

1. Stabil, jika

a. Setiap nilai eigen real adalah negatif ( untuk semua ). b. Ada komponen bagian real dari nilai eigen kompleks bernilai nol

( ( ) ) untuk sembarang dan untuk semua .

2. Takstabil, jika

a. Ada nilai eigen real yang positif ( untuk suatu ). b. Ada komponen bagian real dari nilai eigen kompleks, lebih besar dari nol

( untuk suatu ). 3. Sadel, jika perkalian dua buah nilai eigen real sembarang adalah negatif

( untuk dan sembarang). Titik tetap sadel ini bersifat takstabil.

(Tu 1994)

4

Runge-Kutta Orde-4

Runge-Kutta adalah salah satu metode yang digunakan untuk menyelesaikan

solusi persamaan diferensial secara numerik. Metode ini dikembangkan sekitar

tahun 1900 oleh matematikawan Jerman C. Runge dan M.W. Kutta.

Perhatikan masalah nilai awal berikut

dengan merupakan fungsi skalar atau vektor yang belum diketahui dan

bergantung pada peubah .

Untuk suatu yang positif yang disebut riap (increment), definisikan

untuk

(7)

dengan

(

)

(

)

Pada skema di atas, merupakan aproksimasi Runge-Kutta orde-4 bagi

.

(Canale dan Chapra 2010)

Bilangan Reproduksi Dasar

Bilangan reproduksi dasar adalah banyaknya individu yang rentan terinfeksi

secara langsung oleh individu lain yang telah terinfeksi. Bilangan reproduksi dasar

dilambangkan dengan . Bilangan reproduksi dasar dapat diperoleh dengan

mencari nilai eigen dari matriks Jacobi yang dihitung pada titik tetap bebas

penyakit.

Beberapa kondisi yang akan muncul yaitu:

1. Jika , maka penyakit akan menghilang.

2. Jika , maka penyakit akan menetap.

3. Jika , maka penyakit akan meningkat menjadi wabah.

(Giesecke 1994)

Kontrol Optimum

Teori kontrol optimum merupakan bagian paling penting yang digunakan

dalam pengoptimuman dinamis. Perkembangan teori kontrol optimum terjadi

dengan sangat pesat sejak diperkenalkan oleh Pontryagin pada tahun 1962.

Masalah kontrol optimum adalah memilih peubah kontrol di antara semua

peubah kontrol yang admissible, yaitu kontrol yang dapat membawa sistem dari

5

state awal pada waktu kepada state akhir pada waktu akhir

sedemikian rupa sehingga memberikan nilai maksimum atau nilai minimum bagi

fungsional objektif.

Populasi dari tiga kelas epidemiologi yaitu kelas rentan, kelas terinfeksi, dan

kelas disembuhkan merupakan peubah state pada karya ilmiah ini. Kemudian

ditambahkan strategi vaksinasi ke dalam sistem untuk menurunkan jumlah

individu yang terinfeksi.

Sistem dinamik dapat dinyatakan secara matematika oleh sistem persaman

diferensial

(8)

dengan merupakan peubah state dan merupakan peubah kontrol.

Keadaan sistem pada waktu diketahui, yaitu , . Jika dipilih

peubah kontrol yang terdefinisi untuk waktu , maka diperoleh

sistem persamaan diferensial orde satu dengan peubah taktentu dan

persamaan (8) mempunyai solusi tunggal karena nilai awal diberikan.

Solusi yang diperoleh merupakan respons terhadap peubah kontrol yang

dilambangkan dengan . Setiap kontrol dan responsnya state

dihubungkan dengan fungsional objektif berikut

∫ [ ]

[ ]

(9)

dengan fungsi yang diberikan, [ ] merupakan fungsi Scrap yang

menggambarkan keadaan sistem di akhir waktu, tidak harus ditentukan dan

mempunyai kondisi tertentu.

Fungsi kontrol yang dapat memaksimumkan atau meminimumkan

fungsional akan ditentukan dari pemilihan terhadap semua fungsi atau peubah

kontrol yang diperoleh. Kontrol yang bersifat demikian disebut kontrol optimum.

Permasalahan kontrol optimum dapat dinyatakan sebagai masalah

memaksimumkan atau meminimumkan suatu fungsional objektif (9) dengan

kendala (8).

(Tu 1993)

Prinsip Minimum Pontryagin

Syarat perlu tercapainya kondisi optimum dalam masalah kontrol optimum

adalah terpenuhinya prinsip minimum Pontryagin. Kontrol optimum dipilih untuk

membawa sistem dinamik (8) dari keadaan awal ke keadaan akhir . Masalah kontrol optimum adalah mengoptimumkan (memaksimumkan

atau meminimumkan) fungsional objektif (9). Prinsip minimum Pontryagin dapat

dilihat pada Teorema 1.

Teorema 1

Misalkan sebagai kontrol admissible yang membawa state awal

( ) ke keadaan yang diinginkan state akhir ( ), di mana dan

secara umum tidak ditentukan. Trajektori dari sistem yang berkaitan dengan dimisalkan berupa , agar kontrol merupakan kontrol optimum maka

perlu terdapat fungsi vektor sedemikian sehingga

6

1.

2.

dan merupakan solusi dari sistem kanonik.

3.

4.

5. Jika syarat batas dan tidak diberikan, maka syarat

transversalitas berikut harus dipenuhi:

.

Jika dan diketahui, diketahui dan bebas (tidak

diketahui), maka syarat transversalitas menjadi:

.

Jika diberikan syarat tambahan tidak ada fungsi scrap ( ), maka

diperoleh syarat transversalitas sebagai berikut:

.

Bukti untuk teorema dapat dilihat pada Lampiran 1.

(Tu 1993)

MODEL PENYEBARAN VIRUS H1N1

Model matematika yang digunakan untuk membahas masalah penyebaran

virus H1N1 adalah model Susceptible Infected Recovered (SIR). Pada model SIR

populasi dibagi ke dalam tiga kelas epidemiologi yaitu: kelas yang rentan

(susceptible) di mana individu dalam populasi tidak terinfeksi tetapi berisiko

terinfeksi virus, kelas yang terinfeksi (infected) di mana individu telah terinfeksi

dan dapat menularkannya, dan kelas yang disembuhkan (recovered) di mana

individu tidak bisa lagi terjangkit penyakit ini karena telah disembuhkan. Pada

bagian ini akan dibahas persamaan model H1N1, penentuan titik tetap, dan

analisis kestabilan titik tetap.

Persamaan Model H1N1

Model penyebaran virus H1N1 menggunakan tiga asumsi, yaitu:

1. Virus H1N1 akan menular jika ada kontak langsung atau hubungan yang

erat antara individu yang sehat dengan individu terinfeksi.

2. Perekrutan individu baru bersifat konstan ( ).

3. Individu yang telah diberi vaksin atau kontrol akan berpindah ke

populasi yang disembuhkan.

Skema yang menggambarkan hubungan antara kelas rentan, kelas terinfeksi, dan

kelas yang disembuhkan dalam model SIR tanpa kontrol diberikan oleh Gambar 1.

7

Gambar 1 Kompartemen model penyebaran virus H1N1 tanpa kontrol

Berdasarkan skema hubungan antara tiga kelas pada gambar 1, maka model

penyebaran virus H1N1 dibangun dengan mempertimbangkan tiga aspek berikut,

yaitu:

1. Perpindahan populasi dari rentan menjadi terinfeksi

Populasi yang rentan akan berpindah menjadi populasi yang terinfeksi

bergantung kepada tingkat keefektifan kontak antara populasi rentan dengan

populasi terinfeksi dan proporsi individu yang terinfeksi dalam populasi

total (

). Persamaan yang menggambarkan perpindahan populasi yang rentan

menjadi terinfeksi diberikan oleh persamaan

dengan dan adalah parameter konstan dan taknegatif.

2. Penyembuhan populasi yang terinfeksi

Populasi yang terinfeksi akan berpindah menjadi populasi yang

disembuhkan bergantung kepada tingkat penyembuhan . Persamaan untuk

penyembuhan populasi yang terinfeksi diberikan oleh persamaan

dengan adalah parameter konstan dan taknegatif.

3. Kematian alami

Masing-masing populasi akan mati dengan tingkat kematian alami .

Individu terinfeksi juga akan mati disebabkan oleh virus H1N1 dengan

kematian . Persamaan yang mewakili kematian alami dari masing-masing

populasi diberikan oleh persamaan

dengan dan merupakan parameter konstan dan taknegatif.

Model penyebaran virus H1N1 dibangun dengan menggabungkan tiga aspek

di atas, sehingga diperoleh sistem persamaan diferensial taklinear untuk masalah

penyebaran virus H1N1 sebagai berikut

(10)

dengan merupakan tingkat kontak antara individu terinfeksi dengan individu

rentan, merupakan tingkat perekrutan individu baru, merupakan tingkat

8

kematian alami, merupakan tingkat kematian individu terinfeksi disebabkan

oleh virus H1N1, dan merupakan tingkat penyembuhan individu yang terinfeksi.

Nilai awal individu rentan, individu terinfeksi, dan individu disembuhkan bernilai

positif ( , , ) dan menyatakan total populasi pada waktu .

Teori kontrol optimum digunakan untuk mengontrol masalah penyebaran

virus influenza A (H1N1) yaitu dengan memberikan vaksin. Fungsi kontrol

merupakan bagian atau fraksi dari individu rentan yang telah divaksinasi per unit

waktu.

Skema yang menggambarkan hubungan antara kelas rentan, kelas terinfeksi,

dan kelas yang disembuhkan dalam model SIR dengan kontrol diberikan oleh

Gambar 2.

Gambar 2 Kompartemen model penyebaran virus H1N1 dengan kontrol

Model matematika dari masalah penyebaran virus H1N1 setelah diberikan

kontrol diberikan oleh sistem persamaan

(11)

dengan adalah peubah kontrol.

Penentuan Titik Tetap Model

Titik tetap sistem persamaan (10) diperoleh dari

,

, dan

,

sehingga sistem persamaan (10) menjadi:

(12)

(13)

(14)

Solusi yang diperoleh dari persamaan (12), (13), dan (14) merupakan titik

tetap dari sistem persamaan diferensial taklinear tanpa kontrol. Titik tetap yang

diperoleh ada dua, yaitu (

) dan

dengan

9

Titik tetap akan berada di kuadran pertama jika memenuhi:

(15)

(16)

(17)

Agar persamaan (16) dan (17) terpenuhi, maka (18)

Bukti penentuan titik tetap dapat dilihat pada Lampiran 2.

Analisis Kestabilan Titik Tetap

Dengan melakukan pelinearan terhadap persamaan (10), diperoleh matriks

Jacobi berikut

[

]

(19)

Kestabilan titik tetap diperoleh dari nilai eigen yang dihasilkan matriks

Jacobi persamaan (10) yang dievaluasi pada titik tetap tersebut. Selanjutnya,

kestabilan disekitar titik tetap diperiksa.

Titik tetap (

) disubstitusikan ke dalam persamaan matriks Jacobi

persamaan (13), sehingga dihasilkan matriks Jacobi

(

)

[

]

(20)

Dengan menyelesaikan persamaan karakteristik ( (

)

) diperoleh

nilai eigen untuk matriks (

)

, yaitu:

karena semua parameter bernilai positif dan , maka , , dan

nilai eigen ketiga bergantung pada nilai dan dengan persamaan

Titik tetap bebas penyakit bersifat stabil jika sehingga diperoleh

persamaan

10

(21)

Titik tetap bebas penyakit bersifat sadel atau takstabil jika . Sehingga

diperoleh persamaan

(22)

Dari persamaan (21) dan (22) diperoleh bilangan reproduksi dasar sebagai berikut

(23)

Titik tetap bebas penyakit bersifat stabil jika dan bersifat takstabil jika

. Nilai bilangan reproduksi dasar diberikan oleh Teorema 2.

Teorema 2

1. Jika maka titik tetap bebas penyakit bersifat stabil asimptotik lokal.

2. Jika maka titik tetap bebas penyakit bersifat takstabil.

Titik tetap disubstitusikan ke dalam persamaan matriks Jacobi

persamaan (13), sehingga dihasilkan matriks Jacobi

[

]

(24)

Dengan menyelesaikan persamaan karakteristik ( )

diperoleh nilai eigen untuk matriks , yaitu:

dengan

karena semua parameter bernilai positif, maka , dan bergantung pada

nilai . Jika , maka kestabilan titik tetap bersifat simpul stabil atau sadel.

Jika , maka kestabilan bersifat stabil.

Dari syarat batas yang dihasilkan agar titik tetap bernilai

positif dan kondisi nilai , maka diperoleh dua kasus berikut:

1. dan .

2. dan .

Kondisi kestabilan titik tetap (

) dan

yang diperoleh

diberikan oleh Tabel 1.

11

Tabel 1 Kondisi kestabilan titik tetap

No Kasus Kondisi

1 - Stabil -

2 dan - Sadel Spiral Stabil

3 dan √ Sadel Sadel

√ Sadel Simpul Stabil

Bukti pelinearan di titik tetap dapat dilihat pada Lampiran 3.

MASALAH KONTROL OPTIMUM

Pada bagian ini akan dibahas kerangka kontrol optimum yang digunakan

untuk menyelesaikan sistem persamaan diferensial taklinear dari model

penyebaran virus H1N1. Teori kontrol optimum akan digunakan untuk

menganalisis perilaku model penyebaran virus H1N1 setelah diberi kontrol

(vaksin). Masalah kontrol optimum untuk penyebaran virus H1N1 adalah

menentukan fungsi kontrol yang optimum sedemikian sehingga jumlah

individu yang terinfeksi minimum pada akhir waktu.

Pada karya ilmiah ini fungsional objektif untuk masalah penyebaran virus

H1N1 didefinisikan sebagai berikut

∫ [

]

dengan merupakan bobot biaya vaksinasi dan mewakili lamanya

program vaksinasi. Fungsi kontrol dicari yang optimum sedemikian sehingga

{ } (26)

dengan

{ [ ]} (27)

di mana adalah sekumpulan kontrol yang admissible selama vaksinasi.

Masalah kontrol optimum di atas dapat dituliskan sebagai berikut

∫ [

]

dengan kendala

1. SPD taklinear untuk model penyebaran virus H1N1

(28)

(29)

(30)

2. Batas fungsi kontrol (31)

di mana permasalahan di atas akan diselesaikan dengan menerapkan prinsip

minimum Pontryagin. Fungsi Hamilton untuk masalah penyebaran virus H1N1

diberikan oleh persamaan

12

(

) (

)

di mana adalah bagian sebelah kanan dari persamaan diferensial dari variabel

state ke- . Peubah state pada fungsi Hamilton ditentukan melalui syarat (1) Teorema

prinsip minimum Pontryagin, syarat (1) menghasilkan kembali kendala pada

masalah kontrol optimum yang diberikan oleh persamaan berikut:

(32)

(33)

(34)

dengan syarat awal , , dan .

Peubah adjoint , , dan pada fungsi Hamilton nilainya ditentukan

melalui syarat (2) Teorema prinsip minimum Pontryagin. Persamaan diferensial

untuk peubah adjoint adalah sebagai berikut,

(

)

(35)

(

)

(36)

(37)

dengan syarat di waktu akhir dan solusi dari persamaan diferensial

yang diberikan oleh syarat (1) adalah , , , dan .

Durasi untuk program vaksinasi telah ditentukan yaitu pada interval waktu

[ ] dengan dalam hari. Peubah state pada waktu awal diberikan sebagai

nilai awal dari sistem, sedangkan peubah state pada waktu akhir bebas dan tidak

ada fungsi scrap sehingga dihasilkan syarat transversalitas pada persamaan

( ) ( ) ( ) (38)

Fungsi kontrol pada masalah kontrol optimum ditentukan melalui

syarat (3) yang memberikan kondisi sebagai berikut

(39)

sehingga diperoleh persamaan

Fungsi kontrol memiliki nilai batas sehingga terdapat tiga

kemungkinan nilai untuk fungsi kontrol , yaitu:

1. Jika , maka nilai fungsi kontrol .

2. Jika , maka nilai fungsi kontrol

.

13

3. Jika , maka nilai fungsi kontrol .

Fungsi kontrol yang optimal berdasarkan tiga kemungkinan di atas dapat

ditulis sebagai berikut

( (

))

SIMULASI NUMERIK

Pada bagian ini akan dibahas nilai parameter dan simulasi numerik yang

dilakukan untuk mengontrol penyebaran virus H1N1 dengan menggunakan

metode Runge-Kutta orde-4 pada perangkat lunak.

Nilai Parameter

Parameter dari model penyebaran virus H1N1 ada enam yaitu tingkat kontak

individu terinfeksi dengan individu rentan , tingkat perekrutan individu baru ,

tingkat kematian alami , tingkat kematian yang disebabkan virus H1N1 ,

tingkat penyembuhan , dan total populasi .

Tingkat kefektifan kontak dipengaruhi oleh bilangan reproduksi dasar

yang ditentukan dari persamaan

. Nilai bilangan reproduksi dasar yang

digunakan untuk simulasi ada dua yaitu dan . Nilai bilangan

reproduksi dasar berbanding lurus dengan tingkat kontak. Semakin besar bilangan

reproduksi dasar, maka tingkat kontak antara populai terinfeksi dengan populasi

rentan juga akan semakin besar. Nilai kontak berturut-turut adalah dan .

Nilai parameter untuk tingkat perekrutan individu baru bersifat konstan

( ). Tingkat kematian alami individu diasumsikan berbanding terbalik

dengan angka harapan hidup saat lahir. Angka harapan hidup saat lahir pada tahun

2012 di Indonesia adalah 71 tahun, sehingga tingkat kematian alami di Indonesia

adalah (WHO 2013).

Tingkat kematian yang disebabkan oleh virus H1N1 berbeda untuk

masing-masing negara, rata-rata berkisar antara sampai (Vaillant et al.

2009). Pada karya ilmiah ini tingkat kematian disebabkan oleh virus H1N1 adalah

. Tingkat penyembuhan ditentukan dari lamanya masa pengobatan. Pada

karya ilmiah ini lamanya masa pengobatan diambil 4, 5, dan 6 hari, sehingga

tingkat penyembuhan masing-masing sebesar

,

, dan

per individu per hari.

Total populasi diambil berdasarkan jumlah penduduk Kabupaten dan Kota

Bogor tahun 2012 yaitu sebanyak orang (BPS Jabar 2012).

Nilai-nilai parameter tersebut diberikan oleh Tabel 2.

14

Tabel 2 Nilai-nilai parameter

Parameter Definisi Nilai

Tingkat kontak individu terinfeksi dengan individu

rentan

Tingkat perekrutan (lahir dan migrasi)

Tingkat kematian alami

Tingkat kematian yang disebabkan virus H1N1

Tingkat penyembuhan

,

,

ket: Nilai untuk .

Nilai untuk .

Nilai awal untuk sistem persamaan diferensial taklinear diberikan oleh Tabel 3.

Tabel 3 Nilai awal untuk model penyebaran virus H1N1

Nilai awal

(orang)

Hasil Simulasi

Simulasi numerik yang dilakukan ada dua yaitu membandingkan dinamika

masing-masing populasi sebelum dan setelah pemberian kontrol ke dalam sistem

dengan nilai bilangan reproduksi dasar yang berbeda dan membandingkan efek

penyembuhan yang berbeda (bergantung pada lamanya periode pengobatan)

terhadap dinamika populasi dari individu yang terinfeksi. Parameter dan nilai awal

yang akan digunakan untuk simulasi numerik diberikan pada Tabel 2 dan Tabel 3.

Simulasi numerik pertama akan membandingkan perubahan masing-masing

populasi sebelum dan setelah pemberian kontrol dengan bilangan reproduksi dasar

yang berbeda. Gambar-gambar dibawah ini membandingkan perubahan yang

terjadi pada populasi terinfeksi, populasi rentan, populasi yang disembuhkan

sebelum dan setelah pemberian kontrol ke dalam sistem dan menampilkan fungsi

kontrol yang diperoleh.

15

Gambar 3 Dinamika populasi terinfeksi tanpa dan dengan kontrol untuk

Gambar 4 Dinamika populasi terinfeksi tanpa dan dengan kontrol untuk

Dinamika populasi individu terinfeksi dengan pada Gambar 3

menunjukkan peningkatan secara drastis populasi terinfeksi tanpa kontrol sampai

akhir waktu dan jumlah individu terinfeksi paling banyak sesuai durasi yang

diberikan terjadi pada hari ke- sebanyak orang. Pemberian vaksin

sebagai kontrol mengurangi jumlah individu yang terinfeksi lebih banyak. Jumlah

16

individu terinfeksi setelah pemberian kontrol paling banyak terjadi pada hari ke-

sebanyak orang. Tingkat keefektifan pemberian vaksin untuk mengontrol

penyebaran virus H1N1 dihitung dengan membandingkan penurunan jumlah

individu terinfeksi setelah pemberian kontrol dengan jumlah individu terinfeksi

tanpa kontrol saat penyakit mewabah. Tingkat keefektifan vaksin untuk bilangan

reproduksi dasar adalah . Pada Gambar 4, dinamika populasi

individu terinfeksi dengan menunjukan peningkatan secara drastis

populasi terinfeksi tanpa kontrol dan mencapai titik puncak penyebaran penyakit

H1N1 pada hari ke-78 sebanyak orang. Titik puncak penyebaran

H1N1 setelah pemberian kontrol terjadi pada hari ke- sebesar orang.

Tingkat keefektian pemberian kontrol ke dalam sistem untuk bilangan reproduksi

dasar adalah . Penurunan signifikan jumlah individu terinfeksi

setelah pemberian kontrol ke dalam sistem menunjukan bahwa fungsi kontrol

yang diperoleh berhasil mengontrol penyebaran H1N1.

Bilangan reproduksi dasar sangat berpengaruh terhadap dinamika populasi

individu terinfeksi. Semakin besar bilangan reproduksi dasar akan menyebabkan

semakin besarnya nilai kontak antara individu terinfeksi dengan individu yang

rentan, sehingga jumlah individu rentan yang dapat terinfeksi virus H1N1 juga

akan semakin banyak. Dinamika populasi individu terinfeksi sebelum pemberian

kontrol dengan bilangan reproduksi dasar yang berbeda diberikan pada Gambar 5.

Gambar 5 Dinamika populasi terinfeksi tanpa kontrol untuk dan

17

Gambar 6 Dinamika populasi rentan tanpa dan dengan kontrol untuk

Gambar 7 Dinamika populasi rentan tanpa dan dengan kontrol untuk

18

Gambar 8 Dinamika populasi disembuhkan tanpa dan dengan kontrol untuk

Gambar 9 Dinamika populasi disembuhkan tanpa dan dengan kontrol

19

Gambar 10 Kontrol optimum

Laju berkurangnya jumlah individu rentan dengan kontrol pada Gambar 6

lebih besar dibandingkan dengan laju berkurangnya jumlah individu rentan tanpa

pemberian kontrol untuk . Setelah pemberian kontrol, jumlah individu

rentan jauh lebih sedikit dibandingkan dengan tanpa adanya pemberian kontrol.

Penurunan populasi rentan setelah kontrol terjadi karena fungsi kontrol

mentransfer individu rentan menjadi individu disembuhkan. Populasi rentan untuk

pada Gambar 7 menurun drastis sampai hari ke-77 program vaksinasi.

Jumlah individu yang rentan dengan adanya kontrol lebih kecil dibandingkan

dengan jumlah individu yang rentan tanpa kontrol sampai hari ke-77 program

vaksinasi. Setelah itu, jumlah individu yang rentan dengan kontrol lebih besar

dibandingkan dengan jumlah individu yang rentan tanpa kontrol.

Populasi rentan tanpa kontrol untuk berkurang lebih banyak

dibandingkan dengan populasi rentan tanpa kontrol untuk . Hal ini

disebabkan oleh tingkat kontak yang semakin besar untuk bilangan reproduksi

dasar yang besar, sehingga jumlah individu rentan yang ditransfer ke dalam

populasi terinfeksi juga semakin banyak.

Populasi yang disembuhkan pada Gambar 8 dengan menunjukkan

terjadinya peningkatan jumlah individu yang disembuhkan setelah pemberian

kontrol sampai akhir program vaksinasi. Laju bertambahnya jumlah individu yang

disembuhkan dengan kontrol lebih besar dibandingkan dengan laju bertambahnya

jumlah individu yang disembuhkan tanpa kontrol. Jumlah individu yang

disembuhkan untuk setelah pemberian kontrol pada Gambar 9 lebih

banyak dibandingkan dengan jumlah individu yang disembuhkan tanpa kontrol

sampai hari ke-83 program vaksinasi. Setelah itu, jumlah individu yang

disembuhkan dengan kontrol lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah individu

yang disembuhkan tanpa kontrol. Hal ini disebabkan oleh nilai fungsi kontrol

yang semakin mengecil seiring dengan berkurangnya jumlah individu terinfeksi

20

menuju akhir program vaksinasi. Nilai fungsi kontrol yang semakin mengecil

mengakibatkan semakin sedikit jumlah individu rentan yang ditransfer ke

populasi yang disembuhkan.

Gambar 10 menunjukkan perbandingan nilai fungsi kontrol dengan

bilangan reproduksi dasar yang berbeda. Semakin besar bilangan reproduksi dasar

yang digunakan akan menghasilkan fungsi kontrol yang lebih besar juga. Hal ini

terjadi karena tingkat mewabah suatu penyakit bergantung kepada bilangan

reproduksi dasar. Bilangan reproduksi dasar yang lebih besar menyebabkan

penyakit akan mewabah lebih cepat dan lebih banyak individu yang tertular

penyakit. Namun, kedua fungsi kontrol yang diperoleh berhasil meminimumkan

populasi yang terinfeksi virus H1N1 pada akhir program vaksinasi. Kontrol

optimum mempunyai nilai maksimum pada awal program vaksinasi yaitu

sebesar untuk dan untuk . Nilai fungsi

kontrol turun sampai akhir program vaksinasi seiring dengan semakin

berkurangnya jumlah individu yang terinfeksi. Pada waktu yang sama populasi

yang rentan juga turun disebabkan oleh nilai fungsi kontrol. Nilai fungsional

objektif yang dihasilkan berdasarkan nilai fungsi kontrol yang diperoleh adalah

untuk dan untuk .

Simulasi numerik yang kedua adalah membandingkan tingkat penyembuhan

yang berbeda terhadap dinamika populasi individu terinfeksi. Tingkat

penyembuhan individu terinfeksi bergantung pada lamanya periode pengobatan.

Pada simulasi ini menggunakan tiga periode pengobatan yang berbeda yaitu 4, 5,

dan 6 hari, sehingga tingkat penyembuhan masing-masing berdasarkan lamanya

periode pengobatan secara berturut-turut adalah

,

, dan

per hari. Dinamika populasi individu terinfeksi dengan tingkat

penyembuhan yang berbeda diberikan oleh Gambar 11.

Gambar 11 Dinamika populasi individu terinfeksi dengan kontrol untuk

, , dan

21

Dinamika populasi individu yang terinfeksi dengan menggunakan tingkat

penyembuhan mencapai titik puncaknya pada hari ke- , dengan

menggunakan tingkat penyembuhan populasi individu terinfeksi mencapai

titik puncaknya pada hari ke- , dan dengan menggunakan tingkat penyembuhan

populasi individu terinfeksi mencapai titik puncaknya pada hari ke- .

Dinamika populasi individu terinfeksi akan turun secara drastis setelah mencapai

titik puncaknya. Gambar 11 menunjukan bahwa tingkat penyembuhan yang lebih

besar dapat mengurangi jumlah individu yang terinfeksi dengan lebih banyak di

waktu akhir. Program Matlab untuk simulasi numerik dapat dilihat pada Lampiran

4.

SIMPULAN

Model yang digunakan untuk menggambarkan masalah penyebaran virus

H1N1 adalah model Susceptible Infected Recovered (SIR). Populasi dalam model

SIR dibagi menjadi tiga kelas epidemiologi yaitu kelas yang rentan , kelas yang

terinfeksi , dan kelas yang disembuhkan .

Simulasi numerik yang dilakukan ada dua yaitu simulasi numerik untuk

membandingkan dinamika masing-masing populasi dengan bilangan reproduksi

dasar yang berbeda sebelum dan setelah pemberian kontrol dan simulasi numerik

untuk melihat dinamika populasi individu terinfeksi terhadap tingkat

penyembuhan yang berbeda. Populasi terinfeksi berkurang secara drastis setelah

adanya pemberian kontrol ke dalam sistem. Jumlah individu yang terinfeksi

dengan adanya program vaksinasi jauh lebih kecil dibandingkan dengan tanpa

adanya program vaksinasi. Semakin besar nilai bilangan reproduksi dasar maka

tingkat kontak antara individu terinfeksi dengan individu rentan semakin besar,

sehingga individu rentan akan semakin banyak yang terinfeksi virus H1N1 dan

penyakit mewabah lebih cepat. Periode pengobatan yang lebih singkat

menghasilkan tingkat penyembuhan yang besar dan mengurangi jumlah individu

yang terinfeksi virus H1N1 dengan lebih banyak pada waktu akhir.

DAFTAR PUSTAKA

Anton H, Rorres C. 2004. Aljabar Linear Elementer. Ed ke-8. Indriasari R,

Harmein I, Penerjemah. Jakarta (ID): Erlangga.

[BPS JABAR] Badan Pusat Statistik Jawa Barat. 2012. Jumlah Penduduk

Kabupaten/Kota di Jawa Barat 2004 – 2012. [Internet]. [diacu 2014 Februari].

Tersedia dari: http://jabar.bps.go.id/subyek/jumlah-penduduk-kabupatenkota-

di-jawa-barat-2004-2012.

Canale R P, Chapra S C. 2010. Numerical Methods for Engineers 6th Edition.

New York(US): McGraw-Hill.

El Hia M, Balatif O, Bouyaghroumni J, Labriji E, Rachik M. 2012. Optimal

Control Applied to the Spread of Influenza A(H1N1). Applied Mathematical

Sciences. 6(82): 4057 – 4065.

22

Giesecke J. 1994. Modern Infectious Diseases Epidemiology. New York (US):

Oxford University Press.

Hattaf K, Yousfi N. 2009. Mathematical Model of the Influenza A(H1N1)

Infection. Advanced Studies in Biology. 1(8): 383 – 390.

[Kompas]. 2009. Sebagian Besar Kasus A-H1N1 di Indonesia Bukan Impor.

[Internet]. [diacu 2014 Juni]. Tersedia dari: http://lipsus.kompas.com

/jalanjalan/read/2009/08/01/20121219/Sebagian.Besar.Kasus.A.H1N1.di.Indo

nesia.Bukan.Impor.

Sitepoe M. 2009. Melawan Influenza A(H1N1). Jakarta (ID): Grasindo.

Tu PNV. 1993. Introductory Optimization Dynamics: Optimal Control with

Economics and Management Applications. Second Revised and Enlarged

Edition. Heidelberg (DE): Springer – Verlag.

Tu PNV. 1994. Dynamical System: An Introduction with Application in

Economics and Biology. Second Revised and Enlarged Edition. Heidelberg

(DE): Springer – Verlag.

Vaillant L, Ruche G La, Tarantola A, Barboza P. 2009. Epidemiology of Fatal

Cases Associated with Pandemic H1N1 Influenza. Eurosurveillance. 14(33):

pii = 19309.

[WHO] World Health Organization. 2009. Pandemic (H1N1) 2009. [Internet].

[diacu 2014 Februari]. Tersedia dari: http://www.who.int/csr/don/

2009_11_27a/en/.

[WHO] World Health Organization. 2013. Life Expectancy: Life Expectancy

Data by Country. [Internet]. [diacu 2014 Februari]. Tersedia dari:

http://apps.who.int/gho/data/node.main.687?lang=en.

23

LAMPIRAN

Lampiran 1 Bukti Teorema 1 (Prinsip Minimum Pontryagin)

Fungsional objektif yang akan diminimumkan sebagai berikut

∫ [ ]

[ ]

(40)

terhadap kendala

[ ] (41)

diberikan , waktu awal , sedangkan dan keduanya tidak

ditentukan. Fungsi “Scrap” dapat didefinisikan sebagai berikut.

(42)

sehingga persamaan (36) menjadi

∫ [

]

∫ [

]

(43)

dengan , , , dan secara sederhana dapat dituliskan

sebagai dan . Meminimum pada persamaan (43) tidak dipengaruhi

oleh pada saat , tetapi ditentukan oleh bentuk integral pada suku kedua

dari persamaan (43).

Didefinisikan fungsional objektif yang diperbesar sebagai berikut

(44)

dengan

(45)

Bentuk disebut sebagai Hamiltonian.

Syarat perlu agar fungsional (43) memiliki nilai ekstrim adalah .

Berdasarkan kalkulus variasi maka diperoleh sebagai berikut.

∫ [[

] ]

[ ]

(46)

24

Agar persamaan (46) dipenuhi, maka persamaan Euler harus dipenuhi

(47)

sehingga diperoleh persamaan berikut

(48)

dan berakibat

(49)

Variasi dan memberikan sifat saling bebas sehingga koefisiennya

bernilai nol, yaitu dan . Persamaan (45) memberikan dan

, sehingga

(50)

(51)

Syarat batas diberikan oleh suku terakhir persamaan (46) yaitu

[ ] (52)

karena

(53)

maka persamaan (52) menjadi

(54)

yang disebut sebagai syarat batas (transversality condition). Jika dan

tidak ditentukan, maka syarat batas menjadi

(55)

yang menghasilkan teorema Pontryagin.

(Tu 1994)

Lampiran 2 Penentuan Titik Tetap

Penentuan titik tetap

Titik tetap sistem persamaan diferensial taklinear tanpa kontrol (10)

diperoleh dari

,

, dan

, sehingga sistem persamaan (10)

menjadi persamaan (12), (13), dan (14) berikut:

25

Dari persamaan (12) diperoleh:

(

)

(56)

Atau

(57)

Dari persamaan (13) diperoleh:

(

)

(58)

Atau

(59)

Dari persamaan (14) diperoleh:

(60)

Titik tetap pertama diperoleh dengan mengasumsikan sistem dalam keadaan

bebas penyakit ( ), maka dari persamaan (57) dan (60) diperoleh:

Sehingga diperoleh titik tetap bebas penyakit (

).

Titik tetap kedua diperoleh dengan menyelesaikan persamaan (57), (59), dan

(60) secara bersamaan. Dari persamaan (59) diperoleh:

(61)

dengan menyubstitusikan persamaan (61) ke persamaan (57) diperoleh:

(62)

Persamaan (62) disubstitusikan ke persamaan (60), diperoleh persamaan berikut:

( )

(63)

Sehingga diperoleh titik tetap kedua . Agar titik tetap

positif, maka

26

Karena semua parameter bernilai positif, maka . akan bernilai positif

jika , sehingga . akan bernilai

positif jika , sehingga .

Lampiran 3 Analisis Kestabilan Titik Tetap dan Nilai Bilangan Reproduksi Dasar

Dengan melakukan pelinearan terhadap model H1N1 diperoleh matriks

Jacobi sebagai berikut:

[

]

(64)

Pelinearan di titik tetap (

)

Substitusikan titik tetap ke dalam matrik Jacobi dengan cara pendekatan

limit

(

)

[

]

(65)

(

)

[

]

kemudian dicari nilai eigennya dengan menggunakan persamaan karakteristik

( (

)

) , sehingga diperoleh:

| ( )

|

|

|

|

|

27

karena semua parameter bernilai positif dan tingkat perekrutan individu baru

konstan ( ), maka , , dan nilai eigen ketiga bergantung pada

nilai dan dengan persamaan

Titik tetap bebas penyakit bersifat stabil jika . Sehingga diperoleh

persamaan

sehingga

Titik tetap bebas penyakit bersifat takstabil jika . Sehingga diperoleh

persamaan

sehingga

Dari persamaan (21) dan (22) diperoleh bilangan reproduksi dasar

. Titik tetap bebas penyakit bersifat stabil jika dan bersifat

takstabil jika .

Pelinearan di titik tetap

Substitusikan titik tetap ke dalam matrik Jacobi persamaan (64) dengan

cara pendekatan limit

[

]

[

]

kemudian dicari nilai eigennya dengan menggunakan persamaan karakteristik

( ) , sehingga diperoleh:

| |

|

|

|

|

28

persamaan karakteristiknya diperoleh sebagai berikut:

( ( ))

dengan

karena semua parameter bernilai positif, maka , dan bergantung pada

nilai . Jika , maka kestabilan titik tetap bersifat simpul. Jika ,

maka kestabilan bersifat spiral.

Dari syarat batas yang dihasilkan agar titik tetap bernilai

positif dan kondisi nilai , maka diperoleh dua kasus berikut:

1. Jika dan , maka titik tetap bersifat stabil dan bersifat

sadel.

2. Jika , dan √ , maka maka titik tetap bersifat

sadel dan bersifat sadel.

3. Jika , dan √ , maka maka titik tetap bersifat

stabil dan bersifat sadel.

Lampiran 4 M-file Matlab metode Runge-Kutta orde-4

1. M-file Matlab untuk solusi model H1N1 tanpa kontrol

function [S,I,R] =

h1n1_nocontrol(beta,Lambda,mu,d,r,S0,I0,R0,t0,tf,n)

h = (tf-t0)/n; hasil=[]; S(1) = S0; I(1) = I0; R(1) = R0; N = S0+I0+R0;

for i = 1:n n11 = Lambda - mu*S(i) - beta*S(i)*I(i)/N; n12 = Lambda - mu*(S(i)+h*n11/2) -

beta*(S(i)+h*n11/2)*(I(i)+h*n11/2)/N; n13 = Lambda - mu*(S(i)+h*n12/2) -

beta*(S(i)+h*n12/2)*(I(i)+h*n11/2)/N; n14 = Lambda - mu*(S(i)+h*n13) -

beta*(S(i)+h*n13)*(I(i)+h*n13)/N; n1 = (n11+2*n12+2*n13+n14)/6;

29

n21 = beta*S(i)*I(i)/N - (mu+d+r)*I(i); n22 = beta*(S(i)+h*n21/2)*(I(i)+h*n21/2)/N -

(mu+d+r)*(I(i)+h*n21/2); n23 = beta*(S(i)+h*n22/2)*(I(i)+h*n22/2)/N -

(mu+d+r)*(I(i)+h*n22/2); n24 = beta*(S(i)+h*n23)*(I(i)+h*n23)/N -

(mu+d+r)*(I(i)+h*n23); n2 = (n21+2*n22+2*n23+n24)/6;

n31 = r*I(i) - mu*R(i); n32 = r*(I(i)+h*n31/2) - mu*(R(i)+h*n31/2); n33 = r*(I(i)+h*n32/2) - mu*(R(i)+h*n32/2); n34 = r*(I(i)+h*n33) - mu*(R(i)+h*n33); n3 = (n31+2*n32+2*n33+n34)/6;

S(i+1) = S(i) + h*n1; I(i+1) = I(i) + h*n2; R(i+1) = R(i) + h*n3; end for i=1:n+1 hasil=[hasil;i I(i)]; end hasil

2. M-file Matlab untuk solusi model H1N1 dengan kontrol

function [S,I,R,u,lambda1,lambda2,lambda3,J] =

h1n1_withcontrol(beta,Lambda,mu,d,r,A,S0,I0,R0,t0,tf,n)

tol = 0.01; err = tol + 1; hasilc=[];

h = (tf-t0)/n; N = S0+I0+R0;

S = zeros(1,n+1); I = zeros(1,n+1); R = zeros(1,n+1); lambda1 = zeros(1,n+1); lambda2 = zeros(1,n+1); lambda3 = zeros(1,n+1);

S(1) = S0; I(1) = I0; R(1) = R0;

u = zeros(1,n+1)+0.5;

while(err > tol)

oldu = u;

30

for i = 1:n n11 = Lambda - mu*S(i) - beta*S(i)*I(i)/N - u(i)*S(i); n12 = Lambda - mu*(S(i)+h*n11/2) -

beta*(S(i)+h*n11/2)*(I(i)+h*n11/2)/N - u(i)*(S(i)+h*n11/2); n13 = Lambda - mu*(S(i)+h*n12/2) -

beta*(S(i)+h*n12/2)*(I(i)+h*n11/2)/N - u(i)*(S(i)+h*n12/2); n14 = Lambda - mu*(S(i)+h*n13) -

beta*(S(i)+h*n13)*(I(i)+h*n13)/N - u(i)*(S(i)+h*n13); n1 = (n11+2*n12+2*n13+n14)/6;

n21 = beta*S(i)*I(i)/N - (mu+d+r)*I(i); n22 = beta*(S(i)+h*n21/2)*(I(i)+h*n21/2)/N -

(mu+d+r)*(I(i)+h*n21/2); n23 = beta*(S(i)+h*n22/2)*(I(i)+h*n22/2)/N -

(mu+d+r)*(I(i)+h*n22/2); n24 = beta*(S(i)+h*n23)*(I(i)+h*n23)/N -

(mu+d+r)*(I(i)+h*n23); n2 = (n21+2*n22+2*n23+n24)/6;

n31 = r*I(i) - mu*R(i) + u(i)*S(i); n32 = r*(I(i)+h*n31/2) - mu*(R(i)+h*n31/2) +

u(i)*(S(i)+h*n31/2); n33 = r*(I(i)+h*n32/2) - mu*(R(i)+h*n32/2) +

u(i)*(S(i)+h*n32/2); n34 = r*(I(i)+h*n33) - mu*(R(i)+h*n33) +

u(i)*(S(i)+h*n33); n3 = (n31+2*n32+2*n33+n34)/6;

S(i+1) = S(i) + h*n1; I(i+1) = I(i) + h*n2; R(i+1) = R(i) + h*n3; end

for i = 1:n j = (n+1)-i; n11 = mu*lambda1(j+1) + (lambda1(j+1)-lambda3(j+1))*u(j+1)

+ (lambda1(j+1)-lambda2(j+1))*beta*I(j+1)/N; n12 = mu*(lambda1(j+1)+h*n11/2) + ((lambda1(j+1)+h*n11/2)-

(lambda3(j+1)+h*n11/2))*u(j+1) + ((lambda1(j+1)+h*n11/2)-

(lambda2(j+1)+h*n11/2))*beta*I(j+1)/N; n13 = mu*(lambda1(j+1)+h*n12/2) + ((lambda1(j+1)+h*n12/2)-

(lambda3(j+1)+h*n12/2))*u(j+1) + ((lambda1(j+1)+h*n12/2)-

(lambda2(j+1)+h*n12/2))*beta*I(j+1)/N; n14 = mu*(lambda1(j+1)+h*n13) + ((lambda1(j+1)+h*n13)-

(lambda3(j+1)+h*n13))*u(j+1) + ((lambda1(j+1)+h*n13)-

(lambda2(j+1)+h*n13))*beta*I(j+1)/N; n1 = (n11+2*n12+2*n13+n14)/6;

n21 = -1 + (lambda1(j+1)-lambda2(j+1))*beta*S(j+1)/N +

(mu+r+d)*lambda2(j+1) - r*lambda3(j+1); n22 = -1 + ((lambda1(j+1)+h*n21/2)-

(lambda2(j+1)+h*n21/2))*beta*S(j+1)/N +

(mu+r+d)*(lambda2(j+1)+h*n21/2) - r*(lambda3(j+1)+h*n21/2); n23 = -1 + ((lambda1(j+1)+h*n22/2)-

(lambda2(j+1)+h*n22/2))*beta*S(j+1)/N +

(mu+r+d)*(lambda2(j+1)+h*n22/2) - r*(lambda3(j+1)+h*n22/2);

31

n24 = -1 + ((lambda1(j+1)+h*n23)-

(lambda2(j+1)+h*n23))*beta*S(j+1)/N +

(mu+r+d)*(lambda2(j+1)+h*n23) - r*(lambda3(j+1)+h*n23); n2 = (n21+2*n22+2*n23+n24)/6;

n31 = mu*lambda3(j+1); n32 = mu*(lambda3(j+1)+h*n31/2); n33 = mu*(lambda3(j+1)+h*n32/2); n34 = mu*(lambda3(j+1)+h*n33); n3 = (n31+2*n32+2*n33+n34)/6;

lambda1(j) = lambda1(j+1) - h*n1; lambda2(j) = lambda2(j+1) - h*n2; lambda3(j) = lambda3(j+1) - h*n3; end

temp = (lambda1-lambda3).*S/A; u1 = min(0.9,max(0,temp)); u = 0.5*(u1+oldu);

err = sum(abs(oldu-u)); end for i=1:n+1 hasilc=[hasilc;i I(i)]; end hasilc f = I + A/2*u.^2; J = sum(f*h);

3. M-file untuk plot grafik populasi dengan dan tanpa kontrol

clear all close all

r0 = 1.8; A = 2*10^8; mu = 1/(69*365); d = 0.005; r = 1/5; %r = 1/6; r = 1/4;

S0 = 5.977366*10^6; I0 = 11; R0 = 10; t0 = 0; tf = 250; n = 1000; Lambda = mu*(S0+I0+R0); beta = r0*(mu+d+r);

[Sc,Ic,Rc,u,lambda1,lambda2,lambda3,J] =

h1n1_withcontrol(beta,Lambda,mu,d,r,A,S0,I0,R0,t0,tf,n); [S,I,R] = h1n1_nocontrol(beta,Lambda,mu,d,r,S0,I0,R0,t0,tf,n);

t = linspace(0,tf,n+1);

figure(1) plot(t,S,t,Sc,'--','LineWidth',2); title('Populasi Rentan (S)');

legend('tanpa kontrol','dengan kontrol'); grid; xlabel('hari'); ylabel('jumlah (orang)'); hold on

32

figure(2) subplot(211); plot(t,I,'LineWidth',2); title('Populasi Terinfeksi

(I)'); legend('tanpa kontrol'); grid; xlabel('hari'); ylabel('jumlah (orang)'); subplot(212); plot(t,Ic,'LineWidth',2); legend('dengan kontrol'); grid; xlabel('hari'); ylabel('jumlah (orang)'); hold on figure(3) plot(t,R,t,Rc,'--','LineWidth',2); title('Populasi Sembuh (R)');

legend('tanpa kontrol','dengan kontrol',4); grid; xlabel('hari'); ylabel('jumlah (orang)'); hold on figure(4) plot(t,u,'LineWidth',2); title('Kontrol Optimum (u)'); grid;

xlabel('hari'); hold on figure(5) plot(t,Ic,'b','LineWidth',2); title('Populasi Terinfeksi (I)');

grid; xlabel('hari'); hold on figure(6) plot(t,S,'b',t,I,'r',t,R,'g','LineWidth',2); title('Dinamika

Populasi H1N1'); grid; xlabel('hari');legend('Populasi

Rentan','Populasi Terinfeksi','Populasi Disembuhkan'); hold on

figure(7) subplot(311); plot(t,lambda1,'LineWidth',2); grid; title('Fungsi

Adjoin (\lambda)'); legend('\lambda_1'); subplot(312); plot(t,lambda2,'LineWidth',2); grid;

legend('\lambda_2'); subplot(313); plot(t,lambda3,'LineWidth',2); grid; xlabel('hari');

legend('\lambda_3'); hold on

33

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Solok pada tanggal 5 Agustus 1991 sebagai anak

pertama dari tiga bersaudara, dengan ayah bernama Nasrul, S.Pd dan ibu bernama

Fasmi Halima.

Pada tahun 2009, penulis lulus dari SMA Negeri 1 Kubung dan pada tahun

yang sama diterima di Departemen Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi

Masuk IPB (USMI).

Selama mengikuti perkuliahan di IPB, penulis pernah menjadi pengurus

GUMATIKA divisi PSDM pada tahun 2011. Penulis juga aktif dalam futsal

Matematika, pengurus IPMM divisi Olahraga, dan ketua OMDA Ikatan Keluarga

Mahasiswa Solok (IKMS) periode 2011/2012. Penulis juga aktif dalam beberapa

kepanitian di kampus dan di organisasi.

Penulis pernah menjadi asisten dosen mata kuliah Pengantar Metode

Komputasi pada tahun ajaran 2011/2012 dan mata kuliah Analisis Numerik pada

tahun ajaran 2012/2013. Pada tahun 2013 penulis melaksanakan praktek kerja

lapang di Bank Indonesia Departemen Pengembangan Akses Keuangan dan

UMKM.