manajemen pembelajaran bagi anak autis...
TRANSCRIPT
MANAJEMEN PEMBELAJARAN BAGI ANAK AUTIS
PADA JENJANG SD DI SEKOLAH KHUSUS AUTISME BINA
ANGGITA KOTA MAGELANG
SKRIPSI
Disusun Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna
Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 dalam Ilmu Tarbiyah
Program Studi Kependidikan Islam
Oleh :
MUHAMMAD HABIBURROHMAN
063311031
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2011
ii
ABSTRAK
Muhammad Habiburrohman (NIM: 063311031). “Manajemen
Pembelajaran Bagi Anak Autis Pada Jenjang SD Di Sekolah Khusus Autisme
Bina Anggita Kota Magelang”, Skripsi. Semarang : Program Strata 1 Jurusan
Kependidikan Islam Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri Walisongo
Semarang 2011.
Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mengetahui pelaksanaan manajemen
pembelajaran bagi Anak Autis di Sekolah Khusus Autisme Bina Anggita Kota
Magelang. 2) mengidentifikasi problematika yang dihadapi dan upaya
penyelesaiannya dalam pembelajaran bagi Anak Autis di Sekolah Khusus
Autisme Bina Anggita Kota Magelang.
Penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) dengan metode
penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang
bermaksud untuk membuat gambaran mengenai situasi-situasi atau kejadian-
kejadian. Adapun teknik pengumpulan datanya menggunakan metode wawancara,
metode observasi dan metode dokumentasi. Data yang telah terkumpul
dikelompokan sesuai dengan fokus penelitian, kemudian dianalisis dengan
menggunakan analisis kualitatif deskriptif.
Hasil penelitian ini meliputi: 1) Pelaksanaan manajemen pembelajaran
yang dilakukan oleh para guru di Sekolah Khusus Autisme Bina Anggita Kota
Magelang adalah sebagai berikut : Pertama, Perencanaan pembelajaran yang
terdiri dari penyusunan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran. Kedua,
Pelaksanaan pembelajaran dimulai dengan pengelolaan kelas dan peserta didik
dan pengelolaan guru. Ketiga, Evaluasi pembelajaran, evaluasi ini dilakukan
untuk menilai hasil belajar peserta didik, yang meliputi evaluasi pengetahuan
(kognitif), evaluasi keterampilan (psikomotorik) dan evaluasi nilai (afektif). 2)
Problematika pelaksanaan manajemen pembelajaran di Sekolah Khusus Autisme
Bina Anggita Kota Magelang terdapat berbagai problematika diantaranya:
Pertama, Kesulitan dalam proses pembelajaran (transfer of knowledge) pada anak
autis. Kedua, Sikap dan kecenderungan anak autis yang cuek dan tidak mampu
membentuk jalinan emosi dengan orang lain. Ketiga, Guru kurang variatif dalam
memberikan pembelajaran. Sedangkan upaya dalam mengatasi problematika
tersebut, solusinya adalah : Pertama, Guru di Sekolah Khusus Autiseme Bina
Anggita harus betul-betul menguasai materi yang akan diajarkan, tentunya materi
yang akan disampaikan harus disesuaikan dengan kebutuhan yang dialami peserta
didik, selain itu juga guru harus mempunyai cara agar anak mampu berinteraksi
dengan guru dalam proses pembelajaran. Kedua, Guru di Sekolah Khusus
Autisme Bina Anggita Kota Magelang harus bersikap layaknya seoarang ibu dan
teman bagi anak autis karena dapat membantu mereka dalam proses pembelajaran.
Ketiga, Guru Sekolah Khusus Autisme Bina Anggita harus membuat variasi
model pembelajaran agar tidak monoton.
Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan akan menjadi bahan informasi
dan masukan bagi para mahasiswa, para tenaga pengajar, para peneliti dan semua
pihak yang membutuhkan.
iii
iv
v
vi
MOTTO
ö≅è% @≅à2 ã≅ yϑ÷ètƒ 4’ n?tã ϵÏF n=Ï.$ x© öΝä3š/t� sù ãΝn=÷ær& ôyϑÎ/ uθ èδ 3“y‰÷δ r& Wξ‹ Î6 y™ ∩∇⊆∪
“Katakanlah: "Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-
masing". Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya.” (QS.
Al Isra’: 84)1
1 Departemen Agama RI, Al Qur’an Terjemahnya (Kudus : Penerbit Mubarokatan
Toyyibah, 2005), hlm. 290
vii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahakan untuk :
Ayahanda dan Bunda (H.M. Hanafi Afandi dan Samrotul Munawwaroh) yang
senantiasa penulis cinta dan sayangi,
Kakak dan Adik-adikku (Wardatul Asriyah, Mudastir Abbas, Khoirotul Ain
Muhammad Fatih dan Ahmad Nurus Syifa’ Hanafi) yang selalu saya banggakan.
viii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim. Segala puji dan syukur penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya
sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan.
Sholawat serta salam semoga senantiasa tetap terlimpahkan kepangkuan
beliau baginda Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat serta orang
mukmin yang senantiasa mengikutinya.
Dengan kerendahan hati dan kesadaran penuh, penulis sampaikan bahwa
skripsi ini tidak mungkin terselesaikan tanpa adanya dukungan dan bantuan dari
semua pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu
penulis mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada semua pihak yang
telah membantu. Adapun ucapan terima kasih secara khusus penulis sampaikan
kepada :
1. Dr. Suja’I, M.Ag selaku Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, beserta
dosen dan staf dilingkungan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang
yang telah memberikan pengarahan dan pelayanan dengan baik selama masa
penelitian.
2. Ismail SM, M.Ag selaku pembimbing I dan Dr. H. Fatah Syukur, M.Ag selaku
pembimbing II, yang telah mencurahkan tenaga dan fikiran untuk
membimbing dalam penulisan skripsi ini.
3. Segenap Civitas Akademik Sekolah Khusus Autisme Bina Anggita Kota
Magelang yang telah memberikan bimbingan kepada penulis dalam
penyelesaian skripsi ini.
4. Ayahanda (H.M. Hanafi Afandi, Alm) dan Bunda (Samrotul Munawwaroh)
yang telah mengasuh, membimbing dan melindungi serta selalu memberi doa
dan dukungan moril atau materiil yang sampai sekarang tak bisa ditukar
dengan apapun.
5. Keluarga besar Bani Abu Bakar dan Bani Afandi, terima kasih atas dorongan
semangat dan doanya. Semoga Allah SWT memberi imbalan atas apa yang
kalian panjatkan kepadaku.
ix
6. Mas Ilham sekeluarga, terima kasih atas segala fasilitas yang telah diberikan
kepada penulis sewaktu melakukan penelitian. Semoga Allah SWT membalas
kebaikan dan melipat gandakan pahala kalian.
7. Keluarga besar Kependidikan Islam terima kasih atas jalinan persaudaraan ini.
8. Teater beta Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang yang senantiasa
menjadi rumah kedua penulis sewaktu menempuh pendidikan di Fakultas
Tarbiyah. Sedulur-sedulur beta tetaplah mengolah rasa dan menebar kreasi
dirumah cinta dan karya teater beta.
9. Sahabat-sahabat PMII Rayon Tarbiyah, Komisariat Walisongo dan PMII
Cabang Kota Semarang serta segenap pengurus DEMA IAIN Walisongo masa
bhakti 2010 yang tak pernah letih memberikan motivasi kepada penulis.
10. Untuk Khoirotul Ain yang selalu setia mendampingi penulis selama 1 tahun
ini, terima kasih atas segalanya yang tercurah.
Kepada semua pihak yang tak mampu penulis sebutkan, terima kasih
disertai doa penulis sampaikan. Semoga budi baik kalian diterima oleh Allah
SWT dan mendapatkan balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT.
Kemudian penulis berharap semoga karya tulis ini bermanfaat. Amin Ya
Robbal Alamin.
Semarang, 02 Juni 2011
Penulis
M. Habiburrohman
063311031
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
ABSTRAKSI ......................................................................................................... ii
HALAMAN NOTA PEMBIMBING .................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... iv
PERNYATAAN KEASLIAN ................................................................................. v
MOTTO ................................................................................................................ vi
PERSEMBAHAN ................................................................................................. vii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... viii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................ 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................ 5
BAB II KONSEP DASAR MANAJEMEN PEMBELAJARAN BAGI ANAK
AUTIS
A. Kajian Pustaka .................................................................................... 7
B. Manajemen Pembelajaran .................................................................... 8
1. Pengertian ................................................................................................. 8
2. Teori dan Faktor Pembelajaran ............................................................... 11
3. Langkah-langkah Pembelajaran .............................................................. 14
C. Autisme ........................................................................................................ 27
1. Pengertian ............................................................................................... 27
2. Klasifikasi Autis ..................................................................................... 29
3. Faktor Munculnya Autisme .................................................................... 32
xi
BAB III METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian ...................................................................................... 34
1. Jenis Penelitian ..................................................................................... 34
2. Sumber Data ......................................................................................... 35
3. Teknik Pengumpulan Data ................................................................... 35
4. Teknik Analisis Data ............................................................................. 38
B. Alokasi Waktu, Tempat dan Setting Penelitian ........................................ 40
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
A. Hasil Penelitian ......................................................................................... 47
B. Analisis Pelaksanaan Manajemen Pembelajaran Di Sekolah Khusus
Autisme Bina Anggita Kota Magelang ..................................................... 61
1. Analisis Pelaksanaan Manajemen Pembelajaran di Sekolah Khusus
Autisme Bina Anggita Kota Magelang ................................................ 61
2. Analisis Problematika Pelaksanaan Manajemen Pembelajaran Di
Sekolah Khusus Autisme Bina Anggita Kota Magelang ...................... 64
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................... 66
B. Saran-saran ...................................................................................... 67
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan luar biasa bukan merupakan pendidikan yang secara
keseluruhan berbeda dengan pendidikan pada umumnya. Jika kadang-kadang
diperlukan pelayanan yang terpaksa memisahkan anak luar biasa dari anak-
anak lain pada umumnya, hendaknya dipandang untuk keperluan
pembelajaran (instruction) dan bukan untuk keperluan pendidikan (education).
Ini berarti, bahwa pemisahan anak luar biasa dengan anak lain pada umumnya
hanya dipandang untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pencapaian
tujuan belajar yang terprogram, terkontrol dan terukur atau yang secara
ringkas disebut tujuan pembelajaran atau tujuan intruksional khusus
(instructional objectives).
Tujuan pendidikan tidak selamanya terprogram, terkontrol, dan
terukur. Menjadikan anak-anak saling menghargai, menjalin kerjasama,
menghargai perasaan dan pikiran orang lain, tenggang rasa adalah tujuan
pendidikan yang selamanya tidak terprogram, terkontrol dan terukur. Untuk
mencapai tujuan pendidikan semacam itu, sering dperlukan intergrasi antara
anak-anak luar biasa dengan anak-anak lain pada umumnya atau yang sering
disebut dengan “anak normal”. Dalam kenyataanya, sesungguhnya yang
dinamakan anak normal itu tidak ada. Yang ada ialah anak dengan perbedaan
individual (individual difference). Dalam kerangka landasan perbedaan
individual itulah pendidikan luar biasa diselenggarakan; dan karena itu
pelayanan pendidikan luar biasa dapat diselenggarakan terintegrasi dengan
pelayanan pendidikan pada umumnya.1
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
1 Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta : Rieka
Cipta, 1999), hlm. 27
2
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.2 Untuk
itu, pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting untuk menjamin
perkembangan dan kelangsungan hidup bangsa.
Semua warga negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan dari
tingkat dasar sampai tingkat tinggi. Namun pada kenyataannya, fenomena
pendidikan yang ada di negara ini sangatlah tidak sama. Hal ini disebabkan
oleh perkembangan manusia itu ada yang normal dan ada yang abnormal. Hal
ini telah ditetapkan dalam pasal 5 ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia
nomor 2 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyebutkan
bahwa : “Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental,
intelektual dan / atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus”.3 Selain
itu pasal 32 ayat 1 menyebutkan bahwa : “Pendidikan khusus merupakan
pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam
mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental,
sosial dan / atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa”.4
Pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik dengan
lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik.
Proses pembelajaran merupakan proses pengubahan status siswa dari lack of
knowledge to knowledge. Keberhasilan proses pembelajaran ditunjukkan
dengan terjadinya perubahan sikap dan perilaku serta peningkatan status
pengetahuan dari tidak tahu menjadi tahu.5
Pembelajaran pada dasarnya merupakan suatu rekayasa yang
diupayakan untuk membantu peserta didik agar dapat tumbuh berkembang
sesuai dengan maksud dan tujuan. Oleh karenanya segala kegiatan interaksi,
metode, dan kondisi pembelajaran harus direncanakan dengan selalu mengacu
pada tujuan pembelajaran yang dikehendaki.
2 Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional, (Jakarta
: Sinar Grafika, 2008), hlm. 3 3 Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional, hlm. 8 4 Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional, hlm. 22 5 Endang Purwanti, dkk., Perkembangan Peserta Didik, (Malang : UMM Press, 2002),
hlm. 4
3
Salah satu peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam
pembelajaran adalah penderita autis. Meskipun demikian, anak autis juga
memerlukan pendidikan. Oleh karena itu selayaknya pendidikan bagi anak
autis harus lebih dperhatikan, karena tidak semua anak autis mampu belajar
bersama dengan anak-anak pada umumnya, itu disebabkan anak autis sangat
sulit berkonsentrasi dengan adanya distrak disekeliling mereka. Meskipun
demikian ada sesuatu hal yang menarik dalam diri anak autis itu sendiri,
kelainan yang diderita anak autis tidaklah bersifat permanent (selamanya), hal
itu mampu dibuktikan bahwa anak autis mampu di didik dan menerima
pelajaran yang diberikan oleh guru. Bahkan kecerdasan anak autis terkadang
bisa melampaui kecerdasan anak normal sekalipun.
Secara fisik pada umumnya penderita autis tidak jauh berbeda dengan
anak-anak “normal”, namun secara psikis mereka sangat berbeda. Secara
terminologi autis adalah suatu keadaan dimana seorang anak berbuat
semaunya sendiri baik secara berfikir maupun perilaku.6 Hal ini ditandai
dengan cara berfikir yang dikendalikan oleh kebutuhan personal menanggapi
dunia berdasarkan penglihatan dan harapan sendiri dan menolak realitas serta
ditandai dengan keasyikan ekstrim dengan pikiran dan fantasi sendiri.
Di dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir ini, terjadi peningkatan
yang luar biasa dari jumlah penyandang autis. Hal ini terjadi diseluruh belahan
dunia, termasuk Indonesia. Bila sepuluh tahun yang lalu jumlah penyandang
autis diperkirakan satu per 5000 anak, sekarang sudah meningkat menjadi satu
per 500 anak. Sedangkan melihat nakin banyaknya kasus autistik sepertinya
ini masih akan terus berlangsung.7
Peningkatan jumlah penyandang autis ini demikian pesatnya.
Sayangnya jumlah profesional yang mendalami bidang ini tidak sebanding
jumlahnya. Sehingga anak yang mengalami kelainan atau cacat yang
mendapatkan layanan dan pendidikan jumlahnya masih sedikit dibandingkan
6 Fasil Yatim, Autisme, Suatu Gangguan Pada Jiwa Anak (Jakarta : Pustaka Populer
Obor, 2002), hlm. 10 7 Melly Budhiman, Pentingya Diagnosis Dini dan Penatalaksanaan Terpadu Pada
Autisme Infantil. (Jakarta: Yayasan Autisme Indonesia, 1999), hlm. 1
4
dengan jumlah anak yang mengalami kelainan atau cacat ini disebabkan oleh
beberapa faktor : Pertama, kurangnya perhatian pemerintah. Kedua, pola pikir
masyarakat yang mengabaikan potensi anak yang mengalami kelainan atau
cacat. Ketiga, biaya pendidikan bagi anak autis banyak dikelola oleh pihak
swasta, sehingga tidak semua orang tua mampu mendidik anaknya dilembaga
pendidikan guna mengembangkan potensi yang ada.
Problem yang terjadi di lapangan dalam pembelajaran Pendidikan
seorang pendidik memerlukan metode khusus untuk menerapkan pendidikan
yang sesuai dengan kondisi siswa, untuk menerapkan pendidikan dengan
tujuan agar mudah dipahami oleh siswa tersebut (anak autis).
Teori pembelajaran tidak menjelaskan bagaimana proses belajar itu
terjadi, tetapi lebih merupakan implementasi prinsip-prinsip teori belajar dan
berfungsi untuk memecahkan masalah praktis dalam pembelajaran. Oleh
karena itu teori pembelajaran selalu akan mempersoalkan bagaimana prosedur
pembelajaran yang efektif, maka bersifat perspektif dan normatif. Teori
pembelajaran akan menjelaskan bagaimana menimbulkan pengalaman belajar
dan bagaimana pula menilai dan memperbaiki metode dan teknik yang tepat.
Teori pembelajaran itu memungkinkan pendidik untuk : (1) mengusahakan
lingkungan yang optimal, (2) menyusun bahan ajar dan mengurutkannya, (3)
memilih strategi mengajar yang optimal dan apa alasannya, (4) membedakan
antara jenis alat apa yang bersifat pilihan dan esensial untuk membelajarkan
siswa.8
Permasalahan tentang metode apa yang diterapkan, muncul karena
adanya perbedaan antara pembelajaran anak normal dengan anak abnormal.
Penggunaan metode disini untuk menyampaikan materi pokok yang begitu
luas dalam pendidikan, sehingga sampai pada sasaran.
Disamping metode, ada juga faktor-faktor lain yang saling
mempengaruhi dalam pembelajaran pada anak autis. Diantaranya guru, sarana
prasarana dan lingkungan, baik internal maupun eksternal.
8 Achmad Sugandi dan Haryanto, Teori Pembelajaran,(Edisi Revisi), (Semarang :
UNNES Pers, 2007), hlm. 8 - 9
5
Sekolah Khusus Autisme Bina Anggita Kota Magelang merupakan
sekolah yang terletak di Jalan Pasar Kebon Polo 442 Komplek PKBM
Magelang. Sekolah yang baru mendapatkan izin operasional sekolah pada
tanggal 16 Maret 2009. Berbeda dengan SLB lainnya yang tersebar di
Magelang, Sekolah Khusus Autisme Bina Anggita Kota Magelang merupakan
sekolah yang khusus menangani anak Autis pada usia dini, dengan gejala
lambat atau tidak bisa bicara, hiperaktif, interaksi sosial kurang, suka menjerit
dan tidak ada kontak komunikasi.9
Dari uraian latar belakang diatas, penulis berminat untuk mengadakan
penelitian lebih jauh tentang manajemen pemebelajaran bagi anak autis
dengan judul “Manajemen Pembelajaran Bagi Anak Autis Pada Jenjang
SD Di Sekolah Khusus Autisme Bina Anggita Kota Magelang”.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah diatas, dapat diambil beberapa
rumusan masalah antara lain:
1. Bagaimana pelaksanaan manajemen pembelajaran bagi Anak Autis pada
jenjang SD di Sekolah Khusus Autisme Bina Anggita Kota Magelang?
2. Apa saja problem yang dihadapi dan upaya penyelesaiannya dalam
pembelajaran bagi Anak Autis pada jenjang SD di Sekolah Khusus
Autisme Bina Anggita Kota Magelang?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian skripsi ini adalah:
1. Untuk mengetahui manajemen pembelajaran bagi Anak Autis di Sekolah
Khusus Autisme Bina Anggita Kota Magelang.
2. Untuk mengetahui problem yang dihadapi dan upaya penyelasaiannya
dalam pembelajaran bagi Anak Autis di Sekolah Khusus Autisme Bina
Anggita Kota Magelang.
9 Brosur Sekolah Khusus Autisme Bina Anggita Kota Magelang
6
Sedangkan hasil penelitian pada intinya diharapkan dapat memberi manfaat
antara lain:
1. Manfaat teoritis :
a) Menambah khazanah ilmiah bagi perpustakaan sebagai referensi atau
rujukan tentang manajemen pembelajaran di suatu lembaga pendidikan
yang khusus mengajar anak-anak berkebutuhan khusus.
b) Sebagai bahan informasi di kalangan lembaga pendidikan tentang
manajemen pembelajaran.
2. Manfaat praktis :
a) Bagi Sekolah Khusus Autisme ini, fokus studi ini diharapkan
bermanfaat sebagai masukan, bahan dokumentasi historis dan bahan
pertimbangan untuk mengambil langkah-langkah guna meningkatkan
kualitas pelayanan dan pembelajaran pendidikan bagi anak autis.
b) Diharapkan dapat berguna bagi lembaga-lembaga lain, khususnya
lembaga pendidikan tentang konsep dan pelaksanaan manajemen
pendidikan pelayanan dan pembelajaran pendidikan bagi anak autis.
7
BAB II
KONSEP DASAR MANAJEMEN PEMBELAJARAN
BAGI ANAK AUTIS
A. Kajian Pustaka
Untuk memahami beberapa masalah yang berkaitandengan tema
“Manajemen Pembelajaran Bagi Anak Autis Pada Jenjang SD Di Sekolah
Khusus Autisme Bina Anggita Kota Magelang”, maka penulis melakukan
penelaahan terhadap beberapa sumber sebagai bahan pertimbangan skripsi ini
antara lain:
1. Anis Hidayah, (2006) yang berjudul “Upaya Peningkatan Kualitas
Pembelajaran PAI di SMP N 1 Kendal.” Dalam skripsi ini disimpulkan
bahwa upaya peningkatan kualitas pembelajaran PAI di SMPN 1 Kendal
melalui peningkatan kemampuan profesional guru PAI, menyediakan
sarana dan prasarana atau fasilitas keagamaan, mengadakan konsultasi
keagamaan bagi peserta didik dan meningkatkan motivasi belajar peserta
didik.1
2. Abdul Basit Amin, (2007) yang berjudul “Manajemen Pembelajaran
Kurikulum Muatan Lokal PAI dan Implikasinya Terhadap Peningkatan
Keragaman Peserta Didik SMA Islam Hidayatullah Semarang.” Penelitian
ini menyimpulkan bahwa pembelajaran yang dikelola dengan manajemen
yang baik dan dukungan dari semua pihak sekolah maupun orang tua,
sumber daya dan atau fasilitas pembelajaran ternyata dapat memberikan
implikasi terhadap peningkatan keragaman pembelajaran dan prestasi-
prestasi yang diraihnya, baik keragaman maupun sains baik tingkat lokal
atau regional maupun nasional.2
1 Anis Hidayah, skripsi “Upaya Peningkatan Kualitas Pembelajaran PAI di SMP N 1
Kendal.” (Semarang: Perpustakaan IAIN Walisongo Semarang, 2006) 2 Abdul Basit Amin, skripsi “Manajemen Pembelajaran Kurikulum Muatan Lokal PAI
dan Implikasinya Terhadap Peningkatan Keragaman Peserta Didik SMA Islam Hidayatullah
Semarang” (Semarang: Perpustakaan IAIN Walisongo Semarang, 2007)
8
Berdasarkan penelitian skripsi di atas, penelitian yang sekarang
peneliti lakukan adalah benar-benar yang belum pernah diteliti oleh peneliti
sebelumnya, baik yang berkaitan dengan judul, tema maupun isi. Sesuai
dengan judul maka penelitian ini lebih menekankan pada proses pelaksanaan
manjemen pembelajaran pembelajaran dan problematika dan upaya
penyelesaiannya dalam pembelajaran bagi anak autis di Sekolah Khusus
Autisme Bina Anggita Kota Magelang.
B. Manajemen Pembelajaran
1. Pengertian
Manajemen pembelajaran berasal dari dua kata, yaitu manajemen
dan pembelajaran. Kata manajemen berasal dari bahasa latin, yaitu dari
asal manus yang berarti tangan dan agere yang berarti melakukan.
Managere diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dalam bentuk kata kerja
to manage, dengan kata benda management diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia menjadi manajemen atau pengelolaan.3
Menurut Hanry L. Sisk mendefinisikan:
Management is the coordination of all resources through the processes of
planning, organizing, directing and controlling in order to attain stated
objectivies.4
(Manajemen adalah Pengkoordinasian untuk semua sumber-sumber melalui proses-proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan pengawasan di dalam ketertiban untuk tujuan) Sedangkan menurut James AF Stoner yang dikutip oleh Handoko,
manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan
pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan pengguna sumber
3 Husaini Usman, Manajemen Teori, Praktek dan Riset Pendidikan, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2006), hlm. 3. 4 Hanry L. Sisk, Principles of Management a System Appoach to The Management
Proces, (Chicago: Publishing Company, 1969), hlm. 10.
9
daya-sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi
yang telah ditetapkan.5
Dari pengertian di atas, dapat diambil suatu pengertian manajemen
adalah didasari dengan ilmu untuk melakukan sebuah pekerjaan dengan
tindakan-tindakan yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian,
penggerakan dan pengawasan yang telah ditetapkan dan ditentukan
sebelumnya.
Pembelajaran berasal dari kata “instruction” yang berarti
“pengajaran”. Menurut E. Mulyasa, pembelajaran pada hakekatnya adalah
interaksi peserta didik dengan lingkungannya sehingga terjadi perubahan
perilaku ke arah yang lebih baik. Pembelajaran merupakan proses yang
diselenggarakan oleh guru untuk membelajarkan siswa dalam belajar
sebagaimana memperoleh dan memproses pengetahuan, ketrampilan dan
sikap.6
Menurut Oemar Hamalik pembelajaran adalah suatu kombinasi
yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas,
perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan
pembelajaran.7
Menurut Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
pendidikan Pembelajaran adalah proses interaktif peserta didik dengan
pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.8
Sedangkan pembelajaran menurut Abdul Aziz dan Abdul Aziz
Abdul Majid dalam kitabnya “At-Tarbiyah wa Turuku al-Tadris” adalah:
5 T. Hani Handoko, Manajemen, (Yogyakarta: BPKE Yogyakarta, 2001), Edisi II, hlm. 8. 6 E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004),
hlm. 100. 7 Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), hlm. 57. 8 Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2008), hlm. 5.
10
BCDأ HJLMNOود اTUD VWXMYOا ZNCOا [\B]DT رسTYOا B]LaUJW bJYLNOا ,cdJOو
BYfداVWXMYOة اChi B]Cjوإ lة هChi إذا cDToNpإ qMW دBrNpوا B]sD دXrOا lW
tuBJv tآhLp٩.و
“Adapun pembelajaran itu terbatas pada pengetahuan dari seorang guru kepada murid. Pengetahuan itu yang tidak hanya terfokus pada pengetahuan normative saja namun pengetahuan yang memberi dampak pada sikap dan dapat membekali kehidupan dan akhlaknya”
Dari penjelasan di atas dapat diambil suatu pengertian
pembelajaran adalah proses interaktif yang berlangsung antara guru dan
siswa sehingga terjadi tingkah laku ke arah yang lebih baik, yang tersusun
juga meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan
prosedur yang saling mempengaruhi tujuan pembelajaran.
Dalam buku Educational Psychology dinyatakan bahwa learning is
an active process that needs to be stimulated and guided toward desirable
out comes.10
(Pembelajaran adalah proses akhir yang membutuhkan
rangsangan dan tuntunan untuk menghasilkan out came yang diharapkan).
Dan pada dasarnya pembelajaran merupakan interaksi antara guru dan
peserta didik, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik.
Proses pembelajaran harus diupayakan dan selalu terikat dengan
tujuan (goal based). Oleh karenanya, segala interaksi, metode dan kondisi
pembelajaran harus direncanakan dan mengacu pada tujuan pembelajaran
yang dikehendaki.
Manajemen pembelajaran adalah sebagai usaha dan tindak kepala
sekolah sebagai pemimpin instruksional di sekolah dan usaha maupun
tindakan guru sebagai pemimpin pembelajaran di kelas dilaksanakan
9 Sholih Abdul Aziz dan Abdul Aziz Abdul Majid, At-Tarbiyah wa Turuku At-Tadris,
(Mesir: Darul Ma’arif, 1968), Juz I, hlm. 61. 10 Lester D. Crow and Alice Crow, Educational Psychology, (New York: American Book
Company, 1958), hlm. 225.
11
sedemikian rupa untuk memperoleh hasil dalam rangka mencapai tujuan
program sekolah dan juga pembelajaran.11
Artinya manajemen pembelajaran di sini merupakan pengelolaan
pada beberapa unit pekerjaan oleh individu atau pendidik yang diberi
wewenang untuk itu yang tujuannya untuk suksesnya program
pembelajaran. Pembelajaran yang akan dibahas dalam skripsi ini, yaitu
pembelajaran secara umum yang ditujukan kepada anak anak autis.
2. Teori dan Faktor Pembelajaran
a. Teori Pembelajaran
Teori belajar adalah konsep-konsep dan prinsip-prinsip belajar
yang bersifat teoritis dan telah teruji kebenarannya melalui
eksperimen. Teori belajar itu berasal dari teori psikologi dan terutama
menyangkut masalah situasi belajar. Sebagai salah satu cabang ilmu
deskriptif, maka teori belajar berfungsi menjelaskan apa, mengapa, dan
bagaimana proses belajar terjadi pada si belajar. Karena pakar
psikologi mempunyai sudut pandang yang berbeda-beda dalam
menjelaskan apa, bagaimana, dan mengapa belajar itu terjadi, maka
menimbulkan beberapa teori belajar seperti kontruktivisme, kognitif,
behavioristik, humanistik, dan sebagainya.
Teori pembelajaran tidak menjelaskan bagaimana proses
belajar terjadi, tetapi lebih merupakan implementasi prinsip-prinsip
teori belajar terjadi dan berfungsi untuk memecahkan masalah praktis
dalam pembelajaran, serta menimbulkan pengalaman belajar dan
bagaimana pula menilai dan memperbaiki metode dan teknik yang
tepat. Teori pembelajaran memungkinkan guru untuk: (1)
mengusahakan lingkungan yang optimal untuk belajar, (2) menyusun
bahan ajar dan mengurutkannya, (3) memilih strategi belajar yang
optimal dan apa alasannya, (4) membedakan antara jenis alat AVA
11 Syaiful Syagala, Konsep dan Wacana Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta, 2003), hlm.
140.
12
(Audio Visual Aids), yang sifatnya pilihan dan AVA lain yang sifatnya
esensial untuk membelajarkan para siswa.
Pembelajaran yang berorientasi bagaimana perilaku guru yang
efektif, beberapa teori belajar mendiskripsikan pembelajaran sebagai
berikut:
1) Usaha guru membentuk tingkah laku yang diinginkan dengan
menyediakan lingkungan, agar terjadi hubungan stimulu
(lingkungan) dengan tingkah laku si belajar. (behavioristik)
2) Cara guru memberikan kesempatan kepada si belajar untuk berfikir
agar memahami apa yang dipelajari. (kognitif)
3) Memberikan kebebasan kepada si belajar untuk memilih bahan
pelajaran dan cara mempelajarinya sesuai dengan minat dan
kemampuannya. (humanistik) 12
Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompokkan
dalam teori pembelajaran kontruktivis (constructivist theoris of
learning). menurut teori kontruktivis ini, prinsip yang paling penting
dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya
memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun
sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat memberikan
kemudahan untuk proses ini, dengan memberi kesempatan siswa untuk
menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar
siswa menjadi untuk belajar.13
b. Faktor Pembelajaran
Teori-teori belajar yang hanya memberikan petunjuk umum
tentang belajar, tetapi teori tersebut tidak dapat dijadikan hukum
belajar yang bersifat mutlak, kalau tujuan belajar berbeda maka dengan
sendirinya cara belajar juga harus berebda. karena itu, belajar yang
12 Achmad Sugandi dan Haryanto, Teori Pembelajaran,(Edisi Revisi), (Semarang :
UNNES Pers, 2007) hlm. 7-9. 13Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik, (Jakarta:
Prestasi Pustaka, 2007), hlm. 12.
13
efektif sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor kondisional
yang ada, di antaranya :
1) Faktor kegiatan, penggunaan dan ulangan, siswa yang belajar
banyak melakukan kegiatan, baik neural system, seperti melihat,
mendengar, merasakan, berpikir, kegiatan motoris, dsb.
2) Belajar memerlukan latihan, dengan jalan: relearning, recalling,
dan reviewing agar pelajaran yang terlupakan dapat dikuasai
kembali dan pelajaran yang belum dikuasai akan dapat lebih
mudah untuk dipahami.
3) Suasana belajar. Belajar akan berhasil jika siswa merasa berhasil
dan mendapat kepuasannya. Belajar seharusnya dilakukan dalam
suasana yang menyenangkan.
4) Faktor intelegensi. Murid yang cerdas akan lebih berhasil dalam
kegiatan belajar, karena ia lebih mudah menangkap dan memahami
pelajaran dan lebih mudah mengingat-ingatnya.
5) Faktor asosiasi besar manfaatnya dalam belajar, karena semua
pengalaman belajar antara yang lama dan yang baru, secara
berurutan, sehingga menjadi satu kesatuan pengalaman.
6) Faktor pengalaman. Pengertian masa lalu dan pengalaman akan
menjadi dasar untuk menerima pengetahuan dan pengalaman yang
baru.
7) Faktor kesiapan belajar. Murid yang telah siap belajar akan dapat
melakukan kegiatan belajar lebih mudah dan berhasil. Faktor
kesiapan ini erat hubungannya dengan masalah kematangan, minat,
kebutuhan dan tugas perkembangan.
8) Faktor minat dan usaha. Belajar dengan minat akan mendorong
siswa belajar lebih baik daripada siswa belajar tanpa minat. Minat
ini timbul apabila murid tertarik akan sesuatu karena sesuai dengan
kebutuhannya atau merasa bahwa sesuatu yang akan dipelajari
dirasakan bagi dirinya.
14
9) Faktor fisiologis. Kondisi badan siswa yang belajar sangat
berpengaruh dalam proses belajar. Badan yang lemah dan lelah
akan menyebabkan perhatian tak mungkin akan melakukan
kegiatan yang sempurna.14
3. Langkah-langkah Pembelajaran
a. Perencanaan Pembelajaran
Perencanaan adalah proses penetapan dan pemanfaatan sumber
daya secara terpadu yang diharapkan dapat menunjang kegiatan-
kegiatan dan upaya-upaya yang akan dilaksanakan secara efisien dan
efektif dalam mencapai tujuan. Dalam hal ini Gaffar menegaskan
bahwa perencanaan dapat diartikan sebagai proses penyusunan
berbagai keputusan yang akan dilaksanakan pada masa yang akan
datang untuk mencapai tujuan yang ditentukan. Sedangkan Banghart
dan Trull, mengemukakan bahwa perencanaan and awal dari semua
proses yang rasional dan mengandung sifat optimisme yang didasarkan
atas kepercayaan bahwa akan dapat mengatasi berbagai macam
permasalahan. Dalam konteks pembelajaran perencanaan dapat
diartikan sebagai proses penyusunan materi pelajaran, penggunaan
media pengajaran, penggunaan pendekatan atau metode pengajaran
dalam suatu lokasi waktu yang akan dilaksanakan pada masa atau
semester yang akan datang untuk mencapai tujuan yang ditentukan.15
Pada hakekatnya bila suatu kegiatan direncanakan dahulu maka
dari kegiatan tersebut akan lebih terarah dan lebih berhasil. Itulah
sebaiknya seorang guru harus memiliki kemampuan dalam
merencanakan program pelajaran, membuat persiapan pembelajaran
yang hendak diberikan.16
14 Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2009) cet. 10,
hlm. 32-33. 15 Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, hlm. 141. 16 Suryobroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002),
Cet. I, hlm. 27.
15
Perencanaan itu dapat bermanfaat bagi guru sebagai kontrol
terhadap diri sendiri agar dapat memperbaiki cara pengajarannya.
Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh seorang guru sehubungan
dengan kemampuan merencanakan pembelajaran antara lain:
1. Silabus
Silabus adalah rancangan pembelajaran yang berisi rencana
bahan ajar mata pelajaran tertentu pada jenjang dan kelas tertentu.
Sebagai hasil dari seleksi, pengelompokan, pengurutan dan
penyajian materi kurikulum yang dipertimbangkan berdasarkan ciri
dan kebutuhan daerah setempat.17
2. Menyusun analisis materi pelajaran (AMP)
Analisis materi pelajaran adalah hasil dari kegiatan yang
berlangsung sejak seorang guru mulai meneliti isi GBPP kemudian
mengkaji materi dan menjabarkannya serta mempertimbangkan
penyajiannya. Analisis materi pelajaran merupakan salah satu
bagian dari rencana kegiatan belajar mengajar yang berhubungan
erat dengan materi pelajaran dan strategi penyajiannya. Adapun
langkah-langkahnya adalah:
a) Menjabarkan kurikulum
Yaitu menguraikan bahan pelajaran, menguraikan tema/konsep
pokok bahasan yang mengacu pada pembelajaran.
b) Menyesuaikan kurikulum
Yaitu menyesuaikan pembelajaran dalam kurikulum nasional
dengan keadaan setempat agar proses belajar dan hasil belajar
dapat dicapai secara efektif dan efesien, sesuai dengan tujuan.
Kegiatan penyesuaian kurikulum mencakup:
(1) Pemilihan metode
(2) Pemilihan sarana pembelajaran
(3) Pendistribusian waktu belajar mengajar
17 Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standar Kompetensi Guru,
(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), hlm. 38-39.
16
3. Menyusun program cawu/semesteran
Dalam menyusun cawu/semester dapat ditempuh langkah-
langkah sebagai berikut :
a) Menghitung hari danjam efektif selama satu cawu/semester
b) Mencatat mata pelajaran yang akan diajarkan selama satu cawu
c) Membagi alokasi waktu yang tersedia selama satu cawu
4. Menyusun program satuan pelajaran
Fungsi satuan pelajaran digunakan sebagai acuan untuk
menyusun rencana pelajaran sehingga dapat digunakan sebagai
acuan bagi guru untuk melaksanakan KBM agar lebih terarah dan
berjalan efisien dan efektif.
Sehubungan dengan penyusunan satuan pelajaran hal-hal yang
perlu diperhatikan:18
a) Karakteristik dan kemampuan awal siswa
Karakteristik dan kemampuan awal siswa adalah
pengetahuan dan ketrampilan yang relevan termasuk latar
belakang karakteristik yang dimiliki siswa pada saat akan mulai
mengikuti suatu program pengajaran.
b) Tujuan Instruksional Khusus (TIK)
Tujuan instruksional khusus adalah kemampuan,
ketrampilan dan sikap yang harus dimiliki oleh siswa manakala
ia telah selesai mengikuti suatu program pelajaran.
Dasar pertimbangan dalam merumuskan TIK adalah tujuan
instruksional, tujuan instruksional umum, sifat bahan,
karakteristik dan kemampuan awal siswa.
c) Bahan pelajaran
Bahan pelajaran atau materi pelajaran adalah gabungan
antara pengetahuan (fakta, informasi yang terperinci),
ketrampilan (langkah, prosedur, keadaan dan syarat-syarat) dan
faktor sikap.
18 Suryobroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, hlm. 165.
17
Dasar pemilihan materi pelajaran adalah :
(1) Tujuan instruksional umum
(2) Tingkat perkembangan siswa
(3) Pengalaman siswa
(4) Tersedianya waktu dan fasilitas
d) Metode mengajar
Dasar pemilihan metode mengajar terdiri dari:
(1) Relevansi dengan tujuan
(2) Relevansi dengan materi
(3) Relevansi dengan kemampuan guru
(4) Relevansi dengan keadaan siswa
(5) Relevansi dengan perlengkapan/fasilitas sekolah
e) Sarana / alat pendidikan
Sarana pendidikan terdiri dari: alat peraga, alat pengajaran
dan alat pendidikan.
Dasar pemilihan sarana pendidikan terdiri dari:
(1) Tujuan
(2) Materi
(3) Kemampuan, minat dan usia siswa
(4) Alokasi waktu
f) Strategi evaluasi
Dalam menentukan strategi evaluasi yang akan dilakukan
selama proses belajar mengajar berlangsung berdasarkan pada:
(1) Tujuan evaluasi
(2) Segi-segi yang akan dinilai, yaitu aspek-aspek pengetahuan
dan ketrampilan murid
(3) Alat penilaian
(4) Pelaksanaan penilaian
b. Pelaksanaan Pembelajaran
Pelaksanaan pembelajaran merupakan proses berlangsungnya
belajar mengajar di kelas yang merupakan inti dari kegiatan di sekolah.
18
Jadi pelaksanaan pengajaran adalah interaksi guru dengan murid dalam
rangka menyampaikan bahan pelajaran kepada siswa dan untuk
mencapai tujuan pengajaran.
Dalam fungsi ini memuat kegiatan pengorganisasian dan
kepemimpinan pembelajaran yang melibatkan penentuan berbagai
kegiatan, seperti pembagian pekerjaan ke dalam berbagai tugas khusus
yang harus dilakukan guru dan peserta didik dalam proses
pembelajaran.
1. Pengelolaan kelas dan peserta didik
Pengelolaan kelas adalah satu upaya memperdayakan potensi
kelas yang ada seoptimal mungkin untuk mendukung proses
interaksi edukatif mencapai tujuan pembelajaran.19
Berkenaan dengan pengelolaan kelas sedikitnya terdapat tujuh
hal yang harus diperhatikan, yaitu ruang belajar, pengaturan sarana
belajar, susunan tempat duduk, yaitu ruang belajar, pengaturan
sarana belajar, susunan tempat duduk, penerangan, suhu,
pemanasan sebelum masuk ke materi yang akan dipelajari
(pembentukan dan pengembangan kompetensi) dan bina suasana
dalam pembelajaran.20
Peserta didik adalah setiap orang yang menerima pengaruh dari
seorang atau sekelompok orang yang menjalankan kegiatan
pendidikan.
Belajar merupakan kegiatan yang bersifat universal dan multi
dimensi anal. Dikatakan universal karena belajar bisa dilakukan
siapa pun kapan pun. Karena itu bisa saja siswa merasa tidak butuh
proses pembelajaran yang terjadi dalam ruangan terkontrol atau
19 Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta :
Rineka Cipta, 2000), hlm. 173. 20 Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standar Kompetensi Guru,
hlm. 165.
19
lingkungan terkendali, waktu belajar bisa saja waktu yang bukan
dikehendaki siswa.21
Guru dapat mengatur dan merekayasa segala sesuatunya,
berdasarkan situasi yang ada ketika proses belajar mengajar
berlangsung.
Menurut Nana Sudjana yang dikutip oleh Suryobroto
pelaksanaan proses belajar mengajar meliputi pentahapan sebagai
berikut:22
a. Tahap pra instruksional
Yaitu tahap yang ditempuh pada saat memulai sesuatu proses
belajar mengajar :
1) Guru menanyakan kehadiran siswa dan mencatat siswa
yang tidak hadir.
2) Bertanya kepada siswa sampai dimana pembahasan
sebelumnya.
3) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya
mengenai bahan pelajaran yang belum dikuasainya dari
pelajaran yang sudah disampaikan.
4) Mengulang bahan pelajaran yang lain secara singkat.
b. Tahap instruksional
Yakni tahap pemberian bahan pelajaran yang dapat
diidentifikasikan beberapa kegiatan sebagai berikut:
1) Menjelaskan kepada siswa tujuan pengajaran yang harus
dicapai siswa
2) Menjelaskan pokok materi yang akan dibahas
3) Membahas pokok materi yang sudah dituliskan
4) Pada setiap pokok materi yang dibahas sebaiknya diberikan
contoh-contoh yang kongkret, pertanyaan, tugas.
21 Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standar Kompetensi Guru,
hlm. 112. 22 Suryobroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, hlm. 36-37.
20
5) Penggunaan alat bantu pengajaran untuk memperjelas
pembahasan pada setiap materi pelajaran
6) Menyimpulkan hasil pembahasan dari semua pokok materi
c. Tahap evaluasi dan tindak lanjut
Tahap ini bertujuan untuk mengetahui keberhasilan tahap
instruksional, kegiatan yang dilakukan pada tahap ini yaitu:
1) Mengajukan pertanyaan kepada kelas atau kepada beberapa
murid mengenai semua aspek pokok materi yang telah
dibahas pada tahap instruksional.
2) Apabila pertanyaan yang diajukan belum dapat dijawab oleh
siswa (kurang dari 70%), maka guru harus mengulang
pengajaran.
3) Untuk memperkaya pengetahuan siswa mengenai materi
yang dibahas, guru dapat memberikan tugas atau PR.
4) Akhiri pelajaran dengan menjelaskan atau memberitahukan
pokok materi yang akan dibahas pada pelajaran berikutnya.
2. Pengelolaan guru
Guru adalah orang yang bertugas membantu murid untuk
mendapatkan pengetahuan sehingga ia dapat mengembangkan
potensi yang dimilikinya.23
Guru sebagai salah satu komponen dalam kegiatan belajar
mengajar (KBM), memiliki posisi sangat menentukan keberhasilan
pembelajaran, karena fungsi utama guru ialah merancang,
mengelola, melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran. Di
samping itu, kedudukan guru dalam kegiatan belajar mengajar juga
sangat strategis dan menentukan. Strategis karena guru yang akan
menentukan kedalaman dan keluasan materi pelajaran. Sedangkan
bersifat menentukan karena guru yang memilah dan memilih bahan
pelajaran yang akan disajikan kepada peserta didik. Salah satu
23 Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standar Kompetensi Guru,
hlm. 123.
21
faktor yang mempengaruhi keberhasilan guru ialah kinerjanya di
dalam merancang atau merencanakan, melaksanakan dan
mengevaluasi pembelajaran.
Guru harus dapat menempatkan diri dan menciptakan suasana
kondusif, karena fungsi guru di sekolah sebagai “bapak” kedua
yang bertanggung jawab atas pertumbuhan dan perkembangan jiwa
anak.
Dalam rangka mendorong peningkatan profesionalitas guru,
secara tersirat Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20
tahun 2003 pasal 35 ayat 1 mencantumkan standar nasional
pendidikan meliputi: isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga
kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan
penilaian.
Standar yang dimaksud dalam hal ini adalah suatu kriteria yang
telah dikembangkan dan ditetapkan oleh program berdasarkan atas
sumber, prosedur dan manajemen yang efektif sedangkan kriteria
adalah sesuatu yang menggambarkan keadaan yang dikehendaki.
Kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan menunjukkan
kualitas guru yang sebenarnya, kompetensi tersebut akan terwujud
dalam bentuk penguasaan pengetahuan dari perbuatan secara
profesional dalam menjalankan tugasnya sebagai guru.24
Selaras dengan taksonomi Bloom dalam pendidikan seorang
guru harus memiliki tiga jenis kompetensi yaitu kompetensi
kognitif, kompetensi afektif, dan kompetensi psikomotorik.25
a. Kompetensi Kognitif
Dalam jenis kompetensi ini, ada dua katagori, yaitu katagori
pengetahuan kependidikan dan ilmu pengetahuan materi bidang
studi. Kategori pengetahuan pendidikan dibedakan dalam
pengetahuan kependidikan umum dan pengetahuan
24 Syaiful Sagala, Konsep dan Wacana Pembelajaran, hlm. 146. 25 Nganimun Naim dan Achmad Patoni, Materi Penyusunan Desain Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam (MPDP-PAI), (Yogjakarta: Pustaka Pelajar, 2007s), hlm. 21-24.
22
kependidikan khusus. Sedangkan kompetensi ilmu pengetahuan
materi bidang studi meliputi semua bidang yang akan menjadi
keahlian yang akan diajarakan oleh guru.
b. Kompentensi Afektif
Kompetensi afektif guru bersifat tertutup dan abstrak, sehingga
sukar untuk diidentifikasi. Namun demikian, yang paling sering
dijadikan teridentifikasi dengan profesi keguruan dan perasaan
diri yang berkaitan dengan profesi keguruan, sikap dan
perasaan diri ini meliputi; konsep diri dan harga diri, efikasi
diri dan efikasi kontekstuual, dan sikap penerimaan terhadap
dirinya sendiri dan orang lain.
c. Kompetensi Psikomotor
Kompetensi psikomotor guru meliputi segala ketrampilan atau
kecakapan yang bersifat jasmaniah yang pelaksanaannya
berhubungan dengan tugasnya selaku pengajar.
3. Evaluasi pembelajaran
Dalam konteks manajemen pembelajaran kontrol (pengawasan)
adalah suatu konsep yang luas yang dapat diterapkan pada
manusia, benda dan organisasi.26
Evaluasi diartikan sebagai proses sistematis untuk menentukan
nilai sesuatu (tujuan, kegiatan, keputusan, unjuk rasa, proses, orang
objek, dan yang lain) berdasarkan kriteria tertentu melalui
penilaian.27 Evaluasi mencakup evaluasi hasil belajar dan evaluasi
pembelajaran. Evaluasi hasil belajar menekankan pada
diperolehnya informasi tentang seberapakah perolehan siswa dalam
mencapai tujuan pengajaran yang ditetapkan. Sedangkan evaluasi
pembelajaran merupakan proses sistematis untuk memperoleh
26 Nganimun Naim dan Achmad Patoni, Materi Penyusunan Desain Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam (MPDP-PAI), hlm. 24 27 Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 1999), hlm.
156.
23
informasi tentang keefektifan proses pembelajaran dalam
membantu siswa mencapai tujuan pengajaran secara optimal.
Dengan demikian evaluasi hasil belajar menetapkan baik
buruknya hasil dari kegiatan pembelajaran. Sedangkan evaluasi
pembelajaran menetapkan baik buruknya proses dari kegiatan
pembelajaran.
Evaluasi hasil belajar pada hakekatnya merupakan suatu
kegiatan untuk mengukur perubahan prilaku yang terjadi. Pada
umumnya hasil belajar akan menghasilkan pengaruh dalam dua
bentuk: (1) peserta akan mempunyai persefektif terhadap kekuatan
dan kelemahannya atas prilaku yang diinginkan; (2) mereka
mendapatkan bahwa perilaku yang diinginkan itu telah meningkat
baik setahap atau dua tahap, sehingga sekarang akan timbul lagi
kesenjangan atara penampilan perilaku yang sekarang dengan
tingkah laku yang diinginkan.
Untuk dapat menentukan tercapainya tidaknya tujuan
pendidikan dan pengajaran perlu dilakukan usaha dan tindakan
atau kegiatan untuk menilai hasil belajar. Penilaian hasil belajar
bertujuan untuk melihat kemajuan belajar peserta didik dalam hal
penguasaan materi pengajaran yang telah dipelajari tujuan yang
ditetapkan.28
Dalam melakukan penilaian, yang harus diperhatikan adalah:
a) Sasaran penilaian
Sasaran / objek evaluasi belajar adalah perubahan tingkah
laku yang mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotor
secara seimbang. Masing-masing bidang berdiri sejumlah
aspek dan aspek tersebut hendaknya dapat diungkapkan melalui
penilaian tersebut. Dengan demikian dapat diketahui tingkah
laku mana yang sudah dikuasainya dan mana yang belum
28 Suryobroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, hlm. 53.
24
sebagai bahan perbaikan dan penyusunan program pengajaran
selanjutnya.
b) Alat penilaian
Penggunaan alat penilaian hendaknya komprehensif, yang
meliputi tes dan non tes, sehingga diperoleh gambaran hasil
belajar yang objektif. Demikian pula bentuk tes tidak hanya tes
objektif tetapi juga tes essay, sedangkan jenis non tes
digunakan untuk menilai aspek tingkah laku, seperti aspek
minat dan sikap. Alat evaluasi non tes, antara lain: observasi,
wawancara, study kasus dan rating scale (skala penilaian).
Penilaian hasil belajar hendaknya dilakukan secara
berkesinambungan agar diperoleh hasil yang menggambarkan
kemampuan peserta didik yang sebenarnya.
Penilaian hasil belajar dalam Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) dapat dilakukan antara lain:
1) Penilaian kelas
Penilaian kelas dilakukan dengan ulangan harian, ulangan
umum dan ujian akhir.29
Penilaian kelas dilakukan oleh guru untuk mengetahui
kemampuan dan hasil belajar peserta didik, mendiagnosa
kesulitan belajar, memberikan umpan balik untuk perbaikan
proses pembelajaran dan penentuan kenaikan kelas.
2) Tes kemampuan dasar
Tes kemampuan dasar dilakukan untuk mengetahui
kemampuan membaca, menulis dan berhitung yang
diperlukan dalam rangka memperbaiki program
pembelajaran (program remedial). Tes kemampuan dasar
dilakukan pada setiap tahun akhir kelas III.
3) Penilaian akhir satuan pendidikan dan sertifikasi
29 E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2006), hlm. 258.
25
Pada setiap akhir semester dan tahun pelajaran
diselenggarakan kegiatan penilaian guna mendapatkan
gambaran secara utuh dan menyeluruh mengenai
ketuntasan belajar peserta didik dalam satuan waktu
tertentu. Untuk keperluan sertifikasi, kinerja dan hasil
belajar yang dicantumkan dalam Surat Tanda Tamat Belajar
tidak semata-mata didasarkan atas hasil penilaian pada
akhir jenjang sekolah.
4) Benchmarking
Benchmarking merupakan suatu standar untuk mengukur
kinerja yang sedang berjalan, proses dan hasil untuk
mencapai suatu keunggulan yang memuaskan. Ukuran
keunggulan dapat ditentukan di tingkat sekolah, daerah,
atau nasional. Penilaian dilaksanakan secara
berkesinambungan sehingga peserta didik dapat mencapai
satuan tahap keunggulan pembelajaran yang sesuai dengan
kemampuan usaha keuletannya.
Untuk dapat memperoleh data dan informasi tentang
pencapaian benchmarking tertentu dapat diadakan penilaian
secara nasional yang dilaksanakan pada akhir satuan
pendidikan. hasil penilaian tersebut dapat dipakai untuk
melihat keberhasilan kurikulum dan pendidikan secara
keseluruhan, dan dapat digunakan untuk memberikan
perangkat kelas, tetapi tidak untuk memberikan penilaian
akhir peserta didik. Hal ini dimaksudkan sebagai salah satu
dasar untuk pembinaan guru dan kinerja sekolah.
5) Penilaian program
Penilaian program dilakukan oleh Departemen Pendidikan
Nasional dan Dinas Pendidikan secara kontinyu dan
berkesinambungan. Penilaian program dilakukan untuk
mengetahui kesesuaian KTSP dengan dasar, fungsi dan
26
tujuan pendidikan nasional, serta kesesuaiannya dengan
tuntutan perkembangan masyarakat, dan kemajuan zaman.30
Untuk mengukur mengevaluasi tingkat keberhasilan belajar
dapat dilakukan melalui tes prestasi belajar. Berdasarkan
tujuan dan ruang lingkupnya, tes prestasi belajar dapat
digolongkan kedalam jenis penilaian sebagai berikut:
1) Tes Formatif
Penilaian ini digunakan untuk mengukur satu dan
beberapa pokok bahasan tertentu dan bertujuan untuk
memperoleh gambaran tenetang daya serap siswa
terhadap pokok bahasan tersebut. Hasil tes ini
dimanfaatkan untuk memperbaiki proses belajar
mengajar bahan tertentu dalam waktu tertentu.
2) Tes Sub Sumatif
Tes ini meliputi sejumlah bahan pelajaran tertentu yang
telah diajarkan dalam waktu tertentu. Tujuannya adalah
untuk memperoleh gambaran daya serap siswa untuk
meningkatkan tingkat prestasi belajar siswa. Hasil tes
subsumatif ini dimanfaatkan untuk memperbaiki proses
belajar mengajar dan diperhitungkan dalam menentukan
nilai raport.
3) Tes Sumatif
Tes ini diadakan untuk mengukur daya serap siswa
terhadap bahan pokok-pokok bahasan yang telah
diajarkan dalam satu semester, satu atau dua tahun.
Tujuannya adalah untuk menetapkan tingkat atau taraf
keberhasilan belajar siswa dalam suatu priode belajar
tertentu. Hasil tes sumatif ini dimanfaatkan untuk
30 E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, hlm. 261.
27
kenaikan kelas, menyusun pringkat (rangking) atau
sebagai bahan ukuran mutu sekolah.31
C. Autisme
1. Pengertian
Autisme berasal dari kata “auto” yang berarti sendiri. Penyandang
autis seakan-akan hidup di dunianya sendiri.32 Autisme tidak termasuk
golongan penyakit, tetapi suatu kumpulan gejala kelainan perilaku dan
kemajuan perkembangan.33 Dengan kata lain, pada anak autis terjadi
kelainan emosi, intelektual dan kemauan (gangguan pervasif).
Autisme adalah gangguan perkembangan berat yang antara lain
mempengaruhi cara seseorang untuk berkomunikasi dan berelasi
(berhubungan) dengan orang lain. Penyandang autisme tidak dapat
berhubungan dengan orang lain secara berarti karena antara lain
ketidakmampuannya untuk berkomunikasi verbal maupun non verbal.34
Anak-anak autisme tidak mampu membentuk jalinan emosi dengan orang
lain. Ada banyak hal yang sulit dimengerti oleh pikiran, perasaan dan
keinginan orang lain. Sering kali dapat bahasa maupun pikiran mereka
mengalami kegagalan sehingga sulit komunikasi dan sosialisasi. Mereka
pun kaku untuk mengikuti kegiatan rutinitas sehari-hari pola hidup
keluarga. Selain itu ada beberapa autisme merasa sensitif terhadap bunyi
atau suatu yang terdengar di telinga, sentuhan, pandangan mata dan
penciuman.
Menurut Dwi Wastoro Dadiyanto, Autisme adalah suara penyakit
otak yang mengakibatkan hilangnya atau berkurangnya kemampuan
seseorang untuk berkomunikasi, berhubungan dengan sesama dan
memberi tanggapan terhadap lingkungannya. Spektrum gangguan ini
31 Sharsimi Arikunto, Manajemen Pengajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 1993). hlm. 185. 32 Y. Handoyo, Autisme, (Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer, 2003), hlm. 12. 33 Faisal Yatim, Autisme Suatu Gangguan Jiwa Pada Anak-Anak, (Jakarta: Pustaka
Populer Obor, 2003), hlm. 10. 34 Rudi Sutadi, Melatih Komunikasi pada Penyandang Autisme, (Jakarta: KID Autis
JMC, 2002), hlm. 1.
28
sangat luas namun kebanyakan dari pengidap autisme memang mengalami
retardasi mental dengan gangguan berbahasa yang serius.
Sedangkan dalam pandangan Temple Bardin dan Margaret M.
Scariano, mereka adalah mantan penyandang autisme, “autisme is a
developmental disorder. A defect in the systems which process incoming
sensory information courses he child to over – react to some stimuli and
underreact to others, the autistic child often. Withdraws from her
environment and the people in it to block out an onslaught of incoming
stimulation autism childhood anomaly that separates the child from
interpersonal relationship”.35
Autisme adalah sebuah penyakit yang berhubungan dengan
perkembangan. Kerusakan dalam sistem pemrosesan informasi yang
masuk ke panca indera menyebabkan anak bertindak melampaui batas
terhadap beberapa rangsangan yang tidak memberi reaksi terhadap anak-
anak lain. Anak yang autistik sering menarik diri dari lingkungan dan
orang-orang sekelilingnya untuk menahan pengaruh masuknya
rangsangan. Autisme adalah kelainan masa kecil anak yang memisahkan
anak dari hubungan antar perseorangan. Anak tersebut tidak menjangkau
dan menjelajahi dunia sekelilingnya, tetapi tetap tinggal di dalam dunia
pribadinya sendiri.
Data terbaru dari Amerika Serikat menunjukkan bahwa satu dari
150 orang di AS menderita Autisme, yakni penyakit yang menyebabkan
penderita tidak mampu bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya, dan
jumlah penderita penyakit tersebut meningkat lebih dari 10 persen
pertahun.36
Dalam bukunya yang berjudul Autisme, Y. Handoyo menjelaskan
bahwa autisme berasal dari kata auto yang berarti sendiri. Penyandang
35 Temple Grandin, N. Margaret M. Scariano, Emergence Labelet Autistic, (New York:
Warner Books, 1996), hlm. 5. 36 Autisme Terkait Kromosom “x”,
http://languageaholic.wordpress.com/2008/08/24/autisme-terkait-kromosom-x/, diambil pada tanggal 30 Maret 2011
29
autisma seakan-akan hidup di dunianya sendiri. Istilah autisme baru
diperkenalkan sejak tahun 1943 oleh Leo Kenner, sekalipun kelainan ini
sudah ada sejak berabad-abad yang lampau.37
Penyakit ini memang seakan-akan menjadi momok bagi orang tua,
karena bahaya yang demikian besar banyak asumsi yang mengatakan
bahwa penyakit ini sulit dihindari atau disembuhkan seumur hidup.
Berbagai penyandang autisme yang sudah sembuh mereka menjelaskan
bahwa untuk sembuh total sebagaimana orang normal pada umumnya
memang tidak bisa, namun masih lebih baik dari ketika menyandang
penyakit ini.
Beban yang sangat berat untuk sembuh diantaranya lingkungan
yang tidak mendukung, bahkan cenderung mengucilkan mereka dan
menyembunyikan agar tidak memerlukan keluarga, sehingga biarpun
orangnya sendiri minta pandangan anak autis terkadang dipandang sebagai
musuh sebagaimana yang pernah dialami oleh Donna William.
2. Klasifikasi Autisme
Autisme merupakan suatu kumpulan sindrom akibat kerusakan
saraf. Penyakit ini mengganggu perkembangan anak. Diagnosis diketahui
dari gejala-gejala yang tampak, ditunjukkan dengan adanya penyimpangan
perkembangan.
Dahulu dikatakan autisme merupakan kelainan seumur hidup,
tetapi kini ternyata autisme masa kanak-kanak ini dapat dikoreksi.
Tatalaksana koreksi harus dilakukan pada usia sedini mungkin. Sebaiknya
jangan melebihi lima tahun karena di atas usia ini perkembangan otak anak
akan sangat terlambat. Usia paling ideal adalah 2-3 tahun, itu karena pada
usia ini perkembangan otak anak berada pada tahap cepat. Disamping itu
lamanya masa tetapi yang hampir memakan waktu 2-3 tahun, dapat
mempersiapkan anak itu untuk memasuki sekolah reguler sesuai dengan
umurnya. Penatalaksanaan di bawah 5 tahun secara intensif bagi anak
37 Y. Handojo, Autisme, hlm. 12
30
autisme murni tanpa penyakit lain, ternyata mempunyai keberhasilan yang
cukup tinggi.
Penyandang autisme mempunyai karakteristik tersendiri yaitu
antara lain:
a. Selektif berlebihan terhadap rangsang
b. Kurangnya motivasi untuk menjelajahi lingkungan baru
c. Respon stimulasi diri sehingga mengganggu integrasi sosial
d. Respon unik imbalan (reinforcement), khususnya imbalan dari
stimulasi diri.38
Kalau orang telah mengetahui karakteristik anak-anak autisme
sejak dini maka gejala anak autisme dapat dengan mudah dideteksi.
Berikut ini kriteria autisme masa kanak-kanak.
Harus ada minimum dua gejala dari tiga gejala yang muncul di
bawah ini:
a. Gangguan kualitas dalam interaksi sosial yang timbal balik
1) Tidak mampu menjalin interaksi sosial yang memadai, seperti
kontak mata, ekspresi muka kurang hidup, dan gerak-geriknya
kurang tertuju
2) Tidak dapat bermain dengan teman sebaya
3) Tidak dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain
b. Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi
1) Bicara terlambat atau sama sekali tidak berkembang (tidak ada
usaha untuk mengimbangi komunikasi dengan cara lain selain
bicara)
2) Jika bisa biara, bicaranya tidak dipakai untuk komunikasi
3) Sering menggunakan bahasa yang aneh dan diulang
4) Cara bermain kurang variatif, kurang imajinatif dan kurang bisa
meniru
38 Y. Handojo, Autisme, hlm. 13.
31
c. Suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dalam perilaku,
minat dan kegiatan
1) Mempertahankan suatu permintaan atau lebih, dengan cara yang
khas dan berlebihan
2) Terpaku pada satu kegiatan yang ritualistik atau rutinitas yang
tidak ada gunanya
3) Ada gerakan-gerakan aneh yang khas dan diulang-ulang
4) Seringkali sangat terpukau pada benda
5) Adanya keterlambatan atau gangguan dalam interaksi sosial, bicara
dan berbahasa dan cara bermain yang variatif sebelum umur tiga
tahun.
6) Tidak disebabkan oleh sindrom rett atau gangguan disintegratif
masa kanak-kanak.39
Dengan demikian orang tua akan dapat mendiagnosa sendiri
apakah anaknya terjangkit gangguan autisme atau tidak. Namun demikian
bagi orang tua mempunyai patokan sebagai ciri-ciri utama yang menandai
seorang anak terkena gangguan autisme, yaitu antara lain:
a. Tidak peduli dengan lingkungan sosialnya
b. Tidak bisa bereaksi normal dalam pergaulan sosialnya
c. Perkembangan bicara dan bahasa tidak normal (penyakit kelainan
mental pada anak = autistic – children)
d. Reaksi / pengamatan terhadap lingkungan terbatas atau berulang-ulang
dan tidak padan.40
Keempat hal inilah yang dapat dijadikan tolok ukur bagi orang tua
karena lebih ringkas dan lebih spesifik.
Dari berbagai keterangan di atas maka perilaku autistik dapat
digolongkan menjadi dua jenis, yaitu:
a. Perilaku eksesif (berlebihan) adalah hiperaktif dan tantrum
(mengamuk) berupa menjerit, mengepak, menggigit, mencakar,
39 Bonny Danuatmaja, Terapi Anak Autis di Rumah, (Jakarta: Puspa Swara, 2003), hlm. 3. 40 Faisal Yatim, Autisme Suatu Gangguan Jiwa Pada Anak-Anak, hlm. 4.
32
memukul, dan sebagainya. Disini juga sering terjadi anak menyakiti
diri sendiri (self abuse).
b. Perilaku defisit (berkekurangan) adalah ditandai dengan gangguan
bicara, perilaku sosial kurang sesuai (naik ke pangkuan ibu bukan
untuk memperoleh kasih sayang, namun untuk meraih kue), defisit
sensori sehingga dikira tuli, bermain tidak benar dan emosi yang tidak
tepat, misalnya tertawa tanpa sebab, menangis tanpa sebab dan
melamun.
3. Faktor Munculnya Autisme
Menurut David Skuse dari lembaga kesehatan anak di Inggris,
bagian dari otak yang berfungsi untuk membaca ekspresi di wajah orang
dan yang dipengaruhi oleh kromoson “x” dapat memberikan satu
pandangan baru yang sangat berarti berkaitan dengan penyebab terjadinya
penyakit autisme.
“Kami belum menemukan penyebab autisme, tetapi dalam
kromoson “x” mungkin kami menemukan mekanisme yang dapat
mengarah pada suatu penyebab”, katanya dalam konferensi Inggris untuk
kemajuan ilmu pengetahuan.41
Disisi lain saat kasus ini diteliti, kasus autisme pada anak (autisme
infantile) semakin banyak seolah-olah menjadi “wabah”. Peningkatan
autisme hingga 400 % pada tahun 2002 dibandingkan tahun sebelumnya.
Tidak seperti penyakit lain seperti tifus, malaria, atau SARS sekalipun.
Autisme semakin membuat penasaran karena penyebab terjangkitnya
belum diketahui secara pasti karena tidak adanya hukum, parasit, protozoa,
maupun virus sebagai penyebab.
Belakangan banyak terjadi autisme yang segalanya muncul pada
usia bayi kira-kira 18-24 bulan, padahal mereka sebelumnya normal sejak
lahir kemudian perkembangannya berhenti dan mereka mengalami
kemunduran.
41 Autisme Terkait Kromosom “x”,
http://languageaholic.wordpress.com/2008/08/24/autisme-terkait-kromosom-x/,
33
Adapun dugaan sementara penyebab autisme dan diagnosis media
adalah:
a. Gangguan susunan syaraf
b. Gangguan sistem pencernaan
c. Peradangan sistem dinding usus
d. Faktor genetika
e. Keracunan logam berat 42
42 Azwirotul Mubarrokah, “Pelaksanaan Metode Demonstrasi Dalam Pembelajaran PAI
Pada Anak Autis Di SLB Negeri Semarang Tahun Pelajaran 2004/2005”, Skripsi IAIN Walisongo Semarang, (Semarang: Perpustakaan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, 2006), hlm. 30
34
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode penelitian mengandung prosedur dan cara melakukan
verifikasi data yang diperlukan untuk memecahkan atau menjawab masalah
penelitian. Peran metodologi sangat diperlukan untuk menghimpun data dalam
penelitian. Dengan kata lain, metode penelitian akan memberikan petunjuk
tentang bagaimana penelitian dilakukan.1
Yang dimaksud dengan metode penelitian adalah strategi umum yang
dianut dalam pengumpulan data dan analisis data yang diperlukan, guna
menjawab persoalan yang sedang diselidiki atau diteliti.2
1. Jenis Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang ada maka bentuk penelitian adalah
penelitian kualitatif deskriptif yaitu data yang dikumpulkan berbentuk
kata-kata, gambar, bukan angka.
Penelitian kualitatif merupakan tradisi tertentu dalam ilmu
pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan
manusia dalam kawasan sendiri dan berhubungan dengan orang tersebut
dalam bahasa dan peristilahannya.3
Sementara itu penelitian deskriptif adalah suatu bentuk penelitian
yang ditunjukkan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena-
fenomena yang ada baik fenomena alamiah maupun rekayasa manusia.4
Adapun tujuan dari penelitian deskriptif adalah untuk membuat
pencandraan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta dan sifat
populasi atau daerah tertentu. Penelitian ini digunakan untuk mengetahui
1 Nana Sudjana dan Ibrahim, Penelitian dan Penilaian Pendidikan, (Bandung : Sinar
Baru, 1989), hlm. 16 2 Arief Furchan, Pengantar Penelitian dalam Pendidikan, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar,
2007), hlm. 39 3 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : Rosda Karya, 2004,
Cet.xx), hlm. 85. 4 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, hlm. 17.
35
pelaksanaan manajerial sekolah dalam melakukan pembinaan dan
rehabilitasi terutama yang berhubungan dengan pembelajaran agama Islam
di sekolah tersebut.
2. Sumber Data
Adapun sumber data yang ada dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer adalah data yang diperoleh langsung dari
subjek penelitian dengan mengenakan alat pengukur atau alat
pengambil data langsung pada subjek sebagai sumber informasi yang
dicari.5
Sumber data utama atau primer dalam penelitian ini adalah
kepala sekolah dan pengajar di Sekolah Khusus Autisme Bina Anggita
Kota Magelang, dengan tujuan untuk mendapatkan informasi
mengenai pelaksanaan manajemen pembelajaran bagi Anak Autis di
Sekolah Khusus Autisme Bina Anggita Kota Magelang.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh lewat pihak
lain, tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari subjek penelitian.6
Data sekunder biasanya berwujud data dokumentasi atau data laporan
yang telah tersedia.
Adapun sebagai data sekunder penulis mengambil dari buku-
buku, pengumpulan dokumentasi, majalah, peraturan, notulen rapat,
catatan harian, serta mengadakan wawancara langsung dengan pihak-
pihak yang terkait dalam penulisan skripsi ini.
3. Teknik Pengumpulan Data
Karena penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field
research) untuk memperoleh data, maka penelitian ini menggunakan
metode sebagai berikut:
5 Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), hlm. 91.
6 Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, hlm, 93
36
a. Metode Wawancara (interview)
Wawancara adalah proses Tanya jawab dalam penelitian yang
berlangsung secara lisan dalam dua orang atau lebih bertatap muka
mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau keterangan-
keterangan.7 Wawancara dibagi menjadi dua adalah wawancara
terstruktur dan tidak berstruktur.8
1) Wawancara terstruktur adalah wawancara yang pewawancaranya
menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan-pertanyaan yang akan
diajukan.
2) Wawancara tak terstruktur merupakan wawancara digunakan untuk
menemukan informasi yang bukan baku atau informasi tunggal.
Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
wawancara tak terstruktur. Peneliti yang menggunakan jenis
wawancara ini bertujuan mencari jawaban sesuatu lebih mendalam
pada subyek tertentu.
Wawancara dilakukan dengan Kepala Sekolah dan Pengajar
tentang pelaksanaan manajemen pembelajaran dan apa saja problem
yang dihadapai dan upaya penyelesaiannya dalam proses pembelajaran
di Sekolah Khusus Autisme Bina Anggita Kota Magelang.
Metode ini digunakan untuk menggali data tentang profil
sekolah dan pelaksanaan manajemen pembelajaran pendidikan serta
apa saja problem yang dihadapi dan upaya penyelesaiannya dalam
pemebelajaran bagi anak Autis di Sekolah Khusus Autisme Bina
Anggita Kota Magelang. Adapun sumber informasinya adalah:
1) Kepala Sekolah untuk mendapatkan informasi tentang profil
Sekolah Khusus Autisme Bina Anggita Kota Magelang.
2) Pengajar untuk mendapatkan informasi tentang pelaksanaan
manajemen pembelajaran agama Islam serta apa saja problem yang
7 Cholid Narbuko dna Abu Achmadi, Metode Penelitian, (Jakarta : PT. Bumi Aksara),
hlm. 83 8 Lexy J. Moeleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Rodaskara,
2004), hlm 190-191
37
dihadapi dan upaya penyelesaiannya dalam pemebelajaran bagi
anak Autis di Sekolah Khusus Autisme Bina Anggita Kota
Magelang.
3) Pihak-pihak lain yang berkaitan dengan perolehan data dalam
penulisan skripsi ini.
b. Metode Observasi
Observasi merupakan salah satu metode utama dalam
penelitian kualitatif. Secara umum observasi berarti pengamatan,
penglihatan.9 Dan dalam penelitian, metode observasi diartikan sebagai
pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang
tampak pada objek penelitian.10
Teknik ini digunakan untuk mengoptimalkan kemampuan
peneliti dari segi motif, perhatian, perilaku tak sadar, kebahasaan
terhadap fenomena-fenomena yang terjadi di Sekolah Khusus Autisme
Bina Anggita Kota Magelang. Serta untuk mengobservasi kegiatan
pembelajaran di kelas dan sarana prasarana sekolah, teknik ini
digunakan untuk mengetahui kegiatan pembelajaran di kelas dan
sarana prasarana sekolah dan letak geografis.
c. Metode Dokumentasi
Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang tidak
langsung ditujukan pada subjek penelitian, maupun melalui
dokumentasi. Dalam melakukan dokumentasi, peneliti menyelidiki
benda-benda tertulis seperti buku-buku, dokumen, notulen rapat,
catatan harian, dan sebagainya.11
Dokumentasi ini digunakan untuk mengetahui data-data yang
berupa catatan atau tulisan yang berkaitan dengan Sekolah Khusus
Autisme Bina Anggita Kota Magelang, di antaranya :
9 Imam Suparyogo, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Rosdakarya,
2001), hlm. 167. 10 S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta : Rineke Cipta, 2000), hlm.
158. 11 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Revisi,
(Jakarta: Rineka Cipta, 2002, Cet. 12), hlm. 135.
38
- Tujuan umum obyek penelitian.
- Profil, visi, misi, dan tujuan Sekolah Khusus Autisme Bina
Anggita Kota Magelang.
- Mengetahui fungsi manajerial kepala sekolah, yang meliputi :
analisis SWOT, proker, renstra, penentuan tim manajerial, serta
pelaksanaan manajemen pembelajaran pendidikan bagi anak Autis
di Sekolah Khusus Autisme Bina Anggita Kota Magelang.
4. Teknik Analisis Data
Analisis data yang digunakan ialah metode deskriptif analitik yaitu
mendeskripsikan data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan
bukan angka. Data yang berasal dari naskah, wawancara, catatan lapangan,
dokumen dan sebagainya, kemudian dideskripsikan sehingga dapat
memberikan kejelasan terhadap kenyataan atau realitas.12
Dalam hal analisis data kualitatif, Bogdan menyatakan bahwa
“Data analysis is the process of systematically searching and arranging
the interview transcripts, fieldnotes, and other materials that you
accumulate to increase your own understanding them and to enabled you
to present what you have discovered to others”. Analisis data adalah
proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari
hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat
mudah dipahami, dan temuannya dapat mengorganisasikan data,
menjabarkannya ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke
dalam pola, memilih mana yang penting dan mana yang akan dipelajari,
dan membuat kesimpulan yang dapat diceritakan kepada orang.
Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum
memasuki lapangan, selama di lapangan dan setelah selesai di lapangan.
Dalam hal ini Nasution (1988) menyatakan “Analisis telah dimulai sejak
merumuskan dan menjelaskan masalah, sebelum terjun ke lapangan dan
berlangsung terus sampai penulisan hasil penelitian. Analisis data menjadi
pegangan bagi penelitian selanjutnya sampai jika mungkin, teori yang
12 Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat, (Jakarta: Raja GrafindoPersada, 1997) hlm. 66
39
grounded. Namun dalam penelitian kualitatif, analisis data lebih
difokuskan selama proses di lapangan bersama dengan pengumpulan data.
Dalam kenyataan, analisis data kualitatif berlangsung selama proses
pengumpulan data dari pada setelah selesai pengumpulan data. In fact,
data analysis in qualitative research is an ongoning activity that occurs
throughout the investigative process rather than after process. Dalam
kenyataannya, analisis data kualitatif berlangsung selama proses
pengumpulan data dari pada setelah selesai pengumpulan data.13
Analisis data versi Miles dan Huberman, bahwa ada tiga alur
kegiatan, yaitu reduksi data, penyajian data, serta penerikan kesimpulan
atau verifikasi.
a) Redusksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian
pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar”
yang muncul dari catatan lapangan. Reduksi dilakukan sejak
pengumpulan data, dimulai dengan membuat ringkasan, mengkode,
menulusuri tema, menulis memo, dan lain sebagainya, dengan maksud
menyisihkan data atau informasi yang tidak relevan. Yang kemudian
data tersebut diverifikasi.
b) Penyajian data adalah pendeskripsian sekumpulan informasi tersusun
yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan
pengambilan tindakan. Penyajian data kualitatif disajikan dalam
bentuk teks naratif, dengan tujuan dirancang guna menggabungkan
informasi yang tersusun dalam bentuk yang padu dan mudah dipahami.
c) Penarikan kesimpulan atau verifikasi merupakan kegiatan akhir
penelitian kualitatif. Peneliti harus sampai pada kesimpulan dan
melakukan verifikasi, baik dari segi makna maupun kebenaran
kesimpulan yang disepakati oleh tempat penelitian itu dilaksanakan.
Makna yang dirumuskan peneliti dari data harus diuji kebenaran,
kecocokan, dan kekohohannya. Peneliti harus menyadari bahwa dalam
13 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D,
(Bandung: Alfabeta,2008), cet. 6, hal. 335-336
40
mencari makna, ia harus menggunakan pendekatan emik, yaitu dari
kacamata key informan, dan bukan penafsiran makna menurut
pandangan peneliti (pendekatan etik).14
Adapun tujuan membuat deskripsi (gambaran/lukisan) secara
sistematis, faktual, akurat mengenai fakta-fakta, sifat serta hubungan
fenomena yang diselidiki. Analisis ini dilakukan ketika peneliti berada di
lapangan dengan cara mendeskripsikan segala data yang telah didapat lalu
di analisis sedemikian rupa secara sistematis, cermat, dan berakurat.
B. Alokasi Waktu, Tempat dan Setting Penelitian
1. Alokasi Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 10 April-10 Mei 2011 di
Sekolah Khusus Autisme Bina Anggita Kota Magelang, yang beralamat di
Jl. Pasar Kebon Polo 442 (Bekas SD Petrobangsan 4) Komplek PKBM
Kota Magelang, sedangkan kampus II beralamat di Jambesari Rt. 04 / 11
No. 214 Kel. Wales Kec. Magelang Utara.
2. Setting Penelitian
a. Sejarah Berdirinya Sekolah Khusus Autisme Bina Anggita Kota
Magelang
Ide pendirian lembaga ini berawal dari salah seorang pegawai di
Dinas Sosial Kota Magelang (Ahmad Bayari) yang mendapati anaknya
yang ke 2 itu menderita Autis. Melihat bahwa di magelang sendiri
tidak ada lembaga professional yang menangani anak autisme maka
Bapak Ahmad Bayari mengusulkan kepada Bapak Yasin (Kepala
Sekolah Khusus Bina Anggita Jogyakarta) untuk membuka cabang di
Magelang.
Berangkat dari hal itulah Bapak Yasin mengutus salah seoarang
guru yang mulanya mengajar di Jogjakarta untuk merealisasikan
keinginan Bapak Bayari. Ibu Puji Astuti, S.Pd tidak sendirian, karena
14 Husaini Usman dan Purnomo Setiadi Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta :
PT Bumi Aksara, 2009), cet. Kedua, hlm. 85-89
41
ada 2 orang (Bapak Khoiruddin dan Ibu Suharyati) yang membantunya
dalam melaksanakan tugas di Magelang.
Tepat pada tanggal 15 Juli 2002 Sekolah ini berdiri dengan nama
Lembaga Bimbingan Autisme Bina Anggita Kota Magelang.15
Dalam perjalanannya Lembaga Bimbingan Autisme berubah
nama manjadi Sekolah Khusus Autisme Bina Anggita Kota Magelang
dan mendapatkan izin operasional sekolah pada tanggal 16 Maret
2009.
Nomor Ijin Operasional : 421.8/8/581/230
NSS : 100036001002
NPSN : 20349856
b. Letak Geografis
Sekolah Khusus Autisme Bina Angita Kota Magelang beralamat
di Jl. Pasar Kebon Polo 442 (Bekas SD Petrobangsan 4) Komplek
PKBM Kota Magelang, sedangkan kampus II beralamat di Jambesari
Rt. 04 / 11 No. 214 Kel. Wales Kec. Magelang Utara. Adapun batas
wilayah Sekolah Khusus Autisme Bina Anggita Kota Magelang
sebagai berikut :
Sebelah selatan : Pasar Kebon Polo
Sebelah utara dan barat : Perkampungan Warga
Sebelah timur : Rumah Sakit Umum Tidar
Magelang.16
c. Visi, Misi dan Tujuan
1. Visi
Menjadikan penyandang autisma memperoleh hak dan
kewajiban yang sama sebagai warga negara sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki sehingga terbentuk pribadi-pribadi yang
mandiri.
15 Wawancara dengan Ibu Puji Astuti, S.Pd selaku Kepala Sekolah Khusus Autisme Bina
Anggita Kota Magelang, tanggal 16 April 2011 16 Dokumentasi Sekolah Khusus Bina Anggita Kota Magelang, tanggal 16 April 2011
42
Indikator:
a) Anak dapat mengurus kebutuhan diri sendiri (self- care)
b) Anak mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan (self-
adjustment)
c) Tidak ada ketergantungan dalam berkarya.
d) Memperoleh hak dan kewajiban yang sama di masyarakat.
e) Dapat memasuki pendidikan formal.
f) Dapat berprestasi dalam bidang akademik.
2. Misi
a) Meyelenggarakan pendidikan dan pembelajaran yang efektif,
kreatif dan menyenangkan autisme.
b) Melatih dan mengembangkan prestasi anak sesuai dengan
kemampuannya.
c) Menyediakan sarana dan prasarana yang memadai sesuai
dengan kebutuhan anak.
d) Melatih dan memberdayakan tenaga guru yang profesional di
bidang autisme
e) Melatih dan mempersiapkan anak dalam memasuki dunia kerja.
3. Tujuan
a) Memberikan Pendidikan dan fasilitas belajar bagi
penyandang autisme seoptimal mungkin.
b) Menampung dan menyebarluaskan segala informasi
mengenai autisme serta pemanfaatan hasil – hasil riset
terbaru.
c) Mendidik para calon terapis di bidang autisme dan bekerja
sama dengan semua pihak yang berkompeten.
d) Memiliki sarana dan prasarana untuk proses belajar dan
mengajar sesuai dengan perkembangan pendidikan/ terapi
pada anak.
43
e) Menjadi sarana komunikasi antar pemerhati autisme di
Kota Magelang.17
d. Struktur Organisasi
Demi lancarnya proses belajar mengajar di Sekolah Khusus
Autisme Bina Anggita Kota Magelang, maka dibentuk stuktur
kepengurusan organisasi yang berfungsi untuk mengelola
kelangsungan lembaga tersebut.
Adapun susunan pengurus Sekolah Khusus Autisme Bina
Anggita Kota Magelang sebagai berikut :18
Struktur Organisasi Kepengurusan Guru
Sekolah Khusus Autisme Bina Anggita Kota Magelang
Tahun Ajaran 2010/2011
Kepala Sekolah : Pudji Astuti, S.Pd
Wakil Kepala Sekolah : Khoiruddin
Sekertaris : Kurnia Febrillyanti, S.Pd
Bendahara : Nieke Lia Andanasari, S.Psi
Kesiswaan dan Kurikulum : Aryani Faizah, S.Pd
Hermina Rubiyatun, S.Pd
Litbang : Indah Pamungkas, SE
Kerumahtanggaan : Elly Yuliati, S.Ag
Ekawati Lestari, S.Pd
Sarana dan Prasarana : Suryanto
Humas : Khoiruddin
e. Keadaan Guru dan Peserta Didik
1. Keadaan Guru
Pada waktu dilakukan penelitian, jumlah guru seluruhnya ada
14 orang yang yang terdiri dari :19
17 Dokumentasi Sekolah Khusus Autisme Bina Anggita Kota Magelang pada tanggal 16
April 2011 18 Dokumentasi Sekolah Khusus Autisme Bina Anggita Kota Magelang pada tanggal 18
April 2011 19 Dokumentasi Sekolah Khusus Autisme Bina Anggita Kota Magelang pada tanggal 18
April 2011
44
Tabel 3.1
Data Kepala Sekolah dan Guru
Sekolah Khusus Autisme Bina Anggita Kota Magelang
Tahun Ajaran 2010/2011
NO NAMA JABATAN
1 PUJI ASTUTI, S.Pd KEPALA SEKOLAH
2 KHOIRODDIN Guru/WB
3 ARIYANI FAIZAH, S.Pd Guru/WB
4 INDAH PAMUNGKAS, S.E Guru/WB
5 NIEKE LIA ANDANASARI, S.Psi Guru/WB
6 ELLY YULIATI, S.Ag Guru/WB
7 KURNIYA FEBRILLYANTI, S.Pd Guru/WB
8 EKAWATI LESTARI, S.Pd Guru/WB
9 HERMINA RUBIYATUN, S.Pd Guru/WB
10 DEWI DESI PUSPASARI, S.Pd Guru/WB
11 SRI WAHYUNI FITRI WULANDARI, S.E Guru/WB
12 KARINA YUANITA, S.Pd Guru/WB
13 BADRIYAH, S.Pdi Guru/WB
14 DANANG SASONGKO AJI, S.Psi Guru/WB
2. Keadaan Peserta Didik
Pada waktu penelitian dilakukan, jumlah peserta didik pada
jenjang SD seluruhnya adalah 33 siswa, yang terdiri dari 23 siswa
laki-laki dan 10 untuk siswa perempuan. Sedangkan untuk kelas IV
berjumlah 6 siswa. Untuk lebih jelasnya peneliti sajikan dalam
bentuk tabel :20
20 Dokumentasi Sekolah Khusus Autisme Bina Anggita Kota Magelang pada tanggal 18
April 2011
45
Tabel 3.2
Data Siswa SD
Sekolah Khusus Autisme Bina Anggita Kota Magelang
Tahun Ajaran 2010/2011
1 Nafal Farrel Zulkarnaen L Magelang, 14 September 2004
2 Yoel Tegar Iman Santoso L Magelang, 20 oktober 2004
3 Attaya Sandya Naufa P Magelang, 29 Agustus 2004
4 Muhammad Azka Hakim L Batang, 15 Juli 2004
5 Dadic Nugroho L Magelang, 6 Desember 2003
6 M. Roshin Adani L Magelang, 4 Oktober 2003
7 M. Nuha Ainnurrahman L Magelang, 2 Oktober 2003
8 Almas Khautal Hibrizi L Magelang, 8 Oktober 2003
9 Bening Intan Anggitaning Sasmi P Bekasi, 3 Juli 1998
10 Nurjihan Okhta Kamiliya P Magelang, 5 Oktober 2000
11 Almas Difa Dliya'ul Haq L Solo, 9 Juni 2001
12 Nur Tuing Ahmad Istianto L Kendal, 15 Juli 2000
13 Figo Cahya L Magelang, 11 Juli 2002
14 Dimas Aji Putra Nur Fauzi L Magelang, 2 November 2000
15 Bagus Sancoko L Magelang, 3 November 2000
16 Markus Widodo L Magelang, 30 Mei 2003
17 Devi Shania Berliana P Magelang, 5 Desember 2001
18 Salsabila Sekar Maharani P Magelang, 11 Desember 2001
19 Faiq Ziman Achmad L Magelang, 8 Agustus 2001
20 Hikmal Ibnu Aleef P.U L Magelang, 22 Juni 2003
21 Jan Grady Santoso L Singapura, 11 April 2002
22 Vita Pramudianingrum P Magelang, 2 Maret 1998
23 Hanifa Aqila Sahda P Magelang, 9 Juni 2001
24 Abdul Jabar Aran Sae L Denpasar, 19 Maret 2002
25 Fransisca Usmany P Sidoarjo, 4 September 2002
26 Bintaniar Asfaradina P Magelang, 21 September 2002
27 Fredy Agustinus Wibowo L Magelang, 18 Agustus 1998
28 Intan Ronalia P Padang, 28 September 2003
29 Putra Mahardika Nur Widhi Satrio L Magelang, 9 Oktober 2003
30 Yahya Widodo L Magelang, 9 Agustus 2001
31 Nathanael A. Marbun L Jakarta, 28 September 2003
32 Alfian Adhi Sarjito L Bandung, 10 Juni 2004
33 Maulana Adam L Jogjakarta, 15 Oktober 2001
46
f. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasaran digunakan untuk menunjang pelaksanaan
pendidikan di Sekolah Khusus Autisme Bina Anggita Kota Magelang
yang menyangkut perlengkapan kelas, seperti : papan tulis, bangku dan
perlengkapan sekolah lainnya. Sedangkan untuk ruang
pembelajarannya berjumlah 5, 1 ruang kepala sekolah dan 1 ruangan
dapur. Untuk lebih jelasnya mengenai keadaan dan prasarana, peneliti
sajikan dalam tabel:21
Tabel 3.3
Denah Ruang Kelas
Sekolah Khusus Autisme Bina Anggita Kota Magelang
Tahun Ajaran 2010/2011
21 Observasi kelas Sekolah Khusus Autisme Bina Anggita Kota Magelang pada tanggal
19 April 2011
Ruang Kepala
Sekolah
Ruang Pembelajaran
Ruang Pembelajaran
Dapur
Ruang Pembelajaran
Ruang Pembelajaran
Ruang Pembelajaran
47
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
A. Hasil Penelitian
1. Pelaksanaan Manajemen Pembelajaran Bagi Anak Autis Pada Jenjang SD
Di Sekolah Khusus Autisme Bina Anggita Kota Magelang
Pada awalnya anak-anak autisme yang belum pernah mendapatkan
penanganan mempunyai perilaku “cuek” atau semaunya sendiri. Untuk
menjadikan mereka berperhatian perlu langkah-langkah dasar, yaitu:
kepatuhan, kontak mata, konsentrasi. Ketiga hal ini akan membentuk
anak-anak autisme bisa belajar dengan potensi yang mereka miliki sesuai
perkembangannya.
a. Kepatuhan
Seorang anak autisme yang sudah tertera kepatuhannya dengan
baik akan melebihi kepatuhan anak normal pada umumnya, karena
pendidikan yang diterima pertama ini akan membentuk dirinya untuk
melaksanakan kewajibannya. Dalam membentuk kepatuhan pada anak
autisme para pengajar melatihnya dengan memberikan perintah
(instruksi), yang harus dilakukan, berdo’a, bila tidak mau duduk,
berdiri dan lain-lain.
b. Kontak mata
Anak autisme sebagaimana di atas bersikap cuek, maka agar
perhatian harus melihat benda yang sedang diperhatikan mulai benda
yang bentuknya besar sampai yang kecil, disamping itu anak-anak
autisme susah dalam menginterpretasikan sesuatu. Contoh: dalam
mengetahui warna, melihat benda dan lain-lain.
c. Konsentrasi
Dalam belajar harus konsentrasi agar apa yang disampaikan
dapat terserap oleh otak. Maka dari itu bila anak-anak mempunyai
konsentrasi yang tinggi mudah dalam belajar. Namun bagi anak-anak
autisme untuk membentuk konsentrasi pada mereka dengan contoh :
48
anak disuruh memperhatikan benda yang bergerak, ke kanan ke kiri, ke
atas maupun ke bawah.
Jadi, apabila tiga hal tersebut di atas sudah terbentuk dalam diri
anak-anak autisme maka menurut guru Sekolah Khusus Autisme Bina
Anggita Kota Magelang (Bapak Khoiruddin): “Bila tiga hal dasar itu yang
dijadikan fondamen sudah terbentuk maka dijamin mereka akan dapat
belajar dengan baik”.1
Disamping itu untuk mendukung agar tiga hal pokok dapat
terlaksana ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, lebih-lebih bagi
terapis dalam proses pembelajaran diantaranya yaitu:
1) Suara jelas, tidak monoton. Contoh duduk, berdiri dan lain-lain
2) Setiap instruksi harus sama antar terapis
3) Pemberian instruksi harus jelas, singkat (kalimat pendek) dan bahasa
sederhana.2
Dalam terapi juga harus disertakan beberapa hal sebagai
pendukung proses pembelajaran diantaranya yaitu:
1) Permainan
2) Wicara
3) Perilaku
4) Okupasi
5) Diet (pola makan)
6) Kependidikan3
Semua hal tersebut di atas jika dilakukan secara kontinyu akan
menjadikan anak semakin lebih baik. Tetapi ketiga hal tersebut di atas
menjadikan acuan sebagai landasan dasar untuk terapi yang lain, harus
dapat diaktualisasikan dengan baik. Pada dasarnya semua tahu bahwa
perlu waktu yang cukup lama untuk membuat anak yang seperti
diinginkan, karena setiap anak berbeda, jadi tidak bisa disamaratakan.
Konsisten dan persisten dalam memberi terapi akan membuat perubahan
1Wawancara Bapak Khoiruddin pada tanggal 20 April 2011
2 Wawancara Bapak Khoiruddin pada tanggal 20 April 2011
3 Wawancara Bapak Khoiruddin pada tanggal 20 April 2011
49
yang besar pada anak terutama dalam hal-hal “keluar dari dunianya”.
Untuk anak yang sudah verbal saat diajarkan untuk menirukan gerakan,
anak lebih cepat untuk menirukannya, ini tidak hanya dalam proses belajar
mengajar saja. Akan tetapi juga ada peningkatan yang semakin berarti.
Dalam pelaksanaan pendidikan tersebut, pengajaran di Sekolah
Khusus Autisme Bina Anggita Kota Magelang diberikan secara One on
One (1 guru 1 anak) dengan pendekatan individual secara mutlak. Artinya
pengajaran diberikan secara khusus kepada anak Autis, guru memberikan
bimbingan secara individual sesuai dengan kemampuan dan
perkembangan dari masing-masing anak autis tersebut.4
Begitu pentingnya pendidikan bagi anak autisme, maka alasan
yang tepat dalam upaya memberikan pelajaran bagi mereka adalah untuk
memanusiakan mereka dengan memberikan layanan yang baik secara
pendidikan atau tidak. Bukan satu tujuan yang mudah, kenyataan
dilapangan banyak macam dan kondisi mereka yang berfariatif, tantangan
yang terbentang begitu luas dan lebar sehingga banyak cara dan ragam
penanganan mereka.
Dalam pelaksanaannya pembelajaran peneiliti memfokuskan
pengamatan pada proses pembelajaran Agama dan Akhlak Mulia pada
kelas IV yang terdiri dari beberapa siswa, diantaranya adalah:
Tabel 4.1
Data Siswa Kelas IV
Sekolah Khusus Autisme Bina Anggita Kota Magelang
Tahun Ajaran 2010/2011
No Nama Jenis Kelamin Kelas
1 Nurjihan Okhta Kamiliya P IV
2 Nur Tuing Ahmad Istianto L IV
3 Dimas Aji Putra Nur Fauzi L IV
4 Devi Shania Berliana P IV
5 Vita Pramudianingrum P IV
4 Wawancara Bapak Khoiruddin pada tanggal 20 April 2011
50
Maka dari itu disusunlah suatu konsep pembelajaran yang tepat,
yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan anak-anak autisme yang berada
di Sekolah Khusus Autisme Bina Anggita Kota Magelang. Adapun
langkah-langkah pembelajarannya sebagai berikut:
a. Tahap Perencanaan
Perencanaan pembelajaran yang dilakukan guru akan
menetukan keberhasilan pembelajaran yang di pimpinya, hal ini
didasarkan dengan membuat sebuah rencana pembelajaran yang baik
atau lebih terperinci akan membuat guru lebih mudah dalam hal
penyampaian materi pembelajaran, pengorganisasian peserta didik
dikelas, maupun pelaksanaan evaluasi pembelajaran baik proses
ataupun hasil belajar dengan tahapan sebagai berikut:
1. Menyusun Silabus
Silabus yang disusun merupakan rencana Pembelajaran.
Guru di Sekolah Khusus Autisme Bina Anggita Kota Magelang
sebagai pengembang kurikulum memiliki kreatifitas dalam
mengembangkan materi dan kompetensi dasar setiap pokok
bahasan sesuai dengan kompetensi yang dimiliki peserta didik dan
pengembangan lingkungan sekitar.
Dalam merencanakan pengembangan silabus setiap guru
melakukan hal-hal sebagai berikut:
a) Mengembangkan Indikator
b) Mengidentifikasi materi ajar atau matrei pokok
c) Mengembangkan kegiatan pembelajaran
d) Pengalokasian waktu
e) Pengembangan penilaian menentukan sumber atau bahan atau
alat.
Selengkapnya, penyusunan silabus harus disesuaikan
dengan cakupan materi yang telah disusun oleh Sekolah Khusus
Autisme Bina Anggita Kota Magelang, yaitu:
51
Tabel 4.2
Cakupan Kelompok Mata Pelajaran
Sekolah Khusus Autisme Bina Anggita Kota Magelang
Tahun Ajaran 2010/2011
No Kelompok Mata Pelajaran Cakupan
1 Agama dan Akhlak Mulia
Kelompok mata pelajaran agama dan
akhlak mulia dimaksudkan untuk
membentuk peserta didik menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa
kepada tuhan Yang Maha Esa serta
berakhlak mulia. Akhlak mulia
mencakup etika, budi pekerti, atau
moral sebagai perwujudan dari
pendidikan agama.
2 Kewarganegaraan dan
kebribadian
Kelompok mata pelajaran
kewarganegaraan dan kepribadian
dimaksudkan untuk peningkatan
kesadaran dan wawasan peserta didik
akan status, hak, dan kewajibannya
dalam masyarakat, berbangsa, dan
bernegara serta peningkatan kualitas
dirinya sebagai manusia.
Kesadaran dan wawasan termasuk
wawasan kebangsaaan, jiwa dan
patriotisme bela Negara,
penghargaan terhadap hak-hak asasi
manusia, kemajemukan bangsa,
pelestarian lingkungan hidup,
kesetaraan gender, demokrasi,
tanggungjawab sosial, ketaatan
membayar pajak, dan sikap serta
perilaku anti korupsi, kolusi dan
nepotisme.
3 Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi
Kelompok mata pelajaran ilmu
pengetahuan dan teknologi pada
SD/MI/SDLB dimaksudkan untuk
mengenal, menyikapi dan
mengapresiasikan
4 Estetika
Kelompok mata pelajaran estetika
dimaksudkan untuk meningkatkan
sensitivitas, kemampuan
mengekspresikan dan kemampuan
mengapresiasi keindahan dan
harmoni. Kemampuan mengapresiasi
dan mengekspresikan keindahan
52
serta harmoni mencakup apresiasi
dan ekspresi, baik dalam kehidupan
individual sehingga mampu
menikmati dan mensyukuri hidup,
maupun dalam kehidupan
kemasyarakatan sehingga mapu
menciptakan kebersamaan yang
harmonis.
4 Jasmani, Olahraga dan
Kesehatan
Kelompok mata pelajaran jasmani,
olahraga dan kesehatan pada
SD/MI/SDLB dimaksudkan untuk
meningkatkan potensi fisik serta
menanamkan sportivitas dsan
kesadaran hidup sehat.
Budaya hidup sehat termasuk
kesadaran, sikap dan perilaku hidup
sehat yang bersifat individual
ataupun yang bersifat kolektif
kemasyarakatan seperti narkoba,
HIV/AIDS, demam berdarah, dll.
2. Menyususn Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Dalam menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran guru
melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
a) Mengidentifikasi dan mengelompokkan kompetensi yang ingin
di capai setelah proses pembelajaran.
b) Mengembangkan materi yang akan di ajarkan.
c) Mentukan metode yang akan di pakai dalam pembelajaran
sesuai dengan mata pelajaran.
d) Merencanakan penilaian, yang meliputi aspek kognitif, afektif
dan psikomotorik sesuai dengan tujuan pembelajaran yang
akan dicapai.5
b. Tahap Pelaksanaan
Proses pelaksanaan pembelajaran di Sekolah Khusus Autisme
Bina Anggita Kota Magelang di mulai pada pukul 07.30 - 16.00,
dengan pembagian sebagai berikut :6
5 Wawancara dengan Ibu Ariyani Faizah, S.Pd pada tanggal 27 April 2011
53
1. Jumlah jam pembelajaran Sekolah Khusus Autisme Bina Anggita
Kota Magelang kelas I, II, III, IV, V, VI antara 16 jam pelajaran
per minggu dan 8 jam untuk pengembangan.
2. Penyajian pembelajaran pendekatan tematik untuk kelas I, II, III
dan untuk kelas IV, V, VI sistem paket.
3. Alokasi per jam pembelajaran 30 menit.
Senin – Kamis : Sesi I : 07.30 – 09.30
: Sesi II : 09.30 – 11.30
: Sesi III : 12.00 – 14.00
: Sesi IV : 14. 00 – 16.00
Jum’at : I – III : Jalan – jalan
: II – IV : Renang
Sabtu : Pengembangan bakat anak (Seni Lukis)
4. Kegiatan pengembangan diri
Adalah kegiatan yang bertujuan memberikan kesempatan
kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekpresikan
diri sesusi kebutuhan, bakat, minat setiap peserta didik sesuai
dengan kondisi sekolah.
Kegiatan rutin : Senam sebelum kegiatan belajar mengajar
Budaya bersih : Setiap hari
Musik : Setiap hari sabtu minggu ke II dank e IV
Lukis(mewarnai) : Setiap hari sabtu minggu ke II dank e IV
Renang : Setiap jum’at minggu ke II dan ke IV
Pengenalan lingkungan: Setiap jum’at ke I dan ke III
5. Kegiatan tatap muka
Kegiatan tatap muka adalah kegiatan pembelajaran yang berupa
proses interaksi antara peserta didik dengan pendidik. Beban
belajar kegiatan tatap muka per jam pembelajaran berlangsung
selama 30 menit dengan jumlah jam pembelajaran tatap muka per
6 Wawancara dengan Ibu Ariyani Faizah, S.Pd pada tanggal 27 April 2011
54
minggu sebagaimana yang tercantum dalam struktur kurikulum di
bawah ini: 7
Tabel 4.3
Kegiatan Tatap Muka
Sekolah Khusus Autisme Bina Anggita Kota Magelang
Tahun Ajaran 2010/2011
Kelas
Satu jam
pembelajaran
tatap muka
(menit)
Jumlah jam
pembelajaran
per minggu
Minggu
efektif per
tahun
ajaran
Waktu
pembelajaran
per tahun
Jumlah jam
per tahun
(@ 60
menit)
I-III
IV-VI
30
30
30
35
34
34
1020 jam
pembelajaran
1190 jam
pembelajaran
510
595
Dalam proses belajar mengajar terkandung di dalamnya kedua
kegiatan pokok, kegiatan guru dalam mengajar dan kegiatan murid
dalam belajar. Mengajar pada umumnya diartikan sebagai usaha diri
untuk menciptakan kondisi-kondisi atau mengatur lingkungan
sedemikian rupa, sehingga terjadi interaksi antara murid dengan
lingkungannya, termasuk guru, alat pelajaran, kurikulum dan
instrumen pendidikan lainnya yang disebut proses belajar, sehingga
tercapai tujuan pelajaran yang telah ditetapkan.
Adapun hal-hal yang perlu dipersiapkan terlebih dahulu sebelum
memberikan pembelajaran adalah:
1. Penentuan Strategi dan Pembelajaran
Pada dasarnya dalam pengembangan strategi penanganan
peserta didik di Sekolah Khusus Autisme Bina Anggita Kota
Magelang yaitu dengan menggunakan metode penanganan One on
One, metode penanganan ini adalah cara penanganan peserta didik
secara personal atau individu. Dalam memberikan pembelajaran
guru dituntut untuk menggunakan bahasa yang sederhana dan
mudah dimengerti oleh peserta didik.
7 Wawancara dengan Ibu Ariyani Faizah, S.Pd pada tanggal 27 April 2011
55
Adapun metode yang digunakan dalam setiap penyampaian
materi mata pelajaran Agama dan Akhlak Mulia di Sekolah
Khusus Autisme Bina Anggita, diantaranya adalah:
a. Metode Pembiasaaan
Dalam proses belajar mengajar pada anak autis, metode ini
merupakan metode yang digunakan dalam menyampaikan
segala jenis materi. Mengingat peserta didik adalah anak yang
memerlukan perhatian khusus, dimana dalam memahami suatu
materi anak didik tidak bisa langsung mengerti materi yang
telah disampaikan. Akan tetapi guru harus mengulang materi
tersebut seara kontinyu.
b. Metode Ceramah
Metode ini merupakan cara penyampaian materi
pengetahuan dan juga agama kepada peserta didik yang
dilakukan secara lisan. Yang perlu diperhatikan dalam metode
ini yaitu hendaknya ceramah yang mudah untuk dipahami dan
mudah diterima, serta mampu menstimulasi pendengar (anak
didik).
c. Metode Tanya Jawab
Metode ini adalah mengajukan pertanyaan kepada peserta
didik. Metode ini dimaksudkan untuk merangsang berpikir dan
membimbing dalam mencapai kebenaran. Dalam menerapkan
metode ini pada peserta didik, memerlukan alat bantu yang
bersifat kongkrit. Misalnya materi rukun Iman pada kelompok
mata pelajaran Agama dan Akhlak Mulia, dalam penyampaian
materi tersebut ketika mengenalkan ciptaan Allah, maka guru
harus menunjukan bentuk nyata dari wujud ciptaan Allah
tersebut.
d. Metode Demonstrasi
Metode ini dimaksudkan dengan memberikan materi
pendidikan baik menggunakan alat bantu atau benda secara
56
diperagakan, agar anak didik manjadi jelas dan sekaligus dapat
mempraktekan materi yang dimaksud. Misalnya, tentang tata
cara bersuci dan shalat. Dalam menyampaikan materi ini, guru
memberi contoh secara langsung kepada peserta didik secara
berulang-ulang dan pelan-pelan, dan lebih dititik beratkan pada
latihan gerakan dari ibadah, karena jika sampai pada
pembacaan dari ibadah mereka belum mampu.
e. Metode Pemberian Tugas
Metode ini digunakan oleh guru untuk memberi tugas
kepada siswa untuk mengerjakan tugas dengan baik secara
individu. Metode ini dharapkan dapat meningkatkan belajar
siswa, sehingga guru memperoleh informasi sejaumana materi
yang telah disampaikan dapat diserap oleh siswa. Di Sekolah
Khusus Autisme Bina Anggita Kota Magelang metode ini
dgunakan pada semua kelompok mata pelajaran.
f. Metode Drill (latihan)
Metode ini biasanya digunakan untuk melatih anak untuk
melafalkan doa-doa, surat-surat pendek (bagi yang beragama
Islam), berhitung, menyanyi dan lain-lain.
2. Penyediaan Sumber dan Alat pembelajaran
Kelas yang ideal adalah kelas yang didalamnya terdapat
sarana dan prasarana yang menunjang dalam proses belajar
mengajar. Adapun sarana yang digunakan dalam pembelajaran
adalah buku-buku pelajaran yang terkait dengan pembelajaran
yang terkait dengan mata pelajaran Agama dan Akhlak Mulia
dan setiap kelompok mata pelajaran, iqro’, qiroati, LKS,
gambar-gambar, dan lain sebagainya.
Akan tetapi sumber, alat dan sarana pembelajaran pada
kelas di Sekolah Khusus Autisme Bina Anggita Kota Magelang
hanyalah sebagai penunjuang keberhasilan dalam
57
pembelajaran, yang terpenting yaitu dalam memberikan
pembelajaran kepada anak autis itu harus kontinyu.8
3. Penentuan cara dan alat penilaian proses dan hasil belajar kelas
Penilaian dalam proses belajar mengajar berfungsi
sebagai alat untuk mencapai tujuan atau sebagai kontrol
pelaksanaan program mengajar.
Adapun evaluasi yang diterapkan di Sekolah Khusus
Autisme Bina Anggita Kota Magelang antara lain dengan cara:
a. Tes perbuatan, dalam tes ini dilakukan dengan praktek
langsung terhadap materi yang telah diajarkan serta
dibiasakan kepada peserta didik.
b. Tes lisan, tes ini lebih melihat kemampuan kelayan dalam
memahami dan menghafal materi.9
Karena pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi
antara pendidik dengan lingkungannya tugas guru yang paling utama
adalah mengkondisikan lingkungan agar menunjang terjadinya
perubahan perilaku bagi peserta didik.
Pelaksanaan pembelajaran sangat erat kaitannya dengan peran
guru dalam pembelajaran dikelas. yang akan menentukan tercapainya
tujuan pembelajaran dan tidaknya tergantung pada proses guru dalam
menyesuaikan pembelajaran. Adapun dalam pelaksanaan pembelajaran
melalui beberapa proses sebagai berikut:
a. Pengelolaan Kelas dan Peserta Didik
Pengelolaan kelas dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan
latar belakang peserta didik yang berbeda-beda, penataan meja
kursi bagi anak autis berbeda dengan penataan kelas pada
umumnya, yaitu satu meja untuk berdua. Hal ini dilakukan karena
guru menggunakan metode penanganan One on One (pendekatan
formal yang bersifat individual), dimana guru cukup menangani 1
8 Wawancara Bapak Khoiruddin pada tanggal 20 April 2011
9 Wawancara Bapak Khoiruddin pada tanggal 20 April 2011
58
anak dalam proses pembelajaran. Kelas di kengkapi dengan
gambar-gambar yang terkait dengan pelajaran, dan kondisi kelas
nyaman dan baik sehinnga proses pembelajaran berlangsung
dengan lancar.10
Pada garis besarnya ada beberapa langkah yang dilakukan
oleh guru Sekolah Khusus Autisme Bina Anggita Kota Magelang
dalam melaksanakan pembelajaran diantaranya adalah:
1) Pra Intruksional
Tahap ini tahap sebelum pelajaran dimulai dengan
membaca doa sesuai dengan kepercayaan dan agama masing–
masing. Bagi yang beragama Islam peserta didik diwajibkan
untuk membaca surat-surat pendek dan doa-doa dalam
kehidupan sehari-hari . Pada awal pelajaran guru memberikan
apersepsi yang menghubungkan materi pembelajaran peserta
didik dengan atau dengan kompetensi yang telah dikuasai oleh
peserta didik.
2) Intstuksional
Pada tahap ini merupakan tahap inti dari serangkaian
aktivitas pembelajaran yang dilakukan guru dengan peserta
didik dalam mencapai suatu tujuan yang termuat dalam
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dalam pelaksanaan
pembelajaran guru menggunakan pendekatan One on One.
3) Evaluasi/Tindak Lanjut
Tahap ini guru memberikan penguatan atau kesimpulan
tentang pembelajaran yang sudah disampaikan. Selain itu juga
guru memberikan saran-saran yang terkait pembelajaran dan
pembenahan dan di akhiri dengan do’a dan salam. Pada
penutup pembelajaran guru selalu memberikan tugas rumah
kepada siswa dengan tujuan agar siswa belajar di rumah.
10 Observasi kelas tanggal 16 April 2011
59
b. Pengelolaan Guru
Peran guru dalam pembelajaran bermacam-macam
tergantung pada karakter yang dimiliki guru. Diantaranya adalah :11
1) Tipe Kepemimpinan Guru
Kepemimpinan guru pada anak autis dilakukan dengan
memberikan penekanan yang bersifat lebih kepada proses
pembelajaran dengan mengedepankan pembimbingan, karena
anak autis mempunyai kelainan yang bersifat komplek, maka
guru harus bersifat seperti ibu dan teman bagi anak autis agar
dapat lebih membantu dalam mngetahui dan memahami
pembelajran yang diberikan.
2) Sikap Guru
Sikap guru pada anak autis tidak ada bedanya dengan guru
lain, yang menekankan disini adalah sikap keluwesan, ramah
tamah dan penyayang menjadi syarat penting dalam mendidik
anak autis karena akan sangat membantu mereka dalam setiap
proses pembelajaran.
3) Suara Guru
Dalam penyampaiannya, guru harus menggunakan suara
yang keras dan juga perlahan-lahan. Selain itu juga, di iringi
dengan kesabaran dan ketelatenan.
c. Tahap Evaluasi
Tujuan utama evaluasi yang diadakan di Sekolah Khusus
Autisme Bina Anggita Kota Magelang adalah meningkatkan kualitas
pemebelajaran. Pelaksanaan kegiatan evaluasi memiliki pengaruh dan
dampak yang kuat pada hasil pembelajaran. Informasi apa yang
dikumpulkan, bagaimana cara mengumpulkannya, bagaimana
menafsirkan informasi tersebut di Sekolah Khusus Autisme Bina
Anggita Kota Magelang dan bagaimana menggunakannya akan sangat
berpengaruh pada kemajuan belajar peserta didik. Apapun kemampuan
11 Wawancara dengan Ibu Nieke Lia Andanasari, S.Psi 28 April 2011
60
peserta didik dan kelas yang ada di Sekolah Khusus Autisme Bina
Anggita Kota Magelang, informasi penilaian perlu menjelaskan dan
mendapatkan kepastian tentang kemajuan belajar siswa yang
diinginkan dengan cara yang adil dan berkonstribusi dalam kelanjutan
belajar peserta didik.
Proses evaluasi pembelajaran di Sekolah Khusus Autisme Bina
Anggita Kota Magelang dilakukan setiap semester, yaitu pada bulan
Desember dan Juni.12
Adapun proses evaluasi pembelajaran yang dilakukan di
Sekolah Khusus Autisme Bina Anggita Kota Magelang, yaitu
penilaian terhadap hasil belajar kelayan yang meliputi pengetahuan
(kognitif), keterampilan (psikomotorik) dan nilai (afektif), yaitu
berupa:
a. Evaluasi teori
Evaluasi teori yang dilaksanakan yaitu dengan hapalan surat-
surat pendek dan latihan identifikasi masalah seputar pengetahuan
agama Islam. Evaluasi di sini lebih ditekankan pada tanya jawab
ataupun sharring antara pengajar dan kelayan maupun antar
sesama peserta didik tentang pengetahuan agama Islam yang sudah
mereka dapatkan.
b. Evaluasi praktek dan performance
Evaluasi praktek untuk semua kelas, rata-rata hampir sama,
yaitu praktek melaksanakan ibadah, dan evaluasi tersebut
disesuaikan dengan kemampuan dan kelas masing-masing. Adapun
untuk menunjang kemampuan dan bekal peserta didik, dilakukan
juga evaluasi dalam membaca al-qur’an, qiro’at, dan juz amma.
Bentuk tes performance misal shalat jumat, shalat wajib dan
sunah, puasa wajib dan sunah, melafalkan dan menghapal dalil,
dan sebagainya.
12 Wawancara dengan Ibu Indah Pamungkas, SE pada tanggal 04 Mei 2011
61
c. Evaluasi portofolio
Penilaian portofolio, merupakan suatu usaha untuk
memperoleh informasi secara berkala, berkesinambungan dan
menyeluruh tentang proses dan hasil pertumbuhan dan
perkembangan wawasan pengetahuan, sikap, dan ketrampilan
peserta didik yang bersumber dari catatan dan dokumentasi
pengalaman belajarnya.
Cara melakukan evaluasi dengan portofolio ini adalah
menitik beratkan dalam melakukan tugas-tugas pribadi sebagai
evaluasi dari pengajaran di sekolah yang dikerjakan di rumah
kemudian dilakukan pengecekan dan penagihan di dalam kelas. 13
B. Analisis Pelaksanaan Manajemen Pembelajaran Di Sekolah Khusus
Autisme Bina Anggita Kota Magelang
Dari semua teori dan data yang diperoleh, akhirnya dilakukan
pengolahan data dari lapangan yang kemudian dilakukan sebuah analisis.
Analisis ini dilakkan atas data-data yang diperoleh dari lapangan dan
berdasarkan pada teori / konsep yang sudah ada. Adapun teknik analisis yang
digunakan adalah deskriptif kualitatif (analisis non statistik) dengan
menggunakan pendekatan kualitatif. Analisis ini dibahas melalui dua sub, di
antaranya adalah sebagai berikut:
1. Analisis Pelaksanaan Manajemen Pembelajaran Di Sekolah Khusus
Autisme Bina Anggita Kota Magelang
Untuk lebih jelas tentang gambaran pelaksanaan manajemen
pembelajaran bagi anak autis di Sekolah Khusus Autisme Bina Anggita
Kota Magelang dapat penulis analisiskan sebagai berikut :
Pertama, Tahap perencanaan. Berdasarkan teori yang peneliti
sajikan dalam BAB II terdapat banyak sekali perbedaan dalam praktek
pelaksanaan manejemen pembelajaran di Sekolah Khusus Autisme Bina
Anggita Kota Magelang. Hal yang tampak jelas peneliti lihat adalah para
13 Wawancara dengan Ibu Indah Pamungkas, SE pada tanggal 04 Mei 2011
62
guru Sekolah Khusus Autisme Bina Anggita Kota Megelang tidak
merencanakan program tahunan dan program semester, sehingga dalam
proses pembelajarannya kurang begitu maksimal, karena pengajar kurang
adanya persiapan atau membuat perencanaan setahun dan persemester,
maka yang terjadi pembelajaran yang dilakukan bersifat monoton.
Kedua, Tahap pelaksanaan. Dalam proses pembelajaran, pemilihan
strategi dan penggunaan metode, adalah hal yang sangat penting dan
sangat menentukan. Sebab, proses pembelajaran tidak akan berjalan sesuai
dengan yang diharapkan, tanpa didukung oleh penggunaan metode yang
baik. Metode yang baik, hemat penulis adalah metode yang disesuaikan
dengan situasi dan kondisi, sarana-prasarana, kurikulum, dan sebagainya.
Sebagai pendidik, harus senantiasa dituntut untuk mampu
menciptakan iklim belajar mengajar yang kondusif serta dapat memotifasi
siswa dalam pencapaian prestasi belajar secara optimal. Pendidik (guru)
harus dapat menggunakan strategi tertentu dalam pemakaian metodenya
sehingga dia dapat mengajar dengan tepat, efektif dan efisien untuk
membantu meningkatkan kegiatan belajar serta memotivasi siswa untuk
belajar dengan baik.14
Penggunaan alat pengajaran pada materi Agama dan Akhlak Mulia
di sini hanyalah sebagai faktor pendukung dalam keberhasilan pengajaran,
karena dengan menggunakan media yang mudah dimengerti oleh
penyandang autis artinya dapat membantu keberhasilan proses belajar
mengajar tersebut, akan tetapi yang terpenting dalam pembelajaran bagi
anak autis yaitu dengan menggunakan strategi dan metode hapalan dan
ceramah.
Begitu pula dengan sumber pembelajaran dirasa sudah sesuai
dengan materi dan keadaan anak autis. Di sini pengajar menggunakan
sumber pelajaran dari buku agama Islam yang terkait dengan materi
Agama dan Akhlak Mulia, karena untuk pembelajaran Agama dan Akhlak
14 Ismail SM, Strategi Pembelajaran Agama Islam PAIKEM, (Semarang : Rasail Media
Grup dan LSIS, 2008), hlm. 25
63
Mulia belum ada buku sumber khusus yang standar untuk pendidikan anak
autis.
Ketiga, Tahap evaluasi. Proses evaluasi pembelajaran di Sekolah
Khusus Autisme Bina Anggita Kota Magelang dilakukan setiap semester,
yaitu pada bulan Desember dan Juni.
Adapun proses evaluasi pembelajaran yang dilakukan di Sekolah
Khusus Autisme Bina Anggita Kota Magelang, yaitu penilaian terhadap
hasil belajar kelayan yang meliputi pengetahuan (kognitif), keterampilan
(psikomotorik) dan nilai (afektif), yaitu berupa :
Sekolah Khusus Autisme Bina Anggita Kota Magelang selalu
mengevaluasi pelaksanaan pembelajaran, yaitu dengan cara:
a. Tes perbuatan, dalam tes ini dilakukan dengan praktek langsung
terhadap materi yang telah diajarkan serta dibiasakan kepada peserta
didik.
b. Tes lisan, tes ini lebih melihat kemapuan peserta didik dalam
memahami dan menghafal materi.
Evaluasi meliputi semua aspek batas belajar. Menurut Schwartz
dan kawan-kawannya, penilaian adalah suatu program untuk memberikan
pendapat dan penentuan arti atau faedah suatu pengalaman. Yang
dimaksud dengan pengalaman adalah pengalaman yang diperoleh berkat
proses pendidikan. Pengalaman tersebut tampak pada perubahan tngkah
laku atau pola kepribadian siswa. Jadi pengalaman yang diperoleh siswa
adalah pengalaman hasil belajar siswa di sekolah. Dalam hal ini, penilaian
adalah suatu upaya untuk memeriksa sejauh mana siswa telah mengalami
kemajuan belajar atau telah mencapai tujuan belajar dan pembelajaran. 15
Sesuai dengan pengertian dan tujuan evaluasi, maka sasaran
evaluasi ini ialah program pembelajaran, misalnya bahan pembelajaran,
strategi pembelajaran, media pembelajaran dan penunjang pembelajaran
lain.
15 Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta : PT. Bumi Aksara. 2008).
Cet. Ketujuh, hlm. 157.
64
2. Analisis Problematika Pelaksanaan Manajemen Pembelajaran Di Sekolah
Khusus Autisme Bina Anggita Kota Magelang
Hasil dari diskusi yang peneliti lakukan dengan guru tentang
problematika pelaksanaan manajemen pembelajaran pada anak autis serta
upaya penyelesaiannya, peneliti menggarisbawahi ada beberapa masalah
serta upaya-upaya yang dilakukan oleh para guru, yaitu sebagai berikut:
Pertama Problematika, 1) Kesulitan dalam proses pembelajaran (transfer
of knowledge), anak autis merupakan anak yang berada dalam kondisi di
mana perkembangannya terdapat gangguan untuk berkomunikasi dan
berinteraksi dengan orang lain. 2) Sikap dan kecenderungan anak autis
yang cuek, tidak mampu membentuk jalinan emosi dengan orang lain. 3)
Guru kurang variatif dalam memberikan pembelajaran. Kedua Solusi, 1)
Proses pembelajaran yang diberikan kepada anak autis tidaklah sama
dengan anak-anak normal yang lainnya. Guru Sekolah Khusus Autiseme
Bina Anggita harus betul-betul menguasai materi yang akan diajarkan,
tentunya materi yang akan disampaikan harus disesuaikan dengan
kebutuhan yang dialami peserta didik, selain itu juga guru harus
mempunyai cara agar anak mampu berinteraksi dengan guru dalam proses
pembelajaran. 2) Ada banyak hal yang sulit untuk dimengerti oleh pikiran,
perasaan dan keinginan orang lain. Berkurangnya kemampuan untuk
berkomunikasi dan berhubungan dengan sesama inilah yang menjadikan
anak autis kurang bisa memberi tanggapan terhadap lingkungannya (cuek).
Hal seperti inilah yang menuntut para guru untuk bisa menjadi sebagai
sosok seorang ibu dan teman bagi anak autis karena sikap yang
ditonjolkan para guru tersebut bisa membantu mereka dalam proses
pembelajaran. 3) Pada dasarnya proses pembelajaran di Sekolah Khusus
Autisme Bina Anggita yang dilakukan oleh guru harus bervariasi dalam
memberikan proses layanan pendidikan, disini para guru Sekolah Khusus
Autisme Bina Anggita harus membuat variasi model pembelajaran, karena
proses pembelajaran dikatakan berhasil manakala anak-anak belajar
sebagai akibat usaha. Dalam kontek proses belajar usaha ini bertujuan
65
untuk mengatasi kebosanan siswa, sehingga dalam proses belajarnya siswa
senantiasa menunjukan ketekunann, keantusiasan serta berperan secara
aktif dalam proses belajar mengajar.
Secara konsep manajemen pembelajaran para guru di Sekolah
Khusus Autisme Bina Anggita Kota Magelang sudah menyusun RPP dan
silabus untuk merencanakan pembelajaran, akan tetapi menurut peneliti
ada beberapa tahapan yang belum berjalan dengan maksimal. Hal ini
disandarkan pada teori pada BAB II tentang langkah-langkah
pembelajaran. Sebagai contoh, bahwa dalam perencanaan pembelajaran,
guru Sekolah Khusus Autisme Bina Anggita Kota Magelang belum
menyusun prota dan promes, ini dibuktikan dengan tidak adanya temuan
prota dan promes yang disusun oleh para guru. Selain itu juga terdapat
berbagai problematika yang menghambat proses pembelajaran di Sekolah
Khusus Autisme Bina Anggita Kota Magelang.
Meskipun demikian, berdasarkan proses pengamatan dan observasi
dilapangan tentang pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru
Sekolah Khusus Autisme Bina Anggita Kota Magelang dalam
melaksanakan pembelajaran bagi anak autis sudah cukup baik, hal itu
sesuai dengan proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi yang
dilakukan oleh para guru serta upaya guru mencari solusi untuk
menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapi para guru dalam
memberikan proses pembelajaran bagi anak autis.
66
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah peneliti mengadakan penelitian, pembahasan serta pemahaman
terhadap pelaksanaan manajemen pembelajaran bagi anak autisme di Sekolah
Khusus Autisme Bina Anggita Kota Magelang dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut :
1. Pelaksanaan manajemen pembelajaran yang dilakukan oleh para guru di
Sekolah Khusus Autisme Bina Anggita Kota Magelang dalam rangka
memberikan pelayanan pendidikan kepada peserta didik dilakukan dengan
cara menyusun silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran sebagai
bahan ajar setiap materi yang ingin disampaikan kepada peserta didik.
Dalam pelaksanaan pembelajaran dikelas, langkah-langkah yang harus
dipersiapkan terlabih dahulu yaitu: menentukan strategi dan pembelajaran,
menyediakan alat dan sumber pembelajaran dan menentukan cara dan alat
penilaian proses dan hasil belajar kelas. Kemudian setelah itu adalah,
merencanakan pengelolaan kelas dan peserta didik yang didalamnya
memuat tahap pra intruksional, intruksional dan evaluasi. Selanjutnya
adalah pengelolaan guru yang dimulai dengan kepemimpinan dan sikap
guru dalam kelas serta suara guru dalam menyampaikan materi kepada
anak autis. Evaluasi pembelajaran, evaluasi ini dilakukan untuk menilai
hasil belajar peserta didik, yang meliputi evaluasi pengetahuan (kognitif),
evaluasi keterampilan (psikomotorik) dan evaluasi nilai (afektif).
2. Problematika pelaksanaan pembelajaran muncul seiring dengan proses
pembelajaran berlangsung. Permasalahan itu adalah: Pertama, Kesulitan
dalam proses pembelajaran (transfer of knowledge) pada anak autis.
Kedua, Sikap dan kecenderungan anak autis yang cuek dan tidak mampu
membentuk jalinan emosi dengan orang lain. Ketiga, guru kurang variatif
dalam memberikan pembelajaran. Hal itulah yang menjadi hambatan
tersendiri dalam pelaksanaan pembelajaran bagi peserta didik. Namun jika
67
hanya melihat saja dan tanpa memberikan solusi yang kongkrit perubahan
tidak akan ada, dalam arti proses pembelajaran tidak akan berjalan dengan
dengan baik. Adapun solusi yang ditawarkan oleh para guru dalam rangka
memperbaiki kualitas pembelajaran bagi anak autis adalah: Pertama, yang
harus dilakukan adalah guru di Sekolah Khusus Autisme Bina Anggita
harus betul-betul menguasai materi yang akan diajarkan, tentunya materi
yang akan disampaikan harus disesuaikan dengan kebutuhan yang dialami
peserta didik, selain itu juga guru harus mempunyai cara agar anak mampu
berinteraksi dengan guru dalam proses pembelajaran. Kedua, para guru di
Sekolah Khusus Autisme Bina Anggita Kota Magelang harus bersikap
layaknya seoarang ibu dan teman bagi anak autis karena dapat membantu
mereka dalam proses pembelajaran. Ketiga, guru Sekolah Khusus Autisme
Bina Anggita mengupayakan membuat variasi model pembelajaran agar
tidak monoton, karena proses pembelajaran dikatakan berhasil manakala
anak-anak belajar sebagai akibat usaha.
B. Saran-saran
Dari hasil penelitian yang disimpulkan diatas, peneliti berusaha
memberikan saran-saran sebagai motivasi dalam meningkatkan keberhasilan
dalam proses belajar mengajar.
1. Kepada guru
a. Peningkatan profesionalitas guru dalam upaya memberikan pelayanan
pendidikan bagi peserta didik.
b. Hendaknya guru lebih meningkatkan perhatiannya terhadap semua
komponen pembelajaran, sehingga kualitas pembelajaran dapat yang
optimal.
2. Kepada sekolah
a. Pengadaan buku-buku sebagai referensi dalam proses belajar mengajar
dan media pembelajaran sebagai alat yang menunjang proses belajar
mengajar.
68
b. Hendaknya lebih meningkatkan lagi kerjasama antara sekolah dengan
orang tua siswa, seperti dalam menyampaikan informasi tentang
perkembangan anaknya agar dapat membantu atau berpartisipasi dalam
proses perkembangan anak di sekolah, mengingat guru tidak dapat
sepenuhnya membantu kegiatan siswa setip saat.
3. Kepada pemerintah
a. Adanya perhatian khusus dari pemerintah tentang pengadaan tempat
dan gedung yang mendukung dalam proses belajar mengajar.
b. Diusahakan dalam proses kegiatan belajar mengajar ada kurikulum
yang secara khusus untuk anak autis dari Dinas yang terkait sebagai
pegangan dalam pembelajaran.
4. Kepada orang tua murid
a. Hendaknya orang tua betul-betul memperhatikan pendidikan anak
khususnya di dalam mempelajari pelajarannya.
b. Memotivasi anaknya secara terus-menerus maka akan melahirkan anak
yang rajin belajar sehingga akan tercipta insan yang cerdas dan pandai.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Aziz, Sholih dan Abdul Aziz Abdul Majid, At-Tarbiyah wa Turuku At-
Tadris, (Mesir: Darul Ma’arif, 1968), Juz I
Abdurrahman, Mulyono, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta :
Rieka Cipta, 1999)
Amin,Abdul Basit, skripsi “Manajemen Pembelajaran Kurikulum Muatan Lokal
PAI dan Implikasinya Terhadap Peningkatan Keragaman Peserta Didik
SMA Islam Hidayatullah Semarang” (Semarang: Perpustakaan IAIN
Walisongo Semarang, 2007)
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek, Edisi
Revisi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002, Cet. 12)
__________________, Manajemen Pengajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 1993)
Azwar, Saifuddin, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997)
Budhiman, Melly, Pentingya Diagnosis Dini dan Penatalaksanaan Terpadu Pada
Autisme infantil. (Jakarta: Yayasan Autisme Indonesia, 1999)
Danuatmaja, Bonny, Terapi Anak Autis di Rumah, (Jakarta: Puspa Swara, 2003)
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 1999)
Djamarah, Syaiful Bahri, Guru dan Anak didik dalam Interaksi Edukatif,
(Jakarta : Rineka Cipta, 2000)
Furchan, Arief, Pengantar Penelitian dalam Pendidikan, (Yogyakarta : Pustaka
Pelajar, 2007)
Grandin, N. Temple. Margaret M. Scariano, Emergence Labelet Autistic, (New
York: Warner Books, 1996)
Handoyo, Y, Autisme, (Jakarta : PT. Bhuana Ilmu Populer, 2003)
Hamalik, Oemar, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: PT. Bumi Aksara,
2001)
______________, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta : PT. Bumi Aksara.
2008). Cet. Ketujuh
______________, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2009)
cet. 10
Hani Handoko, T. Manajemen, (Yogyakarta: BPKE Yogyakarta, 2001), Edisi II
Hidayah,Anis skripsi “Upaya Peningkatan Kualitas Pembelajaran PAI di SMP N
1 Kendal.” (Semarang: Perpustakaan IAIN Walisongo Semarang, 2006)
Lexy J. Moeleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja
Rodaskara, 2004)
______________. Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : Rosda Karya,
2004, Cet.xx)
Ismail SM, Strategi Pembelajaran Agama Islam PAIKEM, (Semarang : Rasail
Media Grup dan LSIS, 2008),
Majid, Abdul, Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standar Kompetensi
Guru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007)
Margono, S, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta : Rineke Cipta, 2000)
Mubarrokah, Azwirotul, “Pelaksanaan Metode Demonstrasi Dalam
Pembelajaran PAI Pada Anak Autis Di SLB Negeri Semarang Tahun
Pelajaran 2004/2005”, Skripsi IAIN Walisongo Semarang, (Semarang:
Perpustakaan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, 2006)
Mulyasa, E, Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya, 2004)
______________. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2006)
Naim, Nganimun dan Achmad Patoni, Materi Penyusunan Desain Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam (MPDP-PAI), (Yogjakarta: Pustaka Pelajar,
2007)
Purwanti, Endang dkk., Perkembangan Peserta Didik, (Malang : UMM Press,
2002)
Sagala, Saiful, Konsep dan Wacana Pembelajaran, (Bandung : Alfabeta, 2003)
Sisk, Hanry L. Principles of Management a System Appoach to The Management
Proces, (Chicago: Publishing Company, 1969)
Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat, (Jakarta: Raja GrafindoPersada, 1997)
Sudjana, Nana dan Ibrahim, Penelitian dan Penilaian Pendidikan, (Bandung :
Sinar Baru, 1989)
Sugandi, Achmad dan Haryanto, Teori Pembelajaran,(Edisi Revisi), (Semarang :
UNNES Pers, 2007)
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D, (Bandung: Alfabeta,2008), cet. 6
Suparyogo. Imam, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja
Rosdakarya, 2001)
Suryobroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, (Jakarta: PT. Rineka Cipta,
2002), Cet. I
Sutadi, Rudi, Melatih Komunikasi pada Penyandang Autisme, (Jakarta: KID
Autis JMC, 2002)
Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik,
(Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007)
Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional,
(Jakarta : Sinar Grafika, 2008)
Usman, Husaini dan Purnomo Setiadi Akbar. Metodologi Penelitian Sosial,
(Jakarta : PT Bumi Aksara, 2009), cet. Kedua
______________, Manajemen Teori, Praktek dan Riset Pendidikan, (Jakarta: PT.
Bumi Aksara, 2006)
Yatim, Faisal. Autisme Suatu Gangguan Jiwa pada Anak-anak, (Jakarta : Pustaka
Populer Obor, 2003)
Autisme Terkait Kromosom “x”,
http://languageaholic.wordpress.com/2008/08/24/autisme-terkait-
kromosom-x/, diambil pada tanggal 30 Maret 2011
Brosur Sekolah Khusus Autisme Bina Anggita Kota Magelang
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Muhammad Habiburrohman
NIM : 063311031
Tempat/Tanggal Lahir: Demak, 08 Februari 1989
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Alamat asal : Babalan RT 003/ RW 002 Desa Babalan Kec. Wedung
Kab. Demak
Pendidikan Formal
1. MI Nurul Ittihad Demak Tahun lulus 2000
2. MTs Nurul Ittihad Demak Tahun lulus 2003
3. MA Nurul Ittihad Demak Tahun lulus 2006
4. Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang Angkatan 2006
Pendidikan Non Formal
Pondok Pesantren Al Amin Demak
Semarang, 02 Juni 2011
Penulis
M. Habiburrohman
063311031
TRANSKIP OBSERVASI
Nama Sekolah : Sekolah Khusus Autisme Bina Anggita Kota Magelang
No Yang Diamati Ya Keterangan / Bukti
1 Ruangan pembelajaran √ Foto
2 Proses pembelajaran √ Foto
3 Kegiatan peserta didik √ Foto
4 Pendekatan peserta didik √ Foto
5 Rencana pembelajaran √ RPP
6 Silabus √ Silabus
TRANSKIP HASIL WAWANCARA
Nama : Puji Astuti, S.Pd (Kepala Sekolah)
Tempat : Ruang Kepala Sekolah
Waktu : Sabtu, 16 April 2011 Jam 10.00 WIB
Pertanyaan Jawaban
Bagaimana sejarah berdirinya Sekolah Khusus Autisme Bina Anggita Kota Magelang?
Awalnya tidak pernah terbersit untuk mendirikan lembaga yang konsen menangani anak autis di Kota Magelang. Pak Bayari (pegawai DINSOS) yang mendapati anaknya sebagai autis, kemudian pak bayari menemui teman dekatnya, Pak Yasin (Kepala SKA Bina Anggita Yogyakarta) untuk membuka cabang di Magelang. Pertemuan itulah yang membuka jalan awal pendirian SKA Bina Anggita Kota Magelang. Tepatnya tanggal 15 Juli 2002 Sekolah ini berdiri, tapi belum menggunakan nama sekolah masih berupa lembaga, pada waktu itu juga guru masih sedikit, hanya ada 3 orang guru yang mengajar yaitu Ibu Puji Astuti, S.Pd yang memang direkomendasikan oleh Psk Yasin, kemudian Pak Khoiruddin dan Bu Suharyati. Seiring perjalanan waktu yang semula hanya sebagai lembaga yang menangani anak autis, berubahlah nama itu menjadi Sekolah Khusus Autisme Bina Anggita Kota Magelang, pada tanggal 16 Maret 2009 sekolah ini mendapat izin operasional menyelenggarakan pendidikan bagi anak autis.
TRANSKIP HASIL WAWANCARA
Nama : Khoiruddin (Wakil Kepala Sekolah)
Tempat : Ruang Guru
Waktu : Rabu, 20 April 2011 Jam 12.00 WIB
Pertanyaan Jawaban
Apa saja kegiatan atau langkah-langakah awal sebelum memberikan pelayanan pembelajaran bagi anak autis?
Langkah-langkah awal untuk memberikan proses pembelajaran dalam membentuk potesi yang dimiliki anak autis sesuai dengan perkembangannya adalah: 1. Kepatuhan
Seorang anak autisme yang sudah tertera kepatuhannya dengan baik akan melebihi kepatuhan anak normal pada umumnya, karena pendidikan yang diterima pertama ini akan membentuk dirinya untuk melaksanakan kewajibannya. Dalam membentuk kepatuhan pada anak autisme para pengajar melatihnya dengan memberikan perintah (instruksi), yang harus dilakukan, berdo’a, bila tidak mau duduk, berdiri dan lain-lain.
2. Kontak mata Anak autisme sebagaimana di atas bersikap cuek, maka agar perhatian harus melihat benda yang sedang diperhatikan mulai benda yang bentuknya besar sampai yang kecil, disamping itu anak-anak autisme susah dalam menginterpretasikan sesuatu. Contoh : dalam mengetahui warna, melihat benda dan lain-lain.
3. Konsentrasi Dalam belajar harus konsentrasi agar apa yang disampaikan dapat terserap oleh otak. Maka dari itu bila anak-anak mempunyai konsentrasi yang tinggi mudah
dalam belajar. Namun bagi anak-anak autisme untuk membentuk konsentrasi pada mereka dengan contoh : anak disuruh memperhatikan benda yang bergerak, ke kanan ke kiri, ke atas maupun ke bawah.
Ada tiga hal pokok yang harus diperhatikan juga : 1. Suara harus jelas dan tidak monoton 2. Setiap intruksi harus sama 3. Pemberian intruksi harus jelas,
singkat (kalimat pendek) dan sederhana
Hal-hal yang juga turut mendukung proses pembelajaran yaitu: 1. Permainan 2. Wicara 3. Perilaku 4. Okupasi 5. Diet 6. Kependidikan Semua hal tersebut harus dilakukan secara kontinyu untuk mencapai hasil yang lebih baik.
TRANSKIP HASIL WAWANCARA
Nama : Aryani Faizah, S.Pd dan Hermina Rubiyatun,S.Pd
(Kesiswaan dan Kurikulum)
Tempat : Ruang Guru
Waktu : Rabu-kamis, 27-28 April 2011 Jam 12.00 WIB
Pertanyaan Jawaban
Bagaimana proses perencanaan dan dan pelaksanaan yang dilakukan oleh guru sebelum melakukan pembelajaran?
Perencananaan pembelajaran, disini para guru Sekolah Khusus Autisme Bina Anggita Kota Magelang menyusun silabus dan RPP sebagai bahan / panduan dalam mengajar. Dalam merencanakan pengembangan silabus stiap guru melakukan hal-hal sebagai berikut: mengembangkan indikator, mengidentifikasi materi ajar atau materi pokok, mengembangkan kegiatan pembelajaran, pengalokasian waktu, pengembangan penilaian menentukan sumber atau bahan atau alat. Langkah-langkah dalam menyusun RPP, para guru melakukan langkah-langkah sebagai berikut: mengidentifikasi dan mengelompokan kompetensi yang ingin dicapai setelah proses pembelajaran, mengembangkan materi yang diajarkan, menentukan motede yang akan dicapai, merencanakan penilaian. Pelaksanaan pembelajaran di Sekolah Khusus Autisme Bina Anggita Kota Magelang, dimulai pada pukul 07.30-16.00. yang dimulai pada hari senin – kamis, sedangkan hari jum’at dan sabtu jalan-jalan dan pengembangan potensi anak. Selain itu juga ada kegiatan pengembangan diri yang bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mngembangkan
dan mengekspresikan diri sesuai kebutuhan bakat dan minat setiap peserta didik. Kegiatan pembelajaran/kegiatan tatap muka antar guru dan murid dilakukan selama 30 menit setiap mata pelajaran yang mengajarkan 5 kelompok mata pelajaran diantaranya: kelompok mata pelajaran Agama dan Akhlak Mulia, Kewarganegaraan dan kepribadian, Ilmu Pengetahuan dan teknologi, Estetika dan Penjas Orkes. Persiapan yang harus dilakukan oleh para guru sebelum memulai peserta didi adalah: Pertama, pengelolaan peserta didik dan yang meliputi pra intruksional dan intruksional. Pra intruksional adalah kegiatan sebelum pembelajaran dimulai, sedangkan intruksional adalah inti dari aktivitas pembelajaran yang dilakukan guru dengan peserta didik dalam mencapai suatu tujuan pemeblajaran yang termuat dalam RPP. Dalam memberikan pelayanan pembelajaran guru menggunakan pendekatan pembelajaran One on One. Adapun metode yang digunakan adalah pembiasaan, ceramah, tanya jawab, demonstrasi,pemberian tugas, dan driil. Pada akhir pembalajaran (evaluasi/tidak lanjut) guru memberikan penguatan tentang pembelajaran yang telah disampaikan, saran-saran terkait pembelajaran dan pembenahan yang diakhiri dengan dengan doa dan salam. Pada penutup pembelajaran guru selalu memberikan tugas kepada peserta didik dengan tujuan agar mereka mau belajar dirumah. Kedua, pengelolaan guru disini meliputi : gaya/tipe kepemimpinan guru, sikap guru dan suara guru dal pembelajaran.
TRANSKIP HASIL WAWANCARA
Nama : Indah Pamungkas, SE
(Guru & Litbang SKA Bina Anggita Kota Magelang)
Tempat : Ruang Guru
Waktu : Rabu, 04 Mei 2011 10.00 WIB
Pertanyaan Jawaban
Bagaimana cara guru mengetahui hasil belajar peserta didik di Sekolah Khusus Autisme Bina Anggita Kota Magelang?
Cara guru untuk mengetahui tingkat keberhasilan pembelajaran terhadap anak autis kami melakukannya dengan cara mengevaluasi setiap proses pembelajaran. Proses evaluasi pembelajaran yang dilakukan guru Sekolah Khusus Autisme Bina Anggita Kota Magelang adalah: evaluasi pengetahuan (kognitif), evaluasi ketrampilan (psikomototrik) dan evaluasi nilai (afektif)
TRANSKIP HASIL WAWANCARA
Nama : Khoiruddin (Wakil Kepala Sekolah)
Tempat : Ruang Guru
Waktu : Rabu, 04 Mei 2011 Jam 12.00 WIB
Pertanyaan Jawaban
Apa saja problematika yang dihadapi para guru dalam memberikan proses pembelajaran bagi anak autis dan upaya/solusi yang yang ditawarkan?
Kami mengakui bahwa memberikan pembelajaran kepada anak-anak autis tidaklah sama dengan anak normal lainnya. Problematika yang kami hadapi adalah: 1) kesulitan dalam proses transfer of knowledge, 2) sikap dan kencenderungan anak autis yang cuek menjadi hambatan bagi kami dalam memberikan pembelajaran peda meraka, 3) masih kurang inovatif dalam memberikan pembelajaran, yang menjadikan proses pembelajaran menjadi monoton Adapun uapaya kami untuk mencari solusi dari permasalahan tadi yaitu: 1) kami menyarankan kepada setiap guru untuk lebih menguasai materi yang akan disampaikan kepada anak auti, tentunya disesuaikan dengan kemampuan peserta didik. 2) kami menyarankan kepada para guru agar bersifat layaknya sebagai seorang ibu dan teman bagi anak autis dalam memberikan pembelajaran karena hal tersebut dapat membantu dalam proses pembelajaran bagi anak autis. 3) kami menuntut guru harus mampu memberikan pelayanan sesuai dengan kemampuan anak autis. Disesuaikan juga dengan metode atau cara, intinya guru harus kreatif dalam memberikan pembelajaran. Guru juga harus mengakses sumber-sumber informasi guna meningkatkan kualitas pembelajaran kepada anak autis.
SILABUS
Sekolah : SEKOLAH KHUSUS AUTISME BINA ANGGITA KOTA MAGELANG
Mata Pelajaran : Agama dan Akhlak Terpuji
Kelas / Semeter : IV / I
Standar Kompetensi : 1. Mengenal ayat-ayat Al-Quran
2. Mengenal sifat – sifat jaiz Allah SWT
KOPETENSI DASAR
MATERI
POKOK/PELAJARA
N
KEGIATAN
PEMBELAJARAN INDIKATOR TEHNIK
BENTUK
INSTRUMEN
ALOKASI
WAKTU
SUMB
ER
BELA
JAR
1 Menguucapkan kembali ayat-ayat pendek Q.S. An Naas dan Al Falaq
Surat Q.S. An Naas dan Al Falaq
Membaca kata dan kalimat surat Q.S. An Naas dan Al Falaq
Melafalkan kata dan kalimat Q.S. An Naas dan Al Falaq
Lisan Perbuatan 3 jam Al-Quran Buku PAI
2. Menyebutkan dua sifat jaiz Allah SWT
sifat jaiz Allah SWT Menjelaskan tentang sifat jaiz Allah SWT
Memahami sifat jaiz Allah SWT
Tertulis Jawaban singkat
3 jam A-Quran Buku PAI
Magelang, 03 Juli 2010 Kepala Sekolah Guru Kelas
Pudji Astuti, S.Pd Khoiruddin
SILABUS
Sekolah : SEKOLAH KHUSUS AUTISME BINA ANGGITA KOTA MAGELANG
Mata Pelajaran : Agama dan Akhlak Terpuji
Kelas / Semeter : IV / I I
Standar Kompetensi : 1. Membaca ayat-ayat Al-Quran
2. Mengenal malaikat dan tugasnya
3. Membiasakan perilaku terpuji
4. Melaksanakan dzikir dan doa
KOPETENSI DASAR
MATERI POKOK/PELAJARAN
KEGIATAN PEMBELAJARAN
INDIKATOR TEHNIK BENTUK
INSTRUMEN ALOKASI WAKTU
SUMBER BELAJAR
1 Menguucapkan kembali ayat-ayat pendek Q.S. Al lahab
Surat Q.S. Al lahab
Membaca kata dan kalimat surat Q.S. Al lahab
Melafalkan kata dan kalimat Al lahab
Lisan Perbuatan 3 jam Al-Quran Buku PAI
2. Menyebutkan 5 (lima) nama malaikat dan tugasnya
5 (lima) nama malaikat dan tugasnya
Menjelaskan 5 (lima) nama malaikat dan tugasnya
Menyebutkan 5 (lima) nama malaikat dan tugasnya
Tertulis Jawaban singkat 3 jam A-Quran Buku PAI
3. mendengarkan kisah Nabi Ibrahim AS
kisah Nabi Ibrahim AS Membaca kisah Nabi Ibrahim AS itakan
Menceritakan kisah Nabi Ibrahim AS
Tertulis Jawaban singkat 3 jam A-Quran Buku PAI
4. melakukan dzikir dan membaca doa setelah sholat
Dzikir dan bacaan doa setelah sholat
membaca Dzikir dan bacaan doa setelah sholat
melakukan dzikir dan membaca doa setelah sholat
Lisan Perbuatan 3 jam A-Quran Buku PAI
Magelang, 03 Juli 2010 Kepala Sekolah Guru Kelas
Pudji Astuti, S.Pd Khoiruddin
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
Nama Sekolah : Sekolah Khusus Autisme Bina Anggita Kota Magelang
Mata Pelajaran : Agama dan Akhlak Mulia
Kelas / Semester : IV/ I I
Alokasi Waktu : 3 x 35 menit
Standart Kompetensi : Al-Qur’an
1.Menghafal Al-Qur’an surat-surat pendek
Kompetensi Dasar : 1.1 Membaca Qur’an surat Al-Ma’un
Indikator : - Membaca Qur’an surat Al-Ma’un
- Menulis Qur’an surat Al-Ma’un
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah pembelajaran berlangsung siswa mampu :
- Membaca Qur’an surat Al-Ma’un
- Menulis Qur’an surat Al-Ma’un
B. MATERI PEMBELAJARAN
- Qur’an surat Al-Ma’un
- Surat Al-Ma’un terdiri dari 7 ayat
- Surat Al-Ma’un termasuk golongan surat Makiyah, karena turun di Makkah
- Al-Ma’un artinya barang-barang yang berguna
C. METODE PEMBELAJARAN
- Demonstrasi
- Tanya jawab
- Pemberian tugas
D. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN
1. Kegiatan Awal
- Mengkondisikan kelas agar siswa dapat mengikuti pelajaran
- Appersepsi membaca surat Al-Fatihah
2. Kegiatan Inti
- Siswa dapat menyebutkan jumlah ayat dalam surat Al-Ma’un
- Siswa membaca surat Al-Ma’un bersama-sama
- Siswa membaca surat Al-Ma’un secara bergantian
- Siswa menulis surat Al-Ma’un
2. Kegiatan Akhir
- Mengadakan evaluasi lisan
- Mengadakan evaluasi atertulis
- Siswa dan guru mengakhiri pelajaran.
E. SUMBER BELAJAR
- Al – Qur’an
- Buku PAI Kelas IV
F. PENILAIAN
Jenis test : Lisan, Tertulis
SOAL :
1. Berapa jumlah ayat dalam surat Al-Ma’un ………… 2. Apa arti dari Al-Ma’un ……………… 3. Tuliskan ayat ke 1 surat Al-Ma’un ……………… 4. Bagaimana bunyi ayat ke 3 surat Al-Ma’un …………….. 5. Lafal adalah bunyi ayat yang ke ………...
Magelang, 25 Maret 2011 Kepala Sekolah Guru Mata Pelajaran Puji Astuti, S.Pd Khoiruddin