manajemen lanskap hutan berbasis das - forda-mof.org · iii. rumusan masalah. secara tradisional,...

28
Manajemen Lanskap Hutan Berbasis DAS KODEFIKASI RPI 1

Upload: duongtruc

Post on 31-Mar-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Manajemen Lanskap Hutan Berbasis DAS

KODEFIKASIRPI 1

663Manajemen Lanskap Hutan Berbasis DAS

Lembar Pengesahan

MANAJEMEN LANSKAP HUTAN BERBASISDAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)

665Manajemen Lanskap Hutan Berbasis DAS

Daftar Isi

Lembar Pengesahan ................................................................................663

Daftar Isi ...................................................................................................665

Daftar Tabel .............................................................................................667

Daftar Singkatan ......................................................................................669

I. ABSTRAK ..........................................................................................671

II. LATAR BELAKANG ...........................................................................671

III. RUMUSAN MASALAH ..................................................................... 673

IV. HIPOTESIS .......................................................................................676

V. TUJUAN DAN SASARAN .................................................................676

VI. LUARAN .......................................................................................... 677

VII. RUANG LINGKUP ............................................................................ 677

VIII. METODE ..........................................................................................678

IX. INSTANSI PELAKSANA, RENCANA TATA WAKTU, DAN RENCANA BIAYA ............................................................................683

X. ORGANISASI ...................................................................................684

XI. DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................684

XII. KERANGKA KERJA LOGIS ...............................................................685

667Manajemen Lanskap Hutan Berbasis DAS

Daftar Tabel

Table 1. Instansi Pelaksana, Tata Waktu, dan Rencana Biaya ...............683

669Manajemen Lanskap Hutan Berbasis DAS

Daftar Singkatan

BPK : Balai Penelitian Kehutanan

CBD : Convention on Biological Diversity

CIFOR : Center for International Forestry Research

DAS : Daerah Aliran Sungai

DSS : Decision Support System

FAO : Food and Agricultural Organisation

GIS : Geographic Information System

GPS : Global Positioning System

Iptek : Ilmu pengetahuan dan Teknologi

KPH : Kesatuan Pengelolaan hutan

LHP : Laporan Hasil Penelitian

RPI : Rencana Penelitian Integratif

SFM : Sustainable Forest Management

UUD : Undang-undang Dasar

UPT : Unit Pelaksana Teknis

671Manajemen Lanskap Hutan Berbasis DAS

I. ABSTRAKPengelolaan hutan di Indonesia dihadapkan pada tiga isue utama yaitu tata

ruang,trade-offstujuanmanajemenhutandankepentinganparapihak,sertapelestarian sumberdaya hutan atau SFM. Pendekatan klasik untuk mengelola hutan yang memisahkan aspek ekologi dari sosial-ekonomi dan lingkungan sekitar tidak berhasil menahan laju deforestasi maupun degradasi hutan, yang mengakibatkan sumberdaya ini menjadi semakin terancam kelestariannya. Penataan ruang melalui alokasi spasial penggunaan hutan perlu diintegrasikan dengan kepentingan (interests) dari berbagai pihak. Melalui penelitian integratif manajemen lanskap hutan diharapkan dapat disusun rekomendasi kebijakan untuk memperluas peran hutan dalam mendukung pembangunan daerah, melalui integrasi interests para pihak ke dalam rencana pembangunan kehutanan yang akan mendukung tata kelola kehutanan yang baik, good forest governance. Penelitian Integratif Manajemen Lanskap Berbasis Daerah Aliran Sungai dimaksudkan untuk menyediakan strategi kebijakan bagi pengambil keputusan (Decision Support System, DSS) yang dapat dipakai untuk mempertahankan keberadaan hutan dan memperluas peran hutan, termasuk meningkatkan kerentanaan hutan terhadap perubahan iklim. Penelitian ini dilakukan dengan membangun konsep manajemen lanskap hutan yang selanjutnya akan diujicobakan di berbagai DAS yang memiliki karakteristik kepadatan penduduk tinggi, dan mengalami tekanan yang berat. Melalui penelitian ini diharapkan dapat dikaji dinamika spasial perubahan lanskap hutan disertai dengan dinamika sosial-ekonomi dan lingkungan yang mempengaruhi perubahan tersebut. Sasaran yang akan dicapai dari Penelitian Integratif Manajemen Lanskap Berbasis Daerah Aliran Sungai antara lain terwujudnya luas hutan optimal di dalam suatu wilayah DAS disertai dengan sebaran fungsi hutan yang mendukung pengelolaan hutan secara lestari.

Kata kunci: manajemen lanskap, lanskap hutan, landuse, landuse change.

II. LATAR BELAKANG

“Forest management is not rocket science, it is far more complex” (Thomas & Bunnel, 2001). Kalimat tersebut di atas menyebutkan bahwa mengelola hutan jauh lebih kompleks, rumit dari ilmu yang dipakai untuk membangun sebuah roket. Kompleksitas tersebut antara lain disebabkan oleh adanya berbagai faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengelolaan hutan dan seringkali faktor tersebut berada di luar kemampuan manajemen untuk mengendalikannya. Baik faktor yang bersifat ekologi dan ekonomi serta sosial saling terkait keberadaannya dan mempengaruhi kelestarian pengelolaan hutan.

672 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

Tantangan pengelolaan hutan di Indonesia adalah untuk mempertahankan sekaligus melestarikan sumberdaya hutan yang tersisa, disamping mengoptimalkan berbagai fungsi yang ada sehingga keberadaan hutan mampu memenuhi kebutuhan yang semakin beragam serta memberikan peran yang lebih luas kepada masyarakat. Pengelolaan hutan juga dihadapkan pada perubahan iklim yang melanda dunia. Hutan di Indonesia dilaporkan menyumbang emisi ketiga terbesar di dunia, yang mempengaruhi fungsi hutan sebagai sumber kehidupan masyarakat di sekitarnya maupun sebagai stabilitas sistem penyangga lingkungan secara luas.

Pendekatan klasik untuk mengelola hutan di Indonesia dilakukan sesuai dengan fungsi hutan yang telah ditetapkan, yaitu sebagai hutan produksi, konservasi dan hutan lindung. Pendekatan manajemen ini terbukti tidak berhasil menahan laju deforestasi maupun degradasi hutan, yang mengakibatkan sumberdaya ini menjadi semakin terancam kelestariannya. Kelestarian hutan tidak dapat dipisahkan dari kondisi lingkungan sekitarnya. Pengelolaan sumberdaya alam perlu dilakukan dengan berorientasi ekosistem secara keseluruhan. Pendekatan semacam ini dapat dilakukan dengan menerapkan manajemen lanskap hutan yang memandang hutan sebagai suatu kesatuan fungsi, dan pengelolaannya tidak dapat dipisahkan dari tujuan untuk memenuhi kebutuhan yang beragam1, baik yang bersifat ekologis, ekonomis maupun kebutuhan sosial. Dengan kata lain, melalui manajemen lanskap hutan rencana pengelolaan sumberdaya ditujukan untuk memproduksi komoditas sekaligus mempertahankan nilai ekologi yang ada melalui kegiatan pemantauan, kontrol struktur spasial maupun dinamikanya.

Lanskap disepakati melalui konvensi negara-negara Eropa sebagai suatu areal yang dipahami oleh masyarakat memiliki karakter unik. Karakter tersebut merupakan resultante aksi dan interaksi dari berbagai faktor, baik yang bersifat alami maupun hasil pengaruh manusia. Keunikan karakteristik alam tersebut yang merupakan salah satu alasan untuk melakukan perlindungan hutan melalui kerangka hukum konservasi.

Lanskap hutan dicirikan oleh karakteristiknya sebagai bentang alam yang didominasi oleh adanya hutan yang wilayahnya meliputi dari daerah hulu hingga ke bagian hilir suatu Daerah Aliran Sungai (DAS). Manajemen

1 Menurut Undang-undang Dasar 1945 dan Undang-undang Kehutanan no 41/1999, hutan di Indonesia dikelola agar dapat dimanfaatkan bagi pertumbuhan ekonomi sekaligus pemeratan sosial, pemantapan stabilitas politik serta pelestarian ekologis-lingkungan.

673Manajemen Lanskap Hutan Berbasis DAS

lanskap bermaksud menata hutan secara spasial termasuk merencanakan alokasi penggunaannya sesuai dengan kepentingan (interests) dari berbagai pihak. Melalui manajemen lanskap kepentingan para pihak untuk menggunakan ruang di-integrasikan dengan tujuan pengelolaan di tingkat tapak atau lokal, wilayah maupun tingkat nasional. Melalui penelitian integratif manajemen lanskap hutan diharapkan dapat disusun rekomendasi kebijakan untuk memperluas peran hutan dalam mendukung pembangunan daerah, melalui integrasi interests para pihak ke dalam rencana pembangunan kehutanan yang akan mendukung tata kelola kehutanan yang baik, good forest governance.

III. RUMUSAN MASALAH

Secara tradisional, pengelolaan hutan ditujukan terutama untuk memproduksi kayu dan kurang memperhatikan pengelolaan untuk tujuan yang lain. Tuntutan untuk melestarikan jenis yang terancam punah serta melindungi habitat atau zona sensitif serta tempat-tempat yang historis, dan juga zona perairan melalui pembatasan penebangan pohon menuntut pendekatan pengelolaan sumberdaya alam secara terintegrasi.

Menurut data FAO (2007), tingkat deforestasi hutan di dunia mencapai 13,7 juta hektar per tahun, sedangkan penanaman yang dilakukan hanya mencapai 0,7 juta hektar per tahun. Lebih dari setengah luas hutan global yang ada terdeforestasi atau terdegradasi; dimana 40% dari hutan yang lebat dikonversikan menjadi penggunaan lain seperti misalnya untuk pengembangan pertanian, peternakan, dan 10% telah dibuka atau terfragmentasi. Kondisi tersebut merupakan penyebab utama merosotnya kualitas dan kesehatan hutan. Selanjutnya diprediksi bahwa sebanyak 1 juta jenis tanaman dan binatang akan punah dalam jangka waktu 15 – 20 tahun mendatang. Akibatnya, pendekatan manajemen yang dilakukan saat ini dapat dikatakan gagal untuk mempertahankan dan melestarikan lanskap hutan untuk generasi mendatang.

Pendekatan pengelolaan hutan yang dilakukan saat ini memiliki beberapa keterbatasan. Diantaranya dan yang paling utama adalah skala atau fokus dari pengelolaan itu sendiri. Sebagai contoh, rencana pengelolaan mencakup berbagai nilai yang tidak mungkin diintegrasikan pengelolaannya. Disamping itu, memprioritaskan nilai tertentu dan mengensampingkan nilai lainnya akan membatasi proses lanskap yang penting serta berdampak luas. Disamping itu, secara tidak disadari rancangan dan implementasi dari kegiatan penebangan dan penerapan silvikultur tertentu meninggalkan fragmentasi hutan, yaitu terputusnya rangkaian hutan yang padat menjadi

674 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

pulau-pulau hutan yang terisolasi. Keadaan ini dikhawatirkan akan mempengaruhi proses biodiversity dan ekologi di masa mendatang.

Hutan di Indonesia, kawasannya tersebar dari puncak gunung (Semeru, Rinjani, Puncak Jaya, Merbabu dan lain-lain) hingga wilayah perairan, seperti misalnya di Bunaken, Wasur di Papua, Danau Sentarum dll. Kawasan hutan tersebut ditetapkan oleh pemerintah dan dikelola sesuai dengan fungsinya yang telah ditetapkan. Luas kawasan hutan terus merosot. Laporan terakhir dari Badan Planologi Kehutanan menyebutkan bahwa luas wilayah hutan mencapai 123,46 juta ha, yang dikelola untuk produksi kayu dan hasil hutan seluas 71,52 juta ha, untuk perlindungan tata air seluas 31,78 juta ha dan untuk konservasi flora, fauna endemik serta bentang alam spesifik seluas 23,60 juta ha (Arsyad, 2008).

Sebagaimana diamanatkan di dalam UUD 1945, pemerintah memiliki mandat untuk mengelola hutan di Indonesia dan memberikan/mendelegasikan hak pengelolaannya. Undang-undang Kehutanan yang baru tahun 1999 mengamanatkan pemerintah untuk melakukan desentralisasi urusan kehutanan dengan memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah kabupaten untuk mengurus pengelolaan hutan yang memiliki fungsi produksi dan fungsi lindung. Sedangkan urusan pengelolaan hutan konservasi masih berada pada pemerintah pusat. Ketentuan ini selaras dengan penataan kembali pemerintahan daerah yang dilakukan melalui UU no 32 dan UU no 33 tahun 2004, yang menggantikan UU no 25 dan UU no 27 tahun 1999.

Seiring diberlakukannya kebijakan desentralisasi urusan pemerintahan, luas hutan di Indonesia dilaporkan semakin menipis dan kondisinya semakin merosot. Laju penurunan luas hutan yang dilaporkan oleh Departemen Kehutanan pada tahun 2002 mencapai 2,8 juta hektar hutan per tahun. Laju tersebut meningkat 50,5 % dibandingkan dengan tingkat deforestasi dalam periode 12 tahun yang terjadi pada tahun1986 s/d 1997, yang dilaporkan mencapai 1,86 juta hektar. Angka tersebut didukung oleh Forest Watch Indonesia dan Global Forest Watch (2000) yang melaporkan bahwa dalam kurun waktu 20 tahun laju deforestasi di Indonesia mencapai 2 juta ha/tahun atau 2 kali lebih cepat dibandingkan dengan laju deforestrasi tahun 1980an. Penyebabnya adalah sistem politik dan ekonomi yang korup dengan menganggap sumber daya alam, khususnya hutan, sebagai sumber pendapatan yang dapat dieksploitasi untuk kepentingan politik dan keuntungan pribadi. Laju deforestasi yang paling tinggi terjadi di wilayah Sumatera dan Kalimantan, sehingga apabila tidak dilakukan upaya yang signifikan maka kedua pulau tersebut tidak akan memiliki hutan alam tropis lagi paska tahun 2012.

675Manajemen Lanskap Hutan Berbasis DAS

Hasil studi yang dilakukan oleh CIFOR melaporkan berbagai penyebab dari meningkatnya laju deforestasi di Indonesia. Selain sebagai akibat terjadinya ekonomi krisis di tahun 1997, meningkatnya laju deforestasi hutan terkait erat dengan reformasi politik dan desentralisasi urusan kehutanan yang mengakibatkan hutan di Indonesia semakin ter-fragmentasi dan rentan terhadap kebakaran.

Penyebab utama menipisnya luas hutan berasal dari adanya konversi lahan dari kawasan yang diperuntukkan untuk kegiatan kehutanan menjadi kawasan non-kehutanan. Konversi paling tinggi adalah untuk keperluan pertanian dan perkebunan yang dilaporkan mencapai 8,2 juta ha hingga periode 1999/2000 tahun. Selain itu untuk pembangunan infrastruktur pengembangan daerah seperti pembuatan jalan baru yang menerobos kawasan hutan (lindung, konservasi dan produksi) dan memfasilitasi terjadinya pembukaan hutan lebih luas lagi. Kegiatan penebangan hutan untuk produksi kayu dan non-kayu yang melejit pada tahun 1992/1993 dengan produksi sekitar 28,2 juta m3, kebakaran hutan dan juga pemekaran pemerintahan daerah yang ditandai dengan terbentuknya propinsi baru, meningkatnya jumlah kabupaten dan pemerintahan daerah di tingkat desa. Di lain pihak peranan hutan semakin dirasakan pentingnya bagi masyarakat, yang ditandai dengan meningkatnya tutupan hutan di luar kawasan sebagai hutan rakyat, serta pembangunan hutan kota yang diamanatkan melalui PP 65 tahun 2003.

Pendekatan manajemen lanskap dimaksudkan untuk menyelesaikan tiga issue utama yang menjadi tantangan bagi Departemen Kehutanan. Ketiga issue tersebut meliputi tata ruang, trade-offs tujuan manajemen hutan dan kepentingan para pihak, serta pelestarian sumberdaya hutan atau SFM.

Dalam hubungannya dengan tata ruang, keberadaan hutan semakin terdesak dengan pesatnya pembangunan daerah dan pemekaran wilayah administrasi. Kegiatan pembangunan daerah bertumpu pada sektor-sektor yang menggunakan lahan, seperti pertanian dan perkebunan, pembuatan jalan serta pembangunan perumahan. Kegiatan tersebut menuntut adanya pelepasan lahan hutan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan yang berorientasi sektoral. Akibatnya tata guna hutan yang alokasinya telah disepakati pada tahun 1986 ditinjau kembali dan diselaraskan dengan adanya tuntutan pembangunan daerah serta kebutuhan yang semakin berkembang. Manajemen lanskap hutan menjawab isue penataan ruang ini melalui optimasi pemanfaatan lahan hutan serta pembangunan model luas dan sebaran hutan minimal.

676 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

Pemanfaatan hutan dihadapkan pada adanya trade-off berbagai interest, masa waktu serta tujuan pengelolaan. Kebutuhan masing-masing individu untuk memperoleh pangan, sandang dan papan seringkali berbenturan dengan kebutuhan kelompok yang menginginkan keselarasan, kebudayaan dan kenikmatan. Selain itu, kebutuhan makan yang harus dipenuhi masa kini, untuk waktu yang sesaat, seringkali berseberangan dengan adanya kebutuhan perlindungan ataupun konservasi yang sifatnya jangka panjang. Manajemen lanskap hutan diharapkan menjawab permasalahan ini melalui pengaturan kembali fungsi hutan serta distribusinya agar keberadaan hutan dapat dirasakan manfaatnya secara optimal.

Kelestarian hutan tidak hanya ditentukan oleh pilihan sistem silvikultur yang digunakan tetapi juga ditentukan kekompakan fungsi hutan sebagai suatu kesatuan ekosistem. Melalui manajemen lanskap hutan karakteristik ekosistem dapat diidentifikasi serta diketahui faktor penentu kelestarian sumberdaya hutan.

IV. HIPOTESIS

Hipotesis yang dibangun dalam penelitian ini adalah penataan ruang (pembangunan wilayah) dan penatagunaan hutan berbasis DAS akan mengurangi frekuensi terjadinya bencana banjir, erosi dan longsor dan mendukung penerapan pelaksanaan KPH.

V. TUJUAN DAN SASARAN

Penelitian Integratif Manajemen Lanskap berbasis Daerah Aliran Sungai bertujuan untuk menyediakan strategi kebijakan bagi pengambil keputusan (Decision Support System, DSS) yang dapat dipakai untuk mempertahankan keberadaan hutan dan memperluas peran hutan, termasuk meningkatkan ketahanan (resiliensi) hutan terhadap perubahan iklim.

Sasaran yang akan dicapai dari Penelitian Integratif Manajemen Lanskap Berbasis Daerah Aliran Sungai adalah:

1. Tersedianya rekomendasi mengenai luas hutan optimal di dalam suatu wilayah DAS disertai dengan sebaran fungsi hutan yang mendukung pengelolaan hutan secara lestari

2. Tersedianya informasi mengenai interest para pihak ke dalam berbagai level manajemen dari tingkat operasional, wilayah hingga tingkat nasional.

677Manajemen Lanskap Hutan Berbasis DAS

VI. LUARAN

Rencana Penelitian Integratif Manajemen Lanskap Berbasis Daerah Aliran Sungai diharapkan menghasilkan:

1. Rekomendasi model penataan ruang dan penatagunaan hutan berbasis DAS sebagai dasar untuk menentukan luas hutan dan sebaran fungsi hutan yang optimal dalam penataan ruang wilayah

2. Rekomendasi model peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui perekonomian yang berwawasan lingkungan

Luaran tersebut diharapkan dapat dipakai sebagai landasan untuk menerbitkan kebijakan untuk menentukan luas hutan optimal dan sebaran fungsinya di dalam wilayah DAS dan memberikan bahan pembelajaran untuk melakukan manajemen lanskap hutan.

VII. RUANG LINGKUP

Sebagai suatu alat perencanaan, pendekatan lanskap mencari hubungan aksi yang dilakukan di tingkat lapangan - di tingkat petani atau pengelola hutan - dengan tingkat lanskap atau ekosistem. Merujuk pada keberhasilan dan kegagalan pendekatan yang dilakukan berbasis sektor, lanskap menghasilkan pendekatan antar sektor dan terintegrasi sehingga secara langsung dapat berkontribusi terhadap pencapaian tujuan pembangunan yang telah disepakati guna memberantas kemiskinan dan menjamin terciptanya kelestarian lingkungan.

Pengambilan keputusan di sektor sumberdaya alam beserta perencanaannya semakin banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor. Pengambil keputusan dan perencana dengan demikian dituntut untuk membangun praktek dan menyesuaikan diri sesuai dengan isue yang berkembang.

Desentralisasi dan pelimpahan otoritas untuk pengambilan keputusan di bidang perencanaan dan alokasi sumberdaya lahan dipandang sebagai salah satu solusi untuk mengatasi kemiskinan dan menciptakan tata pemerintahan yang baik. Keberhasilan perencanaan di tingkat komuniti seringkali menjadi lemah apabila dihadapkan pada isue lingkungan dan sosial ekonomi yang berada di luar jangkauan atau pengaruhnya. Hal ini menggarisbawahi semakin pentingnya pendekatan lanskap untuk menyelaraskan berbagai kepentingan dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang seringkali saling bertentangan.

678 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

Selaras dengan itu, CBD yang telah diratifikasi berbagai negara anggota menuntut peran pemerintah untuk menerapkan pendekatan berbasis ekosistem dalam merencanakan pengelolaan sumberdaya alam yang didasari dengan prinsip best practice yang harus dipedomani. Hal ini menuntut dilakukannya koordinasi antar sektor serta pengambilan keputusan yang dilakukan secara bertingkat – termasuk di tingkat lanskap dengan mengikutsertakan berbagai interest yang ada pada stakeholder – yang berimplikasi pada kompleksitas dan proses pelibatan multi-pihak.

Implementasi praktis pendekatan lanskap meliputi penerapan proses integratif yang diadaptasi pada konteks lokal. Penerapan ini menuntut keahlian baru serta alat perencanaan yang kemungkinan berbeda dari praktek konvensional yang biasa kita lakukan.

VIII. METODE

A. Kerangka Konseptual

Manajemen lanskap merupakan konsep yang mempengaruhi bagaimana hutan dikelola secara luas. Terdapat empat dimensi yang menjadi pertimbangan dan dicerminkan di dalam pengambilan keputusan untuk mendorong dan melestarikan fungsi ekosistem disamping memberikan hasil barang dan jasa kepada masyarakat luas. Keempat dimensi tersebut mencakup aspek ekonomi, ekologi, teknologi dan sosial, yang diuraikan sebagai berikut.

Aspek sosial: lahan, yang merupakan aspek manajemen merupakan properti, yang dimiliki suatu entitas yaitu masyarakat. Pengambil keputusan suatu lanskap yang dikelola adalah masyarakat. Konsekuensinya, publik menginginkan untuk terlibat, diikutsertakan dalam perencanaan penggunaan lahan dan penatagunaan lahan. Demikian juga dengan masyarakat, mereka memiliki hak sekaligus kewajiban dalampengelolaan lahan publik. Mengingat adanya intervensi terhadap hutan mempengaruhi masyarakat yang tinggal di dalamnya, dengan demikian keterlibatan masyarakat sangat esensial di dalam manajemen lanskap hutan.

Peran publik dalam penggunaan sumberdaya sangat esensial dewasa ini.Melalui kelompok-kelompok tertentu, publik mendiskusikan dan mengkritisi penggunaan dan pemanfaatan sumberdaya, bagaimana pohon ditebang, spesies dilindungi serta regulasi dan kebijakan disusun menghadapi perubahan iklim. Pada umumnya perdebatan terpolarisasi pada dua kutub kategori penggunaan lahan, yaitu cut it down or lock it up artinya tebang atau pertahankan. Perdebatan tersebut mencakup nilai ekologi dengan

679Manajemen Lanskap Hutan Berbasis DAS

tanpa mengabaikan produksi untuk komoditas/tertentu. Tendensi yang ada bahwa publik menginginkan peran secara aktif di dalam tahap penyusunan rencana, dan keterlibatan publik tersebut akan membentuk model atau konsep manajemen ekosistem di masa yang akan datang.

Aspek Ekonomi: Nilai ekonomi merupakan pembatas bagi setiap kegiatan, demikian juga halnya dengan MLH. Di dalam perencanaan, hasil hutan non-kayu mempengaruhi perolehan nilai ekonomi. Sebagai contoh, lahan hutan diperlukan juga untuk perlindungan biodiversitas, konservasi nasional dan rekreasi selain untuk produksi kayu. Selanjutnya, peningkatan kegiatan manajemen di tingkat lanskap akan berimplikasi menaikkan biaya manajemen dibandingkan dengan fokus pengelolaan pada kayu. Namun demikian, biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi kayu, mengkonservasi habitat liaran, biodiversitas dan ekologi di dalam suatu hamparan bentang lanskap kemungkinan akan lebih murah apabila dilakukan secara terpisah-pisah. Dengan adanya pengalihan lahan untuk tujuan perlindungan dan bukannya untuk produksi kayu yang dipasarkan akan mengurangi efisiensi, peningkatan biaya untuk memperoleh kayu dan substitusinya. Pengelolaan yang ditujukan untuk mendukung habitat yang beragam, di lain pihak penebangan dilakukan untuk menutup ongkos operasi dapat mengurangi biaya yang diperlukan untuk memproduksi kedua output tersebut.

Aspek Ekologi: Tujuan utama dari manajemen hutan adalah untuk mempertahankan sekaligus melestarikan ekosistem yang sehat dan produktif. Di dalam pengelolaan, perspektif ekosistem mempertimbangkan perlunya merancang strategi manajemen alternatif yang sensitif terhadap keseimbangan berbagai komponen hutan. Komponen yang penyusun utamanya adalah organisme di dalam ekosistem hutan terorganisir secara hierarkis kedalam fungsi kelompok dan terikat terhadap proses yang kompleks melalui lingkungan fisiknya serta ikatan yang lainnya.

Ekosistem memiliki tiga atribut, yaitu komposisi, struktur atau pola dan fungsi atau proses. Komposisi menunjukkan identitas serta keragaman elemen di dalam suatu kelompok yang meliputi keseluruhan jenis flora dan fauna. Struktur merupakan organisasi fisik suatu sistem. Secara khusus, struktur menunjuk pada pengaturan spasial dari adanya ‘patches’ dan hubungan keterkaitan yang ada di dalamnya. Fungsi tersebut meliputi proses ekologi dan evolutionary termasuk di dalamnya geneflow, disturbance dan siklus hara. Dengan kata lain, fungsi ekologi dikenali melalui capture (penangkapan), produksi, siklus, penyimpanan dan output dari sumberdaya tersebut. Elemen lain dari ekosistem yang mampu mewujudkan harmoni adalah hubungan atau interaksi yang ada pada karakteristik tersebut yang menjadikan sistem tersebut dinamis. Sebagai

680 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

contoh, adanya fungsi tergantung pada struktur yang membentuknya. Dalam hal ini, pengaruh manusia pada seluruh karakteristik ekosistem yang perlu menjadi pertimbangan bagi para perencana.

Dengan adanya deskripsi ekosistem seperti tersebut di atas, manajemen yang dilakukan untuk melestarikan karakteristik tersebut menjadi penting dan kompleks. Manajemen perlu memahami kompleksitas tersebut dan memberikan pengukuran secara kuantitatif terhadap karakteristik yang ada, serta menawarkan rancangan prosedur yang dapat dipakai untuk mempertahankan dinamika sistem dalam jangka waktu yang lama dengan tanpa mengorbankan keseimbangan ekosistem itu sendiri disamping mampu memenuhi kebutuhan masyarakat. Peluang inilah yang akhirnya ditangkap oleh paradigma manajemen lanskap.

Manajemen lanskap berorientasi pada skala makro, dan bukannya pada individual species. Manajemen lanskap hutan menitikberatkan pada kompleksitas jejaring interaksi yang mempengaruhi kualitas udara, air, tanah, vegetasi, insect, hewan liar dan mikro-organisme. Teori hierarchy menyatakan ‘apabila unit di tingkat bawah berinteraksi dan menghasilkan perilaku yang lebih atas serta perilaku tersebut mengontrol yang ada di bawahnya maka perencanaan harus dilakukan pada skala yang lebih luas. Dengan demikian, pendekatan dalam skala luas –pada level lanskap- merupakan pilihan tunggal untuk mengelola keragaman hayati. Fokus manajemen lanskap hutan dengan demikian adalah struktur lanskap hutan, mosaik patches kondisi hutan yang bervariasi dalam hal isi (content) maupun skala nya, dilengkapi dengan kejadian alam (proses geomorphopic dan ekologi) serta adanya intervensi manusia.

Aspek IPTEK: Akumulasi pengetahuan di bidang kehutanan mempengaruhi manajemen ekosistem hutan. Adanya perubahan tujuan dari suatu manajemen, filosofi dan proses yang ada mengakibatkan perubahan fundamental di kehutanan. Disiplin baru muncul, seperti misalnya ekologi lanskap, modeling tata ruang hutan, etika lingkungan, konservasi biologi secara keseluruhan membantu kedewasaan ide manajemen lanskap. Selain itu, terdapat juga perkembangan teknologi komputer untuk menangani permasalahan sumberdaya hutan yang terdapat dalam skala luas dan waktu yang lama. Guna menjamin nilai hutan secara lestari, para pengelola atau manajer memerlukan alat pengambil keputusan yang lebih baik serta database spasial yang komprehensif.

Perkembangan Sistem Informasi Geografis (SIG) secara dramatis mampu meningkatkan kemampuan manajer sumberdaya serta para peneliti untuk mengumpulkan, menyimpan, mempertahankan, memanipulasi,

681Manajemen Lanskap Hutan Berbasis DAS

membangun model serta memonitor mosaik lanskap dengan menggunakan inventarisasi hutan digital. Monitoring hutan dapat dilakukan melalui remote sensing dengan resolusi yang tinggi, Geographic Positioning System (GPS) serta data yang diorganisir melalui GIS. Kemampuan tersebut mampu mengubah cakupan permasalahan kehutanan serta pertanyaan yang diajukan. Saat ini, dapat dikatakan mudah untuk melakukan klasifikasi spasial, menganalisis dan membangun model dan memantau adanya perubahan hutan dalam skala yang luas dengan berbagai atribut yang ada disamping mencermati hubungannya dengan nilai hasil hutan kayu dan non-kayu.

Sangat memungkinkan saat ini untuk membangun strategi manajemen spasial dengan menerapkan teknik operational research seperti optimisasi, simulasi untuk memanipulasi pola spasial dengan cara pendugaan target pola lanskap dari waktu ke waktu. Dengan menguji adanya perubahan pola lanskap sebagai suatu aktivitas yang terencana maupun intervensi manusia dan atau kejadian alam, maka dinamika lanskap akan mudah dipahami. Penerapan GIS dikombinasikan dengan teknik penghitungan komputer lainnya seperti artificial intellegence dan remote sensing data ataupun analisis citra serta hasil inventarisasi memudahkan untuk mengelola jumlah data yang berlimpah. Di samping itu, proses pengambilan keputusan akan menjadi semakin berkualitas. Keadaan ini yang diinginkan bahwa manajemen lanskap akan menjadi operasional. Strategi kebijakan untuk mempertahankan keberadaan hutan, memperluas peranannya serta memperkuat kerentanannya terhadap perubahan iklim dapat dilakukan dengan cara menyusun model optimasi luas hutan dan mengintegrasikannya ke dalam perencanaan penggunaan hutan dalam suatu wilayah DAS.

Kerangka konseptual yang disusun tersebut perlu dikomunikasikan ke berbagai lokasi penelitian yang terpilih. Komunikasi tersebut diperlukan untuk verifikasi jenis data yang diperlukan serta penyusunan rencana pengendalian penelitian di lapangan, termasuk monitoring data dan pelaporan progres penelitian. Sehubungan dengan itu maka kegiatan pengumpulan data lapangan sudah mulai dilakukan di awal tahun penelitian. Termasuk pengumpulan data untuk kegiatan. Kajian Lanskap hutan pada berbagai kondisi DAS dan Analisis persepsi multipihak terhadap lanskap hutan. Kegiatan penelitian Integrasi multi-strategi ke dalam multi-level manajemen lanskap dilakukan pada tahun ke 2 setelah tersedia data awal dari penelitian yang lain.

682 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

B. Kerangka Analisis

Manajemen lanskap hutan dilakukan melalui beberapa tahapan sebagai berikut:

1. Memahami konteks, prinsip dan relevansi pendekatan tingkat lanskap bagi tata kelola sumberdaya alam saat ini;

2. Memahami bagaimana proses perencanaan di tingkat lanskap dapat dibangun serta bagaimana dapat difasilitasi;

3. Mengenali berbagai alat yang dipakai untuk menerapkan pendekatan tingkat lanskap dan berpengalaman dalam menerapkan serta mengadaptasinya sesuai dengan kondisi aktual;

4. Memahami peran pendekatan tingkat lanskap untuk memperbaiki pengambilan keputusan, pengelolaan secara berkelanjutan serta monitoring sumberdaya alam.

Kerangka analisis yang dipakai di dalam penelitian manajemen lanskap meliputi analisis dinamika spasial penggunaan lanskap hutan yang dikombinasikan dengan dinamika sosial-ekonomi dan politik para pengguna lanskap hutan. Kombinasi analisis tersebut dapat dilakukan apabila tahapan penelitian tersebut dibawah dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah disusun. Secara keseluruhan analisis manajemen lanskap hutan dimaksudkan untuk menghasilkan model optimasi luas dan sebaran fungsi hutan di dalam suatu wilayah.

Kegiatan dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut:

1. Review status riset manajemen lanskap hutan, untuk menghasilkan kerangka konseptual Penelitian Integratif Manajemen Lanskap Hutan.

2. Analisis persepsi multipihak terhadap lanskap hutan dimaksudkan untuk menghasilkan model lanskap hutan berbasis persepsi para pihak. Kegiatan ini mencakup identifikasi persepsi multipihak tentang lanskap hutan dan identifikasi berbagai faktor yang mempengaruhi persepsi multipihak tentang lanskap hutan

3. Analisis paduserasi Tata Ruang Daerah dengan Tata Guna Hutan yang dimasudkan untuk mengetahui demand dan suplai lahan kehutanan untuk pembangunan daerah. Kegiatan ini dilakukan dengan pendekatan identifikasi faktor koheren dan sinergitas penggunaan ruang dan identifikasi faktor yang mempengaruhi alokasi dan penggunaan ruang

4. Sintesa dan analisa model spasial dinamis dan model sosial-ekonomi lanskap hutan.

683Manajemen Lanskap Hutan Berbasis DAS

IX. INSTANSI PELAKSANA, RENCANA TATA WAKTU, DAN RENCANA BIAYA

Rencana Penelitian Integratif akan dilaksanakan untuk jangka waktu lima tahun, dimulai pada tahun 2010 dan diharapkan pada akhir tahun 2014 sudah dapat diperoleh hasil akhirnya. RPI ini meliputi lima kegiatan penelitian yang akan dilakukan secara simultan selama periode tersebut. Penelitian ini diawali dengan melakukan review status riset manajemen lanskap pada tahun 2010, mengingat pendekatan ini merupakan hal baru bagi kehutanan. Hasil review selanjutnya dipakai sebagai landasan untuk menyusun kerangka konseptual (conceptual framework) penelitian integratif manajemen lanskap hutan berbasis DAS. Selain itu juga dilakukan kegiatan analisis paduserasi tata ruang wilayah (daerah) dengan tata guna hutan. Kedua kegiatan tersebut hanya dilakukan selama satu tahun, yaitu di awal tahun penelitian 2010, mengingat informasi yang dihasilkan dari kedua kegiatan tersebut menjadi landasan untuk penyusunan kerangka konseptual yang selanjutnya akan diterapkan untuk pengumpulan data di lapangan.

Kegiatan akan dilaksanakan oleh Puslitsosek dan instansi lingkup Badan Litbang Kehutanan. Instansi Pelaksana, Rencana Tata Waktu, dan Rencana Biaya tersaji dalam Tabel 1.

Table 1. Instansi Pelaksana, Tata Waktu, dan Rencana Biaya

KODE Program/ RPI/ Luaran/ Kegiatan PELAKSANA

TAHUN PELAKSANAAN/ ANGGARAN (juta Rupiah)

2010 2011 2012 2013 2014

PROGRAM LANSKAP

1 RPI 1 Manajemen Lanskap Hutan Berbasis DAS

1.1 Luaran 1 : Rekomendasi model penataan ruang dan penatagunaan hutan berbasis DAS sebagai dasar untuk menentukan luas hutan dan sebaran fungsi hutan yang optimal di dalam penataan ruang wilayah

1.1.1 Review status riset manajemen lanskap hutan

1.1.1.4 Puslitsosek 100

1.1.2 Kajian Lanskap Hutan pada berbagai kondisi DAS

1.1.2.4 Puslitsosek 100 100 100

1.1.2.11 BPK Ciamis 125

1.1.2.7 BPK Aek Nauli 125

1.1.2.9 BPK Palembang 125

684 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

KODE Program/ RPI/ Luaran/ Kegiatan PELAKSANA

TAHUN PELAKSANAAN/ ANGGARAN (juta Rupiah)

2010 2011 2012 2013 2014

1.1.2.13 BPK Mataram 125

1.1.3 Analisis paduserasi Tata Ruang Daerah dengan Tata Guna Hutan

1.1.3.4 Puslitsosek 150

1.2 Luaran 2 : Rekomendasi model peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan perekonomian yang berwawasan lingkungan

1.2.1 Analisis persepsi multipihak terhadap lanskap hutan

1.2.1.4 Puslitsosek 100

1.2.1.9 BPK Palembang 100

1.2.1.13 BPK Mataram 100

1.2.1.18 BPK Makasar 100

1.2.1.7 BPK Aek Nauli 100

1.2.1.12 BPK Solo 100

1.2.2 Integrasi multiple strategi ke dalam multi-level manajemen lanskap

1.2.2.4 Puslitsosek 100 100

1.2.2.12 BPK Solo 100

1.2.2.11 BPK Ciamis 100

1.2.2.7 BPK Aek Na Uli 100

1.2.2.9 BPK Palembang 100

TOTAL 100 1000 750 400

X. ORGANISASI

RPI akan dikoordinasi oleh Puslitsosek, dengan koordinator Ir. Retno Maryani, MSc. Dalam pelaksanaannya akan melibatkan UPT Lingkup Badan Litbang Kehutanan, seperti BPK Aek Na Uli, BPK Solo, BPK Makasar, juga dengan instansi terkait lainnya. Koordinator akan dibantu Tim Koordinasi yang ditetapkan oleh Kepala Puslitsosek.

XI. DAFTAR PUSTAKA

Anonimus. A hierarchical spatial framework for forest landscape planning. Ecological Modelling 182 (2005) 25-48. www.sciencedirect.com

Food and Agricultural Organization (2007) State of the World Forest

685Manajemen Lanskap Hutan Berbasis DAS

Jianguo Liu., Kalan Ickes., Peter S. Ashton., James V Lafrankie and Manokaran (1999). Spatial and Temporal Impacts of Adjacent Areas on the Dynamics of Species Diversity in a Primary Forests. In Spatial Modeling of Forest Lanscape Change: approaches and applications. Cambridge University Press.

Mladenoff, David.J., William Lawrence Baker (1999). Development of Forest and Modelling approaches. In Spatial Modeling of Forest Lanscape Change: approaches and applications. Cambridge University Press.

Riiters, Kurt H., James D. Wickham and Timothy G Wade. An Indicator of Forest Dynamics Using a Shifting Landscape Mosaic. Ecological Indicators, Volume 9 Issue 1. January 2009, pages 107-117.

Yanuariadi, Tetra (1999). Sustainable Land Allocation. GIS-based decision support for industrial forest plantation development in Indonesia. ITC Publication Series, No 71 (Dissertation No. 59). ISBN 90-6164-167-5. International Institute for Aerospace Survey and Earth Science (ITC). PO.Box.6, 7500 AA Enschede. The Netherlands.

XII. KERANGKA KERJA LOGIS

NARASI INDIKATOR ALAT VERIFIKASI ASUMSI

TUJUAN:Menyediakan strategi kebijakan (decission support system, dcs) untuk mempertahankan keberadaan hutan, memperluas peran hutan dan meningkatkan ketahanan hutan terhadap perubahan iklim.

Dihasilkannya rekomendasi yang dapat dipakai sebagai landasan pengambilan kebijakan untuk mempertahankan keberadaan hutan, memperluas peran hutan dan meningkatkan ketahanan hutan terhadap perubahan iklim.

Dokumen mengenai rekomendasi kebijakan untuk mempertahankan hutan yang dikemas dalam bentuk produk LHP, Publikasi Ilmiah, dan Policy brief

Tidak ada perubahan mendasar dalam hal kewenangan pemerintah untuk mengatur pengelolaan hutan (UU No. 41/1999) dan PP No.38/2007

Dukungan penuh dari pemerintah daerah yang mewakili tiga contoh DAS

686 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

NARASI INDIKATOR ALAT VERIFIKASI ASUMSI

SASARAN:• Tersedianya

rekomendasi mengenai luas hutan optimal di dalam suatu wilayah DAS disertai dengan sebaran fungsi hutan yang mendukung pengelolaan hutan secara lestari

• Tersedianya informasi mengenai interest para pihak ke dalam berbagai level manajemen dari tingkat operasional/lokal, wilayah hingga tingkat nasional

Telah dilaksanakannya penelitian penataan ruang dan penatagunaan hutan sesuai dengan karakteristik ekologi, ekonomi dan sosial yang mengutamakan daya dukung DAS

Sintesis hasil penelitian tentang peningkatan peran fungsi hutan dalam mempengaruhi iklim mikro, mengatur tata air dan melindungi keanekaragaman hayati.

Sintesis hasil penelitian terkait dengan kegiatan perekonomian yang berwawasan lingkungan

Pemerintah Pusat dan Daerah memiliki komitmen kuat untuk melaksanakan pembangunan wilayahnya berbasis DAS dan berwawasan lingkungan

Sintesis hasil penelitian terkait dengan peranan hutan dalam peningkatan kesejahteraan masyarakatLHPPolicy BriefPublikasi

LUARAN:1. Rekomendasi model

penataan ruang dan penatagunaan hutan berbasis DAS sebagai dasar untuk menentukan luas hutan dan sebaran fungsi hutan yang optimal di dalam penataan ruang wilayah

Dilaksanakannya: 1) Review status riset manajemen lanskap, 2) Kajian lanskap pada berbagai kondisi DAS, 3) Analisis padu serasi tata ruang daerah dengan tata guna hutan

Dokumen LHP, Publikasi dan Policy Brief

Seluruh judul penelitian dapat dilaksanakan oleh para penanggung jawab

687Manajemen Lanskap Hutan Berbasis DAS

NARASI INDIKATOR ALAT VERIFIKASI ASUMSI

2. Rekomendasi model peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui perekonomian yang berwawasan lingkungan

Dilaksanakannya penelitian: 1) Analisis persepsi multipihak terhadap lanskap hutan, 2) Integrasi multiple strategi ke dalam multi level manajemen lanskap

Dokumen LHP, Publikasi dan Policy Brief

Seluruh judul penelitian dapat dilaksanakan oleh para penanggung jawab

KEGIATAN:

1.1. Review status riset manajemen lanskap hutan

Penelitian berhasil menemukan konsep penelitian integratif terkait manajemen lanskap hutan

Dokumentasi hasil penelitian, presentasi hasil penelitian dan publikasi hasil penelitian

Sumberdaya mendukung dan aksesibilitas ke berbagai perpustakaan dan publikasi mudah

1.2 Kajian lanskap hutan pada berbagai kondisi DAS

Penelitian berhasil: (1) menyusun karakteristik berbagai kondisi DAS; (2) mengidentifikasi sebaran luas dan fungsi hutan pada berbagai kondisi DAS; dan (3) menganalisi hubungan antara faktor sosial-politik,ekonomi dan ekologi- biofisik yang mempengaruhi sebaran luas dan fungsi hutan pada berbagai kondisi DAS

Dokumentasi hasil penelitian, presentasi hasil penelitian dan publikasi hasil penelitian

Adanya dukungan penuh dari para pemangku kepentingan terkait dengan manajemen lanskap

1.3 Analisis Paduserasi Tata Ruang Daerah dengan Tata Guna Hutan

Penelitian berhasil: (i) menyusun pola paduserasi Tata Ruang dengan Tata Guna Hutan di tingkat nasional dan sub-nasional; dan (ii) menganalisis faktor sosial-politik, ekonomi dan ekologi/biofisik yang menentukan tercapainya paduserasi;

Dokumentasi hasil penelitian, presentasi hasil penelitian dan publikasi hasil penelitian

Pemerintah Pusat dan Daerah memiliki komitmen kuat untuk melaksanakan pembangunan wilayahnya berbasis DAS dan berwawasan lingkungan

688 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

NARASI INDIKATOR ALAT VERIFIKASI ASUMSI

2.1. Analisis persepsi multipihak terhadap lanskap hutan

Penelitian berhasil: (1) mengidentifikasi pihak-pihak yang terkait dengan manajemen lanskap hutan; (2) menyusun persepsi multipihak dalam hubungannya dengan manajemen lanskap hutan; dan (3) menganalisis faktor sosial-politik, ekonomi yang mempengaruhi persepsi multipihak terhadap manajemen lanskap hutan

Dokumentasi hasil penelitian, presentasi hasil penelitian dan publikasi hasil penelitian

Pemerintah Pusat dan Daerah bersungguh-sungguh melaksanakan pembangunan antar sektor di wilayahnya secara terpadu dan berwawasan lingkungan

2.2. Integrasi multiple strategi ke dalam multi-level manajemen lanskap hutan

Penelitian berhasil: (1) menyusun berbagai strategi di dalam manajemen lanskap hutan; (2) mengidentifikasi adanya berbagai level manajemen lanskap hutan; dan (3) membuat model integrasi multiple strategi ke dalam multi-level manajemen lanskap hutan

Dokumentasi hasil penelitian, presentasi hasil penelitian dan publikasi hasil penelitian

Tidak terjadi perubahan kebijakan Departemen Kehutanan yang secara drastis berpengaruh kepada arah penelitian