manajemen gg dan tindak kekerasan

29
BAB I PENDAHULUAN Suatu keadaan emosi yang merupakan campuran perasaan frustasi dan benci atau marah yang bisa membahayakan diri sendiri dan orang lain. Gangguan jiwa perillaku kekerasan dapat terjadi pada setiap orang yang memiliki tekanan batin yang berupa kebencian terhadap seseorang. Maka seseorang yang memiliki gangguan jiwa perilaku kekerasan ini perlu mendapatkan perhatian khususnya dalam perawatan supaya risiko tindakan yang dapat membahayakan diri sendiri dan orang lain bisa diperkecil. World Health Organization (WHO) Global Campaign for Violence Prevention tahun 2003, menginformasikan bahwa 1,6 juta penduduk dunia kehilangan hidupnya karena tindak kekerasan dan penyebab utama kematian pada mereka yang berusia antara 15 hingga 44 tahun. Sementara itu, jutaan anak-anak di dunia dianiaya dan ditelantarkan oleh orang tua mereka atau yang seharusnya mengasuh meraka. Terjadi 57.000 kematian kerena tindak kekerasan terhadap anak di bawah usia 15 tahun pada tahun 2000, dan anak berusia 0-4 tahun lebih dari dua kali lebih banyak dari anak berusia 5-14 tahun yang mengalami kematian. Terdapat 4-6% lansia mengalami penganiayaan di rumah. Defisit kapasitas mental atau retardasi 1

Upload: herryendolyanto

Post on 13-Apr-2016

8 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

makalah

TRANSCRIPT

Page 1: Manajemen Gg Dan Tindak Kekerasan

BAB I

PENDAHULUAN

Suatu keadaan emosi yang merupakan campuran perasaan frustasi dan

benci atau marah yang bisa membahayakan diri sendiri dan orang lain. Gangguan

jiwa perillaku kekerasan dapat terjadi pada setiap orang yang memiliki tekanan

batin yang berupa kebencian terhadap seseorang. Maka seseorang yang memiliki

gangguan jiwa perilaku kekerasan ini perlu mendapatkan perhatian khususnya

dalam perawatan supaya risiko tindakan yang dapat membahayakan diri sendiri

dan orang lain bisa diperkecil.

World Health Organization (WHO) Global Campaign for Violence

Prevention tahun 2003, menginformasikan bahwa 1,6 juta penduduk dunia

kehilangan hidupnya karena tindak kekerasan dan penyebab utama kematian pada

mereka yang berusia antara 15 hingga 44 tahun. Sementara itu, jutaan anak-anak

di dunia dianiaya dan ditelantarkan oleh orang tua mereka atau yang seharusnya

mengasuh meraka. Terjadi 57.000 kematian kerena tindak kekerasan terhadap

anak di bawah usia 15 tahun pada tahun 2000, dan anak berusia 0-4 tahun lebih

dari dua kali lebih banyak dari anak berusia 5-14 tahun yang mengalami kematian.

Terdapat 4-6% lansia mengalami penganiayaan di rumah. Defisit kapasitas mental

atau retardasi mental 34%, disfungsi mental misalnya kecemasan, depresi dan

sebagainya 16,2%, sedang disintegrasi mental atau psikosis 5,8%.

Keadaan gaduh gelisah bukanlah merupakan diagnosis tersendiri dalam

psikiatri, dan keadaan ini dapat diakibatkan oleh bermacam-macam penyebab dan

harus ditentukan tiap kali pada setiap pasien. Biasanya gaduh gelisah ini

merupakan manifestasi dari Psikosa (baik psikosa yang disebabkan oleh gangguan

otak organik, maupun psikosa fungsional seperti skizofrenia, psikosa afektif,

psikosa paranoid maupun psikosa reaktif), tapi tidak jarang gangguan psikiatrik

lainpun mempunyai gambaran yang serupa.

Salah satu bentuk gangguan jiwa adalah perilaku amuk. Amuk merupakan

respon kemarahan yang paling maladaptif yang ditandai dengan perasaan marah 1

Page 2: Manajemen Gg Dan Tindak Kekerasan

dan bermusuhan yang kuat disertai hilangnya kontrol, dimana individu dapat

merusak diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.

Tingkah laku amuk dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain model

teori importation yang mencerminkan kedudukan klien dalam membawa atau

mengadopsi nilai-nilai tertentu. Model teori yang kedua yaitu model situasionism,

amuk adalah respon terhadap keunikan, kekuatan dan lingkungan rumah sakit

yang terbatas yang membuat klien merasa tidak berharga dan tidak diperlakukan

secara manusiawi. Model selanjutnya yaitu model interaksi, model ini

menguraikan bagaimana proses interaksi yang terjadi antara klien dan perawat

dapat memicu atau menyebabkan terjadinya tingkah laku amuk.

Amuk merupakan respon marah terhadap adanya stress, cemas, harga diri

rendha, rasa bersalah, putusasa dan ketidak berdayaan. Respon ini dapat

diekspresikan secara internal maupun eksternal. Secara internal dapat berperilaku

yang tidak asertif dan merusak diri, sedangkan secara eksternal dapat berupa

perilaku destruktif agresif. Adapun respon marah diungkapkan melalui 3 cara

yaitu secara verbal, menekan dan menantang.

Dampak perkembangan zaman dan pembangunan dewasa ini juga menjadi

faktor peningkatan permasalahan kesehatan yang ada, menjadikan banyaknya

masalah kesehatan fisik juga masalah kesehatan mental/spiritual. Kesehatan jiwa

(mental health) menurut Undang-Undang No. 3 tahun 1966 adalah suatu kondisi

yang memungkinkan perkembangan psikis, intelektual dan emosional yang

optimal.

Menurut hasil Survei Kesehatan Mental 1995 ditemukan 185 per 1000

penduduk di Indonesia menunjukan adanya gejala gangguan jiwa. Hal ini

didukung data dari depkes RI yang melaporkan bahwa di Indonesia jumlah

penderita penyakit jiwa berat sekitar 6 juta orang atau sekitar 2,5% dari total

penduduk di Indonesia. Perilaku kekerasan merupakan salah satu penyakit jiwa

yang ada di Indonesia, dan hingga saat ini diperkirakan jumlah penderitanya

mencapai 2 juta orang.

BAB II

2

Page 3: Manajemen Gg Dan Tindak Kekerasan

GADUH GELISAH DAN TINDAK KEKERASAN

1. Pengertian

Menurut Depkes RI, 1997: keadaan gaduh gelisah bukanlah merupakan

suatu diagnosa, tetapi hanya menunjuk pada suatu keadaan atau sindroma dengan

sekelompok gejala tertentu dengan ciri utama yaitu gaduh dan gelisah.

Keadaan gaduh gelisah dapat dimasukkan ke dalam golongan kedaruratan

psikiatrik karena keadaan ini berbahaya bagi pasien maupun lingkungannya,

termasuk orang lain dan barang-barang. Bila keadaan gaduh gelisah di bawa ke

fasilitas pelayanan psikatrik dalam keadaan bingung dan gaduh. Kebingungan dan

gaduh ini tidak hanya melanda pasien tidak jarang keluarga atau yang mengantar

dilanda kebingungan dan ikut gelisah. Tetapi keadaan ini boleh terjadi sampai

melanda para petugas pelayanan itu sendiri. Petugas tidak boleh menjadi bingung

dan tidak dapat mengendalikan diri, dia tidak boleh kehilangan sikap dan

kemampuan profesionalismenya.

Penderita gaduh gelisah bisa kita jumpai dalam keluarga, masyarakat, di

puskesmas, RSU dan Rumah Sakit Jiwa (RSJ). Di RSJ keadaan ini dapat dijumpai

atau terjadi di Poliklinik Rawat Jalan, Ruang Rawat Inap dan Unit Rehabilitasi.

Sementara itu, perilaku kekerasan adalah perilaku individu yang dapat

membahayakan orang, diri sendiri baik secar fisik, emosional, dan atau

seksualitas. Menurut Berkowitz, 1993 dalam Depkes, 2000: perilaku kekerasan

atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai

seseorang secara fisik maupun psikologis. Marah merupakan perasaan jengkel

yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan, kebutuhan yang tidak terpenuhi

yang dirasakan sebagai ancaman. Keberhasilan individu dalam berespon terhadap

kemarahan dapat menimbulkan respon asertif. Respon menyesuaikan dan

menyelesaikan merupakan respon adaptif.

Kemarahan atau rasa tidak setuju yang dinyatakan atau diungkapkan tanpa

menyakiti orang lain akan memberi kelegaan pada individu dan tidak akan

menimbulkan masalah. Kegagalan yang menimbulkan frustasi dapat

3

Page 4: Manajemen Gg Dan Tindak Kekerasan

menimbulkan respon pasif dan melarikan diri atau respon melawan dan

menantang. Respon melawan dan menantang merupakan respon yang maladaptif

yaitu agresif–kekerasan. Frustasi adalah respon yang terjadi akibat gagal

mencapai tujuan. Dalam keadaan ini tidak ditemukan alternatif lain.

Menurut Stuart and Sundeen, 1997 dalam Depkes, 2001: pasif adalah

suatu keadaan dimana individu tidak mampu untuk mengungkapkan perasaan

yang sedang dialami untuk menghindari suatu tuntutan nyata. Agresif adalah

perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan untuk bertindak dalam

bentuk destruktif dan masih terkontrol. Amuk atau kekerasan adalah perasaan

marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan kontrol diri. Individu dapat

merusak diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.

2. Faktor Predisposisi Dan Presipitasi Perilaku Kekerasan

a. Faktor Predisposisi

Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor

predisposisi, artinya mungkin terjadi mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika

faktor berikut dialami oleh individu:

1. Psikologis, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian

dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan

yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiaya atau sanksi penganiayaan.

2. Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering

mengobservasi kekerasan di rumah atau diluar rumah, semua aspek ini

mestimulasi individu mengadopsi perilaku kerasan.

3. Sosial budaya, budaya tertutup dan membahas secara diam (pasif agresif) dan

kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan menciptakan

seolah-olah perilaku kekerasan diterima ( permisive).

4. Bioneurologis, banyak pendapat bahwa kerusakan sistim limbik, lobus frontal,

lobus temporal dan ketidakseimbangan neurotransmiter turut berperan dalam

terjadinya perilaku kekerasan.

b. Faktor Presipitasi

Faktor presipitasi dapat bersumber dari pasien, lingkungan atau interaksi

dengan orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik), 4

Page 5: Manajemen Gg Dan Tindak Kekerasan

keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi

penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang

ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang

dicintai atau pekerjaan, dan kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain.

3. Patofisiologi Terjadinya Marah

Depkes (2000) mengemukakan bahwa stress, cemas dan marah merupakan

bagian kehidupan sehari-hari yang harus dihadapi oleh setiap individu. Stres dapat

menyebabkan kecemasan yang menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan

terancam. Kecemasan dapat menimbulkan kemarahan yang mengarah pada

perilaku kekerasan. Respon terhadap marah dapat diekspresikan secara eksternal

maupun internal. Secara eksternal dapat berupa perilaku kekerasan sedangkan

secara internal dapat berupa perilaku depresi dan penyakit fisik.

Mengekspresikan marah dengan perilaku konstruktif dengan

menggunakan kata-kata yang dapat dimengerti dan diterima tanpa menyakiti

orang lain, akan memberikan perasaan lega, menurunkan ketegangan, sehingga

perasaan marah dapat diatasi (Depkes, 2000). Apabila perasaan marah

diekspresikan dengan perilaku kekerasan, biasanya dilakukan individu karena ia

merasa kuat. Cara demikian tentunya tidak akan menyelesaikan masalah bahkan

dapat menimbulkan kemarahan yang berkepanjangan dan dapat menimbulkan

tingkah laku destruktif, seperti tindakan kekerasan yang ditujukan kepada orang

lain maupun lingkungan. Perilaku yang tidak asertif seperti perasaan marah

dilakukan individu karena merasa tidak kuat. Individu akan pura-pura tidak marah

atau melarikan diri dari rasa marahnya sehingga rasa marah tidak terungkap.

Kemarahan demikian akan menimbulkan rasa bermusuhan yang lama dan pada

suatu saat dapat menimbulkan kemarahan destruktif yang ditujukan kepada diri

sendiri (Depkes, 2000).

4. Pasien Dengan Perilaku Kekerasan

Agresi seseorang mempunyai dasar biologis, psikososial, dan budaya yang

rumit dan tidak menentu. Perilaku kekerasan berhubungan dengan lesi pada

5

Page 6: Manajemen Gg Dan Tindak Kekerasan

korteks prefrontal (sindrom lobus frontal) dan stimulasi amigdala dan sistem

limbil. Cari juga adanya peningkatan hormon androgen dan norepinefrin cairan

serebrospinal dan penurunan serotonin dalam cairan serebrospinal (mirip bunuh

diri dengan kekerasan) dan GABA.

Perilaku kekerasan sukar diprediksi. Setiap orang dapat bertindak keras

tetapi ada kelompok tertentu yang memiliki resiko tinggi; pria berusia 15-25

tahun; orang kota, atau subgrup dengan budaya kekerasan; peminum alkohol.

Kunci penentu perilaku kekerasan individu adalah:

Riwayat perilaku kekerasan pada masa lalu

Pengguna aktif alkohol

Kekerasan fisik masa kanak-kanak

Beberapa bentuk trauma otak

5. Gangguan Mental Yang Berkaitan Dengan Perilaku Kekerasan

Walaupun kebanyakan gangguan jiwa tidak berbahaya, beberapa pasien

diantaranya menunjukkan peningkatan terhadap resiko timbulnya perilaku

kekerasan. (catatan penyakit medis serius awalnya dapat memperlihatkan perilaku

kekerasan).

1. Sindrom otak organik, khususnya dengan kebingungan atau berkurangnya

pengendalian impuls (misal, demensia, penggunaan obat-obatan pada usia

lanjut, hipoglikemi, infeksi SSP, anoksia, asidosis metabolik).

2. Penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan, terutama dengan intoksikasi,

derilium, atau status delusional etoh, amfetamin, kokain, atau PCP; juga

intoksikasi akibat inhalan atau “obat penenang”.

3. Skizofrenia, tipe paranoid dan katatonik, terutama dengan halusinasi perintah

atau pasien peminum.

4. Dalam keadaan psikotik karena berbagai sebab.

5. Retardasi mental tertentu; XYY kariotipe (mungkin), dan lainnya.

6. Gangguan pemusatan perhatian yang berat dan hiperaktivitas, pada usia

dewasa.

6

Page 7: Manajemen Gg Dan Tindak Kekerasan

6. Beberapa Pola Yang Tampak Dari Perilaku Kekerasan

1. Gaya hidup yang selalu ingin meningkatkan diri dengan segala cara (self-

aggrandizing) agresif yang kronis

Terlihat dengan kepribadian antisosial dan karenanya berhubungan dengan

penyalahgunaan obat-obatan dan alkohol, onset muda, kenakalan remaja dan

kriminalitas, membolos, gagal di sekolah. Pasien sering berkelahi dan “selalu

berada didalam masalah”. Gangguan efektif yang cenderung serius

merupakan hal yang umum ditemukan pada populasi in

2. Kekerasan episodik

Kemarahan meledak hanya dengan sedikit provokasi, setiap hari hingga

beberapa kali dalam setahun, kadang-kadang terdapat amnesia singkat tentang

kejadian trsebut dan disertai penyesalan yang dalam tentang hal itu. Suatu

kelompok campuran tampilan klinis; umumnya dengan SSP abnormal.

Apabila mengarah pada perilaku kekerasan, pertimbangkanlah adanya:

Gangguan eksplosif intermiten, biasanya pria dengan riwayat ledakan

kekerasan dan memiliki sejumlah masalah pada aksis I, termasuk

gangguan mood, riwayat keluarga dengan kekerasan, tanda-tanda

halus neurologik, EEG abnormal. Normal diantara episode.

Perubahan kepribadian akibat kondisi medis umum, tipe disinhibisi;

asal neurologik (ensefalitis, epilepsi, sklerosis multipel, tumor, pasca

stroke, dll), kepribadian berubah diantara episode.

Kemarahan pada gangguan kepribadian ambang dan histrionik,

terutama pada kondisi intoksikasi.

Apabila perilaku kekerasan tidak terarah, pertimbangkan adanya epilepsi

lobus temporal (lakukan sadapan NP), intoksikasi idiosinkrasi alkohol, atau

sindrom neurologik lainnya.

BAB III

MANAJEMEN KASUS GADUH GELISAH DAN TINDAK KEKERASAN

PADA PENDERITA GANGGUAN JIWA

7

Page 8: Manajemen Gg Dan Tindak Kekerasan

1. Manajemen Gaduh Gelisah

Ketika pertama kali melihat keadaan gaduh gelisah oleh sebab apapun,

tindakan pertama yang harus dilakukan adalah menguasai keadaan lingkungan

terutama keadaan pasien yang biasanya menggunakan ikatan pada anggota tubuh

yang aktif (fiksasi).

a. Diagnosa banding

Ketika pertama kali melihat keadaan gaduh gelisah oleh sebab apapun, tindakan

pertama yang harus dilakukan adalah menguasai keadaan lingkungan terutama

keadaan pasien yang biasanya menggunakan ikatan pada anggota tubuh yang aktif

(fiksasi). Tindakan ini amat diperlukan karena pasien dengan gaduh gelisah dapat

melukai orang lain disekitar dan dapat melukai dirinya sendiri. Tindakan untuk

menenangkan pasien diperlukan agar dokter dapat melakukan pengamatan atau

observasi, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan status mental. Dokter juga perlu

untuk memeriksaan pasien secara serial sehingga keadaan tenang pasien adalah

tuntutan mutlak.

Etiologi

Organik: Keadaan organik adalah keadaan medis tertentu yang menyebabkan

kelainan psikiatri, khusus gejala yang mungkin penyebab organik dari gaduh

gelisah adalah :

1. Penyakit gangguan fungsi sistem saraf pusat terutama pada usia lanjut.

2. Penggunaan obat-obatan yang mempengaruhi fungsi sistem saraf pusat.

3. Riwayat ketergantungan obatobatan.

4. Tidak riwayat gaduh gelisah sebelumnya.

5. Onset mendadak.

6. Disorientasi

7.Adanya variabel perhatian dan kesiagaan.

8. Gangguan memori

9. Adanya halusinasi visual

10. Insight terhadap halusinasi masih ada ( Pasien kadang mengatakan “aku tahu

ini tidak masuk akal tapi....”).

8

Page 9: Manajemen Gg Dan Tindak Kekerasan

Diagnosa Banding faktor Organik penyebab Gaduh Gelisah Infeksi HIV,

Meningitis, Sipilis, dan Encephalitis Withdrawal Alkohol, Benzodiazepine,

Opioids Penyakit Metabolik Gagal hati, Gagal ginjal, gangguan Calsium dan

Natrium, porphyria Trauma Trauma kepala, heat stroke, luka bakar, keadaan post

operasi Penyakit CNS, Stroke, Tumor, Perdarahan, Multiple sklerosis, seizure

dementia-alzheimer’s, Multi-infark, Normal pressure, Hydrocephalus,

Hipotyroid, Parkinson’s disease, Wilson’s disease, Hipoxia, Anemia, intoksikasi

carbon monooksida, gagal jantung/paru Defisiensi B12, Asam folat, Thiamin,

Niacin, Endokrin Hyper dan hypo adrenalism, Hipo dan Hiperthyroid, hiper dan

hipoglikemi, hiper dan hipoparathyroid. Vaskuler Encepalopati hipertensi,

Vaskulitis dan syok Toxin Pestisida, medications, solven, Logam berat Arsen,

Mangan, Mercuri, Besi, dan Thallium Penyalahgunaan obat Kokain, amphetamin,

PCP, LSD dan inhalan B. Etiologi Psikiatrik Etiologi organik menyebabkan

keadaan yang akan psikiatri seperti delirium, demensia, dan penyakit mental

organi.

Keadaan psikiatrik murni juga dapat menyebabkan keadaan gaduh gelisah.

Gejala yang mungkin causa psikiatrik murni adalah :

1. Riwayat gangguan mental sebelumnya.

2. Riwayat gaduh gelisah sebelumnya

3. Riwayat pengobatan psikiatri yang tidak adekuat

4. Tanda-tanda keadaan psikotik antara lain : Halusinasi auditorik, delusi

paranoid, insigt yang rendah

Diagnosa Banding Gaduh Gelisah pada psikiatri:

1. Skizofrenia katatonik, paranoid dan tak terinci

2. Skizoafektif

3. Psykosis reaktif

4. Gangguan afektif bipolar tipe manik dan campuran

5. Aitisme pada orang dewasa

6. Stress akut

7. Post Traumatic Distress Syndrom

8. Gangguan dissosiatif

9. Intermitten explosive

9

Page 10: Manajemen Gg Dan Tindak Kekerasan

10. Adjustmen with emotional features

Etiologi Kepribadian

Kepribadian tertentu dapat dapat menjadi keadaan gaduh gelisah ketika dalam

kondisi stress. Tipe kepribadian tersebut antara lain:

1. Anti sosial

2. Borderline

3. Narsisitik

4. Histrionik

5. Paranoid

b. Penatalaksanaan

Terapi terhadap Underlying disease merupakan tatalaksana saat ini yang

menentukan pendekatan apa yang kita gunakan. Perawatan terhadap keadaan

gaduh gelisah termasuk delirium dan gangguan mental organik. Fiksasi pada

tempat tidur dan dibuat ruangan tersendiri adalah tindakan yang sangat membantu.

Lampu yang cukup terang, orientasi dipertahankan dengan adanya jam dan

kalender, serta didampingi oleh kerabat terdekat merupakan lingkungan yang

mempercepat perbaikan.

Pada keadaan primer psikitri, anti psikotik dan atau anti anxietas

mempunyai dampak yang sangat baik. Kemudian ditunjang lingkungan yang tidak

merangsang, serta psikoterapi dasar dan psikoeducation diperlukan untuk

mengurangi keadaan gaduh gelisah. Pada gangguan kepribadian membutuhkan

kombinasi dari supportive and basic cognitive psykotherapies and firm limit

setting. Keterlibatan penegak hukum dalam hal ini kepolisian akan sangat

membantu pasien untuk tidak melawan dokter. Sedangkan penggunaan obat-obat

sedapat mungkin tidka digunakan.

c. Pendekatan Umum Pasien Dengan Gaduh

Selalu dalam keadaan rendah hati dan tenang.

Usahakan tidak menentang pasien, jika hal ini tidak dilakukan maka pasien

akan marah dan cenderung tetap dalam kondisi gaduh gelisah.

Sampaikan pada pasien tentang siapa dan apa tugas kita sebagai dokter.

Bicara dengan jelas, dan hindari kontak mata yang lama.

Selalu menjaga jarak

10

Page 11: Manajemen Gg Dan Tindak Kekerasan

Bersikap empati terutama pada pasien yang merasa kecewa atau putus asa

Hati-hati karena wawancara yang dilakukan dapat memicu perilaku

kekerasan

Disarankan mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya dan dalam waktu

yang singkat.

Pertanyaan tertutup merupakan pertanyaan yang inefisien untuk

mendapatkan informasi pada keadaan ini.

Bangun kepercayaan dengan pasien. Menawarkan makanan ataupun

minuman akan mempercepat pasien kooperatif.

Jika mungkin perkenankan pasien untuk memilih perawatan seperti apa

yang diinginkan.

Gunakan waktu secara efisien, jika pasien bersedia untuk diambil darah

maka lakukan pemeriksaan pemeriksaan sesuai indikasi. Selalulah berfikir

bahwa ini adalah kesempatan satu-satunya.

d. Prediksi Tindak Kekerasan

Dokter jiwa diharapkan mampu melakukan prediksi tindak kekerasan yang

mungkin akan dilakukan pasien. Tidak ada prediksi yang jelas dan mutlak

seseorang akan melakukan tindak kekerasan atau tidak tetapi studi literatur kami

menunjukkan faktor resiko yang mungkin adalah:

1. Riwayat kekerasan dan impulsif sebelumnya

2. Penggunaan alkohol dan obat terlarang

3. Gangguan mental organik, delirium, paranoid delusi

4. Kepribadian antisosial

5. Kepribadian borderline

6. Secara demografi: usia muda, laki-laki, kehidupan miskin, hidup dalam kondisi

kontrol sosial yang rendah (hidup ditempat-tempat dimana kekerasan adalah hal

yang biasa)

7. Pengetahuan tentang senjata, keterampilan dan akses untuk mendapatkannya.

8. Perasaan diperlakukan tidak adil

9. Perasaan dihinakan karena kejadian tertentu.

Prediksi adanya perilaku kekerasan pada suatu saat kelak :

1. Adanya even dimana pasien diperlakukan tidak adil.

11

Page 12: Manajemen Gg Dan Tindak Kekerasan

2. Ancaman tertentu sehingga pasien melakukan pembelaan dengan perilaku

kekerasan.

3. Bukti adanya perencanaan untuk melakukan kekerasan.

4. Mimik wajah menakutkan dan berbicara yang keras

5. Hypervigilance

6. Memandang dengan mata melotot

7. Perilaku gaduh gelisah seperti tremor, berkeringat dingin, sikap kuda-kuda, gigi

yang menggigit keras.

e. Keamanan Dalam Melakukan Intervensi

Level I: Intervensi tanpa kekerasan:

Memisahkan pasien dari pasien lain (jika mungkin)

Pindahkan semua benda yang berpotensi untuk digunakan

Pastikan kita mempersiapkan segala sesuatu jika keadaan

mengkhawatirkan.

Tetap tenang, dan supportif

Berbicara jelas

Menunjukkan rasa hormat dan berperilaku tidak menghakimi

Selalu memberi jarak

Tanyakan kenapa kecewa, putus asa dan rencana berikutnya apa.

Level II: Jika perilaku kekerasan muncul.

Jika intervensi verbal gagal dan kita perlu melakukan intervensi lebih lanjut pada

level berikutnya dengan tindakan yang Show of Force :

Membutuhkan minimum 5 orang. Dua orang mengontrol kedua tangan,

dua orang mengontrol kedua kaki dan seorang mengontrol kepala.

Satu orang sebagai pemimpin tindakan dan 5 orang lain sebagai pengikut.

Untuk memulai ke-5 orang berkumpul dan menunjukkan sikap percaya

diri.

Pemimpin dengan tenang mengatakan keperluannya

Pemimpin menegaskan pasien untuk kembali datang.

Level III: Tindakan cepat

12

Page 13: Manajemen Gg Dan Tindak Kekerasan

Pada saat pemimpin memberikan signal untuk memegang ekstremitas

maka yang lain melakukan tindakan secara bersamaan untuk kepala dan

ekstremitas yang lain.

Pasien langsung ditengkurapkan ke lantai dengan tangan dipunggung.

Ikat pasien pada daerah tertentu yang efektif untuk mengendalikan pasien.

VI.

f. Medikamentosa

Pasien gaduh gelisah membahayakan bagi pasien sendiri dan orang-orang

disekitar oleh karena cara pengambilan keputusan oleh pasien yang lemah. Tujuan

utama perawatan adalah membuat pasien tenang dan tidak gaduh gelisah lagi.

Terapi utama keadaan ini adalah Haloperidol dan Lorazepam. Lorazepam secara

umum lebih baik daripada Diazepam karena tidak cukup besar pengaruh negatif

pada hati, half life yang singkat, secara cepat diserap IM dan tidak menyebabkan

sklerosis pada vena. Kedua obat-obatan diatas tersedia dalam bentuk per oral,

konsentrat, IM dan IV.

Perlu diingat bahwa sediaan konsentrat onset kerja sama dengan IM. ICU

(Intensive Care Unit) Sedasi penting pada pasien sehingga kita dapat melindungi

pasien, tindakan observasi ketat pada keadaan pasin dapat dilakukan dengan

mudah. Sedasi IV hendaknya dilakukan pada ICU dengan tujuan untuk

menyetabilkan ketersediaan obat dalam darah. Bila kita menggunakan tindakan

IM setiap saat maka akan menciptakan trauma tertentu pada pasien.

Pilihan sedian IV yang ada : Haloperidol

FDA tidak menyetujui sediaan IV

Gunakan bersama Salin untuk mencegah presipitasi dengan Heparin dan

Phenytoin

Gaduh gelisah ringan dengan 0,5 mg-2mg

Gaduh gelisah sedang dimulai dengan 5-10 mg

Gaduh gelisah berat memerlukan permulaan 10mg

Jika pasien masih gaduh gelisah dapat diberikan kembali tiap 20-30 menit

dan dapat ditingkatkan pemberian bolus 75mg.

13

Page 14: Manajemen Gg Dan Tindak Kekerasan

Haloperidol dapat diberikan secara IV dengan drip dengan dosis rata-rata

10-12mg/jam.

Dosis 400-500 mg/hari telah digunakan.

Dosis awal rendah pada pasien usia tua dan pada pasien dengan penyakit

tertentu.

Penggunaan IV lebih jarang terjadi EPS, reaksi distonik, dan akathisia

serta hipotensi.

Droperidol

Telah disetujui FDA untuk penggunaan IV pada anestesi

Insiden Hipotensi lebih besar.

Dosis 2,5-5 mg diikuti dosis lanjutan 1,25 mg sampai 5 mg sampai gaduh

gelisah tertangani.

Pada Ruangan Gawat Darurat

Pemberian IV biasanya sulit pada keadaan gaduh gelisah, sehingga pasien harus

ditenangkan menggunakan sediaan IM ataupun konsentrat.

Pilihan I :

Haloperidol 5 mg IM/konsentrat dan diulangi 40 menit sampai pasien

tenang

Congentin 2 mg IM/po diberikan tiap 4 jam bila perlu.

Penggunaan berikutnya sampai dengan 24 jam.

Pilihan 2 :

Kombinasi antipsikotik dan Benzodiazepine mempunyai efek yang lebih

rendah.

Haloperidol 5 mg IM/konsentrat tiap 30 menit jika perlu sampai dengan

pasien tenang. Sebagai alternatif Lorazepam 2 mg IM/konsentrat diulangi

30 menit bila perlu sampai pasien tenang.

Pilihan 3 :

Chlorpromasin 25 mg IM, jangan pernah memberikan lebih dari 50 mg.

Dapat menyebabkan Hipotensi dan hindarkan penggunaan pada pasien

dengan usia tua.

14

Page 15: Manajemen Gg Dan Tindak Kekerasan

2. Manajemen Tindak Kekerasan

1. Mengevaluasi ancaman kekerasan

Semua ide atau ancaman kekerasan harus dianggap serius. Nilailah faktor resiko.

Bagaimana dengan status mental pasien saat ini? Dapatkah ia mengendalikan

impuls dan kemarahan? Apakah pasien merasa seperti dibawah tekanan berat dan

takut kehilangan kendali? Adakah yang akan menjadi korban? Apakah korban

secara tersamar memprovokasi serangan? Adakah rencana khusus dipersiapkan?

Adakah fantasi-fantasi sadis? Tersedianya senjata (periksalah selalu)? Adakah

sistem dukungan keluarga?

2. Penatalaksanaan pasien dengan kekerasan akut

Pertama-tama putuskan bahwa pasien kehilangan kendali secara akut.

Apabila demikian, tangani segera dengan pengekangan fisik dan medikasi, bukan

dengan percakapan. Segera temui, jangan biarkan pasien menunggu.

Dekati pasien yang kurang bersahabat dengan hati-hati dan berada pada

posisi yang aman (tersedia bantuan setiap saat, pintu dalam keadaan terbuka).

Waspadai tanda-tanda peringatan (misal, gelisah, sikap menuntut). Apabila

bercakap-cakap tampak bermanfaat, coba lakukan, tetapi berilah batas yang jelas

selama wawancara. Gunakan kontrol fisik bila pasien tidak dapat

mempertahankan kendali tetapi tetap tekankan bantuan yang dapat dilakukan oleh

pasien sendiri. Apabila pasien datang dengan keadaan dikekang, jangan dilepas

sebelum terjalin rapport dan beberapa hasil evaluasi diperoleh, meskipun

demikian, banyak pasien dapat bersikap lebih baik tanpa pengekangan.

Pengekangan dapat menyebabkan agitasi dan menyebabkan hipertermia. Apabila

diperlukan kekuatan untuk meredakannya, gunakan kekuatan penuh; satu orang

memegang masing-masing anggota tubuh pasien. Jangan ambil resiko.

Medikasi terhadap pasien dengan agitasi akut: lorazepam 1-2 mg IM

(diabsorbsi dengan baik melalui intramuskular) setiap 2-4 jam, maksimal 3 dosis;

haloperidol 5 mg IM/jam untuk 3-4 dosis; atau droperidol (5 mg IM/jam 2-3

dosis, tidak direkomendasikan oleh FDA untuk keperluan tersebut). Apakah

pasien menggunakan obat-obatan yang menekan SSP, apakah ia berada dalam

kondisi derilium, atau adakah suatu kondisi medis yang bertanggung jawab atas

15

Page 16: Manajemen Gg Dan Tindak Kekerasan

perilakunya? Kalau demikian, berikan medikasi dan observasi. ECT dapat

mengendalikan kekerasan psikotik.

Jika pasien mengancam dan agitasi tetapi tidak ganas, perlakukan dengan

penuh penghormatan; manusiawi, langsung, pasti, tenang, menentramkan. Jangan

menantang, memprovokasi atau secara terang-terangan tidak setuju dengan

pasien. Kesampingkan birokrasi. Selalu terangkan apa yang akan dilakukan dan

mengapa. Pasien dengan perilaku kekerasan sering ketakutan; telusuri mengapa

dan apa penyebabnya.

Tentukan etiologi kekerasan. Apakah ada penyakit mental? Cedera otak?

Penggunaan obat-obatan (lakukan tes urin)? Apakah ada pencetus lingkungan

yang dapat dikenali? Lakukan intervensi secara langsung pada pasien psikotik.

Kebanyakan pasien dapat “ditenangkan” dengan dukungan, pengertian

(dan medikasi); meskipun demikian, apabila perlu paksa untuk masuk rumah

sakit. Apakah ini benar-benar masalah kriminal, dan haruskah melibatkan polisi?

3. Perawatan lanjutan

Pasien dengan kekerasan kronis perlu mendapat uji coba medikasi. Obati

psikosis dengan antipsikotik, dan kejang dengan antikonvulsan. Untuk perilaku

agresi yang berlanjut, pertimbangkan:

Klozapin atau risperidon (lebih dipilih untuk pasien skizofrenia yang

disertai hostilitas);

SSRI; misal, fluoksetin untuk kondisi berbeda-beda dan buspiron (cedera

kepala, retardasi mental);

Propanolol (200-800 mg/hari, dosis terbagi), nadolol (sampai 120

mg/hari), atau pindolol; efektif setekah 4-6 minggu;

Karbamazeipin (600-1200 mg/hari, dosis terbagi), asam valproat dan

litium (kadar dalam darah 0,6-1,2 mEq/L) mungkin berguna bagi pasien

dengan kekerasan yang disertai gangguan bipolar, skizofrenia, retardasi

mental, gangguan eksplosif intermiten, obat-obat stimulan lainnya untuk

pasien dewasa yang hiperaktif.

Benzodiazepin dapat bermanfaat selama masa-masa stres, tetapi kemarahan dan

paradoks dapat muncul pada beberapa pasien.

16

Page 17: Manajemen Gg Dan Tindak Kekerasan

Ajarkan pasien untuk mengenali secara dini tanda-tanda meningkatnya

kemarahan dan belajar untuk menghilangkan tekanan-tekanan. Kerusakan otak

yang berat mungkin memerlukan lingkungan yang tersruktur dan teknik-teknik

perilaku.

Bantu pasien mengembangkan suatu sistem dukungan dan belajar untuk

mengendalikan stres lingkungan. Pelihara saluran komunikasi dengan pasien yang

berpotensi kekerasan, siap sedialah melalui telepon. Juga, para dokter memiliki

tanggung jawab secara hukum.

17

Page 18: Manajemen Gg Dan Tindak Kekerasan

BAB IV

KESIMPULAN

Menurut Depkes RI, 1997: keadaan gaduh gelisah bukanlah merupakan

suatu diagnosa, tetapi hanya menunjuk pada suatu keadaan atau sindroma dengan

sekelompok gejala tertentu dengan ciri utama yaitu gaduh dan gelisah.

Sementara itu, perilaku kekerasan adalah perilaku individu yang dapat

membahayakan orang, diri sendiri baik secar fisik, emosional, dan atau

seksualitas. Menurut Berkowitz, 1993 dalam Depkes, 2000: perilaku kekerasan

atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai

seseorang secara fisik maupun psikologis.

Ketika pertama kali melihat keadaan gaduh gelisah oleh sebab apapun,

tindakan pertama yang harus dilakukan adalah menguasai keadaan lingkungan

terutama keadaan pasien yang biasanya menggunakan ikatan pada anggota tubuh

yang aktif (fiksasi). Tindakan ini amat diperlukan karena pasien dengan gaduh

gelisah dapat melukai orang lain disekitar dan dapat melukai dirinya sendiri.

Tindakan untuk menenangkan pasien diperlukan agar dokter dapat melakukan

pengamatan atau observasi, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan status mental.

Terapi utama keadaan ini adalah Haloperidol dan Lorazepam.

Manajemen tindak kekerasan diawali dengan mengevaluasi ancaman

kekerasan, pada pasien-pasien dengan kekerasan akut tangani segera dengan

pengekangan fisik dan medikasi, sedangkan pasien dengan kekerasan kronis perlu

mendapat uji coba medikasi. Psikosis diobati dengan antipsikotik, dan kejang

diobati dengan antikonvulsan.

18

Page 19: Manajemen Gg Dan Tindak Kekerasan

DAFTAR PUSTAKA

1. Tom, David A, Buku Saku Psikiatri, jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC . 2003.

2. Kaplan, Harold I, dkk, Sinopsis Psikiatri (Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatris

Klinis), Edisi 7,Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2000.

3. Anonimus. Gambaran Umum Pasien Dengan Perilaku Kekerasan [serial on the

internet].2011.Desember.Available.from http://www .psikiatri .com /perilakukekera

san .pdf .

4. Anonimus. Penanganan Gaduh Gelisah [serial on the internet]. 2011. Desember.

Available from http://www .gaduhgelisah .com /penanganangaduhgelisah .pdf .

5. Anonimus. Perilaku Kekerasan [serial on the internet]. 2011. Desember. Available

from http://www .perilakukekerasan .com /penanganan .pdf .

19