management effectiveness tracking tools (mett) … · nilai keanekaragaman hayati, ... sumber daya...

9
LESTARI PAPER NO. 02 MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS (METT) SEBAGAI PERANGKAT UNTUK MENILAI EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI Munawar Kholis Abidah B. Setyowati

Upload: nguyentuyen

Post on 03-Mar-2019

235 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS (METT) … · nilai keanekaragaman hayati, ... sumber daya telah diarahkan pada isu-isu prioritas dan ... METT disusun dalam bentuk formulir

LESTARI PAPER NO. 02

MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS (METT)SEBAGAI PERANGKAT UNTUK MENILAI EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

Munawar Kholis Abidah B. Setyowati

Page 2: MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS (METT) … · nilai keanekaragaman hayati, ... sumber daya telah diarahkan pada isu-isu prioritas dan ... METT disusun dalam bentuk formulir

Daftar Isi:

1. Pendahuluan

2. Elemen Penilaian METT

3. Prinsip Penilaian

4. Proses Penilaian METT

5. Efektifitas Pengelolaan Kawasan Konservasi di Indonesia

6. Dukungan USAID LESTARI untuk meningkatkan efektifitas pengelolaan kawasan konservasi di Indonesia

1

1-2

2-3

3-4

4-5

5-6

Publikasi ini dibuat dengan dukungan dari Rakyat Amerika Serikat melalui United States Agency for International Development (USAID). Isi dari publikasi ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Tetra Tech dan tidak mencerminkan pandangan USAID atau

Pemerintah Amerika Serikat.

Page 3: MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS (METT) … · nilai keanekaragaman hayati, ... sumber daya telah diarahkan pada isu-isu prioritas dan ... METT disusun dalam bentuk formulir

Indonesia memiliki sejarah panjang mengenai sistem konservasi kawasan sejak jaman kolonial Belanda. Bah-kan sistem yang dibangun pada era kolonial turut ber-pengaruh terhadap wajah konservasi saat ini. Sekalipun beberapa dekade terakhir terdapat perubahan men-dasar dalam konsep pengelolaan kawasan konservasi terutama taman nasional. Diantaranya adalah pelibatan berbagai pihak khususnya masyarakat sekitar kawasan dengan pola participatory approach dan collaborative management.1 Hal ini semakin ditandaskan dalam Kon-gres Taman Nasional ke-3 di Bali tahun 1982 yang an-tara lain merumuskan bahwa kawasan konservasi harus memiliki rencana pengelolaan (management plan) se-bagai acuan dan pedoman dalam pengelolaan kawasan. Disamping itu, dalam memantau efektivitas pengelolaan kawasan konservasi, diperlukan metode yang kompre-hensif, praktis dan secara representatif menggambarkan efektivitas ketiga aspek pengelolaan kawasan, yaitu per-lindungan, pengawetan dan pemanfaatan.

Rekomendasi yang dihasilkan pada Kongres Convention on Biological Diversity (CBD)2 tahun 2006 juga men-gamanatkan pada negara-negara yang sudah meratifi-kasi agar melakukan evaluasi terhadap paling tidak 30% kawasan konservasi dengan menggunakan kerangka yang dikeluarkan oleh WCPA-IUCN. Amanat kongres CBD ini juga menuntut adanya implementasi dari re-komendasi-rekomendasi kunci hasil evaluasi tersebut.

Sementara terkait dengan evaluasi kawasan konserva-si, WCPA (World Commision on Protected Area) IUCN sendiri telah menyusun sistematika dalam melakukan penilaian terhadap efektivitas pengelolaan kawasan yang disebut METT (Management Effectiveness Tracking Tools). METT disusun sebagai metode untuk melapor-kan kemajuan pengelolaan kawasan konservasi yang dilakukan secara periodik.3 METT merupakan konsep yang digunakan oleh pengelola kawasan konservasi un-tuk mengidentifikasi kelemahan, kekuatan dan hal-hal lain yang bersifat strategis dan masih perlu ditingkatkan, serta membuat rencana dan implementasi. Kerangka metodologi penilaian ini adalah self-assessment, dan pelaksanaannya semaksimal mungkin mendorong kei-kursertaan berbagai pihak yang memiliki keterkaitan dalam pengelolaan.

Pengelolaan kawasan diterjemahkan kedalam 6 elemen yakni konteks, perencanaan, input, proses, output dan outcome. Kekuatan dari kerangka penilaian METT ter-letak pada kemampuannya melihat dan memahami se-cara komprehensif tentang keterkaitan antar setiap el-emen pengelolaan.4 Keenam elemen dari METT dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Konteks

Penilaian/evaluasi terhadap konteks kawasan meliputi tujuan penetapan, desain kawasan, tipologi ancaman, dan identifikasi peran stakeholder. Dalam mencapai tu-juan pengelolaan, maka fungsi dari penilaian konteks ini memberikan informasi kepada pengelola kawasan un-tuk merumuskan prioritas kebijakan berdasarkan nilai-nilai keanekaragaman hayati, budaya dan aspek politik yang berkembang di wilayahnya.

2. Perencanaan

Perencanaan meliputi arah dan tujuan yang akan dikem-bangkan dalam pengelolaan kawasan guna mencapai tujuan pengelolaan sebagaimana didefinisikan pada METT sebagai konteks dan tujuan pengelolaan kawasan. Mengingat satu hal yang mendasar dari sebuah peren-canaan (planning) adalah terkait dengan status hukum kawasan, karakteristik dan desain fisik kawasan serta proses dalam penyusunan perencanaan itu sendiri.

3. Input

Input seyogyanya sangat terkait dengan perencanaan dimana input dapat berupa alokasi anggaran, staf, keahl-ian dan infrastruktur yang diperlukan untuk mengimple-mentasikan sebuah rencana yang telah disusun. Kawasan memiliki dokumen rencana strategis dan aksi sehingga perlu melakukan penilaian terhadap sumber daya yang dimiliki dan memahami kekurangan-kekurangannya. Penilaian terkait input ini pada intinya perlu menjawab pertanyaan apakah sumber daya telah mencukupi atau sumber daya telah diarahkan pada isu-isu prioritas dan tepat sasaran.

4. Proses

Penilaian proses terkait dengan bagaimana program

1 Dunggio, I. dan Hendra, G. 2009. Telaah Sejarah Pengelolaan Taman Nasion-al di Indonesia, Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan. Vol.6 (1).2 Indonesia telah meratifikasi CBD melalui Undang-Undang 5 tahun 1994 tentang pengesahan konvensi bangsa-bangsa mengenai keanekaragaman hayati

3 Stolton, S., M. Hockings, N. Dudley, K. MacKinnon dan T. Whitten. 2003. Reporting Progress in Protected Area. World Bank/WWF Alliance for Forest Con-servation and Sustainable Use. 4 Ervin, J. 2009. Protected Area Assessment in Perspective. Bioscience. Vol. 53 (9).

1. Pendahuluan 2. Elemen Penilaian METT

WWW.LESTARI-INDONESIA.ORG LESTARI PAPERS: Management Effectiveness Tracking Tools (METT) sebagai Perangkat untuk Menilai Efektifitas Pengelolaan Kawasan Konservasi

1

Page 4: MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS (METT) … · nilai keanekaragaman hayati, ... sumber daya telah diarahkan pada isu-isu prioritas dan ... METT disusun dalam bentuk formulir

LESTARI PAPERS: Management Effectiveness Tracking Tools WWW.LESTARI-INDONESIA.ORG (METT) sebagai Perangkat untuk Menilai Efektifitas Pengelolaan Kawasan Konservasi

2

5 Jeremy S.B., M.A. Franzen, C.M. Holmes, M.N. Grote, dan M.G. Mulder. 2006. Testing Hypotheses for the Success of Different Conservation Strategies. Conservation Biology. Vol 20 (5): 1528–15386 Parrish, J.D., D.P. Braun DP, and R.S. Unnasch. 2003. Are we conserving what we say we are? Measuring ecological integrity within protected areas. Bio-Science. 53: 851–860.

7 Ibid n2.

kerja dijalankan. Sementara ukuran dalam menilai pros-es meliputi apakah telah ada kebijakan-kebijakan atau regulasi yang mengatur implementasi, apakah standar prosedur kerja sudah diikuti dan bagaimana kebijakan dan prosedur dijalankan serta apa saja bentuk penyim-pangannya.

5. Output

Implementasi program yang dilakukan dengan proses yang baik serta konsisten mengikuti prosedur kerja, tentunya dapat menghasilkan output yang sesuai den-gan perencanaan. Output dinilai secara kuantitatif ber-dasarkan target perencanaan. Berapa persen kawasan yang telah memiliki demarkasi (batas) yang jelas, berapa persen desa yang telah berhasil dilibatkan untuk beker-jasama dalam pengelolaan kawasan, berapa persen ka-wasan telah berhasil direhabilitasi dan lain sebagainya.

6. Keluaran/Outcome

Outcome dinilai sebagai dampak dari pengelolaan ka-wasan secara lebih luas. Pendekatan dalam menilai out-come antara lain berdasarkan pemantauan aspek biolo-gis, sosial ekonomi serta dampak pengelolaan terhadap masyarakat sekitar. Secara lebih detil, tolok ukur dalam menilai outcome meliputi kondisi habitat, sebaran dan populasi satwa kunci, nilai manfaat ekonomi kawasan terhadap masyarakat, dan terjaganya keberlangsungan budaya masyarakat.

Dalam mengukur keberhasilan kawasan konserva-si, seringkali terjadi perdebatan antara dua perspektif. Pertama, yang menitikberatkan konservasi ekologi se-mata seperti keanekaragaman hayati, penyimpanan karbon dan stabilitas hidrologi. Kedua, perspektif yang memromosikan pengelolaan kawasan konservasi yang lebih integratif dan mempertimbangkan dampak so-sial-ekonomi dari pengelolaan kawasan pada masyarakat disekitarnya.5 Parrish dkk (2003) menambahkan bahwa integritas ekologi merupakan indikator penting dalam menilai baik atau tidaknya sebuah pengelolaan.6

Dalam skoring METT sendiri, konteks ekologi, sosial dan ekonomi ini menjadi elemen penting yang harus dipertimbangkan untuk melihat efektivitas pengelolaan kawasan konservasi. Sebagai contoh, sebuah kawasan konservasi yang telah dibuka, ternyata banyak pemba-

ngunan jalan didalamnya dalam rangka memberikan akses kepada masyarakat untuk meningkatkan pere-konomian. Situasi ini dapat dinilai sebagai sebuah keber-hasilan ekonomis, namun dapat juga dinilai sebaliknya bahwa kondisi tersebut memperlihatkan hilangnya in-tegritas ekologi dan menimbulkan tekanan yang cukup besar bagi keanekaragaman hayati. Bahkan dalam jang-ka panjang dapat menghilangkan fungsi kawasan dalam menopang seluruh aspek kehidupan seperti kemam-puan mengelola siklus hidrologi, suhu, ketersediaan air bersih serta udara sehat. METT mengakomodir indika-tor-indikator efektivitas sebuah pengelolaan dan mem-berikan ruang bagi kedua sudut pandang konservasi ini untuk mengarahkan agar kawasan konservasi dikelola dengan seimbang. Oleh karena itu, proses penilaian perlu dilakukan dengan sangat hati-hati agar dihasilkan rekomendasi yang tepat dan relevan.

Namun METT juga memiliki keterbatasan. Misal saja, beberapa catatan penting terkait pembobotan skor dan ketercapaian tujuan pengelolaan.7 Pembobotan un-tuk setiap pertanyaan didalam kuesioner adalah sama (0 sampai 3) sehingga ada kemungkinan terjadinya penyimpangan (distorsi) dari hasil keseluruhan. Untuk meningkatkan akurasi penilaian ada baiknya dilakukan penyesuaian pembobotan. Hanya saja proses penye-suaian pembobotan bukan hal yang mudah dilakukan karena perlu disesuaikan dengan tujuan pengelolaan yang berbeda di berbagai kawasan. Dalam penera-pan METT seyogyanya tidak kemudian menggantikan metode-metode evaluasi kawasan yang lebih menda-lam. Sebagai contoh, kawasan konservasi dapat saja memiliki nilai METT cukup efektif, namun pada saat yang sama keberadaan satwa kunci terus mengalami penurunan, sehingga hal ini mengindikasikan tujuan pen-gelolaan belum tercapai.

METT disusun dalam bentuk formulir kuesioner yang praktis untuk dipahami menggunakan skala 0 (buruk) hingga 3 (sangat baik). Meskipun disederhanakan den-gan skala penilaian, namun pengisian harus dilakukan dengan menjujung tinggi prinsip-prinsip berikut ini:

3. Prinsip Penilaian

Page 5: MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS (METT) … · nilai keanekaragaman hayati, ... sumber daya telah diarahkan pada isu-isu prioritas dan ... METT disusun dalam bentuk formulir

WWW.LESTARI-INDONESIA.ORG LESTARI PAPERS: Management Effectiveness Tracking Tools (METT) sebagai Perangkat untuk Menilai Efektifitas Pengelolaan Kawasan Konservasi

3

1. Obyektif:

Penilaian dilaksanakan oleh pengelola kawasan. Obyek-tivitas dalam penilaian sangat penting untuk dapat menghasilkan rekomendasi-rekomendasi pengelolaan yang relevan terhadap kondisi riil pengelolaan. Penilaian yang obyektif dapat diperoleh dengan melihat skala kes-eluruhan kawasan dan bukan hanya dengan mengambil informasi dari satu blok wilayah saja. Sebagai contoh, ka-wasan seluas 1 juta hektar yang berhasil mengembang-kan dua program ekowisata. Meskipun kedua program tersebut dinilai berhasil, namun dalam konteks lebih luas masih dapat diperdebatkan dengan pertanyaan apakah kawasan diluar kedua program tersebut juga lebih baik kondisinya. Jika penilai sudah cukup puas dengan ha-sil pada kedua program tersebut, maka dikhawatirkan akan menimbulkan stagnasi dan pengelola tidak meny-usun rencana pengembangan pariwisata di bagian-ba-gian lain di dalam kawasan.

2. Partisipatif:

Untuk mendapatkan hasil penilaian yang obyektif juga diperlukan keterwakilan berbagai pihak dalam proses penilaian. Dalam konstelasi kawasan konservasi di In-donesia, pihak-pihak yang harus diikutsertakan dida-lam evaluasi METT ini antara lain pemerintah daerah, masyarakat lokal/adat, lembaga-lembaga swadaya mas-yarakat, sektor swasta, instansi-instansi pemerintah yang berkaitan dengan kehutanan dan lingkungan hidup dan bila perlu melibatkan instansi-instansi lain meskipun tidak terkait secara langsung didalam pengelolaan ka-wasan, seperti dinas sosial, dinas pertanian dan lainn-ya. Pelibatan ini akan memperkaya sudut pandang dan strategi pengelolaan dari berbagai pihak dan tidak han-ya membuat pengelola kawasan lebih akuntabel namun juga meningkatkan peran/keterlibatan aktif dan tanggu-ng jawab berbagai pihak secara kolektif .

3. Reguler:

Untuk dapat mengetahui perkembangan kualitas dan efektivitas pengelolaan maka diperlukan evaluasi/pe-nilaian secara reguler. Terkait dengan penilaian yang reguler, maka sedapat mungkin dilakukan penilaian pengulangan dan dilakukan konsisten dengan mengh-adirkan orang-orang yang sama agar dapat meminimal-isir bias pemahaman dan interpretasi yang disebabkan oleh faktor personal dari penilai. Namun hal ini sering terkendala dengan tingginya mutasi pegawai di lingkun-gan UPT (Unit Pelaksana Teknis) kawasan konservasi maupun pada instansi yang lain. Dalam mengantisipasi kendala ini, maka didalam setiap penilaian diperlukan

4. Proses Penilaian METT

dokumen pencatatan (notulensi) yang baik sehingga keprihatinan (concern), interpretasi (interpretation) dan pernyataan (statement) yang disepakati pada saat pros-es penilaian dapat tersimpan atau terarsip dengan baik. Didalam formulir penilaian terdapat kolom komentar yang mewadahi pertimbangan-pertimbangan pada saat penilaian berlangsung.

Ketersediaan informasi mengenai kondisi kawasan ada-lah sama pentingnya dengan kehadiran para stakeholder dalam melakukan penilaian. Proses penilaian juga perlu difasilitasi oleh personil yang bukan hanya menguasai teknik fasilitasi, namun juga memiliki pemahaman yang komprehensif terkait isu pengelolaan, sehingga arah re-komendasi tidak melenceng dari konteks pengelolaan yang spesifik dari setiap kawasan.

A. Prakondisi

Sebelum melakukan penilaian efektivitas maka diper-lukan prakondisi terkait dengan pengelolaan data dan informasi dari pengelola kawasan maupun dari lembaga mitra yang terlibat. Data-data ini harus dipelajari dan di-mengerti oleh fasilitator karena akan digunakan sebagai acuan didalam proses penilaian.

1. Definisi dan tujuan pengelolaan kawasan

2. Analisis data-data sekunder seperti data citra satelit untuk mengetahui perubahan tutupan lahan, hotspot, fragmentasi dan lain-lain.

3. Data-data statistik terkait kebencanaan seperti banjir, erosi.

4. Analisis dan informasi hasil riset terkait sebaran satwa kunci dan populasi serta ancaman-an-caman terhadap kawasan.

5. Data-data terkait pelaksanaan kegiatan pengelo-laan seperti data area patroli, area penyuluhan, wilayah-wilayah desa binaan.

6. Dokumen rencana pengelolaan yang telah ada untuk digunakan sebagai verifikator dalam men-gukur pencapaian program.

7. Data administratif pengelolaan seperti staf dan perlengkapan.

8. Informasi mengenai keahlian staf dan peningkatan kapasitas yang masih diperlukan.

Page 6: MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS (METT) … · nilai keanekaragaman hayati, ... sumber daya telah diarahkan pada isu-isu prioritas dan ... METT disusun dalam bentuk formulir

4

5. Efektifitas Pengelolaan Kawasan Konservasi di Indonesia

LESTARI PAPERS: Management Effectiveness Tracking Tools WWW.LESTARI-INDONESIA.ORG (METT) sebagai Perangkat untuk Menilai Efektifitas Pengelolaan Kawasan Konservasi

9. Data dan informasi kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan dan ekowisata seperti lokasi, jumlah pengunjung termasuk informasi kelengkapan fasilitas ekowisata.

10. Pihak-pihak luar dan mitra yang akan dilibatkan serta para ahli spesifik yang akan didatangkan bila perlu.

11. Data-data pengelolaan lainnya.

B. Penilaian/evaluasi

1. Penilaian diawali dengan melakukan pengkinian (update) terhadap status kawasan terkait dengan data-data dasar kawasan meliputi tujuan pengelo-laan kawasan, ketetapan hukum, sumber daya ma-nusia, sumber daya finansial dan status/pengakuan kawasan secara nasional maupun internasional.

2. Pengkinian ancaman terhadap kawasan. Bentuk ancaman dapat dikategorisasikan sebagai tidak ada, rendah, sedang dan tinggi dengan nilai secara berturut-turut 1, 2 dan 3. Nilai tiga diartikan sebagai kondisi ancaman yang tinggi.

3. Penilaian efektivitas pengelolaan yang dipandu dengan pilihan-pilihan beserta skoringnya.

4. Langkah-langkah perbaikan yang akan diambil pengelola kawasan di setiap aspek penilaian se-cara langsung diisikan didalam proses penilaian.

C. Analisis isu strategis, kelemahan dan kekuatan penge-lolaan dan rekomendasi

Dengan sistem skoring yang telah ada, maka dapat dipertimbangkan aspek-aspek mana yang telah optimal maupun sub-optimal. Rekomendasi disusun berdasar-kan isu-isu prioritas pengelolaan kawasan. Hal ini diarti-kan bahwa tidak semua langkah-langkah perbaikan yang diusulkan merupakan bagian dari isu strategis.

D. Pelaporan

Hasil penilaian METT disusun menjadi laporan sesuai dengan struktur laporan penilaian METT yang diatur melalui Peraturan Dirjen No.357/KSDAE-SET/2015. Sistematika penilaian hingga penyusunan laporan kema-juan pengelolaan merupakan proses ‘closing the loop’ untuk secara terus-menerus mengevaluasi dan men-erapkan rekomendasi-rekomendasi dalam pengelolaan kawasan. Konsekuensi logis dari kerangka penilaian ini adalah bagaimana strategi pemerintah Indonesia, dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutan-an, untuk dapat memberikan dukungan dalam bentuk

“input” bagi pengelola kawasan agar dapat mengimple-mentasikan rekomendasi yang muncul dari setiap ka-wasan. Hal ini terutama sangat terkait dengan kawasan konservasi yang masih memiliki kelemahan pada aspek input.

Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (Dirjen KSDAE) menargetkan peningkatan efektivitas pengelolaan minimal 70% pada 260 kawasan pada ta-hun 2019. Komitmen ini ditindaklanjuti dengan mener-bitkan pedoman penilaian dan evaluasi dan ditetapkan melalui Perdirjen P.15/SET-KSDAE/2015 yang kemudi-an diterapkan sebagai dasar melakukan penilaian awal METT di Indonesia.

Nilai efektivitas pengelolaan kawasan konservasi di In-donesia diatas merupakan hasil tabulasi dari 125 ka-wasan konservasi yang dinilai secara serentak pada ta-hun 2015 dan disajikan dalam bentuk grafik. Elemen konteks merupakan pemberian (given) dari pemerin-tah pusat sehingga pengelola kawasan di daerah tidak dapat dengan leluasa melakukan modifikasi terhadap konteks terkait yang mencakup bentuk dan luasan ka-wasan dan status hukum yang telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi. Skor pada elemen konteks menja-di maksimal karena seluruh kawasan telah ditunjuk dan ditetapkan oleh pemerintah.

Hal yang krusial dari hasil penilaian awal ini adalah rendahnya nilai planning dan merembet hingga output, mengindikasikan adanya kesenjangan dalam proses planning, input dan proses implementasi yang terefleksi pada nilai output (paling rendah). Outcome dinilai cukup tinggi yang mengindikasikan bahwa efektivitas pengelo-laan kawasan tidak secara langsung memengaruhi out-come. Sebagian kawasan konservasi tetap berfungsi se-bagai provisi jasa lingkungan, sumber ekonomi maupun habitat yang cukup baik meskipun pengelolaan belum dijalankan secara efektif.

Secara obyektif, METT memiliki keterbatasan untuk mendeskripsikan outcome pengelolaan secara detil karena kerangka METT memang dipergunakan untuk melakukan overview secara cepat terkait kemajuan pen-gelolaan. Kekurangan ini perlu menjadi catatan agar

Page 7: MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS (METT) … · nilai keanekaragaman hayati, ... sumber daya telah diarahkan pada isu-isu prioritas dan ... METT disusun dalam bentuk formulir

Gambar 1. Tabulasi Hasil Perhitungan METT tahun 2015 untuk 125 Kawasan Konservasi di Indonesia8

penilaian METT mencakup poin-poin yang kurang pro-porsional.9

Strategi konservasi pada dawasarwa terakhir leb-ih mengarah kepada bentuk-bentuk pengintegrasian konservasi ekologi dengan pembangunan, serta pem-berdayaan masyarakat sebagai kritik bahwa konservasi ekologi tidak cukup berhasil karena memutus hubun-gan dan akses kultural masyarakat dengan sumber daya alam. Model co-management dikembangkan di berbagai wilayah meskipun hingga saat ini di Indonesia belum ada yang berhasil mendemonstrasikan keberhasilan ekonomis yang sejalan dengan keberhasilan ekologis, atau mungkin hanya belum terpublikasi. Ini merupakan pekerjaan rumah kita semua untuk benar-benar bisa memilih dan menjalankan strategi konservasi yang tepat sesuai dengan budaya, sikap dan perilaku masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan.

8 Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem. 2015. Penetapan Nilai Awal Efektifitas Pengelolaan KSA, KPA dan Taman Buru (SK 357/KSDAE-SET/2015). Jakarta9 Ibid n2.

WWW.LESTARI-INDONESIA.ORG LESTARI PAPERS: Management Effectiveness Tracking Tools (METT) sebagai Perangkat untuk Menilai Efektifitas Pengelolaan Kawasan Konservasi

5

USAID LESTARI bekerja di 7 kawasan konservasi di Propinsi Aceh, Kalimantan Tengah dan Papua (lihat ta-bel) untuk mendukung peningkatan skor METT di ka-wasan-kawasan tersebut. Tim LESTARI mendorong proses adopsi penilaian efektivitas pengelolaan kawasan menggunakan METT secara partisipatif melibatkan

6. Dukungan USAID LESTARI untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan kawasan konservasi di Indonesia

berbagai pihak. Dalam implementasinya, USAID LE-STARI menggunakan beberapa pendekatan: Pertama, melaksanakan lokalatih untuk meningkatkan kapasitas pengelola kawasan dalam menggunakan METT sebagai perangkat untuk mengevaluasi efektivitas pengelolaan kawasan konservasi. Disamping itu, juga dilakukan inter-nalisasi tentang METT yang diharapkan dapat menum-buhkan pemahaman dari pengelola kawasan tentang makna dari skor METT dan mengidentifikasi apa yang perlu dilakukan untuk peningkatan pengelolaannya; kedua, memfasilitasi pengembangan rencana aksi un-tuk peningkatan skor METT di masing-masing kawasan konservasi; ketiga, menggunakan rencana aksi sebagai landasan untuk memprioritaskan dukungan USAID LE-STARI untuk peningkatan skor METT.

Pada tahun 2015-2016, USAID LESTARI lebih mem-fokuskan programnya pada upaya pengarusutamaan penggunaan METT untuk evaluasi atas efektivitas pen-gelolaan kawasan konservasi dan juga mendukung perhitungan baseline skor METT di kawasan konser-vasi tersebut sebagaimana terlihat pada tabel dibawah. USAID LESTARI akan mendukung perhitungan METT secara partisipatif dengan melibatkan berbagai pihak di kawasan tersebut pada tahun 2017 dan 2019, ser-ta memberikan asistensi teknis (technical assistance) berupa pelatihan-pelatihan, implementasi berbagai kegiatan seperti survei populasi, SMART Patrol, pro-gram pilot alternatif pendanaan untuk konservasi, serta adopsi teknologi modern untuk mendukung pening-

Page 8: MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS (METT) … · nilai keanekaragaman hayati, ... sumber daya telah diarahkan pada isu-isu prioritas dan ... METT disusun dalam bentuk formulir

Landskap Kawasan KonservasiSkorAwal METT

(perhitungan 2015)

Provinsi Aceh Taman Nasional Gunung Leuser 67%Suaka Margasatwa Rawa Singkil 55%

Provinsi Kalimantan Tengah Taman Nasional Sebangau 62%Taman Nasional Bukit Baka Bukit

Raya64%

Taman Wisata Alam Bukit Tangkiling 51%Provinsi Papua Cagar Alam Cyclops 43%

Taman Nasional Lorentz 43%

Tabel 1. Kawasan Konservasi dalam Lanskap USAID LESTARI

6 LESTARI PAPERS: Management Effectiveness Tracking Tools WWW.LESTARI-INDONESIA.ORG (METT) sebagai Perangkat untuk Menilai Efektifitas Pengelolaan Kawasan Konservasi

katan efektivitas pengelolaan kawasan konservasi. Dis-amping itu, USAID LESTARI juga turut berkontribusi dalam penyusunan kerangka perhitungan METT yang diadaptasi dengan konteks Indonesia karena metode yang ada sekarang kurang sesuai dengan konteks

Indonesia. Kerangka nasional perhitungan METT ini akan digunakan oleh para fasilitator METT sebagai stan-dar dalam memfasilitasi proses perhitungan efektivitas pengelolaan kawasan konservasi di Indonesia.

Page 9: MANAGEMENT EFFECTIVENESS TRACKING TOOLS (METT) … · nilai keanekaragaman hayati, ... sumber daya telah diarahkan pada isu-isu prioritas dan ... METT disusun dalam bentuk formulir