malpraktek dan defensive medicine

20
BAB 1 PENDAHULUAN Istilah malpraltek tidak dijumpai dalam KUHP, karena memang bukan istilah yuridis, istilah malpraktek hanya digunakan untuk menyatakan adanya tindakan yang salah dalam rangka pelaksanaan sutu profesi, baik dibidang kedokteran maupun dibidang hukum. Tindakan yang salah secara yuridis diartikan setelah melalui putusan pengadilan. Tindakan yang salah dimaksud sebagai tindakan yang dapat menumbuhkan kerugian baik nyawa, maupun harta benda. 1 Ninik Mengemukakan bahwa malpraktik dapat terjadi tidak saja selama waktu menjalankan operasi, tetapi dapat terjadi sejak dimulainya pemberian diagnosis sampai dengan sesudah dilakukannya perawatan sampai sembuhnya pasien. Dengan demikian, malpraktik kedokteran dapat diartikan sebagai bencana yang timbul akibat dari suatu praktek kedokteran, bencana timbul tidak karena disengaja diduga sebelumnya melainkan ada unsur lalai yang seharusnya tidak layak untuk dilakukan oleh seorang dokter sehingga berakibat cacat atau matinya pasien. 4 Defensive medicine didefinisikan sebagai suatu tindakan untuk melakukan tes dan prosedur diagnostik pada pasien, dimana sebenarnya hal tersebut mungkin tidak diperlukan untuk pasien, pada dasarnya ini lebih bertujuan untuk melindungi dokter dari suatu keadaan yang mungkin bisa terjadi diluar dugaan yang mengarah pada malpraktik.

Upload: janisindianayacma

Post on 20-Dec-2015

42 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

text

TRANSCRIPT

Page 1: Malpraktek Dan Defensive Medicine

BAB 1

PENDAHULUAN

Istilah malpraltek tidak dijumpai dalam KUHP, karena memang bukan istilah

yuridis, istilah malpraktek hanya digunakan untuk menyatakan adanya tindakan yang salah

dalam rangka pelaksanaan sutu profesi, baik dibidang kedokteran maupun dibidang hukum.

Tindakan yang salah secara yuridis diartikan setelah melalui putusan pengadilan. Tindakan

yang salah dimaksud sebagai tindakan yang dapat menumbuhkan kerugian baik nyawa,

maupun harta benda.1

Ninik Mengemukakan bahwa malpraktik dapat terjadi tidak saja selama waktu

menjalankan operasi, tetapi dapat terjadi sejak dimulainya pemberian diagnosis sampai

dengan sesudah dilakukannya perawatan sampai sembuhnya pasien. Dengan demikian,

malpraktik kedokteran dapat diartikan sebagai bencana yang timbul akibat dari suatu praktek

kedokteran, bencana timbul tidak karena disengaja diduga sebelumnya melainkan ada unsur

lalai yang seharusnya tidak layak untuk dilakukan oleh seorang dokter sehingga berakibat

cacat atau matinya pasien.4

Defensive medicine didefinisikan sebagai suatu tindakan untuk melakukan tes dan

prosedur diagnostik pada pasien, dimana sebenarnya hal tersebut mungkin tidak diperlukan

untuk pasien, pada dasarnya ini lebih bertujuan untuk melindungi dokter dari suatu keadaan

yang mungkin bisa terjadi diluar dugaan yang mengarah pada malpraktik.

Peran defensive medicine dalam meningkatkan biaya perawatan kesehatan saat ini

sedang hangat dibicarakan. Beberapa praktisi kesehatan dan para pakar hukum kesehatan

memiliki pandangan dan pendapat yang berbeda mengenai hal tersebut. Dokter menyatakan

bahwa defensive medicine ini menjadi salah satu faktor pendorong terjadinya inflasii biaya

perawatan kesehatan.

Dokter di Amerika Serikat telah lama meneliti bahwa mereka harus menerapkan

praktek defensive medicine untuk mengurangi risiko litigasi. Studdert dan rekan menemukan

dalam survey pada tahun 2005 bahwa 93% dari dokter spesialis yang "berisiko tinggi" di

Pennsylvania melaporkan telah melakukan tindak defensive medicine. Sebuah penelitian di

tahun 2008 juga mendapatkan jawaban yang sama dari 83% dokter di Massachusetts, temuan

menunjukkan bahwa adanya kaitan antar biaya yang besar yang harus dikeluarkan dengan

defensive medicine; misalnya, dokter di Massachusetts menyatakan bahwa antara 20% dan

Page 2: Malpraktek Dan Defensive Medicine

30% dari seluruh kasus harus melakukan X-Ray, CT Scan, MRI, USG, arahan khusus dan

konsultasi lebih terutama untuk tujuan penentuan tindakan medis.

Page 3: Malpraktek Dan Defensive Medicine

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 MALPRAKTEK

2.1.1 DEFINISI

Ada berbagai istilah yang sering digunakan di Indonesia antara lain, malpraktek,

malapraktek, malapraktik, malpraktik dan sebagainya. Akan tetapi, istilah yang benar

menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan Nasional yang diterbitkan

Balai Pustaka adalah “Malapraktik”, sedangkan menurut kamus kedokteran adalah

“Malapraktek”. Secara harfiah istilah “Malpraktik” artinya praktek yang buruk (bad practice),

praktek yang jelek.2

Dalam istilah malapraktik terdapat arti kata “mala” yang berarti perbuatan (jasa)

yang dipuji-puji, tapi jasa tersebut diperbuat dengan jalan yang tidak baik dan dijelaskan

bahwa malapraktik medik adalah suatu tindakan/perbuatan medik yang

dilakukan/diselenggarakan dengan jalan yang tidak baik atau salah tidak sesuai norma.3

Istilah asing “malpractice” menurut Peter salim dalam “The Contemporary English

Indonesia Dictionary” berarti perbuatan atau tindakan yang salah. “Malpractice” juga berarti

praktek buruk (badpractice) yang menunjukkan pada setiap sikap tindak yang keliru.

Sedangkan menurut John E.Echols dan Hasan Shadily dalam Kamus Inggris Indonesianya

“malpractice” berarti cara pengobatan pasien yang salah.4

Dalam bahasa belanda malpraktek disebut istilah “kunstfout” (seni salah),

merupakan suatu tindakan medis yang dilakukan tidak dengan sengaja akan tetapi ada unsur

lalai yang tidak patut dilakukan oleh seorang ahli dalam dunia medis dan tindaka mana yang

mengakibatkan sesuatu hal yang fatal (misalnya mati, cacat karena lalai).3

Dalam bahasa Inggris malapraktik disebut “malpractice” yang berarti “wrong

doing” atau “neglect of duty” dan bila istilah tersebut diterapkan dalam bidang kedokteran

berarti seorang dokter melakukan malpraktik jika ia melakukan suatu tindakan medik yang

salah (wrong doing) atau ia tidak atau tidak cukup mengurus pengobatan/perawatan pasien.3

Ninik Mengemukakan bahwa malpraktik dapat terjadi tidak saja selama waktu

menjalankan operasi, tetapi dapat terjadi sejak dimulainya pemberian diagnosis sampai

dengan sesudah dilakukannya perawatan sampai sembuhnya pasien. Dengan demikian,

malpraktik kedokteran dapat diartikan sebagai bencana yang timbul akibat dari suatu praktek

kedokteran, bencana timbul tidak karena disengaja diduga sebelumnya melainkan ada unsur

Page 4: Malpraktek Dan Defensive Medicine

lalai yang seharusnya tidak layak untuk dilakukan oleh seorang dokter sehingga berakibat

cacat atau matinya pasien.4

2.1.2 Jenis-jenis malpraktik

Malpraktek dibedakan menjadi dua bentuk yaitu malpraktek etika (Ethical

malpractice) dan malpraktek yuridis (yuridical malpractice) ditinjau dari segi etika profesi

dan segi hukum, sebagai berikut:5

a. Malpraktik Etik

Yang dimaksud dengan malpraktik etik adalah dokter melakukan tindakan yang

bertentangan dengan etika kedokteran. Sedangkan etika kedokteran yang dituangkan dalam

kode etik kedokteran indonesia merupakan seperangkat standar etis, prinsip, aturan atau

norma yang berlaku untuk dokter.

b. Malpraktik Yuridik

Soedjatmiko membedakan malpraktik yuridik terbagi 3 bentuk yaitu malpraktik

perdata, malpraktik pidana dan malpraktik administratif.

Malpraktik perdata adalah terjadi apabila terdapat hal-hal yang menyebabkan tidak

dipenuhinya isi perjanjian/wanprestasi didalam transaksi terapeautik oleh dokter atau

tenaga kesehatan lain atau terjadinya perbuatan melanggar hukum sehingga

menimbulkan kerugian bagi pasiennya.

Malpraktik pidana (criminal malpraktk) terjadinya apabila pasien meninggal dunia atau

mengalami cacat akibat dokter atau tenaga kesehatan lainnya kurang hati-hati, atau

kurang cermat dalam melakukan upaya penyembuhan terhadap pasien yang meninggal

dunia atau cacat tersebut.

Malpraktik administrasi adalah terjadi apabila dokter atau tenaga kesehatan yang lain

melakukan pelanggaran hukum administrasi negara yang berlaku, misalnya menjalankan

praktek dokter tanpa izin praktik, menjalankan praktik dengan kadaluarsa dan

menjalankan praktik tanpa membuat catatan medik.

Untuk malpraktek hukum atau yuridical malpractice dibagi dalam 3 kategori sesuai

bidang hukum yang dilanggar, yakni Criminal malpractice, Civil malpractice dan

Administrative malpractice.6

1. Criminal malpractice

Perbuatan seseorang dapat dimasukkan dalam kategori criminal malpractice

manakala perbuatan tersebut memenuhi rumusan delik pidana yakni :

a. Perbuatan tersebut (positive act maupun negative act) merupakan perbuatan tercela.

Page 5: Malpraktek Dan Defensive Medicine

b. Dilakukan dengan sikap batin yang salah (mens rea) yang berupa kesengajaan

(intensional), kecerobohan (reklessness) atau kealpaan (negligence).

Criminal malpractice yang bersifat sengaja (intensional) misalnyamelakukan euthanasia

(pasal 344 KUHP), membuka rahasia jabatan (pasal 332 KUHP), membuat surat

keterangan palsu (pasal 263 KUHP), melakukan aborsi tanpa indikasi medis pasal 299

KUHP). Criminal malpractice yang bersifat ceroboh (recklessness) misalnya melakukan

tindakan medis tanpa persetujuan pasien informed consent.

Criminal malpractice yang bersifat negligence (lalai) misalnya kurang hati-hati

mengakibatkan luka, cacat atau meninggalnya pasien, ketinggalan klem dalam perut

pasien saat melakukan operasi. Pertanggung jawaban didepan hukum pada criminal

malpractice adalah bersifat individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkan

kepada orang lain atau kepada rumah sakit/sarana kesehatan.

2. Civil malpractice

Seorang tenaga kesehatan akan disebut melakukan civil malpractice apabila tidak

melaksanakan kewajiban atau tidak memberikan prestasinya sebagaimana yang telah

disepakati (ingkar janji). Tindakan tenaga kesehatan yang dapat dikategorikan civil

malpractice antara lain:

a. Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan.

b. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi terlambat

melakukannya.

c. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi tidak sempurna.

d. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan.

Pertanggung jawaban civil malpractice dapat bersifat individual atau korporasi dan

dapat pula dialihkan pihak lain berdasarkan principle of vicarius liability. Dengan prinsip ini

maka rumah sakit/sarana kesehatan dapat bertanggung gugat atas kesalahan yang dilakukan

karyawannya (tenaga kesehatan) selama tenaga kesehatan tersebut dalam rangka

melaksanakan tugas kewajibannya.

3. Administrative malpractice

Tenaga perawatan dikatakan telah melakukan administrative malpractice manakala

tenaga perawatan tersebut telah melanggar hukum administrasi. Perlu diketahui bahwa dalam

melakukan police power, pemerintah mempunyai kewenangan menerbitkan berbagai

ketentuan di bidang kesehatan, misalnya tentang persyaratan bagi tenaga perawatan untuk

menjalankan profesinya (Surat Ijin Kerja, Surat Ijin Praktek), batas kewenangan serta

Page 6: Malpraktek Dan Defensive Medicine

kewajiban tenaga perawatan. Apabila aturan tersebut dilanggar maka tenaga kesehatan yang

bersangkutan dapat dipersalahkan melanggar hukum administrasi.7

2.2 Defensive medicine

2.2.1 Definisi

Defensive medicine didefinisikan sebagai suatu tindakan untuk melakukan tes dan

prosedur diagnostik pada pasien, dimana sebenarnya hal tersebut mungkin tidak diperlukan

untuk pasien, pada dasarnya ini lebih bertujuan untuk melindungi dokter dari suatu keadaan

yang mungkin bisa terjadi diluar dugaan yang mengarah pada malpraktik.

Defensive medicine  juga disebut pengambilan keputusan praktek kedokteran defensif,

mengacu pada praktek dokter merekomendasikan tes diagnostik atau pengobatan yang belum

tentu pilihan terbaik bagi pasien dan sesuai dengan indikasi medis. Tapi praktek kedokteran

defensif itu merupakan pilihan utama untuk melindungi dokter terhadap gigatan pasien

sebagai potensi penggugat dan vonis hakim yang berlebihan terhadap malpraktek dokter.

Defensive medicine adalah reaksi terhadap meningkatnya biaya premi asuransi

malpraktik dan biasnya gugatan pasien yang btidak nsesuai dengan persepsi medis

kedokteran tetapi hanya memuaskan nafsu persepsi medis yang terbatas dari masyarakat

awam dan penegak hukum. Dokter di Amerikapun saat ini berada pada risiko tertinggi

digugat dan overtreatment secara umum. Bukan hanya di Indonesia, jumlah tuntutan terhadap

dokter di Amerika Serikat telah meningkat dalam dekade terakhir dan telah memiliki dampak

besar pada perilaku dokter dan praktek medis. Dokter meminta pemeriksaan penunjang

seperti laboratorium dan pemeriksaan lainnya dan menghindari mengobati pasien berisiko

tinggi untuk mengurangi eksposur mereka terhadap tuntutan hukum , atau dipaksa untuk

karena premi asuransi yang terlalu tinggi. Perilaku ini telah menjadi dikenal sebagai

Defensive medicine” penyimpangan dari praktek medis yang ditandai ancaman dari gugatan

pasien.

2.2.2 Contoh Defensive medicine

Pada tahun 2004 , kasus Dr Daniel Merenstein memicu perdebatan intensif dalam jurnal

ilmiah dan media pada Defensive medicine (misalnya,  Mengikuti pedoman dari

organisasi profesi dokter nasional setempat. Merenstein telah menjelaskan pro dan kontra

dari prostate-specific antigen (PSA) sebuah pemeriksaan laboratorium untuk pasien yang

dicurigai kanker prostast. Bukan hanya sekedar melakukan pemeriksaan tersebut.

Sehingga kemudian dia melakukan keputusan bersama untuk tidak memesan tes yang

Page 7: Malpraktek Dan Defensive Medicine

telah didokumentasikn dalam status pasien. Dalam perjalanannya pasien didiagnosis

dengan kanker prostat namun setelah itu dapat disembuhkan. Namun setelah itu

Merenstein  digugat karena tidak melakukan pemeriksaan untuk mengetahui kanker

prostat atau PSA . Meskipun Merenstein dibebaskan tetapi harus membayar gugatan

sebesar $ 1.000.000.

Seorang dokter di Indonesia telah melakukan prosedur medis yang sesuai saat dokter

menerima pasien berusia 3 tahun dengan keluhan demam berdarah. Pada saat hari

pertama demam orangtua pasien bersikeras meminta pemeriksaan darah terdap dokter

tetapi dokter sudah menjelaskan kepada pasien bahwa pemeriksaan darah untuk melihat

penyakit DBD pada hari pertama dan kedua tidak terlalu informatif. Dan sudah

menjelaskan dengan jelas dan dapat diterima orangtua bahwa kalaupun terjadi demam

berdarah pada hari pertama kedua pada penderita DBD tidak ada penanganan khusus

karena masih belum menunjukkan manifestasi yang berat. Disarankan untuk melakukan

cek darah pada hari ketiga. Disarankan hari kedua dan hari ketiga harus kontrol ke dokter

untuk memonitor keadaan pasien. Tetapi orangtua pasien tidak melakukan kontrol saat

hari kedua dan ketiga karena anaknya dianggap sudah sehat karena demam pada hari ke

tiga dan ke empat membaik. Namun trahisnya saat hari ke lima anaknya semakin lemah

dan semkin memburuk tetapi dianggap orangtuannya karena kelelahan biasa. Saat hari ke

enam keadaan semakin memburuk dan anaknya meninggal sebelum dibawa ke rumah

Sakit. Melihat keadaan seperti itu orangtuanya dengan latar belakan persepsi medis yang

terbatas dan emosi terhadap dokternya melakukan gugatan terhadap dokter karena

melakukan malpraktek karena saat hari npertama meminta pemeriksaan darah tidak

dikabulkan dokternya. Padahal melihat cerita di atas dokter sudah melakukan prosedur

medis yang benar sesuai kaidah ilmu kedokteran tetapi karena pasien membandel tidak

mengindahkan kontrol ke dokter menyalahkan kematian anaknya kepada dokter. 

Orangtua menyalahkan kepada dokter tentang pemeriksaan darah pada hari pertama yang

menurut persepsi medis tidak perlu dan tidak informatif bila dilakukan. Pada kasus

tersebut meski sudah ada SOP di institusi tempat doklter bekerja tidak mengungkapkan

secara detil pemeriksaan laboratorium hari npertama secara detil. Selanjuta si dokter

trauma setiap bertemu pasien anak dengan keluhan demam. Semua pasien diperiksa

darah lengkap, IgG dan IgM dengue pada hari pertama padahal tidak diindikasikan

secara medis. tetapi karena trauma gugatan malpraktek yang salah arah sebelumnya

dokter praktek kedokteran defensif yang justru merugikan pasien. Bayangkan bila

pemeriksaan darah tidak perlu pasien harus merogoh uang ratusan ribu bahkan sampai

Page 8: Malpraktek Dan Defensive Medicine

jutaan hanya karena Defensive medicine karena dokter takut dikriminalisasi. Gugatan

terhadap dokter juga seringkali terjadi karena kelalaian orang tua penderita yang

melakukan kompensasi mencari kambing hitam dengan menyalahkan dokter.

2.2.3 Dampak praktek Defensive Medicine

Dampak kerugian material pasien Pengambilan keputusan praktek kedokteran

defensif telah menyebar ke banyak bidang kedokteran klinis dan dipandang sebagai faktor

utama dalam peningkatan biaya perawatan kesehatan. Diperkirakan puluhan miliar dolar per

tahun di Amerika Serikat terbuang bpercuma hanya karena tindakan praktek kedokteran

defensif .  Sebuah analisis dari sampel acak dari 1.452 klaim malpraktek dari lima asuransi

kewajiban AS menunjukkan bahwa waktu rata-rata antara cedera. Biaya Indemnity adalah $

376.000.000 , dan administrasi pertahanan biaya $ 73.000.000 , sehingga total biaya $ 449

juta. Biaya overhead sistem ini selangit : 35 % dari pembayaran ganti rugi pergi ke pengacara

penggugat , dan bersama-sama dengan biaya pertahanan , total biaya litigasi sebesar 54 %

dari kompensasi yang dibayarkan kepada penggugat . Sejak yurisprudensi buruk terhadap

ancaman malpraktek yang tidak wajar tersebut, ia menganggap pasien sebagai penggugat

potensial. Akhirnya Dr Merenstein saat ini selalu menerapkan tindakan Defensive medicine

pada praktek kedokterannya “Bila memeriksa pasien saat ini saya selalu memesan

pemeriksaan berlebihan terhadap semua pasien. Saat ini saya lebih trauma dan cemas

berlebihan bila berhadapan dengan pasien. Dalam sebuah studi dengan 824 ahli bedah di

Amerika, dokter kandungan, dan spesialis lain yang berisiko tinggi litigasi atau terjadi

ancaman gugatan medis. Dilaporkan 93 % melakukan praktek kedokteran defensif, seperti

memesan CT scan yang tidak perlu, biopsi, dan MRI, dan meresepkan antibiotik  yang secara

medis indikasinya berlebihan.  Sedangkan di negara Swiss , di mana litigasi tidak biasa

terjadipun, 41 % dari dokter umum dan 43 % dari internis melaporkan bahwa mereka sering

merekomendasikan tes PSA bukan untuk alasan medis tetapi untuk alasan hukum. Praktek

kedokteran defensif juga mengungkapkan  perbedaan antara  perawatan dokter disarankan

kepada pasien , dan apa yang mereka sarankan kepada keluarga mereka sendiri. Di Swiss ,

misalnya  tingkat histerektomi yang berlebihan pada populasi umum adalah 16 % , sedangkan

di antara istri-istri dokter dan dokter wanita itu hanya 10 %. Hal ini terjadi karena dokter

melakukan kecemasan berlebihan terhadap pasien umum daripada pasien keluarga dokter

yang lebih jarang melakukan tuntutan medis.

Konsekuensi untuk perawatan pasien Argumen teoritis berdasarkan utilitarianisme

menyimpulkan bahwa praktek kedokteran defensif  sangat  berbahaya bagi

pasien. Malpraktek cocok sering dilihat sebagai mekanisme untuk meningkatkan kualitas

Page 9: Malpraktek Dan Defensive Medicine

pelayanan, tetapi sangat menghambat dalam praktek kedokteran sehari-hari, merugikan

pasien dan menurunkan kualitas pelayanan . Gugatan hukum di banyak negara dan yurisdiksi

tidak hanya melarang tetapi juga secara aktif menghukum dokter meski dokter sudah

melakukan tindakan praktek kedokteran berbasis bukti.

Masyarakat Terpencil Dirugikan Dokter Ayu adalah Chief Resident Program

Pendidikan Dokter Spesialis Kandungan dan Kebidanan yang sudah layak melakukan operasi

persalinan biasa, operasi tumor kandungan jinak, dan bedah caesar.  Program Pendidikan

Dokter Spesialis Kandungan dan Kebidanan masuk dalam sister hospital dari FKUI-RSCM

adalah Papua, Natuna, dan Rote. Biasanya seorang chief resident akan berada di wilayah

tersebut selama 1-2 bulan. Terbatasnya sarana, kerap kali menyebabkan seorang chief

resident berpraktek terlebih dulu tanpa menunggu SIP. Kasihan sekali kalau sampai defensive

medicine atau penarikan terjadi. Wilayah yang tadinya sudah merasakan fasilitas seorang

spesialis kembali mundur. Padahal seorang chief resident sudah bisa melakukan persalinan

biasa, operasi tumor kandungan jinak, dan bedah caesar. Menurutnya persoalan SIP tidak

seharusnya menghambat upaya peningkatan kesehatan dan kemampuan para calon dokter

spesialis. Derngan adanya Defensive medicine  para calon dokter tidak mau lagi ditempatkan

di lokasi terpencil atau wilayah lain Indonesia. Kami juga menjadi lebih khawatir pada tindak

pengobatan yang diambil. Kalau sudah begini tentu masyarakat yang akan merugi.

Dokter ragu tindakan emergency, Dokter ragu dan tidak berani beresiko deengan

tidak mengambil tindakan sampai keluarga pasien tiba. Hal ini tentu tidak tepat bila

diterapkan pada kasus emergency. Kasus emergency mendapat keistimewaan karena

membutuhkan penanganan segera, sehingga dalam beberapa kasus tidak membutuhkan

persetujuan keluarga.

2.3 Defensive medicine dan Malpraktik

Peran defensive medicine dan kaitannya dengan malpraktik kedokteran serta dalam

peningkatan biaya perawatan kesehatan saat ini sedang hangat dibicarakan. Beberapa praktisi

kesehatan dan para pakar hukum kesehatan memiliki pandangan dan pendapat yang berbeda

mengenai hal tersebut. Dokter menyatakan bahwa defensive medicine ini menjadi salah satu

faktor pendorong terjadinya inflasii biaya perawatan kesehatan. Pada dasarnya defensive

medicine dimaksudkan dapat lebih memberikan manfaat ekonomi dan psikologis kepada

dokter dibandingkan kepada pasien.

Defensive medicine adalah kondisi di mana dokter hanya akan melakukan tindakan

medis jika dokter sudah merasa benar-benar aman dan yakin bahwa tindakannya tidak akan

Page 10: Malpraktek Dan Defensive Medicine

membahayakan posisinya. Hal ini berpotensi merugikan masyarakat dan negara. Kasus

tersebut telah terjadi di negara maju. Defensive medicine di negara-negara tersebut terbukti

meningkatkan biaya kesehatan akibat peningkatan biaya pemeriksaan. Melihat trauma

kriminalisasi terhadap dokter, siapa dokter yang mau menerima pasien yang sedang kritis dan

kemungkinan akan meninggal kalau nanti akhirnya bisa berakhir di penjara. Defensive

medicine yang dilakukan para dokter tidak hanya berdampak pada pasien namun juga rumah

sakit.  Dokter akan berpikir, daripada saya dituntut biarkan saja pasien mati. Pengambilan

keputusan Defensive tidak hanya terjadi dalam perawatan kesehatan , tetapi juga dalam bisnis

dan politik . Misalnya , manajer perusahaan internasional yang besar melaporkan membuat

keputusan defensif dalam satu sepertiga sampai setengah dari semua kasus.  Artinya para

manajer mengejar pilihan yang terbaik kedua untuk perusahaan mereka , tetapi melindungi

diri jika terjadi kesalahan di masa depan.

Penelitian telah menemukan bahwa motivasi di balik tindakan defensive medicine

bukan karena sebuah kewajiban melainkan didasarkan keinginan untuk membantu pasien

atau , dalam beberapa kasus ialah dalam meningkatkan pendapatan dokter . Salah satu

instansi pemerintah menemukan bahwa 95 % dokter memilih untuk tidak memesan tes atau

prosedur diagnostik dari mendiagnosis suatu kasus. Dokter yang memerintahkan tes hampir

selalu melakukannya karena indikasi medis , dan hanya 1 – 1,5 % dari semua kasus

melibatkan dokter yang memerintahkan tes karena semata-mata untuk menghindari dari

sangkaan kelalaian medis.

Dokter di Amerika Serikat telah lama mempercayai bahwa mereka harus menerapkan

praktek defensive medicine untuk mengurangi risiko litigasi. Studdert dan rekan menemukan

dalam survey pada tahun 2005 bahwa 93% dari dokter spesialis yang "Berisiko tinggi" di

Pennsylvania melaporkan telah melakukan tindak defensive medicine. Sebuah penelitian di

tahun 2008 juga mendapatkan jawaban yang sama dari 83% dokter di Massachusetts, temuan

menunjukkan bahwa adanya kaitan antar biaya yang besar yang harus dikeluarkan dengan

defensive medicine; misalnya, dokter di Massachusetts menyatakan bahwa antara 20% dan

30% dari seluruh kasus harus melakukan x-ray, CT scan, MRI, USG, arahan khusus dan

konsultasi lebih terutama untuk tujuan penentuan tindakan medis.

Defensive medicine adalah gagasan bahwa dokter meminta tes yang tidak perlu dan

prosedur medis sebagai sarana untuk menghindari tuntutan hukum kelalaian medis,

Government Accountability Office amerika menemukan bahwa dokter mungkin benar-benar

mempraktekkan " defensive medicine" karena akan menghasilkan lebih banyak pendapatan.

Page 11: Malpraktek Dan Defensive Medicine

Mereka mengidentifikasi " motif meningkatkan pendapatan" sebagai salah satu alasan

sebenarnya di balik penggunaan tes diagnostik dan procedures tambahan.

Congressional Budget Office CBO, dalam analisanya, mengakui bahwa ada insentif

keuangan yang didapatkan tetapi juga mengidentifikasi manfaat kesehatan kepada pasien:

apa yang disebut defensive medicine mungkin termotivasi oleh kewajiban lebih dibandingkan

dengan pendapatan yang dihasilkannya untuk dokter atau manfaat positif ( meskipun kecil )

bagi pasien. Para peneliti di Tulane University menemukan manfaat serupa dengan pasien

analisis mereka menemukan bahwa peningkatan resiko kelalaian medis dikaitkan dengan

peningkatan mortalitas , dan dapat disimpulkan bahwa gagasan defensive medicine tidak

memiliki efek positif pada pasien itu tidak benar .

KESIMPULAN

Page 12: Malpraktek Dan Defensive Medicine

Malpraktek merupakan suatu tindakan medis yang dilakukan tidak dengan sengaja

akan tetapi ada unsur lalai yang tidak patut dilakukan oleh seorang ahli dalam dunia medis

dan tindaka mana yang mengakibatkan sesuatu hal yang fatal (misalnya mati, cacat karena

lalai).

Defensive Medicine sebagai suatu tindakan untuk melakukan tes dan prosedur

diagnostik pada pasien, dimana sebenarnya hal tersebut mungkin tidak diperlukan untuk

pasien, pada dasarnya ini lebih bertujuan untuk melindungi dokter dari suatu keadaan yang

mungkin bisa terjadi diluar dugaan yang mengarah pada malpraktik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Muladi. 1995. Malpraktek ditinjau dari segi hukum pidana, Thesis, Fakultas Hukum,

UNDIP. Semarang

2. Ohoiwutun, T. 2007. Bunga rampai hukum kedokteran. Malang. Bayumedia.

3. Alfred A. Ameln. 1991. Kapita Hukum Kedokteran. Jakarta. Grafikatama.

4. Ninik Mariyanti. 1989. Malapraktek Kedokteran Dari Segi Hukum Pidana dan Perdata.

Jakarta. Bina Aksara.

5. Soedjatmiko. 2001. Masalah medik dalam malpraktik yuridik, kumpulan makalah

seminar tentang etik dan hukum kedokteran. RSUD Dr. Syaiful Anwar. Malang.

6. Guwandi, J. 1993. Malpraktek Medik, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,

Jakarta.

7. Dahlan, S., 2002. Hukum Kesehatan, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

8. i Limiting Tort Liability for Medical Malpractice, Congressional Budget Office, January

8, 2004; see also Budget Options, Volume I, Health Care, Congressional Budget Office,

December, 2008. 

9. Government Accountability Office, supra note 63  Ibid.

10. Alexee Deep Conroy, Lessons Learned from the ‘Laboratories of Democracy’:  A

Critique of Federal Medical Liability Reform, Cornell Law Review 1159, 1176, 2006.

11. Government Accountability Office, supra note 63

12. Janice Castro, Condition:  Critical, Time, June 24, 2001; See also John K. Iglehart, The

Emergence of Physician-Owned Specialty Hospitals, New England Journal Of Medicine,

2006.

Page 13: Malpraktek Dan Defensive Medicine

13. Troyen A. Brennan, Michelle M. Mello, and David M. Studdert, Liability, Patient Safety,

and Defensive Medicine: What Does the Future Hold? Medical Malpractice and the U.S.

Health Care System, Cambridge University Press, 2006.

14. Praveen Dhankhar, M. Mahmud Khan, Shalini Bagga, Effect of Medical Malpractice on

Resource Use and Mortality of AMI Patients, Journal of Empirical Legal Studies,

Volume 4, Issue 1, March 21, 2007.

15. Doctors v. Doctors, CNN, September 18, 2009.

16. Janice Castro, Cover Story Condition: Critical, TIME, June 24, 2001; See also John K.

Inglehart, The Emergence of Physician-Owned Specialty Hospitals, New England

Journal of Medicine, 2006.

17. Gary Jacobson, Cost of Care: Doctor-Owned Hospitals a Lucrative Practice, Though

Opinions Split on Benefits, Dallas Morning News, September 21, 2009. 

18. Physician-Owned Specialty Hospitals’ Ability to Manage Medical Emergencies, Office

of the Inspector General, U.S. Department of Health and Human Services, January 2008. 

19. Physician Ownership and Self-Referral in Hospitals: Research on Negative Effects

Grows, Trendwatch, American Hospital Association, April 2008