malingering
DESCRIPTION
ReferatTRANSCRIPT
MALINGERING
I. PENDAHULUAN
Malingering merupakan suatu kelainan di mana seseorang berpura-pura sakit untuk
mendapatkan keuntungan pribadi. Malingering merupakan suatu upaya penciptaan
gejala-gejala palsu atau gejala fisik dan psikis yang dilebih-lebihkan yang dimotivasi oleh
tujuan tertentu yang dapat disimpulkan oleh orang lain, seperti menghindarkan diri dari
tugas militer, menghindari tanggung jawab pekerjaan, mendapatkan kompensasi
finansial, dan ingin mendapatkan obat-obatan. Berdasarkan American Psychiatric
Association (2000), malingering didefinisikan sebagai pembuatan gejala-gejala yang
palsu atau gejala-gejala fisik dan psikis yang dilebih-lebihkan dalam rangka untuk
mencapai beberapa insentif eksternal. Insentif eksternal tersebut dapat berupa
menghindar dari tugas wajib militer, menghindari pekerjaan, mendapatkan kompensasi
finansial, menghindari tuntutan hukum ( kasus kriminal ), atau ingin mendapatkan obat-
obatan.1,2,3
Malingering atau berpura-pura sakit adalah suatu perilaku yang disengaja untuk
tujuan eksternal. Hal ini tidak dianggap sebagai bentuk penyakit mental atau
psikopatologi, meskipun penyakit mental dapat disertai dengan malingering. Malingering
dapat dinyatakan dalam beberapa bentuk yaitu, pure malingering di mana individu
memalsukan semua gejala, dan partial malingering di mana individu memiliki gejala
yang nyata tetapi melebih-lebihkan gejala yang nyata tersebut. Bentuk lain
dari malingering adalah simulasi. Di mana individu tersebut meniru gejala cacat tertentu,
dalam hal ini individu paling sering meniru gejala-gejala penderita penyalahgunaan obat.
Selain itu ada bentuk lain lagi dari berpura-pura sakit yaitu tuduhan palsu, di mana
individu memiliki gejala yang nyata tetapi tidak jujur mengenani penyebab gejala
tersebut, misalnya individu mengalami suatu gejala yang dikatakannya akibat kecelakaan
mobil padahal sebenarnya individu tersebut jatuh dari tangga. Malingering tidak
dianggap sebagai penyakit mental. Dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders, Fourth Edition, Text Revision (DSM-IV-TR). Malingering diberi kode V
sebagai salah satu kondisi yang bisa menjadi fokus perhatian klinis.2
1
Berpura-pura sakit untuk tujuan kompensasi biasanya merupakan suatu perkara
kriminal, karena terkadang individu malingering tersebut berkepribadian anti-sosial yang
cenderung melawan hukum atau melanggar hukum seperti menghindari proses hukum
yang sulit dan menghindari hukuman, maka penulisan rekam medis dan diagnosis
haruslah cermat. Jika ragu, maka asumsi dengan menganggap bahwa pasien tidak
berpura-pura sakit adalah tindakan yang lebih baik. Dan juga karena malingering bukan
merupakan penyakit mental maka pengobatan klinis ditujuan untuk menentukan
pengelolaan dan pencegahan malingering.3,4
II. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi terjadinya malingering berdasarkan hasil penelitian Chafetz dan Abraham
(2005) menemukan angka kejadian malingering sebesar 76 % pada orang dewasa dan 67
% anak yang mengaku sakit dan mendapatkan jaminan sosial cacat penghasilan di negara
bagian Lousiana tahun 2004. Di tahun yang sama jaminan sosial cacat penghasilan di
negara tersebut mengeluarkan biaya sebesar 80,3 milyar dolar untuk biaya orang sakit
yang mendapat jaminan sosial tersebut. Pada tahun 1994 sampai 1995 biaya untuk
asuransi kesehatan palsu dinyatakan meningkat 10,3% dari 53,6 milyar dolar menjadi
59,1 milyar dolar. Dan biaya akibat penipuan asuransi kesehatan di Amerika mencapai
lebih dari 59 milyar dolar. Angka peningkatan penggunaan asuransi kesehatan yang
digunakan beberapa pasien yang berpura-pura sakit untuk mendapatkan kompensasi baik
itu berupa obat-obatan ataupun finansial secara tidak langsung menunjukkan angka
peningkatan terjadinya malingering.2,3
Pada penelitian lain Dreber dan Johannesson (2008) menemukan angka kejadian yang
lebih tinggi terjadi pada pria dibandingkan dengan wanita di mana pada populasi umum
diperkirakan kejadian berpura-pura sakit pada pria sebanyak 3% dan pada wanita
sebanyak 1%. Hal ini terjadi berdasarkan hasil survei bahwa pria lebih cenderung mudah
berbohong daripada wanita untuk keuntungan keuangan, serta pria dianggap lebih
beresiko karena yang paling sering mendapatkan tugas wajib militer, yang dipenjara dan
yang bekerja di pabrik adalah pria.3,5
2
Yates dkk menemukan bahwa 13% dari pasien gawat darurat adalah pasien
malingering, dan dicurigai bahwa mereka masuk dengan mengharapkan keuntungan
berupa makanan, tempat tinggal, obat-obatan, kompensasi terhadap finansial,
menghindari hukuman penjara, menghindari pekerjaan, dan menghindari tanggung jawab
terhadap keluarga.6
III.ETIOLOGI
Faktor-faktor etiologi yang dapat menjadi sebab dari terjadinya malingering sangatlah
luas dan banyak berkaitan dengan motivasi dalam sifat manusia. Masalah perkembangan
dan perbaikan kognitif, introspeksi, wawasan, mekanisme pertahanan ego, adaptasi,
keterbukaan diri, kejujuran, dan kapasitas untuk berbohong semuanya memainkan
peranan dalam terjadinya malingering pada seseorang. Malingering sering muncul pada
penderita dengan gangguan kepribadian antisosial dan apabila ditelusuri tidak ditemukan
adanya hubungan kausal dengan faktor biologis. Hal-hal yang dapat memicu perilaku
malingering antara lain adalah adanya permasalahan kriminal serta tuntutan hukum yang
berat, kewajiban terhadap negara dalam melaksanakan tugas wajib militer, pekerjaan
yang menyita waktu dan membutuhkan suatu kompensasi, keinginan atau kecanduan
terhadap obat-obatan. Hal-hal tesebut di atas terjadi pada seseorang bergantung pada
keadaan dan lingkungannya, sebagai contoh seseorang yang menghadapi masalah hukum
mungkin mencoba untuk menghindari untuk masuk penjara di mana orang ini ketika telah
masuk penjara mungkin akan berpura-pura sakit dengan maksud untuk mendapatkan
kondisi hidup yang lebih baik.2,3,6
IV. DIAGNOSIS
Untuk menegakkan diagnosis malingering, sampai sekarang tidak ada studi telah
memberikan hasil yang konsisten dan dokter sebagian besar harus menggunakan
pertanyaan terbuka. Pertanyaan harus diungkapkan tanpa memberikan petunjuk, dan
semakin lama wawancara yang dilakukan maka semakin sulit bagi penderita untuk
berpura-pura. Ada beberapa point penting yang harus diperhatikan pada penderita untuk
menegakkan diagnosis malingering antara lain :
- Cerita yang terlalu berlebihan.
3
- Penampakan lemas.
- Adanya keganjilan antara apa yang dikeluhkan oleh pasien dengan temuan objektif.
- Jawaban yang tidak jelas ketika diajukan pertanyaan yang seharusnya jawabannya
jelas, hal ini dapat ditemukan bila penderita tidak yakin mana jawaban yang
menunjukkan suatu psikopatologi.
- Mudah menerima sugesti dan induksi dengan maksud untuk menambah keyakinan
orang lain bahwa dirinya sakit.
- Kurangnya pengetahuan tentang apakah peristiwa aneh seperti tidur atau kebisingan
dapat mempengaruhi gejala, misalnya suara-suara yang didengarkan bahkan pada saat
tidur.
- Lebih cenderung untuk mengalami halusinasi yang berupa perintah, yang dalam
pengaturan forensik mungkin meringankan hukuman atau di ruang gawat darurat
dapat memfasilitasi rawat inap.
- Permusuhan terhadap dokter dan perilaku tidak kooperatif terutama bila dokter telah
menampakkan keraguan pada keluhan penderita.6
Kriteria dari DSM-IV-TR menambahkan beberapa faktor tambahan yang dapat
digunakan untuk seseorang yang diduga kuat berpura-pura sakit ( malingering ) yaitu
antara lain: (1) Penderita datang dengan adanya surat penyerta dari pihak kepolisian atau
penderita datang sementara proses hukum terhadap dirinya masih sementara berjalan, (2)
Ada ketidaksesuaian antara keluhan yang secara subjektif dipaparkan oleh penderita
dengan temuan objektif yang dilihat oleh pemeriksa, (3) Penderita sering menampakkan
kesan sebagai penderita yang tidak kooperatif selama pemeriksaan dan tidak mengeluh
ketika telah diberikan resep pengobatan, (4) Penderita dengan gangguan personal
antisosial.3
Hal penting lainnya yang harus diketahui yaitu perbedaan antara malingering dan
gangguan serupa yang ditemukan dalam DSM - IV - TR . Misalnya , gangguan buatan
( factitious disorder). Untuk gejala pada gangguan buatan, motivasi berasal dari insentif
internal yang menganggap dirinya memainkan peran sebagai orang sakit dengan tidak
adanya insentif eksternal sama sekali. Perilaku umum individu yang berpura-pura sakit
dan orang-orang dengan gangguan buatan sering tidak mungkin untuk dibedakan,
4
sehingga sangat penting untuk benar-benar menilai apa insentif berupa insentif internal
atau eksternal. Selain itu, berpura-pura sakit juga berbeda dari gangguan konversi dan
gangguan somatoform, karena gejala pada malingering disengaja dibuat dan sekali lagi
karena adanya insentif eksternal. Meskipun malingering mungkin mudah untuk
ditentukan, namun deteksi dan diagnosis dalam praktek klinis tidaklah sesederhana yang
dibayangkan. Pemeriksa hampir selalu perlu mempertimbangkan data dari luar di
samping wawancara klinis dasar untuk mampu mendeteksi dan mendiagnosa
malingering. Bahkan Rogers dan Vitacco (2002) menganjurkan menggunakan faktor-
faktor tambahan yang diduga kuat sebagaimana yang disusun pada DSM - IV - TR untuk
diagnosa malingering sebagai strategi deteksi, karena tanpa hal itu bisa saja menghasilkan
tingkat kesalahan klasifikasi lebih dari 80 persen.3
Evaluasi psikologis, juga direkomendasikan sebagai cara untuk mendiagnosis
malingering, ada 3 tes : Computerized Assesment of Response Bias Malingering
(CARB), Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI), dan The Test of
Memory Malingering (TOMM), tetapi secara khusus yang dipakai adalah MMPI-2 sebab
pengukuran dengan tes ini mempunyai angka kebenaran yang lebih tinggi untuk
mendiagnosis malingering. MMPI-2 menyediakan informasi secara ilmiah didasarkan
tentang apakah seseorang telah menjawab terus terang dalam tes ini, atau apakah dia telah
melebih-lebihkan permasalahan psikologisnya. Selain itu, TOMM yang merupakan suatu
tes pengenalan visual dirancang untuk membantu membedakan antara penderita yang
malingering dengan individu yang betul-betul karena gangguan memori.3
V. GAMBARAN KLINIS
Motivasi untuk berpura-pura (malingering) dapat dikategorikan dalam 3 kelompok:
(1) Untuk menghindarkan diri dari tanggung jawab, bahaya atau hukuman, (2) Untuk
mendapatkan kompensasi, misalnya bebas dari pembiayaan, (3) Untuk membalas suatu
kehilangan.3
Karakterisitik khas malingering :
- Jawaban psikotik akan berkurang bila individu sudah kelelahan. Inilah salah satu
alasan untuk membuat jadwal wawancara yang lebih panjang pada pasien yang
dicurigai malingering.
5
- Pemunculan gejala positif daripada negatif. Delusi dan halusinasi dapat dibuat, tetapi
perilaku katatonik atau afek yang inappropriate jarang dapat disimulasikan.
- Lebih memperhatikan delusi.
- Penyimpangan lebih terjadi pada isi pikir daripada bentuk pemikiran. Bicara tidak
teratur, asosiasi longgar, dan flight of idea yang menjadi gangguan arus pikir hampir
mustahil palsu dalam wawancara panjang.
- Adanya waktu jeda di mana penderita berpikir sebelum menjawab.
- Respon positif terhadap gejala yang disarankan. Seseorang yang malingering lebih
mungkin untuk diberi sugesti ketika mereka percaya bahwa sugesti tersebut akan
mendukung penampilan psikopatologi.
- Sekumpulan gejala tidak konsisten dengan penyakit mental. Seorang yang
malingering cenderung mengeluhkan banyak gejala tanpa pandang bulu. Mereka
percaya bahwa gejala yang lebih banyak akan ditafsirkan sebagai adanya gangguan
yang lebih parah.2,3,6
Gejala malingering seringkali amat samar, subjektif, lokalisasinya tidak nyata dan
tidak dapat diukur secara objektif. Gejala fisik yang khas termasuk nyeri di kepala, di
leher, di dada, atau di punggung, pusing, amnesia, hilangnya daya penglihatan, daya
perabaan, pingsan, kejang, dan halusinasi serta gejala psikotik lainnya. Pasien sering
marah ketika dokter bertanya tentang gejalanya. Orang yang berpura-pura dapat pula
mencederai diri sendiri, atau berpura-pura cedera atau kecelakaan disengaja agar
mendapat kompensasi, pasien mungkin berupaya dengan segala cara untuk memalsukan
data atau catatan medik untuk mendukung keluhan palsunya itu.2,3
Dokter harus curiga malingering setiap kali ada perbedaan ditandai dengan
inkonsistensi antara keluhan subjektif dan temuan objektif. Sebagai contoh, seorang
pasien depresi yang mengeluh kurang nafsu makan dan susah tidur mungkin setelah
diam-diam diamati ternyata penderita selalu makan bahkan memiliki makanan penutup,
tidur nyenyak, dan berinteraksi secara tepat dengan orang lain. Contoh lain dari
penampakan yang aneh adalah individu malingering cenderung mengeluh mendengar
suara-suara saat tidur atau mendengar suara-suara yang terus menerus daripada suara-
6
suara yang hilang timbul. Tanda-tanda lebih lanjut dari pura-pura sakit termasuk keadaan
di mana ada kurangnya kerjasama selama evaluasi, konteks medis-hukum, dan gangguan
kepribadian antisosial.3
Resnick dan Knoll (2005) mencatat tiga pola malingering untuk membantu
memahami hal ini lebih lanjut : ( 1 ) pure malingering , ( 2 ) parsial malingering , dan
( 3 ) imputasi palsu. Pure malingering terjadi ketika seorang individu benar-benar
memalsukan penyakit mental yang sebenarnya tidak dimilikinya. Parsial malingering
terjadi ketika seorang individu sengaja melebih-lebihkan gejala nyata yang ia alami.
Sebagai contoh, individu tunawisma dengan riwayat skizofrenia mungkin melebih-
lebihkan halusinasi perintah bunuh diri agar dapat dirawat di rumah sakit yang aman dan
hangat sebagai tempat tinggal. Dan terakhir imputasi palsu yaitu apabila gejala yang
dikeluhkan dikaitkan dengan etiologinya, maka sama sekali tidak ditemukan keterkaitan.3
VI. DIAGNOSIS BANDING
Malingering dapat timbul bersamaan dengan gangguan mental, seperti gangguan
depresi, gangguan cemas, gangguan bipolar, dan gangguan kepribadian. Penilaian yang
seksama diperlukan untuk membedakan gangguan mental yang asli dan gangguan
kepribadian dari malingering. Lebih dari satu diagnosis dan kondisi dapat timbul secara
bersamaan. Malingering dapat didiagnosa banding dengan gangguan buatan (Factitious
disorder), gangguan somatisasi, gangguan konversi,dan gangguan hipokondriasis.
Gangguan mental yang hampir sama dengan malingering adalah gangguan buatan dan
gangguan somatisasi.3,6
DIFFERENTIAL
DIAGNOSIS
GANGGUAN
BUATAN
GANGGUAN
KONVERSI
MALINGERING
Tujuan Tidak ada niat atau
manfaat sekunder
Bisa ada niat atau
manfaat
Manfaat sekunder
Prevalensi Sering pada
perempuan umur
Sering pada umur
20-40 tahun,
Sering pada laki-
laki utamanya yang
7
20-40 tahun.
Sering pada orang
yang bekerja di
lapangan
kesehatan.
sosioekonomi
rendah.
memiliki masalah
hukum, pekerjaan,
dan ketergantungan
obat.
Gejala klinis Gejala tidak
konsisten,
memiliki berbagai
jenis penyakit
yang susah
dipercaya
kebenarannya.
Lebih sering gejala
neurologis.
Gejala bervariasi,
biasanya dengan
gejala psikotik yang
dipalsukan.
Kesadaran akan
gejala
Produksi gejala
disadari
Produksi gejala
tanpa disadari
Produksi gejala
disadari
VII.PENATALAKSANAAN
Dalam menghadapi pasien semacam ini, sikap pemeriksa harus dipertahankan
senetral mungkin dan hindari sikap konfrontasi. Berilah pasien semua cara evaluasi dan kita
bersikap sama seperti pada pasien lain. Sesungguhnya bila pemeriksa menduga adanya
kasus pura-pura, maka respon pertama pada pemeriksa harus ingin mengadakan evaluasi
klinis yang seksama untuk membuktikan praduga pemeriksaan untuk menyingkirkan adanya
penyakit yang sesungguhnya. Walaupun pengamatan yang sepintas saja sudah dapat
menunjukkan perilaku yang tidak konsisten dengan keluhannya.2,3,6
Secara garis besar urutan evaluasi dan pengelolaan yang dapat kita lakukan sebagai
berikut, meskipun pada dasarnya riwayat pemeriksaan dan evaluasi tidak mengungkapkan
keluhan.
1. Mulai dengan anggapan bahwa keluhan adalah benar, dan singkirkan berbagai penyakit
medis dan psikiatrik.
2. Harus waspada bila ada pasien yang menampilkan diri dengan masalah medikolegal dan
pasien tidak pernah patuh dalam minum obat.
8
3. Laksanakan pemeriksaan laboratorium dan diagnosis lainnya sesuai dengan keluhan.
4. Bila diduga adanya pura-pura, pastikan bahwa segala sesuatu diperiksa tanpa terlupa
sebelum berhadapan dengan pasien.
5. Usahakan untuk menegakkan diagnosis pasti.
6. Setelah semua data terkumpul ,beritahu pasien bahwa intervensi medik sebenarnya tidak
ada. Banyak pasien akan meninggalkan terapi saati itu. Beritahukan gejalanya adalah
suatu gaya untuk menghadapi masalah dalam hidup pasien dan tawarkan bantuan untuk
mengatasinya.
7. Jangan obati suatu kondisi yang sebenarnya tidak ada atau terjebak untuk memenuhi
tuntutan orang yang malingering untuk membenarkan suatu diagnosis yang
diinginkannya.
Untuk kondisi ini tidak ada indikasi pengobatan yang khas. Biasanya psikiater
melakukan salah satu bagian dari psikoterapi supportif berupa konseling ( teknik
wawancara untuk membantu pasien mengerti dirinya sendiri dan mengenal cara untuk
menyesuaikan diri). Individu malingering hampir tidak pernah tidak menerima hasil dari
psikiatris dan cenderung berhasil dengan konsultasi yang minimal. Sebaiknya dihindari
konsultasi pasien ke spesialis yang lain sebab dengan konsultasi itu hanya dapat
menetapkan dan tidak menghilangkan malingering. Bagaimanapun, jika tidak ada
penyebab pasti yang serius tentang kehadiran penyakit fisik yang nyata, maka disarankan
untuk konsultasi psikiatris.3
Hal yang penting dalam menangani pasien malingering adalah menghindari sikap
konfrontasi dengan pasien yang malingering dan memandang gejala medis sebagai suatu
gejala medis yang sah.6
VIII. PROGNOSIS
Malingering ketika muncul perlu dinilai keseluruhan konteks biopsikososial
kehidupan individu tersebut. Adanya gangguan mental, riwayat, respon terhadap
psikoterapi dan obat-obatan harus diperhatikan. Adanya kondisi medis akut atau kronik,
masalah bedah, dan efeknya terhadap fungsi keseluruhan pasien harus dipertimbangkan.
Karena individu yang berpura-pura sakit biasanya tidak mengikuti rekomendasi
pengobatan, status mereka tetap tidak terpengaruh. Malingering tetap bertahan sampai
9
individu yang berpura-pura sakit mendapatkan apa yang mereka inginkan bahkan lebih
memberat apabila pasien merasa tidak senang atau kesulitan dalam mencari konfirmasi
medis mengenai penyakitnya dan gejalanya akan mereda setelah mendapatkannya.3,6
10
KESIMPULAN
Fitur penting dari malingering adalah produksi disengaja dari gejala fisik dan
psikologis yang palsu atau terlalu dibesar-besarkan, yang termotivasi oleh insentif
eksternal seperti menghindari tugas militer, menghindari pekerjaan, memperoleh
kompensasi finansial, menghindari tindakan kriminal, atau mendapatkan obat-obatan.
Malingering harus dicurigai apabila ada kombinasi seperti konteks medikolegal, ada
perbedaan antara keluhan atau kecacatan yang dilaporkan oleh individu dengan temuan
objektif, kurang kooperatif selama evaluasi diagnostik dan memenuhi regimen
pengobatan yang telah diresepkan, adanya gangguan kepribadian antisosial.
Orang yang berpura-pura sakit biasanya menghindari tanggung jawab kriminal,
percobaan dan hukuman, menghindari wajib militer atau tugas berbahaya, keuntungan
finansial, menghindari pekerjaan, tanggung jawab sosial, dan konsekuensi sosial, fasilitas
transfer dari penjara ke rumah sakit, masuk ke rumah sakit, mencari obat, perwalian anak.
Gejala fisik yang sering dikeluhkan adalah nyeri, pseudoseizures, presentasi
neurokognitif. Sedangkan gejala psikologis yang sering dikeluhkan adalah posttraumatic
stress disorder, depresi, amnesia, psikosis, dan kecacatan intelektual. Tidak ada
pemeriksaan fisik yang objektif untuk membuktikan adanya malingering. Pemeriksaan
khusus seperti tes psikologi melibatkan penggunaan instrumen psikometri standar oleh
psikologis yang terlatih dan berpengalaman. Perlu diketahui bahwa tidak ada satu tes pun
yang dianggap sebagai gold standar. Tes psikologi tersebut dapat berupa The Minnesota
Multiphasic Personality Inventory-2 (MMPI-2), The Wechsler Intelligence Scales, The
Structured Inventory of Reported Symptomps (SIRS), The Test of Memory Malingering
(TOMM). Malingering dapat didiagnosa banding dengan gangguan buatan, gangguan
somatisasi, gangguan konversi, dan gangguan hipokondriasis. Gangguan mental yang
paling mirip dengan malingering adalah gangguan buatan dan gangguan somatisasi.
Malingering tetap bertahan sampai individu yang berpura-pura sakit mendapatkan
apa yang mereka inginkan dan gejalanya akan mereda setelah mendapatkannya. Tidak
ada pencegahan rutin atau standar yang dirancang atau direkomendasikan untuk
malingering. Jika psikiater adalah sebagai orang yang mengobati, maka pendekatan yang
11
dilakukan adalah tidak mengancam netralitas individu malingering, usahakan
menghindari konfrontasi atau tuduhan bohong apapun terhadap individu yang berpura-
pura sakit. Jika psikiater adalah sebagai konsultan, maka strategi manajemen dapat
diberikan langsung kepada pihak yang merujuk untuk penatalaksanaan.
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Maramis, A. A., Maramis, W. F. Catatan ilmu kedokteran jiwa, Edisi ke-2. Surabaya:
Airlangga University Press; 2009, 314-5.
2. Bienenfeld D. Malingering. Psychosomatic, Psychiatry. Wright State Unversity.
Diunduh dari : http://emedicine.medspace.com/article/293206-overview [Diakses 21
November 2013]
3. Duffy S. Malingering psychological symptoms an empirical review. Illinois State
University; 2011, 1-35
4. Satiadarma P.M. Pura-pura sakit untuk mencari simpati ( sinfroam munchausen ).
Edisi 1. Jakarta. Pustaka Populer Obor; 2002, 12-15.
5. Kouka N. Psychiarty for medical students and residents. New Jersey, USA; 2009, 41.
6. Adetunji B, Basil B, Mathews M. Detection and management of malingering in a
clinical setting. Primary Psychiatry. 2006; 13(1): 68-73.
13