malakah prinsip dasar dan sistem operasional bank syariah

Upload: evha-adja

Post on 11-Oct-2015

112 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

makalah IB

TRANSCRIPT

PRINSIP DASAR DAN SISTEM OPERASIONAL BANK SYARIAH

disusun sebagai persyaratan untuk memenuhi Tugas matakuliah Islamic Banking and Accounting

disusun oleh :

Anggi Octavia IrawanEvanti Andriani

PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSIFAKULTAS EKONOMI DAN BISNISUNIVERSITAS BRAWIJAYAMALANG2014

PENDAHULUAN

Bank Syariah pada awalnya dikembangkan sebagai suatu respon dari kelompok ekonomi dan praktisi perbankan muslim yang berupaya mengakomodasi desakan dari berbagai pihak yang menginginkan agar tersedia jasa transaksi keuangan yang dilaksanakan sejalan dengan nilai moral dan prinsip-prinsip syariah Islam.Umat Islam diharapkan dapat memahami perkembangan bank syariah dan mengembangkannya apabila dalam posisi sebagai pengelola bank syariah yang perlu secara cermat mengenali dan mengidentifikasi semua mitra kerja yang sudah ada maupun yang potensial untuk pengembangan bank syariah.Pada umumnya yang dimaksud dengan bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah. Oleh karena itu, usaha bank akan selalu berkaitan dengan masalah uang yang merupakan barang dagangan utamanya. Aktifitas bank syariah tidak jauh berbeda dengan aktifitas bank konvensional. Perbedaanya terletak pada konsep dasar operasionalnya yang berlandaskan pada syariah.

PEMBAHASAN

A. PRINSIP DASAR PERBANKAN SYARIAH

Pengertian prinsip syariah dipertegas dalam pasal 1 angka 12 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang didefinisikan sebagai berikut :Prinsip syariah adalah prinsip hukum islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah Prinsip perbankan syariah pada akhirnya akan membawa kemaslahatan bagi umat karena menjanjikan keseimbangan sistem ekonominya. Prinsip dasar operasional bank Islam/ syariah tidak mengenal adanya konsep bunga uang dan yang tidak kalah pentingya adalah untuk tujuan komersial, Islam tidak mengenal peminjaman uang tetapi adalah kemitraan/ kerjasama (mudharabah dan musyarakah) dengan prinsip bagi hasil, sedang peminjaman uang hanya dimungkinkan untuk tujuan social tanpa adanya imbalan apapun. Perkembangan bank-bank syariah di dunia dan di Indonesia mengalami kendala karena bank syariah hadir di tengah-tengah perkembangan dan praktik-praktik perbankan konvensional yang sudah mengakar dalam kehidupan masyarakat secara luas. Kendala yang dihadapi oleh perbankan (lembaga keuangan) syariah tidak terlepas dari sebelum tersedianya sumber daya manusia secara memadai dan peraturan perundang-undangan. Hal ini mengingat bahwa di masing-masing Negara, terutama yang masyarakatnya mayoritas muslim, tidak mempunyai infrastruktur pendukung dalam operasional perbankan syariah secara merata. Konsekuensi perkembangan di masing-masing Negara tersebut tentunya akan berdampak baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap perkembangan perbankan syariah di dunia. Apalagi pada saat ini produk-produk keuangan semakin cepat perkembangannya.Pesatnya pertumbuhan bank syariah di Indonesia juga belum seiring dengan pemahaman dan pengetahuan masyarakat tentang sistem operasional perbankan syariah. Meski bank syariah terus berkembang setiap tahunnya, banyak masyarakat Indonesia yang masih belum mengenal apa dan bagaimana bank syariah menjalankan kegiatan bisnisnya. Secara garis besar hubungan ekonomi berdasarkan Syariah Islam tersebut ditentukan oleh hubungan akad yang terdiri dari 5 dasar akad. Kelima konsep tersebut adalah :1.Prinsip Bagi Hasila. AL-MudharabahMerupakan Perjanjian antara dua pihak dimana pihak pertama sebagai pemilik dana (sahibul maal) dan pihak kedua sebagai pengelola dana (mudharib) untuk mengelola suatu kegiatan ekonomi dengan menyepakati nisbah bagi hasil atas keuntungan yang akan diperoleh, sedangkan kerugian yang timbul adalah risiko pemilik dana kecuali mudharib melakukan kesalahan yang disengaja, lalai atau menyalahi perjanjian. Berdasarkan kewenangan yang diberikan kepada mudharib maka mudharabah dibedakan menjadi : Mudharabah mutlaqah, dimana mudharib diberikan kewenangan sepenuhnya untuk menentukan pilihan investasi yang dikehendaki, Mudharabah muqayyaddah, dimana arahan investasi ditentukan oleh pemilik dana sedangkan mudharib bertindak sebagai pelaksana/pengelola.

b. AL-MusyarakahMerupakan akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk lebih suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.Jenis dari akad musyarakah ini ada dua yaitu, musyarakah pemilikan dan musyarakah kontrak.

c. AL- MuzaraahKerjasama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap, dimana pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada si penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu (persentase) dari hasil panen.

d. AL- MusaqahBentuk yang lebih sederhana dari muzara-ah dimana si penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan. Sebaga imbalan, si penggarap berhhak atas nisbah tertentu dari hasil panen.

2. Prinsip Al-Wadiah(Simpanan Murni)Al-Wadiah merupakan fasilitas yang diberikan oleh Bank Syariah untuk memberikan kesempatan kepada pihak yang mempunyai dana lebih untuk menyimpan dananya dalam bentuk Al-Wadiah. Fasillitas ini biasanya diberikan untuk tujuan investasi guna mendapatkan keuntungan seperti halnya tabungan dan deposito. Dalam dunia perbankan konvensional konsep Al-Wadiah identik dengan Giro.Adapun beberapa istiah yaitu : Penerima simpanan disebut yad al-amanah yang artinya tangan amanah. Si penyimpan tidak bertanggung jawab atas segala kehilangan dan kerusakan yang terjadi pada titipan selama hal itu bukan akibat dari kelalaian atau kecerobohan yang bersangkutan dalam memelihara barang titipan. Penggunaan uang titipan harus terlebih dulu meminta izin kepada si pemilik uang dan dengan catatan si pengguna uang menjamin akan mengembalikan uang tersebut secara utuh. Dengan demikian prinsip yad al-amanah (tangan amanah) menjadi yad adh-dhamanah (tangan penanggung). Konsekuensi dari diterapkannya prinsip yad adh-dhamanah pihak bank akan menerima seluruh keuntungan dari penggunaan uang, namun sebaliknya bila mengalami kerugian juga harus ditanggung oleh bank. Sebagai imbalan kepada pemilik dana, disamping jaminan keamanan, uang tersebut akan memperoleh fasilitas lainnya seperti insentif atau bonus untuk giro wadiah. Artinya bank tidak dilarang untuk memberikan jasa atas pemakaian uangnya berupa insentif atau bonus, dengan catatan tanpa perjanjian terlebih dulu baik nominal maupun persentase dan ini murni merupakan kebijakan bank sebagai pengguna uang. Pemberian jasa berupa insentif atau bonus biasanya digunakan istilah nisbah atau bagi hasil antara bank dengan nasabah. Bonus biasanya diberikan kepada nasabah yang memiliki dana rata-rata minimal yang telah ditetapkan. Dalam praktiknya nisbah antara bank (shahibul maal) dengan deposan (mudharib) biasanya bonus untuk giro wadiah sebesar 30%, nisbah 40%:60% untuk simpanan tabungan dan nisbah 45% : 55% untuk simpanan deposito.

Adalah titipan dimana pihak pertama menitipkan dana atau benda kepada pihak kedua selaku penerima titipan dengan konsekuensi titipan tersebut sewaktu-waktu dapat diambil kembali, dimana penitip dapat dikenakan biaya penitipan. Berdasarkan kewenangan yang diberikan maka wadiah dibedakan menjadi : Wadiah yad dhamanah, yang berarti penerima titipan berhak mempergunakan dana/barang titipan untuk didayagunakan tanpa ada kewajiban penerima titipan untuk memberikan imbalan kepada penitip dengan tetap pada kesepakatan dapat diambil setiap saat diperlukan, contoh Giro, Tabungan, Deposito. Wadiah Amanah tidak memberikan kewenangan kepada penerima titipan untuk mendayagunakan barang/dana yang dititipkan, contoh Safe Deposite Box.

3. Prinsip At-Tijarah (Jual Beli)At-Tijarah merupakan suatu sistem yang menerapkan tata cara jual beli dimana bank akan memberi terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau mengangkat nasabah sebagai agen bank melakukan pembelian barang atas nama bank, kemudian bank menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga sejumlah beli ditambah keuntungan (margin). Prinsip At-Tijarah terdiri dari :1. Baial MurabahahAkad jual beli antara dua belah pihak dimana pembeli dan penjual menyepakati harga jual yang terdiri dari harga beli ditambah ongkos pembelian dan keuntungan bagi penjual. Nasabah membayar harga barang pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati.2. Bai as-SalamPembelian barang dengan pembayaran dimuka dan barang diserahkan kemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan di muka.3. Bai al-IshtisnaMerupakan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang. Dalam kontrak ini, pembuat barang menerima pesanan dari pembeli. Pembuat barang lalu berusaha melalui orang lain untuk membuat atau membeli barang menurut spesifikasi yang telah disepaati dan menjualnya kepada pembeli akhir.

4. Prinsip Sewa:a. Al-IjarahAkad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barangitu sendiri.b. Al-Ijarah al-Muntahia bit-TamlikSejenis perpaduan antara kontrak jual bli dan sewa atau lebih tepatnya akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang di tangan si penyewa.

5. Prinsip Al- Ajr Wal Umullah (Jasa-Jasa) :Al- Ajr Wal Umullah meliputi seluruh layanan non pembiyaan yang diberikan Bank. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini antara lain Bank Garansi, kliring, inkaso, jasa transfer. Secara Syariah Prinsip ini didasarkan pada konsep Al Ajr Wal Umullah.Prinsip Al- Ajr Wal Umullah terdiri dari :a. AL - WakalahWakalah berarti penyerahan, pendelegasian, atau pemberian mandat. Akan tetapi, yang dimaksud al-wakalah adalah Pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak kepada pihak lain dalam hal-hal yang boleh diwakilkan.b. AL - KafalahJaminan yang diberikan oleh penanggung (kafiil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung (makfuul anhu, ashil), dan penanggung dapat menerima imbalan (fee) sepanjang tidak memberatkan.c. AL- HawalahTransaksi jual beli mata uang, baik antar mata uang sejenis maupun antar mata uang berlainan jenis dengan penyerahan segera/spot berdasarkan kesepakatan harga sesuai dengan harga pasar pada saat pertukarand. Ar-RahnMenahan salah satu harta miluk si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis.e. Al-QardhPemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan.

Definisi Lembaga Keuangan Syariah :Lembaga Keuangan Syariah (LKS) menurut Dewan Syariah (DSN) adalah lembaga keuangan yang mengeluarkan produk keuangan syariah dan yang mendapat izin operasional sebagai lembaga keuangan syariah (DNS-MUI,2003). Definisi ini menegaskan bahwa suatu LKS harus memenuhi dua unsur, yaitu unsur kesesuaian dengan syariah Islam dan unsur legalitas operasi sebagai lembaga keuangan.

Adapun unsur legalitas operasi sebagai lembaga keuangan diatur oleh berbagai institusi yang memiliki kewenangan mengeluarkan izin operasi. Beberapa institusi tersebutantar lain :1. Bank Indonesia sebagai institus yang berwenang mengatur dan mengawasi Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat2. Departemen Keuangan sebagai institusi yang berwenang mengatur dan menagwasi asuransi dan pasar modal3. Kantor Menteri Koperasi sebagai institusi yang berwenang mengatur dan menagwasi koperasiFatwa-fatwa DSN biasanya bersifat umum untuk semua LKS, termasuk Bank Syariah.Adapun fatwa tersebut mengacu ada prinsip-prinsip hukum muamalah yang dirumuskan oleh mayoritas ulama. Beberapa prinsip dalam hukum muamalah adalah1. Pada dasarnya segala bentuk muamalah adalah mubah, kecuali yang ditentukan lain oleh Alquran dan Sunah Rasul (prinsip mubah)2. Muamalah dilakukan atas dasar sukarela dan tanpa mengandung unsur-unsur paksaan (rinsip sukarea)3. Muamalah dilakukan atas dasar pertimbangan mendatangkan manfaat dan menghidarkan mudarat dalam hidup masyarakat (prinsip mendatangka manfaat dan menghindarkan mudarat)4. Muamalah dilaksanakan dengan memelihara nilai keadilan, menghindari unsur-unsur penganiaan, usur-unsur pengambilan kesempatan dalam kesempitan (prinsip keadilan)Hukum muamalah tersebut secara detail dibahas oleh ulama dalam bidang ilmu yang biasa disebut dengan fikih muamalah. Dalam fikih muamalah, ulama-ulama telah mengidentifikasi dan memfatwakan beberapa jenis transaksi yang dilarang oleh Islam. Pelarangan beberapa transaksi tersebut secara umum disebabkan oleh 3 hal :1. Mengandung barang ata jasa yang diharamkan 2. Mengandug sistem dan prosedur memperoleh keuntungan yang diharamkan (tadlis, bai, ikhtikar, bai Najsy, riba, gharar, maysir)3. Tidak sah akadnya

B. TRANSAKSI YANG DILARANG DALAM PERBANKAN SYARIAH

Larangan terhadap Transaksi yang Mengandung Barang atau Jasa yang DiharamkanBagi industri perbankan syariah, pelarangan terhadap transaksi yang haram zatnya tersebut diwujudkan dalam bentuk larangan memberikan pembiayaan yang terkait dengan aktivitas pengadaan jasa, produksi makanan, minuman, dan bahan konsumsi lain yang diharamkan oleh Majelis Ulama (MUI). Dalam pemberian pembiayaan, bank syariah dituntut untuk selalu memastikan kehalalan jenis usaha yang dibantu pembiayaan oleh bank syariah. Dengan demikian, pada suatu bank syariah tidak akan ditemui adanya pembiayaan untuk usaha yang bergerak di bidang peternakan babi, minuman keras, atapun bisnis pornografi dan lainnya yang diharamkan.

Larangan terhadap Transaksi yang Diharamkan Sistem dan Prosedur Perolehan KeuntungannyaSelain melarang transaksi yang haram zatnya, agama islam juga melarang transaksi yang diharamkan sistem dan prosedur perolehan keuntungannya. Beberapa hal yang masuk kategori transaksi yang diharamkan karena sistem dan prosedur perolehan keuntungan adalah :1. Tadlis (ketidaktauan satu pihak)Transaksi yang mengandung suatu hal pokok yang tidak diketahui oleh salah satu pihak . Tadlis dapat terjadi pada salah satu dari empat hal pokok dalam hal jual beli berikut :a. KuantitasSalah satu pihak (penjual) misalnya mengurangi takaran barang yang teah disepakati antara penjual dan pembelib. KualitasDalam hal kualitas, misalnya salah satu pihak (penjual) mengetahui bahwa barang yang dijual memiliki cacat yang sekiranya diketahui oleh pembeli, maka harga jual barang akan berkurang sesuai dengan nilai barang sebenarnya.c. HargaPraktik tadlis pada harga dilakukan penjual dengan memanfaatkan ketidaktauan pembeli tentang harga pasar, sehingga dapat menjual produknya dengan harga tinggi.d. Waktu PenyerahanPraktik tadlis pada waktu penyerahan dilakukan penjual dengan menutupi kemampuan dalam menyerahkan barang yang sebenarnya lebih lambat dari yang ia janjikan.

2. Gharar (ketidaktauan kedua pihak)Menurut bahasa Arab, makna al-gharar adalah al-khathr (pertaruhan) sehingga Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menyatakan al-gharar adalah yang tidak jelas hasilnya (majhul al-aqibah). Sedangkan menurut Syaikh As-Sadi, al-gharar adalah al-mukhatharah (pertaruhan) dan al-jahalah (ketidakjelasan). Perihal ini masuk dalam kategori perjudian. Dari penjelasan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud jual beli gharar adalah, semua jual beli yang mengandung ketidakjelasan; pertaruhan, atau perjudian. Dalam masalah jual beli, mengenal kaidah gharar sangatlah penting, karena banyak permasalahan jual-beli yang bersumber dari ketidak jelasan dan adanya unsur taruhan di dalamnya. Jenis-Jenis GhararDilihat dari peristiwanya, jual beli gharar yang diharamkan bisa ditinjau dari tiga sisi, yaitu: Jual-beli barang yang belum ada (madum), seperti jual beli habal al habalah (janin dari hewan ternak). Jual beli barang yang tidak jelas (majhul), baik yang mutlak, seperti pernyataan seseorang: Saya menjual barang dengan harga seribu rupiah, tetapi barangnya tidak diketahui secara jelas, atau seperti ucapan seseorang: Aku jual mobilku ini kepadamu dengan harga sepuluh juta, namun jenis dan sifat-sifatnya tidak jelas. Atau bisa juga karena ukurannya tidak jelas, seperti ucapan seseorang: Aku jual tanah kepadamu seharga lima puluh juta, namun ukuran tanahnya tidak diketahui. Jual beli barang yang tidak mampu diserahterimakan. Seperti jual beli budak yang kabur, atau jual beli mobil yang dicuri. Ketidakjelasan ini juga terjadi pada harga, barang dan pada akad jual belinya.

Ketidakjelasan pada harga dapat terjadi karena jumlahnya, seperti segenggam dinar. Sedangkan ketidakjelasan pada barang, yaitu sebagaimana dijelaskan di atas. Adapun ketidakjelasan pada akad, seperti menjual dengan harga 10 dinar bila kontan dan 20 dinar bila diangsur, tanpa menentukan salah satu dari keduanya sebagai pembayarannya.Selain gharar yang diharamkan, ada pula gharar yang diperbolehkan atau dimaafkan. Ibnul Qayyim juga mengatakan: Tidak semua gharar menjadi sebab pengharaman. Gharar, apabila ringan (sedikit) atau tidak mungkin dipisah darinya, maka tidak menjadi penghalang keabsahan akad jual beli. Karena, gharar (ketidakjelasan) yang ada pada pondasi rumah, dalam perut hewan yang mengandung, atau buah terakhir yang tampak menjadi bagus sebagiannya saja, tidak mungkin lepas darinya. Sehingga keduanya tidak mencegah jual beli. Hal ini tentunya tidak sama dengan gharar yang banyak, yang mungkin dapat dilepas darinya.Dari sini dapat disimpulkan, gharar yang diperbolehkan adalah gharar yang ringan, atau gharar-nya tidak ringan namun tidak dapat melepasnya kecuali dengan kesulitan. Oleh karena itu, Imam An-Nawawi menjelaskan bolehnya jual beli yang ada ghararnya apabila ada hajat untuk melanggar gharar ini, dan tidak mungkin melepasnya kecuali dengan susah, atau ghararnya ringan.Di luar gharar yang diharamkan dan yang diperbolehkan, terdapat gharar yang masih diperselisihkan para ulama. Para ulama sepakat tentang keberadaan gharar dalam jual-beli tersebut, namun masih berbeda dalam menghukuminya. Adanya perbedaan ini, disebabkan sebagian mereka, diantaranya Imam Malik, memandang gharar-nya ringan, atau tidak mungkin dilepas darinya dengan adanya kebutuhan menjual, sehingga memperbolehkannya. Sebagian yang lain, di antaranya Imam Syafii dan Abu Hanifah, memandang gharar-nya besar, dan memungkinkan untuk dilepas darinya sehingga mengharamkannya.

Transaksi gharar memilik kemiripan dengan tadlis. Dalam tadlis, ketiadaan informas terjadi pada salah satu pihak, sedangkan dalam gharar ketiadaan informasi terjadi pada kedua belah pihak yang bertransaksi jual belia. KuantitasMisalnya pembelian seluruh hasil panen ketika pohon atau tanaman belum menunjukkan hasilnya. Dala hal ini, pada saat jual beli, baik penjual atau pembeli tidak tahu berapa kuantitas hasil panen yang akan diperjualbelikan.b. KualitasMisalnya penjualan sapi yang masih dalam perut induknya. Kedua belah pihak,baik pembeli maupun penjual, tdak mengetahui bagaimana kualitas sapi itu nantinya ketika lahir. c. HargaGharar dalam hal harga dapat terjadi jika kedua belah pihak tidak pasti mengenai harga yang dipakai dalam jual beli yang disepakati.d. Waktu PenyerahanGharar dalam hal waktu penyerahan dapat terjadi jika kedua belah pihak tidak tahu kapan barang akan diserahterimakan.

3. Bai Ikhtikar (rekayasa pasar dalam pasokan)Merupakan bentuk lain dari transaksi jual beli yang dilarang oleh syariah islam. Iktikar adalah mengupayakan adanya kelangkaan barang dengan cara menimbun.

4. Bai najasy (rekayasa pasar dalam permintaan)Tindakan manciptakan permintaan palsu, seolah-olah ada banyak permintaan terhadap suatu produk sehingga harga jual produk akan naik. Upaya menciptakan permintaan permintaan palsu antara lain: Penyebaran isu yang dapat menarik orang lain untuk membeli barang Melakukan order pembelian semu untuk memunculkan efek psikologis orang lain untuk membeli dan bersaing dalam harga Melakukan pembelian pancingan sehingga tercipta sentimen pasar. 5. Maysir (judi)Ulama dan fuqaha mendefinisikan maysir (jud atau gambling) sebagai sebuah permainan di masa satu pihak akan memperoleh keuntungan sementara pihak lainnya akan menderita kerugian. (Ibnu Qudama: Al Mughni,3/408).Kata maysir dalam arti harfiahnya adalah memperoleh sesuatu dengan sangat mudah tanpa kerja keras atau mendapat keuntungan tanpa bekerja. Oleh karena itu disebut berjudi. Prinsip berjudi itu adalah terlarang, baik itu terlibat secara mendalam maupun hanya berperan sedikit saja atau tidak berperan sama sekali. Dalam berjudi kita menggantungkan keuntungan hanya pada keberuntungan semata, bahkan sebagian orang yang terlibat melakukan kecurangan, kita mendapatkan apa yang semestinya kita tidak dapatkan, atau menghilangkan suatu kesempatan. Kata azlam dalam bahasa arab yang di gunakan dalam Al Quran juga berarti praktek perjudian. Sementara itu maysir, menggunakan segala bentuk harta dengan maksud untuk memperoleh suatu keuntungan misalnya , lotre, bertaruh, atau berjudi dan sebagainya. Judi pada umumnya dan penjualan undian khususnya (azlam) dan segala bentuk taruhan, undian atau lotre yang berdasarkan pada bentuk-bentuk perjudian adalah haram dalam Islam.`6. RibaSecara bahasa, riba bermakna tambahan, tumbuh atau membesar. Definisi riba yang dirumuskan oleh imam Sarakhsi dalam Mabsur juz XII, hlm.1009 : Riba adalah tambahan yang disyaratkan dalam transaksi bisnis tanpa adanya padanan (iwas) yang dibenarkan syariah atas penambahan tersebut. Riba dalam bahasa sehari-hari dikenal sebagai bunga uang. Ada banyak sekali literatur yang memberikan arti dari riba. Secara sederhana, kita dapat mengartikan riba sebagai tambahan pendapatan yang tidak sah. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyatakan pengertian riba sebagai pelepas uang, lintah darat, bunga uang, dan rente. Sedangkan dalam UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah disebutkan bahwa:Riba, yaitu penambahan pendapatan secara tidak sah (batil) antara lain dalam transaksi pertukaran barang sejenis yang tidak sama kualitas, kuantitas, dan waktu penyerahan (fadhl), atau dalam transaksi pinjam-meminjam yang mempersyaratkan Nasabah Penerima Fasilitas mengembalikan dana yang diterima melebihi pokok pinjaman karena berjalannya waktu (nasiah).Jenis-Jenis RibaBerdasarkan ayat suci Al-Quran dan hadits Nabi Muhammad SAW, kita bisa mengkategorikan riba berdasarkan cara terjadinya, menjadi dua jenis yaitu riba akibat jual-beli dan riba akibat utang-piutang.Riba akibat jual beli dapat kita bagi menjadi dua bagian yaitu :1. Riba fadl, disebut juga riba buyu yaitu riba yang terjadi akibat pertukaran barang sejenis yang tidak memenuhi kriteria sama kualitasnya (mistlan bi mistlin), sama kuantitasnya (sawa-an bi sawa-in) dan sama waktu penyerahannya (yadin bi yadin).Contoh : menukar emas seberat 15 gram dengan emas 17 gram; atau menukar emas 15 gram dengan 15 gram emas tidak tunai. Pertukaran sejenis yang tidak sama waktu penyerahannya selain menimbulkan riba juga mengandung gharar karena mengandung unsur ketidakjelasan wujud barang yang ditukarkan.2. Riba nasiah, disebut juga riba duyun yaitu riba yang timbul akibat utang piutang yang tidak memenuhi kriteria untung muncul bersama risiko (al ghunmu bil ghurmi) dan hasil usaha muncul bersama biaya (al kharaj bi dhaman). Nasiah adalah penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba nasiah muncul karena adanya perbedaan, perubahan atau tambahan antara barang yang diserahkan hari ini dan barang yang diserahkan kemudian.Contoh riba nasiah dapat kita lihat pada transaksi bank konvensional, di mana bank sebagai pemberi pinjaman atau kreditur menetapkan jumlah tertentu sebagai bunga atas uang yang dipinjamkannya kepada debitur yang sifatnya tetap padahal nasabah yang meminjam atau debitur belum tentu memperoleh keuntungan dengan jumlah yang tetap, karena bisnis selalu ada kemungkinan untung atau rugi.Riba akibat utang-piutang dibagi menjadi dua jenis yaitu :1. Riba qardh yaitu suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berhutang.Riba qardh ini adalah jenis riba yang terjadi pada umumnya dalam kehidupan sehari-hari, dimana atas utang yang dimiliki si peminjam, diharuskan membayar sejumlah tertentu yang disebut bunga sebagai balas jasa atas uang yang dipinjamnya.2. Riba jahiliyyah. Menurut buku pintar ekonomi syariah, ada dua pengertian riba jahilliyyah, yang pertama adalah utang yang dibayar melebihi dari pokok pinjaman karena si peminjam tidak mampu mengembalikan dana pinjaman pada waktu yang telah ditetapkan. Pengertian yang kedua adalah utang yang dibayar melebihi dari pokok pinjaman karena si peminjam tidak mampu mengembalikan dana pinjaman pada waktu yang telah ditetapkan. Riba jahiliyyah dilarang karena pelanggaran kaedah kullu qardin jarra manfaah fahuwa riba (setiap pinjaman yang mengambil manfaat adalah riba). Dari segi penundaan waktu penyerahannya, riba jahiliyyah tergolong riba nasiah, dari segi kesamaan objek yang dipertukarkan, tergolong riba fadl.Contoh riba jahiliyyah pada perbankan konvensional dapat dilihat dalam pengenaan bunga pada transaksi kartu kredit yang tidak dibayar penuh pada saat jatuh tempo penagihannya.

Larangan terhadap Transaksi yang Tidak Sah AkadnyaAdapun akad menurut istilah adalah keterikatan keinginan diri dengan keinginan orang lain dengan cara yang memunculkan adanya komitmen tertentu yang disyaratkan. Hukum fikih menyatakan bahwa akd yang sah harus dipenuhi, sedang akad yang tidak sah tidak boleh dipenuhi.Rukun-rukun akad sebagai berikut :a. Adanya dua pihak atau lebih yang saling terikat dengan akad.b. Adanya sesuatu yang diikat dengan akad, yakni barang yang dijual dalam akad jual beli, atau sesuatu yang disewakan dalam akad sewa dan sejenisnya.c. Adanya pengucapan akad berupa ungkapan serah terima (ijab kabul).

C. SISTEM OPERASIONAL PERBANKAN SYARIAHFungsi Bank SyariahDalam beberapa literattur perbankan syariah, bank syariah dengan beragam skema transaksi yang dimiliki dalam skema non-riba memiliki setidaknya empat fungsi yaitu:1. Fungsi manajer investasiFungsi ini dapat dilihat pada segi penghimpunan dan oleh bank syariah, khususnya dana mudharabah. Dengan fungsi ini, bank syariah bertindak sebagai manajer investai dari pemilik dana dalam hal dana tersebut harus dapat disalurkan pada penyaluran yang produktif, sehingga dana yang dihimpun dapat menghasilkan keuntungan yang akan dibagi hasilkan antara bank syariah dan pemilik dana. 2. Fungsi investor Dalam penyaluran dana, bank syariah berfungsi sebagai investor (pemilik dana) Sebagai investor, penanaman dana yang dilakukan oleh bank syariah harus dilakukan pada sektor-sektor yang produktif dengan risiko yang minim dan tidak melanggar ketentuan syariah.3. Fungsi SosialFungsi sosial bank syariah merupakan sesuatu yang melekat pada pada bank syariah. Setidaknya ada 2 instrumen yang digunakan oleh bank syariah dalam menjalankan fungsi sosialnya, yatu instrumen zakat, sadaqah, dan wakaf (ZISWAF).4. Fungsi Jasa Keuangan Fugsi jasa keuangan yang dijalankan oleh bank syariah tidaklah berbeda dengan bank konvensional, seperti memberikan layanan kliring, transfer, inkaso, pembayaran gaji , letter of guarantee letter of credit, dan sebagainya. Akan tetapi, dalam hal mekanisme mendapatkan keuntunga dari transaksi terebu, bank syariah tetap harus menggunakan skema yang sesuai denga prinsip syariah.

Sistem Operasional Bank SyariahPrinsip utama operasional bank berdasarkan Prinsip Syariah adalah hukum Islam yang bersumber dari Al-Quran dan Al Hadist. Kegiatan operasional bank harus memperhatikan perintah dan larangan kedua sumber tersebut. Larangan terutama berkaitan dengan kegiatan bank yang dapat diklasifikasikan sebagai riba. Perbedaan utama antara kegiatan bank berdasarkan prinsip syariah dengan bank konvensional pada dasarnya terletak pada sistem pemberian imbalan atau jasa atas dana.Dalam menjalankan operasionalnya, bank berdasarkan Prinsip Syariah tidak menggunakan sistem bunga dalam menentukan sistem imbalan atas dana yang digunakan atau ditipkan oleh suatu pihak. Penentuan imbalan terhadap dana yang dipinjamkan maupun dana yang disimpan di bank didasarkan pada prinsip bagi hasil sesuai dengan hukum Islam. Perlu diakui bahwa ada sebagian masyarakat yang berpendapat bahwa sistem bunga yang ditetapkan oleh bank konvensional merupakan pelanggaran terhadap prinsip syariah.Pada hukum Islam, bunga adalah riba dan diharamkan. Ditinjau dari sisi pelayanan terhadap masyarakat dan pemasaran, adanya bank atas dasar prinsip Syariah merupakan usaha untuk melayani dan mendayagunakan segmen pasar perbankan yang tidak setuju atau tidak menyukai sistem bunga.1. Sistem Penghimpunan DanaMetode penghimpunan dana yang ada pada Bank-bank konvensional didasari teori yang diungkapkan Keynes yang mengemukakan bahwa orang membutuhkan uang untuk tiga Kegunaan, yaitu fungsi transaksi, cadangan, dan investasi. Oleh karena itu, produk penghimpunan dana pun disesuaikan dengan tiga fungsi tersebut, yaitu berupa giro, tabungan, dan deposito.Berbeda dengan hal berikut, bank syariah tidak melakukan pendekatan tunggal dalam menyediakan produk penghimpunan dana bagi nasabahnya. Pada dasarnya, dilihat dari sumbernya, dana bank syariah terdiri atas:a. Sumber DanaSebagai salah satu lembaga yang berfungsi untuk mengimpun dana masyarakat, bank syariah harus memiliki sumber dana optimal sebelum disalurkan kembali ke masyarakat. Disamping itu, sebagai bank syariah yang di tuntut untuk mempraktikan kaidah Islam, maka perlu dipahami terlebih dahulu dana masyarakat dan transaksi-transaksinya yang tidak bertentangan dengan syariat Islam.Sumber dana yang dapat dihimpun dari masyarakat terdiri dari tiga jenis dana, yaitu dana modal yaitu dana dari pendiri bank dan dari para pemegang saham tersebut, dana titipan masyarakat baik yang dikelola oleh bank dalam sistem Wadiah, maupun yang diinvestasikan melelui bank dalam bentuk dana investasi khusus (Mudhrabah Muqayyadah) atau investasi terbatas (Mudhrabah Muqayyadah) serta dana zakat, infak, dan sadaqah. ModalModal merupakan dana (dalam bentuk pembeliaan saham) yang disediakan oleh pemilik yang mempunyai hak untuk memperoleh dividen dan penggunaan modal yang disertakan tersebut. Dalam perbankan syariah, mekanisme penyertaan modal pemegang saham dapat dilakukan melalui musyawarah fi sahm asy-syariqah atau equity partcipation pada saham perseroan bank. Dana titipan masyarakat. Dana dari ZISDana ini peruntukannya jelas satu dari ciri khas bank syariah selain mengelola dana untuk kepentingan komersial bank juga harus berfungsi sebagai pengelola dana untuk kepentingan sosial. Dalam pelaksanaannya, bank syariah dapat bekerja sama dengan lembaga-lembaga sosial lainnya yang bergerak di bidang pemberdayaan perekonomian masyarakat seperti Dompet Dhuafa, Forum Zakat (FOZ), dan Badan Amil Zakat (BAZ)b. Titipan (Al-Wadiah)Salah satu prinsip yang digunakan bank syariah dalam penghimpunan dana adalah dengan menggunakan prinsip titipan. Adapun akad yang sesuai dengan prinsip ini adalah Al-Wadiah. Al-Wadiah merupakan titipan murni yang setiap saat dapat diambil jika pemiliknya menghendaki. Secara umum terdapat dua jenis Al-Wadiah, yaitu:1. Wadiah Yad Al-Amanah. Jenis ini mempunyai karakteristik sebagai berikut: Harta atau benda yg dititipkan tidak boleh dimanfaatkan dan digunakan oleh penerima titipan. Penerima titipan (bank) hanya berfungsi sebagai penerima amanah yang bertugas dan berkewajiban untuk menjaga barang yang dititipkan tanpa mengambil manfaatnya. Sebagai kompensasi, penerima titipan diperkenankan untuk membebankan biaya (Fee) kepada yang menitipkan.

Adapun bentuk aplikasinya dalam perbankan syariah berupa produk safe deposit box.2. Wadiah Yad Adh-Dhomah. Wadiah jenis ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut: Harta atau benda yang dititipkan diperbolehkan untuk dimanfaatkan oleh penyimpan. Apabila ada hasil dari pemanfaatan benda titipan, maka hasil tersebut menjadi hak dari penyimpanan. Tidak ada kewajiban dari penyimpan untuk memberikan hasil tersebut kepada penitip sebagai pemilik bendaPrinsip ini di aplikasikan dalam bentuk giro dan tabungan. Namun perlu ditekankan disini bahwa bank tidak memperjanjikan hasil dari benda titipan yang di manfaatkan tersebut kepada nasabah. Pemberian hasil hanya sebagai bonus dari kebijakan bank dan tidak ditentukan atau disebutkan dalam akad.c. Investasi (Mudharabah)Akad yang sesuai dengan prinsip investasi adalah mudharabbah yang mempunyai tujuan kerjasama antara pemilik dana (shahibul maal) dan pengelola dana (mudharib), dalam hal ini adalah bank. Pemilik dana sebagai deposan dibank syariah berperan sebagai investor murni yang menanggung aspek sharing risk dan return dari bank. Dengan demikian deposan bukanlah lander atau kreditor bagi bank seperti halnya pada bank konvensional. Secara garis besar mudharabbah terbagi menjadi dua jenis, yaitu: Mudharabah MuthlaqahDalam prinsip ini hal utama yang menjadi cirinya adalah shahibul maal tidak memberikan batasan-batasan atas dana yang diinvestasikannya atau dengan kata lain, mudharib di beri wewenang penuh mengelola tanpa terikat waktu, tempat, jenis, usaha, dan jenis pelayanannya. Aplikasi perbankan yang sesuai dengan akad ini adalh tabungan dan deposito berjangka. Mudharabah Muqayyadah.Pada jenis akad ini, shahibul maal memberikan batasan atas dana yang diinvestasikannya. Mudharib hanya bisa mengelola dana tersebut sesuai dengan batasan jenis usaha, tempat, dan waktu tertentu saja. Aplikasinya dalam perbankan adalah special investment based on restricted mudharabah. Model ini dirasa sanagt cocok pada saat krisis dimana sektor perbankan mengalami kerugian meyeluruh. Dengan special investmen, investor tertentu tidak perlu menanggung over head bank yang terlalu besar karena seluruh dananya masuk ke proyek khusus dengan return dan cost yang dihitung khusus pula.

2.Sistem Penyaluran Dana (Financing)Bank syariah sebagai suatu lembaga keuangan akan terlibat dengan berbagai jenis kontrak perdagangan syariah. Semua elemen kontrak sudah pasti mempunyai asas dan prinsip yang jelas secara syariah. Penyakluran dana perbankan syariah dapat dikategorikan menjadi dua bentuk, yaitu:a. Equity Financing ( Investasi)Bentuk ini terbagi pula dalam pilihan skim mudharabah muthalaqah/muqayyadah atau dalam bentuk musyarakah.1. Al-MudharabahDari segi konsep dasar, mudharabah yang akan dijelaskan disini sama dengan mudharabah yang telah dijelaskan sebelumnya dalam penghimpunan dana bank (deposit nasabah), namun ada yang membedakannya. Al-Mudharabah pada pelaksanaan deposit nasabah, maka nasabah sebagai penyandang dana bertindak sebagai shahibul maal dan bank sebagai mudharib (pengelola dana).Sedangkan pada skim pembiayaan, bank bertindak sebagai shahibul maal dan pengelola usaha bertindak sebagai mudharib. Fasilitas ini dapat diberikan untuk jangka waktu tertentu, sedangkan bagi hasil dibagi secara periodik dengan nisbah yang disepakati. Setelah jatuh tempo, nasabah mengembalikan jumlah dana tersebut beserta porsi bagi hasil yang menjadi bagian bank.Dalam pelaksanaaan kontrak AL-Murabahah, bank tidak dibenarkan meletakkan kolateral (jaminan) kepada nasabah, karena ia bukan bersifat utang, ia bersifat kerja sama dengan modal kepercayaan antara bank dan nasabah. Dengan kata lain, masing-masing pihak mempunyai bagian atas hasil usaha bersama tersebut dan juga beban risikonya (full investment).2. Al-MusyarakahYang dimaksud dengan musyarakah adalah akad antara dua orang atau lebih dengan menyertakan modal dan dengan keuntungan dibagi sesama mereka menurut porsi yang disepakati. Musyarakah lebih dikenal dengan sebutan syarikat merupakan gabungan pemegang saham untuk membiayai suatu proyek, keuntungan dan proyek tersebut dibagi menurut presentse yang disetujui, dan seandainya proyek tersebut mengalami kerugian, maka beban kerugian tersebut ditanggung bersama oleh pemegang saham secara proporsional. Bank syariah dalam aplikasinya hanya menggunakan instrumen syarikat Al-Man, karena jenis syarikat inilah yang lebih sesuai dengan keadaan perdagangan saat ini. produk-produk yang dikeluarkan melalui syarikat biasanya beraneka ragam, diantaranya modal ventura, dimana bank ikut memberi modal terhadap suatu perusahaan dan dalam jangka waktu tertentu akan melepas kembali saham perusahaan tersebut kepad rekan kongsi dan kemungkinan juga tetap bermitra untuk jangka panjang.Di Indonesia, sudah ada banyak bank syariah yang melakukan produk seperti ini, dan jenis usaha yang dibiayai antara lain perdagangan, industri (manufacturing), usaha atas dasr kontrak dan lain sebagainya.dalam kontrak Al-Musyarakah, bank juga tidak boleh memberatkan nasabah dengan persyaratan agunan atau kolateral, karena kontrak ini berbentuk kerja sama dan bukan utang-piutang. Kesalahan pada pembebanan jaminan menyebabkan kontrak menjadi fasad.b. Debt Financing.Debt Financing adalah dalam teori meliputi objek-objek berupa pertukaran antara barang dengan barang (barter), barang dengan uang, uang dengan barang, dan uang dengan uang. Mengenai objek pertama dan terakhir terdapat permasalahan pertukaran antara barang dengan barang dipertimbangkan dapat menimbulkan ribah fadhal.Sedangkan pertukaran antara uang dengan uang pun demikian, di khawatirkan dapat menimbulkan ribah nasiah. Pertukaran antar uang dengan uang (sharf) dalam perbankan syariah dimasukkan dalam bidang jasa pertukaran uang, yang mensyaratkan pertukaran langsung tanpa penundaan pembayaran. Oleh karena itu dalam operasional perbankan syariah hanya digunakan dua objek lainnya, yaitu pertukaran antara barang dengan barang dan uang dengan uang.1. Barang dengan uang Transaksi barang dengan uang yang dapat di lakukan dengan skim jual beli (bai) atau pun sewa menyewa (ujrah). Yang termasuk transaksi jual beli adalah: Bai Al-MurabahahSkim ini adalah bentuk jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati, dalam bai Al- murabahah, penjual harus menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya (mark up). margin keuntungan adalah selisih harga jual dikurangi harga asal yang merupakan pendapat bank. Pembayaran dari harga barang dilakukan secara tangguh atau dengan kata lain dibayar lunas pada waktutertentu yang disepakati. Dari segi hukumnya bertransaksi dengan menggunakan elemen murabahah ini adalah suatu yang dibenarkan dalam islam. Keabsahannya juga bergantung pada syarat-syarat dan rukun-rukun yang telah ditetapkan.Adapun syarat-syarat tersebut adalah:a. Pembeli hendaklah betul-betul mengetahui modal sebenarnya dari suatu barang yang hendak dibeli.b. Penjual dan pembeli hendaklah setuju dengan kadar untung atau tambahan harga yang ditetapkan tanpa ada sedikit pun paksaan.c. Barang yang dijualbelikan bukanlah barang barang ribawi.d. Sekiranya barang tersebut telah dibeli dari pihak lain, jual beli yang pertama itu mestilah sah menurut perundangan Islam.Sedangkan rukun jual beli murabahah adalah : a. Penjual (bai)b. Pembeli (musytariy)c. Barang (mabi)d. Sighat dalam bentuk ijab kabul. Bai Bithaman AjilBagi orang yang membutuhkan biaya untuk keperluan produktif ataupun konsumtif, ia dapat menggunakan konsep ini dalam berkontrak. Hal karena prinsip ini memberikan ruang kepada nasabah untuk membeli sesuatu dan cara pembayaran yang ditangguhkan arau secara diangsur (al-taqsid).Sedangkan yang termasuk skim sewa-menyewa (ujrah):a. Al-Ijrah (operasional Lease)Konsep ini secara etimologi erarti upah atau sewa. Ahli sewa islam mendefinisikan dengan menjual manfaat, kegunaan, jasa dengan bayaran yang ditetapkan. Konsep ini tidak sama dan tidak dapat dikaitkan dengan jual-beli, sebab akad jal beli adalah kekal (muabbadan), sedangkan al-ijarah akad ini dalam masa teertentu (muaqqatan). Bank syariah mengaplikasikan elemen ini dengan berbagi bentuk produk yang diletakkanpada skim pembiayaan, diantara caranya adalah: Bank dapat memberi pembiayaan kepada nasabah untuk tujuan mendapatkan penggunaan manfaat sesuatu harta dibawah elemen al-ijarah. Bank terlebih dahulu membeli harta yang akan digunakan oleh nasabah, kemudian bank menyewakan kepada nasabah menurut tempo yang dikehendaki, kadar sewaan, dan syarat-syarat lain yang disetujui kedua belah pihak.b. Ijarah wa iqtina (finansial lease)Skim ini merupakan bentuk lain dari ijarah di mana persewaan berakhir dengan perpindahan hak milik dan objek sewa. Skim ini lebih banyak dipakai pada perbankan karenalebih sederhana dari sisi pembukuan dan bank sendiri tidak direpotkan untuk pemeliharan aset, baik pada saat leasing maupun sesudahnya.

2. Uang dengan Barang. Pertukaran ini dapat dilakukan dengan skim:a. Bai as-Salam (In-front Payment Sale)Skim ini secara terminologi berarti menjual suatu barang yang penyerahannya ditunda, atau menjual suatu barang yang ciri-cirinya disebutkan secara jelas dengan pembayaran modal terlebih dahulu, sedangkan barangnya diserahkan kemudian hari. Di dalam masyarakat, skim ini lebih dikenal dengan jual beli pesanan atau inden. Dalam transaksi bai as-salam mengharuskan adanya pengukuran atau spesifikasi barang yang jelas dan keridhaan para pihak.Dalam teknis perbankan syariah, salam berarti pembelian yang dilakukan oleh bank dan nasabah dengan pembayaran di muka dengan jangka waktu penyerahan yang disepakati bersama. Harga yang dibayarkan dalam salam tidak boleh dalam bentuk utang melainkan dalam bentuk tunai yang dibayar segera.b. Bai al-Istishna(istisna sale).Skim ini adalah akad jual beli antara pemesan/pembeli dengan produsen atau penjual di mana barang yang akan diperjualbelikan harus dibuat lebih dahulu dengan kriteria yang jelas. Dalam literatur fikih klasik disebutkan istishna sebagai lanjutan dari bai as-salam, sehinggaa ketentuan dan aturannya mengikuti akad bai as-salam. Adapun yang membedakannya dengan as-salam adaah pada metode pembayaran sifat kontraknya.Pada bai as-salam, pembayaran lebih bersifat fleksibel di mana tidak dilakukan secara lunas tetapi bertahap sesuai dengan barang yang diterima pada termin waktu tertentu. Sifat kontrak pada skim baik as-salam adalah mengikat secara asli (thabii) pada semua pihak dari semula, sedangkan pada istishna, bersifat mengikat ecara ikutan untuk melindungi produsen sehingga tidak ditinggalkan begitu saja oleh konsumen.3. Prinsip Pelaksanaan Fungsi Jasa Keuangan a. Prinsip Wakalah Adalah akad perwakilan antara dua pihak, dimana pihak pertama mewakilkan suatu urusan kepada pihak kedua untuk bertindak atas nama pihak pertama.Dalam aplikasinya dalam perbankan syariah, wakalah biasanya diterapkan dalam penerbitan Letter Of Credit(L/C) atau penerusan permintaan akan barang dalam negeri dari bank di Luar Negeri(L/C Ekspor).Wakalah juga diterapkan untuk mentransfer dana nasabah kepada pihak lain.b. Prinsip KafalahMenurut Mazhab Maliki, Syafii dan Hambali, kafalah adalah menjadikan seseorang (penjamin)ikut bertanggung jawab atas tanggung jawab seseorang dalam pelunasan/pembayaran utang. Aplikasinya dalam dunia perbankan adalah penerbitan garansi bank (Bank Guarantee). Ada beberapa jenis wakalah, yaitu: Kafalah bin Nafs, yaitu akad memberikan jaminan atas diri si penjamin (personal guarantee). Kafalah bil-Maal, yaitu jaminan pembayaran atau pelunasan utang. Dalam aplikasinya di perbankan dapat berbentuk jaminan uang muka (Advance Payment Bond) atau jaminan pembayaran (Payment Bond). Kafalah Mualaqah dan Munjazah, yaitu jaminan mutlak yang dibatasi oleh kurun waktu dan untuk tujuan tertentu. Dalam perbankan modern hal ini diterapkan untuk pelaksanaan suatu proyek (Performence Bond) atau jaminan penawaran (Bid Bond). Kafalah Bit Taslim, yaitu penjaminan atas pengembalian atas barang sewa pada saat jangka waktu habis.c. Prinsip Hawalah Hawalah akad pemindahan utang atau piutang suatu pihak kepada pihak lain. Dalam hal ini ada tiga pihak, yaitu pihak yang berutang (muhil atau madin), pihak yang memberi utang(muhal atau daiin) dan pihak yang menerima pemindahan (muhal alaih). Akad hawalah diterapkan pada hal-hal berikut: Factoring atau anjak piutang, dimana para nasabah yang memiliki piutang kepada pihak ketiga memindahkan piutang itu kepada bank. Post-dated Check, dimana bank bertindak sebagai juru tagih, tanpa membayar terlebih dahulu piutang tersebut. Bill Discounting, dimana pada prinsipnya sama dengan pelaksanaan konsep hawalah, hanya saja dalam bill discounting, nasabah harus membayar fee yang tidak dikenal pada hawala.d. Prinsip SharfSharf adalah transaksi pertukaran antara uangdengan uang. Pengertian pertukaran uang yang dimaksud disini yaitu pertukaran valuta asing , dimana mata uang asing dipertukarkan dengan mata uang domestik atau mata uang lainnya.e. Prinsip Ijarah Prinsip ijarah merupakan prinsip yang sangat banyak digunakan dalam pelaksanaan fungsi jasa keuangan bank syariah. Objek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan atau jasa. Ijarah bila diterapkan untuk mendapatkan manfaat orang disebut upah-mengupah.

KESIMPULAN

Prinsip syariah adalah prinsip hukum islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah. Selain itu, secara garis besar hubungan ekonomi berdasarkan Syariah Islam tersebut ditentukan oleh hubungan akad yang terdiri dari dasar akad yaitu Prinsip Bagi Hasil, Prinsip Al-Wadiah(Simpanan Murni), Prinsip At-Tijarah (Jual Beli), Prinsip Sewa, dan Prinsip Al- Ajr Wal Umullah (Jasa-Jasa).Transaksi yang dilarang oleh bank syariah adalah larangan terhadap transaksi yang mengandung barang atau jasa yang diharamkan, larangan terhadap transaksi yang diharamkan sistem dan proedur perolehan keuntungannya, dan larangan terhadap transaki yang tidak sah akadnya. Dalam menjalankan operasionalnya, bank menganut Prinsip Syariah tidak menggunakan sistem bunga dalam menentukan sistem imbalan atas dana yang digunakan atau ditipkan oleh suatu pihak. Penentuan imbalan terhadap dana yang dipinjamkan maupun dana yang disimpan di bank didasarkan pada prinsip bagi hasil sesuai dengan hukum Islam. Perlu diakui bahwa ada sebagian masyarakat yang berpendapat bahwa sistem bunga yang ditetapkan oleh bank konvensional merupakan pelanggaran terhadap prinsip syariah.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2013. Prinsip Dasar dan Sistem Operasional serta Perkembangan Lembaga keuangan Bank Syariah.http://mensianayuditu.blogspot.com/2013/04/prinsip-dasar-dan-sistem operasional.html. Diakses 4 Agustus 2014.

Antonio, Muhammad Syafii. 2001. Bank Syariah dari Teori Ke Praktek. Jakarta:Gema Insani Press.

Rizal, Yaya, Aji Erlangga Martawireja dan Ahim Abdurahim. 2009. Akuntansi Perbankan Syariah Teori dan Praktek kontemporer. Salemba Empat : Jakarta.

Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.