makna metaforis yang terkandung dalam lagu …

13
Vol. 1 Nomor 2 Th. 2019 ISSN: Online 2657-0599 (online) http://musikolastika.ppj.unp.ac.id/index.php/musikolastika Email: [email protected] https://doi.org/10.7592/musikolastika.v1i2.24 52 MAKNA METAFORIS YANG TERKANDUNG DALAM LAGU “TIKUS-TIKUS KANTOR” KARYA IWAN FALS THE METAPHORICAL MEANING CONTAINED IN THE SONG "TIKUS TIKUS KANTOR" BY IWAN FALS Nugrahanstya Cahya Widyanta Program Studi Seni Musik, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Kristen Satya Wacana (*) (e-mail) [email protected] Abstrak Terdapat berbagai cara untuk menyuarakan aspirasi, salah satunya melalui lagu. Karya lagu dari Iwan Fals yang berjudul ‘tikus-tikus kantor’ ini merupakan salah satu karyanya yang dibuat untuk kritik sosial. Hal yang menarik adalah syair lagu ini tidak diungkapkan secara gamblang namun menggunakan kiasan. Kajian ini akan menjabarkan makna yang terkandung dalam lagu ‘tikus-tikus kantor’ karya Iwan Fals, baik dari sisi bahasa maupun sisi musikalnya. Kata kunci: Kiasan, bahasa, musikal. Abstract There are various ways to voice aspirations, one of them is through songs. This song from Iwan Fals, entitled 'tikus-tikus kantor' is one of his works made for social criticism. The interesting thing is that the poem of this song is not expressed explicitly but uses figures of speech. This study will describe the meaning contained in the song 'tikus-tikus kantor' by Iwan Fals, both in terms of language and musical side. Keywords: figuratively, language, musical. Received: 2 November 2019 Revised: 28 November 2019 Available Online: 8 Desember 2019

Upload: others

Post on 23-Oct-2021

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: MAKNA METAFORIS YANG TERKANDUNG DALAM LAGU …

Vol. 1 Nomor 2 Th. 2019 ISSN: Online 2657-0599 (online) http://musikolastika.ppj.unp.ac.id/index.php/musikolastika Email: [email protected] https://doi.org/10.7592/musikolastika.v1i2.24

52

MAKNA METAFORIS YANG TERKANDUNG DALAM LAGU “TIKUS-TIKUS KANTOR” KARYA IWAN FALS

THE METAPHORICAL MEANING CONTAINED IN THE SONG "TIKUS TIKUS KANTOR" BY IWAN FALS

Nugrahanstya Cahya Widyanta

Program Studi Seni Musik, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Kristen Satya Wacana

(*) (e-mail) [email protected]

Abstrak

Terdapat berbagai cara untuk menyuarakan aspirasi, salah satunya melalui lagu. Karya lagu dari Iwan Fals yang berjudul ‘tikus-tikus kantor’ ini merupakan salah satu karyanya yang dibuat untuk kritik sosial. Hal yang menarik adalah syair lagu ini tidak diungkapkan secara gamblang namun menggunakan kiasan. Kajian ini akan menjabarkan makna yang terkandung dalam lagu ‘tikus-tikus kantor’ karya Iwan Fals, baik dari sisi bahasa maupun sisi musikalnya.

Kata kunci: Kiasan, bahasa, musikal.

Abstract

There are various ways to voice aspirations, one of them is through songs. This song from Iwan Fals, entitled 'tikus-tikus kantor' is one of his works made for social criticism. The interesting thing is that the poem of this song is not expressed explicitly but uses figures of speech. This study will describe the meaning contained in the song 'tikus-tikus kantor' by Iwan Fals, both in terms of language and musical side.

Keywords: figuratively, language, musical.

Received: 2 November 2019 Revised: 28 November 2019 Available Online: 8 Desember 2019

Fajry Sinaga
Fajry Sinaga
Page 2: MAKNA METAFORIS YANG TERKANDUNG DALAM LAGU …

53

Pendahuluan

Musik merupakan salah satu media untuk mengekspresikan pendapat, gagasan, kritik, ungkapan perasaan, maupun sebagai media penyembahan religius. Dewasa ini industri musik di tanah air sangat berkembang dengan pesat. Kebebasan berpendapat pun dapat kita temui melalui karya-karya musik seniman Indonesia. Tak sedikit seniman musik Indonesia yang melontarkan gagasan atau pendapat, bahkan yang bersifat kritikan kepada pejabat publik (pejabat pemerintahan) maupun kepada oknum-oknum tertentu melalui karyanya. Salah satu seniman musik yang selalu konsisten memasukan unsur kritik sosial dalam karyanya ialah Iwan Fals. Siapa yang tak kenal dengan Iwan Fals, seniman musik yang juga menyanyikan sendiri karyanya ini sangat terkenal dengan lagu-lagunya yang berisi kritik kehidupan sosial di Indonesia. Ia merupakan legenda musik Indonesia yang masih hidup sampai sekarang. Iwan Fals dilahirkan dengan nama Virgiawan Listanto, ia lahir pada tanggal 3 september 1961 di Jakarta. Ia adalah anak dari pasangan Harsoyo dan Lies. Masa kecil Iwan Fals dihabiskan di Bandung, kemudian ia ikut saudaranya ke Jeddah Arab Saudi selama 8 bulan. Bakat musiknya makin terasah ketika ia berusia 13 tahun di mana Iwan banyak menghabiskan waktunya dengan mengamen di Bandung. Bermain gitar dilakukannya sejak masih muda, bahkan ia mengamen untuk melatih kemampuannya bergitar dan mencipta lagu.

Salah satu karya Iwan Fals yang ingin dikaji pada kesempatan ini adalah karyanya yang berjudul “Tikus-Tikus Kantor.” Penulis tertarik memilih lagu ini untuk dikaji karena dalam lagu ini sarat dengan kalimat-kalimat kiasan. Seperti judulnya yaitu “Tikus-Tikus Kantor,” tikus secara denotatif merupakan binatang pengerat, namun kata tikus tersebut kemudian disambung dengan kata kantor. Kantor sendiri merupakan sebuah kata benda yang merujuk pada tempat/bangunan berkumpulnya orang untuk melakukan aktifitas pekerjaan. Kembali lagi kepada kata tikus dan kantor, tikus yang mempunyai arti denotatif sebagai binatang sedangkan kantor yang merupakan tempat manusia bekerja, maka menurut hemat penulis apabila kedua kata tersebut dipadukan (kata tikus dan kantor) maka kecil kemungkinan apabila yang dimaksud tikus di sini ialah binatang dalam arti yang sebenarnya, sehingga dapat disimpulkan bahwa kalimat tersebut merupakan suatu kalimat kiasan. Hal tersebutlah yang mendasari penulis tertarik mengkaji lagu “Tikus-Tikus Kantor” karya Iwan Fals ini, untuk memahami makna dibalik kalimat kiasan tersebut.

Berdasarkan ulasan latar belakang yang telah disampaikan mengenai lagu “Tikus-Tikus Kantor” karya Iwan Fals tersebut, maka dapat dirumuskan tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Memahami makna kiasan yang terkandung dalam lirik lagu “Tikus-Tikus Kantor” karya Iwan Fals; (2) Memahami sistem tanda yang terkandung dalam lagu “Tikus-Tikus Kantor” karya Iwan Fals, baik dalam lirik maupun struktur musiknya.

Pelopor Semiotika Modern

Semiotika modern memiliki dua orang pelopor yang dapat dikatakan sebagai bapak semiotika modern. Kedua orang tersebut antara lain ialah Charles Sanders Peirce (1839-1914) dan Ferdinand de Saussure (1857-1913). Kedua tokoh tersebut memiliki perbedaan-perbedaan yang penting terutama dalam penerapan konsep-konsep, antara hasil karya para ahli semiotika yang berkiblat pada Peirce di satu pihak dan hasil karya para pengikut Saussure di pihak yang lain. Ketidaksamaan tersebut mungkin disebabkan oleh adanya perbedaan yang mendasar yaitu Peirce yang merupakan ahli filsafat dan logika, sedangkan Saussure adalah cikal bakal linguistik umum (Zoest dalam Sudjiman & Zoest, 1992:1).

Page 3: MAKNA METAFORIS YANG TERKANDUNG DALAM LAGU …

54

Kaitannya dengan tujuan untuk mengkaji lagu “Tikus-Tikus Kantor” karya Iwan Fals ini, nampaknya kedua dasar pemikiran dari kedua tokoh tersebut sangatlah relevan untuk digunakan. Dalam musik pop sendiri mengandung beberapa unsur yang membentuk lagu yakni: bahasa (lirik) dan struktur musikal itu sendiri. Hampir semua musik pop seperti lagu Iwan Fals ini mempunyai unsur bahasa (lirik), karena tujuan sasaran musik pop itu sendiri adalah sebagai konsumsi massa (untuk masyarakat umum) sehingga sangat jarang kita jumpai musik pop yang dibuat tanpa lirik. Sebab apabila lagu tersebut hanya berupa lagu instrumental (hanya musik saja tanpa vokal) maka akan sulit dipahami makna serta pesan yang terkandung dalam lagu tersebut oleh masyarakat awam yang tidak memiliki latar belakang keilmuan musikologi. Oleh karena itu menurut hemat penulis dasar pemikiran dari Peirce dan Saussure ini sangat relevan digunakan, karena dalam mengkaji lagu ini tidak semata-mata pada struktur musikalnya saja namun juga mencakup pada unsur bahasa yang terkandung di dalamnya.

Konsep Teoritik Pemikiran Charles Sanders Peirce

Pierce mengusulkan kata “semiotika” (yang sebenarnya telah digunakan oleh ahli filsafat Jerman Lamberd pada abad XVIII) sebagai sinonim kata “logika.” Menurut Pierce logika harus mempelajari mengenai bagaimana manusia bernalar. Penalaran tersebut menurut hipotesa teori Pierce yang mendasar, dilakuakn melalui tanda-tanda. Tanda-tanda memungkinkan kita berpikir, berhubungan dengan orang lain, dan memberi makna pada apa yang ditampilkan oleh alam semesta. Dengan mengembangkan teori semiotika, Pierce memusatkan perhatian pada berfungsinya tanda pada umumnya. Ia memberi tempat yang penting, meskipun bukan yang utama pada tanda-tanda linguistik. Hal yang berlaku bagi tanda pada umumnya berlaku pula bagi tanda linguistik, dan tidak sebaliknya (Zoest dalam Sudjiman & Zoest, 1992:1-2).

Menurut Pierce tanda mengacu kepada sesuatu yang disebut objek. Yang disebut mengacu adalah “mewakili” atau “menggantikan” dan bukan berarti “mengingatkan,” misalnya sebagai contoh adalah kata “buku” mewakili objek buku. Tanda hanya dapat berfungsi apabila ada yang menjadi dasarnya (ground). Misalnya tanda lampu hijau yang ditujukan kepada pengguna jalan raya, tanda lampu hijau tersebut dapat dimengerti dengan adanya pengetahuan tentang sistem rambu-rambu lalu lintas, inilah yang dinamakan ground. Hubungan antara tanda dengan acuan tersebut dibedakan menjadi tiga, yaitu ikon,ideks, dan simbol (Nur Sahid, 2015: 5).

Ikon adalah tanda yang acuannya memiliki hubungan kemiripan. Ikon terbagi menjadi tiga yaitu ikon topologis, yakni tanda yang mengacu pada kemiripan spasial (misalnya peta, sketsa, dsb); ikon diagramatik, yakni tanda yang mengacu pada kemiripan relasional (misalnya dalam suatu pertemuan resmi, urutan tempat duduk disesuaikan dengan status sosial); ikon metaforis yakni ikon yang tidak menunjukan kemiripan antara tanda dengan acuannya. Yang mirip bukanlah tanda dengan acuannya, melainkan antara dua acuan yang diacu oleh tanda yang sama. Sedangkan indeks adalah tanda yang dengan acuannya memiliki kedekatan eksistensi; kemudian simbol merupakan tanda yang dalam hubungannya dengan acuannya telah terbentuk secara konvensional (Nur Sahid, 2015:5-7).

Konsep Teoritik Pemikiran Ferdinant de Saussure

Saussure mengembangkan dasar-dasar teori linguistik umum. Yang menjadi ciri khas dari teori Saussure ini terletak pada kenyataan bahwa ia menganggap bahasa sebagai sistem tanda (Zoest dalam Sudjiman & Zoest, 1992:2). Berbeda dengan konsep Peirce, konsep

Page 4: MAKNA METAFORIS YANG TERKANDUNG DALAM LAGU …

55

semiotika Saussure tidak mengenal adanya “objek tanda.” Yang ada hanyalah sejenis representamen dan interpretan yang kemudian disebutnya sebagai penanda (signifiant) dan petanda (signifie). Menurut Saussure tanda merupakan kesatuan yang tak terpisahkan antara penanda dan petanda. Penanda didefinisikan sebagai citra bunyi, sedangkan petanda sebagai konsep (Nur Sahid, 2015:7).

Makna dalam suatu karya musik juga dapat ditinjau dengan proses secara verbalisasi. Salah satu pendekatan untuk memahami makna adalah melalui bahasa. Hal ini dapat dilakukan dengan kajian semantik melalui lirik yang terdapat dalam sebuah lagu, karena lirik merupakan ungkapan si pencipta melalui bahasa. Dengan memakai istilah dari Saussure, yaitu petanda setelah mendengarkan musik yang diungkapkan melalui bahasa adalah gambaran dari penanda atau wujud dari pesan-pesan yang terdapat dalam lagu. Saussure dalam bukunya yang berjudul Course in General Linguistik mengatakan bahwa bahasa adalah suatu sistem tanda yang mengekspresikan ide-ide, pikiran, perasaan, benda atau tindakan dari pemberi tanda ke penerima tanda (Sibarani, 1992:2).

Kepeloporan Pierce dan Saussure pada akhirnya menandai adanya dua aliran penting dalam semiotika. Aliran pertama adalah yang dikembangkan para pengikut Pierce yang tidak mengambil contoh dari ilmu bahasa, sedangkan yang kedua adalah Saussure yang menganggap ilmu bahasa sebagai guru, pemandu atau pengajar (Zoest,1991:3). Dalam kaitannya dengan musik, nampaknya aliran kedualah yang akan mendukung kajian semiotika dalam musik, karena pada karya Iwan Fals tersebut sarat akan bahasa yang menitik beratkan pada kiasan atau dapat dikatakan majas metafora. Dengan demikian aliran kedua ini sangat mendukung sebagai pisau bedah dalam kajian ini. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan aliran pertama juga relevan untuk digunakan. Sebab dalam musik tidak hanya semata bicara mengenai lirik atau bahasa namun juga stuktur musik yang membentuk lagu tersebut. Tentu dalam suatu struktur musikal sebuah lagu akan memiliki indeks, simbol, maupun ikon, seperti yang telah dijelaskan dalam aliran Pierce. Oleh karena itu kedua aliran ini akan dapat dipergunakan dalam kajian karya musik ini.

Metode

Setelah membahas dua aliran semiotika yang telah dipaparkan di atas, ada baiknya penulis mengkaitkannya dengan pendekatan musikologi karena karya seni yang akan dikaji merupakan sebuah karya musik. Dalam semiotika musik sepengetahuan penulis hingga saat ini belum ada tokoh atau pelopor yang mengemukakan mengenai semiotika dalam musik secara khusus. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengkaitkan konsep teoritik semiotika dengan elemen musikal yang terdapat dalam ilmu musikologi. Terdapat empat elemen musikal yakni: (1) pitch (nada), (2) ritmis (ritme), (3) dinamic (dinamika), (4) timbre (warna suara) (Djohan, 2011:62).

Keempat elemen musikal tersebut memiliki implikasinya masing-masing. Pertama, adalah pitch (Nada) implikasinya pada melodi, definisi dari melodi sendiri adalah frase yang terbentuk dari rangkaian nada-nada (Edmund, 2011:54). Sehingga bila terdapat beberapa nada yang dirangkai menjadi sebuah frase maka frase tersebut disebut melodi. Kedua, ritme implikasinya adalah melodi sama halnya dengan pitch (nada), karena sebuah frase musikal yang utuh terdiri dari rangkaian nada yang memiliki ritme. Implikasi ritme yang lebih tinggi lagi ialah tempo. Tempo adalah masa waktu yang menentukan cepat lambatnya suatu lagu (Edmund, 2011:71). Tempo juga dapat memiliki implikasi irama/stlye misalnya irama dangdut, keroncong, country, rock, jazz, dsb yang pada taraf yang lebih tinggi lagi irama

Page 5: MAKNA METAFORIS YANG TERKANDUNG DALAM LAGU …

56

tersebut disebut genre. Ketiga, dinamika implikasinya adalah ekspresi karena lemah lembutnya suatu melodi akan mengimplikasikan ekspresi dari pemain musik tersebut. Keempat, timbre implikasinya adalah orkestrasi. Definisi timbre sendiri ialah warna suara, seperti halnya warna suara antara pria dan wanita itu berbeda begitu pula instrument musik memiliki warna suara yang berbeda-beda. Sehingga instrument musik memiliki perannya masing-masing. Orkestrasi merupakan ilmu untuk menata timbre agar sesuai dengan perannya masing-masing. Sebagai contoh misalnya warna suara instrument biola pada umumnya dapat mewakili rasa sedih, warna suara instrument trompet dapat mewakili semangat keberanian, dsb. Penulis juga akan menganalisis keempat elemen musikal yang terkandung dalam lagu “Tikus-Tikus Kantor” karya Iwan Fals. Apakah elemen musikal dari lagu “Tikus-Tikus Kantor” karya Iwan Fals tersebut juga turut dirancang sedemikian rupa supaya dapat mendukung pengiriman makna yang ingin disampaikan.

Hasil Dan Pembahasan

Makna Yang Terkandung Dalam Struktur Musikal

Secara umum, komposisi musik pop berbeda dengan musik seni dalam beberapa hal. Berikut beberapa ciri khas yang terkandung dalam musik pop, antara lain adalah: (1) musik pop itu sepenuhnya homofonik (melodi dan harmoninya); (2) lirik merupakan aspek penting; kata yang dinyanyikan dengan melodi merupakan elemen yang dominan; (3) genre ini memiliki bentuk yang umum; (4) satu lagu hanya memiliki satu mood atau satu suasana; (5) durasinya seragam; (6) struktur frasenya sama, ditambah; (7) ketukan yang tetap, dan (8) banyak repetisi frase dalam satu lagu (Vincent, 2013:42). Dengan demikian dapat disimpulkan struktur musik pop tidaklah rumit karena berdasarkan dari ciri khas musik pop yang telah dipaparkan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa struktur musik pop pada dasarnya adalah simetris dan unsur lirik merupakan elemen utama melekat pada musik pop.

Untuk memahami struktur musikal pada lagu ini secara lebih mendalam, marilah kita membahas secara satu per satu berdasarkan empat elemen musikal seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada konsep teoritik yakni (1)pitch (nada), (2)ritmis (ritme), (3)dinamic (dinamika), (4)timbre (warna suara).

Pitch (nada), seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pitch (nada) memiliki implikasi yakni melodi. Melodi dalam lagu ini bersifat sederhana dan simetris. Melodi yang sederhana seperti ini akan mempermudah pendengar untuk “mencerna”/memahami lirik yang terkandung dalam lagu tersebut, sehingga penulis berpendapat bahwa Iwan Fals memang ingin menitik beratkan lagu ini pada makna lirik dari pada melodi. Berikut penulis berikan ilustrasi melodi lagu “Tikus-Tikus Kantor” karya Iwan Fals.

Page 6: MAKNA METAFORIS YANG TERKANDUNG DALAM LAGU …

57

Gambar 1 Penggalan Notasi Lagu “Tikus-Tikus Kantor” (Sumber: Hasil Transkrip Oleh Penulis)

Dari ilustrasi notasi tersebut dapat kita lihat bahwa struktur melodi tersebut sangatlah sederhana yaitu hanya berupa antecedens dan consequen. Antecedens adalah frase kalimat tanya, sedangkan consequen adalah frase kalimat penyelesaian/kalimat jawab. Kalimat yang dimaksud di sini adalah kalimat musikal yakni kalimat melodinya bukan kalimat lirik/bahasa. Ilustrasi melodi di atas memiliki dua bagian yang penulis bedakan dengan warna yakni warna biru muda dan hijau, di mana melodi yang diberi warna biru muda merupakan antecedens dan warna hijau merupakan consequen. Antara antecedens dan consequens tersebut bersifat simetris, seperti yang bisa kita lihat pada notasi di atas keduanya hanyalah berupa ulangan tanpa variasi. Perbedaannya hanya terletak pada birama terakhir yang jatuh di nada do untuk menyelesaikan kalimat musikalnya/sebagai consequen.

Gambar 2 Penggalan Notasi Reff Lagu “Tikus-Tikus Kantor” (Sumber: Hasil Transkrip Oleh Penulis)

Penggalan melodi reff di atas juga sama seperti melodi sebelumnya yakni sangat sederhana dan hanya berupa antecedens dan consequen. Antecedens penulis beri warna biru muda dan consequen berwarna hijau. Antara antecedens dan consequens hanya berupa pengulangan tanpa ada variasi. Hanya ada penambahan beberapa melodi untuk menyesuaikan dengan jumlah suku kata pada liriknya, namun struktur frase melodinya sama persis.

Page 7: MAKNA METAFORIS YANG TERKANDUNG DALAM LAGU …

58

Si pencipta mungkin dengan sengaja membuat struktur lagu tersebut sederhana supaya mudah dihafal oleh semua kalangan. Dengan demikian si pencipta bermaksud memberikan sajian musik easy listening yang mudah dipahami. Dengan kata lain si pencipta tidak ingin menitikberatkan pada makna melodi atau struktur musikalnya melainkan ingin menitikberatkan pada makna lirik/bahasanya.

Ritmis (ritme), seperti yang telah dijelaskan sebelumnya ritme memiliki implikasi yaitu tempo, dan tempo memiliki implikasi yaitu irama. Tempo yang digunakan dalam lagu “Tikus-Tikus Kantor” karya Iwan Fals ini adalah tempo sedang dengan irama country dan sedikit sentuhan blues pada ornamen fiiler melodinya. Mengapa irama country dan terdapat sentuhan blues dalam lagu ini, apakah terdapat pesan tertentu dalam pemilihan irama tersebut. untuk mengetahui jawabannya marilah kita menengok tentang sejarah musik country dan blues. Musik country adalah musik yang berasal dari Amerika bagian selatan, di Negara asalnya tersebut musik ini merupakan musik rakyat kaum penggembala sapi. Itulah sebabnya mengapa country selalu diidentikan dengan cowboy (bocah laki-laki penggembala sapi). Sebagai musik rakyat, genre ini merupakan musik bagi kalangan masyarakat status sosial rendah. Sedangkan musik blues pada awalnya muncul dari semangat para budak Afro-Amerika untuk memperoleh kebebasan. Pada Awalnya blues yang merupakan benih munculnya musik jazz, lahir karena gejolak hati budak negro yang menginginkan kebebasan, sebagai budak belian yang dipekerjakan di perkebunan-perkebunan milik orang Amerika di Eropa, komunikasi mereka sangat terbatas, bahkan dilarang berkomunikasi atau berbicara sekalipun. Untuk berkomunikasi mereka hanya bersiul, bernyanyi, atau memukul benda-benda disekitar mereka. Untaian nyanyian dan siulan mereka membentuk sebuah untaian nada yang akhirnya menjadi cikal bakal lahirnya musik blues-jazz, dan musik-musik dunia di wilayah tersebut, yang didominasi oleh improvisasi (Hendro, 2007:2). Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa country mencitrakan musik kaum rakyat kecil sedangkan blues merupakan semangat pemberontakan kepada kaum penguasa. Sehingga menurut hemat penulis, pemilihan irama country dan blues yang dipilih Iwan Fals ini ingin mewakili suara rakyat kecil dalam pemberontakan terhadap kaum penguasa.

Dinamika, tidak terdapat perubahan dinamika yang cukup kontras dalam lagu ini karena lagu ini merupakan musik pop konsumsi masa. Seperti yang telah dijelaskan Vincent dalam bukunya yang berjudul Imagination bahwa:

“kebanyakan musik yang kita dengar di radio maupun televisi menggunakan dinamika yang stabil dan tidak berubah, kebanyakan musik populer tidak menggunakan variasi dinamik” (Vincent, 2013:56).

Timbre (warna suara) tidak ada pemilihan warnna suara yang mendukung makna secara kontekstual di sini. Terdapat ornamen harmonika dan biola dalam lagu ini. Penulis melihat pemilihan timbre di sini adalah sebagai pendukung untuk memperkuat makna secara tekstual. Pada warna suara ornamen fiiler harmonika dan biola dengan potongan-potongan lick melodi pentatonik blues, timbre dari harmonika dan biola di sini ingin memperkuat bahwa musik tersebut merupakan irama country dan blues. Timbre biola di sini tidak menggambarkan kesan sedih secara kontekstual karena berada dalam tempo yang sedang cenderung agak cepat dan menggunakan lick pentatonik blues yang tidak menimbulkan efek kesedihan, namun hanya ingin menggambarkan bahwa musik tersebut merupakan musik country dan blues.

Page 8: MAKNA METAFORIS YANG TERKANDUNG DALAM LAGU …

59

Makna Yang Terkandung Dalam Bahasa/Lirik Lagu

Sebelum membahas sistem tanda yang terkandung dalam lirik lagu “Tikus-Tikus Kantor” karya Iwan Fals ini, berikut penulis paparkan lirik lagu tersebut.

Tikus-Tikus Kantor

Kisah usang tikus-tikus kantor Yang suka berenang disungai yang kotor

Kisah usang tikus-tikus berdasi Yang suka ingkar janji lalu sembunyi

Di balik meja teman sekerja Di dalam lemari dari baja

Kucing datang cepat ganti muka Segera menjelma bagai tak tercela

Masa bodoh hilang harga diri Asal tak terbukti ah tentu sikat lagi

Tikus-tikus tak kenal kenyang Rakus-rakus bukan kepalang

Otak tikus memang bukan otak udang Kucing datang tikus menghilang

Kucing-kucing yang kerjanya molor Tak ingat tikus kantor datang men-teror

Cerdik licik tikus bertingkah tengik Mungkin karena sang kucing pura-pura mendelik

Tikus tahu sang kucing lapar Kasih roti jalanpun lancar

Memang sial sang tikus teramat pintar Atau mungkin si kucing yang kurang ditatar!

(Sumber: www.liriklaguasia.com)

Dalam lirik tersebut terdapat dua ekor hewan yang dijadikan ikon yakni tikus dan kucing. Berdasarkan konsep teoritik yang telah dipaparkan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa ikon tersebut merupakan ikon metaforis karena tidak menunjukan adanya kemiripan antara tanda dengan acuannya. Yang mirip bukanlah tanda dengan acuannya, melainkan antara dua acuan yang diacu oleh tanda yang sama. Tanda tikus dalam lirik tersebut mengacu pada binatang tikus (acuan langsung) dan pada manusia yang licik dan menjadi hama bagi orang lain (acuan tak langsung). Di antara kedua acuan tersebut memiliki ciri yang sama, yakni sifat licik dan menjadi hama bagi orang lain/suka menggerogoti materi yang bukan haknya sehingga dapat disimpulkan bahwa tanda tikus ini mewakili sifat manusia yang licik dan suka menggerogoti materi yang bukan haknya. Tanda tikus di sini adalah sebagai ikon utama yang didampingi dengan ikon lainnya yakni kucing. Kita tidak dapat secara langsung menyamakan

Page 9: MAKNA METAFORIS YANG TERKANDUNG DALAM LAGU …

60

sifat yang dimiliki binatang kucing dengan sifat manusia karena tanda kucing tersebut merupakan peran pendamping, namun hal ini dapat kita sikapi dengan membandingkan hubungan antara peran utama dan peran pendamping tersebut yakni tanda tikus dan kucing. Dalam rantai makanan binatang kucing merupakan predator bagi tikus, sehingga dapat disimpulkan bahwa tanda kucing di sini menggambarkan musuh dari si tikus (manusia yang memiliki sifat suka menggerogoti materi yang bukan haknya). Dengan demikian tanda kucing di sini mewakili tokoh manusia yang mempunyai tugas menegakkan keadilan dengan meringkus oknum-oknum nakal tersebut. Dapat disimpulkan ikonitas yang dimunculkan dalam lagu ini ialah tikus (sebagai peran utama) dan kucing, tikus mewakili para koruptor dan kucing mewakili petugas pemberasan korupsi yang pada saat ini instansinya disebut dengan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).

Untuk mengetahui secara lebih detail marilah kita telaah lirik lagu ini tiap baitnya. Berikut penggalan lirik pada bait pertama.

Kisah usang tikus-tikus kantor Yang suka berenang disungai yang kotor

Kisah usang tikus-tikus berdasi Yang suka ingkar janji lalu sembunyi

Dapat dilihat terdapat persamaan rima pada sajak tersebut. Persamaan suku kata ‘tor’ pada baris pertama dan kedua, serta suku kata ‘i’ pada baris ketiga dan keempat tentu bukanlah suatu kebetulan. Hal ini pastinya disengaja oleh si pencipta untuk menimbulkan kesan estetika pada bait tersebut. Pada baris pertama dan kedua mengandung makna konotatif, dalam pantun disebut juga sebagai sampiran, pada baris ketiga dan keempat mengandung makna denotatif, dalam pantun disebut juga sebagai isi. Persamaan suku kata ‘tor’ pada baris pertama dan kedua, lalu persamaan suku kata ‘i’ pada baris ketiga dan keempat dapat dikatakan bahwa bait ini memiliki motif A-A-B-B.

Bait Kedua:

Di balik meja teman sekerja Di dalam lemari dari baja

Pada bait kedua di atas terdapat persamaan rima juga. Suku kata pada baris pertama dan kedua sama-sama menggunakan suku kata ‘ja’. Pada baris pertama memiliki makna denotatif, sedangkan pada baris kedua memiliki makna konotatif. Kalimat “di dalam lemari dari baja” pada baris kedua ingin menggambarkan bahwa orang tersebut kebal dan gerak- geriknya tidak mudah diketahui karena berlindung di dalam lemari dari baja.

Bait ketiga:

Kucing datang cepat ganti muka Segera menjelma bagai tak tercela

Masa bodoh hilang harga diri Asal tak terbukti ah tentu sikat lagi

Pada bait ketiga juga terdapat persamaan rima. Persamaan suku kata ‘a’ pada baris pertama dan kedua, lalu persamaan suku kata ‘i’ pada baris ketiga dan keempat. Sama seperti

Page 10: MAKNA METAFORIS YANG TERKANDUNG DALAM LAGU …

61

bait pertama, bait ini memiliki motif A-A-B-B. Pada baris pertama dan kedua berupa sampiran, kemudian baris ketiga dan keempat berupa isi.

Bait keempat:

Tikus-tikus tak kenal kenyang Rakus-rakus bukan kepalang

Otak tikus memang bukan otak udang Kucing datang tikus menghilang

Pada baris keempat tersebut juga terdapat persamaan rima. Persamaan suku kata terdapat pada suku kata terakhir baris pertama, kedua, ketiga, dan keempat yakni suku kata ‘ang’. Baris pertama, kedua, ketiga, dan keempat merupakan makna konotatif. Tidak terdapat makna denotatif pada bait ini, namun makna konotatif tersebut merupakan suatu penanda untuk petanda makna denotatif. Pada bait pertama dan kedua menggambarkan oknum-oknum nakal (koruptor) yang tidak pernah puas menggerogoti uang rakyat dengan rakus. Pada baris ketiga dan keempat menggambarkan bahwa oknum-oknum nakal (koruptor) tersebut sangat pintar mengelabui lembaga yang memiliki wewenang untuk menangkap mereka.

Bait kelima:

Kucing-kucing yang kerjanya molor Tak ingat tikus kantor datang men-teror

Pada bait kelima tersebut juga terdapat persamaan rima yakni persamaan suku kata terakhir pada bait pertama dan kedua yakni persamaan suku kata ‘or’. Pada bait ini sama seperti bait sebelumnya yaitu hanya terdapat makna konotatif. Bait ini menggambarkan lembaga yang memiliki wewenang memberantas koruptor bekerja lamban padahal koruptor-koruptor sudah semakin meraja rela.

Bait keenam:

Cerdik licik tikus bertingkah tengik Mungkin karena sang kucing pura-pura mendelik

Pada bait keenam ini juga terdapat persamaan suku kata yakni suku kata ‘ik’. Hanya terdapat makna konotatif pada bait ini. Bait ini menggambarkan bahwa koruptor-koruptor tersebut makin menjadi-jadi karena lembaga yang berwenang tidak melakukan apapun dan hanya berpura-pura menjalankan tugas, mungkin karena terkena suapan atau lain sebagainya.

Bait ketujuh: Tikus tahu sang kucing lapar

Kasih roti jalanpun lancar Memang sial sang tikus teramat pintar

Atau mungkin si kucing yang kurang ditatar

Pada bait ketujuh ini terdapat empat baris yang juga memiliki persamaan suku kata pada tiap akhir baris yakni suku kata ‘ar’. Pada bait ini baris pertama, kedua, ketiga, dan keempat memiliki makna denotatif. Bait ini memiliki motif A-A-A-A karena keseluruhan

Page 11: MAKNA METAFORIS YANG TERKANDUNG DALAM LAGU …

62

barisnya memiliki persamaan suku kata yang sama. Pada baris pertama dan kedua menggambarkan pintarnya para koruptor memberi suapan pada lembaga yang memiliki wewenang membarantas koruptor. Pada baris ketiga dan keempat menggambarkan kepintaran para koruptor sehingga seringkali lolos dari jerat hukum, hal tersebut mungkin juga dikarenakan karena lemahnya sumber daya manusia lembaga berwenang pemberantas korupsi dalam menjalankan tugasnya.

Setelah meninjau dari keseluruhan lirik lagu ini, dapat dilihat bahwa si pencipta tidak sekedar menyampaikan pesan kepada para pendengarnya, namun juga memperhatikan estetika dari struktur bahasa tersebut. Hal ini dapat dilihat dari keseragaman rima pada tiap baitnya.

Kaitan Karya Iwan Fals Dengan Konteks Sosial Masyarakat

Lewat lagu-lagunya Iwan Fals berusaha menyuarakan apa yang selama ini terjadi di masyarakat Indonesia. Ia juga banyak mengkritik atas perilaku sekelompok orang seperti wakil rakyat, empati bagi kelompok marginal seperti lagu “Tikus-Tikus Kantor” ini. Melalui musik, manusia mengekspresikan perasaan, harapan, aspirasi, dan cita-cita, yang merepresentasikan pandangan hidup dan semangat zamannya. Oleh karena itu, melalui kesenian kita juga bisa menangkap ide-ide dan semangat yang mewarnai pergulatan zaman bersangkutan. Indonesia sendiri adalah suatu negeri yang kaya dengan berbagai karya seni, khususnya seni musik, yang mewakili pandangan hidup dan semangat zamannya. Salah satu era yang penting dalam perjalanan bangsa ini adalah era Orde Baru yang dimulai dengan naiknya Jenderal Soeharto ke tampuk pimpinan pemerintahan pada penghujung 1960-an sampai berakhirnya kekuasaan Presiden Soeharto pada penghujung 1990-an. Salah satu grup musik yang sempat mewarnai era Orde Baru adalah Swami, dengan ikonnya Iwan Fals. Mereka telah menelurkan sejumlah album dan salah satu yang menonjol adalah album Swami I. Lirik-lirik lagu dalam album Swami I ini mewakili pandangan hidup mereka, sekaligus mengekspresikan semangat zamannya. Untuk memahami lirik-lirik lagu yang ditampilkan dalam album Swami I, kita perlu meninjau konteks kondisi sosial, ekonomi, dan politik Indonesia pada era tersebut.

Perkembangan sastra Indonesia pasca 1965 tidak terlepas dari faktor situasi sosial politik pada masa awal kelahiran Orde Baru. Pada periode tersebut terjadilah peristiwa penting baik pada bidang sosial, politik, maupun kebudayaan. Dalam bidang kebudayaan termasuk di dalamnya kesusastraan, peristiwa yang cukup penting dan menentukan bagi kehidupan kesusastraan untuk masa berikutnya adalah kemenangan kubu Manikebu dengan paham humanisme universalnya dan kekalahan kubu Lekra dengan paham realisme sosialnya. Teeuw (1986: 43) mencatat bahwa di bidang kebudayaan, segala macam kelompok dan perorangan, yang praktis tutup mulut sejak 8 Mei 1964, menjadi kembali bergerak dan mulai memperdengarkan suara mereka. Koran-koran dan majalah yang pernah dilarang pada masa Orde Lama, memulai kembali penerbitannya. Juga terbit majalah baru, yakni Horison sebagai majalah sastra. Keith Foulcher (Prisma, 1988: 20) mengatakan bahwa sebagian dari karya sastra terpenting awal periode Orde Baru dapat dilihat sebagai pemekaran energi yang kemungkinan tampak tidak mempunyai tempat dalam iklim sekitar tahun 1965, ketika pendefisian kesetiaan politik mendominasi sebagian kerja dan hasil kreatif orang Indonesia.

Kemungkinan-kemungkinan tersebut adalah munculnya pembaruan dan eksperimen penciptaan karya sastra yang lebih bebas. Berkaitan dengan munculnya pembaruan dan eksperimen penciptaan karya sastra, Jakob Surmadjo (1984: 6-7) membuat analisis sosiologis

Page 12: MAKNA METAFORIS YANG TERKANDUNG DALAM LAGU …

63

dengan menyebut tiga faktor sebagai titik tolak. Latar belakang sosiologis munculnya pembaruan dan inovasi tersebut, selain karena situasi sosial politik awal Orde Baru, Jakob Sumardjo menambahkan dengan faktor maecenas Dewan Kesenian Jakarta dan faktor pergantian generasi sastra. Dengan adanya Dewan Kesenian Jakarta, aktivitas kesenian memperoleh subsidi dari pemerintah DKI. Dewan ini memberikan kesempatan kepada para seniman untuk berkreasi secara merdeka. Dengan demikian, kebebasan yang dimiliki ditambah dengan penyediaan fasilitas menyebabkan kegairahan mencipta semakin semarak. Sedangkan faktor pergantian generasi sastra menekankan pada munculnya kecenderungan untuk bereksperimen pada sastrawan yang baru mulai karier kesastraannya pada dekade 70-an, seperti Sutardji Calzoum Bachri, Danarto, Budi Darma dan Putu Wijaya.

Sebagai hasil olah pikir atau kreativitas seseorang seniman, karya sastra memancarkan hal-hal yang tersangkut pada proses sosio budaya dimana karya sastra itu berada. Hal-hal yang terpancarkan oleh karya sastra disebabkan keterlibatan seseorang seniman dalam memandang, menghayati, dan menginterpretasikan suatu yang sedang terjadi dalam masyarakatnya hal ini bisa berupa pola berpikir, ekonomi, sosial, politik, agama maupun seni.

Kesimpulan

Berdasarkan dari pembahasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa makna dari lagu “Tikus-Tikus Kantor” karya Iwan Fals ini memiliki makna kiasan metafora yang ingin menggambarkan watak para koruptor yang licik yang diwakilkan dengan ikon tikus kantor. Lagu ini merupakan sebuah kritik sosial yang menggambarkan kerakusan para koruptor merampas uang rakyat dan pintarnya para koruptor mengelabui pihak aparat penegak hukum yang ingin menangkapnya bahkan melakukan kongkalikong. Pencipta lagu mengumpamakan koruptor dengan tikus dan aparat penegak hukum dengan kucing.

Bahasa/Lirik dan struktur musikal yang terkandung dalam lagu ini saling memiliki keterkaitan. Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa irama lagu ini adalah country dan memiliki ornamen melodi blues yang dalam sejarahnya country di negara asalnya Amerika merupakan musik rakyat dengan status sosial rendah dan blues merupakan musik yang lahir dari semangat pemberontakan. Sehingga pemilihan irama ini dalam struktur musikalnya ingin menggambarkan bahwa si pencipta berada pada pihak rakyat kecil, tentu hal ini mendukung esensi dari makna lirik lagu yang telah dijelaskan sebelumnya mengenai rakusnya para koruptor dan pintarnya para koruptor mengelabui pihak aparat penegak hukum. Sikap para koruptor tersebut sangat tidak disukai oleh rakyat, hal ini dapat dilihat dengan muncul ikon metaforis yang menyamakan para koruptor dengan kiasan tikus, di mana tikus merupakan hama.

References

Aminuddin, Pengantar Apresiasi Karya Sastra, CV. Sinar Baru Offset, Bandung, 1987.

Barthes, Roland. Terj. Stephen Heath. 2010. Imaji Musik Teks. Yogyakarta : jalasutra.

Berendt, Joachim E., The Jazz Book From Ragtime to Fussaion And Beyond, (revised by Gunther Huesmann; new selections for the 1992 edition were translate from the German by Tim Nevill).

Page 13: MAKNA METAFORIS YANG TERKANDUNG DALAM LAGU …

64

Damono, Supardi Djoko, Sosiologi Sastra : Sebuah Pengantar Ringkasan, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 1978.

Djohan, Psikologi Musik, Buku Baik, Yogyakarta, 2005.

Fontaine, Paul. Basic Formal Structure in Music, Meredith Publishing Company, New York, 1967.

Gatara, Said, Sosiologi Politik, CV. Pustaka Setia, Bandung, 2007.

Hoffer, Charles R., A Concise Introduction to Music Listening. Wadsworth Publishing Company, California, 1984.

Irawati, Ratna, “Masyarakat Jurnal Sosiologi, Etika Dan Profesi” , PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1992.

Kernfeld, Barry, The New Grove Dictionary of Jazz second Edition vol.2, Macmillan Publishers Limited, New York, 2002.

Mack, Dieter, Apresiasi Musik Populer, Yayasan Pustaka Nusatama, Yogyakarta, 1995.

__________, Sejarah Musik jilid II, Pusat Musik Liturgi, Yogyakarta, 2009.

__________, Sejarah Musik jilid III, Pusat Musik Liturgi, Yogyakarta, 1995.

McDermott, Vincent, Imagi-nation: Membuat Musik Biasa Jadi Luar Biasa, Art Musik Today, Yogyakarta, 2013.

Sahid, Nur, Semiotika Teater: Teori, Metode dan Penerapannya, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2015

Soemardjo, Jakob dan saini, Apresiasi Kesusastraan, PT. Raja Grapindo Persada, Jakarta, 1994.

Sudjiman, Panuti dan Aart Van Zoest, Serba-Serbi Semiotika, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1992.

Teew, Membaca dan Nilai Sastra, Gramedia, Jakarta, 1983.

Prier sj, Karl- Edmund, Sejarah Musik I, Pusat Musik Liturgi, Yogyakarta, 1991.

__________________, Kamus Musik, Pusat Musik Liturgi, Yogyakarta, 2011.