makalah ujian
DESCRIPTION
tugasTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Ilustrasi Kasus
1. Identitas
Nama pasien : Ny. R
Nomor MR : 070514
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 47 tahun
Pekerjaan : IRT
Alamat : Villa Raya, Jl. WR. Supratman
Agama : Kristen
Diagnosa : Adenomioma
Tindakan : Histerektomi
2. Keluhan Utama
(Diperoleh melalui autoanamnesis pada tanggal 7 Mei 2014 jam 08.30 di
Ruang Melati 5 RS. Bhayangkara Polda Bemgkulu)
Nyeri di perut bagian bawah saat haid yang semakin bertambah sejak 2 bulan
yang lalu.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 2 bulan yang lalu, pasien mengeluh nyeri di perut bagian bawah
saat haid yang semakin bertambah. Pasien tidak bisa tidur apabila nyeri
timbul. Darah yang keluar saat haid sangat banyak yaitu sekitar 2L. Pasien
mengkonsumsi obat propolis sejak 6 bulan yang lalu dan sejak saat itu nyeri
nya semakin bertambah. Nyeri saat berhubungan disangkal. Keluhan lain
tidak ada.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan bahwa nyeri saat haid sudah dirasakan sejak 7
tahun yang lalu tetapi 2 bulan terakhir semakin bertambah.
1
Riwayat hipertensi, DM dan asma disangkal.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami penyakit yang sama
sepeti yang dialami pasien.
6. Riwayat Sosial
Saat ini pasien tinggal di rumah bersama suaminya. Pasien memiliki
satu orang anak yang sedang kuliah di Kota Medan.
7. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
Kesan Sakit : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Status Gizi : BB : 70 kg
TB : 150 cm
Tanda Vital
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Nadi : 90x/menit
Pernafasan : 20x/menit
Suhu : 37,5oC
Status Generalis
a. Kepala
Bentuk : Normochepali, tidak ada deformitas
Rambut : warna hitam
b. Wajah
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak pucat, dan tidak ikterik
c. Mata
Konjungtiva : Anemis
Sclera : Tidak ikterik
Pupil : Isokhor, reflek cahaya langsung +/+
2
Reflek cahaya tidak langsung +/+
Gerakan bola mata baik
d. Telinga
Bentuk : Dalam batas normal
e. Hidung
Bagian luar : normal, tidak terdapat deformitas
Septum : terletak di tengah dan simetris
f. Mulut dan Tenggorok
Bibir : normal, tidak pucat, tidak sianosis
Mukosa mulut : normal, tidak hiperemis
Tonsil : tidak hiperemis
Faring : tidak hiperemis, arcus faring simetris,
uvula di tengah
Mallampati score : 1 pilar faring (+) uvula (+) palatum mole
(+)
Tiromental junction : 7 cm
Temporomandibular joint : baik
g. Leher
Bendungan vena : tidak terdapat bendungan vena
Kelenjar tiroid : tidak membesar, mengikuti gerakan, simetris
Trakea : di tengah
JVP : tidak meninggi
KGB : tidak membesar, tidak ada massa
h. Kulit
Warna :Sawo matang, tidak pucat
i. Thoraks
Paru
Inspeksi dan palpasi : Bentuk dan gerak simetris kiri dan kanan
Auskultasi : suara nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing
-/-
Jantung : Dalam batas normal
3
Auskultasi : bunyi jantung 1 dan 2 reguler
j. Ekstremitas
Tidak tampak deformitas
Akral hangat pada keempat ekstremitas
Tidak terdapat udem pada keempat ekstremitas
k. Status Urologis
Ginjal kiri dan kanan tidak teraba, nyeri ketok -/-
Buli-buli kosong, terpasang folley catheter efektif
8. Pemeriksaan Penunjang
Hematologi
Hemoglobin : 7,2 g/dl (rentang normal: 14.0-16.0 g/dL)
Hematokrit : 28%
Leukosit : 11400/mm3 (rentang normal: 5.000-10.000/mm3)
Trombosit :210.000/mm3(rentang normal:150.000-400.000 mm3)
9. Diagnosis
Adenomioma
10. Konsul Anestesi
Konsul anestesi dilakukan tanggal 7 Mei 2014 pukul 09.00 oleh dr. Yalta
Hasanudin, Sp.An:
Prinsip setuju tindakan anestesi, saran :
1. Puasa 6 jam pre op
2. Sedia darah
3. Pasien ASA I
B. Pre-Operatif
Premedikasi
Premedikasi yang diberikan pada pasien yaitu Dexamethasone 10 mg. Cairan
infus yang diberikan RL 1 kolf.
Tindakan sebelum premedikasi dilakukan:
Pasien diposisikan pada posisi pronasi
4
Memasang sensor finger pada ibu jari tangan pasien untuk monitoring
SpO2.
Memasang manset pada lengan pasien untuk monitoring tekanan darah.
Memastikan cairan infus berjalan lancar.
C. Durante Operatif
1. Induksi anestesi
a. Persiapan alat dan mesin anestesi untuk intubasi
Mempersiapkan mesin anestesi, monitor anestesi, face mask, tensi
meter, saturasi oksigen serta mengecek tabung O2, N2O, Isofluran, dan
Sevofluran. Mempersiapkan STATICS:
S = Scope. Stetoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung.
Laringoskop. Piih bilah dan blade yang sesuai dengan usia pasien.
Lampu harus cukup terang.
T = Tube. ETT (endotrakeal tube) ukuran 6,5 – 7,0
A = Airway. Orofaringeal Airway (guedel)
T = Tape. Plester untuk fiksasi eksterna.
I = Introducer. Mandrin atau stilet dari kawat yang mudah
dibengkokkan untuk pemandu supaya pipa trakea mudah
dimasukkan.
C = Connector. Penyambung antara pipa dan peralatan anestesi.
S = Suctions. Penyedot ludah, lendir, dll.
b. Mempersiapkan obat anestesi yaitu :
Propofol 140 mg
Fentanil (Fentanyl Dihydrogenum Citrate) 100 µg
Roculax (Rocuronium bromide) 35 mg
c. Waktu anestesi dan operasi
Jam anestesi mulai: 13.30 WIB
Jam anestesi selesai: 14.30 WIB
Jam operasi mulai: 13.40 WIB
Jam operasi selesai: 14.20 WIB
5
2. Prosedur anestesi
General Anestesi dengan teknik intubasi
a. Lakukan pemasangan face mask. Dalamkan anestesi dengan menggunakan
gas volatile yang poten yaitu sevofluran 3 vol %, O2 2 L/ menit, N2O 2 L/
menit. selama 5-10 menit.
b. Periksa refleks bulu mata, jika refleks bulu mata ( - ), masukkan obat-obat
anestesi dengan cara bolus yaitu Fentanil 100 µg, kemudian propofol 100
mg, selanjutnya roculax 25 mg.
c. Obat rocuronium bekerja ± 1 menit, perhatikan pergerakan dinding dada
simetris, kemudian segera lakukan intubasi.
d. Teknik Intubasi
Lepaskan face mask, pegang laringoskop dengan menggunakan tangan
kiri.
masukan laringoskop dari sisi mulut bagian kanan geser ke kiri, sambil
menelusuri lidah pasien sampai pangkal lidah, terlihat epiglotis, di
belakang epiglotis tampak plica vocalis kemudian masukan segera ETT
no. 7 sampai batas garis hitam pada ETT (22).
Lepaskan facemask, sambungkan ke ETT, sambil dipompa. Pastikan
ETT sudah masuk trakea dan periksa suara napas kanan = kiri dengan
stetoskop.
Pompa balon 10 cc udara. Lakukan pemasangan guedel.
Selanjutnya fiksasi eksterna ETT dengan plester. Hubungkan connector
dengan mesin anestesi.
Pompa balon 12x/menit, dengan volume tidal sekitar 400 cc, hingga
pasien bernafas spontan.
e. Teknik Ekstubasi
Memastikan pasien telah bernapas secara spontan
Melakukan suction pada airway pasien
Menutup sevofluran dan N2O, meninggikan O2 sampai 4-6 L/ menit
Mengempiskan balon, memastikan bahwa pasien sudah bangun dengan
memberikan rangsangan taktil, melepaskan plester, dan ETT. Segera
6
pasang face mask dan pastikan airway nya lancar dengan triple
manuver.
Setelah pasien benar – benar terbangun, lepaskan guedel lalu
pindahkan pasien ke ruang recovery room.
3. Monitoring anestesi
Lampiran
Perhitungan Terapi Cairan:
- Perhitungan cairan pengganti puasa: 6 jam x 2 ml/kg jam x 70 kg = 840 cc
- Maintenance: 2 ml x 70 kg = 140 cc
- Stress operasi: 6 x 70kg = 420 cc
- EBV: 70 x 50 kg = 4900 cc
Perdarahan:
- Tabung suction : 200 cc
- Kassa : 10 x 10 cc = 100 cc
- Kassa besar : 1 x 100 cc =100 cc
- Perkiraan total perdarahan : 400 cc
- Volume urin : 150 cc
- IWL : 15 x 70 kg / 24 jam = 1050/24 jam = 43,7 cc/ jam = 44 cc/jam
Cara Pemberian:
- Jam 1 : (50 % x 840) + 420 +140 = 980 cc
- Jam 2: (25 % x 840) + 420 + 140 = 770 cc + pengganti jumlah perdarahan
(400 cc) = 770 cc + kristaloid 2-4 kali jumlah perdarahan
= 770 cc + 800 cc = 1570 cc kristaloid (3 kolf)
Perhitungan balance cairan:
• Input: 770 cc + 1570 cc = 2340 cc (3 kolf RL + 1 kolf FimaHES)
• Output: Urin + IWL + perdarahan = 150 cc + 44 cc + 400 cc = 594 cc
• Balance cairan = + 1746 cc1
D. Post Operatif
1 Collins, VI.1996. Fluids and Electrolytes in Physicologic and Pharmachologic Bases of Anesthesia. Williams & Wilkins, USA, p : 165-187.
7
Keadaan pasca operasi:
- Novaldo 1000 mg drip infus RL 500 ml
- Aldrete score : 9 (layak ditransport ke ruang perawatan)
- Warna kulit : normal (2)
- Motorik : gerak 2 anggota tubuh (1)
- Pernapasan : spontan (2)
- Tekanan darah : ± 20 mmHg dari pre op (2)
- Kesadaran : Bangun jika dipanggil (1)
- Tekanan darah: 110/70 mmHg
- Nadi : 88 kali per menit
- Suhu : 37,50 C
- Pupil : isokhor
- Puasa lebih kurang 6 jam dan tirah baring 24 jam
E. H+1 Post Operatif
Pasien mendapat pengobatan asam mefenamat, ciprofloxacin dan
multivitamin. Pasien sudah merasa nyaman.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Preoperatif
Penilaian pertama pada preoperatif adalah riwayat kesehatan pasien.
Tanyakan kepada pasien riwayat operasi dan anestesi yang terdahulu dan penyakit
serius yang pernah dialami.2 Tujuan dari preoperatif adalah melakukan identifikasi
kondisi yang tidak terduga yang mungkin memerlukan terapi sebelum operasi atau
perubahan dalam penatalaksanaan operasi atau anestesia perioperatif, menilai
penyakit yang sudah diketahui sebelumnya, kelainan, terapi medis atau alternatif
yang dapat mempengaruhi anestesia perioperatif, memperkirakan komplikasi
pascabedah, dan sebagai dasar pertimbangan untuk referensi berikutnya.3 Selain
itu, dengan mengetahui keadaan pasien secara keseluruhan, dokter anestesi bisa
menentukan cara anestesi dan pilihan obat yang tepat pada pasien. Kunjungan
preoperasi pada pasien juga bisa menghindari kejadian salah identitas dan salah
operasi.
Evaluasi harus dilengkapi dengan klasifikasi status fisik pasien
berdasarkan skala The American Society of Anaesteshesiologist (ASA) yaitu:4
2 Latief, SA, Suryadi, KA, Dachlan, MR. 2001. Penuntun Praktis Anestesi. Jakarta : Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI3 The Association of Anaesthetists of Great Britain and Ireland. 2007. Recommendations For Standards Of Monitoring During Anaesthesia And Recovery4 Barash P.G, Cullen B.F, Stoelting R.K. Clinical Anesthesia 5thed. Lippincott Williams & Wilkins
9
Selanjutnya dokter anestesi harus menjelaskan dan mendiskusikan kepada
pasien tentang manajemen anestesi yang akan dilakukan, hal ini tercermin dalam
informed consent.
Anamnesis bisa dimulai dengan menanyakan adakah riwayat alergi
terhadap makanan dan obat-obatan, riwayat DM, riwayat asma, riwayat hipertensi,
riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, juga riwayat operasi dan
anestesi sebelumnya yang bisa menunjukkan kemungkinan komplikasi anestesi.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien yang sehat dan asimtomatik
setidaknya meliputi tanda-tanda vital (tekanan darah, heart rate, respirasi, suhu)
dan pemeriksaan airway, jantung, paru-paru, neurologis, dan sistem
muskuloskeletal. Pemeriksaan airway juga sangat penting. Pemeriksaan gigi
geligi, tindakan buka mulut, lidah relatif besar, leher pendek dan kaku sangat
penting untuk diketahui apakah akan menyulitkan dalam melakukan intubasi.
Pemeriksaan penunjang laboratorium rutin seperti pemeriksaan kadar
hematokrit, hemoglobin, leukosit, trombosit, urinalisis, ureum, kreatinin, EKG,
dan foto polos thoraks pada pasien.
Hal penting lainnya pada kunjungan pre operasi adalah informed consent
yang tertulis mempunyai aspek medikolegal yang dapat melindungi dokter bila
ada tuntutan. Dalam proses informed consent perlu dipastikan bahwa pasien
mendapatkan informasi yang cukup tentang prosedur yang akan dilakukan dan
resikonya. Tujuan kunjungan pre operasi bukan hanya untuk mengumpulkan
informasi yang penting, tetapi juga membantu membentuk hubungan dokter-
pasien. Bahkan pada interview yang dilakukan secara empatis dan menjawab
pertanyaan penting serta membiarkan pasien tahu tentang harapan operasi
menunjukkan hal tersebut setidaknya dapat membantu mengurangi kecemasan
yang dirasakan pasien.5
Penilaian Tampakan Faring dengan Skor Mallampati
5 Miller RD. Anesthesia. 5th ed Churcill Livingstone. Philadelphia 2000.
10
Skor Mallampati digunakan untuk memprediksi kemudahan intubasi. Hal
ini ditentukan dengan melihat anatomi rongga mulut didasarkan pada visibilitas
dasar uvula, pilar faring dan palatum molle.
Klasifikasi tampakan faring pada saat mulut terbuka maksimal dan lidah
dijulurkan maksimal menurut Mallampati dibagi menjadi 4 grade, yaitu:2
Gradasi Pilar faring Uvula Palatum molle1 + + +2 - + +3 - - +4 - - -
Penampakan faring pada tes Mallampati
Premedikasi anestesi
Premedikasi ialah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesi dengan
tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anesthesia
diantaranya yaitu:2
1. Meredakan kecemasan dan ketakutan
2. Memperlancar induksi anesthesia
3. Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus
11
2 Latief, SA, Suryadi, KA, Dachlan, MR. 2001. Penuntun Praktis Anestesi. Jakarta : Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI.
4. Meminimalkan jumlah obat anestetik
5. Mengurangi mual muntah pasca bedah
6. Mengurangi efek yang membahayakan
Premedikasi yang diberikan pada pasien yaitu Dexamethasone 10 mg
untuk mengurangi efek yang membahayakan.2
B. Durante Operatif
1. Induksi Anestesi2
Teknik Pemasangan intubasi trakea sebagai general anestesi
a. Dalamkan anestesi dengan menggunakan gas volatile yang poten selama
5-10 menit.
b. Berikan opioid (fentanil 2,5-5 mikrogram/kgbb, alfentanil 15-25
mikrogram/kgbb, sufentanil 0,25-0,5 mikrogram/kgbb, atau ramifentanil
0,5-1 mikrogram/kgbb).
c. Berikan lidokain 1,5 mg/kgbb intravena atau intratrakea.
d. Menggunakan beta-adrenergik blockade dengan esmolol 0,3-1,5
mg/kgbb, propanolol 1-3 mg, atau labetatol 5-20 mg).
e. Menggunakan anestesia topikal pada airway.
Penggunaan induksi pertama dengan propofol. Dosis profopol adalah
1-2 mg/kgBB sehingga dosis yang dibutuhkan pada pasien 100 mg (BB =
50kg). Propofol dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu
bersifat isotonik dengan kepekatan 1%. Propofol mengurangi aliran darah
otak, tekanan intracranial dan kecepatan metabolik otak. Efek hipnotik
sedative propofol menyebabkan pemulihan lebih cepat dan jarang terdapat
mual dan muntah. Onset of action dari propofol adalah 1 menit dan durasi of
action 5-10 menit.6
Analgetik yang diberikan pada pasien ini adalah fentanyl 100 µg.
dosisnya adalah 2-5 µg /kgBB. Turunan fenilperidin ini merupakan agonis
opioid poten. Sebagai suatu analgesik, fentanil 25-125 kali lebih poten
dibandinngkan morfin. Awitan yang cepat dan lama aksi yang singkat
6 Omoigui, Sota. 2012. Obat-Obatan Anestesi Edisi II. Jakarta : EGC
12
mencerminkan kelarutan lipid yang lebih besar dibandingkan morfin.
Stabilitas kardiovaskular dapat dipertahankan walaupun dalam dosis besar
saat digunakan sebagai anetesi tunggal. Waktu pemberian fentanil 30 detik,
onset of action 5-15 menit, durasi of action 30-60 menit. Pada pasien yang
secara hemodinamik stabil, analgesic dapat diberikan 2-4 menit sebelum
laringoskopi untuk memperlemah respon presor terhadap intubasi.7
Teknik anestesi yang dipilih adalah intubasi dengan endotrakeal tube
karena diperkirakan operasi akan berlangsung lama (lebih kurang 1 jam) dan
agar lebih mudah mengontrol pernafasan diberikan muscle relaxant, karena
obat ini sangat membantu dalam pelaksanaan general anestesi serta
memudahkan untuk melakukan tindakan intubasi trakea. Muscle relaxant
yang diberikan yaitu Roculax (rocuronium bromide) 25 mg, dosisnya adalah
0,3 – 0,5 mg/ kgbb. Sehingga yang dibutuhkan dengan berat badan 50 kg
adalah 25 mg. Rocuronium merupakan obat pemblokir neuromuskular
nondepolarisasi steroid dengan lama aksi serupa dengan vekoronium yaitu
15-150 menit. Tidak ada perubahan yang secara klinis bermakna dalam
parameter hemodinamik. Awitan aksi rocuronium yaitu 45-90 detik, efek
puncaknya 1-3 menit.8
Pada general anestesi dibutuhkan kadar obat anestesi yang adekuat
yang bisa dicapai dengan cepat di otak dan perlu dipertahankan kadarnya
selama waktu yang dibutuhkan untuk operasi. Hal ini merupakan konsep yang
sama baik pada anestesi yang dicapai dengan anestesi inhalasi, obat intravena,
atau keduanya. Pada kasus ini maintenance anestesi diberikan dengan anestesi
inhalasi. Obat anestesi inhalasi yang dipakai adalah sevofluran 2 vol %.
Terapi cairan intravena dapat terdiri dari infus kristaloid, koloid, atau
kombinasi keduanya. Cairan yang paling umum digunakan adalah larutan
Ringer laktat. Ringer laktat umumnya memiliki efek yang paling sedikit pada
komposisi cairan ekstraseluler dan menjadi cairan yang paling fisiologis
ketika volume besar diperlukan. Kehilangan darah selama durante operasi 7 Syamsuhidayat, R dan Wim, de Jong. 2004.Buku Ajar Ilmu Bedah.Jakarta:EGC
8 Wallace MC, Haddadin AS. Systemic and pulmonary arterial hypertension. In: Hines RL, Marschall KE, editors. Stoelting �s anesthesia and co-existing disease. 5th ed. Philadelphia: Elsevier; 2008.p.87-102.
13
biasanya digantikan dengan cairan kristaloid sebanyak 3 hingga empat kali
jumlah volume darah yang hilang.
2. Prosedur Anestesi
Anestesi umum (general anestesi) atau bius total disebut juga dengan
nama narkose umum (NU). Anestesi umum adalah meniadakan nyeri secara
sentral disertai hilangnya kesadaran yang bersifat reversibel. Anestesi umum
biasanya dimanfaatkan untuk tindakan operasi besar yang memerlukan
ketenangan pasien dan waktu pengerjaan lebih panjang.Cara kerja anestesi
umum selain menghilangkan rasa nyeri, menghilangkan kesadaran, dan
membuat amnesia, juga merelaksasi seluruh otot. Maka, selama penggunaan
anestesi juga diperlukan alat bantu nafas, selain deteksi jantung untuk
meminimalisasi kegagalan organ vital melakukan fungsinya selama operasi
dilakukan.
Tindakan yang dilakukan pada pasien ini menggunakan general
anestesi dengan teknik intubasi trakea. Intubasi trakes adalah tindakan
memasukkan pipa trakea ke dalam trakea antara pita suara dan bifurkasio
trakea. Indikasi intubasi trakea adalah :
a. Menjaga patensi jalan nafas oleh sebab apapun.
b. Mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi
c. Pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi.
Sedangkan kesulitan dalam melaksanakan intubasi yaitu, leher pendek
berotot, mandibula menonjol, maksila/gigi depan menonjol, uvula tak terlihat
(mallampati score 3 atau 4), gerak sendi temporomandibular terbatas, gerak
vertebra servikal terbatas.
Adapun komplikasi selama pelaksaaan intubasi yaitu trauma gigi
geligi, laserasi bibir, gusi, laring, merangsang saraf simpatis, intubasi
bronkus, intubasi esophagus, aspirasi, dan spasme bronkus.
3. Monitoring Anestesi
14
Mempertahankan kestabilan hemodinamik selama periode
intraoperatif adalah sama pentingnya dengan pengontrolan hipertensi pada
periode preoperatif. Pada hipertensi kronis akan menyebabkan pergeseran
kekanan autoregulasi dari serebral dan ginjal. Sehingga pada penderita
hipertensi ini akan mudah terjadi penurunan aliran darah serebral dan iskemia
serebral jika TD diturunkan secara tiba-tiba. Terapi jangka panjang dengan
obat antihipertensi akan menggeser kembali kurva autregulasi kekiri kembali
ke normal. Karena kita tidak bisa mengukur autoregulasi serebral sehingga
ada beberapa acuan yang sebaiknya diperhatikan, yaitu:9
- Penurunan MAP sampai dengan 25% adalah batas bawah yang maksimal
yang dianjurkan untuk penderita hipertensi.
- Penurunan MAP sebesar 55% akan menyebabkan timbulnya gejala
hipoperfusi otak.
Terapi dengan antihipertensi secara signifikan menurunkan angka
kejadian stroke. Pengaruh hipertensi kronis terhadap autoregulasi ginjal,
kurang lebih sama dengan yang terjadi pada serebral. Anestesia aman jika
dipertahankan dengan berbagai teknik tapi dengan memperhatikan kestabilan
hemodinamik yang kita inginkan. Anestesia dengan volatile (tunggal atau
dikombinasikan dengan N2O), anestesia imbang (balance anesthesia) dengan
analgetik + N2O + pelumpuh otot, atau anestesia total intravena bias
digunakan untuk pemeliharaan anestesia. EKG diperlukan untuk mendeteksi
terjadinya iskemia jantung. Produksi urine diperlukan terutama untuk
penderita yang mengalami masalah dengan ginjal, dengan pemasangan
kateter urine, untuk operasi-operasi yang lebih dari 2 jam.
Salah satu tugas utama dokter anestesi adalah menjaga pasien yang
dianestesi selama operasi. Parameter yang biasanya digunakan untuk monitor
pasien selama anestesi adalah:
a. Frekuensi nafas, kedalaman dan karakter
b. Heart rate, nadi, dan tekanan darah
9 Neligan P. Hypertension and anesthesia; Available at: http:// www. 4um.com/ tutorial/anaesthbp.htm. Accessed Aug 16th 2007.
15
c. Warna membran mukosa, dan capillary refill time
d. Kedalaman / stadium anestesi (tonus rahang, posisi mata, aktivitas reflek
palpebra)
e. Kadar aliran oksigen dan obat anestesi inhalasi
f. Pulse oximetry: saturasi oksigen, suhu.
Pada kasus ini selama proses anestesi, saturasi oksigen pasien tidak
pernah < 95%, tekanan darah pasien dalam batas normal (S 95-110, D 60-70).
C. Post-Operatif
Pada post operatif, diberikan obat analgetik berupa novaldo (metamizole
sodium) 1000 mg di drip RL 1 kolf.
Aldrete scoring
No KRITERIA SCORE1. Warna Kulit
a. Kemerahan / normalb. Pucatc. sianonis
210
2. Aktifitas Monorika. Gerak 4 anggota tubuhb. Gerak 2 anggota tubuhc. Tidak ada gerakan
210
3. Pernafasana. Nafas dalam, batuk, dan tangis kuatb. Nafas dalam dan adekuatc. Apnea atau nafas tidak adekuat
210
4. Tekanan Daraha. ±20 mmHg dari preoperasib. 20-50 mmHg dari preoperasic. +50 mmHg dari preoperasi
210
5. Kesadarana. Sadar penuh mudah dipanggilb. Bangun jika dipanggilc. Tidak ada respon
210
Ket :a. Pasien dapat pindah ke bangsal, jika score
minimal 8 pasienb. Pasien dipindah ke ICU, jika score < 8 setelah
dirawat selama 2 jam
Aldrete score pada pasien ini yaitu 8 (layak dibawa keruang perawatan.
16
a. Warna kulit : normal (2)
b. Motorik : gerak 2 anggota tubuh (1)
c. Pernafasan : spontan (2)
d. Tekanan darah : ± 20 mmHg dari pre op (2)
e. Kesadaran : Bangun jika dipanggil (2)
D. Adenomioma10
1. Pengertian
Adenomiosis adalah keadaan terdapat jaringan endometrium di luar dinding
rongga rahim (penetrasi ke miometrium) atau disebut juga dengan
endometriosis. Tumor bisa tersebar merata di seluruh uterus, tetapi apabila
mengumpul disuatu tempat disebut dengan adenomioma. Jaringan biasanya
ditemukan di sekitar ovarium, peritoneum uterovesikal, dan ligamentum
sakrouterina.
2. Tanda dan gejala
a. Dismenore, yaitu perdarahan uterus yang abnormal, dan infertilitas.
b. Nyeri yang dirasakan 5-7 hari sebelum haid mencapai puncak dan
berlangsung selama 2-3 hari.
3. Komplikasi
Infertilitas akibat fibrosis, nyeri pelvic yang kronis dan karsinoma ovarii
(jarang terjadi).
4. Diagnosis
Satu-satunya cara yang pasti untuk mendiagnosis endometriosis adalah
laparaskopi atau laparatomi..
5. Tatalaksana
a. Preparat androgen seperti danazol (danocrine)
b. Progestin dan kontrasepsi oral kombinasi yang diberikan secara kontinu.
c. Agonis GnRH untuk menginduksi pseudomenopause (ooforektomimedis).
BAB III
10 Kowalak J.P, Welsh W, Mayer B. 2013. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC
17
PEMBAHASAN
1. Berapa MAC untuk anestesi inhalasi sevoflurane dan isoflurane?11
Minimal Alveolar Concentration adalah kadar minimal suatu obat inhalasi di
dalam alveoli pada tekanan 1 atm absolute, yang dapat mencegah terjadinya
gerakan pada 50% populasi apabila diberikan rangsangan nyeri standar.
2. Oksigen di udara ruangan adalah 21%, apa efeknya jika diberikan oksigen
100% kepada pasien pada saat operasi? Jelaskan tentang terapi oksigen.11
Terapi oksigen adalah pemberian oksigen dengan konsentrasi yang
lebih tinggi dari udara ruangan untuk mengatasi atau mencegah hipoksia.
Banyak cara yang bisa digunakan untuk memberikan oksigen dengan
berbagai konsentrasi oksigen yaitu lebih dari 21% sampai 100%, tergantung
pada alat atau metode terapi digunakan.2
Pada dasarnya, terapi oksigen digunakan untuk membuat
keseimbangan antara pasokan oksigen dan kebutuhan oksigen. Indikasi utama
terapi oksigen adalah adanya hipoksia jaringan yang terjadi karena:
Hipoksemia arterial (isi oksigen dalam arteri tidak memadai) atau
Kegagalan dari sistem transportasi oksigen-hemoglobin.
11 Ezekiel, Mark. 2005. Current Clinical Strategies, Handbook of Anesthesiology. USA
18
Pada pasien ini mengalami gagal napas karena diberikan obat anestesi
muscle relaxant (rocuronium bromide). Tujuan terapi oksigen pada gagal
napas adalah untuk mencapai dan mempertahankan pertukaran gas yang
memadai.
METODE PEMBERIAN OKSIGEN
A. Sistem Aliran Rendah
1. Kateter Nasal Oksigen : Aliran 1 - 6 liter/ menit menghasilkan oksigen
dengan konsentrasi 24-44 % tergantung pola ventilasi pasien. Bahaya :
Iritasi lambung, pengeringan mukosa hidung, kemungkinan distensi
lambung, epistaksis.
2. Kanula Nasal Oksigen : Aliran 1 - 6 liter / menit menghasilkan 02 dengan
konsentrasi 24-44 % tergantung pada polaventilasi pasien. Bahaya : Iritasi
hidung, pengeringan mukosa hidung, nyeri sinus dan epitaksis
3. Sungkup muka sederhana Oksigen : Aliran 5-8 liter/ menit menghasilkan
0 2 dengan konsentrasi 40 - 60 %. Bahaya : Aspirasi bila muntah,
penumpukan C02 pada aliran 02 rendah, Empisema subcutan kedalam
jaringan mata pada aliran 02 tinggi dan nekrose, apabila sungkup muka
dipasang terlalu ketat.
4. Sungkup muka" Rebreathing " dengan kantong 02 Oksigen : Aliran 8-12
l/menit menghasilkan oksigen dnegan konsentrasi 60 - 80%. Bahaya :
Terjadi aspirasi bila muntah, empisema subkutan kedalam jaringan mata
pada aliran 02 tinggi dan nekrose, apabila sungkup muka dipasang terlalu
ketat.
5. Sungkup muka " Non Rebreathing" dengan kantong 02 Oksigen : Aliran
8-12 l/menit menghasilkan konsentrasi 02 90 %. Bahaya : Sama dengan
sungkup muka "Rebreathing".
B. Sistem Aliran tinggi
19
1. Sungkup muka venturi (venturi mask) Oksigen : Aliran 4 -14 It / menit
menghasilkan konsentrasi 02 30 - 55 %. Bahaya : Terjadi aspirasi bila
muntah dan nekrosis karena pemasangan sungkup yang terialu ketat.
2. Sungkup muka Aerosol (Ambu Bag) Oksigen : Aliran lebih dan 10 V
menit menghasilkan konsentrasi 02 100 %. Bahaya : Penumpukan air
pada aspirasi bila muntah serta nekrosis karena pemasangan sungkup
muka yang terialu ketat.
BAHAYA TERAPI OKSIGEN
1. Toxicitas paru, pada pemberian Fi02 tinggi ( mekanisme secara pasti tidak
diketahui). Terjadi penurunan secara progresif compliance paru karena
perdarahan interstisiil dan oedema intra alveolar.
2. Retrolental fibroplasias. Pemberian dengan Fi02 tinggi pada bayi
premature pada bayi BB < 1200 gr, kebutaan
3. Barotrauma (Ruptur Alveoli dengan emfisema interstisial dan
mediastinum), jika 02 diberikan langsung pada jalan nafas dengan alat
cylinder Pressure atau auflet dinding langsung.
Tetapi perlu diketahui bahwa manfaat untuk memberikan oksigen
100% pada pasien dengan hipoksia berat lebih diutamakan dibandingkan
dengan kerugian yang diakibatkan keracunan oksigen.
20
3. Apa manfaat pemberian gas N2O bersamaan dengan O2 selama operasi?2,11
N2O sebagai analgetik, keuntungannya adalah menurunkan MAC dan
mempercepat ambilan/ efek dari gas anestesi, relative aman, induksi dan
recovery nya cepat, serta tidak memiliki efek samping pada otot polos.
Pemberian anestesi dengan N2O harus disertai O2 minimal 25%. Gas
ini bersifat anestetik lemah, tetapi analgesinya kuat. Pada akhir anestesi
setelah N2O dihentikan, maka N2O akan cepat keluar mengisi alveoli,
sehingga terjadi pengenceran O2 dan terjadilah hipoksia difusi.
21
BAB IV
KESIMPULAN
1. Pasien dengan diagnosis adenomioma menjalani operasi histerektomi.
Dilakukan general anestesi dengan teknik intubasi.
2. Pada penilaian preoperative, pasien tidak memakai gigi palsu. Alergi obat,
asma dan diabetes mellitus disangkal. Mallampati score 1, tiromental junction
7 cm, temporomandibular joint baik.
3. Pada durante operatif, induksi anestesi dengan menggunakan propofol 140
mg, fentanil 100 ug, rocuronium 35 mg. Untuk maintenance N2O 2L/ menit,
O2 2,5L/ menit dan isoflurane vol 2%.
4. Selama monitoring durante operatif status neurologis, kardiopulmonar,
hemodinamik, dan urologis pasien cukup stabil.
5. Post operatif menggunakan novaldo 1000 mg drip infus RL 500 cc. Pada
penilaian post operatif, aldrete score pasien berjumlah 8, yang
mengidentifikasikan bahwa pasien layak dipindahkan ke ruang perawatan.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Collins, VI.1996. Fluids and Electrolytes in Physicologic and
Pharmachologic Bases of Anesthesia. Williams & Wilkins, USA, p : 165-187.
2. Latief, SA, Suryadi, KA, Dachlan, MR. 2001. Penuntun Praktis Anestesi.
Jakarta : Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI.
3. The Association of Anaesthetists of Great Britain and Ireland. 2007.
Recommendations For Standards Of Monitoring During Anaesthesia And
Recovery
4. Barash P.G, Cullen B.F, Stoelting R.K. Clinical Anesthesia 5 thed. Lippincott
Williams & Wilkins
5. Miller RD. Anesthesia. 5th ed Churcill Livingstone. Philadelphia 2000.
6. Omoigui, Sota. 2012. Obat-Obatan Anestesi Edisi II. Jakarta : EGC
7. Syamsuhidayat, R dan Wim, de Jong. 2004.Buku Ajar Ilmu
Bedah.Jakarta:EGC
8. Wallace MC, Haddadin AS. Systemic and pulmonary arterial hypertension.
In: Hines RL, Marschall KE, editors. Stoeltings anesthesia and co-existing�
disease. 5th ed. Philadelphia: Elsevier; 2008.p.87-102.
9. Neligan P. Hypertension and anesthesia; Available at: http:// www. 4um.com/
tutorial/anaesthbp.htm. Accessed Aug 16th 2007.
10. Kowalak J.P, Welsh W, Mayer B. 2013. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta:
EGC.
11. Ezekiel, Mark. 2005. Current Clinical Strategies, Handbook of
Anesthesiology. USA
23
UJIAN STASE ANESTESI
LAPORAN KASUS ADENOMIOMA
Disusun Oleh:
EPI NURAFNI
H1A010043
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2014
i
KATA PENGANTAR
Dengan ucapan alhmadulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Laporan Kasus Kista Ovarium”. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhamad SAW yang menunjukkan arti cahaya islam yang kemilau.
Pada penulisan makalah ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:1. Allah SWT yang telah memberikan kemudahan, kelancaran, kesehatan, dan
RahmatNya.
2. dr. Yalta Hasanudin Nuh, Sp.An dan dr. Zulki Maulub Ritonga, Sp.An selaku
dokter pembimbing koas state anestesi yang telah banyak mengajarkan,
memberikan ilmu dan masukan serta nasehat sehingga memperkuat semangat
dan kepercayaan diri.
3. dr. Zayadi Zaynuddin, MPd.Ked selaku sekretaris modul state anestesi yang
telah banyak membantu dan membimbing penulis dalam melaksanakan state
anestesi.
4. Mas Irawan, selaku sekretaris bakordik state anestesi di RSUD M. Yunus
yang telah membantu penulis selama belajar di ruang O.K RSUD M. Yunus.
5. Kak Firdaus Dalisam, selaku penata anetesi di ruang O.K RS. Bhayangkara
Polda Bengkulu, yang sudah berkenan berbagi ilmu dan membimbing penulis
selama belajar di ruang O.K RS. Bhayangkara Polda Bengkulu.
6. Seluruh penata anestesi di RSUD M Yunus yang telah membimbing penulis
selama belajar di ruang O.K RSUD M. Yunus dan ruang O.K RS.
Bhayangkara polda Bengkulu
7. Uni Deti, Mba bela, Kak Romi, Kak Boank, Kak Randi, Kak Anggi, Kak
Surya, Kak Heru, Kak Jono, Kak Heri, Kak Dodi, ayuk Lela, dan semua
kakak-kakak yang ada di ruang O.K RS. Bhayangkara yang telah membantu,
mengajarkan, memberikan ilmunya kepada penulis selama belajar di ruang
O.K RS. Bhayangkara Polda Bengkulu.
ii
8. Teman-teman seperjuangan anestesi Mbak Ulan, Selvi, Arsy, Doni, dan
Bayu.
Akhir kata penulis mengucapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi yang membaca. Permohonan maaf penulis haturkan bila ada kesalahan dan
kejanggalan, dan permohonan ampun kepada Allah SWT atas khilaf dan lalai.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Bengkulu, Mei 2014
EPI NURAFNI
iii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL....................................................................................... i
KATA PENGANTAR.................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
A. Ilustrasi Kasus..................................................................................... 1
1. Identitas Pasien............................................................................ 1
2. Keluhan Utama............................................................................ 1
3. Riwayat Penyakit Sekarang......................................................... 1
4. Riwayat Penyakit Dahulu............................................................ 1
5. Riwayat Penyakit Keluarga......................................................... 2
6. Riwayat Sosial............................................................................. 2
7. Pemeriksaan Fisik........................................................................ 2
8. Pemeriksaan Penunjang............................................................... 4
9. Diagnosis..................................................................................... 5
10. Konsul Anestesi........................................................................... 5
B. Pre-Operatif........................................................................................ 5
C. Durante Operatif................................................................................. 6
1. Induksi Anestesi.......................................................................... 6
2. Prosedur Anestesi........................................................................ 6
3. Monitoring Anestesi.................................................................... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 10
A. Pre-Operatif........................................................................................ 10
B. Durante Operatif................................................................................. 13
1. Induksi Anestesi.......................................................................... 13
2. Prosedur Anestesi........................................................................ 15
3. Monitoring Anestesi.................................................................... 16
C. Post-Operatif....................................................................................... 17
D. Adenomioma...................................................................................... 17
iv
BAB III PEMBAHASAN............................................................................... 18
BAB IV KESIMPULAN................................................................................. 22
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 23
LAMPIRAN
v