makalah ubkpu

6
Penyebab utama jatuhnya harga kopi adalah: a. Perubahan struktur pasar dari yang diatur menjadi lebih bebas. b. Tidak adanya keseimbangan pasar antar volume yang diproduksi dan yang konsumsi. c. Para petani tidak memiliki modal para pengolah akhir (roaster) mengambil keuntungan berlimpah d. Rendahnya mutu kopi. e. Tidak adanya sumber mata pencaharaian alternative bagi petani kopi, karena kegagalan pemberdayaan sentra-sentra kopi. Hasil simulasi terhadap kebijakan harga pupuk tersebut menunjukkan bahwa kondisi perkebunan rakyat di

Upload: chaayu-por-fuera

Post on 12-Jul-2016

225 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

bidang agronomi

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah ubkpu

Penyebab utama jatuhnya harga kopi adalah:

a. Perubahan struktur pasar dari yang diatur menjadi lebih bebas.

b. Tidak adanya keseimbangan pasar antar volume yang diproduksi dan yang

konsumsi.

c. Para petani tidak memiliki modal para pengolah akhir (roaster) mengambil

keuntungan berlimpah

d. Rendahnya mutu kopi.

e. Tidak adanya sumber mata pencaharaian alternative bagi petani kopi, karena

kegagalan pemberdayaan sentra-sentra kopi.

Hasil simulasi terhadap kebijakan harga pupuk tersebut menunjukkan

bahwa kondisi perkebunan rakyat di Indonesia sangat rentan terhadap adanya

perubahan dari segi input. Semakin tinggi kenaikan faktor input yang dalam hal

ini diwakili oleh harga pupuk, maka semakin berkurang stabilitas keragaan kopi

domestik.

Beberapa tantangan yang dihadapi oleh industri perkopian Indonesia

adalah sebagai berikut. Pertama, perlunya menyikapi tuntutan pembangunan

Page 2: Makalah ubkpu

ekonomi domestik dan perubahan lingkungan ekonomi internasional, baik karena

pengaruh liberalisasi ekonomi maupun karena perubahan-perubahan fundamental

dalam pasar produk pertanian internasional. Kedua, perlunya menyikapi

perubahan pada sisi permintaan yang menuntut kualitas tinggi, kuantitas besar,

ukuran seragam, ramah lingkungan, kontinuitas produk dan penyampaian secara

tepat waktu, serta harga yang kompetitif. Dari sisi penawaran yang terkait dengan

produksi, perlu diperhatikan masalah pengurangan luas lahan produktif,

perubahan iklim yang tidak menentu akibat fenomena El- Nino dan La- Nina serta

pemanasan global, adanya penerapan bioteknologi dalam proses produksi dan

pasca panen, dan aspek pemasaran. Ketiga, untuk menjadikan produk kopi dan

olahannya mempunyai daya saing kuat, baik di dalam maupun di luar negeri

dibutuhkan pengetahuan secara rinci preferensi konsumen yang berkembang,

termasuk meningkatnya tuntutan konsumen akan informasi nutrisi serta jaminan

kesehatan dan keamanan produk-produk pertanian. Keempat, perwujudan

ekonomi dari kepedulian masyarakat akan kelestarian lingkungan dan hak asasi

manusia telah memaksa masuknya aspek lingkungan dan hak asasi manusia dalam

keputusan ekonomi, baik konsumsi, produksi maupun perdagangan. Kelima,

munculnya negara-negara pesaing (competitor) yang menghasilkan produk sejenis

(Vietnam dan India) semakin mempersulit pengembangan pasar kopi, baik di

negara-negara tujuan ekspor tradisional (Amerika Serikat, Jerman dan Jepang)

maupun negara-negara tujuan ekspor baru (wilayah potensil pengembangan).

Menurut AEKI, prospek ekspor kopi robusta Indonesia di pasar

internasional sangat menjanjikan. Hal ini dapat terjadi karena trend konsumsi atau

permintaaan pasar kopi dunia dalam kurun lima tahun terakhir jauh lebih cepat

dibandingkan produksi kopi dunia. Data dari International Coffee Organization

(ICO) menyebutkan bahwa trend peningkatan konsumsi kopi dunia terjadi sejak

tahun 2010 dengan jumlah peningkatan rata-rata sebesar 2,5%/tahun. Pada tahun

2020, diperkirakan kebutuhan kopi dunia akan mencapai 10,3 juta ton.

Page 3: Makalah ubkpu

Pengolahan cara basah biasanya dilakukan oleh perkebunan kopi besar.

Cara pengolahan kopi secara basah dapat menghasilkan mutu fisik kopi yang baik,

namun banyak mengandung resiko kerusakan cita rasanya utamanya atau cacat

cita rasa fermented/stink. Keunggulan pengolahan kopi cara basah adalah hanya

dapat dilakukan pada biji kopi yang telah masak berwarna merah penuh,

sedangkan pengolahan kering dapat dilakukan pada sembarang mutu buah kopi.

Sehingga kopi yang dihasilkan dengan cara basah relatif lebih baik bila

dibandingkan dengan cara kering. Konsep dasar cara pengolahan basah adalah

penghilangan lapisan lendir dari buah kopi karena: (1) Senyawa gula yang

terkandung didalam lendir mempunyai sifat menyerap air dari lingkungan

(higroskopis). Permukaan biji kopi cenderung lembab sehingga menghalangi

proses pengeringan; (2) Senyawa gula merupakan media tumbuh bakteri yang

sangat baik sehingga dapat merusak mutu biji kopi; dan (3) kotoran non-kopi

Page 4: Makalah ubkpu

mudah lengket pada lendir sehingga menghalangi proses pengeringan dan

menyebabkan kontaminasi.

Beberapa strategi yang perlu dilakukan dalam pembangunan pengolahan dan

pemasaran produk kopi dan olahannya adalah: (1) meningkatkan keterlibatan dan

peran masyarakat, swasta dan kelembagaan agribisnis dalam usaha pengolahan

dan pemasaran produk kopi; (2) meningkatkan peran kelembagaan sosial budaya

dan kelembagaan ekonomi yang telah mengakar dan menyatu di masyarakat

dalam pengolahan dan pemasaran produk kopi; (3) meningkatkan koordinasi,

efisiensi dan efektifitas pelayanan dalam pengolahan dan pemasaran produk kopi;

(4) meningkatkan sinergi perdagangan antar daerah dan lain-lain.

Page 5: Makalah ubkpu

DAFTAR PUSTAKA

Chandra, D., Ismono, R. H., dan Eka, K. 2013. Prospek Perdagangan Kopi Robusta Indonesia di Pasar Internas. JIIA, 1(1): 10-15.

Hidayat, D. R. dan Soetriono. 2008. Dampak Perubahan Harga Pupuk terhadap Permintaan Penawaran Kopi Indonesia. J-sep, 2(3): 13-27.

Hutabarat, B. 2004. Kondisi Pasar Dunia dan Dampaknya terhadap Kinerja Industri Perkopian Nasional. Agro Ekonomi, 22(2): 147-166.

Kustiari, R. 2007. Perkembangan Pasar Kopi Dunia dan Implikasinya Bagi Indonesia. Forum Penelitian Agro Ekonomi, 25(1): 43-55.

Mayrowani, H. 2013. Kebijakan Penyediaan Teknologi Pascapanen Kopi dan Masalah Pengembangannya. Forum Penelitian Agro Ekonomi, 31(1): 31-49.