makalah tetanus.docx

Upload: yunita-verayanti

Post on 13-Jan-2016

23 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

TetanusLetitia Bellavesta F. Kale10-2011-087

[email protected]

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jln. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510, No. Telp (021) 5694-2061

PendahuluanTetanus merupakan gangguan neurologis yang ditandai dengan meningkatnya tonus dan spasme, yang disebabkan oleh tetanospamin, suatu toksin protein yang kuat yang dihasilkan oleh Clostridium tetani. Terdapat berbagai bentuk klinis tetanus termasuk di dalamnya tetanus neonatorum, tetanus generalisa dan gangguan neurologis lokal. Tetanus merupakan salah satu penyakit yang jika tidak segera diobati akan menyebabkan kematian. Luka dapat berukuran besar atau kecil. Pada tahun-tahun terakhir ini, tetanus sering terjadi melalui luka- luka yang kecil. Untuk mengindentifikasi apakah seseorang terkena tetanus atau tidak diperlukan beberapa tahapan yaitu dimulai dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, diagnosis kerja, diagnosis pembanding, etilogi penyakit, epidemiologi penyakit, kemudian dilakukan penatalaksaan dan dilakukan prognosis.1AnamnesisAnamnesis adalah suatu wawancara medis yang merupakan tahap awal dari suatu rangkaian pemeriksaan terhadap pasien. Baik bersangkutan dengan pasien maupun dengan relasi terdekatnya. Tujuan utama wawancara praktisi-pasien adalah meningkatkan kesejahteraan pasien. Aloanamnesis dilakukan bila kita tidak dapat melakukan anamnesis terhadap pasien itu sendiri.2 Anamnesis terdiri atas:a. Menanyakan identitas pasien b. Menanyakan keluhan utama : keluhan utama pasien datang untuk berobat : demam tinggi, kejang, sakit menelan, kekakuan.c. Menanyakan riwayat penyakit sekarang : Faktor riwayat penyakit sekarang sangat penting diketahui untuk mengetahui predisposisi penyebab sumber luka, apakah panasnya naik turun atau panasnya tidak pernah turun, sudah berapa lama demam, bila ada keluhan kejang pada punggung, kapan kejang terjadi, sudah berapa kali mengalami kejang, menggunakan apa untuk mengatasi kejangnya, apakah ada obat-obat yang pernah diminum apakah serangan berupa kontraksi sejenak tanpa hilang kesadaran, berapa lama kejang terjadi. Apakah sebelumnya pasien pernah terluka atau tertusuk, atau terjatuh dan ada luka ditempat yang kotor. Keluhan-keluhan penyerta berupa kaku pada wajah, leher, perut dan anggota gerak, bengkak pada daerah yang terluka dan bernanah, mulut hanya bisa dibuka maksimal 2 jari. Informasi bisa didapat dari keluarga pasien, contohnya pada kasus yaitu keluarga pasien mengatakan bahwa pasien pernah tertusuk paku ditelapak kaki kanan dan tidak pernah diobati.d. Riwayat penyakit dahulu : merupakan pengkajian penyakit yang pernah dialami klien yang memungkinkan adanya hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi apakah pernah mengalami demam atau kejang sebelumnya, riwayat pemberian ATS (anti tetanus toxoid), apakah pernah menderita riwayat penyakit yang lain dan pernahkah dirawat dirumah sakit. Tanyakan adakah riwayat alergi, riwayat penyakit jantung, ginjal, hati, DM dan penyakit infeksi lain. Riwayat pemberian ulang vaksin DT (dipteri dan tetanus) pada saat dewasa umur 19 tahun. Adakah riwayat penyakit keluarga seperti epilepsi, jantung, ginjal, hepatitis, TBC, alergi. Apakah penderita pernah mengalami riwayat kejang sebelumnya.2

PemeriksaanA. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan tanda-tanda vital Kekakuan local atau trismus dan Kaku kuduk Kekakuan pada wajah,leher, dan anggota gerak. Pemeriksaan pernapasan.2

B. Pemeriksaan PenunjangTidak ada pemeriksaan laboratorium yang karakteristik untuk tetanus. Pada pemeriksaan darah, jumlah lekosit mungkin meningkat, laju endap darah sedikit meningkat. Pemeriksaan cairan serebrospinal masih dalam batas normal. Tingkat serum enzim otot mungkin meningkat. Diagnosis ditegakkan secara klinis dari anamnesa dan pemeriksaan fisik dan tidak tergantung pada konfirmasi bakteriologis. C. Tetani hanya ditemukan pada 30% pada luka pasien dengan kasus tetanus, dan dapat diisolasi dari pasien yang tidak memberikan gejala tetanus.3DiagnosisA. Diagnosis KerjaDiagnosis tetanus mutlak didasarkan pada anamnesis dan gejala klinis. Tetanus tidaklah mungkin terjadi apabila terdapat riwayat serial vaksinasi yang telah diberikan lengkap dan vaksin ulangan yang sesuai yang telah diberikan. Adanya kelainan yang dapat menjadi tempat masuknya kuman tetanus, adanya trismus, risus sardonikus, kaku kuduk, opistotonus, perut keras seperti papan, ataupun kejang tanpa gangguan kesadaran.1B. Diagnosis Pembanding1) MeningitisBacterial meningitis tetap menjadi penyakit tingkat dunia yang umum dijumpai dengan morbiditas dan mortilitas yang tinggi. Meningitis dapat terjadi pada usia berapapun dan dapat mengenai orang yang sehat sekalipun, meskipun beberapa pasien memiliki resiko yang tinggi terkena penyakit ini, termasuk pasien dengan immunosuppresed dan berumur tua. Triad klinikal dari meningitis antara lain adalah demam, kaku leher, dan perubahan mental. Tetapi semakin lama, sering kali tidak ditemukan pertanda dan gejala yang spesifik. Diagnosis satu-satunya yang dapat dilakukan pada meningitis adalah analisis LCS. Meskipun sudah ditemui triad klinis tersebut, tidak semua orang memiliki gejala demikian, hanya sekitar 44% yang memiliki ketiga gejala. Namun 95% penderita memiliki 2 dari 4 gejala yakni demam, kaku leher, perubahan mental, dan sakit kepala. Kaku leher terjadi dikarenakan oleh iritasi meningeal yang resisten terhadap gerakan flexi leher yang pasif.1,42) RabiesRabies adalah penyakit saraf mamalia yang fatal apabila gejala klinisnya telah berkembang. Manusia biasanya terinfeksi saat mereka tergigit oleh binatang yang telah terinfeksi. Gejala awal adalah malaise, demam, atau sakit kepala, juga rasa ketidaknyamanan, kelakuan yang tidak normal, sangat sensitive terhadap cahaya, rasa cemas, bingung, gelisah, berhalusinasi, hipersalivasi, sulit menelan, kejang bagian faring, paralisis sedikit/partial. Kematian terjadi dalam waktu 2 sampai 10 hari. survival is extremely rare.13) Proses intraabdominal akutProses intraabdominal akut dapat menyebabkan kaku pada otot perut seperti yang ditemukan juga pada tetanus. Namun pada proses intraabdominal akut ini tidak ditemukan kejang khas tetanus lainya.EtiologiTetanus disebabkan oleh bakteri gram positif, Clostridium tetani. Bakteri ini berspora dan bersifat obligat anaerob yang menghasilkan spora. Spora yang dihasilkan tidak berwarna, berbentuk oval. Spora ini bisa tahan beberapa bulan bahkan beberapa tahun jika ia menginfeksi luka seseorang atau bersamaan dengan benda daging atau bakteri lain, tahan terhadap sinar matahari dan bersifat resisten terhadapa berbagai disinfektan dan pendidihan selama 20 menit. Spora bakteri akan dihancurkan secara tidak sempurna dengan mendidihkan , tetapi dapat dieliminasi dengna autoklav pada tekanan 1 atmosfer dan 120 derajat celcius selama 15 menit. Clostridium tetani menghasilkan neurotoxin, suatu eksotoksin, tetanospasmin yang dilepaskan ketika sel lisis.tetanospasmin dihasilkan dalam sel yang terinfeksi di bawah kendali plasmin. Tetanospasmin ini merupakan rantai polipeptida tunggal. Tetanospasmin bertanggung jawab untuk menimbulkan manifestasi klinik dari tetanus yaitu kejang opistotonus dan kekakuan pada wajah, leher, perut dan anggota gerak.1,2,3

Gambar 1. Clostridium Tetani(http://textbookofbacteriology.net/themicrobialworld/Tetanus.html)EpidemiologiTetanus terjadi secara sporadis dan hampir selalu menimpa individu non imun, individu dengan imunitas parsial dan individu dengan imunitas penuh yang kemudian gagal mempertahankan imunitas secara adekuat dengan vaksinasi ulang. Meski tetanus masih dapat dicegah dengan imunisasi namun penyebaran penyakit ini hampir tetap ada di seluruh dunia terutama negara yang beriklim tropis dan negara negara yang sedang berkembang, sering terjadi di Brazil, Filipina, Vietnam, Indonesia, dan negara negara di benua Asia. Penyakit ini umumnya terdapat di daerah pedesaan, pertanian, pada daerah iklim hangat, selama musim panas dan pada penduduk pria. Pada negara negara tanpa program imunisasi yang komprehensif, tetanus terjadi terutama pada neonatus dan anak anak.Meski WHO menetapkan target mengeradikasi tetanus tahun 1995, tetanus tetap bersifat endemik pada negara sedang berkembang dan WHO memperkirakan kurang lebih 1.000.000 kematian akibat tetanus di seluruh dunia pada tahun 1992, termasuk di dalamnya 580.000 kematian akibat tetanus neonatorum, 210.000 di Asia Tenggara, 152.000 di Afrika. Penyakit ini jarang ditemui di negara maju. Di Afrika Selatan, kira kira terdapat 300 kasus per tahun, kira kira 12 15 kasus dilaporkan terjadi di Inggris setiap tahunnya. Di Amerika Serikat sebagian besar kasus tetanus terjadi akibat trauma akut, seperti luka tusuk, laserisasi atau abrasi. Tetanus didapatkan akibat trauma didalam rumah atau selama bertani, berkebun dan aktivitas luar ruangan yang lain. Trauma yang menyebabkan tetanus bisa berupa luka besar tapi juga bisa berupa luka kecil, sehingga pasien tidak mencari pertolongan medis, bahkan pada beberapa kasus tidak dapat diindentifikasi adanya trauma.1,4Resiko terjadinya tetanus paling tinggi pada populasi usia tua. Survei serologis skala luas terhadap antibodi tetanus dan difteri yang dilakukan antara tahun 1988-1994 menunjukan bahwa secara keseluruhan, 72% penduduk Amerika Serikat berusia diatas 6 tahun terlindung dari tetanus. Sedangkan pada anak 6 11 tahun sebesar 91% persentase ini menurun dengan bertambahnya usia. Hanya 30% individu berusia di atas 70 tahun yang mempunyai tingkat antibodi yang adekuat.1PatogenesisSering terjadi kontaminasi luka oleh spora C.tetani. C.tetani sendiri tidak menyebabkan inflamasi dan port dentrae tetap tampak tenang tanpa tanda inflamasi, kecuali apabila ada infeksi oleh mikroorganisme yang lain. Dalam kondisi anaerobic yang di jumpai pada jaringan nekrotik dan terinfeksi, basil tetanus mensekresi dua macam toksin: tetanospamin dan tetanolisin. Tetanolisin mampu secara lokal merusak jaringan yang masih hidup yang mengelilingi sumber infeksi dan mengoptimalkan kondisi yang memungkinkan multiplikasi bakteri. Tetanospamin menghasilkan sindroma klinis tetanus. Toksin ini mungkin mencakup lebih dari 5% dari berat organisme. Tetanospamin yang dilepaskan akan menyebar pada jaringan di bawahnya dan terikat pada gangliosida pada membrane ujung saraf lokal. Jika toksin yang dihasilkan banyak, ia dapat memasuki aliran darah yang kemudian berdifusi untuk terikat pada ujung-ujung saraf di seluruh tubuh . toksin kemudian akan menyebar dan ditransportasikan dalam axon dan secara retrogred ke dalam badan sel di batang otak dan saraf spinal. Jika toksin masuk kedalam sel ia akan berdifusi keluar dan akan masuk dan mempengaruhi ke neuron di dekatnya. Apabila interneuron inhibitori spinal terpengaruh, gejala-gejala tetanus akan muncul. Toksin ini mempunyai efek dominan pada neuron inhibitori dimana setalah toksin menyeberangi sinapsis untuk mencapai presinaptik , ia akan memblokade perlepasan neurotransmitter inhibitori yaitu glisin dan asam aminobutirik (GABA). Pada tetanus, efek disinhibitori neuron motorik lebih berpengaruh daripada berkurangnya fungsi pada ujung neuromuskuler. Pusat medulla dan hipotalamus mungkin juga dipengaruhi. Pada tetanus lokal, hanya saraf-saraf yang menginversi otot-otot yang bersangkutan yang terlibat. Tetanus generalisata terjadi apabila toksin yang dilepaskan di dalam luka memasuki aliran limfa dan darah dan menyebar luas mencapai ujung saraf terminal .1,3

Manifestasi klinis Tetanus generalisataTetanus generalisata merupakan bentuk yang paling umum dari tetanus , yang di tandai dengan meningkatnya tonus otot dan spasme generalisata. Masa inkubasi bervariasi tergantung pada lokasi luka dan lebih singkat pada tetanus berat, median onset setalh trauma adalah 7 hari. Ada tiga triad klinis dari rigiditas,spasme otot, dan disfungsi autonomic. Kaku leher, sakit tenggorokan dan kesulitan dalam membuka mulut sering kali merupakan gejala awal. Kejang otot masseter dapat menyebabkan trismus atau lockjaw. Kekejangan yang bersifat progresif dapat meluas ke otot wajah, mengakibatkan ekspresi wajah yang typical, risus sardonikus, dan otot yang berperan dalam proses menelan sehingga dapat menyebabkan terjadinya disfagia. Spasme ini dipicu oleh stimulus internal dan eksternal dapat berlangsung selama bebrapa menit dan dirasakan nyeri . rigiditas tubuh menyebabkan opistotonus dan gangguan respirasi dengan menurunnya kelenturan dinding dada. Reflex tendon meningkat. Pasien dapat demam, walaupun banyak yang tidak, sedangkan kesadaran tidak terpengaruh. Pada pasien tetanus, juga terdapat spasme otot yang bersifat episodik. Kontraksi ini memiliki penampilan menyerupai konvulsi yang mempengaruhi otot agonis dan antagonis bersamaan. Kontraksi ini dapat aktif secara spontan ataupun dengan stimulant, seperti sentuhan, visual, pendengaran, ataupun stimuli emosional. Kejang dapat berbeda dalam hal keparahan dan frekuensi tetapi dapat saja cukup kuat untuk menyebabkan fraktur. Kejang pada bagian faring biasanya diikuti dengan kejang bagian laring dan biasanya berhubungan dengan pernapasan dan obstruksi jalur pernapasan akut yang berbahaya bagi nyawa. 1Pada bentuk paling umum dari tetanus yaitu tetanus generalisata, otot-otot di seluruh tubuh terpengaruh. Otot-otot di kepala dan leher yang biasanya pertama kali terpengaruh dengan penyebaran kaudal yang progresif untuk mempengaruhi seluruh tubuh.

Tetanus neonatorum Tetanus neonatorum biasanya terjadi dalam bentuk generalisata dan biasanya fatal apabila tidak diterapi. Tetanus neonatorum terjadi pada anak-anak yang dilahirkan dari ibu yang itdak diimunisasi secara adekuat, terutama setelah perawatan bekas potongan tali pusat yang tidak steril. Resiko infeksi tergantung pada panjang tali pusat, kebersihan lingkungan dan kebersihan saat mengikat dan memotong umbilicus. Onset biasanya dalam 2 minggu pertama kehidupan. Rigiditas, sulit menelan ASI, iritabilitas dan spasme merupakan gambaran khas tetanus neonatorum.

Tetanus lokalTetanus lokal merupakan bentuk yang jarang dimana manifestasi klinisnya terbatas hanya pada otot-otot di sekitar luka. Kelemahan otot dapat terjadi akibat peran toksin pada tempat hubungan neuromuscular. Gejala-gejalanya bersifat ringan dan dapat bertahan sampai berbulan-bulan . progresi ke tetanus generalisata dapat terjadi. Namun demikian secara umum prognosisnya baik. Tetanus sefalikTetanus sefalik merupakan bentuk yang jarang dari tetanus lokal , yang terjadi setelah trauma kepala atau infeksi telinga. Masa inkubasinya 1-2 hari. Dijumpai trismus dan disfungsi satu atau lebih saraf cranial, yang tersering adalah saraf ke-7. Disfagia dan paralisi otot ekstraokular dapat terjadi . mortalitasnya tinggi.

Terdapat beberapa sistem pembagian derajat keparahan yang dilaporkan.klasifikasi beratnya tetanus : Derajat 1 (ringan) : trismus ringan sampai sedang, spastisitas generalisata , tanpa gangguan pernafasan , tanpa spasme, sedikit atau tanpa disfagia. Derajat 2 (sedang) : trismus sedang, rigiditas yang Nampak jelas, spasme singkat ringan sampai sedang, gangguan pernafasan sedang dengan frekuensi pernafasan lebih dari 30, disfagia ringan. Derajat 3 (berat) : trismus berat, spastisitas generalisata, spasme reflex berkepanjangan, frekuensi pernafasan lebih dari 40, serangan apnea, disfagia berat dan takikardia lebih dari 120. Derajat 4 (sangat berat) : derajat tiga dengan gangguan otonomik berat melibatkan sistem kardiovaskular. Hipertensi berat dan takikardia terjadi berselingan dengan hipotensi dan bradikardia, salah satunya dapat menetap.1

KomplikasiKomplikasi tetanus dapat terjadi akibat penyakitnya , seperti laringospasme, atau sebagai konsekuensi dari terapi sederhana, seperti sedasi yang mengarah pada koma , aspirasi atau apnea, atau konsekuensi dari perawatan intensif , seperti pneumonia berkaitan dengan ventilator. Komplikasi tetanus lain dapat berupa fraktur, ruptur otot, emboli paru. Pada tetanus ringan, fungsi ginjal tidak terganggu . pada tetanus yang berat, sering terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus dan gangguan fungsi tubulus ginjal. Penyebab tambahan gagal ginjal pada tetanus mencakup dehidrasi,sepsis,rabdomyolisis dan perubahan dalam aliran darah ke ginjal yang terjadi secara sekunder akibat peningkatan mendadak kadar katekolamin. Gagal ginjal dapat oligurik atau poliurik.1PenatalaksanaanPrinsip pengobatan tetanus terdiri dari tiga upaya yaitu mengatasi akibat eksotoksin yang sudah terikat sistem saraf pusat, menetralisasi toksin yang masih beredar dalam darah, menghilangkan kuman penyebab, mengendalikan rigiditas dan spasme.1A. Penatalaksaan UmumTujuan terapi ini berupa mengeliminasi kuman tetani, menetralisirkan peredaran toksin, mencegah spasme otot dan memberikan bantuan pemafasan sampai pulih. Dan tujuan tersebut dapat diperinci seperti berikut: a. Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya, berupa: membersihkan luka, irigasi luka, debridement luka (eksisi jaringan nekrotik), membuang benda asing dalam luka serta kompres dengan H202 ,dalam hal ini penatalaksanaan, terhadap luka tersebut dilakukan 1-2 jam setelah ATS dan pemberian Antibiotika. Sekitar luka disuntik ATS.b. Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung kemampuan membuka mulut dan menelan. Bila ada trismus, makanan dapat diberikan personde atau parenteral.c. Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara dan tindakan terhadap penderita.d. Oksigen, pernafasan buatan dan trachcostomi bila perlu pada hipoventilasi yang berkaitan dengan sedasi berlebihan atau laringospasme atau untuk mengindari aspirasi pasien dengan trismus, gangguan kemampuan menelan atau disfagia.e. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.1B. Obat Obatana. FenobarbitalFenobarbital merupakan senyawa organik pertama yang digunakan dalam pengobatan antikonvulsi. Fenobarbital merupakan obat pilihan utama karena cukup efektif dan murah. Fenobarbital juga merupakan obat pilihan utama untuk terapi kejang dan kejang demam pada anak. Penghentian fenobarbital harus secara bertahap untuk mencegah kemungkinan meningkatnya frekuensi bangkitan kembali, atau malah bangkitan status epileptikus. Penggunaan fenobarbital menyebabkan berbagai efek samping seperti sedasi, psikosis akut, dan agitasi. Kombinasi dengan asam valproat akan menyebabkan kadar fenobarbital meningkat 40% .Fenobarbital diekskresikan tidak berubah dalam urin sampai batas tertentu (20-30% pada manusia), dan tingkat eliminasi dapat ditingkatkan secara signifikan oleh alkalinisasi dari urin. Hal ini sebagian karena ionisasi meningkat pada pH basa, karena fenobarbital adalah asam lemah dengan pKa 7.4. fenobarbital memiliki efek menenangkan dan penurunan kecemasan pada dosis yang relatif rendah serta efektif dalam pengobatan kejang tonik-klonik umum.5Dosis obat harus sedemikian rendah sehingga tidak menyebabkan depresi pernafasan. Jika pasien terpasang ventilator maka dosis yang lebih tinggi dibutuhkan untuk mendapatkan sedasi yang diinginkan. Dosis dewasa: 1 mg/kg i.m tiap 4- 6 jam, tidak melebihi 400mg/hari. Dosis pediatrik: 5mg/kg i.v/i.m dosis terbagi 3 atau 4 per hari.Kontraindikasi: hipersensitifitas, gangguan fungsi hati, penyakit paru paru berat, pasien nefritis.Obat ini dapat menurunkan efek kloranfenikol, digitoksin, kortikosteroid, karbamazepin, teofilin, verapamil, metronizadol, dan antikoagulan (pada pasien yang telah diberikan antikoagulan perlu disesuaikan dosisnya). Pemberian obat ini bersama dengan alkohol dapat menyebabkan efek aditif ke sistem saraf pusat dan kematian. Kloramfenikol, asam valproat dan MAOi dapat menyebabkan meningkatnya toksisitas fenobarbital. Rimfamisin dapat menurunkan efek fenobarbital. Induksi enzim mikrosomal dapat menurunkan efek kontrasepsi oral pada wanita.Pada seseorang yang sedang hamil, tidak dianjurkan untuk memakai obat ini. Dan apabila obat ini digunakan dalam jangka panjang, dilakukan monitor fungsi hati, ginjal, dan sistem hematopoitik. Hati hati pada demam, diabetes melitus, anemia berat, karena efek samping dapat terjadi. Hati hati pada miastemia gravis dan miksedema.1

b. DiazepamDiazepam diberikan melalui intravena dalam hal anesthesia, dan sering kali dikombinasikan dengan agen lain. Diazepam terutama digunakan pada terapi konvulsi rekuren, misalnya status epileptikus. Obat ini bermanfaat untuk terapi bangkitan parsial sederhana misalnya bangkitan klonik fokal dan hipsaritmia yang refrakter terhadap terapi lazim. Diazepam bekerja di semua jenis GABA di SSP, tetapi kerjanya dalam mengurangi spastisitas sebagian dimediasi di medula spinalis. Karena itu diazepam dapat digunakan pada spasme otot yang asalnya dari mana saja, termasuk trauma otot lokal. Tetapi obat ini dapat menyebabkan sedasi pada dosis yang diperlukan untuk mengurangi tonus otot.5 Dosis dewasa:Spasme ringan: 5 10 mg oral tiap 4 6 jam apabila perlu.Spasme sedang: 5 10 mg i.v apabila perlu.Spasme berat: 50 100 mg dalam 500 ml D5, diinfuskan 40 mg per jam. Dosis pediatrik: Spasme ringan: 0,1 0,8 mg/kg/hari dalam dosis terbagi tiga atau 4 kali sehari. Spasme sedang dan berat: 0,1-0,3 mg/kg/hari i.v tiap 4 sampai 8 jam. Kontraindikasi: hipersensitifitas, glaukoma sudut sempit.Toksisitas benzodiapedin meningkat apabila digunakan bersamaan dengan alkohol, fenothiazin, barbiturat, dan MAOi. Cisapride dapat meningkatkan kadar diazepam secara bermakna. Pada kehamilan, obat ini tidak aman. Hati hati pada pasien dengan depresan sistem saraf pusat yang lain, pasien dengan kadar albumin yang rendah atau gagal hati karena toksisitas diazepam dapat meningkat.1

c. DantrolenDantrolen menyebabkan relaksasi otot rangka dengan cara menghambat penglepasan ion Ca dari retikulum sarkoplasmik. Kekuatan kontraksi otot menurun paling banyak 75- 80%. Dalam dosis terapi, obat ini tidak memengaruhi saraf, otot jantung, maupun otot polos, dan juga tidak mempunyai kerja GABA-ergik.7 Dosis dewasa: 1 mg/kg i.v selama 3 jam, diulang tiap 4-6 jam apabila perlu. Dosis pediatrik: 0,5 mg/kg i.v dua kali sehari pada permulaan, dapat ditingkatkan sampai 0,5 mg/kg i.v 2 atau 4 kali sehari, dengan tidak melebihi 100 mg 4 kali sehari. Kontraindikasi: hipersensitifitas, penyakit hati aktif (hepatitis, sirosis).Toksisitas meningkat apabila diberikan bersamaan dengan klofibrat dan warfarin. Pemberian bersamaan dengan estrogen dapat meningkatkan hepatotoksisitas pada wanita diatas 35 tahun. Pada kehamilan belum diketahui apakah aman atau tidak. Dapat menyebabkan hepatotoksisitas. Hati hati pada gangguan fungsi paru dan insufisiensi kardiak berat, dapat menyebabkan fotosensitifitas terhadap paparan matahari.1

d. Penisilin GBerperan dalam mengganggu pembentukan polipeptida dinding otot selama multiplikasi aktif, menghasilkan aktivitas bakterisidal terhadap mikroorganisme rentan. Diperlukan terapi 10 14 hari. Dosis besar penisilin i.v dapat menyebabkan anemia hemolitik dan neurotoksisitas. Selain itu dapat juga terjadi henti jantung pada pasien yang mendapat dosis masif penisilin G. Dosis dewasa: 10 24 juta unit/ hari i.v terbagi dalam 4 dosis.\ Dosis pediatrik: 100.000 250.000 U/kg/hari i.v /i.m dosis terbagi 4 kali per hari. Kontraindikasi: hipersensitivitasPenisilin G ini biasanya aman untuk wanita hamil tapi dipergunakan apabila manfaatnya melebihi resiko yang mungkin terjadi. Penggunaan ini harus diperhatikan pada gangguan fungsi ginjal.1

e. DoksisiklinObat ini digunakan untuk menghambat sintesis protein dan pertumbuhan bakteri dengan pengikatan pada sub unit 30s dan 50s ribosomal dari bakteri yang rentan. Direkomendasikan untuk terapi selama 10 14 hari. Dosis dewasa: 100 mg per oral/i.v tiap 12 jam. Dosis pediatrik: