makalah soshukum

Upload: farida-aryani

Post on 31-Oct-2015

433 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

SOSIOLOGI HUKUMKEPASTIAN HUKUM DAN KESEBANDINGAN (studi kasus mbok Minah)Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sosiologi hukum yang di ampu oleh Ridwan Purnama S.H M.Si

oleh :Ajeng Gayatri OPAnindita SaraswatiDevi PuspaayuningratFarida AryaniLeli NurlaeliM. Ibnul FikriRinny Suryani

JURUSAN PENDIDIKAN SOSIOLOGIFAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIALUNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIABANDUNG

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangKehidupan sehari-hari yang biasa kita jalani merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar dimana dari setiap kegiatan yang dilakukan tersebut memiliki beberapa aturan tersendiri dalam kehidupan dimasyarakat. Dari beberapa kegiatan itu pun memiliki keberagaman aturan yang berlaku dalam sebuah masyarakat satu dengan lainnya. Aturan tersebut ada agar terciptanya sebuah ketertiban, keteraturan serta kesejahteraan bagi para anggota masyarakat yang menjalankannya. Aturan merupakan sebuah hukum dan hukum tersebut memiliki sanksi dan reword tersendiri.Kehidupan bermasyarakat yang penuh dengan adanya beberapa aturan yang berlaku tersebut tidak akan lepas dari timbulnya suatu permasalahan. Dan untuk masalah penegakan hukum merupakan persoalan yang dihadapi oleh setiap masyarakat dalam kehidupannya selaku anggota masyarakat yang hidup berdampingan dengan masyarakat lain dalam mengatasi sebuah konflik yang terjadi. Walaupun setiap masyarakat memiliki corak dengan karakteristik yang beragam tetapi dalam penegakan hukumnya demi mengatasi permasalahan yang terjadi untuk tercapainya sebuah tujuan yang sama yaitu terciptanya kedamaian, ketertiban, dan keteraturan yang sejahtera bagi masyarakat. Demi tercapainya tujuan tersebut, maka hukum yang berfungsi memberikan jaminan kepada seseorang agar kepentingannya dapat diperhatikan oleh orang lan.Demi tercapainya ketertiban dan kedamaian hukum, maka hukum berfungsi memberikan jaminan kepada seseorang agar kepentingannya diperhatikan oleh orang lain. Ketika kepentingan tersebut maka akan timbul suatu konflik. Dalam Negara hukum, konflik baik secara individual maupun sosial harus diselesaikan melalui jalan hukum. Hukum harus bisa melindungi setiap kepentingan yang dilanggar, sehingga hukum berarti aturan main yang tidak hanya bersifat formal, tetapi lebih dari itu mengandung nilai-nilai keadilan.Suatu hukum atau aturan itu juga berlaku bukan hanya pada kehidupan bermasyarakat melainkan juga berlaku pada kehidupan bernegara. Kita selaku warga negara pun teikat oleh sebuah aturan atau hukum yang merupakan sebuah control sosial dari pemerintahan, dimana hal tersebut merupakan sebuah aturan dan proses sosial yang mencoba mendorong perilaku baik yang berguna atau yang mencegah perilaku buruk. Dengan begitu hukum yang ada haruslah ditegakan dan dilaksanakan tanpa adanya pembeda atau pemberlakuan hukum yang dirasa diskriminatif terhadap suatu pihak. Pada dasarnya hukum itu tidak berlaku secara diskriminatif kecuali oknum aparat atau penegak hukum dalam kenyataan sosial telah memberlakukan hukum itu secara diskriminatif. Akhirnya penegakan hukum tidak mencerminkan adanya kepastian hukum dan rasa keadilan dalam masyrakat.Negara Indonesia adalah negara hukum sesuai dengan pernyataannya dalam Undang- Undang Dasar 1945 pasal 1 ayat 3. Dalam penjelasan rumusan lengkapnya adalah negara berdasarkan atas hukum. Secara umum dalam setiap negara yang menganut paham negara hukum dapat dilihat dari tiga prinsip dasarnya yaitu superasi hukum, kesetaraan dihadapan hukum, dan penegakan hukum dengan cara tidak bertentangan dengan hukum. Setiap negara hukum akan memiliki cirri-ciri dimana adanya jaminan perlindungan hak-hak asasi manusia, adanya kekuasaan kehakiman atau peradilan yang merdeka, serta legalitas dalam arti hukum yaitu bahwa baik pemerintah maupun warga negara dalam bertindak harus berdasarkan atas dan melalui hukum. Dengan begitu negara Indonesia merupakan negara hukum yang memiliki konsekuensi yang menyebabkan Indonesia memiliki aturan-aturan tertulis yang digunakan untuk mengatur dan menciptakan ketertiban bagi masyarakatnya. Aturan-aturan yang dirumuskan kedalam bentuk peraturan dalam penegakannya diharapkan dapat memberikan keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan bagi masyarakat.Indonesia saat ini sedang mengalami krisis dalam penegakan hukum (law enforcement). Fenomena tersebut dapat dilihat ketika dalam penegakan hukum, kepastian hukum lebih diutamakan daripada keadilan atau kemanfaatan hukum itu sendiri. Salah satu contoh kasus yang bisa ditelaah yaitu kasus Mbah Minah yang mencuri 3 biji kakao dari perkebunan milik PT. Rumpun Sari Antan 4.

BAB IIPEMBAHASAN2.1 Kepastian HukumKepastian hukum merupakan pertanyaan yang hanya bisa dijawab secara normatif, bukan sosiologis. Kepastian hukum secara normatif adalah ketika suatu peraturan dibuat dan diundangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis. Jelas dalam artian tidak menimbulkan keragu-raguan (multi-tafsir) dan logis dalam artian ia menjadi suatu sistem norma dengan norma lain sehingga tidak berbenturan atau menimbulkan konflik norma. Konflik norma yang ditimbulkan dari ketidakpastian aturan dapat berbentuk kontestasi norma, reduksi norma atau distorsi norma.Pemikiranmainstreamberanggapan bahwa kepastian hukum merupakan keadaan dimana perilaku manusia, baik individu, kelompok, maupun organisasi, terikat dan berada dalam koridor yang sudah digariskan oleh aturan hukum. Secara etis, padangan seperti ini lahir dari kekhawatiran yang dahulu kala pernah dilontarkan oleh Thomas Hobbes bahwa manusia adalah serigala bagi manusia lainnya (homo hominilupus). Manusia adalah makhluk yang beringas yang merupakan suatu ancaman. Untuk itu, hukum lahir sebagai suatu pedoman untuk menghindari jatuhnya korban. Konsekuensi dari pandangan ini adalah bahwa perilaku manusia secara sosiologis merupakan refleksi dari perilaku yang dibayangkan dalam pikiran pembuat aturan. Barangkali juga pernah dilakukan untuk mengelola keberingasan para koboy Amerika ratusan tahun lalu.Perkembangan pemikiran manusia modern yang disangga oleh rasionalisme yang dikumandangkan Rene Descarte (cogito ergo sum), fundamentalisme mekanika yang dikabarkan oleh Isaac Newton serta empirisme kuantitatif yang digemakan oleh Francis Bacon menjadikan sekomponen manusia di Eropa menjadi orbit dari peradaban baru. Pengaruh pemikiran mereka terhadap hukum pada abad XIX nampak dalam pendekatanlaw and order (hukum dan ketertiban).Salah satu pandangan dalam hukum ini mengibaratkan bahwa antara hukum yang normatif (peraturan) dapat dimauti ketertiban yang bermakna sosiologis. Sejak saat itu, manusia menjadi komponen dari hukum berbentuk mesin yang rasional dan terukur secara kuantitatif dari hukuman-hukum yang terjadi karena pelanggarannya.Pandangan mekanika dalam hukum tidak hanya menghilangkan kemanusiaan dihadapan hukum dengan menggantikan manusia sebagai sekrup, mor atau gerigi, tetapi juga menjauhkan antara apa yang ada dalam idealitas aturan hukum dengan realitas yang ada dalam masyarakat. Idealitas aturan hukum tidak selalu menjadi fiksi yang berguna dan benar, demikian pula dengan realitas perilaku sosial masyarakat tidak selalu mengganggu tanpa ada aturan hukum sebelumnya. Ternyatalaw and ordermenyisakan kesenjangan antara tertib hukum dengan ketertiban sosial.Law and orderkemudian hanya cukup untukthe order of law, bukanthe order by the law(ctt:lawdalam pengertian peraturan/legal).Jadi kepastian hukum adalah kepastian aturan hukum, bukan kepastian tindakan terhadap atau tindakan yang sesuai dengan aturan hukum. Karena frasa kepastian hukum tidak mampu menggambarkan kepastian perilaku terhadap hukum secara benar-benar. Demikian juga dengan mekanika Newton. Bahkan Mekanika Newton pun sudah dua kali dihantukkan dalam perkembangan ilmu alam itu sendiri, yaitu Teori Relativitas dari Einstein dan Fisika Kuantum.

2.2 Pengertian KeadilanMasalah keadilan ( kesebandingan ) merupakan masalah yang rumit persoalan mana dapat dijumpai hampir pada setiap masyarakat, termasuk Indonesia. Hal ini terutama disebabkan karena pada umumnya orang beranggapan bahwa hukum mempunyai dua tugas utama, yakni:1. mencapai suatu kepastian hukum bagi semua warga masyarakat,2. mencapai kesebandingan bagi semua warga masyarakat.Seringkali kedua tugas tersebut tidak dapat ditetapkan sekaligus secara merata.hal ini misalnya ditegaskan pula oleh seorang tokoh sosiologi, yaitu Max Weber yang membedakan substantive rationality dari formal rationality. Dikatakannya bahwa sistem hukum barat mempunyai kecenderungan untuk lebih menekankan pada segi formal rationality,artinya penyusunan secara sistematis dari ketentuan-ketentuan semacam itu seringkali bertentangan dengan aspek-aspek dari substantive rationality, yaitu kesebandingan bagi warga-warga masyarakat secara individual.Masalah kepastian hukum maupun kesebandingan hingga kini masih merupakan masalah yang sulit terpecahkan di Indonesia yang masih mengalami transformasi di bidang hukum sejak tahun 1942. Sejak tahun tersebut tidak saja banyak pula keputusan pengadilan yang telah menyimpang dari jurisprudensi zaman kolonial. Walaupun demikian masih banyak produk hukum dari zaman colonial yang berlaku secara tegas maupun samar-samar dan kalaupun ada yang telah dihapuskan masih sulit untuk sekaligus menghapuskan alam pikiran lama yang masih berorientasi pada system hukum yang lama Kelemahan sistem hukum yang berasal dari zaman kolonial baru disadari pada awal tahun 60an akan tetapi semenjak itu,kehidupan dan perkembangan. Tetapi harus pula diakui bahwa sistem hukum di Indonesia telah banyak dipengaruhi cita-cita yang baru yang timbul sejak Proklamasi Kemerdekaan hukum tidak terlalu menguntungkan karena adanya eksplosi dari kegiatan-kegiatan politik.Periode 1960-1965 ditandai dengan menurunnya nilai hukum sehingga warga masyarakat mulai pudar kepercayaannya terhadap hukum.Penegakan hukum sebagai sarana untuk mencapai tujuan hukum, maka sudah semestinya seluruh energi dikerahkan agar hukum mampu bekerja untuk mewujudkan nilai-nilai moral dalam hukum. Kegagalan dalam hukum untuk mewujudkan nilai hukum tersebut merupakan ancaman bahaya akan bangkrutnya hukum yang ada.Hukum yang miskin implementasi terhadap nilai-nilai moral akan berjarak serta terisolasi dari masyarakatnya. Keberhasilan penegakan hukum akan menentukan serta menjadi barometer legitimasi hukum ditengah-tengah realitas sosialnya. Nilai rasa keadilan tidak universal, akan tetapi keadilan terikat pada ruang dan waktu, belum tentu adil pada saat sekarang akan adil dikemudian hari atau adil disuatu tempat akan adil ditempat yang berbeda. Banyak faktor yang mengakibatkan terjadinya perbedaan dalam hal nilai rasa keadilan, kultural, sosial, budaya, lingkungan, pengetahuan dan lain-lain.Keadilan merupakan dambaan bagi semua orang, akan tetapi kita akan bertanya sudahkah hukum memberikan nilai rasa adil dalam masyarakat terutama terhadap orang orang yang merasa haknya dilanggar, bagaimana mencapai rasa adil, apakah keadilan sudah berpihak kepada yang lemah, Pemikiran maupun konsepsi tentang keadilan yang bersal dari dunia barat tidak tepat jumlahnya pemikiran dan konsepsi dipilhkan hasil pemikiran yang berasal dari Roscoe Pound(salah seorang pelopor pengembangan sosiologi hukum). Dasar pemilihan tersebut adalah karena masalah kesebandingan bukan semata-mata persoalan yuridis saja akan tetapi masalah social yang dalam banyak hal disoroti oleh sosiologi hukum. Keadilan telah menjadi pokok pembicaraan serius sejak awal munculnya filsafat Yunani. Pembicaraan keadilan memiliki cakupan yang luas, mulai dari yang bersifat etik, filosofis, hukum, sampai pada keadilan sosial. Banyak orang yang berpikir bahwa bertindak adil dan tidak adil tergantung pada kekuatan dan kekuatan yang dimiliki, untuk menjadi adil cukup terlihat mudah, namun tentu saja tidak begitu halnya penerapannya dalam kehidupan manusia.Kesebandingan adalah suatu keselarasan hubungan antara manusia dalam masyarakat, dan antara manusia dengan masyarakatnya yang sesuai dengan moral yang berlaku didalam masyarakat tersebut, yang dalam hal ini pada masa lampau didasarkan pada individualisme. Arti pokok dari konsepsi ini adalah memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada warga masyarakat untuk berbuat dan memperoleh sesuatu dan kebebasan warga masyarakat tersebut hanyalah dibatasi oleh kebebasan warga-warga lainnya.Konsepsi tersebut menimbulkan suatu anggapan dasar bahwa hukum bertugas untuk mencapai suatu kesebandingan yang berbeda dengan keadilan yang berlaku di dalam masyarakat,karena hukum disusun oleh segolongan kecil dari masyarakat yang disebut sebagai elit dari masyarakat tersebut.Oleh karena itu, para sosiolog melahirkan konsepsi social justice yang diartikannya sebagai suatu paksaan dari masyarakat terhadap warganya untuk menciptakan kondisi-kondisi sosial yang sama rata secara ilmiah sebetulnya tidak sama.Keadilan tersebut terwujud dengan adanya pemuasan kebutuhan setiap warga,sepanjang tidak mengurangi pemuasan kebutuhan warga-warga lainnya.Salah satu konsepsi tentang kesebandingan yang dihasilkan oleh pemikiran dan lingkungan social barat sebagaimana digambarkan diatas,belum tentu sesuai dengan apa yang ada dan apa yang sebenarnya diinginkan oleh masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia yang terdiri dari bermacam-macam suku bangsa maupun pelbagai pola-pola pemikiran tentang keadilan yang mana ditentukan oleh lingkungan dan nilai-nilai sosialnya.Konsepsi-konsepsi tentang kesebandingan pada hakikatnya berakar didalam kondisi yang pada suatu waktu tertentu diingini oleh masyarakat bersangkutan. Dan biasanya konsepsi tentang kesebandingan baru menonjol atau timbul apabila warga masyarakat dihadapkan pada hal-hal yang dirasakan tidak adil.Untuk memperoleh gambaran yang agak jelas tentang konsepsi kesebandingan yang berlaku pada masyarakat Indonesia,perlu ditinjau sejenak perihal penyelesaian yang terjadi secara tradisional. Pada umumya orang Indonesia mempunyai kecenderungan untuk menyelesaikan perselisihan dengan cara yang sehalus mungkin.Suatu kompromi lebih di sukai dari pada jatuhnya keputusan untuk menentukan siapa yang salah dan siapa yang benar dengan harapan untuk menyelesaikan perselisihan secara efektif tanpa menimbulkan ketegangan sosial. Dengan demikian suatu keadaan adil adalah suatu keadaan dimana tidak ada pertikaian keadaan dimana dapat tercapai apabila warga masyarakat melaksanakan tugas dan kewajiban yang sesuai dengan kedudukan serta peranannya dalam masyarakat.Kata keadilan dalam bahasa Inggris adalah justice yang berasal dari bahasa latin iustitia. Kata justice memiliki tiga macam makna yang berbeda yaitu; (1) secara atributif berarti suatu kualitas yang adil atau fair (sinonimnya justness), (2) sebagai tindakan berarti tindakan menjalankan hukum atau tindakan yang menentukan hak dan ganjaran atau hukuman (sinonimnya judicature),dan (3) orang, yaitu pejabat publik yang berhak menentukan persyaratan sebelum suatu perkara di bawa ke pengadilan (sinonimn,ya judge,jurist,magistrate).Sedangkan kata adil dalam bahasa Indonesia bahasa Arab al adl yang artinya sesuatu yang baik, sikap yang tidak memihak, penjagaan hak-hak seseorang dan cara yang tepat dalam mengambil keputusan. Untuk menggambarkan keadilan juga digunakan kata-kata yang lain (sinonim) seperti qisth, hukum, dan sebagainya. Sedangkan akar kata adl dalam berbagai bentuk konjugatifnya bisa saja kehilangan kaitannya yang langsung dengan sisi keadilan itu (misalnya tadilu dalam arti mempersekutukan Tuhan dan adl dalam arti tebusan).Beberapa kata yang memiliki arti sama dengan kata adil di dalam Al-Quran digunakan berulang ulang. Kata al adl dalam Al quran dalam berbagai bentuk terulang sebanyak 35 kali. Kata al qisth terulang sebanyak 24 kali. Kata al wajnu terulang sebanyak kali, dan kata al wasth sebanyak 5 kali. Untuk mengetahui apa yang adil dan apa yang tidak adil terlihat bukan merupakan kebijakan yang besar, lebih-lebih lagi jika keadilan diasosiasikan dengan aturan hukum positif, bagaimana suatu tindakan harus dilakukan dan pendistribusian menegakkan keadilan, serta bagaimana memajukan keadilan.Namun tentu tidak demikian halnya jika ingin memainkan peran menegakkan keadilan. Perdebatan tentang keadilan telah melahirkan berbagai aliran pemikiran hukum dan teori-teori sosial lainnya. Dua titik ekstrim keadilan, adalah keadilan yang dipahami sebagai sesuatu yang irasional dan pada titik lain dipahami secara rasional. Tentu saja banyak varian-varian yang berada diantara kedua titik ekstrim tersebut. Dibawah Ini Ada Beberapa Pendapat Para Ahli Tentang Pengertian Keadilan, yaitu:a. PlatoPlato adalah seorang pemikir idealis abstrak yang mengakui kekuatan-kekuatan diluar kemampuan manusia sehingga pemikiran irasional masuk dalam filsafatnya. Demikian pula halnya dengan masalah keadilan, Plato berpendapat bahwa keadilan adalah diluar kemampuan manusia biasa. Sumber ketidakadilan adalah adanya perubahan dalam masyarakat. Masyarakat memiliki elemen-elemen prinsipal yang harus dipertahankan, yaitu:1. Pemilahan kelas-kelas yang tegas; misalnya kelas penguasa yang diisi oleh para penggembala dan anjing penjaga harus dipisahkan secara tegas dengan domba manusia.2. Identifikasi takdir negara dengan takdir kelas penguasanya; perhatian khusus terhadap kelas ini dan persatuannya; dan kepatuhan pada persatuannya, aturan-aturan yang rigid bagi pemeliharaan dan pendidikan kelas ini, dan pengawasan yang ketat serta kolektivisasi kepentingan anggotanya.3. Kelas penguasa punya monopoli terhadap semua hal seperti keuntungan dan latihan militer, dan hak memiliki senjata dan menerima semua bentuk pendidikan, tetapi kelas penguasa ini tidak diperkenankan berpartisipasi dalam aktivitas perekonomian, terutama dalam usaha mencari penghasilan.4. Harus ada sensor terhadap semua aktivitas intelektual kelas penguasa, dan propaganda terus-menerus yang bertujuan untuk menyeragamkan pikiran-pikiran mereka. Semua inovasi dalam pendidikan, peraturan, dan agama harus dicegah atau ditekan.5. Negara harus bersifat mandiri (self-sufficient). Negara harus bertujuan pada autarki ekonomi,jika tidak demikian, para penguasa akan bergantung pada para pedagang, atau justru para penguasa itu sendiri menjadi pedagang. Alternatif pertama akan melemahkan kekuasaan mereka, sedangkan alternatif kedua akan melemahkan persatuan kelas penguasa dan stabilitas negaranya.Untuk mewujudkan keadilan masyarakat harus dikembalikan pada struktur aslinya, domba menjadi domba, penggembala menjadi penggembala. Tugas ini adalah tugas negara untuk menghentikan perubahan. Dengan demikian keadilan bukan mengenai hubungan antara individu melainkan hubungan individu dan negara. Bagaimana individu melayani negara.Keadilan juga dipahami secara metafisis keberadaannya sebagai kualitas atau fungsi smakhluk super manusia, yang sifatnya tidak dapat diamati oleh manusia. Konsekuensinya ialah, bahwa realisasi keadilan digeser ke dunia lain, di luar pengalaman manusia; dan akal manusia yang esensial bagi keadilan tunduk pada cara-cara Tuhan yang tidak dapat diubah atau keputusan-keputusan Tuhan yang tidak dapat diduga.Oleh karena inilah Plato mengungkapkan bahwa yang memimpin negara seharusnya manusia super, yaitu the king of philosopher. Sedangkan Aristoteles adalah peletak dasar rasionalitas dan empirisme. Pemikirannya tentang keadilan diuraikan dalam bukunya yang berjudul Nicomachean Ethics. Buku ini secara keselurahan membahas aspek-aspek dasar hubungan antar manusia yang meliputi masalah-masalah hukum, keadilan, persamaan, solidaritas perkawanan, dan kebahagiaan.

c. John RawlsLain halnya dengan Aristoteles, John Rawls yang hidup pada awal abad 21 lebih menekankan pada keadilan sosial. Hal ini terkait dengan munculnya pertentangan antara kepentingan individu dan kepentingan negara pada saat itu. Rawls melihat kepentingan utama keadilan adalah :1. jaminan stabilitas hidup manusia, dan 2. keseimbangan antara kehidupan pribadi dan kehidupan bersama. Rawls mempercayai bahwa struktur masyarakat ideal yang adil adalah struktur dasar masyarakat yang asli dimana hak-hak dasar, kebebasan, kekuasaan, kewibawaan, kesempatan, pendapatan, dan kesejahteraan terpenuhi. Kategori struktur masyarakat ideal ini digunakan untuk ;1 Menilai apakah institusi-institusi sosial yang ada telah adil atau tidak.2 Melakukan koreksi atas ketidakadilan sosial.Rawls berpendapat bahwa yang menyebabkan ketidakadilan adalah situasi sosial sehingga perlu diperiksa kembali mana prinsip-prinsip keadilan yang dapat digunakan untuk membentuk situasi masyarakat yang baik. Koreksi atas ketidakadilan dilakukan dengan cara mengembalikan (call for redress) masyarakat pada posisi asli (people on original position). Dalam posisi dasar inilah kemudian dibuat persetujuan asli antar (original agreement) anggota masyarakat secara sederajat.Ada tiga syarat supaya manusia dapat sampai pada posisi asli, yaitu:1 Diandaikan bahwa tidak diketahui, manakah posisi yang akan diraih seorang pribadi tertentu di kemudian hari. Tidak diketahui manakah bakatnya, intelegensinya, kesehatannya, kekayaannya, dan aspek sosial yang lain.2 Diandaikan bahwa prinsip-prinsip keadilan dipilih secara konsisten untuk memegang pilihannya tersebut.3 Diandaikan bahwa tiap-tiap orang suka mengejar kepentingan individu dan baru kemudian kepentingan umum. Ini adalah kecenderungan alami manusia yang harus diperhatikan dalam menemukan prinsip-prinsip keadilan. Dalam menciptakan keadilan, prinsip utama yang digunakan adalah:1. Kebebasan yang sama sebesar-besarnya, asalkan tetap menguntungkan semua pihak;2. Prinsip ketidaksamaan yang digunakan untuk keuntungan bagi yang paling lemah. Prinsip ini merupakan gabungan dari prinsip perbedaan dan persamaan yang adil atas kesempatan.Secara keseluruhan berarti ada tiga prinsip untuk mencari keadilan, yaitu: a. Kebebasan yang sebesar-besarnya sebagai prioriotas,b. Perbedaan,c. Persamaan yang adil atas kesempatan.Asumsi pertama yang digunakan adalah hasrat alami manusia untuk mencapai kepentingannya terlebih dahulu baru kemudian kepentingan umum. Hasrat ini adalah untuk mencapai kebahagiaan yang juga merupakan ukuran pencapaian keadilan. Maka harus ada kebebasan untuk memenuhi kepentingan ini. Namun realitas masyarakat menunjukan bahwa kebebasan tidak dapat sepenuhnya terwujud karena adanya perbedaan kondisi dalam masyarakat. Perbedaan ini menjadi dasar untuk memberikan keuntungan bagi mereka yang lemah. Apabila sudah ada persamaan derajat, maka semua harus memperoleh kesempatan yang sama untuk memenuhi kepentingannya. Walaupun nantinya memunculkan perbedaan, bukan suatu masalah asalkan dicapai berdasarkan kesepakatan dan titik berangkat yang sama.Dari latar belakang yang dipaparkan diatas berikut kasus selengkapnya yang terjadi. Seorang nenek tua yang biasa dipanggil Nenek Minah (55) tak pernah menyangka perbuatan isengnya memetik 3 buah kakao di perkebunan milik PT Rumpun Sari Antan (RSA) akan menjadikannya sebagai pesakitan di ruang pengadilan. Bahkan untuk perbuatannya itu dia diganjar 1 bulan 15 hari penjara dengan masa percobaan 3 bulan. Ironi hukum di Indonesia ini berawal saat Minah sedang memanen kedelai di lahan garapannya di Dusun Sidoarjo, Desa Darmakradenan, Kecamatan Ajibarang, Banyumas, Jawa Tengah, pada 2 Agustus lalu. Lahan garapan Minah ini juga dikelola oleh PT RSA untuk menanam kakao. Ketika sedang asik memanen kedelai, mata tua Minah tertuju pada 3 buah kakao yang sudah ranum. Dari sekadar memandang, Minah kemudian memetiknya untuk disemai sebagai bibit di tanah garapannya. Setelah dipetik, 3 buah kakao itu tidak disembunyikan melainkan digeletakkan begitu saja di bawah pohon kakao. Dan tak lama berselang, lewat seorang mandor perkebunan kakao PT RSA. Mandor itu pun bertanya, siapa yang memetik buah kakao itu. Dengan polos, Minah mengaku hal itu perbuatannya. Minah pun diceramahi bahwa tindakan itu tidak boleh dilakukan karena sama saja mencuri. Sadar perbuatannya salah, Minah meminta maaf pada sang mandor dan berjanji tidak akan melakukannya lagi. 3 Buah kakao yang dipetiknya pun dia serahkan kepada mandor tersebut. Minah berpikir semua beres dan dia kembali bekerja. Namun dugaanya meleset. Peristiwa kecil itu ternyata berbuntut panjang. Sebab seminggu kemudian dia mendapat panggilan pemeriksaan dari polisi. Proses hukum terus berlanjut sampai akhirnya dia harus duduk sebagai seorang terdakwa kasus pencuri di Pengadilan Negeri (PN) Purwokerto. Dan hari ini, Kamis (19/11/2009), majelis hakim yang dipimpin Muslih Bambang Luqmono SH memvonisnya 1 bulan 15 hari dengan masa percobaan selama 3 bulan. Minah dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 362 KUHP tentang pencurian.

BAB IIIPENUTUP

3.1 Simpulan Peraturan ada agar terciptanya sebuah ketertiban, keteraturan serta kesejahteraan bagi para anggota masyarakat yang menjalankannya. Peraturan merupakan sebuah hukum dan hukum tersebut memiliki sanksi dan reword tersendiri. Suatu hukum atau aturan itu juga berlaku bukan hanya pada kehidupan bermasyarakat melainkan juga berlaku pada kehidupan bernegara. Dengan begitu hukum yang ada haruslah ditegakan dan dilaksanakan tanpa adanya pembeda atau pemberlakuan hukum yang dirasa diskriminatif terhadap suatu pihak. Pada dasarnya hukum itu tidak berlaku secara diskriminatif kecuali oknum aparat atau penegak hukum dalam kenyataan sosial telah memberlakukan hukum itu secara diskriminatif. Akhirnya penegakan hukum tidak mencerminkan adanya kepastian hukum dan rasa keadilan dalam masyrakat.

3.2 Saran Para penegak hukum seharusnya melakukan segala upaya untuk menegakkan hukum formil/due process of lawdalam posisinya masing-masing demi terwujudnya sebuah kebenaran materil. Karena tanpa adanya penegakkan hukum formil tersebut, maka kebenaran materil menjadi sangat diragukan. Bagaimana kita dapat mengatakan sebuah hal adalah kebenaran hakiki, padahal dalam rangka mencapai kebenaran hakiki tersebut kita melakukan segala upaya (bahkan dengan melakukan upaya di luar hukum) untuk membuktikan seseorang bersalah atau untuk membuktikan seseorang tidak bersalah.Bahwa dengan demikian maka sesungguhnya setelah kita mengerti tentang apa itu adil, apa itu rasa keadilan masyarakat dan apa itu hukum formil, maka seharusnya kita sudah dapat mengubah paradigma berpikir Keadilan vs. Kepastian hukum harus diubah menjadiKeadilan + Kepastian Hukum (baca : Hukum Formil) = Kebenaran Materil.Hal ini perlu kita pahami bersama karena Keadilan tidak bisa diperhadapkan/dipertentangkan dengan Kepastian Hukum, karena keduanya adalah kawan seperjalanan yang seharusnya berjalan berdampingan dan bukan dibenturkan. Karena seharusnya kita dengan sekuat tenaga menggunakan keadilan dan kepastian hukum sebagai alat bedah kita dalam menangani sebuah kasus.