makalah sistem pernapasan

42
BAB II PEMBAHASAN Sistem Pernapasan Pada Lansia Pernapasan secara harfiah berarti pergerakan oksigen (O 2 ) dari atmosfer menuju ke sel dan keluarnya karbon dioksida (CO 2 ) dari sel ke udara bebas. Sistem pernapasan atau respirasi adalah proses pengambilan oksigen (O 2 ) dari udara bebas saat menarik napas, O 2 tersebut kemudian melewati saluran napas (bronkus dan sampai ke dinding alveoli). Sesampainya di alveoli O 2 akan ditransfer ke pembuluh darah yang didalamnya mengalir sel-sel darah merah untuk dibawa ke sel-sel di berbagai organ tubuh lain sebagai energi dalam proses metabolisme. Setelah metabolisme, sisa- sisa metabolisme terutama karbon dioksida akan dibawa darah untuk di buang kembali ke udara bebas melalui paru saat membuang napas. (Suryo, Joko: 2010) Respirasi adalah difusi gas antara alveolus dan kapiler yang melakukan fungsi perfusi. Respirasi berlangsung melalui difusi, yaitu perpindahan gas sesuai penurunan gradien konsentrasi . (Corwin, Elizabeth J: 2008)

Upload: melly-indah-purwanti

Post on 26-Nov-2015

76 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

makalah sistem pernasan

TRANSCRIPT

BAB II

PEMBAHASAN

Sistem Pernapasan Pada LansiaPernapasan secara harfiah berarti pergerakan oksigen (O2) dari atmosfer menuju ke sel dan keluarnya karbon dioksida (CO2) dari sel ke udara bebas.

Sistem pernapasan atau respirasi adalah proses pengambilan oksigen (O2) dari udara bebas saat menarik napas, O2 tersebut kemudian melewati saluran napas (bronkus dan sampai ke dinding alveoli). Sesampainya di alveoli O2 akan ditransfer ke pembuluh darah yang didalamnya mengalir sel-sel darah merah untuk dibawa ke sel-sel di berbagai organ tubuh lain sebagai energi dalam proses metabolisme. Setelah metabolisme, sisa-sisa metabolisme terutama karbon dioksida akan dibawa darah untuk di buang kembali ke udara bebas melalui paru saat membuang napas. (Suryo, Joko: 2010) Respirasi adalah difusi gas antara alveolus dan kapiler yang melakukan fungsi perfusi. Respirasi berlangsung melalui difusi, yaitu perpindahan gas sesuai penurunan gradien konsentrasi . (Corwin, Elizabeth J: 2008)

A. Fisiologi sistem pernapasan Situasi faal paru seseorang dikatakan normal jika hasil kerja proses ventilasi, distribusi, perfusi, difusi, serta hubungan antara ventilasi dan perfusi pada orang tersebut dalam keadaan santai menghasilkan tekanan parsial gas darah arteri (PaO2 dan PaCO2) yang normal. Yang dimaksud keadaan santai adalah keadaan ketika jantung dan paru tanpa beban kerja yang berat.

Menurut Guyton & Hall (1997) tujuan dari pernapasan adalah untuk menyediakan oksigen bagi jaringan dan membuang karbon dioksida. Untuk mencapai tujuan ini, pernapasan dibagi menjadi empat peristiwa fungsional utama, yaitu :

1. Ventilasi paru, yang berarti masuk dan keluarnya udara antara atmosfer dan alveoli paru.2. Difusi O2 dan CO2 antara alveoli dan darah.

3. Transportasi O2 dan CO2 dalam darah dan cairan tubuh ke dan dari sel-sel.

4. Pengaturan ventilasi.

Ventilasi Udara bergerak masuk dan keluar paru karena ada selisih tekanan atmosfer dan alveolus akibat kerja mekanik otot-otot. Selama inspirasi, volume toraks bertambah besar karena diafragma turun dan iga terangkat. Peningkatan volume ini menyebabkan penurunan tekanan intrapleura, dari sekitar -4 mmHg (relatif terhadap tekanan atmosfer) menjadi sekitar -8 mmHg. Pada saat yang sama tekanan intrapulmonal atau tekanan jalan napas menurun sampai -2 mmHg (relatif terhadap tekanan atmosfer) dari 0 mmHg pada mulai inspirasi. Selisih tekanan antara jalan napas dan atmosfer menyebabkan udara mengalir ke dalam paru sampai tekanan jalan napas pada akhir inspirasi sama dengan tekanan atmosfer. Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat elastisitas dinding dada dan paru. Pada waktu otot interkostalis eksternus relaksasi, rabgka iga turun dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam rongga toraks, menyebabkan volume toraks berkurang. Otot interkostalis internus dapat menekan iga ke bawah dan ke dalam pada waktu ekspirasi kuat dan aktif, selain itu otot-otot abdomen dapat berkontraksi sehingga tekanan intraabdominal membesar dan menekan diafragma ke atas. Pengurangan volume toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura maupun intrapulmonal. Tekanan intrapulmonal sekarang meningkat dan mencapai 1 sampai 2 mmHg diatas tekanan atmosfer. Selisih tekanan jalan napas dan atmosfer ini menjadi tebalik, sehingga udara mengalir keluar dari paru sampai tekanan jalan napas dan tekanan atmosfer menjadi sama kembali pada akhir ekspirasi.

Difusi

Secara umum difusi diartikan sebagai peristiwa perpindahan molekul dari suatu daerah yang konsentrasi molekulnya tinggi ke daerah yang konsentrasinya lebih rendah. Difusi yang terjadi di dalam paru adalah perpindahan molekul gas dari rongga alveoli melintasi membran alveolikapiler. Kekuatan pendorong untuk perpindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas. Tekanan parsial O2 (PO2) dalam atmosfer pada permukaan laut besarnya sekitar 159 mmHg. Namun pada waktu O2 sampai di trakea, tekanan parsial ini akan menurun sampai sekitar 149 mmHg karena dilembabkan dan dihangatkan oleh jalan napas. tekanan parsial O2 yang diinspirasi akan menurun kira-kira 103 mmhg pada saat mencapai alveoli karena tercampur udara dalam ruang mati anatomik saluran jalan napas. ruang mati anatomik ini dalam keadaan normal mempunyai volume sekitar 1 ml udara per pound berat badan. Hanya udara bersih yang mencapai alveolus yang merupakan ventilasi efektif. Tekanan parsial O2 dalam darah vena campuran (PVO2) di kapiler paru-paru kira-kira sebesar 40 mmHg. PO2 kapiler lebih rendah daripada tekanan dalam alveolus sehingga O2 mudah berdifusi ke dalam aliran darah. Perbedaan tekanan antara darah dan PaCO2 yang jauh lebih rendah menyebabkan CO2 berdifusi ke dalam alveolus. CO2 ini kemudian dikeluarkan ke atmosfer.

Transpor O2 dan CO2 dalam Darah

O2 dapat diangkut dari paru ke jaringan-jaringan melalui 2 jalan ; secara fisik larut dalam plasma atau secara kimia berikatan dengan Hb sebagai oksiHb . ikatan kimia O2 dengan Hb bersifat reversibel, dan jumlah sesungguhnya yang diangkut dalam bentuk ini mempunyai hubungan nonlinear dengan tekanan parsial O2 dalam arteri (PaO2), yang ditentukan oleh jumlah O2 yang secara fisik larut dalam plasma darah. Selanjutnya, jumlah O2 yang secara fisik larut dalam plasma mempunyai hubungan langsung dengan tekanan parsial O2 dalam alveoli (PAO2). Pada tingkat jaringan, O2 akan melepaskan diri dari Hb ke dalam plasma dan berdifusi dari plasma ke sel-sel jaringan tubuh untuk memenuhi kebutuhan jaringan yang bersangkutan. Meskipun kebutuhan jaringan bervariasi, namun sekitar 75% Hb masih berikatan dengan O2 pada waktu kembali ke paru dalam bentuk darah vena campuran. Jadi hanya sekitar 25% O2 dalam darah arteri yang digunakan untuk keperluan jaringan. Hb yang telah melepaskan O2 pada tingkat jaringan disebut Hb tereduksi. Hb tereduksi berwarna ungu dan menyebabkan warna kebiruan pada darah vena, sedangkan HbO2 berwarna merah terang dan menyebabkan warna kemerahan pada darah arteri. Transpor CO2 dari 2jaringan ke paru untuk dibuang dilakukan dengan 3 cara. Sekitar 10% CO2 secara fisik larut dalam plasma, sekitar 20% CO2 berikatan dengan gugus amino pada Hb (karbaminohemoglobin) dalam sel darah merah, dan sekitar 70% diangkut dalam bentuk bikarbonat plasma HCO3-

Pengaturan Ventilasi

Sistem saraf secara normal mengatur kecepatan ventilasi alveolus hampir sama dengan permintaan tubuh sehingga tekanan oksigen darah srteri (PO2) dan tekanan karbon dioksida (PCO2) hampir tidak berubah. Pusat pernapasan adalah beberapa kelompok neuron yang terletak di sebelah bilateral medula onlongata dan pons. Daerah ini dibagi menjadi tiga kelompok utama; (1) kelompok pernapasan dorsal, terletak di bagian dorsal medula, menyebabkan inspirasi, (2) kelompok pernapasan ventral, yang terletak di ventrolateral medula, menyebabkan ekspirasi, dan (3) pusat pneumotaksik, yang terletak di sebelah dorsal bagian superior pons, yang membantu mengatur kecepatan dan pola bernapas.B. Perubahan anatomi fisiologi system pernapasan.1. Perubahan anatomi sistem pernapasan

Yang mengalami perubahan adalah:

a. Dinding dada; Tulang-tulang mengalami osteoporosis, tulang-tulang rawan mengalami osifikasi, terjadi perubahan bentuk dan ukuran dada. Sudut epigastrik relative mengecil dan volume rongga dada mengecil.

b. Otot-otot pernapasan mengalami atrofi

c. Saluran napas; akibat kelemahan otot, berkurangnya jaringan elastis bronkus dan alveoli menyebabkan lumen bronkus mengecil. Cincin-cincin tulang rawan bronkus mengalami perkapuran

d. Struktur jaringan parenkim paru; bronkiolus, duktus alveolaris, dan alveolus membesar secara progresif. Struktur kolagen dan elastin dinding saluran nafas perifer kualitas nya mengurang sehingga menyebabkan elastisitas jaringan parenkim paru mengurang. 2. Perubahan fisiologi sistem pernapasan

Perubahan fisiologi pada system pernapasan yang terjadi adalah:a. Gerak pernapasan; adanya perubahan bentuk, ukuran dada, maupun volume rongga dada akan merubah mekanika pernapasan, timbul keluhan sesak nafas. Kelemahan otot pernapasan menimbulkan penurunan kekuatan gerak nafas, terlebih apabila terdapat deformitas rangka dada akibat penuaan.

b. Distribusi gas; perubahan struktur anatomi saluran nafas akan menimbulkan penumpukan udara dalam alveolus ataupun gangguan pendistribusian udara nafas dalam cabang-cabang bronkus

c. Volume dan kapasitas paru menurun; hal ini disebabkan karena kelemahan otot napas, elastisistas jaringan parenkim paru menurun, resistensi saluran nafas. Secara umum dikatakan bahwa pada usia lanjut terjadi pengurangan ventilasi paru.

d. Gangguan transport gas; pada usia lanjut terjadi penurunan PaO2 secara bertahap, yang penyebabnya terutama karena adanya ketidakseimbangan ventilasi perfusi. Selain itu diketahui bahwa pengambilan O2 oleh darah dari alveoli (difusi gas) dan transport oksigen ke jaringan-jaringan berkurang, terutama terjadi pada saat melakukan olahraga. Penurunan pengambilan oksigen maksimal disebabkan antara lain karena: (1) berbagai perubahan pada jaringan paru yang menghambat difusi gas, dan (2) Karena berkurangnya aliran darah ke paru akibat turunnya curah jantung.

e. Gangguan perubahan ventilasi paru; pada usia lanjut terjadi gangguan pengaturan ventilasi paru akibat adanya penurunan kepekaan kemoreseptor perifer, kemoreseptor sentral ataupun pusat-pusat pernapasan dimedula oblongata dan pons terhadap rangsangan berupa penurunan PaO2, peninggian PaO2, perubahan pH darah arteri, dan sebagainya.C. Patogenesis penyakit paru pada usia Lanjut

Mekanisme timbulnya penyait yang menyertai usia lanjut dapat dijelaskan atau dapat dikaitkan dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada usia lanjut, perubahan-perubahan tersebut adalah:1. Perubahan Anatomik-fisiologik

Dengan adanya perubahan anatomik-fisiologik sistem pernapasan ditambah adanya faktor-faktor lainnya dapat memudahkan timbulnyya beberapa macam penyakit paru: bronchitis kronis, emfisema paru, PPOK, TB paru, kanker paru dan sebagainya (mangunegoro, 1992; Davie. 1985; Widjayakusumah, 1992; rahmatullah, 1994; Suwodo, 1990 a, 1990 b; Yusuf, 1990).

2. Perubahan daya tahan tubuh

Pada usia lanjut terjadi penurunan daya tahan tubuh, antara lain karena melemahnya fungsiblimfosit B dan T (Subowo, 1993; Roosdjojo dkk, 1998), sehingga penderita rentan terhadap kuman-kuman pathogen, virus, prtoza, bakteri, atau jamur (Haryant dan Nelwan, 1990).

3. Perubahan metabolik tubuh

Pada orang usia lanjut sering terjadi perubahan metabolik tubuh, dan paru dapat ikut mengalami perubahan. Penyebab tersering adalah penyakit yang bersifat sistemik: diabetes mellitus, uremi, arthritis rematoid, dan sebagainya. Factor usia peranannya tidak jelas, tetapi lamanya menderita penyakit sistemik mempunyai andil untuk timbulnya kelainan paru tadi (Davies, 1998).

4. Perubahan respon terhadap obat

Pada orang usia lanjut, bisa terjadi bahwa penggunaan obat-obatan tertentu akan memberikan respons atau perubahan pada paru da saluran nafas, yang mungkin perubahan-perubahan tadi tidak terjadi pada usia muda. Contoh, yaitu peyakit paru akibat idiosinkrasi terhadap obat yang sedang digunakan dalam pengobatan penyakit yang sedang dideritanya, yang mana proses tadi jarang terjadi pada usia muda (Davies, 1985).5. Perubahan degenerative

Perubahan degenerative merupakan perubahan yang tidak dapat dielakan terjaadinya pada individu-individu yang mengalami proses penuaan. Penyakit paru yang timbul akibat proses (perubahan) degenerative tadi, misalnya terjadinya bronchitis kronis, emfisema paru, penyakit paru obstruktif menahun, karsinoma paru yang terjadinya pada usia lanjut dan sebagainya (davies, 1985).

6. Perubahan atau kejadian lainnya

Ada pengaruh-pengaruh lanjut yang terjadi sebelum atau selama usia lanjut yang dapat mempengaruhi dirinya sehingga dapat memudahkan timbulnya penyakit paru tertentu pada usia lanjut, misalnya:

a. Kebiasaan merokok di masa lalu dan sekarang

Merokok yang berlangsung lama dapat menimbulkan perubahan-perubahan struktur pada saluran nafas, juga dapat menurunkan fungsi system pertahanan tubuh yang diperankan oleh paru dan saluran nafas, sehingga memudahkan timbulnya infeksi pada perubahan-perubahan pada saluran nafas, dapat pula memudahkan timbulnya keganasan paru, PPOK, bronchitis kronis, dan sebagainya (Mangunegoro, 1992)

b. Pengaruh atau akibat kekurangan gizi

Pada usia lanjut telah diketahui terjadi penurunan daya tahan tubuh, terutamma respons imun seluler (Roosdjojo, 1988). Ini merupakan konsekuensi lanjut atas terjadinya involusi kelenjar timus pada usia lanjut. Proses involusi kelenjar timus menyebabkan jumlah hormn timus yang beredar dalam peredaran darah menurun, berakibat proses pemasakan limfosit T berkurang dan limfosit T yang beredar dalam peredaran darah juga berkurang. Imunitas humoral pada usia lanjut juga terdapat perubahan yang berarti, bahkan terdapat peninggian kadar autoantibodi (Subowo, 1993) . IgA dan IgG terdapat peningkatan, sedangkan IgM mengalami penurunan.D. Asuhan Keperawatan Pada Lansia dengan Gangguan Sistem Pernapasan

Proses penuaan menyebabkan beberapa perubahan structural dan fungsional pada toraks dan paru-paru. Tujuan pernapasan adalah untuk pertukaran oksigen dan karbon dioksida antara lingkungan eksternal dan darah . Pada lansia ditemukan alveoli menjadi kurang elastic dan lebih berserabut serta berisi kapiler-kapiler yang kurang berfungsi, sehingga kapasitas penggunaan menurun karena kapasitas difusi paru-paru untuk oksigen tidak dapat memenuhi permintaan tubuh. Daya pegas paru-paru berkurang, sehingga secara normal menahan toraks sedikit pada posisi terkontraksi disertai dengan penurunan kekuatan otot rangka pada toraks dan diafragma. Karena dinding toraks lebih kaku dan otot pernapasan menjadi lemah, maka menyebabkan kemampuan lansia untuk batuk efektif menurun. Dekalsifikasi iga dan peningkatan kalsifikasi dari kartilago kostal juga terjadi. Membrane mukosa lebih kering, sehingga menghalangi pembuangan secret dan menciptakan resiko tinggi terhadap infeksi pernapasan.1. Pengkajian

Pengkajian pada lansia dengan gangguan sistempernapasan adalah sebagai berikut.a. Adanya kesulitan bernapas (dispnea). Hal ini dapat terjadi pada klien dengan kelelahan/ aktivitas berlebih, penyempitan saluran napas, sumbatan saluran napas, dan infeksi saluran napas. b. Perubahan frekuensi dan irama pernapasan (nadi cepat atau lambat), terengah-engah.c. Obesitas d. Anemiae. Adanya secretf. Adanya bunyi saat bernapasg. Adanya batukh. Adanya nyeri dada dan berdebar-debari. Peningkatan suhu (demam)2. Masalah keperawatan

Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada lansia dengan gangguan pada system pernapasan adalah sebagai berikut.a. Pola nafas tidak efektifb. Kebersihan jalan nafas tidak efektif c. Gangguan pola tidurd. Keterbatasan aktivitase. Kurang pengetahuanf. Kecemasan3. Intervensi keperawatanIntervensi keperwatan yang dapat dilakukan pada lansia dengan gangguan pada system pernapasan adalah sebagai berikut.

a. Kaji penyebab kesulitan bernapasb. Beri kesempatan istirahat dan kenyamanan yang cukupc. Hindari pakaian yang menekan, mengikat, atau sempitd. Tingkatkan masukan cairan dan nutrisi yang bergizie. Atasi setres atau tekanan jiwaf. Antjurkan latihan napasg. Anjurkan untuk tidak merokokh. Ubah posisi untuk memperbaiki ventilasii. Palingkan wajah/tutup hidung dan mulut/gunakan sapu tangan (tissue) ketika bersin atau batukj. Kolaborasi pemberian antipiretik dan antibiotic serta obat pengencer dahak kemudian bantu untuk meminumnyak. Lakukan pemeriksaan secara berkala sekurang-kurangnya 6 bulan sekali atau bila ada keluhanl. Upayakan ventilasi udara lancerm. Upayakan cahaya matahari masuk kedalam kamar atau rumahn. Hidari pencemaran udarao. Latih klien untuk membuang ludah pada tempat yang tertutupp. Pendidikan dan konselingq. Beri motivasi dan anjurkan klien untuk menenangkan jiwa denggan banyak berdoa sesuai ajarannyaE. Penyakit Sistem Pernapasan Pada Lansia dan Terapi KomplementernyaTuberculosis paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini juga dapat menyebar ke bagian tubuh lain seperti meningen, ginjal, tulang, dan nodul limfe. Tuberculosis paru pada usia lanjut sering dilupakan karena beberapa hal yaitu keluhan, gejala klinik, maupun gambaran radiologic tidak khas. Etiologi.

Seperti pada lazimnya, penyebab infeksi ialah kuman tahan asam, Mycobacterium tuberculosis. Umumnya infeksinya merupakan reaktivitas focus dormant yang terjadi berpuluh-puluh ttahun sebelumnya (Suwondo, 1990).Mycobacterium tuberculosis merupakan jenis kuman berbentuk batang berukuran panjang 1-4 mmdengan tebal 0,3-0,6 mm. sebagian besar komponen Mycobacterium tuberculosis adalah bentuk lemak/lipid sehingga kuman mampu tahan terhadap asam serta sangat tahan terhadap zat kimia dan factor fisik. Mikroorganisme ini adalah bersifat aerob yakni menyukai daerah yang banyak oksigen. Oleh karena itu Mycobacterium tuberculosis senang tinggal di daerah apeks paru yang kandungan oksigennya tinggi. Daerah tersebut menjadi tempat yang kondusif untuk penyakit tuberculosis.PatofisiologiInfeksi diawali karena seseorang menghirup basil Mycobacterium tuberculosis. Bakteri menyebar melalui jalan nafas menuju alveoli lalu berkembang biak dan tertumpuk. Perkembangan Mycobacterium tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke area lain dari paru (lobus atas). Basil juga menyebar melalui system limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal, tulang, dan korteks serebri) dan area lain dari paru atas (lobus atas). Selanjutnya system kekebalan tubuh memberi respon dengan melakukan reaksi inflamasi. Neutrofil dan makrofag melakukan aksi fagositosis (menelan bakteri), sementtara limfosit spesifik-tuberculosis melisiskan (menghancurkan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan terakumulasinya eksudat dalam alveoli yang menyebabkan bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar bakteri. Interaksi antara Mycobacterium tuberculosis dan system kekebalan tubuh pada masa awal infeksi membentuk sebuah massa jaringan baru yang disebut granuloma. Granuloma terdiri atas gumpalan basil hidup dan mati yang dikelilingi oleh makrofag seperti dinding. Granuloma selanjutnya berubah bentuk menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut disebut ghon tubercle. Materi yang terdiri atas makrofag dan bakteri menjadi nekrotik yang selanjutnya membentuk materi yang penampakannya seperti keju (necrotizing caseosa). Hal ini akan menjadi kalsifikasi dan akhirnya membentuk jaringan kolagen, kemudian bakteri menjadi nonaktif.

Setelah infeksi awal, jika respons imun tidak adekuat maka penyakit akan menjadi lebih parah. Penyakit yang kian parah dapat timbul akibat infeksi ulang atau bakteri yang sebelumnya tidak aktif kembali menjadi aktif. Pada kasus ini, ghon tubercle mengalami ulserasi sehingga menghasilkan necrotizing caseosa di dalam bronkus. Tuberkel yang ulserasi selanjutnya menjadi sembuh dan membentuk jaringan parut. Paru-paru yang terinfeksi kemudian meradang, mengakibatkan timbulnya bronkopneumonia, membentuk tubercle dan seterusnya. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya. Proses ini berjalan terus dan basil terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan 10-20 hari). Daerah yang mengalami nekrosis dan jaringan granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan fibroblast akan menimbulkan respons berbeda, kemudian pada akhirnya membentuk suatu kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel.Pada usia lanjut, pasien akan mengalami penurunan fungsi paru. Maka apabila ia menderita tuberculosis paru, hal itu akan menambah beratnya gangguan fungsi paru.Gambaran KlinikTuberkulosis paru pada usia lanjut sering memberikan gambaran klinik tidak khas, penderita mungkin tampak menderita pneumonia atau bronchitis kronis dengan respons yang kurang baik terhadap antibiotika.Gejala tersering yang dikeluhkan oleh penderita tuberculosis usia lanjut adalah: sesak nafas, penurunan berat badan dan gangguan mental. Penderita TB paru usia lanjut jarang datang dengan keluhan hemoptisis, ataupun gejala klasik lainnya seperti pada pederita usia muda, misalnya demam, batuk-batuk produktif, keringat malam, dan sebagainya.

Bila tuberculosis paru pada usia lanjut berkembang sebagai reaktivasi dari focus infeksi sebelumnya, daerah paru yang paling sering terserang adalah daerah apeks paru dengan atau tanpa penyebaran ke daerah-daerah lain. Pada tuberculosis paru usia lanjut, cenderung terdengar ronki (basah) di daerah basal paru, terutama lobus kanan bawah (Suwondo, 1990a).Gambaran radiologic klasik bisa seperti pada penderita tuberculosis paru usia muda, misalnya ditemui gambaran infiltrate, fibrosis, kalsifikasi, kavitas, efusi pleura, pneumotoraks atau bercak-bercak milier. Pada penderita usia lanjut jarang ditemukan kavitas dibanding pada penderita usia muda dan lebih sering didapatkan infiltrate di lobus paru kanan bawah. Pada penderita usia lanjut, kadang-kadang tuberculosis paru menyerupai karsinoma paru terutama apabila timbul infiltrat di hilus atau para hiler sehingga tampak seperti massa di hilus (Suwondo, 1990 a).

Diagnosis.

Penegakan diagnosis tuberculosis paru pada usia lanjut sama dengan pada penderita usia muda. Kesulitan diagnosis sering disebabkan karena keluhan dan kelainan fisik yang sering tidak jelas (khas). Selain itu diagnosis pasti yang didasarkan atas ditemukannya kuman BTA pada sputum, baik dengan pulasan langsung atau kultur, sulit dipenuhi karena pada usia lanjut sulit mengeluarkan sputum atau sputumnya sangat sedikit. Maka perlu dilakukan perangsangsangan dengan pemberian NaCl fisiologis lewat nebulizer atau cara lainnya (Suwondo, 1990 a).PenatalaksanaanPada penderita usia lanjut, penyakit-penyakit yang diderita cenderung multi organ, oleh karenanya pengelolaan penderita usia lanjut sebaiknya secara holistic (terpadu) (Suwondo, 1990 a). hal ini diperlukan untuk menghindari adanya efek samping obat, keracunan obat karena adanya interaksi obat yang diberikan bersama-sama.

a. Penatalaksanaan medis

Obat anti tuberculosis yang biasa diberikan pada penderita usia lanjut adalah obat seperti untuk penderita usia muda. Obat-obat anti tuberculosis yang biasa diberikan adalah INH, rifampisin, etambutol. Streptomisin hanya dipakai apabila ada halangan menggunakan obat-obat lainnya tetapi pemberiannya harus hati-hati mengingat cepat timbul efek samping ototoksik dan nefrotoksik, kalau mungkin sebaiknya dihindarkan. Penderita harus mengenal gejala efek samping obat anti tuberculosis yang digunakan. Dosis masing-masing obat disesuaikan dengan berat badannya dan harus mengingat adanya penurunan fungsi-fungsi organ tubuh seperti hati, ginjal, syaraf, gangguan pendengaran dan sebagainya. Mengenai cara pemberian obat dan lamanya sama dengan penderita TB paru usia muda. Penderita diberitahu, kalau timbul efek samping salah satu obat harus segera dihentikan obat tersebut dan segara menghubungi dokter secepatnya (Yusuf, 1990).

Berikut obat-obat anti tuberculosis:

1. Isoniazid (INH)

Dosis: 5 mg/kg BB, PO

Efek samping: Periferal neuritis, hepatitis, hipersensitivitas

2. Ethambutol hydrochloride (EMB)

Dosis: 15 mg/Kg BB PO, untuk pengobatan ulang mulai dengan 25 mg/kg BB/hari selama 60 hari, kemudian diturunkansampai 15 mg/kg BB/hari.

Efek samping: optic neuritis (dapat sampai menjadi buta) dan skin rash

3. Rifampisin (RFP)

Dosis: 10 mg/Kg BB/hari POEfek samping: hepatitis, reaksi demam, purpura, nausea, dan vomitting

4. Pyrazinamide (PZA)

Dosis: 15-30 mg/Kg BB PO

Efek samping: hiperurikemia, hepatotoksisitas, skin rash, artralgia, dan distress gastrointestinal

Tindakan rehabilitasi perlu diberikan pada penderita mengingat gangguan fungsi paru pada penderita ini. Latihan fisik untuk menguatkan otot-otot pernafasan, latihan pernafasan, melatih cara batuk yang efektif dan sebagainya perlu dijelaskkan pada penderita.b. Penatalaksanaan keperawatan1. Pengkajian

a. Data pasien

Penyakit tuberkulosis ( TB ) dapat menyerang manusia mulai dari usia ana sampai dewasa dengan perbandingan yang hampir sama antara laki laki dan perempuan. Penyakit ini biasanya banyak ditemukan pada pasien yang tinggal didaerah dengan tingkat kepadatan tinggi sehingga masuknya cahaya matahari kedalam rumah minim.

Tuberkulosis pada anak dapat terjadi di usia berapapun, namun usia paling umum adalah antara1 4 tahun. Anak anak lebih sering mengalami TB luar paru paru ( extrapulmonary ) dibanding TB paru paru dengan perbandingan 3 : 1. Tuberkulosis luar paru paru adalah TB berat yang terutama ditemukan pada usia < 3 tahun. Angka kejadian ( prevalensi ) TB paru paru pada usia 5 12 tahun cukup rendah, kemuadian meningkat setelah usia remaja dimana TB paru paru menyerupai kasus pada pasien dewasa ( sering disertai lubang / kavitas pada paru paru ).

b. Riwayat kesehatan

Keluhan yang sering muncul antara lain :

1. Demam : subfebris, febris ( 40 41oC ) hilang timbul.

2. Batuk : terjadi karena adanya iritasi pada bronkhus. Batuk ini terjadi untuk membuang / mengeluarkan produksi radang yang dimulai dari batuk kering sampai dengan batuk purulen ( menghasilkan spitum ).

3. Sesak nafas : bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai setengah paru paru.

4. Nyeri dada : jarang ditemukan, nyeri akan timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.

5. Malaise : ditemukan berupa anoreksia, nafsu makan menurun, berat badan menurun, sakit kepala, nyeri otot dan keringat malam.

6. Sianosis, sesak nafas dan kolaps merupakan gejala atelektasis. Bagian dada pasien tidak bergerak pada saat bernapas dan jantung terdorong ke sisi yang sakit. Pada foto toraks, pada sisi yang sakit tampak bayangan hitam dan diafragma menonjol ke atas.

7. Perlu ditanyakan dengan siapa pasien tinggal, karena biasanya penyakit ini muncul bukan karena sebagai penyakit keturunan tetapi merupakan penyakit infeksi menular.c. Pemeriksaan fisik

Pada tahap dini sulit diketahui

Ronchi basah, kasar dan nyaring

Hipersonor / timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada auskultasi memberikan suara unforik

Pada keadaan lanjut terjadi atropi, retraksi interkostaldan fibrosis

d. Pemeriksaan tambahan1. Sputum culture : untuk memastikan apakah keberadaan M. Tuberculosis pada stadium aktif.

2. Ziehl neelsen ( Acid fast Staind applied to snear of body fluid ) : positif untuk BTA.

3. Skin tesd ( PPD, mantoux, tine, and volimer patch ) : reaksi positif ( area indurasi 10 mm atau lebih, timbul 48 72 jam setelah injeksi antigen intradermal ) mengindikasikan infeksi lama dan adanya antibodi, tetapi tidak mengindikasikan penyakit dedang aktif.

4. Chest X ray : dapat memperlihatkan infiltrasi kecil pada lesi awal dibagian atas paru paru, deposit kalsium pada lesi primer yang membaik atau cairan pleura. Perubahan yang mengindikasikan TB lebih berat dapat mencakup area berlubang dan fibrosa.

5. Histologi atau kultur jaringan ( termasuk kumbah lambung, urine dan CSF, serta biopsi kulit ) : positif untuk M. Tuberculosis.

6. Needle biopsi of lung tissue : positif untuk granuloma TB, adanya sel sel besar yang mengindikasikan nekrosis.

7. Elektrolit : mungkin abnormal tergantung dari lokasi, dan beratnya infeksi : misalnya hiponatremia mengakibatkan retensi air, dapat ditemukan pada TB paru paru kronis lanjut

8. ABGs : mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat, dan sisa kerusakan paru paru.

9. Bronkografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronkhus atau kerusakan paru paru karena TB.

10. Darah : lekositosis , LED meningkat

11. Test funsi paru paru : VC menurun, dead space meningkat, TLC meningkat, dan menurunnya saturasi O2 yang merupakan gejala sekunder dari fibrosis / infiltrasi parenkim paru paru dan penyakit pleura.

E. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU PARUNO Diagonis

KeperawatanPerencanaan

Tujuan Intervensi Rasional

Bersihkan jalan nafas tidak efektif yang berhubungan dengan

Sekret kental atau mengandung darah

Fatique

Kemampuan batuk kurang

Edema trakea / faring

Jalan nafas bersih dan efektif

a. Pasien menyatakan bahwa batuk berkurang hilang. Tidak ada sesak dari sekret berkurang

b. Suara napas normal

( vesikular )

c. Frekuensi nafas 16 20 kali permenit ( dewasa )

d. Tidak ada dispneaIndependen

a. Mengkaji fungsi resiprasi antara lain suara, jumlah, irama dan kedalaman nafas serta catatan pula mengenai penggunaan otot nafas tambahan

b. Mencatat kemampuan untuk mengeluarkan sekret / batuk secara efektif

c. Mengatur posisi tidur semi atau high fowler. Membantu pasien untuk berlatih batuk secara efektif dan menarik nafas dalam.

d. Membersihkan sekret dari dalam mulut dan trakea, suction jika memungkinkan.

e. Memberikan minum kurang lebih 2.500 ml / hari, menganjurkan untuk minum dalam kondisi hangat jika tidak ada kontra indikasi.

Kolaborasi

a. Memberikan O2 udara inspirasi yang lembabb. Memberikan pengobatan atas indikasi :

1. Agen mukolitik

Misal : Acetilcystein

( mucomyst )

2. Bronkodilator.

Misal : Theophyline, Oxtriphyline

3. Kortikosteroid ( prednison )

Misal : Dexamethasone

c. Memberikan agen anti infeksi, misal :

1. Obat primer : Isoniazid ( INH ), Ethambutol ( EMB ), Rifampin ( RMP )

2. Pyrazinamide ( PZA ), Para Amino Salicilic ( PAS ), Streptomycin

3. Monitor pemeriksaan laboratorium ( sputum )Adanya perubahan fungsi respirasi dan penggunaan otot tambahan menandakan kondisi penyakit yang masih dalam kondisi penanganan penuh

Ketidakmampuan mengeluarkan sekret menjadikan timbulnya penumpukan berlebihan pada saluran nafas

Posisi semi high fowler memberikan kesempatan paru paru berkembang secara maksimal akibat diafragma turun kebawah. Batuk efektif mempermudah ekspektorasi mukus.

Pasien dalam kondisi sesak cenderung untuk bernafas melalui mulut yang jika tidak ditindaklanjuti akan mengakibatkan stomatitis.Air digunakan untuk menggantikan keseimbangan cairan tubuh akibat cairan banyak keluar melalui pernapasan. Air hangat akan mempermudah pengenceran sekret melalui proses konduksi yang mengakibatkan arteri pada area sekitar leher vasodilatasi dan mempermudah cairan dalam pembuluh darah dapat diikat oleh mukus / sekret

Berfungsi meningkatkan kadar tekanan parsial O2 dan saturasi O2 dalam darah

Berfungsi mengencerkan dahak

Meningkatkan / memperlebar saluran udara.Mempertebal dinding saluran udara ( bronkhus )

Menurunnya keaktivan dari mikroorganisme akan menurunkan respon inflamasi sehingga akn ber efek pada berkurangnya produksi sekret.

NoDiagnosa

KeperawatanPerencanaan

TujuanIntervensiRasional

2.Ketidakseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan :

Perasaan mual

Batuk produktif

Data data :

Data subjektif

Pasien mengatakan tidak nafsu makan

Pasien mengatakan makanan yang disediakan tidak habis.

Data Objektif

Adanya sisa makanan dalam tempat makan pasien ( makan < dari porsi yang dianjurkan )

Adanya penurunan berat badan ( tidak selalu muncul )

Penurunan laboratorium darah ( albuminemia )

Keseimbangan nutrisi terjaga setelah hari perawatan dengan kriteria :

a. Perasaan mual hilang atau berkurang

b. Pasien mengatakan nafsu makan meningkat

c. Berat badan pasien tidak mengalami penurunan drastis dan cenderung stabil.

d. Pasien terlihat dapat menghabiskan porsi makan yang disediakan.

e. Hasil analisis laboratorium menyatakan protein darah / albumin darah dalam rentang normal.Independen

a. Mendokumentasikan status nutrisi pasien, serta mencatat turgor kulit, berat badan saat ini, tingkat kehilangan berat badan, integritas mukosa mulut, tonus perut, dan riwayat nausea / vomit atau diare. Memonitor intake output dan berat badan secara terjadwal.

b. Memberikan oral care sebelum dan sesudah penatalaksanaan respiratori.

c. Menganjurkan makan sedikit, tapi sering dengan diet TKTP.

d. Menganjurkan keluarga untuk membawa makanan dari rumah terutama yang disukai oleh pasien dan kemudian makan bersama pasien jika tidak ada kontraindikasi.

Kolaborasi :

a. Mengajukan kepada ahli gizi untuk menentukan komposisi diet.

b. Memonitor pemeriksaan laboratorium, misal : BUN, serum protein, dan albumin.

c. Memberikan vitamin sesuai indikasi.

Menjadi data fokus untuk menentukan rencana tndakan selanjutnya.

Meningkatkan kenyamanan daerah mulut sehingga akan meningkatkan perasaan nafsu makan.

Meningkatkan intake makanan dan nutrisi pasien, terutama kadar protein tinggi yang dapat meningkatkan mekanisme tubuh dalam proses penyembuhan.Merangsang pasien untuk bersedia meningkatkan intake makanan yang berfungsi sebagai sumber energi bagi penyembuhan.

Menentukan kebutuhan nutrisi yang tepat bagi pasien.

Mengontrol keefektifan tindakan terutama dengan kadar protein darah.

Meningkatkan komposisi tubuh akan kebutuhan vitamin dan nafsu makan pasien.

3Risiko penyebaran infeksi, yang berhubungan :

Tidak ada adekuatnya mekanisme pertahanan diri, menurunnya aktivitas silia / sekret statis.

Kerusakan jaringan atau terjadi infeksi lanjutan.

Malnutrisi

Paparan lingkungan

Kurangnya pengetahuan untuk mencegah paparan dari kuman patogen.

Penyebaran infeksi tidak terjadi selama perawatan dengan kriteria :

a. Pasien dapat memperlihatkan perilaku sehat ( menutup mulut ketika batuk atau bersin ).

b. Tidak muncul tanda tanda infeksi lanjutan.

c. Tidak ada anggota keluarga / orang terdekat yang tertular penyakit seperti penderita.Independen

a. Me kajian patologi penyakit ( fase aktif / inaktif ) dan potensial penyebaran penyebaran infeksi melalui airbone droplet selama batuk, bersin, meludah, berbicara, tertawa dll.

b. Mengidentifikasi risiko penularan kepada orang lain seperti anggota keluarga dan temandekat. Menginstruksikan kepada pasien jika batuk / bersin maka ludahkan ke tissue.

c. Menganjurkan penggunaan tissue untuk membuang sputum. Me-review pentingnya mengontrol infeksi, misalnya dengan menggunakan masker.

d. Memonitor suhu sesuai indikasiUntuk mengetahui kondisi nyata dari masalah pasien fase inaktif tidak berarti tubuh pasien sudah terbebas dari kuman tuberkulosis.Mengurangi risiko anggota keluarga untuk tertular dengan penyakit yang sama dengan pasien.

Penyimpanan sputum pada wadah yang terdesinfeksi dan penggunaan masker dapat meminimalkan penyebaran infeksi melalui droplet.Peningkatan suhu menandakan terjadinya infeksi sekunder.

4. Risiko gangguan harga diri, yang berhubungan dengan :

Image negatif tentang penyakit

Perasaan Harga diri pasien dapat terjaga / tidak terjadi gangguan harga diri, dengan kriteria.

a. Pasien mendemonstrasikan / menunjukkan aspek positif dari dirinya.

b. Pasien mampu bergaul dengan orang lain tanpa merasa malu.Independen

a. Mengkaji ulang konsep diri pasien.

b. Memberikan penghargaan pada setiap tindakan yang mengarah kepada peningkatan harga diri.

c. Menjelaskan tentang kondisi pasien.

d. Melibatkan pasien dalam setiap kegiatan.Mengetahui aspek diri yang negatif dan positif, memungkinkan perawat menentukan rencana lanjutan.

Pujian dan perhatian akan meningkatkan harga diri pasien.

Pengetahuan tentang kondisi akan menjadi dasar bagi pasien untuk menentukan kebutuhan bagi dirinya.Pelibatan pasien dalam kegiatan akan meningkatkan mekanisme koping pasien dalam menangani masalah.