makalah seminar 4 modul ss bell's palsy
DESCRIPTION
modul SS 2011TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Bell’s palsy adalah suatu gangguan neurologis yang disebabkan oleh kerusakan saraf
fasialis yang menyebabkan kelemahan atau paralisis satu sisi wajah. Paralisis ini menyebabkan
asimetri wajah serta menganggu fungsi normal, seperti menutup mata dan makan.
Awitan Bell’s palsy biasanya mendadak. Penderita setelah bangun pagi mendapati salah
satu sisi wajahnya asimetris. Gejala awal yang ringan seperti kesemutan di sekitar bibir atau
mata kering biasanya cepat menjadi berat dalam waktu 48 jam atau kurang
Infeksi virus seperti herpes, mumps dan HIV, serta infeksi bakteri seperti penyakit Lyme
atau tuberculosis dapat menyebabkan inflamasi dan pembengkakan saraf fasialis sehingga
mengakibatkan Bell’s palsy. Stress, fraktur tengkorak, tumor, kehamilan atau kondisi neurologis
yang disebabkan penyakit kronis seperti diabetes mellitus dan sindrom Guillain-Barre dapat
menyebabkan Bell’s palsy.
1
BAB II
LAPORAN KASUS
Sesi 1 lembar 1
Seorang perempuan 30 tahun dengan muka kanan tidak dapat digerakkan,nyeri pada mata
kanannny dan telinga berdengung.
Sesi 1 lembar 2
Pasien bernama Ny. Tini berumur 30 tahun. Dari anamnesis pasien mulai merasakan
nyeri pada matanya baru beberapa hari yang lalu, sebelumnya 3 minggu yang lalu pasien baru
pulang dari malang setelah berwisata selama 3 hari dan pada pagi hari waktu bangun tidur pasien
mendadak merasa baal di muka sisi kanan dan muka mengok serta sukar mengendalikan otot
wajahnya dan telinga kanan terasa berdengung. Nyeri/rasa tidak nyaman sekitar rahang dan di
belakang telinga, sakit kepala.
Pasien baru pertama kali merasakan penyakitnya dan sebelumnya pasien tidak pernah
berobat ke dokter.
Pada pemeriksaan fisik
Tanda vital : kesadaran kompos mentis. Tinggi badan 165cm. berat badan 80kg. Suhu 360C.
Tensi: 140/90mmHg, nadi: 80x/menit, regular. Pernapasan 20x/menit. Alis mata dan sudut mulut
sisi kanan turun, muka mengok. Kelopak mata kanan tampak tidak tertutup rapat. Mata kanan
tampak kering, sisi kiri normal. Telinga kanan berdengung, hipersensitif terhadap suara pada
telinga sisi kanan. Faring sedikit hiperemis, tonsil T2/T2 sedikit hiperemis. Cor/pulmo normal.
Abdomen lemas, tidak ada nyeri tekan, tidak kembung, tidak ada hepatosplenomegali.
Ekstremitas tampak normal.
Sesi 2 lembar 1
Pada pemeriksan neurologic:
Alis mata dan sudut mulut sisi kanan turun, muka mengok. Kelopak mata tidak dapat ditutup.
Mata kanan kering.
2
Pupil: bulat isokor, reflex cahaya langsung +/+, tidak langsung +/+. Gerakan kedua bola ata:
kesegala arah normal tapi waktu disuruh melirikkan matanya keatas tampak dahi asimetris.
Waktu disuruh mengerutkan otot wajah kea rah kanan tidak bias, kea rah kiri bias. Lidah dapat
dicucurkan dengan normal. Pendengaran sisi kiri tidak terganggu, sisi kanan lebih peka.
Ekstremitas atas: gerakan bahu, siku, pergelangan tangan, dan lengan bawah bilateral normal,
tidak ada deformitas atau nyeri tekan.
Status neurologic ekstremitas superior kekuatan otot 5/5
Status neurologic ekstremitas inferior kekuatan otot 5/5, koordinasi dan keseimbangan baik,
reflex fisiologis +/+, reflex patologis -/-. Sensibilitas normal. Tidak ada gangguan miksi dan
defekasi.
Sesi 2 lembar 2
Hb :13,8
Eritrosit :4450
Leukosit :7800
Trombosit :365000
GDS :115
Ureum :29
Kreatinin :0,9
SGOT :38
SGPT :35
Elektrolit : Na 137; K 3,6; Cl 98
3
BAB III
PEMBAHASAN
Identitas Pasien
Nama : Ny. Tini
Usia : 30 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status : -
Pekerjaan : -
Alamat : -
Daftar Masalah
1. Wajah kanan tidak dapat digerakkan
2. Nyeri pada mata kanan
3. Telinga berdengung
Hipotesis
1. Bell's Palsy
2. Stroke
3. Meningioma
Anamnesis Tambahan
Keluhan:
Nyeri pada matanya beberapa hari yang lalu
3 minggu lalu pasien baru pulang dari malang selama 3 hari
Pagi hari setelah bangun tidur pasien merasa baal muka sisi kanan
Muka mengok sulit mengendalikan otot wajah
Telinga kanan terasa berdengung
4
Nyeri / rasa tidak nyaman sekitar rahang dan dibelakang telinga
Sakit kepala
Riwayat Penyakit Sekarang
Apakah sering terpapar udara dingin?
Apakah pernah mual muntah sebelumnya?
Bagaimana sakit kepalanya? Dirasa disebelah mana?
Bagaimana frekuensi sakit kepalanya?
Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah sebelumnya pernah mengalami mengalami hal yang sama?
Apakah sebelumnya sudah pernah didiagnosa menderita penyakit infeksi?
Riwayat Penyakit Keluarga
Apakah di keluarga ada yg mengidap penyakit tertentu? Misalkan DM, hipertensi,
penyakit jantung?
Riwayat Pengobatan
Apakah sebelumnya sudah melakukan pengobatan? Jika iya, obat apa saja yang sudah
diberikan?
Pemeriksaan Fisik
5
Pemeriksaan Fisik Hasil Pemeriksaa InterpretasiTanda vital :
Suhu 36o C Subnormal ( Normal: 36,5oC – 37,2oC )
Tekanan darah 140/90 mmHg Hipertensi grade I berdasarkan JNC VII
Nadi 80 x/menit Normal ( L: 60 – 100x/menit)
Respirasi 20 x/ menit Normal ( L: 16– 20x/menit ) Antropometri Tinggi badan : 165 cm.
Berat badan : 80 kg.Obesitas IBMI : 29,4
Keadaan umum Kesan sakit Sakit sedang Kesadaran Kompos mentis.
Inspeksi Wajah - Alis mata dan sudut
mulut sisi kanan turun.- Muka mengok.- Kelopak mata kanan
tidak tertutup rapat.- Sisi kiri wajah normal.
Adanya lesi pada N VII bagian perifer .
Mulut - Pharynx sedikit hiperemis.
- Tonsil T-2/T-2 sedikit hiperemis.
Adanya peradangan akibat saliva yang berkurang karna lesi N VII
Telinga - Sisi kanan berdengung.- Telinga kanan
hipersensitif terhadap suara.
Perkusi Jantung Normal Pulmo Normal
Pemeriksaan Neurologis
6
Status Neurologis :
Mata Alis mata turun
Kelopak mata tidak dapat ditutup rapat
Mata kanan tampak kering, sisi kiri normal
Pupil: Bulat, isokor, refleks cahaya langsung +/+, tidak langsung +/+
Gerakan kedua bola mata: Normal ke segala arah, namun saat melirikkan mata ke atas tampak dahi asimetris
Merupakan ciri-ciri Bell’s Palsy
Mulut Sudut mulut sisi kanan turun
Merupakan ciri-ciri Bell’s Palsy
Lidah dapat dicucurkan dengan normal
N. XII Normal
Dahi Saat mengerutkan otot wajah ke arah kanan tidak bisa, ke arah kiri bisa
Muka mengok
Merupakan ciri-ciri Bell’s Palsy
Telinga Pendengaran sisi kiri tidak terganggu, sisi kanan lebih peka
Telinga kiri normal dan terjadi Hiperakustik pada telinga kanan
Ekstremitas Superior: Gerakan bahu, siku, pergelangan tangan dan lengan bawah bilateral normal
Tidak ada deformitas atau nyeri tekan
Kekuatan otot 5/5
Normal
7
Inferior: Koordinasi dan keseimbangan baik
Kekuatan otot 5/5
Normal
Sensibilitas normal Normal
Gastrointestinal Tidak ada gangguan miksi dan defekasi
Normal
Refleks fisiologis + / + Normal
Refleks patologis - / - Normal
Pemeriksaan Laboratorium
Hasil lab Nilai normal InterpretasiHb (13,8) 12,1 – 15,1 NormalEritrosit (4450) 4,32- 5,2 juta NormalLeukosit (7800) 5.000- 10.000 NormalTrombosit (365.000) 150.000- 450.000 NormalGDS (115) <200 NormalUreum (29) 10-50 NormalKreatinin (0,9) 0,6- 1,2 NormalSGOT (38) 5-40 NormalSPGT (35) 7-56 NormalNa (137) 135-145 NormalK (3,6) 3,5-5 NormalCl (98) 95-105 Normal
Pada kasus Bell’s Palsy, biasa tidak adanya kelainan pada hasil dari pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan Neurologik
Alis mata dan sudut mulut sisi kanan turun
Karena adanya kelumpuhan sementara pada sisi yang kanan, maka sudut mulut akan tertarik pada sisi yang tidak mengalami paralisis yaitu sisi kiri.
Kelopak mata tidak dapat ditutup Adanya kelainan pada N. VII, dimana salah satu fungsinya adalah untuk
8
menutup kelopak mata
Mata kanan kering Karena kelopak mata tidak dapat ditutup sempurna, maka terjadinya iritasi pada mata.
Pupil: bulat, isokor .Refleks cahaya langsung +/+, tidak langsung +/+
Normal, tidak ada kelainan pada m.sfingter ani, tidak ada kelainan pada N. III
Gerakan kedua bola mata ke segala arah normal, tapi waktu disuruh melirikkan matanya ke atas tampak dahi asimetris
Normal, tidak ada kelainan pada N.III. Tapi, adanya kelainan pada N.VII dimana salah satu fungsinya adalah untuk mengerutkan dahi (m.frontalis) Bell’s Palsy lesi perifer
Waktu disuruh mengerutkan otot wajah ke arah kanan tidak bisa, ke arah kiri bisa
Adanya paralisis nervus fascialis pada bagian sisi kanan.
Lidah dapat dicucurkan dengan normal Normal, tidak ada kelainan N.XII
Pendengaran sisi kiri tidak terganggu, sisi kanan lebih peka
Adanya paralisis nervus fascialis sementara dalam canalis auditorius m.stapedius di telinga tengah akan mengakibatkan satu sisi telinga berdengung hipersensitif terhadap sisi yang kena lesi pada sisi kanan
Ekstremitas atas: gerakan bahu, siku, pergelangan tangan dan lengan bawah bilateral normal, tidak ada deformitas atau nyeri tekan
Normal, tidak ada hemiplegi/ hemiparese, dimana dapat disingkirkan hipotesis stroke pada pasien ini.
Status neurologic ekstremitas superior kekuatan otot 5/5
Normal, kekuatan penuh untuk melawan tahanan yang berat.
Status neurologic ekstremitas inferior kekuatan otot 5/5, koordinasi dan keseimbangan baik, refleks fisiologis +/+, refleks patologis -/-. Sensibilitas normal. Tidak ada gangguan miksi dan defekasi.
Normal, tidak ada kelainan motorik, keseimbangan, Tidak ada lesi pada motor neuron.
9
Patofisiologi
Patofisiologinya belum jelas, tetapi salah satu teori menyebutkan terjadinya proses inflamasi pada nervus fasialis yang menyebabkan peningkatan diameter nervus fasialis sehingga terjadi kompresi dari saraf tersebut pada saat melalui tulang temporal. Perjalanan nervus fasialis keluar dari tulang temporal melalui kanalis fasialis. Adanya inflamasi, demyelinisasi atau iskemik dapat menyebabkan gangguan dari konduksi. Impuls motorik yang dihantarkan oleh nervus fasialis bisa mendapat gangguan di lintasan supranuklear, nuklear dan infranuklear. Lesi supranuklear bisa terletak di daerah wajah korteks motorik primer atau di jaras kortikobulbar ataupun di lintasan asosiasi yang berhubungan dengan daerah somatotropik wajah di korteks motorik primer.
Karena adanya suatu proses yang dikenal awam sebagai “masuk angin” atau dalam bahasa inggris “cold”. Paparan udara dingin seperti angin kencang, AC, atau mengemudi dengan kaca jendela yang terbuka diduga sebagai salah satu penyebab terjadinya Bell’s palsy. Karena itu nervus fasialis bisa sembab, ia terjepit di dalam foramen stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN. Pada lesi LMN bias terletak di pons, di sudut serebelo-pontin, di os petrosum atau kavum timpani, di foramen stilomastoideus dan pada cabang-cabang tepi nervus fasialis. Lesi di pons yang terletak di daerah sekitar inti nervus abdusens dan fasikulus longitudinalis medialis. Karena itu paralisis fasialis LMN tersebut akan disertai kelumpuhan muskulus rektus lateralis atau gerakan melirik ke arah lesi. Selain itu, paralisis nervus fasialis LMN akan timbul bergandengan dengan tuli perseptif ipsilateral dan ageusia (tidak bisa mengecap dengan 2/3 bagian depan lidah). Berdasarkan beberapa penelitian bahwa penyebab utama Bell’s palsy adalah reaktivasi virus herpes (HSV tipe 1 dan virus herpes zoster) yang menyerang saraf kranialis. Terutama virus herpes zoster karena virus ini menyebar ke saraf melalui sel satelit. Pada radang herpes zoster di ganglion genikulatum, nervus fasialis bisa ikut terlibat sehingga menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN.
Kelumpuhan pada Bell’s palsy akan terjadi bagian atas dan bawah dari otot wajah seluruhnya lumpuh. Dahi tidak dapat dikerutkan, fisura palpebra tidak dapat ditutup dan pada usaha untuk memejam mata terlihatlah bola mata yang berbalik ke atas. Sudut mulut tidak bisa diangkat. Bibir tidak bisa dicucurkan dan platisma tidak bisa digerakkan. Karena lagoftalmos, maka air mata tidak bisa disalurkan secara wajar sehingga tertimbun disitu.
10
Diagnosis
Diagnosis klinis : paresis wajah sebelah kanan
Diagnosis topis : kerusakan nervus fasialis ( N VII ) kanan
Diagnosis patologi : inflamasi ( peradangan)
Diagnosis etiologi : paparan udara dingin
Penatalaksanaan
Kebanyakan orang dengan cerebral Bell pulih sepenuhnya - dengan atau tanpa pengobatan. Tidak ada satu ukuran cocok untuk semua pengobatan untuk palsy Bell, tapi dokter mungkin menyarankan pengobatan atau terapi fisik untuk membantu mempercepat pemulihan Anda. Pembedahan jarang menjadi pilihan untuk palsy Bell.
pengobatan yang umum digunakan untuk mengobati palsy Bell meliputi:
11
Medika mentosa
1. Kortikosteroid,
seperti prednison, yang kuat agen anti-inflamasi. Jika mereka dapat mengurangi pembengkakan pada saraf wajah, itu akan cocok lebih nyaman dalam koridor tulang yang mengelilinginya. Kortikosteroid dapat bekerja dengan baik jika mereka dimulai dalam beberapa hari ketika gejala Anda mulai.
2. Obat antivirus,
seperti acyclovir (Zovirax) atau valacyclovir (Valtrex), dapat menghentikan perkembangan infeksi jika virus diketahui telah menyebabkannya. Perawatan ini dapat ditawarkan hanya jika kelumpuhan wajah Anda parah.
3. terapi fisik
Otot lumpuh dapat menyusut dan mempersingkat, menyebabkan kontraktur permanen. Seorang terapis fisik dapat mengajarkan cara untuk memijat dan latihan otot-otot wajah Anda untuk membantu mencegah hal ini terjadi.
4. Operasi
Di masa lalu, operasi dekompresi digunakan untuk meringankan tekanan pada saraf wajah dengan membuka bagian tulang yang saraf melewati. Hari ini, operasi dekompresi tidak dianjurkan. Cedera saraf wajah dan gangguan pendengaran permanen risiko yang terkait dengan operasi ini.
Non Medika Mentosa
1. Memakai penutup mata
Pada pasien ini mata kanan tidak dapat tertutup, sehingga mata pasien akan berair dan akan terjadi kemungkinan resiko iritasi. Karena itu dianjurkan untuk memakai penutup mata.
2. Kompres Panas
Kompres Panas dilakukan pada daerah yang lumpuh, pada kasus ini bagian wajah sebelah kanan. Kompres panas ini dilakukan untuk meningkatkan aliran darah sehingga proses penyembuhan dapat berlangsung cepat
12
3. Terapi psikis
Terapi psikis pada pasien yang mengalami bells palsy ini sangat penting dilakukan karena bell
palsy ini menyangkut kehidupan pasien baik itu keluarga atau dalam lingkungan sosial, kususnya
pada pasien yang bekerja secara langsung berhadapan di depan umum seperti pegawai bank, artis
dan segala pekerjaan yang berhubungan dengan sosial, karena penyakit ini dapat menyebakan
stress psikis pada pasien sendiri
Komplikasi
1. Crocodile Tears Phenomenon
2. Degenerasi Waller
3. Infeksi mata
4. Tic facialis
5. Stress
6. Neuralgia
Prognosis
Ad vitam : Ad Bonam
Karena penyakit ini merupakan penyakit yang tidak parah dan tidak membahayakan jiwa pasien.
Ad functionam : Dubia Ad Bonam
Pada Bell’s palsy kemungkinan dapat terjadi axonotmesis (gangguan pada akson). Pemulihan
akan tetap berlangsung baik, namun tidak lengkap sehingga fungsi dari saraf dapat terganggu.
Ad Sanationam : Dubia Ad Bonam
Jika pasien bisa menghindarkan faktor-faktor yang memicu timbulnya Bell’s palsy, penyakit ini
bisa tidak kambuh lagi. Tetapi faktor inflamasi tidak selalu dapat dihindarkan.
13
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
Bell’s Palsy
Bell’s palsy atau prosoplegia adalah kelumpuhan fasialis akibat paralisis nervus fasial
perifer yang terjadi secara akut dan penyebabnya tidak diketahui (idiopatik) di luar sistem saraf
pusat tanpa disertai adanya penyakit neurologis lainnya.
Paralisis fasial idiopatik atau Bell’s palsy, ditemukan oleh Sir Charles Bell, dokter dari
Skotlandia. Bell’s palsy sering terjadi setelah infeksi virus ( misalnya herpes simplex) atau
setelah imunisasi, lebih sering terjadi pada wanita hamil dan penderita diabetes serta penderita
hipertensi Lokasi cedera nervus fasialis pada Bell’s palsy adalah di bagian perifer nukleus nervus
VII. Cedera tersebut terjadi di dekat ganglion genikulatum.
Salah satu gejala Bell’s palsy adalah kelopak mata sulit menutup dan saat penderita berusaha
menutup kelopak matanya, matanya terputar ke atas dan matanya tetap kelihatan. Gejala ini
disebut juga fenomena Bell. Pada observasi dapat dilihat juga bahwa gerakan kelopak mata yang
tidak sehat lebih lambat jika dibandingkan dengan gerakan bola mata yang sehat (lagoftalmos).
DEFINISI
Bell's Palsy (BP) ialah suatu kelumpuhan akut n. fasialis perifer yang tidak diketahui
sebabnya. Sir Charles Bell (1821) adalah orang yang pertama meneliti beberapa penderita
dengan wajah asimetrik, sejak itu semua kelumpuhan n. fasialis perifer yang tidak diketahui
sebabnya disebut Bell's pals.(1,2)
Pengamatan klinik, pemeriksaan neurologik, laboratorium dan patologi anatomi menunjukkan
bahwa BP bukan penyakit tersendiri tetapi berhubungan erat dengan banyak faktor dan sering
merupakan gejala penyakit lain. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada usia dewasa, jarang
pada anak di bawah umur 2 tahun. Biasanya didahului oleh infeksi saluran napas bagian atas
yang erat hubungannya dengan cuaca dingin
EPIDEMIOLOGI
Bell’s palsy menempati urutan ketiga penyebab terbanyak dari paralysis fasial akut. Di
dunia, insiden tertinggi ditemukan di Seckori, Jepang tahun 1986 dan insiden terendah
14
ditemukan di Swedia tahun 1997. Di Amerika Serikat, insiden Bell’s palsy setiap tahun sekitar
23 kasus per 100.000 orang, 63% mengenai wajah sisi kanan. Insiden Bell’s palsy rata-rata 15-30
kasus per 100.000 populasi. Penderita diabetes mempunyai resiko 29% lebih tinggi, dibanding
non-diabetes. Bell’s palsy mengenai laki-laki dan wanita dengan perbandingan yang sama. Akan
tetapi, wanita muda yang berumur 10-19 tahun lebih rentan terkena daripada laki-laki pada
kelompok umur yang sama. Penyakit ini dapat mengenai semua umur, namun lebih sering terjadi
pada umur 15-50 tahun. Pada kehamilan trisemester ketiga dan 2 minggu pasca persalinan
kemungkinan timbulnya Bell’s palsy lebih tinggi daripada wanita tidak hamil, bahkan bisa
mencapai 10 kali lipat.(3,4)
Sedangkan di Indonesia, insiden Bell’s palsy secara pasti sulit ditentukan. Data yang
dikumpulkan dari 4 buah Rumah sakit di Indonesia didapatkan frekuensi Bell’s palsy sebesar
19,55 % dari seluruh kasus neuropati dan terbanyak pada usia 21 – 30 tahun. Lebih sering terjadi
pada wanita daripada pria. Tidak didapati perbedaan insiden antara iklim panas maupun dingin,
tetapi pada beberapa penderita didapatkan adanya riwayat terpapar udara dingin atau angin
berlebihan .
ANATOMI
Saraf otak ke VII mengandung 4 macam serabut, yaitu :
1. Serabut somato motorik, yang mensarafi otot-otot wajah (kecuali m. levator palpebrae
(n.III), otot platisma, stilohioid, digastrikus bagian posterior dan stapedius di telinga tengah).
2. Serabut visero-motorik (parasimpatis) yang datang dari nukleus salivatorius superior.
Serabut saraf ini mengurus glandula dan mukosa faring, palatum, rongga hidung, sinus paranasal,
dan glandula submaksilaris serta sublingual dan lakrimalis.
3. Serabut visero-sensorik, yang menghantar impuls dari alat pengecap di dua pertiga bagian
depan lidah.
4. Serabut somato-sensorik, rasa nyeri (dan mungkin juga rasa suhu dan rasa raba) dari
sebagian daerah kulit dan mukosa yang dipersarafi oleh nervus trigeminus.
Nervus fasialis (N.VII) terutama merupakan saraf motorik yang menginervasi otot- otot
ekspresi wajah. Di samping itu saraf ini membawa serabut parasimpatis ke kelenjar ludah dan air
mata dank ke selaput mukosa rongga mulut dan hidung, dan juga menghantarkan sensasi
eksteroseptif dari daerah gendang telinga, sensasi pengecapan dari 2/3 bagian depan lidah, dan
15
sensasi visceral umum dari kelenjar ludah, mukosa hidung dan faring, dan sensasi proprioseptif
dari otot yang disarafinya.(5)
Secara anatomis bagian motorik saraf ini terpisah dari bagian yang menghantar sensasi dan
serabut parasimpatis, yang terakhir ini sering dinamai saraf intermedius atau pars intermedius
Wisberg. Sel sensoriknya terletak di ganglion genikulatum, pada lekukan saraf fasialis di kanal
fasialis. Sensasi pengecapan daru 2/3 bagian depan lidah dihantar melalui saraf lingual korda
timpani dan kemudian ke ganglion genikulatum. Serabut yang menghantar sensasi ekteroseptif
mempunyai badan selnya di ganglion genikulatum dan berakhir pada akar desenden dan inti akar
decenden dari saraf trigeminus (N.V). hubungan sentralnya identik dengan saraf trigeminus.
Inti motorik nervus VII terletak di pons. Serabutnya mengitari nervus VI, dan keluar di bagian
leteral pons. Nervus intermedius keluar di permukaan lateral pons, di antara nervus V dan nervus
VIII. Nervus VII bersama nervus intermedius dan nervus VIII memasuki meatus akustikus
internus. Di sini nervus fasialis bersatu dengan nervus intermedius dan menjadi satu berkas saraf
yang berjalan dalam kanalis fasialis dan kemudian masuk ke dalam os mastoid. Ia keluar dari
tulang tengkorak melalui foramen stilomastoid, dan bercabang untuk mersarafi otot- otot wajah.
PATOFISIOLOGI
Para ahli menyebutkan bahwa pada Bell’s palsy terjadi proses inflamasi akut pada nervus
fasialis di daerah tulang temporal, di sekitar foramen stilomastoideus. Bell’s palsy hampir selalu
terjadi secara unilateral. Namun demikian dalam jarak waktu satu minggu atau lebih dapat terjadi
paralysis bilateral. Penyakit ini dapat berulang atau kambuh. Patofisiologinya belum jelas, tetapi
salah satu teori menyebutkan terjadinya proses inflamasi pada nervus fasialis yang menyebabkan
peningkatan diameter nervus fasialis sehingga terjadi kompresi dari saraf tersebut pada saat
melalui tulang temporal.(6)
Perjalanan nervus fasialis keluar dari tulang temporal melalui kanalis fasialis yang
mempunyai bentuk seperti corong yang menyempit pada pintu keluar sebagai foramen mental.
Dengan bentukan kanalis yang unik tersebut, adanya inflamasi, demyelinisasi atau iskemik dapat
menyebabkan gangguan dari konduksi. Impuls motorik yang dihantarkan oleh nervus fasialis
bisa mendapat gangguan di lintasan supranuklear dan infranuklear. Lesi supranuklear bisa
terletak di daerah wajah korteks motorik primer atau di jaras kortikobulbar ataupun di lintasan
asosiasi yang berhubungan dengan daerah somatotropik wajah di korteks motorik primer. Karena
16
adanya suatu proses yang dikenal awam sebagai “masuk angin” atau dalam bahasa inggris
“cold”. Paparan udara dingin seperti angin kencang, AC, atau mengemudi dengan kaca jendela
yang terbuka diduga sebagai salah satu penyebab terjadinya Bell’s palsy. Karena itu nervus
fasialis bisa sembab, ia terjepit di dalam foramen stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan
fasialis LMN. Pada lesi LMN bisa terletak di pons, di sudut serebelo-pontin, di os petrosum atau
kavum timpani, di foramen stilomastoideus dan pada cabang-cabang tepi nervus fasialis. Lesi di
pons yang terletak di daerah sekitar inti nervus abdusens dan fasikulus longitudinalis medialis.
Karena itu paralisis fasialis LMN tersebut akan disertai kelumpuhan muskulus rektus lateralis
atau gerakan melirik ke arah lesi. Selain itu, paralisis nervus fasialis LMN akan timbul
bergandengan dengan tuli perseptif ipsilateral dan ageusia (tidak bisa mengecap dengan 2/3
bagian depan lidah). Berdasarkan beberapa penelitian bahwa penyebab utama Bell’s palsy adalah
reaktivasi virus herpes (HSV tipe 1 dan virus herpes zoster) yang menyerang saraf kranialis.
Terutama virus herpes zoster karena virus ini menyebar ke saraf melalui sel satelit. Pada radang
herpes zoster di ganglion genikulatum, nervus fasialis bisa ikut terlibat sehingga menimbulkan
kelumpuhan fasialis LMN. Kelumpuhan pada Bell’s palsy akan terjadi bagian atas dan bawah
dari otot wajah seluruhnya lumpuh. Dahi tidak dapat dikerutkan, fisura palpebra tidak dapat
ditutup dan pada usaha untuk memejam mata terlihatlah bola mata yang berbalik ke atas. Sudut
mulut tidak bisa diangkat. Bibir tidak bisa dicucukan dan platisma tidak bisa digerakkan. Karena
lagophtalmos, maka air mata tidak bisa disalurkan secara wajar sehingga tertimbun disitu.
ETIOLOGI
Penyebab adalah kelumpuhan n. fasialis perifer. Umumnya dapat dikelompokkan sebagai
berikut:
A. Idiopatik
Sampai sekarang belum diketahui secara pasti penyebabnya yang disebut bell’s palsy. Faktor-
faktor yang diduga berperan menyebabkan Bell’s Palsy antara lain : sesudah bepergian jauh
dengan kendaraan, tidur di tempat terbuka, tidur di lantai, hipertensi, stres, hiperkolesterolemi,
diabetes mellitus, penyakit vaskuler, gangguan imunologik dan faktor genetic.
B. Kongenital
a. anomali kongenital (sindroma Moebius)
b. trauma lahir (fraktur tengkorak, perdarahan intrakranial .dll.)
17
C. Didapat
Trauma Penyakit tulang tengkorak (osteomielitis)
Proses intrakranial (tumor, radang, perdarahan dll)
Proses di leher yang menekan daerah prosesus stilomastoideus)
Infeksi tempat lain (otitis media, herpes zoster dll)
Sindroma paralisis n. fasialis familial
GEJALA KLINIK
Manifestasi klinik BP khas dengan memperhatikan riwayat penyakit dan gejala
kelumpuhan yang timbul. Pada anak 73% didahului infeksi saluran napas bagian atas yang erat
hubungannya dengan cuaca dingin. Perasaan nyeri, pegal, linu dan rasa tidak enak pada telinga
atau sekitarnya sering merupakan gejala awal yang segera diikuti oleh gejala kelumpuhan otot
wajah berupa :
· Kelopak mata tidak dapat menutupi bola mata pada sisi yang lumpuh (lagophthalmos).
· Gerakan bola mata pada sisi yang lumpuh lambat, disertai bola mata berputar ke atas bila
memejamkan mata, fenomena ini disebut Bell's sign
· Sudut mulut tidak dapat diangkat, lipat nasolabialis mendatar pada sisi yang lumpuh dan
mencong ke sisi yang sehat.
Selanjutnya gejala dan tanda klinik lainnya berhubungan dengan tempat/lokasi lesi :
a. Lesi di luar foramen stilomastoideus Mulut tertarik ke arah sisi mulut yang sehat,makanan
berkumpul di antar pipi dan gusi, dan sensasi dalam (deep sensation) di wajah menghilang.
lipatan kulit dahi menghilang. Apabila mata yang terkena tidak tertutup atau tidak dilindungi
maka air mata akan keluar terus menerus.
b. Lesi di kanalis fasialis (melibatkan korda timpani) Gejala dan tanda klinik seperti pada (a),
ditambah dengan hilangnya ketajaman pengecapan lidah (2/3 bagian depan) dan salivasi di sisi
yang terkena berkurang. Hilangnya daya pengecapan pada lidah menunjukkan terlibatnya nervus
intermedius, sekaligus menunjukkan lesi di daerah antara pons dan titik di mana korda timpani
bergabung dengan nervus fasialis di kanalis fasialis.
c. Lesi di kanalis fasialis lebih tinggi lagi (melibatkan muskulus stapedius)
Gejala dan tanda klinik seperti pada (a), (b), ditambah dengan adanya hiperakusis.
d. Lesi di tempat yang lebih tinggi lagi (melibatkan ganglion genikulatum)
18
Gejala dan tanda klinik seperti (a), (b), (c) disertai dengan nyeri di belakang dan di dalam liang
telinga. Kasus seperti ini dapat terjadi pasca herpes di membran timpani dan konka. Ramsay
Hunt adalah paralisis fasialis perifer yang berhubungan dengan herpes zoster di ganglion
genikulatum. Lesi herpetik terlibat di membran timpani, kanalis auditorius eksterna dan pina.
e. Lesi di daerah meatus akustikus interna, Gejala dan tanda klinik seperti (a), (b), (c), (d),
ditambah dengan tuli sebagi akibat dari terlibatnya nervus akustikus.
DIAGNOSA
A. Anamnesis
- Rasa nyeri
- Gangguan atau kehilangan pengecapan.
- Riwayat pekerjaan dan adakah aktivitas yang dilakukan pada malam hari di ruangan terbuka
atau di luar ruangan.
- Riwayat penyakit yang pernah dialami oleh penderita seperti infeksi saluran pernafasan, otitis,
herpes, dan lain-lain.
B. Pemeriksaan Fisik
Gerakan volunter yang diperiksa, dianjurkan minimal :
1. Mengerutkan dahi
2. Memejamkan mata
3. Mengembangkan cuping hidung
4. Tersenyum
5. Bersiul
6. Mengencangkan kedua bibir
C. Pemeriksaan Laboratorium.
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk menegakkan diagnosis Bell’s palsy.
D. Pemeriksaan Radiologi.
Pemeriksaan radiologi bukan indikasi pada Bell’s palsy. Pemeriksaan CT-Scan dilakukan jika
dicurigai adanya fraktur atau metastasis neoplasma ke tulang, stroke, sklerosis multipel dan
AIDS pada CNS. Pemeriksaan MRI pada pasien Bell’s palsy akan menunjukkan adanya
penyangatan (Enhancement) pada nervus fasialis, atau pada telinga, ganglion genikulatum.
19
DIAGNOSA BANDING
1. Infeksi herpes zoster pada ganglion genikulatum (Ramsay Hunt syndrom)
Ramsay Hunt Syndrome (RHS) adalah infeksi saraf wajah yang disertai dengan ruam yang
menyakitkan dan kelemahan otot wajah.
Tanda dan gejala RHS meliputi:
· Ruam merah yang menyakitkan dengan lepuh berisi cairan di gendang telinga, saluran
telinga eksternal, bagian luar telinga, atap dari mulut (langit-langit) atau lidah
· Kelemahan (kelumpuhan) pada sisi yang sama seperti telinga yang terkinfeksi
· Kesulitan menutup satu mata
· Sakit telinga
· Pendengaran berkurang
· Dering di telinga (tinnitus)
· Sebuah sensasi berputar atau bergerak (vertigo)
· Perubahan dalam persepsi rasa
2. Miller Fisher Syndrom
Miller Fisher syndrom adalah varian dari Guillain Barre syndrom yang jarang dijumpai.Miiler
Fisher syndrom atau Acute Disseminated Encephalomyeloradiculopaty ditandai dengan trias
gejala neurologis berupa opthalmoplegi, ataksia, dan arefleksia yang kuat. Pada Miller Fisher
syndrom didapatakan double vision akibat kerusakan nervus cranial yang menyebabkan
kelemahan otot – otot mata . Selain itu kelemahan nervus facialis menyebabkan kelemahan otot
wajah tipe perifer. Kelumpuhan nervus facialis tipe perifer pada Miller Fisher syndrom
menyerang otot wajah bilateral. Gejala lain bisa didapatkan rasa kebas, pusing dan mual.
TATA LAKSANA
1. Istirahat terutama pada keadaan akut
2. Medikamentosa
a. Pemberian kortikosteroid (perdnison dengan dosis 40 -60 mg/hari per oral atau 1
mg/kgBB/hari selama 3 hari, diturunkan perlahan-lahan selama 7 hari kemudian), dimana
pemberiannya dimulai pada hari kelima setelah onset penyakit, gunanya untuk meningkatkan
peluang kesembuhan pasien.
20
Dasar dari pengobatan ini adalah untuk menurunkan kemungkinan terjadinya kelumpuhan yang
sifatnya permanen yang disebabkan oleh pembengkakan nervus fasialis di dalam kanal fasialis
yang sempit.
b. Penggunaan obat- obat antivirus . Acyclovir (400 mg selama 10 hari) dapat digunakan dalam
penatalaksanaan Bell’s palsy yang dikombinasikan dengan prednison atau dapat juga diberikan
sebagai dosis tunggal untuk penderita yang tidak dapat mengkonsumsi prednison.Penggunaan
Acyclovir akan berguna jika diberikan pada 3 hari pertama dari onset penyakit untuk mencegah
replikasi virus.
c. Perawatan mata:
- Air mata buatan:digunakan selama masa sadar untuk menggantikan lakrimasi yang hilang.
- Pelumas digunakan saat tidur: Dapat digunakan selama masa sadar jika air mata buatan tidak
mampu menyedikan perlindungan yang adekuat. Satu kerugiannya adalah pandangan kabur.
- Kacamata atau tameng pelindung mata dari trauma dan menurunkan pengeringan dengan
menurunkan paparan udara langsung terhadap kornea
3. Fisioterapi
Sering dikerjakan bersama-sama pemberian prednison, dapat dianjurkan pada stadium akut.
Tujuan fisioterapi untuk mempertahankan tonus otot yang lumpuh. Cara yang sering digunakan
yaitu : mengurut/massage otot wajah selama 5 menit pagi-sore atau dengan faradisasi.
4. Operasi
Tindakan operatif umumnya tidak dianjurkan pada anak-anak karena dapat menimbulkan
komplikasi lokal maupun intracranial.
Tindakan operatif dilakukan apabila :
- tidak terdapat penyembuhan spontan
- tidak terdapat perbaikan dengan pengobatan prednison
KOMPLIKASI
1. Crocodile tear phenomenon.
21
Yaitu keluarnya air mata pada saat penderita makan makanan. Ini timbul beberapa bulan setelah
terjadi paresis dan terjadinya akibat dari regenerasi yang salah dari serabut otonom yang
seharusnya ke kelenjar saliva tetapi menuju ke kelenjar lakrimalis. Lokasi lesi di sekitar ganglion
genikulatum.
2. Synkinesis
Dalam hal ini otot-otot tidak dapat digerakkan satu per satu atau tersendiri. selalu timbul gerakan
bersama. Misal bila pasien disuruh memejamkan mata, maka akan timbul gerakan (involunter)
elevasi sudut mulut,kontraksi platisma, atau berkerutnya dahi. Penyebabnya adalah innervasi
yang salah, serabut saraf yang mengalami regenerasi bersambung dengan serabut-serabut otot
yang salah.
3. Tic Facialis sampai Hemifacial Spasme
Timbul “kedutan” pada wajah (otot wajah bergerak secara spontan dan tidak terkendali) dan juga
spasme otot wajah, biasanya ringan. Pada stadium awal hanya mengenai satu sisi wajah saja,
tetapi kemudian dapat mengenai pada sisi lainnya. Kelelahan dan kelainan psikis dapat
memperberat spasme ini. Komplikasi ini terjadi bila penyembuhan tidak sempurna, yang timbul
dalam beberapa bulan atau 1-2 tahun kemudian.
22
KESIMPULAN
Bell’s palsy adalah suatu gangguan neurologis yang disebabkan oleh kerusakan saraf
fasialis, yang menyebabkan kelemahan atau paralisis satu sisi wajah. Paralisis ini menyebabkan
asimetri wajah serta menganggu fungsi normal, seperti menutup mata dan makan.
Kelumpuhan perifer N. VII memberikan ciri yang khas hingga dapat didiagnosa dengan
inspeksi. Otot muka pada sisi yang sakit tak dapat bergerak. Lipatan – lipatan di dahi akan
menghilang dan Nampak keseluruhan muka sisi yang sakit akan mencong tertarik kea rah sisi
yang sehat. Gejala kelumpuhan perifer ini tergantung dari lokalisasi kerusakan.
Pada umumnya prognosis Bell’s palsy baik, sekitar 80-90% penderita sembuh total tampa
ada kecacatan. Penderita yang berumur 60 tahun atau lebih mempunyai peluang 40% sembuh
total dan beresiko tinggi meninggalkan gejala sisa.
23
DAFTAR PUSTAKA
1. http://www.mayoclinic.com/health/bells-palsy/DS00168/DSECTION=treatments-and-
drugs Natadidjaja H. In: Saputra L. editor. Anamnesis dan pemeriksaan fisik penyakit
dalam. Jakarta: Binarupa aksara;2012.
2. Tinnitus. Available at: http://id.scribd.com/doc/20427048/Tinnitus. Accessed on february
2,2013.
3. Delf MH, Manning RT. In: Dharma A. Editor. Major diagnosis fisik .9th ed. Jakarta:
EGC;1996.p. 127
4. Universitas pembangunan nasional. Gangguan pada mata. Available at:
http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/4s1kedokteran/207311078/BAB%20II.pdf. accessed
on February 2,2013.
5. Ginsberg L. In: Safitri A, Astikawati R. Editors. Lecture note: neurologi. 8th ed. Jakarta:
penerbit Erlangga; 2007.p.34,35.
6. The stapedial reflex. Available at: http://id.scribd.com/doc/98701830/The-Stapedial-
Reflex. accessed on accessed on February 2,2013.
7. Bell’s Palsy. Available at: http://www.scribd.com/doc/99969604/Bell-s-Palsy. Accessed on
February 2nd, 2013
24