makalah sejarah munculnya ilmu.docx
DESCRIPTION
filsafat ilmuTRANSCRIPT
MAKALAH
SEJARAH KEMUNCULAN ILMU
Disusun guna memenuhi tugas filsafat ilmu
Dosen Pengampu: Mukallam
Disusun Oleh
Nita Dewi LasmayaHananingtyas AndariniBadriatus SholihahIin Inayatun NadhifahHalim IlyasinNurkhayati Handi WulanAfifah Aslami Permata
12680002126800111268000312680018126800201268002312680039
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGIFAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA2014/2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ilmu dan pengetahuan sangat erat dengan kehidupan manusia. Manusia tanpa
ilmu ibarat sayuran tanpa garam. Sayuran tidak akan terasa nikmat, bergairah, dan
enak tanpa ditaburi garam. Namun garam yang diperlukan harus sesuai takaran. Jangan
sampai sayuran menjadi sangat asin atau sangat hambar. Begitulah ilmu dan manusia.
ketika ilmu tidak sesuai takaran maka manusia akan dikendalikan oleh ilmu itu sendiri
dan cenderung merusak arti memanusiakan manusia. Sebaliknya, manusia yang
kekurangan ilmu akan mudah terjatuh dalam roda kehidupan.
Ilmu memiliki asal usul yang bisa dijelaskan secara sistematis berdasarkan
tahun dan tokoh yang memiliki inisiatif terhadap makna ilmu. Kita tak pernah
menyangka bahwa ternyata ilmu memiliki riwayat hidup tersendiri yang menarik
untuk dikaji. Mulai dari zaman yunani kuno hingga zaman kontemporer yang mana
kemunculannya dapat berasal dari dunia barat dan dunia timur (Islam). Selain itu,
kemunculan ilmu secara tidak sadar memberikan perubahan yang sangat dahsyat dari
generasi ke generasi. Untuk itu, memahami sejarah kemunculan ilmu bisa memberikan
pencerahan kepada kita bahwa ilmu memiliki eksistensi yang dapat mempengaruhi
pola pikir kita dari generasi ke generasi. (Pokja Akademik, 2005)
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakan karakteristik sejarah kemunculan ilmu di dunia barat dan dunia
timur (Islam)?
C. Tujuan
1. Mahasiswa diharapkan memahami karakteristik sejarah kemunculan ilmu di dunia
barat dan dunia timur (Islam).
D. Manfaat
1. Dapat menambah wawasan mengenai karakteristik sejarah kemunculan ilmu di
dunia barat dan timur (Islam).
BAB II
PEMBAHASAN
Kemunculan ilmu dari zaman ke zaman memiliki makna tersendiri bagi setiap
pelaku. Di mulai dari zaman yunani kuno yang cenderung memiliki tingkatan ilmu
yang sederhana hingga zaman kontemporer yang cenderung lebih kompleks. Sebelum
mengetahui lebih lanjut mengenai penjelasan kemunculan ilmu dari zaman ke zaman,
di bawah ini memuat konsep map untuk mempermudah mempelajari bagaimana ilmu
itu muncul dari dunia barat dan dunia timur (Islam).
(Pokja Akademik, 2005)
Berdasarkan konsep map di atas, dapat dipahami bahwa ternyata kemunculan ilmu
di dunia barat dan timur (Islam) memiliki kemiripan di setiap penamaan zaman yang
dikategorikan sebagai zaman klasik, pertengahan, modern, dan kontemporer. Untuk
KEMUNCULAN ILMU
ANALISIS PERBANDINGAN
Dunia Timur (Islam)Dunia Barat
Zaman Kontemporer
Zaman Kontemporer
Zaman Pertengahan
Zaman Modern
Zaman Klasik
Zaman Pertengahan
Zaman Modern
Zaman Klasik(Yunani Kuno)
lebih jelasnya, dapat dikategorikan berdasarkan wilayah perkembangannya yaitu dunia
barat dan timur (Islam). Di bawah ini akan dibahas mengenai sistematika sejarah
kemunculan di dunia barat dan dunia timur (Islam).
I. Kemunculan Ilmu di dunia barat
a. Pra Yunani Kuno (15-7 SM)
Pada masa ini, ilmu yang dimiliki oleh manusia tergolong sederhana yaitu
membuat peralatan dengan bahan baku batu, sehingga disebut dengan zaman batu.
Zaman batu ini kemudian bergeser ke zaman besi, tembaga dan perak. Untuk
menghitung ditempuh dengan cara one to one correspondency atau mapping
process yaitu dengan memindahkan sesuatu (kerikil) berbarengan dengan sesuatu
yang dihitung (Muhammad Nur, 2011).
Pada masa ini telah ditemukan pula gejala-gejala alam seperti gugusan
bintang yang kemudian dinamakan zodiak. Kedudukan matahari dan bulan pada
waktu terbit dan terbenam. Planet-planet seperti Mercuri, Venus, Mars dan
seterusnya. Jumlah hari perjalanan bulan yaitu 28-29. Waktu edar matahari
kembali ke posisi semula yaitu 365 hari. Terjadi perubahan pada bulan sebanyak
12 kali ketika matahari beredar, juga sudah ditemukan gejala gerhana (Muhammad
Nur, 2011).
Jenis kemampuan manusia pada zaman ini adalah; (1) kemampuan
mengetahui sesuatu dengan jalan pengalaman (know how); (2) mengetahui sesuatu
dengan jalan menjadikan pengalaman sebagai sesuatu yang diyakini ada atau
faktual (receptive mind)’; (3) melakukan abstraksi dari apa yang sudah diketahui;
(4) menuliskan hasil abstraksi; (5) meramal peristiwa lain berdasarkan suatu
peristiwa yang sebelumnya (Sibawaihi, 2011).
b. Zaman Yunani Kuno (7-2 SM)
Ciri khas yang paling menonjol pada zaman ini adalah pergeseran cara
menerima ilmu pengetahuan yaitu dari receptie attitude (sikap menerima begitu
saja tentang sesuatu informasi atau ilmu atau pengetahuan) ke an inquiring
attitude (tradisi meneliti sesuatu dengan kritis). Tokohnya adalah:
Thales (624-548 SM)
Ia mempersoalkan alam (arkhe). Menurut dia, alam ini berasal dari air.
Bagi Thales, sesuatu hal tidak begitu saja ada, melainkan terjadi dari sesuatu.
Dari sinilah berkembang konsep evolusi dan genesis (Muhammad Nur, 2011).
Pythagoras (580-500 SM)
Menurutnya bumi tidak datar melainkan bundar. Ia menemukan dalil
pythagoras a² + b² = c². yang berlaku bagi setiap segi tiga siku-siku dengan
sisi a dan sisi b serta hypotenusa c, sedangkan jumlah sudut dari segitiga
siku-siku sama dengan 180°. Ia juga menemukan pembagian bilangan genap
dan ganjil, prime numbers (bilangan yang hanya dapat dibagi dengan angka
satu dan bilangan itu sendiri) (Bertens, 1975).
Socrates (470-399SM)
Ia memperkenalkan teori Maieutike tekhne, yaitu teknik dialektika
untuk mencapai kebenaran (Sibawaihi, 2011).
Demokritos (460-370 SM)
Ia memperkenalkan konsep atom. Alam terdiri dari atom-atom. Atom
adalah materi terkecil yang tidak dapat dibagi-bagi lagi. Atom ini terus
bergerak dengan arah tidak menentu. Gerakan ini menimbulkan benturan dan
pusaran ibarat air. Dari pusaran itu lahir benda-benda lain (Muhammad Nur,
2011).
Temuan Demokritos lain adalah; (1) materi (atom) merupakan satu-
satunya yang ada dan membentuk segalanya; (2) Segala sesuatu selalu dalam
keadaan bergerak (developmental dynamics) yang darinya muncul konsep
dinamika yang dengan dinamika itu tersusunlah segala sesuatu di dunia; (3)
Atom bergerak tanpa ada yang mempengaruhi tetapi intrinsik, primer dan
tanpa sebab (pure natural); (4) Pergerakan atorm itu tidak bertujuan. Ini
memunculkan konsep kebetulan (by chance) (Muhammad Nur, 2011).
Plato (427-347 SM)
Plato berangkat dari polemik antara dua tokoh, yaitu Parmanides yang
mengatakan bahwa realitas itu berasal dari satu hal (the one) dan Heraklitos
yang mengatakan bahwa realitas berasal dari hal yang banyak (the many) yang
berubah-ubah. Bagi Plato, ada hal yang tetap dan ada hal yang berubah, yang
berubah adalah pengamatan dan yang tetap adalah akal, yang satu itu adalah
being dan yang banyak itu adalah becoming dan yang satu itu adalah ide dan
yang banyak itu adalah bayangan ide (abstraksi dari ide) (Muhammad Nur,
2011).
Aristoteles (384-322 SM)
Aristoteles mengkritik pendapat gurunya Plato yang mengatakan
bahwa yang lebih menentukan dalam mencari kebenaran adalah akal. Baginya,
pengamatan jauh lebih pasti dalam menemukan kebenaran.
Di bidang logika, Aristoteles memperkenalkan apa yang disebut dengan
silogisme yaitu membuat kesimpulan baru berdasarkan premis mayor dan
minor. Premis mayor, merupakan pernyataan yang menyatakan hal yang
umum yang diyakini kebenarannya. Sedangkan premis minor, pernyataan
khusus yang lebih kecil lingkupnya dari pada mayor. Dari kedua premis itulah
kemudian dilahirkan kesimpulan baru. Contoh; Semua makhluk hidup pasti
akan mati (premis mayor); Manusia adalah makhluk hidup (premis minor);
kesimpulannya, Manusia pasti akan mati (silogisme) (Bertens, 1975).
c. Zaman Petengahan (600-1600 AC)
Zaman pertengahan merupakan zaman keemasan bagi dunia Kristen, akan
tetapi pada zaman ini ilmu pengetahuan mengalami kemunduran bahkan pada
masa ini filsafat dan ilmu pengetahuan identik dengan agama. Hal itu disebabkan
karena agama Kristen bersifat oteriter, menolak keberadaan filsafat dan ilmu. Pada
masa itu Gereja dianggap sebagai pusat kebenaran sehingga apapun keputusan
yang diambil oleh pihak Gereja dianggap benar harus ditegakkan. Selain itu,
kemunduran ilmu pengetahuan juga disebabkan oleh tidak adanya kebebasan
berpikir, seperti yang dialami oleh ilmuwan Galile Galilio, Cicero, dan Copernicus.
Pada masa itu ilmuwan-ilmuwan tersebut dijebloskan dalam penjara. (Bachtiar,
2004)
d. Zaman Modern (1500-1800 AC)
Zaman modern merupakan zaman kelahiran kembali pemkiran Barat,
dalam arti kata hidupnya kembali budaya Yunani Kuno. Ciri utama dari era ini
yaitu anthroposentris (humanisme) yang berarti manusia sebagai sentral. Zaman ini
sangat menaruh perhatian pada bidang seni lukis, patung, arsitektur, music, sastra,
filsafat dan ilmu pengetahuan serta teknologi. Pengembangan minat dan
pengkajian ilmu pada masa ini dipelopori oleh beberapa aliran filsafat diantaranya
Rasionalisme, Empirisme, Kritisisme, Idealisme, dan Positivime. (Pokja
Akademik, 2005)
Rasionalisme: Aliran ini lahir pada abad ke 16 yang dipelopori oleh Rene
Descates, Spinoza, dan Leibniz. Paham rasionalisme mengajarkan bahwa akal
merupakan alat terpenting untuk memperoleh dan menguji pengetahuan.
Dengan akal, manusia dapat menemukan kebenaran yang hakiki. Jadi, akal akal
merupakan sumber ilmu.
Empirisme: Empirisme berasal dari kata empiri yang berarti pengalaman.
Paham empirisme mempunyai keyakinan bahwa akal berfungsi untuk mengatur
dan mengolah data yang diperoleh melalui pengalaman. Oleh karena itu, paham
ini berkeyakinan bahwa manusia tidak mempunyai ide bawaan atau innate
ideas. Tokoh-tokoh yang mempelopori paham ini antara lan: Thomas Hobbes,
John Lock, dan David Hume.
Kritisisme: Kritisisme merupakan paham yang berbicara tentang teori
pengetahuan yang berusaha untuk mempersatukan faham rasionalis dan empiris
dalam suatu hubungan yang seimbang, tidak terpisah satu dengan yang lain.
Pelopor dari paham ini adalah Immannuel Kant. Immanuel Kant telah
memberikan sumbangan dan berjasa besar dikemukakan oleh kaum rasionalis
dan empiris. Menurut beliau pengetahuan harus bersifat apriori dan aposteriasi
yakni memadukan antara data pengalaman dan pengolahan rasional.
Idealisme: Pelopor dari paham ini adalah Hegel. Menurut Hegel, pikiran adalah
esensi dari alam dan alam adalah keseluruhan jiwa yang diobjektifkan.
Pandangan ini memberikan makna bahwa akal sangat berkaitan erat dengan
alam. Jadi,berpikir berarti melakukan aktifitas nyata.
Positivisme: Pelopor dari paham ini yaitu August Comte. Positivisme
berpendapat bahwa pengalaman merupakan sumber kebenaran ilmiah sebagai
sumber dibangunnya ilmu pengetahuan. Jadi, meode ilmiah dibangun dari
realitas sosial yang alami dan diukur dengan menggunakan alat pengukur.
e. Zaman Kontemporer (Mulai abad ke 20 sampai sekarang)
Pada abad ke 20 merupakan kritik kebahasaan atas filsafat akibat dari
terdapatnya makna ganda dan tidak dipahami oleh akal sehat, terutama oleh para
pengikut filsafat idealisme. Zaman kontemporer merupakan pembaharuan pemikiran
filsafat terdahulu dan juga penegasan ulang ungkapan filosofik banyak dilakukan
dengan lahirnya: neo-thomesme, neo-kontranisme, neo-hegelranisme, neo-marxisme,
neo-pasitivisme. Akan tetapi juga muncul filsafat yang benar-benar baru seperti :
fenomenologi, eksistensialisme, pragmatisme, strukturalisme dan post modernisme
(Ghazali et al, 2005).
1) Fenomenologi
Metode fenomenologi berasal dari pemikiran E. Husserl (1859-1938) yang
kemudian dikembangkan oleh M. Scheler (1874-1928) dan M Merleau-Ponty(1908-
1961) (Hamersma, 2008:61). Fenomenologi menekankan kepada adanya gejala yang
nampak kehadapan mata sebagai adanya indikasi yang harus didalamu lebih jauh
untuk mengetahui esensi dari yang nampak. Jadi dalam hal ini diartikan bahwa gejala
indrawi bukanlah sebagai final melainkan penuntun memahami gejala yang tidak
nampak yang disebut sebagai fenomena transendental. Fenomena transendental
merupakan adanya kekuatan diluar dari manusia dan alam yang ikut ambil bagian
kedalamnya dan nampak secara indrawi. Adanya filsafat fenomenologi memberikan
peluang berkembangnya kajian-kajian keilmuan baik sosial maupun humaniora
(Ghazali et al, 2005).
2) Eksistensialisme
Eksistensialisme merupakan faham filsafat yang meyakini bahwa filsafat harus
berpangkal pada adanya (eksistensi) manusia yang konkret, dan tidak pada hakikat
(esensi) manusia pada umumnya. Eksistensi seseorang ditentukan selama
eksistensinya di dunia ini. Tokohnya adalah Jean Paul Sartre (1905-1980)
(Hamersma, 2008).
3) Strukturalisme
Strukturalisme berkembang di Prancis, kurang lebih sejak tahun 1960.
Strukturalisme merupakan aliran filsafat yang hendak memahami masalah yang
muncul dalam sejarah filsafat. Metodologi struktural dipakai untuk membahas
tentang manusia, sejarah kebudayaan, serta hubungan kebudayaan dan alam dengan
bertumpu pada prinsip-prinsip linguistik (Mustansyir & Misnal, 2002:94). Tokoh-
tokoh yang terkenal dalam strukturalisme antara lain Cl. Levi-Strauss, J. Lacan, dan
Michel Foucault (Hamersma, 2008).
4) Pragmatisme
Pragmatisme merupakan gerakan filsafat Amerika dan merupakan suatu sikap
metode dan filsafat yang memakai akibat-akibat praktis dan pikiran dan kepercayaan
sebagai ukuran untuk menetapkan nilai kebenaran. Pragmatisme juga merupakn
aliran filsafat etika yang menyatakan bahwa yang bernilai adalah yang bermanfaat
saat sekarang ini (Ghazali et al, 2005).
5) Post modernisme
Post modernisme merupakan tren pemikiran abad 20 yang merambah
keberbagai bidang disiplin filsafat dan dunia ilmu pengetahuan. Post modernisme
lahir sebagai reaksi terhadap kegagalan modernisme atau merupakan koreksi
terhadap faham filsafat modernisme yang dinilai sangat humanis. Ide terpokok dalam
post modernisme adalah adanya hal-hal yang spiritualis dalam kehidupan yang
materialis. Tokoh yang memelopori era ini yaitu Francois Lyotarl (1924) (Ghazali et
al, 2005)
II. Kemunculan Ilmu di dunia timur (Islam)
a. Zaman klasik abad ke 6-7 M
Merupakan zaman pertama kali Islam disebarkan oleh Rasulullah dengan
dakwah Islam. Kegiatan pendidikan/ pengajaran tentang ajaran Islam dilaksanakan di
rumah ARQOM (Darul Arqom). Oleh karena itu Rasul juga dikatakan sebagai guru
pertama didalam Islam, yang berlangsung pada abad ke 6 hingga ke 7 Masehi. Rasul
secara langsung mendidik masyarakat melalui model bandongan, wetonan, dan
sorongan. Oleh karena itu sesungguhnya pedagogik/andragogik telah telah dicontohkan
oleh Rasul sekalipun dalam bentuk dasar bernuansa agama Islam (Ghazali et al, 2005).
Pada Zaman Khulafahurrasyidin (Abu Bakar, Umar bin Khatab, Uthman bin
Affan, dan Ali bin Abi Thalib) ilmu pengetahuan dalam kontes ajaran agama sudah
lebih maju lagi, sehubungan dengan meluasnya wilayah dakwah Islam dan berhadapan
dengan aneka ragam peradaban dan kebudayaan luas. Pada zaman ini tentunya berbeda
dengan masa Rasul dimana nabi sebagai pusat bertanya. Sedangkan pada masa ini
terjadi keragaman pendapat yang melahirkan suatu istimbath hukum dan sumbernya
yaitu Jma’ dan Qiyas sebagai jalan para sahabat untuk mengembangkan ajaran islam.
Berdasarkan hal tersebut maka nampak penalaran dengan akal mulai dikembangkan
sekalipun masih dalam tataran normatif. Pada masa ini dikenal Ali bin Abi Thalib
sebagai pencinta ilmu, dan Umar bin Khattab yang melakukan pengembangan bidang
poloyik, administrasi negara, juga hukum yang semuanya tidak lepas dari
pengembangan ilmu. Selain itu juga yang perlu diperhatikan adalah masa terjadinya
perang shiffin (pertengahan abad ke 7) yang berakibat pada munculnya sikap kafir
mengkhafirkan aliran-aliran dalam aqaid (akidah), yakni : aliran Khawarij, Munjiah,
Jabbariyah dan Qadariyah. Keempat faham diatas pada dasarnya embrio keilmuan dan
filsafat yang melahirkan kajian rasional terhadap persoalan-persoalan akidah (Ghazali et
al, 2005).
b. Zaman Pertengahan (476-1492 M)
Menurut Amsal Bakhtiar (2012) bahwa zaman pertengahan merupakan zaman
perkembangan ilmu islam. Zaman ini meliputi kurun waktu dari beberapa tahun
sebelum tahun 500M sampai beberapa tahun sebelum tahun 1500M sekitar 476-
1492M. Abad pertengahan ini terjadi ketika kerajaan Romawi non katolik runtuh dan
mulai berkembang agama Katolik Roma.
Zaman pertengahan ini disebut juga zaman kegelapan (The Dark Ages) karena
pada zaman ini di kerajaan-kerajaan Eropa terjadi kemandekan atau adanya hambatan
dalam perkembangan ilmu filsafat dan ilmu pengetahuan. Hal ini terjadi disebabkan
pada zaman ini semua aktivitas keilmuan harus berdasar atau mendukung kepada
agama dan diatur oleh doktrin-doktrin gereja yang berdasarkan keyakinan, sehingga
pada masa inilah banyak bermunculan para Theolog. Semboyan yang berlaku bagi
ilmu pada masa ini adalah ancilla theologia atau abdi agama. (Bachtiar, 2012)
Ketika di Eropa mengalami masa kegelapan, maka bangkitlah islam dengan
masa keemasannya. Hal ini dimulai dengan munculnya Nabi Muhammad SAW pada
tahun 600M, yang kemudian melakukan perluasan wilayah islam, serta melakukan
pembinaan hukum dan penerjemahan filsafat Yunani dan kemajuan ilmu pengetahauan
Islam pada tahun 700M sampai tahun 1200M, sehingga pada zaman pertengahan ini
disebut juga dengan zaman Islam. Para tokoh terkenal pada masa ini antara lain
sebagai berikut: Al-Kindi (801M-873M), Al-Farabi (870M-950M), Ibnu Sina (980M-
1037M) di kenal sebagai Avicenna di dunia barat, Al-Ghazali (1058M-111M), dan
Ibnu Rusyd (1226M- 1198M), serta masih banyak yang lain. (Bachtiar, 2012)
Pada zaman ini terjadi tranformasi kebudayaan dan khususnya ilmu dari dunia
Islam ke Barat. Di masa ini orang-orang Islam dan Kristen hidup bersama dan penuh
rasa toleransi agama yang tinggi. Mereka juga mengikuti kegiatan intelektual bersama-
sama. Dari sinilah kemudian gagasan-gagasan Barat masuk ke dunia Islam, dan
sebaliknya gagasan-gagasan dari dunia Islam masuk ke Barat. Kegiatan tranformasi
kebudayaan ini tidak selamanya membawa kemajuan dunia Islam. Sebaliknya justru
memberikan kemunduran bahkan keruntuhan pada dunia Islam sendiri. Hal ini
disebabkan beberapa alasan, salah satunya yakni kematian semangat ilmiah di
kalangan umat islam adalah diterimanya paham Yunani mengenai realitas yang pada
pokoknya bersifat statis, sementara jiwa islam adalah dinamis. (Bachtiar, 2012)
c. Zaman Modern (abad 19-20 M atau abad 14-15 H)
Zaman modern ditandai dengan berbagai penemuan dalam bidang ilmiah.
Menurut Slamet Iman Santoso (1997) dalam (Mustansyir,dkk. 2000), perkembangan
ilmu pengetahuan mempunyai tiga sumber, yaitu:
1) Hubungan antara kerajaan Islam di Semenanjung Iberia dengan Negara-negara
Perancis. Para Pendeta di Perancis banyak yang belajar di Spanyol, kemudian
mereka menyebarkan ilmu pengetahuan yang diperolehnya di lembaga-lembaga
pendidikan di Perancis.
2) Perang Salib (1100- 1300) yang terulang sebanyak enam kali tidak hanya menjadi
ajang peperangan fisik, tetapi menjadikan para tentara atau serdadu Eropa yang
berasal dari berbagai Negara menyadari kemajuan-kemajuan negara-negara Islam,
sehingga mereka menyebarkan pengalaman mereka sekembalinya di Negara
masing-masing.
3) Pada tahun 1453 Istanbul jatuh ke tangan Bangsa Turki, sehingga para pendeta atau
sarjana mengungsi ke Italia atau Negara-negara lain. Kemudian mereka inilah yang
menjadi pionir-pionir bagi perkembangan ilmu di Eropa (Mustansyir, dkk. 2000).
Zaman modern ilmu Islam dimulai dari abad 19-20 M atau abad 14-15 H.
Zaman modern berlangsung setelah masa klasik, pertengahan, dan masa kemunduran
(junud). Zaman modern ini merupakan masa kebangkitan dari kemunduran dan
ketertinggalan sekaligus merupakan masa pengulangan masa keemasan dunia Islam
karena terdapat kesamaan era ini dengan era kekuasaan daulah Abbasiyah. Era
keemasan daulah Abbasiyah adalah berkuasanya aliran Mu’tadzilah sebagai aliran
resmi Negara. Faktor inilah yang menyebabkan filsafat dan ilmu pengetahuan cepat
berkembang (Pokja Akademik, 2005).
Era modern merupakan peletakan dasar-dasar liberalisme dalam pemikiran
umat Islam dengan ciri rasionalisme yang bersifat normatif. Prinsip perubahannya
bukan pada ajaran agama yang yang dilakukan melainkan pada pemahaman terhadap
ajaran agama (sebagai fiqh) dalam Islam. Menurut Prof. Harun Nasution bahwa
modernisasi atau moderisme mengandung arti fikiran, aliran, gerakan, dan usaha untuk
merubah faham-faham, adat istiadat, institusi-institusi lama, dan sebagainya untuk
disesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi modern. Tokoh-tokoh yang komitmen terhadap ide pembaharuan (model
tajdid) yaitu:
1) Rifa’ah Badawi Rafi al Tahtawi (1801-1873)
Lahir di Tahta dan meninggal di Cairo. Beliau belajar di Universitas Al- Azhar
dan di Paris (Perancis), menjadi imam tentara dan fasih berbahasa Perancis. Beliau
banyak menterjemahkan buku ilmu bumi, sejarah, dan teknik dari bahasa Perancis
ke bahasa Arab. Menurut al Tahtawi kaum Ulama harus mengetahui ilmu-ilmu
modern agar mereka dapat menyesuaikan syariat dengan kebutuhan modern. (Pokja
Akademik, 2005).
2) Jamaluddin al Afghany (1839-1897)
Lahir di Afghanistan dan meninggal di Istanbul. Beliau banyak menulis di al
Urwatul Wutsqa, oleh karena itu beliau ahli komunikasi dan jurnalistik serta ahli
politik. (Pokja Akademik, 2005).
3) Muhammad Abduh (1849-1905)
Merupakan sahabat dan sekaligus murid dari Jamaluddin al Afghony. Bagi
abduh ilmu modern dan agama harus dipadukan sebab keduanya tidak bertantangan
melainkan berasal dari Allah SWT. Salah satu karyanya adalah Tafsir al Manar
sebagai tafsir Al-Qur’an dengan pendekatan sosiologi. (Pokja Akademik, 2005).
4) Rasyid Ridha
Merupakan murid Muhammad Abduh, lahir di Lebanon pada tahun 1865,
menurut salah satu keterangan beliau berasal dari keturunan Husain bin Ali bin Abi
Thalib, cucu Nabi. Rasyid Ridha belajar bahasa Arab, Turki, dan Perancis. Tafsir al
Manar adalah buah karya gurunya Muhammad Abduh yang diselesaikannya dengan
tafsiran filosofik dan sosiologik. Menurut Rasyid Ridha perlu dilahirkan
pembaharuan dalam dunia pendidikan. Menurut beliau di dalam kurikulum perlu
ditambahkan pelajaran berikut: teologi, pendidikan moral, sosiologi, ilmu bumi,
sejarah, ekonomi, ilmu hitung, ilmu rumah tangga (kesejahteraan keluarga) yaitu
disamping fiqh, tafsir, hadits dan lain-lain yang biasa diberikan di madrasah-
madrasah tradisional (Pokja Akademik, 2005).
d. Zaman Kontemporer (Abad ke-20/21 M sampai sekarang)
Pada zaman kontemporer (abad 20/21 M), perkembangan
ilmu pengetahuan di dunia Islam sering dipahami sebagai masa
pengkajian ulang dari zaman pertengahan dan modern. Hal tersebut
disebabkan karena adanya masa Jumud (kemunduran) di dunia Islam
pada sekitar abad ke-15 – 18 M. Dengan demikian, perkembangan
ilmu pengetahuan yang telah dicapai pada masa pertengahan dan
modern yang seharusnya terus berkembang sampai zaman
kontemporer terputus akibat adanya masa jumud atau kemunduran
tersebut, sehingga pada zaman kontemporer, harus dilakukan
pengkajian ulang terhadap ilmu-ilmu sebelumnya.Dunia Islam
cenderung mempertahankan nilai keislamannya dan kooperatif
terhadap perkembangan ilmu di dunia barat. Selain itu, umat muslim
juga bersikap eksklusif dan terisolasif (Pokja Akademik, 2007).
Beberapa tokoh muslim pada era ini berusaha bagaimana
dunia Islam tegak di seluruh aspek kehidupan manusia, baik
pendidikan agama, umum dan ilmu pengetahuan. Ismai Raji al
Faruqi, merupakan tokoh muslim yang menyatakan bahwa Islam
telah mengalami malaise, yaitu fase dimana umat Islam memperoleh
kemajuan tidak bersandarkan ajaran agamanya, akan tetapi hanya
kemajuan semu yang bersandarkan Barat. Sehingga beliau
menyatakan perlunya Islamisasi ilmu pengetahuan. Selain tokoh di
atas, Muhammad al Naquib al Attas, beliau menyatakan konsep
bahwa ilmu syariah sebagai ilmu fardhu ‘ain dan ilmu non syariah
sebagai ilmu fardhu kifayah (Pokja Akademik, 2007).
Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa semua
ilmu, baik ilmu agama dan ilmu pengetahuan wajib hukumnya untuk
dipelajari oleh umat Islam. Sehingga, umat Islam tidak hanya
bersandarkan pada ilmu pengetahuan dari Barat, akan tetapi ilmu
pengetahuan yang berkembang di kalangan umat Islam sendiri.
Untuk mengintegerasikan kedua ilmu tersebut, banyak para
tokoh di Indonesia yang mengemukakan konsep pemikirannya.
Seperti Noeng Muhadjir, yang menyatakan konsep kawasan
Insaniyah dan Ilahiyah di dunia ilmu yang menyatu dalam
menemukan konsep ilmu, A.M. Saefuddin yang menyatakan konsep
ilmu Tauqifi dan Ijtihadi yang berasal dari satu sumber dalam
kerangka konsep keilmuannya (Desekularisasi), serta Amin Abdulloh
dengan teori jaring laba-labanya, yakni teori Integratif dan
Interkonektif tiga domain yang disebut dengan Hadharah Nash, Ilmu,
dan Filsafat (Pokja Akademik, 2007).
BAB III
KESIMPULAN
Kemunculan ilmu di dunia barat dan dunia timur (Islam) ternyata tidak lepas dari asal-
usul kehidupan. Di mana keduanya merujuk pada makna kehadiran manusia di muka
bumi. Kemunculan ilmu di dunia barat lebih ditekankan pada kebenaran, baik kebenaran
cara berpikir, cara bertindak bahkan kebenaran yang disimbolkan ke dalam matematis.
Sedangkan ilmu yang muncul di dunia timur (Islam) lebih didasarkan pada keagamaan
yakni agama Islam itu sendiri. Sehingga muncul tokoh-tokoh Islam yang notabene lebih
mementingkan bagaimana menerapkan ilmu agama Islam yang sudah ada.
DAFTAR PUSTAKA
Amsal, Bakhtiar. 2012. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Bakhtiar, Amsal. 2004. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Bertens. 1975. Sejarah Filsafat Yunani. Yogyakarta: Kanisius.
Ghazali, Bachri., Usman S.S., Alim R. 2005. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Pokja
Akademik UIN Sunan Kalijaga.
Hamersma, Harry. 2008. Pintu Masuk ke Dunia Filsafat. Yogyakarta:
Kanisius.
Muhammad Nur, 2011. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta.
Mustansyir, Rizal., Misnal M. 2002. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Mustansyir, Rizal., dan Misnal Munir. 2000. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga. 2005. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta
Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga. 2007. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta
Sibawaihi. 2011. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta.