makalah regulasi.docx
TRANSCRIPT
Tugas Farmasi Industri
REGULATION OF GMP
Disusun oleh :
Rimadani Pratiwi 260112120084
Euis Rahmawati 260112120086
Lani Hashina M 260112120088
Resti Febriliza 260112120090
Saur Lumongga 260112120092
Ayesha Putri 260112120094
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2012
I. Sejarah CPOB (berikut CPKB dan CPOTB)
I.1 Sejarah CPKB (Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik)
Sejak diperkenalkan pertama kali beberapa puluh abad yang lalu, kosmetik
merupakan campuran bahan alami untuk perawatan, dekorasi dan wangi-wangian.
Sekarang ini kosmetik sudah menjadi suatu produk yang sangat dibutuhkan oleh
masyarakat. Kebutuhan akan adanya kosmetik yang beraneka warna, bentuk dan
unggul dalam memberikan fungsi bagi konsumen menuntut industri kosmetik
semakin terpacu untuk mengembangkan teknologi yang ada. Perkembangan
kosmetik yang pesat, membuat pemerintah, khususnya Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia membuat kebijakan dan aturan-aturan tentang
kosmetik yang tidak saja mampu mengkomodasi keinginan industri kosmetik dari
sisi inovasi dan kreativitas namun juga mampu mengajak industri kosmetik untuk
dapat menghasilkan kosmetik yang aman, bermutu dan bermanfaat sehingga
masyarakat dapat terindungi dari hal-hal yang dapat merugikan kesehatan.
Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB) merupakan salah satu faktor
penting untuk dapat menghasilkan produk kosmetik yang memenuhi standar mutu
dan keamanan. Penerapan CPKB merupakan persyaratan kelayakan dasar untuk
menerapkan sistem jaminan mutu dan keamanan yang diakui dunia internasional.
Badan POM telah membuat suatu pedoman dalam proses produksi kosmetik yang
disebut Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB) dan ditetapkan melalui
Surat Keputusan Keputusan Kepala Badan POM No. HK.00.05.4.3870 tentang
Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB).
Hal-hal yang menjadi perhatian di dalam pedoman CPKB yaitu sistem
manajemen mutu, personalia, bangunan, peralatan, sanitasi dan higiene, produksi,
pengawasan mutu, dokumentasi, internal audit, penyimpanan, kontrak produksi
dan analisis, penanganan keluhan serta penarikan produk kosmetik baik skala
besar maupun kecil untuk dapat menerapkan CPKB melalui langkah-langkah dan
pentahapan yang terprogram.
1.2 Sejarah CPOTB (Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik)
Obat tradisional merupakan produk yang dibuat dari bahan alam yang
jenis dan sifat kandungannya sangat beragam. Dengan adanya perkembangan
jenis produk obat bahan alam tidak hanya dalam bentuk Obat Tradisional (Jamu),
tetapi juga dalam bentuk Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka, maka pedoman
cara pembuatan obat tradisional yang baik sangat diperlukan oleh industri yang
memproduksi Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka sehingga mutu obat
tradisional lebih terjamin dan dapat meningkatkan daya saingnya melalui
pengawasan terhadap proses produksi dan penanganan bahan bakunya.
Badan POM telah membuat suatu pedoman dalam proses produksi obat
tradisional yang disebut Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB)
dan ditetapkan melalui Surat Keputusan Keputusan Kepala Badan POM No.
HK.00.05.4.1380 tentang Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB).
CPOTB adalah bagian dari Pemastian Mutu yang memastikan bahwa obat
tradisional dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu
yang sesuai dengan tujuan penggunaan dan dipersyaratkan dalam izin edar dan
spesifikasi produk. Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik meliputi seluruh
aspek yang menyangkut pembuatan obat tradisional, yang bertujuan untuk
menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu
yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Mutu produk
tergantung dari bahan awal, proses produksi dan pengawasan mutu, bangunan,
peralatan dan personalia yang menangani.
II. Beberapa contoh perkembangan CPOB di Negara-negara maju
Perkembangan GMP di Australia
Australia mengenal istilah Therapeutic Goods Administration (TGA) yang
meregulasi hal-hal yang berkaitan dengan terapeutik melalui berbagai tindakan
yang komprehensif termasuk memastikan efikasi dan keamanan obat-obatan yang
diperbolehkan dijual di Australia. Komponen kunci dari keseluruhan regulasi
TGA mengenai obat-obatan dan alat kesehatan adalah inspeksi dari fasilitas
manufaktur untuk memastikan proses produksi dijalankan sesuai dengan prinsip
manufaktur yang dilegalisasi, termasuk Code of Good Manufacturing Practice
(GMP).
Di Australia, Therapeutic Goods Act dibuat pada tahun 1989 dengan
beberapa pengecualian, bahwa produsen barang-barang terapeutik harus
mempunyai lisensi. Untuk mendapatkan lisensi untuk memproduksi hal-hal yang
berkaitan dengan terapeutik, produsen harus menunjukkan, selama inspeksi pabrik
tersebut harus mematuhi prinsip-prinsip manufaktur yang terkandung dalan GMP
dan Quality systems.
Produsen luar negeri yang akan menjual barang terapi di Australia harus
memenuhi standar GMP yang setara dengan produsen di Australia. Produsen luar
negeri diwajibkan memberikan bukti ini kepada TGA. Jika bukti dokumen GMP
tidak dapat diterima, maka auditor TGA akan melakukan on-site audit dengan
cara yang sama seperti yang dilakukan pada produsen di Australia.
GMP dan inspeksi TGA merupakan elemen kunci dari sistem regulasi
Australia untuk menjamin keamanan, kualitas dan efektivitas dari sejumlah besar
obat-obatan yang beredar di Australia. Program TGA mengenai inspeksi dan re-
inspeksi GMP Manufacturing merupakan cara terbaik untuk pemerintah Australia
sehingga dapat memastikan bahwa barang-barang terapi diproduksi dengan
standar internasional tertinggi.
Pada tanggal 29 juli 2009, Therapeutic Goods (Manufacturing Principle)
Determination No. 1 of 2009 mengadopsi panduan PIC/S untuk GMP. Pada
tanggal 15 januari 2009 PE-009-8 menjadi Code of GMP, kecuali Annexes 4, 5
dan 14 yang tidak diadopsi oleh Australia.
Kode ini diperbarui untuk menggantikan Australian Code of Good
Manufacturing Practice untuk produk obat (16 Agustus 2002) dan untuk produk
tabir surya (1994).
The 2009 Code terdiri dari dua bagian dan lima belas lampiran. Bagian I
berlaku untuk pembuatan produk obat jadi dan Bagian II berlaku untuk
pembuatan Active Pharmaceutical Ingredients (APIs). Bagian III identik dengan
ICH GMP yang merupakan panduan untuk APIs, yang sudah ditetapkan sebagai
standar dalam prinsip manufaktur sebelumnya.
Berikut merupakan lampiran-lampiran (Annexes) yang diadopsi:
Annex 1: Manufacture of sterile medicinal products
Annex 2: Manufacture of biological medicinal products for human use
Annex 3: Manufacture of radiopharmaceuticals
Annex 6: Manufacture of medicinal gases
Annex 7: Manufacture of herbal medicinal products
Annex 8: Sampling of starting and packaging materials
Annex 9: Manufacture of liquids, creams and ointments
Annex 10: Manufacture of pressurised metered dose aerosol
preparations for inhalation
Annex 11: Computerised systems
Annex 12: Use of ionising radiation in the manufacture of medicinal
products
Annex 13: Manufacture of investigational medicinal products
Annex 15: Qualification and validation
Annex 17: Parametric release
Annex 19: Reference and retention samples
Annex 20: Quality risk management
Australia belum mengadopsi Annex 4 dan 5 dalam PIC/S Guide untuk
pembuatan obat-obatan hewan dan annex 14 untuk produk yang berasal dari darah
manusia atau plasma manusia. Panduan PIC/S tidak termasuk annex 16 dan 18
karena khusus untuk EU GMP Guide.
Perkembangan GMP di Kanada
Prinsip dari GMP Kanada adalah pemegang lisensi harus memastikan
bahwa fabrikasi, kemasan, label, distribusi, pengujian, dan penjualan obat harus
mematuhi persyaratan dan prinsip pemasaran dan tidak menempatkan konsumen
pada resiko akibat tidak memadainya keamanan dan kualitas.
Berikut merupakan regulasi GMP dimana pedoman GMP ini berlaku
untuk farmasi, radiofarmaka, obat biologi, dan kedokteran hewan dikembangkan
oleh Health Canada.
Bagian Regulasi F P/L I D W T
1. Bangunan C.02.004
2. Peralatan C.02.005
3. Personalia C.02.006
4. Sanitasi C.02.007
C.02.008
5. Pengujian raw
material
C.02.009
C.02.010
*
*
6. Kontrol
Produksi
C.02.011
C.02.012
7. Quality control C.02.013
C.02.014
C.02.015
8. Pengujian
Packaging
Material
C.02.016
C.02.017
*
*
9. Pengujian
produk jadi
C.02.018
C.02.019
*
*
10. Dokumentasi C.02.020
C.02.021
C.02.022
C.02.023
C.02.024
11. Sampel C.02.025
C.02.026
12. Stabilitas C.02.027
*
C.02.028 *
13. Produk steril C.02.029 *
F = Fabricator, P/L = Packager/Labeller, I = Importer, D = Distributor, W =
Wholesaler, T = Tester
* = pedoman yang berlaku tergantung pada sifat kegiatan
III. Perkembangan CPOB di Indonesia berikut peraturan terkait lainnya
3.1 Perkembangan CPOB di Indonesia
Tahun 1969
WHO mengajukan konsep “Good Practices in the Manufacture and
Quality Control of Drugs “.
Tahun 1971
Indonesia mengadopsi GMP WHO tersebut secara sukarela.
Tahun 1988
Pedoman CPOB edisi 1 mulai diwajibkan untuk diterapkan didasarkan
atas Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No.43/Menkes/SK/VII/1989
tentang Cara Pembuatan Obat yang Baik.
Tahun 1989
Petunjuk Operasional Penerapan CPOB diterbitkan agar pedoman tersebut
dapat diterapkan secara efektif di industri farmasi melalui Surat Keputusan
Direktorat Jenderal POM No.05411/A/SK/XII/1989 mengenai Petunjuk
Operasional Penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik
Tahun 1990
Inspeksi CPOB yang pertama
Tahun 2001
Pedoman CPOB edisi 2 diterbitkan (hasil revisi Pedoman CPOB 1988)
yang dikenal juga dengan CPOB terkini
Tahun 2005
CPOB untuk produk darah diterbitkan
Tahun 2006
CPOB diperbaharui lagi menjadi c-GMP (current Good Manufacturing
Practice) atau yang dikenal dengan istilah CPOB yang dinamis
Tahun 2008
Petunjuk Operasional CPOB 2006 (c-GMP) diterbitkan
Perbedaan Pedoman CPOB 2001 dan 2006
2001 2006
10 Bab
( Umum, Personalia, Bangunan
dan Fasilitas, Peralatan,
Sanitasi, dan Higiene, Produksi,
Pengawasan Mutu, Inspeksi
Diri, Penanganan keluhan
terhadap obat, Penarikan
Kembali Obat dan Obat
Kembalian, Dokumentasi)
4 Addenda
Pembuatan Produk Biologi,
Pembuatan Gas Medisinal,
Pembuatan Aerosol,
Pembuatan produk darah
12 Bab, termasuk:
Sistem Manajemen Mutu,
Contract Manufacture and
Analysis,
Qualification and Validation,
Bab UMUM dihilangkan
7 Annex, termasuk:
Pembuatan produk steril,
Pembuatan obat investigasi
untuk uji klinik,
Sistem komputerisasi
Berikut adalah aspek-aspek yang diatur dalam CPOB 2006 :
1. Sistem Mutu,
2. Personalia
3. Bangunan dan Sarana Penunjang,
4. Peralatan,
5. Sanitasi dan Higiene,
6. Produksi,
7. Pengawasan Mutu,
8. Inspeksi Diri dan Audit Mutu,
9. Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali
Produk dan Produk Kembalian,
10. Dokumentasi,
11. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak,
12. Kualifikasi dan Validasi
Di samping itu, terdapat 7 (tujuh) anex (supplement), yaitu :
1. Pembuatan Produk Steril,
2. Pembuatan Produk Biologi,
3. Pembuatan Gas Medisinal,
4. Pembuatan Inhalasi Dosis Terukur Bertekanan (Aerosol),
5. Pembuatan Produk Darah,
6. Pembuatan Obat Investigasi Untuk Uji Klinik, dan
7. Sistem Komputerisasi.
Hal-hal baru yang diatur dalam CPOB 2006 antara lain:
Sistem Manajemen Mutu (Quality Management System/QMS),
Sistem Tata Udara (Air Handling System/AHS), terutama untuk produk-
produk steril,
Persyaratan Air Untuk Produksi (water system)
3.2 Peraturan-peraturan terkait CPOB:
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
43lMenkes/SK/III 1988 tanggal 2 Februari 1988 tentang Pedoman Cara
Pembuatan Obat yang Baik;
Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor HK.00.05. 3.02147 tahun 2001 tentang Pembentukan
Tim Revisi Pedoman Cara Tahun Pembuatan Obat Yang Baik
Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.00.05.3.02152 tentang Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat
Yang Baik tahun 2002
Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
02001/SK/KBPOM Tahun 200I tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan
Pengawas Obat dan Makanan sebagaimana telah diubah dengan
Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.00.05 .2.4231 Tahun 2004;
Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.00.05.3.0027 Tahun 2006 tentang Penerapan Pedoman Cara
Pembuatan Obat yang Baik;
Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor HK.00.06. 1.34.0387 Tahun 2009 tentang Pembentukan
Tim Nasional Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB).
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.04.1.33.12.11.09937 tahun 2011 tentang Tata Cara Sertifikasi Cara
Pembuatan Obat yang Baik
IV. Diskusi
1. Euis (260112120086)
Pertanyaan :
1. Bagaimana sejarah GMP di Indonesia berkaitan dengan GMP WHO?..
2. Mengapa negara yang dipilih untuk dibahas disisni negara Australia dan
Kanada?..
Jawaban :
1. Awalnya, pada tiap negara, di tiap daerah dikumpulkan pihak-pihak yang
terkait dengan industri untuk membicarakan mengenai GMP, kemudian
hasil tersebut di bawa ke pusat untuk ditindaklanjuti yang selanjutkan di
ajukan ke WHO. Di WHO tersebut, input dari berbagai negara dikaji dan
diolah sehingga menghasilkan GMP. Di Indonesia sendiri, pembuatan
CPOB melihat dari gambaran GMP WHO yang selanjutnya dikembangkan
dan disesuaikan dengan kondisi di Indonesia. GMP sendiri dijadikan acuan
atau panduan untuk pembuatan CPOB di Indonesia.
2. Karena negara-negara tersebut telah memiliki CPOB yang mendunia
dimana pengaturannya lebih rinci dan lengkap sehingga bisa dijadikan
contoh atau perbandingan untuk CPOB yang ada di Indonesia.
2. Fathi (260112120078)
Pertanyaan :
1. Apa tujuan umum CPOB?..
2. Bagaimana regulasi CPOB di Indonesia?..
Jawaban :
1. Tujuan umum dibentuknya CPOB yaitu diharapkan dapat menghasilkan
produk bermutu tinggi sehingga dapat meningkatkan daya jual. Disamping
itu untuk membuat suatu standar perlakuan sehingga produk yang
dihasilkan sesuai dengan standar yang berlaku.
2. CPOB di Indonesia di pegang oleh BPOM, dimana institusi ini melakukan
pengawasan terhadap industri-industri untuk mengecek apakah industri
tersebut berjalan sesuai CPOB yang berlaku. Jika ditemukan hal yang
menyimpang atau tidak sesuai, maka BPOM berhak memberikan sanksi
terhadap industri tersebut.
3. Rina Nuriyah (260112120062)
Pertanyaan :
1. Adakah perbedaan antara CPOB edisi 1, 2, dan 3 ?..
2. Apakah CPOTB hanya berlaku di Indonesia atau di negara lain juga?..
Jawaban :
1. Ada. Dalam perkembangan CPOB di Indonesia, CPOB mengalami revisi
sesuai dengan perkembangannya. Tiap edisi mengalami perubahan baik
penambahan atau pengurangan guna menghasilkan peraturan yang lebih
baik lagi.
2. CPOTB hanya berlaku di Indonesia karena tiap negara memiliki
pengaturan yang berbeda-beda
4. Hetsa Himawati (2601121200….)
Pertanyaan :
1. Apakah kebijakan CPOB/GMP setiap negara berbeda2 untuk barang-
barang eksport dan import ?
2. Apakah ada masa transisi untuk penggantian CPOB dari edisi 1 ke edisi 2
dan seterusnya untuk suatu perusahaan ?
3. Apakah industri farmasi yang pertama kali berdiri di Indonesia ?
Jawaban :
1. Barang ingin di eksport ke luar negeri maka barang tersebut telah
memenuhi strandar yang telah ditetapkan oleh suatu negara tersebut,
karena setiap negara memiliki standar tersendiri untuk menjamin kualitas
dari barang yang akan dipasarkan.Jika barang tersebut tidak memenuhi
standar di negara tersebut maka barang tersebut dapat ditolak dan hanya
bisa dipasarkan di negaranya sendiri atau negara yang menggunakan
standar lebih rendah.
2. Ada masa transisi yang diberikan untuk suatu industry farmasi, misalnya
dikeluarkan suatu peraturan baru yang dikeluarkan oleh BPOM maka
industry tersebut diberi tenggang waktu untuk dapat menyesuaikan
peraturan tersebut, jika tidak dapat menyesuaikan dalam tenggang
waktunya maka izin pengeluaran produknya dapat di cabut.
3. Industri farmasi di Indonesia diawali dengan berdirinya pabrik farmasi
pertama yang didirikan di Hindia Timur pada tahun 1817, yaitu NV.
Chemicalien Rathkamp & Co dan NV. Pharmaceutische Handel
Vereneging J. Van Gorkom & Co. pada tahun 1865. Sedangkan industri
farmasi modern pertama kali di Indonesia adalah pabrik kina di Bandung
pada tahun 1896 yang sekarang dikenal dengan nama Kimia Farma.
5. Seni Astri (260112120044)
Pertanyaan :
1. Faktor apasajakan yang mempengaruhi GMP di setiap negara ?
2. Jelaskan setiap poin dalam CPOB ?
Jawaban :
1. Banyak negara telah mengatur perusahaan farmasinya harus sesuai dengan
prosedur GMP yang telah dibuat oleh negara tersebut berdasarkan undang-
undang yang ada pada setiap negara. Walaupun GMP di setiap negara
berbeda-beda yang tergantung dari masing-masing kebijakan/undang-
undang negara tersebut tatapi GMP tersebut tetap semua panduan masih
dalam prinsip dasar yang sama yaitu
- Proses Manufaktur secara jelas didefinisikan dan dikendalikan. Semua
proses yang pentingdivalidasi untuk memastikan konsistensi dan
kesesuaian dengan spesifikasi.
- Proses Manufaktur dikendalikan, dan perubahan apapun pada proses
dievaluasi. Perubahanyang berdampak pada kualitas obat divalidasi
diperlukan.
- Instruksi dan prosedur yang ditulis dalam bahasa yang jelas dan tidak
ambigu. (Praktek Dokumentasi Bagus)
- Operator dilatih untuk melaksanakan dan mendokumentasikan
prosedur.
- Rekaman yang dibuat, secara manual atau dengan instrumen, selama
pembuatan yangmenunjukkan bahwa semua langkah yang diperlukan
oleh prosedur dan instruksi yangsebenarnya diambil dan bahwa
kuantitas dan kualitas obat itu seperti yang diharapkan
2. Elemen dalam CPOB meliputi :
a. Manajemen mutu
Menjamin bahwa produk dibuat & dikendalikan secara konsisten,
mengurangi resiko yang tidak dapat dideteksi pada pengujian akhir, yaitu :
cross contamination & mix-up
b. Personalia
Meliputi:
Jumlah karyawan memadai
Struktur Organisasi
Kualifikasi & tanggung jawab yang jelas
Pelatihan berdampak pada mutu produk
Penilaian
Pencatatan
c. Bangunan & fasilitas
Lokasi, konstruksi, layout dan desain, harus disesuaikan dengan tujuan
untuk meminimalisir resiko yang dapat mempengaruhi kualitas produk
seperti kontaminasi silang, debu dan kotoran.
d. Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam pembuatan obat hendaklah
memiliki rancang-bangun dan konstruksi yang tepat, ukuran
yang memadai serta ditempatkan dengan tepat, sehingga mutu yang
dirancang bagi tiap produkobat terjamin secara seragam dari bets ke bets,
serta untuk memudahkanpembersihan dan perawatannya
e. Sanitasi & higiene
Meliputi :
1. Manusia
2. Bahan awal
3. Mesin & peralatan
4. Bangunan
5. Lingkungan
Sumber pencemaran
Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan padasetiap
aspek pembuatan obat.Ruang lingkup sanitasi dan higiene,
meliputipersonalia, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi
sertawadahnya dan setiap hal yang dapat
merupakan sumber pencemaran produk.
f. Produksi
Proses produksi, mulai dari penyiapan bahan awal (bahan baku); validasi
proses produksi; pencemaran; sistem penomoran bets dan lot;
pengembalian; pengolahan; proses produk di produk steril; pengemasan;
adanya bahan atau produk pulihan; obat kembalian; karantina obat jadi dan
penyerahan ke gudang obat jadi; sampai pada pengawasan distribusi
obat jadi; penyimpanan bahan awal, produk antara, produk ruahan dan
obat jadi; penyimpanan bahan baku dan bahan pengemas;
pembuatan obat berdasarkan kontrak; dilaksanakan dengan mengikuti
prosedur yang telah ditetapkan yang dapat menjamin senatiasa
menghasilkan obat jadi yang memenuhi spesifikasi yang ditentukan.
g. Pengawasan mutu
Pengawasan mutu meliputi semua fungsi analisis yang dilakukan silaborto
rium termasuk pengambilan contoh, pemeriksaan dan pengujianbahan
awal, produk antara, produk ruahan dan obat jadi. Pengawasan mutu
meliputi juga program uji stabilitas, pemantauan lingkungan kerja, uji
validasi, pengkajian dokumentasi bets, program penyimpanan contoh
danpenyusunan serta penyimpanan spesifikasi yang berlaku dari setiap
bahandan produk termasuk metode pengujian
h. Inspeksi diri dan audit mutu
Tujuan inspeksi diri adalah untuk melakukan penilaian apakah seluruh
aspek produk dan
pengendalian mutu dalam pabrik telaha memenuhiketentuan CPOB
i. Penanganan keluhan terhadap produk, penarikan kembali produk &
produk kembalian
- Penangan keluhan dan laporan terhadap obat : Hendaklah dibuat
catatan tertulis mengenai semua keluhandan laporan yang diterima dan
ditangani oleh bagian yang terkait
- Penarikan kembali obat dapat berupa penarikan
kembali satu atau beberapa bets atau seluruh obat jadi tertentu dari
semua mata rantai distribusi
- Obat kembalian adalah obat jadi yang telah beredar, yang
kemudiandikembalikan ke pabrik karena adanya keluhan, kerusakan,
daluwarsa,masalah keabsahan, atau sebab lain mengenai kondisi obat,
wadah
ataukemasan, sehingga menimbulkan keraguan akan keamana, identita
s,mutu dan jumlah obat yang bersangkutan
j. Dokumentasi
Dokumentasi yang jelas meminimalisir kesalahan informasi dari
komunikasi. Spesifikasi, formula, prosedur, dan catatan-catatan harus
bebas dari kesalahan dalam penulisan. Penting untuk memperoleh legalitas
dari dokumen tersebut
k. Pembuatan & analisis berdasarkan kontrak
Kontrak tertulis antara pemberi kontrak-penerima kontrak tanggung
jawab & kewajiban masing-masing pihak
l. Kualifikasi & validasi
Perubahan signifikan yang mempengaruhi mutu produk (fasilitas,
peralatan, proses) validasi
Kualifikasi meliputi : KD, KI, KO, KK