makalah puisi.docx

34
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra pada dasarnya merupakan ungkapan penulis terhadap keadaan dan pengalaman hidup yang menggunakan media bahasa sebagai perantara atau pengungkapan ekspresi. Oleh sebab itu, karya sastra pada umumnya, berisi tentang permasalahan yang melingkupi dalam kehidupan manusia. Kemunculan sastra lahir dilatar belakangi adanya dorongan dasar manusia untuk mengungkapkan eksistensi dirinya. Karya sastra yang perkembangannya sangat pesat yaitu puisi. Bahkan sebelum Indonesia merdeka, masyarakat Indonesia sebenarnya telah bersastra yaitu dengan mantra, doa-doa untuk dewa atau nenek moyang. Hal ini menunjukkan bahwa peran puisi dalam kehidupan merupakan sesuatu yang dominan dalam menunjukkan jati diri hidup. Jika melihat hakikat dari puisi yaitu salah satu bentuk karya sastra yang diungkapkan dengan menggunakan bahasa yang padat, mendobrak dan penuh dengan makna. Puisi dibentuk oleh kata-kata yang benar-benar terpilih, terseleksi dan melalui proses yang ketat. Puisi merupakan hasil ungkapan perasaan

Upload: lols

Post on 03-Dec-2015

43 views

Category:

Documents


25 download

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

A.     Latar BelakangKarya sastra pada dasarnya merupakan ungkapan penulis terhadap keadaan dan

pengalaman hidup yang menggunakan media bahasa sebagai perantara atau pengungkapan

ekspresi. Oleh sebab itu, karya sastra pada umumnya, berisi tentang permasalahan yang

melingkupi dalam kehidupan manusia. Kemunculan sastra lahir dilatar belakangi adanya

dorongan dasar manusia untuk mengungkapkan eksistensi dirinya.

Karya sastra yang perkembangannya sangat pesat yaitu puisi. Bahkan sebelum

Indonesia merdeka, masyarakat Indonesia sebenarnya telah bersastra yaitu dengan mantra,

doa-doa untuk dewa atau nenek moyang. Hal ini menunjukkan bahwa peran puisi dalam

kehidupan merupakan sesuatu yang dominan dalam menunjukkan jati diri hidup.

Jika melihat hakikat dari puisi yaitu salah satu bentuk karya sastra yang diungkapkan

dengan menggunakan bahasa yang padat, mendobrak dan penuh dengan makna. Puisi

dibentuk oleh kata-kata yang benar-benar terpilih, terseleksi dan melalui proses yang ketat.

Puisi merupakan hasil ungkapan perasaan penyair yang dituangkan melalui kata-kata atau

bahasa yang sengaja dipilih penyair untuk mewakili perasaannya. Dalam pengertian ini, maka

makna dalam puisi menyatakan sesuatu secara tak langsung, yaitu mengatakan sesuatu hal

dengan arti yang lain atau makna dibalik susunan kata-kata dan tipografinya.

Sebagai salah satu jenis sastra, puisi merupakan pernyataan sastra yang paling utama.

Segala unsur sastra mengental dalam puisi. Puisi mengandung karya estetis yang bermakna,

mengekspresikan pemikiran yang membangkitkan perasaan, merangsang panca indra dalam

susunan yang berirama. Puisi merupakan rekaman dan interpretasi pengalaman manusia yang

diubah dalam wujud yang paling berkesan.

Melalui puisi kita dapat merasakan tawa, tangis, senyum, berfikir, merenung, terharu

bahkan emosi dan marah. Sampai saat ini, puisi selalu mengikat hati dan digemari oleh semua

lapisan masyarakat karena keindahan dan keunikannya. Oleh karena kemajuan masyarakat

dari masa kemasa selalu meningkat, maka corak, sifat dan bentuk puisi selalu berubah,

mengikuti perkembangan konsep estetika yang selalu berubah dan kemajuan intelektual yang

selalu meningkat.

Kondisi pengajaran sastra di sekolah saat ini sangat memprihatinkan, pengajaran

sastra termasuk puisi hanya dipandang sebagai mata pelajaran yang monoton. Hal ini

dikarenakan daya apresiasi sastra hanya menekankan pada aspek afektif yang berkutat

dengan rasa, nurani, nilai-nilai dan seterusnya. Selain itu, kesulitan dalam memaknai sebuah

karya sastra, juga menjadi masalah yang dominan. Tentunya dibutuhkan sebuah cara atau

teknik yang baru dalam mengajarkan puisi atau sastra. Melalui makalah ini, kami mencoba

untuk membahas tentang hakikat puisi dan beberapa cara atau teknik dalam pengajaran puisi.

B.     Rumusan MasalahAdapun rumusan masalah makalah ini, yaitu:

1.      Apakah hakikat puisi?

2.      Apa sajakah jenis-jenis puisi?

3.      Bagaimanakan cara memaknai puisi?

4.      Bagaimanakah pengajaran puisi?

C.     TujuanTujuan yang akan dicapai dengan adanya makalah ini, yakni:

1.      Mengetahui hakikat puisi.

2.      Mengetahui jenis-jenis puisi.

3.      Mengetahui cara memaknai puisi.

4.      Mengetahui pengajaran puisi.

D.    Manfaat1.    Kehadiran makalah ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam pembelajaran sastra

khususnya pengetahuan tentang puisi.

BAB IIPEMBAHASAN

A.     Hakikat Puisi1.       Pengertian Puisi

Kata puisi berasal dari bahasa Yunani yaitu Poeima yang berarti membuat, Poeisis

yang berarti pembuatan. Dalam bahasa Inggis disebut Poem atau Poetry. Puisi diartikan

membuat dan pembuatan karena lewat puisi pada dasarnya seorang telah menciptakan suatu

dunia tersendiri, yang mungkin berisi pesan atau gambaran suasana-suasana tertentu, baik

fisik maupun batiniah (Aminuddin (2011: 134).

Menurut Hudson (dalam Aminuddin, 2011: 134), puisi adalah salah satu cabang sastra

yang menggunakan kata-kata sebagai media penyampaian untuk membuahkan ilusi dan

imajinasi, seperti halnya lukisan yang menggunakan garis dan warna dalam menggambarkan

gagasan pelukisnya. Ketika kita membaca suatu puisi sering kali kita merasakan ilusi tentang

keindahan, terbawa dalam suatu angan-angan, sejalan dengan keindahan penataan unsur

bunyi, penciptaan gagasan, maupun suasana-suasana tertentu.

Slametmuljana (dalam Waluyo, 1995: 23), menyatakan bahwa puisi merupakan

bentuk kesusastraan yang menggunakan pengulangan suara sebagai ciri khasnya.

Pengulangan kata itu menghasilkan rima, ritma, dan musikalitas. Batasan yang diberikan

Slametmuljana tersebut berkaitan dengan struktur fisik saja. Sedangkan James Reeves,

menyatakan bahwa puisi adalah ekspresi bahasa yang kaya dan penuh daya pikat. Menurut

Waluyo (1995: 25), puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan

perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengkonsentrasikan semua kekuatan

bahasa dengan pengkonsentrasian struktur fisik dan struktur batinnya.

Coleridge (dalam Pradopo, 2010: 6), mengemukakan bahwa puisi itu adalah kata-kata

yang terindah dalam susunan terindah. Penyair memilih kata-kata yang setepatnya dan

disusun secara sebaik-baiknya. Sedangkan menurut Carlyle, puisi merupakan pemikiran yang

bersifat musikal. Penyair dalam menciptakan puisi memikirkan bunyi yang merdu seperti

musik dalam puisinya. Pendapat lain dikemukakan oleh Shelley, mengemukakan bahwa puisi

adalah rekaman detik-detik yang paling indah dalam hidup kita. Misalnya saja peristiwa-

peristiwa yang sangat mengesankan dan menimbulkan keharuan yang kuat, seperti

kebahagiaan, percintaan, bahkan kesedihan karena kematian orang yang sangat dicintai.

Menurut Pradopo (2010: 7), puisi itu mengekspresikan pemikiran yang

membangkitkan perasaan, yang merangsang imajinasi panca indera dalam susunan yang

berirama. Semua itu merupakan sesuatu yang penting, yang direkam dan diekspresikan,

dinyatakan dengan menarik dan memberi kesan.

Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa puisi adalah ungkapan hati penyair dari keseluruhan pengalaman hidup yang

menggunakan bahasa yang khas dalam penyajiannya. Puisi lahir dari perenungan mendalam

dengan menggunakan kolaborasi antara pikiran dan perasaan sehingga menghasilkan karya

yang sarat makna.

2.       Unsur Pembentuk Puisi

Menurut Waluyo (1995: 71), hakikat puisi disebut struktur batin sedangkan metode

puisi disebut struktur fisik. Adapun wujud konkret hakikat puisi adalah pernyataan batin

penyair, sedangkan metode adalah struktur pembangun bentuk kebahasaan puisi.

a)        Struktur Fisik Puisi

Unsur-unsur bentuk atau struktur fisik puisi dapat diuraikan dalam metode puisi, yakni

unsur estetik yang membangun struktur luar dari puisi. Unsur fisik puisi meliputi: diksi,

pengimajian, kata konkret, bahasa figuratif (majas), verifikasi dan tata wajah puisi (tipografi).

Berikut akan diuraikan unsur-unsur fisik puisi.

1)      Diksi (Pilihan Kata)

Penyair sangat cermat dalam memilih kata-kata sebab kata-kata yang ditulis harus

dipertimbangkan maknanya, komposisi bunyi dalam rima dan irama, kedudukan kata itu di

tengah konteks kata lainnya dan kedudukan kata dalam keseluruhan puisi. Oleh sebab itu,

disamping memilih kata yang tepat, penyair juga mempertimbangkan urutan katanya dan

kekuatan kata-kata tersebut. Hendaknya disadari bahwa kata-kata dalam puisi bersifat

konotatif artinya memiliki kemungkinan makna yang lebih dari satu.

2)      Pengimajian

Ada hubugan erat antara diksi, pengimajian dan kata konkret. Diksi yang terpilih

harus menghasilkan pengimajian yang dapat dihayati melalui penglihatan, pendengaran, atau

cita rasa. Pengimajian dapat dibatasi dengan kata atau susunan kata-kata yang dapat

mengungkapkan pengalaman sensoris, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Puisi

seolah-olah mengandung gema suara, benda yang tampak, atau sesuatu yang dapat dirasakan,

diraba, atau disentuh. Oleh karena itu, pengimajian berhubungan erat dengan diksi dan kata

konkret.

Menurut Effendi (dalam Waluyo, 1995: 80), pengimajian dalam puisi dapat dijelaskan

sebagai usaha penyair untuk menciptakan atau menggugah timbulnya imaji dalam diri

pembacanya, sehingga pembaca tergugah untuk menggunakan mata hati untuk melihat

benda-benda, warna, dengan telinga hati mendengar bunyi-bunyian dan dengan perasaan hati

kita menyentuh kesejukan dan keindahan benda dan warna.

Menurut Situmorang (dalam Sugihastuti, 2009: 43), membagi imajinasi menjadi

delapan yaitu: Pertama, imajinasi visual yaitu imajinasi yang menyebabkan pembaca seolah-

olah melihat. Kedua, imajinasi auditory yaitu imajinasi yang menyebabkan pembaca seolah-

olah mendengar. Ketiga, imajinasi articulatory yaitu imajinasi yang menyebabkan pembaca

mendengarkan bunyi-bunyian dengan artikulasi tertentu pada bagian mulut. Empat, imajinasi

olfaktory yaitu imajinasi penciuman atau pembauan. Lima, imajinasi gustatory yaitu imajinasi

pencicipan, pembaca seolah-olah mencicipi sesuatu. Enam, imajinasi tactual yaitu imajinasi

rasa kulit atau pembaca seolah-olah mengalami sesuatu di kulit. Tujuh, imajinasi kinastetik

yaitu imajinasi gerakan tubuh atau otot yang menyebabkan kita merasakan atau melihat otot-

otot tubuh. Delapan, imajinasi organik yaitu imajinasi badan yang menyebabkan kita

merasakan atau melihat badan lesu, loyo, lemas dan sebagainya.

3)      Kata Konkret

Kata konkret ialah kata-kata yang dapat dilukiskan dengan tepat, membayangkan

dengan jitu akan apa yang hendak dikemukakan oleh penyair. Jika penyair mahir

memperkonkret kata-kata, maka pembaca seolah-olah melihat, mendengar atau merasakan

apa yang dilukiskan oleh penyair. Dengan demikian pembaca terlibat penuh secara batin ke

dalam puisinya. Jika imaji pembaca merupakan akibat dari pengimajian yang diciptakan

penyair, maka kata konkret ini merupakan syarat atau sebab terjadinya pengimajian itu.

Dengan kata yang diperkonkret, pembaca dapat membayangkan secara jelas peristiwa atau

kejadian yang dilukiskan oleh penyair.

4)      Bahasa Figuratif (Majas)

Menurut Waluyo (1995: 83), bahasa figuratif ialah bahasa yang digunakan penyair

untuk menyatakan sesuatu dengan cara yang tidak biasa, yakni secara tidak langsung

mengungkapkan makna. Pendapat lain dikemukakan oleh Pradopo (2010: 62), adanya bahasa

kiasan ini menyebabkan puisi menjadi menarik perhatian, menimbulkan kesegaran, hidup dan

terutama menimbulkan kejelasan gambaran angan. Bahasa kiasan ini mengiaskan atau

mempersamakan sesuatu hal dengan hal lain supaya gambaran menjadi jelas, lebih menarik

dan hidup. Bahasa kiasan atau majas dibagi menjadi tujuh yaitu: perbandingan, metafora,

perumpamaan epos, personifikasi, metonimi, sinekdoki dan alegori.

Fungsi dan kedudukan gaya bahasa atau majas dikemukakan oleh Ratna (2013: 58),

puisi merupakan struktur gaya bahasa karena dalam puisi tidak menampilkan cerita, puisi

hanya melukiskan tema, irama, rima dan gaya bahasa yang melekat. Oleh karena itu, gaya

bahasa menjadikan puisi lebih segar, menarik dan mempunyai kedalaman makna. Hal inilah

yang menjadikan pembeda antara puisi dengan ilmu pengetahuan sebagai manifestasi pikiran

yang harus dikemukakan secara jelas.

5)   Versifikasi

Dalam puisi terdapat bunyi yang disebut rima dan ritma. Rima adalah pengulangan

bunyi di dalam baris atau larik puisi, pada akhir baris puisi atau pada keseluruhan baris atau

bait puisi.

Menurut Waluyo, ritma adalah pengulangan bunyi dalam puisi untuk membentuk

musikalitas atau orkestrasi dengan adanya pengulangan bunyi, penyair juga

mempertimbangkan lambang bunyi puisi akan semakin merdu dan indah jika dibaca.

Selanjutnya Slamet Mulyana, menyatakan bahwa ritma merupakan pertentangan bunyi: tinggi

atau rendahnya suara, panjang atau pendek, keras atau lemah yang mengalun dengan teratur

dan berulang-ulang sehingga membentuk keindahan. Metrum berupa pengulangan tekanan

kata yang tetap, metrum dalam puisi sulit untuk ditentukan, namun dalam membaca puisi

metrum peranannya sangat penting. Suku kata dalam puisi biasanya diberi tanda, manakah

yang mendapat tekanan keras dan mana yang mendapat tekanan lemah untuk dibacakan.

6)   Tipografi

Tipografi merupakan bentuk atau perwajahan puisi. Hal inilah yang membedakan

antara puisi dengan prosa. Puisi berbentuk bait, larik-larik puisi tidak membangun periodisitet

yang disebut paragraf. Baris puisi tidak harus bermula dari tepi kiri dan berakhir ke tepi

kanan baris. Tepi kiri atau tepi kanan dari halaman yang memuat puisi belum tentu terpenuhi

tulisan dan hal ini tidak berlaku bagi tulisan yang berbentuk prosa.

b)        Struktur Batin Puisi

Waluyo, menyebut struktur batin dengan istilah hakikat puisi. Struktur batin puisi

terdiri atas tema, nada, perasaan, dan amanat. Penjelasan struktur tersebut adalah sebagai

berikut.

1)   Tema

Tema merupakan gagasan pokok yang dikemukakan oleh penyair. Pokok pikiran atau

pokok persoalan itu begitu kuat mendesak dalam jiwa penyair, sehingga menjadi landasan

utama pengucapannya. Jika desakan yang kuat itu berupa hubungan dengan tuhan maka

puisinya bertema ketuhanan. Macam-macam tema menurut Waluyo yaitu: ketuhanan,

kemanusiaan, patriotisme atau kebangsaan, kedaulatan rakyat, dan keadilan sosial.

2)   Nada dan Suasana

Nada adalah sikap penyair terhadap pembaca. Apakah penyair ingin bersikap

menggurui, menasehati, mengejek, menyindir, atau bersifat lugas hanya menceritakan sesuatu

kepada pembaca. Sedangkan suasana adalah keadaan jiwa pembaca setelah membaca puisi

itu akibat psikologis yang ditimbulkan puisi itu terhadap pembaca.

3)   Perasaan

Dalam menciptakan puisi, perasaan penyair ikut diekspresikan dan harus dapat

dihayati oleh pembaca atau penikmat terhadap sesuatu hal atau peristiwa yang dirasakan oleh

penyair, maka penyair menyajikan ciptaannya dengan mengemukakan penggambaran

sedemikian rupa sehingga penikmat seakan akan digiring kepada suatu keadaan dengan

perasaan tertentu pula. Perasaan seperti inilah yang disebut dengan rasa atau feeling dalam

puisi.

4)   Amanat

Amanat adalah hal yang mendorong penyair untuk menciptakan puisinya. Amanat

dapat ditemukan setelah mengetahui tema, perasaan, nada, dan suasana puisi. Amanat

dimaknai sebagai nasehat yang ditangkap oleh pembaca setelah membaca puisi. Cara

pembaca menyimpulkan amanat puisi sangat berkaitan dengan pandangan pembaca terhadap

suatu hal.

3.       Fungsi Pengajaran Puisi

Menurut Damono (2000: 12), fungsi mempelajari puisi yaitu belajar dari segala

macam sejarah yang muncul dalam puisi. Penciptaan sebuah puisi tentunya mencerminkan

kehidupan pada zaman tertentu, dari kebaikan, moral dan etika yang memberikan dampak

positif bagi kehidupan.

Pendapat lain dikemukakan oleh Gani (dalam Ismawati, 2013: 62), tujuan

pengajaran puisi adalah membina apresiasi puisi dan mengembangkan kearifan serta

menangkap isyarat-isyarat kehidupan. Cakupan pengajaran apresiasi puisi sedikitnya

mencakup 4 aspek yakni; (1) menunjang keterampilan berbahasa, (2) meningkatkan

pengetahuan budaya, (3) mengembangkan rasa dan karsa, dan (4) pembentukan watak.

Tahapan dalam mengapresiasi sebuah puisi dikemukakan oleh Dola (2007: 4), hal

pertama yang harus dilakukan dalam apresiasi puisi yaitu tahap penjelajahan kemudian tahap

penafsiran dan tahap pengkreasian. Tahap penjelajahan dilakukan dengan kegiatan membaca

puisi agar dikenal dan dipahami. Tahap penafsiran yaitu menganalisis unsur-unsur

pembangun puisi sampai pada pendekatan yang digunakan dalam menafsirkan puisi. Tahap

pengkreasian yaitu mengekspresikan kembali puisi yang dipelajari dalam bentuk lain atau

menciptakan karya sastra sendiri berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki,

tahap ini merupakan tingkat apresiasi yang paling tinggi.

B.     Jenis-jenis Puisi

Berikut ini adalah jenis-jenis puisi menurut Waluyo (1995: 135), diantaranya:

1.      Puisi Naratif, Lirik, dan Deskriptif

Klasifikasi puisi ini berdasarkan cara penyair mengungkapkan isi atau gagasan yang

hendak disampaikan.

Puisi naratif mengungkapkan cerita atau penjelasan penyair. Puisi-puisi naratif,

misalnya epik, romansa, balada, dan syair (berisi cerita). Puisi lirik mengungkapkan aku lirik

atau gagasan pribadinya. Jenis puisi lirik misalnya elegi, ode, dan serenada. Sedangkan puisi

deskriptif penyair bertindak sebagai pemberi kesan terhadap keadaan atau peristiwa, benda,

atau suasana yang dipandang menarik perhatian penyair. Jenis puisi deskriptif misalnya puisi

satire, kritik sosial, dan puisi-puisi impresionistik.

2.      Puisi Kamar dan Puisi Auditorium

Puisi kamar adalah puisi yang cocok dibaca sendirian atau dengan satu atau dua

pendengar saja di dalam kamar. Puisi auditorium adalah puisi yang cocok untuk dibaca di

auditorium, di mimbar yang jumlah pendengarnya dapat ratusan orang.

3.      Puisi Fisikal, Platonik, dan Metafisik

Puisi fisikal bersifat realistis artinya menggambarkan kenyataan yang ada. Yang

dilukiskan adalah kenyataan dan bukan gagasan. Hal-hal yang dilihat, didengar atau

dirasakan merupakan objek ciptaannya. Puisi platonik adalah puisi yang sepenuhnya berisi

hal-hal yang bersifat spiritual atau kejiwaan. Puisi metafisikal adalah puisi yang bersifat

filosofis dan mengajak pembaca merenungkan kehidupan dan merenungkan tuhan.

4.      Puisi Subjektif dan Puisi Objektif

Puisi subjektif juga disebut puisi personal, yakni puisi yang mengungkapkan gagasan,

pikiran, perasaan, dan suasana dalam diri penyair sendiri. Puisi objektif berarti puisi yang

mengungkapkan hal-hal di luar diri penyair itu sendiri. Puisi objektif disebut juga puisi

impersonal.

5.      Puisi Konkret

Puisi konkret yakni puisi yang bersifat visual, yang dapat dihayati keindahan bentuk

dari sudut penglihatan (Poems for the eye). Dalam puisi konkret ini, tanda baca dan huruf-

huruf baik huruf besar maupun kecil berpotensi gambar.

6.      Puisi Diafan, Gelap, dan Prismatis

Puisi diafan atau puisi polos adalah puisi yang kurang sekali menggunakan

pengimajian, kata konkret, dan bahasa figuratif, sehingga puisinya mirip dengan bahasa

sehari-hari. Puisi gelap adalah puisi yang terlalu banyak menggunakan majas dan sukar untuk

ditafsirkan. Sedangkan dalam puisi prismatis penyair mampu menyelaraskan kemampuan

menciptakan majas, verifikasi, diksi dan pengimajian sedemikian rupa sehingga pembaca

tidak terlalu mudah untuk menafsirkan maknanya namun tidak terlalu gelap.

7.      Puisi Parnasian dan Puisi Inspiratif

Pernasian adalah Puisi yang diciptakan dengan pertimbangan ilmu atau pengetahuan

dan bukan disadari oleh inspirasi karena adanya mood dalam jiwa penyair. Sedangkan puisi

inspiratif diciptakan berdasarkan mood atau passion. Penyair benar-benar masuk ke dalam

suasana yang hendak dilukiskan. Suasana batin penyair benar-benar terlibat ke dalam puisi.

8.      Stansa

Stansa artinya puisi yang terdiri dari 8 baris. Stansa berbeda dengan oktaf karena oktaf

dapat terdiri atas 16 atau 24 baris.

9.      Puisi Demonstrasi dan Pampflet

Puisi demonstrasi adalah Puisi yang melukiskan perasaan kelompok bukan perasaan

individu. Puisi demonstrasi sering menggunakan kata-kata yang membakar semangat. Puisi

pamflet juga merupakan protes sosial. Disebut puisi pamflet karena bahasanya adalah bahasa

pamflet. Kata-katanya mengungkapkan rasa tidak puas kepada keadaan.

10.  Alegori

Puisi yang dimaksudkan untuk memberikan nasihat tentang budi pekerti dan agama.

Jenis alegori yang terkenal ialah parable yang juga disebut dongeng perumpamaan.

C.     Makna Dalam Puisi

Dalam puisi, kata-kata, frasa, dan kalimat mengandung makna tambahan atau makna

konotatif. Bahasa figuratif yang digunakan menyebabkan makna dalam baris-baris puisi itu

tersembunyi dan harus ditafsirkan. Proses mencari makna dalam puisi merupakan proses

pergulatan terus-menerus. Bahasa puisi adalah bahasa figuratif yang bersusun-susun. Semua

kata memiliki kemungkinan makna ganda. Kata yang nampaknya tidak bermakna diberi

makna oleh penyair. Makna kata mungkin diberi makna baru. Nilai rasa diberi nilai rasa baru.

Tidak semua kata, frasa, dan kalimat bermakna tambahan. Kalau keadaannya demikian, puisi

akan menjdi sangat gelap. Sebaliknya, puisi tidak mungkin tanpa makna tambahan

(transparant) sehingga kehilangan kodrat bahasa puisi.

Rolland Barthes dalam kupasannya terhadap S/Z menyebutkan adanya lima kode

bahasa yang dapat membantu pembaca memahami makna karya sastra. Kode-kode itu

melatarbelakangi makna karya sastra. Meskipun pandangan itu diterapkan untuk prosa,

namun prinsip-prinsipnya dapat digunakan untuk puisi juga. Lima kode itu, ialah:

1)        Kode Hermeneutik (Penafsiran)

Dalam puisi, makna yang hendak disampaikan tersembunyi, menimbulkan tanda tanya

bagi pembaca. Tanda tanya itu merupakan daya tarik karena pembaca penasaran ingin

mengetahui jawabannya. Misalnya, dalam puisi, “senja dipelabuhan kecil”, pembaca akan

bertanya apa maksud penyair dengan judul itu? Apa makna senja dan apa makna pelabuhan.

2)        Kode Proairetik (Perbuatan)

Dalam karya sastra perbuatan atau gerak atau alur pikiran penyair merupakan rentetan

yang membentuk garis linear. Pembaca dapat menelusuri gerak batin dan pikiran penyair

melalui perkembangan pemikiran yang linear itu. Baris demi baris membentuk bait. Bait

pertama dan kedua serta seterusnya merupakan gerak berkesinambungan. Gagasan yang

tersusun merupakan gagasan runtut. Jika dipelajari dengan seksama, maka kita akan

menemukan kesamaan gerak batin penyair yang sama dalam berbagai puisinya. Ciri khas itu

akan nampak karena seorang penyair mempunyai metode yang hampir sama dalam proses

penciptaan puisi. Sulit kiranya seorang penyair mengubah teknik pengucapan puisi yang

sudah dimilikinya.

3)        Kode Semantik (Sememe)

Makna yang kita tafsirkan dalam puisi adalah makna konotatif. Bahasa kias banyak kita

jumpai. Sebab itu, menafsirkan puisi berbeda dengan menafsirkan frosa. Menghadapi bentuk

puisi, pembaca sudah harus bersiap-siap untuk memahami bahasanya yang khas.

4)        Kode Simbolik

Kode semantik berhubungan dengan kode simbolik; hanya kode semantik lebih luas.

Kode simbolik lebih mengarah pada kode bahasa sastra yang

mengungkapkan/melambangkan suatu hal dengan hal lain. Makna lambang banyak kita

jumpai dalam puisi. Peristiwa-peristiwa yang dilukiskan dalam puisi belum tentu bermaksud

hanya untuk bercerita, namun mungkin merupakan lambang suatu kejadian. Bahkan mungkin

merupakan lambang kejadian yang akan datang. Misalnya, nyanyian “semut ireng” (semut

hitam) yang terkenal dalam sastra jawa merupakan lambang kejatuhan kerajaan surakarta.

Secara khusus, kata-kata dan lukisan peristiwa juga penuh dengan lambang-lambang.

5)        Kode Budaya

Pemahaman suatu bahasa akan lengkap jika kita memahami kode budaya dari bahasa

itu. Banyak kata-kata dan ungkapan yang sulit dipahami secara tepat dan langsung jika kita

tidak memahami latar balakang kebudayaan dari bahasa itu. Memahami bahasa diperlukan

“cultural understanding” dari pembaca. Misalnya “Dik Narti” dalam puisi Rendra, sulit

diterjemahkan kedalam bahasa inggris karena dalam sistem budaya bahasa inggris panggilan

serupa itu tidak ada. Demikian pula kata “Jeng” dalam bahasa jawa. Kata Durno, Sengkuni,

Kresno dan sebagainya mewakili suatu konsep makna yang hanya bisa ditelusuri melalui

kode budaya jawa.

Selain kode bahasa yang dikemukakan oleh Rolland Barthes. Riffaterre juga

mengemukakan pendapat tentang makna sebuah puisi. Menurut Riffaterre (dalam Pradopo,

2010: 210), ketidaklangsungan pernyataan puisi disebabkan oleh tiga hal yaitu:

1)        Penggantian Arti (displacing) yaitu kata-kata kiasan menggantikan arti sesuatu yang lain,

lebih-lebih metafora dan metonimi, dalam penggantian arti ini suatu kata bisa berarti lain atau

makna lain

2)        Penyimpangan Arti (distorting) yaitu penyimpangan yang dalam puisi yang mengandung

ambiguitas, kontradiksi, ataupun nonsense

3)        Penciptaan Arti (creating of meaning) yaitu bila ruang teks berlaku sebagai prinsip

pengorganisasian untuk membuat tanda-tanda keluar dari hal-hal ketatabahasaan yang

sesungguhnya secara linguistik tidak ada artinya, misalnya; simitri, rima, enjembement, atau

ekuivalensi-ekuivalensi makna.

D.    Pembelajaran Puisi

Pembelajaran apresiasi puisi tidak lepas dari kegiatan cipta sastra, menikmati dan

mengambil pengalaman atau amanat dari puisi. Pembelajaran puisi bukanlah sekadar

memindahkan pengetahuan guru kepada anak didik namun juga mengajarkan tentang nilai-

nilai yang terkandung dalam puisi. Menurut Rahmanto (dalam Ismawati, 2013: 64), hal

terpenting dalam pengajaran puisi di kelas adalah menjaga agar suasana tetap santai. Jangan

sampai seorang guru atau siswa merasakan awal pelajaran sebagai sesuatu yang

menegangkan atau terlalu kaku. Puisi tidak berbeda dengan bentuk-bentuk sastra lain yang

menyampaikan pesan dengan bantuan kata-kata. Kata-kata itu memang kadang-kadang

mengandung berbagai arti dan disusun dengan pola ketatabahasaan yang khusus agar lebih

indah, padat, dan bermakna dalam. Dalam mengajak para siswa untuk memahami dan

menikmati puisi hendaknya guru tidak terlalu tergesa-gesa membebani para siswa dengan

istilah-istilah teknis seperti gaya bahasa metafora, hiperbola, personifikasi. Istilah-istilah ini

hanya akan dihafalkan dan akan melelahkan ingatan.

Pembelajaran puisi bertujuan membina apresiasi puisi dan mengembangkan kearifan

menangkap isyarat-isyarat kehidupan. Untuk dapat menghargai secara wajar pengalaman-

pengalaman yang tertuang dalam sebuah puisi, kita harus mendekati dan menggaulinya

secara intensif. Tujuan pengajaran puisi adalah memperoleh pengalaman mengapresiasi puisi,

pengalaman berekspresi dengan puisi, dan memeroleh pengetahuan dan sikap yang baik

terhadap puisi. Dalam perinciannya tentu saja tujuan itu disesuaikan dengan siswa yang akan

belajar puisi. Dengan demikian tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran apresiasi

puisi ialah:

a)        Peserta didik hendaknya memeroleh kesadaran yang lebih baik terhadap diri sendiri, orang

lain, dan kehidupan sekitarnya sehingga mereka bersikap terbuka, rendah hati, peka perasaan

dan pikiran kritisnya terhadap tingkah laku pribadi, orang lain, serta masalah-masalah

kehidupan sekitarnya.

b)        Peserta didik hendaknya memeroleh kesenangan dari membaca dan mempelajari puisi

hingga tumbuh keinginan membaca dan mempelajari puisi pada waktu senggangnya.

c)        Peserta didik hendaknya memeroleh pengetahuan dan pengertian dasar tentang puisi hingga

tumbuh keinginan memadukannya dengan pengalaman pribadinya yang diperoleh di sekolah

kini dan mendatang.

Pada hakikatnya tujuan pembelajaran puisi adalah menanamkan rasa peka terhadap

karya sastra, sehingga tumbuh rasa bangga, senang, atau haru. Untuk mencapai tujuan

tersebut, pembelajaran sastra khusus puisi berusaha mengakrabkan peserta didik diberbagai

tingkat pendidikan dengan konvensi-konvensi puisi modern, harus mengembangkan

kepekaannya terhadap konvensi itu, sehingga peserta didik mengenal unsur-unsur dasar yang

luas tersebar dalam puisi modern. Konvensi yasng dimaksud menyangkut latar belakang

lingkungan masyarakat pemakai bahasa dan budaya tertentu, dan keakraban dibidang ini akan

menumbuhkan sikap yang apresiatif.

Sesuai dengan tujuan pengajaran puisi yang telah di ungkapkan di atas yaitu memperoleh

pengalaman mengapresiasi puisi, pengalaman berekspresi dengan puisi, dan memeroleh

pengetahuan dan sikap yang baik terhadap puisi. Menurut Rusyana (dalam Alfiah, 2009: 84),

langkah-langkah pembelajaran yang dapat dilakukan saat mengajarkan puisi yaitu:

1)      Mempelajari puisi yang akan dibawakan

Guru hendaknya terlebih dahulu mempelajari puisi yang akan dibawakan atau diajarkan.

Dengan mempelajari puisi yang akan dibawakan guru akan mempunyai pegangan. Ia

memeriksa bagian-bagian mana yang memerlukan keterangan dan bagian mana yang tidak. Ia

akan dapat menentukan aspek manakah dari puisi yang memerlukan perhatian khusus. Salah

satu hal yang sangat penting adalah menemukan pendekatan dalam puisi, yaitu apakah

penyair dalam puisinya menunjukkan kata-kata kepada seseorang, ataukah kepada

kemanusiaan pada umumnya, apakah puisi menyajikan suatu percakapan dengan orang lain

atau suatu monolog dengan diri sendiri.

2)      Menentukan kegiatan yang akan dilakukan

Setelah guru mengenali puisi yang akan dibawakan, ia menentukan kegiatan apa yang

akan dilakukannya di dalam kelas. Guru bisa berpendapat beberapa puisi akan langsung saja

dibaca oleh guru dan siswa, tanpa memberikan keterangan apa-apa. Ada pula puisi yang

dianggapnya memerlukan pengantar sebelum dibawakan. Demikianlah guru menentukan

kegiatan yang akan dilakukan di kelas seperti: guru membacakan puisi dan siswa

mendengarkan, siswa membaca nyaring sendiri atau dalam paduan membaca puisi, siswa

bertukar pengalaman tentang puisi yang mereka baca, siswa dan guru berdiskusi dll. Kegiatan

mengenal puisi dan menentukan apa yang akan dilakukan adalah kegiatan guru sebelum

masuk kelas. Kegiatan selanjutnya adalah kegiatan guru dan siswa di dalam kelas.

3)      Memberikan pengantar pengajaran

Sebelum masuk ke dalam kegiatan pengajaran puisi, guru memberikan pengantar yang

maksudnya menarik perhatian siswa pada pokok yang akan dipelajari. Caranya bermacam-

macam, bergantung pada pengalaman guru tentang puisi yang akan dibawakan. Pengantar ini

hendaknya benar-benar mengantarkan siswa ke dalam suasana yang diharapkan terjadi pada

kegiatan pengajaran selanjutnya.

4)      Menyajikan bahan pengajaran

Dalam menyajikan bahan pengajaran terlebih dahulu guru hendaknya menciptakan

suasana belajar-mengajar yang menyenangkan. Puisi harus menjadi sumber kenikmatan bagi

siswa. Oleh karena itu penyajiannya pun harus menyenangkan. Puisi itu pada dasarnya untuk

didengarkan, oleh karena itu siswa hendaknya berkenalan dengan puisi secara lisan. Dalam

penyampaian secara lisanlah bunyi, irama dan tekanan dapat ditangkap dan diapresiasi oleh

siswa. Oleh karena itu, guru harus mampu membacakan puisi dengan baik untuk keperluan

menyampaikan puisi kepada siswanya. Akan tetapi guru harus berusaha agar siswa tidak

menjiplak bacaannya itu. Oleh karena itu, siswa hendaknya dirangsang untuk membaca

nyaring sesuai dengan caranya sendiri.

5)      Mendiskusikan puisi yang telah dibaca

Diskusi dilakukan untuk lebih mendalami puisi yang telah dibaca, dalam diskusi tentang

puisi yang telah dibacakan ditanyakan misalnya: Siapakah yang bicara dalam puisi itu?

Kepada siapa pembicaraan ditujukan? Bagaimana gambaran keadaannya? Apa yang telah ia

perbuat? Apa yang dipikirkannya? Apa yang ingin diperbuatnya? Apa ia merasa bahagia,

ketakutan atau kesepian? Dengan melakukan diskusi terhadap puisi, siswa akan lebih

mengetahui dan memahami tentang puisi yang telah mereka baca.

6)      Memperdalam pengalaman

Guru berusaha agar siswa memperdalam pengalaman mereka tentang puisi yaitu

memberi kesempatan kepada siswa untuk membaca puisi dengan nyaring, agar mereka dapat

lebih merasakannya. Akan tetapi, siswa harus terlebih dahulu mempersiapkannya dan

melakukan latihan membaca puisi. Kegiatan membaca puisi dapat dirangsang dengan

berbagai cara misalnya: mengadakan acara pembacaan puisi dan pemberian penghargaan

kepada pembacaan yang menunjukkan penafsiran dan penghayatan yang sesuai dengan isi

puisi yang dibacakan.

Pandangan lain dikemukakan oleh Ismawati (2013: 68), model yang tepat dalam

apresiasi puisi yaitu dengan melakukan kegiatan yang nyata melalui demonstrasi atau

pemodelan. Hal ini dapat memberikan perspektif dan pemahaman yang sama setiap peserta

didik.

1)      Berikan puisi yang isi atau temanya sesuai dengan mental age peserta didik

2)      Ajaklah peserta didik menikmati secara langsung yaitu dengan memahami puisi

3)      Setting-lah suasana kelas yang santai dan penuh kesyahduan dengan irama musik

instrumental

4)      Gunakan model yang dianggap mahir atau mampu dalam membaca puisi

5)      Berikan waktu pada peserta didik untuk mengomentari atau menanggapi pembacaan puisi

BAB III

PENUTUP

A.     Kesimpulan

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka dapat disimpulkan puisi adalah ungkapan

hati penyair dari keseluruhan pengalaman hidup yang menggunakan bahasa yang khas dalam

penyajiannya. Puisi lahir dari perenungan mendalam dengan menggunakan kolaborasi antara

pikiran dan perasaan sehingga menghasilkan karya yang sarat makna.

Unsur pembentuk dalam puisi terbagi menjadi dua unsur yaitu unsur fisik dan unsur

batin puisi. Unsur fisik puisi terdiri dari; diksi, pengimajian, kata konkret, bahasa figuratif

atau majas, versifikasi dan tata wajah atau tipografi sedangkan unsur batin puisi terdari dari;

tema, perasaan, nada dan suasana, amanat.

Terdapat beberapa cara untuk mendalami dan memaknai sebuah puisi, Roland Barthes

mengungkapkan lima kode bahasa yaitu; kode hermeneutik, proairetik, semantik, simbolik

dan budaya sedangkan menurut Riffaterre terdapat tiga cara untuk mendalami puisi yaitu;

mengetahui penggantian arti, penyimpangan arti dan penciptaan arti dari puisi.

Pada dasarnya pembelajaran sastra atau puisi haruslah dengan model, metode dan

teknik yang nyata yaitu dengan melibatkan peserta didik secara langsung dalam memahami

dan mengkaji puisi, dengan begitu siswa dapat menemukan arti atau amanat dari puisi yang

dipelajari.

B.     Saran

Penulis menyarankan agar pembaca lebih memperbanyak lagi referensi-referensi

mengenai teori dan pengajaran puisi selain makalah ini. Ini dikarenakan oleh keterbatasan

penulis dalam mencari referensi-referensi dalam penyusunan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Alfiah. 2009. Pengajaran Puisi Sebuah Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Aminuddin. 2011. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru.

Damono, Sapardi Djoko. 2000. Priyayi Abangan. Yogyakarta: Bentang Budaya.

Dola, Abdullah. 2007. Apresiasi Prosa Fiksi dan Drama. Makassar: Badan Penerbit Universitas Negeri Makassar.

Ismawati, Esti. 2013. Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Ombak.

Pradopo, Rachmat Djoko. 2010. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Ratna, Nyoman Kutha. 2013. Stilistika Kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sugihastuti. 2009. Rona Bahasa dan Sastra Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Waluyo, Herman J. 1995. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga.